7
Nama : Muhammad Imdad Jurusan : KKS No : 3677 Analisis system peradilan dengan menggunakan perspektif disorganisasi social Transformasi system hukum System peradilan yang ada saat ini di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari system hukum civil law atau system eropa continental ini terjadi karena system Indonesia sebenarnya merupakan warisan dari penjajah Belanda Bahkan hingga kini setelah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka, masih banyak ketentuan hukum peninggalan Belanda yang masih digunakan sebagai hukum positif. Sebagai contoh KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan hukum acara perdata. Sistem hukum civil law lebih mengutamakan kepada kodifikasi hukum dan Undang-undang/hukum tertulis sebagai sumber hukum utama untuk menjamin asas legalitas dan kepastian hukum. Tetapi seiring dengan kemajuan jaman dan globalisasi dewasa ini terdapat perkembangan yang sangat significant di Indonesia, saat ini dalam sistem peradilan tidak hanya menganut sistem civil law tetapi juga menganut sistem hukum berupa common law , dimana telah jadi perkembangan dimana sistem peradilan kita mulai terbuka dan mengerti akan pentingnya mengetahui sistem hukum dari negara lain tidak

Analisis system peradilan dengan menggunakan perspektif disorganisasi social.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kjnlknlkmlk

Citation preview

Page 1: Analisis system peradilan dengan menggunakan perspektif disorganisasi social.docx

Nama : Muhammad Imdad

Jurusan : KKS

No : 3677

Analisis system peradilan dengan menggunakan perspektif disorganisasi

social

Transformasi system hukum

System peradilan yang ada saat ini di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari system hukum civil

law atau system eropa continental ini terjadi karena system Indonesia sebenarnya

merupakan warisan dari penjajah Belanda Bahkan hingga kini setelah lebih dari setengah

abad Indonesia merdeka, masih banyak ketentuan hukum peninggalan Belanda yang masih

digunakan sebagai hukum positif. Sebagai contoh KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana) dan hukum acara perdata. Sistem hukum civil law lebih mengutamakan kepada

kodifikasi hukum dan Undang-undang/hukum tertulis sebagai sumber hukum utama untuk

menjamin asas legalitas dan kepastian hukum.

Tetapi seiring dengan kemajuan jaman dan globalisasi dewasa ini terdapat perkembangan

yang sangat significant di Indonesia, saat ini dalam sistem peradilan tidak hanya menganut

sistem civil law tetapi juga menganut sistem hukum berupa common law , dimana telah jadi

perkembangan dimana sistem peradilan kita mulai terbuka dan mengerti akan pentingnya

mengetahui sistem hukum dari negara lain tidak hanya bersandar pada satu sumber hukum,

ini sangat bermanfaat untuk mendapatkan pengetahuan serta pemahaman yang utuh

terhadap sistem peradilan di dunia yang dapat dijadikan sebagai perbandingan dan sebagai

dasar dalam penetapan hukum di Indonesia yang lebih baik guna pembangunan sistem

hukum yang ada di Indonesia agar semakin baik dan lebih dapat diterima oleh masyarakat

dalam negeri ataupun dunia internasional. Penerimaan sistem hukum baru ini terlihat dari

diterimanya penetapan hukum secara juriprudensi yaitu keputusan hakim telah memiliki

kekuatan hukum tetap oleh hakim-hakim di Indonesia, padahal sebelumnya satu-satunya

Page 2: Analisis system peradilan dengan menggunakan perspektif disorganisasi social.docx

landasan hukum adalah Undang-undang serta keputusan hakim dalam suatu perkara tidak

didasarkan pada keputusan hakim sebelumnya meskipun dalam sebuah kasus yang sama.

Disorganisosial

Perspektif disorganisasi social adalah perspektif yang melihat system sebagai unit

analisisnya. Perspektif ini menekankan pada apakah sebuah system itu organized atau

disorganized, integrated atau disintegrated. Sebuah system mangandung seperangkat

aturan, norma dan tradisi yang mengatur dan menjaga keserasian hubungan antara

subsistem yang ada didalam system tersebut. Jadi sebuah system dikatakan organized

tatkala antara bagian tersebut terntegrasi dan terjadi hubungan yang harmonis. Dapat

dikatakan bahwa landasan dari sebuah system adalah aturan.

Dalam konsep disorganisasi konsep sentralnya adalah social rules. Dalam kehidupan

bermasyarakat social rules seperti dalam system peradilan merupakan landasan untuk

mengatur perilaku warga masyarakat yang berfungsi untuk mewujudkan harmonisasi

hubungan dan kordinasi antara bagian-bagian dalam system social, kondisi kurang atau

tidak berlakunya social rules mengakibatkan melemahnya kekuatan pengikat baik bagi

kordinasi dalam melakukan control terhadap perilaku individu, kondisi inilah yang

mengakibatkan disorganisasi social, seperti yang terjadi dalam lembaga peradilan kita saat

ini yang tengah mengalami masa peralihan dari dasar hukum yang berpedoman pada KUHP

(civil law) sudah mulai bergeser ke system nilai baru berupa common law, ini menyebabkan

kesenjangan dimana masih belum ditinggalkannya norma lama sedangkan sudah masuk

norma baru disini terjadi ketimpangan. Dalam ketimpangan ini akan menimbulkan

disorganisasi yaitu berupa : Normless, culture conflict, atau breakdown.

Tipologi Disorganisasi sosial

Dalam sistem peradilan pelaksanaan dan penyelenggaan penegakan hukum melibatkan

badan-badan yang masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri. Badan-badan tersebut

yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Dalam kerangka kerja

sitematik ini tindakan badan yang satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya.

Dalam penerimaan sistem peradilan yang baru ini terdapat konflik antara sistem hukum

lama yaitu Civil law dan baru Common law (terjadi culture conflick). Culture conflick adalah

Page 3: Analisis system peradilan dengan menggunakan perspektif disorganisasi social.docx

suatu kondisi dimana ada beberapa aturan yang digunakan sebagai acuan bertindak, akan

tetapi satu dengan yang lainnya terjadi kontradiktif. Sebagai contoh adalah kasus bibit-

chandra dimana PK yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum diajukan berdasarkan

juriprudensi yang diberikan oleh MA(mahkamah agung), padahal jika kita kembali kepada

KUHP maka yang berhak mengajukan PK itu hanyalah terpidana dan ahli waris terpidana,

disini terlihat terjadi cultural conflik tentang kenapa PK yang seharusnya diajukan oleh

terpidana atau ahli warisnya justru PK itu diajukan oleh pihak jaksa penuntut umum yang

tidak akan pernah terjadi hal itu jika menggunakan landasan KUHP.

Selain terjadi culture conflik antara sistem peradilan lama yang menggunakan dasar KUHP

dan Norma baru berdasar juga berakibat pada terjadinya normlessnes. Normlessnes adalah

suatu kondisi dimana tidak ada acuan yang jelas sebagai acuan bertindak. Dalam kasus ini

terjadi normlessnes dimana tidak kepastian hukum dalam kasus ini di satu sisi Kejaksaan

Agung menyatakan kasus ini P21 yang artinya lengkap dan siap disidangkan tetapi dipihak

lain presiden melalui team independen yang dibentuk presiden sendiri yaitu TPF (team

pencari fakta), menyatakan kasus ini batal demi hukum karena terjadi missing link antar

saksi tidak ditemukan hubungan yang kuat. Disini lembaga peradilan mengalami

kebingungan sebelumnya Jaksa Agung menyatakan bahwa kasus ini sudah P21 secara

hukum siap disidangkan karena sudah lengkap tetapi presiden memiliki pertimbangan lain

yang menjadi keputusannya terhadap kasus ini yang didasarkan dari rekomendasi yang

diberikan oleh TPF. Jika presiden bisa mempengaruhi kasus yang oleh kejaksaan agung

sudah lengkap dan P21 siap untuk disidangkan tetapi berkat TPF semua menjadi berubah,

jadi sebenarnya penyelesaian untunk kasus ini lebih kepada penyelesaian politis karena

presiden bertindak karena ada besarnya akumulasi ketidakpercayaan masyarakat kepada

lembaga peradilan dan pada penyidik yaitu polisi, selain itu juga bagi anggodo yang diduga

sebagai aktor yang melakukan penyuapan, dan orang-orang yang menerima suap tidak ada

kejelasan tindakan hukum bagi mereka. dikeluarkannya surat SKPP adalah sebuah

pelanggaran karena jika Bibit-Chandra memang dianggap tidak bersalah mengapa kasusnya

tidak di deponeering lebih pas untuk kasus ini dengan deponeering maka kasus ini akan

berhenti baik secara hukum maupun politis, tetapi jika SKPP maka terdapat kemungkinan

untuk kasus ini dimeja hijaukan kembali jika ada pihak yang mengajukan gugatan kepada

hakim dan hakim mengabulkan gugatan atas kasus tersebut.

Page 4: Analisis system peradilan dengan menggunakan perspektif disorganisasi social.docx

Breakdown, tipe breakdown ini terjadi dalam suatu kondisi dimana sebuah pelanggaran

dianggap sebagai sebuah hal yang wajar, bahkan mengikuti aturan hasilnya tidak akan

efektif. tipe ini saya kaitkan dengan rekayasa kasus antasari azhar dimana menurut

kesaksian :

Wiliardi Wizard yang juga menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pembunuhan Direktur PT Putra

Rajawali Banjaran (PRB), Nasruddin Zulkarnaen, mengaku dirinya menyatakan pada pukul 10.00

WIB, bertempat di tahanan Mabes Polri didatangi Wakabareskrim, Irjen Hadiatmoko. “Irjen

Hadiatmoko meminta dirinya untuk mengikuti saja (dirinya mengaku sebagai pembunuh Nasruddin)

penyidik agar bisa menaikkan berkas menjadi P21,” katanya.

Ia menegaskan Irjen Hadiatmoko untuk berbicara sesuai keinginan pimpinan di Mabes Polri. “Saya

(Irjen Hadiatmoko) minta kamu ngomong saja. Kamu dijamin pimpinan, kamu tidak akan ditahan,”

katanya. “Jam 00.30 WIB, saya dibangunkan penyidik (saat ditahan) ada istri saya, adik ipar saya.

Bagaimana yang baik untuk menjerat Antasari Azhar, tapi dengan syarat besok saya pulang,”

katanya.

http://sosbud.kompasiana.com/2009/12/05/suara-jiwa-sang-kombes-polwilliardi-wizard/

Dari kesaksian itu terlihat bahwa terdapat suatu mekanisme perintah dari atasan polri ke

sub-bagian dibawahnya, dalam kesaksian itu terlihat bahwa terjadi perintah yang

seharusnya tidak boleh dilakukan hanya untuk menjerat seorang tersangka digunakan

keterangan palsu, yang dilakukan Williardi atas perintah Hadiatmoko. Ini adalah sebuah

pelanggaran hokum yang dilakukan oleh aparat penegak hokum, seharusnya Williardi

sebagai penegak hokum bisa menolak perintah itu tapi kenapa tidak dilakukan? Apakah

karena jaminan dan kepercayaan? Kepercayaan dan jaminan ini tidak akan pernah terwujud

jika tidak dari adanya pengalaman kerja sama. Pelanggaran berupa kesaksian palsu

dianggap sebagai hal yang biasa dilakukan sehingga bias dikompromikan dan terdapat

jaminan keamanannya.

Ini jelas merusak system peradilan kita yang tidak ada control terhadap BAP yang dibuat

oleh kepolisian, karena dalam penyidikannya saja sudah terlihat bermasalah, kemudian

dibawa ke meja pengadilan pengadilan untuk diputus oleh pengadilan.

Page 5: Analisis system peradilan dengan menggunakan perspektif disorganisasi social.docx

Kesimpulan

Sistem peradilan di Indonesia sedang mengalami disorganisasi social karena transformasi

system hukum menimbulkan terjadinya konflik antara system hukum lama civil law dengan

system hukum baru common law, konflik itu terjadi karena di satu sisi norma hukum lama

belum sepenuhnya ditinggalakn terdapat juga norma hukum baru yang dianut. Selain terjadi

transformasi hukum lama ke hukum baru juga muali muncul politisasi hukum ini juga

menimbulkan polemic dimana penguasa mampu memberikan pressure terhadap system

hukum melalui apa yang dibentuk presiden sebagai TPF (team pencari fakta) yang akhirnya

mampu menghentikan suatu proses hukum, sebenarnya ini tidak begitu baik dalam

kaitannya dengan penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia.

Tipe disorganisasi apa yang terjadi dalam system hukum di Indonesia, apakah sedang terjadi

normlessnes atau culture conflik atau bahkan lebih parah telah terjadi breakdown,

jawabannya adalah semua tipe itu tersaji lengkap dalam system peradilan kita.