19
TANGGUNG JAWAB PERSERIKATAN BANGSA – BANGSA (PBB) ATAS WRONGFUL ACT DI SERBIA Mother’s Of Srebrenica atau Kelompok Ibu Srebrenica mewakili keluarga korban pembantaian Srebrenica pada tahun 1995. Pada saat itu Pasukan Serbia yang berada di bawah pimpinan Jenderal Ratko Mladic membunuh sekitar 8000 orang di Kota Srebrenica, Bosnia, padahal daerah tersebut dinyatakan sebagai zona perlindungan PBB. Kelompok Ibu Srebrenica mengajukan gugatan atas kasus ini untuk menuntut pertanggungjawaban PBB dan juga Belanda. Menurut mereka kedua institusi tersebut, baik PBB maupun negara Belanda, lalai dalam melaksanakan tugasnya untuk melindungi penduduk sipil padahal zona tersebut berada di bawah pengawasan pasukan Belanda. Di sisi lain, pasukan Belanda selalu berargumen bahwa mereka dibawah komando PBB, sehingga Belanda merasa bahwa mereka tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas apa yang terjadi di Srebrenica karena saat pasukannya memakai helm biru maka mereka sepenuhnya di bawah arahan PBB. Sehingga yang seharusnya bertanggungjawab adalah PBB. Penuntutan yang dilakukan oleh Kelompok Ibu Srebrenica terhadap PBB sebenarnya masih menjadi perdebatan karena PBB sebagai organisasi internasional memang memiliki hak imunitas dan juga kekebalan hukum. Namun disini perlu digaris bawahi bahwa tujuan diberikannya kekebalan terhadap PBB sebagai organisasi internasional adalah untuk memungkinkan mereka melaksanakan fungsi – fungsinya secara mandiri, tidak berpihak dan efisien

Analysis on Srebrenica's Case (In Bahasa)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Analisa Kasus Srebrenica's Massacre dalam Bahasa Indonesia.

Citation preview

TANGGUNG JAWAB PERSERIKATAN BANGSA BANGSA (PBB) ATAS WRONGFUL ACT DI SERBIA

Mothers Of Srebrenica atau Kelompok Ibu Srebrenica mewakili keluarga korban pembantaian Srebrenica pada tahun 1995. Pada saat itu Pasukan Serbia yang berada di bawah pimpinan Jenderal Ratko Mladic membunuh sekitar 8000 orang di Kota Srebrenica, Bosnia, padahal daerah tersebut dinyatakan sebagai zona perlindungan PBB. Kelompok Ibu Srebrenica mengajukan gugatan atas kasus ini untuk menuntut pertanggungjawaban PBB dan juga Belanda. Menurut mereka kedua institusi tersebut, baik PBB maupun negara Belanda, lalai dalam melaksanakan tugasnya untuk melindungi penduduk sipil padahal zona tersebut berada di bawah pengawasan pasukan Belanda.

Di sisi lain, pasukan Belanda selalu berargumen bahwa mereka dibawah komando PBB, sehingga Belanda merasa bahwa mereka tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas apa yang terjadi di Srebrenica karena saat pasukannya memakai helm biru maka mereka sepenuhnya di bawah arahan PBB. Sehingga yang seharusnya bertanggungjawab adalah PBB.

Penuntutan yang dilakukan oleh Kelompok Ibu Srebrenica terhadap PBB sebenarnya masih menjadi perdebatan karena PBB sebagai organisasi internasional memang memiliki hak imunitas dan juga kekebalan hukum. Namun disini perlu digaris bawahi bahwa tujuan diberikannya kekebalan terhadap PBB sebagai organisasi internasional adalah untuk memungkinkan mereka melaksanakan fungsi fungsinya secara mandiri, tidak berpihak dan efisien bukan untuk memberikan mereka suatu tingkat atau status pengecualian ekstra teritorialitas mereka.

Lisbeth Zegveld adalah pengacara yang mewakili keluarga tiga pria yang terbunuh di Srebrenica, ia menyatakan bahwa suatunegara yang menyediakanserdadunyauntuk PBB danberada di bawahkomandonya, bisasajaterkenapertanggungjawabanatasapa yang dilakukanpasukannya di negaramerekaditugaskansebagaipasukanperdamaian. Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon juga telah mengakui bahwa tragedi srebrenica ini adalah kegagalan PBB dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya.

Lalu, apakah PBB sebagai organisasi internasional yang memiliki hak imunitas dan kekebalan dapat dimintai pertanggungjawaban atas tragedi Srebrenica? Berikut adalah uraiannya, sebagai salah satu subjek hukum internasional, PBB yang merupakan organisasi internasional harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum Internasional.

Pemilikan personalitas yuridik PBB sebagai suatu organisasi internasional yang merupakan salah satu subjek hukum internasional bukan berarti menjadikan PBB kebal dari hukum. Ia harus tetap menghormati hukum internasional dan juga ketentuan ketentuan internasional yang berlaku lainnya. Karena setiap perbuatan atau kelalaian yang tidak sesuai dengan hukum internasional merupakan suatu pelanggaran yang harus dipertanggungjawabkan, personalitas yuridik yang dimaksud diatas adalah hak dan kewajiban atau wewenang yang dimiliki oleh suatu organisasi internasional untuk menuntut dan dituntut di depan pengadilan, memperoleh dan memiliki benda benda bergerak, mempunyai kekebalan (immunity) dan hak hak istimewa (privileges).

Selain itu, tuntutan terhadap tanggung jawab organisasi internasional dapat dilakukan apabila organisasi internasional tersebut memiliki personalitas hukum internasional. Personalitas hukum PBB dapat dilihat pada praktiknya dimana organisasi ini diberikan hak-hak kekebalan (immunities right) dalam mengadakan hubungan dengan negara anggotanya dan melakukan perjanjian internasional dengan subjek hukum internasional lainnya.

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan secara singkat bahwa sebenarnya PBB yang merupakan organisasi internasional ini dapat dimintai pertanggungjawaban atas wrongful acts yang dilakukan oleh pasukannya di Serbia, karena PBB dinilai telah lalai dalam melaksanakan tugasnya untuk melindungi penduduk sipil yang berada di zona perlindungan PBB tersebut. PBB dan pasukannya dianggap lalai dikarenakan telah meninggalkan pasukannya dengan tidak memberikan komando apapun pada saat terjadi penyerangan besar besaran oleh pasukan Serbia, Bosnia. Padahal seharusnya ini merupakan tanggung jawab penuh yang dimiliki oleh PBB untuk memberikan komando kepada pasukannya di Serbia.

Namun pada kenyataannya, putusanpengadilan banding di Den Haag memperkuatputusanpengadilan yang lebihrendahpada bulan Juli 2008 bahwa PBB tidakdapatdipanggilkehadapanpengadilantanpaadanyapengajuanmasalah tersebut pada Pengadilan Eropa (European Court of Justice) di Luxemburg. Untuk saat ini mereka hanya berharap kepada putusan yang akan dikeluarkan oleh ECJ (European Court of Justice) dan juga ECHR (European Court of HumanRight).PERTANGGUNG JAWABAN ATAS KASUS SREBENICA OLEH BELANDA

Sebelum membicarakan sejauh mana pertanggungjawaban atas kasus Srebrenica dapat dipertanggungjawabkan kepada Belanda. Pertama haruslah diketahui dahulu apakah Belanda dapat dipersalahkan atas kasus tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan state responsibility dan state immunity.

Setiap tindakan yang salah secara internasional dilakukan oleh suatu negara, didalamnya akan selalu mengikuti suatu pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan oleh negara yang bersangkutan. Tindakan yang salah secara internasional itu sendiri harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

a. Ada perbuatan atau kelalaian (act or omission) yang dapat dipertautkan (imputable) kepada suatu negara;

b. Perbuatan atau kelalaian itu merupakan suatu pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik kewajiban itu lahir dari perjanjian maupun dari sumber hukum internasional lainnya.Belanda dalam hal ini telah dituduh melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu meninggalkan atau membiarkan terjadinya kekejaman terhadap subjek dan objek yang harusnya mereka lindungi yaitu warga muslim yang ada di zona aman perlindungan PBB di Srebrenica sebagai peace keeper army. Tindakan ini harus bisa memenuhi kedua unsur diatas agar bisa disebut sebagai internationally wrongful act yang pada akhirnya bisa dimintai pertanggungjawabannya.

Maka dari itu tindakan tersebut pertama harus bisa dipertautkan kepada Belanda. Dipertautkan disini berarti bahwa tindakan tersebut dilakukan oleh organ negara Belanda. Lalu, apakah pasukan perdamaian dan penjaga kedamaian dari Belanda tersebut bisa disebut sebagai suatu organ negara yang dimiliki Belanda ? Jawabannya adalah ya, dikarenakan organ negara itu meliputi eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun badan lain yang memiliki suatu fungsi bagi negara tersebut. Penjaga kedamaian yang dikirim dari Belanda disini merupakan suatu kesatuan yang berasal dari national army Belanda sendiri yang fungsinya tidak lain melindungi Belanda namun pelaksanaannya dimintakan oleh PBB untuk melindungi daerah yang sedang bermasalah.

Belanda dalam hal ini melakukan pembelaan (defences) terhadap hal itu dengan menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh tentara perdamaian tersebut tidak bisa dipertautkan kepada Belanda disebabkan tentara tersebut dalam hal itu memakai helm biru yang mana berarti tentara tersebut bukan dalam komando Belanda melainkan komando PBB dan hal ini jelas tidak memenuhi unsur bahwa pelaksanaan tindakan itu harus berada dibawah kontrol langsung oleh Negara yang bersangkutan.

Namun pada kenyataannya, dalam kebanyakan kasus, para militer penjaga kedamaian ini tetap meminta instruksi dari komando negara asal mereka sebelum melaksanakan perintah dari komando PBB. Seperti halnya yang dituliskan oleh Departemen Operasi Penjaga Kedamaian PBB (United Nation Department of Peacekeeping Operations) didalam dokumen Doktrin Capstone, bahwa apabila personel militer penjaga kedamaian disediakan oleh negara anggota PBB, maka personel ini ditempatkan dibawah kontrol operasional Komandan Operasional PBB, tapi bukan berada di bawah tanggungan PBB.

Sehingga pengoperasiannya sangat terbatas, operasi dan komando yang ada dibatasi dengan waktu, tempat, dan perintah tertentu yang telah disepakati antara DPKO dengan negara pengirim pasukan perdamaian ini. DPKO tidak bisa memerintahkan sesuatu diluar kesepakatan perintah tanpa meminta persetujuan dari negara pengirim. Karena itulah sedikit banyaknya Belanda masih memiliki kemampuan untuk mengontrol pasukan perdamaian dari Belanda tersebut. Sehingga kesalahan ini bisa diatribusikan kepada Belanda.

Lalu kesalahan apa yang sebenarnya terjadi dan dilakukan oleh pasukan perdamaian tersebut ? Kesalahan itu ada pada sikap para pasukan perdamaian yang menolak masuk para muslim Srebrenica yang tidak memiliki tanda ijin masuk PBB kedalam wilayah zona aman dan mengembalikan mereka kepada Jendral Meladic sedangkan para pasukan perdamaian tersebut tahu bahwa tindakan pengembalian jelas akan menempatkan para muslim Srebenica itu di dalam bahaya. Tindakan tersebut jelas adalah tindakan yang salah menurut hukum internasional. Setiap negara internasional memiliki tanggungjawab untuk melindungi dan hal ini dideskripsikan lebih jelas lagi sebagai berikut :

1. Adalah kewajiban utama bagi negara untuk melindungi warganya dari genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, pemusnahan etnik, dan kejahatan perang;

2. adalah kewajiban bagi komunitas internasional dalam menolong negara-negara tersebut dalam melaksanakan hal tersebut;

3. adalah kewajiban bagi komunitas internasional untuk mengambil tindakan kolektif apabila otoritas negara tersebut telah gagal dalam melindungi warganya dari kekejaman yang sedang berlangsung atau mungkin saja terjadi.

Sehingga dalam hal ini ketika Belanda telah bersedia mengirimkan pasukan perdamaian, maka pasukan ini harus sebaik mungkin melaksanakan kewajibannya dalam melindungi warga negara muslim Bosnia terhadap kejahatan yang mungkin saja terjadi kepada mereka, terlebih lagi apabila kejahatan itu bisa terlihat jelas bagi mereka. Sehingga telah jelas disini bahwa Belanda memiliki tanggung jawab terhadap genosida yang terjadi di Srebrenica dan memiliki kewajiban untuk memberikan kompensasi atas hal tersebut.

Belanda mungkin bisa saja membela diri lagi dengan menyatakan bahwa tindakan itu dilakukan sesuai dengan kesepakatan dengan DPKO dan bahwa tentara mereka kalah jumlah dengan tentara yang dipimpin oleh Jendral Meladic. Meskipun, tindakan Belanda yang dilakukan tidak dapat dipersalahkan disebabkan alasan demi kebaikan bersama, keadaan mendesak, kejadian yang tidak disengaja, kesulitan, atau karena kebutuhan. Hal itu tetap tidak bisa meniadakan kompensasi yang harus dibayarkan terhadap kerugian yang terjadi dikarenakan tindakan tersebut. Sehingga tetap Belanda harus membayarkan sejumlah kompensasi atas kematian 8000 muslim Srebrenica tersebut.PERBANDINGAN ANALISA KASUS

Analisa Perbandingan Kasus Mothers of Srebenica dengan Kasus Tragedi Berdarah Timor-Timur

I. Kasus Tragedi Berdarah

Semenjak Timor Timur lepas dari cengkeraman Portugis, aroma kecemasan tidak seketika berakhir. Timor Timur harus menghadapi sejumlah agenda kekejaman dari para tentara Republik Indonesia. Terbilang, kekejaman yang paling banyak membawa korban adalah periode September-Oktober 1999. Periode ini adalah masa di mana Timor Timur melakukan jajak pendapat. Awalnya, jajak pendapat dilakukan setelah Presiden BJ. Habibie mengeluarkan sebuah referendum pada 27 Januari 1999. Dalam referendum tersebut BJ. Habibie menawarkan dua opsi yaitu memberikan otonomi khusus atau melepas Timor Timur dari NKRI.

Setelah referendum dikeluarkan, pada 4 September 1999 hasil jajak pendapat diumumkan. Ternyata 78,5% dari 98% rakyat Timor Timur yang memberikan suara, menyatakan memilih merdeka dan lepas dari wilayah NKRI. Hal ini membuat pihak RI kebakaran jenggot. Aksi kekerasan akhirnya terjadi di mana-mana. Terhitung mulai dari pembunuhan, pembumi-hangusan, penjarahan, penyiksaan, pengungsian besar-besaran sampai aksi pemerkosaan banyak dilakukan oleh TNI dan para milisi (pasukan bentukan TNI) terhadap rakyat Timor Timur. Mereka juga sering melakukan pembantaian massal tanpa ampun. Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) Timor Timur yang dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melaporkan setidaknya lebih dari seribu orang pada kurun waktu September-Oktober 1999 yang menjadi korban pembunuhan.

Di awal April dan akhir September 1999, banyak orang Timor Timur mengalami luka akibat serangan milisi, khususnya di wilayah Covalima, Bobonaro, Ermera, Liquia, dan Dili. Laporan dari FOKUPERS juga menyebut ada 182 kasus pelanggaran hak asasi manusia berdasar gender. Kasus ini meliputi perkosaan, penculikan, dan beberapa kasus perbudakan. Keadaan juga semakin parah ketika 250.000 orang Timor Timur dipaksa diangkut ke Indonesia, sebagian besar ke wilayah Timor Barat. Mereka tidak boleh pulang ke kampung. Jika ada yang membangkang, nyawa siap melayang. Nasib tragis serupa juga menimpa lebih dari 200.000 orang Timor Timur. Mereka dipaksa melarikan diri ke gunung-gunung. Praktis kelaparan segera menjadi jurang maut karena masa itu adalah masa kemarau. Sangat sulit ditemukan makanan alami. Akhirya pelan-pelan mereka pun mati mengenaskan.

II. Analisis Perbandingan

Berdasarkan hukum internasional, suatu negara bertanggung jawab bilamana suatu perbuatan atau kelalaian yang dapat dipertautkan kepadanya melahirkan pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik yang lahir dari suatu perjanjian internasional maupun dari sumber hukum internasional lainnya. Dengan demikian, secara umum, unsur-unsur tanggung jawab negara adalah :

Ada perbuatan atau kelalaian (act or omission) yang dapat dipertautkan (imputable) kepada suatu negara;

Perbuatan atau kelalaian itu merupakan suatu pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik kewajiban itu lahir dari perjanjian maupun dari sumber hukum internasional lainnya.

Dalam kasus Mothers of Srebrenica yang mana pertanggungjawaban perlindungan orang-orang pada daerah Bosnia didistribusikan kepada pasukan helm biru yang mana berasal dari negara Belanda. Dalam hal ini pasukan perlindungan melarikan diri dengan lepas tanggung jawab atas perlindungannya kepada warga Bosnia karena pasukan tarancam terbunuh atas serangan dari pasukan Serbia. Dalam hal pertanggungjawaban negara, pasukan helm biru telah melakukan kelalaian sehingga menimbulkan pembantaian yang dilakukan pasukan Serbia kepada warga muslim Bosnia yang seharusnya dilindunginya.

Jika dibandingkan dengan kasus pembantaian di Timor-timur, pembantaian itu dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia yang seharusnya melindungi dan meredam ketegangan yang terjadi di sana terkait referendum yang terjadi. Disini terlihat perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja bukan karena keadaan terdesak seperti yang terjadi pada kasus Mothers of Srebenica. Sehingga bentuk pertanggungjawaban dari kasus Timor-timur disini adalah menurut Teori Kesalahan (Fault Theory), yang melahirkan prinsip tanggung jawab subjektif (subjective responsibility) atau tanggung jawab atas dasar kesalahan (liability based on fault), yaitu bahwa tanggung jawab negara atas perbuatannya baru dikatakan ada jika dapat dibuktikan adanya unsur kesalahan pada perbuatan itu.

Dari kedua kasus tersebut dikaitkan dalam pertangungjawaban negara sebenarnya mempunyai 2 dasar :

Objective responsibility, pertanggungjawaban mutlak dan langsung dilakukan terhadap negara yang mekukan delik internasional. Dalam hal ini tidak lagi diperlukan adanya bukti dari kesalahan atau itikad buruk dari aparat atau pelakunya

Subjective responsibility, menurut teori ini tanggung jawab negara ditentukan oleh adanya unsur keinginan atau maksud untuk melakukan suatu perbuatan (kesengajaan atau dolus) atau kelalaian (culpa) pada pejabat atau agen negara yang bersangkutan.Dalam kasus Mothers of Srebenica dasar pertanggungjawaban negaranya lebih condong pada Objective responsibillity karena tidak perlu diadakan pembuktian tentang kesalahan atau itikad buruk dari pelakunya karena pasukan helm biru melakukannya karena dalam keadaan mendesak. Beda dengan kasus Timor-timur yang dasar pertanggungjawaban negara lebih condong ke subjective responsibillity karena perbuatan yang dilakukan oleh TNI tersebut dilakukan secara sengaja.Analisa Perbandingan Kasus Mothers of Srebenica dengan Kasus BehramiI. Case / KasusOn 11 March 2000 eight boys were playing in the hills in the municipality of Mitrovica. The group included two of Agim Behramis sons, Gadaf and Bekim Behrami. At around midday, the group came upon a number of undetonated cluster bomb units (CBUs) which had been dropped during the bombardment by NATO in 1999 and the children began playing with the CBUs. Believing it was safe, one of the children threw a CBU in the air: it detonated and killed Gadaf Behrami. Bekim Behrami was also seriously injured. It is not disputed that Bekim Behrami was disfigured and is now blind. UNMIK police investigated. They took witness statements from, inter alia, the boys involved in the incident and completed an initial report. Further investigation reports indicated that UNMIK police could not access the site without KFOR agreement; reported that a French KFOR officer had accepted that KFOR had been aware of the unexploded CBUs for months but that they were not a high priority; and pointed out that

the detonation site had been marked out by KFOR the day after the detonation [italics added]. The autopsy report confirmed Gadaf Behramis death from multiple injuries resulting from the CBU explosion. The UNMIK Police report concluded that the incident amounted to unintentional homicide committed by imprudence. [T]he District Public Prosecutor wrote to Agim Behrami to the effect that theevidence was that the CBU detonation was an accident, that criminal charges would not be pursued but that Mr Behrami had the right to pursue a criminal prosecution within eight days of the date of that letter. Agim Behrami complained to the Kosovo Claims Office (KCO) that France had not respected UNSC Resolution 1244. The KCO forwarded the complaint to the French Troop Contributing Nation Claims Office (TCNCO). TCNCO rejected the complaint stating that the UNSC Resolution 1244 had required KFOR to supervise mine clearing operations until UNMIK could take over and that such operations had been the responsibility of the UN since 5 July 1999. Agim Behrami, Lahir pada tahun 1962, dan putranya, Bekir Behrami, lahir tahun 1990. Keduanya tinggal di kotamadya Mitrovica, Kosovo, Republik Federal Yugoslavia (sekarang Republik Serbia). Agim Behrami juga mempunyai anak satu lagi bernama Gadaf Behrami, Lahir pada tahun 1988, yang sekarang sudah meninggal. Pada Maret 2000, Mitrovica sedang dalam sektor Kosovo, pasukan multinasional yang dipimpin oleh Perancis, salah satu dari empat Brigade membuat angkatan keamanan internasional (KFOR) kehadiran di Kosovo, diamanatkan oleh resolusi Dewan Keamanan PBB (DKPBB) 1244 Juni 19991.Pada tanggal 11 Maret 2000 Gadaf dan Bekim Behrami bermain dengan beberapa anak-anak lain di perbukitan di kawasan Sipolje Mitrovica. Mereka menemukan beberapa undetonated bom cluster, yang telah dijatuhkan selama terjadinya pengeboman \oleh NATO pada tahun 1999, dan mulai bermain dengan benda itu. Lalu salah satu anak tersebut melemparkan bom itu ke udara; yang berakibat meledakkan dan membunuh Gadaf Behrami. Bekim Behrami terluka juga parah dan akhirnya harus dioperasi mata. Administrasi sementara PBB untuk Kosovo (UNMIK) yang diamanatkan oleh 1244 resolusi yang sama menyelidiki insiden itu dan melaporkan, pada 18 Maret 2000, bahwa Gadaf Behrami telah meninggal dari berbagai cedera setelah ledakan bom berkelompok dan bahwa insiden merupakan pembunuhan tidak sengaja yang terjadi karena kelalaianPada tanggal 22 Mei 2000 Agim Behrami diberitahu bahwa tidak ada penuntutan pidana karena bom itu tidak meledak selama pemboman NATO. Dia juga diberitahu bahwa ia memiliki hak untuk melakukan penuntutan pidana dalam delapan hari. Pada 25 Oktober 2001 Agim Behrami mengeluh kepada kantor klaim Kosovo bahwa Prancis tidak mengormati ketentuan (mengenai pertambangan) resolusi 1244. Klaim akhirnya ditolak atas dasar bahwa izin tambang telah menjadi tanggung jawab PBB sejak 5 Juli 1999.II. Analisa PerbandinganKasus Behrami yang diputuskan oleh ECHR ternyata menggunakan parameter ultimate authority and control untuk mengatribusikan tindakan pasukan Kosovo Forces (KFOR) dalam Peace Support Operation di Kosovo, yang mana sebelumnya tidak pernah digunakan dalam kasus-kasus yang ada.Ada beberapa kesamaan dari kasus Mothers of Srebrenica dengan Kasus Behrami dimana keduanya sama-sama kasus yang mengangkat masalah Human Rights dan kasus ini antara warga negara dengan PBB, organisasi internasional yang memiliki imunitas atau kekebalan, lalu ada perbuatan atau kelalaian (act or omission) yang dapat dipertautkan (imputable) kepada suatu negara.

Pada dasarnya, dari hasil yang kami kaji pada EUROPEAN COURT OF HUMAN RIGHTS Grand Chamber Decision As to Admissibility (2 May 2007) yang menyatakan bahwa Declares, by a majority, inadmissible the application of Behrami and Behrami and the remainder of the Saramati application against France and Norway [because the UN is in principle responsible, but this regional court is unable to command the UN to comply with its judgment]Akhirnya, disimpulkan bahwa effective control adalah parameter yang paling tepat dalam menentukan attribution of conduct dalam peace support operation, dan dalam kasus Behrami dan Saramati, seharusnya parameter itulah yang digunakan. Menyikapi hal- hal tersebut, maka perlu kiranya pengadilan-pengadilan internasional, dalam memutuskan kasus-kasus yang dibawa kehadapannya termasuk kasus Mothers of Srebenica menganalisa dengan sebaik-baiknya putusan yang akan dibuat, dan tetap memperhatikan putusan-putusan terdahulu serta memperhatikan aturan-aturan yang telah ada. Selain itu, International Law Commission (ILC) diharapkan merumuskan aturan tentang tanggung jawab pada umumnya dan atribusi pada khususnya dengan lebih lengkap dan lebih baik lagi, sesuai dengan perkembangan yang ada.

DAFTAR PUSTAKABuku

Ade Maman Suherman, 2003, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta: PT Ghalia Indonesia

Boer Mauna, 2005, HukumInternasional: Pengertian Peranan Dan Fungs iDalam Era Dinamika Global, Edisi Ke-2, Bandung : P.T.Alumni

Brownlie, Ian., 1990, Principle of Public International Law, Fourth Edition, Oxford University Press

James Crawford, 2002, The International Law Commissions Article on State Responsibillity, Cambridge University Press

Joseph Nevins, 2008, Pembantaian Timor Timur; Horor Masyarakat Internasional, Galang Press

Starke, J.G., 1958, An International Law, Butterworth and Co (Publishers) Ltd. 4th EditionJurisprudensi dan Laporan Kasus

Dutch Supreme Court Decision 13 April 2012 no. 10/04437 EV/AS

Lakhdar Brahimis landmark Report of the Panel on United Nations Peace Operations

International Law Commision Report 2004

Report of the International Law Commission Fifty-Third Session, UN Doc A/56/10 (2001) 20 143 (2001 Report).Jurnal

Department of Peacekeeping Operations , UN Peacekeeping Operations: Principles and Guidelines (2008) 68 (Capstone Doctrine)

DPKO Training Unit, Glossary of UN Peacekeeping Terms (1998)KONVENSI INTERNASIONAL

Draft Articles on Responsibility of States for internationally wrongful act 2001

Ade Maman Suherman. 2003. Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi. Jakarta: PT Ghalia Indonesia.

Boer Mauna. 2005. HukumInternasional: PengertianPeranan Dan FungsiDalam Era Dinamika GlobalEdisi Ke-2.Bandung:P.T.Alumni.

Article 1 Draft Articles on Responsibility of States for internationally wrongful act 2001 (inhereafter : DASR)

Idem, Article 2.

Idem, Article 4 point 1.

Lihat bagian Commentary untuk Art.4 ILC, Report of the International Law Commission Fifty-Third Session, UN Doc A/56/10 (2001) 20143 (2001 Report).

Paragraph 4 Isu Kasus Srebrenicas Mother.

Article 8 DASR

ILC, 2004 Report, par. 112-14

Catatan 43 Department of Peacekeeping Operations , UN Peacekeeping Operations: Principles and Guidelines (2008) 68 (Capstone Doctrine)

DPKO Training Unit, Glossary of UN Peacekeeping Terms (1998)

Dutch Supreme Court Decision 13 April 2012 no. 10/04437 EV/AS. Di dalam decision ini hanya menyangkut terhadap 3 orang korban Srebenicas Massacre Case, namun dengan melihat keputusan ini dan ketidakjelasan atas keadaan nyata dan kronologis, maka dimungkinkan bahwa kematian 8000 muslim Srebrenica juga bisa disebabkan oleh kesalahan yang sama.

Lakhdar Brahimis landmark Report of the Panel on United Nations Peace Operations (2000)

United Nation World Summit 2005, note. 138-9.

Article 29-33, 35 DASR.

Joseph Nevins, Pembantaian Timor Timur; Horor Masyarakat Internasional, Galang Press, 2008, hlm 149

HYPERLINK "http://akbarkurnia.blogspot.com/2011/06/tanggung-jawab-negara-menurut-hukum.html"http://akbarkurnia.blogspot.com/2011/06/tanggung-jawab-negara-menurut-hukum.html (diakses tanggal 7 Mei 2014 pukul 18.13 WIB)

D.W.Greig, International Law,London:Butterword,1997. Hlm 606

James Crawford, The International Law Commissions Article on State Responsibillity, Cambridge University Press. 2002

Diakses melalui HYPERLINK "http://hei.unige.ch/~clapham/hrdoc/docs/ECHRBehrami.doc" http://hei.unige.ch/~clapham/hrdoc/docs/ECHRBehrami.doc pada tanggal 7 Mei 2014