26
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu dari kebutuhan manusia saat ini. Tingginya tingkat pendidikan dapat mendukung seseorang untuk mencapai cita- cita dan masa depan yang diharapkan. Pendidikan juga diperlukan sebagai pilar tegaknya bangsa, melalui pendidikanlah bangsa akan tegak, mampu menjaga martabat. Undang - undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 3 menyebutkan tentang tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Pendidikan dapat diperoleh melalui proses belajar, baik secara formal maupun secara informal, yaitu menggali informasi dari buku-buku, majalah, koran, televisi, internet, juga dari percobaan lapangan, laboratorium, seminar, diskusi dan tukar pengalaman dengan orang lain (www.radarbanjar.com). Setelah mendapatkan informasi, informasi tersebut dapat dikembangkan menjadi suatu kecakapan, kemudian kecakapan itu digunakan sebagai bekal hidup, dimana harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan salah satu dari kebutuhan manusia saat ini.

Tingginya tingkat pendidikan dapat mendukung seseorang untuk mencapai cita-

cita dan masa depan yang diharapkan. Pendidikan juga diperlukan sebagai pilar

tegaknya bangsa, melalui pendidikanlah bangsa akan tegak, mampu menjaga

martabat.

Undang - undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pada Pasal 3 menyebutkan tentang tujuan pendidikan nasional yaitu

bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Pendidikan dapat diperoleh melalui proses belajar, baik secara formal

maupun secara informal, yaitu menggali informasi dari buku-buku, majalah,

koran, televisi, internet, juga dari percobaan lapangan, laboratorium, seminar,

diskusi dan tukar pengalaman dengan orang lain (www.radarbanjar.com). Setelah

mendapatkan informasi, informasi tersebut dapat dikembangkan menjadi suatu

kecakapan, kemudian kecakapan itu digunakan sebagai bekal hidup, dimana harus

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

2

Universitas Kristen Maranatha

benar-benar dimengerti dan betul-betul dipahami. Belajar merupakan jalan

menuju kesuksesan hidup, dimana sebenarnya kesuksesan hidup itu selalu terbuka

bagi individu yang mau bekerja keras tanpa kenal menyerah dan memanfaatkan

setiap kesempatan yang ada. Dalam belajar, tentunya ada banyak hambatan yang

dapat merintangi individu meraih apa yang dicita-citakan. Hambatan dalam

belajar bisa berasal dari dalam maupun dari luar diri individu, tetapi semua itu

tergantung pada motivasi yang dimiliki oleh individu yang kemudian akan

mendorong individu tersebut untuk bisa mencapai apa yang dicita-citakannya.

Motivasi dibutuhkan dalam belajar, karena peranan motivasi selama

pembelajaran itu penting, motivasi dapat mempengaruhi apa, kapan, dan

bagaimana individu belajar (Schunk, 1991b dalam Pintrich & Schunk 2002).

Motivasi melatarbelakangi banyak perilaku manusia dan motivasi menghasilkan

dorongan serta arah untuk bertindak. Motivasi dilihat sebagai sesuatu yang

membuat individu tergugah, membuat individu tetap bergerak, dan membantu

individu untuk menyelesaikan tugasnya. Motivasi penting dalam pencapaian goal

akademik. Dengan memiliki motivasi yang tinggi, terutama dalam belajar maka

individu dengan sendirinya akan terdorong untuk mengejar goal akademik yang

ingin dicapai.

Goal akademik bisa tercapai melalui achievement behavior (aktivitas fisik

dan mental dalam konteks belajar) dan teori yang menjelaskannya adalah

achievement goal orientation. Achievement goal orientation menggambarkan pola

terintegrasi dari belief yang mengarahkan individu kepada cara pendekatan yang

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

3

Universitas Kristen Maranatha

berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames,

1992b).

Achievement goal orientation terbagi atas dua golongan besar, yaitu:

mastery goal orientation dan performance goals orientation (Ames, 1992b), baik

mastery goal orientation maupun performance goal orientation terbagi lagi

menjadi approach dan avoidance. Jadi achievement goal orientation terdiri dari

empat bentuk, yaitu mastery approach orientation, mastery avoidance

orientation, performance approach orientation, dan performance avoidance

orientation. Individu memiliki keempat achievement goal orientation ini dalam

mencapai tiap goal akademik mereka, namun salah satunya lebih dominan

sehingga yang lebih dominan diadopsi menjadi goal orientation individu dalam

mencapai goal akademiknya.

Fokus individu yang memiliki pola mastery goal orientation adalah belajar

dan menguasai bahan, perkembangan yang dicapai dilihat dari tolok ukur pribadi

dan saat menemui kegagalan, individu akan mengeluarkan usaha yang lebih keras

untuk mengatasi kegagalan tersebut, sehingga pada akhirnya mampu mengolah

kegagalan tersbut dan memperbaikinya. Fokus individu yang memiliki pola

performance goal orientation adalah menggunakan kemampuan yang dimilikinya

dan meraih prestasi yang lebih tinggi dibandingkan teman-teman lainnya, hasil

dilihat dari perbandingan dengan orang lain dan saat menemui kegagalan,

individu akan merasa tidak berdaya dan tidak mampu sehingga membuat individu

tidak mau berusaha lagi dalam proses belajar (Ames, 1992b).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

4

Universitas Kristen Maranatha

Siswa di SMAK “X“terbagi menjadi dua jurusan untuk kelas XI dan XII,

yaitu jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Di kelas XI jurusan IPA ini, terdapat dua jenis mata pelajaran, yaitu mata

pelajaran IPA dan mata pelajaran umum. Mata pelajaran umum yaitu pelajaran

yang sama diterapkan, baik kepada kelas IPA maupun IPS. Mata pelajaran IPA,

terdiri dari matematika, fisika, kimia, dan biologi. Mata pelajaran tersebut

tentunya memiliki derajat kesulitan masing-masing.

Dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang pelajaran fisika di kelas

XI IPA. Di kelas XI IPA ini terdapat mata pelajaran IPA, salah satunya Fisika

yang berbeda dengan mata pelajaran yang lain. Dalam pelajaran fisika di kelas XI

IPA ini, pelajaran yang diberikan tidak hanya berupa teori, tapi juga terdapat

praktikum. Dalam pelajaran teori fisika, siswa diajarkan mengenai asal dari suatu

kejadian fisika, rumus- rumus fisika, dan penerapan fisika dalam persoalan

hitungan. Pada praktikum fisika, siswa diajarkan mengenai penerapan fisika

dalam kehidupan sehari-hari secara langsung. Di pelajaran fisika ini juga, proses

belajar dilakukan oleh tiga orang guru fisika. Dua guru pertama membahas teori,

yaitu guru pertama membahas materi bab ganjil sedangkan guru kedua membahas

materi bab genap. Kedua guru ini membahas materi pelajaran secara bergantian

setiap harinya, sehingga jam belajar untuk pelajaran fisika pun menjadi dua kali

lipat lebih banyak dari pelajaran lainnya yaitu 12 jam pelajaran dalam setiap

minggunya. Dalam pelajaran teori fisika, proses belajar yang dilakukan adalah

melalui penyampaian materi oleh guru dan pemberian soal-soal hitungan. Setiap

siswa memiliki sebuah buku Latihan Kerja Siswa (LKS), setiap harinya, setiap

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

5

Universitas Kristen Maranatha

ada pelajaran fisika, maka guru akan memberikan tugas untuk dikerjakan dari

buku LKS tersebut. Selain dikerjakan di sekolah setelah penyampaian materi,

persoalan dalam LKS tersebut juga diberikan sebagai tugas Pekerjaan Rumah

(PR). Guru ketiga adalah guru untuk pelajaran praktikum fisika, praktikum ini

dilakukan dua minggu sekali.

Di pelajaran fisika, siswa dituntut untuk dapat memahami, mengerti, dan

mendalami materi yang diberikan, baik berupa pemaparan teori, proses berhitung,

dan juga rumus fisika beserta turunannya. Siswa juga dituntut untuk memenuhi

nilai ketuntasan mutlak pada pelajaran fisika. Nilai ketuntasan mutlak pelajaran

fisika berbeda dengan pelajaran lainnya, seperti Bahasa Inggris, biologi, Bahasa

Indonesia, dan beberapa pelajaran lainnya. Pelajaran tersebut memiliki nilai

ketuntasan mutlak dengan nilai 60, sedangkan pelajaran fisika tuntutan nilai

ketuntasan mutlaknya adalah 65. Dengan tuntutan nilai ketuntasan mutlak yang

tinggi, tentunya harus diimbangi dengan proses belajar siswa untuk mencapai nilai

ketuntasan mutlak tersebut. Nilai terakhir pelajaran fisika siswa kelas XI IPA

mayoritas berada di bawah nilai ketuntasan mutlak. Hampir setiap ulangan,

mereka mendapat nilai yang tidak sesuai nilai ketuntasan mutlak.

Dari semua proses belajar dan tuntutan dalam belajar pada pelajaran fisika,

tujuan yang ingin dicapai dari pelajaran fisika ini adalah siswa dapat mengerti,

memahami, dan mendalami setiap materi pelajaran fisika. Siswa juga diharapkan

dapat menerapkan rumus fisika sesuai teori yang ada dan dapat menghitungnya

sesuai dengan proses berhitung dalam rumus tersebut. Siswa juga dapat

menetapkan dan menerapkan rumus pada soal-soal yang berupa soal cerita. Selain

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

6

Universitas Kristen Maranatha

itu, tujuan lainnya adalah agar siswa dapat mengerjakan setiap soal latihan dan

ulangan serta ujian, sehingga dapat mencapai nilai ketuntasan mutlak yang telah

ditetapkan.

Tujuan pembelajaran fisika tersebut dan usaha untuk mencapaian goal

akademik pada mata pelajaran fisika, siswa diharapkan untuk untuk mengadopsi

mastery goal orientation. Siswa yang menggunakan mastery approach orientation

diharapkan mampu mengerti, memahami, dan mendalami setiap materi pelajaran

fisika, dapat menerapkan rumus fisika sesuai teori yang ada, dan dapat

menghitungnya sesuai dengan proses berhitung dalam rumus tersebut, mencapai

nilai ketuntasan mutlak. Siswa dengan mastery approach orientation belajar dan

memahami setip materi untuk meningkatkan kemampuan dirinya sehingga

memperoleh perkembangan pribadi.

Siswa dengan mastery avoidance orientation, diharapkan juga mampu

mengerti, memahami, dan mendalami setiap materi pelajaran fisika, dapat

menerapkan rumus fisika sesuai teori yang ada, dan dapat menghitungnya sesuai

dengan proses berhitung dalam rumus tersebut, mencapai nilai ketuntasan mutlak.

Siswa dengan mastery approach orientation belajar dan memahami setip materi

dengan standar tidak melakukan kesalahan dan menuntut kesempurnaan dalam

pengerjaan soal fisika.

Siswa yang mengadopsi performance approach orientation, goal

akademiknya adalah berusaha mendapatkan nilai yang baik dan bukan berusaha

untuk mendalami mata pelajaran fisika. Siswa yang mengadopsi performance

goal orientation ini juga diharapkan mampu memperoleh prestasi yang baik di

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

7

Universitas Kristen Maranatha

kelas. Siswa ini belajar hanya untuk mendapatkan nilai yang terbaik dan menjadi

yang terbaik diantara orang lain.

Siswa yang mengadopsi performance avoidance orientation, goal

akademiknya adalah menghindari terihat tidak mampu atau bodoh sehingga ia

berusaha untuk mencapai nilai ketuntasan mutlak.

Berdasarkan hasil survei awal terhadap 20 siswa kelas XI IPA SMAK ”X”

terdapat 55%, yaitu 11 orang siswa yang menyatakan bahwa mereka berusaha

untuk menguasai materi pelajaran fisika dengan alasan agar mereka dapat

memahami materi secara mendalam, menunjukkan usaha yang kuat dalam

memahami materi, tekun dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit, dan suka

mencari tantangan, dengan mengasah diri mengerjakan soal-soal dalam jumlah

lebih banyak dan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Siswa juga aktif di dalam

kelas, baik aktif bertanya maupun aktif dalam menjawab persoalan lisan dari

gurunya. Siswa juga berlatih soal-soal untuk mendalami pemahaman dan melatih

diri mengerjakan soal-soal dengan beragam jenis dan tingkat kesulitan. Siswa

mempersiapkan diri dengan belajar setiap saat, saat ada ulangan ataupun tidak ada

ulangan, yaitu dengan mengulang materi yang telah diajarkan saat pulang ke

rumah. Perilaku di atas merupakan ciri perilaku yang menggambarkan mastery

approach orientation. Siswa dengan mastery approach orientation diharapkan

dapat memperoleh nilai yang tinggi yaitu mencapai nilai ketuntasan mutlak, nilai

di atas nilai ketuntasan mutlak dan nilai di atas rata-rata kelas dalam pelajaran

fisika, baik dalam ulangan ataupun ujian, dapat menyelesaikan tugas dengan hasil

yang baik dan selesai tepat pada waktunya.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

8

Universitas Kristen Maranatha

Terdapat 30%, yaitu 6 orang siswa yang menyatakan bahwa mereka

berusaha untuk memahami materi pelajaran fisika sebagai alasan agar tidak

melakukan kesalahan dalam belajar dan mengerjakan soal dan menghindari nilai

di bawah nilai ketuntasan mutlak, sehingga membuat mereka berusaha untuk

memahami materi, memiliki kriteria yang ditentukan oleh diri sendiri untuk tidak

melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugas. Siswa juga mampu menguasai

materi dan mengerjakan tugas dengan baik, namun semua itu dilakukan agar

siswa tidak mendapatkan hukuman atau nilai yang kurang baik. Siswa belajar baik

pada saat ada ulangan atau ujian dan berlatih soal saat ada pekerjaan rumah,

maupun saat tidak ada ujian atau ulangan serta tugas. Perilaku-perilaku tersebut

merupakan ciri perilaku yang menggambarkan mastery avoidance orientation.

Siswa dengan mastery avoidance orientation diharapkan juga untuk mendapatkan

nilai yang tinggi dalam pelajaran fisika di kelasnya.

Terdapat pula 10 % , yaitu 2 orang siswa yang menyatakan bahwa mereka

ingin mencapai nilai yang terbaik dalam mata pelajaran fisika dan ingin

mengalahkan teman sekelas lainnya, ingin menonjolkan diri dan terlihat pandai,

kurang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit, dan tidak suka mencari

tantangan. Siswa juga mampu memahami materi yang ada agar dapat

mengerjakan soal ulangan dan ujian. Siswa ini juga mengerjakan tugas,

mengerjakan soal ulangan, mengerjakan pekerjaan rumah agar dapat mengalahkan

teman lainnya yang ia anggap sebagai saingannya. Perilaku-perilaku tersebut

menggambarkan performance approach orientation.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

9

Universitas Kristen Maranatha

Terdapat 5 %, yaitu 1 orang siswa menyatakan bahwa mereka belajar agar

mereka tidak terlihat bodoh atau tidak mampu dalam pelajaran fisika, tidak ingin

mendapatkan nilai terendah di dalam kelas sehingga mereka berusaha untuk

mendapatkan nilai yang baik, menghindari tantangan dalam tugas sehingga lebih

memilih tugas yang ringan. Perilaku tersebut merupakan ciri perilaku yang

menggambarkan performance avoidance orientation.

Dari 20 siswa , didapatkan bahwa ada 11 orang siswa memiliki ciri

perilaku yang menggambarkan mastery approach orientation, 6 orang siswa

memiliki ciri perilaku yang menggambarkan mastery avoidance orientation,

selain itu ada 2 orang siswa memiliki ciri perilaku yang menggambarkan

performance approach orientation, dan ada 1 orang siswa memiliki ciri perilaku

yang menggambarkan performance avoidance orientation. Padahal, sebenarnya

setiap siswa perlu mengadopsi ciri-ciri perilaku yang menggambarkan mastery

approach orientation dalam mempelajari pelajaran fisika. Dengan mengadopsi

mastery approach orientation, diharapkan siswa dapat mencapai goal

akademiknya pada mata pelajaran fisika.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Studi Deskriptif Tentang Achievement Goal Orientation

Dalam Pelajaran Fisika Pada Siswa Kelas XI IPA di SMAK “X” Bandung”

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Dari penelitian ini, ingin diketahui Achievement Goal Orientation dalam

pelajaran fisika pada siswa kelas XI IPA di SMAK “X” Bandung

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

10

Universitas Kristen Maranatha

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui Achievement Goal

Orientation siswa pada Pelajaran Fisika di kelas XI IPA SMAK “X”

Bandung

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

bentuk Achievement Goal Orientation yang dimiliki siswa kelas XI IPA

pada Pelajaran Fisika di SMAK “X” Bandung.

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Memberi informasi bagi ilmu Psikologi, terutama Psikologi Pendidikan

dalam hal achievement goal orientation siswa pada pelajaran Fisika di

kelas XI IPA

Memberikan informasi bagi peneliti lain yang berminat melakukan

penelitian lanjutan mengenai achievement goal orientation siswa pada

pelajaran Fisika di kelas XI IPA

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi bagi siswa kelas XI IPA SMAK “X” Bandung

mengenai achievement goal orientation mereka, sehingga dapat menjadi

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

11

Universitas Kristen Maranatha

bahan untuk pengenalan dan pengembangan diri dalam mencapai tujuan

belajar yang diharapkan

Memberikan informasi kepada guru pelajaran fisika kelas XI IPA SMAK

“X” Bandung mengenai achievement goal orientation pada pelajaran

Fisika di kelas XI IPA serta faktor-faktor yang menunjang tercapainya

achievement goal orientation pada pelajaran Fisika di kelas XI IPA agar

dapat membantu siswa untuk menigkatkan motivasinya dalam mencapai

tujuan belajar yang diharapkan.

1.5 KERANGKA PIKIR

Pelajar kelas XI IPA memiliki goal akademik masing-masing dalam

pelajaran fisika dan untuk mencapai goal akademiknya, siswa melakukan

achievement behavior. Achievement behavior adalah aktivitas fisik maupun

mental yang dilakukan siswa untuk bisa mencapai goal akademiknya. Teori goal

orientation berusaha untuk menjelaskan achievement behavior siswa.

Achievement goal orientation atau goal orientation menggambarkan pola

terintegrasi dari belief siswa yang mengarahkannya kepada cara pendekatan yang

berbeda, melibatkan diri, dan merespon terhadap situasi-situasi berprestasi (Ames,

1992b), keyakinan yang mencerminkan alasan mengapa siswa mendekati dan

terlibat dalam tugas-tugas akademik.

Achievement goal orientation dari Ames, terbagi menjadi mastery goal

dan performance goal. Mastery goal orientation dihubungkan dengan sesuatu

yang positif, pola atribusi yang adaptif. Mastery goal orientation menunjukkan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

12

Universitas Kristen Maranatha

seperti apakah usaha yang dikeluarkan oleh siswa untuk menguasai suatu

kemampuan atau konsep tertentu. Siswa dengan mastery goal orientation akan

berusaha untuk memahami dan mendalami suatu materi,bekerja dengan keras,

bertahan dalam menghadapi kesulitan dan frustrasi, akan mengambil resiko dan

mencoba segala sesuatu yang baru, semua hal di atas adalah usaha untuk

menguasai materi (Dweck and Leggett, 1988; Ames and Archer, 1987 dalam

Pintrich & Schunk 2002). Mastery goal orientation terbagi lagi menjadi mastery

approach orientation dan mastery avoidance orientation (Elliot, 1999 dalam

Pintrich & Schunk 2002).

Mastery approach orientation memiliki fokus untuk menguasai materi

pelajaran fisika dan dalam belajar. Standar yang digunakan dalam mastery

approach orientation adalah memperoleh perkembangan pribadi, pemahaman

yang mendalam mengenai materi Fisika, dan berkembang dalam pengerjaan tugas

Fisika dan jika mengalami kegagalan, akan menganggap kegagalan senagai proses

belajar. Fokus mastery avoidance orientation adalah untuk menghindari

melakukan kesalahan dalam penguasaan materi Fisika dan standar yang

digunakan dalam mastery avoidance orientation adalah tidak melakukan

kesalahan dalam mengerjakan tugas maupun mempelajari materi Fisika. Baik

approach maupun avoidance mastery goal orientation bertujuan untuk menguasai

materi dan tugas Fisika, namun standar yang digunakan berbeda jika siswa dengan

mastery approach orientation ingin menguasai materi Fisika untuk memperoleh

perkembangan pribadi dan memperoleh pemahaman yang mendalam, sebaliknya

siswa dengan mastery avoidance orientation ingin menguasai materi Fisika agar

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

13

Universitas Kristen Maranatha

tidak melakukan kesalahan, yang dicari adalah kesempurnaan dalam mengerjakan

tugas dan mema mi materi bukan memperoleh perkembangan pribadi.

Performance goal orientation berfokus pada kompetensi atau kemampuan

dan bagaimana kemampuan akan menilai secara relatif kepada hal yang lainnya

(Ames, 1992b). Fokus performance approach orientation adalah mendapatkan

nilai yang terbaik di kelas dan berusaha menjadi yang terbaik dengan

membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain. Siswa lebih memilih untuk

mengerjakan tugas sesuai dengan yang bisa lakukannya, dan siswa tidak mau

untuk mengambil resiko serta ingin melakukan sesuatu tersebut lebih baik dari

siswa lain. Goal akademik bagi siswa dengan performance goal orientation

adalah mendapatkan nilai yang terbaik dan menjadi yang terbaik diantara teman-

temannya dalam pelajaran Fisika.

Performance goal orientation juga terbagi atas performance approach

orientation dan performance avoidance orientation (Elliot, Pintrich & Schunk

2002). Fokus siswa dengan performance approach orientation adalah untuk

menjadi yang terbaik, mengalahkan siswa yang lainnya dalam hal nilai, dan

menjadi yang terpandai dalam Fisika. Standar yang digunakan oleh performace

approach orientation adalah standar normatif dengan ingin mendapatkan nilai

yang tinggi sehingga dapat menduduki peringkat tertinggi dikelas. Fokus siswa

dengan performance avoidance orientation adalah untuk menghindari terlihat

tidak mampu dalam pelajaran Fisika dan menghindari terlihat bodoh jika

dibandingkan dengan siswa yang lainnya. Standar dalam performance avoidance

orientation yaitu tidak mendapatkan nilai yang buruk sehingga tidak mendapatkan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

14

Universitas Kristen Maranatha

peringkat terbawah dikelas dan menghindari penilaian buruk dari siswa yang

lainnya.

Mastery goal orientation dan performance goal orientation dapat

dibedakan menurut tujuh karakteristik yang dimilikinya, yaitu: value of learning,

effort and ability, error/ failure, attribution, feedback, persistence/ ketekunan,

challenge (Ames, 1992b).

Karakteristik pertama, value of learning, pada siswa dengan mastery goal

orientation didasarkan pada motivasi instrinsik, yaitu adanya keinginan dari

dalam diri siswa untuk mempelajari pelajaran Fisika dan goal yang ingin dicapai

adalah meningkatkan pembelajaran dalam pelajaran Fisika. Pada siswa dengan

mastery goal orientation, mereka memaknai belajar sebagai suatu keinginan dari

dalam diri untuk memenuhi perkembangan pribadi, sehingga mereka belajar untuk

mendapatkan pendalaman pemahaman. Siswa dengan mastery avoidance

orientation memaknai belajar sebagai sarana untuk kesempurnaan dalam

mengerjakan dan menyelesaikan tugas guna menghindari kesalahan pengerjaan

tugas. Pada siswa dengan performance approach orientation, mereka memaknai

belajar sebagai saarana untuk mendapatkan nilai yang terbaik di kelas. Siswa

dengan performance avoidance orientation, mereka memaknai belajar dengan

alasan agar mereka mendapatkan dapat emencapai nilai ketuntasan mutlak

sehingga tidak terlihat kurang pandai di kelas.

Karakteristik yang kedua adalah effort and ability, siswa dengan mastery

approach orientation menyakini bahwa usaha dan kemampuan saling

berhubungan, dan usaha yang dikeluarkan untuk menguasai pelajaran Fisika akan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

15

Universitas Kristen Maranatha

semakin meningkatkan kemampuan mereka dalam pelajaran Fisika, sedangkan

siswa dengan mastery avoidance orientation, menyakini bahwa usaha dan

kemampuan saling berhubungan, dan usaha yang dikeluarkan untuk menguasai

pelajaran Fisika akan semakin meningkatkan kemampuan untuk menghindari

kesalahan dalam mengerjakan persoalan fisika. Siswa dengan performance goal

orientation meyakini bahwa usaha yang dikeluarkan menunjukkan kurangnya

kemampuan yang dimiliki sehingga mereka harus belajar.

Karakteristik yang ketiga adalah error/ failure, siswa dengan mastery

approach orientation berfikir saat mereka gagal berarti strategi belajar yang

mereka gunakan kurang efektif. Siswa dengan mastery avoidance orientation

berpikir bahwa saat mereka mengalami kegagalan, strategi belajar yang digunakan

kurang efektif dan dapat menyebabkan hasil yang tidak sempurna dalam

pengerjaan persoalan fisika. Siswa dengan performance approach orientation saat

menemui kegagalan maka dalam diri mereka muncul ketakutan karena kegagalan

yang didapat berarti kemampuan mereka miliki rendah. Siswa dengan

performance avoidance orientation saat menemui kegagalan maka dalam diri

mereka muncul ketakutan karena kegagalan yang didapat berarti kemampuan

mereka miliki rendah dan merasa menjadi yang paling kurang pandai di kelas.

Karakteristik keempat adalah attribution, karakteristik ini dapat dilihat

pada siswa dengan mastery approach orientation akan menggunakan usaha atau

strategi dibandingkan kemampuan yang dimiliki untuk memperoleh pamahaman

fisika, sedangkan siswa dengan mastery avoidance orientation akan menggunakan

usaha atau strategi dibandingkan kemampuan yang dimiliki untuk menghindari

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

16

Universitas Kristen Maranatha

kesalahan dalam pengerjaan persoalan fisika. Siswa dengan performance goal

orientation akan lebih sering menggunakan kemampuan yang dimiliki

dibandingkan dengan usaha atau strategi.

Karakteristik kelima adalah feedback, siswa dengan mastery approach

orientation menggunakan feedback yang didapat dari guru untuk menilai proses

yang dilaluinya dan feedback tersebut digunakan sebagai informasi untuk

memperbaiki diri sehingga dapat meningkatkan proses pemahaman pembelajaran

mereka; sedangkan siswa dengan mastery avoidance orientation menggunakan

feedback yang didapat dari guru untuk menilai proses yang dilaluinya dan

feedback tersebut digunakan sebagai informasi untuk memperbaiki diri sehingga

dapatmengurangi kesalahan dalam pengerjaan persoalan fisika. Siswa dengan

performance approach orientation menggunakan feedback yang didapat sebagai

alat perbandingan diri dengan siswa yang lain untuk melihat nilai tertainggi di

kelasnya, sedangkan siswa dengan performance avoidance orientation

menggunakan feedback yang didapat sebagai alat perbandingan diri dengan siswa

yang lain agar tidak terlihat paling bodoh di kelas.

Karakteristik keenam adalah persistence atau ketekunan, siswa dengan

mastery approach orientation memiliki ketekunan yang tinggi dalam menghadapi

tugas yang sulit, mencari solusi terbaik dan menyelesaikan tugas tersebut demi

mendapatkan pemahaman yang mendalam; sedangkan siswa dengan mastery

avoidance orientation memiliki ketekunan yang tinggi dalam menghadapi tugas

yang sulit, mencari solusi terbaik dan menyelesaikan tugas tersebut demi

menghindari kesalahan dalam pengerjaan soal. siswa dengan performance

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

17

Universitas Kristen Maranatha

approach orientation memiliki ketekunan yang rendah dalam menghadapi tugas

namun tetap berusaha untuk mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya. siswa

dengan performance avoidance orientation memiliki ketekunan yang rendah

dalam menghadapi tugas yang sulit sehingga lebih mudah menyerah dan hanya

berusaha untuk mencapai nilai ketuntasan mutlak agar terlihat tidak bodoh di

kelas.

Karakteristik yang terakhir adalah challenge, siswa dengan mastery

approach orientation suka mencari tantangan didalam tugas untuk mendapatkan

pendalaman pemahaman dan siswa dengan mastery avoidance orientation suka

mencari tantangan di dalam tugas untuk mendapatkan pengetahuan dalam

pengerjaan soal agar tidak melakukan kesalahan. Siswa dengan performance goal

performance approach orientation menghindari resiko dan tantangan didalam

tugas, namun ia tetap berusaha mendapatkan nilai tertinggi di kelas, dan siswa

dengan performance avoidance orientation menghinadari tantangan agar jika

melakukan kesalahan tidak terlihat bodoh di kelas.

Pemilihan goal orientation dipengaruhi secara tidak langsung oleh dua hal,

yaitu: pertama faktor personal yang mencakup usia dan jenis kelamin (Ames,

1992b); yang kedua adalah faktor kontekstual kelas yang mencakup desain tugas

(Task), distribusi otoritas (Authority), pengakuan terhadap siswa (Recognition),

pengaturan kelompok (Grouping), evaluasi latihan (Evaluation), dan

pengalokasian waktu (Time) (Eipstein,1989 dalam Pintrich & Schunk 2002).

Faktor personal yang pertama yaitu usia. Usia mempengaruhi siswa untuk

memilih goal orientation, karena usia mempengaruhi perkembangan secara fisik

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

18

Universitas Kristen Maranatha

maupun psikis yang telah dicapai oleh siswa meliputi: kemampuan konseptual,

kecerdasan, usaha. Faktor usia juga mempengaruhi penerapan dari entity theories

of intelligence. Siswa kelas XI IPA rata-rata berusia 15-17 tahun dan rentang usia

tersebut sudah mengacu kepada mengacu kepada entity theories of intelligence,

bahwa kemampuan yang mereka miliki sudah menetap, stabil, dan tidak akan

berubah. Jika siswa memiliki keyakinan yang tinggi terhadap kemampuan mereka

maka goal orientation siswa lebih mengarah kepada mastery goal orientation

dimana siswa akan mencari tantangan dan memiliki ketekunan yang tinggi dalam

menghadapi tugas-tugas Fisika. Sebaliknya jika siswa memiliki keyakinan yang

rendah terhadap kemampuan mereka maka goal orientation siswa lebih mengarah

kepada performance goal orientation dimana siswa akan menjadi tidak berdaya,

menghindari tantangan, dan memiliki ketekunan yang rendah dalam menghadapi

tugas-tugas Fisika (Dweck and E. Leggett, 1988).

Menurut Santrock, siswa kelas XI IPA berada pada masa remaja akhir.

Rentang usia ini merupakan usia produktif dimana remaja dapat membentuk

identitas diri, mengambil keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masa

depannya, melakukan penalaran deduktif hipotesis, yaitu remaja memiliki

kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik

mengenai cara memecahkan masalah, dan menarik kesimpulan mengenai pola

mana yang diterapkan dalam pemecahan masalah.

Faktor personal yang kedua adalah jenis kelamin, menurut Dweck (1990),

siswi lebih mengacu kepada performance goal orientation dibandingkan mastery

goal orientation. Siswi juga berdasarkan stereotype-nya akan lebih cenderung

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

19

Universitas Kristen Maranatha

mengarah kepada mastery goal orientation, sedangkan siswa akan lebih

cenderung mengarah kepada performance goal orientation (Henderson & Dweck,

1990 dalam Pintrich & Schunk 2002). siswi dalam belajar biasanya didasari oleh

motivasi instrinsik dimana lebih mengacu kepada mastery goal orientation yaitu

untuk mempelajari secara mendalam materi yang diajarkan dalam mata

pelajaranFisikaa (Meece dan Holt, 1993; Nolen, 1988) sedangkan siswa dalam

belajar lebih dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik yaitu ingin mendapatkan nilai

yang terbaik dan mengalahkan siswa yang lainnya, hal ini tentunya lebih mengacu

kepada performance goal orientation (Rusillo and Arias, 2004; Anderman and

Anderman, 1999; Midgley and Urdan, 1996).

Faktor kedua yang mempengaruhi pemilihan achievement goal orientation

adalah kontekstual kelas yang terdiri atas enam dimensi. Dimensi yang pertama

adalah tugas dan kegiatan belajar mengajar. Tugas dan kegiatan belajar (Task)

yang pertama meliputi jumlah variasi dalam tugas. Jumlah variasi yang diberikan

didalam tugas Fisika dapat mempertahankan ketertarikan siswa untuk bisa terus

mengerjakan tugas tanpa merasa jenuh sehingga akan mendorong siswa untuk

mengadopsi mastery goal orientation (Marshall and Weinstein, 1984; Nicholls,

1989; Risenholtz and Simpson, 1984 dalam Pintrich & Schunk 2002). Tugas dan

pekerjaan rumah dalam mata pelajaran Fisika yang diberikan kepada siswa

disarankan agar lebih beragam, tidak selalu soal hitungan tetapi bisa juga berupa

uji coba percobaan fisika. Berikutnya adalah bagaimana tugas dikenalkan dan

dipresentasikan kepada siswa, jika guru dapat membantu siswa untuk melihat arti

perlunya belajar untuk kepentingan diri sendiri akan membuat siswa mengadopsi

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

20

Universitas Kristen Maranatha

mastery goal orientation (Brophy, 1987; Meece, 1991 dalam Pintrich & Schunk

2002).

Misalnya guru membantu siswa untuk melihat pentingnya menguasai mata

pelajaran Fisika, yang dapat sangat dekat dalam kehidupan sehari-hari. Jika siswa

sudah dapat menyadari betapa pentingnya penguasaan materi Fisikaa bagi dirinya

sendiri, maka dengan sendirinya siswa akan mengadopsi mastery goal orientation.

Sedangkan, jika tugas dan pekerjaan rumah dalam mata pelajaran Fisika yang

diberikan kepada siswa bersifat monoton dan tidak beragam, serta guru kurang

dapat membantu siswa untuk melihat arti perlunya belajar untuk kepentingan diri

sendiri akan mengarahkan siswa mengadopsi performance goal orientation

Terakhir dari dimensi tugas dan kegiatan belajar adalah tingkat kesulitan

tugas, tugas yang diberikan kepada siswa berada pada tingkatan moderat agar

menantang bagi siswa (Ames, 1992b; Pintrich & Schunk 2002). Seperti dalam

pembuatan tugas, siswa tidak secara serta merta diminta untuk mengerjakan soal

hitungan tetapi terlebih dahulu diberikan teori mengenai suatu materi dan

bagaimana cara untuk mengerjakan soal tersebut sehingga siswa dapat

mengerjakan soal tersebut. Tingkat kesulitan tugas yang diberikan sesuai dengan

kemampuan siswa akan lebih mengarahkan siswa untuk mengadopsi mastery goal

orientation, sedangkan jika tingkat kesulitan tugas yang diberikan tidak sesuai

atau bahkan kebih rendah dengan kemampuan siswa, maka akan lebih

mengarahkan siswa untuk mengadopsi performance goal orientation.

Dimensi kedua adalah distribusi otoritas (Authority) dari guru kepada

siswa, disini siswa diberi wewenang dan kesempatan oleh guru untuk menentukan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

21

Universitas Kristen Maranatha

pilihan sehingga akan meningkatkan ketertarikan siswa dalam mengerjakan tugas

(Ames, 1992b). Misalnya: siswa dapat berpartisipasi dalam menentukan

keputusan untuk kelasnya, seperti mengatur kapan jadwal ulangan akan diadakan;

hal ini masih dibawah pengawasan guru jadi apabila waktu yang ditentukan siswa

tidak masuk akal guru dapat menegurnya. Jadi siswa diberikan kesempatan untuk

mengatur prioritas dalam penyelesaian tugas yang diberikan oleh guru sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan bersama. Tipe kesempatan seperti ini akan

memperlengkapi siswa dengan pilihan yang nyata dan menyemangati mereka

untuk mengembangkan tanggung jawab pribadi atas pembelajaran mereka sendiri,

sehingga akan membuat siswa akan lebih terarah untuk mengadopsikepada

mastery goal orientation. Siswa juga dapat mengadopsi performance goal

orientation jika siswa kurang diberikan kesempatan untuk mengatur prioritas

dalam penyelesaian tugas yang diberikan oleh guru sesuai dengan waktu yang

telah ditentukan bersama.

Dimensi yang ketiga adalah pengakuan terhadap siswa (Recognition),

pengakuan berhubungan dengan pemberian hadiah berupa dorongan positif dan

pujian dari guru kepada siswa, yang mana memiliki peranan yang penting untuk

memotivasi siswa dalam belajar. Ames (1992b) merekomendasikan guru untuk

mengenali usaha dan kemajuan yang berhasil dicapai oleh siswa dalam mata

pelajaran Fisika, serta hasil akhir yang didapatkan. Pemberian hadiah atau

pengakuan berdasarkan pada pembelajaran dan kemajuan individual yang dicapai

oleh siswa, bukan perbandingan normatif. Memberikan siswa kesempatan untuk

mendapatkan pangakuan itu akan membantu untuk menghasilkan mastery goal

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

22

Universitas Kristen Maranatha

orientation. Jika beberapa siswa merasa bahwa mereka tidak akan pernah bisa

menghasilkan pangakuan baik dari guru maupun teman, maka mereka akan

menjadi kurang tertarik dan termotivasi untuk mengerjakan tugas-tugas yang

diberikan, hal ini akan membhuat siswa mengadopsi performance goal orientatio.

Pemberian hadiah atau pengakuan bisa berdasarkan tidak hanya pada keseluruhan

hasil prestasi ataupun nilai, tetapi pada kemajuan dan usaha (Brophy, 1998). Saat

siswa mencapai suatu kemajuan tertentu, baik dalam pencapaian nilai ujian atau

peningkatan dalam pengerjaan soal sehingga tidak banyak melakukan kesalahan,

guru disarankan untuk memberikan pujian dan dorongan untuk mengembangkan

mastery goal orientation pada diri siswa.

Dimensi yang keempat adalah pengaturan kelompok (Grouping),

pengaturan kelompok berfokus pada kemampuan siswa untuk bekerja secara

efektif dengan teman sekelompoknya untuk mengembangkan atmosfer dimana

perbedaan dalam kemampuan tidak dapat disamakan dengan perbedaan dalam

motivasi. Maksudnya adalah siswa dengan kemampuan yang lebih baik belum

tentu memiliki motivasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan siswa dengan

kemampuan rata-rata, bisa saja motivasinya lebih rendah dibandingkan dengan

siswa yang kemampuannya rata-rata. Bekerja dalam kelompok memungkinkan

siswa untuk berasumsi untuk lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka.

Selain penggunaan dari kelompok kecil, budaya kelas secara umum bisa didesain

untuk mengembangkan kelompok belajar yang menekankan kelas sebagai suatu

kesatuan dalam belajar bersama (Pintrich & Schunk 2002). Tipe kelas dengan

budaya yang seperti ini, termasuk norma-norma dan ekspektasi tentang kolaborasi

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

23

Universitas Kristen Maranatha

diantara siswa dan guru, bukan kompetisi memicu atau mengembangkan

diadopsinya mastery goal dan fokus pada belajar. (Brophy, 1998) Namun, tipe

kelas yang tidak memiliki suasana belajar yang mendukung dan budaya kelas

tidak didesain untuk mengembangkan kelompok belajar akan mengembangkan

siswa untuk mengadopsi performance goal orientation.

Dimensi yang kelima adalah evaluasi (Evaluation), mempublikasikan hasil

dari tugas sebagai informasi pembandingan dengan kelompok atau kelas,

misalnya membacakan nilai ujian atau nilai kuis di depan kelas, menempelkan

nilai ulangan atai ujian di papan pengumuman akan semakin memacu siswa untuk

mengadopsi performance goal orientation (Ames, 1992b). Penempatan posisi

dalam kelas yang membedakan siswa berdasarkan tingkat kemampuannya juga

akan memacu siswa untuk mengadopsi performance goal orientation (Reuman,

Pintrich & Schunk 2002). Ames (1992b) menyarankan bahwa umpan balik

diberikan untuk mengkomunikasikan bahwa kesalahan adalah bagian dari belajar

dan bahwa usaha adalah sesuatu yang penting, sehingga akan mendorong siswa

untuk mengadopsi mastery goal orientation. Saat kriteria penilaian lebih

mengukur peningkatan individual, kemajuan, dan penguasaan; dibandingkan

dengan mengukur perbandingan normatif, maka siswa akan lebih fokus dalam

belajar dan lebih mengacu kepada mastery goal orientation dibandingkan untuk

berkompetisi dan mengadopsi performance goal orientation. Maka kriteria

evaluasi yang digunakan oleh guru disarankan untuk lebih mengacu pada

kemajuan yang dicapai oleh siswa, misalnya kemajuan siswa didalam

mengerjakan tugas yang makin membaik. Pemberian feedback diusahakan agar

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

24

Universitas Kristen Maranatha

siswa tidak merasa dituntut untuk semakin baik dalam mengerjakan tugas saja

tetapi siswa diberikan pemahaman bahwa kesalahan yang mereka lakukan

merupakan salah satu bagian dalam belajar. Jika guru dapat melakukan hal di atas

maka akan semakin mengarahkan siswa untuk mengadopsi mastery goal

orientation.

Dimensi yang keenam adalah pengalokasian waktu (Time), Waktu

meliputi kelayakkan dari beban kerja, langkah dari instruksi, dan alokasi waktu

untuk pemenuhan tugas (Epstein, 1989). Waktu berhubungan dekat dengan desain

dari tugas, tingkat kesulitan tugas disesuaikan dengan waktu yang diberikan

kepada siswa untuk menyelesaikan tugas tersebut. Strategi yang efektif untuk

memunculkan mastery goal orientation adalah dengan menambahkan waktu bagi

siswa yang mengalami masalah dalam menyelesaikan tugas dan mengijinkan

siswa tersebut untuk merencanakan rencana kerja mereka dan time table untuk

kemajuan siswa sendiri. untuk mandiri dan mengatur jadwal kerja seharusnya

mengembangkan mastery goal orientation. Strategi di atas mengurangi

kecemasan yang dirasakan siswa mengenai pembelajaran dan bisa meningkatkan

persepsi tentang kompetensinya dan motivasi. Jika pemberian waktu untuk

mengalami masalah dalam menyelesaikan tugas kurang serta kurangnya izin

siswa tersebut untuk merencanakan rencana kerja mereka dan time table untuk

kemajuan siswa sendiri akan mengarahkan siswa untuk mengadopsi performance

goal orientation.

Penjelasan dari uraian di atas, dapat dilihat dari bagan kerangka pikir

sebagai berikut:

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

25

Universitas Kristen Maranatha

1.5 Bagan Kerangka Pemikiran

Pelajar kelas XI IPA

di SMAK ”X” Goal Orientation

Mastery Approach

Orientation

Performance Avoidance

Orientation

Faktor personal:

1. Usia

2. Jenis kelamin

Faktor kontekstual:

1. Task Tugas dan kegiatan belajar

2. Authority Distribusi dari otoritas dan tanggung jawab

3. Recognition Pengakuan

4. Grouping Pengelompokkan

5. Evaluation Evaluasi latihan dan pemberian hadiah

6. Time Waktu

Mastery Avoidance

Orientation

Performance Approach

Orientation

Karakteristik Goal Orientation:

1. Value of learning

2. Effort and ability

3. Error/ failure

4. Attribution

5. Feedback

6. Persisten/ ketekunan

7. Challenge

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH · 3 Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Achievement

26

Universitas Kristen Maranatha

1.6 ASUMSI

Achievement goal orientation yang dimiliki siswa kelas XI IPA di SMAK ”X”

Bandung berbeda-beda.

Faktor personal dan faktor kontekstual memiliki pengaruh terhadap pemilihan

achievement goal orientation pada siswa kelas XI IPA.