23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aristoteles mengungkapkan bahwa manusia membutuhkan pendidikan. Dewa sebagai makhluk rohani tidak membutuhkan pendidikan, dan binatang sebagaimana sudah dikodratkan berbeda dengan manusia juga tidak membutuhkan pendidikan. Manusia yang hanya memerlukan pendidikan. Hal tersebut bertolak dari pemahaman tentang pokok persoalan pendidikan, yakni manusia itu sendiri (Sudiarja, 2007, hal. 4). Manusia memiliki nama khas “homo educandum” sebagaimana sering disinggung dalam perkuliahan filsafat manusia dan filsafat pendidikan. Manusia menjadi aktor utama dalam pendidikan. Pendidikan sebagai sistem yang dijalankan dari, oleh dan untuk manusia. Pendidikan sebagai proses inisiasi, menurut Driyarkara, masyarakat modern memahami proses inisiasi tersebut dengan pendidikan formal. Pemahaman tersebut mengimplikasikan pengertian bahwa orang terdidik adalah orang yang berbudaya. Oleh karena itu, kekurangan memeroleh pendidikan dapat membuat orang “kurang ajar” dan karenanya sekaligus kurang berbudaya. Driyarkara memandang pendidikan tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai, sehingga persoalan berbudaya berkaitan dengan penghayatan nilai-nilai. Driyarkara menganggap seseorang masuk dalam lingkup budaya bukanlah tindakan yang semata-mata alami terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/85176/potongan/INTRODUCTION.pdf · A. Latar Belakang Masalah ... dapat dilihat yang menjadi latar

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Aristoteles mengungkapkan bahwa manusia membutuhkan pendidikan.

Dewa sebagai makhluk rohani tidak membutuhkan pendidikan, dan

binatang sebagaimana sudah dikodratkan berbeda dengan manusia juga

tidak membutuhkan pendidikan. Manusia yang hanya memerlukan

pendidikan. Hal tersebut bertolak dari pemahaman tentang pokok

persoalan pendidikan, yakni manusia itu sendiri (Sudiarja, 2007, hal. 4).

Manusia memiliki nama khas “homo educandum” sebagaimana sering

disinggung dalam perkuliahan filsafat manusia dan filsafat pendidikan.

Manusia menjadi aktor utama dalam pendidikan. Pendidikan sebagai

sistem yang dijalankan dari, oleh dan untuk manusia.

Pendidikan sebagai proses inisiasi, menurut Driyarkara, masyarakat

modern memahami proses inisiasi tersebut dengan pendidikan formal.

Pemahaman tersebut mengimplikasikan pengertian bahwa orang terdidik

adalah orang yang berbudaya. Oleh karena itu, kekurangan memeroleh

pendidikan dapat membuat orang “kurang ajar” dan karenanya sekaligus

kurang berbudaya. Driyarkara memandang pendidikan tidak dapat

dilepaskan dari nilai-nilai, sehingga persoalan berbudaya berkaitan dengan

penghayatan nilai-nilai. Driyarkara menganggap seseorang masuk dalam

lingkup budaya bukanlah tindakan yang semata-mata alami terjadi dengan

2

sendirinya, melainkan proses aktif manusia membudaya secara sistematis

dan terencana (Sudiarja, 2007, hal. 10).

Pendidikan sebagai aspek mendasar bagi manusia, sehingga sudah

seharusnya menjadi perhatian sejak manusia dilahirkan. Sejak dunia

neurosains modern menemukan bahwa perkembangan otak anak yang

paling cepat adalah pada usia 0-6 tahun, maka dunia pendidikan mulai

memerhatikan pelayanan pendidikan terhadap anak-anak usia dini. Para

psikolog yang memahami perkembangan anak, sering mengatakan bahwa

usia anak yang paling efektif dalam menyerap stimulus yang diberikan

oleh lingkungan hingga mencapai titik optimum. Oleh sebab itu, usia

anak-anak, khususnya 0-6 tahun, sering disebut sebagai usia emas (the

golden ages) (Suyadi, 2011, hal. v). Periode yang sangat penting dan

menentukan tersebut, penting untuk menanamkan berbagai nilai yang

dapat menjadi karakter dan watak pada anak-anak. Hal ini akan

memengaruhi pola perilaku anak hingga usia dewasanya. Dengan alasan

demikian, dapat dilihat yang menjadi latar belakang pentingnya

mengangkat isu pendidikan untuk anak usia dini, dengan tidak

mengesampingkan pendidikan untuk usia remaja dan seterusnya.

Pendidikan untuk anak usia dini atau yang dikenal dengan PAUD

sedang marak digalakkan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah.

Pemerintah melalui UU RI No. 20/2003 mengatur pelayanan pendidikan

untuk anak usia dini, sehingga ada usaha dari negara untuk meningkatkan

mutu pendidikan dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang

3

berkualitas. Semakin baik kualitas pendidikan, semakin baik pula mutu

sumber daya manusianya. Semakin berkualitas sumber daya manusia,

semakin baik pula negaranya. Pendidikan untuk anak usia dini itu dalam

undang-undang tersebut dapat diselenggarakan melalui tiga bentuk yaitu:

pendidikan formal pada lembaga Taman Kanal-Kanak (TK), Raudhatul

Athfal (RA) dan bentuk lain yang sejenis ; dan pendidikan anak usia dini

non-formal pada Kelompok Belajar (KB/playgroup); serta Pendidikan

Anak usia dini informal berbentuk Tempat Pengasuhan Anak (Suyadi,

2011, hal. vi-vii). Di samping penggalakan program PAUD, di perguruan

tinggi pedagogi mulai banyak muncul jurusan khusus keguruan PAUD

melihat dibutuhkannya tenaga pendidik bagi PAUD itu sendiri.

Kurikulum pendidikan merupakan instrumen penting bagi

keberlangsungan pendidikan. Arah dan tujuan pendidikan ditentukan oleh

berbagai hal, termasuk elemen kurikulum pendidikan. Berdasarkan realitas

yang ada, sering terjadi perubahan terhadap kurikulum pendidikan di

Indonesia, hingga yang terbaru tentang perubahan kurikulum pendidikan

tahun 2013.

Perubahan kurikulum memiliki alasan mengenai pentingya perubahan

dilakukan, sehingga diharapkan kurikulum pendidikan tetap berorientasi

pada tujuan pendidikan yang menjadi kehendak umum. Namun, dari

berbagai kurikulum yang pernah ada, muncul pertanyaan sesungguhnya

kurikulum yang seperti apa yang ideal bagi pendidikan untuk anak usia

dini. Salah satu kendala dalam pengembangan pendidikan ialah

4

keengganan guru untuk berubah dan perasaan puas dengan yang telah

dicapai saat ini. Jebakan mental dan rutinitas kinerja membuat kurikulum

dilaksanakan tetapi hanya setengah-setengah (Mujiran, 2013, hal. 20-21).

Hal tersebut menjadi alasan pentingnya persoalan kurikulum pun turut

serta dikaji.

Para orangtua memiliki pengaruh sangat besar bagi kehidupan anak-

anak sejak awal kehidupan mereka. Orangtua dapat memiliki kontak yang

sangat akrab dengan anak-anak sejak masih kecil. Bentuk kontak ini

membentuk kepercayaan; dengan kepercayaan akan tumbuh komitmen.

Para orangtua yang memiliki komitmen terhadap kesejahteraan anaknya

dapat memiliki pengaruh yang positif pada anak-anaknya (National

Institute of Child Health Development (NICHD), 2004, hal. 8). Peran

orangtua dalam mengasuh dan mendidik anak juga mendapat kedudukan

yang vital, sehingga tidak semata-mata pendidikan anak usia dini

diserahkan kepada lembaga pendidikan. Masyarakat sekitar kita, kadang

masih ada orangtua yang tidak ko-operatif dengan lembaga pendidikan,

sehingga dapat menimbulkan permasalahan pada anaknya. Misalnya,

anak-anak mendapat pengajaran dan pendidikan di kelompok belajar atau

taman kanak-kanak, dengan berbagai macam asupan pengalaman baru.

Namun, orangtua yang berperan sangat vital kemudian mengabaikan

perkembangan anak, dan menghilangkan pengawasannya, sehingga anak

dapat tumbuh tidak optimal.

5

Persoalan yang memengaruhi pendidikan dan pengasuhan anak usia

dini, terutama yang berkaitan dengan perubahan atau dinamika kehidupan.

Kekerasan terhadap anak; penyakit anak, seperti keracunan timbal, asma,

gizi buruk; kemiskinan; pengasuhan dan pendidikan berkualitas rendah;

ketidaksetaraan program dan layanan; dan ketidakmampuan masyarakat

memenuhi kebutuhan semua siswa menjadi persoalan publik, sehingga

membutuhkan sinergi antar berbagai pihak dalam penyelesaiannya.

Perubahan adalah satu hal yang tetap dalam bidang pendidikan anak usia

dini. Oleh karena itu, tantangan ke depan adalah pengambilan keputusan

apa dan mana yang terbaik bagi anak dan keluarga dalam rangka

memenuhi kebutuhan dan permintaan politik masyarakat (Morrison, 2012,

hal. 32).

Pendidikan untuk anak usia dini (PAUD) di Indonesia, meski saat ini

sedang dalam progres yang baik dalam perihal pertumbuhan keberadaan

lembaga formal di berbagai daerah. Namun, patut diperhatikan juga

perihal kualitas dari pendidikan anak usia dini tersebut. Banyak pihak

yang terkait dengan suksesi pendidikan di Indonesia, tidak hanya pendidik,

keluarga, tetapi lingkungan sosial juga turut menjadi penentu

keberlangsungan dan keberhasilan program PAUD. Pendidikan anak tidak

lepas dari model atau pola asuh anak. Banyak sekali pola yang ada di

masyarakat, sehingga menciptakan berbagai macam parenting yang secara

implikatif berpengaruh juga terhadap perkembangan watak anak-anak di

kemudian hari. Ada pola yang tegas dan diktator; lembut dan fleksibel;

6

mengikuti arus dan penurut; bahkan ada pola yang membiarkan anak

tumbuh kembang dengan sendirinya, tanpa ada pengawasan yang disiplin.

Hal ini menjadi diskusi mengenai bagaimana sebenarnya pola yang baik

dan tepat dalam mengasuh anak. Dengan landasan tersebut, diharapkan

persoalan pengasuhan dan pendidikan anak usia dini akan terjawab pula

oleh pemikiran filsafat pendidikan John Dewey.

John Dewey (1859-1952) merupakan filsuf Amerika yang membidangi

berbagai macam cabang filsafat, seperti: Metafisika, Epistemologi, Etika,

Logika, Filsafat Ilmu, Estetika, Filsafat Sosial dan Politik selain itu juga

ahli dalam Psikologi. Akan tetapi, Dewey menekankan pada Filsafat

Pendidikan, karena filsafat pendidikan sebagai cabang filsafat paling

penting dan fundamental. Dewey menganggap cabang filsafat lainnya

dalam beberapa hal, tergantung pada filsafat pendidikan. Dewey

menganggap Filsafat Pendidikan adalah filsafat kehidupan. John Dewey

terkenal dengan aliran filsafat Instrumentalisme, beberapa penulis

memberi nama aliran filsafat Dewey dengan “Pragmatic Naturalism”

yang mendapatkan pengaruh dari Pragmatisme Charles Sanders Peirce

(Nodding, 2007, hal. 23-26).

John Dewey melakukan banyak hal untuk mengatur kembali

pendidikan. Teori tentang pendidikannya yang biasa disebut

progresivisme, memberi penekanan pada anak-anak dan minat anak-anak

bukanlah pada mata pelajaran. Penekanan yang berpusat pada anak

membuat munculnya istilah-istilah kurikulum yang berpusat pada anak

7

dan sekolah yang berpusat pada anak. Topik tersebut sedang dikedepankan

pada saat ini (Morrison, 2012, hal. 68).

Pemikiran John Dewey mengenai pendidikan memiliki corak

naturalistik. Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas, berarti proses

kehidupan sosial. Kehidupan adalah sebuah proses pembaharuan diri

melalui tindakan dalam lingkungan. Pendidikan ini terdiri atas terutama

pengiriman (transmission) pengalaman melalui komunikasi. Komunikasi

adalah proses berbagi pengalaman hingga ini menjadi sebuah milik umum.

Hal ini mengubah watak kedua belah pihak yang ambil bagian di

dalamnya. Saat setiap susunan sosial adalah pengaruh mendidik, pengaruh

mendidik pertama menjadi sebuah bagian penting dari tujuan asosiasi

hubungannya dengan asosiasi orang tua dengan orang muda. Sebagai

masyarakat menjadi lebih kompleks dalam struktur dan sumber daya,

kebutuhan dari belajar dan mengajar secara resmi atau pun intensional

menjadi berkembang (Dewey, 1916, hal. 11).

Dewey memiliki pengaruh dalam bidang Filsafat Pendidikan, terutama

dalam pendidikan anak. Mengingat pendidikan anak sangat penting,

pendidikan awal pada anak usia dini sebagaimana telah diungkapkan di

awal, maka pemikiran Dewey akan menjadi referensi dalam analisis

persoalan pendidikan untuk anak usia dini di Indonesia, sekaligus

digunakan sebagai bahan reflektif dalam penelitian ini. Filsafat Pendidikan

Dewey akan menjadi sudut pandang dalam persoalan pendidikan anak usia

dini, dengan memerhatikan aspek-aspek filosofis pada pendidikan anak,

8

seperti, epistemologi pendidikan, dan aksiologi pendidikan. Dengan

harapan akan mampu menjawab persoalan pendidikan untuk anak usia dini

dengan perspektif filsafat pendidikan Dewey. Dengan demikian,

pemikiran Dewey akan diketahui pula relevan atau tidak dengan

pendidikan anak usia dini, khususnya di Indonesia.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat disusun

beberapa pokok rumusan masalah yang akan diteliti.

1.) Apa konsep Pendidikan untuk anak usia dini?

2.) Apa konsep Filsafat Pendidikan John Dewey?

3.) Bagaimana analisis hubungan antara konsep Pendidikan untuk

anak usia dini dengan Filsafat Pendidikan John Dewey?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bidang filsafat dengan

menggunakan objek material Pendidikan untuk anak usia dini, dan

objek formal Filsafat Pendidikan John Dewey. Meski telah terdapat

penelitian yang membahas mengenai Pendidikan, maupun tokoh John

Dewey sebagai objek material maupun sebagai objek formalnya.

Namun, penelitian ini akan menjadi sebuah penelitian yang berbeda

dengan penelitian sebelumnya. Berikut dipaparkan beberapa penelitian

yang terkait dengan pendidikan dan Filsafat John Dewey.

1.) Ahmad Samawi (4498/IV-9/2/92). 1995. Konsep Demokrasi

Dalam Pendidikan Menurut Progresivisme John Dewey. Tesis.

9

Yogyakarta: Pascasarjana Filsafat UGM. Penenilitian tersebut

menginventarisasi dan melakukan evaluasi tentang konsep

demokrasi dalam pendidikan. Relevansi konsep John Dewey

dengan pendidikan nasional di Indonesia.

2.) Muhammad Arafah Sinjar (82/39657/FI/1283). 1986. Pendidikan

Pragmatisme John Dewey Dan Kaitannya Dengan Pendidikan

Nasional. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM. Skripsi

tersebut menjelaskan mengenai konsep pendidikan pragmatisme

John Dewey dengan perspektif pendidikan nasional Indonesia

sebagai bentuk komparasi konsep pendidikan.

3.) Nofi Nachriatun Nurchijah (97/116565/FI/026649). 2003. Konsep

Kurikulum dalam Pendidikan menurut John Dewey. Skripsi.

Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM. Skripsi tersebut menjelaskan

mngenai konsep kurikulum pendidikan menurut perspektif John

Dewey. Kurikulum yang digagas Dewey adalah Kurikulum

Eksperimental yang berdasarkan pengalaman.

4.) R. Adhi Putro H (05/185493/FI/03229). 2009. Konsep Pendidikan

Multikultural Menurut Perspektif Filsafat Pendidikan

Progresivisme John Dewey. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Filsafat

UGM. Skripsi tersebut meneliti tentang pendidikan multikultural

dari perspektif Filsafat Pendidikan John Dewey, khususnya aliran

Progresivisme.

10

3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khalayak

baik secara langsung maupun tidak langsung dan sebagai sumbangsih

bagi perkembangan dunia pendidikan. Manfaat yang diharapkan dari

penelitian ini adalah:

1.) Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan pendidikan, khususnya referensi atau refleksi

pendidikan anak usia dini di Indonesia. Pemerintah dan para

pendidik serta pemerhati pendidikan anak usia dini, diharapkan

dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan

anak usia dini.

2.) Bagi Ilmu Filsafat

Penelitian ini diharapkan sebagai kontribusi akademis di dalam

perkembangan Ilmu Filsafat. Filsafat Pendidikan dengan

pembahasan mengenai pendidikan anak usia dini, dapat

dijadikan sebagai diskursus akademis yang produktif.

3.) Bagi Peneliti

Hasil penelitian memiliki manfaat bagi peneliti sebagai dua

manfaat yakni, pertama, penelitian ini sebagai aktualisasi

pemikiran filsafat untuk digunakan sebagai kerangka analisis

terhadap persoalan pendidikan anak usia dini.

11

B. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

1.) Mendeskripsikan konsep Pendidikan untuk anak usia dini

2.) Mendeskripsikan Filsafat Pendidikan John Dewey

3.) Menelaah konsep Pendidikan untuk anak usia dini menurut pandangan

Filsafat Pendidikan John Dewey

C. Tinjauan Pustaka

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 20 Tahun 2003

menjadi dasar hukum dalam penyelenggaraan pendidikan untuk anak usia

dini di Indonesia, sebagaimana dalam Pasal 1 Ayat 14.

“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan

yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam

tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan

untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan

rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan

lebih lanjut.”

Program Pendidikan untuk anak usia dini adalah program bagi

anak-anak yang di dalamnya terkandung filosofi, teori-teori, dan

kurikulum yang membimbing pengajaran dan pembelajaran kepada anak

(Morrison, 2012, hal. 94). Pengasuhan anak memiliki peranan penting

dalam sistem pendidikan. Pengasuhan anak adalah bagian dari sistem tak

terputus yang diberikan kepada anak-anak dimulai sejak lahir hingga

Sekolah Menengah Atas dan selanjutnya. Dengan demikian, pengasuhan

anak dijadikan salah satu dasar Pendidikan untuk anak usia dini.

(Morrison, 2012, hal. 95)

12

Perkembangan anak secara esensial merupakan proses yang

membawa anak menjadi pribadi yang mengetahui dan memiliki nilai,

norma dan perasaan (Nurchijah, 2003, hal. 57). Konsep kurikulum yang

ditawarkan Dewey adalah kurikulum yang menekankan kebebasan anak

untuk mengekspresikan diri agar memeroleh pengalaman yang dapat

bermanfaat bagi dirinya dan perkembangan sosial (Nurchijah, 2003, hal.

123). Hal tersebut disampaikan Nurchijah dalam skripsi filsafat tentang

konsep kurikulum pendidikan menurut John Dewey.

Muhammad Arafah Sinjar (Sinjar, 1986, hal. 16) dalam skripsinya

yang berjudul “Pendidikan Pragmatisme John Dewey dan Kaitannya

dengan Pendidikan Nasional”, menjelaskan pendidikan memegang

peranan penting dalam kehidupan, karena pendidikan merupakan proses

kelanjutan sosial dari kehidupan. Manusia menjadi anggota kelompok

sosial, sehingga realitas tersebut menjadi dasar penempatan persoalan

pendidikan sebagai bagian penting dari kehidupan. Oleh karena itu,

manusia sebagai anggota sosial seharusnya menggairahkan diri dalam

dunia penyelidikan dalam rangka membangun manusia yang bermanfaat.

Pendidikan menurut Pragmatisme John Dewey menekankan

kepada proses yang dapat membentuk manusia mandiri dan berkualitas.

Hal tersebut dibutuhkan dalam antisipasi keadaan manusia yang senantiasa

berubah. Sinjar juga menyatakan relevansi pendidikan Pragmatisme John

Dewey dengan pendidikan Nasional bangsa Indonesia. Pendidikan

Nasional Indonesia bercorak Pancasila, karena berlandaskan nilai-nilai

13

Pancasila. Meski demikian, ada keterkaitan antara konsep pendidikan

Dewey dengan konsep Pendidikan Nasional, seperti; pada aspek

peningkatan kualitas potensi diri; aspek asas kemerdekaan dan kebebasan

manusia dalam mengaktualisasikan diri. (Sinjar, 1986, hal. 86-87)

Pendidikan untuk anak usia dini disokong oleh tradisi kuat yang

menganggap “bermain” sebagai hal yang esensial untuk belajar dan

berkembang. Hal ini secara substansial didasarkan pada pemikiran para

pionir pemikir pendidikan seperti, Jean-Jacques Rousseau, John Dewey,

Maria Montessori, Friedrich Froebel, Margareth MacMillan dan Rudolf

Steiner. Bagaimananpun, melanjutkan dukungan dengan antusias terhadap

“bermain” yang ditempatkan dalam kurikulum masih meinggalkan

persoalan, terutama sekali melebihi sekolah usia dini. Aturan, tujuan dan

nilai dari “bermain” dalam kurikulum usia dini masih berlanjut menjadi

perdebatan. Terdapat perdebatan terus-menerus tentang hubungan antara

“bermain”, “belajar” dan “mengajar” (Wood & Attfield, 2005, hal. 1).

Konsep kurikulum yang masih dipahami secara sempit, dapat

membawa ke persoalan pemahaman bahwa dengan mengubah kurikulum

berarti sudah mengubah sekolah, apabila yang dimaksud dengan

kurikulum adalah sekedar daftar mata pelajaran dalam silabus yang dicetak

rapi dengan kata pengantar yang muluk (Beeby, 1981, hal. 144). Penelitian

ini akan membahas juga mengenai kurikulum Pendidikan Anak usia dini

untuk memeroleh gambaran yang komprehensif. Dalam penelitian ini,

14

pembahasan kurikulum pendidikan PAUD akan merujuk kepada ketentuan

pemerintah yang telah diperkenalkan sebagai kurikulum PAUD 2013.

Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang diciptakan dan

untuk masyarakat itu sendiri. Guru-guru juga merupakan bagian dari

masyarakat, serta murid-murid juga datang dari keluarga biasa yang

menghabiskan waktu lebih banyak di luar sekolah. Dengan kecakapan dan

petunjuk-petunjuk yang telah ditentukan, sekolah secara intelektual, moral

dan sosial harus lebih mampu memajukan masyarakat tanpa ada

kesenjangan pendidikan (Beeby, 1981, hal. 293).

Salah satu hal yang penting bagi guru atau pendidik serta orangtua

dalam hubungannya dengan anak ialah mengetahui hakikat perkembangan

anak, sehingga akan mengerti bagaimana anak dan remaja tumbuh dan

berkembang dalam hal kognitif, sosial dan, moral (Djiwandono, 2002, hal.

70). Perkembangan masa kanak-kanak dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa pokok: perkembangan fisik; perkembangan kognisi;

perkembangan bahasa; perkembangan sosio-emosional; perkembangan

moral (Djiwandono, 2002, hal. 70-84). Oleh karena itu, pengajaran

sebelum sekolah dan di Taman Kanak-Kanak harus memerhatikan

perkembangan anak.

Pendidikan untuk anak usia dini sebagai objek material penelitian

berkaitan dengan bidang ilmu psikologi, terutama psikologi pendidikan

dan psikologi perkembangan, sehingga penelusuran terhadap referensi

bidang ilmu tersebut dilakukan untuk menunjang penelitian berkaitan

15

dengan objek material tersebut. Hanya saja, penelitian ini menggunakan

perspektif atau objek formal salah satu cabang umum filsafat, yakni

Filsafat Pendidikan. Pembeda antara penelitian ini dengan penelitian yang

berkaitan dengan objek material adalah letak perspektif yang digunakan

sebagai pisau analisis utama, dengan tidak mengesampingkan

kemungkinan menggunakan perspektif teori lainnya.

D. Landasan Teori

Filsafat Pendidikan sebagaimana telah diketahui mulai dari Yunani

Kuno sebagai segi yang utuh dari filsafat Socrates (470-399 SM). Paling

penting di antara yang terakhir adalah sang orator Isocratres (436-338 SM)

yang mendirikan sebuah sekolah retorika yang tumbuh subur sekitar empat

tahun setelah Plato membuka akademinya. Kaum Sofis, Orator, dan filsuf

semuanya berkembang mengarah pendidikan yang lebih tinggi, dan

mempertahankan pendekatan itu melawan tuntutan kompetisi dari

kompetitor mereka. Hal ini adalah satu yang paling penting titik tolak

untuk filsafat pendidikan (Curren, 2007, hal. 7-8).

Filsafat Pendidikan adalah penjabaran filsafat ke dalam pendidikan

atau tinjauan pendidikan dari sudut pandang filsafat (Barnadib, 2002, hal.

19). Penjelasan mengenai aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi

dalam pendidikan merupakan kajian filosofis terhadap pendidikan.

Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, filsafat pendidikan adalah

aktivitas pemikiran yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk

menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan menerapkan nilai dan

16

tujuan yang ingin dicapainya. Filsafat pendidikan merupakan kesatuan

utuh dengan pengalaman kemanusiaan dan pendidikan itu sendiri

(Prasetya, 1997, hal. 22).

John Dewey secara sederhana menyamakan filsafat dengan

pendidikan. Pendidikan dan filsafat adalah mengamati dan ibarat

membalik koin yang sama; kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang

sama, hanya saja dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Dewey

menyatukan filsafat dan pendidikan pada kesepakatan keduanya dengan

tema yang sama; keduanya melihat pemecahan masalah kehidupan;

keduanya sepakat dengan persoalan-persoalan nilai, dengan apa yang baik

dan buruk, apa yang benar dan kemudian diinginkan, atau salah dan

kemudian tidak diinginkan, dan dengan menemukan kebenaran dan

pengetahuan pada situasi yang beragam, tanpa sebuah solusi yang tepat

dan efektif tidak bisa ditemukan. Hal ini adalah cara untuk melihat filsafat

pendidikan mempunyai prospek yang besar untuk mengembangkan

pendidikan karena pendidikan adalah metode meningkatkan pertanyaan-

pertanyaan untuk filsafat dari sisi dalam pendidikan dan menemukan

solusi untuk persoalan pendidikan (Akinpelu, 1981, hal. 6-8).

John Dewey meletakkan pada posisi yang utama sasaran hasil yang

mana “berbicara secara luas”, didasari pada cita-cita sebuah negara

demokrasi. Sasaran tersebut bahwa anak-anak seharusnya menjadi orang

dewasa yang toleran dan rasional, mampu menanggulangi dengan tingkat

tinggi yang secara relatif dari kebebasan sosial tanpa menyalahgunakan

17

kebebasan itu untuk menghubungkan dengan kebebasan atau

kesejahteraan yang lain. Dewey berargumen bahwa pendidikan harus

menghindari pelemahan semangat kapasitas individu untuk berpikir

mandiri dan mempromosikan gagasan bahwa setiap pertanyaan hanya ada

satu jawaban benar (Barrow & Woods, 2006, hal. 137).

Pendidikan dalam bentuk kebetulan dan disengaja adalah selalu

menjadi sebuah kepentingan utama dalam filsafat. Terutama, tidak hanya

banyaknya perhatian. Dewey telah memberikan perhatian untuk filsafat,

terutama juga tindakan dan teori pendidikan yang diperankan dalam

pengembangan gagasannya yang paling dasar (Schilpp, 1951, hal. 419).

Dewey menginterpretasi pendidikan sebagai metode ilmiah dengan cara

yang manusia pelajari di dunia, memeroleh secara kumulatif pengetahuan

yang berarti dan bernilai, hasilnya, bagaimanapun menjadi fakta untuk

belajar kritis dan hidup cerdas (Dewey, 1938, hal. 10).

John Dewey memandang peroses pembelajaran anak dengan

prinsip learning by doing. Anak didorong untuk belajar dari aktivitas dan

kerja, selama belajar dihormati sebagai proses bertindak atas berbagai hal,

daripada sebagai sebuah proses yang pasif dalam menerima data hingga

makna. Aktivitas yang kreatif dan bentuk lainnya dari berbuat dan

bertindak. Oleh karena itu, aktivitas kerja dalam keseharian di sekolah dan

bahkan dalam makna yang lebih pokok dari pergerakan fisik akan menjadi

sebanyak segi yang dapat diunggulkan daripada sekolah tradisional

(Cohen, 1969, hal. 76-77).

18

E. Metode Penelitian

1.) Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bidang filsafat. Objek

material yang dibahas adalah konsep Pendidikan untuk anak usia dini.

Objek formal yang digunakan untuk mengganalisis persoalan PAUD

adalah Filsafat Pendidikan John Dewey.

Penelitian ini berjenis penelitian kepustakaan, dengan menelaah

objek material dari berbagai sumber buku atau pustaka lainnya, beserta

pendeskripsian objek formal yang diperoleh dari berbagai literatur.

Dengan demikian, data-data kepustakaan akan diolah dengan analisis

hasil yang mengacu kepada kerangka berpikir yang mengaitkan antara

objek material dan objek formal.

2.) Bahan Penelitian

Bahan penelitian menyesuaikan dengan jenis penelitian, berhubung

penelitian ini berjenis studi kepustakaan, maka akan dipetakan pustaka

primer dan pustaka sekunder.

2.1.) Pustaka Primer

Pustaka Primer digunakan sebagai rujuan utama dalam

melaksanakan penelitian ini. Pustaka primer terkait dengan pustaka

yang digunakan untuk mendeskripsikan objek material dan objek

formal secara lengkap dan komprehensif.

i. Dewey, J. (1916). Democracy and Education. New York: The

Macmillan Company.

19

ii. Dewey, J. (1938). Experience and Education. New York:

Collier Books.

iii. Dewey, J. (1902). The Child and Curriculum. Chicago: The

University of Chicago Press.

iv. Hani'ah. (2001). Agama Pragmatis. Magelang: IndonesiaTera.

v. Morrison, G. S. (2012). Dasar-Dasar Pendidikan Anak usia

dini (5th ed.). (F. I. Dewi, T. Indeks, Penyunt., S. Romadhona,

& A. Widiastuti, Penerj.) Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia:

Indeks.

vi. Schilpp, P. A. (1951). The Philosophy of John Dewey. New

York: Tudor Publishing Company.

2.2.) Pustaka Sekunder

Pustaka sekunder digunakan sebagai referensi atau rujukan di

samping dari pustaka primer. Pustaka sekunder berfungsi mendukung

kelengkapan data penelitian.

i. Akinpelu, J. A. (1981). An Introduction to Philosophy of

Education. Hong Kong: Macmillan Publishers.

ii. Bakker, A., & Zubair, A. C. (1990). Metodologi Penelitian

Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

iii. Beeby, C. E. (1981). Pendidikan di Indonesia: Penilaian dan

Pedoman Perencanaan. (A. Bahasodan, N. Idris, Penyunt.,

BP3K, & YISS, Penerj.) Jakarta: LP3ES.

iv. Curren, R. (2007). Philosophy of Education. Singapore:

Blackwell Publishing.

v. Djiwandono, S. E. (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta:

Penerbit Grasindo.

vi. Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

20

vii. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak usia

dini.

viii. National Institute of Child Health Development (NICHD).

(2004). Adventures in Parenting: Bagaimana Sukses Berperan

Sebagai Orantua yang Baik. (N. H. Effendi, Penyunt., & I. N.

Kurniawan, Penerj.) Yogyakarta, Indonesia: Penerbit Alinea.

ix. Barnadib, I. (2002). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Adicita

Karya Nusa.

3.) Langkah-langkah Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap berikut.

3.1. Inventarisasi bahan data: pengumpulan data dilakukan dengan

mengumpulkan referensi pustaka yang beragam untuk menjelaskan

objek material dan objek formal.

3.2. Klasifikasi data: referensi pustaka yang telah diperoleh akan

menjadi bahan penelitian, sehingga akan diklasifikasi menjadi sumber

primer dan sekunder.

3.3. Pengolahan dan sistematisasi data: mengolah dan menyusun

secara sistematis data juga dilaksanakan proses yang penting. Data dari

berbagai pustaka diolah dan disistematisasi berdasarkan kerangka

berpikir.

3.4. Analisis dan refleksi hasil penelitian: setelah data diolah,

kemudian akan dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang disusun.

Setelah itu, akan direfleksikan terhadap kondisi realitas pendidikan

anak usia dini di Indonesia dan nilai-nilai ideal.

21

4.) Analisis Hasil

Analisis hasil penelitian dilaksanakan dengan memerhatkan aspek-

aspek sebagai berikut.

4.1. Deskripsi, yakni penjelasan secara jelas, lugas dan tegas mengenai

suatu hal tertentu. Pemikiran juga perlu dideskripsikan agar dapat

dimengerti oleh orang lain, sehingga akan menjadi sebuah petunjuk

yang bermanfaat bagi hubungan antar manusia.

4.2. Kesinambungan Historis, yakni rangkaian kegiatan dan peristiwa

dalam kehidupan setiap orang merupakan rantai yang tidak terputus.

Sesuatu yang baru berlandaskan yang dahulu, tetapi juga sebaliknya

bahwa yang lama mendapat arti dan relevansi baru dalam

perkembangan di saat kemudian (Bakker & Zubair, 1990, hal. 47)

4.3. Koherensi Internal, yakni terdapat hubungan internal yang

koheren. Meski ada “oposisi” di antaranya, tetapi unsur-unsur di

dalamnya tidak boleh bertentangan satu sama lain. Unsur-unsur

struktural menjadi hakikat universal ketika ada kesinambungan antara

unsur-unsur struktural tersebut (Bakker & Zubair, 1990, hal. 45-46).

4.4. Refleksi, yakni mencerminkan realita yang terjadi dengan nilai

sebagai sesuatu patokan yang seharusnya terjadi dalam segala

tindakan. Apakah realitas sudah sesuai dengan nilai-nilai, dan apakah

sebaliknya, bahwa nilai-nilai sudah terimplementasi secara nyata

dalam realitas. Refleksi digunakan untuk evaluasi dan kritik tentang

jarak yang terdapat diantara nilai dan fakta. Dalam skripsi ini, refleksi

22

terhadap persoalan pendidikan untuk anak usia dini dalam perspektif

Filsafat Pendidikan Progresivisme John Dewey.

F. Hasil yang Telah Dicapai

Hasil dari penelitian filsafat ini mengacu pada rumusan masalah:

1.) Memperoleh pemahaman mengenaii konsep pendidikan untuk

anak usia dini lebih dalam dan menyeluruh

2.) Memperoleh pemahaman Filsafat Pendidikan John Dewey

terkait dengan pendidikan anak

3.) Mampu merefleksikan antara konsep pendidikan untuk anak

usia dini yang dianggap ideal dengan realitas yang ada di

Indonesia

G. Sistematika Penulisan

Rencana penulisan skripsi ini akan disistematisasi secara garis

besar dalam lima bab sebagai berikut.

BAB I: menguraikan pendahuluan, yang memuat: latar belakang

masalah yang terdiri rumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat

penelitian; tujuan penelitian; tinjauan pustaka; landasan teori; metode

penelitian yang terdiri dari jenis, bahan, alur dan analisis hasil penelitian;

hasil yang telah dicapai; serta sistematika penulisan skripsi.

BAB II: menguraikan teori Filsafat Pendidikan John Dewey.

Sistematisasinya sebagai berikut, deskripsi filsafat pendidikan secara

umum, deskripsi biografi John Dewey yang termuat di dalamnya corak

pemikiran filsafatnya, serta pemikiran filsafat tentang pendidikan John

23

Dewey yang termuat di dalam pemikiran mengenai teori pengetahuan dan

pengalaman, demokrasi dalam pendidikan, dan pendidikan progresif.

BAB III: menguraikan konsep Pendidikan untuk anak usia dini

secara komprehensif. Konsep tersebut akan mencakup pengertian Anak

usia dini, Psikologi perkembangan anak usia dini, pengertian Pendidikan

untuk anak usia dini, Kurikulum Pendidikan Anak usia dini, Psikologi

Pendidikan Anak usia dini.

BAB IV: menguraikan tinjauan kritis Filsafat Pendidikan John

Dewey terhadap Pendidikan untuk anak usia dini. Hasil penelitian

tergambar dalam analisis terhadap objek material dan objek formal

kemudian direfleksikan dengan realitas Pendidikan Anak usia dini di

Indonesia.

BAB V: menyimpulkan hasil penelitian yang berisi jawaban dari

rumusan masalah yang telah diteliti. Pada bab penutup ini terdiri dari

kesimpulan dan saran yang terkait dengan penelitian.