14
HEMODIALISIS Pembimbing: Prof. Nanan Sekarwana, dr., SpA(K),MARS SITORESMI PRABANINGRUM DOPS

DOPS_hemodialisis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hd

Citation preview

Page 1: DOPS_hemodialisis

S

HEMODIALISIS

Pembimbing: Prof. Nanan Sekarwana, dr., SpA(K),MARS

DOPS

Page 2: DOPS_hemodialisis

STANDAR PROSEDUR HEMODIALISIS PADA ANAK

DEFINISI

Suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksin uremik) dari darah melalui membran

semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian

dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh.

Hemodialisis (HD) relatif lebih sulit dilakukan pada anak kecil karena masalah teknik yang

berhubungan dengan akses pembuluh darah dan risiko yang disebabkan karena ketidakseimbangan

hemodinamik. HD tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 5 tahun kecuali ada kontraindikasi kuat

untuk dilakukan peritoneal dialisis.

TUJUAN

Menurunkan kadar ureum, kreatinin dan zat-zat toksik lainnya di dalam darah.

INDIKASI

a. Hemodialisis Akut

Sindroma uremik

Hiperkalemia dengan abnormalitas EKG

Hipertensi berat yang tidak berespons terhadap obat-obatan

Asidosis

Kelebihan cairan seperti edema paru atau gagal jantung kongestif.

Pada keadaan gagal ginjal akut dengan kadar urea nitrogen plasma lebih dari 100 mg/dl atau

kreatinin klirens kurang dari 10 ml/menit/1,73m2.

Keracunan atau kelebihan dosis obat seperti salisilat, etilen glikol, litium, serta pada

gangguan metabolisme bawaan (inborn error of metabolism).

Pada keadaan dimana tidak tampak tanda-tanda uremia dan kadar kalium serta bikarbonat

plasma dalam batas normal, dialisis akut belum perlu dilakukan walaupun kadar kreatinin

klirens menurun atau kadar urea nitrogen meningkat diatas normal.

b. Hemodialisis Kronis

Kreatinin klirens turun dibawah 10 ml/menit/1,73m2 atau 0,1-0,15 ml/menit/kgBB.

Dialisis dapat dilakukan lebih awal bila ditemukan osteodistrofi ginjal, gangguan

pertumbuhan dan perkembangan, atau bila timbul komplikasi akut (hiperkalemia yang tidak

terkontrol, kelebihan cairan, gagal jantung bendungan, perikarditis, ensefalopati uremik, dan

neuropati uremik).

Page 3: DOPS_hemodialisis

Tabel 1. Indikasi dialisis pada chronic kidney disease

Ensefalopati uremik atau neuropati

Perikarditis atau pleuritis

Kelebihan cairan yang tidak dapat diatasi dengan diuretik

Hipertensi yang tidak berespons terhadap pengobatan

Hiperkalemia persisten, asidosis metabolik, hiperkalsemia, hipokalsemia, atau hiperfosfatemia

yang tidak berespons terhadap pengobatan

Malnutrisi atau penurunan berat badan

Mual dan muntah persisten

Sumber: Rubin, NT.

KONTRAINDIKASI

Tidak ada kontraindiakasi absolut.

PERSIAPAN HEMODIALISIS

1. Dokter ruangan mengkonsulkan pasien ke Nefrologi penanggung jawab Unit Hemodialisis,

kemudian setelah disetujui, pasien didaftarkan ke Unit Hemodiasisis.

2. Persiapan pasien, diantaranya:

- Dilakukan informed consent kepada penderita/keluarga mengenai tindakan HD, tujuan

serta komplikasi yang mungkin terjadi.

- Keluarga menulis pernyataan setuju untuk dilakukan tindakan hemodialisis.

3. Pemeriksaan darah yang harus dilakukan pada pasien sebelum dilakukan hemodialisis adalah

HbSAg, anti HCV, anti HIV, hematologi rutin, ureum, kreatinin, Na, K, GDS.

4. Apabila kelengkapan hasil laboratorium sudah ada dan sudah ada tempat, perawat

hemodialisis akan memanggil pasien ke Unit Hemodialisis.

ALAT DAN CAIRAN PADA HEMODIALISA

1. Dialiser

Dialiser merupakan tabung yang terdiri dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang

dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel. Terdapat 2 macam dialiser yang biasa

digunakan pada anak, yaitu tipe hollow fiber dan tipe parallel plate. Tipe hollow fiber memiliki

kelebihan dibandingkan tipe parallel plate, yaitu volume awal cairan yang digunakan lebih sedikit,

dan mudah dibersihkan serta diproses ulang. Material membran pada dialiser dapat berupa

selulosa, seluosintetik dan sintetik.

Page 4: DOPS_hemodialisis

Sebelum dilakukan HD dilakukan priming yaitu pengisian cairan di dialiser dan selang. Volume

priming 30-140 ml, dengan luas permukaan antara 0,5 sampai 2,1 m2, ultrafiltration rate

coefficient (Kuf) 2,5 sampai 60 ml/jam/mmHg. Cairan priming ini dapat dialirkan ke pasien atau

dibuang ke pembuangan, namun pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil, cairan priming

dialirkan ke pasien untuk mempertahankan volume darah. Dialiser mass transfer area coefficient

(KoA) urea 200-1100, strerilisasi dengan menggunakan gamma irradiation, ethylene oxide atau

penguapan. Volume awal berbeda pada neonatus atau anak (neonatus 25 mL, anak 75 mL,

dewasa 127 mL).

2. Mesin HD

Mesin hemodialisis terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat, dan sistem

monitor tekanan, suhu, aliran, detektor udara dan kebocoran darah. Pompa darah berfungsi

untuk mengalirkan darah dari akses vaskuler vaskuler ke alat dialiser. Dialiser adalah tempat

dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat dan cairan dalam darah dan

dialisat. Sedangkan akses vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita

menuju dialiser dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Untuk anak dengan berat badan

kurang dari 20 kg, salah satu contoh mesin hemodialisis yang ideal adalah Gambro AK10 yang

memiliki pompa untuk mengatur kecepatan aliran darah mulai dari 10 sampai 200 ml/menit.

Mesin ini memiliki sirkuit detektor kebocoran udara dan dapat digunakan pada akses vaskuler

anak. Untuk anak dengan berat badan lebih dari 20 kg terdapat banyak pilihan mesin hemodialisis

yang dapat digunakan, misalnya Baxter, Cobe, Drake, Fresenius, Gambro dan Hospal.

3. Cairan Dialisat

Penggunaan jenis cairan dialisis telah mengalami perubahan dalam 20 tahun terakhir, buffer

asetat yang biasanya digunakan sebagai cairan dialisis telah banyak digantikan dengan

bikarbonat. Asetat memiliki efek vasodilator dan dapat menyebabkan hipotensi. Buffer

bikarbonat merupakan buffer yang paling sering digunakan pada anak dengan keadaan

hemodinamik tidak stabil. Buffer asetat dapat digunakan pada pasien dengan fungsi hati yang

Page 5: DOPS_hemodialisis

normal. Cairan dialisat bikarbonat merupakan cairan standar untuk HD anak, karena lebih

menjaga stabilitas hemodinamik dan memberikan gejala intradialisis yang lebih sedikit.

Kecepatan pemberian cairan yang diberikan adalah 500 ml/menit, konsentrasi bikarbonat

biasanya dipersiapkan antara 35 mmol/L untuk mencapai bikarbonat 26-28 mmol/L pada saat

setelah dialisis. Sodium dialisat sama dengan atau lebih dari konsentrasi plasma. Sebaiknya cairan

yang dipergunakan adalah cairan dialisat dengan kadar kalsium yang normal atau rendah kalsium.

4. Water treatment

Air yang digunakan untuk hemodialisis harus selalu dijaga tetap dalam keadaaan steril. Unit

penyedia air (water treatment system) harus secara periodik mendapatkan desinfektan.

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam water treatment system antara lain dengan

metode reverse osmosis dan ion exchange resins bersamaan dengan activated charcoal. Metode

reverse osmosis dapat mengeliminiasi lebih dari 90% kontaminan sehingga air yang dihasilkan

cukup baik untuk digunakan dalam proses hemodialisis.

5. Akses pembuluh darah

Keberhasilan akses vaskular sangat ditentukan oleh akses vaskular yang tersedia. Akses vaskular

dibedakan dalam akses sementara dan akses tetap.

Akses Vaskular Sementara

Dipilih apabila HD diperkirakan untuk gagal ginjal akut, pada gagal ginjal kronik sementara

menunggu akses tetap dapat dipergunakan, pada pasien peritoneal dialisis atau transplantasi

yang memerlukan HD sementara, atau pada pasien yang memerlukan terapi plasmafaresis atau

hemoperfusi.

1. Kanulasi vena perkutan (vein to vein cathetherization)

Cara ini diperoleh dengan menyisipkan suatu kateter khusus untuk HD (single lumen atau

double lumen) secara perkutan ke dalam vena kava melalui vena subklavia, jugularis interna

atau vena femoralis. Pada anak kecil aliran darah yang adekuat hanya meungkin diperoleh

dengan menempatkan ujung kateter dia atas atrium kanan, sedangkan pada neonatus dapat

disisipkan ke vena kava melalui pembuluh darah umbilikal.

Page 6: DOPS_hemodialisis

2. Pirau arteriovenosa (arteriovenous shunt)

Pirau arteriovena terutama digunakan sebagai akses vaskular HD pada anak dengan berat

badan kurang dari 20 kg. Pemasangan selang dilakukan secara bedah dengan menempatkan

salah satu ujung kanul ke dalam arteri besar dan ujung lainnya ke dalam vena yang

berdekatan.

Akses Vaskular Tetap

1. Fistula arteriovenosa (Arteriovenous fistula)

Sama halnya pada dewasa, fistula arteri vena merupakan akses vaskuler yang sering

digunakan untuk hemodialisis pada anak, dengan berat badan lebih dari 20 kg. Lokasi fistula

arteri vena yang paling sering digunakan adalah didaerah pergelangan tangan, yaitu

anastomosis antara vena sefalika dan arteri radialis (fistula Brescia-Cimino). Selain fistula

radiosefalika terdapat alternatif lain yang dapat digunakan untuk membentuk fistula arteri

vena, yaitu fistula brachiosefalika dan brachiobasilika. Jika dibandingkan dengan fistula

Page 7: DOPS_hemodialisis

radiosefalik dan brachiosefalika, fistula brachiobasilika membutuhkan waktu pembentukan

yang lebih cepat tetapi risiko trombosis lebih besar.

2. Tandur-alih arteriovenosa (arteriovenous graft)

Penggunaan graft untuk akses dialisis permanen membutuhkan waktu pembentukan yang

lebih cepat (1-2 minggu) dibandingkan dengan pembentukan fistula arteri vena, tetapi

memiliki risiko trombosis dan infeksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan fistula arteri

vena.

6. Antikoagulan

Obat antikoagulan yang biasanya dipakai adalah heparin atau heparin dengan berat molekul

yang rendah. Pada hemodialisis biasanya diberikan heparin saat awal hemodialisis dengan bolus

10-30 IU/kgBB selanjutnya heparin diberikan 10-20 IU/kg/jam untuk mempertahankan waktu

pembekuan (activated clotting time=ACT) 180-200% dari nilai prahemodialisis. Heparin bekerja

segera setelah disuntikkan dan efek antikoagulasinya berlangsung antara 3-4 jam. Pemberian

heparin biasanya dihentikan 1 jam sebelum hemodialisis selesai.

PROSES HEMODIALISA

1. Tentukan tempat akses pembuluh darah.

Kesulitan dalam mendapatkan akses pembuluh darah pada anak kecil merupakan kendala

dalam melakukan hemodialisis. Rasa nyeri harus diatasi dengan obat anestesi lokal topikal

dan harus dipersiapkan psikologis pasien. Sirkulasi ekstrakorporeal didapatkan dari tekanan

arterial aspirasi (jika tersedia pada mesin), jangan kurang dari -150 mmHg, tekanan vena

reinjeksi jangan melebihi +200 mmHg, untuk mencegah terjadinya kerusakan endotelial.

Page 8: DOPS_hemodialisis

Aliran darah seharusnya sekitar 3 cc/kg (atau 90 cc/m2) sehingga klirens urea tetap berada

dibawah 3 cc/kg/menit.

2. Lamanya Dialisis

Dialisis pertama seharusnya hanya untuk mengurangi urea dalam darah kira-kira 30%, sesi

yang pertama dilakukan lebih pendek (kurang dari 3 jam) , dalam 1,5-2 jam pada sebagian

pasien. Dapat diberikan manitol 0,5-1 gram/kg/dosis iv, selama proses dialisis dan

fenobarbiton 3-5 mg/kg/dosis iv dan atau setelah dialisis untuk mencegah disequilibrium

syndrome.

Beberapa pasien mungkin memerlukan dialisis setiap hari untuk beberapa hari pada

awalnya. Pada sesi kedua, biasanya berlangsung 3,5-4 jam. Sebagian besar pasien biasanya

dilakukan dialisis tiga kali perminggu dengan 4 jam setiap sesinya. Untuk menghitung

lamanya dialisis pertama dapat dilakukan dengan urea kinetic modelling, dengan rumus:

i. Ct/C0 = e-Kt/V

ii. Ct: urea pada menit t

iii. C0: urea serum pada onset dialisis

iv. K: klirens urea (ml)

v. T: waktu dialisis (menit)

3. Pengeluaran Cairan

Jumlah cairan yang dikeluarkan disesuaikan dengan berat kering pasien. Maksimum cairan

yang dikeluarkan kurang dari 5% berat badan. Berat badan kering adalah berat setelah

dialisis, pada keadaan tersebut semua atau hampir semua cairan yang berlebih telah

dikeluarkan dan hal ini harus terus diperhitungkan setiap satu atau dua bulan sesuai dengan

pertumbuhan anak.

4. Dialiser dan bloodlines

Dalam pemilihan dialiser untuk anak harus diperhatikan bahwa luas permukaan dialiser tidak

melebihi luas permukaan tubuh pasien dan volume darah ekstrakorporeal tidak boleh

melebihi 10% volume darah total. Rasio dialiser optimal dibanding body surface area (BSA)

adalah 0,7-1,0.

Volume total tubuh (ml)= berat badan (kg)

i. X 60 untuk remaja

ii. X 80 untuk anak

iii. X 100 untuk neonatus

Page 9: DOPS_hemodialisis

Berat badan kurang dari 20 kg sebaiknya dimulai dengan darah atau albumin 5% untuk

priming.

5. Kecepatan aliran darah

Biasanya 5 ml/kgBB/menit, minimal aliran darah 25 ml/menit.

PENILAIAN YANG HARUS DILAKUKAN

Dilakukan penilaian klirens urea dan status nutrisi

Urea reduction ratio (URR)

URR=(1-kadar urea setelah HD/kadar urea sebelum HD) x 100%

K/V

Untuk menghitung jumlah dialisis berdasarkan urea kinetic modelling

Kt/V (dialisis)= -ln(R-0,008xt)+(4-3,5xR)x(UF/W)

R: kadar u rea setelah HD/kadar urea sebelum HD

T: waktu dialisis (jam)

UF: ultrafiltrasi (liter)

W: berat badan setelah dialisis (kg)

Target total Kt/V = >1,2

Pemeriksaan dilakukan dengan mengumpulkan urin antara dua dialisis dan memeriksa urea dalam

darah pada saat permulaan dan akhir dialisis.

Kru (residual renal function)= [(volume urin (mL)/waktu pengumpulan (menit)] x

[urea urin/nilai tengah urea plasma]

Normalized protein catabolic rate (nPCR)

Untuk memeriksa kadar protein yang didapatkan. Keadaan malnutrisi pasien berhubungan dengan

angka kesakitan dan kematian.

Estimated urea generation rate (G):

G(mg/menit)=[(C2xV2)-(C1xV1)] /t

C1: kadar urea setelah HD (mg/dl)

C2: kadar urea sebelum HD(mg/dl)

Perkiraan PCR=5,43xG/V1+ 0,17

Target nPCR>1 g/kg/hari

KOMPLIKASI HEMODIALISIS

1. Hipotensi (20-30%)

2. Kram otot (5-20%)

Page 10: DOPS_hemodialisis

3. Mual dan muntah (5-15%)

4. Sakit kepala (5%)

5. Nyeri dada (2-5%)

6. Nyeri punggung (2-5%)

7. Gatal-gatal (5%)

8. Demam dan menggigil (<1%)

PERAWATAN PADA ANAK ESRD

1. Nutrisi

Pemberian nutrisi yang komprehensif sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan

perkembangan yang optimal.

Nutrisi Jumlah Kebutuhan

Energi Bayi: 100 kkal/kg/hari

Anak: 40-70 kkal/kg/hari

Protein 0,4 g/kg diatas kebutuhan protein sesuai usia menurut

RDA

Vitamin larut lemak (vitamin A) Tidak boleh diberikan

2. Hipertensi

Tekanan darah yang normal harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya komplikasi

kardiovaskuler. Tatalakasananya dengan konseling diet, edukasi kepada pasien dan orang tua,

serta observasi ketat berat badandan tekanan darah di rumah. Apabila resep hemodialisis tidak

memperbaiki keadaan hipertensi, dapat diberikan obat anti hipertensi.

3. Anemia

Anak yang menjalani HD cenderung lebih mengalami anemia , dan berespon baik terhadap

pemberian eritropoeitin (EPO). Pemberian EPO dapat menurunkan kejadian transfusi. Sebelum

pemberian EPO harus dilakukan penilaian status besi, seperti feritin, saturasi transferin,

pemeriksaaan morfologi darah tepi. Setelah itu lakukan koreksi anemia defisiensi Fe. Pemberian

EPO akan efektif setelah satu bulan terapi besi. Dosis yang diberikan adalah 150-300

unit/kg/minggu, dapat diberikan secara intravena, subkutan atau intraperitoneal.

4. Pertumbuhan

Anak dengan ESRD seringkali mengalami gangguan pertumbuhan, tetapi biasanya pemberian

asupan energi yang lebih tinggi tidak memberikan pengaruh. Terdapat bukti bahwa pemberian

terapi recombinant human growth hormone (rhGH) dapat meningkatkan pertumbuhan anak

Page 11: DOPS_hemodialisis

yang mengalami dialisis. Dosis yang diberikan 0,35 mg/kg/minggu dapat diberikan setiap hari

atau selang sehari.

5. Renal Osteodystrophy

Renal osteodystrophy dapat dicegah atau diobati dengan pemantauan kadar kalsium, fosfor, dam

fodfatase alkalin serum. Kadar kalsium dapat dipertahankan dengan pemberian asupan kalsium

dan vitamin D yang adekuat sampai kadar kalsium serum dipertahankan antara 10,5-11,5 mg/dl.

Hiperfosfatemia dapat dikontrol dengan konseling diet (restriksi asupan fosfat 300-400 mg/hari

pada bayi dan 500-1000 mg/hari pada anak) dan pemberian phosphat binder (kalsium karbonat

atau kalsium asetat).

DAFTAR PUSTAKA

1. McKarney SK. Pediatric Dialysis. Dalam: Daugirdas J, Blake P, Ing T, penyunting. Handbook of

dialysis. Edisi 4. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

2. Sekarwana N. Hemodialisis. Dalam: Noer MS, Soemiyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas

H, Tambunan T, dkk. Kompendium Nefrologi Anak. Jakarta: UKK Nefrologi IDAI; 2011.

3. Roesli RMA. Diagnosis & pengelolaan gangguan ginjal akut (“Acute Kidney Injury). Edisi 2. Jakarta:

Puspa swara; 2011.

4. Prosedur penerimaan pasien baru di Instalasi Hemodialisa. Standar Prosedur Operasional. Bagian

Ilmu Penyakit Dalam, RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung.

5. Beti Budiwangsih, Persiapan Tindakan Hemodialisis, RSUP Dr. Hasan Sadikin

6. Enday Sukendar, Gagal Ginjal Kronik dalam Nefrologi Klinik Bandung Penerbit ITB. Edisi II, 1997