31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan, saat ini telah menjadi konsep yang sedang hangat diperbincangkan, walau definisinya sendiri masih menjadi perdebatan di antara para praktisi maupun akademisi. Sebagai sebuah konsep yang berasal dari luar, tantangan utamanya memang adalah memberikan pemaknaan yang sesuai dengan konteks bahasa Indonesia. Ranah corporate social responsibility (CSR) mengandung dimensi yang sangat luas dan kompleks. Di samping itu, corporate social responsibility juga mengandung intepretasi yang sangat berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder). Untuk itu, dalam rangka memudahkan pemahaman dan penyederhanaan, banyak ahli mencoba menggaris bawahi prinsip dasar yang terkandung dalam corporate social responsibility. Dibawah ini penulis mengutip beberapa pendapat dari berbagai organisasi dan para ahli mengenai definisi corporate social responsibility. The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) (2008:28) adalah : Of calling businesses to contribute to sustainable economic development, working with the employees of the company, the employee's family, following local community-local local community (local) and society as a whole, in order to improve the quality of life”.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Corporate Social Responsibility

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan, saat

ini telah menjadi konsep yang sedang hangat diperbincangkan, walau definisinya

sendiri masih menjadi perdebatan di antara para praktisi maupun akademisi. Sebagai

sebuah konsep yang berasal dari luar, tantangan utamanya memang adalah

memberikan pemaknaan yang sesuai dengan konteks bahasa Indonesia.

Ranah corporate social responsibility (CSR) mengandung dimensi yang

sangat luas dan kompleks. Di samping itu, corporate social responsibility juga

mengandung intepretasi yang sangat berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan

pemangku kepentingan (stakeholder). Untuk itu, dalam rangka memudahkan

pemahaman dan penyederhanaan, banyak ahli mencoba menggaris bawahi prinsip

dasar yang terkandung dalam corporate social responsibility. Dibawah ini penulis

mengutip beberapa pendapat dari berbagai organisasi dan para ahli mengenai definisi

corporate social responsibility.

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)

(2008:28) adalah :

“Of calling businesses to contribute to sustainable economic development,

working with the employees of the company, the employee's family, following

local community-local local community (local) and society as a whole, in

order to improve the quality of life”.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2006) mendefinisikan

CSR sebagai berikut :

“Corporate (social) responsibility is a mechanism for organization to

voluntary integrate social and environmental concern into their operations

and their interaction with their stakeholder, which are over and above the

organization’s legal responsibilities”.

International Organization for Standardization (ISO) 26000 mengenai

Guidance on Social Responsibility juga memberikan definisi CSR. Menurut ISO

26000 (draft 3, 2007), CSR adalah :

“Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari

keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan

lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang

sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat,

mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum

yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi

dengan organisasi secara menyeluruh”.

European Commission dalam (Darwin, 2008) mendefinisikan CSR sebagai:

“a concept whereby companies integrate social and environmental concerns

in their business operations and in their interaction with their stakeholders on

a voluntary basis”.

European Commission juga menerangkan, perusahaan harus semakin sadar

bahwa perilaku yang bertanggung jawab membawa kesuksesan bisnis yang

berkelanjutan. CSR adalah tentang mengelola perubahan di tingkat perusahaan secara

bertanggung jawab sosial yang dapat dilihat dalam dua dimensi yang berbeda:

a) Internal - praktik tanggung jawab sosial yang terutama berhubungan dengan

karyawan dan terkait dengan isu-isu seperti investasi dalam modal manusia,

kesehatan dan keselamatan dan perubahan manajemen, sedangkan praktek

lingkungan yang bertanggung jawab terkait terutama untuk pengelolaan

sumber daya alam dan penggunaannya dalam produksi.

b) Eksternal - CSR di luar perusahaan ke dalam masyarakat setempat dan

melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti mitra bisnis, pemasok,

pelanggan, otoritas publik dan LSM yang mewakili masyarakat setempat serta

lingkungan.

Selain menurut berbagai organisasi dan para ahli yang telah disebutkan di

atas, pengertian tanggung jawab sosial juga terdapat dalam Undang-undang PT No.40

tahun 2007 pasal satu butir tiga (2007:2) yang menyatakan bahwa :

“Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk

berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan

kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan

sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.

Menurut Ocran (2011:13), corporate social responsibility sebagai sebuah

konsep memerlukan praktek di mana entitas perusahaan secara sukarela

mengintegrasikan kebaikan yang didapat perusahaan baik sosial dan lingkungan

dalam filosofi bisnis mereka dan operasi. Sebuah perusahaan bisnis terutama

didirikan untuk menciptakan nilai dengan memproduksi barang dan jasa yang

menuntut masyarakat. Masa kini konsepsi tanggung jawab sosial perusahaan

menunjukkan bahwa perusahaan secara sukarela mengintegrasikan kepedulian sosial

dan lingkungan dalam operasi mereka dan interaksi dengan stakeholder. Gagasan

CSR merupakan salah satu masalah etika dan moral yang mengelilingi pengambilan

keputusan perusahaan dan perilaku, sehingga jika suatu perusahaan harus

melaksanakan kegiatan tertentu atau menahan diri dari melakukannya karena mereka

bermanfaat atau berbahaya bagi masyarakat adalah pertanyaan sentral. Isu-isu sosial

layak pertimbangan moral mereka sendiri dan harus mengarah manajer untuk

mempertimbangkan dampak sosial dari kegiatan perusahaan dalam pengambilan

keputusan.

Definisi di atas memberikan pemahaman bahwa corporate social

responsibility pada dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap tiga elemen yaitu

ekonomi, sosial, dan lingkungan. Perusahaan semakin menyadari bahwa

kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan

masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan

legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan

masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan

bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk

melegitimasi tindakan perusahaan (Haniffa dkk., 2005). Jika terjadi ketidakselarasan

antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dapat

kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup

perusahaan (Haniffa dkk, 2005).

Ranah Corporate Social Responsibility mengandung dimensi yang sangat luas

dan kompleks. Di samping itu, Corporate Social Responsibility juga mengandung

intepretasi yang sangat berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan pemangku

kepentingan (stakeholder).

Trevino dan Nelson dalam Erni (2007:112-113), CSR dikonsepkan sebagai

piramid yang terdiri dari empat macam tanggung jawab, yaitu ekonomi, hukum,

etika, dan berperikemanusiaan, yaitu :

1. Tanggung Jawab Ekonomis

2. Tanggung Jawab Hukum

3. Tanggung Jawab Etis

4. Tanggung jawab berperikemanusiaan

Pengertian corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial dalam

suatu bisnis dapat diilustrasikan pada gambar berikut:

Gambar 2.1 The Business in Society

Sumber : Mallen Baker (2006)

Gambar 2.1 menjelaskan bahwa perusahaan memerlukan dua aspek dalam

menjalankan operasinya yaitu (1) kualitas dari manajemennya diantara masyarakat

dan proses (2) kualitas dari dampak sosial

Pengertian corporate social responsibility menjadi sangat beragam seiring

dengan perkembangannya, namun pada intinya, corporate social responsibility

Quality of

managemen

Workplace Marketplac

Environmen

community

Impact on

Society

Local

communitie

Employess

Shareholder

s

Financial

Goverment

merupakan operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan

keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk mempertanggung

jawabkan dampak kegiatan operasinya dalam dimensi sosial dan lingkungan pada

masyarakat dan lingkungan hidupnya. Dengan tetap menjaga agar dampak-dampak

tersebut tetap menyumbang manfaat dan bukan merugikan bagi para stakeholdersnya.

Sesuai dengan dikeluarkannya Undang-undang tentang Perseroan Terbatas No.40

Pasal 74 tahun 2007 pada tanggal 20 Juli 2007, semua perseroan yang bidang

usahanya di bidang atau terkait dengan bidang sumber daya alam diwajibkan untuk

melaksanakan tanggung jawab sosial.

Menurut Post, et al. (2002:69) tanggung jawab yang harus dimiliki

perusahaan terdiri dari economic responsibility, legal responsibility, dan social

responsibility. Gambar berikut menjelaskan ketiga tanggung jawab tersebut.

Gambar 2.2 The Multiple Responsibilities of Business

Sumber: Dikutip dari Post et al., Business and society: Corporate strategy, public

policy, ethics, 10th

., McGraw Hill, 2002, halaman 69.

Gambar di atas menjelaskan bahwa perusahaan wajib melaksanakan tiga

tanggung jawab, yaitu: (1) Economic responsibility artinya tanggung jawab

perusahaan sebagai institusi untuk menghasilkan laba (tanggung jawab kepada

stockholder), (2) Legal responsibility artinya tanggung jawab perusahaan untuk

Economic

responsibili

ty

Legal

responsibility

Social

responsibility

memenuhi peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah (tanggung jawab kepada

government), dan (3) Social responsibility artinya tanggung jawab perusahaan dalam

hubungan timbal balik dengan stakeholder (karyawan, lingkungan dan masyarakat

luas).

Elkington (1997) yang dikutip oleh Hasibuan dan Sedyono (2006:73),

menyatakan bahwa corporate social responsibility dibagi menjadi tiga komponen

utama, yaitu People, Profit dan, Planet.

Ketiga komponen inilah yang saat ini kerap dijadikan dasar perencanaan,

implementasi dan evaluasi (pelaporan) program-program corporate social

responsibility yang kemudian dikenal dengan triple bottom line. Melalui corporate

social responsibility dampak sosial lebih buruk dapat dicegah baik langsung maupun

tidak langsung atas kelangsungan usaha, karena CSR itu sendiri sangat penting tidak

hanya bagi masyarakat melainkan juga untuk perusahaan itu sendiri. Perusahaan

harus sadar bahwa CSR merupakan bagian dari pembangunan citra perusahaan

(Corporate Image Building). Williams (2001:123) mengatakan bahwa perusahaan

dapat memberi manfaat yang terbaik bagi stakeholders dengan cara memenuhi

tanggung jawab ekonomi, hukum, etika dan kebijakan, seperti dalam gambar 2.3

berikut :

Philanthropic Responsibility

Ethical Responsibility

BE ETHICAL

Legal Responsibility

OBEY THE LAW

Economic Responsibility

BE PROFITABLE

Gambar 2.3

Piramida Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Keterangan :

1. Tanggung jawab ekonomis. Sebuah perusahaan haruslah menghasilkan laba

dimana sebuah perusahaan harus memiliki nilai tambah sebagai prasyarat

untuk dapat berkembang. Laba merupakan pondasi yang diperlukan demi

kelangsungan hidup perusahaan.

2. Tanggung jawab legal, dimana dalam mencapai tujuannya mencari laba

sebuah perusahaan harus mentaati hukum. Upaya melanggar hukum demi

memperoleh laba harus ditentang atau dihindari.

3. Tanggung jawab etika. Perusahaan berkewajiban manjalankan hal yang baik

dan benar, adil, dan berimbang. Perusahaan harus menghindari praktek yang

bertentangan dengan nilai-nilai tersebut di atas. Norma-norma masyarakat

menjadi rujukan bagi langkah-langkah bisnis perusahaan.

4. Tanggung jawab filantropis. Tanggung jawab ini mewajibkan perusahaan

untuk memberikan kontribusi kepada publik dengan tujuan untuk

meningkatkan kualitas kehidupan semuanya.

Keempat jenjang tanggung jawab tersebut perlu dipahami sebagai satu

kesatuan. Walaupun demikian, kesalahan interpretasi umumnya kerap terjadi dimana

muncul argumen bahwa laba yang harus dipentingkan. Tetapi kegiatan mencari

keuntungan atau laba hendaknya dikaitkan atau tidak terlepas dengan kegiatan

lainnya, seperti ikut berkontribusi dalam membantu masalah sosial atau masalah

lingkungan.

Teori ekonomi mencerminkan tingkat asosiasi CSR dan kinerja keuangan

dengan mengambil pertimbangan keuntungan yang berhubungan dengan biaya,

keuntungan pasar dan keuntungan reputasi. Dalam bisnis, CSR yang bersangkutan

dengan pekerjaan, belajar sepanjang hayat, konsultasi dan partisipasi pekerja,

kesempatan yang sama dan integrasi masyarakat terhadap restrukturisasi dan

perubahan industri. Pada dasarnya, pembentukan kebijakan dipengaruhi oleh strategi

kerja otoritas, inisiatif restrukturisasi sosial yang bertanggung jawab, inisiatif untuk

meningkatkan kualitas dan keragaman di tempat kerja dan strategi kesehatan dan

keselamatan (Ocran, 2011:21)

Menurut Nugroho (2007) manfaat yang akan diterima oleh perusahaan,

masyarakat, lingkungan ataupun negara dari pelaksanaan corporate social

responsibility suatu perusahaan adalah :

1. Bagi Perusahaan, usahanya akan lebih lestari atau berkesinambungan

(sustainable) karena pekerjanya sejahtera dan loyal bekerja pada perusahaan

tersebut sehingga lebih produktif; bahan baku terjamin karena lingkungan

terjaga; nama baik perusahaan dengan adanya dukungan dari masyarakat

sekitar. Pada akhirnya, laba atau keuntungan yang diperoleh perusahaan akan

terjaga (sustainable profitability).

2. Bagi masyarakat, praktik corporate social responsibility yang baik akan

meningkatkan nilai tambah adanya perusahaan di suatu daerah karena akan

menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut.

Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan perlindungan akan hak-haknya

sebagai pekerja. Jika terdapat masyarakat adat atau masyarakat lokal, praktek

corporate social responsibility akan menghargai keberadaan tradisi dan

budaya lokal tersebut.

3. Bagi lingkungan, praktik corporate social responsibility akan mencegah

eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam, menjaga kualitas lingkungan

dengan menekan tingkat polusi dan bahkan perusahaan terlibat mempengaruhi

lingkungannnya.

4. Bagi negara, praktik corporate social responsibility yang baik akan mencegah

apa yang disebut “corporate misconduct” atau malpraktik bisnis seperti

penyuapan pada aparat negara atau aparat hukum yang memicu tingginya

korupsi. Negara juga akan menikmati pendapatan dari pajak yang wajar (yang

tidak digelapkan) oleh perusahaan.

2.1.1 Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Corporate social responsibility disclosure atau pengungkapan tanggung

jawab sosial merupakan salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk

mengkomunikasikan perusahaan dengan stakeholders dan disarankan bahwa

corporate social responsibility merupakan jalan masuk dimana beberapa organisasi

menggunakannya untuk memperoleh keuntungan atau memperbaiki legitimasi.

Menurut Hanaffi (2002) mendefinisikan bahwa social reporting disclosure

merupakan ekspresi dari tanggung jawab sosial perusahaan, melalui pengungkapan

pelaporan aktivitas sosial perusahaan dapat menunjukkan apa yang telah mereka

capai dan penuhi dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial. Secara sederhana dapat

dikatakan bahwa pengungkapan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi

keberhasilan pelaksanaan corporate social responsibility yang dimuat dalam suatu

laporan keuangan tahunan.

Tetapi, saat ini masyarakat mulai menuntut perusahaan untuk tidak hanya

memperhatikan kepentingan shareholdernya semata, tetapi juga kepentingan

masyarakat yang ikut menanggung atas dampak negatif yang ditimbulkannya.

Menurut PSAK, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan,

paragraf 17 menyatakan bahwa:

“Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk

menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin

dikendalikan di masa depan. Informasi fluktuasi kenerja adalah penting dalam

hubungan ini. Informasi kenerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas

perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada.

Disamping itu informasi tersebut juga berguna dalam perumusan

pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan

sumber daya.

Matthews dalam Emilia (2006;204) mendefinisikan Pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan sebagai berikut:

”Voluntary disclosures of information, both qualitative and quantitative made

by organizations to inform or influence a range of audiences. The quantitative

disclosures mau be in financial or non-financial term”.

Undang-undang PT No. 40 tahun 2007 pasal 66 (2007) menyatakan bahwa

perseroan harus menyampaikan laporan tahunan yang sekurang-kurangnya memuat

laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Menurut Ocran (2011:23), untuk kelangsungan hidup jangka panjang, CSR

telah diadopsi sebagai rutinitas perusahaan. CSR strategis adalah dimana sebuah

organisasi mencapai keberlanjutan sedemikian rupa bahwa tindakan CSR telah

menjadi bagian tak terpisahkan dari cara di mana sebuah perusahaan melakukan

bisnisnya. Hal yang menyambungkan hubungan ke sekitar dari perusahaan telah

ditata dengan jelas hanya karena, jika tidak berkontribusi pada bottom line, akhirnya

akan ditolak oleh para pemangku kepentingan lainnya dari organisasi.

Ocran juga berpendapat, ada sebuah perdebatan luas mengenai legitimasi dan

nilai menjadi bisnis yang bertanggung jawab secara sosial. Ada pandangan yang

berbeda dari peran sebuah perusahaan dalam masyarakat dan ketidaksepakatan

mengenai apakah maksimalisasi kekayaan harus menjadi satu-satunya tujuan dari

suatu perusahaan. Kebanyakan orang mengidentifikasi manfaat tertentu untuk bisnis

bertanggung jawab secara sosial, tetapi sebagian besar manfaat ini masih sulit untuk

dihitung dan diukur. Argumen ada yang mendukung pandangan bahwa perusahaan

yang memiliki kinerja keuangan yang solid memiliki lebih banyak sumber daya untuk

berinvestasi dalam domain kinerja sosial, seperti hubungan karyawan, masalah

lingkungan, atau hubungan masyarakat.

Ocran juga mengemukakan, secara finansial perusahaan yang kuat mampu

untuk berinvestasi dalam cara-cara yang memiliki dampak yang lebih strategis jangka

panjang, seperti memberikan layanan bagi masyarakat dan karyawan mereka. Alokasi

tersebut dapat secara strategis terkait dengan citra publik yang lebih baik dan

meningkatkan hubungan dengan masyarakat di samping kemampuan ditingkatkan

untuk menarik karyawan yang lebih terampil. Di sisi lain, perusahaan dengan

masalah keuangan biasanya mengalokasikan sumber daya mereka dalam proyek-

proyek dengan horizon yang lebih pendek.

Corporate social responsibility disclosure (CSRD) perusahaan dapat

digambarkan sebagai ketersediaan informasi keuangan dan non-keuangan yang

meliputi manfaat sosial (social benefit) dan biaya sosial (social cost) berkaitan

dengan interaksi organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya.

Penyediaan informasi yang luas dalam laporan keuangan merupakan keharusan yang

disebabkan adanya permintaan berbagai pihak yang berkepentingan dengan informasi

tersebut.

Menentukan bagaimana kinerja sosial dan finansial yang terhubung lebih

rumit oleh kurangnya konsensus metodologi pengukuran yang berkaitan dengan

kinerja sosial perusahaan. Secara signifikan, tidak jelas seperti apa ukuran indikator

ini. Dalam kasus lain, peneliti menggunakan laporan perusahaan pengungkapan

tahunan resmi kepada pemegang saham, CSR laporan, atau sejenisnya. Meskipun

popularitas sumber-sumber ini, tidak ada cara untuk mengetahui secara empiris

apakah data kinerja sosial diungkapkan oleh perusahaan berada di bawah harapan

atau dilebih-lebihkan. Beberapa perusahaan memiliki laporan CSR yang telah

diverifikasi eksternal (Ocran, 2011).

Perusahaan melakukan pengungkapan informasi sosial dengan tujuan untuk

membangun image pada perusahaan dan mendapatkan perhatian dari masyarakat.

Anggraini (2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk

memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola

perusahaan yang baik (good corporate governance) memaksa perusahaan untuk

memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk

hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi

makanan dapat terpenuhi.

Beberapa teknik pengungkapan sosial seperti diungkapkan oleh Harahap

(2006), yaitu:

1. Pengungkapan dalam surat kepada pemegang saham baik dalam laporan

tahunan atau dalam bentuk laporan lainnya.

2. Pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan.

3. Dibuat dalam perkiraan tambahan misalnya melalui adanya perkiraan

(akun) penyisihan kerusakan lokasi, biaya pemeliharaan lingkungan dan

sebagainya.

Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis organisasi

yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka

laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan

dan penerapan di seluruh dunia. Daftar pengungkapan sosial yang berdasarkan

standar GRI juga pernah digunakan oleh Dahlia dan Siregar (2008), peneliti ini

menggunakan 6 indikator pengungkapan yaitu : ekonomi, lingkungan, praktik bisnis

dan tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial dan produk. Indikator-indikator yang

terdapat di dalam GRI yang digunakan dalam penelitian yaitu :

1. Indikator Kinerja Ekonomi (economic performance indicator)

2. Indikator Kinerja Lingkungan (environment performance indicator)

3. Indikator Kinerja Praktik Bisnis dan Tenaga Kerja (labor practices

performance indicator)

4. Indikator Kinerja Hak Asasi Manusia (human rights performance

indicator)

5. Indikator Kinerja Sosial (social performance indicator)

6. Indikator Kinerja Produk (product responsibility performance indicator)

Indikator ekonomi menggambarkan bahwa suatu perusahaan haruslah

memajukan dan berdampak baik pada perekonomian masyarakat sekitar perusahaan

tersebut.

Indikator lingkungan antara lain pengendalian polusi, pencegahan atau

perbaikan kerusakan lingkungan, konservasi sumber alam, menerima penghargaan

berkaitan dengan program lingkungan pengolahan limbah, mempelajari dampak

lingkungan.

Indikator tenaga kerja menggambarkan pelatihan tenaga kerja melalui

program tertentu di tempat kerja, mendirikan suatu pusat pelatihan tenaga kerja,

mengungkapkan persentase gaji untuk pensiun, mengungkapkan kebijakan

penggajian dalam perusahaan, mengungkapkan jumlah tenaga kerja dalam

perusahaan, mengungkapkan tingkatan manajerial yang ada, masa kerja tenaga kerja

dan kelompok usia tenaga kerja.

Indikator hak asasi manusia setidaknya dapat menggambarkan minimalisasi

polusi, iritasi atau resiko dalam lingkungan kerja, mempromosikan keselamatan

tenaga kerja dan kesehatan fisik atau mental, mengungkapkan statistik kecelakaan

kerja, mentaati standar kesehatan dan keselamatan kerja, menerima penghargaan

berkaitan dengan keselamatan kerja, menetapkan suatu komite keselamatan kerja.

Indikator sosial dapat berupa sumbangan tunai atau produk, pelayanan untuk

mendukung aktivitas masyarakat, pendidikan dan seni, tenaga kerja paruh waktu

(part-time employment), sebagai sponsor untuk konferensi pendidikan, membiayai

program beasiswa, membuka fasilitas perusahaan untuk masyarakat.

Indikator produk meiliki kriteria, pengungkapan informasi pengembangan

produk perusahaan, pengungkapan informasi proyek riset, membuat produk lebih

aman untuk konsumen, melaksanakan riset atas tingkat keselamatan produk

perusahaan, pengungkapan peningkatan kebersihan/kesehatan dalam pengolahan dan

penyiapan produk, pengungkapan informasi atas keselamatan produk perusahaan.

2.1.2 Profitabilitas Perusahaan

Telah kita ketahui bahwa tujuan utama yang diharapkan oleh suatu

perusahaan dalam kegiatan usahanya adalah menghasilkan laba secara optimal

dengan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisiensi untuk kelangsungan

hidup perusahaan. Tujuan inilah yang selama bertahun-tahun menjadi doktrin di

sekolah-sekolah bisnis, bahwa tujuan satu-satunya perusahaan adalah mencapai laba

semaksimal mungkin dan memakmurkan para stakeholdersnya.

Profitabilitas adalah faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibelitas

kepada manajemen untuk melakukan dan mengungkapkan kepada pemegang saham

program tanggung jawab sosial secara lebih luas (Heinze, 1976 dalam Florence, et al.,

2004).

Menurut Helfert (2003:126) profitability is the effectiveness with which

management has employed both the total assets and the net assets as recorded on the

balance sheet.

Menurut Greuning (2005:29) profitabilitas adalah suatu indikasi atas

bagaimana margin laba suatu perusahaan berhubungan dengan penjualan, modal rata-

rata, dan ekuitas saham biasa rata-rata.

Hackston dan Milne (1996) mendefinisikan profitabilitas sebagai faktor yang

membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan

pertanggung jawaban sosial kepada pemegang saham.

Astuti (2004:36) mengartikan profitabilitas sebagai kemampuan suatu

perusahaan untuk menghasilkan laba. Salah satu ukuran profitabilitas yang paling

penting adalah laba bersih. Para investor dan kreditor sangat berkepentingan dalam

mengevaluasi kemampuan perusahaan mengahsilkan laba saat ini maupun modal

sendiri.

Profitabilitas yang tinggi menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Gibson (2001:286), yaitu :

“Profitability is the ability of the firm to generate earnings. Analysis of profit

is vital concern to shareholders since they derive revenue in the form of

dividends. Futher increased profit can cause a rise in market price, leading to

capital gains. Profit are also important to creditors because profit are one

source of found for debt coverage. Management users profit as a performance

a measure”.

Profitabilitas dapat diterapkan dengan menghitung berbagai tolak ukur yang

relevan. Salah satu tolak ukur adalah dengan menggunakan rasio keuangan sebagai

salah satu alat didalam menganalisis kondisi keuangan hasil operasi dan tingkat

profitabilitas suatu perusahaan (Almar dkk, 2012).

Menurut Sudarmadji (2007) profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja

yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan

oleh laba yang dihasilkan. Secara garis besar, laba yang dihasilkan perusahaan

berasal dari penjualan dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan.

Harahap (2007:309), mengemukakan bahwa profitabilitas atau disebut juga

rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui

semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal,

jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya.

Petronila dan Mukhlasin (2002) dalam Wahidahwati (2003) profitabilitas

merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Ukuran

profitabilitas dapat berbagai macam seperti : laba operasi, laba bersih, tingkat

pengembalian investasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik.

Budianas (2013) mendefinisikan profitabilitas merupakan kemampuan yang

dicapai oleh perusahaan dalam satu periode tertentu. Dasar penilaian profitabilitas

adalah laporan keuangan yang terdiri dari laporan neraca dan rugi-laba perusahaan.

Berdasarkan kedua laporan keuangan tersebut akan dapat ditentukan hasil analisis

sejumlah rasio dan selanjutnya rasio ini digunakan untuk menilai beberapa aspek

tertentu dari operasi perusahaan.

Darsono dan Ashari (2005:56-59) menyebutkan bahwa metode perhitungan

profitabilitas perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

1. Gross Profit Margin, dicari dengan penjualan bersih dikurangi harga pokok

penjualan dibagi penjualan bersih. Rasio ini berguna untuk mengetahui

keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Jadi dapat

diketahui untuk setiap barang yang dijual, perusahaan memperoleh

keuntungan kotor sebesar x rupiah.

2. Net Profit Margin (NPM), rasio ini menggambarkan besarnya laba bersih

yang diperoleh oleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan.

3. Return on Asset (ROA), merupakan salah satu rasio untuk mengukur

profitabilitas perusahaan, yaitu merupakan perbandingan antara laba bersih

dengan rata-rata total aktiva.

4. Return on Equity (ROE), merupakan salah satu rasio untuk mengetahui

besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah

modal dari pemilik.

5. Earning Per Share (EPS), merupakan alat analisis yang dipakai untuk melihat

keuntungan dengan dasar saham adalah earnings per share yang dicari dengan

laba bersih dibagi saham yagn beredar. Rasio ini menggambarkan besarnya

pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham.

6. Payout Ratio (PR), merupakan rasio yang menggambarkan persentase deviden

kas yang diterima oleh pemegang saham terhadap laba bersih yang diperoleh

perusahaan.

7. Retention Ratio (RR), merupakan rasio yang menggambarkan persentase laba

bersih yang digunakan untuk penambahan modal perusahaan.

8. Productivity Ratio (PR), merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan

operasional perusahaan dalam menjual dengan menggunakan aktiva yang

dimiliki.

2.1.3 Return on Assets (ROA)

Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam

analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu

menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA mampu

mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan pada masa lampau

untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Aset atau aktiva yang

dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri

maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva

perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan.

Menurut Horne dan Wachowicz (2005:235), “ROA mengukur efektivitas

keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang tersedia; daya untuk

menghasilkan laba dari modal yang diinvestasikan”. Horne dan Wachowicz

menghitung ROA dengan menggunakan rumus laba bersih setelah pajak dibagi

dengan total aktiva.

Almar dkk. (2012) mengemukakan, Return on Assets (ROA) merupakan salah

satu rasio untuk mengukur profitabilitas perusahaan, yaitu dengan membagi laba

bersih dengan rata-rata total aktiva. Dimana rata-rata total aktiva dapat diperoleh dari

total aktiva awal tahun ditambah total aktiva akhir tahun dibagi dua. ROA disebut

juga Earning Power karena rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan. ROA

mengukur berapa persentase laba bersih terhadap total aktiva perusahaan tesebut.

Dengan mengetahui rasio ini dapat dinilai apakah perusahaan telah efisien dalam

memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan.

Henry Simamora (2006:529), dalam bukunya Akuntansi Basis Pengambilan

Keputusan mendefinisakan Return on Asset yaitu “Rasio imbalan aktiva (ROA)

merupakan suatu ukuran keseluruhan profitabilitas perusahaan”.

Menurut Hanafi dan Halim (2003:27), Return on Assets (ROA) merupakan

rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan profitabilitas mengukur

kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada tingkat pendapatan,

aset dan modal saham tertentu. Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah

perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk

menghasilkan keuntungan.

Mardiyanto (2009: 196) mengemukakan ROA adalah rasio yang digunakan

untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari

aktivitas investasi.

Menurut Dendawijaya (2003: 120) rasio ini digunakan untuk mengukur

kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan.

Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh

perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi

penggunaan asset.

Menurut Lestari dan Sugiharto (2007: 196) ROA adalah rasio yang digunakan

untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva. Dengan

kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas aset dalam

memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik

perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan

perusahaan tersebut semakin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian

atau dividen akan semakin besar. Hal ini juga akan berdampak pada harga saham dari

perusahaan tersebut di pasar modal yang akan semakin meningkat sehingga ROA

akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Menurut Lestari dan Sugiharto

angka ROA dapat dikatakan baik apabila lebih dari dua persen.

Definisi-definisi di atas menggambarkan bahwa Return on Asset merupakan

rasio imbalan aktiva dipakai untuk mengevaluasi apakah manajemen telah mendapat

imbalan yang memadai dari aset yang dikuasainya. Dalam perhitungan rasio ini,

hasil biasanya didefinisakan sebagai sebagai laba bersih. Rasio ini merupakan ukuran

yang baik jika seseorang ingin mengevaluasi seberapa baik perusahaan telah

memakai dananya, tanpa memperhatikan besarnya relatif sumber dana tersebut.

Return On Asset kerap kali dipakai oleh manajemen puncak untuk mengevaluasi unit-

unit bisnis di dalam suatu perusahaan multidivisional.

2.1.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Hasil Penelitian

Cheung, Y.L, et.al.

(2009)

Does corporate social

responsibility matter in

Asian emerging

markets

Hasil penelitian

menunjukan ada

hubungan yang positif

dan signifikan antara

CSR dan nilai pasar

dalam perusahaan di Asia

Choi, Kwak and

Choe (2010)

Corporate social

responsibility and

corporate financial

performance: Evidence

from Korea

Peneliti menemukan hasil

yang positif dan

signifikan antara

performa finansial

korporasi dengan indeks

CSR berbasis stakeholder

Dahlia dan Siregar

(2008)

Pengaruh corporate

social responsibility

terhadap kinerja

perusahaan

Tingkat pengungkapan

CSR dalam laporan

tahunan perusahaan

berpengaruh positif

terhadap variable ROA

dan ROE sebagai proksi

dari kinerja keuangan

Margarita

Tsoutsoura (2004)

Corporate social

responsibility and

financial performance

CSR berpengaruh positif

terhadap kinerja

keuangan perusahaan

Multafia Almar,

Rima Rachmawati

dan Asfia Murni

(2012)

PENGARUH

PENGUNGKAPAN

CORPORATE

SOCIAL

RESPONSIBILITY

(CSR) TERHADAP

PROFITABILITAS

PERUSAHAAN

Hasil analisis regresi

linier sederhana

menunjukkan positif dan

signifikan antara

pengungkapan Corporate

Social Responsibility

terhadap profitabilitas

perusahaan yang diukur

dengan ROA dan NPM

Nelling, E., and

Webb, E. (2006)

Corporate social

responsibility and

financial performance:

The “virtuous circle”

revisited. Review of

Quantitative Finance

Menemukan bahwa ada

hubungan yang negatif

dan signifikan antara

CSR score dan ROA

and Accounting

Mulyadi dan Anwar

(2012)

Pengaruh corporate

social responsibility

terhadap nilai

perusahaan dan

profitabilitas

Tidak ada hubungan

signifikan antara CSR

dengan nilai perusahaan

dan profitabilitas

Sumber : Hasil Olahan Peneliti

Banyak peneliti yang telah melakukan pengujian tentang adanya hubungan antara

pengungkapan CSR dengan profitabilitas perusahaan maupun terhadap nilai perusahaan.

Hasil penelitian para peneliti terdahulu bervariasi dimulai dari terdapatnya hubungan

yang positif antara CSR dengan profitabilitas maupun nilai perusahaan dan juga yang

tidak menunjukan hubungan antara CSR dengan profitabilitas maupun nilai perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Cheung dkk.

(2009), menunjukan ada hubungan yang positif dan signifikan antara CSR dan nilai

pasar dalam perusahaan di Asia. Choi dkk. (2010), dalam penelitiannya hasil yang

positif dan signifikan antara performa finansial korporasi dengan indeks CSR

berbasis stakeholder. Begitu pula dengan Dahlia dan Siregar (2008), Tsoutsoura

(2004), Almar dkk. (2012), menemukan adanya hubungan positif antara CSR dengan

profitabilitas perusahaan. Berbeda dengan peneliti lainnya, Nelling dan Webb (2006)

serta Mulyadi dan Anwar (2012) menemukan tidak adanya hubungan antara CSR

dengan profitabilitas perusahaan dan nilai perusahaan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap

Profitabilitas Perusahaan Industri Rokok yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI). Dalam era globalisasi dan perkembangan ekonomi yang semakin

pesat, setiap perusahaan dituntut agar dapat berkompetisi dengan perusahaan lainnya.

Hal tersebut mendorong setiap perusahaan untuk menciptakan berbagai inovasi agar

menarik perhatian konsumen, yang pada akhirnya akan meningkatkan laba

perusahaan.

Kebijakan, strategi dan program yang berkaitan dengan kegiatan sosial dapat

digunakan untuk menunjukkan tingkat komitmen CSR dari suatu organisasi.

Organisasi juga perlu untuk memenuhi permintaan dan harapan pelanggan. Hari ini,

perilaku pembelian berubah dimana konsumen memiliki informasi dan kepastian

semakin diperlukan kepentingan pada masalah lingkungan dan sosial. Seperti untuk

menjaga hubungan baik dan menarik lebih banyak pelanggan, perusahaan mengambil

inisiatif untuk memenuhi permintaan memberikan informasi tersebut. Misalnya, eco-

labeling adalah cara berkomunikasi tanggung jawab sosial organisasi kepada public

(Ocran, 2011).

Selain itu, CSR juga terkait dengan pekerjaan, belajar sepanjang hayat,

konsultasi dan partisipasi pekerja, kesempatan yang sama dan integrasi masyarakat

terhadap restrukturisasi dan perubahan industri. Karyawan yang merasa dilindungi

dan dihargai akan meningkatkan produktivitas mereka dalam produksi dan dengan

demikian, dapat mencapai skala ekonomi yang diinginkan perusahaan (Ocran, 2011).

Kondisi keuangan perusahaan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator

untuk menilai suatu perusahaan itu berjalan secara efisien atau inefisien. Selain itu,

kondisi keuangan merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap para

stakeholdernya. Akan tetapi, kini tanggung jawab perusahaan tidak hanya terfokus

pada nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangan saja (single bottom

line) tetapi tanggung jawab sosial perusahaan pun harus memperhatikan kondisi

lingkungan dan masalah sosial (triple bottom line) (Daniri, 2008). Sinergi dari ketiga

elemen tersebut merupakan kunci dari konsep pembangunan yang berkelanjutan

(Siregar, 2007).

Corporate social responsibility dalam Undang-undang Perseroan Terbatas

Pasal 1 ayat 3 dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan yang

diartikan sebagai komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan

ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang

bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas sendiri, maupun masyarakat pada

umumnya. Dengan kata lain, perusahaan bukan lagi sebagai entitas yang hanya

mementingkan dirinya sendiri saja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib

melakukan adaptasi cultural dengan lingkungan sosialnya.

Banyak pelaku usaha yang tidak menyadari bahkan tidak mengindahkan

apakah kegiatan operasional perusahaannya berdampak negatif atau tidak. Banyak

perusahaan yang hanya memikirkan bagaimana cara meningkatkan penjualan

produknya tanpa melihat bagaimana kondisi alam dan masyarakat sekitar. Akibatnya,

terjadi hubungan yang tidak harmonis antara perusahaan dengan masyarakat sekitar

yang diwarnai berbagai konflik dan ketegangan, misalnya tuntutan atas ganti rugi

kerusakan lingkungan (Achda, 2006).

Salah satu prinsip perusahaan adalah going concern, yang berarti bahwa

perusahaan didirikan bukan hanya untuk waktu yang sesaat melainkan untuk waktu

yang terus menerus. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perusahaan perlu

melaksanakan program corporate social responsibility yang mencakup

pemberdayaan people, profit, dan planet. Dengan adanya perhatian dan bantuan yang

diberikan korporat terhadap masyarakat diharapkan akan membuat daya beli

masyarakat membaik, dan akan menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap

produk yang dihasilkan korporat tersebut. Maka secara tidak langsung masyarakat

memegang peranan penting dalam upaya peningkatan profitabilitas perusahaan

(Almar dkk, 2012).

Nugroho (2007) mengatakan bahwa dengan mengungkapkan corporate social

responsibility di dalam laporan tahunan, usaha suatu perusahaan akan lebih

berkesinambungan yang pada akhinya laba yang diperoleh perusahaan akan terjaga,

selain itu praktik CSR akan mencegah eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam,

menjaga kualitas lingkungan dengan menekan tingkat polusi dan bahkan perusahaan

terlibat mempengaruhi lingkungannnya. Praktik pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary disclosure) bukan suatu

kewajiban (mandatory disclosure). Walaupun masih bersifat sukarela tetapi

perusahaan semakin menyadari bahwa dengan mengungkapkan aktifitas sosial akan

mendeskripsikan lebih jauh peran perusahaan dalam menjalankan fungsi-fungsi

sosialnya. Sehingga perusahaan dapat membangun, mempertahankan dan

melegitimasi kontribusi perusahaan.

Sesuai dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan

memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan

nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok

kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Hal tersebut berarti bahwa

kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan

masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi. Jika keadaan

masyarakat dimana suatu korporat berdiri tidak mempunyai daya beli yang tinggi

maka secara tidak langsung akan mempengaruhi profitabilitas dan keberlanjutan

perusahaan serta mempengaruhi daya tarik investor dalam menginvestasikan

dananya. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dengan mengungkapkan

corporate social responsibility disebuah perusahaan akan memberikan pengaruh pada

profitabilitas perusahaan tersebut. Oleh karena itu, pengungkapan corporate social

responsibility diharapkan dapat menghasilkan hubungan positif yang searah dengan

tingkat profitabilitas perusahaan (Haniffa dkk, 2005).

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan diatas, kemudian

digambarkan dalam kerangka teoritis yang merupakan alur pemikiran dari peneliti

yang disusun sebagai berikut:

Gambar 2.4

Corporate Social Responsibility

Profitabilitas

Skema Paradigma Penelitian

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang ada, maka hipotesis

dalam penelitian ini adalah :

Ho : Corporate Social Responsibility Tidak Berpengaruh Terhadap Profitabilitas

Ha : Corporate Social Responsibility Berpengaruh Terhadap Profitabilitas