76
PENGARUH PENGHALUSAN DINDING AKSIAL PREPARASI TERHADAP KEKUATAN TARIK SEMEN LUTING PADA LEMPENG LOGAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi OLEH : RIEZKY RHAMDANI J 111 07 030 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN

Bab Skripsi Dan Dapus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kedokteran gigi

Citation preview

Page 1: Bab Skripsi Dan Dapus

PENGARUH PENGHALUSAN DINDING AKSIAL PREPARASI TERHADAP KEKUATAN TARIK

SEMEN LUTING PADA LEMPENG LOGAM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

OLEH :

RIEZKY RHAMDANI

J 111 07 030

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

Page 2: Bab Skripsi Dan Dapus

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Manusia dalam menjalani hidupnya tidak dapat mempertahankan secara

keseluruhan fungsi tubuhnya, antara lain gigi. Untuk itu, perlu dibuat gigitiruan

agar fungsi tubuh tidak terhambat dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.

Fungsi gigitiruan adalah memperbaiki atau mengembalikan fungsi

mastikasi, fonetik, dan estetik. Salah satu tanda gigitiruan yang baik adalah dapat

bertahan di tempatnya selama mungkin dan dapat berfungsi sebagaimana

diharapkan. Secara umum gigitiruan dapat dibedakan atas gigitiruan cekat (fixed

denture) dan gigitiruan lepasan (removable denture). Umumnya penderita lebih

nyaman menggunakan gigitiruan cekat dibandingkan gigitiruan lepasan karena

proses adaptasinya yang lebih mudah dan lebih cepat.

Pembuatan gigitiruan cekat (GTC) menghendaki adanya pengasahan pada

gigi penyangga. Untuk memperoleh suatu desain preparasi yang baik, seorang

dokter gigi harus mengikuti 5 prinsip dasar preparasi, yaitu pemeliharaan struktur

gigi, bentuk retensi dan resistensi, daya tahan restorasi, integritas tepi restorasi,

dan pemeliharaan jaringan periodonsium. Kelima prinsip ini tidak dapat berdiri

sendiri tetapi saling berkaitan, misalnya pemeliharaan struktur gigi menghendaki

preparasi seminimal mungkin. Di sisi lain, preparasi yang tipis menyebabkan

tipisnya restorasi sehingga daya tahan restorasi dipertanyakan.1

P r o s t o d o n s i | 1

Page 3: Bab Skripsi Dan Dapus

Retensi adalah kemampuan dari preparasi untuk mencegah restorasi

terlepas dari gigi penyangga oleh tekanan yang datang searah dengan sumbu gigi.

Ada 4 faktor yang harus dipertimbangkan pada waktu melakukan preparasi gigi

yang mempengaruhi retensi, yaitu derajat kelancipan preparasi, luasnya daerah

permukaan lapisan semen, daerah yang mengalami gesekan, dan kekasaran

permukaan. Adanya kekasaran permukaan permukaan preparasi dimaksudkan

untuk meningkatkan daerah adesi antara semen dan permukaan preparasi sehingga

diharapkan akan meningkatkan retensi.

Dengan kata lain, makin kasar permukaan permukaan preparasi maka daya adesi

semen gigi dapat berfungsi dengan baik.1

Shillingburg dkk mengemukakan bahwa merupakan hal yang penting

cavosurface finish line hendaknya halus dan berkelanjutan untuk memfasilitasi

pembuatan restorasi yang memiliki adaptasi tepi yang baik. Pengurangan jaringan

dalam jumlah yang banyak difasilitasi dengan penggunaan bur intan. Akan tetapi

penggunaannya meninggalkan cavosurface finish line yang tidak teratur sehingga

diperlukan instrumen lain untuk mendapat permukaan yang halus. Untuk itu

digunakan bur karbit dengan ukuran dan bentuk yang sama. 1

Machmud dalam penelitiannya yang meneliti kekasaran pada permukaan

lempeng logam, mendapatkan bahwa kekuatan tarik terbesar adalah lempeng

logam yang diberi perlakuan bentuk anyaman. 2

Hirata dkk dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa bur microfinishing

baru dan teknik preparasi one way pulling/pushing menghasilkan kekasaran

P r o s t o d o n s i | 2

Page 4: Bab Skripsi Dan Dapus

permukaan yang lebih halus dibandingkan metode preparasi konvensional yang

menggunakan bur yang sama atau bur intan superfine. 3

Sedangkan Sevgican dkk mengemukakan bahwa penggunaan dua macam bur

tidak mempengaruhi kekuatan ikatan tensil dari adesif ke gigi. 4

Dari data penelitian yang ada sebelumnya mengenai celah tepi yang

dihasilkan dari bebagai macam bur juga dapat mempengaruhi kekasaran dari

dinding preparasi.

Hirata dkk dalam penelitiannya mendapatkan celah tepi minimal diperoleh

dengan kombinasi bur microfinishing-baru dan teknik preparasi one way

pulling/pushing. 3

Ayad juga meneliti mengenai efek dari beberapa macam bur terhadap

kerapatan tepi restorasi ekstrakoronal mendapatkan bahwa celah terbesar terjadi

dengan menggunakan tungten carbide bur, diamond bur, dan yang terkecil adalah

yang menggunakan finishing bur. 5

Yamamoto dkk dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kekasaran

permukaan dari permukaan yang diberi beban tidak mempunyai pengaruh pada

pembentukan retak pada keramik glass yang berbasis mika bonded.6

Sedangkan Celik dkk yang meneliti mengenai prosedur polishing and

finishing pada kekasaran permukaan gigi peparasi mengemukakan bahwa

penggunaan disk aluminium oksida menghasilkan permukaan yang lebih halus

dari pada sistem poles silikon untuk semua jenis resin. 7

Jadi, di satu sisi perlu kekasaran pada permukaan preparasi. Akan tetapi di

sisi lain penghalusan juga perlu dilakukan utamanya pada cavosurface finish line.

P r o s t o d o n s i | 3

Page 5: Bab Skripsi Dan Dapus

Sampai saat ini belum ada data mengenai pengaruh penghalusan dinding aksial

preparasi akibat penggunaan bur karbit terhadap kekuatan tarik dari semen luting

restorasi tuang cekat. Tekanan geser yang akan melepaskan suatu restorasi cekat

dari tempatnya akan menimbulkan tahanan dari semen luting yang disebut

kekuatan tarik. Makin tinggi nilai kekuatan tarik semen luting, menunjukkan

makin retentif suatu restorasi.

I.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka timbul

masalah, yaitu apakah penghalusan dinding aksial preparasi mempengaruhi

kekuatan tarik semen luting dari restorasi tuang cekat. Oleh karena itu dianggap

perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Penghalusan Dinding

Aksial Preparasi Terhadap Kekuatan Tarik Semen Luting Pada Lempeng Logam.”

Implikasi klinisnya adalah apakah ada pengaruh penghalusan dinding aksial

preparasi terhadap ketahanan mahkota tuang penuh pada tempatnya di rongga

mulut

I.3 TUJUAN PENELITIAN

I.3.1 TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui pengaruh penghalusan pada dinding aksial preparasi

terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam.

P r o s t o d o n s i | 4

Page 6: Bab Skripsi Dan Dapus

I.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui kekasaran dari dinding aksial preparasi yang dapat

memberikan kekuatan tarik yang paling tinggi bagi semen luting.

2. Mengetahui kekuatan tarik semen luting dari hasil preparasi yang

dinding aksial preparasinya dihaluskan

3. Mengetahui kekuatan tarik semen luting dari hasil preparasi yang

dinding aksial preparasinya tidak dihaluskan.

I.4 HIPOTESIS PENELITIAN

Ho = Tidak ada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi

terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, pada

α = 0,05

Ha = Ada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap

kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, pada α = 0,05

I.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Memberi informasi tentang pengaruh penghalusan dinding aksial

preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada restorasi mahkota

tuang penuh yang berpengaruh langsung pada retensi restorasi

tersebut.

P r o s t o d o n s i | 5

Page 7: Bab Skripsi Dan Dapus

2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data awal ataupun

pembanding bagi penelitian selanjutnya mengenai semen luting dan

kekasaran permukaan preparasi yang berujung pada restorasi yang

dapat bertahan di tempatnya selama mungkin.

P r o s t o d o n s i | 6

Page 8: Bab Skripsi Dan Dapus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 RESTORASI MAHKOTA

Mahkota adalah restorasi yang menutupi seluruh bagian atas gigi. Mahkota

biasa digunakan untuk gigi yang pecah, gigi yang tipis dan sensitif. Mahkota juga

digunakan untuk meningkatkan tampilan gigi alami yang malformasi, malposisi

atau diskolorisasi. 8

Perawatan mahkota dapat menggantikan geligi yang tanggal, memberi

dukungan pada geligi yang tersisa dan membantu mempertahankan kesehatan

mulut yang optimal. 9

Jenis-jenis restorasi mahkota : 10

1. Restorasi mahkota sebagian (Partial Coverage Crowns) mempunyai veneer

logam yang menutupi tiga-perempat hingga empat-perlima mahkota klinis.

2. Restorasi mahkota penuh (Full Coverage Crowns)

a. Full Casted Crowns

b. Full Veneer Crowns

c. Restorasi mahkota jaket keramik (Porselen Fused to Metal)

3. Restorasi mahkota pasak (Post Retained Crowns)

Restorasi mahkota dibuat terpisah yang disemen pada inti. Inti merupakan

perluasan koronal dari pasak dalam saluran akar.

Sesuai dengan klasifikasinya, retensi pasak dan inti terbagi atas dua

kategori, yaitu : 11

P r o s t o d o n s i | 7

Page 9: Bab Skripsi Dan Dapus

a. Pasak Tuang

Pasak tuang merupakan hasil reproduksi saluran akar yang telah

dipreparasi.

b. Pasak Buatan Pabrik

Retensi pasak yang dibuat oleh pabrik. Desainnya sangat bervariasi,

sehingga desain pasak jenis ini dapat dikembangkan.

Mahkota tuang penuh (full casted crowns)

Mahkota tuang penuh (full casted crown) adalah restorasi yang

menyelubungi seluruh permukaan   mahkota klinis gigi dan terbuat dari logam

campur secara tuang. 12

Indikasi :

Sebagai restorasi tunggal / sebagai restorasi penyangga pada gigi jembatan. Pada

gigi posterior yang tidak membutuhkan estetik. Gigi dengan karies servikal,

dekalsifikasi, enamel hipoplasi / untuk memperbaiki fungsi kunyah. 12

Kontraindikasi :

1. Sisa mahkota gigi tidak cukup untuk menerima beban daya kunyah

terutama pada gigi dengan pulpa vital.

2. Bila restorasi untuk kepentingan estetik

3. Pada pasien yang memiliki OH buruk sehingga restorasi mudah korosi /

tarnish. 12

P r o s t o d o n s i | 8

Page 10: Bab Skripsi Dan Dapus

II.2 PRINSIP PREPARASI

Untuk memperoleh suatu desain preparasi yang baik, preparasi harus

mengikuti 5 prinsip dasar yang saling berkaitan oleh karena kelimanya memiliki

kepentingan utama yang sama. Prinsip dasar tersebut adalah:1

1. Pemeliharaan struktur gigi

2. Bentuk retensi dan resistensi

3. Daya tahan dari restorasi

4. Integritas tepi restorasi

5. Pemeliharaan jaringan periodonsium

Pengambilan jaringan gigi yang terlalu banyak pada saat preparasi akan

menghasilkan bentuk yang terlalu runcing atau terlalu pendek sehingga memberi

akibat yang kurang baik terhadap retensi maupun resistensi dari restorasi, dan

mencederai pulpa. Untuk maksud tersebut maka perlu penguasaan aspek anatomi

gigi dalam preparasi gigi.1

Kekuatan dasar dari retensi adalah terletak pada dua permukaan aksial

yang berlawanan, yang berimplikasi pada kelancipan atau taper-nya hasil

preparasi. Ada 4 faktor yang harus diperhatikan pada waktu melakukan preparasi

gigi yang mempengaruhi retensi, yaitu derajat kemiringan, luasnya daerah

permukaan lapisan semen, daerah yang mengalami gesekan, dan kekasaran

permukaan preparasi.1

Permukaan preparasi hendaknya jangan terlalu halus dipoles karena daya adesi

dari semen gigi tergantung terutama pada kekasaran permukaan yang akan bersatu

P r o s t o d o n s i | 9

Page 11: Bab Skripsi Dan Dapus

dengannya. Makin kasar permukaan, daya adesi semen gigi dapat berfungsi makin

baik.1

II.3 TEKNIK PREPARASI GIGI

Preparasi Mahkota Tuang Penuh 1,13,14

Persiapan untuk sebuah mahkota tuang penuh dimulai dengan

pengurangan oklusal, sekitar 1,5 mm pada tonjol fungsional dan 1,0 mm pada

tonjol non-fungsional. Dengan melakukan langkah pertama ini, panjang

oklusogingival dari preparasi dapat ditentukan. Retensi yang potensial dari

preparasi dapat kemudian diperhitungkan dan fitur tambahan dapat ditambahkan

jika diperlukan. 1

Gambar 2.1 Pengurangan oklusal (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

Groove orientasi sedalam 1,0 mm dibuat pada permukaan oklusal gigi agar

diperoleh acuan untuk menentukan apakah pengurangan sudah cukup. Jika

pengurangan dimulai tanpa tanda orientasi, waktu akan terbuang untuk mengecek

P r o s t o d o n s i | 10

Page 12: Bab Skripsi Dan Dapus

pengambilan yang dilakukan. Bur intan taper berujung bulat digunakan untuk

membuat groove pada ridge dan groove utama pada permukaan oklusal. Jika

sudah ada jarak dengan gigi antagonis karena malposisi atau karena fraktur pada

gigi yang dipreparasi, groove jangan dibuat sedalam 1,0 mm. 1

Setelah groove panduan adekuat, sisa-sisa struktur gigi diantara groove

dihilangkan dengan bur intan taper berujung bulat. Penempatan yang tepat pada

groove secara otomatis menghasilkan tampilan oklusal yang adekuat. 14

Struktur gigi yang tersisa antara groove orientasi dihilangkan untuk

menyempurnakan pengurangan oklusal. Kekasaran yang masih tersisa harus

dihilangkan, menjaga permukaan oklusal tetap dalam konfigurasi inklinasi

geometrik yang menjaga permukaan oklusal gigi posterior. Bevel yang luas dibuat

pada tonjol fungsional menggunakan bur intan taper berujung bulat. Groove

orientasi yang dalam juga membantu dalam pengurangan ini. Bevel tonjol

fungsional dibuat pada inklinasi bukal dari tonjol bukal rahang bawah dan

inklinasi lingual dari tonjol lingual rahang atas. Kegagalan dalam penempatan

bevel ini dapat berakibat pada hasil tuangan yang tipis atau bentuk morfologi

restorasi yang buruk. 1

P r o s t o d o n s i | 11

Page 13: Bab Skripsi Dan Dapus

Gambar 2.2 Bevel tonjol fungsional (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

Jarak oklusal diperiksa dengan menggigitkan malam merah dengan

ketebalan 2 mm di atas gigi yang sudah dipreparasi. Malam merah kemudian

diterawang dengan cahaya yang cukup untuk menentukan jarak oklusal yang

adekuat. Bagian preparasi dengan jarak oklusal yang tidak cukup akan

memberikan tanda berupa daerah yang tipis pada malam. Struktur gigi pada

daerah tersebut harus dhilangkan dan dicek kembali. Pengurangan oklusal dan

bevel tonjol fungsional dibuat dengan bur yang digunakan untuk membuat

groove, tidak boleh ada sudut yang tajam atau ridge pada pertemuan bevel. Jika

ada, harus dihilangkan dengan bur fissure taper. 1

Teknik pengambilan aksial hampir sama dengan pengambilan oklusal.

Sisa-sisa struktur gigi pada daerah groove dihilangkan dengan tepi chamfer, dan

bur intan taper berujung bulat digunakan dalam prosedur ini. 14

Dinding bukal dan lingual dikurangi dengan bur torpedo, sehingga akan

didapatkan pengurangan daerah aksial yang diharapkan karena ujungnya yang

taper akan membentuk chamfer. Akhiran diperlukan untuk memungkinkan agar

P r o s t o d o n s i | 12

Page 14: Bab Skripsi Dan Dapus

restorasi tepat dan chamfer merupakan akhiran yang dibutuhkan untuk

mendapatkan kekuatan selama adaptasi. 1

Gambar 2.3 Pengurangan dinding bukal dan lingual (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

Pengurangan daerah proksimal dilakukan dengan bur intan needle yang

pendek. Ujung bur yang tipis bekerja pada daerah proksimal dengan gerakan

memotong oklusogingival atau bukolingual, berhati-hati dalam menghindari gigi

tetangga. Jika daerah yang cukup sudah didapatkan, bur torpedo digunakan untuk

membentuk chamfer sebagai akhiran gingiva pada interproksimal. 1

P r o s t o d o n s i | 13

Page 15: Bab Skripsi Dan Dapus

Gambar 2.4 Pengurangan dinding proksimal (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

Semua permukaan aksial dihaluskan dengan bur torpedo yang bentuk

dan ukurannya memungkinkan untuk menyelesaikan akhiran chamfer sebaik

mungkin. Preparasi harus dilakukan disudut permukaan bukal atau lingual hingga

ke permukaan proksimal untuk memastikan bahwa akhiran telah rata. 1

Gambar 2.5 Tepi chamfer dan penghalusan dinding (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

Pada langkah akhir, preparasi diselesaikan untuk permukaan yang lebih

rata dengan menggunakan bur intan taper berujung bulat untuk membuat tepi

P r o s t o d o n s i | 14

Page 16: Bab Skripsi Dan Dapus

preparasi 21. Gunakan long fissure bur diamond 1,6 mm atau 2,1 mm. Hilangkan

semua garis tepi sudut tajam dari gigi yang dipreparasi. 13

Tahap akhir pada preparasi full veneer adalah pembuatan akhiran servikal.

Hal ini akan menghindari semua gerakan rotasi yang mungkin terjadi selama

sementasi dan akan membantu dalam proses tuangan. Groove dibuat pada

permukaan aksial dengan bagian terbesar. Hal ini biasanya dibuat pada preparasi

permukaan bukal rahang bawah dan pada preparasi permukaan lingual rahang

atas. Untuk preparasi GTC jangka panjang, harus ada groove bukal dan lingual

untuk meningkatkan resistensi terhadap pergerakan mesiodistal. 1

Gambar 2.6 Pembuatan akhiran servikal (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

II.4 SEMEN LUTING

II.4.1 SEMEN LUTING GLASS IONOMER

P r o s t o d o n s i | 15

Page 17: Bab Skripsi Dan Dapus

Semen ionomer kaca atau nama generik dari sekelompok bahan yang

menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini

mendapatkan namanya dari formulanya yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer

yang mengandung gugus karboksil. Semen ini juga disebut sebagai semen

polialkenoat. 15

Penggunaan semen ionomer kaca telah meluas antara lain sebagai bahan

perekat, bahan base, bahan restoratif untuk restorasi konservatif kelas I dan II,

membangun badan inti, dan sebagai penutup pit dan fisura. 15

Ada tiga jenis semen ionomer kaca berdasarkan formulanya dan potensi

penggunaannya. Tipe I untuk bahan perekat, Tipe II untuk bahan restorasi, dan

tipe III untuk basis. Juga ada semen ionomer kaca yang pengerasannya dilakukan

oleh sinar. Jenis ini juga disebut sebagai semen ionomer kaca modifikasi resin

sebab melibatkan resin yang dikeraskan sinar dalam formulanya. 15

Karena sifatnya yang melekat secara kimiawi dengan jaringan keras gigi

dan melepaskan fluoride dalam jangka waktu yang cukup lama, penggunaan

semen ionomer kaca menjadi semakin luas. Keuntungan adanya fluor di dalamnya

membuat semen ionomer kaca sangat cocok untuk restorasi pada gigi sulung di

anterior terutama untuk bagian proksimal. Akan tetapi tidak dianjurkan untuk

restorasi pada gigi molar sulung. 16

Keuntungan penggunaan semen ionomer kaca 16

• Perlekatan yang bagus dengan struktur gigi

• Retensi cukup tinggi

P r o s t o d o n s i | 16

Page 18: Bab Skripsi Dan Dapus

• Mampu melepaskan fluoride

• Biokompatibel

• Preparasi minimal dan waktu kerja yang singkat.

Kekurangan semen ionomer kaca 15,16

• Lebih rentan terhadap keausan dibanding komposit

• Mudah larut dalam saliva

• Kasar

• Sensitif terhadap air pada saat setting time.

• Kurang estetis dibandingkan komposit

Semen ionomer kaca pertama kali diperkenalkan sebagai bahan pelapik,

dan tidak lama kemudian, bahan-bahan ini digunakan sebagai luting agent. 17

Selain itu, semen ionomer kaca yang tersedia sebagai luting agent

dirumuskan sebagai bahan semen ionomer kaca tradisional, dan sebagai resin-

versi modifikasi. Formulasi ini banyak digunakan oleh dokter dalam beberapa

tahun terakhir, baik karena sifat fisik, dan karena kemudahan penggunaan dalam

hal sifat penanganan.

P r o s t o d o n s i | 17

Page 19: Bab Skripsi Dan Dapus

Gambar 2.7 Powder dan Liquid Glass Ionomer Luting Cement (Sumber: ._____. Porcelain fused to metal crown placement. [serial on the internet]. 09 October 2009 [cited 2011 January 27]. Available from : http://costdentures.com/fixed/porcelain-fused-to-metal-crown-placement/) 18

II.4.2 ZINC PHOSPHATE CEMENT

Luting agent tradisional ini terus menjadi populer untuk restorasi tuang.

Luting agent ini memiliki kekuatan yang memadai pada ketebalan sekitar 25 µm,

berada dalam batas toleransi yang diperlukan untuk membuat restorasi tuang, dan

waktu kerja yang normal. 14

Kelebihan bahan ini dapat dengan mudah dihilangkan. Efek toksik dari

zink fosfat atau lebih khususnya asam fosforik telah banyak dilaporkan. Namun,

keberhasilan penggunaan bahan ini pada pulpa secara klinis dapat diterima selama

masih dalam batas normal dan preparasi tidak terlalu dekat dengan dasar kavitas

(pulpa). 14

P r o s t o d o n s i | 18

Page 20: Bab Skripsi Dan Dapus

Gambar 2.8 Powder dan Liquid Zinc Phosphate Cement(Sumber: ._____. Zink Phosphate Cement. [serial on the internet]. 2008 [cited 2011 January 27]. Available from : http://www.mediceptdental.com/products/dental-cements/zinc-phosphate-cement.html) 19

II.4.3 BAHAN SEMEN LUTING LAIN

Bahan luting yang ideal memiliki waktu kerja / setting yang panjang,

perlekatan yang baik antara stuktur gigi dengan permukaan restorasi, tidak

bersifat toxic terhadap pulpa, dan memiliki kekuatan yang adekuat. 14

Beberapa bahan semen lain yang dapat digunakan sebagai luting adalah : 14

1. Zinc Polycarboxylate Cement

Semen ini merupakan salah satu semen yang baru dan memebrikan bukti

perlekatan yang baik pada komponen kalsium dari strukutur gigi.

Walaupun agak sulit dimanipulasi, semen ini memiliki potensi untuk adesi

klinis ke ion-ion kalsium pada email dan dentin. 20

2. Resin-modified Glass Ionomer Cement

Diantara semen luting yang popular, Resin-modified Glass Ionomer

Cement memiliki solubilitas yang rendah, adesi, dan mikroleakage yang

rendah. Bahan ini menjadi popular karena keuntungan yang didapatkan

yaitu berkurangnya sensitifitas setelah sementasi. 14

3. Composite Resin

Semen ini hanya digunakan pada kasus-kasus tertentu karena pengerutan

waktu pengerasan yang besar, kecenderungan mengiritasi pulpa,

P r o s t o d o n s i | 19

Page 21: Bab Skripsi Dan Dapus

kecenderungan terjadi kebocoran mikro, dan karakteristik manipulasi yang

jelek. 20

4. Resin Adesif

Evaluasi jangka panjang dari bahan ini belum ada sehingga tidak dapat

direkomendasikan untuk digunakan secara rutin. Bahan ini dapat

diindikasikan jika sebuah tambalan terlepas karena kurangnya retensi. 14

II.5 SIFAT SEMEN

Tabel 2.1 Sifat semen untuk perekatan 15

Waktu

setting

(mnt)

Tebal

lapisan

(μm)

Kekuatan

tekan-24

jam

(MPa)

Kekuatan

tarik

diametral-

24 jam

(MPa)

Modulus

elastisitas

(GPa)

Kelarutan

dan

disintergrasi

dalam air

(berat %)

Respon

pulpa

Zinc phosphate 5,5 20 104 5,5 13,5 0,06 Moderat

Glass ionomer 7 24 86 6,2 7,3 1.25 Mild to

P r o s t o d o n s i | 20

Page 22: Bab Skripsi Dan Dapus

Moderat

Semen resin 2 - 4 < 25 70 - 172 - 2,1 – 3,1 0,0 – 0,01 Moderat

Polikarboksilat 6 21 55 6,2 5,1 0,06 Mild

OSE, Tipe I 4 - 10 25 6 - 28 - - 0,04 Mild

OSE + alumnia

+ EBA (Tipe II)9,5 25 55 4,1 5,0 0,05 Mild

OSE + polimer

(Tipe II)6 - 10 32 48 4,1 2,5 0,08 Mild

Tampak pada Tabel 2.1, sifat dari berbagai jenis semen yang berbeda-

beda. Karena itu, pemilihan semen lebih ditentukan oleh tuntutan fungsional dan

biologis dari situasi klinis tertentu. Jika diinginkan kinerja yang optimal, sifat

fisik, dan biologi serta karakteristik pengerjaan, misalnya waktu kerja dan setting

serta kemudahan membuang kelebihan bahan, akan menjadi pertimbangan dalam

memilih semen untuk perekatan. 15

II.6 LOGAM CAMPUR

Logam campur dapat diklasifikasikan menurut : 15

1. Penggunaan (digunakan sebagai inlay logam penuh, mahkota dan

jembatan, restorasi logam keramik, gigitiruan sebagian lepasan, dan

implan)

2. Unsur utamanya (emas, paladium, perak, nikel, kobalt, atau titanium)

3. Kandugan logam mulianya (sangat mulia, mulia, atau dominan logam

dasar)

P r o s t o d o n s i | 21

Page 23: Bab Skripsi Dan Dapus

4. Tiga unsur utama (emas-paladium-perak, paladium-perak-timah, nikel-

kromium-berilium, kobalt-kromium-molibdenum, titanium-aluminium-

vanadium, atau besi-nikel-kromium)

5. Sistem fase yang dominan (isomorfus / fase tunggal, eutetik, peritetik, atau

antarlogam).

Logam Campur Aluminium Perunggu

Ada satu logam campur yang berbahan utama tembaga yang diakui oleh

ADA. Meskipun perunggu biasanya dirumuskan sebagai logam campur tembaga

yang kaya tembaga dan timah (Cu-Sn) denga atau tanpa unsur-unsur lain seperti

seng dan fosfor, pada dasarnya terdapat logam campur perunggu dua komponen

(biner), tiga komponen (terner) dan empat komponen (kuartener) yang tidak

mengandung timah, seperti aluminium perunggu (tembaga-aluminium [Cu-Al]),

silikon perunggu (tembaga-silikon [Cu-Si]) dan berilium perunggu (tembaga-

berilium [Cu-Bel]). Keluarga logam campur aluminium perunggu termasuk salah

satu yang diakui oleh ADA dapat mengandung tembaga 81–88% wt, aluminium

7-11% wt, nikel 2–4% wt, dan besi 1–4% wt. Hanya sedikit data klinis yang

tersedia tentang logam campur aluminium perunggu ini. Logam campur tembaga

berpotensi untuk bereaksi dengan belerang (sulfur), membentuk tembaga-sulfida

yang menimbulkan karat pada pemukaan logam campu yang berbahan dasar emas

atau perak dan mengandung perak dalam jumlah yang cukup besar. 15

II.7 TEORI KEKUATAN TARIK

P r o s t o d o n s i | 22

Page 24: Bab Skripsi Dan Dapus

Tujuan dari dilakukannya suatu pengujian mekanis adalah untuk

menentukan respon bahan dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan fabrikasi

pada saat dikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini akan ditentukan

seberapa jauh perilaku inheren (sifat yang lebih merupakan ketergantungan atas

fenomena atomik maupun mikroskopis dan bukan dipengaruhi bentuk atau ukuran

benda uji) dari bahan terhadap pembebanan tersebut. Jenis-jenis pengujian

mekanis bahan antara lain: 21

1. Kekuatan Tarik

Adalah pengujian yang dilakukan pada suatu bahan padat (logam atau

nonlogam) dan dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap

mengenai perilaku bahan tersebut terhadap pembebanan mekanis.

Sampel atau benda uji ditarik dengan beban kontinyu.

2. Pengujian Kekerasan / kekuatan tekan

Adalah ketahanan bahan terhadap gaya penekanan dari bahan lain

yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme

penggoresan (scratching), pantulan ataupun indentasi dari bahan keras

terhadap suatu permukaan benda uji.

3. Pengujian geser / kekuatan transversa

Adalah pengujian mekanis material untuk mengetahui modulus

elastisitas benda uji dalam arah geser. Dalam batas elastis tegangan

geser bervariasi secara linier dari nol di bagian pusat benda uji hingga

mencapai maksimum pada permukaan terluar benda uji.

4. Kekuatan impak

P r o s t o d o n s i | 23

Page 25: Bab Skripsi Dan Dapus

Adalah pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut.

Pembebanan pada benda uji dilakukan secara perlahan-lahan. Pada

pengujian impak ini bannyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk

terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau

ketangguhan bahan tersebut.

Di antara semua pengujian mekanis tersebut, pengujian tarik merupakan

jenis pengujian yang paling banyak dilakukan karena mampu memberikan

informasi representatif dari perilaku mekanis bahan. 21

Hasilnya berupa gaya tarik, dicatat lalu dimasukkan ke dalam perhitungan

rumus sehingga didapatkan hasil kekuatan tarik. Rumus kekuatan tarik adalah

sebagai berikut : 2

TS = F A

Keterangan :

TS = kekuatan tarik (N/mm2)

F = gaya tarik (N)

A = luas penampang (mm2)

BAB III

KERANGKA KONSEP

P r o s t o d o n s i | 24

GIGI PREMOLAR

PREPARASI

Page 26: Bab Skripsi Dan Dapus

Dari kerangka konsep di atas, dapat dijelaskan bahwa semen luting yang

digunakan sebagai subyek penelitian. Adapun perbedaan bur yang digunakan pada

saat preparasi merupakan variabel independen. Variabel antaranya adalah tingkat

kekasaran dan penghalusan dinding aksial preparasi. Dalam penelitian ini,

kekuatan tarik semen luting digunakan sebagai variabel kendali, dalam hal ini

glass ionomer dan zinc phosphate cement.

P r o s t o d o n s i | 25

SEMENKEKUATAN

TARIK

RESTORASI TUANG

RESTORASI

Page 27: Bab Skripsi Dan Dapus

BAB IV

METODE PENELITIAN

IV.1 RANCANGAN PENELITIAN

Berdasarkan sifat permasalahannya disebut penelitian eksperimental

karena bertujuan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh penghalusan dinding

hasil preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada restorasi lempeng

logam. Berdasarkan macam atau asal datanya disebut penelitian primer karena

data dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Dengan asumsi bahwa populasinya adalah

gigi premolar permanen manusia, berarti semua karakteristik antar populasi

adalah sama. Oleh karena itu digunakan rancangan eksperimen tanpa pengukuran

awal, yaitu rancangan eksperimen the posttest-only control group design. 22,23

IV.2 SUBYEK PENELITIAN

Subyek penelitian adalah semen luting yang terdiri dari 2 macam, yaitu

glass ionomer cement dan zinc phosphate cement. Kedua macam semen luting ini

membagi 2 jumlah lempeng logam yang akan disemen pada gigi yang sudah

dipreparasi. Sehingga setiap semen tersebut akan dipakai untuk merekatkan

lempeng logam pada setiap gigi yang telah diberi 3 perlakuan berbeda dengan

jumlah 4 gigi setiap kelompok. Sehingga jumlahnya adalah 12 gigi untuk glass

ionomer cement dan 12 gigi untuk zinc phosphate cement.

IV.3 VARIABEL

P r o s t o d o n s i | 26

Page 28: Bab Skripsi Dan Dapus

V. Independent : Kekasaran dinding aksial preparasi

V. Dependent : Kekuatan tarik semen luting

V. Kendali : - Semen luting

- Alat uji kekuatan tarik

- Jenis bur

- Alat preparasi

- Tegangan listrik

IV.4 ALUR PENELITIAN

P r o s t o d o n s i | 27

KASAR

SUBYEK PENELITIAN

PEMBUATAN LEMPENG LOGAM

UJI KEKUATAN TARIK Tensile Testing Machine

Page 29: Bab Skripsi Dan Dapus

P r o s t o d o n s i | 28

PREPARASI DINDING AKSIAL

BUR INTAN

BUR KARBIT

(PENGHALUSAN)

DINDING KASAR DINDING HALUS

SEMENTASI

(LEMPENG MELEKAT DI GIGI)

SEMEN 1 SEMEN 2

Page 30: Bab Skripsi Dan Dapus

IV.5 BAHAN PENELITIAN

1. Bur intan coarse, fine (dia-burs)

2. Bur karbit fine (metal burs)

3. Semen luting

a. Glass Ionomer Cement (Glass Ionomer Luting and Lining Cement

GC Corporation Tokyo)

b. Zink Phosphate Cement (Elite Cement 100 GC Corporation Tokyo)

4. Lempeng Logam (Silver)

5. Akuades

IV.6 ALAT PENELITIAN

1. Handpiece (Handpiece High Speed 2 Hole NSK)

2. Spatel semen (Spatel semen ozon)

3. Agate spatel (Agate spatel prodental)

4. Glass plate

5. Paper plate

6. Alat uji kekuatan tarik (Tensile Testing Machine Type PM 100

Galdabini)

7. Mesin penuangan logam (Centrifugal Casting Machine)

IV.7 TABEL PENELITIAN

Bur Intan

(Coarse)

Bur Intan

(Fine)

Bur intan (Coarse)

+ Bur Karbit (Fine)

Glass Ionomer Cement Gigi A1 Gigi B1 Gigi C1

Zinc Phosphate Cement Gigi A2 Gigi B2 GigiC2

P r o s t o d o n s i | 29

Page 31: Bab Skripsi Dan Dapus

IV.8 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

IV.8.1 LOKASI PENELITIAN : Laboratorium Teknik Mesin Politeknik

Negeri Ujung Pandang.

IV.8.2 WAKTU PENELITIAN : 30 Juli 2011

IV.9 PROSEDUR KERJA

IV.9.1 PREPARASI GIGI PREMOLAR

1. Gigi premolar sebanyak 24 gigi dibagi menjadi 3 kelompok, yang

akan diberikan perlakuan berbeda pada saat preparasi. Pada saat

preparasi, tiap kelompok terdiri dari 8 gigi.

2. Kelompok pertama, dilakukan preparasi dengan menggunakan

handpiece (High Speed 2 Hole NSK) dan bur intan (coarse). Preparasi

pada gigi premolar dilakukan dengan cara mengasah gigi pada bagian

oklusal secara horizontal sampai rata, sehingga didapatkan permukaan

rata di bagian oklusal gigi.

3. Kelompok kedua, dilakukan preparasi dengan menggunakan

handpiece (High Speed 2 Hole NSK) dan bur intan (fine). Preparasi

pada gigi premolar juga dilakukan dengan cara mengasah gigi pada

bagian oklusal secara horizontal sampai rata. Sehingga didapatkan

permukaan rata di bagian oklusal gigi. Pada kelompok kedua ini,

preparasi dari awal sampai selesai hanya menggunakan bur intan

(fine) saja.

P r o s t o d o n s i | 30

Page 32: Bab Skripsi Dan Dapus

4. Kelompok ketiga, dilakukan preparasi dengan menggunakan

handpiece (High Speed 2 Hole NSK) dan bur intan (coarse) dan

kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine). Preparasi pada gigi

premolar juga dilakukan dengan cara mengasah gigi pada bagian

oklusal secara horizontal sampai rata. Sehingga didapatkan permukaan

rata di bagian oklusal gigi. Pada kelompok ketiga ini, preparasi dari

awal menggunakan bur intan (coarse) sampai didapatkan permukaan

yang rata di bagian oklusal gigi, kemudian dihaluskan dengan

menggunakan bur karbit (fine) pada bagian permukaan oklusal gigi

tersebut.

Gambar 4.1 Bur intan dan karbit. (Dari kiri ke kanan) Bur

intan (coarse), bur intan (fine), bur karbit (fine).

IV.9.2 PEMBUATAN LEMPENG LOGAM

1. Pembuatan pola malam biru berbentuk lempeng dengan ukuran

5x5x1 mm (ditentukan oleh peneliti) dan diberikan bentuk seperti

kaitan pada bagian atas lempeng.

P r o s t o d o n s i | 31

Page 33: Bab Skripsi Dan Dapus

2. Setelah bentuk pola malam telah selesai, dilanjutkan dengan

pembuatan pasak pada bagian tertinggi dari pola malam tersebut agar

tidak terjadi porositas pada saat proses penuangan logam.

3. Setelah pemasangan pasak, dilakukan pemendaman pola malam biru

ke dalam movel. Pola malam dipendam dengan menggunakan bahan

pendam.

4. Movel dimasukkan ke dalam oven, dipanaskan dengan suhu 468O C –

650O C sampai semua malam dan pasaknya mencair.

5. Kemudian dilakukan proses penuangan logam dengan menggunakan

mesin penuangan logam (Centrifugal Casting Machine).

6. Setelah proses penuangan logam selesai, logam hasil penuangan

logam dikeluarkan dari dalam movel, kemudian dilakukan prosedur

finishing dan polishing.

Gambar 4.2 Beberapa lempeng logam (silver) dari hasil penuangan logam

P r o s t o d o n s i | 32

Page 34: Bab Skripsi Dan Dapus

IV.9.3 SEMENTASI (LEMPENG MELEKAT DI GIGI)

1. Setelah pembuatan lempeng logam sebanyak 24 buah, dilakukan

prosedur sementasi, yaitu melekatkan lempeng logam pada gigi

dengan semen luting.

2. Gigi yang telah dipreparasi dengan 3 macam perlakuan berbeda dan

terdiri dari 8 gigi setiap perlakuan, dibagi menjadi 2 bagian lagi di

setiap kelompok sehingga menjadi 4 gigi setiap perlakuan. Setelah

dipreparasi, gigi direndam dalam akuades selama 30 detik dan

kemudian permukaan preparasi dikeringkan dengan air syringe

sebelum dilakukan sementasi.

3. Kemudian dari setiap kelompok perlakuan tersebut, 4 gigi di semen

dengan glass ionomer cement dan 4 gigi lagi disemen dengan zinc

phosphate cement. Sehingga jumlahnya menjadi 12 gigi disemen

dengan glass ionomer cement dan 12 gigi lagi disemen dengan zinc

phosphate cement. Dapat dilihat pada gambar 4.3, lempeng logam

yang telah disemen pada gigi yang telah dipreparasi.

4. Pencampuran semen untuk glass ionomer cement, perbandingan

powder dan liquid adalah 1,8 gr : 1,0 gr. Waktu pengadukan selama

20 detik dan waktu kerja sejak pengadukan adalah 2 menit

(berdasarkan petunjuk kemasan Glass Ionomer Luting and Lining

Cement GC Corporation Tokyo). Sedangkan untuk zinc phosphate

cement, perbandingan powder dan liquid adalah 1,45 mg : 0,5 ml.

Waktu pengadukan selama 60–90 detik dan waktu kerja sejak

P r o s t o d o n s i | 33

Page 35: Bab Skripsi Dan Dapus

pengadukan adalah 3–4 menit (berdasarkan petunjuk kemasan Elite

Cement 100 GC Corporation Tokyo).

Gambar 4.3 Lempeng logam yang telah disemen pada gigi yang telah dipreparasi

IV.9.4 UJI KEKUATAN TARIK

1. Setelah semua lempeng logam disemen pada gigi, kemudian dibiarkan

selama 24 jam sebelum dilakukan pengujian tarik. Karena menurut

klasifikasi ADA No.9 bahwa kelarutan semen didalam air selama 24

jam pertama cukup tinggi sehingga sangat penting semen dilindungi

dari kontaminasi cairan selama periode 24 jam ini sampai semen

mengeras sempurna. 15

2. Pembagian kelompok pada saat pengujain tarik adalah :

a. Kelompok A1 = Bur intan (coarse) + glass ionomer cement

b. Kelompok A2 = Bur intan (coarse) + zinc phosphate

cement

c. Kelompok B1 = Bur intan (fine) + glass ionomer cement

d. Kelompok B2 = Bur intan (fine) + zinc phosphate cement

P r o s t o d o n s i | 34

Page 36: Bab Skripsi Dan Dapus

e. Kelompok C1 = Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) +

glass ionomer cement

f. Kelompok C2 = Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) +

zinc phosphate cement

3. Satu per satu gigi tersebut diuji kekuatan tariknya dengan

menggunakan Alat uji kekuatan tarik (Gambar 4.5, Tensile Testing

Machine Type PM 100 Galdabini).

4. Lempeng logam ditarik dengan beban kontinyu sampai lempeng

logam tersebut terlepas dari gigi. Skala pengukuran yang digunakan

pada beban tarik adalah skala Newton (N). Dapat dilihat pada gambar

4.4, lempeng logam yang terlepas dari gigi setelah di uji kekuatan

tariknya dari setiap kelompok.

5. Gaya beban yang dicatat adalah pada saat lempeng logam terlepas dari

gigi. Kemudian gaya tersebut dicatat dan kemudian dimasukkan ke

dalam rumus kekuatan tarik agar dapat diketahui nilai kekuatan

tariknya.

Gambar 4.4 Beberapa lempeng logam yang telah diuji kekuatan tariknya

P r o s t o d o n s i | 35

Page 37: Bab Skripsi Dan Dapus

Gambar 4.5 Alat uji kekuatan tarik (Tensile Testing Machine Type PM 100 Galdabini).

IV.10 ANALISIS DATA

Data yang diperoleh didistribusikan ke dalam table, kemudian dilakukan

uji Levene untuk mengetahui homogenitas sampel. Selanjutnya diolah dengan uji

Anova satu arah dan dilanjutkan dengan uji least significant different (LSD) jika

dari uji Anova diperoleh hasil yang significant (α = 0,05) untuk mengetahui

apakah ada pengaruh penghalusan dinding oklusal preparasi terhadap kekuatan

tarik semen luting pada lempeng logam.

P r o s t o d o n s i | 36

Page 38: Bab Skripsi Dan Dapus

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dari hasil pengamatan, pengukuran dan perhitungan mengenai pengaruh

penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada

lempeng logam dilakukan dalam 6 kelompok yaitu berdasarkan perbedaan

kekasaran bur serta penghalusannya, dan perbedaan semen luting yaitu glass

ionomer cement dan zinc phosphate cement, dapat dilihat pada tabel 5.1:

Tabel 5.1 Perbandingan dan rerata penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam dalam

satuan N/mm2

Subyek Penelitian

Kelompok

A1 A2 B1 B2 C1 C2

1 0,39 0,25 0,45 0,49 0,46 0,45

2 0,30 0,22 0,50 0,34 0,50 0,51

3 0,33 0,26 0,39 0,42 0,51 0,46

4 0,37 0,27 0,42 0,44 0,42 0,43

Rerata 0,35 0,25 0,44 0,42 0,47 0,46

Keterangan :

- Kelompok A1 = Bur intan (coarse) + glass ionomer cement

- Kelompok A2 = Bur intan (coarse) + zinc phosphate cement

- Kelompok B1 = Bur intan (fine) + glass ionomer cement

- Kelompok B2 = Bur intan (fine) + zinc phosphate cement

- Kelompok C1 = Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) + glass ionomer

cement

- Kelompok C2 = Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) + zinc phosphate cement

P r o s t o d o n s i | 37

Page 39: Bab Skripsi Dan Dapus

Tabel 5.1 menunjukkan kekuatan tarik dari semen luting terhadap

penghalusan dinding aksial preparasi pada lempeng logam. Nilai rerata kekuatan

tarik yang paling tinggi adalah kelompok C1 (Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) +

glass ionomer cement), yaitu 0,47 N/mm2, dan kekuatan tarik yang paling rendah

adalah kelompok A2 (Bur intan (coarse) + zinc phosphate cement), yaitu 0,25 N/mm2

Sebelum dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh

penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada

lempeng logam, dilakukan uji Levene untuk mengetahui homogenitas data. Hasil

uji Levene pada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan

tarik semen luting pada lempeng logam diperoleh probabilitas 0,628. Berarti hasil

uji Levene p > 0,05. Hal ini berarti bahwa data tersebut homogen.

Selanjutnya untuk mengetahui apakah ada pengaruh penghalusan dinding

aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, maka

dilakukan uji statistik ANOVA satu arah dengan menggunakan α = 0,05. Hasilnya

dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Hasil uji ANOVA pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam

Sumber Variasi JK Db MK F hit P

Perlakuan(BetweenGroups) 0,146 5 0,029 15,888 0,000

Sisa / Residual(WithinGroups) 0,033 18 0,002

Total 0,179 23

Keterangan :

JK : jumlah kuadrat

db : derajat bebas

MK : median kuadrat

P r o s t o d o n s i | 38

Page 40: Bab Skripsi Dan Dapus

F hit : nilai F hitung

P : probabilitas

Dari hasil uji ANOVA untuk melihat pengaruh penghalusan dinding aksial

preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam

menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Dari hasil uji ANOVA tersebut

didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara

kelompok perlakuan yang diuji. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol (Ho) tidak

dapat diterima atau ditolak dan Ha dapat diterima, yang berarti bahwa ada

pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen

luting pada lempeng logam.

Dikarenakan hasil dari uji ANOVA menunjukkan adanya pengaruh

penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada

lempeng logam, maka perlu dilakukan uji lebih lanjut menggunakan uji LSD

(least significant different) untuk melihat besarnya perbedaan dari setiap

perlakuan.

Tabel 5.3 Hasil uji LSD pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam

Kelompok A1 A2 B1 B2 C1 C2

A1 0 0,09750* 0,09250* 0,07500* 0,12500* 0,11500*

A2 0,09750* 0 0,19000* 0,17250* 0,22250* 0,21250*

B1 0,09250* 0,19000* 0 0,01750 0,03250 0,02250

B2 0,07500* 0,17250* 0,01750 0 0,05000 0,04000

C1 0,12500* 0,22250* 0,03250 0,05000 0 0,01000

C2 0,11500* 0,21250* 0,02250 0,04000 0,01000 0

*Perbedaan rerata significant pada level 0,05

P r o s t o d o n s i | 39

Page 41: Bab Skripsi Dan Dapus

Pada tabel 5.3, dapat dilihat hasil dari uji LSD (least significant

different) pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik

semen luting pada lempeng logam. Dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan atau bermakna pada kelompok A1 dengan A2, B1, B2, C1 dan

C2, dan kelompok A2 dengan A1, B1, B2, C1, dan C2.

Ini berarti bahwa bur intan (coarse) + glass ionomer cement berbeda bermakna

dengan bur intan (coarse) + zinc phosphate cement. Selain itu bur intan (coarse) +

glass ionomer cement juga berbeda bermakna dengan bur intan (fine) + glass

ionomer cement, bur intan (fine) + zinc phosphate cement, bur intan (coarse) +

bur intan (fine) + glass ionomer cement, dan bur intan (coarse) + bur intan (fine)

+ zinc phosphate cement. Bur intan (coarse) + zinc phosphate cement berbeda

bermakna dengan bur intan (coarse) + glass ionomer cement, bur intan (fine) +

glass ionomer cement, bur intan (fine) + zinc phosphate cement, bur intan

(coarse) + bur intan (fine) + glass ionomer cement, dan bur intan (coarse) + bur

intan (fine) + zinc phosphate cement.

P r o s t o d o n s i | 40

Page 42: Bab Skripsi Dan Dapus

BAB VI

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini digunakan 2 macam semen luting yaitu glass

ionomer cement dan zinc phosphate cement karena di bidang kedokteran gigi saat

ini glass ionomer cement masih lebih sering digunakan sebagai bahan luting.

Hanya saja karena glass ionomer cement memiliki beberapa kekurangan antara

lain mudah larut dalam saliva, kasar, dan sensitif terhadap air pada saat setting

time, maka ada juga yang menggunakan zinc phosphate cement sebagai bahan

luting. 15,16

Berdasarkan tabel 2.1 sifat semen untuk perekatan, glass ionomer

cement dan zinc phosphate cement adalah semen yang memiliki sifat kekuatan

tarik diametral – 24 jam yang tinggi dibandingkan semen luting yang lain. Glass

ionomer cement memiliki kekuatan tarik diametral – 24 jam sebesar 6,2 MPa.

Sedangkan zinc phosphate cement memiliki kekuatan tarik diametral – 24 jam

sebesar 5,5 MPa.15

Dari hasil penelitian pada tabel 5.1, jumlah rerata pengaruh

penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada

lempeng logam menunjukkan bahwa dari setiap perlakuan pengasahan pada gigi

premolar yang disemen dengan 2 macam semen luting yaitu glass ionomer cement

dan zinc phosphate cement memiliki pengaruh terhadap kekuatan tarik semen

luting. Terlihat pada tabel 5.1, menunjukkan rerata kekuatan tarik dari glass

ionomer cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan

P r o s t o d o n s i | 41

Page 43: Bab Skripsi Dan Dapus

dengan bur intan (coarse) lebih rendah bila dibandingkan terhadap gigi yang

dilakukan pengasahan dengan bur intan (fine), dan terhadap gigi yang dilakukan

pengasahan dengan bur intan (coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur

karbit (fine). Hal ini dapat terlihat pada kelompok A1 {glass ionomer cement pada

lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan

(coarse)} menunjukkan nilai reratanya sebesar 0,35 N/mm2, kelompok B1 {glass

ionomer cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan

dengan bur intan (fine)} nilai reratanya sebesar 0,44 N/mm2, dan kelompok C1

{glass ionomer cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan

pengasahan dengan bur intan (coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur

karbit (fine)} nilai reratanya sebesar 0,47 N/mm2.

Begitu juga untuk kelompok zinc phosphate cement, pada tabel 5.1

menunjukkan rerata kekuatan tarik dari zinc phosphate cement pada lempeng

logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (coarse) lebih

rendah bila dibandingkan terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur

intan (fine), dan terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan

(coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine). Hal ini dapat terlihat

pada kelompok A2 {zinc phosphate cement pada lempeng logam terhadap gigi

yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (coarse)} menunjukkan nilai

reratanya sebesar 0,25 N/mm2, kelompok B2 {zinc phosphate cement pada

lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (fine)}

nilai reratanya sebesar 0,42 N/mm2, dan kelompok C2 {zinc phosphate cement

pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan

P r o s t o d o n s i | 42

Page 44: Bab Skripsi Dan Dapus

(coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine)} nilai reratanya

sebesar 0,46 N/mm2.

Hal tersebut di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Shillingburg dkk yang mengemukakan bahwa merupakan hal yang penting

cavosurface finish line hendaknya halus untuk memfasilitasi pembuatan restorasi

yang memiliki adaptasi tepi yang baik. Pengurangan jaringan dalam jumlah yang

banyak difasilitasi dengan penggunaan bur intan. Akan tetapi penggunaannya

meninggalkan cavosurface finish line yang tidak teratur sehingga diperlukan

instrumen lain untuk mendapat permukaan yang halus. Untuk itu digunakan bur

karbit dengan ukuran dan bentuk yang sama. 1

Pada tabel 5.2, dapat dilihat hasil uji ANOVA terhadap nilai-nilai

kekuatan tarik dari semen luting pada lempeng logam terhadap gigi yang

dipreparasi dengan bur intan (coarse), bur intan (fine), dan yang dipreparasi

dengan bur intan (coarse) dan kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine)

didapatkan perbedaan yang bermakna {p = 0,000 (α = 0,05)} yang berarti ada

perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan yang diuji.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sevgican dkk yang meneliti tentang pengaruh pemakaian 2 macam bur intan

dengan kekuatan ikatan tensil adesif ke gigi. Sevgican menggunakan 2 macam bur

intan yaitu bur intan (regular) dan bur intan (superfine). Hasil penelitiannya

mengemukakan bahwa penggunaan dua macam bur tersebut tidak mempengaruhi

kekuatan tarik adesif ke gigi.

P r o s t o d o n s i | 43

Page 45: Bab Skripsi Dan Dapus

Dikarenakan hasil dari uji ANOVA menunjukkan adanya pengaruh

penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada

lempeng logam, maka perlu dilakukan uji lebih lanjut menggunakan uji LSD

untuk melihat besarnya perbedaan dari setiap perlakuan. Pada tabel 5.3, dapat

dilihat hasil dari uji LSD pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap

kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam. Dapat diketahui bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan atau bermakna pada kelompok A1 dengan A2,

B1, B2, C1 dan C2, dan kelompok A2 dengan A1, B1, B2, C1, dan C2.

Kekuatan tarik adalah salah satu faktor yang mempengaruhi retensi

dari sebuah gigitiruan cekat. Retensi adalah kemampuan dari preparasi untuk

mencegah restorasi terlepas dari gigi penyangga oleh tekanan yang datang searah

dengan sumbu gigi. Ada 4 faktor yang harus dipertimbangkan pada waktu

melakukan preparasi gigi yang mempengaruhi retensi, yaitu derajat kelancipan

preparasi, luasnya daerah permukaan lapisan semen, daerah yang mengalami

gesekan, dan kekasaran permukaan. Adanya kekasaran permukaan permukaan

preparasi dimaksudkan untuk meningkatkan daerah adesi antara semen dan

permukaan preparasi sehingga diharapkan akan meningkatkan retensi. 1

Dapat dilihat jelas pula dalam tabel 5.1 perbandingan antara semen

luting glass ionomer cement dengan zinc phosphate cement di setiap kelompok 3

macam perlakuan preparasi bahwa semen glass ionomer cement memiliki

kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan zinc phosphate cement terhadap

kekasaran dinding yang tidak dihaluskan maupun yang dihaluskan. Pada hasil uji

ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan

P r o s t o d o n s i | 44

Page 46: Bab Skripsi Dan Dapus

yang diuji. Untuk kelompok glass ionomer cement dan zinc phosphate cement,

dari hasil uji LSD dapat dilihat bahwa hanya terdapat perbedaan yang signifikan

pada kelompok A1 dan A2. Ini berarti bahwa pada perbandingan antara glass

ionomer cement dan zinc phosphate cement hanya pada kelompok yang

menggunakan bur intan (coarse) saja yang memiliki perbedaan bermakna,

sedangkan pada kelompok bur intan (fine) dan bur intan (coarse) + bur karbit

(fine) tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Hal ini kemungkinan disebabkan

karena glass ionomer cement memiliki beberapa sifat yang menguntungkan, yaitu

perlekatan yang bagus dengan struktur gigi, dan memiliki retensi yang cukup

tinggi. Perbedaan yang tidak bermakna antara glass ionomer cement dan zinc

phosphate cement pada kelompok bur intan (fine) dan bur intan (coarse) + bur

karbit (fine) kemungkinan disebabkan karena kekuatan kompresi dari glass

ionomer cement sebanding dengan zinc phosphate cement, dan kekuatan tarik

diametral glass ionomer cement sedikit lebih tinggi daripada zinc phosphate

cement. Modulus elastisitas glass ionomer cement hanya separuh dari zinc

phosphate cement. Jadi glass ionomer cement tidak terlalu kaku dan lebih peka

terhadap perubahan bentuk elastis. 15,16

Kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dan zinc

phosphate cement dari hasil preparasi yang dinding oklusal preparasinya

dipreparasi dengan bur intan (coarse) dan tidak dihaluskan lebih rendah daripada

kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dan zinc phosphate cement dari

hasil preparasi yang dinding aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan

(fine) dan tidak dihaluskan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada

P r o s t o d o n s i | 45

Page 47: Bab Skripsi Dan Dapus

preparasi yang menggunakan bur intan (coarse) akan menghasilkan permukaan

yang tidak rata dan tidak teratur, sehingga mengurangi kekuatan perlekatan semen

luting terhadap permukaan dinding pada lempeng logam. Selain itu, permukaan

tidak dihaluskan berarti masih ada kekasaran dalam skala kecil, yang berarti

permukaannya lebih luas.

Jika dua permukaan yang relatif datar dipertemukan, misalnya suatu

protesis cekat ditempatkan di atas gigi yang sudah dipreparasi, ada celah

mikroskopik diantara substrat tersebut. Jika dilihat secara mikroskopis,

permukaan gigi yang sudah dipreparasi tampak kasar, yaitu ada bagian puncak

dan ada bagian lembahnya. Pada preparasi yang tidak dihaluskan, permukaan

preparasi tampak bergerigi kasar, sedangkan preparasi yang dihaluskan

permukaannya tampak bergerigi halus. Kekuatan tarik semen luting lebih tinggi

pada permukaan yang luas dibandingkan permukaan yang sempit. Sehingga jika

dibandingkan luas permukaannya, permukaan preparasi yang dihaluskan lebih

luas dibandingkan preparasi yang tidak dihaluskan. 15

P r o s t o d o n s i | 46

Page 48: Bab Skripsi Dan Dapus

BAB VII

PENUTUP

VI.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh penghalusan dinding

aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam dapat

disimpulkan bahwa :

1. Ada pengaruh bermakna terhadap kekuatan tarik semen luting pada

lempeng logam terhadap penghalusan dinding aksial preparasi.

2. Kekasaran dari dinding aksial preparasi yang dapat memberikan kekuatan

tarik yang paling tinggi bagi semen luting adalah yang dipreparasi dengan

bur intan (coarse) dan kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine).

3. Kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dari hasil preparasi

yang dinding aksial preparasinya dihaluskan sebesar 0,47 N/mm2 lebih

tinggi daripada zinc phosphate cement sebesar 0,46 N/mm2.

4. Kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dari hasil preparasi

yang dinding aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (coarse)

dan tidak dihaluskan sebesar 0,35 N/mm2 lebih rendah daripada kekuatan

tarik semen luting glass ionomer cement dari hasil preparasi yang dinding

aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (fine) dan tidak

dihaluskan sebesar 0,44 N/mm2.

P r o s t o d o n s i | 47

Page 49: Bab Skripsi Dan Dapus

5. Kekuatan tarik semen luting zinc phosphate cement dari hasil preparasi

yang dinding aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (coarse)

dan tidak dihaluskan sebesar 0,25 N/mm2 lebih rendah daripada kekuatan

tarik semen luting zinc phosphate cement dari hasil preparasi yang dinding

aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (fine) dan tidak

dihaluskan sebesar 0,42 N/mm2.

6. Kekuatan tarik glass ionomer cement lebih tinggi daripada kekuatan tarik

dari zinc phosphate cement pada setiap kelompok.

VI.2 SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis kekuatan

lain dari semen luting terhadap penghalusan dinding aksial preparasi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kekuatan tarik

dari semen luting dengan menggunakan variabel semen luting yang lain.

P r o s t o d o n s i | 48

Page 50: Bab Skripsi Dan Dapus

DAFTAR PUSTAKA

1. Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE.

Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence

Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41

2. Machmud E. Uji beda kekuatan lekat semen resin adhesive pada permukaan

logam yang diberi empat macam perlakuan [tesis]. Bandung: Program

Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Padjajaran; 2003.

3. Hirata T, Nakamura T, Wakabyashi K, Yatani H. Study of surface roughness

and marginal fit using a newly developed microfinishing bur and new

preparation technique. Int J Microdent 2009; 1: 61-4

4. Sevgican F, Inoue S, Koase K, Kawamoto C, Ikeda T, Sano H. Bond strength

of simplified-step adhesives to enamel prepared with two different diamond

burs. Aust Dent J 2004; 49(3): 141-5.

5. Ayad MF. Effects of tooth preparation burs and luting cement types on the

marginal fit extracoronal restorations. J Prosthodont 2009; 18: 141-5.

6. Yamamoto T, Nishiura R, Momoi Y. Influence of surface roughness on crack

formation in a glass-ceramic bonded to a resin composite base. J Oral Sci

2006; 48: 125-30.

7. Çelik C, Özgünaltay. Effect of finishing and polishing procedures on surface

roughness of tooth-colored materials. Quintessence Int 2009; 40: 783-9.

8. Grene SA. Crowns. [serial on the internet]. 2004 [cited 2011 March 20].

Available from : http://www.quality.com/dental/restorative/crown.html

P r o s t o d o n s i | 49

Page 51: Bab Skripsi Dan Dapus

9. ._____. Crowns & bridges. [serial on the internet]. 2004 [cited 2011 March

20]. Available from : http://www.oceandental.com/crownsbridges.html

10. Cowel CR. Inlay, crowns and bridges a clinical hand book. 4th Ed. London :

Wright Bristol; 1985. P. 74 -7

11. Tarigan R. Perawatan pulpa gigi (endodonti). 2nd Ed. Jakarta : EGC: 2006. P.

200-1

12. ._____. Mahkota selubung (jaket crown). [serial on the internet]. 20 April

2010 [cited 2011 January 27]. Available from :

http://www.potooloodental.blog.com/2010/04/20/mahkota-selubung-jacket-

crown/

13. Goldstein RE. Universal crown and bridge preparation the all-ceramic crown

preparation technique for predictable success. Georgia : Brasseler ; 2007.

14. Rosenstiel SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary fixed prosthodontics. 3rd

Ed. St. Louis : Mosby; 2001. P. 205-12, 765-9

15. Anusavice KJ. Phillip’s science of dental materials. Ed.10. Philadelphia:

W.B. Saunders Company; 1996. P.274, 365, 449, 470-2

16. ._____. Glass ionomer. [serial on the internet]. 28 May 2009 [cited 2011

January 27]. Available from : http://shehae.blogspot.com/2009/05/glass-

ionomer_28.html

17. Berg JH. Glass ionomer cement. Pediatric Dent 2002 ; 24:430-8

18. ._____. Porcelain fused to metal crown placement. [serial on the internet]. 09

October 2009 [cited 2011 January 27]. Available from :

http://costdentures.com/fixed/porcelain-fused-to-metal-crown-placement/

P r o s t o d o n s i | 50

Page 52: Bab Skripsi Dan Dapus

19. ._____. Zink Phosphate Cement. [serial on the internet]. 2008 [cited 2011

January 27]. Available from :

http://www.mediceptdental.com/products/dental-cements/zinc-phosphate-

cement.html

20. Baum L, Phillips RW, Lund MR. Buku ajar ilmu konservasi gigi (textbook of

operative dentistry). 3rd Ed. Alih bahasa: Tarigan R. Jakarta : EGC; 1997

21. Yuwono AH. Buku panduan praktikum karakterisasi material 1 pengujian

merusak (destructive testing). Jakarta: Departemen metalurgi dan material

fakultas teknik universitas indonesia; 2009.

22. Zainuddin M. Metodologi penelitian. Surabaya; 1991.

23. Marzuki. Metodologi riset. Yogyakarta; 1983

P r o s t o d o n s i | 51