Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK METANOL DAUN NAMNAM
(C. cauliflora L.) DAN PROPOLIS TERHADAP KEMAMPUAN
FAGOSITOSIS MAKROFAG PERITONEUM TIKUS
SECARA IN VITRO
ZAITUN AWALIAH
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H
EFEK IMUNOMODULATOR EKSTRAK METANOL DAUN NAMNAM
(C. cauliflora L.) DAN PROPOLIS TERHADAP KEMAMPUAN
FAGOSITOSIS MAKROFAG PERITONEUM TIKUS
SECARA IN VITRO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
ZAITUN AWALIAH
1110096000058
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juli 2016
Zaitun Awaliah
1110096000058
ABSTRAK
ZAITUN AWALIAH. Efek Imunomodulator Ekstrak Metanol Daun Namnam(C. Cauliflora L.) Dan Propolis Terhadap Kemampuan Fagositosis MakrofagPeritoneum Tikus Secara In Vitro.Di bawah bimbingan LA ODE SUMARLIN dan ANNA MUAWANAH
Telah dilakukan penelitian mengenai salah satu bahan alam di Indonesia yaituekstrak metanol daun namnam dan propolis sebagai imunomodulator secara invitro berdasarkan peningkatan nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofagperitoneum tikus. Antigen yang digunakan adalah bakteri Staphylococcusepidermidis. Stimuno digunakan sebagai kontrol positif. Perlakuan konsentrasimasing-masing sampel uji adalah 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, dan 10000ppm. Hasil analisis statistik (α= 5%) menunjukkan adanya perbedaan yangsignifikan antara nilai aktivitas fagositosis kedua sampel uji dibandingkan dengankontrol negatif (aquades). Sedangkan dalam penetapan nilai kapasitas fagositosisperbedaan yang signifikan dibanding kontrol negatif hanya terjadi pada sampelpropolis konsentrasi 1000 ppm. Sampel ekstrak daun namnam memilikikemampuan imunomodulaor optimal pada konsentrasi 1000 ppm (86% dan 689)dengan peningkatan nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis (30% dan 202).Kemampuan imunomodulaor optimal sampel propolis pada konsentrasi 1000 ppm(93% dan 1621) dengan peningkatan nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis (37%dan 1134). Berdasarkan hasil pengujian masing-masing sampel disimpulkanbahwa ekstrak daun namnam dan propolis memiliki kemampuan sebagaiimunomodulator.
Kata kunci: daun namnam, propolis, imunomodulator, fagositosis
ABSTRACT
ZAITUN AWALIAH. The Immunomodulatory Effect of Namnam LeafMethanol Extract (C.Cauliflora L.) and Propolis Against of Phagocytosis onMacrophage of Rat Peritoneum In Vitro.Under the guidance of LA ODE SUMARLIN dan ANNA MUAWANAH
Immunomodulatory assay of Indonesian product resources were explored isnamnam methanol extract and propolis in vitro based on increased value ofmacrophages phagocytic activity and capacity in rat peritoneum. Staphylococcusepidermidis was used as antigen. The treatment concentrations was used in 1 ppm,10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, and 10000 ppm. Statistic analytical (α= 5%) showedthere are significant differences between the value phagocytic activity of the testsample as compared to negative controls. Meanwhile in determining valuephagocytic capacity, a difference compares to negative control only was showedon propolis sampel concentration is 1000 ppm. Namnam leaf extract samples haveimmunomodulatory capabilities optimally at a concentration of 1000 ppm (86%and 689) with an increase in value of the activity and phagocytic capacity (30%and 202). Propolis samples immunomodulatory capabilities optimally at aconcentration of 1000 ppm (93% and in 1621) with an increase in value of theactivity and phagocytic capacity (37% and 1134). Based on these results indicatedthat namnam leaf extracts and propolis have the ability as an immunomodulator.
Keyword: namnam leaf, propolis, immunomodulatory, phagocytosis
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Skripsi ini berjudul Efek Imunomodulator Ekstrak Metanol Daun
Namnam (C. Cauliflora L.) dan Propolis Terhadap Kemampuan Fagositosis
Makrofag Peritoneum Tikus (Rattus Novergicus) Secara In Vitro.
Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir dalam
meraih gelar sarjana pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulisan skripsi ini yaitu:
1. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai Dosen
Penguji I
3. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Dosen Pembimbing I, Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
4. Anna Muawanah, M.Si selaku Dosen Pembimbing II, Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Sandra Hermanto, M.Si selaku penguji II, Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
6. Suja bin Abdul Gani dan Ellah, kedua orang tua yang telah memberi dukungan
materil dan moril
7. Kepala Laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Chris Adhiyanto, M Biomed, Ph.D
8. STP Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Laely Nurmida Rahmawati, M.Biomed, PhD
9. Laboran Kimia Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antara lain Adawiyah, S.Si dan Erni, S.Si
10. Laboran Biologi Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antara lain Nur Amaliah Silihat, S.Si; Puji Astuti S.Si; Dinda Rama H., S.Si;
dan Fahri Fahrudin, M.Si selaku dosen praktikum biologi
11. Rekan-rekan Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2010, 2011, 2012, 2013, dan 2014
12. Rekan-rekan UKM Teater Syahid
13. Rekan-rekan PMII Komisariat Sains dan Teknologi, serta PMII Cabang
Ciputat
14. Semua pihak yang telah membantu tersusunnya skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu
Semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu mendapatkan
rahmat dan karunia oleh Allah SWT. Penyusun menyadari bahwa penulisan
skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran untuk perbaikannya. Semoga laporan tugas akhir ini dapat digunakan
sebagaimana mestinya
Ciputat, Juli 2016
Penyusun
viii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.………………………………………………...………. vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………... viii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………... xiv
BAB I PENDAHULUAN.……………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang………......………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………............... 6
1.3 Hipotesis……………………………………………………............. 6
1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………… 6
1.5 Manfaat Penelitian…..……………………………………………… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….……... 7
2.1 Tanaman Namnam (C. cauliflora L.)…...……………………… …. 7
2.2 Propolis………………………………………………………..……. 11
2.3 Hewan Uji Rattus novergicus………………...…………………….. 14
2.4 Bakteri Uji Staphylococcus epidermidis…...……………………….. 15
2.5 Kontrol Pembanding………………………………………………... 16
2.6 Sistem Imun……………………………………………………….... 18
2.7 Fagositosis dan Makrofag…………………………………………... 21
2.8 Imunomodulator...……………………………………....................... 23
2.9 Uji Fagositosis...……………………………………......................... 25
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………. 26
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………. 26
3.2 Alat dan Bahan…………………………………………………….... 26
3.2.1 Alat Penelitian..……………………………………………...... 26
3.2.2 Bahan Penelitian……………………………………………… 26
3.3 Prosedur Kerja……………………………………………………… 27
3.3.1 Ekstraksi Daun Namnam …………..…………………............ 27
3.3.2 Preparasi Larutan Sampel Uji...………………..………........... 28
3.3.2.1 Preparasi Larutan Sampel Ekstrak Daun Namnam…… 28
3.3.2.2 Preparasi Larutan Sampel Propolis…………………… 28
3.3.3 Uji Fitokimia Propolis……………………..………..………... 28
3.3.3.1 Uji Alkaloid………………………..………..………... 29
3.3.3.2 Uji Flavonoid………………………..………..………. 29
3.3.3.3 Uji Triterpenoid dan Steroid………………………….. 29
3.3.3.4 Uji Kuinon……………………………………………. 29
3.3.3.5 Uji Tanin………………………..………..…………… 30
3.3.3.6 Uji Saponin………………………..………..………… 30
3.3.4 Penyiapan Suspensi Bakteri Staphylococcus epidermidis……. 30
3.3.5 Penyiapan Makrofag…………………………..………..…….. 32
3.3.6 Uji Viabilitas………..………..………..………..………..…… 32
3.3.7 Uji Fagositosis……………………………..………..………... 33
3.3.8 Analisis Data………………………………………………….. 34
x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………… 35
4.1 Ekstraksi Daun Namnam….………………………………………………... 35
4.2 Hasil Uji Fitokimia.………………………………………………................ 36
4.3 Hasil Uji Viabilitas Makrofag………………………………………………. 45
4.4 Hasil Uji Fagositosis………………………………………………………... 47
BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………… 58
5.1 Simpulan……………………………………………………………………. 58
5.2 Saran………………………………………………………………………... 58
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 60
LAMPIRAN…………………………………..……………………………….. 71
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Daun Namnam dan Buah Namnam ..………………………….. 7
Gambar 2. Struktur Senyawa (a) Flavonoid, (b) Isorhamnetin, (c)Rhamnazin, (d) Flavon, dan (e) Flavonol………………………. 9
Gambar 3. Komponen Utama Ekstrak Etanol Buah Namnam (5-hidroksimetilfurfural)
10
Gambar 4. Struktur Kimia Cafeic Acid Phenethyl Esther (CAPE) ………... 12
Gambar 5. Struktur Kimia adalah baccharis oxide ((3S)-2,3-epoxy-2,3dihydrosqualene) ..………………………….....……………….. 12
Gambar 6. Struktur Kimia Friedelanol…………………………………....... 13
Gambar 7. Staphylococcus epidermidis di Bawah Pengamatan MikroskopPerbesaran 400x..………………………….. ..………………… 15
Gambar 8. Daun Meniran..………………………….. ..………………….... 17
Gambar 9. Produk Komersil Mengandung Ekstrak Meniran..……………... 17
Gambar 10. Mekanisme Fagositosis.…………………………...…………… 22
Gambar 11. Reaksi Uji Alkaloid Pereaksi Dragendorff.….............................. 37
Gambar 12. Reaksi Uji Alkaloid Pereaksi Mayer ……................................... 37
Gambar 13. Reaksi Pengujian Fitokimia Flavonoid……................................ 38
Gambar 14. Reaksi Pengujian Fitokimia Terpenoid.……............................... 39
Gambar 15. Reaksi Pengujian Fitokimia Kuinon…….................................... 40
Gambar 16. Reaksi Pengujian Fitokimia Tanin……………………………... 40
Gambar 17. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air…………………………... 41
Gambar 18. Uji Viabilitas Makrofag Tikus (Rattus novergicus)……………..... 46
xii
Gambar 19. Makrofag (1) Aktif Sedang Memfagosit Bakteri, (2) TidakAktif Memfagosit, (3) Bakteri yang Sedang Difagosit olehMakrofag……………………………………………………… 47
Gambar 20. Fagositosis Mikroba di Dalam Sel……………………………. 48
Gambar 21. Diagram % Aktivitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun
Namnam dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol
Positif……….......................................................................... 53
Gambar 22. Diagram Nilai Kapasitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun
Namnam dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol
Positif……………………….................................................. 53
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Analisis Kualitatif Fitokimia Cynometra cauliflora L………......... 9
Tabel 2. Komposisi Kimia Propolis Sebagai Imunomodulator…................. 13
Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Propolis dan Ekstrak Metanol DaunNamnam……….……………..…………………………………… 36
Tabel 4. Hasil Uji Viabilitas Makrofag………….………………………… 46
Tabel 5. Nilai Aktivitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun Namnam (C.Cauliflora L.) dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan KontrolPositif……………………………………………………………… 51
Tabel 6. Nilai Kapasitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun Namnam (C.Cauliflora L.) dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan KontrolPositif……………………………………………………………… 52
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian………………………………………... 71
Lampiran 2. Bagan Ekstraksi Daun Namnam……………………………. 72
Lampiran 3. Bagan Penyiapan Suspensi Bakteri Staphylococcusepidermidis…………………………………………………... 73
Lampiran 4. Bagan Penyiapan Makrofag dari Peritoneum Tikus………… 74
Lampiran 5. Cara Penghitungan Jumlah Makrofag dalam Hemositometer. 75
Lampiran 6. Bagan Uji Fagositosis……………………………………….. 76
Lampiran 7. Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Fagositosis………………… 77
Lampiran 8. Hasil Pengamatan Uji Kapasitas Fagositosis………………... 78
Lampiran 9. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Aktivitas FagositosisEkstrak Daun Namnam dengan Kontrol Negatif dan KontrolPositif …….…………………………………………………. 79
Lampiran 10. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Aktivitas FagositosisPropolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif ……… 82
Lampiran 11. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Kapasitas FagositosisEkstrak Daun Namnam dengan Kontrol Negatif dan KontrolPositif ……………………………………………………….. 85
Lampiran 12. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Kapasitas FagositosisPropolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif ……… 88
Lampiran 13. Bahan Utama Penelitian…………………………...………. 91
Lampiran 14. Proses Dalam Penelitian…………………….....………....... 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia penggunaan obat-obatan tradisional sudah dikenal sejak
ratusan tahun yang lalu dan makin populer dengan makin berkembangnya industri
obat tradisional. Meskipun masyarakat sebagai konsumen mengakui adanya
dampak positif dari konsumsi obat-obatan tersebut, namun bukti ilmiah dari
manfaatnya tetap diperlukan dan tidak dapat dilupakan kemungkinan adanya efek
samping dan efek samping penggunaan obat-obatan tersebut (Sjahrurachman et
al., 2004).
Berbagai macam penyakit dapat masuk ke dalam tubuh tergantung pada
sistem kekebalan tubuh. Ketika sistem imun tidak bekerja optimal, tubuh akan
rentan terhadap penyakit. Beberapa hal dapat mempengaruhi daya tahan tubuh,
misalnya saja karena faktor lingkungan, makanan, gaya hidup sehari-hari, stres,
umur dan hormon (Suhirman dan Winarti, 2007).
Adanya senyawa-senyawa kimia yang dapat meningkatkan efektivitas
sistem imun sangat membantu untuk mengatasi penurunan sistem imun. Industri
kesehatan biasanya menggunakan produk alami sebagai alternatif untuk formulasi
terapi medis konvensional (allopathic) dalam rangka pengobatan berbagai
penyakit (Margaretha, 2012). Dengan demikian, upaya telah dilakukan untuk
meningkatkan kekebalan tubuh oleh agen imunomodulator/imunostimulan yang
2
bekerja sebagai adjuvant untuk pengobatan konvensional (Sarisetyaningtyas et al.,
2006).
Bahan-bahan yang dapat memodulasi sistim imun tubuh dikenal sebagai
imunomodulator. Imunomodulator adalah bahan yang dapat mengembalikan dan
memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang
fungsinya berlebihan (Baratawidjaja, 2002). Usaha pencarian tanaman yang
berkhasiat sebagai imunomodulator dapat diawali dari penggunaannya secara
empiris. Beberapa pendekatan dilakukan dari berbagai aspek seperti etnobotani,
etnofarmasi, etnofarmakologi dan etnomedis dilanjutkan dengan test secara in
vitro (Suhirman dan Winarti, 2007).
Menurut Parmer et al. (1997) dan Grotewold (2006), golongan senyawa
alkaloid, senyawa fenolat, flavonoid, isoflavonoid, dan triterpen diketahui
bermanfaat sebagai antikanker dan imunomodulator. Penelitian lain telah
dilakukan oleh Kustiawan (2012) mengenai imunomodulator dari ekstrak etanol
daun sirih merah yang mengandung senyawa golongan neolignan dapat
meningkatkan indeks fagositosis makrofag, diketahui sebagai imunostimulan.
Isolasi dilakukan dan didapat dua isolat yaitu 2-allyl-4-(1’-hydroxy-1’-(3”,4”,5”-
trimethoxyphenyl)propoan- 2’-yl)-3,5-dimethoxycyclohexa-3,5-dienone dan isolat
2 yakni 2-allyl-4-(1’-acetyl-1’-(3”,4”,5”-trimethoxyphenyl) propan-2’-yl)-3,5-
dimethoxycyclohexa-3,5-dienone. Selain itu, salah satu bahan obat tradisional
yakni tempuyung mengandung senyawa flavonoid (luteolin-7-O-glikosida,
apigenin-7-O-glikosida dan kaempferol) yang diduga dapat digunakan sebagai
imunomodulator (Nugroho, 2012). Penggunaan suatu imunomodulator dianggap
3
penting terutama jenis imunomodulator yang memberikan efek pada sistem
kekebalan tubuh dan dapat membantu meringankan kelainan klinis yang dapat
ditimbulkan oleh suatu penyakit (Abraham et al., 2008; Cuningham et al., 2014).
Salah satu bahan alam Indonesia yang diduga mempunyai potensi sebagai
imunomodulator adalah tanaman namnam (Cynometra cauliflora L.), merupakan
keluarga fabaceae atau leguminosae, Sebagian besar tanaman golongan tersebut
adalah sumber senyawa flavonoid baik dalam bentuk flavonoid, isoflavonoid,
efektif menghambat peroksidasi asam linoleat dan mencegah pembentukan anion
superoksida misalnya senyawa isorhamnetin dan rhamnazin (Tringali, 2001).
Aziz dan Iqbal (2013) menyebutkan bahwa total fenolik dan flavonoid
tanaman namnam pada bagian daun merupakan bagian yang terbaik sebagai
sumber antioksidan, yaitu kadar total fenolik sebesar 1180,47 – 1831,47 mg
GAE/g dan kadar total flavonoid sebesar 21,96 – 33,63 mg GAE/g. Penelitian lain
juga menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun namnam (Cynometra cauliflora)
memiliki kandungan total fenolik, flavonoid, vitamin C dan β-karoten yang tinggi
(Sumarlin et al, 2015). Sifat antioksidan dan beberapa senyawa yang
dikandungnya inilah yang memungkinkan adanya potensi sebagai
imunomodulator (Kurniasih et al., 2015).
Selain tanaman namnam, salah satu bahan alam lain yang diyakini secara
empiris mempunyai banyak khasiat dan relatif aman adalah propolis. Propolis
adalah bahan alami tidak beracun dikumpulkan oleh lebah dari berbagai sumber
tanaman, telah digunakan sejak dahulu kala diantaranya sebagai obat tradisional,
biokosmetik, dan makanan kesehatan (Bankova, 2000; Palombo, 2011; Parolia et
4
al., 2010). Propolis merupakan antibiotik karena mempunyai kandungan
flavonoid, yaitu bahan aktif yang berfungsi sebagai antiperadangan dan antivirus.
Propolis juga dapat berperan sebagai antitumor, dapat merangsang sistem
kekebalan secara langsung dan melepaskan unsur yang merespon imunitas seluler
melalui mekanisme fagositosis (Wade, 2005).
Secara kimia, propolis mengandung bahan kimia kompleks yang sangat
kaya berbagai imunomodulator yang potensial berupa asam fenolat dan flavonoid
yang memiliki banyak manfaat untuk meningkatkan aktivasi makrofag. Cafeic
Acid Phenethyl Esther (CAPE) yang memiliki aktivitas sebagai imunomodulator
juga terkandung didalamnya (Challem, 2004). Missima et al. (2007) menyebutkan
senyawa dalam tanaman yang dihinggapi lebah juga menentukan senyawa di
dalam propolis. Salah satu yang berhasil diisolasi adalah senyawa baccharis oxide
((3S)-2,3-epoxy-2,3-dihydrosqualene) dan friedelanol yang dapat meningkatkan
produksi H2O2. Berasal dari tanaman Baccharis dracunculifolia DC sebagai
sumber utama propolis asal Brazil. Hasil menunjukkan efek stimulasi pada
makrofag. Namun penyelidikan lebih lanjut diharapkan memberikan kotribusi
pemahaman yang lebih baik mengenai aksi imunomodulator dari senyawa
metabolit sekunder ini.
Dengan demikian, diduga bahwa ekstrak metanol daun namnam dan
propolis berkhasiat sebagai imunomodulator. Hal inilah yang mendasari perlunya
dilakukan penelitian terhadap kemampuan ekstrak metanol daun namnam dan
propolis sebagai imunomodulator yang dilakukan pengujian secara terpisah.
5
Informasi mengenai sifat imunomodulator dalam penelitian ini akan
diukur berdasarkan pengukuran nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag
secara in vitro. Nilai aktivitas fagositosis ditetapkan dengan menghitung makrofag
aktif sedang memfagosit bakteri. Makrofag yang dipakai berasal dari cairan
peritoneum tikus galur Spreague Dawley dengan bakteri Staphylococcus
epidermidis sebagai antigen. Sementara itu, penetapan nilai kapasitas fagositosis
dilakukan dengan menghitung jumlah bakteri yang difagosit oleh makrofag aktif
dalam proses fagositosis tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ekstrak metanol daun namnam dan propolis memiliki efek
imunomodulator terhadap kemampuan aktivitas dan kapasitas fagositosis
makrofag peritoneum tikus?
1.3 Hipotesis
Ekstrak metanol daun namnam dan propolis memiliki kemampuan sebagai
imunomodulator dilihat dari peningkatan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel
makrofag peritoneum tikus.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan
imunomodulator ekstrak metanol daun namnam dan propolis dengan
meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum tikus.
6
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu memberikan data mengenai hasil identifikasi
kemampuan ekstrak metanol daun namnam dan propolis sebagai imunomodulator
untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Namnam (C. cauliflora L.)
Cynometra cauliflora dikenal dengan nama lokal yaitu namnam. Berasal
dari bahasa Yunani kynos, kyon yang berarti anjing, dan metra yang berarti rahim.
Mengacu pada bentuk polong-polongan dan namnam termasuk ke dalam keluarga
leguminose (Quattrochi, 2000). Pohon namnam mempunyai tinggi antara 3-10
meter. Batangnya tegak, bulat, berwarna abu-abu kecoklatan, dan berbonggol-
bonggol. Daun namnam majemuk dengan sepasang anak daun berbentuk lonjong
dengan panjang antara 5 sampai 15 cm, berwarna putih atau merah jambu terang
ketika masih muda, dan berubah menjadi hijau tua mengkilat ketika tua. Bunga
namnam majemuk terdiri dari 4-5 tandan yang tumbuh di batang dan cabang,
bunga namnam berukuran kecil berwarna merah muda atau putih dengan mahkota
berbentuk lanset berwarna putih. Buah namnam berbentuk ginjal keriput yang
ujungnya meruncing dan daging buah yang tebal, tumbuh di batang hingga dekat
ke tanah, berwarna coklat atau kekuningan dengan permukaan yang kasar (Heyne,
1987).
Gambar 1. Daun Namnam (Dokumentasi Pribadi)
8
Biasanya tanaman ini tumbuh di dataran rendah tropis yang lembab,
namun juga dapat tumbuh dengan baik di iklim dengan musim kemarau yang
berbeda dan tahan terhadap angin (Rabeta dan Faraniza, 2013). Menurut orang
terdahulu tanaman ini memiliki banyak sifat gizi dan obat dan dianggap sebagai
buah yang kurang dimanfaatkan (Ikram et al., 2009).
Sebagian besar tanaman golongan fabaceae atau leguminosae merupakan
sumber senyawa flavonoid baik dalam bentuk flavonoid, isoflavonoid, maupun
neoflavonoid yang dilaporkan efektif menghambat peroksidasi asam linoleat dan
mencegah pembentukan anion superoksida misalnya senyawa isorhamnetin dan
rhamnazin (Tringali, 2001). Hasil test secara in vitro dari favonoid golongan
flavones dan flavonols telah menunjukkan adanya respon imun (Hollman et al.,
1996). Golongan senyawa polisakarida, terpenoids, alkaloid dan polifenol
mempunyai bioaktifitas sebagai imunostimulant agent (Wagner, 1985).
(1) (2)
(3) (4)
9
(5)
Gambar 2. Struktur senyawa (1) flavonoid, (2) isorhamnetin, (3) rhamnazin, (4)flavon, dan (5) flavonol (Tringali, 2001)
Tanaman famili fabaceae atau leguminosae juga dilaporkan sebagai
penghasil senyawa fenolik yang tersubstitusi gugus hidroksil khususnya golongan
oligostilbenoid (memiliki struktur yang terdiri dari rantai C6-C2-C6). Senyawa
golongan oligostilbenoid tersebut telah dilaporkan mempunyai beberapa keaktifan
biologis yang sangat menarik, seperti antioksidan, anti-HIV, antibakteri,
antifungal, dan antihepatotoksik sitotoksik, inhibitor enzim 5α-reduktase, dan
enzim asetilkolinesterase. (Kristanti et al., 2006).
Komponen bioaktif yang terdapat pada bagian-bagian tanaman namnam
berbeda-beda (Aziz dan Iqbal, 2013). Hal ini dapat dilihat dalam (tabel 1) analisis
kualitatif fitokimia Cynometra cauliflora L.
Tabel 1. Analisis Kualitatif Fitokimia Cynometra cauliflora L. (Aziz dan Iqbal, 2013)Batang Daun tua Kulit Pohon Daun muda
Tanin + + + +Pilobatanin - - - -Saponin + + + +Flavonoid + + + +Terpenoid + + - +Glikosida kardiak - + + +
Keterangan: + : terdeteksi; - : tidak terdeteksi
10
Sukandar dan Amelia (2013) menyatakan senyawa 1-metilurasil
terkandung di dalam ekstrak etanol buah namnam yang bersifat sebagai
antibakteri, memiliki komponen utama 5-hidroksimetilfurfural, dan memiliki
aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 328,29 ppm. Flavonoid
merupakan antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E sehingga
mampu merangsang kekebalan tubuh (Kardinan dan Kusuma, 2004).
Berdasarkan data analisa GC-MS, senyawa yang diduga bersifat
antioksidan dalam ekstrak etanol buah namnam antara lain gliserol, dimetil malat,
H-Piran-4-on, 2,3-dihidro-3,5-dihidroksi-6, Vitamin D3, 5-hidroksimetilfurfural,
Asam kojat, Trimetil sitrat, Etil ptalat, Asam 2-okso siklopentanakarboksilat,
Asam palmitat, Metil linoleat dan Asam linoleat. Senyawa-senyawa tersebut
termasuk ke dalam jenis senyawa fenolik dan asam-asam organik polifungsional
yang merupakan senyawa aktif antioksidan (Sukandar dan Amelia, 2013).
Gambar 3. Komponen Utama Ekstrak Etanol Buah Namnam (5-hidroksimetilfurfural)(Sukandar dan Amelia, 2013)
Sumarlin et al. (2015) menyatakan bahwa kadar total fenolik yang
terkandung dalam ekstrak metanol daun namnam adalah sebesar 267,6897 mg
GAE/g, total flavonoid sebesar 12,5850 mg QE/g, vitamin C sebesar 201,6848 mg
AA/g, dan kadar β-karoten sebesar 1,013 βCE/g. Tingginya kadar fenolik,
flavonoid, dan vitamin C pada ekstrak metanol daun namnam tersebut
menyebabkan tingginya aktivitas antioksidan. Sifat antioksidan dan beberapa
11
senyawa yang dikandungnya inilah yang memungkinkan adanya potensi sebagai
imunomodulator. Antioksidan bersifat imunomodulator, yaitu menguatkan sel-sel
yang sehat untuk menghadang kanker. Mekanisme yang sudah berhasil diungkap
adalah sitotoksik (penghambatan siklus pembelahan sel) dan induksi apoptosis
(merangsang proses bunuh diri sel kanker) (Kurniasih et al., 2015).
2.2 Propolis
Propolis adalah bahan alami yang dihasilkan oleh lebah dan telah
digunakan sejak peradaban Mesir dan Yunani kuno yang diakui kualitas
penyembuhannya terhadap berbagai penyakit. Hippocrates, pendiri kedokteran
modern, menggunakannya untuk penyembuhan luka dan bisul internal maupun
eksternal (Parolia et al., 2010). Propolis berasal dari kata Yunani, yakni pro
berarti pertahanan dan polis berarti kota, sehingga propolis bermakna pertahanan
kota atau pertahanan sarang lebah. Propolis atau lem lebah adalah nama generik
yang diberikan untuk bahan resin yang dikumpulkan oleh lebah dari berbagai jenis
tumbuhan, terutama dari bagian kuncup dan daun tumbuhan tersebut. Lebah
kemudian mencampur bahan resin ini dengan enzim yang disekresikan dari
kelenjar saliva lebah, membentuk propolis (Bankova et al., 2000; Hady dan
Hegazi, 2002).
Umumnya propolis berwarna kuning sampai coklat tua tergantung pada
asal bahan baku pembuatannya. Pada suhu 25-45oC, propolis adalah berupa zat
yang lunak, lentur dan sangat lengket, kurang dari 15oC, dan terutama ketika beku
atau di dekat titik beku, ia menjadi keras dan rapuh, di atas 45oC, akan semakin
12
lengket dan bergetah. Biasanya propolis akan menjadi cair pada 60-70oC, tetapi
untuk beberapa sampel titik lebur mungkin setinggi 100oC. Secara kimia, propolis
mengandung bahan kimia kompleks yang sangat kaya berbagai imunomodulator
yang potensial berupa asam fenolat dan flavonoid yang memiliki banyak manfaat
untuk meningkatkan aktivasi makrofag. Cafeic Acid Phenethyl Esther (CAPE)
yang memiliki aktivitas sebagai imunomodulator juga terkandung di dalamnya
(Challem, 2004).
Gambar 4. Struktur Kimia Cafeic Acid Phenethyl Esther (CAPE)
Penelitian lain menyebutkan bahwa senyawa dalam tanaman yang
dihinggapi lebah juga menentukan senyawa di dalam propolis. Salah satunya yang
berhasil diisolasi adalah baccharis oxide ((3S)-2,3-epoxy-2,3-dihydrosqualene)
dan friedelanol dapat meningkatkan produksi H2O2. Berasal dari tanaman
Baccharis dracunculifolia DC sebagai sumber utama propolis asal Brazil. Hasil
menunjukkan efek stimulasi pada makrofag. Namun penyelidikan lebih lanjut
diharapkan memberikan kotribusi pemahaman yang lebih baik mengenai aksi
imunomodulator dari senyawa metabolit sekunder ini (Missima et al., 2007).
Gambar 5. Struktur Kimia adalah baccharis oxide ((3S)-2,3-epoxy-2,3
dihydrosqualene) (Biosyc Database Collection/http://www.biocyc.org)
13
Gambar 6. Struktur Kimia Friedelanol (Kamperdick et al., 1997)
Komposisi senyawa utama propolis dalam beberapa pengujian imunologi
dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 2. Komposisi Senyawa Propolis Sebagai Imunomodulator (Sforcin, 2007)Kajian Imunologi Komponen Utama
Jalur klasik dan alternatif padasistem komplemen
Asam fenolik dan esternya, alkoholfenolik, aldehid dan keton, flavonoid,hidrokarbon aromatik, kumarin(Ivanovska et al., 1995)
Penyebaran makrofag dan mortalitas Asam klorogenat (Tatefuji et al., 1996)Aktivasi makrofag Asam p-kumarin dan benzopiran,
minyak esensial, asam aromatik, di-dan triterpenoid (Orsi et al., 2000)
Poliferasi limfosit Asam p-kumarin dan benzopiran,minyak esensial, asam aromatik, di dantriterpenoid (Sa-Nuns et al., 2003)
Produksi antibodi CAPE (Park et al., 2004)Antibodi dan Produksi IFN-ɣ Senyawa fenolik, asam sinamat,
flavonoid (pinobanksin, kaemferol)(Park et al., 2004; Fischer et al., 2007)
Krell (1996) menyatakan bahwa propolis dapat berfungsi memperbaiki
kondisi patologi bagian tubuh yang sakit, bekerja sebagai antioksidan dan
antibiotik, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh baik humoral maupun
seluler karena mengandung flavonoid sekitar 15%.
14
2.3 Hewan Uji Rattus novergicus
Menurut Adiyati (2011), hewan coba merupakan hewan yang
dikembangbiakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering
digunakan pada berbagai macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Hal ini
dikarenakan tikus memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah berkembang
biak, murah serta mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang
melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal).
Tikus putih (Rattus norvegicus) atau biasa dikenal dengan nama lain
Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat (Sirois
2005). Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina,
Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura (Adiyati, 2011). Tikus putih merupakan
strain albino dari Rattus norvegicus. Tikus memiliki beberapa galur yang
merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau 15 persilangan.
Menurut Sirois, tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley
termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini
yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan
pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling
terlihat adalah ekornya yang panjang (lebih panjang dibandingkan tubuh). Bobot
badan tikus jantan pada umur dua belas minggu mencapai 240 gram sedangkan
betinanya mencapai 200 gram. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4-5
tahun dengan berat badan umum tikus jantan berkisar antara 267 – 500 gram dan
betina 225 – 325 gram.
15
2.4 Bakteri Uji Staphylococcus epidermidis
Bakteri Staphylococcus epidermidis digunakan sebagai antigen.
Penggunaan antigen yaitu bertugas menstimulasi sistem kekebalan tubuh
(Suhirman dan Winarti, 2007). Bakteri tersebut adalah yang paling sering
Staphylococcus coagulasenegative (CNS) diisolasi dari infeksi aliran darah
(Pechorsky et al., 2009). Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram
positif, aerob atau anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak
teratur, diameter 0,8 - 1,0 μm tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni
berwarna putih bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37oC. Koloni pada
pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol, berkilau, tidak menghasilkan
pigmen, berwarna putih porselen sehingga Staphylococcus epidermidis disebut
Staphylococcus albus, koagulasi-negatif dan tidak meragi manitol (Warsa, 1994).
Gambar 7. Staphylococcus epidermidis di Bawah Pengamatan Mikroskop Perbesaran400x
Bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan anggota flora normal pada
kulit manusia, saluran respirasi dan gastrointestinal, juga terdapat pada kulit,
selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui
kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz et
16
al., 2001). Fase log bakteri Staphylococcus epidermidis dengan jumlah sel 109
cfu/ml terjadi tepat pada jam ketiga (Utami, 2009).
2.5 Kontrol Pembanding
Sebagai kontrol pembanding yang digunakan adalah stimuno, terbuat dari
herbal asli Indonesia yaitu meniran (Phyllanthus niruri L.). Stimuno digunakan
untuk memperbaiki sistem imun, membantu merangsang tubuh memproduksi
lebih banyak antibodi, dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh agar daya tahan
tubuh bekerja optimal. Berbagai penelitian praklinis dan klinis telah dilakukan
mengenai tanaman ini sehingga kini diproduksi secara komersial.
Meniran banyak mengandung berbagai unsur kimia sebagai berikut, lignan
yang terdiri dari phyllanthine, hypophyllanthine, phyltetralin, lintretalin, nirathin,
nitretalin, nirphylline, nirurin, dan niruriside. Terpen terdiri dari cymene,
limonene, lupeol, lupeol acetate. Flavonoid terdiri dari quercetin, quercitrin,
isoquercitrin, astragalin, rutine, dan physetinglucoside. Lipid terdiri dari
ricinoleic acid, dotriancontanoic acid, linoleic acid, dan linolenic acid.
Benzenoid berupa methylsalicilate. Steroid berupa beta-sitosterol. Alcanes berupa
triacontacal dan triacontanol. Komponen lainnya berupa tanin, vitamin C, dan
vitamin K. Serta banyak mengandung mineral terutama kalium, damar dan zat
penyamak (Kardinan dan Kusuma, 2004).
Akar dan daun Phyllantus niruri Linn. mengandung suatu senyawa pahit
dan beracun. Senyawa tersebut diduga merupakan suatu alkaloida. Alakaloid
terdiri dari norscurinine, 4-metoxy-norsecurinine, entnorsecurinina, nirurne,
phyllantin, dan phyllochrysine. Akar dan daun meniran juga kaya senyawa
17
flavonoid antara lain quercetin, quercetrin, isoquercetrin, astragalin, dan rutin.
Dari minyak bijinya telah di identifikasi beberapa asam lemak yaitu asam
risinoleat, asam linoleat, asam linolenat (Chairul, 2003).
Khasiat meniran berkaitan erat dengan senyawa-senyawa yang terkandung
di dalamnya, yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu mempunyai kandungan
utama senyawa golongan flavonoid . Flavonoid merupakan antioksidan yang lebih
kuat dibandingkan dengan vitamin E sehingga mampu merangsang kekebalan
tubuh (Kardinan dan Kusuma, 2004).
Gambar 8. Daun Meniran Gambar 9. Produk Komersil MengandungEkstrak Meniran
Riset tentang meniran sebagai imunomodulator pertama kali dilakukan
oleh (Thabrew) 1991 dimana ekstrak meniran mampu meningkatkan aktivitas
sistem komplemen melalui jalur klasik (Sriningsih dan Wibowo, 2009). Meniran
yang terkandung didalamnya mempunyai manfaat sebagai imunostimulan yang
dapat memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu. Secara klinis
imunomodulator digunakan pada pasien dengan gangguan imunitas, antara lain
pada kasus keganasan HIV/AIDS, malnutrisi, alergi, dan lain-lain
(Sjahrurachman, 2004). Karena sifatnya sebagai imunostimulator kuat, ekstrak
Phyllanthus niruri L lebih bermanfaat digunakan sebagai imunoterapi atau terapi
adjuvant mendampingi obat-obat kanker yang lain, terutama kanker yang
18
diinduksi oleh virus, walaupun penelitian pendahuluan sebagai obat kanker telah
banyak dibuktikan dari komponen yang terdapat di dalam tumbuhan ini (Ma’at,
2004).
Tanaman meniran banyak digunakan untuk hepatitis, infeksi saluran
kencing, serta untuk merangsang keluarnya air seni (diureticum), untuk
penyembuhan diare, infeksi saluran pencernaan dan penyakit yang disebabkan
karena gangguan fungsi hati. Buahnya berasa pahit, digunakan untuk luka dan
scabies. Akar segar digunakan untuk pengobatan hepatitis. Daun digunakan untuk
penambahan nafsu makan dan antipiretik (Sudarsono, 1996).
2.6 Sistem Imun
Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah mekanisme pertahanan
tubuh yang bertugas merespon atau menanggapi ''serangan'' dari luar tubuh kita.
Saat terjadi serangan, biasanya antigen pada tubuh akan mulai bertugas. Antigen
bertugas menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Kelak mekanisme inilah yang
akan melindungi tubuh dari serangan berbagai mikroorganisme seperti bakteri,
virus, jamur, dan berbagai kuman penyebab penyakit. Ketika sistem imun tidak
bekerja optimal, tubuh akan rentan terhadap penyakit. Beberapa hal dapat mem-
pengaruhi daya tahan tubuh. Misalnya saja karena faktor lingkungan, makanan,
gaya hidup sehari-hari, stres, umur dan hormon (Suhirman dan Winarti, 2007).
Sistem imun terdiri dari sekelompok sel dan substansi yang ditemukan di
dalam tubuh yang mampu mempertahankan diri kita terhadap infeksi, penyakit
kanker, dan senyawa yang asing bagi tubuh manusia. Sebagian besar pemain
utama dalam sistem imun adalah sel-sel yang berasal dari prekursor di dalam
19
sumsum tulang yang bersirkulasi di dalam darah dan masuk ke dalam jaringan
apabila dibutuhkan. Sel-sel ini terbentuk dari sel-sel punca (stem cells) yang
berdiferensiasi menjadi sel-sel matur berdasarkan tipe turunan (lineage) seluler
dan faktor pertumbuhan yang ada (Sears et al., 2011). Sel dan molekul yang
bertanggung jawab atas imunitas disebut sistem imun dan respon komponennya
secara bersama dan terkoordinasi disebut respon imun (Kresno, 2001).
Sistem imun terdiri dari dua sistem, yaitu imun alami (non spesifik) dan
imun spesifik. Pada sistem imun non spesifik terdapat sel-sel yang berperan salah
satunya adalah makrofag. Makrofag inilah yang nantinya sebagai efektor pada
sistem imun, berperan untuk memusnahkan kuman/patogen yang akan merusak
tubuh (Harijanto, 2000), baik melalui mekanisme fagositosis langsung maupun
melalui mekanisme tak langsung dengan melepaskan ROI dan sitokin (Wijayanti,
2000). Dengan peningkatan reactive oxygen intermediste (ROIs), makrofag
menghasilkan reactive nitrogen intermediates dengan bantuan enzyme seperti
hydrolitic enzyme, defensins (cationic protein), lysozyme, lactoferrin dan nitric
oxide synthase (iNOS). ROIs (reactive oxygen intermediates) yaitu suatu
metabolit oksigen mikrobisidal yang dilepas selama fagositosis. Ikatan mikroba
dengan sel fagositosis terjadi fusi dengan lisosom membentuk fagolisosom
(Abbas & Lichtman, 2005). Dengan terbentuknya fagolisosom, reseptor fagosit
yang mengikat mikroba mengirimkan sinyal yang mengaktifkan beberapa enzim
dalam fagolisosom. (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). Enzim tersebut di atas
mengubah oksigen menjadi superoxide anion, hydroxylradicals, single oxygen,
myeloperoxidase, hydrogen peroxide (H2O2) yang dapat berinteraksi sehingga
20
menghasilkan metabolit oksigen yang toksik yang dapat digunakan untuk
membunuh kuman (Abbas & Lichtman, 2005).
Tiga garis pertahanan tubuh yang saling bekerja sama untuk melawan
patogen, dua diantaranya bersifat non spesifik, yaitu tidak membedakan satu agen
infeksi dengan agen infeksi lainnya. Garis pertama pertahanan non spesifik itu
bersifat eksternal, yang terdiri atas jaringan epitelium yang menutupi dan melapisi
tubuh kita (kulit dan membran mukosa) beserta sekresi yang dihasilkannya. Garis
pertahanan non spesifik kedua bersifat internal, pertahanan ini dipicu oleh sinyal
kimiawi dan melibatkan sel-sel fagositik dan protein anti mikroba yang
menyerang agen infeksi yang telah menembus rintangan tubuh bagian luar.
Munculnya peradangan merupakan suatu tanda bahwa garis pertahanan kedua
telah diaktifkan. Garis pertahanan ketiga adalah sistem kekebalan. Sistem
kekebalan mulai memainkan perannya secara bersamaan dengan garis pertahanan
kedua, tetapi ia merespon dengan cara yang spesifik terhadap mikroorganisme
tertentu, sel-sel tubuh yang menyimpang, toksin, dan zat-zat lain yang ditandai
oleh molekul asing. Jadi mikroba yang menyerang masuk ke dalam tubuh harus
menembus rintangan eksternal yang dibentuk oleh kulit dan membran mukosa,
yang menutupi permukaan tubuh. Jika berhasil melakukan hal tersebut, patogen
itu harus menghadapi garis pertahanan non spesifik kedua, yaitu mekanisme yang
saling berinteraksi dan meliputi fagositosis, respon peradangan, dan protein
antimikroba. Sementara mikroorganisme sedang diserang oleh sel-sel fagositik,
respon peradangan, dan protein antimikroba, mikroorganisme itu tanpa bisa
21
dihindarkan akan menghadapi limfosit, yang merupakan sel kunci dalam sistem
kekebalan-garis pertahanan ketiga (Campbell et al., 2004).
Sistem imun dapat dipengaruhi oleh makanan, agen farmakologis, polusi
lingkungan, dan bahan kimia alami (bahan alam) seperti vitamin dan flavonoid
(Middleton, 2000). Menurut kaidah keilmuaan yang berlaku, segala informasi
yang berhubungan dengan kandungan senyawa aktif dan mekanisme kerjanya
yang terkandung dalam bahan alam menjadi sangat penting dalam upaya
pengembangan bahan alam sebagai imunostimulator (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan, 2000; Safitri, 2000).
2.7 Fagositosis dan Makrofag
Fagositosis adalah proses tiga-tahap yang meliputi memasukkan antigen
target ke dalam fagosom intrasel, menyatukannya (fusi) dengan granul sitoplasma,
dan membunuhnya dengan pemecahan oksidatif (oxidative burst) (Sears et al.,
2011). Proses fagositosis merupakan bagian dari proses imun non-spesifik dan
memainkan peran pada pertemuan pertama antara hospes dengan benda asing.
Mekanisme fagositosis dapat dilihat pada gambar 10.
22
Gambar 10. Mekanisme fagositosis (Talaro, 2008)
Makrofag mempunyai peran dalam sistem pertahanan tubuh terhadap
benda asing. Sel-sel monosit yang diproduksi dalam sumsum tulang akan masuk
ke pembuluh darah. Setelah 24 jam, sel monosit akan bermigrasi dari peredaran
darah ke tempat tujuan di berbagai jaringan untuk berdiferensiasi sebagai
makrofag. Sel ini bekerja dengan bantuan antibody menghancurkan benda asing.
Makrofag peritoneal bebas dalam cairan peritoneum. Lisosom merupakan badan
sel yang mampu melakukan proses lisis. Lisosom banyak sekali terdapat di dalam
sel-sel pertahanan tubuh, seperti sel-sel leukosit dan makrofag (Baratawidjaja,
1988; Sadikin, 2002).
Fungsi makrofag dalam fagositosis meliputi aktivitas membunuh,
menghancurkan dan mengeliminasi antigen dari tubuh, makrofag berfungsi pula
sebagai Antigen Precenting Cell (APC) yang menghancurkan antigen dan
komponen antigen yang dihancurkan akan berinteraksi dengan sistem imun
23
spesifik. Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepas
berbagai bahan diantaranya lisozim, komplemen, interferon, dan sitokin yang
seemuanya memberikan kontribusi dalam pertahanan non spesifik dan spesifik.
Makrofag sangat dikhususkan untuk melaksanakan fungsi penelanan dan
penghancuran semua benda-benda berupa partikel dengan proses fagositosis.
Proses fagositosis terkadang dipermudah oleh antibodi karena partikel-partikel
yang diselimuti antibodi ditelan secara lebih efisien. Komplemen suatu seri
protein serum dalam reaksi berurutan dapat juga terlibat sebagai penguat
fagositosis (Sunaryo et al., 2007).
2.8 Imunomodulator
Imunomodulator secara umum didefenisikan sebagai senyawa yang dapat
meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non
spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun humoral (Kresno, 2001).
Imunomodulator adalah bahan yang dapat mengembalikan dan memperbaiki
sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya
berlebihan (Baratawidjaja, 2002).
Imunomodulator (bersifat mitogen yaitu menaikkan proliferasi sel yang
berperan pada imunitas) ini dapat bekerja langsung maupun tak langsung,
misalnya melalui sistem komplemen atau limfosit, melalui produksi interferon
atau enzim lisosomal untuk meningkatkan fagositosis mikro (granulosit) dan
fagositosis makro (makrofag) (Mathilda, 1987).
Obat golongan imunomodulator bekerja menurut 3 cara, yaitu melalui
imunorestorasi, imunostimulasi, dan imunosupresi. Imunorestorasi dan
24
imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up regulation, sedangkan
imunosupresi disebut down regulation (Baratawidjaja, 2002).
1) Imunorestorasi
Imunorestorasi ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun
yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti
immunoglobulin dalam bentuk Immune Serum Globulin (ISG), Hyperimmune
Serum Globulin (HSG), plasma, plasmapheresis, leukopheresis, transplantasi
sumsum tulang, hati dan timus (Baratawidjaja, 2002).
2) Imunostimulasi
Imunostimulan ditunjukan untuk perbaikan fungsi imun pada kondisi-
kondisi imunosupresi. Kelompok obat ini dapat memperngaruhi respon imun
seluler maupun humoral. Kelemahan obat ini adalah efeknya menyeluruh dan
tidak bersifat spesifik untuk jenis sel atau antibodi tertentu. Selain itu
efekumumnya lemah. Indikasi imunostimulan antara lain AIDS, infeksi kronik,
dan keganasan terutama yang melibatkan sistem lifatik (Mathilda, 1987).
Dikenal dua golongan imunostimulan yaitu imunostimulan biologi dan
sintetik. Beberapa contoh imunostimulan biologi adalah sitokin, antibodi
monoklonal, jamur dan tanaman obat (herbal). Sedangkan imunostimulan sintetik
yaitu levamisol, isoprinosin dan muramil peptidase (Djauzi, 2003).
25
3) Imunosupresi
Imunosupresi merupakan suatu tindakan untuk menekan respons imun.
Kegunaannya di klinik terutama pada transplantasi untuk mencegah reaksi
penolakan dan pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan
atau gejala sistemik, seperti autoimun atau autoinflamasi (Baratawidjaja, 2002).
Menurut WHO, imunomodulator haruslah memenuhi persyaratan berikut:
1. Secara kimiawi murni atau dapat didefinisikan secara kimia.
2. Secara biologik dapat diuraikan dengan cepat.
3. Tidak bersifat kanserogenik atau ko-kanserogenik.
4. Baik secara akut maupun kronis tidak toksik dan tidak mempunyai efek
samping farmakologik yang merugikan.
5. Tidak menyebabkan stimulasi yang terlalu kecil ataupun terlalu besar.
2.9 Uji Fagositosis
Pengujian imunomodulator untuk melihat aktivitas dan kapasitas
fagositosis dengan menggunakan makrofag yang berasal dari peritoneum tikus
dilakukakan penetapan nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis.
Nilai aktivitas fagositosis adalah jumlah makrofag yang secara aktif
melakukan fagositosis dalam 100 makrofag dengan banyaknya makrofag yang
dinyatakan dalam persen (Sriningsih dan Wibowo, 2006). Sedangkan nilai
kapasitas fagositosis adalah jumlah bakteri yang ditetapkan berdasarkan yang
difagosit oleh 50 makrofag aktif.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga Desember 2015.
Tempat pelaksanaannya di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) dan Laboratorium
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gelas piala,
erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, neraca analitik, penggiling (blender),
aluminium foil, plastik tahan panas, eksikator, kandang hewan uji, alat bedah
steril (papan bedah, gunting, pisau bedah, pinset), spuit steril, kaca objek, pipet
volume, pipet ukur, tabung reaksi, rak tabung reaksi, jarum ose, bunsen, botol
vial, mikropipet, tip mikropipet, vortex, sentrifus, incubator, shaker incubator,
rotary evaporator, refrigerator, hemositometer, autoklaf, Laminar Air Flow
(LAF), spektrofotometer UV-Vis Perkin Eimer, dan mikroskop kamera.
3.2.2 Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah daun namnam (C. cauliflora L.) dan
propolis yang diproduksi dari lebah Trigona sp. (asal Sulawesi Tengah). Bahan
kimia untuk uji fitokimia yaitu, HCl 2%, pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer,
aquades, serbuk Mg, FeCl3 1%, NaOH 2N, pereaksi Libermann-Burchard. Bahan
27
pelarut untuk ekstraksi daun namnam adalah metanol (p.a). Bahan-bahan yang
digunakan untuk uji imunomodulator yaitu makrofag yang berasal dari
peritoneum tikus (Rattus novergicus) galur Spreague dawley berbobot 170-280
gram, diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, bakteri
sebagai antigen adalah Staphylococcus epidermidis yang didapat dari
laboratorium mikrobiologi Universitas Indonesia. Bahan-bahan untuk uji
fagositosis antara lain stimuno sebagai larutan pembanding, medium Nutrient
Agar (NA), Nutrient Broth (NB), larutan Giemsa 4%, larutan biru tripan, larutan
Phosphat Buffered Saline (PBS) pH 7,8 steril, etanol 70%, metanol (p.a), eter,
aquadest steril, asam asetat 0,1 M, dan EDTA 0,2 M.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Ekstraksi Daun Namnam
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 2 kg
serbuk kering daun namnam dimaserasi dengan pelarut metanol sebanyak 7 liter
selama 24 jam, disaring, sehingga diperoleh filtrat pertama. Kemudian residu daun
namnam dimaserasi kembali dengan pelarut metanol sebanyak 3,5 L selama 9
jam. Disaring kembali, diperoleh filtrat kedua, selanjutnya filtrat yang diperoleh
dicampur dan dipekatkan di dalam rotary evaporator pada suhu 45-50oC sehingga
diperoleh ekstrak kental (Lampiran 2).
28
3.3.2 Preparasi Larutan Sampel Uji
3.3.2.1 Preparasi Larutan Sampel Ekstrak Daun Namnam
Ekstrak yang diperoleh dalam proses sebelumnya ditimbang sebanyak 100
mg kemudian dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest steril. Diambil 10 ml dan
dimasukkan ke dalam botol vial steril (konsentrasi 1000 ppm). Pembuatan larutan
konsentrasi 100 ppm, dipipet 1 ml dari larutan induk pertama (1000 ppm),
dilarutkan ke dalam 10 ml aquadest steril. Selanjutnya dipipet 1 ml dari larutan
induk kedua (100 ppm), dilarutkan ke dalam 10 ml aquadest steril (konsentrasi 10
ppm).
3.3.2.2 Preparasi Larutan Sampel Propolis
Sampel propolis yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang
diproduksi dari lebah Trigonal sp. (asal Sulawesi Tengah). Diambil sebanyak 67
µl propolis, dilarutkan ke dalam 10 ml aquadest steril dan ditempatkan di dalam
botol vial (konsentrasi 1000 ppm). Kemudian dipipet 1 ml dari larutan induk
pertama (1000 ppm) untuk membuat larutan konsentrasi 100 ppm, dilarutkan ke
dalam 10 ml aquadest steril. Selanjutnya dipipet 1 ml dari larutan induk kedua
(100 ppm), dilarutkan ke dalam 10 ml aquadest steril (konsentrasi 10 ppm).
3.3.3 Uji Fitokimia Propolis (Harborne, 1987)
Bahan yang diuji fitokimia dalam penelitian ini hanya propolis. Sampel
propolis komersil yang dijual dipasaran kemudian diuji fitokimia untuk
mengidentifikasi kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, triterpenoid, steroid,
saponin, kuinon, dan tanin.
29
3.3.3.1 Uji Alkaloid
Sebanyak 4 ml sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Ditambahkan 0,5 ml HCl 2% setelah itu divortex dan dibagi ke dalam 2 tabung.
Tabung pertama ditambahkan 2-3 tetes Reagen Dragendorff (positif alkaloid jika
terdapat endapan jingga). Sedangkan tabung kedua ditambahkan 2-3 tetes Reagen
Mayer (positif alkaloid jika terdapat endapan kuning).
3.3.3.2 Uji Flavonoid
Sebanyak 2 ml sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 ml HCl 2% (positif flavonoid jika
timbul busa dan berwarna bening-oranye).
3.3.3.3 Uji Triterpenoid dan Steroid
Sebanyak 2 ml sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan beberapa tetes Reagen Lieberman-Burchard ke dalam
tabung tersebut (positif triterpenoid jika terbentuk cincin kecoklatan atau violet
dan positif steroid jika berwarna hijau).
3.3.3.4 Uji Kuinon
Sebanyak 2 ml sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 2-3 tetes NaOH 2N ke dalam tabung tersebut dan dikocok
(positif kuinon jika berwarna merah).
30
3.3.3.5 Uji Tanin
Sebanyak 2 ml sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 1% ke dalam tabung tersebut dan dikocok
(positif tanin jika berwarna hijau kehitaman atau biru tinta).
3.3.3.6 Uji Saponin
Sebanyak 1 gram sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 5 ml dan dipanaskan dalam penangas
air selama 5 menit. Cairan yang diperoleh disaring dan didiamkan sampai agak
dingin. Setelah itu dikocok sampai timbul busa (positif saponin jika busa tersebut
stabil selama 10 menit).
3.3.4 Penyiapan Suspensi Bakteri Staphylococcus epidermidis
1) Sterilisasi alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada proses uji imunomodulator dan penyiapan
medium termasuk tabung reaksi, botol vial, gelas piala, tip mikropipet, pipet
volumetrik, serta bahan-bahan yang akan digunakan seperti medium Nutrient
Agar (NA), Nutrient Broth (NB), aquadest, larutan PBS (Phosphate buffered
saline) disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, sedangkan
ruangan yang akan digunakan dipastikan dalam keadaan steril, lampu UV pada
Laminar Air Flow dinyalakan selama ± 2 jam sebelum digunakan (Harley, 2002).
2) Penyiapan medium
Medium yang digunakan pada pembiakan dan peremajaan bakteri adalah
Nutrient Agar (NA). Medium ini dibuat dengan melarutkan 0,5 gram sebuk NA ke
31
dalam 125 ml aquadest dan dipanaskan sampai mendidih hingga semua serbuk
larut. Kemudian dimasukkan masing-masing sebanyak 8 ml ke dalam tabung
reaksi dan ditutup rapat menggunakan kapas penutup, lalu disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Medium didinginkan dalam posisi
miring, setelah mengeras, medium siap digunakan.
Pembuatan suspensi bakteri dilakukan menggunakan medium Nutrient
Broth (NB). Medium ini dibuat dengan mencampurkan 2 gram serbuk (NB) ke
dalam 250 ml aquadest dan dipanaskan sampai mendidih hingga semua serbuk
larut. Kemudian dimasukkan ke dalam 4 gelas Erlenmeyer ukuran 100 ml dan 250
ml masing-masing sebanyak 30 ml; 30 ml; 90 ml; dan 90 ml. Ditutup rapat
menggunakan kapas penutup. Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama
15 menit. Setelah dingin, medium siap untuk digunakan (Harley, 2002).
3) Pembuatan inokulum aktif
Kultur stok bakteri Staphylococcus epidermidis diinokulasi ke dalam
medium Nutrient Agar (NA) miring untuk peremajaan. Diinkubasi pada suhu
30oC selama 24 jam. Selanjutnya diambil 1 ose, ditanam ke dalam 30 ml medium
Nutrient Broth (NB), dikocok dalam shaker incubator dengan kecepatan 120 rpm
pada suhu 30oC selama 24 jam.
Sebanyak 10 ml bakteri tersebut dimasukkan ke dalam 90 ml medium
Nutrient Broth (NB) dan dikocok dengan shaker incubator (120 rpm, 30oC)
hingga mencapai umur aktif (fase midlog) dari bakteri S. epidermidis (3 jam).
Lalu diambil peletnya dengan cara disentrifus 3000 rpm selama 1 jam, kemudian
ditambahkna 10 ml larutan PBS steril. Kekeruhannya diukur dengan
32
spektrofotometer UV-Vis pada λ= 580 nm dan disesuaikan hingga diperoleh
suspensi dengan transmitan 25% (setara dengan 109 sel/mL) (Chairul, 2009;
Ranjith, 2008). Bagan pembuatan suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis
dapat dilihat pada (Lampiran 3).
3.3.5 Penyiapan Makrofag (Sriningsih, 2006)
Sebelum digunakan, tikus diaklimatisasi selama 14 hari untuk penyesuaian
lingkungan. Saat akan dibedah tikus dieutanasia dengan memasukkan ke dalam
toples berisi kapas yang telah diberi eter. Setelah mati, kulit bagian abdomennya
dibersihkan dengan etanol 70% dan dibedah dengan cara digunting. Membran
peritoneum diusap dengan etanol 70% kemudian digunting sedikit lagi hingga
terbuka rongga peritoneumnya. Ke dalam rongga tersebut diteteskan larutan PBS
kurang lebih sebanyak 3 ml. Dipijat-pijat selama 2-3 menit, kemudian cairan
peritoneum disedot dengan spuit dan dimasukkan ke dalam botol vial steril.
Jumlah makrofag disetarakan dengan alat hemositometer, hingga didapatkan
populasi 107 sel makrofag/ml (Lampiran 4).
3.3.6 Uji Viabilitas (Chairul, 2009; Ranjith, 2008)
Uji viabilitas makrofag dihitung menggunakan alat hemasitometer. Uji
viabilitas ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan daya hidup makrofag.
Perhitungan dipermudah dengan mencampurkan larutan biru tripan, sel
hidup (tidak terwarnai) dan sel mati (terwarnai) oleh biru tripan (Gambar 17).
Dihitung jumlah sel makrofag yang hidup dan jumlah makrofag total. Hasilnya akan
digunakan untuk pengujian selanjutnya.
33
Persen viabilitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
%Aktivitas= Jumlah makrofag aktif x 100% jumlah makrofag keseluruhan. Nilai
viabilitas tidak boleh kurang dari 95%.
3.3.7 Uji Fagositosis (Sriningsih, 2006)
Sebanyak 200 µl makrofag, 200 µl suspensi bakteri, 200 µl sampel uji
dimasukkan ke dalam botol vial steril kemudian diinkubasi selam 30 menit pada
suhu 37oC. Sebagai kontrol positif digunakan 200 µl makrofag, 200 µl suspensi
bakteri, 200 µl larutan pembanding stimuno yang mengandung ekstrak meniran
dengan konsentrasi yang sama dengan larutan uji. Sebagai kontrol negatif
digunakan 200 µl makrofag, 200 µl suspensi bakteri, 200 µl aquadest. Selanjutnya
ditambah 50 µl larutan EDTA 0,2 M (Lampiran 6).
Masing-masing dibuat preparat ulas pada kaca objek kemudian difiksasi
dengan metanol selama 6 menit dan dikeringakan dengan cara dilewatkan ke
nyala api bunsen. Dilakukan pewarnaan dengan mencelupkan ke dalam larutan
pewarna Giemsa 4% selama 45 menit. Kemudian dicelupkan ke dalam larutan
asam 1 % sebanyak 4 kali dan dibilas dengan aquadest mengalir. Dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan. Preparat ulas yang sudah siap diamati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 400 kali. Dihitung jumlah makrofag aktif
(aktivitas) serta jumlah bakteri yang dimakan oleh makrofag aktif (kapasitas),
yaitu dengan cara:
34
1) Nilai aktivitas fagositosis makrofag
Nilai aktivitas fagositosis ditetapkan berdasarkan banyaknya jumlah
makrofag yang aktif melakukan proses fagositosis dari 100 makrofag yang
dinyatakan dalam persen (%).
Jumlah makrofag aktifAktivitas fagositosis = x 100 %
Jumlah total makrofag
2) Nilai kapasitas fagositosis makrofag
Dipilih 50 makrofag aktif secara acak, kemudian dihitung jumlah bakteri
yang difagositosis oleh setiap makrofag. Nilai kapasitas fagositosis ditetapkan
berdasarkan jumlah bakteri Staphylococcus epidermidis yang difagositosis oleh 50
sel makrofag aktif.
3.3.8 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis untuk melihat adanya perbedaan aktivitas
dan kapasitas fagositosis makrofag dari masing-masing kelompok perlakuan.
Data-data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program pengolahan
data statistik SPSS 20. Pada analisis data ini, ditentukan terlebih dahulu
normalitas data dari setiap variabel, dilanjutkan dengan uji parametik ANOVA
satu arah dengan taraf signifikansi 95%. Apabila ada perbedaan yang bermakna
maka dilajutkan dengan uji LSD.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstraksi Daun Namnam
Ekstraksi dilakukan untuk memisahkan senyawa organik dalam filtrat dan
menarik senyawa-senyawa metabolit sekunder dalam sampel dengan
menggunakan sejumlah pelarut. Metode ekstrasi dalam penelitian ini adalah
metode maserasi. Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut
dengan perendaman, pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Departemen Kesehatan, 2000).
Pemilihan metode ini yaitu karena alat-alat yang digunakan sederhana, proses
pengerjaannya mudah, dan dapat menghindari rusaknya senyawa yang tidak tahan
terhadap pemanasan.
Daun namnam yang diperoleh dari daerah Pangandaran, Jawa Barat
terlebih dahulu dikeringkan lalu dihancurkan hingga menjadi serbuk. Selanjutnya
dimaserasi dan dipekatkan hingga diperoleh ekstrak kental. Penggunaan metanol
diharapkan ekstrak lebih efisien dalam mengekstrak senyawa antioksidan pada
bagian tanaman dibandingkan dengan ekstrak aquades (Rabeta dan Faraniza,
2013). Selain itu metanol merupakan senyawa volatil, mudah dipisahkan dari
ekstrak dan sifat kelarutannya yang luas dapat melarutkan hampir semua senyawa
organik yang terkandung dalam sampel, baik yang bersifat polar maupun non
polar (Yu et al., 2009). Rendemen hasil ekstrak metanol daun namnam yang
diperoleh adalah sebanyak 5,36%.
36
4.2 Hasil Uji Fitokimia
(Tabel 3) menunjukkan kandungan senyawa kimia propolis Trigona sp.
dan ekstrak metanol daun namnam. Meski telah banyak pengujian kandungan
senyawa kimia propolis pada penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini tetap
dilakukan pengujian fitokimia yaitu propolis yang digunakan berasal dari
Sulawesi Tengah. Sampel tersebut diperoleh dari produk yang sudah dijual secara
komersil (Lampiran 13). Sementara uji fitokimia ekstrak metanol daun namnam
telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya oleh Sumarlin et al. (2015), hasil
dapat dilihat pada (Tabel 3) sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Propolis dan Ekstrak Metanol Daun NamnamGolongan Senyawa Hasil
Propolis *Ekstrak Metanol DaunNamnam
Alkaloid + -Flavonoid + +Triterpenoid dan steroid + +Kuinon + +Tanin - +Saponin - +
Sumber: *(Sumarlin et al., 2015)
Pengujian fitokimia senyawa alkaloid propolis menunjukkan hasil positif
yang ditandai dengan adanya endapan jingga jika ditambah pereaksi Dragendorff
dan endapan kuning (ditambah pereaksi Mayer). Pengujian fitokimia senyawa
alkaloid ekstrak metanol daun namnam menunjukkan hasil negatif. Prinsip
metode analisis ini adalah reaksi pengendapan yang terjadi karena adanya
penggantian ligan. Atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas pada
alkaloid dapat mengganti ion iodo dalam pereaksi Dragendorff (Gambar 11). Ion
logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada
37
alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Untuk senyawa
alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan
bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk
kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Gambar 12).
Gambar 11. Reaksi Uji Alkaloid Pereaksi Dragendorff (Svehla,1990)
Gambar 12. Reaksi Uji Alkaloid Pereaksi Mayer (Svehla, 1990)
Hasil positif juga ditunjukkan pada uji fitokimia senyawa flavonoid
propolis dengan terbentuknya warna oranye. Penambahan asam klorida pekat
menyebabkan terjadinya protonasi flavonoid (Gambar 13). Namun, asam klorida
kurang reaktif jika dibandingkan dengan asam bromida bila direaksikan dengan
alkohol primer pada flavonoid. Oleh karena itu, diperlukan katalis berupa serbuk
Mg untuk mempercepat reaksi sehingga terbentuk garam flavilium hasil reduksi
yang berwarna warna merah, kuning, atau jingga (Robinson, 1995).
38
Gambar 13. Reaksi Pengujian Fitokimia Flavonoid (Achmad, 1986)
Flavonoid adalah golongan senyawa yang paling banyak disebutkan dalam
penelitian mengenai imunomodulator karena diduga senyawa tersebut yang
bertanggung jawab sebagai efek demikian. Penelitian sebelumnya menyebutkan
bahwa flavonoid memiliki efek imunosupresan dalam respon poliferasi limfosit
(You et al., 1998). Sejak propolis diketahui mengandung flavonoid, hal ini perlu
dipelajari dari efek yang telah dilaporkan tersebut (Bankova, 1998). Flavonoid
berpotensi bekerja terhadap limfokin yang dihasilkan oleh sel T sehingga akan
merangsang sel-sel fagosit untuk melakukan respon fagositosis. Flavonoid
meningkatkan aktivitas Il-2 dan poliferasi limfosit. Sel T helper (CD4+) akan
mempengaruhi poliferasi limfosit kemudian menyebabkan sel Th1 (sel yang
membunuh mikroba) teraktivasi. Sel Th1 yang teraktivasi kemudian akan
mempengaruhi molekul-molekul yang dapat mengaktifkan makrofag. Aktivasi
39
makrofag dapat dilihat salah satunya dengan meningkatnya proses fagositosis
makrofag dan meningkatnya produksi nitrit oksida (Lyu et al., 2005).
Pengujian fitokimia senyawa triterpenoid/steroid propolis menunjukkan
hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya warna hijau. Perubahan warna
tersebut dikarenakan terjadinya oksidasi pada golongan senyawa terpenoid/steroid
melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi Reaksi dapat dinyatakan
sebagai berikut (Gambar 14).
Gambar 14. Reaksi Pengujian Fitokimia Terpenoid (Siadi, 2012)
Pengujian kandungan kuinon dilakukan dengan penambahan NaOH yang
ditandai perubahan warna merah jika positif kuinon (Gambar 15).
40
Gambar 15. Reaksi Pengujian Fitokimia Kuinon (Winarno, 2008)
Identifikasi senyawa tanin dalam propolis menunjukkan hasil negatif.
Adanya tanin akan terbentuk warna hijau kehitaman setelah ditambahkan larutan
FeCl3, karena tanin akan bereaksi dengan ion Fe3+ membentuk senyawa kompleks
(Harborne, 1987). Reaksi antara senyawa tanin dengan FeCl3 dilihat pada
(Gambar 16).
Gambar 16. Reaksi Pengujian Fitokimia Tanin (Marliana, 2005)
41
Uji saponin propolis tidak menunjukkan hasil positif. Jika adanya senyawa
tersebut, ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil selama 10 menit. Hal itu
menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan buih dalam air yang
terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Setyowati et al., 2014).
Reaksi dilihat pada (Gambar 17).
Gambar 17. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air (Setyowati et al., 2014)
Saponin memproduksi sitokin seperti interleukin dan interferon yang
berperan dalam efek imunostimulan. Interleukin dan interferon akan bereaksi
dengan antigen (benda-benda asing) yang masuk ke dalam tubuh (Tizard, 1988).
Saponin dalam jumlah normal berperan sebagai immunostimulator, sedangkan
dalam jumlah yang melebihi batas normal saponin akan berperan sebagai
immunosupresor (zat yang menekan/menurunkan sistem imun) (Francis et al.,
2002).
Senyawa-senyawa yang mempunyai prospek cukup baik yang dapat
meningkatkan aktivitas sistem imun biasanya dari golongan flavonoid, kurkumin,
limonoid, vitamin C, vitamin E (tokoferol) dan katekin. Menurut Wagner (1985)
42
golongan senyawa polisakarida, terpenoid, alkaloid dan polifenol mempunyai
bioaktifitas sebagai imunostimulant agent.
Berdasarkan kandungan senyawa yang dimiliki oleh ekstrak metanol daun
namnam dan propolis, efek imunomodulator kedua sampel uji diduga disebabkan
oleh adanya kandungan senyawa golongan flavonoid sebagai komponen utama,
sebagaimana halnya kontrol positif yang mengandung ekstrak meniran
(Phyllanthus niruri L.). Selain itu, senyawa tanin dapat mempengaruhi aktivitas
fisiologi manusia seperti menstimulasi sel fagosit, antitumor, dan antiinfeksi (Haslam,
1996). Flavonoid juga telah dilaporkan berpengaruh pada sifat antioksidan melalui
aktivitas scavenging dan kelating (Sumarlin et al., 2015).
Aksi imunomodulator erat kaitannya dengan sifat suatu bahan alam yaitu
sebagai antioksidan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa bagian daun dari tanaman
namnam merupakan sumber terbaik antioksidan (Aziz dan Iqbal, 2013). Fungsi sel
imun berkaitan dengan generasi Reactive Oxygen Species (ROS) atau oksigen
radikal bebas yang turut serta dalam aktifitas mikrobisidal dari fagosit, aktifitas
sitotoksik atau respon limfoproliferatif terhadap mitogen. Kelebihan jumlah dari
ROS dapat mengancam sel-sel imun, karena dapat menyerang komponen seluler
dan menyebabkan kerusakan dan kematian sel dengan cara mengoksidasi lipid,
protein, karbohidrat membran serta asam nukleat. Efek ini dapat dicegah dengan
cara menetralisir ROS dengan kompleks antioksidan. Antioksidan memegang
peranan penting dalam memelihara sel-sel imun dan menjaganya dari stres
oksidatif. Beberapa penelitian saat ini menunjukkan bahwa kekurangan nutrisi
antioksidan dapat menyebabkan terjadinya penyakit dan dalam hal ini antioksidan
bekerja sebagai imunostimulan (Fuente et al., 2000 dan Estany et al., 2007).
43
Marquez et al. (2004) dalam penelitiannya mengevaluasi aktivitas
imunosupresi senyawa Caffeic acid phenethyl ester (CAPE) di dalam sel T
manusia, ditemukan bahwa senyawa fenolik adalah inhibitor kuat pada gerakan
cepat atau lambat dalam reseptor sel T dan media aktivasi sel T. Meskipun
demikian, secara spesifik CAPE menghambat kedua transkrip (IL-2) dan sintesis
(IL-2) dalam menstimulasi sel T. Selanjutnya untuk menandai mekanisme
penghambatan oleh senyawa CAPE pada tingkat traskripsi, mereka memeriksa
ikatan DNA dan aktivitas transkripsi nuclear factor (NF)-B, nuclear factor
mengaktivasi sel (NFAT), dan faktor transkripsi pengaktivasi protein-1 (AP-1)
dalam sel Jurkat. Mereka menemukan bahwa senyawa CAPE menghambat
aktivitas transkripsi (NF)-B (nuclear factor-Kappa B yaitu mediator sentral
imun) secara langsung tanpa mempengaruhi degradasi sitoplasma penghambatan
protein (NF)-B, IB-B. Meskipun kedua ikatan NF-B menuju DNA dan aktivitas
transkripsi dari sebuah protein hybrid Gal4-p65 telah diatasi dalam penanganan
oleh senyawa CAPE pada sel Jurkat. Selanjutnya, CAPE menghambat kedua
ikatan DNA dan aktivitas transkripsi NFAT, hasil menunjukkan korelasi dengan
kemampuannya untuk menghambat phorbol 12-myristate 13-acetate ditambah
ionomycin menginduksi defosforilasi NFAT1. Mereka menyatakan bahwa temuan
ini memberikan wawasan baru yang melibatkan mekanisme tingkat molekuler
dalam aktivitas antiinflamasi dan imunomodulator oleh senyawa bahan alam.
Menurut Dimov et al. (1991), propolis memodulasi sistem imun non
spesifik melalui aktivasi makrofag, juga mampu memodulasi secara in vivo dan in
vitro produksi C1q oleh makrofag sebagai fungsi reseptor komplemen secara
44
langsung maupun melalui sitokin. Penelitian lainnya dinyatakan oleh Moriyasu et
al. (1994) bahwa propolis menstimulasi sitokin seperti IL-1ɣ and TNF-α oleh
makrofag peritoneum tikus.
Aktivitas suatu senyawa yang dapat merangsang sistem imun tidak
tergantung pada ukuran molekul tertentu. Efek ini dapat diberikan baik oleh
senyawa dengan berat molekul yang kecil maupun oleh senyawa polimer. Karena
itu usaha untuk mencari senyawa semacam ini hanya dapat dilakukan dengan
metode uji imunbiologi saja. Termasuk di sini adalah metode in vitro dan in vivo,
di mana dapat diukur pengaruh senyawa bersangkutan pada fungsi dan
kemampuan sistem mononuklear, demikian pula kemampuan terstimulasi dari
limfosit B dan T (Barbuto et al., 2003; Patil et al., 2011).
Kandungan flavonoid, seperti halnya karotenoid, menurut penelitian yang
telah ada, berpotensi sebagai antioksidan pada pertumbuhan tumor serta dengan
terbukti meningkatkan respon imun walaupun masih banyak kontroversi yang
dijumpai. Kontroversi ini terjadi karena mekanisme aktivasinya belum dapat
dijelaskan (Robinovict, 1995).
Mathilda (1987) menyebutkan telah berhasil diisolasi dua heteroglikan
asam yang larut air dari Echinacea purpurea (BM 35.000 dan 450.000) yang
kemungkinan bekerja sebagai imunomodulator. Keduanya terdiri dari berbagai
gula dalam perbandingan dan ikatan tertentu. Senyawa ini menstimulasi
fagositosis, bekerja kuat pada limfosit T dan menginduksi produksi interferon.
Hubungan struktur-aktivitas polisakarida juga sedang diteliti oleh para ahli.
45
Senyawa yang kompleks dengan berat molekul yang tinggi lebih berkhasiat
daripada senyawa dengan berat molekul yang rendah dan bangun yang linier.
Penelitian mengenai aktivitas imunostimulan menunjukkan bahwa ada
korelasi antara struktur dan aktivitas senyawa bahan alamnya. Beberapa senyawa
kimia memiliki kemampuan imunostimulan dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu senyawa dengan berat molekul rendah (alkil amida, senyaw
fenolik, alkaloid, kuinon, saponin, sesquiterpenoid, di- , tri-terpenoid) dan
senyawa dengan berat molekul tinggi (Wagner, 1999).
4.3 Hasil Uji Viabilitas Makrofag
Setelah pengambilan makrofag yang diperoleh dari cairan peritoneum
tikus galur Spreague Dawley, dilakukan uji viabilitas. Hewan percobaan tikus
(Rattus novergicus) dengan galur Spreague Dawley digunakan pada penelitian ini
karena bersifat lebih kuat, mudah didapat, dan sering digunakan dalam penelitian,
terutama diharapkan memperoleh cairan peritoneum yang lebih banyak. Selain itu,
juga memiliki fungsi fisiologis dan metabolisme dalam tubuh tikus yang hampir
identik dengan manusia (Adiyati, 2011).
Kehilangan viabiliti sesuatu sel disebabkan karena kehilangan intergriti
membran (McGahon et al., 1995). Sel-sel yang mati akan menyerap zat warna
biru tripan oleh karena susunan atau integritas membran selnya telah rusak
sehingga biru tripan akan masuk melalui lubang-lubang membran sel ke dalam sel
(sitoplasma) (Yulinery dan Hidayat, 2012). Bagi sel yang hidup pula kelihatan
cerah dan bersinar (McGahon et al., 1995) (Gambar 18).
46
Tabel 4. Hasil Uji Viabilitas MakrofagUlangan Jumlah Sel Yang
HidupJumlah Sel Yang
MatiViabilitas (%)
I 1507 28 98,17II 1283 30 97,71
Rata-rata 97,94 ± 0,3
Hasil uji viabilitas yang dinyatakan dalam persen menunjukkan bahwa daya
hidup sel yang diuji adalah sebesar 97,94% (Tabel 4). Hasil ini memenuhi syarat
untuk digunakan ke tahap selanjutnya karena persyaratan nilai viabilitas makrofag
telah terpenuhi yaitu tidak boleh kurang dari 95% (Chairul, 2009). Jika
dibandingkan dengan beberapa uji viabilitas lain hasil ini juga cukup tinggi
diantaranya Yulinery dan Nurhidayat (2012) dengan ekstrak fermentasi beras
memiliki viablitas 97,09% dan Febriansyah (2009) yang menguji ekstrak metanol
daun dan kulit batang Rhodamnia cinerea Jack memiliki viabilitas 97,16%.
Gambar 18. Uji Viabilitas Makrofag Tikus (Rattus novergicus)
47
4.4 Hasil Uji Fagositosis
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek imunomodulator dari
bahan alam yaitu tanaman namnam (C. cauliflora L.) dan propolis asal Sulawesi
Tengah. Metode yang digunakan yaitu berdasarkan penetapan nilai aktivitas dan
kapasitas fagositosis makrofag tikus (Rattus novergicus) terhadap bakteri
Staphylococcus epidermidis (Gambar 19). Makrofag yang berasal dari cairan
peritoneum tikus galur Spreague Dawley akan diuji kemampuannya terhadap
bakteri Staphylococcus epidermidis yang digunakan sebagai antigen. Penetapan
nilai kapasitas fagositosis dilakukan dengan menghitung jumlah bakteri yang
difagosit oleh makrofag aktif dalam proses fagositosis tersebut (Gambar 19).
Gambar 19. Makrofag (1) Aktif Sedang Memfagosit Bakteri; (2) Tidak AktifMemfagosit; (3) Bakteri Yang Sedang Difagosit Oleh Makrofag
Proses fagositosis terjadi melalui beberapa tingkat yaitu kemotaktis,
menangkap, memakan, fagositosis, memusnahkan, dan mencerna. Kemotaktis
adalah pergerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respons terhadap berbagai
faktor seperti produk bakteri dan faktor kimiawi yang dilepas pada aktivasi
1
3
2
48
komplemen. Antibodi seperti halnya dengan komplemen (C3b) dapat
meningkatkan opsonisasi. Opsonin adalah molekul besar yang diikat dan dapat
dikenal oleh reseptor permukaan sel fagosit makrofag, sehingga meningkatkan
efisiensi fagositosis. Makrofag mengekspresikan banyak reseptor permukaan yang
dapat menelan mikroba. Bila sudah ditelan, membran tertutup, partikel digerakkan
ke sitoplasma sel dan terbentuk vesikel intraseluler yang mengandung bakteri atau
bahan lain asal ekstraseluler yang disebut fagosom. Di dalam sel terdapat enzim
lisosom yang diperlukan untuk memecah bahan yang ditelan (antigen), bersatu
dengan fagosom membentuk fagolisosom memungkinkan terjadinya degradasi
oleh reactive oxygen species (ROS) dan NO sehingga terjadi degradasi oleh
makrofag (Baratawidjaja & Rengganis, 2010).
Gambar 20. Fagositosis Mikroba Di Dalam Sel (Baratawidjaja & Rengganis, 2010)
49
Makrofag cocok untuk studi fagositosis karena makrofag dianggap sebagai
salah satu sel fagosit yang paling primitif dari sistem kekebalan tubuh nonspesifik
(Zalikoff et al., 1991 ; Silva et al., 2002 cit Jensch-Junior et al., 2006). Fagositosis
makrofag banyak digunakan sebagai parameter imunologi untuk mengevaluasi
kesehatan/fungsi kekebalan tubuh (Jensch-Junior et al., 2006). Melalui toll like
receptor (TLR) makrofag dapat secara langsung kontak dengan patogen termasuk
imunogen dari tanaman sehingga menjadi aktif (Finlay, 2010). Peningkatan
aktifitas makrofag ditandai dengan perubahan bentuk, perubahan biokimiawi,
serta perubahan fungsi dari makrofag untuk menilai peningkatan sistem imun
(Ulya, 2012; Baratawidjaja, 2006).
Bakteri Staphylococcus epidermidis dilibatkan sebagai antigen. Bakteri
tersebut termasuk jenis gram positif yang mampu mengikat pewarna Giemsa
sehingga dapat memudahkan dalam pembacaan sel di bawah mikroskop. Bakteri
tersebut juga tidak bersifat patogen dan tidak mengandung protein A, yaitu protein
yang bersifat antifagositik sehingga tidak dapat menghindar dari fagositik
makrofag peritoneum dan tidak bersifat virulen (Sriningsih, 2006). Penggunaan
pewarna Giemsa memberikan keuntungan yaitu dapat membedakan morfologi inti
sel dan/ atau sitoplasma (Garcia,1999). Sebagai kontrol pembanding yaitu
stimuno yang mengandung ekstrak meniran. Aquades digunakan sebagai kontrol
negatif/normal.
Hasil analisis data pendahuluan aktivitas dan kapasitas fagositosis ekstrak
metanol daun namnam dan propolis yang diperoleh menunjukkan bahwa data
tersebar secara normal. Kemudian hasil ANOVA menunjukkan bahwa ada
50
perbedaan aktivitas yang signifikan antara perlakuan, maka selanjutnya data hasil
pengamatan aktivitas dan kapasitas fagositosis kedua sampel uji dilakukan
analisis statistik uji LSD untuk membandingkan hasil antar perlakuan (Lampiran
9) (Lampiran 10) (Lampiran 11) (Lampiran 12).
Berdasarkan hasil analisis statistik uji LSD menunjukkan bahwa nilai
aktivitas fagositosis ekstrak metanol daun namnam pada setiap konsentrasi
berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif (Lampiran 9). Nilai presentase
aktivitas fagositosis kontrol negatif sebesar 56% dengan nilai kapasitas 487, dapat
dilihat pada (Tabel 5). Kontrol negatif hanya diberi perlakuan menggunakan
aquadest. Terjadi peningkatan nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis sampel
ekstrak metanol daun namnam dibandingkan dengan kontrol negatif. Hasil
menunjukkan nilai aktivitas fagositosis tertinggi sampel ekstrak metanol daun
namnam yaitu pada konsentrasi 1000 ppm dengan nilai kenaikan presentase
aktivitas fagositosis sebesar 30%. Meskipun masih lebih kecil dari hasil kontrol
positif dengan kenaikan sebesar 37% (Tabel 5). Pada konsentrasi 10000 ppm,
hasil pengamatan tidak terdeteksi karena kondisi sampel terlalu pekat sehingga
menyebabkan seluruh medan pandang tertutup oleh larutan sampel uji. Sedangkan
berdasarkan penetapan nilai kapasitas fagositosis ekstrak metanol daun namnam,
hasil tertinggi ditunjukkan pada konsentrasi 1 ppm dengan kenaikan nilai
kapasitas fagositosis sebesar 383 (Tabel 6). Hasil optimal efek imunomodulator
sampel ekstrak metanol daun namnam ditetapkan pada konsentrasi 1000 ppm
dengan nilai aktivitas sebesar 86% (Tabel 5) dan nilai kapasitas 689 (Tabel 6),
meskipun dalam penetapan nilai kapasitas fagositosis tertinggi dicapai pada
51
larutan uji konsentrasi 1 ppm. Kemudian nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis
ekstrak metanol daun namnam dibandingkan dengan kontrol positif menunjukkan
tidak adanya perbedaan secara bermakna yang berarti sampel uji memiliki efek
yang sama dengan kontrol positif sebagai imunomodulator.
Tabel 5. Nilai Aktivitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun Namnam (C. Cauliflora L.)dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Konsentrasi(ppm)
%Aktivitas FagositosisKN KP EDN P Kenaikan %Aktivitas
EDN P0 56 ± 3.51 80 ± 9.8* 95 ± 1.4* 24 3910 79 ± 3.5* 67 ± 6.3* 23 11100 83 ± 1.4* 86 ± 4.2* 27 301000 93 ± 0.7* 86 ± 2.1* 93 ± 0* 30 3710000 - 96 ± 0.7* - 40
Keterangan: *) Memberikan perbedaan yang bermakna (signifikan) dibandingkan kontrol negatif; KN = Kontrol Negatif;KP = Kontrol Positif; EDN = Ekstrak metanol daun namnam; (-) = tidak terdeteksi
Sementara itu, nilai aktivitas fagositosis sampel propolis juga
menunjukkan hasil berbeda bermakna dengan kontrol negatif, ditunjukkan
berdasarkan hasil analisis statistik uji LSD (Lampiran 10). Hasil menunjukkan
nilai aktivitas fagositosis tertinggi sampel propolis yaitu pada konsentrasi 10000
ppm dengan nilai kenaikan presentase aktivitas fagositosis sebesar 40%.
Meskipun demikian, tetapi terjadi penurunan pada nilai kapasitasnya dibanding
kontrol negatif. Hasil analisis statistik uji LSD menunjukkan dalam pengamatan
nilai kapasitas fagositos hanya sampel propolis perlakuan konsentrasi 1000 ppm
yang berbeda secara signifikan dibanding dengan kontrol negatif (Lampiran 12).
Oleh karena itu, hasil optimal efek imunomodulator sampel propolis ditetapkan
pada konsentrasi 1000 ppm dengan nilai aktivitas sebesar 93% (Tabel 5) dan nilai
kapasitas 1621 (Tabel 6).
52
Tabel 6. Nilai Kapasitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun Namnam (C. Cauliflora L.)dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Konsentrasi(ppm)
Nilai Kapasitas FagositosisKN KP EDN P Kenaikan Nilai
KapasitasEDN P
0 487 ± 9.81 870 ± 88 790 ± 140 383 30310 788 ± 87 592 ± 7 301 105100 697 ± 82 1035 ± 16 210 5481000 1106 ± 62* 689 ± 10 1621 ± 437* 202 113410000 - 322 ± 49 - -165Keterangan: *) Memberikan perbedaan yang bermakna (signifikan) dibandingkan kontrol negatif; KN = Kontrol Negatif;
KP = Kontrol Positif; EDN = Ekstrak metanol daun namnam; (-) = tidak terdeteksi
Perbedaan yang signifikan tidak terlihat pada penetapan nilai kapasitas
fagositosis antara seluruh perlakunan konsentrasi sampel uji ekstrak metanol daun
namnam jika dibandingkan dengan kontrol negatif. Hasil juga menunjukkan
semakin tinggi konsentrasi larutan uji ekstrak metanol daun namnam terjadi
penurunan nilai kapasitas fagositosis. Sementara pada sampel uji propolis hanya
perlakuan konsentrasi 1000 ppm yang menunjukkan perbedaan secara signifikan
dengan kontrol negatif. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan data tidak
terdistribusi homogen. Sebab lain adalah kendala teknis dalam penghitungan
bakteri secara manual menggunakan mikroskop. Makrofag yang padat terisi
bakteri seringkali dijumpai saat pengamatan sehingga sulit menghitung jumlahnya
secara tepat dalam medan pandang mikroskop (Gambar 19). Kondisi ini dapat
teratasi jika menggunakan alat khusus yang dapat menghitung jumlah bakteri
secara otomatis menggunakan instrumen fluorosence microplate reader (Wagner
dan Jurcic, 1991).
Perbandingan antara sampel ekstrak metanol daun namnam dengan
propolis yaitu nilai presentase aktivitas fagositosis propolis lebih tinggi daripada
sampel ekstrak metanol daun namnam pada setiap konsentrasi. Begitu juga
53
dengan nilai kapasitas fagositosis sampel propolis lebih tinggi dibanding sampel
ekstrak metanol daun namnam. Diagram perbandingan keduanya dapat dilihat
dalam (Gambar 21) (Gambar 22).
Gambar 21. Diagram % Aktivitas Fagositosis Ekstrak metanol daun namnam danPropolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Gambar 22. Diagram Nilai Kapasitas Fagositosis Ekstrak metanol daun namnamdan Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
54
Ada beberapa mekanisme yang dimungkinkan menyebabkan terjadinya
peningkatan aktivitas fagositosis. Kemungkinan pertama adalah faktor opsonin.
Pada saat opsonin membungkus partikel asing tersebut akan terjadi pengikatan
dengan permukaan fagosit. Kemungkinan kedua adanya reseptor pola pengenalan
(pattern recognition receptors/PRR) (Handajani, 2013). Kemungkinan yang
ketiga adalah dari kandungan yang terdapat dalam sampel uji ekstrak metanol
daun namnam dan propolis.
Aktivitas dan kapasitas fagositosis pada bahan uji berkaitan dengan
kandungan kimia yang terdapat dalam bahan uji tersebut (Chairul, 2009). Menurut
Inalci et al. (2005), beberapa komponen bioaktif yang berasal dari alam
mempunyai efek pleitropik (mempunyai beragam efek fisiologis) dan kombinasi
berbagai komponen bioaktif pada satu simplisia atau ekstrak akan memberikan
efek sinergis. Salah satu senyawa yang terdapat dalam ekstrak metanol daun
namnam dan propolis ialah flavonoid, senyawa tersebut akan berinteraksi dengan
dengan membran sel yang dapat mencegah masuknya molekul asing dan
melindungi fungsi struktur membran sel (Oteiza et al., 2006).
Flavonoid berpotensi bekerja terhadap limfokin yang dihasilkan oleh sel T
sehingga akan merangsang sel-sel fagosit untuk melakukan respon fagositosis
(Kusmardi et al., 2007). Flavonoid juga dapat berinteraksi dengan semua
membran sel (termasuk sel imun) melalui ikatan hidrogen yang berguna
mengurangi atau menekan masuknya molekul pengganggu dan melindungi stuktur
dan fungsi membran sel (Oteiza et al., 2006). Flavonoid membantu aktivitas dari
reseptor untuk mengikat partikel asing. Terdapat beberapa pengaruh flavonoid
55
(imunomodulator) dalam mempengaruhi reseptor. Pertama, flavonoid dapat
mempengaruhi sel B dengan cara mengaktifkan sel T untuk menginduksi sekresi
antibodi, antibodi yang dikeluarkan dapat membantu Fc receptors dalam reaksi
opsonisasi, yaitu reaksi untuk mempermudah fagositosis karena antigen diselimuti
oleh antibodi, terutama antibodi IgG. Bagian ekor antibodi IgG yang berikatan
dengan antigen mampu mengikat reseptor di permukaan (makrofag) (Bellanti,
1993 dan Sherwood, 2001). Kedua, interaksi senyawa tersebut dengan membran
sel diduga dapat mempertajam reseptor pada Sel Kupffer (makrofag), khususnya
pada scavenger receptors yang berfungsi sebagai mediator fagositosis (Gao et al.,
2008 dan Oteiza et al., 2006).
Penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan mengenai mekanisme kerja
propolis sebagai imunomodulator, meskipun hasilnya masih belum jelas (Cuesta
et al., 2005). Salah satu senyawa di dalamnya yaitu CAPE (Cafeic Acid Phenethyl
Esther), beberapa menjelaskan evaluasi secara in vitro efek propolis dalam
mengaktivasi makrofag menunjukkan propolis meningkatkan pembentukan H2O2
di dalam sel ini (Orsi et al., 2000). Ivanovska et al. (1993) meneliti efek kompleks
caffeic acid dan simanat dengan lisin, menunjukkan asam sinamat menghambat
pembentukan H2O2 oleh peritoneum makrofag, ketika caffeic acid diinduksi
dalam produksi itu. Krol et al. (1995) melaporkan bahwa flavon menghambat
secara langsung luminol-chemoluminescence murin makrofag oleh mekanisme
involusi posforilasi protein kinase C. Indikasi lainnya dari aktivasi makrofag
adalah pembentukan nitrat oksida (NO), dari L-arginin oleh sintesis nitrat oksida
(NOS) (Macfarlaane et al., 1999; Novelli, 2005). NO penting dalam mekanisme
56
mikrobisida dari makrofag untuk menghambat sintesis DNA, respirasi
mitokondria dan transport aktif dalam membran fungi dan bakteri (Chan et al.,
1992; Macmicking et al., 1997). Di samping itu, NO juga merupakan
neutransmissor vasodilator penting dan mediator seluler dari perbaikan jaringan
(Chakraborty et al., 2006).
Menurut Sforcin (2007) menerangkan dalam penelitiannya bahwa aksi
propolis sebagai imunomodulator disebabkan dari produk turunan tanaman dan
isolat ekstrak dari sumber tanamannya tidak memiliki efek yang sama dalam
pengujian tersebut. Mungkin ada efek sinergis, hal ini yang menyebabkan setiap
propolis memiliki aktivitas farmakologi yang berbeda.
Menurut Sriningsih dan Wibowo pada penelitiannya tahun 2006, beberapa
penelitian efek imunitas dari ekstrak atau isolat tanaman menunjukkan bahwa efek
yang muncul sangat tergantung dari dosis uji, dimana efek
imunosupresi/sitotoksik akan muncul manakala dilakukan pada dosis besar.
Sementara efek imunostimulan akan terlihat pada dosis rendah (Wagner, 1999).
Imunosupresi merupakan suatu tindakan untuk menekan respons imun, sedangkan
imunostimulan bekerja dengan cara memperbaiki fungsi sistem imun
menggunakan bahan yang merangsang sistem imun (Baratawidjaja, 2006). Hal
serupa diperkuat oleh (Pinca et al., 2013) dalam penelitiannya yaitu sifat
flavonoid sebagai imunomodulator dapat berubah menjadi imunosupresan
terhadap rerata indeks daya fagosit makrofag, ketika diberikan dalam dosis yang
besar dan dalam jangka waktu yang lama.
57
Dari hasil tersebut ekstrak metanol daun namnam dan propolis dapat
meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag, maka keduanya
memiliki kemampuan sebagai imunomodulator. Namun demikian, perlu adanya
penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas imunomodulator ekstrak metanol daun
namnam dan propolis. Berhubung efek imunomodulator disebabkan oleh
mekanisme sistem tubuh yang kompleks, maka perlu menggunakan metode uji
yang lebih komprehensif (Sriningsih, 2006).
58
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Ekstrak daun namnam dan propolis memiliki kemampuan
imunomodulator berdasarkan peningkatan aktivitas dan kapasitas
fagositosis makrofag dibandingkan dengan kontrol negatif.
2. Sampel ekstrak daun namnam memiliki kemampuan imunomodulaor
optimal pada konsentrasi 1000 ppm (86% dan 689) dengan peningkatan
nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis (30% dan 202).
3. Sampel propolis kemampuan imunomodulaor optimal pada konsentrasi
1000 ppm (93% dan 1621) dengan peningkatan nilai aktivitas dan
kapasitas fagositosis (37% dan 1134).
4. Nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis kedua sampel ekstrak metanol
daun namnam masih dibawah kontrol pembanding yang merupakan
produk imunomodulator komersil (stimuno) (93% dan 1106), sedangkan
hasil penetapan pada sampel propolis menunjukkan hasil lebih tinggi
daripada produk komersil tersebut.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan uji toksisitas ekstrak daun namnam dan propolis untuk
mengetahui apakah sampel bersifat toksik atau tidak terhadap makrofag.
59
2. Perlu dilakukan serangkaian pengujian secara in vivo lebih lanjut untuk
mengetahui jenis cara kerja imunomodulator ekstrak daun namnam dan
propolis.
60
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A.K. dan Lichtman, A.H. 2005. Cellular and Molecular Immunology Edisi4, 5. Elsevier Saunders. Philadelphia.
Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta (ID): Karnunika.
Adiyati, P.N. 2011. Ragam Jenis Ektoparasit Pada Hewan Coba Tikus Putih(Rattus Norvegicus) Galur Sprague Dawley. Bogor: Fakultas KedokteranHewan Institut Pertanian Bogor.
Aziz, A.F.A. dan Iqbal, M. 2013. Antioxidant Activity and PhytochemicalComposition of Cynometra cauliflora. Journal of Experimental andIntegrative Medicine. 3(4):337-341.
Bankova, V.S., De Castro SL, Marcucci, M.C. 2000. Propolis: recent advances inchemistry and plant origin. Apidologie. 31: 3-15.
Baratawidjaja, K.G. 1988. Imunologi Dasar. Balai Penerbit Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia
Baratawidjaja, K.G. 2002. Imunomodulasi. Dalam: Imunologi dasar. Edisi 5.Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Baratawidjaja, K.G. dan Rengganis, I. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: BalaiPenerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
Barbuto, J.A.M., Hers, E.M., Salmon, S.E. 2003. Imunofarmakologi dalamfarmakologi dasar dan klinik. Katzung BG. 6: 904-6.
Beekeeping dan Crane, E. 1988. Science, Practice and World Resourses.Heinemann London.
Bellanti, J.A..1993. Imunologi III. Diterjemahkan oleh Wahab AS, Soeripto N.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1993. hal. 1, 7-8,18.
Campbell, N.A., Reece J.B., Mitchell L.G. 2004. Biologi Edisi 5 Jilid 3. Jakarta:Erlangga.
Challem, J. 2004. Tuberculosis, Medical Journals Document Value of BeePropolis, Honey and Royal Jelly. The Nutrition Reporter 2004. Dalam:Indeks Daya Fagosit Makrofag Peritoneum Setelah Pemberian Propolis PadaMencit (Mus Musculus). Fakultas Kedokteran Universitas Islam SultanAgung (Unissula) Semarang.
61
Chairul. 2009. Phagocytosis Effectivity Test of Phenylbutenoid CompoundsIsolated from Bangle (Zingiber cassumunarRoxb.) Rhizome. Journal ofBiological Diversity. 10 (1): 40-43
Chan, J., Xing, Y., Magliozzo, R.S., Blomm, B.R., 1992. Killing of VirulentMycobacterium Tuberculosis by Reactive Nitrogen Intermediates Producedby Activated Murine Macrophages. The Journal of Experimental Medicine175, 1111–1122.
Chakraborty, P.D., Bhattacharyya, D., Pal, S., Ali, N., 2006. In Vitro Induction ofNitric Oxide by Mouse Peritoneal Macrophages Treated With HumanPlacental Extracts. International Immunopharmacology 6, 100–107.
Cuesta, A., Rodr´ıguez, A., Esteban, M.A., Meseguer, J.. 2005. In Vivo Effects ofPropolis, A Honeybee Product, On Gilthead Seabream Innate ImmuneResponses. Fish & Shelfish Immunology 18, 71–80.
Cuningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J., SpongC.S., editors. William’s Obstetric. 2014. New york: McGraw Hill.; 24: 266 p
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Parameter Standar Umum EkstrakTumbuhan Obat. Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat danMakanan; 2000, Hal. 1-11.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Parameter Standar UmumEkstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat danMakanan. Hal 1-17.
Dimov, V., Ivanovska, N., Manolova, N., Bankova, V., Nikolov, N. dan Popov.1991.Immunomodulatory action of propolis: Influence on anti-infectiousprotection and macrophage function. Apidologie, 22:155-162.
Djauzi, S. 2003. Perkembangan obat imunomodulator. Med J Ked. 4(2): 13-5.
Estany, S., Palacio, J.R., Barnadas, R., Sabes, M, Iborra A, Martinez P.Antiioxidant activity of N-acetylcysteine, flavonoids and α-tocopherol onendometrial cells in culture. J Repro Immun. Elsevier. 2007; 1-10.
Febriansyah, A.R. 2009. Uji Efek Imunomodulator Ekstrak Metanol Daun danKulit Batang Rhodamnia cinerea Jack Melalui Pengukuran Aktivitas danKapasitas Fagositosis Sel Makrofag Peritoneum Mencit Yang DiinduksiStaphylococcus epidermidis Secara In Vitro. Skripsi. Program Studi FarmasiFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Finlay, T. M., Abdulkhalek, S., Gilmour, A., Guzzo, C., Jayanth, P., Amith, S. R.,.Szewczuk, M. R. 2010. Thymoquinone-induced Neu4 sialidase activates
62
NFkappaB in macrophage cells and pro-inflammatory cytokines in vivo.Glycoconj J, 27(6), 583-600. doi: 10.1007/s10719-010-9302-5. DalamAkrom Dan Fatimah. Ekstrak Heksan Biji Jintan Hitam (Nigella Sativa L)Meningkatkan Aktivitas Fagositosis Makrofag Tikus Betina Galur Sd(Sprague Dawley) Yang Diinduksi Dmba (7,12dimetilbenz(Α)Antrasen)Secara In Vitro. Pharmaciana, Vol. 5, No. 1, 2015: 69-76.
Fischer, G., Conceic¸ ˜ao, F.R., Leite, F.P.L., Dummer, L.A., Vargas, G.D.,H¨ubner, S.O., Dellagostin, O.A., Paulino, N., Paulino, A.S., Vidor, T.,2007. Immunomodulation produced by a green propolis extract on humoraland cellular responses of mice immunized with SuHV-1.Vaccine 25, 1250–1256.
Francis, G., Zohar K., Harinder, P.S.M., dan Klaus B. 2002. The biological actionof saponins in animal sistems. British Journal of Nutrition. 88: 587–605.
Fuente, M.D. dan Victor, V.M. 2000. Antioxidants as modulator of immunefunction. In immunology and cell biology; 78: 49-54.
Gao, J., Mitchell, L.A., Lauer, F.T., Burchiel, S.W.., 2008, p53and ATM/ATRRegulate 7,12-Dimethylbenz(a)anthracene InducedImmunosuppression,Molecular Pharmacology, 73:137.
Garcia, C.R.S.. 1999. Calcium Homeostasis and Signaling in the Blood–StageMalaria Parasite. Parasitology Today. 15. 12:488–491.
Ghisalberti, E.L. 1978. Propolis: a review., Bee Wld. 60: 59–84.
Gordaliza, M. 2007. Natural Product As Leads For anticancer Drug, ClinicalTransl. Oncology, Milan: Springer Milan 9 : 767 -776.
Grotewold, E. 2006. The Science of Flavonoids. Springer Science and BusinessMedia Inc. United States of America.
Hady, Abd El FK., dan Hegazi, A.G. 2002. Egyptian Propolis: 2. chemicalcomposition, antiviral and antimicrobial activities of east Nile Deltapropolis. Dokki, Giza, Egypt: Departments of Chemistry of Natural Productsand Parasitology. National Research Center. 57: 386-394.
Handajani, J. 2013. Minyak Atsiri Temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.,Zingiberaceae) Meningkatkan Aktivitas Fagositosis Neutrofil Terpapar A.actinomycetemcomitans. The International Symposium on Oral and DentalSciences. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi UGM.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern MengekstraksiTumbuhan. Terjemahan Padmawinata. K. Bandung (ID): Penerbit ITB.
63
Haslam, E. 1996. Natural Polyphenols (Vegetable Tannins) as Drugs:Possiblemodes of Action. J. Nat. Prod. 59: 205-215.
Harley, J.P., Prescott, L.M. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology, FifthEdition. The Mc Graw Hill Companies. San Francisco 79: 446-447.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jilid 1. Jakarta: Yayasan SaranaWan Jaya.
Hollman, P.C.H., M.G.L. Hertog dan M.B. Katan, 1996. Analysis and HealthEffects of Flavonoids. Food Chemistry. 57 (1) : 43-46.
Ikram, E.H.K., Eng, K.H, Jalil, A.M.M., Ismail, A., Idris, S., Azlan, A., NazriH.S.M., Diton, N.A.M., Mokhtar, R.A.M. 2009. Antioxidant capacity andtotal phenolic content of Malaysian underutilized fruit. J Food Comp Anal.22:388-93.
Inalci, M. et.al. 2005. Use of Cancer Chemopreventive Phytochemicals asAntineoplastic Agents, Lanset Oncol. 6;899 – 904.
Ivanovska, N.D., Dimov, V.B., Pavlova, S., Bankova, V., Popov, S.. 1995a.Immunomodulatory action of propolis. V. Anticomplementary activity of awater-soluble derivative. Journal of Ethnopharmacology 47, 135–143.
Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A. 2001. Mikrobiologi Kedokteran EdisiXXII, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas KedokteranUniversitas Airlangga. Jakarta: Penerbit Salemba Medik. 205-209.
Jensch-Junior, B.E., Pressinotti, L.N., Borges, J.C.S., deSilva, J.R.M.C. 2006.Characterization of macrophage phagocytosis of the tropical fishProchilodus scrofa (Steindachner, 1881). Aquaculture. 251:509–515.
Kamperdick, C., Adam, G., Van, N.H., Sung, T.V. 1997. Chemical Constituentsof Madhuca pasquiery. Zeitschrift für Naturforschung. 52:295-300.
Kardinan, A. dan Kusuma, F.R.. 2004. Meniran Penambah Daya Tahan TubuhAlami, Cetakan ke-1, 5, 10, 11. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Krell, R. 1996. Value-added products from beekeeping, FAO Agricultural ServiceBull., No. 124.
Kresno, S.B. 2001. Respons Imun Pada Infeksi. Imunologi: Diagnosis danProsedur Laboratorium Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Penerbit FakultasKedokteran Universitas Indonesia
64
Krol, W., Czuba, Z.P., Threadgill, M.D., Cunningham, B.D.M., Shani, J..1995.Modulation of Luminol-Dependent Chemiluminescence of MurineMacrophages by Flavone And Its Synthetic Derivatives. Arzneimittel-Forschung/Drug Research. 45, 815–818.
Kusmardi, Kumala, S., Triana, E.E. 2007. Efek Imunomodulator Ekstrak DaunKetepeng Cina (Cassia Alata L.) Terhadap Aktivitas dan KapasitasFagositosis Makrofag. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 2: 50-53.
Kurniasih, Nunung, Kusmiyati, M., Nurhasanah, Sari, RP, Wafdan, R. 2015.Potensi Daun Sirsak (Annona Muricata Linn), Daun Binahong (AnrederaCordifolia (Ten) Steenis), Dan Daun Benalu Mangga (DendrophthoePentandra) Sebagai Antioksidan Pencegah Kanker. Volume IX No.1.
Kustiawan, P.M., Wahyuono, S., dan Yuswanto, A. 2012. Isolasi dan IdentifikasiSenyawa Imunostimulan Non Spesifik In Vitro dari Daun Sirih Merah (Pipercrocatum Ruiz & Pav.). Thesis. Program Pascasarjana Fakultas FarmasiUGM.
Lenny, S. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktivitas Kandungan Kimia Utama PudingMerah dengan Metode Uji Brine Shrimp. Medan: USU Repository.
Lyu, S.Y. dan Park, W.B. 2005. Production of Cytokine and NO by RAW 264.7Macropaghes and PBMC in vitro incubation with flavonoids. Arch. Pharm.Res. 28: 573-581
Ma’at, S. 2004. Tanaman Obat Untuk Pengobatan Kanker (Bagian 3). JurnalBahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 3, No. 2.
Macfarlane, A.S., Schwacha, M.G., Eisenstein, T.K., 1999. In Vivo Blockage ofNitric Oxide with Aminoguanidine Inhibits Immunosuppression Induced byan Attenuated Strain of Salmonella Typhimurium, Potentiates SalmonellaInfections, and Inhibits Macrophage and Polymorphonuclear LeukocyteInfluxinto The Spleen. Infection and Immunity 67, 891–898.
Macmicking, J., Xie, Q.W., Nathan, C., 1997. Nitric oxide and macrophagefunction. Annual Review of Immunology 15, 323–350.
Margaretha, I. 2012. Kajian Senyawa Bioaktif Propolis Trigona Spp. SebagaiAgen Anti Karies Melalui Pendekatan Analisis Kimia Dipandu DenganBioassay. Disertasi. Universitas Indonesia.
Marliana, S.D., Suryanti, V., Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan AnalisisKromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechiumedule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3 (1): 26-31.
Marquez N., Sancho R., Macho A..2004. Caffeic Acid Phenethyl Ester Inhibits T-Cell Activation by Targeting Both Nuclear Factor of Activated T-Cells and
65
NF-B Transcription Factors. J Pharmacol Exp Ther (JPET), 308, 993-1001.
Mathilda, W.B. 1987. Immnomodulator. Jurusan Farmasi Institute TeknologiBandung. Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Halaman 44-46.
McGahon, A.J., Martin, R.P., Bissonnette, R.P., Mahboubi, A., Shi, Y., Mogil,R.J., Nishioka, W.K., Green, D.R. 1995. The end of the (cell) line: Methodsfor the study of apoptosis in vitro. Dlm. Methods in Cell Biology. NewYork: Academic Press Inc. dalam Omar et al. 2010.. Penyaringan AntikanserEkstrak Etanol daripada Famili Piperaceae Terpilih dan Penentuannyamelalui Pewarnaan Tripan Biru. Sains Malaysiana
Middleton, E.J.R., Kandaswami, Chithan, Theoharides, Theoharis C. 2000. TheEffects of Plant Flavonoids on Mammalian Cells: Implications forInflammation, Heart Disease, and Cancer. Pharmacol Rev 52:673–751.Diakses melalui http://www.pharmrev.org pada tanggal 4 Desember 2009.
Missima, F. dan Sforcin, J.M. 2007. Green Brazilian Propolis Action OnMacrophages And Lymphoid Organs of Chronically Stressed Mice. OriginalArticle. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, in press.
Mor, G. dan Abraham ,V.M. 2008. The immunology of pregnancy. In: MooreMR, Lookwood RJ, editors. Creasy and Resnik’s Maternal Fetal Medicine.New York: Elsevier; 6: 88-90.
Moriyasu, J., Arai, S., Motoda, R., Kurimoto, M.. 1994. In Vitro Activation ofMouse Macrophage by Propolis Extract Powder. Biotherapy 8, 364–365.
Nugroho, Y.A. 2012. Efek Pemberian Kombinasi Buah Sirih (Piper betle L.)Fruit, Daun Miyana (Plectranthus scutellarioides (L.) R. BR.) Leaf, Madudan Kuning Telur Terhadap Peningkatan Aktivitas dan Kapasitas FagositosisSel Makrofag. Artikel. 22 (1).
Orsi, R.O., Funari, S.R.C., Soares, A.M.V.C., Calvi, S.A., Oliveira, S.L., Sforcin,J.M., Bankova, V., 2000. Immunomodulatory action of propolis onmacrophage activation. The Journal of Venomous Animals and Toxins 6,205–219.
Oteiza, Patricia, I., Erlejman, Alejandra G., Sandra, Verstraeten, V., Keen. CarlL., Fraga, Csar, G. 2006. Flavonoid-membran interactions: A protective roleof flavonoids at the membran surface?. Clinical & DevelopmentalImmunology, Volume 12, Issue 1 March 2005. Dalam Kusuma, DY. EfekPemberian Filtrat Daun Sambung Nyawa (Gynura Procumbens Lour.Merr.) Terhadap Aktifitas Sel Kupffer Pada Mencit Putih (Mus MusculusLinn.).
66
Palombo E.A . 2011. Traditional Medicinal Plant Extracts and Natural Productswith Activity against Oral Bacteria: Potential Application in the Preventionand Treatment of Oral Diseases. Hindawi Publishing Corporation,Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. Article ID680354, 15 pages.
Park, J.H., Lee, J.K., Kim, H.S., Chung, S.T., Eom, J.H., Kim, K.A., Chung, S.J.,Paik, S.Y., Oh, H.Y., 2004. Immunomodulatory effect of caffeic acidphenethyl ester in BALB/c mice. International Immunopharmacology 4,429–436.
Parmer, V.S., Jain, S.C., Bisht, K.S., Jain, R., Taneja, P., Jha, A., Tyagi, O.D.,Prasad, A.K., Wengel J., Olsen, E.S., Boll, P.M.. 1997. Phytochemistry ofThe Genus Piper, 46: 597-673.
Parolia, A, Thomas M.S, Kundabala, M., Mohan, M. 2010. Propolis and itspotential uses in oral health. Int. J. Med. and Medical Sci; 2(7): 210-215.
Patil, US.., Jaydeokar, A.V., Bandawane, D.D. 2011. Immunomodulators: Apharmacologycal review. Intr J Pharm, Pharm Scien.14: 30-6
Pechorsky, A., Nitzan, Y., Lazarovitch, T. 2009. Identification of pathogenicbacteria in blood cultures: comparison between conventional and PCRmethods. J Microbiol Meth 78:325-330.
Pinca, S., Djati M.S., Rifa’I, M. 2013. Analisis Mobilisasi Sel T CD4+ dan CD8+
pada Timus Ayam Pedaging Pasca Infeksi Salmonella typhimurium danPemberian Simplisia Polyscias obtuse. Jurnal Biotropika Volume 1 No.1,Malang: Universitas Brawijaya.
Quattrochi, U. 2000. CRC World Dictionary of Plant Names: Common Names,Scientific Names, Eponyms, Synonyms, and Entimology. Francis.
Rabeta, M.S. dan Faraniza, N. 2013. Total phenolic content and ferric reducingantioxidant power of the leaves and fruits of Garcinia atrovirdis andCynometra cauliflora. International Food Research Journal 20(4): 1691-1696.
Ranjith, M.S. 2008. Enhanced Phagocytosis and Antibody Production byTinospora cordifolia – A new dimension in Immunomodulation. AfricanJournal of Biotechnology. 7 (2), 081-085
Robinovitch, M. 1995.Proffesional and non-Proffesional Phagocytes anIntroduction. Trends In Cell Biology. Vol: 5, 85-87.
Sadikin, M. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta: Widya Medika.
67
Safitri, E. 2000. Studi Tentang Efek Imunostimulan Tilosin Terhadap PeningkatanRespon Kekebalan Nonspesifik. Skripsi. Jakarta: Fakultas FarmasiUniversitas Pancasila.
Sa-Nunes, A., Faccioli, L.H., Sforcin, J.M. 2003. Propolis: lymphocyteproliferation and IFN-_ production. Journal of Ethnopharmacology 87, 93–97
Sarisetyaningtyas, P.V., Hadinegoro, S.R., dan Munasir, Zakiudin. 2006.Randomized controlled trial of Phyllanthus niruri Linn extract. PaediatricaIndonesiana volume 46.
Sears, B. dan Saenz, R. 2011. Intisari Mikrobiologi dan Imunologi. Jakarta: EGC.
Setyowati, W.A.E., Ariani, S.R.D., Ashadi, Mulyani, B., Rahmawati, C.P. 2014.Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak MetanolKulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas Petruk. MakalahPendamping Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia VI 271-280.
Sforcin, J.M. 2007. Propolis and the immune system: a review. Journal ofEthnopharmacology. 113 (1): 1-14.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem (Human Physiology:From Cells To Systems) Edisi 2. Diterjemahkan oleh Brahm U. Pendit.Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC.
Siadi, K. 2012. Ekstrak Bungkil Buji Jarak Pagar (Jatropha curcas) SebagaiBiopestisida Yang Efektif Dengan Penambahan NaCl. Jurnal MIPA. 35(1).
Silva, C. A. da, Pinheiro, J.W., Fonseca, N.A.N., Cabrera, L., Novo, V.C.C.,Silva, M.A.A. da, Canteri, R.C., Hoshi, E. H., 2002. Sunflower meal as feedto swine during the growing and finishing phase: digestibility, performanceand carcass quality. Rev. Bras. Zootec., 31 (2) Suppl.: 982-990
Sirois, M. 2005. Laboratory Animal Medicine : Principles and Procedures.United States of America: Mosby, Inc. Dalam: Ragam Jenis EktoparasitPada Hewan Coba Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Galur Sprague Dawley.Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Sjahrurachman, A., Sukmana, N., Setiati S., Munazir Z., Rubiana, H., Nelwan,Lesmana dan Dianiati. 2004. Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal.Jurnal HTA Indonesia
68
Sriningsih dan Wibowo, A.E. 2006. Efek Pemberian Ekstrak Etanol HerbaMeniran (Phyllanthus niruri L.) Terhadap Aktivitas dan KapasitasFagositosis Makrofag Peritoneum Tikus. Artocarpus. Vol.6, No.2: 91-96.
Sriningsih dan Wibowo, A.E. 2009. Efek Imunostimulan Ekstrak Meniran(Phyllanthus niruri L.) Secara In Vivo Pada Tikus. Jurnal Bahan AlamIndonesia. ISSN 1412-2855 Vol.7, No.1: 15-18.
Sudarsono, 1996. Tumbuhan Obat (Hasil Peneltian, Sifat- Sifat dan Penggunaan).Yogyakarta: PPOT UGM.
Suhirman, S., dan Winarti, C. 2007. Prospek dan Fungsi Tanaman Obat SebagaiImunomodulator. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
Sukandar, D. dan E. R. Amelia. 2013. Karakterisasi Senyawa Aktif Antioksidandan Antibakteri dalam Ekstrak Etanol Buah Namnam (Cynometra caulifloraL.). Valensi. 3(1): 34-38.
Sumarlin, L., Suprayogi, A., Rahminiwati A., Tjachja A., dan Sukandar D.,Bioactivity of Methanol Extract of Namnam Leaves in Combination withTrigona Honey, J. Teknol. dan Industri Pangan. 26(2): 144-154.
Sunaryo, H., Chairul, Winaningrum. 2007. Uji Efek Imunomodulator EkstrakDaun, Kulit Batang, dan Buah Ki Pahit (Picrasma javanica Blume). Dalam:FAKTA (Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Eksakta) Vol.3 (3). Jakarta: FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Prof. Dr. Hamka. Hal121-126.
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.Edisi kelima. Penerjemah: Setiono, L. dan A.H. Pudjaatmaka. PT KalmanMedia Pusaka, Jakarta.
Talaro, Kathlee P. 2008. Foundation in Microbiology: basic principle. SixthEdition. New York. McGraw-Hill Company
Tatefuji,T., Izumi, N., Ohta,T., Arai, S., Ikeda, M.,Kurimoto, M. 1996. Isolationand identification of compounds from Brazilian propolis which enhancemacrophage spreading and mobility. Biological & Pharmaceutical Bulletin19, 966–970.
Thabrew, M.I., de Silva, K.T., Labadie, R.P., de Bie PULA, van den Berg, P.1991. Immunomodulatory activity of three Sri Lanka medicinal plants usedin hepatic disorder. J Ethnopharmacol. 74(9): 63-6.
Tizard, I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi Ke 2. Terjemahan MasdukiPartodirejo. Airlangga University Press, Surabaya.
69
Tringali, C. 2001. Bioactive Compound from Natural Sources. London: Taylorann Francis Inc. 164-165.
Ulya, A.N., 2012, Efek Peningkatan Aktivitas Fagositosis Makrofag FraksiKloroformEkstrak Etanol Kelopak Rosella (Hibiscus ssabdarifa L) secara invitro. Skripsi. Fakultas Farmasi. UAD, Yogyakarta. Dalam Akrom danFatimah. Ekstrak Heksan Biji Jintan Hitam (Nigella Sativa L) MeningkatkanAktivitas Fagositosis Makrofag Tikus Betina Galur Sd (Sprague Dawley)Yang Diinduksi Dmba (7,12dimetilbenz(Α)Antrasen) Secara In Vitro.Pharmaciana, Vol. 5, No. 1: 69-76
Utami, R. 2009. Uji Efek Imunomodulator Kapur Sirih (CaCO3) TerhadapAktivitas Dan Kapasitas Fagositosis Sel Makrofag Peritoneum MencitSecara in vivo . Skripsi. Program Sarjana Farmasi UIN Syarif HidayatullahJakarta:44.
Wade, C. 2005. Can Bee Propolis Rejuvenate The Immune System?www.thenaturalshopper.com/buybee- supplements/article.htm. Dalam:Pengaruh Pemberian Ekstrak Propolis Terhadap Sistem Kekebalan SelulerPada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Strain Wistar. Malang: UniversitasBrawijaya.
Wagner, H., 1985. Immunostimulants from medicinal plants. In Advances inChinese medicinal materials research (Eds.) H.M. Chang; H.W. Yeung;W.W. Tso and A. Koo. World Scientific Publ. Co. Singapura : 159-170.
Wagner, H. 1999. Immunomodulatory Agents From Plants: Search for PotentImmunostimulant Agents from Plants and Other Natural Sources. In: Bohlin,L. dan J.G. Bruhn (eds.) Bioassay Methods in Natural Product Research andDrug. Basel: Kluwer Academic Publisher.
Wagner H dan Jurcic K. 1991. Assays for immunomodulation and effects onmediators of inflammation. Dalam: Dey PM, Harbone JB, editor. Methods inplants biochemistry:assays for bioactivity. Volume ke-6. Academic Pr.
Warsa, U.C., Karsinah, L.H.M., Suharto, Mardiastuti, H.W. 1994. MikrobiologiKedokteran. EGC, Jakarta: 111.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press.
You, K.M., Son, K.H., Chang, H.W., Kang, S.S., Kim, H.P., 1998. Vitexicarpin, aflavonoid from the fruits of Vitex rotundifolia, inhibits mouse lymphocyteproliferation and growth of cell lines in vitro. Planta Medica 64, 546–550.
70
Yu, L., Yueh-Hsiung, K., Yun-Lian, L. Wenchang, C. 2009. Antioxidative Effectand Active Component from Leaves of Lotus (Nelumbo nucifera). J. Agric.Food Chem 57 (15): 6623-6629. DOI: 10.1021/jf900950z.
Yulinery T., Nurhidayat, N. 2012. Penggunaan Ekstrak Fermentasi Beras Daribeberapa Jenis Monascus Purpureus Untuk Aktivitas In Vitro FagositosisSel Makrofag dan Polimorfonuklear Peritoneum Mencit SebagaiImmunomodulator. Berita Biologi 11(2). Bidang Mikrobiologi, PusatPenelitian Biologi-LIPI.
Zalikoff, J.T., Enane, A.E., Bowser, D., Squibb, K.S., Frenkel, K. 1991.Development of Fish Peritoneal Macrophages as a Model for HigherVertebrates in Immunotoxicological Studies I. Characterization of TroutMacrophage Morphological, Functional, and Biochemical Properties.Toxycological Science. Oxford Journal.Volume 16, Issue 3. Pp. 576-589.
71
Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian
Daun Namnam Propolis
Ekstraksi Daun Namnam
Pembuatan Suspensi BakteriStaphylococcus epidermidis
Penyiapan makrofag daricairan peritoneum tikus
Uji Fagositosis
Pengamatan
Analisis Data
Preparasi sampel uji
Uji Viabilitas
72
Lampiran 2. Bagan Ekstraksi Daun Namnam
2000 gram Daun Namnam
Dikeringkan dengan cara dijemur
Dihancurkan hingga menjadi serbuk
Dimaserasi dengan pelarut metanolsebanyak 7 liter selama 24 jam
Disaring, diperoleh filtrat pertama,sisihkan
Residu dimaserasi lagi menggunakanpelarut yang sama sebanyak 3,5 literselama 9 jam, didapat filtrat kedua
Kedua filtrat dicampur, dimasukkan kedalam alat rotary evaporator pada suhu 45-
50oC hingga diperoleh ekstrak kental
73
Lampiran 3. Bagan Penyiapan Suspensi Bakteri Staphylococcus epidermidis
Diambil 1 ose bakteri S. epidermidis dari kultur
Ditanam ke dalam 30 ml medium NB
Dikocok di dalam shaker incubatorkecepatan 120 rpm selama 24 jam
Diambil 10 ml dan ditanam ke dalam90 ml medium NB
Dikocok kembali selama 3 jamkecepatan 120 rpm (fase midlog)
Dimasukkan sebanyak 10 ml ke dalamtabung dan disentrifus kecepatan 3000
rpm selama 1 jam
Supernatan Endapan
+ 10 larutan PBS sterilpH 7,8
Diukur dengan spektrofotometerUV-Vis λ= 580 nm, 25% T setara
dengan 109 sel/ml
74
Lampiran 4. Bagan Penyiapan Makrofag dari Peritoneum Tikus
Tikus (Rattus governicus) galurSpreagu Dawley bobot 200- 280 gram
Dianestesia menggunakan eter didalam toples
Direntangkan di atas papan bedah,perut tikus diusap dengan etanol 70%
Dibedah menggunakan alatbedah steril
Ditambahakan 2-3 ml larutas PBSsteril ke dalam rongga peritoneum,
dipijat-pijat selama 2 menit
Diambil cairan peritoneumnyadengan bantuan spuit steril
Dimasukkan ke dalam vial steril, tutuprapat, ditempat dalam cooling box
Dihitung % viabilitas menggunakanhemasitometer dan pengamatan di bawahmikroskop (digunakan larutan tripan biru
untuk membantu penghitungan)
Disetarakan dengan hemositometer hinggapopulasi makrofag setara dengan 107 sel/ml
makrofag
75
Lampiran 5. Cara Penghitungan Jumlah Makrofag dalam Hemositometer
1. Hemositometer terdiri dari 4 kamar hitung. Setiap kamar hitung terdiri dari
16 kotak.
2. Hitung sel pada 4 kamar hemositometer. Sel yang gelap (mati) dan sel
yang berada dibatas luar di sebelah atas dan di sebelah kanan tidak ikut
dihitung. Sel di batas kiri dan batas bawah ikut dihitung.
3. Jumlah % viabilitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
N sel hidup% Viabilitas = x 100%
N sel hidup + N sel mati
76
Lampiran 6. Bagan Uji Fagositosis
KONTROLNEGATIF
200 µl makrofagperitoneum tikus 107
sel/ml + 200 µlsuspensi bakteri
S.epidermidis 109
sel/ml + 200 µlaquades
KONTROLPOSITIF
200 µl makrofagperitoneum tikus
107 sel/ml + 200 µlsuspensi bakteri
S.epidermidis 109
sel/ml + 200 µllarutan
pembanding (ST®)
SAMPEL UJI(EDN)
200 µl makrofagperitoneum tikus 107
sel/ml + 200 µlsuspensi bakteri
S.epidermidis 109
sel/ml + 200 µllarutan ekstrak uji 1,
10, 100, 1000,10000 ppm
SAMPEL UJI(PROPOLIS)
200 µl makrofagperitoneum tikus 107
sel/ml + 200 µlsuspensi bakteri
S.epidermidis 109
sel/ml + 200 µllarutan ekstrak uji 1,10, 100, 1000, 10000
ppm
Diinkubasi 37oC selama 45 menit
+ 50 µl larutan EDTA 0,2 M
Dibuat preparat apus, dikeringkandi udara
Direndam ke dalam larutanGiemsa 4% selama 45 menit
Diangkat lalu bilas denganaquades, biarkan mengering
Diamati di bawah mikroskopperbesaran 400x
Ditetapkan nilai aktivitas dankapasitas fagositosis
Difiksasi menggunakan metanol,didiamkan 5 menit
Analisis Data
77
Lampiran 7. Hasil Pengamatan Aktivitas Fagositosis
Konsentrasi % Aktivitas FagositosisUlangan I Ulangan II Rata-Rata % Kenaikan Aktivitas
Kontrol Negatif 59 54 56 ± 3.5Kontrol Positif 93 94 93 ± 0.7 37Ekstrak Metanol DaunNamnam1 87 73 80 ± 9.8 2410 77 82 79 ± 3.5 23100 82 84 83 ± 1.4 271000 88 85 86 ± 2.1 3010000 - - - -Propolis1 96 94 95 ± 1.4 3910 63 72 67 ± 6.3 11100 83 89 86 ± 4.2 301000 93 93 93 ± 0 3710000 96 97 96 ± 0.7 40
78
Lampiran 8. Hasil Pengamatan Kapasitas Fagositosis
Konsentrasi Kapasitas FagositosisUlangan I Ulangan II Rata-Rata % Kenaikan Kapasitas
Kontrol Negatif 494 480 487 ± 9.8 -Kontrol Positif 1151 1062 1106 ± 62 619Ekstrak Metanol DaunNamnam1 933 808 870 ± 88 38310 850 726 788 ± 87 301100 755 639 697 ± 82 2101000 697 682 689 ± 10 20210000 - - - -Propolis1 691 889 790 ± 140 30310 587 597 592 ± 7 105100 1047 1023 1035 ± 17 5481000 1312 1931 1621 ± 437 113410000 357 287 322 ± 49 -165
79
Lampiran 9. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Aktivitas Fagositosis Ekstrak
Metanol Daun Namnam dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Deskripsi % Aktivitas Fagositosis
DescriptivesAktivitas
N MeanStd.
DeviationStd.Error
95% ConfidenceInterval for Mean
Minimum MaximumLowerBound
UpperBound
KN 2 56.50 3.536 2.500 24.73 88.27 54 59KP 2 93.50 .707 .500 87.15 99.85 93 94EDN 1 ppm 2 80.00 9.899 7.000 -8.94 168.94 73 87EDN 10 ppm 2 79.50 3.536 2.500 47.73 111.27 77 82EDN 100 ppm 2 83.00 1.414 1.000 70.29 95.71 82 84EDN 1000 ppm 2 86.50 2.121 1.500 67.44 105.56 85 88
EDN 10000 ppm 2 100.00 0.000 0.000 100.00 100.00 100 100Total 22 83.00 10.898 2.323 78.17 87.83 54 100
Uji Normalitas % Aktivitas FagositosisOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
AktivitasN 22
Normal Parametersa,b Mean 83.00Std.Deviation
10.898
Most Extreme Differences Absolute .200
Positive .141
Negative -.200Kolmogorov-Smirnov Z .938Asymp. Sig. (2-tailed) .343
a. Test distribution is Normal.b. Calculated from data.
Keputusan: Nilai signifikansi uji normalitas p > 0.05, menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal
80
Uji ANOVA % Aktivitas Fagositosis
ANOVAAktivitas
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Between Groups 3050.273 10 305.027 42.472 .000Within Groups 79.000 11 7.182Total 3129.273 21
Keputusan: Nilai signifikansi uji ANOVA p < 0.05, menunjukkan bahwa ada
perbedaan aktivitas yang signifikan antara perlakuan
81
Uji LSD % Aktivitas Fagositosis
Multiple ComparisonsDependent Variable: AktivitasLSD
(I) Konsentrasi
MeanDifference
(I-J)Std.Error Sig.
95% ConfidenceInterval
LowerBound
UpperBound
KN KP -37.000* 3.503 .000 -44.71 -29.29EDN 1 ppm -23.500* 3.503 .000 -31.21 -15.79EDN 10 ppm -23.000* 3.503 .000 -30.71 -15.29EDN 100 ppm -26.500* 3.503 .000 -34.21 -18.79EDN 1000 ppm -30.000* 3.503 .000 -37.71 -22.29EDN 10000 ppm -43.500* 3.503 .000 -51.21 -35.79
KP KN 37.000* 3.503 .000 29.29 44.71EDN 1 ppm 13.500* 3.503 .003 5.79 21.21EDN 10 ppm 14.000* 3.503 .002 6.29 21.71EDN 100 ppm 10.500* 3.503 .012 2.79 18.21EDN 1000 ppm 7.000 3.503 .071 -.71 14.71EDN 10000 ppm -6.500 3.503 .091 -14.21 1.21
EDN 1 ppm KN 23.500* 3.503 .000 15.79 31.21KP -13.500* 3.503 .003 -21.21 -5.79EDN 10 ppm .500 3.503 .889 -7.21 8.21EDN 100 ppm -3.000 3.503 .410 -10.71 4.71EDN 1000 ppm -6.500 3.503 .091 -14.21 1.21EDN 10000 ppm -20.000* 3.503 .000 -27.71 -12.29
EDN 10 ppm KN 23.000* 3.503 .000 15.29 30.71KP -14.000* 3.503 .002 -21.71 -6.29EDN 1 ppm -.500 3.503 .889 -8.21 7.21EDN 100 ppm -3.500 3.503 .339 -11.21 4.21EDN 1000 ppm -7.000 3.503 .071 -14.71 .71EDN 10000 ppm -20.500* 3.503 .000 -28.21 -12.79
EDN 100 ppm KN 26.500* 3.503 .000 18.79 34.21KP -10.500* 3.503 .012 -18.21 -2.79EDN 1 ppm 3.000 3.503 .410 -4.71 10.71EDN 10 ppm 3.500 3.503 .339 -4.21 11.21EDN 1000 ppm -3.500 3.503 .339 -11.21 4.21EDN 10000 ppm -17.000* 3.503 .001 -24.71 -9.29
EDN 1000 ppm KN 30.000* 3.503 .000 22.29 37.71KP -7.000 3.503 .071 -14.71 .71EDN 1 ppm 6.500 3.503 .091 -1.21 14.21EDN 10 ppm 7.000 3.503 .071 -.71 14.71EDN 100 ppm 3.500 3.503 .339 -4.21 11.21EDN 10000 ppm -13.500* 3.503 .003 -21.21 -5.79
EDN 10000 ppm KN 43.500* 3.503 .000 35.79 51.21KP 6.500 3.503 .091 -1.21 14.21EDN 1 ppm 20.000* 3.503 .000 12.29 27.71EDN 10 ppm 20.500* 3.503 .000 12.79 28.21EDN 100 ppm 17.000* 3.503 .001 9.29 24.71EDN 1000 ppm 13.500* 3.503 .003 5.79 21.21
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
82
Lampiran 10. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Aktivitas Fagositosis
Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Deskripsi % Aktivitas Fagositosis
DescriptivesAktivitas
N MeanStd.
DeviationStd.Error
95% ConfidenceInterval for Mean
Minimum MaximumLowerBound
UpperBound
KN 2 56.50 3.536 2.500 24.73 88.27 54 59KP 2 93.50 .707 .500 87.15 99.85 93 94P 1 ppm 2 95.00 1.414 1.000 82.29 107.71 94 96
P 10 ppm 2 67.50 6.364 4.500 10.32 124.68 63 72P 100 ppm 2 86.00 4.243 3.000 47.88 124.12 83 89P 1000 ppm 2 93.00 0.000 0.000 93.00 93.00 93 93P 10000 ppm 2 96.50 .707 .500 90.15 102.85 96 97Total 22 83.82 12.207 2.603 78.41 89.23 54 97
Uji Normalitas % Aktivitas FagositosisOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
AktivitasN 22Normal Parametersa,b Mean 83.82
Std.Deviation
12.207
Most Extreme Differences Absolute .181
Positive .140
Negative -.181Kolmogorov-Smirnov Z .851Asymp. Sig. (2-tailed) .464
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Keputusan: Nilai signifikansi uji normalitas p > 0.05, menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal
83
Uji ANOVA % Aktivitas Fagositosis
ANOVAAktivitas
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Between Groups 3050.273 10 305.027 42.472 .000Within Groups 79.000 11 7.182
Total 3129.273 21
Keputusan: Nilai signifikansi uji ANOVA p < 0.05, menunjukkan bahwa ada
perbedaan aktivitas yang signifikan antara perlakuan
84
Uji LSD % Aktivitas Fagositosis
Multiple ComparisonsDependent Variable: AktivitasLSD
(I) Konsentrasi
MeanDifference
(I-J)Std.Error Sig.
95% ConfidenceInterval
LowerBound
UpperBound
KN KP -37.000* 2.680 .000 -42.90 -31.10P 1 ppm -38.500* 2.680 .000 -44.40 -32.60P 10 ppm -11.000* 2.680 .002 -16.90 -5.10P 100 ppm -29.500* 2.680 .000 -35.40 -23.60P 1000 ppm -36.500* 2.680 .000 -42.40 -30.60P 10000 ppm -40.000* 2.680 .000 -45.90 -34.10
KP KN 37.000* 2.680 .000 31.10 42.90P 1 ppm -1.500 2.680 .587 -7.40 4.40P 10 ppm 26.000* 2.680 .000 20.10 31.90P 100 ppm 7.500* 2.680 .017 1.60 13.40P 1000 ppm .500 2.680 .855 -5.40 6.40P 10000 ppm -3.000 2.680 .287 -8.90 2.90
P 1 ppm KN 38.500* 2.680 .000 32.60 44.40KP 1.500 2.680 .587 -4.40 7.40P 10 ppm 27.500* 2.680 .000 21.60 33.40P 100 ppm 9.000* 2.680 .006 3.10 14.90P 1000 ppm 2.000 2.680 .471 -3.90 7.90P 10000 ppm -1.500 2.680 .587 -7.40 4.40
P 10 ppm KN 11.000* 2.680 .002 5.10 16.90KP -26.000* 2.680 .000 -31.90 -20.10P 1 ppm -27.500* 2.680 .000 -33.40 -21.60P 100 ppm -18.500* 2.680 .000 -24.40 -12.60P 1000 ppm -25.500* 2.680 .000 -31.40 -19.60P 10000 ppm -29.000* 2.680 .000 -34.90 -23.10
P 100 ppm KN 29.500* 2.680 .000 23.60 35.40KP -7.500* 2.680 .017 -13.40 -1.60P 1 ppm -9.000* 2.680 .006 -14.90 -3.10P 10 ppm 18.500* 2.680 .000 12.60 24.40P 1000 ppm -7.000* 2.680 .024 -12.90 -1.10P 10000 ppm -10.500* 2.680 .002 -16.40 -4.60
P 1000 ppm KN 36.500* 2.680 .000 30.60 42.40KP -.500 2.680 .855 -6.40 5.40P 1 ppm -2.000 2.680 .471 -7.90 3.90P 10 ppm 25.500* 2.680 .000 19.60 31.40P 100 ppm 7.000* 2.680 .024 1.10 12.90P 10000 ppm -3.500 2.680 .218 -9.40 2.40
P 10000 ppm KN 40.000* 2.680 .000 34.10 45.90KP 3.000 2.680 .287 -2.90 8.90P 1 ppm 1.500 2.680 .587 -4.40 7.40P 10 ppm 29.000* 2.680 .000 23.10 34.90P 100 ppm 10.500* 2.680 .002 4.60 16.40P 1000 ppm 3.500 2.680 .218 -2.40 9.40
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
85
Lampiran 11. Hasil Analisa Data (Uji Statistik) Kapasitas Fagositosis
Ekstrak Metanol Daun Namnam dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Deskripsi Kapasitas Fagositosis
DescriptivesKapasitas
N MeanStd.
DeviationStd.Error
95% ConfidenceInterval for Mean
Minimum MaximumLowerBound
UpperBound
KN 2 487.00 9.899 7.000 398.06 575.94 480 494KP 2 1106.50 62.933 44.500 541.07 1671.93 1062 1151EDN 1 ppm 2 870.50 88.388 62.500 76.36 1664.64 808 933
EDN 10 ppm 2 788.00 87.681 62.000 .22 1575.78 726 850EDN 100 ppm 2 697.00 82.024 58.000 -39.96 1433.96 639 755EDN 1000 ppm 2 689.50 10.607 7.500 594.20 784.80 682 697EDN 10000 ppm 2 17.50 7.778 5.500 -52.38 87.38 12 23Total 22 655.73 367.517 78.355 492.78 818.67 12 1489
Uji Normalitas Kapasitas FagositosisOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KapasitasN 22
Normal Parametersa,b Mean 655.73Std.Deviation
367.517
Most Extreme Differences Absolute .164
Positive .085
Negative -.164Kolmogorov-Smirnov Z .768Asymp. Sig. (2-tailed) .598
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Keputusan: Nilai signifikansi uji normalitas p > 0.05, menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal
86
Uji ANOVA Kapasitas Fagositosis
ANOVAKapasitas
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Between Groups 2112994.364 10 211299.436 3.213 .034
Within Groups 723442.000 11 65767.455
Total 2836436.364 21
Keputusan: Nilai signifikansi uji ANOVA p < 0.05, menunjukkan bahwa ada
perbedaan aktivitas yang signifikan antara perlakuan
87
Uji LSD Kapasitas Fagositosis
Multiple ComparisonsDependent Variable: KapasitasLSD
(I) Konsentrasi
MeanDifference
(I-J)Std.Error Sig.
95% ConfidenceInterval
LowerBound
UpperBound
KN KP -619.500* 256.452 .034 -1183.95 -55.05EDN 1 ppm -383.500 256.452 .163 -947.95 180.95EDN 10 ppm -301.000 256.452 .265 -865.45 263.45EDN 100 ppm -210.000 256.452 .430 -774.45 354.45EDN 1000 ppm -202.500 256.452 .446 -766.95 361.95EDN 10000 ppm 469.500 256.452 .094 -94.95 1033.95
KP KN 619.500* 256.452 .034 55.05 1183.95EDN 1 ppm 236.000 256.452 .377 -328.45 800.45EDN 10 ppm 318.500 256.452 .240 -245.95 882.95EDN 100 ppm 409.500 256.452 .139 -154.95 973.95EDN 1000 ppm 417.000 256.452 .132 -147.45 981.45EDN 10000 ppm 1089.000* 256.452 .001 524.55 1653.45
EDN 1 ppm KN 383.500 256.452 .163 -180.95 947.95KP -236.000 256.452 .377 -800.45 328.45EDN 10 ppm 82.500 256.452 .754 -481.95 646.95EDN 100 ppm 173.500 256.452 .513 -390.95 737.95EDN 1000 ppm 181.000 256.452 .495 -383.45 745.45EDN 10000 ppm 853.000* 256.452 .007 288.55 1417.45
EDN 10 ppm KN 301.000 256.452 .265 -263.45 865.45KP -318.500 256.452 .240 -882.95 245.95EDN 1 ppm -82.500 256.452 .754 -646.95 481.95EDN 100 ppm 91.000 256.452 .729 -473.45 655.45EDN 1000 ppm 98.500 256.452 .708 -465.95 662.95EDN 10000 ppm 770.500* 256.452 .012 206.05 1334.95
EDN 100 ppm KN 210.000 256.452 .430 -354.45 774.45KP -409.500 256.452 .139 -973.95 154.95EDN 1 ppm -173.500 256.452 .513 -737.95 390.95EDN 10 ppm -91.000 256.452 .729 -655.45 473.45EDN 1000 ppm 7.500 256.452 .977 -556.95 571.95EDN 10000 ppm 679.500* 256.452 .023 115.05 1243.95
EDN 1000 ppm KN 202.500 256.452 .446 -361.95 766.95KP -417.000 256.452 .132 -981.45 147.45EDN 1 ppm -181.000 256.452 .495 -745.45 383.45EDN 10 ppm -98.500 256.452 .708 -662.95 465.95EDN 100 ppm -7.500 256.452 .977 -571.95 556.95EDN 10000 ppm 672.000* 256.452 .024 107.55 1236.45
EDN 10000 ppm KN -469.500 256.452 .094 -1033.95 94.95KP -1089.000* 256.452 .001 -1653.45 -524.55EDN 1 ppm -853.000* 256.452 .007 -1417.45 -288.55EDN 10 ppm -770.500* 256.452 .012 -1334.95 -206.05EDN 100 ppm -679.500* 256.452 .023 -1243.95 -115.05EDN 1000 ppm -672.000* 256.452 .024 -1236.45 -107.55
88
Lampiran 12. Hasil Analisa Data (Uji Statistik) Kapasitas Fagositosis
Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Deskripsi Kapasitas Fagositosis
DescriptivesKapasitas
N MeanStd.
DeviationStd.Error
95% ConfidenceInterval for Mean
Minimum MaximumLowerBound
UpperBound
KN 2 487.00 9.899 7.000 398.06 575.94 480 494KP 2 1106.50 62.933 44.500 541.07 1671.93 1062 1151P 1 ppm 2 790.00 140.007 99.000 -467.91 2047.91 691 889
P 10 ppm 2 592.00 7.071 5.000 528.47 655.53 587 597P 100 ppm 2 1035.00 16.971 12.000 882.53 1187.47 1023 1047P 1000 ppm 2 1621.50 437.699 309.500 -2311.07 5554.07 1312 1931P 10000 ppm 2 322.00 49.497 35.000 -122.72 766.72 287 357Total 22 773.73 446.901 95.280 575.58 971.87 124 1931
Uji Normalitas Kapasitas FagositosisOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KapasitasN 22Normal Parametersa,b Mean 773.73
Std.Deviation
446.901
Most Extreme Differences Absolute .153
Positive .153
Negative -.073Kolmogorov-Smirnov Z .717Asymp. Sig. (2-tailed) .682
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Keputusan: Nilai signifikansi uji normalitas p > 0.05, menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal
89
Uji ANOVA Kapasitas Fagositosis
ANOVAKapasitas
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Between Groups 3279121.364 10 327912.136 3.942 .017Within Groups 915011.000 11 83182.818
Total 4194132.364 21
Keputusan: Nilai signifikansi uji ANOVA p < 0.05, menunjukkan bahwa ada
perbedaan aktivitas yang signifikan antara perlakuan
90
Uji LSD Kapasitas Fagositosis
Multiple ComparisonsDependent Variable: KapasitasLSD
(I) Konsentrasi
MeanDifference
(I-J)Std.Error Sig.
95% ConfidenceInterval
LowerBound
UpperBound
KN KP -619.500 288.414 .055 -1254.30 15.30P 1 ppm -303.000 288.414 .316 -937.80 331.80P 10 ppm -105.000 288.414 .723 -739.80 529.80P 100 ppm -548.000 288.414 .084 -1182.80 86.80P 1000 ppm -1134.500* 288.414 .002 -1769.30 -499.70P 10000 ppm 165.000 288.414 .579 -469.80 799.80
KP KN 619.500 288.414 .055 -15.30 1254.30P 1 ppm 316.500 288.414 .296 -318.30 951.30P 10 ppm 514.500 288.414 .102 -120.30 1149.30P 100 ppm 71.500 288.414 .809 -563.30 706.30P 1000 ppm -515.000 288.414 .102 -1149.80 119.80P 10000 ppm 784.500* 288.414 .020 149.70 1419.30
P 1 ppm KN 303.000 288.414 .316 -331.80 937.80KP -316.500 288.414 .296 -951.30 318.30P 10 ppm 198.000 288.414 .507 -436.80 832.80P 100 ppm -245.000 288.414 .414 -879.80 389.80P 1000 ppm -831.500* 288.414 .015 -1466.30 -196.70P 10000 ppm 468.000 288.414 .133 -166.80 1102.80
P 10 ppm KN 105.000 288.414 .723 -529.80 739.80KP -514.500 288.414 .102 -1149.30 120.30P 1 ppm -198.000 288.414 .507 -832.80 436.80P 100 ppm -443.000 288.414 .153 -1077.80 191.80P 1000 ppm -1029.500* 288.414 .004 -1664.30 -394.70P 10000 ppm 270.000 288.414 .369 -364.80 904.80
P 100 ppm KN 548.000 288.414 .084 -86.80 1182.80KP -71.500 288.414 .809 -706.30 563.30P 1 ppm 245.000 288.414 .414 -389.80 879.80P 10 ppm 443.000 288.414 .153 -191.80 1077.80P 1000 ppm -586.500 288.414 .067 -1221.30 48.30P 10000 ppm 713.000* 288.414 .031 78.20 1347.80
P 1000 ppm KN 1134.500* 288.414 .002 499.70 1769.30KP 515.000 288.414 .102 -119.80 1149.80P 1 ppm 831.500* 288.414 .015 196.70 1466.30P 10 ppm 1029.500* 288.414 .004 394.70 1664.30P 100 ppm 586.500 288.414 .067 -48.30 1221.30P 10000 ppm 1299.500* 288.414 .001 664.70 1934.30
P 10000 ppm KN -165.000 288.414 .579 -799.80 469.80KP -784.500* 288.414 .020 -1419.30 -149.70P 1 ppm -468.000 288.414 .133 -1102.80 166.80P 10 ppm -270.000 288.414 .369 -904.80 364.80P 100 ppm -713.000* 288.414 .031 -1347.80 -78.20P 1000 ppm -1299.500* 288.414 .001 -1934.30 -664.70
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
91
Lampiran 13. Bahan Utama Penelitian
a. Ekstrak Metanol DaunNamnam
b. Propolis c. ST®
d. Bakteri Staphylococcusepidermidis
e. Rattusgovernicus
92
Lampiran 14. Proses dalam Penelitian
a. Preparasi sampel ujib. Preparasi suspensi bakteri
c. Persiapan pengambilan cairan peritoneum c. Uji viabilitas
d. Pengamatan aktivitas dan kapasitasfagositosis
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juli 2016
Zaitun Awaliah
1110096000058
ABSTRAK
ZAITUN AWALIAH. Efek Imunomodulator Ekstrak Metanol Daun Namnam(C. Cauliflora L.) Dan Propolis Terhadap Kemampuan Fagositosis MakrofagPeritoneum Tikus Secara In Vitro.Di bawah bimbingan LA ODE SUMARLIN dan ANNA MUAWANAH
Telah dilakukan penelitian mengenai salah satu bahan alam di Indonesia yaituekstrak metanol daun namnam dan propolis sebagai imunomodulator secara invitro berdasarkan peningkatan nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofagperitoneum tikus. Antigen yang digunakan adalah bakteri Staphylococcusepidermidis. Stimuno digunakan sebagai kontrol positif. Perlakuan konsentrasimasing-masing sampel uji adalah 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, dan 10000ppm. Hasil analisis statistik (α= 5%) menunjukkan adanya perbedaan yangsignifikan antara nilai aktivitas fagositosis kedua sampel uji dibandingkan dengankontrol negatif (aquades). Sedangkan dalam penetapan nilai kapasitas fagositosisperbedaan yang signifikan dibanding kontrol negatif hanya terjadi pada sampelpropolis konsentrasi 1000 ppm. Sampel ekstrak daun namnam memilikikemampuan imunomodulaor optimal pada konsentrasi 1000 ppm (86% dan 689)dengan peningkatan nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis (30% dan 202).Kemampuan imunomodulaor optimal sampel propolis pada konsentrasi 1000 ppm(93% dan 1621) dengan peningkatan nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis (37%dan 1134). Berdasarkan hasil pengujian masing-masing sampel disimpulkanbahwa ekstrak daun namnam dan propolis memiliki kemampuan sebagaiimunomodulator.
Kata kunci: daun namnam, propolis, imunomodulator, fagositosis
ABSTRACT
ZAITUN AWALIAH. The Immunomodulatory Effect of Namnam LeafMethanol Extract (C.Cauliflora L.) and Propolis Against of Phagocytosis onMacrophage of Rat Peritoneum In Vitro.Under the guidance of LA ODE SUMARLIN dan ANNA MUAWANAH
Immunomodulatory assay of Indonesian product resources were explored isnamnam methanol extract and propolis in vitro based on increased value ofmacrophages phagocytic activity and capacity in rat peritoneum. Staphylococcusepidermidis was used as antigen. The treatment concentrations was used in 1 ppm,10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm, and 10000 ppm. Statistic analytical (α= 5%) showedthere are significant differences between the value phagocytic activity of the testsample as compared to negative controls. Meanwhile in determining valuephagocytic capacity, a difference compares to negative control only was showedon propolis sampel concentration is 1000 ppm. Namnam leaf extract samples haveimmunomodulatory capabilities optimally at a concentration of 1000 ppm (86%and 689) with an increase in value of the activity and phagocytic capacity (30%and 202). Propolis samples immunomodulatory capabilities optimally at aconcentration of 1000 ppm (93% and in 1621) with an increase in value of theactivity and phagocytic capacity (37% and 1134). Based on these results indicatedthat namnam leaf extracts and propolis have the ability as an immunomodulator.
Keyword: namnam leaf, propolis, immunomodulatory, phagocytosis
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Skripsi ini berjudul Efek Imunomodulator Ekstrak Metanol Daun
Namnam (C. Cauliflora L.) dan Propolis Terhadap Kemampuan Fagositosis
Makrofag Peritoneum Tikus (Rattus Novergicus) Secara In Vitro.
Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir dalam
meraih gelar sarjana pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulisan skripsi ini yaitu:
1. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai Dosen
Penguji I
3. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Dosen Pembimbing I, Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
4. Anna Muawanah, M.Si selaku Dosen Pembimbing II, Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Sandra Hermanto, M.Si selaku penguji II, Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
6. Suja bin Abdul Gani dan Ellah, kedua orang tua yang telah memberi dukungan
materil dan moril
7. Kepala Laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Chris Adhiyanto, M Biomed, Ph.D
8. STP Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Laely Nurmida Rahmawati, M.Biomed, PhD
9. Laboran Kimia Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antara lain Adawiyah, S.Si dan Erni, S.Si
10. Laboran Biologi Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antara lain Nur Amaliah Silihat, S.Si; Puji Astuti S.Si; Dinda Rama H., S.Si;
dan Fahri Fahrudin, M.Si selaku dosen praktikum biologi
11. Rekan-rekan Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2010, 2011, 2012, 2013, dan 2014
12. Rekan-rekan UKM Teater Syahid
13. Rekan-rekan PMII Komisariat Sains dan Teknologi, serta PMII Cabang
Ciputat
14. Semua pihak yang telah membantu tersusunnya skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu
Semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu mendapatkan
rahmat dan karunia oleh Allah SWT. Penyusun menyadari bahwa penulisan
skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran untuk perbaikannya. Semoga laporan tugas akhir ini dapat digunakan
sebagaimana mestinya
Ciputat, Juli 2016
Penyusun
viii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.………………………………………………...………. vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………... viii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………... xiv
BAB I PENDAHULUAN.……………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang………......………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………............... 6
1.3 Hipotesis……………………………………………………............. 6
1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………… 6
1.5 Manfaat Penelitian…..……………………………………………… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….……... 7
2.1 Tanaman Namnam (C. cauliflora L.)…...……………………… …. 7
2.2 Propolis………………………………………………………..……. 11
2.3 Hewan Uji Rattus novergicus………………...…………………….. 14
2.4 Bakteri Uji Staphylococcus epidermidis…...……………………….. 15
2.5 Kontrol Pembanding………………………………………………... 16
2.6 Sistem Imun……………………………………………………….... 18
2.7 Fagositosis dan Makrofag…………………………………………... 21
2.8 Imunomodulator...……………………………………....................... 23
2.9 Uji Fagositosis...……………………………………......................... 25
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………. 26
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………. 26
3.2 Alat dan Bahan…………………………………………………….... 26
3.2.1 Alat Penelitian..……………………………………………...... 26
3.2.2 Bahan Penelitian……………………………………………… 26
3.3 Prosedur Kerja……………………………………………………… 27
3.3.1 Ekstraksi Daun Namnam …………..…………………............ 27
3.3.2 Preparasi Larutan Sampel Uji...………………..………........... 28
3.3.2.1 Preparasi Larutan Sampel Ekstrak Daun Namnam…… 28
3.3.2.2 Preparasi Larutan Sampel Propolis…………………… 28
3.3.3 Uji Fitokimia Propolis……………………..………..………... 28
3.3.3.1 Uji Alkaloid………………………..………..………... 29
3.3.3.2 Uji Flavonoid………………………..………..………. 29
3.3.3.3 Uji Triterpenoid dan Steroid………………………….. 29
3.3.3.4 Uji Kuinon……………………………………………. 29
3.3.3.5 Uji Tanin………………………..………..…………… 30
3.3.3.6 Uji Saponin………………………..………..………… 30
3.3.4 Penyiapan Suspensi Bakteri Staphylococcus epidermidis……. 30
3.3.5 Penyiapan Makrofag…………………………..………..…….. 32
3.3.6 Uji Viabilitas………..………..………..………..………..…… 32
3.3.7 Uji Fagositosis……………………………..………..………... 33
3.3.8 Analisis Data………………………………………………….. 34
x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………… 35
4.1 Ekstraksi Daun Namnam….………………………………………………... 35
4.2 Hasil Uji Fitokimia.………………………………………………................ 36
4.3 Hasil Uji Viabilitas Makrofag………………………………………………. 45
4.4 Hasil Uji Fagositosis………………………………………………………... 47
BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………… 58
5.1 Simpulan……………………………………………………………………. 58
5.2 Saran………………………………………………………………………... 58
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 60
LAMPIRAN…………………………………..……………………………….. 71
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Daun Namnam dan Buah Namnam ..………………………….. 7
Gambar 2. Struktur Senyawa (a) Flavonoid, (b) Isorhamnetin, (c)Rhamnazin, (d) Flavon, dan (e) Flavonol………………………. 9
Gambar 3. Komponen Utama Ekstrak Etanol Buah Namnam (5-hidroksimetilfurfural)
10
Gambar 4. Struktur Kimia Cafeic Acid Phenethyl Esther (CAPE) ………... 12
Gambar 5. Struktur Kimia adalah baccharis oxide ((3S)-2,3-epoxy-2,3dihydrosqualene) ..………………………….....……………….. 12
Gambar 6. Struktur Kimia Friedelanol…………………………………....... 13
Gambar 7. Staphylococcus epidermidis di Bawah Pengamatan MikroskopPerbesaran 400x..………………………….. ..………………… 15
Gambar 8. Daun Meniran..………………………….. ..………………….... 17
Gambar 9. Produk Komersil Mengandung Ekstrak Meniran..……………... 17
Gambar 10. Mekanisme Fagositosis.…………………………...…………… 22
Gambar 11. Reaksi Uji Alkaloid Pereaksi Dragendorff.….............................. 37
Gambar 12. Reaksi Uji Alkaloid Pereaksi Mayer ……................................... 37
Gambar 13. Reaksi Pengujian Fitokimia Flavonoid……................................ 38
Gambar 14. Reaksi Pengujian Fitokimia Terpenoid.……............................... 39
Gambar 15. Reaksi Pengujian Fitokimia Kuinon…….................................... 40
Gambar 16. Reaksi Pengujian Fitokimia Tanin……………………………... 40
Gambar 17. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air…………………………... 41
Gambar 18. Uji Viabilitas Makrofag Tikus (Rattus novergicus)……………..... 46
xii
Gambar 19. Makrofag (1) Aktif Sedang Memfagosit Bakteri, (2) TidakAktif Memfagosit, (3) Bakteri yang Sedang Difagosit olehMakrofag……………………………………………………… 47
Gambar 20. Fagositosis Mikroba di Dalam Sel……………………………. 48
Gambar 21. Diagram % Aktivitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun
Namnam dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol
Positif……….......................................................................... 53
Gambar 22. Diagram Nilai Kapasitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun
Namnam dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol
Positif……………………….................................................. 53
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Analisis Kualitatif Fitokimia Cynometra cauliflora L………......... 9
Tabel 2. Komposisi Kimia Propolis Sebagai Imunomodulator…................. 13
Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Propolis dan Ekstrak Metanol DaunNamnam……….……………..…………………………………… 36
Tabel 4. Hasil Uji Viabilitas Makrofag………….………………………… 46
Tabel 5. Nilai Aktivitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun Namnam (C.Cauliflora L.) dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan KontrolPositif……………………………………………………………… 51
Tabel 6. Nilai Kapasitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun Namnam (C.Cauliflora L.) dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan KontrolPositif……………………………………………………………… 52
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian………………………………………... 71
Lampiran 2. Bagan Ekstraksi Daun Namnam……………………………. 72
Lampiran 3. Bagan Penyiapan Suspensi Bakteri Staphylococcusepidermidis…………………………………………………... 73
Lampiran 4. Bagan Penyiapan Makrofag dari Peritoneum Tikus………… 74
Lampiran 5. Cara Penghitungan Jumlah Makrofag dalam Hemositometer. 75
Lampiran 6. Bagan Uji Fagositosis……………………………………….. 76
Lampiran 7. Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Fagositosis………………… 77
Lampiran 8. Hasil Pengamatan Uji Kapasitas Fagositosis………………... 78
Lampiran 9. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Aktivitas FagositosisEkstrak Daun Namnam dengan Kontrol Negatif dan KontrolPositif …….…………………………………………………. 79
Lampiran 10. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Aktivitas FagositosisPropolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif ……… 82
Lampiran 11. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Kapasitas FagositosisEkstrak Daun Namnam dengan Kontrol Negatif dan KontrolPositif ……………………………………………………….. 85
Lampiran 12. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Kapasitas FagositosisPropolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif ……… 88
Lampiran 13. Bahan Utama Penelitian…………………………...………. 91
Lampiran 14. Proses Dalam Penelitian…………………….....………....... 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia penggunaan obat-obatan tradisional sudah dikenal sejak
ratusan tahun yang lalu dan makin populer dengan makin berkembangnya industri
obat tradisional. Meskipun masyarakat sebagai konsumen mengakui adanya
dampak positif dari konsumsi obat-obatan tersebut, namun bukti ilmiah dari
manfaatnya tetap diperlukan dan tidak dapat dilupakan kemungkinan adanya efek
samping dan efek samping penggunaan obat-obatan tersebut (Sjahrurachman et
al., 2004).
Berbagai macam penyakit dapat masuk ke dalam tubuh tergantung pada
sistem kekebalan tubuh. Ketika sistem imun tidak bekerja optimal, tubuh akan
rentan terhadap penyakit. Beberapa hal dapat mempengaruhi daya tahan tubuh,
misalnya saja karena faktor lingkungan, makanan, gaya hidup sehari-hari, stres,
umur dan hormon (Suhirman dan Winarti, 2007).
Adanya senyawa-senyawa kimia yang dapat meningkatkan efektivitas
sistem imun sangat membantu untuk mengatasi penurunan sistem imun. Industri
kesehatan biasanya menggunakan produk alami sebagai alternatif untuk formulasi
terapi medis konvensional (allopathic) dalam rangka pengobatan berbagai
penyakit (Margaretha, 2012). Dengan demikian, upaya telah dilakukan untuk
meningkatkan kekebalan tubuh oleh agen imunomodulator/imunostimulan yang
2
bekerja sebagai adjuvant untuk pengobatan konvensional (Sarisetyaningtyas et al.,
2006).
Bahan-bahan yang dapat memodulasi sistim imun tubuh dikenal sebagai
imunomodulator. Imunomodulator adalah bahan yang dapat mengembalikan dan
memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang
fungsinya berlebihan (Baratawidjaja, 2002). Usaha pencarian tanaman yang
berkhasiat sebagai imunomodulator dapat diawali dari penggunaannya secara
empiris. Beberapa pendekatan dilakukan dari berbagai aspek seperti etnobotani,
etnofarmasi, etnofarmakologi dan etnomedis dilanjutkan dengan test secara in
vitro (Suhirman dan Winarti, 2007).
Menurut Parmer et al. (1997) dan Grotewold (2006), golongan senyawa
alkaloid, senyawa fenolat, flavonoid, isoflavonoid, dan triterpen diketahui
bermanfaat sebagai antikanker dan imunomodulator. Penelitian lain telah
dilakukan oleh Kustiawan (2012) mengenai imunomodulator dari ekstrak etanol
daun sirih merah yang mengandung senyawa golongan neolignan dapat
meningkatkan indeks fagositosis makrofag, diketahui sebagai imunostimulan.
Isolasi dilakukan dan didapat dua isolat yaitu 2-allyl-4-(1’-hydroxy-1’-(3”,4”,5”-
trimethoxyphenyl)propoan- 2’-yl)-3,5-dimethoxycyclohexa-3,5-dienone dan isolat
2 yakni 2-allyl-4-(1’-acetyl-1’-(3”,4”,5”-trimethoxyphenyl) propan-2’-yl)-3,5-
dimethoxycyclohexa-3,5-dienone. Selain itu, salah satu bahan obat tradisional
yakni tempuyung mengandung senyawa flavonoid (luteolin-7-O-glikosida,
apigenin-7-O-glikosida dan kaempferol) yang diduga dapat digunakan sebagai
imunomodulator (Nugroho, 2012). Penggunaan suatu imunomodulator dianggap
3
penting terutama jenis imunomodulator yang memberikan efek pada sistem
kekebalan tubuh dan dapat membantu meringankan kelainan klinis yang dapat
ditimbulkan oleh suatu penyakit (Abraham et al., 2008; Cuningham et al., 2014).
Salah satu bahan alam Indonesia yang diduga mempunyai potensi sebagai
imunomodulator adalah tanaman namnam (Cynometra cauliflora L.), merupakan
keluarga fabaceae atau leguminosae, Sebagian besar tanaman golongan tersebut
adalah sumber senyawa flavonoid baik dalam bentuk flavonoid, isoflavonoid,
efektif menghambat peroksidasi asam linoleat dan mencegah pembentukan anion
superoksida misalnya senyawa isorhamnetin dan rhamnazin (Tringali, 2001).
Aziz dan Iqbal (2013) menyebutkan bahwa total fenolik dan flavonoid
tanaman namnam pada bagian daun merupakan bagian yang terbaik sebagai
sumber antioksidan, yaitu kadar total fenolik sebesar 1180,47 – 1831,47 mg
GAE/g dan kadar total flavonoid sebesar 21,96 – 33,63 mg GAE/g. Penelitian lain
juga menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun namnam (Cynometra cauliflora)
memiliki kandungan total fenolik, flavonoid, vitamin C dan β-karoten yang tinggi
(Sumarlin et al, 2015). Sifat antioksidan dan beberapa senyawa yang
dikandungnya inilah yang memungkinkan adanya potensi sebagai
imunomodulator (Kurniasih et al., 2015).
Selain tanaman namnam, salah satu bahan alam lain yang diyakini secara
empiris mempunyai banyak khasiat dan relatif aman adalah propolis. Propolis
adalah bahan alami tidak beracun dikumpulkan oleh lebah dari berbagai sumber
tanaman, telah digunakan sejak dahulu kala diantaranya sebagai obat tradisional,
biokosmetik, dan makanan kesehatan (Bankova, 2000; Palombo, 2011; Parolia et
4
al., 2010). Propolis merupakan antibiotik karena mempunyai kandungan
flavonoid, yaitu bahan aktif yang berfungsi sebagai antiperadangan dan antivirus.
Propolis juga dapat berperan sebagai antitumor, dapat merangsang sistem
kekebalan secara langsung dan melepaskan unsur yang merespon imunitas seluler
melalui mekanisme fagositosis (Wade, 2005).
Secara kimia, propolis mengandung bahan kimia kompleks yang sangat
kaya berbagai imunomodulator yang potensial berupa asam fenolat dan flavonoid
yang memiliki banyak manfaat untuk meningkatkan aktivasi makrofag. Cafeic
Acid Phenethyl Esther (CAPE) yang memiliki aktivitas sebagai imunomodulator
juga terkandung didalamnya (Challem, 2004). Missima et al. (2007) menyebutkan
senyawa dalam tanaman yang dihinggapi lebah juga menentukan senyawa di
dalam propolis. Salah satu yang berhasil diisolasi adalah senyawa baccharis oxide
((3S)-2,3-epoxy-2,3-dihydrosqualene) dan friedelanol yang dapat meningkatkan
produksi H2O2. Berasal dari tanaman Baccharis dracunculifolia DC sebagai
sumber utama propolis asal Brazil. Hasil menunjukkan efek stimulasi pada
makrofag. Namun penyelidikan lebih lanjut diharapkan memberikan kotribusi
pemahaman yang lebih baik mengenai aksi imunomodulator dari senyawa
metabolit sekunder ini.
Dengan demikian, diduga bahwa ekstrak metanol daun namnam dan
propolis berkhasiat sebagai imunomodulator. Hal inilah yang mendasari perlunya
dilakukan penelitian terhadap kemampuan ekstrak metanol daun namnam dan
propolis sebagai imunomodulator yang dilakukan pengujian secara terpisah.
5
Informasi mengenai sifat imunomodulator dalam penelitian ini akan
diukur berdasarkan pengukuran nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag
secara in vitro. Nilai aktivitas fagositosis ditetapkan dengan menghitung makrofag
aktif sedang memfagosit bakteri. Makrofag yang dipakai berasal dari cairan
peritoneum tikus galur Spreague Dawley dengan bakteri Staphylococcus
epidermidis sebagai antigen. Sementara itu, penetapan nilai kapasitas fagositosis
dilakukan dengan menghitung jumlah bakteri yang difagosit oleh makrofag aktif
dalam proses fagositosis tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ekstrak metanol daun namnam dan propolis memiliki efek
imunomodulator terhadap kemampuan aktivitas dan kapasitas fagositosis
makrofag peritoneum tikus?
1.3 Hipotesis
Ekstrak metanol daun namnam dan propolis memiliki kemampuan sebagai
imunomodulator dilihat dari peningkatan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel
makrofag peritoneum tikus.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan
imunomodulator ekstrak metanol daun namnam dan propolis dengan
meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag peritoneum tikus.
6
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu memberikan data mengenai hasil identifikasi
kemampuan ekstrak metanol daun namnam dan propolis sebagai imunomodulator
untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Namnam (C. cauliflora L.)
Cynometra cauliflora dikenal dengan nama lokal yaitu namnam. Berasal
dari bahasa Yunani kynos, kyon yang berarti anjing, dan metra yang berarti rahim.
Mengacu pada bentuk polong-polongan dan namnam termasuk ke dalam keluarga
leguminose (Quattrochi, 2000). Pohon namnam mempunyai tinggi antara 3-10
meter. Batangnya tegak, bulat, berwarna abu-abu kecoklatan, dan berbonggol-
bonggol. Daun namnam majemuk dengan sepasang anak daun berbentuk lonjong
dengan panjang antara 5 sampai 15 cm, berwarna putih atau merah jambu terang
ketika masih muda, dan berubah menjadi hijau tua mengkilat ketika tua. Bunga
namnam majemuk terdiri dari 4-5 tandan yang tumbuh di batang dan cabang,
bunga namnam berukuran kecil berwarna merah muda atau putih dengan mahkota
berbentuk lanset berwarna putih. Buah namnam berbentuk ginjal keriput yang
ujungnya meruncing dan daging buah yang tebal, tumbuh di batang hingga dekat
ke tanah, berwarna coklat atau kekuningan dengan permukaan yang kasar (Heyne,
1987).
Gambar 1. Daun Namnam (Dokumentasi Pribadi)
8
Biasanya tanaman ini tumbuh di dataran rendah tropis yang lembab,
namun juga dapat tumbuh dengan baik di iklim dengan musim kemarau yang
berbeda dan tahan terhadap angin (Rabeta dan Faraniza, 2013). Menurut orang
terdahulu tanaman ini memiliki banyak sifat gizi dan obat dan dianggap sebagai
buah yang kurang dimanfaatkan (Ikram et al., 2009).
Sebagian besar tanaman golongan fabaceae atau leguminosae merupakan
sumber senyawa flavonoid baik dalam bentuk flavonoid, isoflavonoid, maupun
neoflavonoid yang dilaporkan efektif menghambat peroksidasi asam linoleat dan
mencegah pembentukan anion superoksida misalnya senyawa isorhamnetin dan
rhamnazin (Tringali, 2001). Hasil test secara in vitro dari favonoid golongan
flavones dan flavonols telah menunjukkan adanya respon imun (Hollman et al.,
1996). Golongan senyawa polisakarida, terpenoids, alkaloid dan polifenol
mempunyai bioaktifitas sebagai imunostimulant agent (Wagner, 1985).
(1) (2)
(3) (4)
9
(5)
Gambar 2. Struktur senyawa (1) flavonoid, (2) isorhamnetin, (3) rhamnazin, (4)flavon, dan (5) flavonol (Tringali, 2001)
Tanaman famili fabaceae atau leguminosae juga dilaporkan sebagai
penghasil senyawa fenolik yang tersubstitusi gugus hidroksil khususnya golongan
oligostilbenoid (memiliki struktur yang terdiri dari rantai C6-C2-C6). Senyawa
golongan oligostilbenoid tersebut telah dilaporkan mempunyai beberapa keaktifan
biologis yang sangat menarik, seperti antioksidan, anti-HIV, antibakteri,
antifungal, dan antihepatotoksik sitotoksik, inhibitor enzim 5α-reduktase, dan
enzim asetilkolinesterase. (Kristanti et al., 2006).
Komponen bioaktif yang terdapat pada bagian-bagian tanaman namnam
berbeda-beda (Aziz dan Iqbal, 2013). Hal ini dapat dilihat dalam (tabel 1) analisis
kualitatif fitokimia Cynometra cauliflora L.
Tabel 1. Analisis Kualitatif Fitokimia Cynometra cauliflora L. (Aziz dan Iqbal, 2013)Batang Daun tua Kulit Pohon Daun muda
Tanin + + + +Pilobatanin - - - -Saponin + + + +Flavonoid + + + +Terpenoid + + - +Glikosida kardiak - + + +
Keterangan: + : terdeteksi; - : tidak terdeteksi
10
Sukandar dan Amelia (2013) menyatakan senyawa 1-metilurasil
terkandung di dalam ekstrak etanol buah namnam yang bersifat sebagai
antibakteri, memiliki komponen utama 5-hidroksimetilfurfural, dan memiliki
aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 328,29 ppm. Flavonoid
merupakan antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E sehingga
mampu merangsang kekebalan tubuh (Kardinan dan Kusuma, 2004).
Berdasarkan data analisa GC-MS, senyawa yang diduga bersifat
antioksidan dalam ekstrak etanol buah namnam antara lain gliserol, dimetil malat,
H-Piran-4-on, 2,3-dihidro-3,5-dihidroksi-6, Vitamin D3, 5-hidroksimetilfurfural,
Asam kojat, Trimetil sitrat, Etil ptalat, Asam 2-okso siklopentanakarboksilat,
Asam palmitat, Metil linoleat dan Asam linoleat. Senyawa-senyawa tersebut
termasuk ke dalam jenis senyawa fenolik dan asam-asam organik polifungsional
yang merupakan senyawa aktif antioksidan (Sukandar dan Amelia, 2013).
Gambar 3. Komponen Utama Ekstrak Etanol Buah Namnam (5-hidroksimetilfurfural)(Sukandar dan Amelia, 2013)
Sumarlin et al. (2015) menyatakan bahwa kadar total fenolik yang
terkandung dalam ekstrak metanol daun namnam adalah sebesar 267,6897 mg
GAE/g, total flavonoid sebesar 12,5850 mg QE/g, vitamin C sebesar 201,6848 mg
AA/g, dan kadar β-karoten sebesar 1,013 βCE/g. Tingginya kadar fenolik,
flavonoid, dan vitamin C pada ekstrak metanol daun namnam tersebut
menyebabkan tingginya aktivitas antioksidan. Sifat antioksidan dan beberapa
11
senyawa yang dikandungnya inilah yang memungkinkan adanya potensi sebagai
imunomodulator. Antioksidan bersifat imunomodulator, yaitu menguatkan sel-sel
yang sehat untuk menghadang kanker. Mekanisme yang sudah berhasil diungkap
adalah sitotoksik (penghambatan siklus pembelahan sel) dan induksi apoptosis
(merangsang proses bunuh diri sel kanker) (Kurniasih et al., 2015).
2.2 Propolis
Propolis adalah bahan alami yang dihasilkan oleh lebah dan telah
digunakan sejak peradaban Mesir dan Yunani kuno yang diakui kualitas
penyembuhannya terhadap berbagai penyakit. Hippocrates, pendiri kedokteran
modern, menggunakannya untuk penyembuhan luka dan bisul internal maupun
eksternal (Parolia et al., 2010). Propolis berasal dari kata Yunani, yakni pro
berarti pertahanan dan polis berarti kota, sehingga propolis bermakna pertahanan
kota atau pertahanan sarang lebah. Propolis atau lem lebah adalah nama generik
yang diberikan untuk bahan resin yang dikumpulkan oleh lebah dari berbagai jenis
tumbuhan, terutama dari bagian kuncup dan daun tumbuhan tersebut. Lebah
kemudian mencampur bahan resin ini dengan enzim yang disekresikan dari
kelenjar saliva lebah, membentuk propolis (Bankova et al., 2000; Hady dan
Hegazi, 2002).
Umumnya propolis berwarna kuning sampai coklat tua tergantung pada
asal bahan baku pembuatannya. Pada suhu 25-45oC, propolis adalah berupa zat
yang lunak, lentur dan sangat lengket, kurang dari 15oC, dan terutama ketika beku
atau di dekat titik beku, ia menjadi keras dan rapuh, di atas 45oC, akan semakin
12
lengket dan bergetah. Biasanya propolis akan menjadi cair pada 60-70oC, tetapi
untuk beberapa sampel titik lebur mungkin setinggi 100oC. Secara kimia, propolis
mengandung bahan kimia kompleks yang sangat kaya berbagai imunomodulator
yang potensial berupa asam fenolat dan flavonoid yang memiliki banyak manfaat
untuk meningkatkan aktivasi makrofag. Cafeic Acid Phenethyl Esther (CAPE)
yang memiliki aktivitas sebagai imunomodulator juga terkandung di dalamnya
(Challem, 2004).
Gambar 4. Struktur Kimia Cafeic Acid Phenethyl Esther (CAPE)
Penelitian lain menyebutkan bahwa senyawa dalam tanaman yang
dihinggapi lebah juga menentukan senyawa di dalam propolis. Salah satunya yang
berhasil diisolasi adalah baccharis oxide ((3S)-2,3-epoxy-2,3-dihydrosqualene)
dan friedelanol dapat meningkatkan produksi H2O2. Berasal dari tanaman
Baccharis dracunculifolia DC sebagai sumber utama propolis asal Brazil. Hasil
menunjukkan efek stimulasi pada makrofag. Namun penyelidikan lebih lanjut
diharapkan memberikan kotribusi pemahaman yang lebih baik mengenai aksi
imunomodulator dari senyawa metabolit sekunder ini (Missima et al., 2007).
Gambar 5. Struktur Kimia adalah baccharis oxide ((3S)-2,3-epoxy-2,3
dihydrosqualene) (Biosyc Database Collection/http://www.biocyc.org)
13
Gambar 6. Struktur Kimia Friedelanol (Kamperdick et al., 1997)
Komposisi senyawa utama propolis dalam beberapa pengujian imunologi
dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 2. Komposisi Senyawa Propolis Sebagai Imunomodulator (Sforcin, 2007)Kajian Imunologi Komponen Utama
Jalur klasik dan alternatif padasistem komplemen
Asam fenolik dan esternya, alkoholfenolik, aldehid dan keton, flavonoid,hidrokarbon aromatik, kumarin(Ivanovska et al., 1995)
Penyebaran makrofag dan mortalitas Asam klorogenat (Tatefuji et al., 1996)Aktivasi makrofag Asam p-kumarin dan benzopiran,
minyak esensial, asam aromatik, di-dan triterpenoid (Orsi et al., 2000)
Poliferasi limfosit Asam p-kumarin dan benzopiran,minyak esensial, asam aromatik, di dantriterpenoid (Sa-Nuns et al., 2003)
Produksi antibodi CAPE (Park et al., 2004)Antibodi dan Produksi IFN-ɣ Senyawa fenolik, asam sinamat,
flavonoid (pinobanksin, kaemferol)(Park et al., 2004; Fischer et al., 2007)
Krell (1996) menyatakan bahwa propolis dapat berfungsi memperbaiki
kondisi patologi bagian tubuh yang sakit, bekerja sebagai antioksidan dan
antibiotik, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh baik humoral maupun
seluler karena mengandung flavonoid sekitar 15%.
14
2.3 Hewan Uji Rattus novergicus
Menurut Adiyati (2011), hewan coba merupakan hewan yang
dikembangbiakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering
digunakan pada berbagai macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Hal ini
dikarenakan tikus memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah berkembang
biak, murah serta mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang
melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal).
Tikus putih (Rattus norvegicus) atau biasa dikenal dengan nama lain
Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat (Sirois
2005). Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina,
Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura (Adiyati, 2011). Tikus putih merupakan
strain albino dari Rattus norvegicus. Tikus memiliki beberapa galur yang
merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau 15 persilangan.
Menurut Sirois, tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley
termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini
yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan
pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling
terlihat adalah ekornya yang panjang (lebih panjang dibandingkan tubuh). Bobot
badan tikus jantan pada umur dua belas minggu mencapai 240 gram sedangkan
betinanya mencapai 200 gram. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4-5
tahun dengan berat badan umum tikus jantan berkisar antara 267 – 500 gram dan
betina 225 – 325 gram.
15
2.4 Bakteri Uji Staphylococcus epidermidis
Bakteri Staphylococcus epidermidis digunakan sebagai antigen.
Penggunaan antigen yaitu bertugas menstimulasi sistem kekebalan tubuh
(Suhirman dan Winarti, 2007). Bakteri tersebut adalah yang paling sering
Staphylococcus coagulasenegative (CNS) diisolasi dari infeksi aliran darah
(Pechorsky et al., 2009). Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram
positif, aerob atau anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak
teratur, diameter 0,8 - 1,0 μm tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni
berwarna putih bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37oC. Koloni pada
pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol, berkilau, tidak menghasilkan
pigmen, berwarna putih porselen sehingga Staphylococcus epidermidis disebut
Staphylococcus albus, koagulasi-negatif dan tidak meragi manitol (Warsa, 1994).
Gambar 7. Staphylococcus epidermidis di Bawah Pengamatan Mikroskop Perbesaran400x
Bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan anggota flora normal pada
kulit manusia, saluran respirasi dan gastrointestinal, juga terdapat pada kulit,
selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui
kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz et
16
al., 2001). Fase log bakteri Staphylococcus epidermidis dengan jumlah sel 109
cfu/ml terjadi tepat pada jam ketiga (Utami, 2009).
2.5 Kontrol Pembanding
Sebagai kontrol pembanding yang digunakan adalah stimuno, terbuat dari
herbal asli Indonesia yaitu meniran (Phyllanthus niruri L.). Stimuno digunakan
untuk memperbaiki sistem imun, membantu merangsang tubuh memproduksi
lebih banyak antibodi, dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh agar daya tahan
tubuh bekerja optimal. Berbagai penelitian praklinis dan klinis telah dilakukan
mengenai tanaman ini sehingga kini diproduksi secara komersial.
Meniran banyak mengandung berbagai unsur kimia sebagai berikut, lignan
yang terdiri dari phyllanthine, hypophyllanthine, phyltetralin, lintretalin, nirathin,
nitretalin, nirphylline, nirurin, dan niruriside. Terpen terdiri dari cymene,
limonene, lupeol, lupeol acetate. Flavonoid terdiri dari quercetin, quercitrin,
isoquercitrin, astragalin, rutine, dan physetinglucoside. Lipid terdiri dari
ricinoleic acid, dotriancontanoic acid, linoleic acid, dan linolenic acid.
Benzenoid berupa methylsalicilate. Steroid berupa beta-sitosterol. Alcanes berupa
triacontacal dan triacontanol. Komponen lainnya berupa tanin, vitamin C, dan
vitamin K. Serta banyak mengandung mineral terutama kalium, damar dan zat
penyamak (Kardinan dan Kusuma, 2004).
Akar dan daun Phyllantus niruri Linn. mengandung suatu senyawa pahit
dan beracun. Senyawa tersebut diduga merupakan suatu alkaloida. Alakaloid
terdiri dari norscurinine, 4-metoxy-norsecurinine, entnorsecurinina, nirurne,
phyllantin, dan phyllochrysine. Akar dan daun meniran juga kaya senyawa
17
flavonoid antara lain quercetin, quercetrin, isoquercetrin, astragalin, dan rutin.
Dari minyak bijinya telah di identifikasi beberapa asam lemak yaitu asam
risinoleat, asam linoleat, asam linolenat (Chairul, 2003).
Khasiat meniran berkaitan erat dengan senyawa-senyawa yang terkandung
di dalamnya, yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu mempunyai kandungan
utama senyawa golongan flavonoid . Flavonoid merupakan antioksidan yang lebih
kuat dibandingkan dengan vitamin E sehingga mampu merangsang kekebalan
tubuh (Kardinan dan Kusuma, 2004).
Gambar 8. Daun Meniran Gambar 9. Produk Komersil MengandungEkstrak Meniran
Riset tentang meniran sebagai imunomodulator pertama kali dilakukan
oleh (Thabrew) 1991 dimana ekstrak meniran mampu meningkatkan aktivitas
sistem komplemen melalui jalur klasik (Sriningsih dan Wibowo, 2009). Meniran
yang terkandung didalamnya mempunyai manfaat sebagai imunostimulan yang
dapat memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu. Secara klinis
imunomodulator digunakan pada pasien dengan gangguan imunitas, antara lain
pada kasus keganasan HIV/AIDS, malnutrisi, alergi, dan lain-lain
(Sjahrurachman, 2004). Karena sifatnya sebagai imunostimulator kuat, ekstrak
Phyllanthus niruri L lebih bermanfaat digunakan sebagai imunoterapi atau terapi
adjuvant mendampingi obat-obat kanker yang lain, terutama kanker yang
18
diinduksi oleh virus, walaupun penelitian pendahuluan sebagai obat kanker telah
banyak dibuktikan dari komponen yang terdapat di dalam tumbuhan ini (Ma’at,
2004).
Tanaman meniran banyak digunakan untuk hepatitis, infeksi saluran
kencing, serta untuk merangsang keluarnya air seni (diureticum), untuk
penyembuhan diare, infeksi saluran pencernaan dan penyakit yang disebabkan
karena gangguan fungsi hati. Buahnya berasa pahit, digunakan untuk luka dan
scabies. Akar segar digunakan untuk pengobatan hepatitis. Daun digunakan untuk
penambahan nafsu makan dan antipiretik (Sudarsono, 1996).
2.6 Sistem Imun
Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah mekanisme pertahanan
tubuh yang bertugas merespon atau menanggapi ''serangan'' dari luar tubuh kita.
Saat terjadi serangan, biasanya antigen pada tubuh akan mulai bertugas. Antigen
bertugas menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Kelak mekanisme inilah yang
akan melindungi tubuh dari serangan berbagai mikroorganisme seperti bakteri,
virus, jamur, dan berbagai kuman penyebab penyakit. Ketika sistem imun tidak
bekerja optimal, tubuh akan rentan terhadap penyakit. Beberapa hal dapat mem-
pengaruhi daya tahan tubuh. Misalnya saja karena faktor lingkungan, makanan,
gaya hidup sehari-hari, stres, umur dan hormon (Suhirman dan Winarti, 2007).
Sistem imun terdiri dari sekelompok sel dan substansi yang ditemukan di
dalam tubuh yang mampu mempertahankan diri kita terhadap infeksi, penyakit
kanker, dan senyawa yang asing bagi tubuh manusia. Sebagian besar pemain
utama dalam sistem imun adalah sel-sel yang berasal dari prekursor di dalam
19
sumsum tulang yang bersirkulasi di dalam darah dan masuk ke dalam jaringan
apabila dibutuhkan. Sel-sel ini terbentuk dari sel-sel punca (stem cells) yang
berdiferensiasi menjadi sel-sel matur berdasarkan tipe turunan (lineage) seluler
dan faktor pertumbuhan yang ada (Sears et al., 2011). Sel dan molekul yang
bertanggung jawab atas imunitas disebut sistem imun dan respon komponennya
secara bersama dan terkoordinasi disebut respon imun (Kresno, 2001).
Sistem imun terdiri dari dua sistem, yaitu imun alami (non spesifik) dan
imun spesifik. Pada sistem imun non spesifik terdapat sel-sel yang berperan salah
satunya adalah makrofag. Makrofag inilah yang nantinya sebagai efektor pada
sistem imun, berperan untuk memusnahkan kuman/patogen yang akan merusak
tubuh (Harijanto, 2000), baik melalui mekanisme fagositosis langsung maupun
melalui mekanisme tak langsung dengan melepaskan ROI dan sitokin (Wijayanti,
2000). Dengan peningkatan reactive oxygen intermediste (ROIs), makrofag
menghasilkan reactive nitrogen intermediates dengan bantuan enzyme seperti
hydrolitic enzyme, defensins (cationic protein), lysozyme, lactoferrin dan nitric
oxide synthase (iNOS). ROIs (reactive oxygen intermediates) yaitu suatu
metabolit oksigen mikrobisidal yang dilepas selama fagositosis. Ikatan mikroba
dengan sel fagositosis terjadi fusi dengan lisosom membentuk fagolisosom
(Abbas & Lichtman, 2005). Dengan terbentuknya fagolisosom, reseptor fagosit
yang mengikat mikroba mengirimkan sinyal yang mengaktifkan beberapa enzim
dalam fagolisosom. (Baratawidjaja & Rengganis, 2010). Enzim tersebut di atas
mengubah oksigen menjadi superoxide anion, hydroxylradicals, single oxygen,
myeloperoxidase, hydrogen peroxide (H2O2) yang dapat berinteraksi sehingga
20
menghasilkan metabolit oksigen yang toksik yang dapat digunakan untuk
membunuh kuman (Abbas & Lichtman, 2005).
Tiga garis pertahanan tubuh yang saling bekerja sama untuk melawan
patogen, dua diantaranya bersifat non spesifik, yaitu tidak membedakan satu agen
infeksi dengan agen infeksi lainnya. Garis pertama pertahanan non spesifik itu
bersifat eksternal, yang terdiri atas jaringan epitelium yang menutupi dan melapisi
tubuh kita (kulit dan membran mukosa) beserta sekresi yang dihasilkannya. Garis
pertahanan non spesifik kedua bersifat internal, pertahanan ini dipicu oleh sinyal
kimiawi dan melibatkan sel-sel fagositik dan protein anti mikroba yang
menyerang agen infeksi yang telah menembus rintangan tubuh bagian luar.
Munculnya peradangan merupakan suatu tanda bahwa garis pertahanan kedua
telah diaktifkan. Garis pertahanan ketiga adalah sistem kekebalan. Sistem
kekebalan mulai memainkan perannya secara bersamaan dengan garis pertahanan
kedua, tetapi ia merespon dengan cara yang spesifik terhadap mikroorganisme
tertentu, sel-sel tubuh yang menyimpang, toksin, dan zat-zat lain yang ditandai
oleh molekul asing. Jadi mikroba yang menyerang masuk ke dalam tubuh harus
menembus rintangan eksternal yang dibentuk oleh kulit dan membran mukosa,
yang menutupi permukaan tubuh. Jika berhasil melakukan hal tersebut, patogen
itu harus menghadapi garis pertahanan non spesifik kedua, yaitu mekanisme yang
saling berinteraksi dan meliputi fagositosis, respon peradangan, dan protein
antimikroba. Sementara mikroorganisme sedang diserang oleh sel-sel fagositik,
respon peradangan, dan protein antimikroba, mikroorganisme itu tanpa bisa
21
dihindarkan akan menghadapi limfosit, yang merupakan sel kunci dalam sistem
kekebalan-garis pertahanan ketiga (Campbell et al., 2004).
Sistem imun dapat dipengaruhi oleh makanan, agen farmakologis, polusi
lingkungan, dan bahan kimia alami (bahan alam) seperti vitamin dan flavonoid
(Middleton, 2000). Menurut kaidah keilmuaan yang berlaku, segala informasi
yang berhubungan dengan kandungan senyawa aktif dan mekanisme kerjanya
yang terkandung dalam bahan alam menjadi sangat penting dalam upaya
pengembangan bahan alam sebagai imunostimulator (Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan, 2000; Safitri, 2000).
2.7 Fagositosis dan Makrofag
Fagositosis adalah proses tiga-tahap yang meliputi memasukkan antigen
target ke dalam fagosom intrasel, menyatukannya (fusi) dengan granul sitoplasma,
dan membunuhnya dengan pemecahan oksidatif (oxidative burst) (Sears et al.,
2011). Proses fagositosis merupakan bagian dari proses imun non-spesifik dan
memainkan peran pada pertemuan pertama antara hospes dengan benda asing.
Mekanisme fagositosis dapat dilihat pada gambar 10.
22
Gambar 10. Mekanisme fagositosis (Talaro, 2008)
Makrofag mempunyai peran dalam sistem pertahanan tubuh terhadap
benda asing. Sel-sel monosit yang diproduksi dalam sumsum tulang akan masuk
ke pembuluh darah. Setelah 24 jam, sel monosit akan bermigrasi dari peredaran
darah ke tempat tujuan di berbagai jaringan untuk berdiferensiasi sebagai
makrofag. Sel ini bekerja dengan bantuan antibody menghancurkan benda asing.
Makrofag peritoneal bebas dalam cairan peritoneum. Lisosom merupakan badan
sel yang mampu melakukan proses lisis. Lisosom banyak sekali terdapat di dalam
sel-sel pertahanan tubuh, seperti sel-sel leukosit dan makrofag (Baratawidjaja,
1988; Sadikin, 2002).
Fungsi makrofag dalam fagositosis meliputi aktivitas membunuh,
menghancurkan dan mengeliminasi antigen dari tubuh, makrofag berfungsi pula
sebagai Antigen Precenting Cell (APC) yang menghancurkan antigen dan
komponen antigen yang dihancurkan akan berinteraksi dengan sistem imun
23
spesifik. Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepas
berbagai bahan diantaranya lisozim, komplemen, interferon, dan sitokin yang
seemuanya memberikan kontribusi dalam pertahanan non spesifik dan spesifik.
Makrofag sangat dikhususkan untuk melaksanakan fungsi penelanan dan
penghancuran semua benda-benda berupa partikel dengan proses fagositosis.
Proses fagositosis terkadang dipermudah oleh antibodi karena partikel-partikel
yang diselimuti antibodi ditelan secara lebih efisien. Komplemen suatu seri
protein serum dalam reaksi berurutan dapat juga terlibat sebagai penguat
fagositosis (Sunaryo et al., 2007).
2.8 Imunomodulator
Imunomodulator secara umum didefenisikan sebagai senyawa yang dapat
meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non
spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun humoral (Kresno, 2001).
Imunomodulator adalah bahan yang dapat mengembalikan dan memperbaiki
sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya
berlebihan (Baratawidjaja, 2002).
Imunomodulator (bersifat mitogen yaitu menaikkan proliferasi sel yang
berperan pada imunitas) ini dapat bekerja langsung maupun tak langsung,
misalnya melalui sistem komplemen atau limfosit, melalui produksi interferon
atau enzim lisosomal untuk meningkatkan fagositosis mikro (granulosit) dan
fagositosis makro (makrofag) (Mathilda, 1987).
Obat golongan imunomodulator bekerja menurut 3 cara, yaitu melalui
imunorestorasi, imunostimulasi, dan imunosupresi. Imunorestorasi dan
24
imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up regulation, sedangkan
imunosupresi disebut down regulation (Baratawidjaja, 2002).
1) Imunorestorasi
Imunorestorasi ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun
yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti
immunoglobulin dalam bentuk Immune Serum Globulin (ISG), Hyperimmune
Serum Globulin (HSG), plasma, plasmapheresis, leukopheresis, transplantasi
sumsum tulang, hati dan timus (Baratawidjaja, 2002).
2) Imunostimulasi
Imunostimulan ditunjukan untuk perbaikan fungsi imun pada kondisi-
kondisi imunosupresi. Kelompok obat ini dapat memperngaruhi respon imun
seluler maupun humoral. Kelemahan obat ini adalah efeknya menyeluruh dan
tidak bersifat spesifik untuk jenis sel atau antibodi tertentu. Selain itu
efekumumnya lemah. Indikasi imunostimulan antara lain AIDS, infeksi kronik,
dan keganasan terutama yang melibatkan sistem lifatik (Mathilda, 1987).
Dikenal dua golongan imunostimulan yaitu imunostimulan biologi dan
sintetik. Beberapa contoh imunostimulan biologi adalah sitokin, antibodi
monoklonal, jamur dan tanaman obat (herbal). Sedangkan imunostimulan sintetik
yaitu levamisol, isoprinosin dan muramil peptidase (Djauzi, 2003).
25
3) Imunosupresi
Imunosupresi merupakan suatu tindakan untuk menekan respons imun.
Kegunaannya di klinik terutama pada transplantasi untuk mencegah reaksi
penolakan dan pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan
atau gejala sistemik, seperti autoimun atau autoinflamasi (Baratawidjaja, 2002).
Menurut WHO, imunomodulator haruslah memenuhi persyaratan berikut:
1. Secara kimiawi murni atau dapat didefinisikan secara kimia.
2. Secara biologik dapat diuraikan dengan cepat.
3. Tidak bersifat kanserogenik atau ko-kanserogenik.
4. Baik secara akut maupun kronis tidak toksik dan tidak mempunyai efek
samping farmakologik yang merugikan.
5. Tidak menyebabkan stimulasi yang terlalu kecil ataupun terlalu besar.
2.9 Uji Fagositosis
Pengujian imunomodulator untuk melihat aktivitas dan kapasitas
fagositosis dengan menggunakan makrofag yang berasal dari peritoneum tikus
dilakukakan penetapan nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis.
Nilai aktivitas fagositosis adalah jumlah makrofag yang secara aktif
melakukan fagositosis dalam 100 makrofag dengan banyaknya makrofag yang
dinyatakan dalam persen (Sriningsih dan Wibowo, 2006). Sedangkan nilai
kapasitas fagositosis adalah jumlah bakteri yang ditetapkan berdasarkan yang
difagosit oleh 50 makrofag aktif.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga Desember 2015.
Tempat pelaksanaannya di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) dan Laboratorium
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gelas piala,
erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, neraca analitik, penggiling (blender),
aluminium foil, plastik tahan panas, eksikator, kandang hewan uji, alat bedah
steril (papan bedah, gunting, pisau bedah, pinset), spuit steril, kaca objek, pipet
volume, pipet ukur, tabung reaksi, rak tabung reaksi, jarum ose, bunsen, botol
vial, mikropipet, tip mikropipet, vortex, sentrifus, incubator, shaker incubator,
rotary evaporator, refrigerator, hemositometer, autoklaf, Laminar Air Flow
(LAF), spektrofotometer UV-Vis Perkin Eimer, dan mikroskop kamera.
3.2.2 Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah daun namnam (C. cauliflora L.) dan
propolis yang diproduksi dari lebah Trigona sp. (asal Sulawesi Tengah). Bahan
kimia untuk uji fitokimia yaitu, HCl 2%, pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer,
aquades, serbuk Mg, FeCl3 1%, NaOH 2N, pereaksi Libermann-Burchard. Bahan
27
pelarut untuk ekstraksi daun namnam adalah metanol (p.a). Bahan-bahan yang
digunakan untuk uji imunomodulator yaitu makrofag yang berasal dari
peritoneum tikus (Rattus novergicus) galur Spreague dawley berbobot 170-280
gram, diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, bakteri
sebagai antigen adalah Staphylococcus epidermidis yang didapat dari
laboratorium mikrobiologi Universitas Indonesia. Bahan-bahan untuk uji
fagositosis antara lain stimuno sebagai larutan pembanding, medium Nutrient
Agar (NA), Nutrient Broth (NB), larutan Giemsa 4%, larutan biru tripan, larutan
Phosphat Buffered Saline (PBS) pH 7,8 steril, etanol 70%, metanol (p.a), eter,
aquadest steril, asam asetat 0,1 M, dan EDTA 0,2 M.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Ekstraksi Daun Namnam
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 2 kg
serbuk kering daun namnam dimaserasi dengan pelarut metanol sebanyak 7 liter
selama 24 jam, disaring, sehingga diperoleh filtrat pertama. Kemudian residu daun
namnam dimaserasi kembali dengan pelarut metanol sebanyak 3,5 L selama 9
jam. Disaring kembali, diperoleh filtrat kedua, selanjutnya filtrat yang diperoleh
dicampur dan dipekatkan di dalam rotary evaporator pada suhu 45-50oC sehingga
diperoleh ekstrak kental (Lampiran 2).
28
3.3.2 Preparasi Larutan Sampel Uji
3.3.2.1 Preparasi Larutan Sampel Ekstrak Daun Namnam
Ekstrak yang diperoleh dalam proses sebelumnya ditimbang sebanyak 100
mg kemudian dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest steril. Diambil 10 ml dan
dimasukkan ke dalam botol vial steril (konsentrasi 1000 ppm). Pembuatan larutan
konsentrasi 100 ppm, dipipet 1 ml dari larutan induk pertama (1000 ppm),
dilarutkan ke dalam 10 ml aquadest steril. Selanjutnya dipipet 1 ml dari larutan
induk kedua (100 ppm), dilarutkan ke dalam 10 ml aquadest steril (konsentrasi 10
ppm).
3.3.2.2 Preparasi Larutan Sampel Propolis
Sampel propolis yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang
diproduksi dari lebah Trigonal sp. (asal Sulawesi Tengah). Diambil sebanyak 67
µl propolis, dilarutkan ke dalam 10 ml aquadest steril dan ditempatkan di dalam
botol vial (konsentrasi 1000 ppm). Kemudian dipipet 1 ml dari larutan induk
pertama (1000 ppm) untuk membuat larutan konsentrasi 100 ppm, dilarutkan ke
dalam 10 ml aquadest steril. Selanjutnya dipipet 1 ml dari larutan induk kedua
(100 ppm), dilarutkan ke dalam 10 ml aquadest steril (konsentrasi 10 ppm).
3.3.3 Uji Fitokimia Propolis (Harborne, 1987)
Bahan yang diuji fitokimia dalam penelitian ini hanya propolis. Sampel
propolis komersil yang dijual dipasaran kemudian diuji fitokimia untuk
mengidentifikasi kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, triterpenoid, steroid,
saponin, kuinon, dan tanin.
29
3.3.3.1 Uji Alkaloid
Sebanyak 4 ml sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Ditambahkan 0,5 ml HCl 2% setelah itu divortex dan dibagi ke dalam 2 tabung.
Tabung pertama ditambahkan 2-3 tetes Reagen Dragendorff (positif alkaloid jika
terdapat endapan jingga). Sedangkan tabung kedua ditambahkan 2-3 tetes Reagen
Mayer (positif alkaloid jika terdapat endapan kuning).
3.3.3.2 Uji Flavonoid
Sebanyak 2 ml sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 ml HCl 2% (positif flavonoid jika
timbul busa dan berwarna bening-oranye).
3.3.3.3 Uji Triterpenoid dan Steroid
Sebanyak 2 ml sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan beberapa tetes Reagen Lieberman-Burchard ke dalam
tabung tersebut (positif triterpenoid jika terbentuk cincin kecoklatan atau violet
dan positif steroid jika berwarna hijau).
3.3.3.4 Uji Kuinon
Sebanyak 2 ml sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 2-3 tetes NaOH 2N ke dalam tabung tersebut dan dikocok
(positif kuinon jika berwarna merah).
30
3.3.3.5 Uji Tanin
Sebanyak 2 ml sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 2-3 tetes FeCl3 1% ke dalam tabung tersebut dan dikocok
(positif tanin jika berwarna hijau kehitaman atau biru tinta).
3.3.3.6 Uji Saponin
Sebanyak 1 gram sampel propolis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 5 ml dan dipanaskan dalam penangas
air selama 5 menit. Cairan yang diperoleh disaring dan didiamkan sampai agak
dingin. Setelah itu dikocok sampai timbul busa (positif saponin jika busa tersebut
stabil selama 10 menit).
3.3.4 Penyiapan Suspensi Bakteri Staphylococcus epidermidis
1) Sterilisasi alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada proses uji imunomodulator dan penyiapan
medium termasuk tabung reaksi, botol vial, gelas piala, tip mikropipet, pipet
volumetrik, serta bahan-bahan yang akan digunakan seperti medium Nutrient
Agar (NA), Nutrient Broth (NB), aquadest, larutan PBS (Phosphate buffered
saline) disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, sedangkan
ruangan yang akan digunakan dipastikan dalam keadaan steril, lampu UV pada
Laminar Air Flow dinyalakan selama ± 2 jam sebelum digunakan (Harley, 2002).
2) Penyiapan medium
Medium yang digunakan pada pembiakan dan peremajaan bakteri adalah
Nutrient Agar (NA). Medium ini dibuat dengan melarutkan 0,5 gram sebuk NA ke
31
dalam 125 ml aquadest dan dipanaskan sampai mendidih hingga semua serbuk
larut. Kemudian dimasukkan masing-masing sebanyak 8 ml ke dalam tabung
reaksi dan ditutup rapat menggunakan kapas penutup, lalu disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Medium didinginkan dalam posisi
miring, setelah mengeras, medium siap digunakan.
Pembuatan suspensi bakteri dilakukan menggunakan medium Nutrient
Broth (NB). Medium ini dibuat dengan mencampurkan 2 gram serbuk (NB) ke
dalam 250 ml aquadest dan dipanaskan sampai mendidih hingga semua serbuk
larut. Kemudian dimasukkan ke dalam 4 gelas Erlenmeyer ukuran 100 ml dan 250
ml masing-masing sebanyak 30 ml; 30 ml; 90 ml; dan 90 ml. Ditutup rapat
menggunakan kapas penutup. Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama
15 menit. Setelah dingin, medium siap untuk digunakan (Harley, 2002).
3) Pembuatan inokulum aktif
Kultur stok bakteri Staphylococcus epidermidis diinokulasi ke dalam
medium Nutrient Agar (NA) miring untuk peremajaan. Diinkubasi pada suhu
30oC selama 24 jam. Selanjutnya diambil 1 ose, ditanam ke dalam 30 ml medium
Nutrient Broth (NB), dikocok dalam shaker incubator dengan kecepatan 120 rpm
pada suhu 30oC selama 24 jam.
Sebanyak 10 ml bakteri tersebut dimasukkan ke dalam 90 ml medium
Nutrient Broth (NB) dan dikocok dengan shaker incubator (120 rpm, 30oC)
hingga mencapai umur aktif (fase midlog) dari bakteri S. epidermidis (3 jam).
Lalu diambil peletnya dengan cara disentrifus 3000 rpm selama 1 jam, kemudian
ditambahkna 10 ml larutan PBS steril. Kekeruhannya diukur dengan
32
spektrofotometer UV-Vis pada λ= 580 nm dan disesuaikan hingga diperoleh
suspensi dengan transmitan 25% (setara dengan 109 sel/mL) (Chairul, 2009;
Ranjith, 2008). Bagan pembuatan suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis
dapat dilihat pada (Lampiran 3).
3.3.5 Penyiapan Makrofag (Sriningsih, 2006)
Sebelum digunakan, tikus diaklimatisasi selama 14 hari untuk penyesuaian
lingkungan. Saat akan dibedah tikus dieutanasia dengan memasukkan ke dalam
toples berisi kapas yang telah diberi eter. Setelah mati, kulit bagian abdomennya
dibersihkan dengan etanol 70% dan dibedah dengan cara digunting. Membran
peritoneum diusap dengan etanol 70% kemudian digunting sedikit lagi hingga
terbuka rongga peritoneumnya. Ke dalam rongga tersebut diteteskan larutan PBS
kurang lebih sebanyak 3 ml. Dipijat-pijat selama 2-3 menit, kemudian cairan
peritoneum disedot dengan spuit dan dimasukkan ke dalam botol vial steril.
Jumlah makrofag disetarakan dengan alat hemositometer, hingga didapatkan
populasi 107 sel makrofag/ml (Lampiran 4).
3.3.6 Uji Viabilitas (Chairul, 2009; Ranjith, 2008)
Uji viabilitas makrofag dihitung menggunakan alat hemasitometer. Uji
viabilitas ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan daya hidup makrofag.
Perhitungan dipermudah dengan mencampurkan larutan biru tripan, sel
hidup (tidak terwarnai) dan sel mati (terwarnai) oleh biru tripan (Gambar 17).
Dihitung jumlah sel makrofag yang hidup dan jumlah makrofag total. Hasilnya akan
digunakan untuk pengujian selanjutnya.
33
Persen viabilitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
%Aktivitas= Jumlah makrofag aktif x 100% jumlah makrofag keseluruhan. Nilai
viabilitas tidak boleh kurang dari 95%.
3.3.7 Uji Fagositosis (Sriningsih, 2006)
Sebanyak 200 µl makrofag, 200 µl suspensi bakteri, 200 µl sampel uji
dimasukkan ke dalam botol vial steril kemudian diinkubasi selam 30 menit pada
suhu 37oC. Sebagai kontrol positif digunakan 200 µl makrofag, 200 µl suspensi
bakteri, 200 µl larutan pembanding stimuno yang mengandung ekstrak meniran
dengan konsentrasi yang sama dengan larutan uji. Sebagai kontrol negatif
digunakan 200 µl makrofag, 200 µl suspensi bakteri, 200 µl aquadest. Selanjutnya
ditambah 50 µl larutan EDTA 0,2 M (Lampiran 6).
Masing-masing dibuat preparat ulas pada kaca objek kemudian difiksasi
dengan metanol selama 6 menit dan dikeringakan dengan cara dilewatkan ke
nyala api bunsen. Dilakukan pewarnaan dengan mencelupkan ke dalam larutan
pewarna Giemsa 4% selama 45 menit. Kemudian dicelupkan ke dalam larutan
asam 1 % sebanyak 4 kali dan dibilas dengan aquadest mengalir. Dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan. Preparat ulas yang sudah siap diamati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 400 kali. Dihitung jumlah makrofag aktif
(aktivitas) serta jumlah bakteri yang dimakan oleh makrofag aktif (kapasitas),
yaitu dengan cara:
34
1) Nilai aktivitas fagositosis makrofag
Nilai aktivitas fagositosis ditetapkan berdasarkan banyaknya jumlah
makrofag yang aktif melakukan proses fagositosis dari 100 makrofag yang
dinyatakan dalam persen (%).
Jumlah makrofag aktifAktivitas fagositosis = x 100 %
Jumlah total makrofag
2) Nilai kapasitas fagositosis makrofag
Dipilih 50 makrofag aktif secara acak, kemudian dihitung jumlah bakteri
yang difagositosis oleh setiap makrofag. Nilai kapasitas fagositosis ditetapkan
berdasarkan jumlah bakteri Staphylococcus epidermidis yang difagositosis oleh 50
sel makrofag aktif.
3.3.8 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis untuk melihat adanya perbedaan aktivitas
dan kapasitas fagositosis makrofag dari masing-masing kelompok perlakuan.
Data-data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program pengolahan
data statistik SPSS 20. Pada analisis data ini, ditentukan terlebih dahulu
normalitas data dari setiap variabel, dilanjutkan dengan uji parametik ANOVA
satu arah dengan taraf signifikansi 95%. Apabila ada perbedaan yang bermakna
maka dilajutkan dengan uji LSD.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstraksi Daun Namnam
Ekstraksi dilakukan untuk memisahkan senyawa organik dalam filtrat dan
menarik senyawa-senyawa metabolit sekunder dalam sampel dengan
menggunakan sejumlah pelarut. Metode ekstrasi dalam penelitian ini adalah
metode maserasi. Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut
dengan perendaman, pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Departemen Kesehatan, 2000).
Pemilihan metode ini yaitu karena alat-alat yang digunakan sederhana, proses
pengerjaannya mudah, dan dapat menghindari rusaknya senyawa yang tidak tahan
terhadap pemanasan.
Daun namnam yang diperoleh dari daerah Pangandaran, Jawa Barat
terlebih dahulu dikeringkan lalu dihancurkan hingga menjadi serbuk. Selanjutnya
dimaserasi dan dipekatkan hingga diperoleh ekstrak kental. Penggunaan metanol
diharapkan ekstrak lebih efisien dalam mengekstrak senyawa antioksidan pada
bagian tanaman dibandingkan dengan ekstrak aquades (Rabeta dan Faraniza,
2013). Selain itu metanol merupakan senyawa volatil, mudah dipisahkan dari
ekstrak dan sifat kelarutannya yang luas dapat melarutkan hampir semua senyawa
organik yang terkandung dalam sampel, baik yang bersifat polar maupun non
polar (Yu et al., 2009). Rendemen hasil ekstrak metanol daun namnam yang
diperoleh adalah sebanyak 5,36%.
36
4.2 Hasil Uji Fitokimia
(Tabel 3) menunjukkan kandungan senyawa kimia propolis Trigona sp.
dan ekstrak metanol daun namnam. Meski telah banyak pengujian kandungan
senyawa kimia propolis pada penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini tetap
dilakukan pengujian fitokimia yaitu propolis yang digunakan berasal dari
Sulawesi Tengah. Sampel tersebut diperoleh dari produk yang sudah dijual secara
komersil (Lampiran 13). Sementara uji fitokimia ekstrak metanol daun namnam
telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya oleh Sumarlin et al. (2015), hasil
dapat dilihat pada (Tabel 3) sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Propolis dan Ekstrak Metanol Daun NamnamGolongan Senyawa Hasil
Propolis *Ekstrak Metanol DaunNamnam
Alkaloid + -Flavonoid + +Triterpenoid dan steroid + +Kuinon + +Tanin - +Saponin - +
Sumber: *(Sumarlin et al., 2015)
Pengujian fitokimia senyawa alkaloid propolis menunjukkan hasil positif
yang ditandai dengan adanya endapan jingga jika ditambah pereaksi Dragendorff
dan endapan kuning (ditambah pereaksi Mayer). Pengujian fitokimia senyawa
alkaloid ekstrak metanol daun namnam menunjukkan hasil negatif. Prinsip
metode analisis ini adalah reaksi pengendapan yang terjadi karena adanya
penggantian ligan. Atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas pada
alkaloid dapat mengganti ion iodo dalam pereaksi Dragendorff (Gambar 11). Ion
logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada
37
alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Untuk senyawa
alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan
bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk
kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Gambar 12).
Gambar 11. Reaksi Uji Alkaloid Pereaksi Dragendorff (Svehla,1990)
Gambar 12. Reaksi Uji Alkaloid Pereaksi Mayer (Svehla, 1990)
Hasil positif juga ditunjukkan pada uji fitokimia senyawa flavonoid
propolis dengan terbentuknya warna oranye. Penambahan asam klorida pekat
menyebabkan terjadinya protonasi flavonoid (Gambar 13). Namun, asam klorida
kurang reaktif jika dibandingkan dengan asam bromida bila direaksikan dengan
alkohol primer pada flavonoid. Oleh karena itu, diperlukan katalis berupa serbuk
Mg untuk mempercepat reaksi sehingga terbentuk garam flavilium hasil reduksi
yang berwarna warna merah, kuning, atau jingga (Robinson, 1995).
38
Gambar 13. Reaksi Pengujian Fitokimia Flavonoid (Achmad, 1986)
Flavonoid adalah golongan senyawa yang paling banyak disebutkan dalam
penelitian mengenai imunomodulator karena diduga senyawa tersebut yang
bertanggung jawab sebagai efek demikian. Penelitian sebelumnya menyebutkan
bahwa flavonoid memiliki efek imunosupresan dalam respon poliferasi limfosit
(You et al., 1998). Sejak propolis diketahui mengandung flavonoid, hal ini perlu
dipelajari dari efek yang telah dilaporkan tersebut (Bankova, 1998). Flavonoid
berpotensi bekerja terhadap limfokin yang dihasilkan oleh sel T sehingga akan
merangsang sel-sel fagosit untuk melakukan respon fagositosis. Flavonoid
meningkatkan aktivitas Il-2 dan poliferasi limfosit. Sel T helper (CD4+) akan
mempengaruhi poliferasi limfosit kemudian menyebabkan sel Th1 (sel yang
membunuh mikroba) teraktivasi. Sel Th1 yang teraktivasi kemudian akan
mempengaruhi molekul-molekul yang dapat mengaktifkan makrofag. Aktivasi
39
makrofag dapat dilihat salah satunya dengan meningkatnya proses fagositosis
makrofag dan meningkatnya produksi nitrit oksida (Lyu et al., 2005).
Pengujian fitokimia senyawa triterpenoid/steroid propolis menunjukkan
hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya warna hijau. Perubahan warna
tersebut dikarenakan terjadinya oksidasi pada golongan senyawa terpenoid/steroid
melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi Reaksi dapat dinyatakan
sebagai berikut (Gambar 14).
Gambar 14. Reaksi Pengujian Fitokimia Terpenoid (Siadi, 2012)
Pengujian kandungan kuinon dilakukan dengan penambahan NaOH yang
ditandai perubahan warna merah jika positif kuinon (Gambar 15).
40
Gambar 15. Reaksi Pengujian Fitokimia Kuinon (Winarno, 2008)
Identifikasi senyawa tanin dalam propolis menunjukkan hasil negatif.
Adanya tanin akan terbentuk warna hijau kehitaman setelah ditambahkan larutan
FeCl3, karena tanin akan bereaksi dengan ion Fe3+ membentuk senyawa kompleks
(Harborne, 1987). Reaksi antara senyawa tanin dengan FeCl3 dilihat pada
(Gambar 16).
Gambar 16. Reaksi Pengujian Fitokimia Tanin (Marliana, 2005)
41
Uji saponin propolis tidak menunjukkan hasil positif. Jika adanya senyawa
tersebut, ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil selama 10 menit. Hal itu
menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan buih dalam air yang
terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Setyowati et al., 2014).
Reaksi dilihat pada (Gambar 17).
Gambar 17. Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air (Setyowati et al., 2014)
Saponin memproduksi sitokin seperti interleukin dan interferon yang
berperan dalam efek imunostimulan. Interleukin dan interferon akan bereaksi
dengan antigen (benda-benda asing) yang masuk ke dalam tubuh (Tizard, 1988).
Saponin dalam jumlah normal berperan sebagai immunostimulator, sedangkan
dalam jumlah yang melebihi batas normal saponin akan berperan sebagai
immunosupresor (zat yang menekan/menurunkan sistem imun) (Francis et al.,
2002).
Senyawa-senyawa yang mempunyai prospek cukup baik yang dapat
meningkatkan aktivitas sistem imun biasanya dari golongan flavonoid, kurkumin,
limonoid, vitamin C, vitamin E (tokoferol) dan katekin. Menurut Wagner (1985)
42
golongan senyawa polisakarida, terpenoid, alkaloid dan polifenol mempunyai
bioaktifitas sebagai imunostimulant agent.
Berdasarkan kandungan senyawa yang dimiliki oleh ekstrak metanol daun
namnam dan propolis, efek imunomodulator kedua sampel uji diduga disebabkan
oleh adanya kandungan senyawa golongan flavonoid sebagai komponen utama,
sebagaimana halnya kontrol positif yang mengandung ekstrak meniran
(Phyllanthus niruri L.). Selain itu, senyawa tanin dapat mempengaruhi aktivitas
fisiologi manusia seperti menstimulasi sel fagosit, antitumor, dan antiinfeksi (Haslam,
1996). Flavonoid juga telah dilaporkan berpengaruh pada sifat antioksidan melalui
aktivitas scavenging dan kelating (Sumarlin et al., 2015).
Aksi imunomodulator erat kaitannya dengan sifat suatu bahan alam yaitu
sebagai antioksidan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa bagian daun dari tanaman
namnam merupakan sumber terbaik antioksidan (Aziz dan Iqbal, 2013). Fungsi sel
imun berkaitan dengan generasi Reactive Oxygen Species (ROS) atau oksigen
radikal bebas yang turut serta dalam aktifitas mikrobisidal dari fagosit, aktifitas
sitotoksik atau respon limfoproliferatif terhadap mitogen. Kelebihan jumlah dari
ROS dapat mengancam sel-sel imun, karena dapat menyerang komponen seluler
dan menyebabkan kerusakan dan kematian sel dengan cara mengoksidasi lipid,
protein, karbohidrat membran serta asam nukleat. Efek ini dapat dicegah dengan
cara menetralisir ROS dengan kompleks antioksidan. Antioksidan memegang
peranan penting dalam memelihara sel-sel imun dan menjaganya dari stres
oksidatif. Beberapa penelitian saat ini menunjukkan bahwa kekurangan nutrisi
antioksidan dapat menyebabkan terjadinya penyakit dan dalam hal ini antioksidan
bekerja sebagai imunostimulan (Fuente et al., 2000 dan Estany et al., 2007).
43
Marquez et al. (2004) dalam penelitiannya mengevaluasi aktivitas
imunosupresi senyawa Caffeic acid phenethyl ester (CAPE) di dalam sel T
manusia, ditemukan bahwa senyawa fenolik adalah inhibitor kuat pada gerakan
cepat atau lambat dalam reseptor sel T dan media aktivasi sel T. Meskipun
demikian, secara spesifik CAPE menghambat kedua transkrip (IL-2) dan sintesis
(IL-2) dalam menstimulasi sel T. Selanjutnya untuk menandai mekanisme
penghambatan oleh senyawa CAPE pada tingkat traskripsi, mereka memeriksa
ikatan DNA dan aktivitas transkripsi nuclear factor (NF)-B, nuclear factor
mengaktivasi sel (NFAT), dan faktor transkripsi pengaktivasi protein-1 (AP-1)
dalam sel Jurkat. Mereka menemukan bahwa senyawa CAPE menghambat
aktivitas transkripsi (NF)-B (nuclear factor-Kappa B yaitu mediator sentral
imun) secara langsung tanpa mempengaruhi degradasi sitoplasma penghambatan
protein (NF)-B, IB-B. Meskipun kedua ikatan NF-B menuju DNA dan aktivitas
transkripsi dari sebuah protein hybrid Gal4-p65 telah diatasi dalam penanganan
oleh senyawa CAPE pada sel Jurkat. Selanjutnya, CAPE menghambat kedua
ikatan DNA dan aktivitas transkripsi NFAT, hasil menunjukkan korelasi dengan
kemampuannya untuk menghambat phorbol 12-myristate 13-acetate ditambah
ionomycin menginduksi defosforilasi NFAT1. Mereka menyatakan bahwa temuan
ini memberikan wawasan baru yang melibatkan mekanisme tingkat molekuler
dalam aktivitas antiinflamasi dan imunomodulator oleh senyawa bahan alam.
Menurut Dimov et al. (1991), propolis memodulasi sistem imun non
spesifik melalui aktivasi makrofag, juga mampu memodulasi secara in vivo dan in
vitro produksi C1q oleh makrofag sebagai fungsi reseptor komplemen secara
44
langsung maupun melalui sitokin. Penelitian lainnya dinyatakan oleh Moriyasu et
al. (1994) bahwa propolis menstimulasi sitokin seperti IL-1ɣ and TNF-α oleh
makrofag peritoneum tikus.
Aktivitas suatu senyawa yang dapat merangsang sistem imun tidak
tergantung pada ukuran molekul tertentu. Efek ini dapat diberikan baik oleh
senyawa dengan berat molekul yang kecil maupun oleh senyawa polimer. Karena
itu usaha untuk mencari senyawa semacam ini hanya dapat dilakukan dengan
metode uji imunbiologi saja. Termasuk di sini adalah metode in vitro dan in vivo,
di mana dapat diukur pengaruh senyawa bersangkutan pada fungsi dan
kemampuan sistem mononuklear, demikian pula kemampuan terstimulasi dari
limfosit B dan T (Barbuto et al., 2003; Patil et al., 2011).
Kandungan flavonoid, seperti halnya karotenoid, menurut penelitian yang
telah ada, berpotensi sebagai antioksidan pada pertumbuhan tumor serta dengan
terbukti meningkatkan respon imun walaupun masih banyak kontroversi yang
dijumpai. Kontroversi ini terjadi karena mekanisme aktivasinya belum dapat
dijelaskan (Robinovict, 1995).
Mathilda (1987) menyebutkan telah berhasil diisolasi dua heteroglikan
asam yang larut air dari Echinacea purpurea (BM 35.000 dan 450.000) yang
kemungkinan bekerja sebagai imunomodulator. Keduanya terdiri dari berbagai
gula dalam perbandingan dan ikatan tertentu. Senyawa ini menstimulasi
fagositosis, bekerja kuat pada limfosit T dan menginduksi produksi interferon.
Hubungan struktur-aktivitas polisakarida juga sedang diteliti oleh para ahli.
45
Senyawa yang kompleks dengan berat molekul yang tinggi lebih berkhasiat
daripada senyawa dengan berat molekul yang rendah dan bangun yang linier.
Penelitian mengenai aktivitas imunostimulan menunjukkan bahwa ada
korelasi antara struktur dan aktivitas senyawa bahan alamnya. Beberapa senyawa
kimia memiliki kemampuan imunostimulan dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu senyawa dengan berat molekul rendah (alkil amida, senyaw
fenolik, alkaloid, kuinon, saponin, sesquiterpenoid, di- , tri-terpenoid) dan
senyawa dengan berat molekul tinggi (Wagner, 1999).
4.3 Hasil Uji Viabilitas Makrofag
Setelah pengambilan makrofag yang diperoleh dari cairan peritoneum
tikus galur Spreague Dawley, dilakukan uji viabilitas. Hewan percobaan tikus
(Rattus novergicus) dengan galur Spreague Dawley digunakan pada penelitian ini
karena bersifat lebih kuat, mudah didapat, dan sering digunakan dalam penelitian,
terutama diharapkan memperoleh cairan peritoneum yang lebih banyak. Selain itu,
juga memiliki fungsi fisiologis dan metabolisme dalam tubuh tikus yang hampir
identik dengan manusia (Adiyati, 2011).
Kehilangan viabiliti sesuatu sel disebabkan karena kehilangan intergriti
membran (McGahon et al., 1995). Sel-sel yang mati akan menyerap zat warna
biru tripan oleh karena susunan atau integritas membran selnya telah rusak
sehingga biru tripan akan masuk melalui lubang-lubang membran sel ke dalam sel
(sitoplasma) (Yulinery dan Hidayat, 2012). Bagi sel yang hidup pula kelihatan
cerah dan bersinar (McGahon et al., 1995) (Gambar 18).
46
Tabel 4. Hasil Uji Viabilitas MakrofagUlangan Jumlah Sel Yang
HidupJumlah Sel Yang
MatiViabilitas (%)
I 1507 28 98,17II 1283 30 97,71
Rata-rata 97,94 ± 0,3
Hasil uji viabilitas yang dinyatakan dalam persen menunjukkan bahwa daya
hidup sel yang diuji adalah sebesar 97,94% (Tabel 4). Hasil ini memenuhi syarat
untuk digunakan ke tahap selanjutnya karena persyaratan nilai viabilitas makrofag
telah terpenuhi yaitu tidak boleh kurang dari 95% (Chairul, 2009). Jika
dibandingkan dengan beberapa uji viabilitas lain hasil ini juga cukup tinggi
diantaranya Yulinery dan Nurhidayat (2012) dengan ekstrak fermentasi beras
memiliki viablitas 97,09% dan Febriansyah (2009) yang menguji ekstrak metanol
daun dan kulit batang Rhodamnia cinerea Jack memiliki viabilitas 97,16%.
Gambar 18. Uji Viabilitas Makrofag Tikus (Rattus novergicus)
47
4.4 Hasil Uji Fagositosis
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek imunomodulator dari
bahan alam yaitu tanaman namnam (C. cauliflora L.) dan propolis asal Sulawesi
Tengah. Metode yang digunakan yaitu berdasarkan penetapan nilai aktivitas dan
kapasitas fagositosis makrofag tikus (Rattus novergicus) terhadap bakteri
Staphylococcus epidermidis (Gambar 19). Makrofag yang berasal dari cairan
peritoneum tikus galur Spreague Dawley akan diuji kemampuannya terhadap
bakteri Staphylococcus epidermidis yang digunakan sebagai antigen. Penetapan
nilai kapasitas fagositosis dilakukan dengan menghitung jumlah bakteri yang
difagosit oleh makrofag aktif dalam proses fagositosis tersebut (Gambar 19).
Gambar 19. Makrofag (1) Aktif Sedang Memfagosit Bakteri; (2) Tidak AktifMemfagosit; (3) Bakteri Yang Sedang Difagosit Oleh Makrofag
Proses fagositosis terjadi melalui beberapa tingkat yaitu kemotaktis,
menangkap, memakan, fagositosis, memusnahkan, dan mencerna. Kemotaktis
adalah pergerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respons terhadap berbagai
faktor seperti produk bakteri dan faktor kimiawi yang dilepas pada aktivasi
1
3
2
48
komplemen. Antibodi seperti halnya dengan komplemen (C3b) dapat
meningkatkan opsonisasi. Opsonin adalah molekul besar yang diikat dan dapat
dikenal oleh reseptor permukaan sel fagosit makrofag, sehingga meningkatkan
efisiensi fagositosis. Makrofag mengekspresikan banyak reseptor permukaan yang
dapat menelan mikroba. Bila sudah ditelan, membran tertutup, partikel digerakkan
ke sitoplasma sel dan terbentuk vesikel intraseluler yang mengandung bakteri atau
bahan lain asal ekstraseluler yang disebut fagosom. Di dalam sel terdapat enzim
lisosom yang diperlukan untuk memecah bahan yang ditelan (antigen), bersatu
dengan fagosom membentuk fagolisosom memungkinkan terjadinya degradasi
oleh reactive oxygen species (ROS) dan NO sehingga terjadi degradasi oleh
makrofag (Baratawidjaja & Rengganis, 2010).
Gambar 20. Fagositosis Mikroba Di Dalam Sel (Baratawidjaja & Rengganis, 2010)
49
Makrofag cocok untuk studi fagositosis karena makrofag dianggap sebagai
salah satu sel fagosit yang paling primitif dari sistem kekebalan tubuh nonspesifik
(Zalikoff et al., 1991 ; Silva et al., 2002 cit Jensch-Junior et al., 2006). Fagositosis
makrofag banyak digunakan sebagai parameter imunologi untuk mengevaluasi
kesehatan/fungsi kekebalan tubuh (Jensch-Junior et al., 2006). Melalui toll like
receptor (TLR) makrofag dapat secara langsung kontak dengan patogen termasuk
imunogen dari tanaman sehingga menjadi aktif (Finlay, 2010). Peningkatan
aktifitas makrofag ditandai dengan perubahan bentuk, perubahan biokimiawi,
serta perubahan fungsi dari makrofag untuk menilai peningkatan sistem imun
(Ulya, 2012; Baratawidjaja, 2006).
Bakteri Staphylococcus epidermidis dilibatkan sebagai antigen. Bakteri
tersebut termasuk jenis gram positif yang mampu mengikat pewarna Giemsa
sehingga dapat memudahkan dalam pembacaan sel di bawah mikroskop. Bakteri
tersebut juga tidak bersifat patogen dan tidak mengandung protein A, yaitu protein
yang bersifat antifagositik sehingga tidak dapat menghindar dari fagositik
makrofag peritoneum dan tidak bersifat virulen (Sriningsih, 2006). Penggunaan
pewarna Giemsa memberikan keuntungan yaitu dapat membedakan morfologi inti
sel dan/ atau sitoplasma (Garcia,1999). Sebagai kontrol pembanding yaitu
stimuno yang mengandung ekstrak meniran. Aquades digunakan sebagai kontrol
negatif/normal.
Hasil analisis data pendahuluan aktivitas dan kapasitas fagositosis ekstrak
metanol daun namnam dan propolis yang diperoleh menunjukkan bahwa data
tersebar secara normal. Kemudian hasil ANOVA menunjukkan bahwa ada
50
perbedaan aktivitas yang signifikan antara perlakuan, maka selanjutnya data hasil
pengamatan aktivitas dan kapasitas fagositosis kedua sampel uji dilakukan
analisis statistik uji LSD untuk membandingkan hasil antar perlakuan (Lampiran
9) (Lampiran 10) (Lampiran 11) (Lampiran 12).
Berdasarkan hasil analisis statistik uji LSD menunjukkan bahwa nilai
aktivitas fagositosis ekstrak metanol daun namnam pada setiap konsentrasi
berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif (Lampiran 9). Nilai presentase
aktivitas fagositosis kontrol negatif sebesar 56% dengan nilai kapasitas 487, dapat
dilihat pada (Tabel 5). Kontrol negatif hanya diberi perlakuan menggunakan
aquadest. Terjadi peningkatan nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis sampel
ekstrak metanol daun namnam dibandingkan dengan kontrol negatif. Hasil
menunjukkan nilai aktivitas fagositosis tertinggi sampel ekstrak metanol daun
namnam yaitu pada konsentrasi 1000 ppm dengan nilai kenaikan presentase
aktivitas fagositosis sebesar 30%. Meskipun masih lebih kecil dari hasil kontrol
positif dengan kenaikan sebesar 37% (Tabel 5). Pada konsentrasi 10000 ppm,
hasil pengamatan tidak terdeteksi karena kondisi sampel terlalu pekat sehingga
menyebabkan seluruh medan pandang tertutup oleh larutan sampel uji. Sedangkan
berdasarkan penetapan nilai kapasitas fagositosis ekstrak metanol daun namnam,
hasil tertinggi ditunjukkan pada konsentrasi 1 ppm dengan kenaikan nilai
kapasitas fagositosis sebesar 383 (Tabel 6). Hasil optimal efek imunomodulator
sampel ekstrak metanol daun namnam ditetapkan pada konsentrasi 1000 ppm
dengan nilai aktivitas sebesar 86% (Tabel 5) dan nilai kapasitas 689 (Tabel 6),
meskipun dalam penetapan nilai kapasitas fagositosis tertinggi dicapai pada
51
larutan uji konsentrasi 1 ppm. Kemudian nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis
ekstrak metanol daun namnam dibandingkan dengan kontrol positif menunjukkan
tidak adanya perbedaan secara bermakna yang berarti sampel uji memiliki efek
yang sama dengan kontrol positif sebagai imunomodulator.
Tabel 5. Nilai Aktivitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun Namnam (C. Cauliflora L.)dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Konsentrasi(ppm)
%Aktivitas FagositosisKN KP EDN P Kenaikan %Aktivitas
EDN P0 56 ± 3.51 80 ± 9.8* 95 ± 1.4* 24 3910 79 ± 3.5* 67 ± 6.3* 23 11100 83 ± 1.4* 86 ± 4.2* 27 301000 93 ± 0.7* 86 ± 2.1* 93 ± 0* 30 3710000 - 96 ± 0.7* - 40
Keterangan: *) Memberikan perbedaan yang bermakna (signifikan) dibandingkan kontrol negatif; KN = Kontrol Negatif;KP = Kontrol Positif; EDN = Ekstrak metanol daun namnam; (-) = tidak terdeteksi
Sementara itu, nilai aktivitas fagositosis sampel propolis juga
menunjukkan hasil berbeda bermakna dengan kontrol negatif, ditunjukkan
berdasarkan hasil analisis statistik uji LSD (Lampiran 10). Hasil menunjukkan
nilai aktivitas fagositosis tertinggi sampel propolis yaitu pada konsentrasi 10000
ppm dengan nilai kenaikan presentase aktivitas fagositosis sebesar 40%.
Meskipun demikian, tetapi terjadi penurunan pada nilai kapasitasnya dibanding
kontrol negatif. Hasil analisis statistik uji LSD menunjukkan dalam pengamatan
nilai kapasitas fagositos hanya sampel propolis perlakuan konsentrasi 1000 ppm
yang berbeda secara signifikan dibanding dengan kontrol negatif (Lampiran 12).
Oleh karena itu, hasil optimal efek imunomodulator sampel propolis ditetapkan
pada konsentrasi 1000 ppm dengan nilai aktivitas sebesar 93% (Tabel 5) dan nilai
kapasitas 1621 (Tabel 6).
52
Tabel 6. Nilai Kapasitas Fagositosis Ekstrak Metanol Daun Namnam (C. Cauliflora L.)dan Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Konsentrasi(ppm)
Nilai Kapasitas FagositosisKN KP EDN P Kenaikan Nilai
KapasitasEDN P
0 487 ± 9.81 870 ± 88 790 ± 140 383 30310 788 ± 87 592 ± 7 301 105100 697 ± 82 1035 ± 16 210 5481000 1106 ± 62* 689 ± 10 1621 ± 437* 202 113410000 - 322 ± 49 - -165Keterangan: *) Memberikan perbedaan yang bermakna (signifikan) dibandingkan kontrol negatif; KN = Kontrol Negatif;
KP = Kontrol Positif; EDN = Ekstrak metanol daun namnam; (-) = tidak terdeteksi
Perbedaan yang signifikan tidak terlihat pada penetapan nilai kapasitas
fagositosis antara seluruh perlakunan konsentrasi sampel uji ekstrak metanol daun
namnam jika dibandingkan dengan kontrol negatif. Hasil juga menunjukkan
semakin tinggi konsentrasi larutan uji ekstrak metanol daun namnam terjadi
penurunan nilai kapasitas fagositosis. Sementara pada sampel uji propolis hanya
perlakuan konsentrasi 1000 ppm yang menunjukkan perbedaan secara signifikan
dengan kontrol negatif. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan data tidak
terdistribusi homogen. Sebab lain adalah kendala teknis dalam penghitungan
bakteri secara manual menggunakan mikroskop. Makrofag yang padat terisi
bakteri seringkali dijumpai saat pengamatan sehingga sulit menghitung jumlahnya
secara tepat dalam medan pandang mikroskop (Gambar 19). Kondisi ini dapat
teratasi jika menggunakan alat khusus yang dapat menghitung jumlah bakteri
secara otomatis menggunakan instrumen fluorosence microplate reader (Wagner
dan Jurcic, 1991).
Perbandingan antara sampel ekstrak metanol daun namnam dengan
propolis yaitu nilai presentase aktivitas fagositosis propolis lebih tinggi daripada
sampel ekstrak metanol daun namnam pada setiap konsentrasi. Begitu juga
53
dengan nilai kapasitas fagositosis sampel propolis lebih tinggi dibanding sampel
ekstrak metanol daun namnam. Diagram perbandingan keduanya dapat dilihat
dalam (Gambar 21) (Gambar 22).
Gambar 21. Diagram % Aktivitas Fagositosis Ekstrak metanol daun namnam danPropolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Gambar 22. Diagram Nilai Kapasitas Fagositosis Ekstrak metanol daun namnamdan Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
54
Ada beberapa mekanisme yang dimungkinkan menyebabkan terjadinya
peningkatan aktivitas fagositosis. Kemungkinan pertama adalah faktor opsonin.
Pada saat opsonin membungkus partikel asing tersebut akan terjadi pengikatan
dengan permukaan fagosit. Kemungkinan kedua adanya reseptor pola pengenalan
(pattern recognition receptors/PRR) (Handajani, 2013). Kemungkinan yang
ketiga adalah dari kandungan yang terdapat dalam sampel uji ekstrak metanol
daun namnam dan propolis.
Aktivitas dan kapasitas fagositosis pada bahan uji berkaitan dengan
kandungan kimia yang terdapat dalam bahan uji tersebut (Chairul, 2009). Menurut
Inalci et al. (2005), beberapa komponen bioaktif yang berasal dari alam
mempunyai efek pleitropik (mempunyai beragam efek fisiologis) dan kombinasi
berbagai komponen bioaktif pada satu simplisia atau ekstrak akan memberikan
efek sinergis. Salah satu senyawa yang terdapat dalam ekstrak metanol daun
namnam dan propolis ialah flavonoid, senyawa tersebut akan berinteraksi dengan
dengan membran sel yang dapat mencegah masuknya molekul asing dan
melindungi fungsi struktur membran sel (Oteiza et al., 2006).
Flavonoid berpotensi bekerja terhadap limfokin yang dihasilkan oleh sel T
sehingga akan merangsang sel-sel fagosit untuk melakukan respon fagositosis
(Kusmardi et al., 2007). Flavonoid juga dapat berinteraksi dengan semua
membran sel (termasuk sel imun) melalui ikatan hidrogen yang berguna
mengurangi atau menekan masuknya molekul pengganggu dan melindungi stuktur
dan fungsi membran sel (Oteiza et al., 2006). Flavonoid membantu aktivitas dari
reseptor untuk mengikat partikel asing. Terdapat beberapa pengaruh flavonoid
55
(imunomodulator) dalam mempengaruhi reseptor. Pertama, flavonoid dapat
mempengaruhi sel B dengan cara mengaktifkan sel T untuk menginduksi sekresi
antibodi, antibodi yang dikeluarkan dapat membantu Fc receptors dalam reaksi
opsonisasi, yaitu reaksi untuk mempermudah fagositosis karena antigen diselimuti
oleh antibodi, terutama antibodi IgG. Bagian ekor antibodi IgG yang berikatan
dengan antigen mampu mengikat reseptor di permukaan (makrofag) (Bellanti,
1993 dan Sherwood, 2001). Kedua, interaksi senyawa tersebut dengan membran
sel diduga dapat mempertajam reseptor pada Sel Kupffer (makrofag), khususnya
pada scavenger receptors yang berfungsi sebagai mediator fagositosis (Gao et al.,
2008 dan Oteiza et al., 2006).
Penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan mengenai mekanisme kerja
propolis sebagai imunomodulator, meskipun hasilnya masih belum jelas (Cuesta
et al., 2005). Salah satu senyawa di dalamnya yaitu CAPE (Cafeic Acid Phenethyl
Esther), beberapa menjelaskan evaluasi secara in vitro efek propolis dalam
mengaktivasi makrofag menunjukkan propolis meningkatkan pembentukan H2O2
di dalam sel ini (Orsi et al., 2000). Ivanovska et al. (1993) meneliti efek kompleks
caffeic acid dan simanat dengan lisin, menunjukkan asam sinamat menghambat
pembentukan H2O2 oleh peritoneum makrofag, ketika caffeic acid diinduksi
dalam produksi itu. Krol et al. (1995) melaporkan bahwa flavon menghambat
secara langsung luminol-chemoluminescence murin makrofag oleh mekanisme
involusi posforilasi protein kinase C. Indikasi lainnya dari aktivasi makrofag
adalah pembentukan nitrat oksida (NO), dari L-arginin oleh sintesis nitrat oksida
(NOS) (Macfarlaane et al., 1999; Novelli, 2005). NO penting dalam mekanisme
56
mikrobisida dari makrofag untuk menghambat sintesis DNA, respirasi
mitokondria dan transport aktif dalam membran fungi dan bakteri (Chan et al.,
1992; Macmicking et al., 1997). Di samping itu, NO juga merupakan
neutransmissor vasodilator penting dan mediator seluler dari perbaikan jaringan
(Chakraborty et al., 2006).
Menurut Sforcin (2007) menerangkan dalam penelitiannya bahwa aksi
propolis sebagai imunomodulator disebabkan dari produk turunan tanaman dan
isolat ekstrak dari sumber tanamannya tidak memiliki efek yang sama dalam
pengujian tersebut. Mungkin ada efek sinergis, hal ini yang menyebabkan setiap
propolis memiliki aktivitas farmakologi yang berbeda.
Menurut Sriningsih dan Wibowo pada penelitiannya tahun 2006, beberapa
penelitian efek imunitas dari ekstrak atau isolat tanaman menunjukkan bahwa efek
yang muncul sangat tergantung dari dosis uji, dimana efek
imunosupresi/sitotoksik akan muncul manakala dilakukan pada dosis besar.
Sementara efek imunostimulan akan terlihat pada dosis rendah (Wagner, 1999).
Imunosupresi merupakan suatu tindakan untuk menekan respons imun, sedangkan
imunostimulan bekerja dengan cara memperbaiki fungsi sistem imun
menggunakan bahan yang merangsang sistem imun (Baratawidjaja, 2006). Hal
serupa diperkuat oleh (Pinca et al., 2013) dalam penelitiannya yaitu sifat
flavonoid sebagai imunomodulator dapat berubah menjadi imunosupresan
terhadap rerata indeks daya fagosit makrofag, ketika diberikan dalam dosis yang
besar dan dalam jangka waktu yang lama.
57
Dari hasil tersebut ekstrak metanol daun namnam dan propolis dapat
meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag, maka keduanya
memiliki kemampuan sebagai imunomodulator. Namun demikian, perlu adanya
penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas imunomodulator ekstrak metanol daun
namnam dan propolis. Berhubung efek imunomodulator disebabkan oleh
mekanisme sistem tubuh yang kompleks, maka perlu menggunakan metode uji
yang lebih komprehensif (Sriningsih, 2006).
58
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Ekstrak daun namnam dan propolis memiliki kemampuan
imunomodulator berdasarkan peningkatan aktivitas dan kapasitas
fagositosis makrofag dibandingkan dengan kontrol negatif.
2. Sampel ekstrak daun namnam memiliki kemampuan imunomodulaor
optimal pada konsentrasi 1000 ppm (86% dan 689) dengan peningkatan
nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis (30% dan 202).
3. Sampel propolis kemampuan imunomodulaor optimal pada konsentrasi
1000 ppm (93% dan 1621) dengan peningkatan nilai aktivitas dan
kapasitas fagositosis (37% dan 1134).
4. Nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis kedua sampel ekstrak metanol
daun namnam masih dibawah kontrol pembanding yang merupakan
produk imunomodulator komersil (stimuno) (93% dan 1106), sedangkan
hasil penetapan pada sampel propolis menunjukkan hasil lebih tinggi
daripada produk komersil tersebut.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan uji toksisitas ekstrak daun namnam dan propolis untuk
mengetahui apakah sampel bersifat toksik atau tidak terhadap makrofag.
59
2. Perlu dilakukan serangkaian pengujian secara in vivo lebih lanjut untuk
mengetahui jenis cara kerja imunomodulator ekstrak daun namnam dan
propolis.
60
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A.K. dan Lichtman, A.H. 2005. Cellular and Molecular Immunology Edisi4, 5. Elsevier Saunders. Philadelphia.
Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta (ID): Karnunika.
Adiyati, P.N. 2011. Ragam Jenis Ektoparasit Pada Hewan Coba Tikus Putih(Rattus Norvegicus) Galur Sprague Dawley. Bogor: Fakultas KedokteranHewan Institut Pertanian Bogor.
Aziz, A.F.A. dan Iqbal, M. 2013. Antioxidant Activity and PhytochemicalComposition of Cynometra cauliflora. Journal of Experimental andIntegrative Medicine. 3(4):337-341.
Bankova, V.S., De Castro SL, Marcucci, M.C. 2000. Propolis: recent advances inchemistry and plant origin. Apidologie. 31: 3-15.
Baratawidjaja, K.G. 1988. Imunologi Dasar. Balai Penerbit Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia
Baratawidjaja, K.G. 2002. Imunomodulasi. Dalam: Imunologi dasar. Edisi 5.Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Baratawidjaja, K.G. dan Rengganis, I. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: BalaiPenerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
Barbuto, J.A.M., Hers, E.M., Salmon, S.E. 2003. Imunofarmakologi dalamfarmakologi dasar dan klinik. Katzung BG. 6: 904-6.
Beekeeping dan Crane, E. 1988. Science, Practice and World Resourses.Heinemann London.
Bellanti, J.A..1993. Imunologi III. Diterjemahkan oleh Wahab AS, Soeripto N.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1993. hal. 1, 7-8,18.
Campbell, N.A., Reece J.B., Mitchell L.G. 2004. Biologi Edisi 5 Jilid 3. Jakarta:Erlangga.
Challem, J. 2004. Tuberculosis, Medical Journals Document Value of BeePropolis, Honey and Royal Jelly. The Nutrition Reporter 2004. Dalam:Indeks Daya Fagosit Makrofag Peritoneum Setelah Pemberian Propolis PadaMencit (Mus Musculus). Fakultas Kedokteran Universitas Islam SultanAgung (Unissula) Semarang.
61
Chairul. 2009. Phagocytosis Effectivity Test of Phenylbutenoid CompoundsIsolated from Bangle (Zingiber cassumunarRoxb.) Rhizome. Journal ofBiological Diversity. 10 (1): 40-43
Chan, J., Xing, Y., Magliozzo, R.S., Blomm, B.R., 1992. Killing of VirulentMycobacterium Tuberculosis by Reactive Nitrogen Intermediates Producedby Activated Murine Macrophages. The Journal of Experimental Medicine175, 1111–1122.
Chakraborty, P.D., Bhattacharyya, D., Pal, S., Ali, N., 2006. In Vitro Induction ofNitric Oxide by Mouse Peritoneal Macrophages Treated With HumanPlacental Extracts. International Immunopharmacology 6, 100–107.
Cuesta, A., Rodr´ıguez, A., Esteban, M.A., Meseguer, J.. 2005. In Vivo Effects ofPropolis, A Honeybee Product, On Gilthead Seabream Innate ImmuneResponses. Fish & Shelfish Immunology 18, 71–80.
Cuningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J., SpongC.S., editors. William’s Obstetric. 2014. New york: McGraw Hill.; 24: 266 p
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Parameter Standar Umum EkstrakTumbuhan Obat. Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat danMakanan; 2000, Hal. 1-11.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Parameter Standar UmumEkstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat danMakanan. Hal 1-17.
Dimov, V., Ivanovska, N., Manolova, N., Bankova, V., Nikolov, N. dan Popov.1991.Immunomodulatory action of propolis: Influence on anti-infectiousprotection and macrophage function. Apidologie, 22:155-162.
Djauzi, S. 2003. Perkembangan obat imunomodulator. Med J Ked. 4(2): 13-5.
Estany, S., Palacio, J.R., Barnadas, R., Sabes, M, Iborra A, Martinez P.Antiioxidant activity of N-acetylcysteine, flavonoids and α-tocopherol onendometrial cells in culture. J Repro Immun. Elsevier. 2007; 1-10.
Febriansyah, A.R. 2009. Uji Efek Imunomodulator Ekstrak Metanol Daun danKulit Batang Rhodamnia cinerea Jack Melalui Pengukuran Aktivitas danKapasitas Fagositosis Sel Makrofag Peritoneum Mencit Yang DiinduksiStaphylococcus epidermidis Secara In Vitro. Skripsi. Program Studi FarmasiFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Finlay, T. M., Abdulkhalek, S., Gilmour, A., Guzzo, C., Jayanth, P., Amith, S. R.,.Szewczuk, M. R. 2010. Thymoquinone-induced Neu4 sialidase activates
62
NFkappaB in macrophage cells and pro-inflammatory cytokines in vivo.Glycoconj J, 27(6), 583-600. doi: 10.1007/s10719-010-9302-5. DalamAkrom Dan Fatimah. Ekstrak Heksan Biji Jintan Hitam (Nigella Sativa L)Meningkatkan Aktivitas Fagositosis Makrofag Tikus Betina Galur Sd(Sprague Dawley) Yang Diinduksi Dmba (7,12dimetilbenz(Α)Antrasen)Secara In Vitro. Pharmaciana, Vol. 5, No. 1, 2015: 69-76.
Fischer, G., Conceic¸ ˜ao, F.R., Leite, F.P.L., Dummer, L.A., Vargas, G.D.,H¨ubner, S.O., Dellagostin, O.A., Paulino, N., Paulino, A.S., Vidor, T.,2007. Immunomodulation produced by a green propolis extract on humoraland cellular responses of mice immunized with SuHV-1.Vaccine 25, 1250–1256.
Francis, G., Zohar K., Harinder, P.S.M., dan Klaus B. 2002. The biological actionof saponins in animal sistems. British Journal of Nutrition. 88: 587–605.
Fuente, M.D. dan Victor, V.M. 2000. Antioxidants as modulator of immunefunction. In immunology and cell biology; 78: 49-54.
Gao, J., Mitchell, L.A., Lauer, F.T., Burchiel, S.W.., 2008, p53and ATM/ATRRegulate 7,12-Dimethylbenz(a)anthracene InducedImmunosuppression,Molecular Pharmacology, 73:137.
Garcia, C.R.S.. 1999. Calcium Homeostasis and Signaling in the Blood–StageMalaria Parasite. Parasitology Today. 15. 12:488–491.
Ghisalberti, E.L. 1978. Propolis: a review., Bee Wld. 60: 59–84.
Gordaliza, M. 2007. Natural Product As Leads For anticancer Drug, ClinicalTransl. Oncology, Milan: Springer Milan 9 : 767 -776.
Grotewold, E. 2006. The Science of Flavonoids. Springer Science and BusinessMedia Inc. United States of America.
Hady, Abd El FK., dan Hegazi, A.G. 2002. Egyptian Propolis: 2. chemicalcomposition, antiviral and antimicrobial activities of east Nile Deltapropolis. Dokki, Giza, Egypt: Departments of Chemistry of Natural Productsand Parasitology. National Research Center. 57: 386-394.
Handajani, J. 2013. Minyak Atsiri Temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.,Zingiberaceae) Meningkatkan Aktivitas Fagositosis Neutrofil Terpapar A.actinomycetemcomitans. The International Symposium on Oral and DentalSciences. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi UGM.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern MengekstraksiTumbuhan. Terjemahan Padmawinata. K. Bandung (ID): Penerbit ITB.
63
Haslam, E. 1996. Natural Polyphenols (Vegetable Tannins) as Drugs:Possiblemodes of Action. J. Nat. Prod. 59: 205-215.
Harley, J.P., Prescott, L.M. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology, FifthEdition. The Mc Graw Hill Companies. San Francisco 79: 446-447.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jilid 1. Jakarta: Yayasan SaranaWan Jaya.
Hollman, P.C.H., M.G.L. Hertog dan M.B. Katan, 1996. Analysis and HealthEffects of Flavonoids. Food Chemistry. 57 (1) : 43-46.
Ikram, E.H.K., Eng, K.H, Jalil, A.M.M., Ismail, A., Idris, S., Azlan, A., NazriH.S.M., Diton, N.A.M., Mokhtar, R.A.M. 2009. Antioxidant capacity andtotal phenolic content of Malaysian underutilized fruit. J Food Comp Anal.22:388-93.
Inalci, M. et.al. 2005. Use of Cancer Chemopreventive Phytochemicals asAntineoplastic Agents, Lanset Oncol. 6;899 – 904.
Ivanovska, N.D., Dimov, V.B., Pavlova, S., Bankova, V., Popov, S.. 1995a.Immunomodulatory action of propolis. V. Anticomplementary activity of awater-soluble derivative. Journal of Ethnopharmacology 47, 135–143.
Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A. 2001. Mikrobiologi Kedokteran EdisiXXII, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas KedokteranUniversitas Airlangga. Jakarta: Penerbit Salemba Medik. 205-209.
Jensch-Junior, B.E., Pressinotti, L.N., Borges, J.C.S., deSilva, J.R.M.C. 2006.Characterization of macrophage phagocytosis of the tropical fishProchilodus scrofa (Steindachner, 1881). Aquaculture. 251:509–515.
Kamperdick, C., Adam, G., Van, N.H., Sung, T.V. 1997. Chemical Constituentsof Madhuca pasquiery. Zeitschrift für Naturforschung. 52:295-300.
Kardinan, A. dan Kusuma, F.R.. 2004. Meniran Penambah Daya Tahan TubuhAlami, Cetakan ke-1, 5, 10, 11. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Krell, R. 1996. Value-added products from beekeeping, FAO Agricultural ServiceBull., No. 124.
Kresno, S.B. 2001. Respons Imun Pada Infeksi. Imunologi: Diagnosis danProsedur Laboratorium Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Penerbit FakultasKedokteran Universitas Indonesia
64
Krol, W., Czuba, Z.P., Threadgill, M.D., Cunningham, B.D.M., Shani, J..1995.Modulation of Luminol-Dependent Chemiluminescence of MurineMacrophages by Flavone And Its Synthetic Derivatives. Arzneimittel-Forschung/Drug Research. 45, 815–818.
Kusmardi, Kumala, S., Triana, E.E. 2007. Efek Imunomodulator Ekstrak DaunKetepeng Cina (Cassia Alata L.) Terhadap Aktivitas dan KapasitasFagositosis Makrofag. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 2: 50-53.
Kurniasih, Nunung, Kusmiyati, M., Nurhasanah, Sari, RP, Wafdan, R. 2015.Potensi Daun Sirsak (Annona Muricata Linn), Daun Binahong (AnrederaCordifolia (Ten) Steenis), Dan Daun Benalu Mangga (DendrophthoePentandra) Sebagai Antioksidan Pencegah Kanker. Volume IX No.1.
Kustiawan, P.M., Wahyuono, S., dan Yuswanto, A. 2012. Isolasi dan IdentifikasiSenyawa Imunostimulan Non Spesifik In Vitro dari Daun Sirih Merah (Pipercrocatum Ruiz & Pav.). Thesis. Program Pascasarjana Fakultas FarmasiUGM.
Lenny, S. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktivitas Kandungan Kimia Utama PudingMerah dengan Metode Uji Brine Shrimp. Medan: USU Repository.
Lyu, S.Y. dan Park, W.B. 2005. Production of Cytokine and NO by RAW 264.7Macropaghes and PBMC in vitro incubation with flavonoids. Arch. Pharm.Res. 28: 573-581
Ma’at, S. 2004. Tanaman Obat Untuk Pengobatan Kanker (Bagian 3). JurnalBahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 3, No. 2.
Macfarlane, A.S., Schwacha, M.G., Eisenstein, T.K., 1999. In Vivo Blockage ofNitric Oxide with Aminoguanidine Inhibits Immunosuppression Induced byan Attenuated Strain of Salmonella Typhimurium, Potentiates SalmonellaInfections, and Inhibits Macrophage and Polymorphonuclear LeukocyteInfluxinto The Spleen. Infection and Immunity 67, 891–898.
Macmicking, J., Xie, Q.W., Nathan, C., 1997. Nitric oxide and macrophagefunction. Annual Review of Immunology 15, 323–350.
Margaretha, I. 2012. Kajian Senyawa Bioaktif Propolis Trigona Spp. SebagaiAgen Anti Karies Melalui Pendekatan Analisis Kimia Dipandu DenganBioassay. Disertasi. Universitas Indonesia.
Marliana, S.D., Suryanti, V., Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan AnalisisKromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechiumedule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3 (1): 26-31.
Marquez N., Sancho R., Macho A..2004. Caffeic Acid Phenethyl Ester Inhibits T-Cell Activation by Targeting Both Nuclear Factor of Activated T-Cells and
65
NF-B Transcription Factors. J Pharmacol Exp Ther (JPET), 308, 993-1001.
Mathilda, W.B. 1987. Immnomodulator. Jurusan Farmasi Institute TeknologiBandung. Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Halaman 44-46.
McGahon, A.J., Martin, R.P., Bissonnette, R.P., Mahboubi, A., Shi, Y., Mogil,R.J., Nishioka, W.K., Green, D.R. 1995. The end of the (cell) line: Methodsfor the study of apoptosis in vitro. Dlm. Methods in Cell Biology. NewYork: Academic Press Inc. dalam Omar et al. 2010.. Penyaringan AntikanserEkstrak Etanol daripada Famili Piperaceae Terpilih dan Penentuannyamelalui Pewarnaan Tripan Biru. Sains Malaysiana
Middleton, E.J.R., Kandaswami, Chithan, Theoharides, Theoharis C. 2000. TheEffects of Plant Flavonoids on Mammalian Cells: Implications forInflammation, Heart Disease, and Cancer. Pharmacol Rev 52:673–751.Diakses melalui http://www.pharmrev.org pada tanggal 4 Desember 2009.
Missima, F. dan Sforcin, J.M. 2007. Green Brazilian Propolis Action OnMacrophages And Lymphoid Organs of Chronically Stressed Mice. OriginalArticle. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, in press.
Mor, G. dan Abraham ,V.M. 2008. The immunology of pregnancy. In: MooreMR, Lookwood RJ, editors. Creasy and Resnik’s Maternal Fetal Medicine.New York: Elsevier; 6: 88-90.
Moriyasu, J., Arai, S., Motoda, R., Kurimoto, M.. 1994. In Vitro Activation ofMouse Macrophage by Propolis Extract Powder. Biotherapy 8, 364–365.
Nugroho, Y.A. 2012. Efek Pemberian Kombinasi Buah Sirih (Piper betle L.)Fruit, Daun Miyana (Plectranthus scutellarioides (L.) R. BR.) Leaf, Madudan Kuning Telur Terhadap Peningkatan Aktivitas dan Kapasitas FagositosisSel Makrofag. Artikel. 22 (1).
Orsi, R.O., Funari, S.R.C., Soares, A.M.V.C., Calvi, S.A., Oliveira, S.L., Sforcin,J.M., Bankova, V., 2000. Immunomodulatory action of propolis onmacrophage activation. The Journal of Venomous Animals and Toxins 6,205–219.
Oteiza, Patricia, I., Erlejman, Alejandra G., Sandra, Verstraeten, V., Keen. CarlL., Fraga, Csar, G. 2006. Flavonoid-membran interactions: A protective roleof flavonoids at the membran surface?. Clinical & DevelopmentalImmunology, Volume 12, Issue 1 March 2005. Dalam Kusuma, DY. EfekPemberian Filtrat Daun Sambung Nyawa (Gynura Procumbens Lour.Merr.) Terhadap Aktifitas Sel Kupffer Pada Mencit Putih (Mus MusculusLinn.).
66
Palombo E.A . 2011. Traditional Medicinal Plant Extracts and Natural Productswith Activity against Oral Bacteria: Potential Application in the Preventionand Treatment of Oral Diseases. Hindawi Publishing Corporation,Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. Article ID680354, 15 pages.
Park, J.H., Lee, J.K., Kim, H.S., Chung, S.T., Eom, J.H., Kim, K.A., Chung, S.J.,Paik, S.Y., Oh, H.Y., 2004. Immunomodulatory effect of caffeic acidphenethyl ester in BALB/c mice. International Immunopharmacology 4,429–436.
Parmer, V.S., Jain, S.C., Bisht, K.S., Jain, R., Taneja, P., Jha, A., Tyagi, O.D.,Prasad, A.K., Wengel J., Olsen, E.S., Boll, P.M.. 1997. Phytochemistry ofThe Genus Piper, 46: 597-673.
Parolia, A, Thomas M.S, Kundabala, M., Mohan, M. 2010. Propolis and itspotential uses in oral health. Int. J. Med. and Medical Sci; 2(7): 210-215.
Patil, US.., Jaydeokar, A.V., Bandawane, D.D. 2011. Immunomodulators: Apharmacologycal review. Intr J Pharm, Pharm Scien.14: 30-6
Pechorsky, A., Nitzan, Y., Lazarovitch, T. 2009. Identification of pathogenicbacteria in blood cultures: comparison between conventional and PCRmethods. J Microbiol Meth 78:325-330.
Pinca, S., Djati M.S., Rifa’I, M. 2013. Analisis Mobilisasi Sel T CD4+ dan CD8+
pada Timus Ayam Pedaging Pasca Infeksi Salmonella typhimurium danPemberian Simplisia Polyscias obtuse. Jurnal Biotropika Volume 1 No.1,Malang: Universitas Brawijaya.
Quattrochi, U. 2000. CRC World Dictionary of Plant Names: Common Names,Scientific Names, Eponyms, Synonyms, and Entimology. Francis.
Rabeta, M.S. dan Faraniza, N. 2013. Total phenolic content and ferric reducingantioxidant power of the leaves and fruits of Garcinia atrovirdis andCynometra cauliflora. International Food Research Journal 20(4): 1691-1696.
Ranjith, M.S. 2008. Enhanced Phagocytosis and Antibody Production byTinospora cordifolia – A new dimension in Immunomodulation. AfricanJournal of Biotechnology. 7 (2), 081-085
Robinovitch, M. 1995.Proffesional and non-Proffesional Phagocytes anIntroduction. Trends In Cell Biology. Vol: 5, 85-87.
Sadikin, M. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta: Widya Medika.
67
Safitri, E. 2000. Studi Tentang Efek Imunostimulan Tilosin Terhadap PeningkatanRespon Kekebalan Nonspesifik. Skripsi. Jakarta: Fakultas FarmasiUniversitas Pancasila.
Sa-Nunes, A., Faccioli, L.H., Sforcin, J.M. 2003. Propolis: lymphocyteproliferation and IFN-_ production. Journal of Ethnopharmacology 87, 93–97
Sarisetyaningtyas, P.V., Hadinegoro, S.R., dan Munasir, Zakiudin. 2006.Randomized controlled trial of Phyllanthus niruri Linn extract. PaediatricaIndonesiana volume 46.
Sears, B. dan Saenz, R. 2011. Intisari Mikrobiologi dan Imunologi. Jakarta: EGC.
Setyowati, W.A.E., Ariani, S.R.D., Ashadi, Mulyani, B., Rahmawati, C.P. 2014.Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak MetanolKulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas Petruk. MakalahPendamping Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia VI 271-280.
Sforcin, J.M. 2007. Propolis and the immune system: a review. Journal ofEthnopharmacology. 113 (1): 1-14.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem (Human Physiology:From Cells To Systems) Edisi 2. Diterjemahkan oleh Brahm U. Pendit.Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC.
Siadi, K. 2012. Ekstrak Bungkil Buji Jarak Pagar (Jatropha curcas) SebagaiBiopestisida Yang Efektif Dengan Penambahan NaCl. Jurnal MIPA. 35(1).
Silva, C. A. da, Pinheiro, J.W., Fonseca, N.A.N., Cabrera, L., Novo, V.C.C.,Silva, M.A.A. da, Canteri, R.C., Hoshi, E. H., 2002. Sunflower meal as feedto swine during the growing and finishing phase: digestibility, performanceand carcass quality. Rev. Bras. Zootec., 31 (2) Suppl.: 982-990
Sirois, M. 2005. Laboratory Animal Medicine : Principles and Procedures.United States of America: Mosby, Inc. Dalam: Ragam Jenis EktoparasitPada Hewan Coba Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Galur Sprague Dawley.Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Sjahrurachman, A., Sukmana, N., Setiati S., Munazir Z., Rubiana, H., Nelwan,Lesmana dan Dianiati. 2004. Pemberian Terapi Imunomodulator Herbal.Jurnal HTA Indonesia
68
Sriningsih dan Wibowo, A.E. 2006. Efek Pemberian Ekstrak Etanol HerbaMeniran (Phyllanthus niruri L.) Terhadap Aktivitas dan KapasitasFagositosis Makrofag Peritoneum Tikus. Artocarpus. Vol.6, No.2: 91-96.
Sriningsih dan Wibowo, A.E. 2009. Efek Imunostimulan Ekstrak Meniran(Phyllanthus niruri L.) Secara In Vivo Pada Tikus. Jurnal Bahan AlamIndonesia. ISSN 1412-2855 Vol.7, No.1: 15-18.
Sudarsono, 1996. Tumbuhan Obat (Hasil Peneltian, Sifat- Sifat dan Penggunaan).Yogyakarta: PPOT UGM.
Suhirman, S., dan Winarti, C. 2007. Prospek dan Fungsi Tanaman Obat SebagaiImunomodulator. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
Sukandar, D. dan E. R. Amelia. 2013. Karakterisasi Senyawa Aktif Antioksidandan Antibakteri dalam Ekstrak Etanol Buah Namnam (Cynometra caulifloraL.). Valensi. 3(1): 34-38.
Sumarlin, L., Suprayogi, A., Rahminiwati A., Tjachja A., dan Sukandar D.,Bioactivity of Methanol Extract of Namnam Leaves in Combination withTrigona Honey, J. Teknol. dan Industri Pangan. 26(2): 144-154.
Sunaryo, H., Chairul, Winaningrum. 2007. Uji Efek Imunomodulator EkstrakDaun, Kulit Batang, dan Buah Ki Pahit (Picrasma javanica Blume). Dalam:FAKTA (Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Eksakta) Vol.3 (3). Jakarta: FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Prof. Dr. Hamka. Hal121-126.
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.Edisi kelima. Penerjemah: Setiono, L. dan A.H. Pudjaatmaka. PT KalmanMedia Pusaka, Jakarta.
Talaro, Kathlee P. 2008. Foundation in Microbiology: basic principle. SixthEdition. New York. McGraw-Hill Company
Tatefuji,T., Izumi, N., Ohta,T., Arai, S., Ikeda, M.,Kurimoto, M. 1996. Isolationand identification of compounds from Brazilian propolis which enhancemacrophage spreading and mobility. Biological & Pharmaceutical Bulletin19, 966–970.
Thabrew, M.I., de Silva, K.T., Labadie, R.P., de Bie PULA, van den Berg, P.1991. Immunomodulatory activity of three Sri Lanka medicinal plants usedin hepatic disorder. J Ethnopharmacol. 74(9): 63-6.
Tizard, I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi Ke 2. Terjemahan MasdukiPartodirejo. Airlangga University Press, Surabaya.
69
Tringali, C. 2001. Bioactive Compound from Natural Sources. London: Taylorann Francis Inc. 164-165.
Ulya, A.N., 2012, Efek Peningkatan Aktivitas Fagositosis Makrofag FraksiKloroformEkstrak Etanol Kelopak Rosella (Hibiscus ssabdarifa L) secara invitro. Skripsi. Fakultas Farmasi. UAD, Yogyakarta. Dalam Akrom danFatimah. Ekstrak Heksan Biji Jintan Hitam (Nigella Sativa L) MeningkatkanAktivitas Fagositosis Makrofag Tikus Betina Galur Sd (Sprague Dawley)Yang Diinduksi Dmba (7,12dimetilbenz(Α)Antrasen) Secara In Vitro.Pharmaciana, Vol. 5, No. 1: 69-76
Utami, R. 2009. Uji Efek Imunomodulator Kapur Sirih (CaCO3) TerhadapAktivitas Dan Kapasitas Fagositosis Sel Makrofag Peritoneum MencitSecara in vivo . Skripsi. Program Sarjana Farmasi UIN Syarif HidayatullahJakarta:44.
Wade, C. 2005. Can Bee Propolis Rejuvenate The Immune System?www.thenaturalshopper.com/buybee- supplements/article.htm. Dalam:Pengaruh Pemberian Ekstrak Propolis Terhadap Sistem Kekebalan SelulerPada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Strain Wistar. Malang: UniversitasBrawijaya.
Wagner, H., 1985. Immunostimulants from medicinal plants. In Advances inChinese medicinal materials research (Eds.) H.M. Chang; H.W. Yeung;W.W. Tso and A. Koo. World Scientific Publ. Co. Singapura : 159-170.
Wagner, H. 1999. Immunomodulatory Agents From Plants: Search for PotentImmunostimulant Agents from Plants and Other Natural Sources. In: Bohlin,L. dan J.G. Bruhn (eds.) Bioassay Methods in Natural Product Research andDrug. Basel: Kluwer Academic Publisher.
Wagner H dan Jurcic K. 1991. Assays for immunomodulation and effects onmediators of inflammation. Dalam: Dey PM, Harbone JB, editor. Methods inplants biochemistry:assays for bioactivity. Volume ke-6. Academic Pr.
Warsa, U.C., Karsinah, L.H.M., Suharto, Mardiastuti, H.W. 1994. MikrobiologiKedokteran. EGC, Jakarta: 111.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press.
You, K.M., Son, K.H., Chang, H.W., Kang, S.S., Kim, H.P., 1998. Vitexicarpin, aflavonoid from the fruits of Vitex rotundifolia, inhibits mouse lymphocyteproliferation and growth of cell lines in vitro. Planta Medica 64, 546–550.
70
Yu, L., Yueh-Hsiung, K., Yun-Lian, L. Wenchang, C. 2009. Antioxidative Effectand Active Component from Leaves of Lotus (Nelumbo nucifera). J. Agric.Food Chem 57 (15): 6623-6629. DOI: 10.1021/jf900950z.
Yulinery T., Nurhidayat, N. 2012. Penggunaan Ekstrak Fermentasi Beras Daribeberapa Jenis Monascus Purpureus Untuk Aktivitas In Vitro FagositosisSel Makrofag dan Polimorfonuklear Peritoneum Mencit SebagaiImmunomodulator. Berita Biologi 11(2). Bidang Mikrobiologi, PusatPenelitian Biologi-LIPI.
Zalikoff, J.T., Enane, A.E., Bowser, D., Squibb, K.S., Frenkel, K. 1991.Development of Fish Peritoneal Macrophages as a Model for HigherVertebrates in Immunotoxicological Studies I. Characterization of TroutMacrophage Morphological, Functional, and Biochemical Properties.Toxycological Science. Oxford Journal.Volume 16, Issue 3. Pp. 576-589.
71
Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian
Daun Namnam Propolis
Ekstraksi Daun Namnam
Pembuatan Suspensi BakteriStaphylococcus epidermidis
Penyiapan makrofag daricairan peritoneum tikus
Uji Fagositosis
Pengamatan
Analisis Data
Preparasi sampel uji
Uji Viabilitas
72
Lampiran 2. Bagan Ekstraksi Daun Namnam
2000 gram Daun Namnam
Dikeringkan dengan cara dijemur
Dihancurkan hingga menjadi serbuk
Dimaserasi dengan pelarut metanolsebanyak 7 liter selama 24 jam
Disaring, diperoleh filtrat pertama,sisihkan
Residu dimaserasi lagi menggunakanpelarut yang sama sebanyak 3,5 literselama 9 jam, didapat filtrat kedua
Kedua filtrat dicampur, dimasukkan kedalam alat rotary evaporator pada suhu 45-
50oC hingga diperoleh ekstrak kental
73
Lampiran 3. Bagan Penyiapan Suspensi Bakteri Staphylococcus epidermidis
Diambil 1 ose bakteri S. epidermidis dari kultur
Ditanam ke dalam 30 ml medium NB
Dikocok di dalam shaker incubatorkecepatan 120 rpm selama 24 jam
Diambil 10 ml dan ditanam ke dalam90 ml medium NB
Dikocok kembali selama 3 jamkecepatan 120 rpm (fase midlog)
Dimasukkan sebanyak 10 ml ke dalamtabung dan disentrifus kecepatan 3000
rpm selama 1 jam
Supernatan Endapan
+ 10 larutan PBS sterilpH 7,8
Diukur dengan spektrofotometerUV-Vis λ= 580 nm, 25% T setara
dengan 109 sel/ml
74
Lampiran 4. Bagan Penyiapan Makrofag dari Peritoneum Tikus
Tikus (Rattus governicus) galurSpreagu Dawley bobot 200- 280 gram
Dianestesia menggunakan eter didalam toples
Direntangkan di atas papan bedah,perut tikus diusap dengan etanol 70%
Dibedah menggunakan alatbedah steril
Ditambahakan 2-3 ml larutas PBSsteril ke dalam rongga peritoneum,
dipijat-pijat selama 2 menit
Diambil cairan peritoneumnyadengan bantuan spuit steril
Dimasukkan ke dalam vial steril, tutuprapat, ditempat dalam cooling box
Dihitung % viabilitas menggunakanhemasitometer dan pengamatan di bawahmikroskop (digunakan larutan tripan biru
untuk membantu penghitungan)
Disetarakan dengan hemositometer hinggapopulasi makrofag setara dengan 107 sel/ml
makrofag
75
Lampiran 5. Cara Penghitungan Jumlah Makrofag dalam Hemositometer
1. Hemositometer terdiri dari 4 kamar hitung. Setiap kamar hitung terdiri dari
16 kotak.
2. Hitung sel pada 4 kamar hemositometer. Sel yang gelap (mati) dan sel
yang berada dibatas luar di sebelah atas dan di sebelah kanan tidak ikut
dihitung. Sel di batas kiri dan batas bawah ikut dihitung.
3. Jumlah % viabilitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
N sel hidup% Viabilitas = x 100%
N sel hidup + N sel mati
76
Lampiran 6. Bagan Uji Fagositosis
KONTROLNEGATIF
200 µl makrofagperitoneum tikus 107
sel/ml + 200 µlsuspensi bakteri
S.epidermidis 109
sel/ml + 200 µlaquades
KONTROLPOSITIF
200 µl makrofagperitoneum tikus
107 sel/ml + 200 µlsuspensi bakteri
S.epidermidis 109
sel/ml + 200 µllarutan
pembanding (ST®)
SAMPEL UJI(EDN)
200 µl makrofagperitoneum tikus 107
sel/ml + 200 µlsuspensi bakteri
S.epidermidis 109
sel/ml + 200 µllarutan ekstrak uji 1,
10, 100, 1000,10000 ppm
SAMPEL UJI(PROPOLIS)
200 µl makrofagperitoneum tikus 107
sel/ml + 200 µlsuspensi bakteri
S.epidermidis 109
sel/ml + 200 µllarutan ekstrak uji 1,10, 100, 1000, 10000
ppm
Diinkubasi 37oC selama 45 menit
+ 50 µl larutan EDTA 0,2 M
Dibuat preparat apus, dikeringkandi udara
Direndam ke dalam larutanGiemsa 4% selama 45 menit
Diangkat lalu bilas denganaquades, biarkan mengering
Diamati di bawah mikroskopperbesaran 400x
Ditetapkan nilai aktivitas dankapasitas fagositosis
Difiksasi menggunakan metanol,didiamkan 5 menit
Analisis Data
77
Lampiran 7. Hasil Pengamatan Aktivitas Fagositosis
Konsentrasi % Aktivitas FagositosisUlangan I Ulangan II Rata-Rata % Kenaikan Aktivitas
Kontrol Negatif 59 54 56 ± 3.5Kontrol Positif 93 94 93 ± 0.7 37Ekstrak Metanol DaunNamnam1 87 73 80 ± 9.8 2410 77 82 79 ± 3.5 23100 82 84 83 ± 1.4 271000 88 85 86 ± 2.1 3010000 - - - -Propolis1 96 94 95 ± 1.4 3910 63 72 67 ± 6.3 11100 83 89 86 ± 4.2 301000 93 93 93 ± 0 3710000 96 97 96 ± 0.7 40
78
Lampiran 8. Hasil Pengamatan Kapasitas Fagositosis
Konsentrasi Kapasitas FagositosisUlangan I Ulangan II Rata-Rata % Kenaikan Kapasitas
Kontrol Negatif 494 480 487 ± 9.8 -Kontrol Positif 1151 1062 1106 ± 62 619Ekstrak Metanol DaunNamnam1 933 808 870 ± 88 38310 850 726 788 ± 87 301100 755 639 697 ± 82 2101000 697 682 689 ± 10 20210000 - - - -Propolis1 691 889 790 ± 140 30310 587 597 592 ± 7 105100 1047 1023 1035 ± 17 5481000 1312 1931 1621 ± 437 113410000 357 287 322 ± 49 -165
79
Lampiran 9. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Aktivitas Fagositosis Ekstrak
Metanol Daun Namnam dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Deskripsi % Aktivitas Fagositosis
DescriptivesAktivitas
N MeanStd.
DeviationStd.Error
95% ConfidenceInterval for Mean
Minimum MaximumLowerBound
UpperBound
KN 2 56.50 3.536 2.500 24.73 88.27 54 59KP 2 93.50 .707 .500 87.15 99.85 93 94EDN 1 ppm 2 80.00 9.899 7.000 -8.94 168.94 73 87EDN 10 ppm 2 79.50 3.536 2.500 47.73 111.27 77 82EDN 100 ppm 2 83.00 1.414 1.000 70.29 95.71 82 84EDN 1000 ppm 2 86.50 2.121 1.500 67.44 105.56 85 88
EDN 10000 ppm 2 100.00 0.000 0.000 100.00 100.00 100 100Total 22 83.00 10.898 2.323 78.17 87.83 54 100
Uji Normalitas % Aktivitas FagositosisOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
AktivitasN 22
Normal Parametersa,b Mean 83.00Std.Deviation
10.898
Most Extreme Differences Absolute .200
Positive .141
Negative -.200Kolmogorov-Smirnov Z .938Asymp. Sig. (2-tailed) .343
a. Test distribution is Normal.b. Calculated from data.
Keputusan: Nilai signifikansi uji normalitas p > 0.05, menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal
80
Uji ANOVA % Aktivitas Fagositosis
ANOVAAktivitas
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Between Groups 3050.273 10 305.027 42.472 .000Within Groups 79.000 11 7.182Total 3129.273 21
Keputusan: Nilai signifikansi uji ANOVA p < 0.05, menunjukkan bahwa ada
perbedaan aktivitas yang signifikan antara perlakuan
81
Uji LSD % Aktivitas Fagositosis
Multiple ComparisonsDependent Variable: AktivitasLSD
(I) Konsentrasi
MeanDifference
(I-J)Std.Error Sig.
95% ConfidenceInterval
LowerBound
UpperBound
KN KP -37.000* 3.503 .000 -44.71 -29.29EDN 1 ppm -23.500* 3.503 .000 -31.21 -15.79EDN 10 ppm -23.000* 3.503 .000 -30.71 -15.29EDN 100 ppm -26.500* 3.503 .000 -34.21 -18.79EDN 1000 ppm -30.000* 3.503 .000 -37.71 -22.29EDN 10000 ppm -43.500* 3.503 .000 -51.21 -35.79
KP KN 37.000* 3.503 .000 29.29 44.71EDN 1 ppm 13.500* 3.503 .003 5.79 21.21EDN 10 ppm 14.000* 3.503 .002 6.29 21.71EDN 100 ppm 10.500* 3.503 .012 2.79 18.21EDN 1000 ppm 7.000 3.503 .071 -.71 14.71EDN 10000 ppm -6.500 3.503 .091 -14.21 1.21
EDN 1 ppm KN 23.500* 3.503 .000 15.79 31.21KP -13.500* 3.503 .003 -21.21 -5.79EDN 10 ppm .500 3.503 .889 -7.21 8.21EDN 100 ppm -3.000 3.503 .410 -10.71 4.71EDN 1000 ppm -6.500 3.503 .091 -14.21 1.21EDN 10000 ppm -20.000* 3.503 .000 -27.71 -12.29
EDN 10 ppm KN 23.000* 3.503 .000 15.29 30.71KP -14.000* 3.503 .002 -21.71 -6.29EDN 1 ppm -.500 3.503 .889 -8.21 7.21EDN 100 ppm -3.500 3.503 .339 -11.21 4.21EDN 1000 ppm -7.000 3.503 .071 -14.71 .71EDN 10000 ppm -20.500* 3.503 .000 -28.21 -12.79
EDN 100 ppm KN 26.500* 3.503 .000 18.79 34.21KP -10.500* 3.503 .012 -18.21 -2.79EDN 1 ppm 3.000 3.503 .410 -4.71 10.71EDN 10 ppm 3.500 3.503 .339 -4.21 11.21EDN 1000 ppm -3.500 3.503 .339 -11.21 4.21EDN 10000 ppm -17.000* 3.503 .001 -24.71 -9.29
EDN 1000 ppm KN 30.000* 3.503 .000 22.29 37.71KP -7.000 3.503 .071 -14.71 .71EDN 1 ppm 6.500 3.503 .091 -1.21 14.21EDN 10 ppm 7.000 3.503 .071 -.71 14.71EDN 100 ppm 3.500 3.503 .339 -4.21 11.21EDN 10000 ppm -13.500* 3.503 .003 -21.21 -5.79
EDN 10000 ppm KN 43.500* 3.503 .000 35.79 51.21KP 6.500 3.503 .091 -1.21 14.21EDN 1 ppm 20.000* 3.503 .000 12.29 27.71EDN 10 ppm 20.500* 3.503 .000 12.79 28.21EDN 100 ppm 17.000* 3.503 .001 9.29 24.71EDN 1000 ppm 13.500* 3.503 .003 5.79 21.21
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
82
Lampiran 10. Hasil Analisis Data (Uji Statistik) Aktivitas Fagositosis
Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Deskripsi % Aktivitas Fagositosis
DescriptivesAktivitas
N MeanStd.
DeviationStd.Error
95% ConfidenceInterval for Mean
Minimum MaximumLowerBound
UpperBound
KN 2 56.50 3.536 2.500 24.73 88.27 54 59KP 2 93.50 .707 .500 87.15 99.85 93 94P 1 ppm 2 95.00 1.414 1.000 82.29 107.71 94 96
P 10 ppm 2 67.50 6.364 4.500 10.32 124.68 63 72P 100 ppm 2 86.00 4.243 3.000 47.88 124.12 83 89P 1000 ppm 2 93.00 0.000 0.000 93.00 93.00 93 93P 10000 ppm 2 96.50 .707 .500 90.15 102.85 96 97Total 22 83.82 12.207 2.603 78.41 89.23 54 97
Uji Normalitas % Aktivitas FagositosisOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
AktivitasN 22Normal Parametersa,b Mean 83.82
Std.Deviation
12.207
Most Extreme Differences Absolute .181
Positive .140
Negative -.181Kolmogorov-Smirnov Z .851Asymp. Sig. (2-tailed) .464
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Keputusan: Nilai signifikansi uji normalitas p > 0.05, menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal
83
Uji ANOVA % Aktivitas Fagositosis
ANOVAAktivitas
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Between Groups 3050.273 10 305.027 42.472 .000Within Groups 79.000 11 7.182
Total 3129.273 21
Keputusan: Nilai signifikansi uji ANOVA p < 0.05, menunjukkan bahwa ada
perbedaan aktivitas yang signifikan antara perlakuan
84
Uji LSD % Aktivitas Fagositosis
Multiple ComparisonsDependent Variable: AktivitasLSD
(I) Konsentrasi
MeanDifference
(I-J)Std.Error Sig.
95% ConfidenceInterval
LowerBound
UpperBound
KN KP -37.000* 2.680 .000 -42.90 -31.10P 1 ppm -38.500* 2.680 .000 -44.40 -32.60P 10 ppm -11.000* 2.680 .002 -16.90 -5.10P 100 ppm -29.500* 2.680 .000 -35.40 -23.60P 1000 ppm -36.500* 2.680 .000 -42.40 -30.60P 10000 ppm -40.000* 2.680 .000 -45.90 -34.10
KP KN 37.000* 2.680 .000 31.10 42.90P 1 ppm -1.500 2.680 .587 -7.40 4.40P 10 ppm 26.000* 2.680 .000 20.10 31.90P 100 ppm 7.500* 2.680 .017 1.60 13.40P 1000 ppm .500 2.680 .855 -5.40 6.40P 10000 ppm -3.000 2.680 .287 -8.90 2.90
P 1 ppm KN 38.500* 2.680 .000 32.60 44.40KP 1.500 2.680 .587 -4.40 7.40P 10 ppm 27.500* 2.680 .000 21.60 33.40P 100 ppm 9.000* 2.680 .006 3.10 14.90P 1000 ppm 2.000 2.680 .471 -3.90 7.90P 10000 ppm -1.500 2.680 .587 -7.40 4.40
P 10 ppm KN 11.000* 2.680 .002 5.10 16.90KP -26.000* 2.680 .000 -31.90 -20.10P 1 ppm -27.500* 2.680 .000 -33.40 -21.60P 100 ppm -18.500* 2.680 .000 -24.40 -12.60P 1000 ppm -25.500* 2.680 .000 -31.40 -19.60P 10000 ppm -29.000* 2.680 .000 -34.90 -23.10
P 100 ppm KN 29.500* 2.680 .000 23.60 35.40KP -7.500* 2.680 .017 -13.40 -1.60P 1 ppm -9.000* 2.680 .006 -14.90 -3.10P 10 ppm 18.500* 2.680 .000 12.60 24.40P 1000 ppm -7.000* 2.680 .024 -12.90 -1.10P 10000 ppm -10.500* 2.680 .002 -16.40 -4.60
P 1000 ppm KN 36.500* 2.680 .000 30.60 42.40KP -.500 2.680 .855 -6.40 5.40P 1 ppm -2.000 2.680 .471 -7.90 3.90P 10 ppm 25.500* 2.680 .000 19.60 31.40P 100 ppm 7.000* 2.680 .024 1.10 12.90P 10000 ppm -3.500 2.680 .218 -9.40 2.40
P 10000 ppm KN 40.000* 2.680 .000 34.10 45.90KP 3.000 2.680 .287 -2.90 8.90P 1 ppm 1.500 2.680 .587 -4.40 7.40P 10 ppm 29.000* 2.680 .000 23.10 34.90P 100 ppm 10.500* 2.680 .002 4.60 16.40P 1000 ppm 3.500 2.680 .218 -2.40 9.40
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
85
Lampiran 11. Hasil Analisa Data (Uji Statistik) Kapasitas Fagositosis
Ekstrak Metanol Daun Namnam dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Deskripsi Kapasitas Fagositosis
DescriptivesKapasitas
N MeanStd.
DeviationStd.Error
95% ConfidenceInterval for Mean
Minimum MaximumLowerBound
UpperBound
KN 2 487.00 9.899 7.000 398.06 575.94 480 494KP 2 1106.50 62.933 44.500 541.07 1671.93 1062 1151EDN 1 ppm 2 870.50 88.388 62.500 76.36 1664.64 808 933
EDN 10 ppm 2 788.00 87.681 62.000 .22 1575.78 726 850EDN 100 ppm 2 697.00 82.024 58.000 -39.96 1433.96 639 755EDN 1000 ppm 2 689.50 10.607 7.500 594.20 784.80 682 697EDN 10000 ppm 2 17.50 7.778 5.500 -52.38 87.38 12 23Total 22 655.73 367.517 78.355 492.78 818.67 12 1489
Uji Normalitas Kapasitas FagositosisOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KapasitasN 22
Normal Parametersa,b Mean 655.73Std.Deviation
367.517
Most Extreme Differences Absolute .164
Positive .085
Negative -.164Kolmogorov-Smirnov Z .768Asymp. Sig. (2-tailed) .598
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Keputusan: Nilai signifikansi uji normalitas p > 0.05, menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal
86
Uji ANOVA Kapasitas Fagositosis
ANOVAKapasitas
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Between Groups 2112994.364 10 211299.436 3.213 .034
Within Groups 723442.000 11 65767.455
Total 2836436.364 21
Keputusan: Nilai signifikansi uji ANOVA p < 0.05, menunjukkan bahwa ada
perbedaan aktivitas yang signifikan antara perlakuan
87
Uji LSD Kapasitas Fagositosis
Multiple ComparisonsDependent Variable: KapasitasLSD
(I) Konsentrasi
MeanDifference
(I-J)Std.Error Sig.
95% ConfidenceInterval
LowerBound
UpperBound
KN KP -619.500* 256.452 .034 -1183.95 -55.05EDN 1 ppm -383.500 256.452 .163 -947.95 180.95EDN 10 ppm -301.000 256.452 .265 -865.45 263.45EDN 100 ppm -210.000 256.452 .430 -774.45 354.45EDN 1000 ppm -202.500 256.452 .446 -766.95 361.95EDN 10000 ppm 469.500 256.452 .094 -94.95 1033.95
KP KN 619.500* 256.452 .034 55.05 1183.95EDN 1 ppm 236.000 256.452 .377 -328.45 800.45EDN 10 ppm 318.500 256.452 .240 -245.95 882.95EDN 100 ppm 409.500 256.452 .139 -154.95 973.95EDN 1000 ppm 417.000 256.452 .132 -147.45 981.45EDN 10000 ppm 1089.000* 256.452 .001 524.55 1653.45
EDN 1 ppm KN 383.500 256.452 .163 -180.95 947.95KP -236.000 256.452 .377 -800.45 328.45EDN 10 ppm 82.500 256.452 .754 -481.95 646.95EDN 100 ppm 173.500 256.452 .513 -390.95 737.95EDN 1000 ppm 181.000 256.452 .495 -383.45 745.45EDN 10000 ppm 853.000* 256.452 .007 288.55 1417.45
EDN 10 ppm KN 301.000 256.452 .265 -263.45 865.45KP -318.500 256.452 .240 -882.95 245.95EDN 1 ppm -82.500 256.452 .754 -646.95 481.95EDN 100 ppm 91.000 256.452 .729 -473.45 655.45EDN 1000 ppm 98.500 256.452 .708 -465.95 662.95EDN 10000 ppm 770.500* 256.452 .012 206.05 1334.95
EDN 100 ppm KN 210.000 256.452 .430 -354.45 774.45KP -409.500 256.452 .139 -973.95 154.95EDN 1 ppm -173.500 256.452 .513 -737.95 390.95EDN 10 ppm -91.000 256.452 .729 -655.45 473.45EDN 1000 ppm 7.500 256.452 .977 -556.95 571.95EDN 10000 ppm 679.500* 256.452 .023 115.05 1243.95
EDN 1000 ppm KN 202.500 256.452 .446 -361.95 766.95KP -417.000 256.452 .132 -981.45 147.45EDN 1 ppm -181.000 256.452 .495 -745.45 383.45EDN 10 ppm -98.500 256.452 .708 -662.95 465.95EDN 100 ppm -7.500 256.452 .977 -571.95 556.95EDN 10000 ppm 672.000* 256.452 .024 107.55 1236.45
EDN 10000 ppm KN -469.500 256.452 .094 -1033.95 94.95KP -1089.000* 256.452 .001 -1653.45 -524.55EDN 1 ppm -853.000* 256.452 .007 -1417.45 -288.55EDN 10 ppm -770.500* 256.452 .012 -1334.95 -206.05EDN 100 ppm -679.500* 256.452 .023 -1243.95 -115.05EDN 1000 ppm -672.000* 256.452 .024 -1236.45 -107.55
88
Lampiran 12. Hasil Analisa Data (Uji Statistik) Kapasitas Fagositosis
Propolis dengan Kontrol Negatif dan Kontrol Positif
Deskripsi Kapasitas Fagositosis
DescriptivesKapasitas
N MeanStd.
DeviationStd.Error
95% ConfidenceInterval for Mean
Minimum MaximumLowerBound
UpperBound
KN 2 487.00 9.899 7.000 398.06 575.94 480 494KP 2 1106.50 62.933 44.500 541.07 1671.93 1062 1151P 1 ppm 2 790.00 140.007 99.000 -467.91 2047.91 691 889
P 10 ppm 2 592.00 7.071 5.000 528.47 655.53 587 597P 100 ppm 2 1035.00 16.971 12.000 882.53 1187.47 1023 1047P 1000 ppm 2 1621.50 437.699 309.500 -2311.07 5554.07 1312 1931P 10000 ppm 2 322.00 49.497 35.000 -122.72 766.72 287 357Total 22 773.73 446.901 95.280 575.58 971.87 124 1931
Uji Normalitas Kapasitas FagositosisOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KapasitasN 22Normal Parametersa,b Mean 773.73
Std.Deviation
446.901
Most Extreme Differences Absolute .153
Positive .153
Negative -.073Kolmogorov-Smirnov Z .717Asymp. Sig. (2-tailed) .682
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Keputusan: Nilai signifikansi uji normalitas p > 0.05, menunjukkan bahwa data
terdistribusi normal
89
Uji ANOVA Kapasitas Fagositosis
ANOVAKapasitas
Sum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
Between Groups 3279121.364 10 327912.136 3.942 .017Within Groups 915011.000 11 83182.818
Total 4194132.364 21
Keputusan: Nilai signifikansi uji ANOVA p < 0.05, menunjukkan bahwa ada
perbedaan aktivitas yang signifikan antara perlakuan
90
Uji LSD Kapasitas Fagositosis
Multiple ComparisonsDependent Variable: KapasitasLSD
(I) Konsentrasi
MeanDifference
(I-J)Std.Error Sig.
95% ConfidenceInterval
LowerBound
UpperBound
KN KP -619.500 288.414 .055 -1254.30 15.30P 1 ppm -303.000 288.414 .316 -937.80 331.80P 10 ppm -105.000 288.414 .723 -739.80 529.80P 100 ppm -548.000 288.414 .084 -1182.80 86.80P 1000 ppm -1134.500* 288.414 .002 -1769.30 -499.70P 10000 ppm 165.000 288.414 .579 -469.80 799.80
KP KN 619.500 288.414 .055 -15.30 1254.30P 1 ppm 316.500 288.414 .296 -318.30 951.30P 10 ppm 514.500 288.414 .102 -120.30 1149.30P 100 ppm 71.500 288.414 .809 -563.30 706.30P 1000 ppm -515.000 288.414 .102 -1149.80 119.80P 10000 ppm 784.500* 288.414 .020 149.70 1419.30
P 1 ppm KN 303.000 288.414 .316 -331.80 937.80KP -316.500 288.414 .296 -951.30 318.30P 10 ppm 198.000 288.414 .507 -436.80 832.80P 100 ppm -245.000 288.414 .414 -879.80 389.80P 1000 ppm -831.500* 288.414 .015 -1466.30 -196.70P 10000 ppm 468.000 288.414 .133 -166.80 1102.80
P 10 ppm KN 105.000 288.414 .723 -529.80 739.80KP -514.500 288.414 .102 -1149.30 120.30P 1 ppm -198.000 288.414 .507 -832.80 436.80P 100 ppm -443.000 288.414 .153 -1077.80 191.80P 1000 ppm -1029.500* 288.414 .004 -1664.30 -394.70P 10000 ppm 270.000 288.414 .369 -364.80 904.80
P 100 ppm KN 548.000 288.414 .084 -86.80 1182.80KP -71.500 288.414 .809 -706.30 563.30P 1 ppm 245.000 288.414 .414 -389.80 879.80P 10 ppm 443.000 288.414 .153 -191.80 1077.80P 1000 ppm -586.500 288.414 .067 -1221.30 48.30P 10000 ppm 713.000* 288.414 .031 78.20 1347.80
P 1000 ppm KN 1134.500* 288.414 .002 499.70 1769.30KP 515.000 288.414 .102 -119.80 1149.80P 1 ppm 831.500* 288.414 .015 196.70 1466.30P 10 ppm 1029.500* 288.414 .004 394.70 1664.30P 100 ppm 586.500 288.414 .067 -48.30 1221.30P 10000 ppm 1299.500* 288.414 .001 664.70 1934.30
P 10000 ppm KN -165.000 288.414 .579 -799.80 469.80KP -784.500* 288.414 .020 -1419.30 -149.70P 1 ppm -468.000 288.414 .133 -1102.80 166.80P 10 ppm -270.000 288.414 .369 -904.80 364.80P 100 ppm -713.000* 288.414 .031 -1347.80 -78.20P 1000 ppm -1299.500* 288.414 .001 -1934.30 -664.70
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
91
Lampiran 13. Bahan Utama Penelitian
a. Ekstrak Metanol DaunNamnam
b. Propolis c. ST®
d. Bakteri Staphylococcusepidermidis
e. Rattusgovernicus
92
Lampiran 14. Proses dalam Penelitian
a. Preparasi sampel ujib. Preparasi suspensi bakteri
c. Persiapan pengambilan cairan peritoneum c. Uji viabilitas
d. Pengamatan aktivitas dan kapasitasfagositosis