bab 1-5, dapus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah tutor

Citation preview

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Mempertahankan tubuh tetap dalam keadaan sehat adalah sasaran yang

    harus dicapai oleh setiap ahli dalam bidang pengobatan dan dokter gigi bukan

    merupakan pengecualian. Dokter gigi yang teliti dan bijaksana akan melindungi

    kesehatan mulut pasiennya dan bukan hanya bertindak sebagai tukang yang

    memperbaiki gigi rusak dan ahli cabut gigi (Baum, dkk.,2006).

    Dokter gigi menduduki suatu posisi yang agak unik sebagai ahli terapi

    karena sifat bahan-bahan biologi yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dokter gigi

    terutama berhubungan dengan jaringan keras yang tidak mampu memperbaiki

    dirinya sendiri. Prosedur-prosedur bedah yang dilakukan pada jaringan gigi

    tergantung pada proses penyembuhan bagian gigi yang hilang setelah

    pengangkatan jaringan karies. Setiap tindakan terapiutik cara efektif yang dimulai

    oleh dokter gigi harus menggantikan bagian yang hilang dengan bahan logam,

    plastik, atau bahan keramik(Baum, dkk.,2006).

    Gigi adalah organ yang vital. Karena itu, harus dirawat dengan penuh

    pertimbangan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dokter

    gigi harus mencegah atau menahan proses penyakit dan merestorasi bagian yang

    hilang. Salah satu tindakan perawatan yang diambil uintuk mempertahankan gigi

    agar tetap vital adalah perawatan endodontik (Baum, dkk.,2006).

    Konsep merawat pulpa gigi untuk tetap mempertahankan gigi (perawatan

    endodontik) adalah perkembangan mutahir pada riwayat kedokteran gigi. Oleh

    karena itu dalam makalah ini akan sedikit membahas tentang perawatan

    endodontik, khususnya perawatan pulp capping (Harty, 1993).

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Jelaskan penyebab penyakit pulpa

    2. Sebutkan bahan yang digunakan untuk perlindungan pulpa

    3. Jelaskan prosedur perawatan pulpa

  • 2

    4. Jelaskan tentang bahan nonplastis yang digunakan untuk merestorasi karies

    kelas 2 luas

    1.3 Tujuan Umum

    Kompetensi yang akan dicapai mahasiswa adalah mampu menjelaskan

    tentang penyakit pulpa, mampu menerapkan prosedur perawatan pulpa, dan dapat

    memilih bahan yang digunakan untuk perlindungan pulpa serta mampu

    mengaplikasikan dengan baik.

    1.4 Tujuan Khusus

    1. Menganalisis penyebab penyakit pulpa

    2. Menganalisis bahan perlindungan pulpa yang tepat

    3. Menganalisis prosedur perawatan pulpa

    4. Menjabarkan bagaimana bahan nonplastis untuk restorasi kelas 2 luas

    1.5 Hipotesa

    Pemeriksaan dan diagnosa yang tepat menentukan keberhasilan dalam

    perawatan yang dilakukan dokter gigi khususnya pada pasien hipertensi.

  • 3

    BAB II

    SKENARIO

    2.1 Skenario

    Seorang pasien laki-laki usia 52 tahun datang ke RSGM(P) Institut Ilmu

    Kesehatan Bhakti Wiyata karena gigi geraham kanan bawahnya berlubang, pada

    pemeriksaan anamnasa pasien menceritakan bahwa sejak 5 bulan yang lalu gigi

    tersebut berlubang dan sekarang terasa ngilu sekali bila minum es ataupun

    kemasukan makanan. Pasien merasa tidak nyaman saat makan dan ingin gigi

    tersebut ditambal. Dari anamnesa diketahui pasien memiliki riwayat hipertensi,

    terkontrol dan rajin minum obat dari dokter, dan tekanan darah saat ini 140/100.

    Pada pemeriksaan ekstra oral tidak diketemukan pembengkaan. Pemeriksaan

    objektif dan foto rontgen yang dilakukan pada gigi 46 ditentukan adanya karies

    profunda namun belum perforasi, tes perkusi dan tekan tidak sakit, dan terasa

    ngilu ketika dilakukan tes termal.

    2.2 Keyword

    Pulpitis Reversibel, perlindungan pulpa gigi permanen, riwayat hipertensi,

    tumpatan nonplastis

    2.3 Learning issue

    1. Jelaskan penyebab penyakit pulpa pada gigi permanen

    2. Jelaskan bahan yang digunakan untuk perlindungan pulpa

    3. Prosedur perawatan pulp capping

    4. Jelaskan teknik preparasi karies kelas II

    5. Jelaskan mengenai hipertensi

    3

  • 4

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1 Sebab-Sebab Penyakit Pulpa

    Dalam Grossman, dkk. (2012), disebutkan bahwa penyebab penyakit

    pulpa dapat berupa penyebab fisis, kimiawi, dan bacterial yang dikelompokkan

    menjadi:

    1. Fisis

    a. Mekanis

    - Trauma

    Kecelakaan (olah raga kontak)

    Prosedur gigi iatrogenic (pemasangan baji pada gigi,

    preparasi gigi atau mahkota, dan lain-lain)

    - Pemakaian patologik (atrisi, abrasi)

    - Retak melalui badan gigi (sindroma gigi retak)

    - Perubahan barometric (barodontalgia)

    b. Termal

    - Panas yang berasal dari preparasi kavitas, pada kecepatan rendah

    atau tinggi,

    - Panas eksotermik karena mengerasnya (setting) semen,

    - Konduksi panas dan dingin melalui tumpatan yang dalam tanpa

    suatu bahan dasar protektif,

    - Panas friksional (pergesekan) disebabkan oleh pemolesan restorasi.

    c. Listrik (arus galvanic dari tumpatan metalik yang tidak sama).

    2. Kimiawi

    a. Asam fosfat, monomer akrilik, dan lain-lain.

    b. Erosi (asam).

    3. Bakterial

    a. Toksin yang berhubungan dengan karies.

    b. Invasi langsung pulpa dari karies atau trauma.

    c. Kolonisasi microbial di dalam pulpa oleh mikroorganisme blood-borne

    (anakoresis).

    4

  • 5

    3.2 Pulp Capping

    3.2.1 Prosedur Pulp Capping

    1. Siapkan peralatan dan bahan. Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain yang

    2. Isolasi gigi. Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat

    menggunakan kapas dan saliva ejector, juga posisinya selama perawatan

    3. Preparasi kavitas. Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai

    kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-kira 0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan bor

    pad kedalaman kavitas dan dengan hentakan intermiten gerakan bor melalui

    fisur pad permukaan oklusal.

    4. Eksavasi karies yang dalam. Dengan perlahan-lahan buang karies dengan

    ekskavator, hilangkan dentin lunak sampai dasar pulpa tanpa membuka kamar

    pulpa.

    5. Kavitas disterilkan dengan air calxyl. Hindari penggunaan alkohol karena dapat

    memicu terjadinya dehidrasi cairan tubulus dentin.

    6. Berikan Zinc Oxide Eugenol. Keringkan kavitas dengan cotton pellet lalu

    tutup bagian kavitas dengan Kalsium Hidroksida, lalu Zinc Oxide Eugenol di

    dasar kemudian dilapisi semen seng fosfat (tambalan sementara)

    7. Perawatan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian.

    8. Apabila tidak ada keluhan, dilakukan penambalan tetap (Walton &

    Torabinejad, 2008).

    3.2.2 Bahan Pelindung Pulpa

    1. Hidroksida Kalsium

    Hasil penelitian klinis jangka pendek dari perawatan pulp capping gigi

    sulung yang terbuka pulpanya karena karies memperlihatkan presentasi

    keberhasilan sebanyak 75%. Sedangkan pulpotomi formokresol

    memperlihatkan presentasi keberhasilan 90% (Kennedy, 1993).

    Jaringan pulpa yang terletak di bawah hidroksida kalsium menunjukkan

    gambaran milroskopik yang khas. Setelah 24 jam disekitar pasta Ca(OH)2

    yang pH nya kurang lebih 11 terdapat jaringan pulpa nekrotik. Setelah 7

    hari terlihat banyak aktivitas fibroblast dan selular pada hari ke 28 terlihat

    pembentukan barrier dentin (Glass dan Zander, 1949). Barier dentin ini

  • 6

    akan tampak di radiograf tersebut secara histologic sebetulnya belum

    sempurna dan hanya terlihat berbentuk jembatan yang belum sempurna

    (Spedding,1963).

    Gagalnya pulp capping dengan hidroksida kalsium pada gigi

    sulung terlihat dengan adanya resorpsi interna pada radiograf. Hargreaves

    (1969) mengemukakakan bahwa penyebabnya adalah terkontaminasinya

    pulpa oleh saliva sebelum perlekatan bahan pulp cappingnya. Penemuan

    ini menyakinnkan kita agar isolator karet harus selalu digunakan rutin.

    Akan tetapi, mungkin juga kegagalan itu disebabkan oleh adanya inflamasi

    pulpa sebelum perawatan yang tidak terdeteksi yang menghambat

    kemungkinan terjadinya perbaikan jaringan pulpa dan pembentukan

    jembatan dentin.

    2. Semen antibiotikal/ Kortikosteroid

    Banyak para klinisi yang memakai Laedermix bagi perawatan pulp

    capping. Bahan ini terdiri atas :

    a) Bubuk merupakan campuran dari dimetilkhlortetrasiklin hidrokhlorida

    dan triamsinolon asetonid serta ZnO dan hidroksida kalsium;

    b) Cairan yang merupakan katalisator dan dibuat dari eugenol dan

    minyak terpentin murni.

    Hargreaves (1969) menemukan bukti bahwa bahan ini lebih baik

    daripada Ca(OH)2 bagi perawatan pulp capping gigi sulung. Diduga hal

    ini disebabkan oleh karena kortikosteroid dan antibiotika menekan respon

    inflamasi dalam pulpa dan mengembalikan kondisi yang memungkinkkan

    bagi berlangsungnya perbaikan (Kennedy, 1993).

    a. Bahan Pulp Capping

    1. Kalsium Hidroksida

    Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus Ca(OH)2.

    Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tidak berwarna atau bubuk

    putih. Kalsium hidroksida dapat dihasilkan melalui reaksi kalsium

    oksida (CaO) dengan air.

    Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan

    pH 12-13. Bahan ini sering digunakan untuk direct pulp capping. Jika

  • 7

    diletakkan kontak dengan jaringan pulpa, bahan ini dapat

    mempertahankan vitalitas pulpa tanpa menimbulkan reaksi radang, dan

    dapat menstimulasi terbentuknya batas jaringan termineralisasi atau

    jembatan terkalsifikasi pada atap pulpa.

    Sifat bahan yang alkalis inilah yang banyak memberikan pengaruh

    pada jaringan. Bentuk terlarut dari bahan ini akan terpecah menjadi

    ion-ion kalsium dan hidroksil.

    Sifat basa kuat dari bahan kalsium hidroksida dan pelepasan ion

    kalsium akan membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis.

    Keadaan basa akan menyebabkan resorpsi atau aktivitas osteoklas akan

    terhenti karena asam yang dihasilkan dari osteoklas akan dinetralkan

    oleh kalsium hidroksida dan kemudian terbentuklah kalsium fosfat

    kompleks. Selain itu, osteoblas menjadi aktif dan mendeposisi jaringan

    terkalsifikasi, maka batas dentin terbentuk diatap pulpa.

    Ion hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba, ion

    hidroksil akan memberikan efek antimikroba dengan cara merusak

    lipopolisakarida dinding sel bakteri dan menyebabkan bakteri menjadi

    lisis, baik dari bakteri maupun produknya.

    3. Zinc Oxide Eugenol

    ZOE sering digunakan dalam indirect pulp capping dan mempunyai

    kemampuan dalam pembentukan odontoblas (Karitna, 2005)

    Eugenol, secara biologis merupakan bagian yang paling aktif dari

    bahan ini dan mempunyai derivat fenol yang menunjukkan toksisitas

    serta memiliki sifat antibakteri. Manfaat eugenol dalam pengendalian

    nyeri disebabkan karena kemampuan memblokir transmisi impuls

    saraf. Selain itu, penelitian menunjukan terjadinya inflamasi kronis

    setelah aplikasi ZOE akan diikuti oleh pembentukan lapisan

    odontoblastik yang baru dan terbentuklah dentin sekunder (Walton &

    Torabinejad, 2008)

    ZOE tidak sering lagi digunakan saat ini karena menyebabkan

    persentasi yang tinggi terhadap resorpsi internal dan tingkat

    kesuksesannya hanya 55-57% (Bargenholtz, 2010)

  • 8

    4. Resin Adhesive

    Berdasarkan beberapa penelitian, bahan resin adhesive yang terbukti

    dapat digunakan sebagai bahan kaping pulpa secara langsung adalah

    bahan resin adhesive yang mengandung kombinasi utama Polyethylene

    Glycidyl Methacrylate (PEGDMA), Glutaraldehide 5% dan Bisphenol-

    Glycidyl Methacrylate (Bis-GMA), kombinasi 4- Methacrylate

    Trimmellitate anhydride (4-META), Hydroxyethyl Methacrylate

    (HEMA) dan PolyMethyl Methacrylate (PMMA), serta kombinasi

    Methacryloxyethyl Phenyl Hidrogen Phospatase (Phenyl-P), N-

    Methacryloyl-5-aminosalicylic Acid (5-NMSA), Bis-GMS, HEMA

    dan Methacryloxydcl Dehydrogen Phospate (MDP).

    Pada dasarnya, bahan resin adhesive terdiri dari bahan etsa, larutan

    primer, dan komponen adhesive yang dikemas dan digunakan sesuai

    dengan generasi sistem adhesive bahan itu sendiri (Dewi, Julita, 2003)

    Penelitian menunjukkan pada perbandingan resin adhesive dan dycal,

    untuk indirect pulp capping, material ini menunjukkan tingkat

    kesuksesan 96% untuk resin dan 83% untuk dycal (Bargenholtz, 2010)

    3.3 Restorasi Rigid

    Restorasi rigid merupakan restorasi yang dibuat di laboratorium dental

    dengan menggunakan model cetakan gigi yang dipreparasi kemudian disemenkan

    pada gigi. Umumnya restorasi ini membutuhkan berulang dan penempatan

    tumpatan sementara sehingga mahal untuk pasien. Restorasi rigid terdiri dari

    inlay, onlay atau overlay, dan crown. Inlay adalah tumpatan rigid yang

    ditempatkan di kavitas diantara tonjol gigi, ssedangkan onlay atau overlay

    merupakan rekontruksi gigi yang lebih luas meliputi satu atau lebih tonjol gigi.

    Crown adalah penggantian sebagian atau seluruh mahkota klinis yang

    disemenkan. ADA Council on Scientific Affairs. Direct and indirect restorative

    materials. JADA. 2003; 134 : 463-73

  • 9

    3.3.1 Inlay

    Inlay adalah restorasi yang digunakan pada gigi yang di preparasi pada

    bagian Oklusal Distal (OD), Oklusal Mesial (OM) atau Mesio Oklusal Distal

    (MOD). Inlay sudah jarang digunakan untuk kavitas sederhana dan umumnya

    hanya digunakan untuk gigi-gigi yang berkebutuhan khusus, seperti gigi yang

    sudah lemah karena karies dan cenderung fraktur bila tidak dilindungi atau bila

    retensi sulit dibuat. Inlay yang dikerjakan dan atau diselesaikan diluar mulut

    kemudian ditempatkan/dilekatkan pada kavitas gigi yang telah dipreparasi

    sebelumnya dengan semen (Tarigan, 1993)..

    - Indikasi :

    1. Sebagai penyangga bridge

    2. Pada kasus dimana diperlukan: perlindungan terhadap jaringan

    periodontal, kontak dengan gigi tetangga, menghindari terjadinya

    penimbunan sisa makan

    3. Lesi karies yang luas dan keadaan traumatic

    a. Lesi karies yg luas adalah kavitas MOD, sekunder karies, kavitas

    yang mengenai subgingival, kavitas proximooklusal yang luas,

    tumpatan permukaan gigi yang telah dirawat endo.

    b. Keadaan traumatic adalah abrasi,atrisi dan erosi yg luas, fraktur

    incisal gigi anterior / cusp gigi posterior

    4. Restorasi permukaan oklusal.

    5. Pada pasien yang kesehatan dan kebersihan mulutnya baik dan frekuensi

    karies rendah.

    6. Bila banyak gigi yang sudah memakai inlay logam.

    Seperti gigi tetangga atau antagonis. Ini untuk mencegah galvanic

    reaction.

    7. Restorasi gigi yang akan menerima tekanan besar yaitu gigi yang dipakai

    sebagai pegangan klamer

    8. Keadaan sosial ekonomi pasien mengizinkan

    - Kontraindikasi :

  • 10

    1. Pasien dengan insiden karies tinggi

    2. Pada kavitas yang kecil, bila dibuatkan inlay akan banyak membuang

    jaringan gigi yang sehat.

    3. Pasien dengan kesehatan dan kebersihan mulut yang buruk, frekuensi

    karies tinggi sehingga mudah terjadi sekunder karies.

    4. Gigi muda dimana gigi yang belum erupsi sempurna karena khawatir

    akan mencederai pulpa yang masih lebar

    - Prinsip preparasi kavitas untuk Inlay

    1. Outline form

    Seluruh jaringan karies, pit dan fisure yang dalam, email dan cusp yang

    tidak terdukung oleh dentin dimasukkan dalam outline preparasi.

    Luas preparasi tergantung dari luas karies atau luas tumpatan lama.

    Perluasan ke proksimal (dinding gusi atau servikal) sampai dibawah titik

    kontak.

    2. Resistance and retention form

    Karies gigi vital yang dalam -> beri pelindung pulpa Ca(OH)2

    Resistensi di dapat dari dinding yang halus line atau point angle yang tajam

    Retensi di dapat dari dovetail, dinding kavitas yang divergen dari gingiva ke

    oklusal 2-5 derajat.

    Retensi di dapat dari preparasi dinding yang saling berhadapan menjadi

    separalel mungkin dan kavitas tidak boleh undercut

    3. Retensi tambahan

    Membuat groove yang berjalan dari dinding servikal ke dinding oklusal.

    Membuat gingival retention groove pada axio-gingiva line angle.

    4. Convenience from

    Kavitas dibuat sedemikian rupa agar alat yang digunakan dapat masuk

    atau pemasangan bahan restorasi lebih mudah

  • 11

    5. Removing Caries

    Pembuangan jaringan karies dentin yang terinfeksi, dari bagian oklusal

    hingga bagian proksimal.

    6. Finishing The enamel wall and margin

    Penyelesaian jaringan email -> cavo-surface angle atau margin harus

    dibevel. Guna bevel pada preparasi inlay logam untuk mendapatkan

    hubungan yang rapat antara inlay dengan gigi dan untuk mengimbangi

    kontraksi logam.

    7. Toilet of The Cavity

    Membuang semua jaringan karies yang masih tertinggal, memeriksa dan

    menghaluskan dinding kavitas serta mengeringkan kavitas dengan kapas.

    - Tahap Preparasi

    1. Preparasi dinding oklusal

    Melakukan preparasi dengan mengikuti bentukan outline form yang

    telah dibuat sedalam 2-2,5 mm dengan menggunakan tapered fissure flat

    end

    Bentuk dinding kavitas divergen 3-5 derajat ke arah oklusal.

    2. Preparasi bidang proksimal

    Melanjutkan preparasi bagian oklusal ke arah proksimal sampai batas

    daerah yang mudah dibersihkan (interdental papila)

    Membentuk dinding bukan dan lingual divergen 3-5 derajak ke arah

    oklusa

    Membuat dinding gingiba sampai batas papila interdental, datar, tegak

    lurus dengan sumbu gigi (kurang lebih 2 mm di atas garis servikal)

    Membuat bevel yang membentuk sudut 45 derajat terhadap permukaan

    pada axiopulpolineangel dan permukaan cavo surface enamel margin

    Dinding bukal dan lingual pada bagian proksimal bebas kontak sebesar

    ujung sonde

  • 12

    Menghaluskan semua bidang preparasi menggunakan finishing bur

    - Pemerikasaan hasil akhir preparasi (Tarigan, 1993).

    3.3.2 Onlay

    Restorasi tumpatan yang terdiri dari sebagian intra koronal dan sebagian

    ekstrakoronal dengan tujuan untuk melindungi tonjol gigi.

    Indikasi Onlay :

    1. Lebar kavitas lebih dari 1/3 jarak antar tonjol gigi dan perlindungan

    tonjol diperlukan

    2. Ratio panjang oklusogingival : lebar tonjol palate/ linguobukal 1 : 1 tapi

    tidak mencapai 2 : 1 perlindungan tonjol dipertimbangkan.

    3. Ratio panjang oklusogingival : lebar tonjol linguobukal lebih dari 2 : 1

    perlindungan tonjol diharuskan.

    Macam Onlay atau Inlay berdasarkan bahannya :

    1. Inlay atau onlay komposit direct dan indirect

    2. Inlay atau Onlay logam

    3. Inlay atau Onlay emas

    4. Inlay atau Onlay porselen

    5. Resin Akrilik

    Sedangkan tahanpan pembuatan Inlay dan Onlay adalah sebagai berikut :

    1. Preparasi

    Pada tahap ini dilakukan preparasi sesuai bahan dan pembuatan yang

    dilakukan. Untuk inlay atau onlay emas dan logam menggunakan bevel

    chamfer, sedangkan untuk inlay atau onlay porselen dan komposit

    menggunakan bevel selain chamfer.

    2. Pencetakan

    Ada dua macam pencetakan yaitu direct dan indirect. Untuk yang direct

    dilakukan dengan menggunakan malam yang dipanaskan (kavitas diolesi

    vaselin atau varnish terlebih dahulu) atau menggunakan self cured acrilyc.

    Untuk yang indirect dengan menggunakan bahan cetak double impression.

  • 13

    Untuk direct komposit maka tidak perlu dilakukan pencetakan. Karena

    inlay atau onlay langsung dibuat didalam mulut, dengan cara sebelum

    komposit dimanipulasi menjadi inlay atau onlay, gigi diolesi varnish atau

    porselen terlebih dahulu.

    3. Tumpat sementara

    Lebih baik menggunakan zinc oksida eugenol. Pada pembuatan direct

    komposit tidak dilakukan tahap ini.

    4. Sementasi

    Sebelum dilakukan sementasi, dilakukan try in terlebih dahulu. Kemudian

    dilakukan sementasi bisa menggunakan semen polikarboksilat dan semen

    zinc fosfat untuk bahan emas, logam dan SIK tipe 1 untuk porselen dan

    resin komposit.

    3.3.3 Mahkota jaket

    Adalah restorasi yang mengelilingi seluruh/ sebagian struktur gigi yang

    tersisa, apabila seluruhnya disebut full crown, sedangkan bila sebagian

    disebut partial coverage crown/ partial veneers.

    Indikasi mahkota jaket :

    1. Untuk sisa struktur gigi yang lemah sehingga tidak dapat menahan tekanan

    2. Bila sisa jaringan gigi tidak lagi begitu cukup kuat maka dapat dilakukan

    mahkota jaket dengan pasak

    Tahapan klinis pembuatan mahkota adalah sebagai berikut :

    1. Preparasi mahkota

    Preparasi mahkota jaket meliputi pembuangan jaringan gigi

    sekucupnya yang ditujukan untuk kekuatan dan estetik. Preparasi

    seharusnya tidak merusak jaringan pulpa dan juga harus mendukung

    retensi dari mahkota jaket. Preparasi harus landau dan dengan sudut

    yang tidak tajam. Finishing line tergantung pada bahan mahkota jaket

    yang digunakan. Ada beberapa macam finishing line yaitu :

    a. But joint : mahkota jaket porselen

    b. Chamfer : mahkota jaket porselen fused to metal

    c. Taper : mahkota jaket emas

  • 14

    2. Pencetakan

    Pencetakan dengan menggunakan double impression dan sendok cetak

    parsial.

    3. Pembuatan mahkota sementara

    Pembuatan mahkota sementara diperlukan sebagai estetik, proteksi

    pulpa dan mencegah overerupsi atau drifting dari gigi antagonis atau

    gigi tetangga. Mahkota sementara dapat menggunakan resin akrilik,

    polikarbonat, dan stainless steel crown (posterior)

    4. Mengirim hasil cetak ke labolatorium gigi

    Dokter gigi harus mengkomunikasikan terkait warna, bentuk,

    desain(tipe margin, rest seat, tipe bahan) secara jelas.

    5. Sementasi mahkota

    Sebelum dilakukan sementasi maka dilakukan try in terlebih dahulu

    dengan melihat:

    a. Margin fit

    b. Contact point dengan gigi tetangga

    c. Oklusi

    JIka sudah tepat maka dapat dilakukan senentasi dengan menggunakan

    semen ionomer kaca tipe luting semen seng fosfat maupun sementasi

    semen yang lain.

    3.4 Hipertensi

    3.4.1 Klasifikasi Hipertensi

    Menurut WHO (1978) :

    1. Tekanan Darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140

    dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg

    2. Tekanan darah perbatasan yaitu bila sistolik 141-149 dan diastolik 91- 94

    mmHg

    3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama

    dengan 160 mmHg , diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg

    (Sidabutar dkk., 1996)

  • 15

    Klasifikasi JNC VII (Klasifikasi terbaru saat ini) :

    3.4.2 Hubungan Hipertensi dengan Pelayanan Penyakit Gigi

    Salah satu faktor resiko hipertensi adalah psikososial. Stress dapat

    menaikkan tekanan darah secara tiba-tiba dan masih banyak pasien yang datang

    ke dokter gigi drngan keberanian yang sedikit tertekan. (Sidabutar, 1990)

    Obat-obatan anti hipertensi yang dapat mempunyai efek samping di

    rongga mulut, dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut pasien. (Sherman dan

    Hargitai, 2001)

    Selain itu obat-obatan hipertensi juga kemungkinan berinteraksi dengan

    obat-obat yang diberikan dokter gigi sangat besar seperti misalnya NSAID yang

    sering diresepkan dokter gigi dapat berinteraksi dengan obat-obat anti hipertensi.

    (Sherman dan Hargitai, 2001)

    Penggunaan yang lama dari NSAID dan aspirin (2-3 minggu) dapat

    menurunkan khasiat dari beta blockers, AC inhibitor, dan diuretik. Meningkatnya

    depresi di sistem syaraf pusat dapat terjadi ketika obat anti hipertensi yang bersiat

    sebagai agen sentral seperti Clodine diberikan bersamaan dengan obat-obat

    depresi seperti Benzodizepine dan Analgesik opioid.

    3.4.3 Efek Samping Obat Hipertensi di Rongga Mulut

    Dokter gigi punya kesempatan yang tepat untuk mendeteksi kasus hipertensi

    sejak pasien mengunjungi dokter gigi secara rutin. Obat-obat hipertensi dapat

    mempunyai efek samping dirongga mulut.

    Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik

    (mmHg)

    Normal /= 100

  • 16

    GOLONGAN OBAT EFEK SAMPING

    DIURETIK (furosemide,

    triamferena, spironolactone)

    Xerostomia, reaksi lichenoid,

    lesi vesikuloerosiv

    Ace-Inhibitor (lisinopril,

    captopril, quinopril)

    Xerostomia, angiodema, batuk,

    gangguan pengecapan, reaksi

    likhenoid, susah menelan, reaksi

    mirip phempigus

    Calcium chanel blockers Pembesaran gingiva, lupus

    Vasodilator-direct

    (minixidil, mitralazine)

    Sindroma mirip lupus

    Alpha-blockers (prazosin,

    terazosin)

    Xerostomia, gangguan

    pengecapan, reaksi likhenoid

    Beta adrenergik blockers

    (metaprolol, atenolol, timolol)

    Reaksi likhenoid, reaksi mirip

    pemphigus, lesi vesikuloerosif

    3.4.4 Perawatan Pada Pasien Hipertensi

    Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menangani pasien

    hipertensi. Tindakan preventif yang mengontrol tensi pasien meliputi semua

    tindakan menghilangkan penyebab yang dapat meningkatkan tekanan darah

    pasien meliputi:

    1. Pemilihan anestesi

    Anastesi lokal merupakan pemilihan terbaik untuk pasien dengan

    hipertensi dibanding anestesi umum. Pemberian anestesi harus pelan dan

    penyuntikan intravaskuler harus dihindari. Bahan anastesi:

    Noradrenalin dan levonordefrin merupakan kontra indkasi untuk

    pasien hipertensi karena akan meningkatkan tekanan darah secara

    dramatis, akibt merangsang receptor 1 lebih banyak dan sedikit

    aktifitas di receptor 2.

    Adrenalin lebih aman digunakan unttuk pasien hipertensi

    (kosentrasi 1:80.000 1:200.000) karena tidak akan meningkatkan

  • 17

    tekanan darah secara dramatis akibat perangsangan pada 1dan 2

    yang hampir sama, selain itu waktu paruh adrenalin 1 menit dan

    akan dieliminasi kira-kira 10 menit,oleh karena itu pengaruh

    cenderung sesaat.

    2. Kontrol kecemasan atau stress

    Prosedur dental yang lama dan stressful sebaiknnya dihindarkan.

    Pemberian sedatif peroral (benzodiazepine 5mg malam sebelum tidur dan

    1 jam sebelum tindakan perawatan) cukup membantu mengurangi stress

    3. Pemilihan waktu perawatan gigi

    Merupakan hal yang perlu dipertimbangan. Kenaikan tekanan darah pada

    pasien hipertensi sering terjadi pada pagi hari saat bangun tidur, mencapai

    puncak pada siang hari dan fluktuasi tekanan darah cenderung menurun

    pada sore hari. Oleh karena perawatan baik dilakukan pada sore hari.

    4. Penurunan Tekanan Ortostatik

    Penurunan tekanan ortostatik dapat menjadi masalah bagi pasien. Hal

    ini dapat ditanggulangi dengan mendudukkan pasien pada posisi semi

    supin.

    (Little, 2002).

    Penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi

    1. Mengidentifikasi pasien

  • 18

    Anamnesis riwayat hipertensi yang lalu, obat-obatan yang dikonsumsi,

    tanda dan gejala, tekanan darah.

    2. Memonitor Pasien

    Dokter gigi harus meyakinkan bahwa pasien tetap dalam keadaan tenang

    dan selalu memeriksa tekanan darah pasien setiap kunjungan.

    3. Mengontrol Nyeri

    Mengontrol dengan cara bekerja dengan lembut dan menghindari trauma.

    4. Mengurangi Stress dan Cemas

    Menciptakan hubungan baik antara dokter gigi dan pasien, menghindari

    prosedur yang lama, dan pemberian pramedikasi.

    5. Menghindari Interaksi Obat

    Hindari pemakaian analgesic non streroid karena dapat mengurangi efek

    anti hipertensi (Asmarida, 2003).

    3.5 CPP- ACP (Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate)

    3.5.1 Pengertian

    CPP-ACP merupakan singkatan dari Casein Phosphopeptide-Amorphous

    Calcium Phosphate atau yang lebih dikenal dengan kompleks fosfopeptida kasein

    dan kalsium fosfat amorf. Konsep dari CPP-ACP sebagai agen remineralisasi

    pertama kali diungkapkan pada tahun 1998. Beberapa studi telah membuktikan

    bahwa CPP-ACP merupakan suatu bahan yang dapat menghambat aktivitas

    kariogenik setelah dilakukan penelitian di laboratorium, pada hewan maupun

    manusia dalam percobaan secara in situ. Oleh karena itu CPP-ACP ini telah

    diperkenalkan sebagai salah satu bahan dalam bidang kedokteran gigi yang

    berasal dari produk derivat kasein dan juga merupakan alat baru untuk melawan

    penyakit karies. (Afanti, 2009)

    Fosfopeptida kasein (CPP) adalah kelompok peptida yang berasal dari

    kasein, bagian dari protein yang terjadi secara alami dalam susu. Susu adalah

    makanan protein yang sangat baik dalam menyediakan asam amino esensial dan

    nitrogen organik untuk manusia dan hewan dari segala usia. Susu juga

    mengandung faktor yang memiliki sifat antikariogenik : kalsium, fosfat, kasein,

  • 19

    dan lipid. Produk susu mulai diakui di akhir 1950-an sebagai kelompok makanan

    yang efektif dalam mencegah karies gigi. (Attin dkk., 2005)

    CCP dianggap memiliki bioavailabilitas kalsium yang tinggi dan memiliki

    kemampuan dalam menstabilkan kalsium dan fosfat pada saliva serta mengikat

    plak pada permukaan gigi. Hal ini dikarenakan ikatan CPP yang mampu menjaga

    kalsium dan fosfat pada saliva tetap dalam keadaan amorf non-kristalin yang

    artinya stabil, kemudian ion kalsium dan fosfat dapat dengan mudah beradhesi ke

    enamel gigi sehingga terbukti mengurangi risiko demineralisasi enamel dan

    membantu proses remineralisasi email gigi (Afanti, 2009)

    3.5.2 Kandungan CPP-ACP

    Fosfopeptida kasein (CCP) yang mengandung kelompok urutan Ser(p)-

    Ser(p)-Ser(p)-Glu-Glu memiliki kemampuan signifikan untuk membuat stabilisasi

    kalsium fosfat amorf (ACP) dalam larutan yang bersifat metastabil. Melalui

    beberapa residu fosfoseril, CPP berikatan dengan bentuk kelompok ACP nano

    yang mencegah perkembangan bakteri pada ukuran kritis yang dibutuhkan untuk

    nukleasi dan fase transformasi. CPP dapat menstabilisasi kalsium fosfat lebih dari

    100 kali dibandingkan yang dapat dilakukan secara normal dalam larutan cair

    (Afanti, 2009).

    CPP yang merupakan derivat dari protein casein, dimana casein

    memberikan beberapa manfaat lain seperti membantu respon imun, meningkatkan

    resistensi terhadap pathogen, mengurangi bakteri lain yang dapat merugikan

    tubuh, menjaga keseimbangan mikroba di usus, meningkatkan kinerja system

    pencernaan dan penyerapan makanan. Beberapa studi menunjukkan bahwa casein

    juga memiliki pengaruh dalam ekologi rongga mulut (Andrini, 2012) . Asidogenik

    Lactobacillus dan Bifidobacteria berkaitan erat dengan proses karies. Terdapat

    penelitian di Finlandia yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kesehatan

    gigi dan penurunan jumlah Streptococcus mutans pada anak-anak sekolah yang

    mengkonsumsi produk olahan berupa casein. Bahkan beberapa memiliki efek

    positif dalam mengurangi jumlah Streptococcus mutans di saliva rongga mulut

    manusia (Kidd dan Bechal , 1992)

  • 20

    3.5.3 Peranan CPP-ACP Pada Gigi

    3.5.3.1 CPP-ACP membantu proses remineralisasi enamel gigi.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kargul B. bertempat di

    Universitas Marmara, Turkey dimana menguji efektisivitas dari pasta yang

    mengadung bahan CPP-ACP dengan kadar 10% terhadap kekasaran permukaan

    dari enamel secara in vitro. Dan hasil dari penilitian tersebut mengungkapkan

    bahwa 10% CPP-ACP mempunyai efek positif terhadap remineralisasi email.

    Dimana mekanisme antikariogenik yang dihasilan oleh CPP-ACP adalah

    merupakan suatu proses terlokalisasinya ion kalsium dan fosfat pada permukaan

    gigi, sehingga menjaga berlangsungnya proses buffer oleh saliva. Oleh karena itu

    hal ini membantu untuk mempertahankan keadaan netral pada email gigi, yang

    kemudian akan menurunkan proses demineralisasi, dan meningkatkan

    remineralisasi (Attin dkk., 2005)

    3.5.3.2 CPP-ACP membantu mereduksi aktivitas karies.

    Selain meningkatkan kadar konsentrasi kalsium dan fosfor pada saliva

    guna membantu proses remineralisasi. Pada tahun 1980an, Reynold menarik

    perhatian dengan mengungkapkan fakta bahwa kalsium fosfat amorf kasein

    fosfopeptida, yang merupakan salah satu produk dari kasein susu, mampu masuk

    ke dalam permukaan email dan mempengaruhi proses karies. Sesuai dengan

    gambar 2.1 ketika CPP-ACP diaplikasikan pada permukaan gigi maka CPP-ACP

    akan menghasilkan k-casien, b-casein serta ikatan nano-kompleks yang akan

    bertindak sebagai barrier penghalang dalam mencegah perlekatan dari

    Sterptococcus mutans.

    Gambar 3.1 CPP-ACP menghalangi perlekatan dari bakteri Streptococcus

    mutans. Sumber: Ingegerd, Johansson., Milk and dairy products: possible effect

    on dental health. Scand J Nutr. 2002; 46(3):120

  • 21

    Penelitian yang dilakukan pada hewan, dimana 0.5% mg/ml larutan dari

    CPP-ACP nanokompleks diibaratkan setara dengan 500ppm larutan fluoride dapat

    mereduksi aktivitas karies. Larutan CPP-ACP ini diaplikasikan 2 kali sehari pada

    permukaan gigi tikus yang sebelumnnya sudah diinjeksikan bakteri Streptococcus

    sobrinus, yang merupakan bakteri penyebab karies pada manusia. Secara

    signifikan mampu mengurangi aktivitas karies dengan 0.1% mg/ml CPP-ACP

    mereduksi sebesar 14% . Sedangkan pada kadar 1% mg/ml CPP-ACP mereduksi

    sebesar 55% aktivitas karies (Amerongen, 1999).

    3.5.4 Kegunaan CPP-ACP

    Selain pada kemampuan CPP-ACP dalam membantu proses remineralisasi

    pada email gigi serta kemampuannya dalam mereduksi perlekatan bakteri, dalam

    bidang kedokteran gigi CPP-ACP juga memiliki kegunaan lain, seperti: (Crieelard

    dkk., 2011)

    a. CPP-ACP dalam bentuk sedian pasta dapat memperbaiki keseimbangan

    mineral didalam lingkungan mulut.

    b. Memberi perlindugan extra terhadap gigi.

    c. Membantu menetralisir asam dari bakteri asidogenik dalam plak dan

    sumber asam internal dan external lain.

    d. Terdapat dalam kemasan berbagai rasa dan membuat permukaan gigi lebih

    halus dan bersih.

    e. Pasca perawatan bleaching (perawatan pemutihan gigi)

    f. Pasca scalling (pembersihan karang gigi) baik secara elektrik maupun

    secara manual

    g. Untuk pasien abrasi (kerusakan pada bagian servikal gigi),

    h. Xerostomia ( mulut kering)

    i. Untuk pasien dengan kondisi hipersensitif dentin

    j. Untuk pencegahan terhadap kerusakan gigi karena asam yang dihasilkan

    bakteri.

  • 22

    3.5.5 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan CPP-ACP

    Indikasi penggunaan CPP-ACP ini, meliputi: (Kidd dan Bechal, 1992)

    a. Memperbaiki keseimbangan mineral pada pasien-pasien yang mengalami

    defisiensi saliva seperti xerostomia atau ketika tindakan membersihkan

    gigi sulit dilakukan.

    b. Memperbaiki keseimbangan setelah tindakan perawatan seperti scalling,

    root planing dan kuretase, juga mengurangi akibat apapun dari

    hipersensitif dentin.

    c. Riset membuktikan Recaldent (CPP - ACP) juga dapat mengubah warna

    gigi karena white-spot ke arah gigi yang terlihat translusens alamiah.

    d. Dapat digunakan untuk gigi permanen, aman untuk diaplikasikan pada

    bayi terutama anak-anak di bawah usia dua tahun dengan lesi karies awal.

    e. Digunakan untuk pasien dengan kebutuhan khusus seperti yang dengan

    gangguan intelektual, gangguan perkembangan dan fisik,serebral palsi,

    Down sindrom dan pasien dengan masalah medis seperti terapi radiasi

    3.5.6 Kontra indikasi penggunaan CPP-ACP

    Pada anak atau pasien yang terdapat riwayat alergi pada jenis makanan

    yang mengandung susu.

    3.6 Resin Modified Calcium Silicate (RMCS)

    Bahan yang disebut dengan istilah Resin Modified Calcium Silicate

    (RMCS) ini merupakan light-cured flowable resin yang pertama yang

    mengandung kalsium silikat (MTA) yang berperan sebagai "apatite stimulating"

    yang selanjutnya akan melindungi dan merevitalisasi jaringan pulpa (Anonim,

    2011).

    Resin Modified Glass Ionomer (RMGI) sampai saat ini merupakan bahan

    yang paling populer untuk tujuan ini. Namun karena sifatnya yang terlalu asam

    RMGI tidak bisa diletakkan langsung ke pulpa terbuka dan tidak dapat

    memberikan efek yang dibutuhkan gigi dan yang diharapkan dokter gigi. RMCS

    kini telah menjadi jawaban untuk masalah ini (Anonim, 2011).

  • 23

    RMCS diindikasikan untuk perawatan direct maupun indirect pulp

    capping, ataupun sebagai base dari suatu restorasi gigi. MTA sendiri merupakan

    bahan yang telah teruji efektivitasnya melalui banyak penelitian.

    MTA yang terkandung di dalam RMCS ini memiliki peran sebagai berikut

    (Anonim, 2011):

    1. Menyediakan ion reparatif.

    2..Menciptakan suasana lingkungan yang bersifat alkaline untuk

    mempercepat penyembuhan jaringan.

    3. Cepat membentuk ikatan dan seal.

    4. Menstimulasi hidroxyl-apatite dan pembentukan jaringan dentin

    sekunder.

    Aplikasi bahan ini pun cukup mudah yaitu langsung diaplikasikan ke

    dalam kavitas melalui siringnya dengan ketebalan bahan kira-kira 1 mm lalu

    dikeraskan dengan penyinaran. Bahan pun langsung mengeras dan tidak mudah

    terhapus oleh semprotan angin maupun air. Saat ini baru ada satu produk dari

    bahan RMCS ini yaitu Theracal LC yang diproduksi oleh Bisco Dental Products.

  • 24

    BAB IV

    KERANGKA KONSEP

    Keluhan Pasien

    Pemeriksaan

    Teknik

    Perawatan Pulp capping

    Diagnosa

    Pulpitis Reversible

    Sakit dengan

    Rangsang

    Karies

    Profunda

    Subjektif Objektif Penunjang

    Evaluasi

    Pengobatan

    Hipertensi

    terkontrol

    24

  • 25

    BAB V

    PEMBAHASAN

    Sumber utama inflamasi terhadap jaringan pulpa meliputi bakteri

    (Misalnya, Toksin yang berhubungan dengan karies, invasi langsung pulpa dari

    karies atau trauma), termal (Misalnya Panas yang berasal dari preparasi kavitas,

    pada kecepatan rendah atau tinggi), mekanis (Misalnya, Pemakaian patologik

    (atrisi, abrasi), kimia (Misalnya, Asam fosfat, monomer akrilik, Erosi) dan juga

    elektrik (Misalnya, arus galvanik karena pergesekan logam pada gigi). Sumber-

    sumber tersebut menyebabkan inflamasi ringan hingga parah pada pulpa sehingga

    tidak jarang seseorang yang pulpanya telah terkena inflamasi merasakan sakit

    walau inflamasi tersebut hanya meliputi seujung jarum atau bahkan profunda yang

    masih belum sampai pada proses perforasi.

    Pulp Capping didefinisikan sebagai aplikasi dari satu atau beberapa lapis

    bahan pelindung di atas pulpa vital yang terbuka. Tujuan pulp capping adalah

    untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa dan melindungi pulpa sehingga

    jaringan pulpa dapat mempertahankan vitalitasnya. Bahan yang biasa digunakan

    untuk pulp capping ini adalah kalsium hidroksida karena dapat merangsang

    pembentukan dentin sekunder secara efektif dibandingkan bahan lain. Selain itu

    ada ZOE sering digunakan dalam indirect pulp capping dan mempunyai

    kemampuan dalam pembentukan odontoblas, Resin Adhesive, dan juga Mineral

    Trioxide Aggregate (MTA) dimana mempunyai kesuksesan 100 dalam restorasi

    setelah 2 tahun.

    Restorasi rigid merupakan restorasi yang dibuat di laboratorium dental

    dengan menggunakan model cetakan gigi yang dipreparasi kemudian disemenkan

    pada gigi. Umumnya restorasi ini membutuhkan berulang dan penempatan

    tumpatan sementara sehingga mahal untuk pasien. Restorasi rigid terdiri dari

    inlay, onlay atau overlay, dan crown.

    Dalam issue dititi beratkan pada pemakaian Inlay pada kavitas dengan

    karies kelas 2. Inlay merupakan tumpatan rigid yang ditempatkan di kavitas

    diantara tonjol gigi. Inlay harus meliputi Oklusal Distal (OD), Oklusal Mesial

    25

  • 26

    (OM) atau Mesio Oklusal Distal (MOD). Inlay sudah jarang digunakan untuk

    kavitas sederhana dan umumnya hanya digunakan untuk gigi-gigi yang

    berkebutuhan khusus, seperti gigi yang sudah lemah karena karies dan cenderung

    fraktur bila tidak dilindungi atau bila retensi sulit dibuat.

    Hipertensi adalah tekanan darah persisten di mana tekanan sistoliknya di

    atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Tidak jarang hipertensi

    ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau

    datang dengan keluhan lain. Ada beberapa faktor resiko hipertensi diantaranya

    psikososial dan obat-obatan anti hipertensi dapat berpengaruh pada saat dilakukan

    perawatan oleh dokter gigi. Obat-obat hipertensi dapat mempunyai efek samping

    dirongga mulut. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menangani

    pasien hipertensi. Tindakan preventif yang mengontrol tensi pasien meliputi

    semua tindakan menghilangkan penyebab yang dapat meningkatkan tekanan

    darah pasien meliputi pemilihan anestesi, kontrol kecemasan atau stress,

    pemilihan waktu perawatan gigi, dan penurunan tekanan ortostatik.

    Penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi yaitu

    tahap pertama, mengidentifikasi pasien dimana anamnesis riwayat hipertensi yang

    lalu, obat-obatan yang dikonsumsi, tanda dan gejala, tekanan darah. Tahap kedua

    memonitor kondisi pasien, dokter gigi harus meyakinkan bahwa pasien tetap

    dalam keadaan tenang dan selalu memeriksa tekanan darah pasien setiap

    kunjungan. Tahap selanjutnya mengontrol nyeri dilakukan dengan cara bekerja

    dengan lembut dan menghindari trauma. Tahap keempat mengurangi stress dan

    cemas, menciptakan hubungan baik antara dokter gigi dan pasien, menghindari

    prosedur yang lama, dan pemberian pramedikasi. Tahap terakhir menghindari

    interaksi obat, dengan menghindari pemakaian analgesic non streroid karena dapat

    mengurangi efek anti hipertensi (Asmarida, 2003).

    CPP-ACP merupakan singkatan dari Casein Phosphopeptide-Amorphous

    Calcium Phosphate atau yang lebih dikenal dengan kompleks fosfopeptida kasein

    dan kalsium fosfat amorf. Konsep dari CPP-ACP sebagai agen remineralisasi

    pertama kali diungkapkan pada tahun 1998. Beberapa studi telah membuktikan

    bahwa CPP-ACP merupakan suatu bahan yang dapat menghambat aktivitas

  • 27

    kariogenik setelah dilakukan penelitian di laboratorium, pada hewan maupun

    manusia dalam percobaan secara in situ.

    Selain pada kemampuan CPP-ACP dalam membantu proses remineralisasi

    pada email gigi serta kemampuannya dalam mereduksi perlekatan bakteri, dalam

    bidang kedokteran gigi CPP-ACP juga memiliki kegunaan lain, seperti CPP-ACP

    dalam bentuk sedian pasta dapat memperbaiki keseimbangan mineral didalam

    lingkungan mulut, memberi perlindugan extra terhadap gigi, membantu

    menetralisir asam dari bakteri asidogenik dalam plak dan sumber asam internal

    dan external lain, terdapat dalam kemasan berbagai rasa dan membuat permukaan

    gigi lebih halus dan bersih, pasca perawatan bleaching (perawatan pemutihan

    gigi), pasca scalling (pembersihan karang gigi) baik secara elektrik maupun secara

    manual, untuk pasien abrasi (kerusakan pada bagian servikal gigi), xerostomia (

    mulut kering), untuk pasien dengan kondisi hipersensitif dentin, untuk

    pencegahan terhadap kerusakan gigi karena asam yang dihasilkan bakteri.

  • 28

    BAB VI

    PENUTUP

    6.1 Kesimpulan

    Karies yang telah meluas dapat diberikan perawatan inlay, onlay, dan

    mahkota jembatan. Inlay apabila lebar kavitas kurang dari 1/3 jarak,

    onlay apabila lebar kavitas lebih dari 1/3 jarak antar tonjol gigi dan

    perlindungan tonjol diperlukan, dan mahkota jaket apabila cups gigi telah

    rapuh. Pada pasien yang meiliki riwayat hipertensi dapat dilakukan

    penundaan perawatan hingga tekanan darah normal. Menghindari

    menimbulkan kecemasan atau stress pasien agar tekanan darah tidak naik

    tiba-tiba. Dokter gigi harus mempertimbangkan aksi, interaksi, dan efek

    samping dari obat hipertensi yang diberikan dengan perawatan yang

    diberikan.

    6.2 Saran

    Diharapkan bagi dokter gigi dan mahasiswa kedokteran gigi dalam

    melakukan pemeriksaan di bidang konservasi gigi dapat menegakkan diagnosa

    dan melakukan pencegahan serta perawatan yang tepat.

    28

  • 29

    DAFTAR PUSTAKA

    Afanty, A., 2009, Pengaruh Aplikasi Pasta Casein Phosphopeptide Amorphous

    Calcium Phosphate pada White Spot Gigi Desidui (Studi Kasus), Karya

    Tulis Ilmiah PPDGS-1, FKG-UGM, Yogyakarta

    Amerongen, A. N., 1999, Ludah dan Kelenjar Ludah Arti Bagi Kesehatan Gigi

    (terj), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 1, 3, 6-8, 21, 31

    Andrini, M., 2012, Pengaruh Aplikasi Topikal Casein Phosphopeptide

    Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) terhadap kadar kalsium, fosfat

    dan pH dalam Saliva, Kajian pada white spot, Tesis Program Pasca

    Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

    Anonim. 2011. Theracal LC Pulp Capping Material and Liner. www.

    Gigisehatbadansehat.com. 27 Maret 2014.

    Asmarida, Rita. 2003. Penatalaksanaan Pasien Hipertensi di Praktek Dokter

    Gigi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

    Attin R, Thon C, Schlagenhauf U, Werner C, Wiegand A, Hannig C, dan Attin T,

    2005, Recolonization of S.mutans on teeth with orthodontic appliance

    after antimicrobial therapy, Eur J Orthod, 27:489-493

    Bargenholtz, et.al. 2010. Textbook of Endodontology. UK: Wiley Blackwell

    Crielaard, W., Zaura, E., Schulier, A. A., Susan, H., Roy, C. M. dan Bartj, J. F.

    K., 2011, Exploring the oral microbiota of children at various

    developmental stages of their dentition in the relation to their oral health,

    BMC Medical Genomics, 4:22, pp 1-13

    Grossman, Louis I, Seymour Oliet, dan Carlos E Del Rio. 2012. Ilmu Endodontik

    dalam Praktek. Edisi 11. Jakarta: EGC

    Karitna. 2005. Clinical Radiography Evaluation Using ZOE, Ca (OH)2. Madras:

    Taminadu DR. M.G.K. Medical University

    Kennedy, D.B. 1993. Konservasi Gigi Anak. Jakarta. EGC.

  • 30

    Kidd, E, dan Bechal Sally- Joyston, 1992, Dasar-dasar karies penyakit dan

    penanggulangannya, EGC, Jakarta, h. 5,8,100

    Little, J.W. 2002. Falace DA dan Miller. Dental Management of the Medielly

    Compromised Patient. Philadelphia: Elsevier Science

    Sidabutar, Wiguno. 1990. Ilmu Penyakit Dlama Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit

    FKUI.

    Sidabutar, Raharjo Puji, Markum, Ruslijanto Hartono, Darmawan Agus.

    2002.Penatalaksanaan Pasien Hipertensi pada Oprator Pompa Bensin.

    Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan-Departemen

    Kesehatan.

    Sherman, Robert dan Harigitai, Istvan. 2001. Dental Magement of The

    Hypertensive Patient. London: Academic Press

    Tarigan, Rasinta. 1993. Tanbalan Inlay. Jakarta: EGC

    Walton & Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktek Ilmu Endodonsia. Jakarta:

    EGC