19
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematika Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Bisa dikatakan dari deskripsi di atas bisa dikatakan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar) dan lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Menurut Russefendi (1988 : 23), Matematika terorganisasikan dari unsur- unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Reys - dkk (1984) mengatakan kalau Matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Dan berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dijabarkan bisa dikatakan kalau matematika adalah ilmu yang mengajarkan tentang ilmu yang mengajarkan tentang pola berpikir dan terdiri dari definisi maupun aksioma yang telah dibuktikan dan kebenarannya berlaku secara umum.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Hakikat Matematika

Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya

diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan

itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu

(knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya

yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir).

Bisa dikatakan dari deskripsi di atas bisa dikatakan matematika berarti ilmu

pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar) dan lebih menekankan

kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen

atau hasil observasi.

Menurut Russefendi (1988 : 23), Matematika terorganisasikan dari unsur-

unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil

di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena

itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Reys - dkk (1984) mengatakan

kalau Matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau

pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.

Dan berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dijabarkan bisa dikatakan

kalau matematika adalah ilmu yang mengajarkan tentang ilmu yang mengajarkan

tentang pola berpikir dan terdiri dari definisi maupun aksioma yang telah

dibuktikan dan kebenarannya berlaku secara umum.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

6

2.2. Hakikat Belajar

Slameto (2010:2) dengan bukunya yang berjudul: „Belajar dan faktor-

faktor yang mempengaruhi‟ Menurutnya, pengertian belajar adalah: “Suatu

proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya.”

Menurut Oemar Malik (2001:27) dalam bukunya yang berjudul: „Proses

Belajar Mengajar‟belajar adalah “Merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan

bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih

luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan

melainkan pengubahan kelakuan.”

Berdasarkanberbagai pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan

bahwa Belajar adalah suatu proses yang dilakukan menusia untuk mendapatkan

sesuatu yang baru yang bisa mempengaruhi perubahan tingkah laku di dalam diri

manusia. Bila telah selesai suatu usaha belajar tetapi tidak terjadi perubahan

kelakuan pada diri individu yang belajar, maka tidak dapat dikatakan bahwa pada

diri individu tersebut telah terjadi proses belajar.

2.3 Pembelajaran Konvensional

Di dalam dunia pendidikan di Indonesia, dikenal sebuah pembelajaran

yang dinamakan dengan pembelajaran konvensional. Pembelajaran ini

mempunyai nama lain yaitu pembelajaran ekspositori. Menurut Sanjaya dalam

Rusmono (2012: 66) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran ekspositori

dengan nama strategi pembelajaran langsung, karena dalam strategi ini materi

pembelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk

menemukan materi itu, karena materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Di dalam

kajian pembelajaran dalam penelitian ini, pembelajaran konvensional adalah

pembelajaran seperti biasa yang pada umumnya dilakukan oleh kebanyakan guru-

guru. Di dalam pembelajaran ini guru hanya berpusat untuk mengajarkan materi

yang sedang diajarkan, tanpa melihat atau membahas mengenai materi yang telah

lalu yang telah diajarkan.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

7

2.4. Teorema konektivitas Bruner

2.4.1. Pengertian dan penjelasan

Bruner dan Kenney (1963), dalam Bell (1978: 143-144), mengemukakan

teorema dalam proses belajar matematika (Theorems on Learning Mathematics).

Kedua ahli tersebut merumuskan empat teorema dalam pembelajaran matematika

yakni (1) teorema pengkonstruksian (construction theorem) yang memandang

pentingnya peran representasi terkait dengan konsep, prinsip, dan aturan

matematik, (2) teorema penotasian (notation theorem) yang mana representasi

akan menjadi lebih sederhana manakala dengan menggunakan simbol, (3) teorema

pengontrasan dan keragaman (theorem of contrast and variation) yang

memandang perlunya situasi yang kontras dan yang beragam, dan (4) teorema

koneksi (theorem of connectivity). Kelima teorema tersebut bekerja secara

simultan dalam setiap proses pembelajaran matematika. Teorema koneksi sangat

penting untuk melihat bahwa matematika adalah ilmu yang koheren dan tidak

terpartisi atas berbagai cabangnya. Cabang-cabang dalam matematika, seperti

aljabar, geometri, trigonometri, statistika, satu sama lain saling kait mengkait.

NCTM (2000: 64) menyatakan bahwa matematika bukan kumpulan dari

topik dan kemampuan yang terpisah-pisah, walaupun dalam kenyataannya

pelajaran matematika sering dipartisi dan diajarkan dalam beberapa cabang.

Matematika merupakan ilmu yang terintegrasi. Memandang matematika secara

keseluruhan sangat penting dalam belajar dan berfikir tentang koneksi diantara

topik-topik dalam matematika. Kaidah koneksi dari Bruner dan Kenney

menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam matematika.

Dan NCTM (2000: 64) juga merumuskan bahwa ketika siswa mampu

mengkoneksikan ide matematik, pemahamannya terhadap matematika menjadi

lebih mendalam dan tahan lama. Siswa dapat melihat bahwa koneksi matematik

sangat berperan dalam topik-topik dalam matematika, dalam konteks yang

menghubungkan matematika dan pelajaran lain, dan dalam kehidupannya. Melalui

pembelajaran yang menekankan keterhubungan ide-ide dalam matematika, siswa

tidak hanya belajar matematika namun juga belajar menggunakan matematika.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

8

Sehingga bisa disimpulkan bahwa teori ini memberikan pemahaman pada

anak bahwa konsep pada pelajaran matematika tidak berdiri sendiri-sendiri,

namun saling terkoneksi satu sama lain seperti yang dikatakan oleh NTCM bahwa

dengan teori ini, siswa tidak hanya belajar matematika namun juga belajar

menggunakan matematika.

2.4.2. Ilustrasi

Bruner dan Kenney (1963), dalam Bell (1978: 143-144) mengatakan

bahwa setiap prinsip dan konsep berhubungan. Salah satu contoh ilsutrasi yang

menjelaskan hal ini adalah ketika dalam pelajaran matematika, siswa mempelajari

tentang luas bangun daerah persegi panjang. Lalu setelah itu siswa mempelajari

tentang bilangan decimal. Dengan berdasarkan teorema pengaitan maka kedua

prinsip dari pelajaran tersebut, yaitu prinsip luas persegi panjang dan prinsip

decimal, maka bisa dibuat sebuah soal latihan yang bisa digunakan untuk

menunjukkan bahwa prinsip luas persegi panjang bisa digunakan dalam

penghitungan yang melibatkan penghitungan dengan menggunakan prinsip

decimal. Dan salah satu contoh soalnya adalah sebagai berikut

Sebuah persegi panjang mempunyai panjang 22,1 cm dan lebar 15,2 cm.

berapakah luas dari persegi panjang tersebut?

Dalam soal tersebut tertulis soal yang bertujuan untuk menghitung luas

dari sebuah persegi panjang, namun di dalam soal tersebut terdapat konsep

penghitungan decimal yang didapat dari panjang dan lebar dari persegi panjang

tersebut, sehingga prinsip decimal terimplementasi dalam prinsip luas persegi

panjang

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

9

2.5. Teorema Law of Exercise Thorndike

2.5.1. Pengertian dan penjelasan

Edward L. Thorndike (1921) dalam Britannica online (2012)

mengemukakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.

Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti

pikiran, perasaan, atau hal-hal yang dapat ditangkap melalui alat indera.

Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga

dapat berupa pikiran, persaan atau gerakan ( tindakan ). Dari definisi belajar

tersebut maka menurut Thorndike perubahan atau tingkah laku akibat kegitan

belajar itu dapat berujud kongkrit yaitu dapat diamati. Teori belajar stimulus

respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga Koneksionisme. Teori

ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan

hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum yang

dikemukakan Thorndike, yang mengakibatkan munculnya stimulus respon ini,

yaitu hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exsercise) dan

hukum akibat (law of effect).

Namun apa yang menjadi sorotan dalam penelitian ini hanyalah salah satu

hukum yang diutarakan oleh Thorndike yaitu hukum latihan atau yang dikenal

dengan law of exercise

Teori law of exercise Menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon

sering terjadi akibatnya hubungan akan semakin kuat. Sedangkan makin jarang

hubungan stimulus respon dipergunakan, maka makin lemahlah hubungan yang

terjadi. Hukum latihan pada dasarnya mengungkapkan bahwa stimulus dan respon

memiliki hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering

terjadi, dan makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi

akan bersifat otomatis.

Seorang siswa dihadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya

akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya

pada waktu sebelumnya. Kenyataan menunjukkan bahwa pengulangan yang akan

memberikan dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur,

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

10

bentuk pengulangannya tidak membosankan dan kegiatannya disajikan dengan

cara yang menarik.

Dari penjelasan di atas, inti yang bisa kita ambil adalah jika suatu hal

diulang terus menerus atau dilatih terus menerus maka hal yang dilatih tersebut

akan menjadi semakin kuat di dalam suatu individu.

2.5.2. Ilustrasi

Teori Thorndike ini menyatakan bahwa ketika suatu hal diulang secara

terus menerus dan memberikan hasil yang baik akan memberikan kecenderungan

yang baik, dengan kata lain, apabila suatu hal diulang-ulang pada suatu individu,

maka hal itu akan menjadikan individu tersebut semakin menguasai apa yang ia

pelajari, dan juga sebaliknya, apabila hal itu dibiarkan, maka itu akan menghilang

dari dalam suatu individu.

Bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari kita, bukan menjadi suatu

kejutan apabila terdapat lembaga-lembaga yang memberi latihan kepada anak-

anak seperti lembaga primagama, neutron, dan lain-lain. Lembaga-lembaga

tersebut menerapkan sistim latihan berdasarkan pada teori Thorndike.

2.6 Daya Ingat

2.6.1 Penjelasan

Daya ingat menjadi salah satu hal yang berperan serta di dalam hasil

belajar yang diperoleh siswa. Dan objek penelitian ini berpusat pada daya ingat.

Namun sebelum mempelajari daya ingat, ada baiknya kita melihat tentang

taksonomi bloom.

Lorin Anderson dan David R. Krathwohl (2010; 100) menyebutkan

tentang taksonomi bloom dalam dimensi kognitif:

Tabel 01 Dimensi Kognitif taksonomi Bloom

C.1. Mengingat (Remember) 1.1. Mengenali (recognizing)

1.2. Mengingat (recalling)

C.2. Memahami (Understand) 1.3. Menafsirkan (interpreting)

1.4. Memberi contoh (exampliying)

1.5. Meringkas (summarizing)

1.6. Menarik inferensi (inferring)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

11

1.7. Membandingkan (compairing)

1.8. Menjelaskan (explaining)

C.3. Mengaplikasikan (Apply) 1.9. Menjalankan (executing)

1.10. Mengimplementasikan

(implementing)

C.4. Menganalisis (Analyze) 1.11. Menguraikan (diffrentiating)

1.12. Mengorganisir (organizing)

1.13. Menemukan makna tersirat

(attributing)

C.5. Evaluasi (Evaluate) 1.14. Memeriksa (checking)

1.15. Mengritik (Critiquing)

C.6. Membuat Create) 1.16. Merumuskan (generating)

1.17. Merencanakan (planning)

1.18. (Memproduksi (producing)

Di dalam taksonomi bloom di atas bisa kita lihat mengenai beberapa

tingkat dimensi kognitif. Dan apa yang menjadi dasar dari taksonomi tersebut

adalah proses mengingat (remember). Mengingat merupakan proses kognitif

paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa

menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan

dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas

dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu mengenali

(recognizing) dan mengingat. Kata operasional mengetahui yaitu mengutip,

menjelaskan, menggambar, menyebutkan, membilang, mengidentifikasi,

memasangkan, menandai, menamai.

Krathwohl dalam A Revision of Bloom's Taxonomy: An Overview (2002)

mengatakan

“When the objective of instruction is to promote retention of the presented

material in much the same form in which it was taught, the relevant process

category is Remember.”

Mengingat melibatkan penerimaan pengetahuan yang relevan yang berasal

dari memori jangka panjang. Mengingat pengetahuan sangatlah penting untuk

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

12

pembelajaran yang berarti dan menyelesaikan masalah, pengetahuan tersebut

sangat berguna bila digunakan di dalam tugas yang lebih kompleks.

Sehingga bisa dikatakan, mengingat merupakan hal yang paling dasar dari

dimensi kognitif, mengingat hal itu adalah dasar agar bisa mencapai proses

dimensi kognitif yang lebih tinggi.

Lorin W. Anderson dan Krathwohl (2001) juga mengungkapkan bahwa

terdapat 2 buah aspek di dalam aspek mengingat itu sendiri yaitu

a. Mengenali

Hal ini adalah suatu kegiatan dimana suatu individu mengambil

pengetahuan yang mereka butuhkan dalam brankas memori jangka

panjangnya untuk membandingkannya dengan informasi yang baru

saja diterima

b. Mengingat kembali

Sedangkan proses mengingat kembali merupakan kegiatan dimana

suatu individu mengambil pengetahuan dimana soal yang

dikerjakannya menghendaki demikian.

2.6.2. Pentingnya Daya Ingat

Ketika tujuan dari instruksi adalah untuk meningkatkan retensi materi

yang disajikan dalam banyak bentuk yang sama di mana ia diajarkan, kategori

proses yang relevan adalah mengingat. Mengingat melibatkan penerimaan

pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. Mengingat pengetahuan

sangat penting untuk pembelajaran bermakna dan pemecahan masalah ketika

pengetahuan yang digunakan dalam tugas-tugas yang lebih kompleks. Misalnya,

pengetahuan tentang ejaan yang benar dari kata-kata bahasa Inggris umum sesuai

dengan tingkat kelas tertentu diperlukan jika seorang siswa diharuskan untuk bisa

menulis esai.

Selain itu, mengingat adalah suatu hal yang paling dasar yang ada di dalam

taksonomi bloom edisi revisi, dan menurut Krathwohl (2002) suatu indvidu tidak

akan mencapai kemajuan dalam berpikirnya apabila tidak memenuhi aspek yang

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

13

paling dasar dalam taksonomi bloom, yaitu mengingat, baik itu dalam hal

mengenali maupun dalam hal mengingat kembali.

Di dalam pelajaran matematika, sangatlah penting untuk memahami

konsep dari apa yang telah diajarkan di dalamnya. Supaya bisa memahami

pelajaran yang telah lalu, diperlukan proses “mengingat” kembali materi yang

telah disampaikan sebelumnya supaya materi tersebut bisa kembali dipahami.

Sehingga daya ingat menjadi sangat penting di dalam pelajaran matematika.

2.6.3. Mengukur daya ingat

Mengingat daya ingat adalah hal yang paling mendasar dari dimensi

kognitif dalam taksonomi bloom dan taksonomi bloom digunakan untuk

penerimaan pengetahuan kognitif (Krathwol, 2002), melalui hal tersebut daya

ingat bisa kita ukur melalui hasil belajar yang didapat oleh anak melalui tes yang

diberikan.

Seperti yang dikatakan Uno (2008:213) dalam bukunya bahwa hasil

belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap dalam diri seseorang

dikarenakan adanya interaksi seseorang dengan lingkungannya. Pendapat ini

sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Suprijono (2009:7) bahwa hasil belajar

adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya seluruh aspek potensi

kemanusiaan saja.

Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiyono (2006:3) hasil belajar

merupakan hal yang dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari

sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik

bila dibandingkan pada saat sebelum belajar, sedangkan dari sisi guru adalah

bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa

menerimanya.

Dari beberapa pengertian yang didapat dari para ahli yang telah

dipaparkan sebelumnya bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku

maupun pikiran yang didapat setelah menerima suatu pembelajaran. Perubahan

tersebut merupakan perubahan progresif yang diharapkan mengarah ke arah yang

lebih baik. Perubahan ini tentunya setelah siswa berinteraksi dengan

lingkungannya yang diukur melalui tes, tugas, pengamatan, atau evaluasi.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

14

Sehubungan dengan variabel yang ada di dalam penelitian ini, yaitu daya

ingat, berhubung daya ingat masuk ke dalam salah satu perilaku kognitif yang

secara gamblang telah dijabarkan dan dijelaskan dalam taksonomi bloom edisi

revisi (Krathwol, 2002) sebagai hal paling dasar bagi setiap individu untuk

melangkah ke proses yang lebih tinggi, maka daya ingat menjadi salah satu tolok

ukur perubahan perilaku manusia di dalam dimensi kognitif.

Sejauh ini, yang digunakan untuk menguji pengetahuan adalah tes

formatif. Sedangkan untuk kriteria kelulusan yang digunakan menggunakan nilai

KKM yang telah ditentukan dari sekolah yang diteliti.

2.7. Penerapan Perpaduan Kedua Teori

2.7.1 Perpaduan Teori

Kedua teori tersebut adalah teori terpisah, namun di dalam penelitian ini,

kedua teori tersebut akan dipadukan. Apa yang perlu diperhatikan dari pemaduan

kedua teori ini bukanlah menggabungkan secara harafiah, namun pada teknis

pengimplementasiannya.

Di dalam teorema konektivitas Bruner disebutkan bahwa terdapat

pengaitan antar satu prinsip dengan prinsip yang lain. Hal ini diaplikasikan pada

soal-soal yang latihan yang akan dikerjakan oleh anak. Untuk lebih jelasnya mari

kita lihat contoh dari pengaplikasian teorema konektivitas Bruner pada penjelasan

berikut.

Di dalam Standar isi matematika disebutkan di semester 1 dalam standar

kompetensi ke-3 pada kelas 5 di kompetensi dasar 3.1 menyebutkan tentang

bagaimana anak harus bisa menghitung luas layang-layang maupun trapezium.

Sehingga secara logika, bisa dikatakan apabila anak kelas 5 sudah mencapai

semester ke-2 dalam tahun ajaran tersebut, pastilah ia bisa menghitung bagaimana

luas trapezium maupun luas layang-layang.

Lalu kita lihat pada semester ke-2 pada standar kompetensi ke-5 di dalam

kompetensi dasar 5.3, disebutkan bahwa setiap anak harus bisa mengalikan dan

membagi berbagai bentuk pecahan. Di dalam KD ini, kita dapat mengaplikasikan

teori Bruner tentang dalil/teorema pengaitan. Kita lihat dalam soal berikut

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

15

Soal:

Sebuah trapezium mempunyai ukuran sebagai berikut

Hitunglah luas dari trapesium tersebut!

Di dalam soal tersebut, kita bisa melihat pengaitan antara KD 3.1 dan KD

5.3 dan dengan hal itu, maka teorema pengaitan Bruner bisa teraplikasikan.

Sedangkan untuk penerapan teori Thorndike tentang law of exercise atau

yang lebih dikenal dengan nama hukum latihan sudah dilakukan oleh lembaga-

lembaga yang berkaitan dengan persiapan-persiapan ujian nasional di Indonesia,

yaitu dengan memberi anak-anak latihan terus menerus sehingga anak terbiasa

untuk mengerjakan soal tersebut dan akhirnya anak menjadi terprogram untuk

bisa mengerjakan soal tersebut. Namun apa yang perlu diperhatikan di sini adalah

penerapan teori milik Thorndike di sini dilakukan secara implicit, dimana siswa

diharapkan tidak menyadari bahwa mereka sedang tidak dilatih. Di dalam suatu

pelajaran matematika, dalam 2 jam, satu jam akan digunakan untuk latihan soal-

soal yang berkaitan dengan pelajaran yang dipelajari hari ini. Dan hal itu akan

menjadi pengaplikasian teori Thorndike, dimana anak-anak akan berlatih tentang

apa yang telah dipelajari. Dan poin yang perlu diambil dari penelitian ini adalah

soal-soal yang digunakan dalam latihan tersebut akan diberi satu atau dua soal

yang di dalamnya diberikan prinsip dalam teori Bruner. Dan hal ini akan

dilakukan secara terus menerus sampai kepada waktu untuk post-test. Inilah

pengaplikasian teori Thorndike dalam penelitian ini.

Untuk contoh lebih jelasnya mari kita lihat contoh sistem yang akan

digunakan dalam penerapan teori

Contoh

Pertemuan 1: pembelajaran tentang KD 5.2 tentang Menjumlahkan dan

mengurangkan berbagai bentuk pecahan

1/5 cm

12 cm

10 cm

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

16

Soal soal yang digunakan

1. 1/5 + 2/5

2. 4/25 + 1/4

3. 2/3 + 1/4

4. 5/36 + 4/27

5. 3/5 + 1/8 – 2/4

Pertemuan 2: pembelajaran tentang KD 5.3 tentang Mengalikan dan membagi

berbagai bentuk pecahan

Soal-soal yang digunakan

1. 1/5 x 2/5

2. 4/25 x 1/4

3. 2/3 x 1/4

4. S = 5/36 km

t = 4/27 jam

v = ……………… km/jam

5.

Carilah luas dari trapezium tersebut!

Mari kita lihat contoh di atas dalam butir soal yang diberi garis bawah dan

bercetak tebal. Pada contoh soal di minggu pertama kita bisa melihat bahwa itu

adalah soal tentang KD 5.2 tentang Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai

10 cm

1/5 cm

12 cm

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

17

bentuk pecahan lalu kita lihat pada butir soal no.4 di minggu pertama, terdapat

soal yang berdasar pada KD 1.2 tentang menggunakan faktor prima untuk

menentukan KPK dan FPB dan pada butir soal no.5 di minggu pertama terdapat

soal yang berdasar pada KD 1.3 tentang Melakukan operasi hitung campuran

bilangan bulat

Dan pada soal yang terdapat pada minggu ke-2 kita bisa melihat pada butir

soal no.4 dimana terdapat soal yang berdasar pada KD 2.5 tentang Menyelesaikan

masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan kecepatan dan butir soal no.5

terdapat KD 3.1 tentang Menghitung luas trapesium dan layang layang.

Dan hal yang perlu diperhatikan adalah penerapan teori Bruner di dalam soal-

soal tersebut, memang soal tersebut membahas tentang KD yang sebelumnya dan

berbeda dengan apa yang diajarkan hari ini, namun hal itu justru memperlihatkan

bagaimana teori Bruner teraplikasi, soal-soal tersebut menunjukkan KD

sebelumnya, tapi hal itu tersambung dengan apa yang diajarkan hari ini, seperti

contoh soal di minggu 1 yang mengajarkan tentang KD 5.2 tentang

Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan yang dihubungkan

dengan KD1.2 dan KD 1.3 dan soal di minggu ke-2 yang mengajarkan tentang

KD 5.3 tentang Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan namun tetap

terkoneksi dengan KD 2.5 dan KD 3.1, dan dengan tersebut, teori Bruner dengan

jelas bisa teraplikasikan.

Hal ini akan dilakukan dalam setiap pelajaran yang dilaksanakan dengan

berdasar teori Thorndike tentang hukum latihan, yaitu berlatih setiap kali

pelajaran matematika berlangsung dan akan terus dilakukan hingga waktu post-

test. Dan porsi yang diberikan pun hanya sedikit, seperti dalam contoh dalam 5

butir soal, mungkin hanya terdapat 1 atau 2 soal.

Penerapan seperti ini dilakukan guna mencegah terjadinya stress pada anak,

dimana anak kadang menjadi jenuh untuk mengerjakan. Porsi di dalam penerapan

metode ini sangatlah sedikit dibanding hal yang biasa dilakukan oleh lembaga-

lembaga yang menerapkan teori hukum latihan milik Thorndike ini. Dan

diharapkan dengan menggunakan teori ini, anak tetap dapat mengingat pelajaran-

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

18

pelajaran yang sebelumnya tanpa merasa terbebani akibat latihan-latihan yang

begitu intensif.

2.7.2. Penerapan Teori

Siswa kelas yang akan dijadikan objek penelitian akan diberikan latihan

soal seperti biasa, namun apa yang berbeda ialah di dalam setiap latihan soal yang

mereka kerjakan terdapat satu atau dua soal yang menggunakan prinsip dari teori

konektivitas milik Bruner. Dan hal itu akan dilakukan terus menerus dalam setiap

pelajaran matematika yang mereka lalui hingga nanti saat dilakukan post-test

dalam penelitian ini.

2.7.3. Penjelasan penerapan Teori dalam pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan penerapan teori

Bruner dan teori milik throndike

Kedua teori ini diterapkan dalam setiap pelajaran matematika yang berlangsung,

penerapannya bisa kita lihat seperti langkah-langkah berikut ini:

1. Guru memulai pelajaran dengan materi yang memang akan disampaikan

hari itu.

Guru memberikan dan menjelaskan materi matematika yang memang akan

dijelaskan hari itu, misalkan pada hari itu pelajaran matematika akan

membahas tentang Kompetensi dasar 5.3 dimana KD tersebut membahas

tentang membagi dan membahas tentang pecahan, maka pelajaran akan

berlangsung sepert biasa tanpa adanya suatu perubahan yang berarti

2. setelah itu, maka akan diterapkan teori Thorndike yaitu teori tentang

hukum latihan. Teori ini akan diterapkan dalam latihan soal yang akan

dikerjakan oleh anak pada setiap pelajaran matematika, sehingga pada

setiap pelajaran matematika, guru harus menyisihkan sebagian waktu

dalam pelajaran untuk digunakan sebagai latihan bagi anak-anak. Dan

disinilah penerapan teori Thorndike dilakukan.

3. Di dalam latihan soal tersebut, anak akan diberikan soal yang berisi

tentang pelajaran yang diberikan hari ini.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

19

4. Dan ketika aktivitas ini dilakukan, yaitu latihan soal, teori Bruner pun

diberikan di dalam pemberian soal yang digunakan sebagai latihan.

Misalkan di dalam latihan soal terdapat 10 soal, maka akan diberikan 2

atau 3 buah soal yang berisi tentang penerapan teori Bruner yaitu tentang

teori koneksionisme atau teori pengaitan seperti yang telah dipaparkan

sebelumnya.

2.7.4 Penerapan Perpaduan Teori Bruner dan Teori Thorndike di dalam

Standar Proses

Tabel 02 Penerapan dalam standar proses

NO Eksplorasi

1 Guru menjelaskan secara singkat tentang materi yang akan diajarkan

di hari ini

2 Guru melakukan apersepsi untuk memulai pelajaran

3 Guru menanyai anak mengenai apakah bentuk dari bangun yang

ditunjukkan oleh guru

NO Elaborasi

1 Guru menerangkan kepada anak tentang bentuk bangun yang dibawa

2 Guru menerangkan kepada anak mengenai sifat – sifat dari bangun

segitiga

3 Guru menerangkan kepada anak mengenai sifat – sifat dari bangun

persegi panjang

4 Guru memberikan tugas pekerjaan kelas kepada anak mengenai

materi yang dipelajari hari ini (terlampir)*

NO Konfirmasi

1 Guru bersama peserta didik melakukan refleksi tentang pelajaran hari

ini

2 Guru bersama peserta didik menarik kesimpulan dari pelajaran di hari

ini

3 Guru memberikan pekerjaan rumah kepada peserta didik

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

20

*ini adalah proses dimana kedua teori diterapkan dalam pembelajaran, setiap

anak akan dirangsang ingatannya terhadap materi-materi yang telah lalu.

Sehingga anak akan lebih bisa mengingat dengan lebih baik materi yang telah

lalu.

2.8. Kerangka Pikir Penelitian

Matematika merupakan ilmu dasar yang ada hampir di sekolah manapun

di Indonesia. Pembelajaran matematika sering dianggap susah apabila sudah

menyangkut mengenai hal mengingat pelajaran yang lalu. Hal ini dikarenakan

kurangnya pengaplikasian setiap prinsip dalam bab yang lain, sehingga yang

terjadi adalah ketika satu bab telah selesai dan biasanya ditandai dengan adanya

ulangan harian, maka otak anak seperti terprogram untuk menghapus memori

tentang pengetahuan yang telah mereka terima mengenai bab yang telah mereka

lalui tadi. Padahal, pelajaran-pelajaran tersebut tidak boleh dilupakan begitu saja,

karena tujuan pokok dari matematika sendiri seperti yang telah dipaparkan dalam

sub bab pengertian matematika adalah supaya siswa bisa menerapkan matematika

itu di dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Bruner (1963), dalam Bell (1978: 143-144) memberikan sebuah solusi

tentang bagaimana mengingat kembali pelajaran yang telah mereka lalui

sebelumnya, solusi ini dinamakan sebagai teorema pengaitan atau yang dikenal

dengan teorema konektivitas. Teorema konektivitas adalah teorema yang

menyebutkan bahwa setiap prinsip dalam pelajaran matematika adalah prinsip

yang saling berhubungan. Teorema ini akan dilaksanakan berdasarkan teori milik

Thorndike (1921) yaitu teori law of exercise dimana teori ini mengatakan apabila

suatu hal yang dilakukan terus menerus akan menjadi semakin kuat di dalam suatu

individu dan hal yang dibiarkan terus menerus akan menjadi semakin melemah

bahkan hilang dari individu itu sendiri.

Prinsip pelaksanaan terapi dalam penelitian ini dilakukan setiap kali

pelajaran matematika berlangsung. Setiap pelajaran matematika akan diberikan

latihan soal, dan kesempatan ini akan digunakan untuk melaksanakan teori Bruner

yang telah dijelaskan sebelumnya dan siswa secara tidak langsung selain mereka

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

21

bisa latihan, mereka juga terus berlatih tentang pelajaran-pelajaran yang telah

diberikan sebelumnya.

Di dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan daya ingat yang

didapatkan dari hasil belajar antara kelas control dan kelas eksperimen. Dimana

kelas control hanyalah kelas yang menerima pre-test dan post-test tanpa menerima

perlakuan penerapan kedua teori dan kelas eksperimen adalah kelas yang juga

menerima pre-test dan post-test namun ketika jangka waktu antara pre-test dan

post-test mereka diberi sebuah perlakuan penerapan kedua teori yang telah

dipaparkan. Jika daya ingat yang diukur melalui hasil belajar yang didapat dari

kelas eksperimen memperoleh hasil yang lebih tinggi daripada kelas control, maka

penggunaan kedua teori tersebut efektif dalam meningkatkan daya ingat siswa

mengenai pelajaran matematika kelas 5. dan gambar dari kerangka berpikir

tersebut bisa kita lihat dalam gambar berikut ini:

Bagan 01 Kerangka pikir penelitian

Siswa yang masih kesulitan dalam hal mengingat pelajaran

matematika yang telah diajarkan di dalam materi – materi yang lalu

Pemberian terapi dengan menggunakan teori Bruner dan teori

Thorndike yang akan merangsang daya ingat anak

Siswa yang telah diberikan terap diharapkan lebih mudah mengingat

pelajaran matematika yang telah diajarkan di dalam materi – materi

yang lalu

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

22

2.9. Kajian penelitian yang relevan

2.9.1. Kajian yang relevan mengenai teori Bruner

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sugiman (2008) di sebuah SMP di

Yogyakarta, koneksi dalam matematika sangat dibutuhkan, seperti yang dikatakan

oleh Sugiman (2008), “Kemampuan koneksi matematik merupakan kemampuan

mendasar yang hendaknya dikuasai siswa. Kemampuan koneksi merupakan

kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa dalam belajar matematika. Dengan

memiliki kemampuan koneksi matematika maka siswa akan mampu menlihat

bahwa matematika itu suatu ilmu yang antar toiknya saling kait mengkait serta

bermanfaat dalam dalam mempelajari pelajaran lain dan dalam kehidupan.” Dan

berdasar hal itu, bisa dikatakan bahwa teori koneksi dalam amtematika merupakan

hal yang wajib yang harus dilakukan, karena itu berhubungan dengan pola pikir

setiap anak itu sendiri.

2.9.2. Kajian Penelitian Yang Relevan mengenai teori Thorndike

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kasriyati dalam tugas akhir yang

berjudul Upaya meningkatkan prestasi belajar siswa pada pembelajaran IPA

melalui latihan berulang dan eksperimen secara kerja kelompok bagi siswa kelas

III SD Negeri Kalangrejo Kec. Kunduran Tahun pelajaran 2009/2010, Kasriyati

menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar yang signifikan pada

kelas yang di dalamnya diterapkan metode latihan berulang, dimana pada kondisi

awal terdapat 7 anak yang tuntas menjadi 12 siswa pada siklus 1 dan berubah

menjadi 17 siswa atau 100% tuntas pada siklus ke-3.

2.10. Hipotesis

Berdasarkan akan apa yang telah dipaparkan di bab-bab sebelumnya,

peneliti mengemukakan hipotesis penelitian yaitu teori konektivitas Bruner dan

teori law of exercise milik Thorndike dapat mempengaruhi peningkatan daya

ingat siswa terhadap matematika sebagai berikut:

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Hakikat Matematikarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3789/3/T1_292009042_BAB II.pdf · menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam

23

a. Hipotesis nol

H0: X1 = X2 yaitu dimana rata- rata hasil belajar matematika kelas

eksperimen sama dengan rata-rata hasil belajar kelas kelas control.

Artinya, tidak ada perbedaan efektivitas penerapan kedua teori dalam

pembelajaran matematika kelas 5.

b. Hipotesis alternatif

H1: X1 > X2 yaitu dimana rata- rata hasil belajar matematika kelas eksperimen

lebih besar dari rata-rata hasil belajar kelas kelas control. Artinya, tidak ada

perbedaan efektivitas penerapan kedua teori dalam pembelajaran matematika

kelas 5.