Upload
muhammad-aktora-tarigan
View
13
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
GGA
Citation preview
BAB III
ANALISA KASUS
Acute kidney injury (sebelumnya disebut gagal ginjal akut)
merupakanketidakmampuan ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang menurun, berlangsung secara
tiba-tiba, dan dapat kembali normal.1 Keadaan tersebut ditandai peningkatan kadar ureum
dan kreatinin darah (>50% kadar normal), sebagian kasus menunjukkan penurunan
produksi urine (kurang dari 0,5-1 ml/kg berat badan/jam).
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu)
laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti
kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.4 Etiologi AKI dibagi menjadi 3
kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang
menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim
ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait
dengan obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian
penyebab AKI sangat tergantung dari tempat terjadinya AKI.4,9
Acute Dialysis Quality Initia- tive (ADQI) yang beranggotakan para nefrolog
dan intensivis di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF menjadi
AKI. Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu
pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi
injury dianggap lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal. Kriteria yang
melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain (1) kriteria diagnosis
harus mencakup semua tahap penyakit; (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin
(Cr) serum ternyata mempengaruhi prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis
23
mengakomodasi penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan urine output
(UO) yang seringkali mendahului peningkatan Cr serum; (4) penetapan gangguan
ginjal berdasarkan kadar Cr serum, UO dan LFG mengingat belum adanya penanda
biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal yang mudah dan dapat dilakukan di
mana saja. . ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri
dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria
UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang
menggam- barkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada tabel berikut.5,7
Kategori Peningkatan
Kadar Cr Serum
Penurunan LFG Kriteria UO
Risk >1,5 kali nilai
dasar
>25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, >6 jam
Injury >2,0 kali nilai
dasar
>50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam, >12 jam
Failure >3,0 kali nilai
dasar
atau >4 mg/dL dengan kenaikan akut > 0,5 mg/dL
akut > 0,5 mg/dL
<0,3 mL/kg/jam
> 24 jam atau
anuria >12 jam
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End Stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan
Kriteria RIFLE sudah diuji dalam berbagai penelitian dan menunjukkan
kegunaaan dalam aspek diagnosis, klasifikasi berat penyakit, pemantauan
perjalanan penyakit dan prediksi mortalitas.8
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI dan
pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi
(kriteria RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana opti- mal
24
penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini
meliputi rehidrasi bila penyebab AKI adalah prarenal/hipovolemia, terapi sepsis,
penghentian zat nefrotoksik, koreksi obstruksi pascarenal, dan meng- hindari
penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus
dilakukan secara rutin.4,17 Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal
perbaikan), beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti,
sehingga pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat dengan
pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin dan serum.18
Selain itu terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk AKI adalah terapi
nutrisi, terapi farmakologis : Furosemid, manitol dan Dopamin dan tatalaksana
komplikasi yang mungkin dapat timbul.
Pada pasien ini ditemukan adanya peningkatan kadar cretinin serum (1.21
mg/dL) dengan LFG 88,63/mL/menit/1,73 m², dengan riwayat pasien post kecelakaan
lalu lintas. Hal tersebut mendukung diagnos acute kidney injury tipe risk kemngkinan
penyebabnya adalah dehidrasi post kecelakaan yang dialami pasien.
Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain (1)
kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap penyakit; (2) sedikit saja perbedaan
kadar kreatinin (Cr) serum ternyata mempengaruhi prognosis penderita; (3)
kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan penanda yang sensitif yaitu penurunan
urine output (UO) yang seringkali mendahului peningkatan Cr serum; (4)
penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum, UO dan LFG mengingat
belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal yang mudah
dan dapat dilakukan di mana saja. Selain itu berdasarkan kasus ini etiologi AKI adalah
prarenal, sesuai dengan data Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama
berdasarkan patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi
ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%);
(2) penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal
25
(AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran
kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung
dari tempat terjadinya AKI.4,9
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari
kapsula Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus
pengumpul(1).
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme
yang berperan dalam autoregulasi ini adalah (9):
Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh
hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah,
yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi
sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan
vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk
mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada
keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang
dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan
ET-1(9,10).
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan
terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi
mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal
26
atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari
ginjal(9).
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis
intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai
macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60
tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal.
Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan
diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut
dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti
penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal
polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal
ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis(9,11).
Terapi yang diberikan selama pengolaan AKI adalah Rehidrasi cairan yang
kemunginan menjadi penyebab Aki adalah hipovvolemik dan terapi farmakplogis
berupa furosemid. Berdasarkan sumber yang didapat pada penggunaan awal , dapat
diberikan furosemid i.v. bolus 40 mg. Jika manfaat tidak terlihat, dosis dapat
digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6 jam atau tetesan
lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha tersebut
dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk
meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil
(keberhasilan hanya pada 8-22% kasus), harus dipikirkan terapi lain. Peningkatan
dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan toksisitas.
Pada pasien ini dengan rehidrasi cepat dan penggunaan furosemid berdampak efektif
pada pasien, dimana hal ini terbukti dari nilai creatinin serum yang kembali normal
1.05 mg/dL dan diagnosa akhir adalah post AKI.
Prognosis
Prognosis keadaan pasien ini adalah baik dimana pesien tertanganin dengan cepat
terutama pada keadaan hipovolemik yang menyebabkan suatu keadaan AKI type risk
27
yang dilihat berdasarkan penilaian nilai kreatinin serum dan laju filtrasi glomerulus
(LFG). Penangannannya berupa rehidrasi cairan den peggunaan furosemid pada
pasien sangat efektif pengembalikan fungsi ginjal dan mencegah kerusakan
glomerulus lebih lanjut.
28