Upload
veransa-arizona
View
247
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
appendicitis
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Appendicitis merupakan penyakit yang sering dijumpai sehingga
harus dicurigai sebagai keadaan yang paling mungkin menjadi penyebab
nyeri akut abdomen. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dan
dewasa muda. Insidensi pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan.
Insidensi tertinggi pada laki-laki pada usia 10-14 tahun, sedangkan pada
perempuan pada usia 15-19 tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada anak-
anak usia di bawah 2 tahun.
Diagnosis appendicitis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Ketepatan diagnosis dan
penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada
data-data tersebut. Tak jarang kasus-kasus appendicitis yang lolos dari
diagnosis bahkan ada yang salah didiagnosis. Kadang-kadang untuk
menegakkan diagnosis appendicitis sulit karena letak appendiks di abdomen
sangat bervariasi.
Penatalaksanaan appendicitis dilakukan dengan appendectomi, yaitu
suatu tindakan bedah dengan mengangkat appendiks. Keputusan untuk
melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan
akan menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas, seperti dapat menyebabkan terjadinya perforasi atau ruptur pada
appendiks.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. B
Umur : 11 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Ngrangkah RT 03 RW 08, Petung, Pakis,
Magelang
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Lajang
Tanggal masuk RS : 9 September 2014
Tanggal pemeriksaan : 10 September 2014
Tempat : Edelweis
2. PEMERIKSAAN
2.1 Anamnesis
Tanggal 10 September 2014 (pre operasi)
Keluhan Utama :
Nyeri perut
Keluhan Tambahan :
Demam, mual dan muntah
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RST pada tanggal 9 September 2014
pukul 22.15 dengan keluhan nyeri perut sejak 2 hari yang lalu, nyeri
perut dirasakan pada regio inguinal dextra dan region hipocondriaca,
nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Selain itu pasien juga
mengeluhkan adanya demam yang timbul hampir bersamaan dengan
rasa nyeri tersebut. Pasien juga merasakan mual. Pasien mengaku
2
tidak ada masalah dalam buang air kecil, tetapi pasien mengeluh
belum buang air besar sejak 2 hari yang lalu. Nafsu makan pasien
menurun karena pasien merasa mual, minum baik.
Riwayat penyakit dahulu :
Hipertensi : Disangkal
Diabetes Melitus : Disangkal
Jantung : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
Operasi : Disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Hipertensi : Disangkal
Diabetes Melitus : Disangkal
Jantung : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Keadaan sosio-ekonomi pasien sedang. Pasien dirawat di bangsal
edelweis kelas II dengan penanggung biaya UMUM.
2.2 Pemeriksaan Fisik
KU : tampak kesakitan
Kesadaran/GCS : compos mentis/15
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Vital Sign
o Tekanan darah : 100/60 mmHg
o Nadi : 120x/ menit
o Suhu : 37,4 C
o Pernafasan : 24 x/ menit
3
Kepala : CA -/- , SI -/-
Pupil isokor : 3 milimeter
Kepala : normocephal
Thorax :
o Cor : SI dan SII normal regular, murmur (-)
o Pulmo : vesicular +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-
Abdomen
o Inspeksi:
Dinding abdomen datar, tidak tampak adanya benjolan
dan jejas
o Auskultasi:
Bising usus (+)
o Palpasi:
Nyeri tekan di region kanan bawah abdomen dan region
hipocondriaca
Tidak teraba adanya massa
Mc burney sign (+)
Rovsing Sign (+)
Obturator sign (+)
Psoas sign (+)
Defans muscular (+)
o Perkusi:
Timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Akral sianosis (-/-) (-/-)
Oedem (-/-) (-/-)
Capillary Refill < 2” < 2”
2.3 Assessment
Abdominal Pain ec susp. Appendicitis4
2.4 Planning Diagnostik
Lab darah lengkap , CT BT
USG abdomen
o Hasil Pemeriksaan Lab. Darah
Parameter Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin (gr/dl) 12.8 11.0 – 17.0
Leukosit (ul) 10900 400 – 12000
Trombosit (ul) 282000 150000 – 400000
Hematokrit (%) 33.9 35.0 – 55.0
Eritrosit (ul) 4.35 4.0 – 6.2
MCV (fl) 77.9 80 – 100
MCH (pg) 28.3 26 – 34
MCHC (gr/dl) 36.3 31 – 35
Clotting time 4’
Bleeding time 2’
2.5 Planning Terapi
Inf. DS ½ N 16 tpm
Inj. Ondancentron ½ ampul
Inj. Ranitidin ½ ampul
Inj. Norges ½ ampul
Rencana Apendektomi
2.6 Planning Monitoring
Keadaan umum
Tanda vital
Gejala klinis
5
2.7 Planning Edukasi
Pasien dipuasakan
Istirahat cukup
Minum obat teratur
2.8 Instruksi Post Operasi
Monitor keadaan umum dan tanda vital
Diet bubur
Infus RL 12 tpm
Inj. Cefotaxim / 12 jam
Inj. Antrain ½ ampul / 8 jam
6
3. RIWAYAT RAWAT INAP
11 September 2014 (post Operasi H1)
o Keluhan: Nyeri pada bekas luka jahitan, mual (+), muntah (-) pusing (-),
makan (+), minum (+), BAK (+)
o KU : sedang
o Kesadaran/GCS : compos mentis/15
o Tanda vital :
o Tekanan darah: 100/60 mmHg
o Nadi : 88x/menit
o Laju nafas : 24x/menit
o Suhu : 36,8° C
o Kepala : CA -/- , SI -/-
7
o Pupil isokor : 3 milimeter
o Kepala : normocephal
o Thorax :
- Cor : SI dan SII normal regular, murmur (-)
- Pulmo : vesicular +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-
o Abdomen
o Inspeksi:
Dinding abdomen datar, bekas luka jahitan tampak tertutup kassa +
hypafix, tidak ada rembesan darah
o Auskultasi:
Bising usus (+)
o Palpasi:
Nyeri tekan di regio kanan dan kiri bawah abdomen
Tidak teraba adanya massa
Defans muscular (-)
o Perkusi:
Timpani di seluruh lapang abdomen
o Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Akral sianosis (-/-) (-/-)
Oedem (+/-) (-/-)
Capillary Refill < 2” < 2”
o Assessment:
Post OP Laparatomi H1
o Planning:
- Terapi Lanjut
- Diet bubur
12 September 2014 (Post Operasi hari II): 8
Keluhan:
Nyeri post op (+)
Pemeriksaan:
KU : sedang
Kesadaran/GCS : compos mentis/15
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Vital Sign
o Tekanan darah : 100/60 mmHg
o Nadi : 84 x/ menit
o Suhu : 37,2 C
o Pernafasan : 22 x/ menit
Kepala : CA -/- , SI -/-
Pupil isokor : 3 milimiter
Kepala : mesocephale
Thorax :
o Cor : SI dan SII normal regular, murmur (-)
o Pulmo : vesicular +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-
Abdomen :
o Inspeksi:
Dinding abdomen datar, bekas luka jahitan tampak tertutup kassa
+ hypafix, tidak ada rembesan darah
o Auskultasi:
Bising usus (+)
o Palpasi:
Nyeri tekan di regio kanan dan kiri bawah abdomen
Tidak teraba adanya massa
Defans muscular (-)
o Perkusi:
Timpani di seluruh lapang abdomen
9
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Akral sianosis (-/-) (-/-)
Oedem (+/-) (-/-)
Capillary Refill < 2” < 2”
Assessment:
Post OP Laparotomi H 2
Planning :
- Terapi:
o Infus RL 16 tpm
o Inj. Cefotaxim
o Inj. Antrain 3 x ½ ampul
- Monitoring
o Keadaan Umum
o Tanda Vital
o Gejala Klinis
- Mobilisasi
13 September 2014 (Post Operasi hari III)
Keluhan :
Bekas luka jahitan masih terasa nyeri, demam (+), mual (-), muntah (-), pusing (-),
makan dan minum (+), BAK (+).
Pemeriksaan:
o KU : Sedang
o Kesadaran/GCS : compos mentis/15
o Tanda vital :
o Tekanan darah : 100/60 mmHg10
o Nadi : 82 x/menit
o Laju nafas : 18x/menit
o Suhu : 37,8°C.
o Kepala : CA -/- , SI -/-
o Pupil isokor : 3 milimiter
o Kepala : mesocephale
o Thorax :
- Cor : SI dan SII normal regular, murmur (-)
- Pulmo : vesicular +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-
o Abdomen :
o Inspeksi:
Dinding abdomen datar, bekas luka jahitan tampak tertutup kassa +
hypafix, tidak ada rembesan darah
o Auskultasi:
Bising usus (+)
o Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan abdomen
Tidak teraba adanya massa
Defans muscular (-)
o Perkusi:
Timpani di seluruh lapang abdomen
o Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Akral sianosis (-/-) (-/-)
Oedem (+/-) (-/-)
Capillary Refill < 2” < 2”
Assessment:
Post OP Laparatomi H 3
11
Planning :
o Diagnostik : Cek Widal
o Terapi:
1. Infus RL 15 tpm
2. Inj. Cyprofloxacin ½ amp / 12 jam
3. Inj. Formaldehid ½ / 8 jam
o Monitoring
1. Keadaan Umum
2. Tanda Vital
3. Gejala Klinis
HASIL WIDAL
- Thypi O : (-)
Paratyphi-AO : (-)
Paratyphi-BO : (-)
Paratyphi-CO : (+) 1/160
- Typhi H : (-)
Paratyphi-AH : (-)
Paratyphi-BH : (-)
Paratyphi-CH : (-)
14 September 2014 (Post Operasi hari IV)
Keluhan :
Bekas op nyeri berkurang, demam (+), mual (-), muntah (-), pusing (-), makan dan
minum (+), BAK (+).
Pemeriksaan:
o KU : Sedang
o Kesadaran/GCS : compos mentis/15
o Tanda vital :
o Tekanan darah : 100/60 mmHg
12
o Nadi : 82 x/menit
o Laju nafas : 18x/menit
o Suhu : 37°C.
o Kepala : CA -/- , SI -/-
o Pupil isokor : 3 milimiter
o Kepala : mesocephale
o Thorax :
- Cor : SI dan SII normal regular, murmur (-)
- Pulmo : vesicular +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-
o Abdomen :
o Inspeksi:
Dinding abdomen datar, bekas luka jahitan tampak tertutup kassa +
hypafix, tidak ada rembesan darah
o Auskultasi:
Bising usus (+)
o Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan abdomen
Tidak teraba adanya massa
Defans muscular (-)
o Perkusi:
Timpani di seluruh lapang abdomen
o Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Akral sianosis (-/-) (-/-)
Oedem (+/-) (-/-)
Capillary Refill < 2” < 2”
Assessment:
Post OP Laparatomi H 4
13
Planning :
o Aff infus
o Terapi:
1. Cefadroxyl 2x1
2. As. Mefenamat 3x1
o Boleh Pulang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya
lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus.
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran
14
mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica,
Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis.
B. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang
kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak
saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari
protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari
medial menuju katup ileocaecal.
Gambar : Anatomi Appendiks
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan
menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens
appendicitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian
proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea
coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi
posisi appendiks. Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks.
Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic
(panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan
usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat
pada gambar dibawah ini.
15
Gambar : Variasi Posisi Appendiks
Pangkal apendiks terletak pada titik McBurney:
- Garis Monroe: garis antara umbilicus dengan sias dextra.
- Titik Mc Burney: sepertiga bagian dari sias dextra pada garis Monroe
- Titik Lanz: seperenam bagian dari sias dextra pada garis antara sias
`dextra hingga sias sisnistra
- Titik Munro: pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital
dari pertengahan sias dextra dengan simfisis.
Gambar : Titik Mc Burney
Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan
limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua
minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai
puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap
saat dewasa. Setelah itu, mengalami atropi dan menghilang pada usia 60
tahun.
16
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri
viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus.
Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang
dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila
terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks mengalami ganggren.
C. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada
patogenesis appendicitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated
Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri,
netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal
lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah
di saluran cerna dan seluruh tubuh.
D. Epidemiologi
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.
Appendicitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan
dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena
dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering
terjadi selama musim panas.
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok
umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-
17
laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
insidensi lelaki lebih tinggi.
E. Etiologi
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks
sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi
infeksi. Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi
yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak
dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi:
1. Hiperplasia folikel lymphoid
2. Carcinoid atau tumor lainnya
3. Benda asing (pin, biji-bijian)
4. Kadang parasit
Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi
mukosa appendiks oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat
diisolasi pada pasien appendicitis yaitu:
Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
Escherichia coli
Viridans streptococci
Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus
Bacteroides fragilis
Peptostreptococcus micros
Bilophila species
Lactobacillus species
E. Patofisiologi
Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua
lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena
obstruksi lumen dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya
appendicitis.
18
Obstruksi intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi
mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada
dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti vena dan iskemia arteri
menimbulkan luka pada dinding appendiks. Kondisi ini mengundang invasi
mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan
proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor
obstruksi telah dihilangkan.
Appendicitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub
mukosa, dan muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai
dengan infiltrasi sel radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-
merahan dan ditutupi granular membran. Pada perkembangan selanjutnya,
lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut
appendicitis akut supuratif. Edema dinding appendiks menimbulkan
gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi ganggren, warnanya menjadi hitam
kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding appendiks
tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan
pembuluh darah kongesti.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan
sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan
terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut
dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu
saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi.
19
Gambar : Apendiks yang Meradang
Gambar : Patofisiologi Appendicitis
F. Gejala Klinis
Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu:
1. Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di
seluruh abdomen atau di kuadran kanan bawah merupakan
gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai
20
moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam
biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian
beralih ke kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara
progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak.
2. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan
merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.
3. Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan
konstipasi.
4. Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan
terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada
wanita hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah abdomen
dibandingkan dengan biasanya.
5. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin
ditemukan juga di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks
terletak retrocaecal. Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada
pemeriksaan rektum apabila posisi appendiks di pelvic. Letak
appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri.
Gejala Appendicitis Akut Frekuensi (%)
Nyeri perut 100
Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke
RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
50
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam
21
G. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk
dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah
bisa dilihat pada massa atau abses appendiculer .
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-
tanda peritonitis lokal yaitu:
- Nyeri tekan di Mc. Burney.
- Nyeri lepas.
- Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal .
Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak
ada, yang ada nyeri pinggang .
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena
ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata .
Pemeriksaan Colok Dubur
Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada
appendicitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok
dubur .
Tanda-Tanda Khusus:
Rovsing’s sign
Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan
timbul nyeri pada sisi kanan.
22
Psoas sign atau Obraztsova’s sign
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari panggul
kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada
panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign
Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk
Ten Horn sign
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign
Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian
berpindah ke kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat pasien
dibaringkan pada sisi kiri
Bartomier-Michelson’s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien
dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang
Aure-Rozanova’s sign
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif
Shchetkin-Bloomberg’s sign)
Blumberg sign
23
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah
kemudian dilepaskan tiba-tiba
Gambar : (A) Blumberg Sign, (B) Rovsign’s Sign, (C) Psoas Sign,
(D) Obturator Sign
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan
kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.
Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat .
- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis .
2. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak .
24
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya .
4. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
5. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
6. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara
langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan
appendiks.
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor
Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6.
Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan
PA terhadap jaringan Appendiks dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.
25
Manifestasi Skor
GejalaAdanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Tanda
Mual/muntah 1
Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
LaboratoriumLeukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6
maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
Kelainan patologi Keluhan dan tanda
Peradangan awal
↓
Appendicitis Mukosa
↓
Radang di seluruh ketebalan dinding
-Kurang enak ulu hati/ daerah pusat,
mungkin kolik
-nyeri tekan kanan bawah
-nyeri sentral pindah ke kanan
26
↓
Appendicitis komplit, radang peritoneum
parietal apendiks
↓
Radang alat/jaringan yang menempel
pada apendiks
↓
Appendicitis gangrenosa
↓
Perforasi
↓
Pembungkusan
- Tidak berhasil
- Berhasil
- Abses
bawah,mual dan muntah
-rangsangan peritoneum lokal (somatik),
nyeri pada gerak aktif dan pasif
-genitalia interna, ureter, muskulus
psoas mayor, kantung kemih, rektum
-Demam sedang, takikardi, mulai
toksik, leukositosis
-Nyeri dan defans muskuler seluruh
perut
-s.d.a + demam tinggi, dehidrasi, syok,
toksik
-masa perut kanan bawah, keadaan
umum berangsur membaik
-demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat
27
I. Diagnosis Banding
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan
dengan appendicitis.
2. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai
dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan
disertai dengan perasaan mual dan muntah.
3. Demam Dengue
Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis.
Di sini didapatkan hasil ruple leed positif, trombositopenia dan
peningkatan hematokrit.
4. Peradangan pelvis
Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang
kedua oergan ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau
adnecitis.Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat
kontak sexsual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dannyeri
perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada
colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.
5. Kehamilan Ektopik
Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan
perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan
mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal
didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada kuldosentesis
akan didapatkan darah.
28
6. Diverticulitis
Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi
kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan
dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan
gejala-gejala appendicitis.
7. Batu Ureter atau Batu Ginjal
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal
kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto
polos abdomen atau urografi intravena dapat memestikan penyakit
tersebut.
8. Kelainan Ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri
perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis,
nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang dan
nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu
selama dua hari.
9. Endometrosis Eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan nyeri di tempat
endometrosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena
tidak ada jalan keluar.
J. Komplikasi
1. Appendicular infiltrat:
Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi
dari Appendiks yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum,
usus halus atau usus besar.
2. Appendicular abscess:
Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
Appendiks yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus
halus, atau usus besar.
29
3. Perforasi
4. Peritonitis
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus
K. Penatalaksanaan
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis :
Puasakan
Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan
menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.
Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomy
Perawatan appendicitis tanpa operasi
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi
(misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi
Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Antibiotika preoperative
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya
infeksi post opersi.
Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan
anaerob
Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah.
30
Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya
digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri
yang terlibat, termasuk Escherichia coli,Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus, Streptococcus viridans,Klebsiella, dan Bacteroides.
Pilihan penatalaksanaan apendisitis:
- Appendektomi cito (pada apendisitis akut, abses, dan perforasi)
- Appendektomi elektif (pada apendisitis kronik)
- Konservatif kemudian operasi elektif (pada apendisitis infiltrate).
Terapi konservatif:
- Bed rest dengan posisi Fowler (posisi terlentang, kepala ditinggikan 18-20
inci, kaki diberi bantal, dan lutut ditekuk).
- Diet cair, kompres dingin di daerah Mc Burney
- Antibiotika yang massif: metronidazol
- Monitor: infiltra, tanda-tanda peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam, LED,
angka leukosit.
Jika hasil baik, mobilisasi secara bertahap, kamudian boleh pulang. Setelah
pasien tenang (4-6 minggu), baru dilaukan appendektomi. Tujuaya supaya dalam
waktu tersebut perlekatan sudah berhenti (jika banyak perlengketan, operasi sulit
menemukan, dan memotong apendiks). Appendektomi demikian disebut
apendektomi afroid. Jika langsung appendektomi radikali disebut achaul.
Jenis apendektomi :
i. Open Appendectomy
Merupakan suat tindakan pembedahan pengambilan apendiks vermiformis.
Indikasi operasi yakni apendisitis akut, periapendikular infiltrat, serta apendisitis
perforata. Tidak ada kontraindikasi pada pembedahan ini. Komplikasi operasi
dapat berupa durante operasi (perdarahan intraperitoneal, dinding perut, robekan
sekum atau usus lain), pasca bedah dini (perdarahan, infeksi, hematom, paralitik
31
ileus, peritonitis, fistel usus, abses intraperitoneal), dan pasca bedah lanjut
(streng illeus dan hernia sikatriks).
Mortalitas dapat terjadi sebesar 0.1% (jika tidak terjadi perforasi), 15%
jika telah terjadi perforasi. Kematian tersering oleh karena sepsis, emboli paru,
atau aspirasi. Dilakukan pemantauan kondisi luka, kondisi abdomen, serta
kondisi klinis penderita secara keseluruhan.
Gambar . Apendektomi terbuka
ii. Laparoscopic appendectomy
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai
sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan
suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk
pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan
penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan
menggunakan laparoskop.
Diindikasikan untuk apendisitis akut dan apendisitis kronik.
Kontraindikasi relatif yakni wanita dengankehamilan trimester kedua dan
ketiga serta terdapat penyulit radang pelvis dan endometriosis. Mortalitas pasca
apendektomi laparoskopik sebesar 0.06%. pasca bedah, penderita dirawat di
ruangan selama 3-4 hari, diobservasi komplikasi seperti nyeri pasca operasi
dan gangguan mortalitas usus. Setelah pasase usus baik, penderita bisa mulai
diet per oral. Pasca operasiperlu diperiksa adanya infeksi luka operasi.
32
Gambar . Laparoscopic appendectomy
L. Prognosis
Dengan diagnosis dan pembedahan yang akurat, angka morbiditas dan
mortalitas sangat kecil. Diagnosis yang tertunda meningkatkan angka morbiditas
dan mortalitas. Serangan berulang dapat terjadi jika apendiks tidak diangkat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Appendectomy, Medicine Net. Com.33
Anonim, Appendicitis, Medicine Net. Com.
Anonim, Appendicitis, The Merck Manual Sec 3, htm.
Anonim, Appendicitis, The Merck Manual, Sec 9, htm.
Helwick, CA, Appendicitis, Gale Encytopedia of medicine. htm.
Hamami, AH, dkk, Usus Halus Appendiks, Kolon, dan Anorektum, dalam
Sjamsuhidajat, R, De jong. W, Buku Ajar Ilmu bedah, Edisi Revisi, EGC,
Jakarta, 1997, hal 865-75
Mansjoer,Arif , dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. 2000. Jakarta: Media
Aesculapius
Moore, Keith L. Anatomi Klinis Dasar. 2002. Jakarta: Hipokrates
O’rourke. R, Acute Appendicitis, The Iowaclinic. Com.
R. Sjamsulhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2004. Jakarta : EGC
Sari, Dina K, dkk. 2005. Chirurgica (re-package + edititon). Yogyakarta,
Indonesia. Tosca Enterprise
Tanu, Ian. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. 2007. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia
34