21
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU HAMA TANAMAN ACARA V TEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU DAN MUSUH ALAMI, DAN ANALISIS KERUSAKAN Disusun oleh: Nama : Dwi Hutami Agustiningrum NIM : 12308 Golongan : A3 Co. Ass : Jatu Barmawati

DIHT Acara 5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Praktikum DIHT

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUMDASAR-DASAR ILMU HAMA TANAMAN

ACARA VTEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU DAN MUSUH ALAMI, DAN ANALISIS KERUSAKAN

Disusun oleh:

Nama: Dwi Hutami AgustiningrumNIM: 12308Golongan: A3Co. Ass: Jatu Barmawati Radiyani Mirza Alfarisi

LABORATORIUM ENTOMOLOGI TERAPANJURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHANFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS GADJAH MADA2013ACARA VTEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU DAN MUSUH ALAMI, DAN ANALISIS KERUSAKAN

I. PENDAHULUANA. Latar BelakangHama merupakan salah satu kendala yang perlu diantisipasi perkembangannya karena dapat menimbulkan kerugian bagi petani. Untuk mengantisipasi perkembangan hama, perlu dilakukan pengendalian yang sesuai. Pengendalian tersebut dilakukan untuk meminimalisir kerugian yang dapat terjadi dengan memperhatikan keadaan lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan hama terpadu (PHT).Pengendalian hama terpadu merupakan pengelolaan agroekosistem dengan memadukan berbagai teknik pengendalian hama sedemikian rupa sehingga populasi hama tetap berada di bawah ambang ekonomi sehingga tidak menyebabkan kerugian yang berarti. Dalam PHT perlu dilakukan pengamatan terhadap populasi hama yang ada pada lingkungan pertanaman. Pengamatan tersebut bertujuan untuk memperoleh data yang diperlukan sehingga dapat diperoleh keputusan, apakah pengendalian hama perlu dilakukan atau tidak. Apabila populasi hama belum mencapai ambang ekonomi, maka perlu dilakukan pencegahan agar populasi hama tidak meningkat. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan pada lingkungan pertanaman, serta menambah populasi musuh alami di lingkungan pertanaman. Akan tetapi, apabila populasi hama telah mencapai ambang ekonomi, maka perlu dilakukan pengambilan keputusan mengenai pengendalian yang cepat dan tepat sehingga populasi hama dapat ditekan, kerugian dapat berkurang, serta lingkungan pertanaman tetap terjaga.

B. Tujuan1. Mengetahui teknik pengamatan populasi hama dan kerusakannya.2. Mengetahui metode pelaporan hama dan pengambilan keputusan tindakan pengendalian.

II. TATA CARA PRAKTIKUMPraktikum Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman acara V yang berjudul Teknik Pengamatan Populasi Organisme Pengganggu Dan Musuh Alami, Dan Analisis Kerusakan dilaksanakan pada Rabu, 17 April 2013. Adapun alat-alat yang digunakan, yaitu alat tulis. Bahan-bahan yang diperlukan, yaitu preparat awetan dan hidup dari predator, parasitoid, dan patogen. Kegiatan dilakukan di lahan padi dan palawija/sayuran. Pada kegiatan ini diamati populasi organisme pengganggu dan tingkat serangan. Lahan yang akan diamati dipilih dan diambil 20-25 sampel tanaman secara acak dengan pola diagonal pada lahan. Pengamatan hama dilakukan secara mutlak, yaitu pengamatan langsung individu-individu yang ditemukan pada setiap unit sampel (tanaman) pada saat itu, kemudian dihitung jumlahnya.Setelah itu, dilakukan pengamatan secara relatif, yaitu dengan menggunakan alat pengumpul sampel, seperti jaring serangga. Jaring diayunkan pada bagian pucuk tanaman sebanyak 20 kali (10 kali ke kiri dan 10 kali ke kanan), organisme yang tertangkap dikumpulkan dan dipindahkan ke dalam kantung plastik untuk pengamatan selanjutnya. Dari masing-masing sampel yang dikumpulkan, kemudian dipisahkan antara organisme yang berstatus pengganggu (hama), bermanfaat (musuh alami), dan organisme lain. Persentase masing-masing dicatat dalam lembar pengamatan. Kemudian dilakukan pengamatan intensitas serangan akibat organisme pengganggu secara mutlak (misalnya penggerek batang), yaitu dengan diamati tanaman yang terserang penggerek batang sebanyak 20 rumpun (N=20), kemudian dilakukan perhitungan intensitas serangan dengan rumus sebagai berikut.

=

Keterangan:IS: intensitas kerusakan (%)ai: jumlah batang terserang pada rumpun ke-ibi: jumlah batang tidak terserang pada rumpun ke-iN: jumlah rumpun/unit sampel (20)

Setelah itu, dilakukan pula pengamatan tingkat serangan relatif akibat organisme pengganggu yang makan pada daun, seperti belalang hijau (Oxypa sp.) pada 20 rumpun tanaman sampel (N=20), kemudian dilakukan perhitungan tingkat serangan dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan:IS:intensitas kerusakan (%)vi:skor kerusakan (0, 1, 2, 3, dan 4), dengan ketentuan sebagai berikut : (0) tanpa kerusakan; (1) kerusakan > 0 dan < 25; (2) kerusakan > 25% dan < 50%; (3) kerusakan > 50% dan < 75%; (4) kerusakan > 75%ni:jumlah unit sampel bergejala serangan dalam skor vN:jumlah unit sampel (20)Z:skor tertinggi (4)

III. HASIL PENGAMATAN

A. Pengamatan Populasi MutlakNo. RumpunJumlah BatangJumlah Sundep/BelukJumlah Kepik PadiJumlah Wereng BatangJumlah Wereng DaunJumlah BelalangJumlah ThripsJumlah Keong

1230432120

2180323230

3160245210

4160334100

5172010180

61843020100

7185010070

8185322220

9140000000

10120100000

11240300000

12180100000

13200500102

14170000100

15190000000

16150000000

17223000020

18244400000

191210000210

202215000410

Total3634832161817372

B. Pengamatan Populasi RelatifNo. AyunanJumlah Kupu / NgengatJumlah UlatJumlah Kepik PadiJumlah Wereng BatangJumlah Wereng DaunJumlah BelalangJumlah Thrips

100181220

2003343220

30075030

400432120

500160430

No. AyunanJumlah Kumbang KoksiJumlah Laba-LabaJumlah LalatJumlah Kepik Predator UlatJumlah Capung JarumJumlah Tomcat

15230000

2000000

3000000

41819253

5103010

C. Pengamatan Organisme Bermanfaat (Musuh Alami)No. RumpunJumlah BatangJumlah Kumbang KoksiJumlah Belalang SembahJumlah Laba - LabaJumlah Kumbang PaederusJumlah Kepik Predator UlatJumlah Hama Terkena PatogenJumlah Hama Terkena Parasitoid

1232052200

2181143300

3162054400

4161163300

51720021002

6183021000

7182000020

8184001000

9142050200

10121140300

11242050400

12181160300

13202050200

14171140300

15192050400

16151160300

17222050200

18241140300

19122050400

20221160300

Total36335882354822

D. Pengamatan Organisme LainNo. RumpunJumlah batangJenis 1 (Capung Jarum)Jenis 2 (Semut)Jenis 3 (Diptera)

123048

218030

316150

416020

517020

618020

718000

818010

9140100

1012000

1124000

1218000

1320000

1417000

1519000

1615000

1722000

1824000

1912000

2022000

Total3631298

E. Perbandingan Rerata Hama, Musuh Alam, dan Organisme LainHama PenggangguMusuh AlamiOrganisme Lain

Rerata24,2930,2912,67

F. Intensitas Serangan MutlakNo. RumpunJumlah BatangJumlah Sundep/BelukISM (%)

12300,00

21800,00

31600,00

41600,00

517211,76

618422,22

718527,78

818527,78

91400,00

101200,00

112400,00

121800,00

132000,00

141700,00

151900,00

161500,00

1722313,64

1824416,67

19121083,33

20221568,18

Total36348271,36

Rerata18,152,413,57

= x 100%= x100%= x 100%= = 13,57%G. Intensitas Serangan RelatifNo. RumpunJumlah BatangJumlah Sundep/BelukSkorISR (%)

1230012,5

2180012,5

3160012,5

4160012,5

5172112,5

6184112,5

7185212,5

8185212,5

9140012,5

10120012,5

11240012,5

12180012,5

13200012,5

14170012,5

15190012,5

16150012,5

17223112,5

18244112,5

191210312,5

202215412,5

Total36348

Keterangan: Skor 0: 0 = 12Skor 1: 1 4 = 4Skor 2: 5 8 = 2Skor 3: 9 12 = 1Skor 4: 13 15 = 1

= x 100% = x 100% = 12,5%

IV. PEMBAHASANHama penggerek batang padi menyerang pada fase larva. Serangan yang dilakukan pada stadium vegetatif menimbulkan gejala yang disebut sundep, yaitu matinya pucuk tanaman karena titik tumbuh dimakan larva. Pucuk tersebut mula-mula berwarna kuning kemerahan kemudian kering dan mati. Serangan pada stadium generatif menimbulkan gejala beluk, yaitu malai menjadi hampa, berwarna putih, dan berdiri tegak karena tangkai malai putus digerek (Prasetiyo, 2002). Pada kasus di lapangan yang diamati dapat diketahui bahwa serangan yang terjadi berupa sundep karena tanaman padi masih berada pada fase vegetatif.Hama didefinisikan sebagai hewan yang memakan tumbuhan yang diusahakan sehingga menimbulkan kerugian bagi petani. Kerugian akibat serangan hama sangat dirasakan saat jumlah penduduk semakin meningkat sehingga kebutuhan akan produksi pertanian semakin meningkat. Untuk mengatasi serangan hama diperlukan pengendalian yang tepat. Pengendalian hama yang tepat juga memperhatikan lingkungan tempat pertanaman. Pengendalian hama yang juga melihat aspek ekologi disebut Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Dalam PHT, diperlukan adanya monitoring atau pemantauan. Pemantauan ini bertujuan untuk memperoleh pertimbangan mengenai keputusan yang dapat diambil untuk mengendalikan hama. Pemantauan dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap populasi hama yang ada di lingkungan pertanaman. Pengamatan populasi hama dibedakan menjadi tiga, yaitu pengamatan populasi mutlak, pengamatan populasi relatif, dan pengamatan indeks populasi. Populasi mutlak merupakan jumlah populasi hama berdasarkan pengamatan dalam unit satuan luas, habitat berupa tanaman, kelompok tanaman, ataupun bagian tanaman, contohnya apabila dalam satu rumpun padi ditemukan 10 ekor hama, maka dapat dikatakan populasi mutlaknya 10 ekor per rumpun. Populasi relatif merupakan adalah hasil pengamatan dalam satuan usaha dalam pengambilan sampel, contohnya dengan ayunan jaring atau perangkap sehingga apabila diperoleh jumlah hama 15 ekor dalam 10 kali ayunan, maka dikatakan populasi relatifnya 15 ekor per 10 kali ayunan. Indeks populasi merupakan hasil pengamatan yang dilakukan tidak langsung ada individu hama, tetapi dilakukan pada hasil kegiatan yang ditimbulkan oleh hama, seperti kerusakan atau sarang yang dibuat oleh hama. Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap populasi mutlak dan populai relatif. Populasi mutlak diamati secara langsung pada rumpun padi di area persawahan seluas 100 m2 dengan pola diagonal. Populasi relatif diamati dengan menggunakan jaring yang diayunkan 10 kali ke kanan dan ke kiri pada areal persawahan seluas 100 m2 dengan pola diagonal. Pada pengamatan populasi mutlak, serangga hama maupun musuh alami yang terbang lebih sulit diamati karena akan dengan mudah berpindah saat didekati. Hal ini berbeda dengan pengamatan populasi relatif karena penggunaan jaring dapat memerangkap serangga yang akan terbang melarikan diri sehingga dapat dikatakan bahwa pengamatan populasi mutlak cocok bagi hama yang tidak terbang, sedangkan pengamtan populasi relatif cocok bagi hama yang dapat terbang. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh intensitas serangan mutlak (ISM) sebesar 13,57% dan intensitas serangan relatif (ISR) sebesar 12,5%. Bedasarkan nilai tersebut, dapat diketahui bahwa kerusakan yang terjadi masih ringan (< 25%). Nilai tersebut tidak terlalu berbeda, hanya saja nilai ISM diperoleh dari mengamati dan menghitung langsung hama pada rumpun padi, sedangkan nilai ISR diperoleh dengan jaring serangga sehingga terdapat kemungkinan hama tidak terjaring semua.Untuk menentukan pengendalian yang tepat, diperlukan data ambang ekonomi mengenai hama yang menyebabkan gejala sundep. Ambang ekonomi bukan harga yang tetap, tetapi berfluktuasi bergantung pada harga gabah dan pestisida. Bila harga gabah meningkat maka ambang ekonomi akan turun dan sebaliknya, tetapi bila harga insektisida naik maka ambang ekonomi akan naik dan sebaliknya (Baehaki, 2009). Menurut Novizan (2002), ambang ekonomi untuk hama penggerek batang padi penyebab sundep, yaitu > 1 kelompok telur/10 m2 atau intensitas serangan rata-rata sebesar 10%. Nilai ambang ekonomi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai ISM dan ISRnya. Hal ini berarti sudah dibutuhkan pengendalian terhadap lokasi persawahan tempat sampel diambil. Akan tetapi, keputusan tersebut masih terlalu dini karena masih ada berbagai aspek yang perlu diperhatikan, seperti musuh alami dan organisme lain bukan hama di sekitar pertanaman.Pada pengamatan yang dilakukan, ditemukan berbagai jenis hama. Hama tersebut, yaitu kepik padi, wereng batang, wereng daun, belalang, thrips, dan keong. Dari semua jenis hama yang ditemukan, kepik padi merupakan yang paling banyak jumlahnya. Akan tetapi, kepik padi biasa menyerang pada fase generatif sehingga pada fase vegetatif keberadaannya belum mengkhawatirkan dan masih dapat dicegah. Adapun hama yang menyerang pada fase vegetatif, yaitu wereng batang, wereng daun, belalang, thrips, dan keong. Akan tetapi jumlah keong yang hanya sedikit belum menghawatirkan dan masih dapat dihilangkan secara manual.Pada pengamatan yang dilakukan, ditemukan berbagai jenis musuh alami, yaitu kumbang koksi, belalang sembah, laba-laba, kumbang paederus, dan kepik predator ulat. Masing-masing musuh alami memiliki mangsa yang berbeda-beda. Menurut Rukmana (2002), kumbang koksi merupakan predator bagi thrips. Belalang sembah dan laba-laba dapat menjadi predator bagi belalang. Kumbang paederus dapat menjadi predator bagi wereng. Kepik predator ulat merupakan predator bagi larva ngengat dan kupu-kupu, tetapi tidak ditemukannya ulat pada saat pengamatan memungkinkan kepik tersebut tidak menetap hanya pada area persawahan yang diamati, melainkan terbang bebas ke area pertanaman lain di sekitar persawahan.Menurut Nanao dan Nanao (1996), kumbang koksi makan dengan cara menghisap cairan tubuh mangsanya. Seekor kumbang koksi diketahui dapat menghabiskan 1.000 ekor kutu daun sepanjang hidupnya. Kumbang koksi dewasa dapat hidup selama sekitar dua sampai empat bulan. Hal ini berbeda dengan masa hidup thrips dewasa yang hanya dua bulan (Lingga, 2006).Belalang sembah dapat menghasilkan tiga ratus butir telur dalam satu masa reproduksinya. Belalang sembah merupakan pemangsa yang cepat. Dalam waktu beberapa menit, belalang sembah dapat memangsa dua serangga. Belalang sembah dapat hidup hingga satu hingga dua bulan (Widiyastuti, 2012). Belalang dewasa yang merupakan hama biasanya dapat hidup selama satu bulan. Hal ini berbeda dengan predatornya, yaitu belalang sembah yang dapat hidup hingga dua bulan. Selain itu, terdapat juga laba-laba yang juga merupakan musuh alami bagi belalang. Menurut Behrman et al. (2000), laba-laba dapat hidup selama berbulan-bulan walau tanpa makan sekalipun.Kumbang paederus merupakan serangga yang tersebar secara luas di dunia. Serangga ini merupakan predator bagi wereng di pertanaman padi. Kumbang ini dapat hidup hingga tiga bulan. Kumbang betina dapat menghasilkan 100-150 butir telur setiap bertelur. Dalam sehari, kumbang ini dapat memangsa 7-9 ekor wereng (Manley, 2007). Wereng memiliki masa hidup sekitar satu bulan. Sekali bertelur, wereng dapat menghasilkan sekitar 300 butir telur. Saat menjadi nimfa dan imago inilah wereng batang coklat menghisap cairan dari batang padi. (Pathak dan Khan, 1994).Berdasarkan perbandingan siklus hidup antara musuh alami dengan hama, dapat dikatakan bahwa jumlah predator masih lebih banyak daripada hama yang ada. Kemampuan makan seekor musuh alami pun lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perkembangan seekor hama. Selain itu, apabila dilihat dari perbandingan rerata populasi hama, musuh alami, dan organisme lain yang berada di area persawahan tempat pengambilan sampel juga dapat diperhitungkan. Adapun rerata populasi hama sebesar 24,29, musuh alami sebesar 30,29, dan organisme lain sebesar 12,67. Hal ini menunjukkan bahwa rerata populasi musuh alami masih jauh lebih besar daripada hama. Berdasarkan analisis ambang ekonomi yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa pengendalian bisa dilakukan dengan pestisida. Akan tetapi, apabila dilihat juga bagaimana musuh alaminya dapat dikatakan belum diperlukannya penggunaan pestisida. Hal ini disebabkan oleh jumlah musuh alami yang lebih banyak daripada hamanya. Selain itu, kemampuan makan musuh alami lebih cepat daripada perkembangan hama. Penggunaan pestisida dikhawatirkan ikut membunuh musuh alami yang sudah ada sehingga pengendalian tidak efektif.Menurut Baehaki (2009), Teknologi pengendalian menggunakan ambang kendali berdasarkan manipulasi musuh alami dapat mengurangi pemakaian insektisida dan meningkatkan pendapatan. Insektisida yang direkomendasikan dapat digunakan untuk pengendalian hama jika ambang ekonomi terkoreksi yang ditentukan telah terlampaui. Pengendalian hama berdasarkan manipulasi musuh alami menghemat penggunaan insektisida 33-75%, meskipun pada musim hujan dengan kelimpahan hama wereng cukup tinggi. Dengan cara ini, hasil padi di tingkat petani meningkat 36% dengan peningkatan keuntungan 53,7%.

V. KESIMPULAN1. Teknik pengamatan hama secara mutlak yaitu pengamatan langsung terhadap populasi hama pada unit satuan luas, habitat berupa tanaman, kelompok tanaman, ataupun bagian tanaman dan teknik pengamatan secara relatif yaitu pengamatan populasi hama menggunakan alat pengumpul (jaring serangga).2. Metode pelaporan hama yang digunakan adalah secara mutlak dan secara relatif.3. Kerusakan yang ditemukan tergolong ringan karena IS lebih kecil daripada 25%.4. Jumlah rerata musuh alami yang ditemukan lebih besar dari ada rerata populasi hama dan rerata populasi organisme lain.5. Berdasarkan hasil analisis, pengendalian yang dapat dilakukan adalah menggunakan musuh alami.

DAFTAR PUSTAKA

Baehaki, S. E. 2009. Strategi pengendalian hama terpadu tanaman padi dalam perspektif praktek pertanian yang baik (good agricultural practices). Pengembangan Inovasi Pertanian 2: 65-78.

Behrman, R. E., R. M. Kliegman, dan A. M. Arvin. 2000. Nelson Textbook Of Pediatrics. Elsevier, London.

Lingga, L. 2006. Kastuba; Tanaman Penyemarak Hari Raya. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Manley, G. V. 2007. Paederus fuscipes [col.: Staphylinidae]: a predator of rice fields in West Malaysia. Entomophaga 22: 47-59.

Nanao, J. dan K. Nanao. 1996. Seri Misteri Alam 3: Kumbang Koksi. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Pathak, M. D. dan Z. R. Khan. 1994. Insects Pest of Rice. International Rice Research Institute, Manila.

Prasetiyo, Y. T. 2002. Budi Daya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Kanisius, Yogyakarta.

Rukmana, R. 2002. Usaha Tani Cabai Rawit. Kanisius, Yogyakarta.

Widiyastuti, S. 2012. Belalang Sembah, Predator Pintar Menyamar. . Diakses pada 6 April 2012.