Upload
ruth-febrina
View
336
Download
24
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kimia analisis argentometri
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANALISIS
ARGENTOMETRI
Disususun oleh
1 FINA TRI HANDAYANI (G1F010004)
2 RADEN ALFIAN PRASETYA (G1F010005)
3 RUTH FEBRINA (G1F010006)
4 DEDAH NURHAMIDAH (G1F010007)
Golongan III B
Kelompok 1
Asisten Rizki Novasari
Singgih Anggun
Haritanggal Senin 12 November 2012
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2012
I JUDUL PERCOBAAN
ARGENTOMETRI
II TUJUAN
Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi
pengendapan
III Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu labu ukur buret labu erlenmeyer
pipet tetes pipet ukur filler batang pengaduk sendok tuang beker glass gelas ukur statip
dan klem corong pisah gelas tissue dan timbangan
Bahan yang digunakan yaitu AgNO3 aqudes natrium klorida P indikator kalium
kromat kalium tiosianat kalium iodide asam nitrat P indikator besi (III) ammonium sulfat
LP KCl vitamin B1 Tiamin HCl asam asetat 6 dan indikator eosin
IV Data Pengamatan
A Pembakuan
1 Pembakuan AgNO3
Bobot NaCl = 125 mg
Volume AgNO3
1) 207 mL
2) 189 mL
3) 201 mL
BE NaCl = 585
2 Pembakuan KSCN
Volume AgNO3 = 25 mL
Normalitas AgNO3 = 0107 N
Volume KSCN
1) 305 mL
2) 309 mL
3) 299 mL
B Penentuan Kadar
1 Penentuan Kadar Kalium Klorida (KCl)
Volume titrasi 1 = 41 mL N AgNO3 = 0107 N
2 = 39 mL mg KCl = 50 mg
3 = 375 mL BE KI = 166
(
)
(
)
(
)
(
)
x (| |)
12594
13843
1249 1560001
17298 3455 11937025
11638 2205 4862025
sum= 6909 sum= 18359051
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
1 |
| |
|
(diterima)
2 |
| |
|
(diterima)
3 |
| |
|
(diterima)
Kadar KCl = 156848
= 121864
2 Penentuan Kadar Vitamin B1
Volume KSCN 1 = 73 mL N KSCN = N
2 = 71 mL mg Vit B1 = 50 mg
3 = 65 mL BE Vit B1 = 32736
Volume AgNO3 = 65 mL N AgNO3 = N
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
x (| |)
5205
1728 2986
576 3318
2305 5313
sum= 4609 sum= 86308
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
1 |
| |
|
(diterima)
2 |
| |
|
(diterima)
3 |
| |
|
(diterima)
Kadar = 64041
= 40059
3 Penentuan Kadar Kalium Iodida
Volume titrasi 1 = 41 mL
2 = 39 mL
3 = 375 mL
BE KI = 166
(
)
(
)
(
)
(
)
x (| |)
1456484
139136
65119 424048
1385436 05920 03504
133215 59206 350535
sum= 130245 sum= 778087
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
4 |
| |
|
(diterima)
5 |
| |
|
(diterima)
6 |
| |
|
(diterima)
Kadar KI = 1429571
= 135 7549
V PEMBAHASAN
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan
Reaksi yang mendasari argentometri adalah
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3
- (Gandjar 2007)
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran tidak ada pengotor yang
mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar 1990)
Pada titrasi argentometri zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3) Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood 1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu
1 Indikator
2 Amperometri
3 Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia biasanya terdiri dari perubahan warnamuncul tidaknya kekeruhan
dalam larutan yang dititrasi Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
indikator titrasi netralisasi yaitu
1 Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen
analit
2 Perubahan warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (skogg
1965)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator
yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi antara lain
1 Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hamper mencapai titik ekivalen semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl Larutan standar yang digunakan dalam metode ini yaitu
AgNO3 memiliki normalitas 01 N atau 005 N Indikator menyebabkan terjadinya reaksi
pada titik akhir dengan titran sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata yang
menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+
(Alexeyev 1969)
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi
Ag+
(aq) + Cl-(aq) harr AgCl(s)darr
Sedang pada titik akhir titran juga bereaksi menurut reaksi
2Ag+
(aq) + CrO4(aq) harr Ag2CrO4(s)darr
Pengaturan pH sangat perlu agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi Bila terlalu tinggi
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran
terlalu banyak terpakai
2Ag+
(aq) + 2OH-(aq) harr 2AgOH(s)darr harr Ag2O(s)darr + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7
2- karena reaksi
2H+
(aq) + 2CrO42-
(aq) harr Cr2O72-
+H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian akibatnya
ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam (Alexeyev 1969)
2 Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant dan larutan Fe3+
sebagai
indikator Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag membentuk
endapan putih
Ag+
(aq) + SCN-(aq) harr AgSCN(s)darr (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe
3+(aq) harr FeSCN
2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag
+ maka dengan cara
Volhard titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN
- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali pada larutan X- ditambahkan
Ag+berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+ Maka titrant selain bereaksi dengan Ag
+ tersebut mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX
Ag+
(aq) (berlebih) + X- (aq) harr AgX(s) darr
Ag+
(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) harr AgSCN(s) darr
SCN-(aq) + AgX (s) harr X
-(aq) + AgSCN(aq) darr
Bila hal ini terjadi tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang) Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida perak nitrat standar berlebih yang
diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi
kembali dengan tiosianat baku Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam (Alexeyev 1969)
3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida Dalam larutan fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja)
HFl(aq) harr H+
(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda Karena penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin maka endapan harus berukuran koloid Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+)
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag
+ maka endapan menyerap ion-ion X
-sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
I JUDUL PERCOBAAN
ARGENTOMETRI
II TUJUAN
Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi
pengendapan
III Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu labu ukur buret labu erlenmeyer
pipet tetes pipet ukur filler batang pengaduk sendok tuang beker glass gelas ukur statip
dan klem corong pisah gelas tissue dan timbangan
Bahan yang digunakan yaitu AgNO3 aqudes natrium klorida P indikator kalium
kromat kalium tiosianat kalium iodide asam nitrat P indikator besi (III) ammonium sulfat
LP KCl vitamin B1 Tiamin HCl asam asetat 6 dan indikator eosin
IV Data Pengamatan
A Pembakuan
1 Pembakuan AgNO3
Bobot NaCl = 125 mg
Volume AgNO3
1) 207 mL
2) 189 mL
3) 201 mL
BE NaCl = 585
2 Pembakuan KSCN
Volume AgNO3 = 25 mL
Normalitas AgNO3 = 0107 N
Volume KSCN
1) 305 mL
2) 309 mL
3) 299 mL
B Penentuan Kadar
1 Penentuan Kadar Kalium Klorida (KCl)
Volume titrasi 1 = 41 mL N AgNO3 = 0107 N
2 = 39 mL mg KCl = 50 mg
3 = 375 mL BE KI = 166
(
)
(
)
(
)
(
)
x (| |)
12594
13843
1249 1560001
17298 3455 11937025
11638 2205 4862025
sum= 6909 sum= 18359051
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
1 |
| |
|
(diterima)
2 |
| |
|
(diterima)
3 |
| |
|
(diterima)
Kadar KCl = 156848
= 121864
2 Penentuan Kadar Vitamin B1
Volume KSCN 1 = 73 mL N KSCN = N
2 = 71 mL mg Vit B1 = 50 mg
3 = 65 mL BE Vit B1 = 32736
Volume AgNO3 = 65 mL N AgNO3 = N
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
x (| |)
5205
1728 2986
576 3318
2305 5313
sum= 4609 sum= 86308
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
1 |
| |
|
(diterima)
2 |
| |
|
(diterima)
3 |
| |
|
(diterima)
Kadar = 64041
= 40059
3 Penentuan Kadar Kalium Iodida
Volume titrasi 1 = 41 mL
2 = 39 mL
3 = 375 mL
BE KI = 166
(
)
(
)
(
)
(
)
x (| |)
1456484
139136
65119 424048
1385436 05920 03504
133215 59206 350535
sum= 130245 sum= 778087
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
4 |
| |
|
(diterima)
5 |
| |
|
(diterima)
6 |
| |
|
(diterima)
Kadar KI = 1429571
= 135 7549
V PEMBAHASAN
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan
Reaksi yang mendasari argentometri adalah
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3
- (Gandjar 2007)
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran tidak ada pengotor yang
mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar 1990)
Pada titrasi argentometri zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3) Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood 1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu
1 Indikator
2 Amperometri
3 Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia biasanya terdiri dari perubahan warnamuncul tidaknya kekeruhan
dalam larutan yang dititrasi Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
indikator titrasi netralisasi yaitu
1 Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen
analit
2 Perubahan warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (skogg
1965)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator
yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi antara lain
1 Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hamper mencapai titik ekivalen semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl Larutan standar yang digunakan dalam metode ini yaitu
AgNO3 memiliki normalitas 01 N atau 005 N Indikator menyebabkan terjadinya reaksi
pada titik akhir dengan titran sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata yang
menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+
(Alexeyev 1969)
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi
Ag+
(aq) + Cl-(aq) harr AgCl(s)darr
Sedang pada titik akhir titran juga bereaksi menurut reaksi
2Ag+
(aq) + CrO4(aq) harr Ag2CrO4(s)darr
Pengaturan pH sangat perlu agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi Bila terlalu tinggi
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran
terlalu banyak terpakai
2Ag+
(aq) + 2OH-(aq) harr 2AgOH(s)darr harr Ag2O(s)darr + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7
2- karena reaksi
2H+
(aq) + 2CrO42-
(aq) harr Cr2O72-
+H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian akibatnya
ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam (Alexeyev 1969)
2 Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant dan larutan Fe3+
sebagai
indikator Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag membentuk
endapan putih
Ag+
(aq) + SCN-(aq) harr AgSCN(s)darr (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe
3+(aq) harr FeSCN
2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag
+ maka dengan cara
Volhard titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN
- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali pada larutan X- ditambahkan
Ag+berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+ Maka titrant selain bereaksi dengan Ag
+ tersebut mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX
Ag+
(aq) (berlebih) + X- (aq) harr AgX(s) darr
Ag+
(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) harr AgSCN(s) darr
SCN-(aq) + AgX (s) harr X
-(aq) + AgSCN(aq) darr
Bila hal ini terjadi tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang) Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida perak nitrat standar berlebih yang
diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi
kembali dengan tiosianat baku Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam (Alexeyev 1969)
3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida Dalam larutan fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja)
HFl(aq) harr H+
(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda Karena penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin maka endapan harus berukuran koloid Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+)
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag
+ maka endapan menyerap ion-ion X
-sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
2 Pembakuan KSCN
Volume AgNO3 = 25 mL
Normalitas AgNO3 = 0107 N
Volume KSCN
1) 305 mL
2) 309 mL
3) 299 mL
B Penentuan Kadar
1 Penentuan Kadar Kalium Klorida (KCl)
Volume titrasi 1 = 41 mL N AgNO3 = 0107 N
2 = 39 mL mg KCl = 50 mg
3 = 375 mL BE KI = 166
(
)
(
)
(
)
(
)
x (| |)
12594
13843
1249 1560001
17298 3455 11937025
11638 2205 4862025
sum= 6909 sum= 18359051
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
1 |
| |
|
(diterima)
2 |
| |
|
(diterima)
3 |
| |
|
(diterima)
Kadar KCl = 156848
= 121864
2 Penentuan Kadar Vitamin B1
Volume KSCN 1 = 73 mL N KSCN = N
2 = 71 mL mg Vit B1 = 50 mg
3 = 65 mL BE Vit B1 = 32736
Volume AgNO3 = 65 mL N AgNO3 = N
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
x (| |)
5205
1728 2986
576 3318
2305 5313
sum= 4609 sum= 86308
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
1 |
| |
|
(diterima)
2 |
| |
|
(diterima)
3 |
| |
|
(diterima)
Kadar = 64041
= 40059
3 Penentuan Kadar Kalium Iodida
Volume titrasi 1 = 41 mL
2 = 39 mL
3 = 375 mL
BE KI = 166
(
)
(
)
(
)
(
)
x (| |)
1456484
139136
65119 424048
1385436 05920 03504
133215 59206 350535
sum= 130245 sum= 778087
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
4 |
| |
|
(diterima)
5 |
| |
|
(diterima)
6 |
| |
|
(diterima)
Kadar KI = 1429571
= 135 7549
V PEMBAHASAN
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan
Reaksi yang mendasari argentometri adalah
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3
- (Gandjar 2007)
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran tidak ada pengotor yang
mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar 1990)
Pada titrasi argentometri zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3) Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood 1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu
1 Indikator
2 Amperometri
3 Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia biasanya terdiri dari perubahan warnamuncul tidaknya kekeruhan
dalam larutan yang dititrasi Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
indikator titrasi netralisasi yaitu
1 Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen
analit
2 Perubahan warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (skogg
1965)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator
yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi antara lain
1 Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hamper mencapai titik ekivalen semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl Larutan standar yang digunakan dalam metode ini yaitu
AgNO3 memiliki normalitas 01 N atau 005 N Indikator menyebabkan terjadinya reaksi
pada titik akhir dengan titran sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata yang
menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+
(Alexeyev 1969)
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi
Ag+
(aq) + Cl-(aq) harr AgCl(s)darr
Sedang pada titik akhir titran juga bereaksi menurut reaksi
2Ag+
(aq) + CrO4(aq) harr Ag2CrO4(s)darr
Pengaturan pH sangat perlu agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi Bila terlalu tinggi
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran
terlalu banyak terpakai
2Ag+
(aq) + 2OH-(aq) harr 2AgOH(s)darr harr Ag2O(s)darr + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7
2- karena reaksi
2H+
(aq) + 2CrO42-
(aq) harr Cr2O72-
+H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian akibatnya
ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam (Alexeyev 1969)
2 Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant dan larutan Fe3+
sebagai
indikator Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag membentuk
endapan putih
Ag+
(aq) + SCN-(aq) harr AgSCN(s)darr (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe
3+(aq) harr FeSCN
2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag
+ maka dengan cara
Volhard titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN
- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali pada larutan X- ditambahkan
Ag+berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+ Maka titrant selain bereaksi dengan Ag
+ tersebut mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX
Ag+
(aq) (berlebih) + X- (aq) harr AgX(s) darr
Ag+
(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) harr AgSCN(s) darr
SCN-(aq) + AgX (s) harr X
-(aq) + AgSCN(aq) darr
Bila hal ini terjadi tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang) Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida perak nitrat standar berlebih yang
diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi
kembali dengan tiosianat baku Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam (Alexeyev 1969)
3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida Dalam larutan fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja)
HFl(aq) harr H+
(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda Karena penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin maka endapan harus berukuran koloid Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+)
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag
+ maka endapan menyerap ion-ion X
-sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
(
)
x (| |)
12594
13843
1249 1560001
17298 3455 11937025
11638 2205 4862025
sum= 6909 sum= 18359051
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
1 |
| |
|
(diterima)
2 |
| |
|
(diterima)
3 |
| |
|
(diterima)
Kadar KCl = 156848
= 121864
2 Penentuan Kadar Vitamin B1
Volume KSCN 1 = 73 mL N KSCN = N
2 = 71 mL mg Vit B1 = 50 mg
3 = 65 mL BE Vit B1 = 32736
Volume AgNO3 = 65 mL N AgNO3 = N
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
x (| |)
5205
1728 2986
576 3318
2305 5313
sum= 4609 sum= 86308
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
1 |
| |
|
(diterima)
2 |
| |
|
(diterima)
3 |
| |
|
(diterima)
Kadar = 64041
= 40059
3 Penentuan Kadar Kalium Iodida
Volume titrasi 1 = 41 mL
2 = 39 mL
3 = 375 mL
BE KI = 166
(
)
(
)
(
)
(
)
x (| |)
1456484
139136
65119 424048
1385436 05920 03504
133215 59206 350535
sum= 130245 sum= 778087
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
4 |
| |
|
(diterima)
5 |
| |
|
(diterima)
6 |
| |
|
(diterima)
Kadar KI = 1429571
= 135 7549
V PEMBAHASAN
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan
Reaksi yang mendasari argentometri adalah
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3
- (Gandjar 2007)
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran tidak ada pengotor yang
mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar 1990)
Pada titrasi argentometri zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3) Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood 1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu
1 Indikator
2 Amperometri
3 Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia biasanya terdiri dari perubahan warnamuncul tidaknya kekeruhan
dalam larutan yang dititrasi Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
indikator titrasi netralisasi yaitu
1 Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen
analit
2 Perubahan warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (skogg
1965)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator
yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi antara lain
1 Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hamper mencapai titik ekivalen semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl Larutan standar yang digunakan dalam metode ini yaitu
AgNO3 memiliki normalitas 01 N atau 005 N Indikator menyebabkan terjadinya reaksi
pada titik akhir dengan titran sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata yang
menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+
(Alexeyev 1969)
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi
Ag+
(aq) + Cl-(aq) harr AgCl(s)darr
Sedang pada titik akhir titran juga bereaksi menurut reaksi
2Ag+
(aq) + CrO4(aq) harr Ag2CrO4(s)darr
Pengaturan pH sangat perlu agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi Bila terlalu tinggi
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran
terlalu banyak terpakai
2Ag+
(aq) + 2OH-(aq) harr 2AgOH(s)darr harr Ag2O(s)darr + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7
2- karena reaksi
2H+
(aq) + 2CrO42-
(aq) harr Cr2O72-
+H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian akibatnya
ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam (Alexeyev 1969)
2 Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant dan larutan Fe3+
sebagai
indikator Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag membentuk
endapan putih
Ag+
(aq) + SCN-(aq) harr AgSCN(s)darr (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe
3+(aq) harr FeSCN
2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag
+ maka dengan cara
Volhard titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN
- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali pada larutan X- ditambahkan
Ag+berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+ Maka titrant selain bereaksi dengan Ag
+ tersebut mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX
Ag+
(aq) (berlebih) + X- (aq) harr AgX(s) darr
Ag+
(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) harr AgSCN(s) darr
SCN-(aq) + AgX (s) harr X
-(aq) + AgSCN(aq) darr
Bila hal ini terjadi tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang) Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida perak nitrat standar berlebih yang
diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi
kembali dengan tiosianat baku Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam (Alexeyev 1969)
3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida Dalam larutan fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja)
HFl(aq) harr H+
(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda Karena penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin maka endapan harus berukuran koloid Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+)
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag
+ maka endapan menyerap ion-ion X
-sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
2 Penentuan Kadar Vitamin B1
Volume KSCN 1 = 73 mL N KSCN = N
2 = 71 mL mg Vit B1 = 50 mg
3 = 65 mL BE Vit B1 = 32736
Volume AgNO3 = 65 mL N AgNO3 = N
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
(( ) ( )
)
x (| |)
5205
1728 2986
576 3318
2305 5313
sum= 4609 sum= 86308
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
1 |
| |
|
(diterima)
2 |
| |
|
(diterima)
3 |
| |
|
(diterima)
Kadar = 64041
= 40059
3 Penentuan Kadar Kalium Iodida
Volume titrasi 1 = 41 mL
2 = 39 mL
3 = 375 mL
BE KI = 166
(
)
(
)
(
)
(
)
x (| |)
1456484
139136
65119 424048
1385436 05920 03504
133215 59206 350535
sum= 130245 sum= 778087
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
4 |
| |
|
(diterima)
5 |
| |
|
(diterima)
6 |
| |
|
(diterima)
Kadar KI = 1429571
= 135 7549
V PEMBAHASAN
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan
Reaksi yang mendasari argentometri adalah
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3
- (Gandjar 2007)
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran tidak ada pengotor yang
mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar 1990)
Pada titrasi argentometri zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3) Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood 1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu
1 Indikator
2 Amperometri
3 Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia biasanya terdiri dari perubahan warnamuncul tidaknya kekeruhan
dalam larutan yang dititrasi Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
indikator titrasi netralisasi yaitu
1 Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen
analit
2 Perubahan warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (skogg
1965)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator
yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi antara lain
1 Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hamper mencapai titik ekivalen semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl Larutan standar yang digunakan dalam metode ini yaitu
AgNO3 memiliki normalitas 01 N atau 005 N Indikator menyebabkan terjadinya reaksi
pada titik akhir dengan titran sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata yang
menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+
(Alexeyev 1969)
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi
Ag+
(aq) + Cl-(aq) harr AgCl(s)darr
Sedang pada titik akhir titran juga bereaksi menurut reaksi
2Ag+
(aq) + CrO4(aq) harr Ag2CrO4(s)darr
Pengaturan pH sangat perlu agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi Bila terlalu tinggi
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran
terlalu banyak terpakai
2Ag+
(aq) + 2OH-(aq) harr 2AgOH(s)darr harr Ag2O(s)darr + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7
2- karena reaksi
2H+
(aq) + 2CrO42-
(aq) harr Cr2O72-
+H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian akibatnya
ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam (Alexeyev 1969)
2 Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant dan larutan Fe3+
sebagai
indikator Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag membentuk
endapan putih
Ag+
(aq) + SCN-(aq) harr AgSCN(s)darr (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe
3+(aq) harr FeSCN
2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag
+ maka dengan cara
Volhard titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN
- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali pada larutan X- ditambahkan
Ag+berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+ Maka titrant selain bereaksi dengan Ag
+ tersebut mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX
Ag+
(aq) (berlebih) + X- (aq) harr AgX(s) darr
Ag+
(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) harr AgSCN(s) darr
SCN-(aq) + AgX (s) harr X
-(aq) + AgSCN(aq) darr
Bila hal ini terjadi tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang) Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida perak nitrat standar berlebih yang
diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi
kembali dengan tiosianat baku Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam (Alexeyev 1969)
3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida Dalam larutan fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja)
HFl(aq) harr H+
(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda Karena penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin maka endapan harus berukuran koloid Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+)
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag
+ maka endapan menyerap ion-ion X
-sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
2 |
| |
|
(diterima)
3 |
| |
|
(diterima)
Kadar = 64041
= 40059
3 Penentuan Kadar Kalium Iodida
Volume titrasi 1 = 41 mL
2 = 39 mL
3 = 375 mL
BE KI = 166
(
)
(
)
(
)
(
)
x (| |)
1456484
139136
65119 424048
1385436 05920 03504
133215 59206 350535
sum= 130245 sum= 778087
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
4 |
| |
|
(diterima)
5 |
| |
|
(diterima)
6 |
| |
|
(diterima)
Kadar KI = 1429571
= 135 7549
V PEMBAHASAN
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan
Reaksi yang mendasari argentometri adalah
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3
- (Gandjar 2007)
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran tidak ada pengotor yang
mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar 1990)
Pada titrasi argentometri zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3) Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood 1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu
1 Indikator
2 Amperometri
3 Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia biasanya terdiri dari perubahan warnamuncul tidaknya kekeruhan
dalam larutan yang dititrasi Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
indikator titrasi netralisasi yaitu
1 Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen
analit
2 Perubahan warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (skogg
1965)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator
yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi antara lain
1 Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hamper mencapai titik ekivalen semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl Larutan standar yang digunakan dalam metode ini yaitu
AgNO3 memiliki normalitas 01 N atau 005 N Indikator menyebabkan terjadinya reaksi
pada titik akhir dengan titran sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata yang
menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+
(Alexeyev 1969)
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi
Ag+
(aq) + Cl-(aq) harr AgCl(s)darr
Sedang pada titik akhir titran juga bereaksi menurut reaksi
2Ag+
(aq) + CrO4(aq) harr Ag2CrO4(s)darr
Pengaturan pH sangat perlu agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi Bila terlalu tinggi
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran
terlalu banyak terpakai
2Ag+
(aq) + 2OH-(aq) harr 2AgOH(s)darr harr Ag2O(s)darr + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7
2- karena reaksi
2H+
(aq) + 2CrO42-
(aq) harr Cr2O72-
+H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian akibatnya
ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam (Alexeyev 1969)
2 Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant dan larutan Fe3+
sebagai
indikator Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag membentuk
endapan putih
Ag+
(aq) + SCN-(aq) harr AgSCN(s)darr (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe
3+(aq) harr FeSCN
2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag
+ maka dengan cara
Volhard titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN
- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali pada larutan X- ditambahkan
Ag+berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+ Maka titrant selain bereaksi dengan Ag
+ tersebut mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX
Ag+
(aq) (berlebih) + X- (aq) harr AgX(s) darr
Ag+
(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) harr AgSCN(s) darr
SCN-(aq) + AgX (s) harr X
-(aq) + AgSCN(aq) darr
Bila hal ini terjadi tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang) Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida perak nitrat standar berlebih yang
diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi
kembali dengan tiosianat baku Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam (Alexeyev 1969)
3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida Dalam larutan fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja)
HFl(aq) harr H+
(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda Karena penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin maka endapan harus berukuran koloid Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+)
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag
+ maka endapan menyerap ion-ion X
-sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
x (| |)
1456484
139136
65119 424048
1385436 05920 03504
133215 59206 350535
sum= 130245 sum= 778087
radic
radic
Harga ditolak jika |
|
4 |
| |
|
(diterima)
5 |
| |
|
(diterima)
6 |
| |
|
(diterima)
Kadar KI = 1429571
= 135 7549
V PEMBAHASAN
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan
Reaksi yang mendasari argentometri adalah
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3
- (Gandjar 2007)
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran tidak ada pengotor yang
mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar 1990)
Pada titrasi argentometri zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3) Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood 1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu
1 Indikator
2 Amperometri
3 Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia biasanya terdiri dari perubahan warnamuncul tidaknya kekeruhan
dalam larutan yang dititrasi Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
indikator titrasi netralisasi yaitu
1 Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen
analit
2 Perubahan warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (skogg
1965)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator
yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi antara lain
1 Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hamper mencapai titik ekivalen semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl Larutan standar yang digunakan dalam metode ini yaitu
AgNO3 memiliki normalitas 01 N atau 005 N Indikator menyebabkan terjadinya reaksi
pada titik akhir dengan titran sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata yang
menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+
(Alexeyev 1969)
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi
Ag+
(aq) + Cl-(aq) harr AgCl(s)darr
Sedang pada titik akhir titran juga bereaksi menurut reaksi
2Ag+
(aq) + CrO4(aq) harr Ag2CrO4(s)darr
Pengaturan pH sangat perlu agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi Bila terlalu tinggi
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran
terlalu banyak terpakai
2Ag+
(aq) + 2OH-(aq) harr 2AgOH(s)darr harr Ag2O(s)darr + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7
2- karena reaksi
2H+
(aq) + 2CrO42-
(aq) harr Cr2O72-
+H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian akibatnya
ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam (Alexeyev 1969)
2 Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant dan larutan Fe3+
sebagai
indikator Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag membentuk
endapan putih
Ag+
(aq) + SCN-(aq) harr AgSCN(s)darr (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe
3+(aq) harr FeSCN
2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag
+ maka dengan cara
Volhard titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN
- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali pada larutan X- ditambahkan
Ag+berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+ Maka titrant selain bereaksi dengan Ag
+ tersebut mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX
Ag+
(aq) (berlebih) + X- (aq) harr AgX(s) darr
Ag+
(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) harr AgSCN(s) darr
SCN-(aq) + AgX (s) harr X
-(aq) + AgSCN(aq) darr
Bila hal ini terjadi tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang) Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida perak nitrat standar berlebih yang
diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi
kembali dengan tiosianat baku Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam (Alexeyev 1969)
3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida Dalam larutan fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja)
HFl(aq) harr H+
(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda Karena penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin maka endapan harus berukuran koloid Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+)
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag
+ maka endapan menyerap ion-ion X
-sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
V PEMBAHASAN
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan
Reaksi yang mendasari argentometri adalah
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3
- (Gandjar 2007)
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran tidak ada pengotor yang
mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar 1990)
Pada titrasi argentometri zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3) Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood 1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu
1 Indikator
2 Amperometri
3 Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia biasanya terdiri dari perubahan warnamuncul tidaknya kekeruhan
dalam larutan yang dititrasi Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan
indikator titrasi netralisasi yaitu
1 Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen
analit
2 Perubahan warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (skogg
1965)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator
yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi antara lain
1 Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hamper mencapai titik ekivalen semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl Larutan standar yang digunakan dalam metode ini yaitu
AgNO3 memiliki normalitas 01 N atau 005 N Indikator menyebabkan terjadinya reaksi
pada titik akhir dengan titran sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata yang
menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+
(Alexeyev 1969)
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi
Ag+
(aq) + Cl-(aq) harr AgCl(s)darr
Sedang pada titik akhir titran juga bereaksi menurut reaksi
2Ag+
(aq) + CrO4(aq) harr Ag2CrO4(s)darr
Pengaturan pH sangat perlu agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi Bila terlalu tinggi
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran
terlalu banyak terpakai
2Ag+
(aq) + 2OH-(aq) harr 2AgOH(s)darr harr Ag2O(s)darr + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7
2- karena reaksi
2H+
(aq) + 2CrO42-
(aq) harr Cr2O72-
+H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian akibatnya
ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam (Alexeyev 1969)
2 Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant dan larutan Fe3+
sebagai
indikator Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag membentuk
endapan putih
Ag+
(aq) + SCN-(aq) harr AgSCN(s)darr (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe
3+(aq) harr FeSCN
2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag
+ maka dengan cara
Volhard titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN
- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali pada larutan X- ditambahkan
Ag+berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+ Maka titrant selain bereaksi dengan Ag
+ tersebut mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX
Ag+
(aq) (berlebih) + X- (aq) harr AgX(s) darr
Ag+
(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) harr AgSCN(s) darr
SCN-(aq) + AgX (s) harr X
-(aq) + AgSCN(aq) darr
Bila hal ini terjadi tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang) Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida perak nitrat standar berlebih yang
diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi
kembali dengan tiosianat baku Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam (Alexeyev 1969)
3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida Dalam larutan fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja)
HFl(aq) harr H+
(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda Karena penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin maka endapan harus berukuran koloid Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+)
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag
+ maka endapan menyerap ion-ion X
-sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
2 Perubahan warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (skogg
1965)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator
yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi antara lain
1 Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl dengan
AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat Perubahan warna
tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hamper mencapai titik ekivalen semua ion
Cl- hamper berikatan menjadi AgCl Larutan standar yang digunakan dalam metode ini yaitu
AgNO3 memiliki normalitas 01 N atau 005 N Indikator menyebabkan terjadinya reaksi
pada titik akhir dengan titran sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata yang
menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+
(Alexeyev 1969)
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi
Ag+
(aq) + Cl-(aq) harr AgCl(s)darr
Sedang pada titik akhir titran juga bereaksi menurut reaksi
2Ag+
(aq) + CrO4(aq) harr Ag2CrO4(s)darr
Pengaturan pH sangat perlu agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi Bila terlalu tinggi
dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran
terlalu banyak terpakai
2Ag+
(aq) + 2OH-(aq) harr 2AgOH(s)darr harr Ag2O(s)darr + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7
2- karena reaksi
2H+
(aq) + 2CrO42-
(aq) harr Cr2O72-
+H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian akibatnya
ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam (Alexeyev 1969)
2 Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant dan larutan Fe3+
sebagai
indikator Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag membentuk
endapan putih
Ag+
(aq) + SCN-(aq) harr AgSCN(s)darr (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe
3+(aq) harr FeSCN
2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag
+ maka dengan cara
Volhard titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN
- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali pada larutan X- ditambahkan
Ag+berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+ Maka titrant selain bereaksi dengan Ag
+ tersebut mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX
Ag+
(aq) (berlebih) + X- (aq) harr AgX(s) darr
Ag+
(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) harr AgSCN(s) darr
SCN-(aq) + AgX (s) harr X
-(aq) + AgSCN(aq) darr
Bila hal ini terjadi tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang) Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida perak nitrat standar berlebih yang
diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi
kembali dengan tiosianat baku Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam (Alexeyev 1969)
3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida Dalam larutan fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja)
HFl(aq) harr H+
(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda Karena penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin maka endapan harus berukuran koloid Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+)
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag
+ maka endapan menyerap ion-ion X
-sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian akibatnya
ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam (Alexeyev 1969)
2 Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant dan larutan Fe3+
sebagai
indikator Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag membentuk
endapan putih
Ag+
(aq) + SCN-(aq) harr AgSCN(s)darr (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe
3+(aq) harr FeSCN
2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag
+ maka dengan cara
Volhard titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN
- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali pada larutan X- ditambahkan
Ag+berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+ Maka titrant selain bereaksi dengan Ag
+ tersebut mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX
Ag+
(aq) (berlebih) + X- (aq) harr AgX(s) darr
Ag+
(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) harr AgSCN(s) darr
SCN-(aq) + AgX (s) harr X
-(aq) + AgSCN(aq) darr
Bila hal ini terjadi tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang) Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida perak nitrat standar berlebih yang
diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi
kembali dengan tiosianat baku Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam (Alexeyev 1969)
3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida Dalam larutan fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja)
HFl(aq) harr H+
(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda Karena penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin maka endapan harus berukuran koloid Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+)
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag
+ maka endapan menyerap ion-ion X
-sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
Bila hal ini terjadi tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik
akhirnya melemah (warna berkurang) Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak
boleh sembarang karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator sehingga
kedua reaksi itu saling mempengaruhi Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk
penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida perak nitrat standar berlebih yang
diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi
kembali dengan tiosianat baku Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
halogenida karena ion-ion karbonat oksalat dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya
larut dalam keadaan asam (Alexeyev 1969)
3 Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak Misalnya fluoresein
yang digunakan dalam titrasi ion klorida Dalam larutan fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja)
HFl(aq) harr H+
(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda Karena penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin maka endapan harus berukuran koloid Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+)
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag
+ maka endapan menyerap ion-ion X
-sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif Karena muatan Fl- juga negatif maka Fl
-
tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut Makin lanjut titrasi
dilakukan makin kurang kelebihan ion X- menjelang titik ekivalen ion X
- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X-maupun
Ag+ jadi koloid menjadi netral Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag
+ Ion-
ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl
-
dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas yakni
a Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
b Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
c Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi
(Harjadi 1990)
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat
akurat dan terpercaya Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi 1990)
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain
1 Perak nitrat ( AgNO3 )
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam
gelap diatas silika gel P selama 4 jam mengandung tidak kurang dari
998 dan tidak lebih dari 1005 AgNO3 Pemerian hablur tidak
berwarna atau putih bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik menjadi
berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan pH larutan lebih kurang 55 Kelarutan sangat
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
mudah larut dalam air terlebih dalam air mendidi agak sukar larut dalam etanol
mendidih sukar larut dalam eter Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
tidak tembus cahaya ( Anonim 1995 )
2 Asam Nitrat
Asam nitrat (HNO3) bm 6301 murni pereaksi Pemerian
cairan berasap jernih tidak berwarna Mengandung tidak kurang
dari 690 dan tidak lebih dari 710 HNO3 Asam nitrat encer (10) HNO3 encerkan
105 ml asam nitrat dengan air hingga 1000 ml (Anonim 1979)
3 Natrium Klorida ( NaCl )
Natrium klorida mengandungbtidak kurang dari 995
NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian
hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau rasa asin
Kelarutan larut dalam 28 bagian air dalam 27 bagian air mendidih dan dalam lebih
kurang 10 bagian gliserol P sukar laryt dalam etanol (95) P Penyimpanan dalam
wadah tertutup baik (Anonim 1979)
4 Kalium tiosianat (KSCN)
Kalium tiosianat KSCN menganddung tidfak kurang dari 990 KCNS dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan Pemerian hablur tidak berwarna meleleh basah
Kelarutan larut dalam 05 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak Keasaman
kebasaan larutan 10 bv dalam air bebas karbondioksida tidak bereaksi alkalis
terhadap larutan biro bromtimol (Anonim 1979)
5 Kalium Kromat
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 990
K2CrO4 Pemerian masssa hablur kuning Kelarutan sangat mudah
larut dalam air larutan jernih Larutan kalium kromat encer P merupakan
larutan kalium kromat 50 bv (Anonim 1979)
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
6 Kalium Klorida (KCl)
Kalium Klorida (KCl) mengandung tidak kurang dari
990 KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma tidak
berwarna atau serbuk butir putih tidak berbau rasa asin mantap di udara Kelrutan larut
dalam 3 bagian air sangat mudah larut dalam air mendidih praktis tidak larut dalam
etanol mutlak dan dalam eter Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan
penggunaan sumber ion kalium (Anonim1979)
7 Vitamin B1 tiamin HCl
Vitamin B1 atau tiamina hidroklorida
mengandung tidak kurang dari 980 dan tidak lebih
dari 1010 C12H17ClN4OSHCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan BM 33727 Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih bau
khas lemah mirip ragi rasa pahit Kelarutan mudah larut dalam air sukar larut dalam
etanol(95) praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen larut dalam gliserol
Keasaman kebasaan pH larutan 1 bv 27-34 (Anonim1979)
8 Kalium Iodida
Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 990 dan tidak lebih
dari 1015 KI dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian hablur heksahedral transparan atau tidak berwarna opak
dan putih atau serbuk butiran putih higroskopis Kelarutan sangat mudah larut dalam air
lebih mudah larut dalam air mendidih larut dalam etanol 95 mudah larut dalam
gliserolpenyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan antijamur
(Anonim1979)
9 Aquades (H2O BM 1802)
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan
destilasi perlakuan menggunakan penukar ion osmosis balik atau
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
proses lain yang sesuai Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum Tidak
mengandung zat tambahan lain Pemeriannya cairan jernih tidak berwarna dan tidak
berbau (Anonim 1995)
10 Besi (III) ammonium sulfat
Pemerian hablur feri amonium sulfat berwarna ungu sangat
muda seperti tawas lainnya memiliki bentuk kristal
oktahedral mudah larut dalam air serta dalam air bersifat
asam karena terjadi hidrolisis Dalam udara kering feri amonium sulfat akan kehilangan
18 mol air hablurnya dan berubah awarna menjadi putih
11 Eosin
Eosin kekuningan Y Natrium Tetrabromo
Fluoresin C20H6Na2O5 BM 69116 Pemerian serbuk atau
lempengan merah sampai merah kecoklatan Kelarutan
Larut dalam air agak sukar larut dalam etanol
Pembuatan larutan baku
A Larutan Perak Nitran 01 N
Metode yang digunakan pada standarisasi AgNO3 dengan NaCl adalah metode
Mohr dengan indikator K2CrO4 Penambahan indikator ini akan menjadikan warna
larutan menjadi kuning Titrasi dilakukan hingga mencapai titik ekuivalen Titik
ekuivalen ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata dan
munculnya endapan putih secara permanen
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku) Laju terjadinya
koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen Penambahan NaCI ditersukan
sampai titik akhir tercapai Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
endapan AgCI pada cairan supernatan Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan
untuk menyempurnakan titik akhir (Underwood 1986)
Pembuatan larutan AgNO3 dilakukan dengan memasukkan 85 g AgNO3 ke dalam
beaker glass kemudian diencerkan dengan 500 mL aquadest Selanjutnya untuk
pembakuan dilakukan dengan menimbang lebih kurang 125mg NaCl P yang sebelumnya
telah dikeringkan pada suhu 100-120degC Dilarutkan dalam 25 mL air kemudian dititrasi
dengan AgNO3 menggunakan 1 mL indikator K2CrO4 5 sehingga terbentuk warna
cokelat merah lemah Dalam pembuatan AgNO3 normalitas yang diharapkan adalah 01
N Larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri
jenis argentometri Reaksi yang terjadi adalah
AgNO3(aq) + NaCl(aq) rarr AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan
larutan yang jernih dan tidak berwarna Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH
larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan garam ini sebagai
buffer Larutan kemudian berubah menjadi setelah penambahan 1 mL indicator K2CrO4
5 (Harizul 1995)
Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral Kalium kromat
hanya bisa digunakan dalam suasana netral Jika kalium kromat pada reaksi dengan
suasana asam maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi
2 CrO42-
+ 2 H+ harr Cr2O7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi
2 Ag+ + 2OH
- darr harr H2O
Hasil reaksi ini berupa endapan AgCl Ag+ dan AgNO3 dengan Cl
- dari NaCl akan
bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Setelah ion Cl- dalam NaCl
telah bereaksi semua maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4
2- dari K2CrO4
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
(indikator) yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah bata
Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl Keadaan tersebut
dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol
grek NaCl Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan Ion Cl- lebih dulu bereaksi
pada ion CrO42-
kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl
- lebih
besar dibandingkan Ag+ dan CrO4
2- (Harizul 1995)
AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3
01 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi
larutan yang lain Dalam titrasi ini titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan
harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai (Harizul 1995)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 207 mL 189 mL dan 201 mL serta
didapatkan Normalitas AgNO3 pada masing-masing tabung 01032 N 01131 N dan
01063 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0107 N
B Larutan Kalium Tiosianat 01 N
Proses standarisasi K2CNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukan
normalitas dari K2CNS dari volume rata-rata K2CNS yang diperlukan untuk
menstandarisasi AgNO3 AgNO3 yang sudah distandarisasi digunakan untuk
menstandarisasi K2CNS dengan indikator ferri ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2]
Metode ini disebut metode volhard Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh Pada
awal penetesan K2CNS terjadi reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS
yang berwarna putih dengan persamaan reaksi
K2CNS (aq) + AgNO3 (aq) rarr AgCNS darr (s) + K2NO3 (aq)
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih tetapi larutan masih bening
Sebelum dititrasi tadi larutan AgNO3 01 N ditambah dengan 1 mL HNO3 P dan 1 ml
indikator ferri ammonium sulfat Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit
kelebihan K2CNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe
3+ dari
ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-
dengan reaksi
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
Fe3+
+ 6 CNS rarr [Fe(CNS)6]3-
Reaksi 1M harus terjadi pada pH asam (rendah) Untuk menimbulkan suasana
asam pada sistem ditambahkan asam nitrat P Setelah terjadi perubahan warna kompleks
Fe(CNS)63-
yang memberikan warna merah bata maka titrasi segera dihentikan Pada
percobaan volume K2CNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3 dengan didapat
konsentrasi K2CNS normalitas K2CNS sebesar 0088 N
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 305 mL 309 mL dan 299 mL serta
didapatkan Normalitas KSCN pada masing-masing tabung 00877 N 00866 N dan
0895 N dengan Normalitas rata-rata dari ketiga tabung tersebut adalah 0088 N
Penentuan Kadar
A Penentuan Kadar Kalium Klorida (metode Mohr)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang 50 mg sampel
yang kemudian dilarutkan dalam 25 mL aquadest kadar KCl murni yang terkandung
dalam 50 mg sample tadi dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya
menggunakan titrasi argentometri dan AgNO3 sebagai larutan standar Kemudian
larutan sampel yang telah dibuat dititrasi Indikator yang digunakan adalah 05 mL
kalium kromat (K2CrO4)
Pada awal penambahan ion Cl- dalam sampel bereaksi dengan ion Ag
+ yang
ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih Sedangkan larutan
pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4 Saat terjadi titik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag
+ yang berarti ion Cl
- habis
dalam sistem Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+
bereaksi dengan ion CrO42-
dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih
dengan warna merah bata dalam latar belakan gendapan putih (Harizul 1995)
Selama titrasi mohr larutan harus diaduk dengan baik Bila tidak
maka secara lokal terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai clan dioklusi oleh endapan AgCI yang
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
terbentuk kemudian akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak sharp (Harjadi
1990)
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut
AgNO3 (aq) + KCL (aq) rarr AgCldarr (putih) + KNO3 (aq)
2 Ag+
(aq)+ CrO42-
(aq) rarr Ag2CrO4 (s) darr (endapan putih berwarna merah bata)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel
dan 11638 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 13843 Setelah
di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 121864 atau 156848 Data
ini tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium
Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005 KCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
B
Larutan AgNO3 Larutan KCl Hasil Titrasi
Endapan AgCl
(setelah titrasi)
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
B Penentuan Kadar Vitamin B1 Tiamin HCL (metode Volhard)
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat Dengan begitu
suasana harus asam maka pada system ditambah HNO3 01 N Dalam percobaan ini 50
mg sampel setelah diasamkan kemudian direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 5 ml
(01N) dan akan menghasilkan endapan AgCl Adanya HNO3 encer tidak begitu
berpengaruh karena AgCl tidak bereaksi denan HNO3 AgNO3 dibuat berlebih lalu dari
AgNO3 yang bereaksi dengan Br- bereaksi dengan K2CNS yang diteteskan
Pada awal penambahan terbentuk endapan putih AgCNS tapi setelah Ag+ sisa
telah habis kelebihan sedikit K2CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+
dari
feri (III) ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange
Setelah sesaat terjadi perubahan warna berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi
segera dihentikan (Harizul 1995)
Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
1 AgNO3 (aq) + HCl (aq) rarr AgCl darr (putih) + HNO3 (aq) (sebelum penampahan K2CNS)
2 AgNO3 sisa (aq) + K2CNS rarr AgCNS darr (putih) + K2NO3 (aq)
3 Fe3+
+ CNS rarr (Fe(CNS))3+
(Saat terjadi titik ekuivalen)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 73 mL 71 mL dan 65 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 3477 4628 dan
751 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 5205 Setelah di
hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 40059 atau 64041 Data ini
tidak sesuai dengan literatur (Anonim 1995) yang menyebutkan bahwa Kalium Klorida
mengandung tidak kurang dari 98 dan tidak lebih dari 102 KCl dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan
C Penentuan Kadar Kalium Iodida (metode Fajans)
Penentuan kadar kalium klorida dilakukan dengan menimbang kurang lebih 50
mg sampel yang kemudian dilarutkan dalam 125 mL air dan ditambahkan 15 mL asam
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
asetat 6 Titrasi pada perak perak nitrat 01 N digunakan 2 tetes indicator eosin atau
fluorescein hingga endapan yang terbentuk berubah menjadi merah
Metode ini menggunakan indicator adsorbsi sebagai kenyataan bahwa pada titik
ekuivalen indicator ini tidak memberi warna pada larutan tetapi pada permukaan
endapan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah endapan dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid Garam netral dalam jumlah besar ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi sedikit sekali dan
mengakibatkan perubahan indicator tidak jelas
Reaksi yang terjadi
1 KI + AgNO3 rarr AgI (endapan putih)
2 AgI + Ag+ + H eosin rarr H
+ + AgI + Ag eosin (endapan merah) (Fatah 1980)
Dari praktikum didapatkan hasil titrasi 41 mL 39 mL dan 375 mL serta
didapatkan kadar Kalium Klorida pada masing-masing sampel 1456484 1385436
dan 133215 dengan kadar rata-rata dari ketiga sampel tersebut adalah 139356
Setelah di hitung kadar Kalium pada sampel tersebut bernilai 1357549 atau
1429571 Data ini tidak sesuai dengan literature (Anonim 1995) yang menyebutkan
bahwa Kalium Klorida mengandung tidak kurang dari 99 dan tidak lebih dari 1005
KCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat
pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan yaitu turunan
krisodin Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi
danmemberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom Indikator ini berwarna
merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa Indikator ini juga digunakan
untuk titrasi ion I- dengan ion Ag
+ Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya
(Khopkar 1990)
Selain kelemahan indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta
endapan mempunyai luas permukaan yang besar Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut Indikator-indikator tersebut bekerja
pada batasandaerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel 1990)
VI Kesimpulan
Penetapan kadar kalium klorida menggunakan prinsip pengendapan yaitu
mengunakan larutan AgNO3 0107 N sebagai larutan baku dengan indikator kalium
kromat Penetapan kadar kalium klorida ini termasuk titrasi argentometri dengan metode
Mohr Kadar kalium klorida yaitu
VII Daftar Pustaka
Alexeyev V 1969 Quantitative Analysi MIR Publishers Moscow
Anonim 1979 Farmakope Indonesia Edisis III Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Anonim 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta
Fatah A M 1980 Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UGM Yogyakarta
Harizul R 1995 Asas Pemeriksaan Kimia UI Press Jakarta
Harjadi W 1990 Ilmu Kimia Analitik Dasar PT Gramedia Jakarta
Khopkar 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik Universitas Indonesia Jakarta
Khopkhar SM 1990 Konsep Dasar Kimia Analitik UI Press Jakarta
Skogg 1965 Analytical Chemistry Edisi keenam Sounders College Publishing Florida
Underwood A L 1989 Analisa Kuantitatif Edisi Keempat Erlangga Jakarta
Vogel 1990 Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Kalman
Media Pustaka Jakarta