29
Penentuan Kadar Teofilin Dengan Agentometri dan Spektrofotometer UV-Visible Natasya Fauziah, Safitri Yuniasih, Wisnu Kongga Putra, Rika Fitri M, Priska Aryani Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang KM 21 Jatinangor Sumedang Indonesia 45363 [email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penetapan kadar teofilin dengan menggunakan metode titrasi dan spektrofotometri ultraviolet. Metode titrasi yang digunakan adalah titrasi argentometri Volhard dan alkalimetri. Penetapan kadar teofilin dengan metode titrasi argentometri Volhard dan alkalimetri dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam farmakope indonesia, dimana sampel sebanyak 250 mg dilarutkan dalam 100 ml aquadest yang kemudian ditambahkan larutan perak nitrat. Titrasi dilakukan dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N dengan fenol merah sebagai indikator. Titrasi dihentikan sampai batas equivalen diketahui dengan terjadinya perubahan warna larutan dari kuning menjadi rosa, sehingga dapat diketahui kadar teofilin. Penetapan kadar teofilin dengan spektrofotometri ultraviolet dilakukan dengan pelarut aquades. Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan menggunakan larutan baku teofilin dengan aquades sebagai blanko. Panjang gelombang maksimum dihasilkan pada 274 nm. Kurva baku dibuat dari pengukuran absorbansi variasi konsentrasi larutan baku yaitu 4 ppm, 12 ppm, dan 20 ppm sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Larutan sampel dibuat dengan konsentrasi 106 ppm sebanyak 100 mL, lalu diencerkan menjadi 12,72 ppm kemudian diukur pada panjang gelombang 274 nm. Nilai absorbansi larutan sampel disubstitusikan ke dalam persamaan. Hasil penelitian

ARGENTOMETRI TEOFILIN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dgh

Citation preview

Page 1: ARGENTOMETRI TEOFILIN

Penentuan Kadar Teofilin Dengan Agentometri dan Spektrofotometer UV-Visible

Natasya Fauziah, Safitri Yuniasih, Wisnu Kongga Putra, Rika Fitri M, Priska Aryani

Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang KM 21 Jatinangor Sumedang Indonesia 45363

[email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan penetapan kadar teofilin dengan menggunakan metode titrasi dan spektrofotometri ultraviolet. Metode titrasi yang digunakan adalah titrasi argentometri Volhard dan alkalimetri. Penetapan kadar teofilin dengan metode titrasi argentometri Volhard dan alkalimetri dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam farmakope indonesia, dimana sampel sebanyak 250 mg dilarutkan dalam 100 ml aquadest yang kemudian ditambahkan larutan perak nitrat. Titrasi dilakukan dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N dengan fenol merah sebagai indikator. Titrasi dihentikan sampai batas equivalen diketahui dengan terjadinya perubahan warna larutan dari kuning menjadi rosa, sehingga dapat diketahui kadar teofilin. Penetapan kadar teofilin dengan spektrofotometri ultraviolet dilakukan dengan pelarut aquades. Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan menggunakan larutan baku teofilin dengan aquades sebagai blanko. Panjang gelombang maksimum dihasilkan pada 274 nm. Kurva baku dibuat dari pengukuran absorbansi variasi konsentrasi larutan baku yaitu 4 ppm, 12 ppm, dan 20 ppm sehingga diperoleh persamaan regresi linier. Larutan sampel dibuat dengan konsentrasi 106 ppm sebanyak 100 mL, lalu diencerkan menjadi 12,72 ppm kemudian diukur pada panjang gelombang 274 nm. Nilai absorbansi larutan sampel disubstitusikan ke dalam persamaan. Hasil penelitian menunjukkan kadar teofilin memiliki persentase 101,63% dengan metode titrasi dan 106,7% dengan spektrofotometri ultraviolet. Hasil penentuan kadar menggunakan metode titrasi memenuhi syarat dimana rentang kadar teofilin dalam farmakope tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 102,0%, sedangkan menggunakan spektrofotometri ultraviolet tidak memenuhi syarat karena tidak berada dalam rentang kadar teofilin dalam farmakope.

Kata Kunci : Teofilin, Penetapan kadar, Argentometri, Volhard, Alkalimetri, Spektrofotometri ultravioleet

Page 2: ARGENTOMETRI TEOFILIN

ABSTRACT

The determination levels of theophylline using titration and ultraviolet spectrophotometry

method has been carried out. The titration method used is Volhard-argentometry titration

and alkalimetry. Assay of theophylline with Volhard-argentometry titration and alkalimetry

method is based on provision in Indonesian pharmacopoeia, where 250 mg of sample

dissolved in 100 ml of distilled water then the silver nitrate solution was added. The Titration

performed using 0.1 N sodium hydroxide solution with phenol red as indicator. The titration

process is stopped until equivalent is known by the color of the solution changes from yellow

to rose, so that the theophylline levels can be determined. Assay of theophylline with

ultraviolet spectrophotometry done by using distilled water as the solvent. The maximum

wavelength is determined by using a standard solution of theophylline with distilled water as

a blank. The result is maximum wavelength at 274 nm. Standard curve created from

absorbance measurements of standard solution with 4 ppm, 12 ppm, and 20 ppm as a

variation of the concentration in order to obtain the linear regression equation. Prepared

sample solution with a concentration of 106 ppm as much as 100 mL, and then diluted into

12.72 ppm after that measured at a wavelength of 274 nm. Absorbance value of the sample

solution is substituted into the equation. The results showed levels of theophylline have a

percentage of 101.63% with titration method and 106,7% with ultraviolet

spectrophotometry. Results are eligible range theophylline levels in the pharmacopoeia of

which no less than 97.0% and not more than 102.0%. The assay results using titration

methods is qualify where the range of theophylline levels in pharmacopoeia is not less than

97.0% and not more than 102.0%, while the use of ultraviolet spectrophotometry not qualify

because it is not within the range of theophylline levels in pharmacopoeia.

Keywords : Theophylline, Assay, Argentometry, Volhard, Alkalimetry, Ultraviolet Spectrophotometry

Page 3: ARGENTOMETRI TEOFILIN

PENDAHULUAN

Theofilin monohidrat [5967-84-0] C7H8N4O2 BM 198,18

Theofilin anhihdrat [58-55-9] C7H8N4O2. H2O BM 180,17

(Farmakope Indonesia IV, 1995).

Teofilin mengandung satu molekul air hidrat atau anhidrat mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 102,0% C7H8N4O2 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Farmakope Indonesia IV, 1995).

Teofilin merupakan serbuk berserat atau granul, berwarna putih, suspensi dalam air bereaksi netral terhadap lakmus P, mengembang dalam air dan membentuk suspensii yang jernih hingga opalesen kental, koloidal dengan kelarutan sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam ammonium hidroksida agak sukar larut dalam etanol (Farmakope Indonesia IV, 1995).

Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi atgentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indicator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan,

kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood, 1992).

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari argentometri adalah :

AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3- (Gandjar, 2007).

Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar, 1990).

Metode-metode dalam titrasi argentometri antara lain metode Mohr, Valhard, K. Fajans dan liebieg. Metode mohr yaitu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Metode volhard yaitu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromida dan iodida dalam suasana asam. Metode K. Fajans merupan metode yang menggunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Metode liebig merupan metode yang titik akhir titrasi tidak di tentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan (Fatah, 1982).

Page 4: ARGENTOMETRI TEOFILIN

Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu:Potensiometri, Amperometri, dan Indikator kimia. Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit (Skogg,1965).

Titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi,yaitu :

• Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function darireagen /analit.

• Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (Skogg, 1965).

Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :

1. Metode Mohr (Pembentukan Endapan Berwarna)

Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :

Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O

Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2AgOH

2AgOH ↔ Ag2O + H2O (Khopkar, 1990).

2. Metode Valhard (Penentu Zat Warna Yang Mudah Larut)

Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN (Khopkar, 1990).

3. Metode Fajans (Indikator absorbsi)

Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator adsorbsi seperti eosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator adsorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3

Page 5: ARGENTOMETRI TEOFILIN

menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Gandjar, 2007).

Kesulitan dalam menggunakan indicator absorbs ialah banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensitifitas) dan menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indicator absorbs biasanya cepat, akurat, dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi,1990).

Perak nitrat ( AgNO3 )

Nama resmi :Argenti Nitras

Nama lain : Perak Nitrat

Rumus Molekul: AgNO3

Berat Molekul : 169,87

Perak nitrat yang telah diserbukkan dan dikeringkan dalam gelap diatas silika gel P selama 4 jam, mengandung tidak kurang dari 99,8% dan tidak lebih dari 100,5% AgNO3. Pemerian : hablur, tidak berwarna atau putih, bila dibiarkan terpapar cahaya dengan adanya zat organik, menjadi berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan, pH larutan lebih kurang 5,5. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, terlebih dalam air mendidi, agak sukar larut dalam etanol mendidih, sukar larut dalam eter. Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Farmakope Indonesia IV, 1995).

Natrium Klorida ( Natrii Chloridum )

Rumus Molekul: NaCl

Berat Molekul : 58,44

Natrium klorida mengandungtidak kurang dari 99,0%, dan tidak lebih dari 101,1% NaCl dihitung terhadap zat yang

telah dikeringkan. Tidak mengandung zat tambahan.

Pemerian : hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, rasa asin.

Kelarutan : mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol.

Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik (Farmakope Indonesia IV, 1995).

Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :

Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O

Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH

2AgOH ↔ Ag2O + H2O

Untuk titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :

1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.

2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (Skogg, 1965).

Spektroskopi adalah mengukur mengenai seberapa banyak aksi energi radiasi yang diserap oleh materi senyawa organik maupun non organik sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi tersebut (Harjadi, 1884). Spektrofotometri

Page 6: ARGENTOMETRI TEOFILIN

Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu maupun pengukuran absorpsi terisolasi pada panjang gelombang tertentu (Day dan Underwood, 1999).

Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Gandjar dan Abdul, 2007).

Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spectrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer yang merupakan alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2003).

Keuntungan dari spektrofotometer adalah sebagai berikut :

1. Pertama penggunaannya luas, dapat digunakan untuk senyawa anorganik, organik dan biokimia yang diabsorpsi di daerah ultra lembayung atau daerah tampak.

2. Sensitivitasnya tinggi, batas deteksi untuk mengabsorpsi pada jarak 10-4 sampai 10-5 M. Jarak ini dapat diperpanjang menjadi 10-6 sampai 10-7 M dengan prosedur modifikasi yang pasti.

3. Selektivitasnya sedang sampai tinggi, jika panjang gelombang dapat ditemukan dimana analit mengabsorpsi sendiri, persiapan pemisahan menjadi tidak perlu.

4. Ketelitiannya baik, kesalahan relatif pada konsentrasi yang ditemui dengan tipe spektrofotometer UV-Vis ada pada jarak dari 1% sampai 5%. Kesalahan tersebut dapat diperkecil hingga beberapa puluh persen dengan perlakuan yang khusus. Dan yang terakhir mudah, spektrofotometer mengukur dengan mudah dan kinerjanya cepat dengan instrumen modern, daerah pembacaannya otomatis (Skoog, DA, 1996).

Cara-cara ini didasarkan pada pengukuran fraksi cahaya yang diserap analat. Prinsipnya : seberkas sinar dilewatkan pada analat, setelah melewati analat, intensitas cahaya berkurang sebanding dengan banyaknya molekul analat yang menyerap cahaya itu. Intensitas cahaya sebelum dan sesudah melewati bahan diukur dan dari situ dapat ditentukan jumlah bahan yang bersangkutan (Harjadi, 1993).

Bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap oleh medium itu, dan sisanya diteruskan. Jika intensitas sinar masuk dinyatakan oleh Io, Ia intensitas sinar yang diserap, It intensitas sinar diteruskan, Ir intensitas sinar terpantulkan, maka:

Io = Ia + Ir + It

Untuk antar muka udara-kaca sebagai akibat penggunaan sel kaca,

Page 7: ARGENTOMETRI TEOFILIN

dapatlah dinyatakan bahwa 4% cahaya masuk akan dipantulkan. Ir biasanya terhapus dengan penggunaan suatu control, seperti misalnya sel pembanding, jadi:

Io = Ia + It (Basset dkk, 1994).

Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer, yaitu

1. Single-beam Instrument

Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa instrumen menghasilkan single-beam instrument untuk pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800 sampai 1000 nm (Skoog, DA, 1996).

2. Double-beam Instrument

Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750 nm. Double-beam instrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel, mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca (Skoog, DA, 1996).

METODE

1. Metode Menggunakan Titrasi Argentometri

Alat

Timbangan Analitik, Kertas

Perkamen, Spatel, Labu Erlenmeyer 250

mL, Gelas Ukur, Gelas Kimia, Buret 50

mL, Statif, Pipet, Bulb Pipet dan Volume

Pipet.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah

Aquades, Sampel Teofilin 250 mg,

Larutan Perak Nitrat (AgNO3) 0,1 N 100

mL, Larutan Natrium Klorida (NaCl) 0,1

N 50 mL, Larutan Natrium Hidroksida

(NaOH) 0,1 N 100 mL, larutan Asam

Oksalat (C2H2O4) 0,1 N 50 mL, Indikator

Fenolftalein, Indikator Fenol Merah dan

Indikator Kalium Dikromat 5%.

Prosedur

1. Pembuatan Larutan Perak

Nitrat 0,1 N 100 ml

Perak nitrat ditimbang

sebanyak 1,7 gram kemudian

dimasukkan kedalam gelas kimia

100 mL. Larutkan perak nitrat

dengan sebagian aquades diaduk

sampai homogen dan di add sampai

100 mL, di aduk kembali sampai

larut sempurna.

2. Pembuatan Larutan baku

Natrium Klorida 0,1 N 50 ml

Ditimbang NaCl sebanyak

0,3 gram. Kemudian dimasukkan

ke dalam labu ukur 50 mL,

ditambahkan aquades sebanyak 50

Page 8: ARGENTOMETRI TEOFILIN

mL. labu ukur kemudian dikocok

sampai NaCl larut sempurna.

3. Pembuatan Larutan Natrium

Hidroksida 0,1 N 100 mL

Ditimbang NaOH sebanyak

0,4 gram. Dimasukkan ke dalam

gelas kimia 100 mL. Kemudian di

larutkan dengan aquades yang telah

dipanaskan (Bebas CO2) sebanyak

100 mL, diaduk sampai NaOH

larut sempurna.

4. Pembuatan Larutan Baku Asam

Oksalat 0,1 N 50 mL

Ditimbang C2H2O4

sebanyak 0,3 gram. Dimasukkan

kedalam labu ukur 50 mL.

kemudian ditambahkan aquades

sebanyak 50 mL. labu ukur di

kocok samapai C2H2O4 larut

sempurna.

5. Pembuatan Larutan Baku

Pentiter

Pembakuan Larutan Perak

Nitrat 0,1 N oleh Larutan

Natrium Klorida 0,1 N

10 mL larutan NaCl 0,1 N

dipipet kedalam labu

Erlenmeyer 250 mL,

ditambahkan indikator kalium

dikromat 5% sebanyak 1 mL.

kemudian dititrasi dengan

larutan perak Nitrat 0,1 N

sampai terbentuk endapan warna

merah. Dicatat volume larutan

perak nitrat yang diperlukan.

Titrasi dilakukan secara triplo.

Selanjutnya dihitung Normalitas

Larutan Perak Nitrat yang

Sebenarnya.

V AgNO3 (ml) V NaCl (ml)

10.8 10

10.7 10

10.9 10

V rata-rata =

10.8

V rata-rata =

10

N1 . V1 (AgNO3) = N2 . V2

(NaCl)

N1 . 10,8 ml = 0,1 . 10 ml

N AgNO3 = 0,0925

Pembakuan Larutan Natrium

Hidroksida 0,1 N oleh Larutan

Asam Oksalat 0,1 N

10 mL larutan Asam

Oksalat 0,1 N dipipet kedalam

labu Erlenmeyer 250 mL,

ditambahkan indikator

Fenolftalei 1 % sebanyak 3

tetes. kemudian dititrasi dengan

larutan Natrium Hidroksida 0,1

N sampai larutan tepat berubah

warna menjadi warna merah

muda. Dicatat volume larutan

Natrium Hidroksida yang

diperlukan. Titrasi dilakukan

secara triplo. Selanjutnya

dihitung Normalitas Larutan

Page 9: ARGENTOMETRI TEOFILIN

Natrium Hidroksida yang

Sebenarnya.

V NaOH (ml) V C2H2O4

(ml)

10.2 10

10 10

10.1 10

V rata-rata =

10.1

V rata-rata

= 10

N1 . V1 (NaOH) = N2 . V2

(C2H2O4)

N1 . 10,1 ml = 0,1 . 10 ml

N C2H2O4 = 0,099

6. Penetapan Kadar Sampel

Teofilin

Sampel Teofilin ditimbang

sebanyak 250 mg. lalu dimasukkan

kedalam labu Erlenmeyer 250 ml.

kemudian dilarutkan dengan 100

ml aquades, diaduk samapai larut.

Lalu ditambahkan larutan perak

nitrat 0.092 N sebanyak 20 mL

diaduk sampai terbentuk endapan

putih. Ditambahkan 3 tetes

indikator fenol merah, diaduk

sampai homogen. Kemudian

dititrasi dengan larutan NaOH

0.099 N sampai terjadi perubahan

warna, dimana larutan menjadi

warna pink muda. Dicatat volume

larutan Natrium Hidroksida yang

diperlukan. Titrasi dilakukan secara

triplo. Hitung kadar Sampel

Teofilin.

Kadar sampel =

V NaOH X Mr Teofilin X N

NaOH X 100 %

Massa Sampel Teofilin

2. Metode Menggunakan

Spektrofotometri UV-VIS

Alat

Timbangan Analitik, Kertas

Perkamen, Spatel, Labu ukur 20 ml, Labu

ukur 50 ml, Labu ukur 100 ml, Gelas

Kimia, Pipet tetes, Bulb Pipet, botol

aquades dan Volume Pipet.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan

adalah Aquades, Sampel Teofilin 10 mg,

dan Baku Teofilin BPFI 10 mg.

Prosedur

7. Pembuatan Larutan Baku

Pembanding (Stock Standard

Solution)

Ditimbang 10 mg Teofilin

standar BPFI. Dimasukkan

kedalam labu ukur 50 ml.

kemudian ditambahkan aquades

sampai tanda batas, sehingga

didapat larutan stock dengan

konsentrasi 200 ppm. Dikocok

sampai homogen.

Page 10: ARGENTOMETRI TEOFILIN

8. Penetapan Panjang Gelombang

Maksimum (λ max)

Dipipet 1.2 ml larutan stock

yang telah dibuat. Dimasukkan

kedalam labu ukur 20 ml.

ditambahkan aquades hingga tanda

batas, sehingga didapat konsentrasi

larutan stock 12 ppm. Dikocok

sampai homogen. Ukur absorbansi

terhadap blanko aquades. Sehingga

di dapat λ maksimum dengan

menunjukkan nilai Absorbansi

maksimum. Untuk larutan yang

tidak berwarna alat

spektrofotometri UV terlebih

dahulu di scan mode dengan

panjang gelombang 190-330 nm.

9. Pembuatan Kurva Baku Teofilin

Dipipet (0.4, 1.2, dan 2.0)

ml larutan baku stock. Kemudian

dimasukkan kedalam labu ukur 20

ml. ditambahkan aquades hingga

tanda batas, sehingga didapat

larutan stock dengan konsentrasi 4

ppm, 12 ppm, dan 20 ppm.

Dikocok sampai homogen.

Masing-masing konsentrasi diukur

absorbansinya dengan instrument

spektrofotometri UV pada panjang

gelombang maksimum yang telah

didapat. Dibuat kurva kalibrasi

antara konsentrasi terhadap

absorbansi, sehingga didapat

persamaan regresi linier untuk

penetapan konsentrasi sampel

Teofilin. Ditimbang NaOH

sebanyak 0,4 gram. Dimasukkan ke

dalam gelas kimia 100 mL.

10. Penetapan Kadar Teofilin

Sampel

Ditimbang 10 mg teofilin

sampel. Dimasukkan kedalam labu

ukur 100 ml. kemudian dilarutkan

dengan aquades sampai tanda

batas, sehingga didapat konsentrasi

sampel 100 ppm. Dikocok sampai

homogen. Kemudian dilakukan

pengenceran sampel menjadi 12

ppm. Dipipet 2.4 ml larutan

sampel, dimasukkan kedalam labu

ukur 20 ml. kemudian ditambahkan

aquades hingga tanda batas.

Dikocok sampai homogen.

Selanjutnya diukur absorbansi

sampel pada panjang gelombang

maksimumnya. Jika absorbansi

terlalu besar larutan diencerkan

kembali. Absorbansi hasil

pengukuran dimasukkan ke dalam

persamaan regresi linier untuk

menentukan konsentrasinya,

sehingga diketahui % kadar

Teofilin sampel.

Perhitungan :

Perhitungan penyiapan

sampel dan larutan stock

1. 4 ppm = V1 N1 = V2 N2

Page 11: ARGENTOMETRI TEOFILIN

20 ml X 4 ppm =

200 ppm X V2

V2 = 80/200 = 0.4

ml

2. 12 ppm = V1 N1 = V2 N2

20 ml X 12 ppm =

200 ppm X V2

V2 = 240/200 = 1.2

ml

3. 20 ppm = V1 N1 = V2 N2

20 ml X 20 ppm =

200 ppm X V2

V2 = 400/200 = 2

ml

4. Sampel 100 ppm

12 ppm = V1 N1 = V2 N2

20 ml X 12 ppm =

100 ppm X V2

V2 = 240/200 = 2.4

ml

5. Sampel 106 ppm = V1 N1

= V2 N2

20 ml X N1 = 106

ppm 2.4 ml

N1 = 12.72 ppm

Hasil Absorbansi

1. 4 ppm = Absorbansi =

0.2180+0.2180+0.2180/3 =

0.2180

2. 12 ppm = Absorbansi =

0.5945+0.5945+0.5944/3 =

0.5944

3. 20 ppm = Absorbansi =

0.9058+0.9049+0.9029/3 =

0.9045

4. 12 ppm (Sampel) =

Absorbansi =

0.6400+0.6396+0.6398/3 =

0.6398

Persamaan Regresi Linier

Didapat persamaan regresi

linier y = 0.0429 X +

0.0574

Perhitungan Konsentrasi

sampel Teofilin

y = 0.0429 X + 0.0574

0.6398 = 0.0429 X +

0.0574

X = 0.6398-0.0574/0.0429

= 13.57 ppm

13.57 ppm X 106

ppm/12.72 ppm =

113.0833 ppm

113.0833 ppm =

113.0833 µg/ml x 100

ml = 11308.33 µg =

11.30833 mg

Perhitungan kadar sampel

Teofilin

Kadar Teofilin = 11.30833

mg/ 10.6 mg X 100 % =

106,7 %

10 mL larutan NaCl 0,1 N

dipipet kedalam labu

Erlenmeyer 250 mL,

ditambahkan indikator kalium

Page 12: ARGENTOMETRI TEOFILIN

dikromat 5% sebanyak 1 mL.

kemudian dititrasi dengan

larutan perak Nitrat 0,1 N

sampai terbentuk endapan warna

merah. Dicatat volume larutan

perak nitrat yang diperlukan.

Titrasi dilakukan secara triplo.

Selanjutnya dihitung Normalitas

Larutan Perak Nitrat yang

Sebenarnya.

V AgNO3 (ml) V NaCl

(ml)

10.8 10

10.7 10

10.9 10

V rata-rata = 10.8 V rata-rata

= 10

N1 . V1 (AgNO3) = N2 . V2

(NaCl)

N1 . 10,8 ml = 0,1 . 10 ml

N AgNO3 = 0,0925

Pembakuan Larutan Natrium

Hidroksida 0,1 N oleh Larutan

Asam Oksalat 0,1 N

10 mL larutan Asam

Oksalat 0,1 N dipipet kedalam

labu Erlenmeyer 250 mL,

ditambahkan indikator

Fenolftalei 1 % sebanyak 3

tetes. kemudian dititrasi dengan

larutan Natrium Hidroksida 0,1

N sampai larutan tepat berubah

warna menjadi warna merah

muda. Dicatat volume larutan

Natrium Hidroksida yang

diperlukan. Titrasi dilakukan

secara triplo. Selanjutnya

dihitung Normalitas Larutan

Natrium Hidroksida yang

Sebenarnya.

V NaOH (ml) V C2H2O4

(ml)

10.2 10

10 10

10.1 10

V rata-rata = 10.1 V rata-rata

= 10

N1 . V1 (NaOH) = N2 . V2

(C2H2O4)

N1 . 10,1 ml = 0,1 . 10 ml

N C2H2O4 = 0,099

11. Penetapan Kadar Sampel

Teofilin

Sampel Teofilin ditimbang

sebanyak 250 mg. lalu dimasukkan

kedalam labu Erlenmeyer 250 ml.

kemudian dilarutkan dengan 100

ml aquades, diaduk samapai larut.

Lalu ditambahkan larutan perak

nitrat 0.092 N sebanyak 20 mL

diaduk sampai terbentuk endapan

putih. Ditambahkan 3 tetes

indikator fenol merah, diaduk

sampai homogen. Kemudian

dititrasi dengan larutan NaOH

0.099 N sampai terjadi perubahan

Page 13: ARGENTOMETRI TEOFILIN

warna, dimana larutan menjadi

warna pink muda. Dicatat volume

larutan Natrium Hidroksida yang

diperlukan. Titrasi dilakukan secara

triplo. Hitung kadar Sampel

Teofilin.

Kadar sampel =

V NaOH X Mr Teofilin X N

NaOH X 100 %

Massa Sampel Teofilin

.

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 220

0.10.20.30.40.50.60.70.80.9

1

f(x) = 0.04290625 x + 0.057425R² = 0.996900607487109

Kurva Baku Teofilin

absorbansiLinear (absorbansi)

Konsentrasi (ppm)

Abso

rban

si

Grafik 1 Kurva Kalibrasi Larutan TeofilinStandar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teofilin merupakan bronkodilator

golongan derivat xantin yang cukup

banyak digunakan dan mempunyai lingkup

terapi sempit.Teofilin, aminofilin dan

kofein, masing-masing adalah turunan

xantin yang dapat menstimulasi terjadinya

lipolisis sehingga banyak digunakan

sebagai obat antiselulit.

Praktikum kali ini dilakukan

analisis bahan baku senyawa teofilin

dengan uji kuantitatif meliputi volumetri

dan spektrofotometri uv. Uji kuantitatif

diperlukan untuk mengetahui kadar teofilin

dalam suatu sampel yang kemudian

dibandingkan dengan teofilin BPFI.

Menurut Farmakope Indonesia

Edisi 3, penetapan kadar teofilin dilakukan

dengan titrasi argentometri. Prinsip reaksi

dalam titrasi argentometri adalah titrasi

dengan AgNO3 sebagai titran dan

terbentuk endapan stabil. Metode

argentometri yang digunakan dalam

penetapan kadar teofilin dalah metode

Page 14: ARGENTOMETRI TEOFILIN

volhard atau titrasi tidak langsung. Sampel

teofilin ditambahkan dengan AgNO3

berlebih kemudian kelebihannya dititrasi

dengan NaOH.

Sebelum dilakukan penetapan

kadar menggunakan argentometri,

dilakukan pembakuan terhadap AgNO3

dan NaOH terlebih dahulu. Dilakukan

pembakuan karena AgNO3 dan NaOH

merupakan larutan baku sekunder yang

konsentrasinya belum diketahui dengan

pasti. Untuk AgNO3 0,1 N dibakukan

dengan NaCl 0,1 N. Pembakuan AgNO3

dilakukan dengan metode Mohr atau titrasi

langsung dengan AgNO3 sebagai pentiter

dan NaCl sebagai analit dengan

menggunakan indikator K2Cr2O4. Berikut

adalah hasil pembakuan AgNO3:

Volume AgNO3

(ml)

Volume NaCl 0,1N

(ml)

10,8 10

10.7 10

10,9 10

Tabel 1: pembakuan AgNO3

Dari hasil pembakuan tersebut didapatkan

konsentrasi AgNO3 sebesar 0,0926N.

Sedangkan untuk pembakuan NaOH

dilakukan dengan metode alkalimetri,

NaOH sebagai pentiternya dan asam

oksalat sebagai analit dengan

menggunakan indikator fenolftalein.

Berikut adalah hasil pembakuan NaOH:

Volume NaOH (ml) Volume Asam

Oksalat 0,1N (ml)

10,2 10

10 10

10,2 10

Tabel 2: pembakuan NaOH

Dari hasil pembakuan tersebut didapatkan

konsentrasi NaOH sebesar 0,099N. Setelah

didapatkan konsentrasi AgNO3 dan NaOH

kemudian dilakukan penetapan kadar

teofilin. Pertama-tama ditimbang sejumlah

sampel teofilin dan dilarutkan dalam 100

ml air kemudian ditamhahkan AgNO3

berlebih lalu dititrasi dengan menggunakan

NaOH. Indikator yang digunakan adalah

fenol red. Berikut ini adalah hasil

penetapan kadar teofilin:

Berat

sampel (mg)

Volume

NaOH 0,1 N

(ml)

Kadar

sampel (%)

250,9 13 101,66

125,4 6,1 101,54

125,6 6,5 101,70

Tabel 3: hasil penetapan kadar teofilin

Dari hasil tersebut didapatkan rata-rata

kadar sampel teofilin adalah 101,63%.

Hasil ini memenuhi syarat Farmakope

Indonesia yaitu masih dalam rentang 92-

102%.

Selanjutnya dilakukan penentuan

kadar sampel teofilin dengan

menggunakan spektrofotometri UV.

Page 15: ARGENTOMETRI TEOFILIN

Spektrofotometri adalah suatu metode

analisis yang berdasarkan pada

pengukuran serapan sinar monokromatis

oleh suatu lajur larutan berwarna pada

panjang gelombang yang spesifik dengan

menggunakan monokromator prisma atau

kisi difraksi dan detektor vacuum

phototube atau tabung foton hampa.

Spektrofotometri UV dapat digunakan

untuk mengukur kadar konsentrasi dari

suatu sampel yang belum diketahui

kadarnya. Konsentrasi analit di dalam

larutan bisa ditentukan dengan mengukur

absorban pada panjang gelombang tertentu

dengan menggunakan Hukum Lambert-

Beer. Radiasi ultraviolet dan sinar tampak

diabsorpsi oleh molekul organik aromatik,

molekul yang mengandung elektron-π

terkonjugasi dan atau atom dengan

elektron-n yang menyebabkan transisi

elektron di orbital terluarnya dari tingkat

energi dasar ke tingkat energi tereksitasi.

Besarnya serapan radiasi tersebut

sebanding dengan banyaknya molekul

analit yang mengabsorpsi sehingga dapat

digunakan untuk analisis kuantitatif.

Untuk analisis bahan baku teofilin

menggunakan spektrofotometri UV

dilakukan dengan metode kurva kalibrasi.

Metode ini digunakan ketika dalam suatu

analisis melibatkan jumlah sampel yang

besar dalam sebuah matrix dengan

komposisi umum yang telah diketahui.

Pada metode ini dibuat seri larutan baku

dengan berbagai konsentrasi dan

absorbansinya diukur menggunakan

spektrofotometri UV. Larutan stock dibuat

degan konsentrasi 200 ppm dengan cara

melarutkan 10mg teofilin BPFI kedalam

50 ml aquades. Dari larutan stock tersebut

dibuat larutan baku dengan berbagai

konsentrasi yaitu 4 ppm, 12 ppm dan 20

ppm. Untuk menentukan λ maksimum

digunakan larutan baku dengan konsentrasi

12 ppm kemudian dilakukan pengukuran

λ maksimal dari teofilin dengan proses

scan mode pada rentang 190-380 nm dan

didapatkan λ maksimum teofilin pada 274

nm. Selanjutnya dibuat kurva kalibrasi

berdasarkan nilai absorbansi terhadap

konnsentrasi larutan baku (4ppm, 12 ppm

dan 20 ppm). Berikut ini adalah nilai

absorbansi larutan baku dan kurva

kallibrasinya:

N

o

.

LarutanStandar

Kon

sent

rasi

(pp

m)

Abs

orba

nsi

(A)

Kon

sent

rasi

(pp

m)

Abs

orba

nsi

(A)

Kon

sent

rasi

(pp

m)

Abs

orba

nsi

(A)

1 4 0,21

80

12 0

,594

5

20 0

,905

8

2 0,

218

0

0

,594

5

0

,904

9

Page 16: ARGENTOMETRI TEOFILIN

3 0,

218

0

0

,594

4

0

,902

9

Rata-

rata

0

,218

0

0

,594

4

0

,904

5

Tabel 4: nilai absorbansi larutan baku

pembanding teofilin dengan konsentrasi

10, 12 dan 10 ppm pada λ 274 nm

Kurva 1: kurva kalibrasi baku teofilin

Berdasarkan nilai absorbansi terhadap

konsentrasi diperoleh persamaan garis

yaitu y = 0,042x + 0,057 dengan R2 =

0.996. R2 menyatakan nilai korelasi yang

erat dan linieritas yang baik antara

konsentrasi larutan baku dan

absorbansinya. Hal ini dikarenakan nilai

kisaran R2 berada pada rentang 0,9<R2<1.

Absorbansi berbanding lurus dengan

konsentrasi artinya semakin besar nilai

konsentrasi larutan, maka warna yang

dihasilkan akan semakin pekat dan

intensitas cahaya yang diserap oleh larutan

berwarna akan semakin besar sehingga

absrobansinya pun semakin besar.

Pernyataan ini sesuai dengan hukum

Lambert beer dimana A = ε b c. Salah satu

syarat sampel yang dapat diukur oleh

spektrofotometer UV-Vis adalah

berbentuk liquid (cair), dan tidak keruh

sehingga dapat ditembus oleh cahaya.

Larutan sampel teofilin dibuat 100

ppm dengan melarutkan 100 mg sampel

dengan 100 ml aquades dalam labu ukur

kemudian diencerkan menjadi 12 ppm.

Sampel tersebut kemudian diukur

absorbansinya pada panjang gelombang

maksimum yaitu 274 nm untuk

menentukan konsentrasi larutan sampel

tersebut, dengan memplotkannya pada

kurva kalibrasi yang sudah dibuat.

Kemudian dapat dilakukan perhitungan

kadar dari sampel berdasarkan persamaan

garis larutan baku pembanding.

Absorbansi yang diperoleh yaitu:

No.

LarutanSampel

Konsentrasi

(ppm)

Absorbansi

(A)

1

12

0,6400

2 0,66396

3 0,6398

Rata-rata 0,6398

Page 17: ARGENTOMETRI TEOFILIN

Tabel 5: hasil pengukuran absorbansi

sampel teofilin di λmax 274 nm

Dari hasil tersebut kemudian

dimasukkan dalam persamaan y = 0,042x

+ 0,057 dan diperoleh konsentrasi teofilin

dalam sampel sebesar 13,57 ppm. Pada

perhitungan konsentrasi awalsampel

adalah 12ppm, sehingga didapat kadar

teofilin dalam sampel sebesar 106,7 %.

Hal ini tidak sesuai dengan Farmakope

Indonesia IV, yang menyatakan teofilin

mengandung tidak kurang dari 92% dan

tidak lebih dari 102,0% teofilina, dihitung

terhadap zat yang dikeringkan. Hal

tersebut mungkin saja disebabkan oleh

adanya matriks atau pengotor dalam

sampel sehingga mengganggu pengukuran

absorbansi teofilin. Selain itu dapat pula

dikarenakan terjadinya kesalahan pada saat

penimbangan sampel maupun preparasi

sampel.

Spektrum pengukuran sampel

teofilin dengan konsentrasi 12 ppm.

Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian menggunakan

titrasi argentometri (metode

volhard) dapat disimpulkan

besarnya kadar teofilin dalam

sampel adalah sebesar 101, 63%.

Hal ini sesuai dengan Farmakope

Indonesia IV, yang menyatakan

teofilin mengandung tidak kurang

dari 92% dan tidak lebih dari

102,0% teofilina, dihitung terhadap

zat yang dikeringkan.

2. Dari hasil penelitian menggunakan

spektrofotometri UV, dapat

disimpulkan besarnya kadar

teofilin didalam sampel adalah

sebesar 106,7 % dengan λmax 274

nm. Hal ini tidak sesuai dengan

Farmakope Indonesia IV, yang

menyatakan teofilin mengandung

tidak kurang dari 92% dan tidak

lebih dari 102,0% teofilina,

dihitung terhadap zat yang

dikeringkan. Hal tersebut mungkin

saja disebabkan oleh adanya

matriks atau pengotor dalam

sampel sehingga mengganggu

pengukuran absorbansi teofilin.

Selain itu dapat pula dikarenakan

terjadinya kesalahan pada saat

Page 18: ARGENTOMETRI TEOFILIN

penimbangan sampel maupun preparasi sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Basset J, Denney R C, Jeffrey G H dan

Mendham J. 1994. Kimia Analisis

Kuantitatif Anorganik. Jakarta :

Buku Kedokteran-EGC.

Day R A dan Underwood A L. 1999.

Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta

: Erlangga.

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. 1995. Farmakope

Indonesia Edisi IV. Jakarta :

Direktorat Jenderal Dewan

Pengawasan Obat dan Makanan.

Hal 486, 609.

Gandjar, Ibnu G dan Rahman A. 2007.

Kimia Farmasi Analisis.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Harjadi,W. 1986. Ilmu Kimia Analitik

Dasar. Jakarta: Gramedia.

Kathleen, Parfit. Martindale The Complete

Drug Reference. 35th edition. London :

The Pharmaceutical Press. Hal 1023.

Khopkar S M. 2003. Konsep Dasar Kimia

Analitik. Jakarta : UI-Press.

Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi

Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Skoog, D.A. 1996. Principles of

Instrumental analysis 7th ed.

Saunders College Publisihing.

Underwood, A. L., Day, R. A. 1992.

Analisis Kimia Kuantitatif.

Penerjemah: Aloysius Hadyana P.

Jakarta: Erlangga. Hal 382-389

Page 19: ARGENTOMETRI TEOFILIN