23
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat) sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 1 Segala sesuatu yang dilakukan di negeri ini harus berdasarkan pada hukum termasuk didalamnya pemerintahan, lembaga negara, dan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tindakan apapun juga harus dilandasi oleh hukum. Saat ini, Indonesia dalam posisi sebagai negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan di segala bidang, pembangunan nasional ini bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perkembangan kehidupan manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini sangat pesat sehingga banyak hal yang menyelingi diantaranya, baik yang positif maupun yang negatif. Kemajuan ini ternyata juga dapat membawa dampak yang negatif, diantaranya adalah munculnya tindakan-tindakan kejahatan atau disebut juga sebagai tindak pidana dalam masyarakat yang mampu mempengaruhi perlindungan masyarakat untuk mencapai tujuan pembangunan yakni untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur. 1 Redaksi Sinar Grafika, 2008, UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945 Secara Lengkap, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 4.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/90043/potongan/S1-2015... · Saat ini, Indonesia dalam posisi sebagai negara ... pembangunan nasional

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat) sebagaimana yang

termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945.1 Segala sesuatu yang dilakukan di negeri ini harus

berdasarkan pada hukum termasuk didalamnya pemerintahan, lembaga negara,

dan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tindakan apapun juga harus

dilandasi oleh hukum. Saat ini, Indonesia dalam posisi sebagai negara

berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan di segala bidang,

pembangunan nasional ini bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

yang adil dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perkembangan kehidupan manusia dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara saat ini sangat pesat sehingga banyak hal yang menyelingi diantaranya,

baik yang positif maupun yang negatif. Kemajuan ini ternyata juga dapat

membawa dampak yang negatif, diantaranya adalah munculnya tindakan-tindakan

kejahatan atau disebut juga sebagai tindak pidana dalam masyarakat yang mampu

mempengaruhi perlindungan masyarakat untuk mencapai tujuan pembangunan

yakni untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur.

1 Redaksi Sinar Grafika, 2008, UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945

Secara Lengkap, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 4.

2

Penanggulangan tindak pidana tersebut dapat dilakukan dengan sarana

penal maupun non penal.2 Penanggulangan tindak pidana dengan sarana penal

adalah penanggulangan tindak pidana dengan sarana hukum pidana. Penggunaan

sarana hukum pidana untuk penanggulangan tindak pidana tersebut, operasional

bekerjanya melalui sistem peradilan pidana (criminal justice system).3 Menurut

Muladi, “sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan peradilan yang

merupakan hukum pidana materiil, hukum pidana formil dan hukum pelaksanaan

pidana”,4 atau dengan kata lain, suatu jaringan yang terdiri dari tahapan-tahapan

yakni tahapan formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi. Sistem peradilan

pidana itu sendiri bekerja melalui hubungan yang sinergis antara sub-sub sistem

yang ada didalamnya yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga

pemasyarakatan. Demi mencapai tujuan peradilan pidana, masing-masing sub

sistem yang dilakukan oleh petugas hukum baik polisi, jaksa, maupun hakim

harus bekerja dalam satu kesatuan sistem, meskipun tugas antar sub sistem

tersebut berbeda-beda.5

Sub sistem dalam sistem peradilan pidana berusaha mentransformasikan

masukan (input) menjadi keluaran (output), yang berupa tujuan jangka pendek,

tujuan jangka menengah dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek sistem

peradilan pidana adalah resosialisasi pelaku tindak pidana, tujuan jangka

menengah adalah pencegahan tindak pidana, dan tujuan jangka panjang adalah

2 Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, hlm. 5. 3 Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana

Anak di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 37. 4 Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjadjaran, Bandung, hlm.

37. 5 Ibid. hlm. 28.

3

kesejahteraan sosial.6 Tujuan sistem peradilan pidana berupa resosialisasi pelaku

tindak pidana dilakukan karena penyelenggaraan peradilan pidana berguna bagi

pembinaan pelaku tindak pidana sehingga ketika kembali kepada masyarakat

sudah menjadi orang yang baik dan diterima oleh masyarakat, hal ini juga sejalan

dengan semangat pemidanaan yang dianut di Indonesia yakni semangat

pemasyarakatan pada pelaku tindak pidana.

Banyak hal yang dilakukan dalam upaya resosialisasi pelaku tindak pidana

seperti mempersiapkan pelaku tindak pidana agar siap diterima di masyarakat,

menghilangkan stigma jahat dalam masyarakat, dan pemidanaan yang lebih

manusiawi tanpa merendahkan martabat pelaku tindak pidana sesuai dengan nilai

kemanusiaan yang beradab. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam upaya

tersebut yakni dengan penerapan pidana bersyarat. Pidana bersyarat juga dapat

digunakan sebagai alternatif dalam menjawab ketidakpuasan masyarakat terhadap

pidana perampasan kemerdekaan, selain itu penerapan pidana bersyarat juga dapat

dijadikan pilihan mengingat kondisi saat ini banyak lembaga pemasyarakatan

yang mengalami kelebihan kapasitas penghuninya (overcapaccity). Hal tersebut

sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut,

Tabel. 1: Data lembaga pemasyarakatan/ rumah tahanan yang mengalami

kelebihan kapasitas lebih dari 200% (dua ratus persen), per-22

Pebruari 2012

No. Nama Lapas/ Rutan Kapasitas Jumlah Kelebihan

Penghuni (persen)

1 Lapas Cipinang 880 2181 248%

2 Lapas Narkotika Jakarta 1084 2557 236%

3 Lapas Salemba 332 1034 314%

6 Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang, hlm. 7.

4

4 Rutan Jakarta Timur 504 1035 209%

5 Rutan Klas I Cipinang 1136 2829 249%

6 Rutan Klas I Jakarta Pusat 1500 3399 227%

7 Lapas Banyuwangi 260 782 301%

8 Lapas Kediri 325 725 223%

9 Lapas Madiun 536 1309 224%

10 Rutan Surabaya 504 1742 346%

11 Lapas Denpasar 323 1015 314%

12 Lapas Anak Tangerang 800 2101 263%

13 Rutan Tangerang 308 746 242%

14 Lapas Banceuy Bandung 600 1435 239%

15 Lapas Bekasi 470 1690 360%

16 Lapas Karawang 300 1068 356%

17 Lapas Narkotika Cirebon 460 953 207%

18 Lapas Subang 400 672 222%

19 Lapas Sukabumi 200 672 336%

20 Lapas Klas I Semarang 530 1095 207%

Sumber : Sistem database pemasyarakatan (SDP) Program Center for

Detention Studies (CDS) mengenai kapasitas lapas dan jumlah

penghuninya.7

Dari tabel tersebut diatas beberapa lembaga pemasyarakatan/ rumah

tahanan di Indonesia banyak yang mengalami kelebihan kapasitas penghuninya

(overcapaccity) diatas 200% (dua ratus persen). Atas dasar itulah maka penerapan

pidana bersyarat perlu diberdayakan secara maksimal sehingga dapat dijadikan

salah satu alternatif dalam merespon kondisi tersebut.

Menurut Muladi, “pidana bersyarat adalah suatu pidana dimana si

terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut, kecuali bilamana selama masa

percobaan terpidana telah melanggar syarat-syarat umum atau khusus yang telah

ditentukan oleh pengadilan”.8 Ketentuan mengenai pidana bersyarat di Indonesia

diatur dalam Pasal 14 huruf a sampai Pasal 14 huruf f Kitab Undang-Undang

7 http://news.detik.com/read/2012/02/22/174252/1849331/10/2/ini-dia-lapas-overcapacity-di-

indonesia., diakses pada tanggal 22 Juni 2014. 8 Muladi, 1992, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, hlm. 195.

5

Hukum Pidana.9 Masih menurut Muladi ketentuan pidana bersyarat ini diharapkan

dapat memenuhi tujuan pemidanaan yang bersifat integratif dalam fungsinya

sebagai sarana pencegahan (umum dan khusus), perlindungan masyarakat,

memelihara solidaritas masyarakat dan pengimbalan.10

Hakim merupakan salah satu pelaksana sub sistem dalam sistem peradilan

pidana yang diharapkan dapat bekerjasama dan bersinergi dengan subs-sub sistem

yang lain yakni kepolisian, kejaksaan, dan lembaga pemasyarakatan. Hakim

adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam

Undang-Undang,11 dimana kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang mandiri

dan tanpa campur tangan pihak lain untuk memberikan suatu keadilan. Hakim

adalah profesi yang mulia, selain sebagai wakil Tuhan di muka bumi, hakim juga

sebagai seseorang yang menentukan nasib seorang terdakwa dalam suatu

persidangan.

Pada hakikatnya, dalam sistem peradilan pidana tugas hakim berada dalam

tahapan aplikasi yakni menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan

setiap perkara yang diajukan kepadanya.12 Berdasarkan Pasal 277 sampai dengan

Pasal 283 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

dan Pasal 55 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman mengamanatkan tugas baru bagi hakim pada tahapan

eksekusi dalam sistem peradilan pidana yakni mengawasi dan mengamati

9 Lihat ketentuan dalam Pasal 14 huruf a sampai Pasal 14 huruf f KUHP.

10 Tolib Setiady, 2010, Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, hlm. 120.,

mengenai salah satu tujuan Pidana Bersyarat, sebagaimana dikutip dari pendapat Muladi dalam

bukunya Lembaga Pidana Bersyarat, hlm. 220. 11

Pasal 19 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 12

Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm.

135.

6

pelaksanaan putusan pengadilan.13 Keberadaan lembaga ini merupakan salah satu

upaya dalam mewujudkan suatu sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.

Konsep mengenai hakim pengawas dan pengamat ini pertama kali diterapkan di

Perancis pada tahun 1959 yang di kenal dengan nama Juge de l’ application des

peines dan di negeri Belanda sendiri dikenal dengan istilah Executie Rechter

(Hakim Pelaksana).14

Pengawasan dan pengamatan yang dilakukan oleh hakim pengawas dan

pengamat ini untuk membantu ketua pengadilan negeri dalam melakukan

pengawasan dan pengamatan, namun hanyalah terbatas pada putusan pengadilan

yang menjatuhkan pidana berupa perampasan kemerdekaan.15 Pengawasan

tersebut lebih menitikberatkan pada adanya kepastian pelaksanaan putusan

pengadilan, sedangkan pengamatan lebih menitikberatkan pada penelitian

terhadap perilaku narapidana, pembinaan yang diberikan pada narapidana dan

timbal balik terhadap narapidana sehingga mendekatkan hakim dengan hukum

penitensier.

Konsep mengenai lemaga hakim pengawas dan pengamat ini merupakan

konsep yang baik dalam sistem peradilan pidana, bahwa bekerjanya sistem

peradilan pidana melalui sub-sub sistem yang saling bersinergi yakni antara

kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Sehingga,

dengan adanya lembaga hakim pengawas dan pengamat ini dapat menjembatani

sinergisistas antara sub sistem pengadilan dengan sub sistem lembaga

13

Pada hakikatnya tugas ini berada dalam tanggung jawab seorang ketua pengadilan negeri,

namun dalam pelaksanaannya tugas tersebut dilaksanakan oleh hakim yakni hakim pengawas

dan pengamat. 14

Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 317-318. 15

Pasal 277 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

7

pemasyarakatan. Selain itu, lembaga hakim pengawas dan pengamat ini juga

merupakan salah satu sarana dalam mewujudkan tujuan sistem peradilan pidana

yakni dengan membantu mewujudkan resosialisasi pelaku tindak pidana.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

mengamanatkan bahwa pengawasan dan pengamatan tersebut dilakukan pada tiga

obyek pengawasan dan pengamatan yakni pada narapidana yang sedang manjalani

pidana di lembaga pemasyarakatan, terpidana yang telah selesai menjalani

pidananya, dan terpidana yang dijatuhi pemidanaan bersyarat atau terpidana

bersyarat.16 Selain mengacu pada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana, pelaksanaan teknis pengawasan dan pengamatan oleh

hakim pengawas dan pengamat juga mengacu pada Surat Keputusan Menteri

Kehakiman Nomor M.01.PW.07.03 Tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan

KUHAP dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 1985 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat. Namun dalam Surat

Keputusan Menteri Kehakiman tersebut hanya menitikberatkan pada pengawasan

pelaksanaan putusan pengadilan. Sehingga Surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan

Pengamat yang digunakan oleh hakim pengawas dan pengamat sebagai acuan

dalam melaksanakan teknis pengawasan dan pengamatan.

Begitu pula pada pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan

pengamat pada terpidana bersyarat juga mengacu pada kedua ketentuan tersebut.

16

Pasal 280 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

8

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 1985 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat, pengawasan dan

pengamatan oleh hakim penghawas dan pengamat pada terpidana bersyarat diatur

sebagai berikut:

Pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat terhadap narapidana

yang telah selesai menjalani pidananya atau terpidana yang dijatuhi pidana

bersyarat sedapat mungkin dilakukan dengan kerja sama dengan aparat

pemerintah desa (kepala desa/lurah), sekolah-sekolah, pejabat-pejabat

agama, yayasan-yayasan yang berkecimpung dalam bidang sosial yang

sudah biasa membantu pembinaan bekas narapidana, seperti misalnya

perhimpunan-perhimpunan reklasering yang terdapat di beberapa kota-

kota besar, balai BISPA, Direktorat Rehabilitas Tuna Sosial Direktorat

Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Departemen Sosial dan

sebagainya. Namun berhubung situasi dan kondisi di berbagai daerah

masih belum memungkinkan, untuk sementara Mahkamah Agung,

menyerahkan pelaksanaan tugas pengawasan dan pengamatan terhadap

narapidana yang telah selesai menjalani pidananya atau terpidana yang

dijatuhi pidana bersyarat ini pada kebijaksanaan para hakim pengawas dan

pengamat di daerah.17

Berdasarkan ketentuan tersebut, dalam pelaksanaan pengawasan dan

pengamatan pada terpidana bersyarat hakim dapat mengadakan kerjasama dengan

instansi-instansi terkait sebagaimana disebutkan dalam surat edaran tersebut

dengan teknis pelaksanaannya diserahkan pada kebijaksanaan hakim pengawas

dan pengamat di daerah masing-masing.

Adapun dalam pelaksanaan pengawasan dan pengamatan oleh hakim

pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat, pada hakikatnya dapat

mengadakan kerjasama dengan kejaksaan dan balai pemasyarakatan. Hal ini

didasarkan bahwa eksekusi pelaksanaan putusan pidana bersyarat dilakukan oleh

jaksa begitu pula dalam pelaksanaan pengawasan selama masa percobaan pada

17

SEMA No. 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat.

9

terpidana bersyarat berada dalam tanggung jawab seorang jaksa yang dalam

pelaksanaanya dibantu oleh lembaga reklasering (dalam hal ini adalah balai

pemasyarakatan).18 Sedangkan kerjasama dengan balai pemasyarakatan dilakukan

atas dasar bahwa pelaksanaan pembimbingan selama masa percobaan pada

terpidana bersyarat dilakukan oleh petugas balai pemasyarakatan mengingat

terpidana bersyarat merupakan salah satu klien yang dibimbing oleh balai

pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 42 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Pada intinya kedua instansi inilah yang berperan dalam pengawasan dan

pembimbingan pada terpidana bersyarat selama menjalani masa percobaan,

walaupun hakim dapat mengadakan kerjasama dengan instansi lain seperti aparat

pemerintah desa (kepala desa/ lurah), sekolah-sekolah, pejabat-pejabat agama,

yayasan-yayasan yang berkecimpung dalam bidang sosial yang sudah biasa

membantu pembinaan bekas narapidana, seperti misalnya Direktorat Rehabilitas

Tuna Sosial Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Departemen

Sosial dan sebagainya. Semangat pengawasan dan pengamatan oleh hakim

pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat ini merupakan upaya yang baik

dalam memaksimalkan penerapan pidana bersyarat dan sebagai upaya

mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia dengan

mengintegrasikan hakim yang berada dalam tataran aplikasi terlibat sampai pada

tataran eksekusi, atau dengan kata lain adanya pengawasan dan pengamatan oleh

18

Pasal 30 ayat (1) huruf c UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan

Pasal 14d Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

10

hakim pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat ini setidaknya

mengintegrasikan hakim dengan lembaga kejaksaan dan balai pemasyarakatan.

Demi mewujudkan suatu sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia,

pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana

bersyarat dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana juga

masih dipertahankan bahkan adanya lembaga hakim pengawas dan pengamat ini

dipertegas dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam

penerapan pidana pengawasan menggantikan ketentuan pidana bersyarat

sebagaimana diatur dalam Pasal 14a sampai dengan Pasal 14f Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana.

Berdasarkan fakta di lapangan semangat yang baik tersebut tidak

diimbangi dengan pelaksanaan yang baik pula. Ketentuan pengawasan dan

pengamatan pada terpidana bersyarat tidak pernah dilaksanakan oleh hakim

pengawas dan pengamat sejak ketentuan ini diatur baik dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 maupun sejak keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan

Pengamat.19

Padahal lembaga ini merupakan salah satu sarana yang baik untuk

mewujudkan suatu sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia dan

mengintegrasikan aparat penegak hukum di Indonesia yang cencerung memiliki

ego sektoral dalam penegakan hukum. Selain itu, ketentuan ini juga masih

19

Keterangan dari Ketua Pengadilan Negeri Sleman pada saat wawancara dalam Penelitian Dosen

Dra. Dani Krisnawati, SH., M. Hum., berjudul Kesiapan Aparat Penegak Hukum dalam

Menyongsong Berlakunya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak di Pengadilan Negeri

Sleman, pada 25 Oktober 2012.

11

dipertahankan di dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

bahkan dipertegas dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

sebagaimana telah disinggung sebelumnya.

Semangat idealita dalam mewujudkan suatu sistem peradilan pidana

terpadu dan upaya memaksimalkan penerapan pidana bersyarat di Indonesia

masih setengah hati karena tanpa diimbangi dalam pelaksanaan hukumnya.

Padahal di sisi lain, upaya penerapan pidana bersyarat juga perlu dimaksimalkan

mengingat kondisi lembaga pemasyarakatan yang mengalami kelebihan kapasitas

sehingga dalam upaya memaksimalkan penerapan pidana bersyarat yang tepat dan

berdaya guna serta berhasil guna juga perlu dilakukan pengawasan dan

pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat. Berdasarkan uraian diatas,

penulisan hukum ini akan meneliti dan mengkaji tentang “Pengawasan dan

Pengamatan yang Dilakukan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat pada

Terpidana Bersyarat (Studi Kasus di Kota Yogyakarta dan Kabupaten

Madiun)” yang dikaji dari sudut pandang faktor penyebab dan dampak yuridis

maupun non yuridis dari tidak dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan

tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut di atas, maka untuk

memaksimalkan penerapan pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas

dan pengamat pada terpidana bersyarat sebagai salah satu sarana dalam

mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia dan upaya untuk

12

memaksimalkan penerapan pidana bersyarat serta sebagai bahan kajian dalam

penerapan pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat

dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan penerapan

pidana pengawasan dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, perlu

dilakukan penelitian mengenai penyebab dan dampak yang ditimbulkan dari tidak

dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan

pengamat pada terpidana bersyarat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka

rumusan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Apakah penyebab dari tidak dilaksanakannya pengawasan dan

pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana

bersyarat?

2. Apa dampak yuridis maupun non yuridis yang ditimbulkan dari tidak

dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas

dan pengamat pada terpidana bersyarat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan hukum ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai,

antara lain:

1. Tujuan Obyektif

Dari penelitian ini diharapkan menghasilkan pengetahuan yang

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya

hukum pidana, yaitu mengenai:

13

a. Faktor-faktor penyebab dari tidak dilaksanakannya pengawasan

dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada

terpidana bersyarat.

b. Dampak-dampak (baik yuridis maupun non yuridis) yang

ditimbulkan dari tidak dilaksanakannya pengawasan dan

pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana

bersyarat.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk mendapatkan data dan pengetahuan yang lengkap dan

akurat sebagai hasil penelitian untuk menjawab permasalahan

yang ada, yang dipergunakan dalam penyusunan penulisan

hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah

Mada.

b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis

mengenai teori-teori yang telah diperoleh penulis selama

mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah

Mada terutama tentang pengawasan dan pengamatan yang

dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana

bersyarat.

14

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan sumber referensi yang diteliti baik secara kepustakaan di

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada maupun internet oleh

penulis, diketahui belum pernah dilakukan penelitian tentang tinjauan yuridis

tentang pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada

terpidana bersyarat. Namun, memang terdapat beberapa penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya yang hampir serupa mengenai pengawasan dan

pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat, akan tetapi obyek dan sudut

pandang yang diteliti berbeda dengan yang ditetili oleh penulis.

Adapun penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berdasarkan sumber

kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, adalah

sebagai berikut:

1. Penulisan hukum dengan judul “Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan

Pengamatan Terhadap Eksekusi Putusan Pidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIB Sleman”, yang ditulis oleh Solafide

Christova Pasaribu pada tahun 2013 dari Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada. Penulisan hukum tersebut memaparkan

tentang implementasi tugas pengawasan dan pengamatan yang

dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat pada narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sleman dan hambatan dalam

pelaksanaan tugas pengawasan dan pengamatan tersebut beserta

dengan pembahasan alternatif pemecahan masalah yang muncul di

15

lapangan.20 Perbedaan penelitian yang diteliti oleh Solafide

Christova Pasaribu dengan yang diteliti oleh penulis adalah pada

obyek kajian penelitian yang diteliti. Obyek kajian yang diteliti oleh

Solafide Christova Pasaribu adalah penilaian pada implementasi

tugas pengawasan dan pengamatan yang dilakukan oleh hakim

pengawas dan pengamat terhadap pelaksanaan putusan pidana baik

hubungannya dengan pihak Kejaksaan Negeri Sleman maupun

dengan pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sleman, dan hasil

implementasi pelaksanaan tugas pengawasan dan pengamatan oleh

hakim pengawas dan pengamat sebagai bahan penelitian bagi hakim

untuk pemidanaan yang akan datang. Selain itu dalam penulisan

hukum tersebut juga di analisis mengenai faktor faktor penghambat

tugas pengawasan dan pengamatan beserta dengan alternatif

pemecahan masalah dari hambatan yang terjadi di lapangan. Adapun

penelitian tersebut mengambil sampel di Kabupaten Sleman.

Sedangkan obyek kajian yang diteliti oleh penulis menitikberatkan

pada sebab-sebab dan dampak yang ditimbulkan baik yuridis

maupun non yuridis dari tidak dilaksanakannya pengawasan dan

pengamatan pada terpidana bersyarat, disini penulis mencoba untuk

menggambarkan penyebab dan dampak yang ditimbulkan dari tidak

dilaksanakannya tugas pengawasan dan pengamatan pada terpidana

bersyarat. Adapun sampel dalam penelitian ini diambil di dua

20

Solafide Christova Pasaribu, 2013, Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pengamatan Terhadap

Eksekusi Putusan Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sleman, Penulisan Hukum,

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

16

wilayah yang berbeda yakni di Kota Yogyakarta dan Kabupaten

Madiun.

2. Penulisan hukum dengan judul “Pelaksanaan Pengawasan dan

Pengamatan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat dalam Pembinaan

Anak Pidana”, yang ditulis oleh Agung Kusumo Nugroho pada

tahun 2008 dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Penulisan hukum tersebut membahas tentang pelaksanaan

pengawasan dan pengamatan pada narapidana yang sedang

menjalani pidananya yakni pada narapidana anak dengan mengambil

lokasi penelitian di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo.21

Perbedaan penelitian yang diteliti oleh Agung Kusumo Nugroho

dengan yang diteliti oleh penulis adalah pada obyek penelitian dan

sudut pandang permasalahan yang diteliti. Obyek yang diteliti oleh

Agung Kusumo Nugroho adalah pengawasan dan pengamatan oleh

hakim pengawas dan pengamat pada narapidana anak atau anak

pidana yang sedang menjalani masa pidana dengan menitikberatkan

sudut pandang pada permasalahan pelaksanaan dan hambatan dalam

pelaksanaanya dengan pengambilan sampel dilakukan di Kota

Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo, disini Agung Kusumo

Nugroho berusaha untuk mengamati permasalahan-permasalahan

yang timbul dari pelaksanaan pengawasan dan pengamatan tersebut.

Sedangkan obyek penelitian penulis adalah pengawasan dan

21

Agung Kusumo Nugroho, 2008, Pelaksanaan Pengawasan dan Pengamatan oleh Hakim

Pengawas dan Pengamat dalam Pembinaan Anak Pidana, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada, Yogykarta.

17

pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana

bersyarat dengan menitikberatkan sudut pandang pada kajian sebab-

sebab dan dampak yang ditimbulkan baik yuridis maupun non

yurisis dari tidak dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan pada

terpidana bersyarat dengan pengambilan sampel dilakukan di Kota

Yogyakarta dan Kabupaten Madiun, disini penulis berusaha untuk

mengamati permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan dari tidak

dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan tersebut.

Sedangkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya

berdasarkan sumber internet, adalah sebagai berikut:

1. Penulisan hukum dengan judul “Pelaksanaan Pengawasan dan

Pengamatan terhadap Narapidana oleh Hakim Penagawas dan

Pengamat Studi Kasus di Lapas Sleman” yang ditulis oleh Hani

Witjaksono pada tahun 2010 dari Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Surakarta.22 Penulisan hukum tersebut membahas

mengenai pelaksanaan pengawasan dan pengamatan pada narapidana

yang sedang menjalani masa pidananya di lembaga pemasyarakatan,

manfaat pengawasan dan pengamatan tersebut dan kendala yang

dihadapi oleh hakim dalam melakukan pengawasan dan pengamatan

di Lembaga Pemasyarakatan Sleman.23

22

Hani Witjaksono, Pelaksanaan Pengawasan dan Pengamatan terhadap Narapidana oleh Hakim

Penagawas dan Pengamat Studi Kasus di Lapas Sleman, diakses pada tanggal 30 Maret 2012,

http://etd.eprints.ums.ac.id/9457/1/C100060094.pdf. 23

Hani Witjaksono, 2010, Pelaksanaan Pengawasan dan Pengamatan terhadap Narapidana oleh

Hakim Penagawas dan Pengamat Studi Kasus di Lapas Sleman, Penulisan Hukum, Fakultas

Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

18

2. Penelitian yang dilakukan oleh Desi Perdani Yuris Puspita Sari yang

telah di publikasikan dalam Jurnal Dinamika Hukum Vol. 10 No. 2

Mei 2010 halaman 94 sampai dengan halaman 104, dari Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman, dengan judul

“Implementasi Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat dalam

Pengawasan dan Pengamatan terhadap Narapidana (Kajian di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Purwokerto)”.24 Dalam

penelitian tersebut membahas tentang penilaian pelaksanaan

pengawasan dan pengamatan di Lembaga Pemasyarakatan

Purwokerto dan meneliti pada hambatan dalam pelaksanaan

pengawasan dan pengamatan tersebut.25

Perbedaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis adalah pada obyek penelitian yang dikaji dan

pada sudut pandang penelitian. Kedua obyek penelitian tersebut

menitikberatkan pada pengawasan dan pengamatan oleh hakim

pengawas dan pengamat pada narapidana yang sedang menjalani

masa pidananya dengan sudut pandang kajian pada permasalahan

pelaksanaan, manfaat dan kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaannya. Pengambilan sampel penelitian tersebut masing-

24

Desi Perdani Yuris Puspita Sari, Implementasi Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat dalam

Pengawasan dan Pengamatan terhadap Narapidana (Kajian di Lembaga Pemasyarakatan Klas

II A Purwokerto), diakses pada tanggal 30 Maret 2012,

http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/dokumen/V10M2010%20Dessi%20Perdani%20Yu

ris%20Puspita%20Sari.pdf. 25

Desi Perdani Yuris Puspita Sari, 2010, Implementasi Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat

dalam Pengawasan dan Pengamatan terhadap Narapidana (Kajian di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Purwokerto), Penelitian Jurnal Dinamika Hukum Vol. 10 No. 2 Mei

2010, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, hlm. 94-104.

19

masing dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman dan Lembaga

Pemasyarakatan Purwokerto. Sedangkan yang diteliti oleh penulis,

obyek penelitian yang dikaji adalah pengawasan dan pengamatan

oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat dengan

menitikberatkan sudut pandang pada kajian sebab-sebab dari tidak

dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan tersebut dan dampak

baik dampak yuridis maupun non yuridis yang ditimbukan dari tidak

dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan pada terpidana

bersyarat dengan lokasi pengambilan sampel dilakukan di Kota

Yogyakarta dan Kabupaten Madiun.

Ke-empat penelitian diatas menurut hemat penulis berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis walaupun secara garis besar pembahasan

yang diteliti masih mengenai tugas pengawasan dan pengamatan yang dilakukan

oleh hakim pengawas dan pengamat, namun bila dilihat dari obyek kajian dan

sudut pandang penelitian yang dilakukan oleh ke-empat penulis tersebut berbeda

dengan apa yang diteliti oleh penulis, dan penulis menyatakan bahwa penelitian

yang dilakukan belum pernah diteliti sebelumnya serta diharapkan penelitian ini

dapat menambah atau melengkapi penelitian yang telah ada sebelumnya.

E. Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian ada dua macam kegunaan yang diharapkan. Kegunaan

tersebut adalah:

1. Kegunaan Akademis

20

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada

umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, terlebih dalam

bidang hukum pidana mengenai pengawasan dan pengamatan

yang dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat pada

terpidana bersyarat.

b. Untuk lebih mendalami teori yang diperoleh selama menempuh

perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

2. Kegunaan Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

masyarakat pada umumnya dan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

pada khususnya, dan dapat digunakan sebagai masukan dalam

memaksimalkan pelaksanaan pengawasan dan pengamatan oleh hakim

pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat sebagai salah satu sarana

dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia dan

upaya untuk memaksimalkan penerapan pidana bersyarat serta sebagai

bahan kajian dalam penerapan pengawasan dan pengamatan oleh hakim

pengawas dan pengamat dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana dan penerapan pidana pengawasan dalam rancangan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana.

21

F. Sistematika Penulisan

Penulisan hukum ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu Bab I, Bab II, Bab III,

Bab IV, dan Bab V, dimana masing-masing bab tersebut terbagi lagi menjadi

beberapa sub bab. Adapun uraian singkat dari bab-bab beserta sub bab tersebut,

sebagai berikut:

1. BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Keaslian Penelitian, Kegunaan Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini dibagi kedalam tiga sub bab besar yang selanjutnya

dibagi lagi menjadi sub-sub bab yang lebih kecil. Pada sub bab yang

pertama membahas mengenai Tinjauan Umum tentang Hakim

Pengawas dan Pengamat yang kemudian dibagi lagi kedalam sub-

sub bab Hakim dalam Sistem Peradilan Pidana, Pengertian Hakim

Pengawas dan Pengamat, Latar Belakang Dibentuknya Lembaga

Hakim Pengawas dan Pengamat, Dasar Hukum Pelaksanaan

Pengawasan dan Pengamatan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat,

Tugas dan Wewenang Hakim Pengawas dan Pengamat, Tujuan

Pengawasan dan Pengamatan, Pengawasan dan Pengamatan pada

Terpidana Bersyarat oleh Hakim Pengawas dan Pengamat. Pada sub

bab kedua membahas mengenai Tinjauan Umum tentang Tujuan

Pemidanaan. Sedangkan pada sub bab ketiga membahas mengenai

22

Tinjauan Umum tentang Pidana Bersyarat yang terdiri dari sub-sub

bab Pengertian Pidana Bersyarat, Sejarah Lembaga Pidana

Bersyarat, Dasar Hukum Pidana Bersyarat, Penjatuhan Pidana

Bersyarat, Manfaat Pidana Bersyarat, Relevansi Pidana Bersyarat

terhadap Tujuan Pemidanaan.

3. BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai jenis penelitian; bahan penelitian yang

terdiri darijenis dan sumber data, lokasi dan subyek penelitian, cara

penetuan sampel; cara pengumpulan data, alat pengumpulan data,

tahapan penelitian, dan analisis data.

4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas hasil penelitian dan analisis sebagai jawaban

dari rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni

mengenai faktor-faktor penyebab dari tidak dilaksanakannya

pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat

pada terpidana bersyarat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten

Madiun, dan dampak-dampak atau akibat-akibat (baik yuridis

maupun non yuridis) yang ditimbulkan dari tidak dilaksanakannya

pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat

pada terpidana bersyarat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten

Madiun.

5. BAB V PENUTUP

23

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini. Bab V

ini terdiri dari dua sub bab, yakni Kesimpulan dan Saran.

Kesimpulan tersebut membahas mengenai hasil kesimpulan dari

keseluruhan hasil penelitian, sedangkan Saran berisi mengenai saran

penulis bagi pelaksanaan pengawasan dan pengamatan oleh hakim

pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat.