Upload
eni-herdiani
View
1.276
Download
220
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dgh
Citation preview
Penentuan Kadar Teofilin Dengan Agentometri dan Spektrofotometer UV-Visible
Natasya Fauziah, Safitri Yuniasih, Wisnu Kongga Putra, Rika Fitri M, Priska Aryani
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung-Sumedang KM 21 Jatinangor Sumedang Indonesia 45363
ABSTRAK
Telah dilakukan penetapan kadar teofilin dengan menggunakan metode titrasi dan spektrofotometri ultraviolet. Metode titrasi yang digunakan adalah titrasi argentometri Volhard dan alkalimetri. Penetapan kadar teofilin dengan metode titrasi argentometri Volhard dan alkalimetri dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam farmakope indonesia, dimana sampel sebanyak 250 mg dilarutkan dalam 100 ml aquadest yang kemudian ditambahkan larutan perak nitrat. Titrasi dilakukan dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N dengan fenol merah sebagai indikator. Titrasi dihentikan sampai batas equivalen diketahui dengan terjadinya perubahan warna larutan dari kuning menjadi rosa, sehingga dapat diketahui kadar teofilin. Penetapan kadar teofilin dengan spektrofotometri ultraviolet dilakukan dengan pelarut aquades. Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan menggunakan larutan baku teofilin dengan aquades sebagai blanko. Panjang gelombang maksimum dihasilkan pada 274 nm. Kurva baku dibuat dari pengukuran absorbansi variasi konsentrasi larutan baku yaitu 4 ppm, 12 ppm, dan 20 ppm sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Larutan sampel dibuat dengan konsentrasi 106 ppm sebanyak 100 mL, lalu diencerkan menjadi 12,72 ppm kemudian diukur pada panjang gelombang 274 nm. Nilai absorbansi larutan sampel disubstitusikan ke dalam persamaan. Hasil penelitian menunjukkan kadar teofilin memiliki persentase 101,63% dengan metode titrasi dan 106,7% dengan spektrofotometri ultraviolet. Hasil penentuan kadar menggunakan metode titrasi memenuhi syarat dimana rentang kadar teofilin dalam farmakope tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 102,0%, sedangkan menggunakan spektrofotometri ultraviolet tidak memenuhi syarat karena tidak berada dalam rentang kadar teofilin dalam farmakope.
Kata Kunci : Teofilin, Penetapan kadar, Argentometri, Volhard, Alkalimetri, Spektrofotometri ultravioleet
ABSTRACT
The determination levels of theophylline using titration and ultraviolet spectrophotometry
method has been carried out. The titration method used is Volhard-argentometry titration
and alkalimetry. Assay of theophylline with Volhard-argentometry titration and alkalimetry
method is based on provision in Indonesian pharmacopoeia, where 250 mg of sample
dissolved in 100 ml of distilled water then the silver nitrate solution was added. The Titration
performed using 0.1 N sodium hydroxide solution with phenol red as indicator. The titration
process is stopped until equivalent is known by the color of the solution changes from yellow
to rose, so that the theophylline levels can be determined. Assay of theophylline with
ultraviolet spectrophotometry done by using distilled water as the solvent. The maximum
wavelength is determined by using a standard solution of theophylline with distilled water as
a blank. The result is maximum wavelength at 274 nm. Standard curve created from
absorbance measurements of standard solution with 4 ppm, 12 ppm, and 20 ppm as a
variation of the concentration in order to obtain the linear regression equation. Prepared
sample solution with a concentration of 106 ppm as much as 100 mL, and then diluted into
12.72 ppm after that measured at a wavelength of 274 nm. Absorbance value of the sample
solution is substituted into the equation. The results showed levels of theophylline have a
percentage of 101.63% with titration method and 106,7% with ultraviolet
spectrophotometry. Results are eligible range theophylline levels in the pharmacopoeia of
which no less than 97.0% and not more than 102.0%. The assay results using titration
methods is qualify where the range of theophylline levels in pharmacopoeia is not less than
97.0% and not more than 102.0%, while the use of ultraviolet spectrophotometry not qualify
because it is not within the range of theophylline levels in pharmacopoeia.
Keywords : Theophylline, Assay, Argentometry, Volhard, Alkalimetry, Ultraviolet Spectrophotometry
PENDAHULUAN
Theofilin monohidrat [5967-84-0] C7H8N4O2 BM 198,18
Theofilin anhihdrat [58-55-9] C7H8N4O2. H2O BM 180,17
(Farmakope Indonesia IV, 1995).
Teofilin mengandung satu molekul air hidrat atau anhidrat mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 102,0% C7H8N4O2 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Farmakope Indonesia IV, 1995).
Teofilin merupakan serbuk berserat atau granul, berwarna putih, suspensi dalam air bereaksi netral terhadap lakmus P, mengembang dalam air dan membentuk suspensii yang jernih hingga opalesen kental, koloidal dengan kelarutan sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam ammonium hidroksida agak sukar larut dalam etanol (Farmakope Indonesia IV, 1995).
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi atgentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indicator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan,
kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood, 1992).
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari argentometri adalah :
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3- (Gandjar, 2007).
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar, 1990).
Metode-metode dalam titrasi argentometri antara lain metode Mohr, Valhard, K. Fajans dan liebieg. Metode mohr yaitu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Metode volhard yaitu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromida dan iodida dalam suasana asam. Metode K. Fajans merupan metode yang menggunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Metode liebig merupan metode yang titik akhir titrasi tidak di tentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan (Fatah, 1982).
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu:Potensiometri, Amperometri, dan Indikator kimia. Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit (Skogg,1965).
Titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi,yaitu :
• Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function darireagen /analit.
• Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (Skogg, 1965).
Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :
1. Metode Mohr (Pembentukan Endapan Berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O (Khopkar, 1990).
2. Metode Valhard (Penentu Zat Warna Yang Mudah Larut)
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN (Khopkar, 1990).
3. Metode Fajans (Indikator absorbsi)
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator adsorbsi seperti eosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator adsorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3
menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Gandjar, 2007).
Kesulitan dalam menggunakan indicator absorbs ialah banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensitifitas) dan menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indicator absorbs biasanya cepat, akurat, dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi,1990).
Perak nitrat ( AgNO3 )
Nama resmi :Argenti Nitras
Nama lain : Perak Nitrat
Rumus Molekul: AgNO3
Berat Molekul : 169,87
Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam gelap diatas silika gel P selama 4 jam, mengandung tidak kurang dari 99,8% dan tidak lebih dari 100,5% AgNO3. Pemerian : hablur, tidak berwarna atau putih, bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik, menjadi berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan, pH larutan lebih kurang 5,5. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, terlebih dalam air mendidi, agak sukar larut dalam etanol mendidih, sukar larut dalam eter. Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Farmakope Indonesia IV, 1995).
Natrium Klorida ( Natrii Chloridum )
Rumus Molekul: NaCl
Berat Molekul : 58,44
Natrium klorida mengandungtidak kurang dari 99,0%, dan tidak lebih dari 101,1% NaCl dihitung terhadap zat yang
telah dikeringkan. Tidak mengandung zat tambahan.
Pemerian : hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, rasa asin.
Kelarutan : mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik (Farmakope Indonesia IV, 1995).
Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Untuk titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (Skogg, 1965).
Spektroskopi adalah mengukur mengenai seberapa banyak aksi energi radiasi yang diserap oleh materi senyawa organik maupun non organik sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi tersebut (Harjadi, 1884). Spektrofotometri
Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu maupun pengukuran absorpsi terisolasi pada panjang gelombang tertentu (Day dan Underwood, 1999).
Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Gandjar dan Abdul, 2007).
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spectrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer yang merupakan alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2003).
Keuntungan dari spektrofotometer adalah sebagai berikut :
1. Pertama penggunaannya luas, dapat digunakan untuk senyawa anorganik, organik dan biokimia yang diabsorpsi di daerah ultra lembayung atau daerah tampak.
2. Sensitivitasnya tinggi, batas deteksi untuk mengabsorpsi pada jarak 10-4 sampai 10-5 M. Jarak ini dapat diperpanjang menjadi 10-6 sampai 10-7 M dengan prosedur modifikasi yang pasti.
3. Selektivitasnya sedang sampai tinggi, jika panjang gelombang dapat ditemukan dimana analit mengabsorpsi sendiri, persiapan pemisahan menjadi tidak perlu.
4. Ketelitiannya baik, kesalahan relatif pada konsentrasi yang ditemui dengan tipe spektrofotometer UV-Vis ada pada jarak dari 1% sampai 5%. Kesalahan tersebut dapat diperkecil hingga beberapa puluh persen dengan perlakuan yang khusus. Dan yang terakhir mudah, spektrofotometer mengukur dengan mudah dan kinerjanya cepat dengan instrumen modern, daerah pembacaannya otomatis (Skoog, DA, 1996).
Cara-cara ini didasarkan pada pengukuran fraksi cahaya yang diserap analat. Prinsipnya : seberkas sinar dilewatkan pada analat, setelah melewati analat, intensitas cahaya berkurang sebanding dengan banyaknya molekul analat yang menyerap cahaya itu. Intensitas cahaya sebelum dan sesudah melewati bahan diukur dan dari situ dapat ditentukan jumlah bahan yang bersangkutan (Harjadi, 1993).
Bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap oleh medium itu, dan sisanya diteruskan. Jika intensitas sinar masuk dinyatakan oleh Io, Ia intensitas sinar yang diserap, It intensitas sinar diteruskan, Ir intensitas sinar terpantulkan, maka:
Io = Ia + Ir + It
Untuk antar muka udara-kaca sebagai akibat penggunaan sel kaca,
dapatlah dinyatakan bahwa 4% cahaya masuk akan dipantulkan. Ir biasanya terhapus dengan penggunaan suatu control, seperti misalnya sel pembanding, jadi:
Io = Ia + It (Basset dkk, 1994).
Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer, yaitu
1. Single-beam Instrument
Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa instrumen menghasilkan single-beam instrument untuk pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800 sampai 1000 nm (Skoog, DA, 1996).
2. Double-beam Instrument
Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750 nm. Double-beam instrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel, mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca (Skoog, DA, 1996).
METODE
1. Metode Menggunakan Titrasi Argentometri
Alat
Timbangan Analitik, Kertas
Perkamen, Spatel, Labu Erlenmeyer 250
mL, Gelas Ukur, Gelas Kimia, Buret 50
mL, Statif, Pipet, Bulb Pipet dan Volume
Pipet.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah
Aquades, Sampel Teofilin 250 mg,
Larutan Perak Nitrat (AgNO3) 0,1 N 100
mL, Larutan Natrium Klorida (NaCl) 0,1
N 50 mL, Larutan Natrium Hidroksida
(NaOH) 0,1 N 100 mL, larutan Asam
Oksalat (C2H2O4) 0,1 N 50 mL, Indikator
Fenolftalein, Indikator Fenol Merah dan
Indikator Kalium Dikromat 5%.
Prosedur
1. Pembuatan Larutan Perak
Nitrat 0,1 N 100 ml
Perak nitrat ditimbang
sebanyak 1,7 gram kemudian
dimasukkan kedalam gelas kimia
100 mL. Larutkan perak nitrat
dengan sebagian aquades diaduk
sampai homogen dan di add sampai
100 mL, di aduk kembali sampai
larut sempurna.
2. Pembuatan Larutan baku
Natrium Klorida 0,1 N 50 ml
Ditimbang NaCl sebanyak
0,3 gram. Kemudian dimasukkan
ke dalam labu ukur 50 mL,
ditambahkan aquades sebanyak 50
mL. labu ukur kemudian dikocok
sampai NaCl larut sempurna.
3. Pembuatan Larutan Natrium
Hidroksida 0,1 N 100 mL
Ditimbang NaOH sebanyak
0,4 gram. Dimasukkan ke dalam
gelas kimia 100 mL. Kemudian di
larutkan dengan aquades yang telah
dipanaskan (Bebas CO2) sebanyak
100 mL, diaduk sampai NaOH
larut sempurna.
4. Pembuatan Larutan Baku Asam
Oksalat 0,1 N 50 mL
Ditimbang C2H2O4
sebanyak 0,3 gram. Dimasukkan
kedalam labu ukur 50 mL.
kemudian ditambahkan aquades
sebanyak 50 mL. labu ukur di
kocok samapai C2H2O4 larut
sempurna.
5. Pembuatan Larutan Baku
Pentiter
Pembakuan Larutan Perak
Nitrat 0,1 N oleh Larutan
Natrium Klorida 0,1 N
10 mL larutan NaCl 0,1 N
dipipet kedalam labu
Erlenmeyer 250 mL,
ditambahkan indikator kalium
dikromat 5% sebanyak 1 mL.
kemudian dititrasi dengan
larutan perak Nitrat 0,1 N
sampai terbentuk endapan warna
merah. Dicatat volume larutan
perak nitrat yang diperlukan.
Titrasi dilakukan secara triplo.
Selanjutnya dihitung Normalitas
Larutan Perak Nitrat yang
Sebenarnya.
V AgNO3 (ml) V NaCl (ml)
10.8 10
10.7 10
10.9 10
V rata-rata =
10.8
V rata-rata =
10
N1 . V1 (AgNO3) = N2 . V2
(NaCl)
N1 . 10,8 ml = 0,1 . 10 ml
N AgNO3 = 0,0925
Pembakuan Larutan Natrium
Hidroksida 0,1 N oleh Larutan
Asam Oksalat 0,1 N
10 mL larutan Asam
Oksalat 0,1 N dipipet kedalam
labu Erlenmeyer 250 mL,
ditambahkan indikator
Fenolftalei 1 % sebanyak 3
tetes. kemudian dititrasi dengan
larutan Natrium Hidroksida 0,1
N sampai larutan tepat berubah
warna menjadi warna merah
muda. Dicatat volume larutan
Natrium Hidroksida yang
diperlukan. Titrasi dilakukan
secara triplo. Selanjutnya
dihitung Normalitas Larutan
Natrium Hidroksida yang
Sebenarnya.
V NaOH (ml) V C2H2O4
(ml)
10.2 10
10 10
10.1 10
V rata-rata =
10.1
V rata-rata
= 10
N1 . V1 (NaOH) = N2 . V2
(C2H2O4)
N1 . 10,1 ml = 0,1 . 10 ml
N C2H2O4 = 0,099
6. Penetapan Kadar Sampel
Teofilin
Sampel Teofilin ditimbang
sebanyak 250 mg. lalu dimasukkan
kedalam labu Erlenmeyer 250 ml.
kemudian dilarutkan dengan 100
ml aquades, diaduk samapai larut.
Lalu ditambahkan larutan perak
nitrat 0.092 N sebanyak 20 mL
diaduk sampai terbentuk endapan
putih. Ditambahkan 3 tetes
indikator fenol merah, diaduk
sampai homogen. Kemudian
dititrasi dengan larutan NaOH
0.099 N sampai terjadi perubahan
warna, dimana larutan menjadi
warna pink muda. Dicatat volume
larutan Natrium Hidroksida yang
diperlukan. Titrasi dilakukan secara
triplo. Hitung kadar Sampel
Teofilin.
Kadar sampel =
V NaOH X Mr Teofilin X N
NaOH X 100 %
Massa Sampel Teofilin
2. Metode Menggunakan
Spektrofotometri UV-VIS
Alat
Timbangan Analitik, Kertas
Perkamen, Spatel, Labu ukur 20 ml, Labu
ukur 50 ml, Labu ukur 100 ml, Gelas
Kimia, Pipet tetes, Bulb Pipet, botol
aquades dan Volume Pipet.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan
adalah Aquades, Sampel Teofilin 10 mg,
dan Baku Teofilin BPFI 10 mg.
Prosedur
7. Pembuatan Larutan Baku
Pembanding (Stock Standard
Solution)
Ditimbang 10 mg Teofilin
standar BPFI. Dimasukkan
kedalam labu ukur 50 ml.
kemudian ditambahkan aquades
sampai tanda batas, sehingga
didapat larutan stock dengan
konsentrasi 200 ppm. Dikocok
sampai homogen.
8. Penetapan Panjang Gelombang
Maksimum (λ max)
Dipipet 1.2 ml larutan stock
yang telah dibuat. Dimasukkan
kedalam labu ukur 20 ml.
ditambahkan aquades hingga tanda
batas, sehingga didapat konsentrasi
larutan stock 12 ppm. Dikocok
sampai homogen. Ukur absorbansi
terhadap blanko aquades. Sehingga
di dapat λ maksimum dengan
menunjukkan nilai Absorbansi
maksimum. Untuk larutan yang
tidak berwarna alat
spektrofotometri UV terlebih
dahulu di scan mode dengan
panjang gelombang 190-330 nm.
9. Pembuatan Kurva Baku Teofilin
Dipipet (0.4, 1.2, dan 2.0)
ml larutan baku stock. Kemudian
dimasukkan kedalam labu ukur 20
ml. ditambahkan aquades hingga
tanda batas, sehingga didapat
larutan stock dengan konsentrasi 4
ppm, 12 ppm, dan 20 ppm.
Dikocok sampai homogen.
Masing-masing konsentrasi diukur
absorbansinya dengan instrument
spektrofotometri UV pada panjang
gelombang maksimum yang telah
didapat. Dibuat kurva kalibrasi
antara konsentrasi terhadap
absorbansi, sehingga didapat
persamaan regresi linier untuk
penetapan konsentrasi sampel
Teofilin. Ditimbang NaOH
sebanyak 0,4 gram. Dimasukkan ke
dalam gelas kimia 100 mL.
10. Penetapan Kadar Teofilin
Sampel
Ditimbang 10 mg teofilin
sampel. Dimasukkan kedalam labu
ukur 100 ml. kemudian dilarutkan
dengan aquades sampai tanda
batas, sehingga didapat konsentrasi
sampel 100 ppm. Dikocok sampai
homogen. Kemudian dilakukan
pengenceran sampel menjadi 12
ppm. Dipipet 2.4 ml larutan
sampel, dimasukkan kedalam labu
ukur 20 ml. kemudian ditambahkan
aquades hingga tanda batas.
Dikocok sampai homogen.
Selanjutnya diukur absorbansi
sampel pada panjang gelombang
maksimumnya. Jika absorbansi
terlalu besar larutan diencerkan
kembali. Absorbansi hasil
pengukuran dimasukkan ke dalam
persamaan regresi linier untuk
menentukan konsentrasinya,
sehingga diketahui % kadar
Teofilin sampel.
Perhitungan :
Perhitungan penyiapan
sampel dan larutan stock
1. 4 ppm = V1 N1 = V2 N2
20 ml X 4 ppm =
200 ppm X V2
V2 = 80/200 = 0.4
ml
2. 12 ppm = V1 N1 = V2 N2
20 ml X 12 ppm =
200 ppm X V2
V2 = 240/200 = 1.2
ml
3. 20 ppm = V1 N1 = V2 N2
20 ml X 20 ppm =
200 ppm X V2
V2 = 400/200 = 2
ml
4. Sampel 100 ppm
12 ppm = V1 N1 = V2 N2
20 ml X 12 ppm =
100 ppm X V2
V2 = 240/200 = 2.4
ml
5. Sampel 106 ppm = V1 N1
= V2 N2
20 ml X N1 = 106
ppm 2.4 ml
N1 = 12.72 ppm
Hasil Absorbansi
1. 4 ppm = Absorbansi =
0.2180+0.2180+0.2180/3 =
0.2180
2. 12 ppm = Absorbansi =
0.5945+0.5945+0.5944/3 =
0.5944
3. 20 ppm = Absorbansi =
0.9058+0.9049+0.9029/3 =
0.9045
4. 12 ppm (Sampel) =
Absorbansi =
0.6400+0.6396+0.6398/3 =
0.6398
Persamaan Regresi Linier
Didapat persamaan regresi
linier y = 0.0429 X +
0.0574
Perhitungan Konsentrasi
sampel Teofilin
y = 0.0429 X + 0.0574
0.6398 = 0.0429 X +
0.0574
X = 0.6398-0.0574/0.0429
= 13.57 ppm
13.57 ppm X 106
ppm/12.72 ppm =
113.0833 ppm
113.0833 ppm =
113.0833 µg/ml x 100
ml = 11308.33 µg =
11.30833 mg
Perhitungan kadar sampel
Teofilin
Kadar Teofilin = 11.30833
mg/ 10.6 mg X 100 % =
106,7 %
10 mL larutan NaCl 0,1 N
dipipet kedalam labu
Erlenmeyer 250 mL,
ditambahkan indikator kalium
dikromat 5% sebanyak 1 mL.
kemudian dititrasi dengan
larutan perak Nitrat 0,1 N
sampai terbentuk endapan warna
merah. Dicatat volume larutan
perak nitrat yang diperlukan.
Titrasi dilakukan secara triplo.
Selanjutnya dihitung Normalitas
Larutan Perak Nitrat yang
Sebenarnya.
V AgNO3 (ml) V NaCl
(ml)
10.8 10
10.7 10
10.9 10
V rata-rata = 10.8 V rata-rata
= 10
N1 . V1 (AgNO3) = N2 . V2
(NaCl)
N1 . 10,8 ml = 0,1 . 10 ml
N AgNO3 = 0,0925
Pembakuan Larutan Natrium
Hidroksida 0,1 N oleh Larutan
Asam Oksalat 0,1 N
10 mL larutan Asam
Oksalat 0,1 N dipipet kedalam
labu Erlenmeyer 250 mL,
ditambahkan indikator
Fenolftalei 1 % sebanyak 3
tetes. kemudian dititrasi dengan
larutan Natrium Hidroksida 0,1
N sampai larutan tepat berubah
warna menjadi warna merah
muda. Dicatat volume larutan
Natrium Hidroksida yang
diperlukan. Titrasi dilakukan
secara triplo. Selanjutnya
dihitung Normalitas Larutan
Natrium Hidroksida yang
Sebenarnya.
V NaOH (ml) V C2H2O4
(ml)
10.2 10
10 10
10.1 10
V rata-rata = 10.1 V rata-rata
= 10
N1 . V1 (NaOH) = N2 . V2
(C2H2O4)
N1 . 10,1 ml = 0,1 . 10 ml
N C2H2O4 = 0,099
11. Penetapan Kadar Sampel
Teofilin
Sampel Teofilin ditimbang
sebanyak 250 mg. lalu dimasukkan
kedalam labu Erlenmeyer 250 ml.
kemudian dilarutkan dengan 100
ml aquades, diaduk samapai larut.
Lalu ditambahkan larutan perak
nitrat 0.092 N sebanyak 20 mL
diaduk sampai terbentuk endapan
putih. Ditambahkan 3 tetes
indikator fenol merah, diaduk
sampai homogen. Kemudian
dititrasi dengan larutan NaOH
0.099 N sampai terjadi perubahan
warna, dimana larutan menjadi
warna pink muda. Dicatat volume
larutan Natrium Hidroksida yang
diperlukan. Titrasi dilakukan secara
triplo. Hitung kadar Sampel
Teofilin.
Kadar sampel =
V NaOH X Mr Teofilin X N
NaOH X 100 %
Massa Sampel Teofilin
.
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 220
0.10.20.30.40.50.60.70.80.9
1
f(x) = 0.04290625 x + 0.057425R² = 0.996900607487109
Kurva Baku Teofilin
absorbansiLinear (absorbansi)
Konsentrasi (ppm)
Abso
rban
si
Grafik 1 Kurva Kalibrasi Larutan TeofilinStandar
HASIL DAN PEMBAHASAN
Teofilin merupakan bronkodilator
golongan derivat xantin yang cukup
banyak digunakan dan mempunyai lingkup
terapi sempit.Teofilin, aminofilin dan
kofein, masing-masing adalah turunan
xantin yang dapat menstimulasi terjadinya
lipolisis sehingga banyak digunakan
sebagai obat antiselulit.
Praktikum kali ini dilakukan
analisis bahan baku senyawa teofilin
dengan uji kuantitatif meliputi volumetri
dan spektrofotometri uv. Uji kuantitatif
diperlukan untuk mengetahui kadar teofilin
dalam suatu sampel yang kemudian
dibandingkan dengan teofilin BPFI.
Menurut Farmakope Indonesia
Edisi 3, penetapan kadar teofilin dilakukan
dengan titrasi argentometri. Prinsip reaksi
dalam titrasi argentometri adalah titrasi
dengan AgNO3 sebagai titran dan
terbentuk endapan stabil. Metode
argentometri yang digunakan dalam
penetapan kadar teofilin dalah metode
volhard atau titrasi tidak langsung. Sampel
teofilin ditambahkan dengan AgNO3
berlebih kemudian kelebihannya dititrasi
dengan NaOH.
Sebelum dilakukan penetapan
kadar menggunakan argentometri,
dilakukan pembakuan terhadap AgNO3
dan NaOH terlebih dahulu. Dilakukan
pembakuan karena AgNO3 dan NaOH
merupakan larutan baku sekunder yang
konsentrasinya belum diketahui dengan
pasti. Untuk AgNO3 0,1 N dibakukan
dengan NaCl 0,1 N. Pembakuan AgNO3
dilakukan dengan metode Mohr atau titrasi
langsung dengan AgNO3 sebagai pentiter
dan NaCl sebagai analit dengan
menggunakan indikator K2Cr2O4. Berikut
adalah hasil pembakuan AgNO3:
Volume AgNO3
(ml)
Volume NaCl 0,1N
(ml)
10,8 10
10.7 10
10,9 10
Tabel 1: pembakuan AgNO3
Dari hasil pembakuan tersebut didapatkan
konsentrasi AgNO3 sebesar 0,0926N.
Sedangkan untuk pembakuan NaOH
dilakukan dengan metode alkalimetri,
NaOH sebagai pentiternya dan asam
oksalat sebagai analit dengan
menggunakan indikator fenolftalein.
Berikut adalah hasil pembakuan NaOH:
Volume NaOH (ml) Volume Asam
Oksalat 0,1N (ml)
10,2 10
10 10
10,2 10
Tabel 2: pembakuan NaOH
Dari hasil pembakuan tersebut didapatkan
konsentrasi NaOH sebesar 0,099N. Setelah
didapatkan konsentrasi AgNO3 dan NaOH
kemudian dilakukan penetapan kadar
teofilin. Pertama-tama ditimbang sejumlah
sampel teofilin dan dilarutkan dalam 100
ml air kemudian ditamhahkan AgNO3
berlebih lalu dititrasi dengan menggunakan
NaOH. Indikator yang digunakan adalah
fenol red. Berikut ini adalah hasil
penetapan kadar teofilin:
Berat
sampel (mg)
Volume
NaOH 0,1 N
(ml)
Kadar
sampel (%)
250,9 13 101,66
125,4 6,1 101,54
125,6 6,5 101,70
Tabel 3: hasil penetapan kadar teofilin
Dari hasil tersebut didapatkan rata-rata
kadar sampel teofilin adalah 101,63%.
Hasil ini memenuhi syarat Farmakope
Indonesia yaitu masih dalam rentang 92-
102%.
Selanjutnya dilakukan penentuan
kadar sampel teofilin dengan
menggunakan spektrofotometri UV.
Spektrofotometri adalah suatu metode
analisis yang berdasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis
oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang yang spesifik dengan
menggunakan monokromator prisma atau
kisi difraksi dan detektor vacuum
phototube atau tabung foton hampa.
Spektrofotometri UV dapat digunakan
untuk mengukur kadar konsentrasi dari
suatu sampel yang belum diketahui
kadarnya. Konsentrasi analit di dalam
larutan bisa ditentukan dengan mengukur
absorban pada panjang gelombang tertentu
dengan menggunakan Hukum Lambert-
Beer. Radiasi ultraviolet dan sinar tampak
diabsorpsi oleh molekul organik aromatik,
molekul yang mengandung elektron-π
terkonjugasi dan atau atom dengan
elektron-n yang menyebabkan transisi
elektron di orbital terluarnya dari tingkat
energi dasar ke tingkat energi tereksitasi.
Besarnya serapan radiasi tersebut
sebanding dengan banyaknya molekul
analit yang mengabsorpsi sehingga dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif.
Untuk analisis bahan baku teofilin
menggunakan spektrofotometri UV
dilakukan dengan metode kurva kalibrasi.
Metode ini digunakan ketika dalam suatu
analisis melibatkan jumlah sampel yang
besar dalam sebuah matrix dengan
komposisi umum yang telah diketahui.
Pada metode ini dibuat seri larutan baku
dengan berbagai konsentrasi dan
absorbansinya diukur menggunakan
spektrofotometri UV. Larutan stock dibuat
degan konsentrasi 200 ppm dengan cara
melarutkan 10mg teofilin BPFI kedalam
50 ml aquades. Dari larutan stock tersebut
dibuat larutan baku dengan berbagai
konsentrasi yaitu 4 ppm, 12 ppm dan 20
ppm. Untuk menentukan λ maksimum
digunakan larutan baku dengan konsentrasi
12 ppm kemudian dilakukan pengukuran
λ maksimal dari teofilin dengan proses
scan mode pada rentang 190-380 nm dan
didapatkan λ maksimum teofilin pada 274
nm. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi
berdasarkan nilai absorbansi terhadap
konnsentrasi larutan baku (4ppm, 12 ppm
dan 20 ppm). Berikut ini adalah nilai
absorbansi larutan baku dan kurva
kallibrasinya:
N
o
.
LarutanStandar
Kon
sent
rasi
(pp
m)
Abs
orba
nsi
(A)
Kon
sent
rasi
(pp
m)
Abs
orba
nsi
(A)
Kon
sent
rasi
(pp
m)
Abs
orba
nsi
(A)
1 4 0,21
80
12 0
,594
5
20 0
,905
8
2 0,
218
0
0
,594
5
0
,904
9
3 0,
218
0
0
,594
4
0
,902
9
Rata-
rata
0
,218
0
0
,594
4
0
,904
5
Tabel 4: nilai absorbansi larutan baku
pembanding teofilin dengan konsentrasi
10, 12 dan 10 ppm pada λ 274 nm
Kurva 1: kurva kalibrasi baku teofilin
Berdasarkan nilai absorbansi terhadap
konsentrasi diperoleh persamaan garis
yaitu y = 0,042x + 0,057 dengan R2 =
0.996. R2 menyatakan nilai korelasi yang
erat dan linieritas yang baik antara
konsentrasi larutan baku dan
absorbansinya. Hal ini dikarenakan nilai
kisaran R2 berada pada rentang 0,9<R2<1.
Absorbansi berbanding lurus dengan
konsentrasi artinya semakin besar nilai
konsentrasi larutan, maka warna yang
dihasilkan akan semakin pekat dan
intensitas cahaya yang diserap oleh larutan
berwarna akan semakin besar sehingga
absrobansinya pun semakin besar.
Pernyataan ini sesuai dengan hukum
Lambert beer dimana A = ε b c. Salah satu
syarat sampel yang dapat diukur oleh
spektrofotometer UV-Vis adalah
berbentuk liquid (cair), dan tidak keruh
sehingga dapat ditembus oleh cahaya.
Larutan sampel teofilin dibuat 100
ppm dengan melarutkan 100 mg sampel
dengan 100 ml aquades dalam labu ukur
kemudian diencerkan menjadi 12 ppm.
Sampel tersebut kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum yaitu 274 nm untuk
menentukan konsentrasi larutan sampel
tersebut, dengan memplotkannya pada
kurva kalibrasi yang sudah dibuat.
Kemudian dapat dilakukan perhitungan
kadar dari sampel berdasarkan persamaan
garis larutan baku pembanding.
Absorbansi yang diperoleh yaitu:
No.
LarutanSampel
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi
(A)
1
12
0,6400
2 0,66396
3 0,6398
Rata-rata 0,6398
Tabel 5: hasil pengukuran absorbansi
sampel teofilin di λmax 274 nm
Dari hasil tersebut kemudian
dimasukkan dalam persamaan y = 0,042x
+ 0,057 dan diperoleh konsentrasi teofilin
dalam sampel sebesar 13,57 ppm. Pada
perhitungan konsentrasi awalsampel
adalah 12ppm, sehingga didapat kadar
teofilin dalam sampel sebesar 106,7 %.
Hal ini tidak sesuai dengan Farmakope
Indonesia IV, yang menyatakan teofilin
mengandung tidak kurang dari 92% dan
tidak lebih dari 102,0% teofilina, dihitung
terhadap zat yang dikeringkan. Hal
tersebut mungkin saja disebabkan oleh
adanya matriks atau pengotor dalam
sampel sehingga mengganggu pengukuran
absorbansi teofilin. Selain itu dapat pula
dikarenakan terjadinya kesalahan pada saat
penimbangan sampel maupun preparasi
sampel.
Spektrum pengukuran sampel
teofilin dengan konsentrasi 12 ppm.
Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian menggunakan
titrasi argentometri (metode
volhard) dapat disimpulkan
besarnya kadar teofilin dalam
sampel adalah sebesar 101, 63%.
Hal ini sesuai dengan Farmakope
Indonesia IV, yang menyatakan
teofilin mengandung tidak kurang
dari 92% dan tidak lebih dari
102,0% teofilina, dihitung terhadap
zat yang dikeringkan.
2. Dari hasil penelitian menggunakan
spektrofotometri UV, dapat
disimpulkan besarnya kadar
teofilin didalam sampel adalah
sebesar 106,7 % dengan λmax 274
nm. Hal ini tidak sesuai dengan
Farmakope Indonesia IV, yang
menyatakan teofilin mengandung
tidak kurang dari 92% dan tidak
lebih dari 102,0% teofilina,
dihitung terhadap zat yang
dikeringkan. Hal tersebut mungkin
saja disebabkan oleh adanya
matriks atau pengotor dalam
sampel sehingga mengganggu
pengukuran absorbansi teofilin.
Selain itu dapat pula dikarenakan
terjadinya kesalahan pada saat
penimbangan sampel maupun preparasi sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Basset J, Denney R C, Jeffrey G H dan
Mendham J. 1994. Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik. Jakarta :
Buku Kedokteran-EGC.
Day R A dan Underwood A L. 1999.
Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta
: Erlangga.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 1995. Farmakope
Indonesia Edisi IV. Jakarta :
Direktorat Jenderal Dewan
Pengawasan Obat dan Makanan.
Hal 486, 609.
Gandjar, Ibnu G dan Rahman A. 2007.
Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Harjadi,W. 1986. Ilmu Kimia Analitik
Dasar. Jakarta: Gramedia.
Kathleen, Parfit. Martindale The Complete
Drug Reference. 35th edition. London :
The Pharmaceutical Press. Hal 1023.
Khopkar S M. 2003. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Jakarta : UI-Press.
Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi
Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Skoog, D.A. 1996. Principles of
Instrumental analysis 7th ed.
Saunders College Publisihing.
Underwood, A. L., Day, R. A. 1992.
Analisis Kimia Kuantitatif.
Penerjemah: Aloysius Hadyana P.
Jakarta: Erlangga. Hal 382-389