32
ANALISIS MASALAH a. Apa etiologi dan bagaimana mekanisme Bimo hanya bisa mengoceh? (Alba, devia) Pada kasus penderita autis terjadi pertumbuhan abnormal: a. Pada sel saraf integratif di korteks frontalis b. Pematangan mielin terlalu cepat di daerah frontalis dan temporalis Mielinisasi jaras saraf hambatan proses menterjemahkan gagasan lambat c. Perkembangan sinaps yang tidak sempurna Sedangkan fungsi dari lobus frontalis dan temporalis adalah untuk proses berbahasa dan kognitif, seperti area Broca dan area Wernicke. Pada otak bagian lobus temporalis. Di bagian posterior dari girus temporalis di lobus temporalis terdapat area yang disebut area Wernicke dimana sebagai area utama untuk pemahaman bahasa, yaitu berfungsi membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan digunakan serta mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri. Jika area ini terganggu maka penderita tak mampu memformulasikan buah pikirannya untuk dikomunikasikan. Maka dari itu, pertumbuhan abnormal pada kedua daerah tersebut menyebabkan gangguan berbahasa. b. Bagaimana riwayat kehamilan dan kelahiran normal? (devia, jeje)

Analisis Masalah 21 b

  • Upload
    devia

  • View
    216

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Masalah 21 b

ANALISIS MASALAH

a. Apa etiologi dan bagaimana mekanisme Bimo hanya bisa mengoceh? (Alba, devia)

Pada kasus penderita autis terjadi pertumbuhan abnormal:

a. Pada sel saraf integratif di korteks frontalis

b. Pematangan mielin terlalu cepat di daerah frontalis dan temporalis

Mielinisasi jaras saraf hambatan proses menterjemahkan gagasan lambat

c. Perkembangan sinaps yang tidak sempurna

Sedangkan fungsi dari lobus frontalis dan temporalis adalah untuk proses berbahasa dan

kognitif, seperti area Broca dan area Wernicke. Pada otak bagian lobus temporalis. Di

bagian posterior dari girus temporalis di lobus temporalis terdapat area yang disebut area

Wernicke dimana sebagai area utama untuk pemahaman bahasa, yaitu berfungsi

membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan

digunakan serta mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu

sendiri. Jika area ini terganggu maka penderita tak mampu memformulasikan buah

pikirannya untuk dikomunikasikan. Maka dari itu, pertumbuhan abnormal pada kedua

daerah tersebut menyebabkan gangguan berbahasa.

b. Bagaimana riwayat kehamilan dan kelahiran normal? (devia, jeje)

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai sejak

konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, I.B.G, 1998).

1. Pembagian Umur Kehamilan 

Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi dalam 3 bagian, masing-masing: 

Kehamilan triwulan pertama (antara 0 sampai 12 minggu)

Kehamilan triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu) 

Kehamilan triwulan terakhir (antara 28 sampai 40 minggu) (Hanifa W, 2005)

2. Gambaran Kehamilan Normal 

Gambaran dari kategori diagnosis kehamilan normal adalah:

Ibu sehat

Tidak ada riwayat obstetri buruk 

Ukuran uterus sama atau sesuai usia kehamilan 

Pemeriksaan fisik dan laboratorium normal (Saifuddin, A.B, 2002)

Page 2: Analisis Masalah 21 b

Persalinan atau partus adalah proses fisiologik dimana uterusmengeluarkan atau berupaya

mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20 minggu atau lebih, dapat hidup

diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan batuan atau tanpa bantuan. Pembagian usia

kehamilanmenurut WHO (1992) adalah sebagai berikut:

a.Preterm : usia kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari)

b.Aterm : usia kehamilan 37-42 minggu (259-293 hari)

c.Postterm : usia kehamilan lebih dari 42 minggu (294 hari)

Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup

bulan (aterm), pada janin terletak memanjang dan presentasi belakang kepala, yang disusul dengan

pengeluaran plasenta, dan seluruh proseskelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24

jam, tanpa tindakan/pertolongan buatan, dan tanpa komplikasi (Suradji, 2005).Menurut

Suradji (2005) Persalinan dibagi dalam 4 kala:

Kala I  : kala pembukaan serviks

Kala II  : kala pengeluaran janin

Kala III : kala pengeluaran plasenta

Kala IV : kala ini ditetapkan selama 1 jam sejak plasenta lahir,yaitu kala untuk

mengamati ibu dan untuk menjalin kasih-sayangantara orangtua dan bayinya (menyusui).

Manuaba, I.B.G. 1998.  Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana

untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Farrer, H. 1987. Maternity Care. Andry, H. 2001 (alih bahasa). Jakarta: EGC.

Hanifa, W. (Ed). 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.

Saifuddin, A.B. (Ed). 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: YBP-SP. 

Judi, J.E. 2002. Mempersiapkan Kehamilan Sehat. Jakarta: Puspa Swara.

Sarwono Prawirohardjo. (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

c. Apa makna klinis dari Anak sadar, tetapi tidak mau melihat dan tersenyum kepada

pemeriksa? (alba, devia)

Page 3: Analisis Masalah 21 b

Gejala tidak mau melihat dan tersenyum kepada orang disekitarnya merupakan salah satu

bentuk gangguan interaksi sosial. Kemungkinan terdapat beberapa penyebab

diantaranya:

a. Respon terhadap suara merupakan bagian dari interaksi sosial yang disebabkan oleh

gangguan pada pada korteks prefrontalis medialis (respon abnormal terhadap stimulus

sensoris). Gangguan ini menyebabkan individu memiliki perhatian yang kurang terhadap

keadaan disekelilingnya sehingga tidak menghiraukan orang lain yang sedang berbicara

dengannya.

b. Sebuah teori mengemukakan bahwa kelainan ini muncul dari gangguan mekanisme

atensi atau dari berlebihnya jumlah striatal beta endorphin.

c. Berkurangnya sel Purkinye di otak kecil yang merangsang pertumbuhan akson, glia

(jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan

otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan

sel Purkinye. Penurunan sel purkinje di serebelum mungkin menyebabkan kelainan

atensi, kesadaran dan proses sensorik. Kelainan atensi ini menyebabkan anak tidak mau

melihat dan tersenyum kepada pemeriksa.

d. Apa makna klinis dari Tidak ada kelainan neurologis? (devia, jeje)

Tidak ditemukannya kelainan neurologis pada Bimo menunjukkan bahwa tidak terdapat

gangguan persarafan berupa defisit neurologis dan gangguan pada refleks fisiologis dan

patologis yang dapat menyebabkan gangguan bicara.

Tidak adanya gangguan neurologis dapat pula menentukan prognosis pada kasus. Autis

yang disertai kelainan neurologis memiliki prognosis yang buruk.

e. Apa diagnosis kerja dan definisi? (alba, devia)

Bimo mengalami Gangguan Komunikasi, Gangguan Intraksi social, dan Gangguan

perilaku karena Autis Spectrum Disorder.

Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif dimana kelompok kelainan ini

memiliki gambaran seperti gangguan dalam interaksi sosial, gangguan dalam komunikasi

serta minat dan aktivitas yang terbatas, stereotipik, dan berulang-ulang. Dapat terlihat

pada usia < 3 tahun.

f. Bagaimana pathogenesis pada kasus? (asyin, devia)

Page 4: Analisis Masalah 21 b

Aspek Neuroanatomi

Pada Pasien dengan autisme studi neuroanatomi dan neuroimaging mengungkapkan kelainan

konfigurasi seluler di beberapa daerah otak. Termasuk lobus frontal dan temporal dan otak

kecil. Pembesaran dari amigdala dan hipokampus umum terjadi pada masa anak-anak. Pada

korteks prefrontal lebih banyak terddapat neuron berdasarkan otopsi beberapa anak dengan

autisme. Penelitian dengan MRI menunjukkan bukti perbedaan neuronatomi dan konektivitas

pada orang dengan autisme dibandingkan dengan orang normal. Secara khusus, studi ini

menunjukkan berkurangnya konektivitas atipikal didaerah otak frontal serta penipisan dari

korpus kalosum pada anak-anak dan orang dewasa dengan autisme dan kondisi terkait.

Neuron yang abnormal ditemukan dalam lobus frontal dan temporal, daerah yang terlibat

dalam fungsi kontrol, fungsi sosial, emosional, komunikasi dan bahasa. Otak pada anak

dengan autisme menunjukkan mielinisasi di persimpangan temporoparietal kiri serta

didapatkan penurunan reseptor gamma-aminobutiric-acid B (GABA-B) di korteks cingulate

yang merupakan wilayah kunci untuk evaluasi hubungan sosial, emosi dan kognisi dan gyrus

fusiform yang merupakan daerah penting untuk mengevaluasi wajah dan ekspresi wajah.

Gangguan pada serebelum dapat menyebabakan reaksi atensi yang lebih lambat, kesulitan

dalam memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas dan gagal

mengeksplorasi lingkungan. Kerusakan pada jaras serebelum-taalamus-frontal menyebabkan

kesulitan dalam hal belajar suatu prosedur.

Aspek Biokimia

Sekurangnya sepertiga

1. Kaplan, Sadock’s. 2007. Synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical

psychiatry :Autism tenth edition. E-book. Lippincot Williams&wilkins.

Page 5: Analisis Masalah 21 b

LEARNING ISSUE

GANGGUAN AUTISTIK

1. Gangguan Autistic

a. Sejarah

Pada tahun 1867 Henry Maudsley merupakan dokter psikiatrik pertama yang

memberikan perhatian serius kepada anak-anak yang sangat kecil dengan gangguan

mental yang parah yang berupa penyimpangan, keterlambatan dan distorsi yang jelas

pada proses perkembangan. Pada aalnya semua gangguan tersebut dianggap sebagai

psikosis. Pada tahun 1943 Leo Kanner, dalam tulisan klasiknya “ Autistic

Disturbance of Affective Contact,” menyebutkan istilah “autisme infantile” dan

memberikan sumbangan yang jelas dan menyeluruh untuk sindrom masa anak-anak

awal. Ia menggambarkan anak-anak yang menunjukkan kesepian autistic yang

ekstrem, gagal untuk menerima sikap antisipasi, perkembangan bahasa yang

terlambat atau menyimpang dengan ekolalia dan pemakaian kata sebutan yang

terbalik (menggunakan kamu untuk saya), pengulangan monoton bunyi atau

ungkapan verbal, daya ingat jauh yang sangat baik, keterbatasan rentang dalam

berbagai aktivitas spontan, stereotipik dan menerisme, keinginan yang obsesif untuk

mempertahankan kesamaan dan rasa takut akan perubahan, kontak mata yang buruk

dan hubungan yang abnormal dengan orang dan lebih menyukai gambar dan benda

mati. Kanner mencurigai sindrom tersebut lebih sering terjadi dibandingkan

kelihatannya dan menyatakan bahwa beberapa anak telah keliru diklasifikasikan

sebagai retardasi mental atau skizofrenik.

Terdapat kebingungan antara apakah gangguan statistic merupakan manifestasi awal

skizofrenia atau merupakan kesatuan klinis yang terpisah, tetapi bukti-bukti

mengarahkan bahwa gangguan stastik dan skizofrenia merupakan kesatuan yang

terpisah.

b. Epidemiologi

Prevalensi. Gangguan autistic terjadi dengan angka 2 sampai 5 kasus per 10.000

anak 90,02-0,05%) di bawah usia 12 tahun. Jika retardasi mental berat dengan ciri

autistic dimasukkan, angka dapat meningkat sampai setinggi 20 per 10.000.pada

sebagian besar kasus autism mulai sebelum 36 bulan tetapi mungkin tidak terlihat

bagi prang tua, tergantung pada kesadaran mereka dan keparahan gangguan.

Page 6: Analisis Masalah 21 b

Distribusi jenis kelamin.Gangguan autistic ditemukan lebih sering pada anak laki-

laki dibandingkan pada anak perempuan.Tiga sampai empat kali lebih banyak pada

anak laki-laki yang memiliki gangguan autistic dibandingkan anak

perempuan.Tetapi anak perempuan yang memiliki gangguan autistic cenderung

lebih serius dan lebih mungkin memiliki riwayat keluarga gangguan kognitif

dibandingkan anak laki-laki.

Status sosioekonomi.Belum ada hubungannya secara langsung.

c. Etiologi dan pathogenesis

Gangguan autistic adalah suatu gangguan perkembangan perilaku.Walaupun

gangguan autistic pertama kali dianggap berasal dari psikologis atau psikodinamik,

banyak bukti-bukti yang terkumouk mendukung adanya substrat biologis.

Faktor psikodinamika dan keluarga.Dalam laporan awalnya Kanner menulis bahwa

beberapa orang tua dengan anak-anak autistic adalah benar-benar peramah dan untuk

sebagian besarnya, orang tua dan anggota keluarganya memiliki preokupasu dengan

abstraksi intelektual dan cenderung sedikit mengekspresikan perhatian yang murni

terhadap anak-anaknya.Tetapi, temuan tersebut tidak ditiru selama 50 tahun terakhir.

Teori lain, seperti kekerasan dan penolakan orang tua yang mendorong gejala

autistic, juga tidak jelas. Penelitian terakhir yang membandingkan orang tua dari

anak-anak autistic denbgan orang tua dari anak-anak yang normal tidak

menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam membesarkan anak.Tidak ada bukti

memuaskan yang menyatakan bahwa jenis tertentu fungsi keluarga yang

menyimpang atau kumpulan faktor psikodinamika yang menyebabkan

perkembangan gangguan autistic.Namun demikian, beberapa anak autistic berespons

terhadap stressor psikososial, seperti kelahiran seseorang adik atau pindah ke rumah

baru dengan eksaserbasi gejala.

Kelainan organic-neurologis-biologis.Gagguan autistic dan gejala autistic

berhubungan dengan kondisi yang memiliki lesi neurologis, terutama rubella

congenital, PKU, sklerosis tuberosus, dan gangguan Rett. Anak autistic

menunjukkan lebih banyak tanda komplikasi perinatal dibandingkan kelompok

pembanding dari anak-anak normal dan anak-anak dengan gangguan lain.

Faktor genetika.Dalam beberapa penilitian, antara 2 sampai 4 %sanak saudara orang

autistic ditemukan terkena gangguan autistic. Angka kesesuaian gangguan autistic

pada dua penilitian besar terhadap anak kembar adalah 36 persen pada pasangan

Page 7: Analisis Masalah 21 b

monozigotik dibandingkan 0 persen pada pasangan dizigotik pada salah satu

penelitian dan kira-kira 96% pada pasangan monozigotik dibandingkan kira-kira

27% pada pasangan dizigotik pada penelitian yang kedua.

Faktor imunologis.Beberapa bukti menyatakan bahwa inkompatibilitas imunologi

antara ibu dan embrio atau janin dapat menyebabkan gangguan autistic.Limfosit

beberapa anak autistic bereaksi dengan antibody maternal, yang meningkatkan

kemungkinan bahwa jaringan neural embrionik atau ekstraembrioal mungkin

mengalami kerusakan selama kehamilan.

Faktor perinatal.Tingginya insidensi berbagai komplikasi perinatal tampaknya

terjadi pada anak-anak dengan gangguan autistic, walaupun tidak ada komplikasi

yang secara langsung dinyatakan sebagai penyebabnya.Selama gestasi, perdarahan

maternal setelah trimester pertama dan mekonium dalam cairan amnion telah

dilaporkan lebih sering ditemukan pada anka autistic dibandingkan populasi

umum.Dalam periode neonates, anak autistic memiliki insidensi tinggi sindrom

gawat pernapasan dan anemia neonates.Beberapa bukti menyatakan tingginya

insidensi pemakaian medikasi selama kehamilan oleh ibu dari anak autistic.

Faktor neuroanatomi.Lobus temporalis telah diperkirakan sebagai bagian penting

dalam otak yang mungkin abnormal dalam gangguan autistic. Temuan lain pada

gangguan autistic adalah penurunan sel purkinje di serebelum, kemungkinan

menyebabkan kelainan atensi, kesadaran dan proses sensorik.

Temuan biokimiawi.Sekurangnya sepertiga pasien dnegan gangguan autistic

mengalami peningkatan serotonin plasma.Pada beberapa anak autistic peningkatan

hormone asam vanillic (suatu metabolit utama dopamine) dalam cairan serebrospinal

adalah disertai dengan peningkatan penarikan diri dan stereotipik.

d. Karakteristik, Gambaran Klinis, Kriteria Diagnosis, dan Diagnosis Banding

Autisme Infantil

1. Karakteristik

a. Kecenderungannya untuk melengkungkan punggungya ke belakang menjauhi

pengasuhnya atau yang merawatnya, untuk menghindari kontak fisik. Mereka

umumnya digambarkan sebagai bayi-bayi yang pasif atau kelewat gaduh (overlay

agitated). Bayi yang pasif adalah mereka yang kebanyakan diam sepanjang

waktu dan tidak banyak tuntutan pada orangtuanya. Sedangkan bayi yang gaduh

Page 8: Analisis Masalah 21 b

adalah yang hampir selalu menangis tidak ada hentinya pada waktu terjaga

(Rapin, 1997).

Kira-kira separuh dari anak-anak autistik menunjukkan perkembangan yang

normal sampai pada usia 1,5-3 tahun; kemudian gejala-gejala autisme mulai

timbul. Individu demikian ini sering disebut sebagai menderita autisme

“regresif”. Dibandingkan teman-teman sebayanya, anak-anak autistik seringkali

ketinggalan dalam hal komunikasi, ketrampilan sosial dan kognisi. Di samping

itu, perilaku disfungsional mulai tampak, seperti misalnya, aktivitas repetitif dan

perilaku yang tidak bertujuan (non-goal directed behavior) (mengayun-ayunkan

badan tiada hentinya, melipatlipat tangan), mencederai diri sendiri, bermasalah

dalam makan dan tidur, tidak peka terhadap rasa sakit. Perilaku mencederai diri

sendiri seperti menggigit diri sendiri dan membenturkan kepala mungkin

merupakan bentuk stereotipi yang berat dan menurut teori yang baru disebabkan

oleh peningkatan endorphin (Rapin, 1997).

b. Salah satu karakterisitk yang paling umum pada anak-anak autistik adalah

perilaku yang perseverative, kehendak yang kaku untuk melakukan atau berada

dalam keadaan yang sama terus-menerus. Apabila seseorang berusaha untuk

mengubah aktivitasnya, meskipun kecil saja, atau bilamana anak-anak ini merasa

terganggu perilaku ritualnya, mereka akan marah sekali (tantrum). Sebagian dari

individu yang autistik ada kalanya dapat mengalami kesulitan dalam masa

transisinya ke pubertas karena perubahan-perubahan hormonal yang terjadi;

masalah gangguan perilaku bisa menjadi lebih sering dan lebih berat pada

periode ini. Namun demikian, masih banyak juga anak-anak autistik yang

melewati masa pubertasnya dengan tenang. Umumnya gejala autisme berupa

suatu gangguan sosiabilitasnya, kelainan komunikasi timbal-balik verbal dan

nonverbal serta defisit minat dan aktivitas anak. Meskipun kurangnya dorongan

untuk berkomunikasi atau menahan bicara memegang peranan pada semua anak

yang pendiam, anak-anak dengan autisme benar-benar mengalami gangguan

berbahasa. Pemahaman dan penggunaan bahasa untuk komunikasi serta

geraktubuh (gesture) benar-benar defisien. Ketidak mampuan untuk

menerjemahkan stimuli akustik menyebabkan anak-anak autistik mengalami

agnosia auditorik verbal; mereka tidak mengerti bahasa atau hanya mengerti

sedikit sehingga tidak dapat berbicara dan tetap tinggal dalam situasi nonverbal

(Rapin, 1997).

Page 9: Analisis Masalah 21 b

c. Anak-anak dengan autisme yang tidak begitu berat, dengan kelainan reseptif-

ekspresif, menunjukkan daya pengertian (comprehension) yang lebih baik dari

pada kemampuannya untuk berekspresi sehingga pada mereka itu tampak

artikulasinya buruk dan mereka tidak memiliki kepandaian gramatis. Kelompok

anak-anak autistik lain yang kepandaian bicaranya terlambat, mungkin dapat

berkembang cepat dari keadaan diam menjadi lancar berbicara dengan kalimat-

kalimat yang jelas dan tersusun baik, tetapi mereka ini cenderung repetitif, non-

komunikatif dan sering pula ditandai dengan echolalia yang berkelebihan (Rapin,

1997).

d. Sekitar 75% penderita autisme adalah mereka dengan keterbelakangan mental

(mentally retarded). Derajat kognitif individu ini secara bermakna berkaitan

dengan beratnya gejala autisme. Tes IQ pra-sekolah tidak dapat meramalkan

hasil yang dapat diandalkan karena beberapa anak dengan program perawatan

yang efektif menunjukkan perbaikan yang nyata. Hasil dari uji neuropsikologis

secara khas menunjukkan suatu profil kognitif yang tidak merata, di mana

keterampilan nonverbal umumnya lebih tinggi dari pada keterampilan verbal

(kecuali pada sindrom asperger di mana pola yang sebaliknya terlihat).

Pemahaman yang buruk dari apa yang orang lain pikirkan, menetap sepanjang

hidup dan kreativitas mereka biasanya terbatas. Anak-anak autistik dapat

menunjukan reaksi yang paradoksikal terhadap suatu stimuli sensori; kadang-

kadang hipersensitif dan kadang-kadang tidak menghiraukan suara atau bunyi

tertentu, stimuli taktil atau rasa sakit. Persepsi visual biasanya jauh lebih baik

dari pada persepsi auditorik (Rapin, 1997).

2. Gambaran Klinis

Tanda-tanda awal pada pasien autisme berkaitan dengan usia anak. Usia anak dimana

sindroma autisme dapat dikenal merupakan kunci untuk segera melakukan intervensi

berupa pelatihan dan pendidikan dini. National Academy of Science USA

menganjurkan bahwa pendidikan dini merupakan kunci keberhasilan bagi seorang

anak dengan sindroma autisme. Pada umumnya semua peneliti sepakat bahwa

sindroma autisme merupakan diagnosis sekelompok anak dengan kekurangan dalam

bidang sosialisasi, komunikasi dan afeksi. Mereka juga sepakat bahwa mengenal

tanda-tanda awal autisme yaitu sejak usia dini (bayi baru lahir bahkan sebelum lahir)

sangat penting untuk upaya penanggulangan.

Page 10: Analisis Masalah 21 b

Gejala autisme infantil dapat timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada

sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Seorang

ibu yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia

satu tahun. Hal yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan kurang minat

untuk berinteraksi dengan orang lain.

Menurut Acocella (1996) ada banyak tingkah laku yang tercakup dalam

autisme dan ada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu:

a. Isolasi sosial

Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak social ke dalam

suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal ini akan semakin

terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan bertingkah laku seakan-akan

orang lain tidak pernah ada. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti

menghindar kontak mata, tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk,

lebih suka bermain sendiri.

b. Kelemahan kognitif

Sebagian besar (± 70%) anak autis mengalami retardasi mental (IQ < 70)

tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang berkaitan dengan

kemampuan sensori montor. Terapi yang dijalankan anak autis meningkatkan

hubungan social mereka tapi tidak menunjukkan pengaruh apapun pada retardasi

mental yang dialami. Oleh sebab itu, retardasi mental pada anak autis terutama

sekali disebabkan oleh masalah kognitif dan bukan oengaruh penarikan diri dari

lingkungan social.

c. Kekurangan dalam bahasa

Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat

bicara. Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya

mengoceh, merengek, menjerit, atau menunjukkan ekolali, yaitu menirukan apa

yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan

TV, atau potongan kata yang terdengar olehnya tanpa tujuan. Beberapa anak

autis menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh. Menyebut diri mereka

sebagai orang kedua “kamu” atau orang ketiga “dia”. Intinya anak autism tidak

dapat berkomunikasi dua arah (resiprok) dan tidak dapat terlibat dalam

pembicaraan normal.

d. Tingkah laku stereotip

Page 11: Analisis Masalah 21 b

Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perlaku yang

berlebih (excessive) dan kekurangan (deficient) seperti impulsif, hiperaktif,

repetitif namun dilain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan

permainan yang sama dan monoton. Anak autis sering melakukan gerakan yang

berulang-ulang secara terus menerus tanpa tujuan yang jelas. Sering berputar-

putar, berjingkat-jingkat, dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-

ulang ini disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya

gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-narik

rambut dan menggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan akibat

perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini

sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik pada hanya bagian-bagian

tertentu dari sebuah objek. Misalnya pada roda mainan mobil-mobilannya. Anak

autis juga menyukai keadaan lingkungan dan kebiasaan yang monoton.

3. Kriteria Diagnosis Gangguan Autisme

Menurut DSM IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnosis gangguan autisme

adalah:

A. Sejumlah enam hal atau lebih dari 1, 2, dan 3, paling sedikit dua dari 1 dan satu

masing-masing dari 2 dan 3:

1. Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi social sebagai manifestasi

paling sedikit dua dari yang berikut:

a. Hendaya di dalam perilaku non verbal seperti pandangan mata ke mata,

ekspresi wajah, sikap tubuh, dan gerak terhadap rutinitas dalam interaksi

social.

b. Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan sesuai tingkat

perkembangannya.

c. Kurang kespontanan dalalm membagi kesenangan, daya pikat atau

pencapaian akan orang lain, seperti kurang memperlihatkan, mengatakan

atau menunjukkan objek yang menarik.

d. Kurang sosialisasi atau emosi yang labil.

2. Secara fluktuatif terdapat hendaya dalam komunikasi sebagai menifestasi

paling sedikit satu dari yang berikut:

a. Keterlambatan atau berkurangnya perkembangan berbicara (tidak

menyertai usaha mengimbangi cara komunikasialternatif seperti gerak

isyarat atau gerak meniru-niru)

Page 12: Analisis Masalah 21 b

b. Individu berbicara secara adekuat, hendaya dalam menilai atau

meneruskan oembicaraan orang lain.

c. Menggunakan kata berulang kali dan stereotip dan kata-kata aneh.

d. Kurang memvariasikan gerakan spontan yang seolah-olah atau pura-pura

bermain seuai tingkat perkembangan.

3. Tingkah laku berulang dan terbatas, tertarik dan aktif sebagai manifestasi

paling sedikit satu dari yang berikut:

a. Keasyikan yang meliputi satu atau lebih stereotip atau kelainan dalam

intensitas maupun focus perhatian akan sesuatu yang terbatas.

b. Ketaatan terhadap hal-hal tertentu tampak kaku, rutinitas atau ritual pun

tidak fungsional.

c. Gerakan stereotip dan berulang misalnya memukul, memutar arah jari dan

tangannya serta meruwetkan gerakan seluruh tubuhnya.

d. Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotip.

B. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang berikut ini

dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun :

1. Interaksi sosial

2. Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial

3. Permainan simbol atau imaginatif.

C. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegrasi

masa anak.

Autisme infantil berdasarkan pedoman diagnostik PPDGJ III, antara lain:

a. Biasanya tidak ada riwayat perkembangan abnormal yang jelas, tetapi jika

dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun.

b. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya. Ini berbentuk tidak

adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio emosional yang tampak bagai

kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan/atau kurangnya modulasi

terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat social

dan lemah dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan

khususnya, kurangnya respon timbal balik sosial emosional.

c. Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk

kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada; hendaya dalam

permainan imaginatif dan imitasi sosial; buruknya keserasian dan kurangnya

interaksi timbal balik dalam percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa

Page 13: Analisis Masalah 21 b

ekspresif dan relatif kurang dalam kreativitas dan fantasi dalam proses pikir;

kurangnya respons emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang

lain; hendaya dalam menggunakan variasi irama atau tekanan modulasi

komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan

komunikasi lisan.

d. Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas,

pengulangan dan stereotipik. Ini berbentuk kecendrungan untuk bersikap kaku

dan rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku untuk kegiatan

baru atau kebiasaan sehari-hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali

dalam masa kanak, terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang tak

lembut. Anak dapat memaksa suatu kegiatan rutin seperti upacara dari kegiatan

yang sebetulnya tidak perlu; dapat menjadi preokupasi yang stereotipik dengan

perhatian pada tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat stereotipik motorik;

sering menunjukkan perhatian yang khusus terhadap unsur sampingan dari benda

(seperti bau dan rasa); dan terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas

atau dalam tata ruang dari lingkungan pribadi (seperti perpindahan dari hiasan

dalam rumah).

e. Anak autisme sering menunjukkan beberapa masalah yang tak khas seperti

ketakutan/fobia, gangguan tidur dan makan, mengadat (terpertantrum) dan

agresivitas. Mencederai diri sendiri (seperti menggigit tangan) sering kali terjadi,

khususnya jika terkait dengan retardasi mental. Kebanyakan individu dengan

autis kurang dalam spontanitas, inisiatif dan kreativitas dalam mengatur waktu

luang dan mempunyai kesulitan dalam melaksanakan konsep untuk menuliskan

sesuatu dalam pekerjaan (meskipun tugas mereka tetap dilaksanakan baik).

Abnormalitas perkembangan harus tampak dalam usia 3 tahun untuk dapat

menegakkan diagnosis, tetapi sindrom ini dapat didiagnosis pada semua usia.

4. Diagnosis Banding

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

Dr dr Dwidjo Saputro SpKJ (K) mengatakan, ADHD merupakan kelainan psikiatrik

dan perilaku yang paling sering ditemukan pada anak. ADHD dapat berlanjut sampai

masa remaja, bahkan dewasa. Pada anak usia sekolah, ADHD berupa gangguan

akademik dan interaksi sosial dengan teman. Sementara pada anak dan remaja dan

dewasa juga menimbulkan masalah yang serius.

Page 14: Analisis Masalah 21 b

Kurangnya perhatian adalah salah satu gejala ADHD. Biasanya anak selalu gagal

memberi perhatian yang cukup terhadap detail. Atau anak selalu membuat kesalahan

karena ceroboh saat mengerjakan pekerjaan sekolah, bekerja atau aktivitas lain.

Sering sulit mempertahankan pemusatan perhatian saat bermain atau bekerja. Sering

seperti tidak mendengarkan bila diajak bicara. Dan atau pelupa dalam aktivitas

sehari-hari.

Gejala kedua yang harus diwaspadai adalah hiperaktivitas yang menetap selama 6

bulan atau lebih dengan derajat berat dan tidak sesuai dengan umur perkembangan.

Gejala hiperaktivitas itu di antaranya anak sering bermain jari atau tidak dapat duduk

diam. Ia sering kali meninggalkan kursi di sekolah atau situasi lain yang

memerlukan duduk di kursi. Anak juga sering lari dan memanjat berlebihan di

situasi yang tidak tepat, selalu bergerak seperti didorong motor. 

Sedangkan pada gejala implusivitas, misalnya sering menjawab sebelum pertanyaan

selesai ditanyakan, sering sulit menunggu giliran, dan sering menginterupsi atau

mengganggu anak lain, misalnya menyela suatu percakapan.

"Anak ADHD sering dianggap anak nakal, malas, ceroboh, dan lain-lain. Padahal

terapi yang tepat akan menghilangkan gejala pada anak ADH," kata ahli kejiwaan

yang juga pendiri dari Smart Kids Clinic-klinik Perkembangan Anak dan Kesulitan

Belajar ini. Biasanya gejala hiperaktif-impulsif mulai terlihat sebelum umur 7 tahun.

Gejala terjadi di dua situasi berbeda atau lebih, misal di sekolah dan di rumah.

Selain itu gejala bukan merupakan bagian gangguan perkembangan pervasif

(autisme), schizophrenia, atau gangguan jiwa berat lain, dan bukan disebabkan

gangguan mood, kecemasan atau ansietas, gangguan disosiasi atau gangguan

kepribadian. "Orang tua harus hati-hati dalam menentukan apakah anak ADHD atau

tidak," ucap dokter yang kemudian mengambil spesialisasi di FKUI itu.

Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan kombinasi keterangan mengenai riwayat

penyakit, pemeriksaan medis, dan observasi terhadap perilaku anak. Keterangan ini

sebaiknya diperoleh dari orang tua, guru, dan anak sendiri.

Observasi bisa dilakukan pada saat anak melakukan pekerjaan terstruktur di kelas,

atau saat anak sedang bermain bebas bersama anak lain. Walaupun ADHD

seharusnya muncul di setiap situasi, gejala mungkin tidak jelas bila penderita sedang

melakukan aktivitas yang disukainya, sedang mendapat perhatian khusus atau berada

dalam situasi yang memberi penghargaan pada tingkah laku yang normal. Dengan

Page 15: Analisis Masalah 21 b

demikian, pengawasan selintas di kamar praktik sering gagal untuk menentukan

ADHD.

Sementara dokter yang juga merupakan pakar autis, Dr Hardiono Pusponegoro SpA

(K) menuturkan bahwa sebenarnya jumlah penderita penyakit ini tidak meningkat.

"Penyakit yang sering disertai dengan gangguan psikiatri lain ini bukan meningkat,

tetapi semakin banyak orang yang tahu tentang penyakit ini," ucap dokter dari

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)

tersebut.

Bila dikelola dengan baik, ADHD bisa dicegah. Namun, bila tidak ditangani secara

dini, kasus ADHD dapat menjadi pemicu pengguna awal minuman beralkohol,

rokok, dan narkoba pada usia muda.

e. Anamnesis dan Pemeriksaan Psikiatri Autisme Infantil

1. Anamnesis

Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada

sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Ada

beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut usia:

a. Usia 0-6 bulan

1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)

2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi

4) Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu

5) Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan

6) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal

b. Usia 6-12 bulan

1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)

2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan

4) Sulit bila digendong

5) Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan

6) Tidak ditemukan senyum sosial

7) Tidak ada kontak mata

8) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal

c. Usia 1-2 tahun

Page 16: Analisis Masalah 21 b

1) Kaku bila digendong

2) Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)

3) Tidak mengeluarkan kata

4) Tidak tertarik pada boneka

5) Memperhatikan tangannya sendiri

6) Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus

7) Mungkin tidak dapat menerima makanan cair

d. Usia 2-3 tahun

1) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain

2) Melihat orang sebagai “benda”

3) Kontak mata terbatas

4) Tertarik pada benda tertentu

5) Kaku bila digendong

e. Usia 4-5 tahun

1) Sering didapatkan ekolalia (membeo)

2) Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)

3) Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah

4) Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)

5) Temperamen tantrum atau agresif

Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas saat

anak telah mencapai usia 3 tahun, yaitu (Sartika, Dinda. 2011):

a. Interaksi sosial

1) tidak tertarik bermain bersama teman

2) lebih suka menyendiri

3) tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan

4) senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia

inginkan

b. Komunikasi

1) perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada

2) senang meniru atau membeo (ekolali)

3) anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian

sirna

4) mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat

dimengerti orang lain

Page 17: Analisis Masalah 21 b

5) bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa

mengerti artinya

6) sebagian dari anak ini tidak berbicara (nonverbal) atau sedikit bicara (kurang

verbal) sampai usia dewasa

c. Pola bermain

1) tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya

2) senang akan benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda,

gasing.

3) tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik atau rodanya

diputar-putar.

4) dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan

dibawa kemana-mana.

d. Gangguan sensoris

1) bila mendengar suara keras langsung menutup telinga

2) sering menggunakan indera pencium dan perasanya, seperti senang

mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.

3) dapat sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.

4) dapat sangat sensitif terhadap rasa takut dan rasa sakit.

e. Perkembangan terlambat atau tidak normal

1) perkembangan tidak sesuai seperti pada anak normal, khususnya dalam

keterampilan sosial, komunikasi, dan kognisi.

2) dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemusian

menurun atau bahkan sirna, misalnya pernah dapat bicara kemudian hilang.

f. Penampakan gejala

1) gejala di atas dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil. Biasanya

sebelum usia 3 tahun gejala sudah ada.

2) pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun, gejala tampak agak berkurang.

Gejala yang juga sering tampak adalah dalam bidang :

a. Perilaku

1) memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,

mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke

TV, lari/berjalan bolak-balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang.

2) tidak suka pada perubahan

3) dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong

Page 18: Analisis Masalah 21 b

b. Emosi

1) sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa

alasan.

2) kadang suka menyerang dan merusak.

3) kadang berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri

4) tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

2. Pemeriksaan Psikiatri

a. Kesan Umum : tampak sakit jiwa

b. Kesadaran : compos mentis

c. Sikap : hipoaktif

d. Tingkah laku : senyum sendiri, bicara sendiri, stereotipi

e. Orientasi : baik/buruk

f. Bentuk pikir : autistik

g. Isi pikir : waham bizarre

h. Progresi pikir : neologisme, ekolali, inkoherensi, irrelevansi

i. Roman muka : sedikit mimik

j. Afek : inappropiate

k. Persepsi : halusinasi (+)

l. Perhatian : sulit ditarik, sulit dicantum

m. Hubungan jiwa : sulit

n. Insigth : buruk

f. Penatalaksanaan Autisme

Sampai saat ini tidak ada obat-obatan atau cara lain yang dapat menyembuhkan

autisme. Meskipun demikian, obat-obat antidepresan yang bersifat seratogenik dapat

mengendalikan gejala-gejala stereotipi dan perubahan-perubahan iklim perasaan, tetapi

masih diperlukan suatu penelitian klinis lebih lanjut dan lebih terkendali dari obat-obat

ini (Kasran, 2003).

Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan yang paling

penting. Metode yang digunakan adalah metode Lovaas. Metode Lovaas adalah metode

modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied Behavior Analysis (ABA).

Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi

enam kemampuan dasar, yaitu:

1. Kemampuan memperhatikan

Page 19: Analisis Masalah 21 b

Program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk bisa

memfokuskan pandangan mata pada orang yang ada di depannya atau disebut

dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk memperhatikan keadaan atau

objek yang ada disekelilingnya.

2. Kemampuan menirukan

Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan motorik kasar

dan halus. Selanjutnya, urutan gerakan, meniru gambar sederhana atau meniru

tindakan yang disertai bunyi-bunyian.

3. Bahasa reseptif

Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi terhadap

seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan

nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata.

4. Bahasa ekspresif

Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai dari

komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekspresi

wajah, gerakan tubuh dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau

berkomunikasi verbal.

5. Kemampuan praakademis

Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan permainan yang

mengajarkan anak tentang emosi, hubungan ketidakteraturan, dan stimulus-stimulus

di lingkungannya seperti bunyi-bunyian serta melatih anak untuk mengembangkan

imajinasinya lewat media seni seperti menggambar benda-benda yang ada di

sekitarnya.

6. Kemampuan mengurus diri sendiri

Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi kebutuhan

dirinya sendiri. Pertama anak dilatih untuk bisa makan sendiri. Yang kedua, anak

dilatih untuk bisa buang air kecil atau yang disebut toilet traning. Kemudian tahap

selanjutnya melatih mengenakan pakaian, menyisir rambut, dan menggosok gigi.

g. Prognosis

Prognosis anak autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Berat ringannya gejala atau kelainan otak.

2. Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat

dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.

Page 20: Analisis Masalah 21 b

3. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya

4. Bicara dan bahasa, 20 % anak autis tidak mampu berbicara seumur hidup,

sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-

beda.

5. Terapi yang intensif dan terpadu.

Penanganan/intervensi terapi pada anak autisme harus dilakukan dengan

intensif dan terpadu. Seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasi

dengan anak. Penanganan anak autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu

yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog, neurolog,

dokter anak, terapis bicara dan pendidik.

Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan autisme, anak

yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan komunikasi bahasa

mempunyai prognosis yang baik. Berdasarkan gangguan pada otak, autisme tidak

dapat sembuh total tetapi gejalanya dapat dikurangi, perilaku dapat diubah ke arah

positif dengan berbagai terapi.

Budiman, Melly, (2003), Gangguan Metabolisme pada Anak Autistik di Indonesia,

(makalah), Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I.

Peeters, Theo, (1998), Autism From Theoritical Understanding to Educational

Intervention, London: Whurr Publisher Ltd.

Sasanti, Yuniar, (2003), Masalah Perilaku pada Gangguan Spektrum Autism (GSA),

(makalah), Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I