28
13 BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN KONSELING PRAPERNIKAHAN Pada bab II ini penulis akan membahas mengenai landasan teori yang digunakan untuk menganalisa data. Teori tersebut ialah teori konseling multikultural dan teori konseling prapernikahan yang pembahasannya mencangkup pemahaman, karakteristik, dan tujuan. 2.1 Pemahaman Konseling Multikultural Masyarakat pada umumnya mengenal yang namanya budaya sebagai akibat dari interaksi antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga, pendidikan dan masyarakat. Budaya juga dikenal pada tataran subkultur yang meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasaan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh masyarakat. 1 Setiap manusia pasti memiliki sikap yang berbeda karena situasi atau keadaannya, pengalamannya dan kepribadiannya yang unik. Dari pemahaman seperti ini, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dianggap sebagai proses individual dalam masyarakat dan kelompok, sehingga tidak ada seseorang pun yang memiliki budaya yang sama dengan budaya individu lainnya. 2 Pernyataan tentang tidak ada seseorang yang memiliki budaya yang sama dengan budaya individu lainnya, itu berarti bahwa masyarakat hidup dengan multikultural atau banyak budaya. Dalam budaya pada umumnya masyarakat memiliki kesamaan nilai-nilai yang diakui, dimana manusia berhak menentukan hidupnya sendiri, manusia mempunyai kebebasan, manusia anti dengan peperangan dan manusia mementingkan perdamaian. Nilai-nilai tersebut hanya dimiliki oleh masyarakat atau suku/etnis tertentu dan tentunya berbeda dari kelompok atau bangsa yang 1 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 63. 2 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 63.

BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

13

BAB II

KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN KONSELING

PRAPERNIKAHAN

Pada bab II ini penulis akan membahas mengenai landasan teori yang digunakan untuk

menganalisa data. Teori tersebut ialah teori konseling multikultural dan teori konseling

prapernikahan yang pembahasannya mencangkup pemahaman, karakteristik, dan tujuan.

2.1 Pemahaman Konseling Multikultural

Masyarakat pada umumnya mengenal yang namanya budaya sebagai akibat dari interaksi

antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga, pendidikan dan masyarakat.

Budaya juga dikenal pada tataran subkultur yang meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan,

kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasaan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

masyarakat.1 Setiap manusia pasti memiliki sikap yang berbeda karena situasi atau keadaannya,

pengalamannya dan kepribadiannya yang unik. Dari pemahaman seperti ini, dapat disimpulkan

bahwa kebudayaan dianggap sebagai proses individual dalam masyarakat dan kelompok,

sehingga tidak ada seseorang pun yang memiliki budaya yang sama dengan budaya individu

lainnya.2

Pernyataan tentang tidak ada seseorang yang memiliki budaya yang sama dengan budaya

individu lainnya, itu berarti bahwa masyarakat hidup dengan multikultural atau banyak budaya.

Dalam budaya pada umumnya masyarakat memiliki kesamaan nilai-nilai yang diakui, dimana

manusia berhak menentukan hidupnya sendiri, manusia mempunyai kebebasan, manusia anti

dengan peperangan dan manusia mementingkan perdamaian. Nilai-nilai tersebut hanya dimiliki

oleh masyarakat atau suku/etnis tertentu dan tentunya berbeda dari kelompok atau bangsa yang

1 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 63. 2 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 63.

Page 2: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

14

lain.3 Nilai budaya yang dianut oleh masyarakat dianggap sebagai sebuah kebenaran yang mutlak

dan mereka meyakini bahwa apa yang dianggap benar itu dapat dijadikan pegangan atau panutan

dalam menjalani hidup sehari-hari. Selain itu, dari nilai budaya yang dimiliki tersebut diyakini

dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan masalah yang terjadi dalam satu kelompok

suku/etnis. 4

Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap individu dalam sebuah masyarakat memiliki

perbedaan kepribadian, ide, nilai, rasa, dan tujuan.5 Oleh karena itu, setiap individu tidak selalu

cocok dengan individu lain dan itulah yang kerap kali menjadi pemicu timbulnya perpecahan

atau konflik. Untuk menyelesaikan masalah di dalam masyarakat diperlukan konseling dengan

mengunakan pendekatan konseling multikultural. Awal dari adanya gerakan konseling

multikultural adalah dari munculnya kelompok budaya yang merasa terpinggirkan, seperti Afrika

Amerika, Asia, dan Indian Amerika.6 Kelompok-kelompok inilah yang dianggap perlu untuk

mendapatkan kepedulian dari seorang konselor yang memiliki pengetahuan tentang nilai-nilai

dan norma dari suatu budaya, yang tentu saja sangat mempengarui proses konseling.

Pengetahuan yang dimaksud adalah bagaimana norma dan nilai-nilai suatu budaya dapat

mempengarui kepribadian seseorang.7

Konseling merespon multikulturalisme dengan menggunakan dua cara, yaitu pendekatan

konseling yang bersifat monokultural. Pendekatan ini didesain dan diaplikasikan dalam konteks

masyarakat barat. Pada tahun 1960 dan 1970, konseling berusaha untuk bereaksi terhadap adanya

tekanan politik, legislatif, dan personal yang bersumber dari gerakan persamaan kesempatan dan

3 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 65. 4 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 66. 5 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 66. 6 Multicultural and Social Justice Counseling Competencies: Guidelines for the Counseling Profession, 31. 7 A National Survey on Multicultural Competence for Professional Counselors: A Replication Study, 203.

Page 3: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

15

perdebatan seputar rasisme dan persamaan hak untuk mengembangkan strategi demi membangun

kesadaran yang lebih besar terhadap isu kultural dalam pendidikan dan praktis konseling.

Tahapan ini kemudian menghasilkan banyak literatur dalam bidang pendekatan konseling

dan psikoterapi terhadap adanya isu silang budaya, transkultural dan interkultural.8 Respon yang

pertama ini adalah usaha untuk menghubungkan dimensi budaya ke dalam konseling. Respon

kedua muncul dari adanya kesadaran akan perbedaan kultur yang berjuang untuk membangun

pendekatan konseling dan menempatkan konsep kultur sebagai citra person nya.9 Inti dari

konseling multikultural menurut Falicov adalah sensitivitas terhadap berbagai cara yang

memungkinkan fungsi kultur dan interaksi terleburkan menjadi kepedulian tentang pengalaman

kultural orang lain.10

Ramirez berpendapat bahwa konseling multikultural adalah tantangan untuk hidup dalam

masyarakat multikultural. Tujuan utama dalam menghadapi klien yang berbeda etnis adalah

mengembangkan fleksibilitas kultural. Kelompok etnis yang dominan merasakan

ketidaksesuaian antara siapa diri kita dan apa yang diharapkan orang lain dari kita. Oleh karena

itu pendekatan yang digunakan oleh Ramirez adalah penyesuaian gaya dan pemahaman kultural

klien oleh konselor di pertemuan awal, kemudian mendorong untuk mencoba berbagai bentuk

perilaku kultural. Pendekatan ini membutuhkan fleksibilitas kultural dan kesadaran diri tingkat

tinggi dalam diri. Pendekatan penting lainnya adalah fokus pada hubungan antara persoalan

personal dan realitas sosial/politik. Dalam hal ini klien tidak hanya dipandang dari segi psikologi

8 John McLeod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, (Jakarta: Kencana, 2006), 273-274. 9 John McLeod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, 274. 10John McLeod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, 275.

Page 4: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

16

murni, tetapi juga dipahami sebagai anggota aktif dari kultur, dimana pengalaman, perasaan dan

identitas dari klien dibentuk oleh lingkungan kultur.11

Istilah konseling berasal dari bahasa Inggris to counsel, yang secara harafiah memiliki

arti memberi arahan atau nasihat. Orang yang melakukan konseling disebut sebagai konselor.

Dalam bahasa Inggris, konselor mempunyai arti penasihat dalam hubungan dengan tugas ahli-

ahli hukum.12

Konseling menempatkan konselor selalu bersentuhan dengan apa yang disebut

relasi terhadap sesamanya. Relasi yang mendalam hanya dapat dibangun jika konselor

memandang orang yang mengalami masalah itu sangat berharga. Dalam arti orang tersebut

bukan hanya sekedar dikasihani, tetapi dicintai. Oleh sebab itu, konseling adalah proses

pertolongan antara konselor dan konseli/klien dengan maksud bukan hanya untuk membantu

meringankan masalah dari konseli, tetapi memberdayakannya.13

Dalam proses konseling yang

telah dibangun antara konselor dan konseli harus ada kasih sebagai satu dasar agar tercipta relasi

yang baik dan juga dapat menimbulkan nilai spiritual.14

Untuk mewujudkannya dibutuhkan rasa

empati atau perasaan yang mendalam untuk memahami dunia orang lain.15

Konseling adalah suatu fungsi yang bersifat memperbaiki, yang dibutuhkan ketika orang

mengalami krisis yang merintangi pertumbuhannya. Seseorang membutuhkan penggembalaan

sepanjang hidupnya, tetapi mungkin orang hanya membutuhkan konseling ketika mengalami

krisis yang hebat.16

Konseling harus memberikan nuansa berbeda dari biasanya, dimana tidak

hanya memampukan seseorang keluar dari masalahnya, tetapi dapat meyakinkan seseorang

untuk mengembangkan dimensi spiritualnya, sehingga seseorang dapat lebih bertumbuh,

11 John McLeod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, 286. 12 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 67. 13 J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 1. 14 J.D. Engel, Konseling suatu Fungsi Pastoral, (Salatiga: Tisara Grafika, 2007), 2. 15 J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 49. 16 Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 32.

Page 5: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

17

berkembang dan kreatif. Melalui pengembangan spiritualnya seseorang dapat

memperbaiki,membangun, dan membina hubungan dengan sesamanya.17

Pada saat ini yang menjadi hambatan konseling adalah salah satu kenyataan pengalaman

yang menguatkan dugaan bahwa penerapan konseling tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan

budaya yang berlangsung di masyarakat dan berujung pada benturan dan kesenjangan konseling

dalam masyarakat plural. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor memahami kultur lama yang

melekat pada karakter ilmu pengetahuan yang seringkali begitu saja diterapkan tanpa melihat

falsafah, nilai-nilai darimana ilmu pengetahuan itu berasal, karena kemungkinan ada perbedaan

atau bahkan bertentangan. Begitu juga dengan metode yang lebih menekankan pada paradigm

berpikir psikologi, yaitu pemenuhan kebutuhan, kompetensi intrapersonal dan interpersonal

tanpa melihat individu sebagai makhluk berbudaya.18

Tanpa kita sadari pemahaman sosio-

kultural sangat diperlukan dalam menyikapi dilema konseling terhadap dinamika masyarakat

plural dengan nilai-nilai hidup yang dimilikinya dan perubahan sosial yang semakin cepat. Bisa

dikatakan sebagai makhluk sosial dan berbudaya, setiap manusia dan komunitas pasti memiliki

falsafah hidup dan nilai spiritual yang berkembang dalam keragaman potensi dan keunikan untuk

membangun suatu pendekatan konseling yang kontekstual.19

2.1.1. Karakteristik Konseling Multikultural

Menurut Van Beek konseling diartikan sebagai seorang yang berusaha menolong orang

lain melalui pendekatan psikologis dengan maksud untuk meringankan penderitaan konseli atau

orang yang ditolong. Pendapat Beek ini didukung juga dengan adanya pendapat dari Adhiputra

yang mempertegas adanya hubungan antar budaya yang beragam. Konseling melibatkan

17 J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 10. 18 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 14. 19 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 16.

Page 6: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

18

konselor dan konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan dapat memicu

terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor sehingga proses konseling menjadi tidak efektif.

Jika konseling ingin berjalan dengan efektif, maka karakteristik yang dibutuhkan oleh konselor

adalah :

a. Memiliki kepekaan terhadap budaya dan keterampilan-keterampilan yang responsif

secara budaya.20

Menurut penulis, sekalipun konselor dan konseling berbeda budaya,

tetapi proses konseling harus tetap berjalan. Karena jika kita mau menolong konseli, latar

belakang budaya bukanlah sesuatu yang penting untuk dipertanyakan atau

dipermasalahkan. Justru kitalah yang harus peka dengan budaya konseli agar proses

konseling dapat menjadi perjumpaan budaya.

b. Selanjutnya perlu adanya pemahaman yang tepat atas nilai-nilai budaya yang telah

menjadi keyakinan dan menjadi pola perilaku individu. Dalam konseling sendiri

penemuan dan pemahaman konselor dan konseli terhadap akar budaya menjadi sangat

penting. Karena dengan cara seperti ini mereka dapat melakukan evaluasi diri masing-

masing sehingga terjadi pemahaman terhadap identitas dan keunikan cara pandang

masing-masing.21

c. Kunci keberhasilan konseling adalah kemampuan yang tepat terhadap pengalaman-

pengalaman budaya tradisional sebagai suatu sumber perkembangan pribadi. Budaya

yang dimaksud adalah segala pengalaman yang memfasilitasi individu berkembang baik

secara sadar ataupun tidak. Hal yang dimaksudkan tidak disadari menurut Jung adalah

20 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 67-68. 21 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 69.

Page 7: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

19

ketidaksadaran kolektif, yaitu nilai-nilai budaya yang diturunkan dari generasi ke

generasi.22

d. Untuk melakukan proses konseling multikultural dalam konteks masyarakat yang

multibudaya, maka diperlukan strategi dan pola pendekatan yang terstruktur serta

konstruktif agar dapat menolong konseli menjalani kehidupannya.23

Berdasarkan karakteristik di atas, tidak bisa dihindarkan bahwa budaya memainkan peran

yang sangat penting dalam membentuk pengertian kita tentang diri dan identitas. Budaya

memiliki pengaruh yang besar dalam konteks kehidupan manusia. Perbedaan budaya terbentuk

didasarkan pada sistem dan aturan kehidupan yang dijalani oleh manusia atau kelompok orang

dalam komunitasnya, lingkungan tempat tinggal dan sifatnya sendiri sebagai atributnya, maupun

oleh perilaku, pikiran dan perasaan di masa lalu serta perilaku, pikiran dan perasaan di masa

depan.24

Menurut penulis konseling multikultural merupakan sebuah pendekatan yang baru

dalam pelayanan konseling pastoral dan ini menjadi sesuatu yang unik. Dikatakan unik karena

pendekatan ini melibatkan beberapa ilmu, seperti antropologi budaya, psikologi, dan sosiologi.

2.1.2 Tujuan Konseling Multikultural

Bentuk dari konseling didasarkan pada konseling yang bersifat one to one atau tatap

muka, dimana orang yang terlibat di dalamnya hanyalah konselor dan klien. Bentuk konseling

seperti ini masih mempertahankan kemurniannya yang prinsip serta prosesnya telah

teridentifikasi dan terdokumentasi dengan baik.25

Seiring berjalannya waktu muncullah bentuk-

bentuk konseling yang lain antara lain, konseling kelompok, konseling telepon, konseling online,

dll. Berbagai bentuk inilah yang menimbulkan banyak tantangan dan mengharuskan mereka

22 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 70. 23 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 72. 24

J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 73. 25

John McLeod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, 485.

Page 8: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

20

mengikuti perkembangan jaman. Apapun bentuk konseling yang dilakukan, tentunya memiliki

tujuan yang ingin dicapai, antara lain :

a. Untuk memampukan dan memberdayakan konseli agar dapat beradaptasi dengan situasi

dan lingkungan, serta berapa banyak hal yang harus dilakukannya untuk mengubah

keadaan. Tujuan ini ingin membawa konseli memasuki konteks baru, sehingga fokus

pada dasar-dasar orientasi atau tujuan hidup.26

b. Pemahaman. Memiliki pemahaman terhadap akar dan perkembangan emosional serta

mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional ketimbang

perasaan dan tindakan.

c. Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan

hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain, misalnya dalam keluarga

atau tempat kerja.

d. Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini

ditahan dan ditolak atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan

bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri.

e. Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri, yang ditandai oleh

kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan

penolakan.

f. Aktualisasi diri atau individuasi. Pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau penerimaan

integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan.

g. Pencerahan. Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi.

26 J.D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, 74.

Page 9: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

21

h. Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan problem tertentu yang tak bisa dipecahkan

seorang diri.

i. Pendidikan psikologi. Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk

memahami dan mengontrol tingkah laku.

j. Memiliki keterampilan sosial. Mempelajari dan menguasai keterampilan sosial dan

interpersonal seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan dan

pengendalian amarah.

k. Perubahan kognitif. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tak rasional atau pola

pemikiran yang tidak dapat beradaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku

penghancuran diri.

l. Perubahan tingkah laku. Modifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang rusak.

m. Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya system sosial.

n. Penguatan. Berkenaan dengan keterampilan, kesadaran dan pengetahuan yang akan

membuat klien mampu mengontrol kehidupannya.

o. Restitusi. Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak.

p. Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas

untuk peduli terhadap sesama, membagi pengetahuan dan menyalurkan kebaikan bersama

melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas. 27

Tujuan yang dipaparkan di atas terbagi atas dua, yaitu yang berfokus pada diri sendiri dan

juga yang berfokus pada klien. Dari beberapa tujuan diatas tentunya ada hasil yang ingin dicapai,

baik untuk diri sendiri maupun untuk klien.

27 John McLeod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, 13-14.

Page 10: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

22

2.2 Pemahaman Pastoral Budaya

Pastoral menurut Jacob merupakan suatu upaya untuk memanusiakan sesama manusia.

Dalam upaya memanusiakan itulah terkandung makna pemberdayaan yang menjadi tujuan utama

suatu proses pendampingan dan konseling dilakukan.28

Jadi, pastoral bisa dipahami sebagai suatu

proses pertolongan yang membuat orang diberdayakan untuk hidup yang menghidupkan serta

memanusiakan sesama. Hal ini berarti bahwa pastoral tidak sekedar membawa orang keluar dari

keterpurukan dan penderitaan hidupnya, tetapi mengembangkan potensi-potensi yang

dimilikinya untuk memberdayakan dirinya dan orang lain.

Pendapat lainnya muncul dari Van Beek, yang mengatakan bahwa pastoral berasal dari

bahasa latin pastore. Dalam bahasa Yunani disebut poimen yang berarti gembala.29

Dari kedua

pendapat tokoh ini menurut penulis, untuk memanusiakan dan memberdayakan manusia

tentunya membutuhkan peran dari seorang gembala untuk mendampingi setiap proses pastoral

yang dilakukan. Clinebell berpendapat bahwa mendampingi dalam hal ini adalah bagaimana

seorang gembala menjalankan fungsinya untuk membimbing, merawat, melindungi, menolong

dan memperbaiki relasi yang terputus dengan diri sendiri, orang lain dan Allah.30

Istilah “pendampingan” berasal dari kata kerja mendampingi sebagai suatu kegiatan

menolong, karena suatu sebab perlu didampingi. Interaksi yang terjadi dalam proses

pendampingan membuat pendampingan memiliki arti bahu membahu, menemani, berbagi

dengan tujuan untuk saling menumbuhkan dan mengutuhkan. Pendampingan yang berhasil

menurut Van Beek adalah bagaimana menempatkan baik pendamping maupun yang didampingi

28

J.D. Engel, Materi Kuliah Pastoral Masyarakat, 10 Mei 2017. 29

J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 2. 30

J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 2.

Page 11: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

23

dalam kedudukan yang seimbang dan dalam hubungan timbal balik yang serasi serta harmonis.31

Bila pendampingan seperti ini terus-menerus dilakukan maka, individu akan merasa bahwa

dirinya sangat dihargai, bahkan dari situlah muncul kepercayaan diri untuk mengembangkan

potensi yang ada dalam dirinya dan menemukan makna hidup. Krisetya mengemukakan bahwa

pendampingan pastoral berhubungan dengan manusia tidak peduli kepercayaannya, kedudukan

sosialnya, atau kemampuannya. Pendampingan pastoral ditujukan pada kebutuhan-kebutuhan

manusia dalam perjalanan hidup ini.32

Jadi, ada saja kemungkinan bahwa pelayanan pastoral itu

selalu dibutuhkan, karena pendampingan pastoral merupakan panggilan yang harus dilakukan

oleh siapa pun, tidak harus orang-orang tertentu.

Pendampingan pastoral harus dijadikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan setiap orang

yang menginginkan kehangatan, perhatian penuh, dan dukungan. Kebutuhan ini biasanya terjadi

ketika tekanan dalam diri memuncak dan kekacauan sosial terjadi. Pendampingan pastoral adalah

ungkapan yang bersifat memperbaiki dan berusaha untuk membawa kesembuhan bagi orang

yang membutuhkan.33

Pendampingan pada hakikatnya adalah memberi pertolongan psikologis

dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaan dari seseorang, sehingga

pendamping/gembala menjalankan fungsi pendampingan. Perlu diketahui bahwa pendampingan

pastoral bukan sekedar meringankan beban masalah, tetapi bagaimana menempatkan orang

dalam relasi dengan Tuhan dan sesama dalam pengertian menumbuhkan dan mengutuhkan orang

dalam kehidupan spiritualnya untuk membangun dan membina hubungan dengan sesamanya,

31

J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 2. 32

J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 2-3. 33

Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, 59-60.

Page 12: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

24

mengalami penyembuhan dan pertumbuhan serta memulihkan orang dalam hubungan dengan

Tuhan.34

Pendapat yang sama juga ikut dikemukakan oleh Totok, menurutnya pendampingan

pastoral tidak hanya memusatkan diri pada tindakan penyembuhan, melainkan juga pencegahan,

peningkatan, pemulihan, dan pemberdayaan.35

Oleh sebab itu, pendamping/gembala/konselor

harus mampu membantu menghilangkan perasaan susah, terkejut, bingung, tertekan, dan putus

asa yang dialami. Melalui proses ini diharapkan kedepannya orang yang mengalami masalah

dapat menolong dirinya apabila permasalahan kembali datang dan dia dapat menjadi penolong

bagi orang lain. Jadi dapat dikatakan bahwa ketika kita telah mendapatkan pendampingan

pastoral dari orang lain, itulah yang mendorong kita agar ketika masalah yang baru datang kita

sudah mampu menolong diri kita sendiri dan kita juga bisa menjadi penolong untuk orang lain.

Inilah yang dimaksudkan dengan pemberdayaan dalam proses pastoral.

Setelah membahas beberapa teori mengenai pastoral timbul pertanyaan, bagaimana bila

pastoral dalam hal ini pendampingan dan konseling pastoral dikaitkan dengan budaya ?

Konseling pastoral dalam analisa budaya membuka cakrawala berpikir kita untuk memiliki

kemampuan mengkaji falsafah dan nilai-nilai hidup dalam kearifan lokal budaya dan kemudian

mentransformasi, menginternalisasi, memodifikasi, dan mengintegrasikan teori-teori konseling

pastoral Barat ke dalam falsafah hidup dan nilai-nilai kearifan lokal menjadi suatu teori

konseling pastoral yang kontekstual dan berpusat pada budaya. Terakhir, mengaplikasikan

bidang keahlian dalam konseling pastoral dengan memanfaatkan nilai-nilai spiritual dalam ritus

dan simbol-simbol budaya untuk menyelesaikan masalah.

34

J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 4. 35 Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2014), 80.

Page 13: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

25

2.2.2 Fungsi Pastoral

Sehubungan dengan fungsi pendampingan dan konseling pastoral, Van Beek mengartikan

fungsi sebagai kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh dari pekerjaan pendampingan dan

konseling dengan tujuan yang hendak dicapai dalam memberikan pertolongan. Beberapa fungsi

pendampingan dan konseling pastoral, yaitu:36

a. Fungsi bimbingan (guiding)

Fungsi ini menurut Clebsch dan Jaekle membantu konseli yang berada dalam

kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan dan pengambilan keputusan yang pasti,

jika pilihan dan keputusan demikian dipandang sebagai yang mempengaruhi keadaan

jiwanya sekarang dan yang akan datang. Fungsi ini dibutuhkan ketika terjadi perubahan-

perubahan dalam hidup konseli agar tidak terjadi kebingungan dan tertekan antara pikiran

dan tindakan.

b. Fungsi penopangan (sustaining)

Fungsi menopang membantu konseli yang sakit atau terluka agar dapat bertahan dan

mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada waktu lampau. Fungsi ini menolong konseli

untuk dapat melewati masa-masa sulit dan menerima kenyataan sebagaimana adanya,

mandiri dalam keadaan yang baru, serta bertumbuh secara penuh dan utuh. Clebsch dan

Jaekle membedakan fungsi menopang dalam empat tugas. Pertama adalah penjagaan

(preservation) untuk mendukung orang yang telah mengalami kehilangan agar ia tidak

tenggelam lebih jauh dan kesedihan sedapatnya mungkin dapat diatasi. Kedua, tugas

penghiburan (consolation) sejauh penderita terbuka terhadapnya. Ketiga, tugas

pemantapan (consolidation) yang berusaha mengerahkan dan menyusun kembali sisa

36

J.D. Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, 4-9.

Page 14: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

26

tenaga agar konseli menangani situasinya secara mandiri. Keempat, tugas pemulihan

(redemption) bila konseli mulai membangun rancangan hidup baru, agar berpangkal pada

situasi yang baru, mengusahakan pembaruan semaksimal mungkin. Dari beberapa

pemikiran di atas, fungsi menopang dapat diartikan menolong konseli menghadapi

keadaan sekarang sebagaimana adanya, dan menerima kenyataan pahit yang dialami,

serta tetap berjuang untuk menjalani hidup dengan baik.

c. Fungsi penyembuhan (healing)

Fungsi penyembuhan menurut Abineno merupakan pelayanan pastoral secara

holistik, lahir dan batin, jasmani dan rohani, tubuh, dan jiwa. Fungsi ini menuntun konseli

mengungkapkan perasaan hatinya yang terdalam. Sebab bukan tidak mungkin secara fisik

merupakan akibat dari sebuah tekanan secara psikis emosional. Melalui interaksi yang

terbuka konseli dibawa pada hubungan dengan Tuhan baik melalui doa, pembacaan

firman Tuhan dan percakapan pastoral. Menurut Clebsch dan Jeakle penyembuhan

merupakan fungsi pastoral yang bertujuan mengatasi beberapa kerusakan,

mengembalikan orang itu kepada kondisi sebelumnya.

d. Fungsi memulihkan/memperbaiki hubungan (reconciling)

Fungsi memulihkan berarti membantu konseli memperbaiki kembali hubungan yang

rusak antara dirinya dan orang lain. Fungsi ini menolong konseli memaafkan kesalahan

yang telah dilakukan orang dan memberi mereka pengampunan. Dengan mengampuni,

hubungan konseli dan sesama yang telah rusak diperbaiki kembali. Selain itu, Clebsch

dan Jeakle berpendapat bahwa fungsi pemulihan juga merupakan usaha membangun

kembali hubungan-hubungan yang telah rusak antara manusia dengan Tuhan dan

sesamanya. Karena itu, pendampingan pastoral tidak hanya memulihkan relasi

Page 15: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

27

komunikasi dengan sesama, tetapi juga mengembangkan spiritualitasnya dalam hubungan

dengan Tuhan.

e. Fungsi memelihara/mengasuh (nurturing)

Fungsi memelihara atau mengasuh memampukan konseli untuk mengembangkan

potensi-potensi yang diberikan Tuhan kepadanya. Potensi tersebut dilihat sebagai sesuatu

yang bisa ditumbuhkembangkan dan dijadikan sebagai kekuatan dalam menjalankan

kehidupannya, sehingga mereka didorong ke arah pertumbuhan dan perkembangan secara

holistik. Dengan demikian, pendampingan dan konseling pastoral melaksanakan fungsi

penggembalaan dengan tujuan utama mengutuhkan kehidupan manusia dalam segala

aspek kehidupannya, yakni fisik, sosial, mental dan spiritual serta membantu menemukan

makna hidupnya.

2.2.3 Tujuan Pastoral

Dalam setiap proses konseling pastoral ada tujuan yang ingin dicapai, sehingga

mendorong konselor untuk melakukan proses ini. Adapun tujuannya ialah:37

a. Membantu konseli mengalami pengalamannya dan menerima kenyataan tentang apa yang

sedang terjadi atas dirinya secara penuh dan utuh. Ini berarti dalam dan melalui proses

ini, konselor memfasilitasi konseli sedemikian rupa sehingga konseli bersedia dan

mampu mengalami pengalaman dan perasaan-perasaannya secara penuh dan utuh.

Termasuk memahami kekuatan dan kelemahan yang ada dalam dirinya serta kesempatan

dan tantangan yang dihadapi di luar dirinya. Mengalami pengalamannya sendiri

37

Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2014), 97-105..

Page 16: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

28

merupakan pondasi yang paling kukuh bagi pertumbuhan secara utuh, penuh dan

berkelanjutan.

Menurut Kubler Ross, konseli harus melewati gejala-gejala yang penuh duri

sebelum mencapai penerimaan, yaitu penolakan, terkejut, pengharapan, kesendirian,

kecewa, marah, tawar-menawar, depresi, dan akhirnya penerimaan. Konselor pada

dasarnya membantu konseli untuk mencapai tingkat kedewasaan dan kepribadian yang

penuh dan utuh seperti diharapkan sehingga dia tidak mempunyai kepribadian yang

terpecah dan mampu mengintegrasikan diri dalam segala aspek kehidupan secara utuh,

selaras, serasi, dan seimbang. Begitu pula melalui konseling pastoral, konselor membantu

konseli untuk menyadari bahwa dirinya mempunyai sumber-sumber untuk mengatasi

permasalahan yang sedang dihadapinya dan bertumbuh.

b. Membantu konseli mengungkapkan diri secara penuh dan utuh. Melalui konseling

pastoral, konseli dibantu agar dapat secara spontan, kreatif, dan efektif mengekspresikan

perasaan, keinginan, dan aspirasinya. Dengan demikian, konseli dapat secara penuh dan

utuh dapat mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.

c. Membantu konseli berubah, bertumbuh, dan berfungsi maksimal. Dalam proses ini

konselor secara berkesinambungan memfasilitasi konseli menjadi agen perubahan bagi

dirinya dan lingkungannya. Pada hakikatnya, konseli adalah agen utama perubahan dan

konselor dapat disebut mitra perubahan bagi agen perubahan utama. Dengan begitu

konseli tidak berhenti pada titik penerimaan, melainkan maju selangkah lagi sehingga

berani dan bersedia mengubah diri, bertumbuh serta berfungsi secara maksimal.

d. Membantu konseli menciptakan komunikasi yang sehat. Karena berbagai sebab, banyak

orang dalam kehidupan ini tidak mampu berkomunikasi secara sehat dengan

Page 17: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

29

lingkungannya. Hal ini memunculkan berbagai persoalan baik dalam diri seseorang atau

lingkungannya. Oleh sebab itu, konseling pastoral dapat membantu orang untuk

menciptakan komunikasi yang sehat. Konseling pastoral juga dapat dipakai sebagai

media pelatihan bagi konseli untuk berkomunikasi dengan lebih baik pada

lingkungannya.

e. Membantu konseli bertingkah laku baru. Konseling pastoral dapat dipakai sebagai media

untuk menciptakan dan berlatih tingkah laku baru yang lebih sehat. Tujuan ini sangat

penting bagi konseli untuk menghentikan semua kebiasaan buruk yang ada dalam dirinya.

f. Membantu konseli bertahan dalam situasi baru. Dalam hal ini konseli dapat bertahan

pada kondisinya pada masa kini sebagaimana adanya dan akhirnya menerima keadaan itu

dengan lapang dada dan mengatur kembali kehidupannya yang baru. Hal ini dilakukan

apabila keadaan konseli tidak mungkin dapat dikembalikan pada keadaan yang sama

sebelum dia mengalami krisis.

g. Membantu konseli menghilangkan gejala-gejala yang mengganggu sebagai akibat dari

krisis. Konseling diharapkan dapat mengurangi atau memperkecil gejala

ketidaknormalan, mungkin bisa secara patologis, sehingga dapat berfungsi secara normal

kembali.

2.3. Pemahaman Konseling Prapernikahan

Pernikahan merupakan bagian penting dari proses perjalanan hidup manusia. Melalui

sebuah pernikahan terbentuklah kehidupan rumah tangga, yang di dalamnya terdiri dari suami,

istri dan anak-anak. Kehidupan rumah tangga perlu untuk mendapat pembinaan agar dapat

berperan aktif untuk mencapai cita-cita kehidupan keluarga yang sejahtera jasmani dan rohani.

Page 18: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

30

Secara personal, kebahagiaan dan penderitaan kita ditentukan oleh dan di dalam keluarga.

Manusia bisa saja memiliki segalanya dalam hidup, akan tetapi kalau kehidupan keluarganya

hancur, pastinya ia akan menderita. Sebaliknya, jika keluarga itu biasa-biasa saja, tetapi

kehidupan keluarganya harmonis dan bertumbuh sehat, keluarga itu pasti tidak jauh dari

kebahagiaan. Kita tidak bisa memungkiri bahwa semua orang menginginkan agar melalui

pernikahannya dapat dibina sebuah keluarga yang utuh.38

Pernikahan sebenarnya tidak pernah gagal, yang bisa gagal adalah orang-orang yang ada

dalam pernikahan tersebut. Oleh karena itu, agar tidak mudah gagal maka perlu untuk belajar

banyak tentang nilai-nilai yang paling penting melalui pengalaman di lingkungan keluarga dan di

sekitar kita, karena keluarga sangat berpengaruh dalam membentuk dan menetapkan nilai-nilai

moral, etis, dan spiritualitas, bahkan nilai-nilai yang sudah ada dalam keluarga itu sendiri,

sehingga dapat saling melengkapi.

Selain itu, kita harus ingat bahwa setiap orang memiliki latar belakang pengalaman

hidup, status sosial, budaya, nilai-nilai, karakter dan pendidikan yang berbeda-beda. Untuk

menyatukan itu semua dibutuhkan proses yang cukup panjang dan bila proses ini dipahami tidak

benar-benar dipahami secara mendalam dan tidak disadari oleh calon pasangan masing-masing,

maka akan terjadi masalah besar dalam perjalanan pernikahan mereka.39

Menyikapi semua

permasalahan ini, maka seharusnya sebelum memasuki kehidupan pernikahan, penting untuk

dilakukan konseling prapernikahan bagi calon pasangan. Konseling prapernikahan dapat

dijadikan sebagai media untuk mengurangi perceraian dan mempererat hubungan keluarga40

38 Yvonne D. Taroreh-Loupatty, Kawin, Siapa Takut ! Langkah Awal Membentuk Keluarga Bahagia, (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2017), 1-2. 39 Yvonne D. Taroreh-Loupatty, Kawin, Siapa Takut ! Langkah Awal Membentuk Keluarga Bahagia, 2-3. 40 Carlos E. Valiente, Catherine J. Belanger,and Ana U. Estrada. Helpful and Harmful Expectations of

Premarital Interventions, Journal of Sex & Marital Therapy, 2002, 28:71–77.

Page 19: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

31

Pada pertengahan tahun 1930 di Amerika Serikat Ernest Groves mempelopori dengan

membuka kursus pertama yang modern mengenai pernikahan. Kursus ini awalnya bersifat

akademik saja, tetapi sekarang kebanyakan telah bersifat fungsional dan dirancang untuk

penyesuaian hidup.41

Di Negara-negara maju konseling prapernikahan sudah banyak dipraktikan

oleh para pendeta dan imam. Bagi orang-orang Katolik sejak bangku SLTA telah diajarkan liku-

liku pernikahan dengan menggunakan bahan-bahan dari Catholic Marriage Advisory Council.42

Pengertian konseling harus ditempatkan pada kedudukan yang tepat, sebelum seseorang

berbicara tentang konseling prapernikahan. Pada dasarnya konseling prapernikahan dan

konseling pernikahan memang tidak ada yang berbeda, baik tentang metodenya maupun issunya.

Dalam konseling pernikahan isue yang dibicarakan sedang dan sudah terjadi, sedangkan dalam

konseling prapernikahan isue yang dibicarakan sedang dan akan terjadi.43

Pendapat yang sama

juga diungkapkan oleh Loekmono yang mengatakan bahwa konseling prapernikahan berkaitan

erat dengan konseling pernikahan. Lobby menilai bahwa adalah baik untuk menolong orang

mengatasi kesulitan-kesulitan itu sebelum kesulitannya timbul. Gagasan untuk menolong

seseorang mempersiapkan pernikahannya memang baik karena ibaratnya kita tidak mungkin

meninggalkan kapal terbang tinggal landas sebelum dicek untuk memastikan bahwa kapal itu

layak terbang. Orang-orang muda yang memutuskan untuk menikah mulai berpikir berapa

banyak perceraian yang terjadi. Oleh sebab itu, mereka tidak ingin mengalami nasib yang sama,

dan mulai memiliki prinsip lebih baik mencegah daripada mengobati.44

Konseling prapernikahan merupakan bentuk konseling yang menitikberatkan perhatian

pada hal-hal atau permasalahan seputar hubungan antar pribadi seorang pria dan wanita pada

41 J.T. Lobby Loekmono, Konseling Pernikahan, (Salatiga: Pusat Bimbingan UKSW, 1989), 22. 42 Mesach Krisetya, Konseling Pernikahan dan Keluarga, (Salatiga: Katalog Dalam Terbitan, 1999), 17. 43 Mesach Krisetya, Konseling Pernikahan dan Keluarga, 17-18. 44 J.T. Lobby Loekmono, Konseling Pernikahan, 23.

Page 20: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

32

tahap-tahap sebelum mereka menjadi suami-istri. Melalui konseling ini, pasangan dibantu untuk

menilai hubungan mereka serta diperkenalkan kepada cara-cara mengusahakan pernikahan yang

bahagia dan berhasil. Dalam konseling prapernikahan, berbagai kesulitan yang biasa muncul

dalam hubungan suami istri dibicarakan secara konkrit dengan memperhatikan keunikan pribadi

masing-masing.

Konseling ini memberikan kesempatan terbuka bagi pasangan untuk membicarakan diri

mereka, teman hidup atau keluarga mereka. Tidak banyak orang memiliki peluang untuk

membicarakan masalah-masalah psikologis yang penting dalam pengambilan keputusan untuk

keluarga. Konseling dapat menjadi pelepasan untuk mengatasi kesulitan seperti itu. Melalui

konseling prapernikahan pasangan mendapatkan kesempatan untuk tumbuh secara emosional

dan pribadi sehingga mereka ditolong dalam membentuk dasar yang teguh dalam kehidupan

pernikahan. Selain itu, pasangan juga dibantu untuk memahami dan mengetahui apakah mereka

sudah matang untuk menikah dan apakah kita memang harus menikah.45

Ada tiga pendekatan yang bisa dilakukan dalam proses konseling prapernikahan, yang

pertama pendidikan prapernikahan. Melalui pendidikan pranikah banyak informasi yang bisa

didapatkan tentang lika-liku pernikahan dan keluarga. Dalam pendidikan prapernikahan bahan-

bahan tentang pernikahan dan keluarga bisa diberikan melalui percakapan. Informasi yang

dibutuhkan meliputi bidang-bidang seperti, latar belakang perkawinan dan keluarga ditinjau dari

sisi agama dan sejarah, tempat dan fungsi keluarga dalam masyarakat dan budaya yang berubah-

ubah, pengertian tentang peranan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan pekerjaan,

prinsip-prinsip keuangan, pengertian tentang seksualitas, hubungan dengan mertua dan

kemampuan menyelesaikan masalah.

45 J.T. Lobby Loekmono, Konseling Pernikahan, 28-29.

Page 21: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

33

Kedua, bimbingan prapernikahan. Bimbingan bisa dikatakan sebagai instruksi secara

individual, dimana seorang individu atau pasangan mengikuti prinsip-prinsip yang telah

digariskan dan mengembangkan suatu rencana atau program mereka sendiri. Bimbingan harus

selalu berorientasi kepada kebutuhan khusus dan sumber potensi pasangan tersebut.

Ketiga, konseling prapernikahan. Konseling ini dibutuhkan pada saat ada kecemasan,

keragu-raguan, perasaan salah, kekerasan atau emosi-emosi yang negatif yang menyebabkan

ketegangan dan ketidakpastian.46

Jadi, bisa disimpulkan bahwa pendidikan dilakukan pada saat

informasi dibutuhkan, bimbingan diberikan pada saat rencana yang khusus perlu untuk

diselesaikan atau dikerjakan dan konseling dilakukan ketika ada masalah muncul, rasa stress

yang berat atau pada saat ada hal-hal yang perlu diatasi.

Dalam pelaksanaan proses konseling prapernikahan ada manfaat yang bisa kita petik,

antara lain:47

a. Proses pertolongan yang berhubungan dengan usaha mempengaruhi perubahan tingkah

laku calon pasangan dan memungkinkan mereka betul-betul dapat mengerti serta

mengenal apa yang sebenarnya terjadi pada diri mereka, juga tujuan ke depan yang

mereka dambakan, sehingga mereka tidak saja melihat tujuan hidup mereka dalam

tanggung jawab pasangan, tetapi juga terutama tanggung jawab dan relasi mereka dengan

Tuhan, serta mencapai tujuan itu dengan kekuatan dan kemampuan.

b. Pelayanan konseling adalah pertolongan yang memiliki perspektif bersedia untuk

merawat, menolong, memelihara, mengobati, dan melindungi calon pasangan.

46 Mesach Krisetya, Konseling Pernikahan dan Keluarga, 18-19. 47 Yvonne D. Taroreh-Loupatty, Kawin, Siapa Takut ! Langkah Awal Membentuk Keluarga Bahagia. 7-9.

Page 22: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

34

c. Dalam pelayanan konseling ada sumbangan ilmu pengetahuan lainnya, khususnya

psikologi yang dapat kita terima, sehingga kita memperoleh informasi yang

melatarbelakangi tingkah laku manusia yang normal dalam hidupnya atau gejala-gejala

kejiwaan yang dapat dikategorikan sebagai abnormalitas.

d. Pelayanan konseling yang memberikan sumbangan tentang teknik-teknik pendekatan

terhadap calon pasangan, sehingga mereka dapat mengembangkan potensi-potensi positif

yang ada dalam diri mereka dan mengurangi hal-hal negatif dalam diri mereka, agar tidak

menjadi masalah dikemudian hari dalam pernikahan mereka.

e. Memiliki pandangan ke depan yang lebih terarah.

f. Mempermudah penyatuan visi dan misi termasuk membantu memahami kedua keluarga

masing-masing pasangan. Ketika memasuki pernikahan, masing-masing harus

berkomitmen untuk membangun relasi yang baik dengan keluarga pasangan dan seiring

berjalannya waktu ini juga akan mempengaruhi ketika sudah memiliki anak-anak.

g. Mengulas isu finansial dengan lebih terarah. Isu ini merupakan hal penting untuk

didiskusikan sebelum menikah.

h. Mengasah kemampuan berkomunikasi. Hubungan yang sehat berangkat dari komunikasi

yang baik. Kemampuan mendengarkan penting dimiliki oleh pasangan yang akan

menikah, jika ingin memiliki hubungan yang lebih kuat.

i. Meningkatkan kepuasan pernikahan. Konseling prapernikahan membantu pasangan

mengomunikasikan, mengidentifikasi kekhawatiran mereka, hasrat, keyakinan, nilai,

mimpi-mimpi, kebutuhan dan beban hidup lainnya yang kebanyakan dihindari atau

diabaikan. Cara ini membantu meningkatkan stabilitas pernikahan, kebersamaan dan

Page 23: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

35

kepercayaan, sehingga pasangan yang akan menikah mampu melewati masa-masa sulit

setiap harinya.

j. Memiliki kemampuan menyelesaikan konflik. Pasangan bisa belajar cara berkomunikasi

yang baik dan meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik.

Dari beberapa manfaat konseling prapernikahan yang bisa kita dapatkan, tentunya tidak

terlepas oleh adanya peran dari seorang konselor. Karena konselor merupakan orang pertama

yang konseli cari untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan kehidupan mereka dan

keluarga.

2.2.1. Karakteristik Konseling Prapernikahan

Sebagai seorang konselor yang melakukan konseling prapernikahan, maka konselor perlu

untuk memahami karakteristik dari calon pasangan yang sedang bergumul. Pemahaman ini

tentunya akan membantu konselor dalam menilai hubungan antar laki-laki dan perempuan

sebelum mereka memasuki jenjang pernikahan. Ada beberapa karakteristik yang perlu dipahami

oleh konselor, antara lain:48

a. Pasangan secara emosional sudah matang, artinya mereka mempunyai kondisi jasmani

yang sehat dan berasal dari keluarga yang bahagia dimana mereka telah membuat

penyesuaian diri yang baik, baik secara emosional maupun secara sosial. Konselor

membantu mereka untuk semakin memperkuat hubungan mereka.

b. Pasangan mengalami salah penyesuaian dalam berbagai hal atau seringkali mereka tidak

matang/dewasa dan emosi belum stabil. Oleh karena itu, konselor harus siap menghadapi

kasus seperti ini, sekalipun harus meragukan keberhasilan dari pernikahan mereka.

Konseling harus membantu mereka untuk menjadi realistis dalam menghadapi

48 J.T. Lobby Loekmono, Konseling Pernikahan, 29-32.

Page 24: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

36

perbedaan-perbedaan serta konflik-konflik yang ada pada diri mereka. Melalui konseling

juga mereka harus dibantu untuk menerima diri mereka yang tidak bisa diubah lagi.

Konseling yang baik mungkin saja membawa perubahan berarti pada aspek-aspek

kepribadian mereka.

c. Perkembangan mengenai keadaan fisik perlu diperhatikan oleh konselor dalam proses

konseling prapernikahan. Konselor dapat membantu masing-masing menerima cacat

salah satu pihak dan mengembangkan kerjasama antar mereka dalam mengarungi hidup

bersama.

d. Individu yang neutotik (gangguan mental ringan) dan psikotik (halusinasi) perlu untuk

mendapat pendampingan, karena kita tahu bahwa bila salah satu dari pasangan

mengalami hal tersebut maka mereka tidak akan mampu memikul tanggung jawab dalam

kehidupan pernikahan dan menjalankan tugas sebagai orang tua. Disinilah konselor harus

mampu mengenali individu semacam ini dan membawanya ke psikolog atau psikiater

untuk memperoleh pertolongan khusus. Dalam kelompok ini juga termasuk mereka yang

kecanduan alkohol atau obat bius serta mereka tingkah laku mereka yang terlihat

antisosial.

e. Pasangan dapat memahami pentingnya spiritualitas dalam pernikahan yang menolong

mereka untuk meningkatkan kesadaran dan bagaimana membangun relasi serta

komunikasi yang saling terbuka juga di area mana mereka harus bertumbuh.49

f. Pasangan dapat memahami dan mengenal prinsip-prinsip dasar tentang pernikahan dan

kehidupan berkeluarga sebelum dan sesudah melangkah ke dalam pernikahan.50

49 Yvonne D. Taroreh-Loupatty, Kawin, Siapa Takut ! Langkah Awal Membentuk Keluarga Bahagia, 3. 50 Yvonne D. Taroreh-Loupatty, Kawin, Siapa Takut ! Langkah Awal Membentuk Keluarga Bahagia, 3.

Page 25: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

37

g. Pasangan dapat memperkuat hubungan mereka sebelum memasuki pernikahan, sehingga

mereka siap menghadapi masalah apapun, bahkan tantangan dan konflik yang mungkin

dihadapi di masa mendatang.51

Dari beberapa karakteristik konseling prapernikahan di atas, kita dapat melihat bahwa

betapa pentingya mempersiapkan diri untuk menuju ke pernikahan. Karena sebuah pernikahan

bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi perlu adanya kesiapan secara menyeluruh, baik dalam diri

sendiri, maupun pasangan kita. Entah itu berkaitan dengan fisik ataupun mental keduanya. Untuk

proses konseling prapernikahan menuju pernikahan, tentunya membutuhkan peran konselor guna

membimbing dan menolong dalam mewujudkan keluarga yang bahagia. Konselor juga ikut

menilai apakah pasangan sudah siap untuk menikah ataukah masih perlu untuk saling mengenal

lebih jauh melalui karakteristik yang ada. Karena tidaklah gampang untuk pasangan bisa saling

menerima kekurangan masing-masing.

2.2.2. Tujuan Konseling Prapernikahan

Kemajuan jaman yang disertai dengan adanya perkembangan nilai-nilai, mau tidak mau

mempengaruhi penghayatan hidup berkeluarga. Dalam perkembangan ini ada nilai-niai positif

yang berupa kesadaran akan martabat manusia, kesadaran etika, kesadaran gender, dll. Selain itu

juga, berkembang nilai-nilai yang merendahkan martabat hidup pernikahan, seperti poligami,

perceraian, seks pranikah, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga dan masih banyak

lainnya. Sebagai tindakan antisipasi untuk mengatasi tantangan hidup berkeluarga tersebut, maka

salah satu cara perlu adanya konseling prapernikahan.52

51 Yvonne D. Taroreh-Loupatty, Kawin, Siapa Takut ! Langkah Awal Membentuk Keluarga Bahagia, 3. 52 Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), 9.

Page 26: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

38

Konseling prapernikahan tidak hanya dilakukan begitu saja tanpa ada tujuan yang harus

dicapai, tetapi sebaliknya konseling prapernikahan dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan,

sebagai berikut:53

a. Sebagai langkah awal bagi calon pasangan untuk hidup berkeluarga yang baik dan suatu

usaha memberikan bekal dalam menjalani hidup sebagai keluarga.

b. Melengkapi kebutuhan pasangan dalam pengetahuan tentang psikologi, moral,

seksualitas, kesehatan, ekonomi, paham gender dan pengetahuan lainnya yang berkaitan

erat dengan hidup berkeluarga.

c. Memberikan pegangan bagi pasangan untuk mengambil tindakan dan mengatur hidupnya

sendiri.

d. Memberikan penjelasan bagi pasangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan

masalah pernikahan dan masalah keluarga.

Selain tujuan konseling prapernikahan yang dipaparkan menurut pemahaman Katolik, ada juga

pendapat lain dari Jonathan Trisna berkaitan dengan tujuan konseling pranikah, antara lain:54

a. Mendeteksi dan menyadarkan calon pasangan tentang adanya masalah dan situasi yang

mungkin menghancurkan pernikahan mereka kelak. Setelah menyadari adanya masalah

atau potensi masalah, pasangan itu dapat berusaha menyelesaikannya bersama dengan

konselor.

b. Mengajar kepada pasangan makna suatu upacara pernikahan, mengerti arti janji nikah

yang akan mereka ucapkan dan komitmen yang akan mereka pikul sepnajang pernikahan

mereka.

53 Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), 14. 54 Jonathan A. Trisna, Konseling Pra-Nikah, (Jakarta: Institut Theologia dan Keguruan Indonesia, 2002), 2-3.

Page 27: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

39

Jonathan menekankan bahwa konseling prapernikahan bukanlah suatu halangan atau

rintangan yang harus dilalui sebelum pasangan menikah, tetapi justru merupakan suatu

perlindungan bagi mereka. Konseling prapernikahan adalah salah satu usaha agar pasangan

mengalami pernikahan yang bahagia dan harus dilakukan dengan sukacita, bukan malah menjadi

suatu beban atau sebuah kecemasan.

Pada intinya menurut Lobby tujuan dari konseling prapernikahan ini adalah untuk

membantu individu atau pasangan dalam mempersiapkan diri membangun keluarga yang

berhasil dan bahagia. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang hendak dicapai dari konseling ini,

yaitu:55

a. Menilai kesiapan untuk menikah yang diperoleh dari pengamatan konselor dan

pembicaraan antara konselor dengan pasangan mengenai beberapa persoalan seperti,

alasan yang kuat untuk menikah, harapan mereka, apakah mereka sudah saling

memahami dan menerima segala perbedaan yang ada dalam diri mereka masing-masing.

b. Membantu pasangan menilai diri berkaitan dengan kematangan psikologis dan spiritual

sebelum menikah serta melihat kembali kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, prasangka,

keyakinan, sikap terhadap suami/istri dalam pernikahan juga harapan dan rencana masa

depan.

c. Mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif untuk menghindari masalah

dalam pernikahan. Oleh sebab itu pasangan perlu menunjukkan spontanitas, kejujuran

serta kepekaan dalam berkomunikasi. Melalui komunikasi juga diharapkan pasangan

belajar untuk membuka diri dan mendiskusikan segala sesuatu.

d. Menghindari ketegangan dalam penyesuaian diri

55 J.T. Lobby Loekmono, Konseling Pernikahan, 32.

Page 28: BAB II KONSELING MULTIKULTURAL, PASTORAL BUDAYA DAN ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16440/2/T2_752016028_BAB II...antarindividu yang dipengaruhi oleh interaksi dalam keluarga,

40

e. Merencanakan perayaan pernikahan dengan memperhatikan apakah persyaratan penting

untuk berlangsungannya pernikahan sudah terpenuhi atau belum. Persyaratan yang

dimaksud misalnya pemeriksaan medis, surat-surat, biaya,dll.

f. Memperjelas peran yang akan dimainkan untuk sama-sama dapat belajar menerima

perbedaan kemampuan dan menyetujui bidang-bidang yang menjadi tanggung jawab

suami dan istri.

g. Mencapai pengertian seksual yang sehat, sehingga mencegah terjadinya hubungan seks

sebelum menikah.

Untuk mencapai tujuan atau maksud dari konseling prapernikahan di atas dibutuhkan lima

atau enam kali pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih satu jam.56

Namun kadang kala

berubah dikarenakan kesibukan dari pasangan. Oleh sebab itu, konselor dituntut harus bijaksana

dalam menghadapi pasangan dan menanamkan dalam diri konselor bahwa ini merupakan

tanggung jawab besar sebagai usaha memberikan landasan kuat bagi hidup pernikahan.

56 J.T. Lobby Loekmono, Konseling Pernikahan, 40.