80
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai oleh adanya suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak nafas), fatik (saat istirahat atau aktivitas), dilatasi vena dan edema, yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi jantung. Faktor yang dapat menimbulkan penyakit jantung adalah kolesterol darah tinggi, tekanan darah tinggi, merokok, gula darah tinggi (diabetes mellitus), kegemukan, dan stres. Akibat lanjut jika penyakit jantung tidak ditangani maka akan mengakibatkan gagal jantung, kerusakan otot jantung hingga 40% dan kematian. Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat. (Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Sedang pada anak– anak yang menderita kelainan jantung bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur 1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 – 15 tahun. Di Indonesia,data dari Departemen Kesehatan tahun 2008 menunjukan pasien yang diopname dengan diagnosis decompensasi cordis mencapai 14.449. (Data yang diperoleh dari rekammedik Rumah Sakit RK Charitas diperoleh data 1 | Page

Askep Decompensasi Cordis

  • Upload
    itangg

  • View
    1.088

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askep decompensasi cordis

Citation preview

Page 1: Askep Decompensasi Cordis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan dimana

jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai oleh adanya

suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak nafas), fatik (saat istirahat atau aktivitas),

dilatasi vena dan edema, yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi

jantung.

Faktor yang dapat menimbulkan penyakit jantung adalah kolesterol darah tinggi,

tekanan darah tinggi, merokok, gula darah tinggi (diabetes mellitus), kegemukan, dan

stres. Akibat lanjut jika penyakit jantung tidak ditangani maka akan mengakibatkan gagal

jantung, kerusakan otot jantung hingga 40% dan kematian.

Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat. (Di Eropa, tiap tahun

terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Sedang pada anak–anak yang

menderita kelainan jantung bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur

1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 – 15 tahun.

Di Indonesia,data dari Departemen Kesehatan tahun 2008 menunjukan pasien

yang diopname dengan diagnosis decompensasi cordis mencapai 14.449. (Data yang

diperoleh dari rekammedik Rumah Sakit RK Charitas diperoleh data prevalensi penderita

DC pada tahun 2008 sebanyak 114 orang sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi

135 orang, dan pada periode bulan Januari sampai dengan Juni 2010 berjumlah sebanyak

72 orang.

Sementara itu, menurut Aulia Sani, penyakit gagal jantung meningkat dari tahun ke

tahun. Berdasarkan data di RS Jantung Harapan Kita, peningkatan kasus dari penyakit

gagal jantung ini pada tahun 1997 adalah 248 kasus, kemudian melaju dengan pesat

hingga mencapai puncak pada tahun 2000 dengan 532 kasus. Karena itulah, penanganan

sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk mencapai angka mortalitas yang minimal

terutama pada bayi dan anak-anak.

Menurut data yang diperoleh penulis hingga sekarang penyakit jantung merupakan

pembunuh nomor satu (Sampurno,1993). WHO menyebutkan rasio penderita gagal

jantung di dunia adalah satu sampai lima orang setiap 1000 penduduk. Penderita penyakit

1 | P a g e

Page 2: Askep Decompensasi Cordis

jantung di Indonesia kini diperkirakan mencapai 20 juta atau sekitar 10% dari jumlah

penduduk di Nusantara (www.depkes.go.id).

Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas. Akhir-

akhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Gagal jantung merupakan tahap

akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan masalah kesehatan dunia. Di Asia,

terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan

gaya hidup, peningkatan konsumsi kalori, lemak dan garam, peningkatan konsumsi

rokok, dan penurunan aktivitas. Akibatnya terjadi peningkatan insiden obesitas,

hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit vaskular yang berujung pada peningkatan

insiden gagal jantung.

B. Rumusan Masalah

Uraian diatas menunjukkan pentingnya studi kasus tentang bagaimana pelaksanaan

asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan Decompensasi Cordis di ruang ICCU Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya mulai dari pengkajian sampai

dengan evaluasi asuhan keperawatan serta pendokumentasiannya?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu melakukan asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan Decompensasi Cordis di

ruang ICCU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Decompensasi

Cordis

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Decompensasi

Cordis

2 | P a g e

Page 3: Askep Decompensasi Cordis

c. Mampu melakukan perencanaan keperawatan pada klien dengan Decompensasi

Cordis

d. Mampu melakukan pelaksanaan keperawatan pada klien dengan Decompensasi

Cordis

e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan Decompensasi

Cordis

f. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam

pendokumentasian hasil asuhan keperawatan pada klien dengan Decompensasi

Cordis

D. Manfaat

1. Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan

Menjadi masukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga mampu

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terutama pada Decompensasi Cordis

melalui pemberian asuhan yang sesuai standar asuhan keperawatan yang

komprehensif.

2. Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan agar laporan studi kasus ini dapat menjadi bahan masukan dan informasi

bagi profesi keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien

dengan Decompensasi Cordis serta sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat

terhadap profesi di masyarakat.

3 | P a g e

Page 4: Askep Decompensasi Cordis

3. Bagi Institusi

a. Rumah sakit

g. Sebagai bahan masukan dan sumber informasi bagi rumah sakit untuk

meningkatkan pelayanan rumah sakit khususnya bagi perawat di ruang ICCU

RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya dalam memberikan asuhan keperawatan

pasien dengan Decompensasi Cordis.

b. Pendidikan

Memberikan masukan dan sumber informasi bagi institusi Akademi Keperawatan

Politeknik Kesehatan Palangka Raya dan sebagai perbandingan bagi mahasiswa

( i ) dalam pembuatan laporan kasus yang akan datang.

E. Metoda

Data yang diambil dalam studi ini meliputi :

1. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari klien dengan cara melakukan

wawancara, data tersebut meliputi identitas klien dan penanggung jawab, riwayat

kesehatan klien dan keluarga, kondisi dan gejala fisik klien, pola fungsi kesehatan,

psikososial-spiritual, serta berbagai hal yang berhubungan dengan segala keluhan dan

respon klien terhadap penyakitnya. Pemeriksaan fisik dan observasi meliputi keadaan

umum, tanda-tanda vital, dan body sistem (pernapasan, pengindraan, , persyarafan,

perkemihan, pencernaan, tulang otot-kulit)

2. Data sekunder, yaitu diperoleh dengan cara mempelajari status pasien yang berisi catatan

keperawatan,catatan dokter, hasil pemeriksaan laboratorium dan obat-obatan, pemeriksaan

radiodiagnostik, serta data penunjang yang lain seperti medical record RSUD Dr. Doris

Sylvanus Palangka Raya

4 | P a g e

Page 5: Askep Decompensasi Cordis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk

mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad

ramali.1994) .

Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan

fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani,

1998; Price ,1995).

Decompensasi Cordis adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompakan

darah dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme dan

oksigen. (Nugroho, 2011: 269)

Dari beberapa definisi diatas dapat dsimpulkan bahwa Decompensasi Cordis

adalah ketidakmampuan jantung memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi

metabolisme tubuh, sehingga terjadi defisit penyaluran o2 ke organ-organ tubuh lainya.

B. Klasifikasi

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan

kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4

kelas :

1. Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.

2. Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas

sehari hari tanpa keluhan.

3. Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.

4. Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus

tirah baring.

5 | P a g e

Page 6: Askep Decompensasi Cordis

Berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi :

1. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri

Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan

pada akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan

normal sehingga pada masa diatol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan

tekanan distol semakin tinggi, makin lama terjadi bendungan didaerah natrium

kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri

(normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh

pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat

memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dalam waktu

cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga

melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-

paru.

Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis,

terjadi transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara

menjadi terganggu biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih

panjang yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila

tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan

keluar dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk,

menampungnya (>25 mmHg) sehingga akan tertahan di jaringan intertissiel paru-

paru yang makain lama akan menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara

mengakibatkan udema paru disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang

lebih dikenal dengan syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi

lemah dan rendah serta perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis

otot-otot jantung yang berakibat kematian.

Gagalnya khususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang

mengandung oksigen tubuh yang berakibat dua hal:

a. Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort

(sesak nafas pada akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring

dan dapat dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural

paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak pada saat terbangun)

6 | P a g e

Page 7: Askep Decompensasi Cordis

b. Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang

bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,

c. Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses

aktif yang tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel .

2. Decompensasi cordis kanan

Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memompa

melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat

membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan

tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam(edema perier) (long,

1996).

Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan

tidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan di atrium kanan dan

vena kava superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah udemaperifer,

hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang

cepat, hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat sistol tidak mampu mempu darah

keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin

meningkat demikian pula mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti

oleh bendungan darah vena kava superior dan vena kava inferior serta seluruh

sistem vena tampak gejal klinis adalah terjadinya bendungan vena jugularis

eksterna, bven hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan

bendungan-bedungan pada pada ena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik

pada di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma maka

terjadinya edema perifer.

C. Etiologi

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah

keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan

kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi

aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi

stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada

7 | P a g e

Page 8: Askep Decompensasi Cordis

infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal

sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ),

gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade

jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah

pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di

dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A,

1995).

Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :

1. Stroke volume : isi sekuncup

2. Kontraksi kardiak

3. Preload dan afterload

Meliputi :

a. Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi), infark

myocarditis, myocarial fibrosis, aneurysma ventricular

b. Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle

c. Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri

pulmonal, hipertensi pulmonari

d. Keterbatasan pengisian sistolik ventricular

e. Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang

tinggi,tamponade, mitra; stenosis

f. Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta, defek seftum

ventricalar

D. Patofisiologi

Bila kekuatan jantung untuk menapung stres tidak mencukupi dalam memenuhi

kebutuhan metabolisme tubuh, jantung akan gagal untuk melakukan tugasnya sebagai

organ pemompa, sehingga terjala yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal,

disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung

normal mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah

8 | P a g e

Page 9: Askep Decompensasi Cordis

jantung adalah penting. Semua respon ini menunjukan upaya tubuh untuk

mempertahankan perfungsi organ vital normal.

Sebagai respon tehadap gagal jantung, ada tiga mekanisme respon primer, yaitu

meningkatnya aktivitas. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan

curah jantung.

Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah

jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan

normal.

Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat

dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai berikut:

1. Pasien dengan Penyakit Jantung tetapi tidak memiliki keluhan pd kegiatan sehari-hari

2. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan aktivitas hanya sedikit,

akan tetapi jika ada kegiatan berlebih akan menimbulkan capek, berdebar, sesak serta

angina

3. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat terbatas dan hanya

merasa sehat jika beristirahat.

4. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung menimbulkan

sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.

9 | P a g e

Page 10: Askep Decompensasi Cordis

Konsep terjadinya gagal jantung dan efeknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar

dapat dilihat pada gambar berikut :

E. Pathways

10 | P a g e

Page 11: Askep Decompensasi Cordis

11 | P a g e

Page 12: Askep Decompensasi Cordis

12 | P a g e

Page 13: Askep Decompensasi Cordis

F. Manifestasi klinis

Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sistem vena atau sisitem pulmonal

antara lain :

1. Lelah

2. Angina

3. Cemas

4. Oliguri. Penurunan aktifitas GI

5. Kulit dingin dan pucat

Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antaralai :

1. Dyspnea

2. Batuk

3. Orthopea

4. Reles paru

5. Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru

Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :

1. Edema perifer

2. Distensi vena leher

3. Hati membesar

4. Peningkatan central venous pressure (CPV)

Menurut Ardiansyah (2012:28), manifestasi klinis dari Decompensasi Cordis meliputi :

1. Dispnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu

pertukaran gas. Gangguan ini dapat terjadi saat istirahat ataupun beraktivitas

2. Orthopnea, yaitu kesulitan bernafas saat penderita berbaring.

3. Proximal, yaitu nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi saat pasien duduk lama

dengan posisi kaki atau tangan dibawah atau setelah pergi berbaring ditempat tidur.

4. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan daha atau lendir.

13 | P a g e

Page 14: Askep Decompensasi Cordis

5. Mudah lelah, dimana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang kurang sehingga

menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen.

6. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan.

Disfungsi ventrikel kanan dengan tanda-tanda berikut:

1. Edema ekstremitas bawah.

2. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kana atas.

3. Anoreksia dan mual.

4. Rasa ingin kencing pada malam hari.

5. Badan lemah akibat menurunya curah jantung.

G. Komplikasi

1. shock kardiogenik

Shock kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri.

Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada fungsi jaringan dan penhantaran

oksigen ke jaringan. Gejala ini merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus shock

kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut. Gangguan ini disebabkan

oleh kehilangan 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di

seluruh ventrikel, karena ketidak seimbangan antara kebutuhan dan persendian

oksigen miokardium

2. Edema paru-paru

Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul di bagian

tubuh mana saja, termasuk faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-

paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif. (Ardiansyah, 2012: 30).

H. Pemeriksaan penunjang

1. Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis.

2. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan

guna mengkaji kompensaai seperti hipertropi ventrikel. Irama sinus atau atrium

fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta tanda

RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.

14 | P a g e

Page 15: Askep Decompensasi Cordis

3. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik pada

penyakit jantung kotoner

4. Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung

5. esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk

menyajikan data tentang fungsi jantung.

6. Foto polos dada

a. Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi

arteria pulmonalis.

b. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan

pembesaran ventrikel kanan.

7. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi

Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol.

Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui

frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan

ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.

I. Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan penyakit decompensasi cordis adalah sbb:

1. perbaikan suplai oksigen /mengurangi kongesti : pengobatan dengan oksigen,

pengaturan posisi pasien deni kebcaran nafas , peningkatan kontraktilitas myocrdial

(obat-obatan inotropis positif), penurunan preload (pembatan sodium, diuretik, obat-

obatan, dilitasi vena) , penurunan afterload (obat0obatan dilatasi arteri, obat dilatasi

arterivena, inhibitor ACE

2. Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan kosumsi O2

melalui istirahat/ pembatasan aktivitas

3. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung

a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan

aritmia.

b. Digitalisasi :

1)Dosis Digitalisi :

15 | P a g e

Page 16: Askep Decompensasi Cordis

a) Digoksin oral untuk Digitalisasi cepat 0,5-2mg dalam 4-6 dosis selama

24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari

b) Digoksin iv 0,75-1mg dalam 4 dosis selama 24 jam

c) Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam

2) Dosis penunjang untuk gagal jantung : dogoksin 0,25 mg sehari. Untuk

pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.

3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg

4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat

a) Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan

b) Cedilanid 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan. (Arif, 2000: 435)

J. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas dan Istirahat

Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.

Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat

malam hari).

Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu,

dispneu.

b. Sirkulasi

Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital:

kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi,

serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock

hipovolema.

Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang

keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.

c. Integritas Ego

Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan

kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna. kepribadian

neurotic.

d. Makanan/Cairan

16 | P a g e

Page 17: Askep Decompensasi Cordis

Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.

Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising

terdengar krakela dan mengi.

e. Neurosensoris

Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing

Tanda: Kelemahan

f. Pernafasan

Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.

Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah,

gelisah.

g. Keamanan

Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi

Tanda: Kelemahan tubuh

h. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.

Tanda: Menunjukan kurang informasi.

2. Diagnosa

a. Menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas

ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikat.

b. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen

dengan kebutuhan miokardium sekunder daru penurunan suplai darah ke

miokardium, peningkatan produksi asam laktat.

c. Kerusakan pertukaran gas yang berhungan dengan perembesan cairan, kongesti

paru sekunder, perubahan membran kapiler alveoli, dan retensi cairan interstisial.

d. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak

optimal, kelebihan cairan di paru sekunder pada edema paru akut.

e. Gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya gurah jantung.

f. Penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan aliran darah

ke otak.

g.   Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan sistemik.

17 | P a g e

Page 18: Askep Decompensasi Cordis

h. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung.

i. Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan anoreksia.

j. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak

napas.

k. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau

perubahan kesehatan.

3. Intervensi

a. Menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas

ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikat.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat

teratasi.

kriteria hasil : Klien akan melaporkan penurunan episode dispnea.

Intervensi :

1)  Kaji dan laporkan tanda penurunan curah jantung.

2)  Catat bunyi jantung.

3)  Palpasi nadi perifer.

4)  Istirahkan pasien dengan tirah baring optimal.

Rasionalisasi :

1) Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan MI yang lebih

dari 24 jam pertama.

2) S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop

umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi

yang distensi murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral.

3) Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya nadi, radial,

popliteal, dorsalis pedis, dan postibial.

4) Oleh karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-benar istirahat

untuk sembuh seperti luka pada patah tulang, maka hal terbaik yang

18 | P a g e

Page 19: Askep Decompensasi Cordis

dilakukan adalah mengistirahatkan klien. Melalui inaktivitas, kebutuhan

pemompaan jantung.

b. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen

dengan kebutuhan miokardium sekunder daru penurunan suplai darah ke

miokardium, peningkatan produksi asam laktat.

Tujuan :Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan

respons nyeri dada

Kriteria hasil :Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada.

Intervensi :

1) Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama, dan penyebarannya.

2)   Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.

3)   Lakukan manajemen nyeri keperawatan:

4)   Atur posisi fisilogis.

5) Istirahatkan pasien.

6) Ajarkan teknik telaksasi pernapasan dalam

7) kolaborasi pemberian terapi farmakologis antiangina.

Rasionalisasi:

1) Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan

pengkajian.

2) Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada

kematian mendadak.

3) Posisi fisiologis akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer.

4) Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari

iskemia jaringan otak.

5) Obat-obatan antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah, baik

dengan menambah suplai oksigen atau dengan mengurangi kebutuhan

miokardium akan oksigen.

c. Kerusakan pertukaran gas yang berhungan dengan perembesan cairan, kongesti

paru sekunder, perubahan membran kapiler alveoli, dan retensi cairan interstisial.

19 | P a g e

Page 20: Askep Decompensasi Cordis

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat

penurunan respons sesak napas.

Kriteria hasil :Secara subjektif klien menyatakan penurunan sesak napas.

Intervensi :

1) Berikan tambahan O2 6 liter/menit.

2) Koreksi keseimbangan asam basa.

3) Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan napas dalam.

4) Kolaborasi

-     RL 500 cc/24 jam

-     Digoxin 1-0-0

Rasionalisasi :

1) Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.

2) Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernapasan.

3) Kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas sehingga

berdampak pada timbulnya hipoksia.

4) Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat mengurangi

timbulnya edema dan dapat mencegah gangguan pertukaran gas.

d. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak

optimal, kelebihan cairan di paru sekunder pada edema paru akut.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.

Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas.

Intervensi :

1) Auskultasi bunyi napas (krakles).

2) Kaji adanya edema.

3) Ukur intake dan output.

4) Kolaborasi dalam pemberian diet tanpa garam.

Rasionalisasi :

1) Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.

2) Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.

3) Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi

natrium/air, dan penurunan keluaran urine.

20 | P a g e

Page 21: Askep Decompensasi Cordis

4) Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang

berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan membuat

kebutuhan miokardium meningkat.

e.  Gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya gurah jantung.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi perifer meningkat.

Kriteria hasil : klien tidak mengeluh pusing,TTV dalam batas normal.

Intervensi :

1) Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan.

2) Kaji warna kulit, suhu, sianosis

3) Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang sonde.

4) Pantau urine output.

5) Kolaborasi : Pertahankan cara masuk heparin (IV) sesuai indikasi.

Rasionalisasi :

1) Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel.

2) Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.

3) Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya produksi urine.

4) Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat.

f. Penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan aliran darah

ke otak.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan tingkat

kesadaran.

Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal.

Intervensi :

1) Kaji status mental klien secara teratur.

2) Observasi perubahan sensori dan tingkat kesadaran pasien.

3) Kurangi aktivitas yang merangsang timbulnya respons valsava/aktivitas.

4) Catat adanya keluhan pusing.

Rasionalisasi :

1) Mengetahui derajat hipoksia pada otak.

21 | P a g e

Page 22: Askep Decompensasi Cordis

2) Bukti aktual terhadap penurunan aliran darah ke jaringan serebral adalah

adanya perubahan respons sensori dan penurunan tingkat kesadara.

3) Respons valsava akan meningkatkan beban jantung sehingga akan

menurunkan curah jantung ke otak.

4) Keluhan pusing merupakan manifestasi penurunan suplai darah ke

jaringan otak yang parah.

g. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan sistemik.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan

sistemik.

Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas

Intervensi :

1) Kaji adanya edema ekstremitas.

2) Kaji tekanan darah.

3) Kaji distensi vena jugularis.

4) Ukur intake dan output.

5) Kolaborasi berikan diet tanpa garam.

Rasionalisasi :

1) Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.

2) Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang

dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung.

3) Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat

dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.

4) Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi

natrium/air, dan penurunan keluaran urine.

5) Namun meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma.

h. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung.

22 | P a g e

Page 23: Askep Decompensasi Cordis

Tujuan : Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya

kemampuan beraktivitas.

Kriteria hasil : Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala

yang berat.

Intervensi :

1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD, selama dan sesudah

beraktivitas.

2) Pertahankan klien pada posisi tirah baring sementara sakit akut.

3) Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.

4) Pertahankan penambahan O2 , sesuai kebutuhan.

Rasionalisasi :

1) Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan adanya penurunan

oksigen miokard.

2) Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.

3) Untuk mengurangi beban jantung.

4) Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous return.

5) Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.

i. Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan anoreksia.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terdapat peningkatan dalam pemenuhan

nutrisi.

Kriteria hasil : klien secara subjektif termotivasi untuk melakukan pemenuhan

nutrisi sesuai anjuran.

Intervensi :

1) Jelaskan tentang manfaat makan bila dikaitkan dengan kondisi klien saat ini.

2)   Anjurkan agar klien memakan makanan yang disediakan di rumah sakit.

3) Beri makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta diet TKTPRG.

4) Kolaborasi : Dengan nutrisi tentang pemenuhan diet klien, Pemberian

multivitamin.

23 | P a g e

Page 24: Askep Decompensasi Cordis

Rasionalisasi :

1) Dengan pemahaman klien akan lebih kooperatif mengikuti aturan.

2) Untuk menghindari makanan yang justru dapat mengganggu proses

penyembuhan klien.

3) Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual, mempercepat perbaikan

kondisi, serta mengurangi beban kerja jantung.

4) Meningkatkan pemenuhan sesuai dengan kondisi klien.

5) Memenuhi asupan vitamin yang kurang dari penurunan asupan nutrisi secara

umum dan memperbaiki daya tahan.

j. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak

napas.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan gangguan pemenuhan tidur

berkurang

Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh mangantuk.

Intervensi :

1) Catat pola istirahat dan tidur klien siang dan malam hari.

2) Atur posisi fisiologis.

3) Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker sesuai dengan

indikasi.

4) Kolaborasi pemberian obat sedatif.

Rasionalisasi :

1) Variasi penampilan dan perilaku Klien dalam pemenuhan istirahat serta tidur.

2) Posisi fisiologismana mengakibatkan asupan O2 dan rasa nyaman.

3) Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium.

4) Meningkatkan istirahat/relaksasi dan membantu klien dalam memenuhi

kebutuhan tidur.

24 | P a g e

Page 25: Askep Decompensasi Cordis

k. Risiko tinggi cedera yang berhubung dengan pusing dan kelemahan.

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi cidera kepala pada klien.

Kriteria hasil : Klien tidak terjatuh, TTV dalam batas normal.

Intervensi :

1) Catat pola istirahat dan tidur klien siang dan malam hari.

2) Pantau adanya pengaman pada tempat tidur klien.

3)  Atur posisi fisiologis.

Rasionalisasi :

1) Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan istirahat dan tidur

sebagai temuan pengkajian.

2) Tempat tidur dengan adanya pengaman / pagar tempat tidur dapat mencegah

klien jatuh pada saat gelisah dan mengalami kelemahan.

3) Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 dan rasa nyaman.

l. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau

perubahan kesehatan.

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan klien berkurang.

Kriteria hasil : Klien menyatakan kecemasan berkurang.

Intervensi :

1) Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.

2) Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi klien, dan lakukan

tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.

3) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang

diharapkan.

4) Kolaborasi: berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya diazepam.

Rasionalisasi :

1) Cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya.

2) Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan

gelisah.

3)   Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

4) Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

25 | P a g e

Page 26: Askep Decompensasi Cordis

4. Implementasi

Fokus dari tahap implementasi asuhan keperawatan adalah kegiatan implementasi

dari perencanaan intervensi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.

Pendekatan asuhan keperawatan meliputi intervensi independen, dependen, dan

interdependen

a. Independen

Asuhan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh

perawat tanpa petunjuk dari dokter atau profesi kesehatan lainya. Type dati

aktivitas yang dilaksanakan perawat secara independen didefinisikan berdasarkan

diagnosis keperawatan.

b. Interdependen

Asuhan keperawatan interdependen menjelaskan kegiatan yang meemerlukan

kerjasama dengan profesi kesehatan lainya, seperti tenaga social, ahli gizi,

fisioterapi, dan dokter.

c. Dependen

Asuhan keperawatan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencana

tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis

dilaksanakan

5. Evaluasi

Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian

tujuan pasien dan menentukann keputusan dengan cara membandingkan data yang

terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan.

a. Evaluasi proses

Fokus pada evaluasi proses atau formatif adalah aktivitas dari proses

keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses

harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan

untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut.

26 | P a g e

Page 27: Askep Decompensasi Cordis

b. Evaluasi hasil

Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status kesehatan

pasien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir

asuhan keperawatan secara paripurna.

Evaluasi pada decompensasi cordis antara lain:

1. penurunan curah jantung dapat teratasi.

2. klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada.

3. Klien menyatakan kecemasan berkurang

4. TTV dalam batas normal.

5. keluhan gangguan pemenuhan tidur berkurang

6. Klien tidak sesak napas

7. Nutrisi klien terpenuhi

27 | P a g e

Page 28: Askep Decompensasi Cordis

BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN KASUS

Tanggal pengkajian : 05 Februari 2013 Pukul : 08.00 WIB

Nama Mahasiswa : Kelompok II

A. PENGKAJIAN

I. Identitas

1. Klien

Inisial klien : Tn. Z

Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku/bangsa : Manado/Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SMA

Alamat : Jln. G.Obos XIII No. 01

Tgl Masuk RS : 3 Februari 2013

No. MR : 11.51.01

2. Penanggung Jawab

Nama : Nisa Andawati

Umur : 46 tahun

Pekerjaan : IRT (Ibu Rumah Tangga)

Pendidikan : SMP

Alamat : Jln. G.Obos XII No. 01

Hubungan keluarga : Istri

DIAGNOSA MEDIS : Decompensasi Cordis

28 | P a g e

Page 29: Askep Decompensasi Cordis

II. Riwayat Perawatan

1. Keluhan Utama : Sesak nafas

2. Riwayat Penyakit

a. Riwayat Kesehatan/Keperawatan Sekarang

Klien mengatakan kurang lebih 3 hari yang lalu mengalami sesak nafas, kemudian

pada tanggal 3 Februari 2013 klen dibawa ke rumah sakit dengan kelihan sesak

nafas, klien dibawa oleh keluarga dan klien masuk IGD. Di IGD klien

mendapatkan terapi candasartam, spironoketon, injeksi lasix, infus NACL( 10

tpm/menit) serta therapi oksigen sebanyak 4 liter.

b. Riwayat Kesehatan/Keperawatan Dahulu

Klien mengatakan pernah dirawat di Rumah Sakit pada tahun 2010 karena

penyakit Asma Bronkial.

c. Riwayat Kesehatan/Keperawatan Keluarga

klien mengatakan keluarganya ada penderita asma dan diabetes, sedangkan ibu

klien meninggal pada tahun 1975 karena penyakit hipertensi.

Genogram keluarga Keterangan :

Perempuan

Laki-laki

Meninggal X

Pasien

Serumah ....

Bercerai

29 | P a g e

Page 30: Askep Decompensasi Cordis

d. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Klien mengatakan tinggal di rumah sendiri yang memiliki ventilasi yang cukup

baik, lingkungan tempat tinggal klien juga cukup bersih.

e. Riwayat Psikososial

Hubungan klien dengan keluarga cukup baik, klien berkomunikasi dengan baik

menggunakan bahasa indonesia. Hubnugan klien dengan teman dan petugas

kesehatan cukup kooperatif.

III. Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan

Klien menganggap kesehatan itu hal penting, dan klien berharap untuk segera

sembuh

2. Pola aktivitas latihan

Sebelum sakit klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri.

Namun ketika sakit klien tidak mampu melakukan aktivitasnya sendiri dan di

bantu oleh keluarga atau petugas kesehatan berhubung kondisinya yang lemah

3. Pola nutrisi metabolic

Klien mengatakan ketika sakit nafsu makannya berkurang dan mengalami

mual. Oleh karena itu klien hanya dapat menghabiskan setengah porsi

makanan yang disediakan

BB sebelum sakit : 70kg

BB setelah sakit : 66kg

4. Pola eliminasi

Klien mengatakan masih bisa BAB dan BAK dengan normal layaknya saat

sehat

Klien BAK 4 x sehari dan BAB 1-2 x sehari

Produksi urin ± 1200 cc per hari

30 | P a g e

Page 31: Askep Decompensasi Cordis

5. Pola tidur / istirahat

Klien mengatakan tidak dapat tidur nyenyak karena sesak napas

Saat sakit klien hanya dapat tidur ± 2 jam ketika malam hari

6. Pola kognitif perceptual

Klien mengatakan tidak terlalu mengerti dengan penyakit yang dideritanya

7. Pola toleransi-koping stress

Bila ada masalah klien menceritakan kepada keluarga dan teman-teman

terdekatnya

8. Pola persepsi diri / konsep diri

Klien mengatakan tidak merasa malu dengan keadaannya saat ini

9. Pola seksual-reproduktif

Klien sudah menikah, dan mempunyai tiga orang anak

10. Pola hubungan peran

Hubungan interpersonal klien dan keluarga tidak terganggu

11. Pola nilai dan keyakinan

Klien beragama islam, dan meyakini agama yang di anutnya.

Sebelum sakit klien dapat melakukan ibadah (sholat) dengan normal, setelah

sakit klien hanya dapat berdoa / sholat dengan berbaring di atas tempat tidur

31 | P a g e

Page 32: Askep Decompensasi Cordis

IV. Observasi Dan Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

Klien tampak lemah, terbaring di tempat tidur, terpasang infus NaCl (10 TPM)

di tangan sebelah kiri, Terpasang o2 2L/m, klien tampak gelisah dan sesak

napas

2. Tanda-tanda vital

TD: 150/90mmHg RR:25 x / m HR: 78 x / m S: 360C

3. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening

Klien berkulit sawo matang, turgor kurang baik, tidak ada gatal-gatal pada

kulit. Rambut klien cukup rapi warna rambut hitam.

4. Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala tidak ada benjolan (dalam keadaan normal)

Bibir klien agak kering dan tidak pecah

Hidung simetris, cuping hidung (-)

Mata, sclera berwarna bening, konjungtiva berwarna merah muda

Leher : JVP (-), tidak ada pembengkakan limpa

5. Pemeriksaan dada

Bentuk dada simetris, bunyi napas tambahan ronkhi, tidak ada nyeri tekan

pada dada klien. Jantung teraba (kardiomegali)

6. Pemeriksaan abdomen

Tidak ada asites, tidak ada nyeri tekan

7. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis

a. ekstremitas atas dan bawah dapat digerakan

ekstremitas bawah lemah jika berjalan, tidak ada udema pada kaki bawah

klien

32 | P a g e

Page 33: Askep Decompensasi Cordis

b. Neurologis

n I: klien dapat membedakan bau atau aroma

n II: lapang pandang klien baik

n III: klien dapat menggerakan mata ke atas, bawah, dan ke dalam

n IV: klien dapat menggerakan mata kebawah/dalam

n V: klien dapat menggerakan otot mata kebawah, kedalam

n VI : klien dapat mengunyah mampu mengontrol ekspresi wajah

n VII : klien dapat mengontrol ekspresi wajah seperti tersenyum

n VIII: kondisi udara baik

n IX : klien dapat menelan air liur dan minum,

n X : klien dapat mengatakan ohhh.... okula tampak simetris

n XI : klien dapat membalikan/menoleh kesisi berlawanan

n XII : klien dapat menggerakan/menjulurkan lidah

V. Hasil Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Natrium :152mmol/L ( n : 138-146 mmol/L).

b. Kalium 5,2mmol/L (n : 3,5-4,9mmol/L)

c. Cl 118mmol/L (n : 98-109mmol/L)

d. Loukosit 11.310 (n : 4.00-100 x 10^3)

e. Eritrosit 6,100 (n : 3.50-5,50)

f. Hb 17,7gr/dl (n : 13,5-18 gr/dl)

g. GDS 129 (n : <200)

h. Cretinin 1,40 (n :0,17-1,5 gr/dl)

i. SGPT 66 (n : 370C = <4)

j. Kholesterol 244 (n : <200)

k. Trigliserit 127 (n :<200)

l. Urit acit 6,0 mg/dl (n : 3,4-7,0mg/dl)

33 | P a g e

Page 34: Askep Decompensasi Cordis

2. Pemeriksaan diagnostic

Foto thorax rongent : kesan kardiomegali

VI. Terapi

1. Infus NaCl 0,9% (10 TPM)

2. Obat oral

a. Candesartan 2x1

b. Digoxin 1x1

Indikasi : payah jantung kronik, payah jantung penderita lansia dengan atau

tanpa payah ginjal, payah jantung akut, payah jantung pada anak.

c. Spironolacton 2x1

Indikasi : hipertensi esensial, edema pada payah jantung kongestif, edema yang

disertai peningkatan kadar aldosteron dalam darah, misalnya pada sindrom

nefrotik atau serosis hati, juga digunakan pada diagnosis maupun pengobatan

pada hiperaldosteronisme primer.

d. Laxadin syr 1x1

Indikasi : mengatasi buang air besar, persiapan menjelang tindakan radiologis

atau operasi.

e. Salbutamol 3x1

Indikasi :

f. Simvastatin 1x1

Indikasi : mengurangi kadar kolesterol total dan LDL. Sebagai anti

hiperkolesterol primer maupun sekunder.

g. CPG 1x1

h. Aspilet 1x1

Indikasi : demam, sakit kepala, sakit gigi, rasa nyeri pada otot dan sendi.

3. Obat injeksi

34 | P a g e

Page 35: Askep Decompensasi Cordis

a. Inj furosemid 1x2

b. Inj simextam 2x1

c. Inj ranitidin 2x1

d. Arixtra 2,5gr x1

B. Analisa Masalah

Data fokus

(subyektif & objektif) Masalah Kemungkinan penyebab

DS: klien mengatakan

napasnya sesak

DO: klien tampak sesak

napas

TTV: TD: 150/90mmHg RR :

25x/m HR : 78x/m s: 360C

Pola napas tidak efektif Penurunan ekspansi paru

DS: klien mengatakan nafsu

makan nya menurun. Kadang

mual, dan muntah

DO: klien tampak lemah

Klien hanya dapat

Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Intake tidak adekuat

35 | P a g e

Page 36: Askep Decompensasi Cordis

menghabiskan setengah porsi

makan yang disediakan

BB sebelum sakit 70 kg

BB setelah sakit 66 kg

Ds : klien mengatakan tidak

bisa tidur karena sesak yang

dirasakan.

Do : klien tampak lemah

kelopak mata bawah

berkantung,

Gangguan pemenuhan

istirahat dan tidur

sesak nafas

Ds : klien mengatakan tidak

dapat melakukan aktivitas

secara mandiri.

Do : klien tampak lemah,

klien tampak di bantu dalam

aktivitasnya

Intoleransi aktivitas Kelemahan

C. Daftar diagnosa keperawatan

No Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat

3. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dan pola tidur berhubungan dengan sesak

36 | P a g e

Page 37: Askep Decompensasi Cordis

nafas

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

37 | P a g e

Page 38: Askep Decompensasi Cordis

D. Perencanaan

No Diagnose keperawatan Tujuan & kriteria hasil

Intervensi keperawatan

Rasionalisasi Nama & paraf

1 Pola napas tak efektif b/d penurunan ekspansi paru

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 7 jam, diharapkan pola napas klien efektif, dengan kriteria hasil :

Pola nafas kllien dengan frekuensi dan kedalaman yang normal

Klien menyatakan : sesak napasnya berkurang / hilang

1. Kaji fungsi pernapasan seperti frekuensi dan kedalaman pernapasan

2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas tambahan

3. Observasi tanda – tanda vital klien

4. Bantu klien pada posisi semi fowler

5. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi

1. kecepatan biasanya meningkat, dispnue dn terjadi peningkatan kerja napas

2. bunyi napas biasanya menurun bila jalan napas obstruktif sekunder terhadap perdarahan / bekuan

3. mengetahui keadaan umum klien

4. posisi semi fowler membantu memaksimalkan ekspansi paru

5. memaksimalkan pernapasan dan menurunkan kerja napas

3 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tak adekuat

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 7 jam, diharapkan nutrisi klien dapat terpenuhi, dengan krriteria hasil :

1. awasi konsumsi makan dan cairan

2. perhatikan adanya mual / muntah

3. anjurkan makan sedikit tapi sering

1. mengidentifikasi adanya kekurangan nutrisi

2. gejala yang menyertai akumulasi endogen

3. porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan

38 | P a g e

Page 39: Askep Decompensasi Cordis

nafsu makan klien meningkat

berat badan klien meningkat

klien tidak mengalami kelemahan fisik dan dapat melakukan aktivitasnya

4. timbang berat badan klien

5. anjurkan klien makan dalam posisi duduk

6. berikan oral hygiene untuk klien

7. kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet untuk klien

makanan4. mengukur derajat

kekurangan nutrisi klien

5. agar masukan makan lancar dan mengurangi rangsang muntah

6. menghilangkan krasa tidak enak pada mulut dan meningkatkatkan nafsu makan.

7. kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi sesuai diet

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 7 jam, diharapkan kebutuhan istirahat dan pola tidur klien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :

klien tampak segar

pola tidur klien 7-8 jam

klien tidak mengalami kelemahan fisik

1. kaji pola tidur klien

2. Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker sesuai dengan indikasi.

3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang

4. Berikan tempat tidur yang nyaman, ganti laken yang sudah kotor

5. berikan posisi semi fowler

1. Mengidentifikasi berapa lama tidur klien dalam sehari

2. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium.

3. Meningkatkan rasa nyaman klien

4. Meningkatkan kenyaman tidur klien

5. Meningkatkan ekspansi paru, mengurangi sesak

39 | P a g e

Page 40: Askep Decompensasi Cordis

4 Intoleransi aktivitas b/d kelemahan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 7 jam, diharapkan klien mampu melakukan aktivitas sesuai kemampuannya, dengan riteria hasil :

pasien dapat beraktivitas sendiri

klien segar dan kelemahan berkurng / hilang

1. pantau pasien dalam melakukan aktivitas

2. bantu ADL klien

3. tingkatkan tirah baring

4. anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas apabila terjadi nyeri dada, napas pendek dan kelemahan

1. mengidentifikasi tingkat intoleransi aktivitas klien

2. kebutuhan klien dapat terpenuhi

3. meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan o2 dan kerja jantung

4. regangan kardiopulmonal berlebih / stress dapat menimbulkan dekompensasi

40 | P a g e

Page 41: Askep Decompensasi Cordis

E. Implementasi

No diagnosa keperawatan

Tanggal & jam

Pelaksanaan Evaluasi tindakan / respon pasien Nama & paraf

I

II

6-2-2013

10.00 WIB

6-2-2013

10.00 WIB

1. Mengkaji fungsi pernafasan seperti

frekuensi dan kedalamannya

2. Mengobservasi tanda – tanda vital

3. Membantu klien pada posisi semifowler

4. memberikan terapi oksigen sesuai

indikasi

1. Mengawasi konsumsi makanan / cairan

2. Memperhatikan adanya mual . muntah

3. Menganjurkan klien makan sedikit tapi

sering

1. Do : Kecepatan nafas klien 24 x / menit

2. Do : TTV :

TD: 130/80 mmHg, S : 36 C, N : 80 x /

menit, RR : 24 x / menit

3. Ds : Pasien mengatakan lebih nyaman

dengan posisi semifowler

4. Do : Oksigen sudah diberikan sebanyak

2 liter via nasal kanul

1. Do:Klien masih belum bisa

menghabiskan porsi makanan yang

disediakan ( hanya ¼ porsi makanan yg

dimakan )

2. Ds :Klien mengatakan sudah tidak ada

mual / muntah

3. Klien mengatakan akan mengikuti

anjuran perawat

41 | P a g e

Page 42: Askep Decompensasi Cordis

III 6-2-2013

10.00 WIB

4. Menimbang berat badan klien

5. menganjurkan klien makan dalam posisi

duduk

6. berikan oral hygiene untuk klien

7. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam

pemberian diet untuk klien

1. mengkaji pola tidur klien

2. memberikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker sesuai dengan indikasi.

3. menciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang

4. memberikan tempat tidur yang nyaman, ganti laken yang sudah kotor

5. memberikan posisi semi fowler

4. Berat badan klien tidak bertambah

( tetap ) yaitu : 67 kg

5. Klien kooperatif

6. Oral hygiene sudah dilakukan oleh

keluarga klien

7. Makanan pasien sudah diatur oleh ahli

gizi sesuai diet

1. Ds : klien mengatakan hanya dapat tidur 2 – 3 jam pada malam hari

2. Do:Oksigen sudah diberikan sebanyak 2 liter

3. Do : lingkungan klien cukup tenang

4. Do : laken klien sudah diganti dengan yang bersih

5. Ds: klien mengatakan nyaman dengan posisi semi fowler

42 | P a g e

Page 43: Askep Decompensasi Cordis

IV 6-2-2013

10.00 WIB

1. Memantau klien dalam melakukan

aktivitas

2. Membantu klien dalam melakukan

aktivitas sehari – hari

3. Meningkatkan tirah baring

4. Menganjurkan klien untuk

menghentikan aktivitas bila terjadi nyeri

dada / nafas pendek

1. Klien masih belum bisa melakukan

aktivitas secara mandiri

2. Klien kooperatif

3. Klien mengatakan dapat tidur /

beristirahat dengan baik

4. Klien mengatakan akan melakukan

anjuran perawat

43 | P a g e

Page 44: Askep Decompensasi Cordis

F. Evaluasi

44 | P a g e

No.

Dx

Tanggal

dan jam

Catatan perkembangan (SOAP) Nama dan

paraf

I 7-2-2013

15.00

WIB

S : klien mengatakan sesak nafasnya sudah berkurang

O : keadaan umum masih lemah

TTV : TD : 130 / 90 mmHg, S : 36,5 0 C,

HR : 81 x/mnt, RR : 23 x / mnit.

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

II 7-2-2013

15.00

WIB

S : klien mengatakan nafsu makannya masih kurang,

O : keadaan umum masih lemah, porsi makanan hanya

dapat dihabiskan sebanyak setengah porsi.

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

III 7-2-2013

15.00

WIB

S : klien mengatakan dapat tidur lebih lama dar

sebelumnya yaitu kurang lebih 3-5 jam, karena

sesaknya telah berkurang

O : klien tampak lebih tenang, dan tidak gelisah seperti

sebelumnya

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

IV 7-2-2013

15.00

WIB

S : klien mengatakan tubuhnya masih lemah

O : aktivitas klien tampak masih dibantu oleh keluarga

dan perawat

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

Page 45: Askep Decompensasi Cordis

Evaluasi II

45 | P a g e

No.

Dx

Tanggal

dan jam

Catatan perkembangan (SOAP) Nama dan

paraf

I 8-2-2013

09.00

WIB

S : klien mengatakan sesak nafasnya sudah berkurang

O : keadaan umum masih lemah

TTV : TD : 130 / 80 mmHg, S : 36,3 0 C,

HR : 78 x/mnt, RR : 22 x / mnit.

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

II 8-2-2013

09.00

WIB

S : klien mengatakan nafsu makannya sudah

meningkat dari sebelumnya, tidak ada mual/

muntah .

O : keadaan umum masih lemah, porsi makanan

belum dapat dihabiskan oleh klien (hanya ½

porsi yang dapat dihabiskan)

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

III 7-2-2013

09.00

WIB

S : klien mengatakan dapat tidur lebih lama dari

sebelumnya yaitu kurang lebih 3-5 jam, karena

sesaknya telah berkurang

O : klien tampak lebih tenang, dan tidak gelisah seperti

sebelumnya

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

IV 7-2-2013

09.00

WIB

S : klien mengatakan tubuhnya masih lemah

O : aktivitas klien tampak masih dibantu oleh keluarga

dan perawat

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

Page 46: Askep Decompensasi Cordis

II. PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistimatis dalam pengumpulan

data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001:17).

Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan, mengorganisasi dan mencatat data yang menggambarkan seluruh respon

manusia yang mempengaruhi pola kesehatan. Pencatatan hasil pengkajian keperawatan secara lengkap dan akurat serta

tidak boleh terdapat unsur dugaan atau interprestasi perawat (Nursalam, 2001: 18)

46 | P a g e

Page 47: Askep Decompensasi Cordis

Menurut Ardiansyah (2012:28), manifestasi klinis dari Decompensasi Cordis meliputi :

1. Dispnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Gangguan ini dapat

terjadi saat istirahat ataupun beraktivitas

2. Orthopnea, yaitu kesulitan bernafas saat penderita berbaring.Proximal, yaitu

3. nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi saat pasien duduk lama dengan posisi kaki atau tangan dibawah atau

setelah pergi berbaring ditempat tidur.

4. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan daha atau lendir.

5. Mudah lelah, dimana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang kurang sehingga menghambat sirkulasi cairan dan

sirkulasi oksigen.

6. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan.

7. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kana atas

8. Anoreksia dan mual.

9. Rasa ingin kencing pada malam hari.

10. Badan lemah akibat menurunya curah jantung.

Dalam kasus Tn. Z yang mengalami decompensasi cordis yang berfokus pada asuhan keperawatan pada klien dengan

decompensasi cordis, keadaan fisik serta respon klien. Pada saat pengkajian klien terutama mengeluhkan seseak nafas

yang ia rasakan, hal itu kemungkinan disebabkan karena pada teori Doengos (2000: 52 ) berfokus pada masalah utama

yang terjadi pada penyakit kardivaskular yaitu kegagalan serambi kiri / kanan jantung yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk memberikan keluaran yang cukupuntuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan

terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik yang berdampak paru mengalami tekanan yang menyebabkan pada

penurunan ekspansi pada paru.

47 | P a g e

Page 48: Askep Decompensasi Cordis

Pada Tn. Z Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, juga melalui catatan

keperawatan mengenai status klien, di dukung oleh pemeriksaan penunjang laboratorium.

Hasil dari pengumpulan data tersebut diperoleh informasi data dasar klien yang memungkinkan untuk mengidentifikasi

masalah-masalah klien, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan dan implementasi

keperawatan serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.

Menurut Doenges (2000:786) pemeriksaan diagnostik pada klien dengan adalah tergantung pada kondisi DC

tersebut. pemeriksaan diagnostik nya terdiri dari:

1. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan guna mengkaji kompensaai

seperti hipertropi ventrikel. Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta

berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.

2. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik pada penyakit jantung

kotoner

3. Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung

4. echo-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk menyajikan data tentang fungsi

jantung.

5. Foto polos dada

a. Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.

b. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan pembesaran ventrikel kanan.

6. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi

48 | P a g e

Page 49: Askep Decompensasi Cordis

Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain itu dapat dideteksi

derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta

gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.

Pada kasus Tn. Z tidak semua prosedur diagnostik dan laboratorium dilakukan, pemeriksaan yang dilakukan adalah :

Foto thorax rongent : kesan kardiomegali, Natrium :152mmol/L ( n : 138-146 mmol/L), Kalium 5,2mmol/L (n : 3,5-

4,9mmol/L), Cl 118mmol/L (n : 98-109mmol/L), leukosit 11.310 (n : 4.00-100 x 10^3), Eritrosit 6,100 (n : 3.50-5,50), Hb

17,7gr/dl (n : 13,5-18 gr/dl), GDS 129 (n : <200), Cretinin 1,40 (n :0,17-1,5 gr/dl), SGPT 66 (n : 370C = <4), Kholesterol

244 (n : <200), Trigliserit 127 (n :<200), Urit acit 6,0 mg/dl (n : 3,4-7,0mg/dl).

Pada pemeriksaan rontgen didapatkan kesan bahwa klien mengalami kardiomegali, hal ini kemungkinan disebabkan

jantung bekerja terlalu keras untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh, jantunng yang bekerja

terlalu keras membuat jantung mengalami pembesaran.

Pada pemeriksaan laboaratorium didapatkan bahwa kolesterol Tn. Z melampaui batas normal dan kolesterol yang tinggi

tidak baik untuk jantung.

Pada pengkajian tanggal 05-2-2013 didapatkan data dari keluhan klien yaitu klien mengatakan napasnya sesak, klien

mengatakan nafsu makan nya menurun. Kadang mual, dan muntah, : klien mengatakan tidak bisa tidur karena sesak yang

dirasakan.

Pada dasarnya tanda dan gejala yang didapatkan dari klien sama dengan teori Doengos : 2000:52.

Dalam pelaksanaan pengkajian yang telah di lakukan oleh penulis terdapat ada beberapa faktor pendukung, yaitu :

tersedianya peralatan yang di sediakan dari kampus dari mahasiswa sendiri maupun oleh perawat di ruang ICCU untuk

melakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik, disamping itu sikap kooperatif dari klien dan keluarga selama di lakukan

pengkajian, adanya pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan di ruangan, adanya data-data dari tim medis yang

49 | P a g e

Page 50: Askep Decompensasi Cordis

menunjang dalam pengkajian seperti hasil pemeriksaan laboratorium, status klien yang memberikan keadaan klien.

Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan pengkajian ini adalah terbatasnya waktu untuk pengkajian kerena klien

membutuhkan istirahat yang cukup.

B. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan.

Adapun kriterianya adalah proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan

diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan terdiri dari masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau gejala (S). Bekerja

sama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memalidasi diagnosa keperawatan (Nursalam, 2002:312)

Diagnosa keperawatan pada DC menurut Doengoes (2000:52-54) ada 4 yaitu curah jantung menurun

berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard, intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan, kelebihan volume cairan berhubungan denganmenurunnya laju filtrasi glomerulus,

kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler, kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan tirah baring lama. Serta dari referensi lain yaitu

Sedangkan pada kasus Tn. Z hanya ditemukan 4 diagnosa yaitu Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru, Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, Gangguan pemenuhan

kebutuhan istirahat dan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

a. Diagnosa 1

50 | P a g e

Page 51: Askep Decompensasi Cordis

b. Diagnosa II : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat

Nutrisi kurang adalah suatu keadaan dimana individu yang tidak puasa mengalami atau berisiko mengalami penurunan

berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk

kebutuhan metabolik (Potter & Perry, 2005:1447). Tanda-tanda nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah lesu,

kelemahan dan nyeri otot (dapat menyebabkan ketidakmampuan berjalan), mudah lelah, anoreksia, konstipasi atau

diare, membran mata pucat (konjungtiva pucat), edema pada tungkai.

Data yang mengindikasikan adanya masalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang ditemukan pada Tn. Z

adalah adanya ungkapan klien mengatakan bahwa ia kurang nafsu makan, Kadang mual, dan muntah ,dan klien hanya

mampu menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan berat badan sebelum sakit 70 kg, dan saat sakit berat badan klien

turun menjadi 66 kg, klien tampak lemah di tempat tidur, konjungtiva pucat dan mukosa bibir kering.Data tersebut

mendukung untuk diangkatnya diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.

c. Diagnosa III: , Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas.

d. Diagnosa IV : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Diagnosa keperawatan pada DC menurut Doengoes (2000:52-54) ada yang tidak diangkat kedalam kasus yaitu curah

jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard, kelebihan volume cairan berhubungan

denganmenurunnya laju filtrasi glomerulus, kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

kapiler, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.

51 | P a g e

Page 52: Askep Decompensasi Cordis

Ke tiga diagnosa tersebut tidak penulis angkat disebabkan oleh data-data yang mendukung adanya diagnosa-diagnosa

keperawatan tersebut tidak ditemukan pada saat pengkajian, Penulis membuat diagnosa keperawatan berdasarkan data yang

dikumpulkan dari klien dan keluarga serta data yang mendukung lainnya.

Faktor pendukung dalam penegakan diagnosa ini adalah adanya data-data baik subjektif maupun objektif dengan

kerjasama klien dan keluarga dalam menceritakan kejadian dan keluhan yang dialami klien.

Faktor penghambat yang dirasakan yaitu kurangnya ketelitian serta kurangnya pengetahuan serta kurang

mendalamnya pengkajian dalam merumuskan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan prioritas

masalahnya

52 | P a g e

Page 53: Askep Decompensasi Cordis

53 | P a g e

Page 54: Askep Decompensasi Cordis

54 | P a g e

Page 55: Askep Decompensasi Cordis

DAFTAR PUSTAKA

55 | P a g e

Page 56: Askep Decompensasi Cordis

Tabrani, (1998), Agenda Gawat Darurat Jilid 2, Penerbit Alumni Bandung

Guyton, (1991), Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta

Barbara Engram, (1995), Perawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta

Dongoes M.E, Marry F, Alice G (1997) Nursing Care Plans,

F.A davis Company, Philadelphia. Carpennito L.J (1997), Nursing Diagnosis, JB. Lippincot, New York

Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis Pendekatam Holistik, Penerbit EGC, Jakarta.

Price Sylvia A ( 1993) , Patofisiologi, Penerbit EGC, Jakarta.

Lily ismudiati rilanto dkk, (2001). Buku Ajar Kardiologi, penerbit Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia, Gaya

Baru Jakarta.

Long. C.B (1996) Medical Surgical. Nursing. CV. Mosby St Louis, USA.

56 | P a g e