Upload
ahmad-abdul-haq
View
233
Download
1
Embed Size (px)
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
1/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 1
FILOSOFI OTONOMI DAERAH DAN
DESENTRALISASI FISKAL
Pentingnya memahami otonomi dan desentralisasi fiskal. Sebuah ungkapan sederhana
yaitu money follow function sebenarnya secara sederhana dapat merefleksikan hubungan antara
otonomi dan desenralisasi fiskal itu sendiri. Mengingat kaitan antara kedua hal tersebut sangat
erat, maka diperlukan pemahaman yang komprehensif tentang otonomi daerah dan desentalisasi
fiskal serta hubungan diantara keduannya. Hal inilah yang akan diuraikan secara ringkas dalam
bahan ajar Filosofi Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal.
Untuk melengkapi pemahaman, pada bahan ajar ini disertakan beberapa soal latihan guna
membantu peserta untuk mengetahui pemahaman atas materi yang dipelajari. Disarankan
disamping mempelajari bahan ajar ini peserta dapat melengkapi pemahaman tentang otonomi
daerah dan desentralisasi fiscal dengan membaca regulasi terkait dengan otonomi dan
desentalisasi fiscal (UU No. 33/2004, UU NO.32/2004 beserta peraturan turunannya).
A. OTONOMI DAERAH
Pembahasan otonomi disini menyangkut pembahasan terhadap hal-hal yang pokok
(filosofis). Untuk itu perlu diberikan terlabih dahulu pengertian dari filosofi itu sendiri. Dalam artian
bahasa, kata filosofi merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia= persahabatan,
cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang pencinta
kebijaksanaan. Sedangkan berfilsafat/berfilosofi mempunyai pengertian berpikir secara
mendalam tentang hakekat segala sesuatu dengan cara mencari makna yang paling mendalam/
makna sesungguhnya/benar. Inti dari pengertian filosofi disini adalah adanya pemahaman yang
mendasar, mendalam dan benar atas sesuatu yang sedang dibahas. Terkait dengan materi ini,
maka yang akan dipelajari, dicari adalah pemahaman yang benar, mendalam, dan sesungguhnya
atas otonomi daerah.
Selanjutnya pengertian dari otonomi atau otonom secara bahasa adalah berdiri sendiri
atau dengan pemerintahan sendiri. Sedangkan daerah adalah suatu wilayah atau lingkunganpemerintah.
Dan pengertian lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah
yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari
ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya,
dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.
Sedangkan Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 UU 32 Tahun 2004.
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
2/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 2
1. Latar Belakang adanya Otonomi Daerah
Otonomi Daerah sebenarnya telah ada sejak zaman kolonial Belanda, terus berkembang
seiring dengan dinamika politik di Indonesia.1 Tonggak fundamental yang melatarbelakangi
adanya otonomi di Indonesia yaitu saat terjadi perubahan pemegang kekuasaan RI dan berpindah
pada masa reformasi . Tuntutan pelaksanaan demokrasi berimbas pada tuntutan adanya otonomi
daerah. Terkait dengan hal tersebut dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu
untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah;
Kondisi eksternal ternyata berpengaruh terhadap berlangsungnya proses otonomi di
Indonesia. Perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan
persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan memberikan
wewenang yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang
dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia2.
Selanjutnya seiring dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia maka lahirlah UU No. 32 Tahun 2004 sebagai
pengganti UU No 22 Tahun 1999. Harapan besar di tumpukan dengan UU 32 Tahun 2004 ini
diantaranya bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;Disamping itu bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah
perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antarsusunan
pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan
tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada
daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam
kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.3
1
B.N. Marbun, Otonomi Daerah 1945-2005 (Proses & Realita), Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 20052
UU No. 22 Tahun 19993
UU No.32 Tahun 2004
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
3/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 3
2. Prinsip Otonomi Daerah
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi
urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Otonomi Daerah. Daerah memiliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta,
prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan
pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah
ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan
daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan
daerah lainnya.
Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang
dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian
otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi
yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus
menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu
membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah
ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus
mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu
memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai,
Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam
penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar,
arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi.
Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang
kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat
dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
4/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 4
Prinsip Pemberian Otonomi Daerah secara ringkas dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman
2. Otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab
3. Otoda yang luas dan utuh untuk Kabupaten, Otoda yang terbatas untuk Provinsi
4. Sesuai dengan konstitusi sehingga terjamin hubungan serasi antara Pusat dan Daerah serta
antar Daerah
5. Lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom sehingga dalam kabupaten tidak ada wilayah
administrasi
6. Peningkatan peran dan fungsi Badan Legislatif Daerah wilayah administrasi
7. Asas dekonsentrasi diletakkan pada Propinsi sebagai wilayah administrasi
8. Asas Tugas Pembantuan diberikan dari Pemerintah kepada Daerah serta dari Pemerintah dan
Daerah kepada Desa.
Otonomi Daerah, sebagai system yang ada tentu memiliki beberapa elemen. Beberapa hal yang
menjadi elemen dari Otonomi Daerah yaitu :
1. Adanya penyerahan urusan ke Daerah
2. Adanya Kelembagaan sebagai wadah Otonomi
3. Personil pegawai yang memadai
4. Sumber sumber keuangan untuk mendanai Otda
5. Adanya unsur perwakilan (DPRD)
6. Adanya manajemen pelayanan publik (efisien, efektif, ekonomis, dan akuntable)
7. Adanya Pengawasan, Supervisi, Monitoring dan Evaluasi yang efektif dan efisien.
Berikut secara singkat dijelaskan elemen dari Otonomi Daerah tersebut.
1. Penyerahan Urusan kepada Daerah
Otonomi Daerah ditandai dengan adanya pembagian kewenangan yang jelas antara Daerah dan
Pusat. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan PP No 38 tahun 2007 tentang pembangian
urusan antara pusat dan daerah.
Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban
setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi
tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani,memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat.4
4PP 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
5/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 5
Berdasarkan PP 38 tahun 2007 tersebut tertuang jelas kewenangan apa yang menjadi urusan
pemerintah (pusat) dan kewenangan mana yang menjadi urusan Daerah.
Kewenangan yang menjadi urusan pusat (kewenangan absolut) yaitu meliputi :
1. Politik luar negeri,
2. Pertahanan,
3. Keamanan,
4. Yustisi,
5. Moneter dan fiskal nasional,
6. Agama.
Disamping kewenangan absolut tersebut terdapat juga urusan pemerintahan yang dibagi bersama
antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan yang meliputi semua urusan pemerintahan di
luar urusan obsolut. Urusan ini terdiri dari 31 bidang contohnya :
1. pendidikan;
2. kesehatan;
3. pekerjaan umum;
4. perumahan;
5. penataan ruang;
6. dst (dapat dilihat lebih lengkap pada PP 38 Tahun 2007)
Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di luar urusan
absolute pemerintahan, Pemerintah dapat:
a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;
b. melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil
Pemerintah; atau
c. menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahandesa berdasarkan asas tugas pembantuan.
Sedangan urusan yang menjadi urusan Daerah terdiri dari 2 jenis yaitu urusan wajib dan
urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan
pelayanan dasar. Contohnya :
a. pendidikan;
b. kesehatan;c. lingkungan hidup;
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
6/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 6
d. pekerjaan umum;
e. penataan ruang; dll (dapat dilihat dalam PP 38 Tahun 2007)
Urusan Pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan.
2. Kelembagaan sebagai Wadah Otonomi
Penguatan Pemda sebagai wujud rumah otonomi merupakan bukti bahwa wadah otonomi
telah ada. Bahkan diawal-awal otonomi menjamur pemekaran wilayah sebagai upaya
implementasi otonomi yang lebih jelas. Walau pada akhirnya pemerintah memperketat adanya
pemekaran wilayah, setidaknya wadah untuk otonomi telah ada dan lebih banyak dibanding masa-
masa sebelumnya. Disamping itu penataan struktur pemerintahan daerah juga mengalami
perubaha yang drastis saat otonomi bergulir.
3. Pegawai Pemda yang memadai
Kewenangan telah tegas dibagi dalam urusan-urusan, wadah sebagai rumah dari otonomi
juga telah terbentuk maka subjek/aktor otonomi adalah aparat Pemda (Pegawai Pemda).
Keberadaan pegawai Pemda yang memadahi sangat berpengaruh terhadap percepatanimplementasi otonomi daerah. Diawal pelaksanaan otonomi daerah, maka pengalihan
kepegawaian kepada Pemda merupakan salah satu solusi untuk menguatkan kapasitas SDM
Pemda.
4. Sumber-sumber Pendanaan dalam Otda
Masalah turunan yang belum tersembuhkan. Otonomi daerah ternyata membutuhkan
pembiayaan yang tidak sedikit. Sementara aparat Pemda belum dapat mengupayakan pendanaan
dari sumber selain dari topangan pusat.
Pemerintah saat ini telah berupaya untuk memberikan penguatan pendanaan daerah
dengan melimpahkan beberapa jenis pajak kepada daerah BPHTB dan PBB P2. Dengan
pengalihan ini diharapkan PAD semakin meningkat.
Kedepan untuk pemekaran DOB masalah pendanaan daerah otonom perlu menjadi
pertimbangan serius untuk menentukan DOB.
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
7/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 7
5. Kelembagaan DPRD
Adanya DPRD yang dipilih langsung oleh rakyat diharapkan menjadi cek and balance bagi
pelaksanaan otonomi daerah. Penguatan lebaga DPRD akan sangat menentukan konsep dan
Upaya untuk mengawal pelaksanaan otonomi daerah. Walau dalam prakteknya masih terjadi
permasalahan yang melibatkan DPRD dalam kasus KKN, maka kedepan diharapkan
kelembagaan DPRD dapat lebih kuat adanya dalam mengawal keberhasilan Otda.
6. Adanya pelayanan publik yang lebih baik
Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kaidah yang berlaku menuju pelaksanaan Otda.
Mewujudkan otonomi daerah yang mampu meningkatkan pelayanan publik. Harapan memang
demikian, karena permasalahan diidentifikasi oleh lokal sesuai dengan kebutuhan lokal maka
harapan dari pelayanan yang diberikan tentu lebih baik, karena yang melayani juga aparat-aparat
lokal. Namun kenyataan yang terjadi masih adanya pelayanan aparat daerah yang belum optimal
bahkan malah menimbulkan masalah, merupakan hal yang harus disikapi dengan bijak dan
dilakukan perbaikan untuk kedepannya.
7. Adanya Pengawasan, Supervisi, Monitoring dan Evaluasi yang efektif dan
efisien
Untuk pengendalian dan pengawasan maka institusi pengawasan baik internal maupun
eksternal sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Aparat pengawasan Pemda
dari eksternal adalah BPK, kemudian Itjen Kemendagri, Inspektorat Provinsi, Inpektorat Kota/Kab,
BPKP.
Namun kenyataan ratusan Bupati periode 2004 hingga 2012 terlibat dalam perkara
korupsi . Ini menandakan masih lemahnya pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah
daerah.
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
8/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 8
Untuk itu KPK pada Tahun 2013 berusaha bekerja sama dengan BPKP untuk melakukan
pengawasan terhadap penyusunan APBD.
Ribuan Pejabat Daerah Terlibat Kasus Korupsi
TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Dalam Negeri mencatat sepanjang Oktober 2004hingga Juli 2012 ada ribuan pejabat daerah yang terlibat kasus korupsi. Setiap lapisan pejabat
daerah, mulai dari gubernur, wali kota, bupati, hingga anggota dewan perwakilan daerah terlibat
korupsi. Kami punya datanya lengkap" kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah
Djohan saat ditemui di kantornya pada Rabu, 29 Agustus 2012.
Sepanjang 2004 hingga 2012, Kementerian mencatat ada 277 gubernur, wali kota, atau
bupati yang terlibat kasus korupsi. Itu baru kepala daerahnya saja, belum termasuk
bawahannya, ujar Djohermansyah.
Menurut Djoher, Kemendagri tengah menghimpun data berapa jumlah bawahan kepala
daerah yang terjerat korupsi. Secara umum, kata Djohermansyah, setiap kasus yang melibatkan
kepala daerah pasti membelit juga bawahannya. Minimal lima bawahannya pasti telibat kasus
yang sama, katanya. Jika dihitung hingga bawahan kepala daerah, pejabat yang terlibat korupsibisa mencapai 1.500-an.
Kementerian juga mencatat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang
terlibat korupsi. Di tingkat provinsi, dari total 2008 anggota DPRD di seluruh Indonesia,
setidaknya ada 431 yang terlibat korupsi. Sementara di tingkat kabupaten dan kota, dari total
16.267 kepala daerah, ada 2.553 yang terlibat kasus.
Djohermansyah mengatakan tingginya jumlah pejabat daerah yang terlibat kasus korupsi
merupakan salah satu imbas dari politik berbiaya tinggi. Sejak Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah diberlakukan, biaya politik mendadak melonjak tinggi
dibanding masa-masa sebelumnya. Melalui UU tersebut, rakyat langsung memilih kepala
daerah. Berbeda dengan sebelumnya ketika kepala daerah cukup dipilih oleh anggota DPRD.
Kebutuhan dana calon kepala daerah menjadi besar, katanya.Karena kebutuhan dana besar, calon-calon kepala daerah mencari uang ke mana-mana.
Muncullah cukong yang mau memodali, katanya. Ketika naik jabatan, si kepala daerah
akhirnya berutang. Karena utang yang besar itu akhirnya marak terjadi kasus korupsi di daerah.
(ANANDA BADUDU)
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
9/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 9
Awasi Pengelolaan APBD, KPK Gandeng BPKP
JAKARTA, suaramerdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kerja
sama koordinasi-supervisi pencegahan dengan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) dalam mengawasi perencanaan dan pengelolaan APBD.
"BPKP SDM lebih banyak untuk melakukan koordinasi dan supervisi secara masif di 33
provinsi, yaitu kepada 33 pemprov dan 497 SKPD pemkot/pemkab," kata Wakil Ketua KPK
Zulkarnaen.
Selain terkait APBD, ujar Zulkarnaen, yang menjadi perhatian khusus adalah pelayanan
publik dan pengadaan barang dan jasa. Dia menambahkan, di tahun ini, KPK juga
menggagas dan melaksanakan program "Pilkada Berintegritas". Pilkada DKI Jakarta menjadi
pilot project pelaksanaan program pencegahan korupsi melalui pengawasan penyelenggaraan
pemilu.
"Latar belakang program ini adalah karena sistem politik berintegritas merupakan salah satu
pondasi dalam terwujudnya sistem integritas nasional dan salah satu momen signifikan dan
krusial dalam sistem politik di negeri ini adalah saat dilangsungkannya pemilu/pilkada,"katanya.
Lebih lanjut, Zulkarnaen mengatakan, KPK juga melakukan berbagai kajian sistem dan
tindak lanjut terhadap kajian yang telah dilakukan. Salah satunya di sektor kehutanan yang
sistem pengelolaannya masih belum baik, sehingga tidak hanya menimbulkan kerugian
negara dalam jumlah yang besar, namun juga berpotensi memicu konflik.
"KPK mendorong terciptanya solusi dan regulasi tata kelola kawasan hutan yang transparan,
akuntabel, dan berpihak kepada pemenuhan hak-hak dasar rakyat selaku pemegang
kedaulatan ekonomi. Kajian lainnya adalah menyangkut social cost of corruption serta
sektor katahanan pangan dan ketahanan energi," ujarnya.
Di sektor pendidikan, ujar Zulkarnaen, KPK menerbitkan buku "Tunas Integritas", sebuah
buku bacaan yang ramah anak sebagai salah satu media pembelajaran. Dalam seri buku yangterdiri atas enam buku sarat gambar ini, nilai-nilai antikorupsi ditanamkan ke anak-anak
melalui beragam cerita yang menyenangkan dan tidak menggurui.
Sementara Untuk membangkitkan semangat masyarakat untuk memberantas korupsi, salah
satu caranya adalah melalui pendekatan budaya pop (pop culture) bertema peran keluarga
dalam membangun budaya antikorupsi, yaitu dengan pembuatan film layar lebar berjudul
"Kita versus Korupsi" atau disingkat "KvsK".
Film ini diproduksi bekerja sama dengan USAID, MSI, TII, dan Cangkir Kopi. Sejak
diluncurkan pada 26 Januari 2012, film ini sudah ditonton melalui screening program dan
non-screening program sebanyak hampir 50.000 penonton di seluruh Indonesia dalam
kegiatan road show di 15 kota. Secara masif, KPK pada tahun ini mengampanyekan tagline
"Berani Jujur Hebat", satu dari sembilan nilai dasar antikorupsi yang mencerminkanintegritas diri.
"Serangkaian kegiatan dilakukan di berbagai wilayah dengan mengusung tema ini.
Hebatnya, kampanye ini tidak dilakukan KPK sendirian, melainkan juga terdapat
keterlibatan banyak elemen. Selain itu, KPK juga coba untuk membangun budaya
antikorupsi di dalam keluarga," ujarnya.
( Mahendra Bungalan / CN31 / JBSM )
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
10/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 10
Berdasarkan evaluasi yang dilaksanakan oleh Komite Pengawasan Pelaksanaan Otonomi
Daerah, dari elemen-elemen tersebut masih memilik beberapa permasalahan baik yang bersifat
umum maupun yang bersifat khusus.
Beberapa permasalah umum diantaranya :
1. Belum Jelasnya Pembagian Kewenangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah.
2. Berbedanya Persepsi Para Pelaku Pembangunan Terhadap Kebijakan Otonomi Daerah.
3. Masih Rendahnya Kerjasama Antar Pemerintah Daerah.
4. Belum Terbentuknya Kelembagaan Pemerintah Daerah Yang Efektif Dan Efisien. Terbatasnya
Dan Rendahnya Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah.
5. Masih Terbatasnya Kapasitas Keuangan Daerah.
6. Pembentukan Daerah Otonom Baru (Pemekaran Wilayah) Yang Masih Belum Sesuai Dengan
tujuannya.
Sedangkan masalah/kendala yang sifatnya khusus meliputi :
Kelembagaan Otomoni
1. Adanya kecenderungan daerah untuk menerapkan struktur gemuk akibat tekanan birokrasi
dan politisi
2. Adanya nomenklatur struktur yang berbeda-beda sehingga menyulitkan kordinasi dan
pembinaan
3. Struktur yg gemuk membutuhkan PNS yg banyak sehingga untuk gaji dan insentif PNS
menelan sebagian besar alokasi APBD dibandingkan untuk pelayanan publik.
4. Struktur organisasi yang ada belum sepenuhnya mengakomodasikan fungsi pelayanan
publik yaitu penyediaan pelayanan dasar dan pengembangan potensi unggulan daerah.
Urusan Pemerintahan
1. Terjadi tumpang tindih antar tingkatan pemerintahan dalam pelaksanaan urusan
pemerintahan, karena belum sinkronnya antara UU Otoda dengan UU Sektor.
2. Terjadi tarik menarik urusan, khususnya urusan yang mempunyai potensi pendapatan
(revenue).
3. Adanya gejala keengganan dari Departemen/LPND untuk mendesentralisasikan urusansecara penuh karena kekhawatiran daerah belum mampu melaksanakan urusan tsb
secara optimal.
Kepegawaaian /SDM Aparatur
1. Banyak Pemda mengalami kelebihan PNS dengan kompetensi rendah dan kekurangan
PNS dengan kompetensi yg memadai.
2. Adanya gejala pengedepanan Putera Asli Daerah untuk menduduki jabatan-jabatan
strategis dengan mengabaikan kompetensi/profesionalisme.
3. Adanya gejala politisasi PNS (terutama dalam event Pilkada).
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
11/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 11
4. Tidak terdapat kejelasan dalam career planning dan career development akibat tidak
adanya manpower planning di daerah.
5. Penilaian kinerja yang sudah obselete (out of date); tidak ada reward atau punishment
terkait dengan kinerja.
6. Kesejahteraan yg belum memadai sehingga PNS cenderung mencari penghasilan
tambahan dan tidak fokus pada tugas pokok.
Keuangan Daerah
1. Keuangan daerah yang kurang mencukupi (Financial Insufficiency).
2. Overhead cost pemda yang tinggi.
3. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan APBD.
4. Kurangnya kejelasan sistem pembiayaan melalui dekonsentrasi dan tugas Pembantuan.
5. Kurangnya manajemen aset Pemda.
6. Masih lemahnya kebijakan investasi di daerah
Perwakilan/DPRD
1. Ekses dari meningkatnya kewenangan DPRD.
2. Kurang terserapnya aspirasi masyarakat oleh DPRD.
3. Campur tangan DPRD dalam penentuan Penunjukan pejabat karir.
4. Masih kurangnya pemahaman DPRD terhadap peraturan perundangan.
5. Kurangnya kompetensi anggota DPRD dan lemahnya networking.
Pelayanan Publik
1. Masih rendahnya kualitas pelayanan
2. Masih besarnya peranan Pemda dalam penyediaan pelayanan.
3. Tidak jelasnya standar pelayanan.
4. Rendahnya akuntabilitas pelayanan.
Otonomi di Indonesia, tidak luput dari tetap terjaganya Negara kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia tentu berbeda dengan Negara lain, Indonesia tentu punya konsep yang khusus ala
Indonesia beberapa konsep tersebut yaitu :1. Kesatuan Pemerintah daerah (ada pembentukan secara yuridis/legal)
2. Provinsi sebagai bentuk desentralisasi dan Kab/Kota sebagai bentuk daerah otonom
3. Kebijakan desentralisasi dilakukan pemerintah, dan penyelenggaraan otonomi oleh Pemda
4. Hubungan antara daerah otonom dan pusat, bersifat dependent dan hirarkhi.
5. Urusan yang didesentralisasikan hanya urusan pemerintahan tidak termasuk kompetensi
lembaga negara tertinggi/lembaga tinggi negara lainnya.
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
12/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 12
Bahan Diskusi
Diskusikan dalam kelompok (5-6 peserta) apakah usulan DOB akan mempercepat pembangunan
di daerah sesuai dengan semangat otonomi daerah ?
Bila Gagal Daerah Otonom dihapus
Pemerintah menegaskan, pemekaran daerah harus ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Jika gagal menyejahterakan rakyat, daerah otonom baru akan dihapus
dan digabung kembali dengan daerah induk.Pernyataan itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada pidato
pengesahan pembentukan tujuh daerah otonom baru (DOB) dalam Rapat Paripurna DPR,
Jumat (14/12). Gamawan mengingatkan tujuan pemekaran, yakni meningkatkan kesejahteraan
rakyat, pelayanan publik, dan tata kelola pemerintahan.
Berdasarkan evaluasi pemerintah terhadap 205 DOB yang terbentuk sepanjang 1999-2004,
sebagian besar daerah belum berhasil mencapai tujuan pemekaran. Peningkatan kesejahteraan
masyarakat, tata kelola pemerintahan, dan daya saing daerah belum menunjukkan hasil
menggembirakan, katanya.
Pemerintah menengarai, kegagalan terjadi karena proses pembentukan DOB selama ini
belum memperhatikan aspek teknis pemerintahan. Penyebab lain adalah perilaku para
penyelenggara pemerintah daerah yang dinilai kurang berorientasi pada kepentinganmasyarakat. Atas dasar itulah, pemerintah bertekad untuk melakukan penataan daerah.
Penataan tidak hanya mengatur pembentukan, tetapi juga penghapusan dan penggabungan
daerah.
Proses pembentukan daerah akan diperketat dengan memberlakukan daerah persiapan.
Selama tiga tahun calon DOB menjadi daerah persiapan. Jika gagal, calon DOB tidak akan
disetujui. Jika berhasil, calon DOB akan disetujui menjadi daerah definitif. DOB yang gagal
meningkatkan kesejahteraan rakyat akan dihapuskan dan digabung kembali dengan daerah
induk.
Desain penataan daerah dan pengaturan pembentukan, penghapusan, dan penggabungan
daerah sudah diusulkan melalui RUU Pemerintahan Daerah. Tujuh calon DOB yang disahkan
yakni Kabupaten Mahakam Ulu, Panukal Abab Lematang Ilir, Malaka, Pulau Taliabu, Mamuju
Tengah, Banggai Laut, dan Kolaka Timur.
Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa mengingatkan, DOB dibentuk untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. APBN diharapkan tidak digunakan untuk membangun
infrastruktur perkantoran dan mobil dinas, tetapi untuk masyarakat.
Namun, Ketua Pusat Pengkajian Otonomi Daerah Universitas Brawijaya, Malang, Ibnu
Tricahyo mengatakan, Pemekaran menyisakan masalah efektivitas pemerintahan, pelayanan
publik tidak membaik, beban anggaran negara semakin berat, serta konflik masyarakat dan
sengketa perbatasan. Pemekaran tanpa desain ini harus dihentikan.
Pengajar ilmu politik Universitas Airlangga, Surabaya, priyatmoko, mengatakan,
moratorium tidak akan efektif ketika akar masalah yang mendorong pemekaran tidakditangani. Isu pemekaran relatif sepi di Jawa karena banyak alternatif sumber kesejahteraan di
pulau ini.
Dalam sistem baru penataan daerah itu, menurut pengajar Universitas Gadjah Mada, Ari
Dwipayana, harus dirumuskan kebijakan bahwa pemekaran harus menggunakan pertimbangan
yang tidak semata-mata politis, tetapi melihat kapasitas calon DOB. (nta/ina/dik)
--- Sumber KOMPAS Senin 17 Desember 2012 Hal.Politik & Hukum ---
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
13/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 13
B. DESENTRALISASI FISKAL
Konsekwensi logis dari adanya otonomi daerah yang diikuti dengan beralihnya
kewenangan dan urusan yang selama ini menjadi tanggung jawab pusat menjadi tanggung jawab
daerah maka harus dibarengi juga dengan delegasi pendanaan.
Sebagaimana diketahui bahwa sumber pendanaan nasional semasa sentralisasi hampir 75-80 %
dikelola oleh daerah.
Namun selanjutnya seiring dengan pertumbuhan otonomi maka pengalihan sumber-
sumber pendanaan kepada daerah menjadi semakin besar. Pemerintah mulai
mendesentralisasikan hal-hal yang terkait dengan pendanaan kepada daerah (fiscal).
Sebelum membahas lebih jauh tentang desentralisasi fiscal, maka perlu memahami beberapa
pengertian yang mendukung yaitu :
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan
kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur
organisasi.
Desentralisasi fiskal merupakan pendelegasian tanggungjawab , otoritas, dan sumber-sumber
yang berkaitan (keuangan, pegawai, sarana-prasarana) dari pemerintah pusat kepada
tingkatan pemerintahan yang lebih rendah.
Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah, apa alas an pemerintah melakukan
desentralisasi. Alasan dilakukannya desentralisasi fiscal yang utama adalah supaya Pengambilan
keputusan akan lebih baik apabila diserahkan kepada tingkatan pemerintahan yang lebih rendah
yang secara langsung dapat merasakan dampak dari program dan pelayanan yang direncanakan
pemerintah.
1. Masud dan TujuanSedangkan yang menjadi maksud dan tujuan dari dilaksanakannya desentralisasi fiscal
yaitu 1) Memperbaiki relevansi kualitas penyediaan pelayanan publik terhadap kebutuhan dan
kondisi masyarakat lokal dengan tetap mengacu pada tujuan pembanguan ekonomi dan sosial
baik regional maupun nasional. 2) Pengambilan keputusan untuk pelayanan publik, program dan
proyek yang dilakukan lebih relefan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Demikian juga
perencanaan , pelaksanaan dan pembiayaan diharapkan dapat terjamin keberadaanya sesuai
dengan kemampuan daerah.
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
14/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 14
Dengan melaksanakan desenralisasi fiscal, apabila dapat berjalan dengan baik maka dapat
memberikan keuntungan diantaranya :
Peningkatan efektivitas dan efisiensi biaya pelayanan masyarakat
Berkembangnya proses demokrasi
Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengembilan keputusan
Peningkatan transparansi dan akuntabilitas pemerintah
Mobilisasi pendapatan
Selain itu Desentralisasi Fiskal dapat memberikan manfaat yang besar kepada daerah yaitu :
1. Adanya sensitivitas terhadap keinginan (preferensi) daerah yang berbeda-beda
2. Terpenuhinya keinginan/kebutuhan (preferensi) masyarakat
3. Perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan generasi mendatang
4. Terbatasnya kekuasaan
Selanjutnya secara konseptual bahwa desentralisasi dapat dikelompokkan dalam 3 hal yaitu :
Desentralisasi penuh (full decenralization) artinya pendelegasian tanggung jawab,
wewenang dan fungsi kepada pemerintah daerah yang dilakukan secara penuh.
Deconcentration, pemerintah melaksanakan fungsinya didaerah-daerah dengan
menggunakan sumber daya dan fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Pusat.
C0-Administration, merupakan bentuk desentralisasi yang memberikan kewenangan
kepada pemerintah daerah untuk menjalankan peranan dan fungsi pemerintah pusat
dengan menggunakan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah pusat.
2. Empat Pilar (building blocks) desentralisasi Fiskal
Penyelenggaraan otonomi yang luas dan bertanggungjawab, harus memperhatikan empat
pilar dari desentralisasi fiskla itu sendiri.
Pendelegasian/pendistribusian tanggung jawab pengeluaran (the assignment of
expenditure responsibility). Harus tegas apa fungsi dan tanggung jawab masing-masing(level) pemerintahan.
Pendistribusian sumber perpajakan (assignment of tax resources). Pemerintah daerah
diberi tanggung jawab atas pengeluaran tertentu, sumber pajak dan non tax apa saja yang
dapat dikelola oleh Pemda.
Transfer dari Pemerintah pusat kepada Daerah (inter govermental fiscal transfer).
Pemerintah pusat dapat menyediakan tambahan dana untuk menambah sumber
pendapatan daerah melalui transfer dan subsidi.
Defisit Daerah, pinjaman dan utang (subnational deficit, borrowing, and debt). Pemda
harus berhati-hati untuk mengantisipasi celah fiskalnya agar tidak terbebani dengan utang.
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
15/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 15
Secara umum yang menjadi prinsipprinsip dari desenralisasi fiscal adalah :
1. Mendorong/mempromosikan tercipanya Otda
2. Perencanaan menurut prinsip bottom-up
3. Partisipasi penuh dalam proses demokrasi
4. Pengendalian sumber keuangan
5. Pembagian sumber daya (bagi hasil) yang lebih merata antara Pusat/daerah
Dalam pelaksanana desentralisasi fiscal memiliki bebrapa kendala yaitu :
1. Alokasi sumber daya antar daerah yang tidak efisien
2. Kompetisi local tax/restribusi yang kurang sehat
3. Ekspor pajak, dan dampak negatif penyediaan barang publik.
4. Distribusi pendapatan yang kurang optimal
5. Kebijakan Stabilisasi yang kurang optimal
6. Kurang pengalaman dan miskinnya kapasitas organisasional
7. Kurangnya Sistem Informasi Keuangan Daerah
8. Partisipasi masyarakat untuk berperanan pada proses pembangunan (Perencanaa,
pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban) masih rendah
Bagaimana pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia dalam rangka mendukung
pelaksanaan Otonomi Daerah selama ini .
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia telah
memasuki tahun ke-10 dan telah membawa pengaruh yang besar bagi pelaksanaan
pembangunan daerah dan pengembangan perekonomian daerah. Kebijakan tersebut
dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1999 yang keduanya telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Pelaksanaan kebijakan tersebut merupakan jawaban atas tuntutan reformasi yang terjadi pada
tahun 1998. Pemberian otonomi luas kepada daerah disertai dengan pelaksanaan desentralisasi
fiskal pada hakekatnya diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu
melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya
saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
16/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 16
kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sejalan dengan bergulirnya tuntutan reformasi di berbagai bidang, pengelolaan keuangan
Pusat dan Daerah juga mengalami reformasi. Pemikiran tentang reformasi di bidang fiskal
sebenarnya sudah dimulai sejak awal tahun 80-an berkaitan dengan upaya untuk mendukung
pelaksanaan otonomi daerah, efisiensi penggunaan keuangan negara, serta prinsip-prinsip good
governanceseperti partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Efisiensi penggunaan keuangan
negara yang telah didesentralisasikan dapat tercermin pada pelaksanaan fungsi pelayanan
pemerintahan yang bersifat lokal. Sebelum otonomi daerah dilaksanakan, fungsi pemerintahan
yang bersifat local tersebut dikelola oleh Pemerintah Pusat (Pemerintah). Hal ini cenderung
memberikan dampak biaya yang relatif lebih besar, sehingga penggunaan keuangan negara
menjadi kurang efisien. Melalui kebijakan otonomi daerah, Pemerintah juga ingin mewujudkan
keadilan vertikal dan horisontal serta membangun tatanan penyelenggaraan pemerintahan yang
lebih baik menuju terwujudnya good governancedan clean government.
Penerapan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal juga dilatarbelakangi
pengalaman bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistis di bidang pelayanan sektor
publik di Indonesia ternyata mengakibatkan rendahnya akuntabilitas, lambatnya proses
pembangunan infrastruktur, menurunnya rate of return pada proyek-proyek sektor publik, serta
terhambatnya pengembangan institusi di daerah.
Hal ini terjadi karena Pemerintah menghadapi kondisi demografis dan geografis yang
sangat kompleks. Oleh karena itu, penerapan kebijakan otonomi daerah yang diiringi dengan
kebijakan desentralisasi fiskal diharapkan dapat membantu Pemerintah untuk memberikan
pelayanan sampai pada tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat lokal.
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal tersebut dilakukan
dengan menyerahkan sebagian besar urusan pemerintahan kepada daerah, sedemikian rupasehingga Pemerintah hanya menangani 6 (enam) urusan pemerintahan utama saja, yaitu urusan
di bidang fiskal dan moneter, peradilan, agama, pertahanan, dan keamanan serta politik luar
negeri. Implikasi langsung dari kebijakan tersebut adalah adanya diskresi (keleluasaan) bagi
Pemerintah Daerah untuk dapat merencanakan dan menentukan prioritas pembangunan
daerahnya sesuai dengan kondisi dan kemampuan keuangan daerahnya. Sebagai
konsekuensinya, kebutuhan terhadap dana untuk membiayai pelaksanaan urusan pemerintahan
yang telah menjadi kewenangan daerah juga meningkat. Untuk itu, Pemerintah melaksanakan
kebijakan desentralisasi fiskal melalui perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah sesuai
dengan prinsip money follow function sebagai upaya untuk mendukung pendanaan berbagai
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
17/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 17
urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah. Selain itu, kebijakan pendanaan
kepada daerah dalam rangka menjalankan urusan pemerintahan yang telah diserahkan tersebut
diikuti dengan pemberian kewenangan dalam hal perpajakan daerah (localtaxing power).
Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah pada hakekatnya merupakan suatu
sistem pendanaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian
keuangan dan sumber-sumber pendapatan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta
pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan
memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan
pembagian urusan, serta tata cara penyelenggaraan kewenangan, termasuk pengelolaan dan
pengawasan keuangannya. Tujuan perimbangan keuangan tersebut adalah untuk mengurangi
ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta mengurangi kesenjangan
kemampuan fiscal antar daerah.
Dari sisi pembagian sumber-sumber pendapatan, peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) merupakan upaya yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan akuntabilitas daerah
dalam pengelolaan keuangannya. Dalam kaitan ini dilakukan sinkronisasi antara sistem
perpajakan nasional dengan sistem perpajakan daerah.
Sumber-sumber pendapatan yang memenuhi kriteria pungutan Pusat ditetapkan sebagai objek
pajak Pusat dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sedangkan sumber-sumber
pendapatan yang memenuhi kriteria pungutan Daerah ditetapkan sebagai objek pajak daerah dan
retribusi daerah.
Proses pembagian sumber-sumber pendapatan antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah tersebut dilakukan secara bertahap sesuai kondisi dan kemampuan daerah. Penerbitan
UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan langkah
strategis yang memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah di bidang perpajakan
daerah. Namun demikian, kebijakan ini perlu diikuti dengan sistem pengawasan dan pengendalian
yang memadai, sehingga upaya peningkatan PAD tidak menghambat upaya penciptaan ikliminvestasi yang kondusif di daerah. Selain itu, hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah
mencakup pula pinjaman daerah dan hibah ke daerah dalam mendukung pendanaan pelaksanaan
pembangunan daerah.
Dalam melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal tersebut, Pemerintah perlu
menerapkan prinsip-prinsip: (1) meningkatkan efisiensi, (2) memperbaiki struktur fiskal dan
mobilisasi sumber-sumber keuangan, (3) meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi
masyarakat, (4) mengurangi disparitas fiskal dan menjamin penyediaan pelayanan dasar sosial,
(5) memperbaiki kesejahteraan masyarakat, dan (6) mendukung stabilitas makro ekonomi.
Dengan melaksanakan prinsip-prinsip tersebut, pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
18/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 18
diharapkan dapat mampu menciptakan sinergi antara Pusat dan Daerah, serta antar Daerah
dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
3. Dukungan Kebijakan Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintahan
Dilihat dari sisi keuangan negara, kebijakan desentralisasi fiskal telah membawa
perubahan dalam pola pengelolaan fiskal nasional. Dalam tahun pertama pelaksanaan
desentralisasi fiskal, total dana yang didaerahkan melalui dana perimbangan dalam APBN tahun
2001 adalah sebesar Rp 82,40 triliun, sedangkan dalam APBN tahun 2010 besarnya meningkat
menjadi Rp306 triliun. Peningkatan yang cukup signifikan tersebut telah menyebabkan
pengelolaan fiskal yang menjadi tanggung jawab daerah menjadi semakin penting.
Implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia juga ditandai dengan besarnya
proporsi dana perimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Secara
umum, proporsi dana perimbangan dalam penerimaan APBD kabupaten/kota adalah lebih dari 85
persen, dan sekitar 70 persen dalam ratarata penerimaan APBD provinsi. Besarnya proporsi
tersebut menunjukkan tingkat ketergantungan fiskal daerah yang masih tinggi terhadap
Pemerintah. Apabila tidak dikelola dengan hati-hati, kondisi tersebut justru dapat menciptakan
disinsentif bagi Pemerintah Daerah dalam jangka panjang, khususnya dalam meningkatkan PAD.
Oleh karena itu, perubahan pola pengelolaan fiskal nasional tersebut harus pula diiringi dengan
fleksibilitas daerah yang cukup tinggi dalam pemanfaatan sumber-sumber utama pendanaan
tersebut.
Sejak dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, selain telah
terjadi peningkatan dana yang dialokasikan kepada daerah, terdapat pula penambahan komponen
dalam alokasi transfer ke daerah. Selain alokasi dana perimbangan, transfer ke daerah mencakup
pula dana otonomi khusus (otsus) dan dana penyesuaian. Dana otsus dan dana tambahan
infrastuktur dialokasikan kepada Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus,sebagai konsekuensi diberlakukannya UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua. Selanjutnya dengan ditetapkannya UU No. 35 tahun 2008 tentang Penetapan PP
Pengganti UU No. 1 tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Bagi Provinsi Papua, ditetapkan bahwa Provinsi Papua Barat juga mendapatkan
Dana Otsus dan dana tambahan infrastuktur dari APBN. Dana otsus tersebut adalah sebesar 2
persen dari plafon DAU nasional, dan berlaku selama 20 tahun. Selain kepada Provinsi Papua
dan Papua Barat, dana otsus juga dialokasikan kepada Provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD)
mulai tahun 2008 sesuai UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana Otsus tersebut
berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
19/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 19
ke-15 besarnya setara dengan 2 persen plafon DAU Nasional dan untuk tahun ke-16 sampai
dengan tahun ke-20 besarnya setara dengan 1 persen plafon DAU Nasional. Sementara itu, dana
penyesuaian dialokasikan untuk beberapa pos belanja daerah, antara lain: tambahan tunjangan
kependidikan guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dan dana insentif bagi daerah yang
berprestasi.
Di samping dukungan pendanaan dalam bentuk dana transfer ke daerah, alur dana APBN
ke daerah dapat meliputi dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan untuk mendanai
sebagian urusan Pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur dan ditugaskan kepada
gubernur/bupati/walikota dan/atau desa, serta dana instansi vertikal bagi pelaksanaan pelimpahan
sebagian urusan pemerintahan dari Pemerintah kepada instansi vertikal di daerah. Selain itu,
belanja APBN di Daerah mencakup pula pendanaan untuk pelaksanaan program nasional yang
menjadi Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, seperti Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), serta program
nasional melalui subsidi yang sebagian besar juga dibelanjakan di daerah, seperti subsidi energi
dan subsidi non energi.
Sepuluh tahun pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal merupakan kurun waktu yang
layak untuk dilakukan evaluasi sebagai bentuk continous improvementmenuju kepada kebijakan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang lebih baik. Untuk itu, dalam rangka mendukung
implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiscal secara utuh, nyata, proporsional, dan
akuntabel, pengaturan fiskal yang lebih baik perlu diiringi dengan penataan regulasi yang lebih
proporsional.
Untuk menyempurnakan penataan regulasi mengenai pelaksanaan kebijakan
desentralisasi fiskal, Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan penyusunan amandemen
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah. Amandemen Undang-Undang tersebut bertujuan untuk
menyempurnakan berbagai ketentuan yang mendasari pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskalyang dalam perkembangannya selama ini masih dihadapkan pada berbagai kendala teknis dalam
pencapaian tujuan awal otonomi daerah.
Selain melakukan penataan regulasi terhadap dana perimbangan, Pemerintah bersama
DPR-RI juga telah menyempurnakan pengaturan mengenai pemungutan pajak daerah dan
retribusi daerah melalui penetapan UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Undang-undang ini merupakan penyempurnaan UU Nomor 34 Tahun 2000
yang dipandang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Salah satu tujuan dari perubahan
kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah yang dituangkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009
adalah meningkatkan PAD melalui serangkaian strategi antara lain (1) memberikan kepastian
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
20/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 20
mengenai jenisjenis pungutan daerah dengan menerapkan closed-list system. (2) meningkatkan
kewenangan daerah dalam perpajakan daerah dengan meningkatkan local taxing power, (3)
meningkatkan efektifitas pengawasan pajak daerah dan retribusi daerah dengan menerapkan
sistem preventif dan korektif yang diikuti dengan sanksi atas pelanggaran ketentuan perpajakan
daerah, serta (4) memperbaiki pengelolaan pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah,
sehingga dapat memberikan keadilan dan meningkatkan kualitas penggunaan dana yang dipungut
dari masyarakat.
Upaya peningkatan PAD tidak semata-mata ditujukan untuk meningkatkan porsi PAD
dalam APBD, tetapi lebih ditujukan untuk optimalisasi penerimaan PAD tanpa menimbulkan
dampak negatif bagi iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Melalui pengaturan
dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 diharapkan dapat memberikan ruang gerak yang lebih fleksibel
bagi daerah untuk melakukan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai potensi dan
kondisi masingmasing daerah, dengan tetap menjaga iklim investasi yang kondusif agar daya
saing antar daerah dapat ditingkatkan.
SINERGI ANTARA PUSAT DAERAH DAN ANTAR DAERAH DALAM PEMBANGUNAN DAN
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI FISKAL
Dalam kurun waktu sepuluh tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal di Indonesia, telah terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam memahami
pengertian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Diawali dengan penyerahan sebagian besar
urusan pemerintahan yang diikuti dengan desentralisasi fiskal, dalam beberapa tahun terakhir
Indonesia telah melaksanakan desentralisasi politik, yang antara lain diwujudkan dengan
pemilihan kepada daerah secara langsung. Selain desentralisasi politik, desentralisasi ekonomi
diwujudkan pula dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk melaksanakan
pembangunan sesuai dengan potensi, kondisi, dan karakteristik daerah. Pengalaman di
negaranegara lain menunjukkan bahwa untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata, danbertanggung jawab diperlukan waktu yang relatif lama dan menuntut konsistensi serta upaya
penyempurnaan kebijakan yang terus menerus. Hal yang sangat penting adalah perlunya
pemahaman dan kesamaan pandang oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku ekonomi, dan
masyarakat luas atas berbagai masalah dan kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Upaya yang terus dilakukan oleh Pemerintah, terutama dalam hal sinergi pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, dapat ditunjukkan melalui pengembangan strategi
pembangunan untuk semua (development for all). Dalam pengembangan strategi
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
21/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 21
pengembangan tersebut terdapat 6 (enam) strategi yang dikembangkan, yaitu (i) strategi
pembangunan yang inklusif melalui pembangunan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), serta
penyelarasan antara RPJMN dengan RPJM Daerah (RPJMD); (ii) pembangunan berdimensi
kewilayahan, dimana daerah difokuskan sebagai pusat pertumbuhan; (iii) penciptaan integrasi
ekonomi nasional dalam era globalisasi melalui optimalisasi peluang dan menghindari efek negatif
yang mungkin ditimbulkan; (iv) keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan
pemerataan yang disertai keadilan (growth with equity) melalui triple track strategy; (v)
pembangunan yang menitikberatkan pada kemajuan kualitas manusia melalui pembangunan
aspek pendidikan, kesehatan, pendapatan, dan lingkungan kehidupan; dan (vi) pengembangan
ekonomi lokal melalui penguatan keterkaitan antar daerah dengan meningkatkan kualitas dan
kuantitas infrastruktur, keterkaitan fungsional antara industri hulu dan hilir, serta menghilangkan
hambatan perdagangan antar daerah.
Dengan demikian, strategi pembangunan untuk semua yang dibangun dalam rangka
sinergi antara pembangunan nasional dan daerah diarahkan tidak saja untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah, akan tetapi juga ditekankan kepada perwujudan pembangunan
ekonomi daerah. Untuk itu, kebijakan ekonomi daerah kedepan diarahkan untuk : (i) melakukan
pemulihan ekonomi melalui program-program pro-rakyat, terutama di bidang pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur dasar; (ii) menciptakan kesempatan kerja dan mengurangi
pengangguran; (iii) menurunkan inflasi untuk meningkatkan daya beli; (iv) mendorong peningkatan
kegiatan investasi dan perdagangan; dan (v) menjaga ketahanan pangan dan energi. Arah
kebijakan ekonomi daerah merupakan bagian dari prioritas nasional dalam RPJMN tahun 2010
sampai dengan 2014 dalam rangka sinergi antara Pusat-Daerah dan antar Daerah.
Sementara itu, upaya sinergi antara Pusat-Daerah dan antar Daerah dalam kebijakan otonomi
daerah dan desentralisasi fiskal juga terus diupayakan melalui harmonisasi peraturan antara
Pusat dan Daerah, serta koordinasi dalam proses pengambilan kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal. Sinergi yang lebih nyata untuk mengoptimalkan peran gubernur dalampembangunan daerah dapat diwujudkan dalam penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 2008 tentang
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 156 Tahun 2008, Pemerintah (melalui Kementerian/Lembaga) dapat
melimpahkan sebagian urusan pemerintahan (di luar 6 urusan yang menjadi kewenangan
Pemerintah) yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah di daerah untuk penyelenggaraan dekonsentrasi, dan memberikan penugasan kepada
daerah (provinsi/kabupaten/kota dan/atau desa) untuk penyelenggaraan tugas pembantuan.
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
22/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 22
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Pemerintah,
gubernur sebagai wakil Pemerintah dapat melakukan sinkronisasi dengan penyelenggaraan
urusan pemerintahan daerah, penyiapan perangkat daerah yang akan melaksanakan program
dan kegiatan dekonsentrasi, dan koordinasi, pengendalian, pembinaan, pengawasan, dan
pelaporan pelaksanaan dekonsentrasi. Disamping itu, dalam PP No. 19 tahun 2010 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang, serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah di Wilayah Provinsi, gubernur juga memiliki peranan untuk melakukan koordinasi
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
Dalam hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah, selain perlu peningkatan sinergi
dalam pelaksanaan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan, perlu pula mulai ditingkatkan
sinergi dalam pelaksanaan asas desentralisasi. Sinergi yang telah dilakukan adalah pengumpulan
data dasar untuk Alokasi Dasar DAU berupa daftar gaji pegawai daerah. Kegiatan tersebut
dilaksanakan secara koordinatif antara Kementerian Keuangan c.q. DJPK, Kementerian Dalam
Negeri c.q. Ditjen BAKD, dan Biro Keuangan Provinsi dengan menghadirkan semua
kabupaten/kota dalam wilayah provinsi yang bersangkutan bertempat di ibukota provinsi. Kegiatan
sinergis ini dalam beberapa tahun terakhir telah menghasilkan data dasar Alokasi Dasar DAU
lebih akurat karena diambil langsung dari sumbernya.
Pola sinergi tersebut perlu dikembangkan untuk penyediaan data dasar Kebutuhan Fiskal
DAU agar keseimbangan data antar daerah dalam satu provinsi dapat dijamin kewajarannya.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai institusi penyediaan data dasar Kebutuhan Fiskal dalam
melaksanakan tugasnya menggunakan Kantor Statistik yang tersebar hampir diseluruh
kabupaten/kota. Kantor Statistik menyediakan data meliputi jumlah penduduk, indeks
pembangunan manusia (IPM), indeks kemahalan konstruksi (IKK), dan product domestic regional
bruto (PDRB). Untuk mengurangi perbedaan persepsi daerah terhadap data yang disediakan
Kantor Statistik dengan data yang diyakini daerah, Gubernur sebagai Wakil pemerintah Pusat di
daerah dapat mengkoordinasikan Kantor Statistik provinsi/kabupaten/kota untuk melakukanreview data sebelum Kantor BPS provinsi/kabupaten/Kota menyampaikan data ke BPS.
Koordinasi ini akan meningkatkan kualitas data dasar Kebutuhan Fiskal DAU, terutama dalam
mengukur kewajaran data antara kabupaten/kota dalam satu provinsi, disamping meningkatkan
kapasitas provinsi dalam penyediaan data untuk keperluan Pemerintah.
Hal yang sama dapat diterapkan dalam penyediaan data luas wilayah. Permasalahan luas
wilayah yang terjadi akhir-akhir ini, antara lain ketidakpuasan Kabupaten Paniai karena penurunan
data luas wilayah, demikian juga tertukarnya data luas wilayah antara Kabupaten Halmahera
Selatan dan Halmahera Timur adalah bukti dari kurangnya koordinasi dalam penyediaan data luas
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
23/24
DTSD Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah_Pusdiklat KNPK_BPPK Page 23
wilayah. Gubernur dapat bekerjasana dengan Kementerian Dalam Negeri c.q. Ditjen
Pemerintahan Umum (DJPUM) untuk membantu pencapaian akurasi data luas wilayah, dengan
cara mensosialisasikan, membahas, mereview data luas wilayah sebelum disampaikan ke
Kementerian Keuangan untuk digunakan dalam perhitungan Kebutuhan Fiskal daerah.
Dalam hubungannya dengan Dana Bagi Hasil (DBH), selama ini penyediaan data DBH
Pajak dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pajak, baik mengenai
perkiraan maupun realisasinya. Dalam hal DBH SDA, data perkiraan disediakan oleh kementerian
terkait, sedangkan data realisasinya disediakan berdasarkan rekonsiliasi data realisasi PNBP
yang tercatat dalam pembukuan Kas Negara dengan data yang dimiliki oleh daerah. Gubernur
dapat melakukan koordinasi DBH SDA dalam hal data realisasi penyetoran PNBP yang dimiliki
oleh daerah. Kegiatan koordinatif ini dimaksudkan untuk meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas dalam penyaluran DBH SDA. Koordinasi tersebut dapat dilaksanakan dengan
mengupayakan agar daerah mendapatkan data setoran PNBP yang dilakukan oleh
kontraktor/investor sumber daya alam.
Terkait dengan data untuk perhitungan Dana Alokasi Khusus (DAK) selama ini belum ada
koordinasi antara kabupaten/kota dengan provinsi, masing-masing daerah menyampaikan secara
sendiri-sendiri data teknis berupa infrastruktur yang perlu dibangun/direhabilitasi kepada
kementerian terkait. Data perhitungan DAK meliputi Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) yang
disediakan oleh Kementerian Keuangan dari data yang telah digunakan untuk perhitungan DAU.
Data kondisi wilayah disediakan oleh kementerian tertentu, antara lain data daerah tertinggal oleh
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan data daerah perbatasan dengan negara lain
oleh Kementerian Dalam Negeri. Selanjutnya data infrastruktur yang akan dibangun/direhabilitasi
dapat dikoordinasikan oleh gubernur untuk meningkatkan kualitas data dan meningkatkan
kapasitas provinsi untuk turut memantau kebutuhan infrastruktur di masing-masing daerah yang
akan didanai dari DAK, sekaligus meningkatkan kepercayaan daerah terhadap validitas data
infrastruktur daerah.
Untuk mendapatkan gambaran secara lebih mendetail atas pelaksanaan desentralisasi
fiskal tahun 2010 dan mendapatkan intisari sinergi Pusat-Daerah dan antar Daerah dalam
desentralisasi fiskal, Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan
Pembangunan Daerah Tahun 2010 ini akan memaparkan mengenai arah pelaksanaan kebijakan
desentralisasi fiskal di Indonesia, pengelolaan keuangan daerah, kendala-kendala yang dihadapi,
serta berbagai kebijakan Pemerintah yang mendasari pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal
di Indonesia. Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi semua pemangku kebijakan, baik
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pelaku ekonomi dan masyarakat dalam melaksanakan
kebijakan desentralisasi
7/29/2019 Bahan Ajar Filosofi Otonomi Daerah Dan Desentralisasi Fiskal
24/24
fiskal di Indonesia, khususnya pengelolaan keuangan di daerah yang transparan dan akuntabel
untuk meningkatkan pelayanan publik sesuai agenda pro-rakyat yaitu progrowth, pro-job, dan pro-
poor.5
Soal-soal Latihan :
1. Apa yang melatarbelakangi lahirnya Otonomi Daerah, menurut Saudara ?
2. Dalam menerapkan Otonomi Daerah perlu memperhatikan beberapa prinsip, sebutkan prinsip-
prinsip pemberian Otonomi Daerahtersebut !
3. Pelaksanaan Otda akan berjalan dengan baik apabila elemen-elemen Otda bisa tesedia
dengan memadai. Elemen-elemen tersebut adalah ?
4. Dalam rangka mewujudkan pembanguna ekonomi daerah yang lebih baik, maka
pembangunan ekonomi daerah diarahkan kepada hal-hal apa saja ?
5. Sebutkan bentuk-bentuk desentralisasi fiscal !
6. Terdapat empat pilar (Buildings Block) dalam desentralisasi fiscal yaitu ?
7. Hal-hal yang menjadi hambatan dalam desentralisasi fiscal diantaranya ?
8. Beberapa kendala dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah ?
9. Sebutkan jenis kewenangan yang dimikiki oleh pusat dan daerah !
10. Bagaimana upaya untuk mensinergikan antara kebijakan fiscal pusat dan daerah, jelaskan!
5Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah 2010 (Sinergi Pusat dan
Daerah dalam perspektif Desentralisasi Fiskal), DJPK Kementerian Keuangan, 2010