24
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik 2.1.1 Pengertian Stroke atau cerebrovaskular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002:2131). Secara garis besar stroke dibagi menjadi dua golongan yaitu stroke perdarahan dan stroke iskemik (Irfan, 2010:69). Stroke iskemik terjadi sekitar 80% sampai 85 % dari total insden stroke yang diakibatkan obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi ini dapat disebabkan karena adanya bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal (Price & Wilson, 2006:1113). Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan adanya obtruksi dari pembuluh darah oleh plak aterosklerotik, bekuan darah atau kombinasi keduanya sehingga menghambat aliran darah ke area otak (Linton, 2007:467). 2.1.2 Klasifikasi Stroke Iskemik Menurut Harsono (2007:86) stroke iskemik secara patologik dapat dibagi tiga yaitu Trombosis pembuluh darah (thrombosis serebri), Emboli serebri, Arteritis sebagai akibat dari lues/arteritis temporalis. Sedangkan berdasarkan bentuk klinisnya stroke iskemik diklasifikasikan menjadi :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stroke Iskemik

2.1.1 Pengertian

Stroke atau cerebrovaskular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,

2002:2131). Secara garis besar stroke dibagi menjadi dua golongan yaitu stroke

perdarahan dan stroke iskemik (Irfan, 2010:69). Stroke iskemik terjadi sekitar

80% sampai 85 % dari total insden stroke yang diakibatkan obstruksi atau bekuan

di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi ini dapat

disebabkan karena adanya bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam pembuluh

otak atau pembuluh atau organ distal (Price & Wilson, 2006:1113).

Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan adanya obtruksi dari pembuluh

darah oleh plak aterosklerotik, bekuan darah atau kombinasi keduanya sehingga

menghambat aliran darah ke area otak (Linton, 2007:467).

2.1.2 Klasifikasi Stroke Iskemik

Menurut Harsono (2007:86) stroke iskemik secara patologik dapat dibagi tiga

yaitu Trombosis pembuluh darah (thrombosis serebri), Emboli serebri, Arteritis

sebagai akibat dari lues/arteritis temporalis. Sedangkan berdasarkan bentuk

klinisnya stroke iskemik diklasifikasikan menjadi :

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

9

a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) pada bentuk ini

gejala neurologic yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan

menghilang dalam waktu 24 jam.

b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit

(RIND), gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih

lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

c. Stroke Progresif (Progessive Stroke/stroke in evolution), stroke yang gejala

neurologiknya makin lama makin berat.

d. Stroke Komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke), stroke yang gejala

klinisnya sudah menetap.

2.1.3 Patofisiologi Stroke Iskemik

Iskemik serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis (terbentuknya

ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan oklusi

mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan kemudian dapat

terlepas sebagai emboli (Harsono, 2007:87).

Trombus, emboli yang terjadi mengakibatkan terjadinya iskemik, sel otak

kehilangan kemampuan menghasilkan energi terutama adenosin trifosfat (ATP),

pompa Natrium Kalium ATPase gagal sehingga terjadi depolarisasi (Natrium

berada dalam sel dan Kalium diluar sel) dan permukaan sel menjadi lebih negatif,

kanal Kalsium terbuka dan influk Kalsium kedalam sel. keadaan depolarisasi ini

merangsang pelepasan neurotransmiter eksitatorik yaitu glutamat yang juga

menyebabkan influk kalsium kedalam sel, Sehingga terjadi peningkatan Kalsium

dalam sel. Glutamat yang dibebaskan akan merangsang aktivitas kimiawi dan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

10

listrik di sel otak lain dengan melekatkan ke suatu molekul di neuron lain, reseptor

N-metil D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim

nitrat oksida sintase (NOS) yang menyebabkan terbentuknya molekul gas, Nitrat

oksida (NO).

Pembentukan NO yang terjadi dengan cepat dan dalam jumlah besar melemahkan

asam deoksiribonukleat (DNA) neuron, dan mengaktifkan enzim, Poli (adenozin

difosfat-[ADP] ribosa) polimerase (PARP). Enzim ini menyebabkan dan

mempercepat eksitotoksitas setelah iskhemik serebrum sehingga terjadi deplesi

energi sel yang hebat dan kematian sel. Peningkatan Kalsium intra sel

mengaktifkan protease (enzim yang mencerna protein sel), Lipase (enzim yang

mencerna membran sel) dan radikal bebas yang terbentuk akibat jenjang sistemik.

Sel-sel otak mengalami infark, jaringan otak mengalami odema, sehingga perfusi

jaringan cerebral terganggu. Sawar otak mengalami kerusakan akibat terpajan

terhadap zat-zat toksik, kehilangan autoregulasi otak sehingga Cerebral Blood

Flow (CBF) menjadi tidak responsif terhadap perbedaan tekanan dan kebutuhan

metabolik. Kehilangan autoregulasi adalah penyulit stroke yang berbahaya dan

dapat memicu lingkaran setan berupa peningkatan odema otak dan peningkatan

tekanan intrakranial dan semakin luas kerusakan neuron. Odema otak juga akan

menekan struktur-struktur saraf didalam otak sehingga timbul gejala sesuai

dengan lokasi lesi (Price & Wilson, 2006:1116).

Infark otak timbul karena iskemia otak yang lama dan parah dengan perubahan

fungsi dan struktur otak yang ireversibel. Gangguan aliran darah otak akan timbul

perbedaan daerah jaringan otak : a. pada daerah yang mengalami hipoksia akan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

11

timbul edema sel otak dan bila berlangsung lebih lama, kemungkinan besar akan

terjadi infark, b. Daerah sekitar infark timbul daerah penumbra iskemik dimana

sel masih hidup tetapi tidak berfungsi, c. Daerah diluar penumbra akan timbul

edema local atau daerah hiperemisis berarti sel masih hidup dan berfungsi

(Harsono, 2007:86).

2.1.4 Gejala/Manifestasi Klinis

Kelumpuhan/disabilitas adalah salah satu gejala umum yang dialami pasien

stroke, kelumpuhan terjadi pada salah satu sisi tubuh yang berlawanan dengan sisi

otak yang mengalami kerusakan akibat stroke, kelumpuhan dapat berupa

hemiparesis atau hemiplegia. Keadaan ini dapat mempengaruhi wajah, lengan dan

kaki atau seluruh sisi tubuh sehingga pasien mengalami kesulitan dalam

melakukan kegiatan sehari hari seperti berjalan atau memegang benda (National

Institut of Neurological Dissorder and Stroke [NINDS], 2008 ).

Menurut Price & Wilson (2006:1118), gambaran klinis utama yang berkaitan

dengan insufisiensi arteri ke otak akibat stroke iskemik disebut sindrom

neurovaskular, diantaranya :

a. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral).

Cabang-cabang arteria karotis interna adalah arteria oftalmika, arteria

komunikantes posterior, arteria koroidalis anterior, arteria serebri anterior,

arteria serebri media. Dapat timbul berbagai sindrom diantaranya kebutaan satu

mata, gejala sensorik dan motorik di ektermitas kontra lateral karena

insufisiensi arteria serebri media. Bila lesi terjadi di daerah antara arteria

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

12

serebri anterior dan media atau arteria serebri media , gejalanya mula mula pada

ekstremitas atas (misalnya, tangan lemah, baal).

b. Arteria serebri media (tersering),

Gejalanya adalah hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya

mengenai lengan), kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral, afasia

global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang

berkaitan dengan bicara dan komunikasi dan disfasia.

c. Arteri Serebri Anterior

Gejalanya adalah kebingungan, kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di

tungkai, lengan proksimal juga mungkin terkena, gerakan volunteer tungkai

yang bersangkutan terganggu, deficit sensorik kontralateral, Demensia, gerakan

menggengam, reflex patologik (disfungsi lobus frontalis).

d. Sistem Vertebrobasilar (sirkulasi posterior : manifestasi biasanya bilateral)

Gejalanya adalah kelumpuhan disatu sampai ke empat ekstremitas,

meningkatnya reflek tendon, ataksia, tanda babinski bilateral, tremor, vertigo,

disfagia, disartria, sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat,

disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus,

gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut atau lidah.

e. Arteri serebri posterior (di lobus otak tengah atau thalamus) Gejalanya adalah

koma, hemiparesis kontralateral, afasia visual atau aleksia.

Gejala neurologik yang timbul akibat stroke di otak bergantung pada berat

ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Gejala utama stroke iskemik

akibat thrombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak /sub

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

13

akut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi

dan kesadaran biasanya tidak menurun (Harsono, 2007:88).

Kematian jaringan otak pada pasien stroke dapat menyebabkan hilangnya fungsi

yang dikendalikan oleh jaringan tersebut, salah satu gejala yang ditimbulkan

adalah kelemahan otot pada anggota gerak tubuh (Wiwit, 2010). Gangguan fisik

Stroke seperti kelemahan otot, nyeri, dan spastisitas dapat menyebabkan

penurunan kemampuan untuk menggunakan ekstremitas atas yang terkena stroke

dalam aktivitas sehari-hari, keadaan ini membuat seseorang menghindari

menggunakan lengan dan tangan yang terkena stroke, tidak menggunakan lengan

yang terkena stroke dapat menyebabkan kelemahan atau kehilangan kekuatan

otot, penurunan rentang gerak dan keterampilan motorik halus (Eng & Harris,

2009).

2.1.5 Komplikasi Stroke Iskemik

Pasien yang mengalami gejala berat misalnya imobilisasi dengan hemiplegia berat

rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian lebih awal, yaitu :

pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih),

thrombosis vena dalam/deep vein thrombosis (DVT) dan emboli paru, sekitar 10%

pasien dengan infark serebri meninggal 30 hari pertama dan hingga 50 % pasien

yang bertahan akan membutuhkan bantuan dalam mejalankan aktivitas sehari–

hari. Faktor-faktor yang mempunyai kontribusi pada disabilitas jangka panjang

meliputi ulkus dekubitus, epilepsi, depresi, jatuh berulang, spastisitas, kontraktur

dan kekakuan sendi (Ginsberg, 2007:91).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

14

2.1.6 Penatalaksanaan Stroke Iskemik

Penatalaksanaan stroke menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

(2011:39) adalah :

a. Pengobatan terhadap hipertensi, hipoglikemia/hiperglikemia, pemberian terapi

trombolisis, pemberian antikoagulan, pemberian antiplatelet dal lain-lain

tergantung kondisi klinis pasien.

b. Pemberian cairan, pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari

(parenteral maupun enteral), cairan parenteral yang diberikan adalah yang

isotonis seperti 0,9% salin.

c. Pemberian Nutrisi, Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam

48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik.

Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun nutrisi diberikan

melalui pipa nasogastrik.

d. Pencegahan dan penanganan komplikasi, mobilisasi dan penilaian dini untuk

mencegah komplikasi (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena

dalam, emboli paru, kontraktur) perlu dilakukan.

e. Rehabilitasi, direkomendasikan untuk melakukan rehabilitasi dini setelah

kondisi medis stabil, dan durasi serta intensitas rehabilitasi ditingkatkan

sesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Setelah keluar dari rumah sakit

direkomendasikan untuk melanjutkan rehabilitasi dengan berobat jalan selama

tahun pertama setelah stroke.

f. Penatalaksanaan medis lain, pemantauan kadar glukosa, jika gelisah lakukan

terapi psikologi, analgesik, terapi muntah dan pemberian H2 antagonis sesuai

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

15

indikasi, mobilisasi bertahap bila keadaan pasien stabil, kontrol buang air

besar dan kecil, pemeriksaan penunjang lain, edukasi keluarga dan discharge

planning.

2.1.7 Pemulihan Stroke

a. Fenomena Plastisitas Otak

Proses pemulihan stroke pada awalnya terjadilah reperfusi jaringan iskemik

disertai oleh terhentinya peradangan yang dipicu oleh glutamin yang dapat

menyebabkan kerusakan neuron lebih lanjut. Kerusakan neuron berkurang

sewaktu neuron- neuron didaerah penumbra iskemik mulai pulih. Kemudian

beberapa hari dan minggu setelah stroke akut, otak mulai melakukan proses

memulihkan fungsi yang hilang. Proses belajar kembali bergantung pada

kemampuan luar biasa otak untuk mereorganisasi dirinya sendiri (suatu

fenomena yang disebut plastisitas) dalam mempelajari suatu tugas atau

sewaktu pulih dari cedera. Plastisitas merupakan Kemampuan unik yang

membedakan sistem saraf dari jaringan lainnya, karena jaringan neuro tidak

memiliki kemampuan seperti jaringan lain untuk melakukan regenerasi (Price

& Wilson, 2006: 1127)

b. Peran Plastisitas Otak dalam Pemulihan Stroke

Kerusakan jaringan otak yang disebabkan oleh stroke dapat mengakibatkan

hilangnya fungsi cerebral, namun otak mampu melakukan proses

neuroplastisitas untuk mengembalikan fungsinya dengan cara menata kembali/

reorganisasi cortical maps sehingga proses penyembuhan terjadi (Petrina,

2010).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

16

Plastisitas otak (neuroplasticity) adalah kemampuan otak melakukan reorganisasi

dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas merupakan sifat

yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradaptasi terhadap

kebutuhan fungsional. Neuroplacity ini akan dimulai dari hari pertama sampai

kedua pasca stroke dan dapat berlangsung sampai sebulan (Brito, 2001; Irfan,

2010:37).

Untuk memberikan gambaran tentang plastisitas, maka penulis memberikan

ilustrasi dengan membandingkan antara sifat plastisitas dan elastisitas pada

gambar berikut ini :

Gambar 2.1. Deskripsi Plastisitas

Suatu benda dengan bentuk awal segi empat jika diberi intervensi atau

dimanipulasi untuk membentuk segitiga, maka pada saat proses dilakukan benda

berbentuk segitiga akan tetapi pada akhirnya benda tersebut akan kembali pada

bentuk awalnya, hal ini disebut sebagai kemampuan elastisitas. Jika bentuk awal

suatu benda berbentuk segi empat kemudian diberikan intervensi untuk

membentuk segitiga, maka pada saat proses dilakukan benda akan membentuk

segitiga dan juga membentuk akhir dari benda tersebut, hal ini disebut sebagai

kemampuan plastisitas. Dengan demikian jelas bahwa sifat elastisitas berbeda

dengan sifat plastisitas. Sifat plastisitas menunjukkan kemampuan benda untuk

berubah kedalam bentuk lain (Irfan, 2010:38)

Awal Proses Akhir Awal Proses Akhir

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

17

Petrina (2010) menyatakan plastisitas pada pemulihan fungsi ektremitas lebih

susah terjadi berhubungan dengan fenomena yang dikenal dengan learned nonuse,

bagian-bagian tubuh yang berhubungan dengan otak yang telah kehilangan

fungsinya akan berpengaruh serta akan kehilangan kekuatan bergeraknya. Pasien

yang tidak dapat menggerakkan ektremitas lemah menyebabkan pasien berusaha

menggunakan ektremitas yang normal, setelah beberapa lama saat efek kerusakan

sudah tidak terjadi lagi maka terjadilah adaptasi kembali dari otak, kekuatan

bergerak pulih namun pasien terlanjur belajar bahwa ektremitas yang mengalami

kelemahan sudah tidak berfungsi lagi.

Ektremitas yang mengalami kelemahan tidak dapat menggerakkan otot dan otot

tidak digunakan secara rutin, hal ini mengakibatkan bagian otak yang bertanggung

jawab tidak terstimulasi. Untuk mengurangi dan memulihkan kondisi dari efek

learned nonuse perlu dilakukan latihan pada ektremitas yang lemah.

Stimulasi pada daerah yang terkena stroke dalam otak perlu dilakukan untuk

membangun koneksi baru dalam otak, caranya adalah dengan menyentuh benda

yang memiliki tekstur yang berbeda-beda menggunakan ektremitas atas yang

mengalami kelemahan. Stimulasi ini dapat menggunakan alat untuk melatih

ektremitas atas guna memperbaiki sensasi dan kekuatan ototnya ataupun dengan

cara menjalin jari-jari yang normal dan lemah, lalu meletakkan telapak tangan

pada bahan dan permukaan yang berbeda-beda (Hutton 2008:119).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

18

2.1.8 Sistem Saraf

Sistem syaraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta

terdiri terutama dari jaringan syaraf. Kemampuan untuk menstransmisi suatu

respon terhadap stimulasi diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama :

a. Input Sensorik, sistem syaraf menerima sensasi atau stimulus melalui reseptor,

yang terletak di tubuh baik eksternal (reseptor somatik) maupun internal

(reseptor viseral). Reseptor adalah organ sensorik khusus yang mampu

mencatat perubahan tertentu di dalam organism dan sekitarnya serta

menghantarkan rangsangan ini sebagai impuls. Reseptor merupakan organ

akhir dari serat syaraf aferen.

b. Aktivitas integratif. Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang

menjalar disepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang

kemudian akan menginterpretasikan dan mengintegrasi stimulus, sehingga

respon terhadap informasi bisa terjadi.

c. Output motorik. Impuls dari otak dan medulla spinalis memperoleh respon

yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh, yang disebut sebagai efektor (Sloane,

2004:154).

2.2 Konsep Kekuatan Otot

2.2.1 Pengertian Sistem Otot

Otot adalah jaringan yang terbesar dalam tubuh (Irfan, 2010:6). Jaringan otot yang

mencapai 40% sampai 50% berat tubuh, pada umumnya tersusun dari sel- sel

kontraktil yang di sebut serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

19

pergerakan dan melakukan pekerjaan (Sloane,2004:119) Otot secara umum dibagi

atas tiga jenis yaitu, otot rangka, otot jantung, dan otot polos. Otot rangka

merupakan massa yang besar yang menyusun jaringan, gambaran garis lintang

sangat jelas , tidak berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari syaraf, Secara

umum dikendalikan oleh kehendak/volunter (Ganong, 2003:62). Otot melakukan

pergerakan berupa kontraksi dan relaksasi yang didukung oleh berbagai

komponen didalam otot. Kontraksi otot dilakukan dengan gerakan tarikan

(pemendekan otot) dan untuk mengembalikannya memerlukan gerakan relaksasi.

Gerakan kontraksi dan relaksasi inilah yang memungkinkan kita bisa bergerak,

melakukan mobilisasi (Saryono, 2011:2).

Kekuatan otot merupakan kemampuan otot menahan beban baik berupa beban

eksternal maupun beban internal. Kekuatan otot sangat berhubungan dengan

sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan system saraf mengaktifasi

otot untuk melakukan kontraksi. Dengan demikian semakin banyak serabut otot

teraktivasi, maka semakin besar pula keuatan yang dihasilkan oleh otot tersebut

(Irfan, 2010:47). Kekuatan kontraksi otot dipengaruhi oleh ukuran otot dan

susunan otot. Ukuran unit motorik dan perekruitan unit motorik, dan panjang otot

saat awal kontraksi. Latihan beban atau hambatan/tahanan (angkat beban), akan

merangsang pembesaran sel akibat sintesis miofilamen yang banyak. Latihan daya

tahan menghasilkan peningkatan mitokondria, glikogen dan densitas kapiler. Otot

yang tidak digunakan dapat mengalami atropi. Hal ini akibat serabut otot secara

progresif memendek (Saryono, 2011:110).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

20

2.2.2 Fungsi Sistem Muskular

Fungsi otot menurut Sloane (2004:119) adalah :

a. Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut

melekat dan bergerak dalam bagian-bagian organ internal tubuh

b. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan

mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk

terhadap gaya gravitasi

c. Produksi Panas. Kontraksi otot secara metabolis menghasilkan panas untuk

mempertahankan suhu normal tubuh.

2.2.3 Mekanisme Umum Kontraksi Otot

Impuls saraf berasal dari otak, merambat ke neuron motorik dan merangsang

serabut otot pada neuromuscular junction (tempat hubungan sel saraf dengan

otot). Ketika serabut otot dirangsang untuk berkontraksi, miofilamen bergeser

(overlap) satu dengan yang lain menyebabkan sarkomer memendek. (Saryono,

2011:46).

Menurut Guyton & Hall (2007:76) mekanisme kontraksi otot timbul dan

berakhirnya terjadi dalam urutan tahap-tahap berikut :

a. Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf motorik sampai ke

ujungnya pada serabut otot.

b. Disetiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmitter, yaitu asetilkolin

dalam jumlah sedikit.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

21

c. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serabut otot untuk

membuka banyak kanal melalui molekul-molekul protein yang terapung pada

membran.

d. Terbukanya kanal yang memiliki asetilkolin memungkinkan sejumlah besar

ion natrium untuk berdifusi ke bagian dalam membran serabut otot. Peristiwa

ini akan menimbulkan suatu potensial aksi pada membran.

e. Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serabut otot dengan cara

yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang membran serabut saraf.

f. Potensial aksi ini akan menimbulkan depolarisasi membran otot dan banyak

aliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat serabut otot. Potensial aksi

menyebabkan retikulum sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium

yang telah tersimpan di dalam retikulum ini.

g. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan

miosin yang menyebabkan kedua filamen tersebut bergeser satu sama lain dan

menghasilkan proses kontraksi. Selama proses kontraksi sejumlah ATP

dipecah membentuk ADP.

h. Setelah kurang dari satu detik ion kalsium dipompa kembali ke dalam

retikulum sarkoplasma oleh pompa membran Ca dan ion-ion ini tetap

disimpan dalam retikulum sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi.

Pengeluaran ion kalsium dari myofibril akan menyebabkan kontraksi otot

terhenti.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

22

2.2.4 Sistem Motorik

Watson (2002:80) menjelaskan bahwa sistem motorik mengatur pergerakan

berbagai bagian tubuh. Area motorik terletak di bagian depan suklus sentral,

areanya disebut girus prasentral, di depan area motorik terdapat area pramotorik

yang bertanggung jawab terhadap pola gerakan.

Area motorik menerima impuls dari berbagai bagian otak, termasuk area sensorik.

Dari korteks impuls dikirim ke medulla spinalis, inti motorik pada batang otak,

basal ganglia, serebelum dan pons. Stimulus masuk melewati saraf perifer ke otot

skeletal, yang tetap dalam keadaan tegang dan disebut sebagai tonus otot melalui

berbagai traktus saraf. Keletihan otot dicegah dengan menggunakan berbagai

rangkaian serabut motorik secara berturut-turut dan derajat tonus bergantung

kepada jumlah serabut yang digunakan pada suatu waktu.

Istilah neuron motorik bagian atas menggambarkan serabut motorik dalam sistem

saraf pusat sejauh ia bersinaps dengan sel suatu sel kornu anterior. Neuron

motorik bagian bawah menggambarkan suatu sel kornu anterior dan

serabutnya.Traktus kortikospinal biasanya disebut traktus piramidal, sehingga

istilah sistem ekstra-piramidal menggambarkan semua sistem motorik traktus

kortikospinal dan kortikonuklear. Fungsi utama sistem ini ialah koordinasi

gerakan otot dalam mempertahankan postur tubuh sehinnga gerakan dapat

dilakukan dengan akurat sambil mempertahankan postur yang diinginkan.

2.2.5 Sistem Sensori

Sistem sensori bertugas menginterpretasi impuls, impuls sensori dikirim ke sistem

saraf pusat dari organ pengindraan khusus, kulit dan bagian dalam tubuh, saraf

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

23

sensori berakhir pada kulit dan jaringan lain. Berbagai sensasi seperti suhu,

sentuhan, tekanan dan ketegangan memerlukan ujung saraf yang berbeda untuk

mencetuskannya.

Pada kulit saraf sensori dapat berfungsi sebagai : (1) ujung saraf yang akan

menyalurkan nyeri dan perubahan suhu, (2) menyalurkan sentuhan ringan, (3)

menyalurkan tekanan yang kuat. Di dalam otot ada yang disebut gulungan otot

yang akan berespon terhadap derajat tekanan yang didapat. Serabut saraf

membawa rangsangan sentuhan dan ketegangan otot kemudian beberapa serabut

bercabang ke sel bagian anterior dan Posterior membentuk unit fungsional

(Watson, 2002:86).

2.2.6 Karakteristik Fungsional Otot

Saryono (2011 : 6) menyatakan, karakteristik fungsional otot terdiri dari :

a. Eksitabilitas atau iritabilitas; kemampuan otot untuk berespon terhadap

stimulus

b. Kontraktilitas; kemampuan otot unuk memendek secara paksa

c. Ekstensibilitas; serabut otot dapat direganggangkan

d. Elastisitas; kembalinya otot ke panjang normal setelah memendek.

2.2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot

Baik tidaknya kekuatan otot seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor penentu,

faktor penentu tersebut antara lain :

a. Besar kecilnya potongan melintang otot (potongan morfologis yang

tergantung dari proses hipertrofi otot).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

24

b. Jumlah fibril otot yang turut bekerja dalam melawan beban, makin banyak

fibril otot yang bekerja berarti kekuatan bertambah besar.

c. Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, makin besar skelet makin besar

kekuatan.

d. Inervasi otot baik pusat maupun perifer.

e. Keadaan zat kimia dalam otot (glikogen, ATP).

f. Keadaan tonus otot saat istirahat. Tonus makin rendah (rileks) berarti kekuatan

otot tersebut pada saat bekerja semakin besar.

g. Umur, Sampai usia pubertas, kecepatan perkembangan kekuatan otot pria

sama dengan wanita. Baik pria maupun wanita mencapai puncak pada usia

kurang 25 tahun, kemudian menurun 65% - 70% pada usia 65 tahun.

h. Jenis kelamin juga menentukan baik dan tidaknya kekuatan otot.

i. Perbedaan kekuatan otot pada pria dan wanita (rata- rata kekuatan wanita ⅔

dari pria) disebabkan karena ada perbedaan otot dalam tubuh.

Faktor penting yang dapat meningkatkan kekuatan otot adalah dengan pelatihan.

Dengan pelatihan secara teratur akan menimbulkan pembesaran (hipertrofi) fibril

otot. Semakin banyak pelatihan yang dilakukan maka semakin baik pula

pembesaran fibril otot itulah yang menyebabkan adanya peningkatan kekuatan

otot. Untuk mencapai peningkatan kekuatan otot dengan baik, diperlukan

pelatihan yang disusun dan dilaksanakan dengan program pelatihan yang tepat.

Agar pelatihan yang dilakukan dapat mencapai hasil yang sesuai dengan yang

diharapkan, program pelatihan yang disusun untuk meningkatkan kekuatan otot

harus memperhatikan faktor-faktor tersebut (Sudarsono, 2011).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

25

2.2.8 Rangsangan Saraf Terhadap Otot

Otot skelet harus dirangsang oleh sel syaraf untuk berkontraksi. Satu unit motor

diinervasi oleh satu neuron. Jika sel otot tidak dirangsang, sel akan mengecil

(atrofi) dan mati, bahkan kadang kadang diganti dengan jaringan konektif yang

irreversible ketika rusak. Gunakanlah otot atau otot akan kehilangan fungsinya

kalau tidak digunakan. Masalah akan timbul bagi pasien yang menetap tanpa

aktifitas (bedrest), dan immobilisasi anggota tubuh (Saryono, 2011: 47).

2.2.9 Pemeriksaan Kekuatan Otot Tangan

Bahannon (2005:3) menyatakan kekuatan otot ekstremitas atas dapat diukur

menggunakan Manual Muscle Testing (MMT) dan handgrip dynamometer,

pengukuran kekuatan otot menggunakan MMT bersifat subjektif tergantung pada

penilai.

Tabel 2.1. Katagori kekuatan otot menggunakan MMT

Skor Kekuatan Otot

0 Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi otot

1 Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang

dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi

2 Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak

dapat melawan pengaruh gravitasi

3 Disamping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh

gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa

4 Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan otot

melawan tahanan yang ringan

5 Kekuatan otot normal

Sumber : Muttaqin, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Persarafan, 2008

Handgrip dynamometer dapat digunakan pada pasien stroke untuk mengukur

kekuatan otot ekstremitas atas. Bentuk alat Handgrip dynamometer dapat dilihat

pada gambar 2.2 :

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

26

Gambar 2.2. Handgrip Dynamometer

Adapun nilai dari dari kategori kekuatan otot berdasarkan pemeriksaan handgrip

dynamometer yaitu :

Tabel 2.2. Kategori kekuatan otot berdasarkan hasil pemeriksaan Handgrip Dynamometer

Kategori Laki-laki (kg) Perempuan (kg)

Sempurna > 64 > 38

Sangat kuat 56 – 64 34 – 38

Diatas rata-rata 52 – 56 30 – 34

Rata-rata 48 – 52 26 – 30

Dibawah rata-rata 44 – 48 22 – 26

Rendah 40 – 44 20 – 22

Sangat rendah < 40 < 20

Sumber;diunduh dari http://www.topendsports.com/testing/tests/handgrip.htm

2.3 Rehabilitasi Ekstremitas Atas

2.3.1 Pengertian

Rehabilitasi adalah usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi normal

atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental, cedera, atau

penyalahgunaan zat kimia (Potter & Perry, 2005:38). Pada pasien stroke iskemik

program rehabilitasi dapat dimulai 24 – 36 jam setelah serangan stroke, jika

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

27

keadaan pasien memungkinkan, jika tidak memungkinkan rehabilitasi dapat

ditunda sampai keadaan pasien stabil. Pasien yang mengalami penurunan

kesadaran, pasien yang memakai alat bantu nafas dapat diberikan rehabilitasi pasif

dengan menggerakkan sendi – sendi untuk mencegah terjadinya atropi otot

(Sutrisno, 2007:110).

Nuartha (2008) menyatakan, pada pasien stroke iskemik mobilisasi biasanya

sudah dapat dimulai pada hari ke dua sampai ke tiga setelah serangan stroke,

kecuali terjadi gangguan fungsi jantung yang memerlukan penundaan mobilisasi.

Tahap-tahap rehabilitasi meliputi pengaturan posisi berbaring, latihan kandung

kencing, latihan gerak sendi, latihan memperkuat otot, latihan nafas, yang

kemudian dilanjutkan dengan latihan duduk, latihan berdiri, latihan transfer dan

latihan berjalan.

Rehabilitasi medis pada stroke memerlukan pendekatan interdisipliner dan

keterlibatan semua anggota keluarga. Pada pasien stroke akut perlu dilakukan

pendekatan rehabilitasi dini sejak awal masuk rumah sakit untuk meningkatkan

outcome. Pemilihan jenis terapi disesuaikan dengan kondisi stroke yang dialami

dan kebutuhan pasien untuk dapat mandiri. Intensitas terapi yang semakin besar

dapat mempercepat proses pemulihan dan menghasilkan kemampuan fungsional

yang lebih baik. Latihan yang diberikan diutamakan pada ketrampilan spesifik

yang penting dan bermakna bagi pasien stroke (Susilawathi, 2013:56).

Rehabilitasi untuk ektremitas atas yang dapat diberikan pada penderita adalah

latihan rentang gerak atau Range of Motion (Smeltzer & Bare, 2002:399), selain

itu dapat diberikan rehabilitai spesifik yang dapat meningkatkan kekuatan otot dan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

28

untuk mengembalikan fungsional tangan. Latihannya dengan cara menggenggam,

memegang, mengangkat objek, salah satu bentuk latihannya dapat menggunakan

alat spring grip. Latihan menggenggam dapat juga menggunakan alat : hand grip

dynamometer, Rainbow putty, cylindrical grip, spherical grip, hook grip, lateral

prehension grip, precision handling (Mehrholz, 2012:75, Irfan, 2010:205).

2.3.2 Latihan ROM Aktif Asistif Spring Grip dan Penerapannya pada

Pasien Stroke Iskemik

Latihan Range of Motion (ROM) adalah kegiatan latihan yang bertujuan untuk

memelihara fleksibilitas dan mobilitas sendi (Tseng, et al., 2007) dalam Cahyati

(2011). Latihan ROM dapat menggerakkan persendian seoptimal dan seluas

mungkin sesuai kemampuan seseorang dan tidak menimbulkan rasa nyeri pada

sendi yang digerakkan. Adanya pergerakan pada persendian akan menyebabkan

terjadinya peningkatan aliran darah ke dalam kapsula sendi. Ketika sendi

digerakkan, permukaan kartilago antara kedua tulang akan saling bergesekan.

Kartilago banyak mengandung proteoglikans yang menempel pada asam

hialuronat yang bersifat hidrophilik. Adanya penekanan pada kartilago akan

mendesak air keluar dari matrik kartilago ke cairan sinovial. Bila tekanan

berhenti maka air yang keluar ke cairan sinovial akan ditarik kembali dengan

membawa nutrisi dari cairan (Ulliya, dkk., 2007).

Latihan ROM aktif asistif spring grip adalah suatu latihan rentang gerak yang

dilakukan oleh pasien dengan cara menggengam alat spring grip dibantu oleh

perawat/terapis. Latihan ROM ini spesifik untuk ekstremitas atas yang dapat

meningkatkan kekuatan otot. Gerakan saat latihan dapat dilakukan dengan cara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

29

memegang, menggenggam dan mengangkat alat spring grip, kegiatan ini dapat

meningkatkan kekuatan otot dan dapat menstimulasi otot jari sampai ke bahu,

sehingga dapat meningkatkan kemampuan fungsional tangan. (Mehrholz,

2012:75). Latihan fungsional tangan berupa power grip dilakukan selama 5 detik

kemudian rileks, lakukan pengulangan sebanyak 7 kali. Latihan diberikan 2 kali

sehari pagi dan sore (Irfan, 2010: 205).

Latihan ROM dapat dilakukan 4 sampai 5 kali dalam sehari, Terapi latihan ini

dimaksudkan untuk meningkatkan kemandirian pasien, mengurangi tingkat

ketergantungan pada keluarga, dan meningkatkan harga diri dan mekanisme

koping pasien. Ekstremitas yang mengalami kelemahan dilatih secara pasif dan

diberikan rentang gerak penuh empat atau lima kali sehari, untuk

mempertahankan mobilitas sendi, mengembalikan kontrol motorik, mencegah

terjadinya kontraktur pada ekstremitas yang mengalami parese, mencegah

bertambah buruknya sistem neurovaskular dan meningkatkan sirkulasi.

Pengulangan aktivitas membentuk jaras baru system saraf pusat dan dapat

membentuk pola-pola baru pada gerakan (Smeltzer & Bare, 2008).

Ektremitas atas mempunyai fungsi yang penting dalam melakukan aktivitas

sehari-hari seperti untuk makan, mandi, kebersihan diri, toileting, dan lain-lain

dan merupakan bagian yang paling aktif, maka lesi pada bagian otak yang

mengakibatkan kelemahan akan sangat menghambat dan menggangu kemampuan

dan aktivitas sehari-hari seseorang. Fungsi tangan untuk menggenggam (grip)

melalui tiga tahap yaitu : membuka tangan, menutup jari – jari untuk

menggenggam objek, mengatur kekuatan menggenggam. Untuk meningkatkan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

30

kekuatan otot dan untuk mengembalikan fungsional tangan diperlukan latihan

ROM (Irfan, 2010 : 203).

Klasifikasi latihan rentang gerak/ROM menurut Smeltzer & Bare (2002:399)

rentang gerak dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :

Tabel 2.3. Klasifikasi Latihan Rentang Gerak

Latihan Deskripsi Tujuan

Pasif Suatu latihan yang dilakukan oleh

terapis atau oleh perawat tanpa

bantuan pasien

Untuk mencapai kembali

sebanyak mungkin rentang gerak

sendi, untuk mempertahankan

sirkulasi

Aktif

Asistif

Suatu latihan yang dilakukan oleh

pasien dengan bantuan terapis

Untuk meningkatkan fungsi otot

normal

Aktif Suatu latihan yang diselesaikan

tanpa bantuan oleh pasien

Untuk meningkatkan kekuatan

otot

Resisitif Latihan aktif yang dilakukan oleh

pasien yang bekerja terhadap

tahanan

Untuk memberikan tahanan

sehingga meningkatkan kekuatan

otot

Isometrik

atau setting

otot

Latihan yang dilakukan oleh

pasien dengan meregangkan dan

merilekskan bagian yang dilatih

Untuk mempertahankan kekuatan

ketika sendi dimobilisasi

Alat Spring Grip yang dapat digunakan untuk melatih pasien stroke iskemik

dengan kelemahan pada ekstremitas atas secara aktif asistif, dapat dilihat pada

gambar di bawah ini :

Gambar 2.3. Spring Grip

Sumber : diunduh dari http://www.aliexpress.com/promotion/sport_finger-grip-exercise-

promotion.html

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Stroke Iskemik II.pdf · disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis) tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut

31

Klasifikasi alat yang digunakan dalam latihan spring grip sebagai berikut :

Tabel 2.4. Spesifikasi Alat Spring Grip

Bahan Metal, plastik

Warna Silver, biru

Ukuran 9 x 5 cm

Berat 170 gram