15
Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016 1

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

1

Page 2: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

2

Page 3: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

3

Page 4: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

4

Page 5: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

5

Page 6: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

6

Page 7: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

7

Page 8: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

8

KEUNTUNGAN TERAPI BERBASIS INKRETIN PADA DIABETES MELLITUS

TIPE 2: BUKTI DARI BEBERAPA UJI KLINIS

I Made Pande Dwipayana

Divisi Endokrinologi dan Metabolime, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam,

FK UNUD/RSUP Sanglah

Pendahuluan

Pandemi diabetes melitus (DM), khususnya DM tipe 2 (DMT2) kini menjadi

ancaman serius bagi umat manusia di dunia. Prevalensi DM terus meningkat dari tahun

ke tahun. Di tahun 2014 International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan 387

juta jiwa penduduk dunia (8,3%) menderita DM.1 Dari jumlah tersebut 46,3%nya (179

juta jiwa) merupakan kasus yang tidak terdiagnosis. Tahun 2014, Indonesia menempati

peringkat 5 dalam jajaran 10 besar negara dengan jumlah penderita DM terbesar di

dunia.1 Jumlah penderita DM di Indonesia tahun 2014 sekitar 9,1 juta jiwa dan

diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 14,1 juta jiwa pada tahun 2035.1

Hasil RISKESDAS oleh Depkes pada tahun 2007, mendapatkan bahwa prevalensi DM di

Indonesia mencapai 5,7% dan meningkat menjadi 6,9% pada tahun 2013.2 Tingginya

prevalensi DM juga didapatkan di Bali mencapai 5,9%.3

Komplikasi DM sudah dimulai sejak dini sebelum diagnosis ditegakkan. Sekitar

50% pada saat diagnosis ditegakkan sudah menderita komplikasi kronik: 21%

mengalami retinopati, 18% dengan gambaran EKG yang abnormal, dan 14% dengan

gangguan aliran darah ke tungkai.1 Komplikasi DM tersebut mengurangi produktivitas

dan harapan hidup pasien sampai 15 tahun. Di dunia 4,9 juta jiwa meninggal karena

DM pada tahun 2014, setiap 7 detik orang meninggal karena DM di dunia. Mortalitas

akibat diabetes di Indonesia cukup tinggi, sekitar 172.601 jiwa penduduk Indonesia

meninggal karena DM.1

Kendali glikemik yang sesuai target pada pasien DMT2 akan menurunkan

risiko komplikasi mikrovaskuler. Dewasa ini begitu banyak pilihan obat-obat

antihiperglikemia yang direkomendasikan dan tersedia di pasaran.4 Namun, beberapa

pertanyaan mengenai profil keamaanan jangka panjang terhadap penyakit

kardiovaskuler (PKV) mulai mengemuka termasuk terhadap obat-obatan berbasis

inkretin yang dewasa ini dianggap salah satu modalitas tatalaksana DM yang paling

ideal. Pertanyaan ini mulai dijawab dengan hasil dari uji klinik dengan sitagliptin pada

Page 9: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

9

TECOS trial yang meneliti efek dan profil keamanan jangka panjang penambahan terapi

sitagliptin terhadap pengobatan diabetes yang sebelumnya sudah dijalani

dibandingkan dengan penambahan plasebo.

Gambaran Umum Farmakoterapi DMT2 Dan Peran DPP-IV Inhibitor;

Sitagliptin

Tujuan terapi diabetes tipe 2 (DMT2) meliputi tujuan terapi jangka pendek

dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah untuk menghilangkan gejala dan

mencegah komplikasi akut dan jangka panjang terutama untuk mencegah komplikasi

vaskuler baik makro maupun mikrovaskuler.4,5

Untuk mencegah komplikasi jangka

panjang, khususnya makrovaskuler yang paling banyak menyebabkan kematian terkait

diabetes, diperlukan tidak saja pengendalian glukosa darah namun juga faktor risiko

lainnya yang sering ditemukan pada DMT2, seperti obesitas, dislipidemia dan

hipertensi. Disamping memperbaiki pola hidup, sebagian besar penderita akan

memerlukan obat penurun kadar glukosa karena pada mereka dengan DMT2 hampir

50% sudah terjadi penurunan fungsi sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin.

Dalam penggunaan obat antidiabetik (OAD) ada beberapa petunjuk praktis yang telah

diajukan oleh berbagai organisasi. Secara umum dapat dikatakan untuk penderita baru

pada awalnya digunakan satu obat, dan jika belum berhasil mencapai sasaran kendali

glikemik digunakan dua atau bahkan lebih dari dua obat kombinasi. Obat kombinasi

juga dapat diberikan sejak awal, jika kadar A1C relatif tinggi. Beberapa petunjuk yang

bisa digunakan sebagai acuan diantaranya adalah yang dikeluarkan oleh ADA (2016)

dan PERKENI (2015).4,5

Page 10: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

10

Gambar 1. Strategi Pemilihan OAD dan Posisi DPP-4 Inhibitor.4

Obat kelompok penghambat DPP-4, salah satu obat yang dikembangkan

berdasarkan inkretin, merupakan salah satu OAD yang kini banyak digunakan. Obat ini

dapat digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan OAD lainnya. Kerja

utama obat ini adalah menghambat enzim DPP-4 yang bertugas memecah hormon

GLP-1, sehingga jumlah dan aktivitas GLP-1 meningkat pada penderita DMT2. Seperti

diketahui bahwa GLP-1 berfungsi utama untuk memicu sekresi insulin pada saat

setelah makan. Disamping itu GLP-1 juga dapat memberi efek menguntungkan bagi

penderita DMT2 diantaranya adalah menekan sekresi glukagon, mengurangi asupan

Page 11: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

11

makanan dan menurunkan berat badan, menghambat pengosongan lambung, dan

protektif terhadap jantung.6,7

Sitagliptin merupakan salah satu obat kelompok penghambat DPP-4 yang

telah beredar di pasar Indonesia, disamping vildagliptin, saxagliptin, dan linagliptin.

Sitagliptin sangat selektif penghambatannya terhadap enzim DPP-4, sehingga

diharapkan efek sampingnya kecil. Aktivitas enzim DPP-4 dapat dihambat oleh obat ini

sebesar 97% sepanjang 24 jam.6,7

Jadi obat ini dapat diberikan sekali sehari. Sebagai

monoterapi, sitagliptin mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah dan A1C

setara dengan metformin atau sulfonilurea. Sitagliptin yang dikombinasikan dengan

metformin dapat menurunkan A1C sama baiknya jika sitagliptin dikombinasikan

dengan obat sulfonilurea. Penurunan A1C yang bermakna juga terlihat jika sitagliptin

dikombinasikan dengan obat pioglitazone. Penambahan sitagliptin sebagai obat ketiga

setelah glimepiride dan metformin juga masih menunjukkan efikasinya dalam

menurunkan A1C.7 Obat ini juga tetap memberi efek perbaikan kendali glikemik jika

ditambahkan kepada mereka yang mendapatkan insulin.

Sitagliptin, paling tidak sampai saat ini, merupakan obat yang sangat aman.

Tidak menyebabkan peningkatan berat badan, efek samping hipoglikemianya kecil,

dan tidak meningkatan luaran kardiovaskuler. Obat ini juga ternyata aman dari

pankreatitis atau tumor tiroid yang sebelumnya dikaitkan dengan obat ini. Efek dan

profil jangka panjang mengenai keamanannya terhadap kejadian PKV telah dibuktikan

pada TECOS trial.7

BEBERAPA STUDI TENTANG PENGUNAAN SITAGLIPTIN DALAM TERAPI DMT2

Salah satu studi besar tentang penggunaan sitagliptin pada DMT2 adalah studi

TECOS.7

Studi ini menggunakan rancangan randomized, double-bilnd yang melibatkan

subyek sebanyak 14.671 yang dirandomisasi menjadi 2 kelompok: mendapatkan

tambahan terapi sitagliptin atau plasebo. Obat-obatan DM yang telah dipakai pasien

sebelumnya tetap diberikan secara open label dengan tujuan tetap untuk mencapai

target kendali glikemik yang optimal. Untuk memperhitungkan jika sitagliptin tidak

lebih inferior dibandingkan plasebo, digunakan batas atas margin risiko relatif sebesar

1,3. Luaran primer PKV adalah komposit variabel yang meliputi kematian karena PKV,

nonfatal infark miokard akut, nonfatal stroke atau kejadian rawat inap karena angina

tidak stabil.

Page 12: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

12

Gambar 2. Profil Keamanan Luaran PKV pada Studi TECOS.7

Selama median follow-up selama 3 tahun, secara keseluruhan luaran primer

terjadi pada 839 pasien pada kelompok sitagliptin (11,4%; 4,06 per 100 orang per

tahun) dan 851 pasien pada kelompok plasebo (11,6%; 4,17 per 100 orang per tahun).

Sitagliptin tidak lebih inferior jika dibandingkan dengan plasebo untuk luaran primer

variabel komposit PKV (rasio hazard 0,98; 95% CI, 0,88-1,09; p<0,001). Tingkat kejadian

MRS karena gagal jantung tidak berbeda pada kedua kelompok (rasio hazard 1,00; 95%

CI 0,83-1,2; p=0,98). Pada kedua kelompok juga tidak didapatkan perbedaan bermakna

tingkat kejadian pankreatitis akut (p=0,07) atau kanker pankreas (p=0,32).

Jadi pada pasien dengan DMT2 dan dengan PKV, penambahan sitagliptin pada

pengobatan DM yang sudah diberikan sebelumnya tidak terbukti meningkatkan

Page 13: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

13

kejadian PKV, rawat inap karena gagal jantung atau berbagai efek samping yang

lainnya.

Beberapa studi uji klinis dengan kontrol yang lain juga menunjukkan

keuntungan pengunaan terapi sitagliptin pada pasien DMT2, seperti ditunjukkan oleh

studi yang dilakukan oleh Nauck dan kawan kawan tahun 2007, Arechavaleta dan

kawan kawan tahun 2011 dan studi pada praktek klinik nyata tentang penggunaan

sitagliptin pada pasien DMT2 (studi Odyssee tahun 2014).

Pada studi acak dengan kontrol yang dilakukan oleh Nauck dan kawan kawan

tahun; membandingkan terapi sitagliptin 100 mg + metformin dengan glipizide +

metformin, yang diamati selama 52 minggu, didapatkan penurunan HBA1C yang sama

pada kedua kelompok (0,7%) dan didapatkan penurunan berat badan rata rata 1,5 kg

dan kejadian hipoglikemia sebesar 5% pada kelompok sitagliptin + metformin

sedangkan pada kelompok glipizide + metformin didapatkan peningkatan berat badan

rata rata 1,1 kg dan kejadian hipoglikemia sebesar 32%.8

Pada studi acak dengan kontrol yang dilakukan oleh Arechavaleta dan kawan

kawan tahun 2011; membandingkan terapi sitagliptin 100 mg + metformin dengan

glimepiride + metformin, yang diamati selama 30 minggu, didapatkan penurunan

HBA1C sebesar 0,4%, penurunan berat badan rata rata 0,8 kg dan kejadian

hipoglikemia sebesar 7% pada kelompok sitagliptin 100 mg + metformin; sedangkan

pada kelompok glimepiride + metformin didapatkan penurunan HBA1C sebesar 0,54%,

peningkatan berat badan rata rata 1,2 kg dan kejadian hipoglikemia sebesar 22%.9

Sedangkan pada studi Odyssee tahun 2014 yang menilai terapi DMT2 di

praktek klinis nyata sehari hari, membandingkan kelompok yang mendapat terapi

sitagliptin + metformin dengan SU + metformin; didapatkan penurunan HBA1C yang

hampir sama antara kedua kelompok yaitu sebesar 0,6%, kejadian hipoglikemia

didapatkan 9,7% pada kelompok sitagliptin + metformin vs 21% pada kelompok SU +

metformin.10

Daftar Pustaka

1. IDF. IDF diabetes atlas 2014 updated (poster format). 6th

edition. Brussels: International

Diabetes Federation; 2014. p. 1-2.

2. Riskesdas 2007 dan 2013. Kementrian Kesehatan Indonesia.

3. Suastika K, Dwipayana P, Saraswati MR, Gotera W, Budhiarta AAG, Sutanegara ND, et al.

Prevalence of Obesity, Metabolic Syndrome, Imfaired Fasting Glucose, and Diabetes in

Selected Village of Bali, Indonesia. Jafes 2011; 26(2): 159-162.

4. ADA (American Diabetes Association). Standard of Medical Care in Diabetes. Diab Care.

2016; 39: S1-S112.

Page 14: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

14

5. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia.

Jakarta: PB. PERKENI; 2015. p. 1-62.

6. Polonsky KS and Burant CF. Type 2 Diabetes Mellitus. In: Melmed S, Polonsky KS, Larsen

PR, Kronenberg HM editors. Williams Textbook of Endocrinology. 13th

edition. Philadelpia:

ELSEVIER; 2016. p. 1386-1450.

7. Green JB, Bethel A, Armstrong PW, Buse JB, Samuel SE, Jyotsna G, et al. Effect of Sitagliptin

on Cardiovascular Outcomes in Type 2 Diabetes. NEJM 2015; 373(3) :232-42.

8. Nauck, et al. Diab Obes Metab 2007; 9: 154-205.

9. Arechavaleta R, et al. Diabetes Obes Metab 2011; 13(2): 160-168.

Valensi P, et al. Treatment maintenance duration of dua theraphy with metformin and sitagliptin

in type 2 diabetes : the odyssee observational study. Diabetes 63(S1) : LB-35 Abs 136-LB 2014-

ADA 2014-ADA 2014 74 th American Diabetes Association Scientific Session, San Francisco,

California, 2014.

Page 15: Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

Bali Endocrine Update (BEU) XIII 2016

15