69
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan pembangunan kesehatan pada intinya adalah mencapai kemampuan hidup sehat bagi semua penduduk Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 30, yang menyatakan bahwa pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan, penyelidikan, pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit, tindakan karantina dan upaya lain yang diperlukan. Upaya menghilangkan perantara penyakit dapat dilakukan melalui pengendalian vektor penyakit. Pengendalian vektor penyakit merupakan salah satu cara mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit, termasuk Demam Berdarah Dengue (DBD). 1

BAB I - DAPUS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I - DAPUS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan

nasional. Tujuan pembangunan kesehatan pada intinya adalah mencapai

kemampuan hidup sehat bagi semua penduduk Indonesia. Hal ini sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 30,

yang menyatakan bahwa pemberantasan penyakit menular dilaksanakan

dengan upaya penyuluhan, penyelidikan, pengebalan, menghilangkan sumber

dan perantara penyakit, tindakan karantina dan upaya lain yang diperlukan.

Upaya menghilangkan perantara penyakit dapat dilakukan melalui

pengendalian vektor penyakit.

Pengendalian vektor penyakit merupakan salah satu cara mencegah

Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit, termasuk Demam Berdarah

Dengue (DBD). Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang

ditularkan oleh vektor nyamuk. Di Indonesia penyebaran penyakit DBD telah

meluas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit penting di Indonesia,

karena jumlah kasus kejadiannya selalu meningkat tiap tahun. Menurut Kepala

Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan Republik Indonesia, dr. Lily

S Sulistyowati, jumlah penderita DBD tahun 2005 mencapai 18.929 orang,

dengan kematian 192 orang, atau rata-rata tingkat kematian sebesar 1,0%.

Sedangkan jumlah penderita DBD dari Februari 2006 sampai Januari 2007

1

Page 2: BAB I - DAPUS

adalah 8.019 orang, dengan korban meninggal mencapai 144 orang, atau rata-

rata tingkat kematian sebesar 1,8%. Berdasarkan data ini diketahui bahwa

tingkat kematian DBD dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Vektor utama

DBD adalah nyamuk Aedes aegypti yang aktif pada siang hari dan suka

menghisap darah manusia. Selain DBD masih ada penyakit yang ditularkan

oleh nyamuk seperti demam dengue, malaria, chikungunya, penyakit kaki

gajah, dan lain-lain.

Berbagai cara dilakukan untuk mengatasi pencegahan penyakit DBD

seperti pemberantasan jentik-jentik nyamuk melalui fogging dan penggunaan

bubuk abate, sedangkan pengatasan terhadap gangguan nyamuk dapat juga

dilakukan dengan penyemprotan obat anti nyamuk, obat anti nyamuk bakar,

dan obat anti nyamuk elektrik. Namun, penggunaan pestisida ini dapat

menimbulkan masalah baru bagi kesehatan.

Menurut Rui (2003) cara menghindari nyamuk yang paling baik

adalah dengan pemakaian anti nyamuk berbentuk losion, krim, gel ataupun

pakaian yang dapat melindungi tubuh dari gigitan nyamuk. Hampir semua

losion anti nyamuk di Indonesia mengandung diethyl toluamide (DEET).

Diethyl toluamide adalah racun yang dapat mengakibatkan iritasi dan alergi,

tidak boleh digunakan pada daerah luka atau sekitar mata karena dapat

mengakibatkan kerusakan permanen. Penggunaan jangka waktu lama dengan

dosis tinggi dapat dikaitkan dengan kerusakan saraf (Sembel, 2009).

Suatu penelitian yang dilakukan oleh American Academy of

Pediatric tahun 2003 menyatakan bahwa losion yang mengandung DEET

2

Page 3: BAB I - DAPUS

10% hanya efektif dalam waktu 2 jam, sedangkan yang mengandung DEET

24% efektif selama 5 jam. Di Indonesia, hampir semua losion anti nyamuk

mengandung DEET dengan kadar 10-15% (Gunandini, 2006), namun diklaim

oleh produsennya efektif selama 6-8 jam. Konsentrasi DEET sampai 50%

direkomendasikan untuk orang-orang dewasa dan anak-anak di atas umur 2

bulan. Konsentrasi yang lebih rendah tidak akan bertahan lama sehingga perlu

diulang dalam pemakaiannya. Peraturan Pemerintah melalui Komisi Pestisida

Departemen Pertanian (1995) mensyaratkan bahwa suatu losion anti nyamuk

dapat dikatakan efektif apabila daya proteksinya paling sedikit 90% dan

mampu bertahan selama 6 jam.

Beberapa jenis tanaman di Indonesia berpotensi sebagai pengusir

nyamuk, antara lain kamboja, kenanga, lavender, daun selasih, sereh, dan lain-

lain. Penelitian mengenai anti nyamuk dari bahan herbal diantaranya adalah

penelitian dengan judul Uji Aktivitas Gel Minyak Atsiri Bunga Kenanga

terhadap Nyamuk Anopheles oleh Vita Ariana tahun 2009 dan Formulasi

Losion Anti Nyamuk Minyak Atsiri Kayu Manis oleh Sri Widiastuti. Hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh Indrawati (2006), menunjukkan bahwa

minyak atsiri bunga kenanga (Canangium odoratum, Baill) pada konsentrasi

56,58% mampu menolak 90% nyamuk Aedes aegypti pada pengamatan

selama 6 jam.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui formula sediaan losion penolak nyamuk minyak atsiri bunga

3

Page 4: BAB I - DAPUS

kenanga yang paling baik, dilihat dari segi kestabilan fisik dan

aseptabilitasnya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana formulasi sediaan losion penolak nyamuk minyak atsiri

bunga kenanga yang paling baik, dilihat dari hasil kestabilan fisik dan

aseptabilitasnya?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui formula sediaan losion penolak nyamuk minyak

atsiri bunga kenanga yang paling baik, dilihat dari hasil kestabilan fisik dan

aseptabilitasnya.

D. Manfaat Penelitian

1. Menambah pilihan produk losion penolak nyamuk, berbahan aktif herbal.

2. Memperkaya literatur mengenai penggunaan insektisida alamiah.

3. Mengurangi penggunaan losion penolak nyamuk yang menggunakan

bahan kimia berbahaya seperti DEET.

4

Page 5: BAB I - DAPUS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bunga Kenanga

1. Taksonomi

Gambar 1: Bunga Kenanga

Tanaman kenanga, memiliki sistematika sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Order : Magnoliales

Family : Annonaceae

Genus : Cananga

Species : Canangium odoratum Baill

5

Page 6: BAB I - DAPUS

2. Nama daerah

Kanaga (Sunda), kenanga (Jawa), kupa apale (Sumatera Barat), selanga

(Gayo), lalingiran ( Sulawesi Utara), kananga (Bugis) (Hariana, 2007).

3. Morfologi tanaman

a. Tumbuhan ini dapat tumbuh mencapai ketinggian 30-35 m atau bahkan lebih

pada spesies liarnya (14-20 m pada spesies genuina, dan 15-35 m pada spesies

macrophilla). Batangnya berwarna kelabu. Daun tumbuhan ini berwarna hijau

dan tersusun berselang-seling serta berbentuk eliptikal berukuran panjang 7-

23 cm dan lebar 4-10 cm. Tumbuhan ini juga mempunyai bunga berwarna

kuning kehijauan yang wangi serta mempunyai 6 kelopak.

b. Batang dari tumbuhan ini lurus dan kuat, dengan cabang lateral. Batang utama

dari tanaman ini panjang dan kulit batangnya berwarna abu-abu keputihan.

Kulit batang kenanga menunjukan adanya alkaloid, flavonoid, saponin, steroid

dan triterpenoid. Dalam abu ditemukan adanya kalium, kalsium, natrium dan

magnesium.

c. Daunnya tunggal setangkai berbentuk bulat telur atau bulat telur memanjang

dengan pangkal daun menyirip jantung dan ujung daun berbentuk runcing

berwarna hijau tua, tersusun berselang-seling, dengan ukuran helai daun

mencapai 8-20 cm x 5-10 cm, dan petiola yang berukuran kurang lebih 1,3

cm. Bagian tepi daun berbentuk keriting berombak dan bagian pangkal daun

6

Page 7: BAB I - DAPUS

berbentuk membulat.

d. Bunga dari tanaman ini berbentuk “bintang” majemuk menggarpu, pendek,

menggantung dan berwarna hijau ketika masih muda, dan menjadi kuning

setelah masak. Bunga ini memancarkan aroma yang harum yang khas yang

biasanya digunakan sebagai sediaan parfum karena diambil bagian minyak

atsirinya. Bunga itu muncul pada batang pohon atau ranting bagian atas

pohon, dengan susunan yang khas. Mahkota bunga umumnya berjumlah 6,

namun terkadang berjumlah 8 atau 9, berdaging, terlepas satu sama lainnya,

dan tersusun dalam 2 lingkaran yang masing-masing biasanya berjumlah 3.

Benang sarinya banyak, dan ruang tempat sari berhubungan terdapat di ujung

tangkai sari, berbentuk memanjang dan tertutup, berwarna cokelat muda.

Jumlah bakal buah sekitar 7-15. Kepala putik berbentuk tombol.

e. Buah berbentuk bulat telur terbalik berwarna hijau ketika masih muda, dan

menjadi kehitaman setelah tua. Ukuran panjang buahnya yaitu 2 cm,

berdaging tebal dengan diameter 1,5-2,5 cm, tersusun dari 6-12 buah tiap

tangkai utamanya.

f. Biji buah ini berwarna coklat muda, berjumlah 8-12 per buah tersusun dalam

dua baris, kecil, berukuran 6-7 mm x 4-5 mm, berbentuk bundar, pipih,

dengan permukaan biji yang keras (Steenis, 1992).

7

Page 8: BAB I - DAPUS

4.Kandungan bunga kenanga dan efek farmakologis

Bunga kenanga mengandung 1,0%-1,25% minyak atsiri dan

dimanfaatkan sebagai obat antimalaria, bronchitis, asma, sesak nafas, dan kudis

(Hariana, 2007).

Bunga kenanga mengandung minyak atsiri, yang dikenal dengan nama

minyak kenanga, yang mempunyai khasiat dan bau yang khas. Ekstrak bunga

kenanga memiliki kemampuan menolak nyamuk karena adanya kandungan

linalool, geraniol, dan eugenol. Linalool dan geraniol merupakan senyawa fenol

yang mempunyai daya repelan nyamuk. Senyawa-senyawa tersebut merupakan

senyawa minyak atsiri, yang tersusun atas senyawa terpenoid. Senyawa ini

memiliki bau/ aroma khas. Mekanisme daya repelan ekstrak bunga kenanga di

awali dengan meresap ke pori-pori lalu menguap ke udara. Bau ini akan terdeteksi

oleh reseptor kimia (chemoreceptor) yang terdapat pada tubuh nyamuk dan

menuju ke impuls saraf, itulah yang kemudian diterjemahkan ke dalam otak

sehingga nyamuk akan mengekspresikan diri dengan menghindar tanpa mengisap

darah. Semakin banyak kandungan bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak bunga

kenanga, maka semakin besar kemampuan ekstrak tersebut menolak nyamuk

(anonim, 2009).

5. Karakterisitik minyak atsiri bunga kenanga

Identifikasi minyak atsiri bunga kenanga menurut Ekstra Famakope

Indonesia (1974) adalah sebagai berikut: warna dan penampilannya berupa

cairan warna kuning muda hingga kuning tua, memiliki bau khas tajam dan

8

Page 9: BAB I - DAPUS

menusuk hidung, berat jenis antara 0,931-0,950 gram/liter, rotasi optik (-27)-(-

50), dan indeks biasnya 1,500-1,505. Sedangkan menurut Ketaren (1986)

minyak atsiri kenanga memiliki indeks bias 1,4999-1,5001 dan bobot jenis

antara 0,913-0,915 gram/ml.

B.Destilasi

Pada umumnya cara isolasi minyak atsiri adalah dengan destilasi yaitu uap

menembus jaringan tanaman dan menguapkan semua senyawa yang mudah

menguap. Pada prinsipnya destilasi berlangsung berdasarkan perbedaan tekanan

uap. Uap air yang dihasilkan dari pemanasan akan menyari simplisia, kemudian

uap tersebut diembunkan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair yang

merupakan minyak atsiri. Hidrodestilasi atau penyulingan menggunakan air

dibedakan menjadi tiga tipe yaitu: penyulingan air, penyulingan uap dan air,

penyulingan uap langsung.

1. Penyulingan air

Bahan yang akan disuling berhubungan langsung dengan air mendidih.

Bahan yang akan disuling harus tahan terhadap pemanasan langsung dan

umumnya mengambang di atas air atau terendam seluruhnya. Bahan yang

bergerak bebas dalam air lebih baik dilakukan penyulingan air karena jika

dilakukan penyulingan uap dan air ataupun uap langsung dikhawatirkan bahan

akan mengumpul sehingga uap sulit menembus bahan.

9

Page 10: BAB I - DAPUS

Gambar 2: Alat Penyulingan Air

2. Penyulingan uap dan air

Bahan tanaman yang akan diproses secara penyulingan uap dan air

ditempatkan dalam suatu bejana yang bagian tengahnya terdapat pembatas

berlubang-lubang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Bagian bawah

pembatas diisi air, sedangkan bagian atasnya merupakan tempat bahan yang akan

disuling. Bahan tanaman yang disuling hanya terkena uap, dan tidak terkena air

yang mendidih.

10

Page 11: BAB I - DAPUS

Gambar 3: Alat Penyulingan Uap dan Air

3. Penyulingan uap langsung

Terdapat dua bejana yang masing-masing berisi air dan bahan yang akan

disuling. Bejana yang berisi air dipanaskan dan akan menghasilkan uap dengan

tekanan tinggi yang kemudian uap dialirkan ke dalam alat penyulingan. Metode

ini digunakan untuk menyuling bahan yang rusak karena pemanasan langsung

bersama air (Sastrohamidjojo, 2004).

11

Page 12: BAB I - DAPUS

Gambar 4: Alat Penyulingan Uap Langsung

C. Losion

1. Pengertian losion

Menurut kamus kedokteran, losion adalah sediaan berupa larutan, suspensi

atau emulsi yang dimaksudkan untuk penggunaan pada bagian luar tubuh (Blood,

2006).

Losion umumnya merupakan suatu suspensi, namun selain itu juga bisa

berupa emulsi atau larutan dengan atau tanpa kandungan obat dan untuk

penggunaan topikal. Losion dimaksudkan untuk digunakan pada kulit tanpa

12

Page 13: BAB I - DAPUS

penggosokan. Umumnya digunakan air sebagai medium pendispersinya.

Sedangkan metode pembuatan losion hampir sama dengan metode pembuatan

suspensi, emulsi, atau larutan (Sulaiman, 2008).

Losion merupakan salah satu bentuk sediaan emulsi yang termasuk dalam

kosmetik pelembab. Secara umum dipakai untuk melembabkan, melembutkan,

dan menghaluskan kulit dengan menggunakan emolien, humektan, dan zat

pembawa. Pada umumnya sediaan kosmetik dibuat dalam bentuk emulsi M/A

karena alasan harga yang lebih murah, lebih mudah dibuat, lebih enak dipakai

karena tidak begitu lengket, dan lebih cepat menyebar ke permukaan kulit dan

lebih dingin. Beberapa emulsifier yang digunakan dalam emulsi M/A antara lain

natrium lauril sulfat, trietanolamin stearat, self emulsifying glyceryl monostearate

dan lain sebagainya (Wasitaatmadja, 1997).

2. Emulsi

Emulsi menurut Lachman (1994) adalah suatu sistem yang tidak stabil

secara termodinamik, yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak

bercampur, dimana satu diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase

cair lain. Sistem dibuat stabil dengan adanya zat pengemulsi. Sifat zat pengemulsi,

dikenal dengan karakteristik keseimbangan hidrofil-lipofil (HLB), yakni sifat

polar-nonpolar dari pengemulsi. Sifat ini akan menentukan tipe emulsi yang

dihasilkan apakah akan dihasilkan emulsi minyak dalam air (M/A) ataukah air

dalam minyak (A/M).

13

Page 14: BAB I - DAPUS

3. Tipe emulsi

Pada makroemulsi sederhana (2 komponen cairan), terdapat 2 tipe emulsi

yaitu emulsi minyak dalam air (M/A atau O/W) dan emulsi air dalam minyak

(A/M atau W/O). Pada tipe emulsi minyak dalam air, fase minyak yang berbentuk

globul-globul akan terdispersi di dalam air yang merupakan fase pendispersi.

Sedangkan pada tipe emulsi air dalam minyak, sebaliknya minyak menjadi fase

pendispersi dan globul-globul air terdispersi di dalamnya. Pada sistem 3 cairan

dan emulsi ganda atau multiple emulsion, terdapat tipe emulsi minyak dalam air

dalam minyak (O/W/O) dan tipe air dalam minyak dalam air (W/O/W). Pada tipe

emulsi O/W/O, globul minyak terdispersi dalam air sebagai emulsi, dan globul

dari emulsi tadi terdispersi lagi pada fase pendispersi minyak. Sebaliknya pada

tipe emulsi W/O/W adalah mendispersikan emulsi air dalam minyak ke dalam

fase pendispersi air (Martin, 1993).

4. Teori emulsifikasi

Teori emulsifikasi harus dapat menerangkan kestabilan produk dan tipe

emulsi yang terbentuk (Martin, 1993). Pembentukan emulsi meliputi tahap

destruksi dan stabilisasi. Tahap destruksi merupakan pembentukkan globul-globul

dengan pengadukan, dan berlangsung sangat cepat. Tahap stabilisasi meliputi

pembentukan pelindung oleh bahan pengemulsi agar globul yang terbentuk tidak

menyatu kembali. Mekanisme stabilisasi globul tergantung pada pengemulsi yang

digunakan, antara lain pembentukan lapisan monomolekular pada permukaan

globul oleh surfaktan sehingga menurunkan tegangan permukaan, pembentukan

14

Page 15: BAB I - DAPUS

lapisan multimolekular oleh koloid hidrofilik, dan pembentukan lapisan partikel di

sekitar globul-globul oleh partikel padat terbagi halus. Beberapa faktor yang

penting untuk diperhatikan pada pembuatan emulsi adalah alat yang digunakan,

kecepatan pengadukan, dan waktu pengadukan. Ketiga faktor tadi akan

mempengaruhi ukuran globul yang terbentuk. Sedangkan faktor lain, yaitu jenis

dan konsentrasi pengemulsi yang akan mempengaruhi mekanisme stabilisasi dari

globul-globul yang telah terbentuk.

5. Ketidakstabilan emulsi

a. Flokulasi dan creaming . Flokulasi merupakan proses aglomerasi

dari fase dalam yaitu globul-globul saling berdekatan, sedangkan creaming

merupakan kelanjutan dari flokulasi yaitu mulai terjadi pemisahan fase. Fase

yang memiliki bobot jenis lebih besar akan terdapat di dasar wadah, dan fase

dengan bobot jenis lebih kecil akan berada di bagian atas. Pada proses

creaming diterapkan Hukum Stokes, yaitu adanya pengaruh ukuran globul dan

viskositas emulsi. Flokulasi dan creaming bersifat reversible, yaitu jika

dilakukan pengocokan maka dispersi akan kembali homogen.

b. Koalesensi (penggabungan) dan breaking (pemecahan). Koalesensi

merupakan penggabungan globul-globul fase terdispersi menjadi globul

dengan ukuran yang lebih besar. Pada koalesensi, penggabungan globul terjadi

secara permanen kerena lapisan pelindungnya sudah tidak ada. Pengocokan

atau pencampuran biasa tidak bisa membentuk kembali globul-globul dan

15

Page 16: BAB I - DAPUS

mendispersikannya menjadi suatu bentuk emulsi yang stabil. Breaking

merupakan kejadian ketika jumlah surfaktan kurang atau akibat guncangan

yang berlebihan sehingga globul pecah dan kedua fase tidak lagi terdispersi

dan memisah kembali membentuk dua fase.

c. Inversi fase (pembalikan fase). Tipe emulsi berubah menjadi

berbalik dari W/O menjadi O/W atau sebaliknya. Biasanya terjadi pada emulsi

dengan perbandingan jumlah fasa terdispersi dan pendispersi yang berdekatan,

ataupun karena adanya perubahan kimia dan biologi. Proses ini memicu

terbentuknya hasil urai yang menyebabkan perubahan warna, bau, rasa, pH,

viskositas, dan penurunan kadar zat aktif (Martin, 1993).

D. Nyamuk

1. Definisi

Nyamuk termasuk dalam subfamili Culicinae, dan famili Culicidae

(Nemacotera: Diptera) yang merupakan vektor atau penular utama dari penyakit-

penyakit arbovirus (demam berdarah, chikungunya, demam kuning, encephalitis,

dan lain-lain), serta penyakit-penyakit nematoda (filariasis), riketsia, dan protozoa

(malaria). Di seluruh dunia terdapat lebih dari 2500 spesies-spesies nyamuk ini

tidak berasosiasi dengan penyakit virus (arbovirus) dan penyakit-penyakit lainnya.

Jenis-jenis nyamuk yang menjadi vektor utama, biasanya adalah Aedes sp, Culex

sp, Anopheles sp, dan Mansonia sp.

Tingkah laku dan aktivitas nyamuk pada saat terbang berbeda-beda

16

Page 17: BAB I - DAPUS

menurut jenisnya. Ada nyamuk yang aktif pada siang seperti Aedes aegypti dan

ada yang aktif pada malam hari seperti Anopheles. Demikian pula ada nyamuk

yang aktif mengisap darah pada waktu pagi, sore, ada malam sebelum tengah

malam, dan ada yang aktif pada waktu subuh.

2. Siklus hidup

Nyamuk termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami

metamorfosis sempurna dengan bentuk siklus hidup berupa telur, larva (beberapa

instar), pupa, dan nyamuk dewasa.

a. Telur biasanya berada di atas permukaan air satu per satu atau dalam

kelompok. Telur-telur dari jenis Culex atau Culiseta, telur-telurnya biasanya

diletakkan berkelompok. Dalam satu kelompok bisa terdapat puluhan atau

ratusan butir telur nyamuk. Nyamuk Anopheles dan Aedes meletakkan telur

satu per satu di atas permukaan air. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu

cukup lama dalam bentuk dorman. Namun, bila air cukup tersedia, telur-telur

biasanya menetas 2-3 hari sesudah diletakkan.

b. Larva atau sering disebut sebagai jentik. Larva nyamuk memiliki kepala yang

cukup besar serta toraks dan abdomen yang jelas. Larva dari kebanyakan

nyamuk menggantungkan dirinya pada permukaan air. Larva nyamuk

menyaring mikroorganisme dan partikel-partikel lain dalam air. Larva

biasanya melakukan pergantian kulit empat kali dan berpupasi dalam tujuh

hari.

17

Page 18: BAB I - DAPUS

c. Pupa . Sesudah melewati pergantian kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa

berbentuk agak pendek, tidak makan, tetapi akan tetap aktif bergerak dalam air

bila diganggu. Mereka berenang naik turun dari bagian dasar ke permukaan

air. Bila perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah dua atau tiga

hari, maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa keluar serta terbang.

d. Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak di atas

permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya dan

sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk dewasa terbang mencari

makan. Dalam keadaan istirahat, bentuk dewasa dari Culex dan Aedes hinggap

dalam keadaan sejajar dengan permukaan, sedangkan Anopheles hinggap agak

tegak lurus dengan permukaan.

3. Pencegahan dan pengendalian nyamuk

Penyakit-penyakit yang ditularkan nyamuk diantaranya adalah demam

dengue, chikungunya, demam kuning, ensefalitis Jepang, malaria, filariasis. Pada

umumnya pengendalian nyamuk dapat dilakukan baik secara langsung maupun

secara tidak langsung terhadap stadium pra dewasa maupun dewasanya.

a. Pengendalian melalui sanitasi lingkungan merupakan cara pengendalian secara

tidak langsung, yaitu dengan membersihkan tempat-tempat pembiakan

nyamuk seperti kaleng bekas, ban bekas, maupun kontainer lain yang dapat

menampung air.

18

Page 19: BAB I - DAPUS

b. Pengendalian cara mekanik yaitu mencegah gigitan nyamuk dengan memakai

pakaian yang dapat menutupi seluruh tubuh, kecuali muka dan dengan

penggunaan net atau kawat kasa di rumah-rumah.

c. Pengendalian dengan insektida , seperti penyemprotan dengan ULV malathion

masih merupakan cara umum yang dipakai untuk membunuh nyamuk-nyamuk

dewasa, tetapi cara ini tidak dapat membunuh larva yang hidup di air.

Pengendalian yang umum digunakan untuk larva-larva nyamuk adalah dengan

menggunakan larvasida seperti abate.

d. Pengembangan infrastruktur kesehatan . Meskipun penanganan kesehatan telah

tertata baik, kesadaran akan bahaya serangan nyamuk secara efisien masih

tetap diperlukan. Strategi pencegahan yang lebih baik perlu dilakukan terus

melalui pemberdayaan dan peningkatan pendidikan kesehatan bagi

masyarakat.

e. Penggunaan zat penolak nyamuk . Obat penolak nyamuk yang umum

digunakan saat ini adalah yang mengandung N,N-diethylmetatoluamide

(DEET) sebagai bahan aktif. Konsentrasi DEET hingga 50%

direkomendasikan untuk orang dewasa dan anak-anak di atas umur 2 bulan.

Konsentrasi yang rendah tidak akan bertahan di dalam tubuh sehingga perlu

direplikasi. Diethyltoluamide (DEET) merupakan racun yang apabila

19

Page 20: BAB I - DAPUS

termakan dapat mengakibatkan iritasi kulit untuk orang-orang sensitif.

Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keracunan.

f. Pengendalian vektor penyakit dilakukan secara hayati dengan menggunakan

patogen mikroba seperti Bacillus sphaericus (Maramorosch, 1991). Bakteri

yang diisolasi dari inang yang terinfeksi oleh B. thuringiensis, B. sphaericus,

dan Beauveria bassiana biasanya memiliki patogenitas tinggi (Sembel, 2009).

E. Kulit

Kulit merupakan bagian dari sistem integumen selain rambut, kuku, dan

kelenjar eksokrin. Luas permukaan kulit manusia kurang lebih 1,5- 2 m2. Kulit

memiliki pH bervariasi pada rentang 4,2-5,6. Keasaman ini membentuk suatu

mantel asam yang berfungsi untuk melindungi kulit dari invasi bakteri maupun

jamur. Kulit manusia dalam keadaan normal secara terus-menerus terluka karena

mengalami gesekan atau lecet, maupun terkena radiasi dari matahari. Lapisan

keratin terluar berkembang terus-menerus sehingga melindungi luka fisik kulit

dengan kecepatan penyembuhan yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit

sebagai sistem perlindungan pertama tubuh.

Secara struktural, kulit terdiri dari tiga komponen yaitu epidermis pada

bagian permukaan, dermis, dan subkutan atau hipodermis. Epidermis merupakan

lapisan kulit yang paling luar. Terdiri dari epitel skuamosa yang berlapis-lapis,

dan memiliki ketebalan yang beragam pada bagian tubuh yang berbeda dari 0,08

20

Page 21: BAB I - DAPUS

mm hingga 0,5 mm. Epidermis menyediakan perlindungan mekanik, dan

mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Urutan lapisan epidermis

dari yang paling luar hingga paling dalam adalah stratum corneum, stratum

lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum germinativum.

Dermis memiliki dua komponen utama yaitu lapisan papilari permukaan dan

lapisan retikular yang lebih dalam. Lapisan papilari terdiri dari jaringan areolar.

Daerah ini terdapat kapiler-kapiler dan neuron sensorik yang memenuhi

permukaan kulit. Pada lapisan retikular terdapat kolagen yang berfungsi untuk

elastisitas kulit. Pada kedua lapisan dermis ini terdapat jaringan kerja pembuluh-

pembuluh darah, pembuluh-pembuluh limfe, dan serat-serat saraf. Hipodermis

yang terletak di bawah lapisan dermis kulit ini sangat penting dalam

menstabilisasi posisi kulit yang terkait dengan jaringan di bawahnya seperti otot-

otot skelet atau organ lain, saat melakukan pergerakan (Harry, 1973) .

F. Hipotesis

Formulasi sediaan losion anti nyamuk minyak atsiri bunga kenanga yang

paling baik dilihat dari kestabilan fisik dan aseptabilitasnya adalah formula losion

yang mengandung cetearyl alkohol sebagai emulsifier agent tertinggi, yakni pada

formula III.

21

Page 22: BAB I - DAPUS

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental. Data

yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dengan analisa secara

deskriptif untuk mendapatkan formula losion anti nyamuk minyak atsiri bunga

kenanga yang optimal dilihat dari uji kestabilan dan uji aseptabilitasnya.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional dan Laboratorium

Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Nasional Surakarta pada Januari-Februari

2010.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah minyak atsiri bunga kenanga. Sampel

yang digunakan adalah minyak atsiri bunga kenanga (Canangium odoratum,

Baill) dari Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali.

22

Page 23: BAB I - DAPUS

D.Besar Sampel

Banyaknya sampel yang digunakan adalah minyak atsiri bunga kenanga

(Canangium odoratum, Baill) sebanyak 200 ml. Dengan bagan kerja sebagai

berikut:

FI A Uji stabilitas dan

aseptabilitas

Formula I FI B Uji stabilitas dan

asetabilitas

FIC Uji stabilitas dan

aseptabilitas

FII A Uji stabilitas dan

aseptabilitas

Destilasi Formula II FII B Uji stabilitas dan

minyak aseptabilitas

Atsiri FII C Uji stabilitas dan

aseptabilitas

FIII A Uji stabilitas dan

aseptabilitas

Formula III FIII B Uji stabilitas dan

aseptabilitas

FIII C Uji stabilitas dan

aseptabilitas

23

Page 24: BAB I - DAPUS

E.Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yakni variabel bebas dan

variabel terikat. Variabel bebas berupa konsentrasi cetearyl alkohol dalam

formula, sedangkan variabel terikatnya berupa hasil pengujian losion, meliputi uji

organoleptis, homogenitas, pH, tipe emulsi, viskositas, bobot jenis, uji kestabilan

emulsi, dan uji aseptabilitasnya.

F.Kerangka Pikir

24

Minyak atsiri bunga kenanga

Bersifat repelan

Dibuat losion

Formulasi

Uji stabilitas fisik dan aseptabilitas

Analisa data

Kesimpulan

Page 25: BAB I - DAPUS

G.Alur Penelitian

H. Instrumen Penelitian

1. Alat

Neraca analitik (Acis ad-600h), inkubator, indikator pH universal,

piknometer (Herka intercolor, 10 ml), viskosimeter rotary, alat-alat gelas

berderajat Pyrex, kompor listrik, mortir, stamfer, lampu neon, drouple plate,

object glass, anak timbang, stopwatch, lemari es.

Minyak Atsiri Bunga Kenanga

Formulasi Losion

Formula 2Formula 1 Formula 3

Uji Kestabilan Fisik

Uji Aseptabilitas

Analisa Data

Kesimpulan

25

Page 26: BAB I - DAPUS

2. Bahan

Minyak atsiri bunga kenanga, aquadest, virgin coconut oil, mineral oil,

cethyl alkohol, cetearyl alkohol, glyserin, metil paraben, losion anti nyamuk

merek ’X’, ’Y’, ’Z’.

I. Prosedur Kerja

1. Formulasi sediaan losion

Tabel I. Formula sediaan losion

Bahan Formula I Formula II Formula III

Minyak kenanga 19% 19% 19%Virgin coconut oil 3% 3% 3%Mineral oil 1% 1% 1%Cethyl alkohol 1% 1% 1%Cetearyl alkohol 15% 17.5% 20%Glyserin 2% 2% 2%

Metil paraben 0.1% 0.1% 0.1%

Aquadest ad 100% ad 100% ad 100%

2. Pembuatan sediaan losion

Aquadest dipanaskan hingga suhu kurang lebih 50OC. Campuran I yang

terdiri dari 3% virgin coconut oil, 1% mineral oil, dan 1% cethyl alkohol

dilelehkan pada suhu 60OC-70OC di atas waterbath bersama dengan glyserin

2% dan cetearyl alkohol dalam berbagai konsentrasi. Minyak kenanga 19%

dimasukkan ke dalam mortir panas kemudian campuran I yang telah leleh

ditambahkan ke dalam mortir panas, kemudian ditambahkan sedikit demi

sedikit aquadest sambil terus diaduk hingga terbentuk losion.

3. Pengujian losion

26

Page 27: BAB I - DAPUS

Pengujian dilakukan tiap minggu hingga minggu ke-6 sebagai akhir

pengamatan, meliputi:

a. Organoleptis. Uji tentang karakteristik sediaan losion meliputi bentuk,

warna, dan bau.

b. Homogenitas. Sebanyak 5 ml sediaan ditempatkan ke dalam tabung

reaksi, kemudian diterawang di bawah lampu neon untuk melihat

homogenitas bahan-bahan penyusun formula.

c. pH. Kertas indikator pH universal dimasukkan ke dalam drouple plate,

kemudian tetesi dengan sediaan emulsi hingga seluruh kertas terbasahi,

perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna pH standar.

d. Tipe emulsi. Sebanyak 1 ml emulsi dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan air sebanyak 5 ml. Emulsi tipe M/A dapat

diencerkan dengan air, sedangkan emulsi tipe A/M tidak dapat diencerkan

dengan air.

e. Viskositas. Sediaan losion sebanyak 20 ml, dimasukkan ke dalam bejana

viskosimeter rotary hingga bagian pengaduk tenggelam, kemudian diberi

beban 400 gram. Dan diukur waktu tempuh beban hingga mencapai

bagian dasar viskosimeter rotary.

27

Page 28: BAB I - DAPUS

f. Bobot jenis. Pikno dicuci dan dibilas dengan aquadest. Untuk

mempercepat pengeringan pikno dibilas dengan aseton dan dikeringkan

dengan bantuan hairdryer. Pikno kering lengkap dengan tutupnya

ditimbang saat mencapai suhu 25oC. Setelah mengetahui bobot pikno

kosong, pikno diisi aquadest hingga penuh dan piknometer ditutup.

Kondisikan pikno pada suhu 20oC, dan apabila terjadi penyusutan volume

maka tambahkan aquadest hingga penuh. Saat suhu tercapai, bagian luar

pikno dikeringkan dan ditimbang saat suhu mencapai 25oC. Tindakan

yang sama dilakukan untuk sediaan uji. Dari data ini dapat dihitung

volume pikno dan bobot cairan uji yang digunakan untuk menghitung

bobot jenis sediaan.

g. Uji kestabilan fisik . Pengujian dilakukan terhadap sediaan losion yang

disimpan pada suhu rendah (4oC) dan suhu tinggi (40oC) dengan

parameter pengujian sama seperti pada suhu ruang, yaitu pengujian

dilakukan tiap minggu hingga minggu ke-6 sebagai akhir pengamatan.

h. Uji stabilitas dipercepat . Pengujian dilakukan terhadap 10 ml sediaan

dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan dan diamati derajat pemisahan

saat tercapai suhu 30OC, 60OC, dan 100OC.

i. Uji kenyamanan dilakukan dengan pengisian angket oleh sukarelawan

dengan parameter sebagai berikut: kemudahan saat pemakaian,

28

Page 29: BAB I - DAPUS

kenyamanan, ada tidaknya rasa lengket yang ditimbulkan, dan kemudahan

dalam pencucian. Adapun penilaian pada tiap parameter uji dilambangkan

dengan skor 1, 2, dan 3 yang bermakna:

1. saat digunakan tidak mudah, tidak nyaman, lengket, tidak mudah

dicuci.

2. saat digunakan agak mudah, agak nyaman, agak lengket, agak

sukar dicuci.

3. saat digunakan mudah, nyaman, tidak lengket, mudah dicuci.

J. Analisa Data

Hasil uji stabilitas fisik dan uji aseptabilitas losion anti nyamuk minyak

atsiri bunga kenanga dibandingkan secara deskriptif antara formula I, II, dan III.

Dengan demikian dapat diketahui formula losion anti nyamuk minyak atsiri bunga

kenanga yang memiliki stabilitas dan aseptabilitas yang paling baik.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

29

Page 30: BAB I - DAPUS

A. Pengujian Minyak Atsiri

Pengujian minyak atsiri bunga kenanga dilakukan oleh Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat Tradisional di Tawang Mangu. Dari

pengujian diketahui bahwa minyak atsiri bunga kenanga memiliki indeks bias

1,5005 sesuai dengan teori Ekstra Farmakope Indonesia yang menyatakan bahwa

indeks bias minyak atsiri kenanga yakni 1,500-1,505. Sedangkan pengujian bobot

jenis minyak atsiri kenanga yakni 0,9128 g/ml mendekati dengan teori menurut

Ketaren (1986) yang menyatakan bahwa bobot jenis minyak atsiri kenanga adalah

0,913 – 0,915 g/ml. Hal ini menunjukkan bahwa bahan merupakan minyak atsiri

kenanga yang dihasilkan dari destilasi air dengan randemen 1%.

B. Formulasi Losion Anti Nyamuk Minyak Atsiri Kenanga

Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental karena losion minyak

atsiri bunga kenanga (Canangium odoratum, Baill) diformulasi dengan berbagai

konsentrasi cetearyl alkohol yakni 15%; 17,5%; dan 20%. Cetearyl alkohol

merupakan emulsifying agent yang bersifat mengentalkan sediaan, sehingga

sangat cocok dalam pembuatan sediaan setengah padat. Sifat emulsi yang

dihasilkan sangat tergantung dari pemilihan jenis emulsifying agent dan

konsentrasinya dalam sediaan. Pemilihan konsentrasi cetearyl alkohol didasarkan

pada orientasi yang telah dilakukan sebelum penelitian. Hasil orientasi

menunjukkan bahwa cetearyl alkohol dengan konsentrasi kurang dari 15%

menghasilkan sediaan losion yang secara fisik sangat encer dan tidak homogen,

sedangkan konsentrasi cetearyl alkohol di atas 20% menghasilkan sediaan losion

30

Page 31: BAB I - DAPUS

yang secara fisik padat. Hal ini berhubungan dengan sifat cetearyl alcohol yang

merupakan emulsifier minyak dalam air sekaligus dapat meningkatkan kekentalan

sediaan losion.

Konsentrasi minyak atsiri bunga kenanga sebesar 19% didasarkan pada

hasil penelitian yang dilakukan oleh Indrawati (2006) yang menyatakan bahwa

minyak atsiri kenanga dengan konsentrasi 56,58% mampu menolak 90% nyamuk

uji selama 6 jam. Orientasi yang dilakukan menunjukkan bahwa losion minyak

atsiri kenanga 56,58% memiliki konsistensi berminyak dan merusak wadah

plastik sehingga dikhawatirkan tidak aman untuk penggunaan secara topikal

karena akan mengiritasi kulit. Oleh karena itu, pada penelitian ini konsentrasi

minyak atsiri kenanga yang diformulasi adalah 19%. Hal ini didasarkan pada

penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Pediatric tahun 2003 yang

menyatakan bahwa losion anti nyamuk komersial yang mengandung DEET 10%

menolak 90% nyamuk uji dan efektif dalam waktu 2 jam. Oleh karena itu, losion

anti nyamuk dengan minyak atsiri kenanga 19% diharapkan mampu menolak 90%

nyamuk dan efektif selama 2 jam. Terkait dengan hal tersebut, dalam

penggunaannya sebagai anti nyamuk, losion minyak atsiri bunga kenanga

hendaknya diulang pemakaiannya setelah 2 jam. Namun hal tersebut perlu

dibuktikan dengan melakukan uji efektifitas secara farmakologi.

Masing-masing formula dibuat dengan replikasi 3 kali. Pada masing-

masing hasil replikasi dari tiap formula dilakukan uji fisik dan uji stabilitas. Hal

tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil uji yang representatif, yaitu benar-

31

Page 32: BAB I - DAPUS

benar mencerminkan stabilitas fisik dan aseptabilitas dari populasi yang

diwakilinya.

Komponen penyusun formula losion anti nyamuk minyak atsiri bunga

kenanga meliputi: minyak kenanga, virgin coconut oil, mineral oil, cetyl alkohol,

cetearyl alkohol, glyserin, metil paraben, dan akuades. Minyak kenanga

merupakan komponen berkhasiat dalam formula ini, yang berfungsi sebagai zat

penolak nyamuk. Virgin coconut oil merupakan komponen yang berfungsi untuk

memberikan efek kelembutan pada kulit dan sebagai antioksidan pada kulit, cetyl

alkohol dan mineral oil berfungsi sebagai komponen minyak yang akan

mendukung terbentuknya emulsi. Cetearyl alkohol merupakan emulsifying agent

yang akan membantu pembentukan emulsi dan meningkatkan stabilitas emulsi

dengan pembentukan lapisan monomolekular pada permukaan globul oleh

cetearyl alkohol sehingga menurunkan tegangan permukaan. Selain itu, cetearyl

alkohol juga berfungsi untuk meningkatkan viskositas sediaan. Glyserin berfungsi

untuk memberikan kelembapan pada kulit. Metil paraben merupakan bahan

pengawet yang digunakan dengan kadar kurang dari 0,1%. Akuades berfungsi

sebagai fase air dalam pembuatan sediaan emulsi.

C. Pembuatan Losion Anti Nyamuk Minyak Atsiri Kenanga

Komponen minyak yang terdiri dari virgin coconut oil, mineral oil,

glycerin, dan cetyl alkohol dilelehkan pada suhu 60OC -79OC dengan tujuan untuk

menghomogenkan komponen-komponen tersebut. Minyak atsiri kenanga tidak

dilelehkan bersamaan dengan komponen minyak atsiri lainnya untuk menghindari

32

Page 33: BAB I - DAPUS

penguapan minyak atsiri karena sifat atsiri yang mudah menguap. Metil paraben

dilarutkan dalam akuades panas karena larut dalam komponen airnya. Dalam

pembuatan emulsi waktu dan kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap

sifat fisik emulsi yang dihasilkan, tetapi untuk menghindari pembekuan mendadak

dalam pembuatan emulsi, maka digunakan mortir panas dalam pembuatan emulsi.

D. Uji Stabilitas Fisik

Pengujian fisik sediaan losion meliputi organoleptis, homogenitas, tipe

emulsi, nilai pH, viskositas dengan pengamatan yang dilakukan tiap minggu

hingga minggu ke-6 pada penyimpanan pada suhu 4OC, suhu ruang, dan suhu

40OC, sedangkan bobot jenis dilakukan pada pengamatan yang dilakukan tiap

minggu hingga minggu ke-6 pada penyimpanan suhu ruang. Tujuan penyimpanan

pada suhu 4OC, suhu ruang, dan suhu 40OC adalah untuk melihat stabilitas sediaan

losion jika disimpan dalam berbagai suhu. Sedangkan bobot jenis hanya dilakukan

pengamatan pada suhu ruang karena pengukuran bobot jenis dibandingkan dengan

akuades pada suhu 25OC.

Pengujian organoleptis menunjukkan sifat fisik sediaan losion yakni

bentuk, warna, dan bau untuk melihat kesesuaian dengan komponen losion yang

diformulasi. Berikut hasil uji organoleptis sediaan losion minyak atsiri bunga

kenanga:

33

Page 34: BAB I - DAPUS

Tabel II. Hasil pengujian organoleptis minggu ke-0

Pengamatan

Produk losion repelan komersialLosion Minyak Atsiri Bunga

Kenanga

A B C F I F II F III

Bentuk Losion Losion Losion Losion Losion Losion

Warna Putih Putih Putih Putih Putih Putih

Bau Gerranium Jeruk Lavender Kenanga Kenanga Kenanga

Losion minyak atsiri bunga kenanga formula I, II, III, menghasilkan sediaan

berupa losion dengan bau kenanga karena komponen utamanya adalah kenanga,

dan warna putih karena tidak mengalami penambahan zat pewarna. Perbedaan

konsentrasi cetearyl alkohol sebagai emulsifying agent tidak mempengaruhi hasil

uji organoleptis losion minyak atsiri bunga kenanga. Kondisi fisik hasil pengujian

organoleptis dibandingkan secara visual dengan kondisi fisik sediaan losion

repelan komersial merek X, Y, Z yang beredar di masyarakat. Pengujian stabilitas

organoleptis terhadap sediaan losion minyak atsiri bunga kenanga diketahui

bahwa sediaan losion formula I, II, dan III stabil secara organoleptis yakni tidak

mengalami perubahan warna, bau, dan bentuk pada penyimpanan suhu 4OC, suhu

ruang, dan suhu 40OC dengan hasil pengamatan sediaan berbentuk losion dengan

warna putih dan bau kenanga.

Pengujian homogenitas menunjukkan tingkat pencampuran komponen-

komponen dalam membentuk sediaan losion. Pengujian ini dilakukan untuk

memastikan bahwa pada saat penggunaan losion, komponen berkhasiat dalam hal

ini adalah minyak kenanga memilki jumlah yang sama sehingga efek farmakologi

34

Page 35: BAB I - DAPUS

tidak berbeda di setiap pengolesannya. Berikut hasil uji homogenitas sediaan

losion minyak atsiri bunga kenanga:

Tabel III. Hasil pengujian Homogenitas minggu ke-0

 

Pengamatan

Losion repelan komersialLosion

Minyak Atsiri Bunga Kenanga

A B C F I F II F III

Hasil Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen

Losion minyak atsiri bunga kenanga formula I, II, dan III homogen secara fisik.

Hal ini menunjukkan bahwa komponen-komponen penyusun losion minyak atsiri

bunga kenanga terdistribusi secara merata dalam komponen penyusun losion. Dari

pengujian juga diperoleh bahwa losion stabil secara homogenitas pada

penyimpanan suhu 4OC, suhu ruang, suhu 40OC selama 6 minggu. Hal ini

dikarenakan cetearyl alkohol sebagai emulsying agent mampu mempertahankan

globul-globul yang terbentuk agar tidak bergabung menjadi satu, sehingga emulsi

tetap homogen dalam penyimpanan selama 6 minggu.

Pengujian pH atau tingkat keasaman sediaan berhubungan dengan keamanan

saat digunakan yakni tidak menyebabkan iritasi kulit. Pengujian pH dimaksudkan untuk

melihat bahwa nilai pH sediaan losion berada pada rentang aman untuk penggunaan

secara topikal. Hasil pengujian pH dari sediaan losion minyak atsiri bunga kenanga dapat

dilihat pada tabel IV dan V:

Tabel IV. Hasil pengujian Keasaman (pH) minggu ke-0 

Pengamatan

Produk losion repelan komersial

Losion Minyak Atsiri Bunga Kenanga

A B C F I F II F IIIpH 5 7 7 7 7 7

35

Page 36: BAB I - DAPUS

Tabel V. Hasil pengujian pH minggu ke-1 hingga ke-6

Minggu ke-1 2 3 4 5 6Formula Suhu

I

4OC 7 7 7 7 7 7Ruang 7 7 7 7 7 740OC 7 7 7 7 7 7

II

4OC 7 7 7 7 7 7Ruang 7 7 7 7 7 740OC 7 7 7 7 7 7

III

4OC 7 7 7 7 7 7Ruang 7 7 7 7 7 740OC 7 7 7 7 7 7

Pengujian stabilitas pH atau keasaman sediaan pada penyimpanan suhu 4OC, suhu

ruang, dan suhu 40OC selama 6 minggu menunjukkan bahwa losion minyak atsiri

bunga kenanga stabil pada pH 7 atau netral. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan

aman untuk digunakan karena pH kulit yakni antara 4,2-5,6 atau lebih bersifat

asam.

Pengujian tipe emulsi bersifat aplikatif menunjukkan tingkat kenyamanan saat

digunakan dan kemudahan saat dibersihkan. Berikut hasil pengujian tipe sediaan losion

minyak atsiri kenanga:

Tabel VI. Hasil pengujian tipe emulsi minggu ke-0 

Pengamatan

Produk losion repelan komersial

Losion Minyak Atsiri Bunga Kenanga

A B C F I F II F IIITipe M/A M/A M/A M/A M/A M/A

36

Page 37: BAB I - DAPUS

Data ini menunjukkan bahwa sediaan losion anti nyamuk minyak atsiri bunga

kenanga memiliki tipe M/A sama seperti sediaan losion anti nyamuk anti nyamuk

yang umum beredar di pasaran. Pemilihan cetearyl alkohol sebagai emulsifier

tepat dikarenakan tidak mengakibatkan inverse fase, yakni perubahan emulsi dari

minyak dalam air menjadi air dalam minyak karena faktor suhu dan penyimpanan.

Pengujian tipe emulsi pada penyimpanan suhu 4OC, suhu ruang, suhu 40OC

selama 6 minggu diketahui bahwa sediaan losion tidak mengalami inverse fase

tetap dalam bentuk emulsi minyak dalam air yang cenderung lebih nyaman saat

digunakan karena lebih tidak berminyak dibandingkan dengan emulsi tipe A/M.

Selain itu, losion dengan tipe M/A mudah dibersihkan dan memiliki sifat mudah

dicuci dengan air karena fase luar dari losion M/A adalah air.

Viskositas menunjukkan kekentalan sediaan. Viskositas sediaan berpengaruh

pada tingkat kestabilan emulsi. Emulsi yang memiliki viskositas tinggi cenderung lebih

stabil dibanding dengan emulsi yang mempunyai viskositas rendah. Hal ini dikarenakan

pada emulsi dengan viskositas tinggi memiliki kerapatan partikel yang lebih kecil

sehingga tidak mudah terjadi penggabungan globul – globul menjadi satu dan akhirnya

memisah dari sediaan emulsi. Berikut hasil pengujian viskositas sediaan losion anti

nyamuk minyak atsiri kenanga:

Tabel VII. Hasil pengujian viskositas minggu ke-0 

Pengamatan

Produk losion repelan komersial

Losion Minyak Atsiri Bunga Kenanga

A B C F I F II F IIIkecepatan

(cm/s) 4.122 3.045 2.558 6.687 4.309 2.588

37

Page 38: BAB I - DAPUS

Karena viskositas berbanding terbalik dengan kecepatan tempuh beban

400 gram dari puncak hingga dasar viskosimeter rotary, maka semakin tinggi nilai

kecepatan sediaan maka viskositas semakin kecil dan sebaliknya semakin rendah

nilai kecepatan sediaan maka viskositasnya semakin tinggi. Data ini menunjukkan

bahwa semakin besar konsentrasi cetearyl yang ditambahkan viskositas akan

meningkat. Hal ini dikarenakan cetearyl alkohol sebagai emulsifier juga berfungsi

meningkatkan kekentalan sediaan. Berikut grafik yang menunjukkan pengamatan

viskositas sediaan losion anti nyamuk minyak atsiri kenanga dalam penyimpanan

pada suhu ruang selama 6 minggu:

Dari grafik ini diketahui bahwa sediaan losion dalam penyimpanan cenderung

stabil pada formula III, sedangkan pada formula I mengalami kenaikan kecepatan

dan penurunan viskositas dan formula II tidak stabil. Hal ini dikarenakan

kekentalan suatu sediaan berpengaruh pada stabilitas sediaan, kekentalan mampu

menghambat terjadinya flokulasi dan penggabungan yang dapat memecah emulsi.

38

Page 39: BAB I - DAPUS

Berikut pengamatan viskositas pada suhu 4OC, suhu ruang, dan suhu 40OC pada

minggu ke-6:

Grafik 6: Kurva hubungan viskositas dengan suhu penyimpanan pada suhu

4O

C, ruang, 40O

C pada Minggu ke-6

0123456789

suhu 4C suhu ruang suhu 40C

penyimpanan

Kec

epat

an (

cm/s

)

F IF IIF III

Pada suhu 4OC ketiga formula menghasilkan kecepatan yang rendah dibandingkan

dengan losion yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 40OC. Hal ini dikarenakan

proses pendinginan menyebabkan partikel-partikel menyusut dan cenderung

menggabungkan diri dengan partikel lainnya sehingga kekentalan meningkat.

Proses penggabungan ini juga menyebabkan losion yang disimpan pada suhu

rendah lebih tidak stabil. Pada penyimpanan suhu tinggi, viskositas losion akan

menurun dikarenakan terjadi pemuaian yang menyebabkan putusnya ikatan antar

partikel sehingga mengakibatkan losion semakin encer terutama pada formula

dengan konsentrasi emulsifier yang rendah.

39

Page 40: BAB I - DAPUS

Massa jenis merupakan pengukuran terhadap massa zat dibandingkan

dengan volumenya. Berikut hasil pengujian massa jenis pada sediaan losion anti

nyamuk minyak atsiri bunga kenanga:

Tabel VIII. Hasil Pengujian Bobot Jenis Emulsi Minggu ke-0

Pengamatan

Produk losion repelan komersial

Losion Minyak Atsiri Bunga Kenanga

A B C F I F II F IIIBobot Jenis 0.98 0.93 0.96 0.977 0.96 0.943

Losion anti nyamuk minyak atsiri kenanga dibandingkan secara deskriptif dengan

losion anti nyamuk komersial X, Y, Z. Hasilnya losion anti nyammuk minyak

atsiri kenanga formula I, II, III memiliki bobot jenis kurang dari 1,000 g/ml.

Gambar 7: Kurva Hubungan Bobot Jenis dengan Lama Penyimpanan pada Minggu ke-1 ke-6

0,84

0,86

0,88

0,9

0,92

0,94

0,96

0,98

1 2 3 4 5 6

minggu ke-

bob

ot j

enis

Formula 1

Formula 2

Formula 3

40

Page 41: BAB I - DAPUS

Dari grafik diketahui bahwa selama penyimpanan massa jenis sediaan mengalami

penurunan. Pada peningkatan konsentrasi emulsifier massa jenis mengalami

penurunan karena jumlah air yang ditambahkan berkurang sehingga

mempengaruhi massa sediaan. Karena massa jenis adalah massa per satuan

volume, maka massa jenis berkurang.

Pengujian stabilitas dipercepat digunakan untuk menentukan stabilitas

sediaan losion anti nyamuk minyak atsiri bunga kenanga pada penyimpanan suhu

ekstrim. Berikut hasil pengujian stabilitas dipercepat:

Tabel IX. Derajat pemisahan pada pengujian stabilitas dipercepat         

Formulasuhu (dalam derajat celcius)

0 30 60 100I 0 0 0 14%II 0 0 0 9,00%III 0 0 0 2,00%

Dari tabel ini dapat dilihat bahwa sediaan losion yang memiliki konsentrasi

cetearyl alkohol paling tinggi menghasilkan sediaan losion dengan stabilitas

paling baik yakni derajat pemisahannya 2% pada pengujian dipercepat pada suhu

100OC. Sedangkan pada pemanasan suhu 30OC dan 60OC tidak terjadi pemisahan

fase dikarenakan pemanasan tidak mampu merusak lapisan pada globul sehingga

tetap terlindungi dan mencegah terjadinya penggabungan globul yang

menyebabkan cracking. Sediaan losion dengan konsentrasi cetearyl alkohol tinggi

menghasilkan losion dengan kekentalan tinggi dan mampu mempertahankan

stabilitasnya.

E. Uji Aseptabilitas

41

Page 42: BAB I - DAPUS

Pengujian aseptabilitas berfungsi untuk melihat kelayakan sediaan losion

anti nyamuk minyak atsiri bunga kenanga yang didasarkan pada kemudahan

pemakaian, kemudahan pencucian, dan kenyamanan pada saat pemakaian.

Pengujian dilakukan melalui pengisian quisoner yang diisi oleh pemakai losion

baik untuk formula I, II, III. Berikut hasil pengujian aseptabilitas losion:

Tabel X. Hasil Penilaian Uji Aseptabilitas Losion Anti Nyamuk Minyak Atsiri Kenanga

Ket.Formula I Formula II Formula III

A B C A B C A B CNilai 2,588 2,550 2,600 2,813 2,788 2,900 2,988 2,988 3,000

Rata-rata 2,579 2,833 2,992

Dari data diketahui bahwa losion formula I dengan penilaian 2,579

menggambarkan bahwa losion, mudah dalam penggunaan, tidak lengket saat

digunakan, dan mudah dicuci. Losion formula II dengan penilaian 2,833

menggambarkan bahwa losion mudah dalam penggunaan, tidak lengket saat

digunakan, dan mudah dicuci. Losion formula III dengan penilaian 2,992

menggambarkan bahwa losion mudah dalam penggunaan, tidak lengket saat

digunakan, dan mudah dicuci. Hasil pengujian aseptabilitas ketiga formula losion

ini menunjukkan keterdekatan hasil penilaian dikarenakan jenis losion yang

merupakan emulsi minyak dalam air, sehingga bagian minyak terdispersi dalam

fase luar berupa air, tidak berkesan berminyak, tidak lengket dan mudah dicuci

dalam air.

Secara aseptabilitas formula III memiliki nilai uji aseptabilitas paling

tinggi dibandingkan dengan formula lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa formula

42

Page 43: BAB I - DAPUS

III secara aseptabilitas paling baik dan mendekati penilaian maksimal dari

rancangan uji aseptabilitas yakni mendekati nilai 3.

43

Page 44: BAB I - DAPUS

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Formulasi sediaan losion anti nyamuk minyak atsiri bunga kenanga yang

paling baik dilihat dari kestabilan fisik dan aseptabilitasnya adalah formula losion

yang mengandung cetearyl alkohol sebagai emulsifier agent tertinggi, yakni pada

formula III dengan konsentrasi cetearyl alkohol sebesar 20%.

B. Saran

Untuk mengetahui efektifitas kerja sediaan losion anti nyamuk minyak

atsiri bunga kenanga dalam fungsinya sebagai penolak nyamuk, pada penelitian

selanjutnya hendaknya dilakukan pengujian secara farmakologi.

44

Page 45: BAB I - DAPUS

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatric, 2003, The Insect Repellent DEET, http://www.epa.gov/pesticides/factsheets/chemicals/deet.htm . Diakses pada 27 Oktober 2009

Anonim, 1974, Ekstra Farmakope Indonesia, 608-609, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1992, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 30, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2007, Tingkat Kematian DBD Naik, Suara Merdeka Cyber News, http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0702/02/nas3.htm. Diakses pada 22 Oktober 2009

Anonim, 2009, Bunga Kenanga Repellent Nyamuk Aedes Aegypti, Republika Online, http://www.ssffmp.or.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=2&id=155897&kat_id=105&kat_id1=150&kat_id2=187. Diakses pada 27 Oktober 2009

Blood, D.C., Studdert, V.P., and Gay, C.C., 2006, Saunders Comprehensive Veterinary Dictionary, third (3rd) Ed, Elsever Health Scient, New York

Gunandini, D., 2006, Bioekologi dan Pengandalian Nyamuk sebagai Vektor Penyakit, Prosiding Seminar Nasional Pestisida Nabati III, 43-48, Balittra

Hariana, Arief, 2007, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya 2, 47-48, Penebar Swadaya, Depok

Harry, Raplh G., and Wilkinson, J.B., 1973, Harry’s Cosmeticology, sixth (6th) Ed, Volume I, 636, Leonard Hill Books, London

Indrawati, I.D., 2006, Uji Efektifitas Penolak Nyamuk (Repelan) Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Canangium odoratum, Baill) terhadap Nyamuk Aedes aegypti Secara Topikal, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Setiabudi, Surakarta

Ketaren, S., 1986, Minyak dan Lemak Pangan, UI-Press, Jakarta

45

Page 46: BAB I - DAPUS

Komisi Pestisida Departemen Pertanian, 1995, Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida, Departemen Pertanian Indonesia, Jakarta

Lachman, C.L., Liebermanm H.A., and Kanig, J.L., 1994, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, third (3rd), diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, 1029-1145, UI Press, Jakarta

Martin, Alfred, 1993, Dasar-Dasar Farmasi dalam Ilmu Farmasetik, third (3rd) Ed, diterjemahkan oleh Yoshita, 1143-1168, UI-Press, Jakarta

Moromorosch, K., 1991, Biotechnology for Biological Control of Pets and Vectors, CRC Press

Nugraheni, V.A., 2009, Uji Aktivitas Gel Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Canangium odoratum (Lmk.) Hook. & Thoms) Sebagai Repelan Terhadap Nyamuk Anopheles aconitus Betina, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta

Rui, X., Donald, B., and Arshad, A., 2003, Laboratory Evaluation of Eighteen Repellent Compounds as Oviposition Deterrents of Aedes albopictus and as Larvacides of Aedes aegypti, Anopheles quadrimaculatus , and Culex quiquefasciatus, Agriculture Reseach Service, United States

Sastrohamidjojo, Hardjono, 2004, Kimia Minyak Atsiri, 1-18, UGM-Press, Yogyakarta

Sembel, Dantje T., 2009, Entomologi Kedokteran, 61-75, Penerbit Andi, Yogyakarta

Steenis, C.G.G.J.van., 1992, Flora untuk Sekolah di Indonesia, diterjemahkan oleh Moeso Surjowinoto, Pradnya Paramita, Jakarta

Sulaiman, T.N.S., dan Kuswahyuning, R., 2008, Teknologi dan Formulasi Sediaan Semi Padat, 65-67, Pustaka Laboratorium Teknologi Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Wasitaatmadja, Syarif M., 1997, Penuntun Kosmetika Medik. UI-Press, Jakarta

Widiastuti, S., 2006, Formulasi Losion Anti Nyamuk Minyak Atsiri Kayu Manis, Kumpulan Makalah PKMP, Universitas Muhammadyah Malang, Malang

46

Page 47: BAB I - DAPUS

LAMPIRAN

47