emfiema

  • Upload
    nuruldr

  • View
    42

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

emfiema

Citation preview

  • POLA KUMAN DAN UJI KEPEKAAN DARI EMPIEMA

    DI RSUP. H. ADAM MALIK

    MEDAN

    TESIS

    OLEH SETIA PUTRA TARIGAN

    PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT PARU

    FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

    2007

    Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 . LATAR BELAKANG

    Empiema masih merupakan masalah penting dalam bidang penyakit paru

    karena secara signifikan masih menyebabkan kecacatan dan kematian walaupun

    sudah ditunjang dengan kemajuan terapi antibiotik dan drainase rongga pleura

    maupun dengan tindakan operasi dekortikasi.1 Mense GPL pernah meneliti

    tingkat keberhasilan dari beberapa prosedur penatalaksanaan empiema dan

    mendapatkan hasil bahwa dengan tindakan dekortikasi sekalipun, angka

    keberhasilannya tidak mencapai 100 %. Dari penelitian tersebut juga didapatkan

    bahwa dengan penggunaan selang dada, angka keberhasilannya hanya 11 %.1

    Mengetahui jenis kuman penyebab empiema dan memberikan antibiotik yang

    tepat merupakan salah satu hal yang sangat membantu dalam penatalaksanaan

    empiema disamping drainase yang baik dari rongga pleura. Untuk mengetahui

    jenis kuman tersebut dapat dilakukan dengan cara pewarnaan langsung ataupun

    dengan mengkultur cairan empiema tersebut. Untuk mengetahui antibiotik yang

    tepat untuk kuman penyebab empiema tersebut, dilakukan pemeriksaan uji

    kepekaan. Semua pemeriksaan ini memerlukan waktu yang kadang kadang

    cukup lama sementara pemberian antibiotik tidak mungkin ditunda menunggu

    hasil pemeriksaan tersebut. Lalu dasar apa yang kita pakai untuk memilih

    antibiotik yang kira kira tepat sebelum hasil pemeriksaan kita dapatkan. Disinilah

    perlunya kita mempunyai pola kuman penyebab empiema dan uji kepekaan

    1Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • terhadap antibiotik agar antibiotik yang kita berikan dapat lebih tepat. Disamping

    itu dari pola tersebut dapat dibuat suatu hubungan antara penyakit yang

    mendasari dan kuman yang didapat. Seperti pada penelitian retrospektif yang

    dilakukan Chen dari tahun 1989 sampai 1998 di National Taiwan University

    Hospital didapat hasil kuman yang paling banyak didapat dari kultur adalah

    bakteri aerob Gram negatif (49,6 %) dengan jenis terbanyak adalah Klebsiella

    pneumoniae (24,4 %). Didapati juga hasil bahwa penyakit yang mendasari paling

    banyak adalah diabetes mellitus. Peneliti juga menduga adanya hubungan yang

    kuat antara diabetes mellitus dan bakteri Klebsiella pneumoniae, sebab dijumpai

    44 % Klebsiella pneumoniae dengan penyakit dasar diabetes mellitus dan hanya

    15 % non Klebsiella pneumoniae mempunyai diabetes mellitus.1,2

    Selain dari penyakit yang mendasari, penyebab dari empiema juga biasanya

    mempunyai hubungan dengan kuman yang akan didapatkan di cairan empiema.

    Seperti pada penelitian retrospektif yang dilakukan Nunley selama 13 tahun pada

    14 pasien yang mendapat empiema setelah menjalani operasi transplantasi

    paru, kuman yang didapatkan yaitu bakteri enterik Gram negatif, Staphylococcus

    dan Candida. Kuman kuman ini biasanya sering menyebabkan infeksi

    nosokomial.3

    Dengan kemajuan penemuan antibiotik baru dapat dimungkinkan pola kuman

    bisa berubah dari waktu ke waktu. Pola kuman dari cairan empiema sebelum

    ditemukannya antibiotik lebih banyak didapati bakteri Streptococcus pneumoniae

    atau Streptococcus haemolyticus. Pada tahun 1955 1965, kuman yang paling

    banyak didapat yaitu bakteri Staphylococcus aureus. Pada awal 70 an bakteri

    2Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • anaerob lebih banyak didapat. Pada 80 an dan 90 an bakteri aerob kembali lagi

    menjadi bakteri yang paling banyak didapat dari cairan empiema.2,4

    Pada penelitian retrospektif yang dilakukan Brook pada tahun 1973 s/d1985

    di Walter Reed Army Medical Center, Washington DC dan Naval Hospital,

    Bethesda, Amerika , dijumpai hasil paling banyak ditemukan bakteri aerob saja

    (64 %), kemudian campuran aerob dan aerob (23 %), kemudian bakteri anaerob

    saja (13%). Bakteri aerob yang paling banyak adalah Streptococcus

    pneumoniae, Staphylococcus aureus dan Escheria coli. Bakteri anaerob yang

    paling banyak adalah Bacteroides sp, Prevotella dan anaerob cocci.5

    Pada penelitian prospektif yang dilakukan De A di LTM Medical College and

    Hospital, Sion, Mumbai, India dijumpai yang paling banyak adalah campuran

    aerob dan anaerob (56,2 %), bakteri aerob saja (34,4 %), bakteri anaerob saja

    (9,4 %). Bakteri anaerob terbanyak adalah Prevotella melaninogenicus

    ,Peptostreptococcus asaccharolyticus , Peptostreptococcus sp.6

    Pada penelitian retrospektif yang dilakukan Jerng JS dkk pada tahun 1984 s/d

    1996 di National Taiwan University Hospital, didapatkan hasil kuman yang

    terbanyak adalah bakteri aerob Streptococcus viridans (32 % ). Pada penelitian

    ini didapati juga bahwa Streptococcus viridans sering dijumpai bersama kuman

    lain seperti bakteri aerob, anaerob dan jamur.7

    Dari penelitian retrospektif yang dilakukan Alfageme, selama 6 tahun di

    Valme University Hospital, Seville, Spanyol didapatkan hasil kultur positif pada

    92 % sampel. Kuman paling banyak yaitu bakteri aerob saja (62%), kemudian

    campuran bakteri aerob dan anaerob (16%) dan bakteri anaerob saja (15%).

    3Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Bakteri aerob yang paling banyak ditemukan yaitu Staphylococcus aureus ,

    kemudian Streptococcus pneumoniae dan Streptococcus intermedius. Bakteri

    anaerob yang paling banyak ditemukan yaitu Bacteroides fragilis. Dijumpai juga

    hasil kultur Mycobacterium tuberculosis pada 3 sampel.8

    Dari penelitian retrospektif yang dilakukan Snider GL dkk dari tahun 1952

    sampai 1967 di Wood Veterans Center, Wisconsin, Amerika, didapatkan hasil

    kuman yang paling banyak didapat yaitu bakteri aerob, diantaranya

    Streptococcus spp, Pseudomonas spp , Klebsiella pneumoniae. Bakteri anaerob

    yang paling banyak didapat adalah Proteus dan Bacteroides.9

    Dari penelitian retrospektif yang dilakukan Cheng dkk dari tahun 1992 sampai

    2004 di Rumah Sakit Pendidikan di Los Angeles Amerika, didapatkan hasil

    kuman yang paling banyak didapat adalah bakteri aerob Streptococcus viridans

    dan Streptococcus pneumoniae.10

    Dari banyak penelitian mengenai empiema hanya sedikit yang meneliti

    mengenai kepekaan kuman yang didapat terhadap antibiotik, padahal hal

    tersebut sebenarnya penting untuk diteliti mengingat keberhasilan pengobatan

    sangat tergantung kepada antibiotik yang tepat. Penatalaksanaan empiema

    memang tidak hanya dengan pemberian antibiotik saja, namun kadang-kadang

    hanya dengan pemberian antibiotik yang tepat atau sesuai hasil uji kepekaan

    bisa didapat perbaikan yang signifikan sehingga tindakan lain seperti torakostomi

    atau bahkan dekortikasi tidak atau belum diperlukan.

    Soeroso melaporkan mengenai seorang pasien dengan loculated empyema.

    Pasien tersebut pada awalnya di diagnosis dengan pneumonia dan diberi

    4Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • antibiotik, namun setelah 10 hari tampak perselubungan bertambah luas. Dari

    CT scan dijumpai loculated effusion. Kemudian dilakukan punksi percobaan dan

    didapat cairan pus kental serta dinding dada yang sudah tebal. Hasil kultur pus

    dijumpai Klebsiella spp. Pasien kemudian dianjurkan untuk dilakukan tindakan

    operasi (dekortikasi), namun pasien menolak. Akhirnya pasien hanya diberikan

    antibiotik yang sesuai dengan uji kepekaan. Setelah 2 minggu, perselubungan

    berkurang dan klinis membaik dan setelah 1 bulan, perselubungan hanya

    tampak di lapangan bawah dan tampak juga penebalan pleura.11

    Di institusi paru ini telah pernah diteliti mengenai pola kuman ini, uji kepekaan

    dan juga penatalaksanaannya. Hal ini dilakukan oleh Helmi pada bulan

    Desember 1986 s/d September 1988, di RS Pirngadi dan Balai Pengobatan

    Penyakit Paru Paru, Medan. Dari 50 pasien empiema yang diteliti, dijumpai

    kuman hanya dari 18 pasien. Dari 18 pasien tersebut seluruhnya dijumpai bakteri

    aerob (100 %), dengan jenis terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa ,

    kemudian Streptococcus viridans, dan Staphylococcus aureus. Pemeriksaan

    terhadap bakteri anaerob tidak dilakukan pada penelitian ini.12

    Dari data-data yang tertera diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sangat

    sedikit yang meneliti dan melaporkan uji kepekaan terhadap antibiotika dari

    kuman yang dijumpai pada cairan empiema. Disamping itu juga, penelitian

    mengenai pola kuman dan uji kepekaan dari cairan empiema, masih sedikit

    dilakukan di Indonesia. Hal ini menjadi latar belakang penulis untuk meneliti

    kembali mengenai pola kuman dan uji kepekaan dari cairan empiema.

    5Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 1.2. PERUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah

    a. Bagaimana gambaran pola kuman dari empiema di Bagian Paru RSUP H

    Adam Malik Medan

    b. Bagaimana gambaran hasil uji kepekaan terhadap beberapa jenis

    antibiotika dari kuman yang ditemukan.

    c. Bagaimana hubungan antara penyakit dasar dengan jenis kuman yang

    ditemukan.

    1.3. TUJUAN PENELITIAN

    1.3.1. Tujuan Umum

    a. Mengetahui pola kuman dari empiema di Bagian Paru RSUP H Adam

    Malik Medan

    b. Mengetahui kepekaan terhadap beberapa jenis antibiotika dari kuman

    yang ditemukan.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    Mengetahui hubungan antara penyakit dasar dengan jenis kuman yang

    ditemukan

    1.4. MANFAAT PENELITIAN

    a. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui gambaran pola kuman dari

    empiema di Bagian Paru RSUP H Adam Malik Medan.

    6Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • b. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui kepekaan kuman terhadap

    antibiotika, yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk pemberian

    antibiotika secara empiris sebelum hasil pemeriksaan yang

    sesungguhnya didapatkan.

    7Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. DEFINISI EMPIEMA

    Empiema dapat didefenisikan sebagai pus atau nanah di rongga pleura

    dengan karakteristik Bj >1,018, lekosit > 500/mm3 atau protein > 2,5 gr/dl.

    Pendapat lain mendefenisikan empiema sebagai cairan pleura dengan kultur

    bakteri positif atau lekosit > 15000/mm3 dengan protein > 3 gr/dl.4 Mense

    mendefenisikan empiema sebagai cairan pleura dengan memenuhi salah satu

    kriteria dibawah ini yaitu :

    1. Didapat organisme/kuman pada kultur cairan pleura atau pada pewarnaan

    Gram.

    2. Cairan berbentuk pus.

    3. Analisa cairan pleura didapat pH < 7,10 dengan LDH > 1000 IU/L atau dengan

    glukosa < 40 mg/dl.1

    2.2. EPIDEMIOLOGI EMPIEMA

    Empiema telah dikenal sejak lebih kurang 500 tahun sebelum Masehi, dan

    pada zaman itu Hippocrates merekomendasikan penanganan empiema dengan

    open drainage. Pada tahun 1876, Hewitt memperkenalkan closed drainage untuk

    penanganan empiema dengan menggunakan selang karet yang dimasukkan ke

    rongga dada dengan menggunakan kanul. Selang karet tersebut dihubungkan

    dengan water seal. Pada masa inilah pertama sekali diperkenalkan water seal.

    8Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Pada tahun 1890, diperkenalkan tindakan torakoplasti dan dekortikasi. Kemudian

    pada tahun 1950 diperkenalkan penggunaan Streptokinase dan Streptodornase.

    Dan pada dekade terakhir ini penggunaan VATS telah luas digunakan pada

    penanganan empiema.4 Suzuki pernah meneliti efikasi dari VATS untuk

    penanganan empiema yang kronis dan hasilnya menunjukkan bahwa VATS

    sebagai tindakan invasif yang minimal sangat baik untuk mengatasi pasien

    dengan empiema kronis terutama pada pasien usia tua dan dengan debilitas.13

    Prevalensi efusi parapneumonik dan empiema berkisar 40 % dari pasien

    pneumonia bakterial yang dirawat inap di rumah sakit di Amerika.4 Ada juga yang

    mendapatkan angka 57 % dari pneumonia yang dirawat inap14. Sementara Brook

    mendapati dari 197 pasien empiema yang diteliti, 40 % diantaranya disebabkan

    pneumonia. Selain pneumonia, faktor penyebab lain yaitu aspirasi pneumonia

    (21 %), abses paru (6,5%), pasca torakotomi (6,5%), esofagus (3,5 %), abses

    sub diafragma (4 %), metastasis jauh (4,5 %), metastasis dekat (8 %)5. Jenis

    kuman penyebab pneumonia juga mempengaruhi terjadinya empiema.

    Pneumonia akibat bakteri aerob Gram positif jenis Bacillus anthracis bisa

    mengakibatkan empiema pada 90 100 % kasus, sedangkan jenis

    Streptococcus pyogenes bisa mengakibatkan empiema pada 55 95 % kasus.4

    2.3. PATOFISIOLOGI EMPIEMA

    Terjadinya empiema merupakan sekunder dari suatu proses infeksi di tempat

    lain yang meluas ke pleura atau karena masuknya kuman ke rongga pleura.

    Penyebab yang paling banyak berasal dari infeksi paru. Penyebab lain

    9Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • diantaranya akibat perluasan langsung dari infeksi mulut, retrofaring,

    paravertebra, abses kulit, atau akibat masuknya kuman ke rongga pleura oleh

    karena trauma atau pembedahan. Tindakan torasintesis atau torakotomi pada

    pneumotoraks yang tidak steril, perforasi esofagus, pneumotoraks spontan,

    infeksi subdiafragma juga dapat menimbulkan empiema. Snider dan Saleh

    pernah meneliti penyebab empiema dari 105 kasus dengan hasil terbanyak

    adalah infeksi paru dan pasca operasi (Tabel 1).9

    Tabel 1. Patogenesis dari 105 kasus empiema.9

    Jumlah Persentase

    Infeksi Paru 58 55,2

    Pasca operasi 23 21,9

    Pasca trauma 4 3,8

    Fistula esophagus 4 3,8

    Pneumotoraks spontan 4 3,8

    Pasca torasintesis 4 3,8

    Proses subdiafragma 2 1,9

    Etiologi tidak diketahui 6 5,7

    Mekanisme penyebaran infeksi sehingga mencapai rongga pleura dapat

    dibagi kepada 4 yaitu :

    1. Infeksi paru. Infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung

    ke pleura, penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara

    hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanya nekrosis jaringan

    akibat pneumonia atau adanya abses yang ruptur ke rongga pleura.

    10Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 2. Mediastinum. Kuman kuman dapat masuk ke rongga pleura melalui tracheal

    fistula, esophageal fistula, adanya abses di kelenjar mediastinum atau

    adanya osteomyelitis vertebra.

    3. Subdiafragma. Adanya proses di peritoneal atau di visceral dapat juga

    menyebar ke rongga pleura.

    4. Inokulasi langsung. Inokulasi langsung dapat terjadi akibat trauma, iatrogenik,

    pasca operasi. Pasca operasi dapat terjadi infeksi dari hemotoraks atau

    adanya leak dari bronkus.9

    Proses infeksi di paru seperti pneumonia , abses paru, bronkiektasis, sering

    mengakibatkan efusi parapneumonik yang merupakan awal terjadinya empiema.

    Ada tiga fase perjalanan efusi parapneumonik. Fase pertama yaitu fase eksudatif

    yang ditandai dengan penumpukan cairan pleura yang steril dengan cepat di

    rongga pleura. Penumpukan cairan tersebut akibat peninggian permeabilitas

    kapiler di pleura visceralis yang disebabkan pneumonitis. Cairan ini mempunyai

    karakteristik rendah lekosit, rendah LDH, normal glukosa, dan normal pH. Bila

    diberikan antibiotik yang tepat pada fase ini, maka efusi pleura tidak akan

    berlanjut.

    Bila pemberian antibiotik tidak tepat, bakteri yang berasal dari proses

    pneumonitis tersebut akan menginvasi cairan pleura yang akan mengawali

    terjadinya fase kedua yaitu fase fibropurulent. Pada fase ini cairan pleura

    mempunyai karakteristik PMN lekosit tinggi, dijumpai bakteri dan debris selular,

    pH dan glukosa rendah dan LDH tinggi. Pada fase ini, penanganan tidak cukup

    11Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • hanya dengan antibiotik tetapi memerlukan tindakan lain seperti pemasangan

    selang dada.

    Bila penanganan juga kurang baik, penyakit akan berlanjut memasuki fase

    akhir yaitu fase organization. Pada fase ini fibroblas akan berkembang ke

    eksudat dari permukaan pleura visceralis dan parietalis dan membentuk

    membran yang tidak elastis yang dinamakan pleural peel. Pleural peel akan

    menyelubungi paru dan menghalangi paru untuk mengembang. Pada fase ini

    eksudat sangat kental dan bila penanganan tetap tidak baik, penyakit dapat

    berlanjut menjadi empiema nesesitas akibat cairan pleura mengalir sendiri

    menuju ke dinding toraks atau sebaliknya terjadi bronchopleural fistula akibat

    cairan pleura mengalir menuju paru. Secara lebih rinci, Light membagi cairan

    efusi parapneumonik dan empiema ini menjadi 7 kelas (tingkatan) berdasarkan

    radiologis, analisa cairan, pewarnaan Gram maupun kultur cairan (Tabel 2).4

    2.4. BAKTERIOLOGI EMPIEMA

    Secara garis besar bakteri yang didapat pada manusia dibagi kepada 4

    bagian besar (Tabel 3).15 Dari banyak penelitian, bakteri aerob lebih banyak

    ditemukan pada cairan empiema dibandingkan anaerob. Jenis bakteri aerob

    yang paling banyak ditemukan adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus

    pneumoniae, Streptococcus pyogenes. Bakteri aerob Gram positif ditemukan

    lebih banyak dari bakteri aerob Gram negatif. Bakteri aerob Gram negatif yang

    paling banyak ditemukan adalah Klebsiella spp, Pseudomonas spp, dan

    Haemophylus influenzae.

    12Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Tabel 2.Pembagian Kelas (Tingkatan) Efusi Parapneumonik dan Empiema dan skema terapi.4

    Kelas 1

    Nonsignificant pleural effusion

    Kecil.Kurang dari 10 mm pada foto toraks posisi

    dekubitus.

    Tidak diperlukan torasintesis

    Kelas 2

    Typical parapneumonic pleural effusion

    Lebih dari 10 mm.Glukosa > 40 mg/dl, pH >7,2,LDH

    < 3 x batas atas normal,pewarnaan Gram dan kultur

    negatif.

    Antibiotik saja

    Kelas 3

    Borderline complicated pleural effusion

    7 < pH 3 x batas atas

    normal,glukosa > 40 mg/dl,pewarnaan Gram dan

    kultur negatif.

    Antibiotik dan torasintesis berulang

    Kelas 4

    Simple complicated pleural effusion

    pH < 7 atau glukosa < 40 mg/dl atau pewarnaan

    Gram positif atau kultur positif,tidak loculated,tidak

    pus (nanah)

    Tube thoracostomy ditambah antibiotic

    Kelas 5

    Complex complicated pleural effusion

    PH < 7 dan/atau glukosa < 40 mg/dl atau

    pewarnaan Gram positif atau kultur positif,

    multiloculated

    Tube thoracostomy ditambah fibrinolitik

    Kelas 6

    Simple empyema

    Pus (nanah),cairan bebas bergerak

    Tube thoracostomy,bisa dilakukan dekortikasi.

    Kelas 7

    Complex empyema

    Pus (nanah),multiloculated

    Tube thoracostomy,bisa ditambah fibrinolitik.Sering

    diperlukan tindakan torakoskopi dan dekortikasi.

    13Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Tabel 3.Prinsip pembagian kelompok bakteri pada manusia.15

    Genera

    I.Fleksibel,dinding sel tipis,pergerakan dengan gliding

    mechanism : Gliding Bacteria

    II.Fleksibel,dinding sel tipis,pergerakan dengan axial

    filament : Spirochetes

    Treponema,Borrelia,Leptospira

    III.Kaku,dinding sel tebal,tidak bergerak atau bergerak

    dengan flagella: Eubacteria

    A.Mycelial(actinomycetes)

    B.Simple unicellular

    1.Obligate intracellular parasites

    2.Free living

    a.Gram positif

    (1)Cocci

    (2)Nonsporulating rods

    (3)Sporulating rods

    Obligate aerobes

    Obligate anaerobes

    b.Gram negatif

    (1)Cocci

    (2)Nonenteric rods

    Spiral forms

    Straight,very small rods

    (3)Enteric rods

    Facultative anaerobes

    Obligate aerobes

    Obligate anaerobes

    Mycobacterium,Actinomyces,Nocardia

    Streptomyces

    Rickettsia,Coxiella,Chlamydia

    Streptococcus,Staphylococcus

    Corynebacterium,Listeria

    Bacillus

    Clostridium

    Neisseria

    Spirillum

    Pasteurella,Brucella,Yersinia,

    Haemophilus,Bordetella

    Escherichia (coliform bacteria)

    Salmonella,Shigella,Klebsiella,Proteus

    Vibrio

    Pseudomonas

    Bacteroides,Fusobacterium

    IV.Dinding sel tidak ada Mycoplasma

    14Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Bakteri anaerob yang paling banyak ditemukan adalah Bacteroides spp dan

    Peptostreptococcus. Bakteri anaerob sering dijumpai bersama bakteri lain dan

    jarang dijumpai tunggal pada cairan empiema.1,4,6,9,11

    Banyaknya bakteri anaerob yang didapat dari kultur sangat tergantung pada

    cara mengkultur bakteri tersebut yang sangat berbeda dengan cara mengkultur

    bakteri aerob. Cara pengambilan dan transport spesimen juga harus dilakukan

    dengan benar bebas oksigen disamping media yang digunakan juga berbeda

    dengan yang biasa dipakai untuk bakteri aerob. Perlu juga dilihat populasi pasien

    yang diteliti. Pada populasi dengan banyaknya pasien usia tua , aspirasi sering

    terjadi dan menjadi penyebab dari pneumonia. Bakteri yang paling banyak

    dijumpai pada aspirasi adalah bakteri anaerob karena bakteri anaerob banyak

    terdapat di rongga mulut. Pada pasien usia muda biasanya banyak dijumpai

    Streptococcus pneumoniae dan pada anak umumnya dijumpai Haemophylus

    influenzae.4

    Streptococcus pneumoniae atau Diplococcus pneumoniae atau

    Pneumococcus merupakan penyebab terbanyak dari pneumonia.4 Bakteri ini

    termasuk golongan Streptococcus Non Beta Hemolyticus.16 Pneumonia akibat

    bakteri ini bisa mengakibatkan efusi pleura pada 40-60 % kasus tetapi hanya

    didapatkan hasil kultur yang positif pada 1-5 % kasus.4 Dari pneumonia dapat

    terjadi komplikasi berupa empiema, septikemia, endokarditis, perikarditis,

    meningitis, dan artritis. Selain pneumonia, bakteri ini dapat menimbulkan

    sinusitis, otitis media, osteomielitis, artritis, peritonitis, ulserasi kornea dan

    meningitis.17 Bakteri ini bisa didapat pada 40-70 % individu normal yang

    15Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • merupakan carrier bakteri ini.16 Bakteri ini menjadi patogen bila terjadi

    abnormalitas saluran nafas seperti pada infeksi virus, obstruksi bronkus, atau

    penumpukan mukus. Juga bisa terjadi akibat ketergantungan obat atau alkohol,

    dan malnutrisi.16 Pada pemeriksaan mikroskopik dari sediaan yang diwarnai

    dengan Gram, bakteri ini tampak berbentuk lanset, Gram positif dan berkapsul.

    Bakteri ini sukar tumbuh dalam medium sederhana mudah melarut dalam larutan

    garam empedu dan sensitif terhadap optochin (ethyl-hydrocuprein).17 Gejala

    klinis pneumonia akibat bakteri ini sifatnya akut dengan demam, menggigil, nyeri

    dada, sputum bloody atau rusty.16 Pemilihan antibiotika yang tepat bakteri ini

    adalah penicillin.16

    Berbeda dengan Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes lebih

    jarang menjadi penyebab pneumonia, tetapi lebih tinggi persentasenya dijumpai

    di cairan pleura yaitu sekitar 30-40 %.4 Bakteri ini termasuk golongan

    Streptococcus Beta Hemolyticus Group A.16

    Streptococcus viridans yang termasuk kelompok Streptococcus Non Beta

    Hemolyticus, juga sering ditemukan pada cairan pleura atau empiema. Pada

    pemeriksaan mikroskopik dari sediaan usap yang diwarnai dengan Gram terlihat

    bakteri ini berbentuk bola, Gram positif, tersusun seperti rantai panjang, tidak

    ada spora . Koloninya di agar darah biasanya tidak berpigmen. Hemolisanya

    tidak sempurna dimana tampak warna kehijau - hijauan disekeliling koloni (green

    hemolysis). Koloni Streptococcus pneumoniae di lempeng agar darah sukar

    dibedakan dengan Streptococcus viridans, karena keduanya memberikan

    hemolisa yang tidak sempurna (alphahaemolisa) (tabel 4).17 Pemilihan antibiotik

    16Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • yang tepat dari Streptococcus adalah Penicillin dengan alternatif lain yaitu

    Eythromycin atau Cephalosporin .16

    Tabel 4.Perbedaan antara S pneumoniae dan S viridans.17 Perbedaan S pneumoniae S viridans

    1. Morfologi Koloni Haemolytic, draughtman coloni Haemolytic,koloni convex

    2.Morfologi Mikroskopis Oval, lanset dua dua rantai

    pendek

    Spheris, ovoid berantai panjang

    3. Optochin disc Peka Tidak peka

    4. Bile solubility Larut Tidak larut

    5. Kapsul Bisa berkapsul Tidak ada kapsul

    6. Virulensi terhadap

    Manusia

    Tinggi Sangat rendah

    Staphylococcus aureus juga merupakan bakteri Gram positif yang sering

    menyebabkan pneumonia.4 Staphylococcus aureus merupakan persistent carrier

    pada 20 % individu sehat.18

    Bakteri ini adalah bakteri Gram positif dengan sifatnya yang dapat

    menghemolisa darah dan mengkoagulasi plasma. Bakteri ini tumbuh pada

    keadaan aerob atau microaerophilic. Koloninya pada media padat berbentuk

    bulat, licin, dan membentuk pigmen yang berwarna kuning keemasan. Bakteri ini

    dapat memproduksi Eksotoksin yang dapat menghemolisis eritrosit, kemudian

    Leukocidin yang dapat membunuh leukosit. Bakteri ini juga memproduksi

    Enterotoksin dan Koagulase.16,17 Persentase terjadinya efusi pleura juga tinggi

    akibat infeksi bakteri ini yaitu sekitar 40 % pada dewasa dan 70 % pada anak

    anak. Hasil kultur yang positif bisa dijumpai pada 80 % kasus pada anak dan 20

    17Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • % kasus pada dewasa.4 S. aureus dibagi 2 strain yaitu strain MSSA (Methcillin

    Susceptible Staphylococcus Aureus) dan MRSA (Methcillin Resistence

    Staphylococcus Aureus ). Antibiotik yang direkomendasikan untuk pengobatan

    pneumonia karena S. aureus strain MSSA yaitu Nafcillin dengan alternatif lain

    yaitu Vancomycin dan Clindamycin. Untuk strain MRSA direkomendasikan

    penggunaan Vancomycin dan Linezolid.18

    Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu bakteri aerob Gram negatif

    yang juga sering mengakibatkan pneumonia.4 P. aeruginosa masuk kelompok

    bakteri enterik Gram negatif dari famili Pseudomonadaceae. P. aeruginosa

    sering muncul sebagai flora normal di saluran intestinal dalam jumlah yang

    sedikit. P. aeruginosa menjadi patogen hanya bila pertahanan tubuh menurun

    atau bila ada infeksi yang disebabkan kuman lain. P aeruginosa dapat

    memproduksi endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin akan mengakibatkan

    demam, leukopenia, hipoglikemia, hipotensi, shock, mengganggu perfusi ke

    jaringan, intravascular coagulation dan kematian. Eksotoksin dapat menginhibisi

    sintesis protein dan menyebabkan nekrosis jaringan. Koloni bakteri ini pada

    media berbentuk bulat, licin, mengeluarkan pigmen berwarna kehijauan dan

    berbau sweetish (harum).19 Sekitar 25-50 % pneumonia ini berkembang menjadi

    efusi pleura dan sekitar 40-50 % kasus bisa didapatkan kultur yang positif dari

    cairan pleura.4 Infeksi Pseudomonas sering merupakan infeksi nosokomial dan

    juga sering pada pasien pasien dengan daya tahan tubuh yang lemah seperti

    pasien yang mendapat antibiotik atau steroid atau yang sedang terinfeksi oleh

    bakteri lain. Gluck pernah melaporkan kasus empiema akibat infeksi

    18Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Pseudomonas yang didapat selama perawatan. Kondisi pasien pada awal

    perawatan membaik tetapi setelah 15 hari perawatan kondisi pasien memburuk

    kembali dan akhirnya mengakibatkan pasien meninggal setelah 30 hari

    perawatan. Dari hasil uji kepekaan dari aspirasi trakea, dahak dan cairan pleura

    yang dilakukan sebanyak 7 kali didapatkan bahwa pola kepekaan antibiotik

    terhadap Pseudomonas berubah dari awal pemeriksaan sampai akhir

    pemeriksaan. Pada awalnya chloramphenicol, tetracycline, kanamycin masih

    sensitif, tetapi menjelang pasien meninggal ketiga antibiotik tersebut sudah

    resisten terhadap pseudomonas.20 Pemilihan antiobiotik yang tepat pada

    Pseudomonas adalah Gentamicin ditambah Carbenicillin dengan alternatif

    Polymyxin atau Amikacin.21

    Klebsiella pneumoniae juga merupakan salah satu bakteri aerob Gram negatif

    yang sering didapat.4 Sepuluh persen dari pneumonia karena K.pneumoniae,

    bisa disertai dengan efusi pleura, dan sekitar 20% dari efusi tersebut bisa

    dijumpai hasil yang positif dari kultur.4 K.pneumoniae masuk famili escherichiae

    yang biasanya bukan flora normal pada manusia. K. pneumoniae merupakan

    bakteri nonmotile, tidak membentuk spora, berkapsul, batang Gram negatif dan

    memproduksi mukus. Koloni bakteri ini pada media berbentuk sangat kental,

    mucoid growth, nonmotile.19,22 Bakteri ini bisa mengakibatkan konsolidasi dan

    nekrosis yang luas pada paru. Lobus atas paru merupakan bagian yang sering

    terlibat akibat bakteri ini. Bila penyembuhan atau resolusi pneumonia memakan

    jangka waktu yang lama dapat dipikirkan bahwa hal itu mungkin disebabkan oleh

    infeksi K. pneumoniae. Gambaran foto toraks pneumonia akibat K.pneumoniae

    19Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • dapat mirip dengan gambaran foto toraks TB Paru karena gambaran lesi pada

    kedua penyakit sering berada pada lobus atas paru, kemudian kedua penyakit ini

    juga bisa menyebabkan kavitas, penebalan pleura, fibrosis, kontraksi dan distorsi

    dari fisura. Bisa juga dijumpai kedua kuman tersebut bersamaan. Untuk

    membedakannya harus dipastikan dengan pemeriksaan sputum BTA DS (Basil

    Tahan Asam Direct Smear) 3 x, kultur sputum dan Mantoux Test.22 Walaupun

    K.pneumoniae bukan flora normal, tetapi pada 2 25 % populasi bisa

    merupakan carrier. Biasanya pasien yang carrier ini menderita penyakit lain

    seperti otitis media kronis, sinusitis kronis, tonsilitis berulang, penyakit gigi dan

    gusi. Tidak ada drug of choice terhadap bakteri ini, tetapi pada satu penelitian

    didapati nilai kepekaan K.pneumoniae paling tinggi pada Streptomycin dan

    Chloramphenicol.22 Ada juga yang menyatakan Cephalosporin atau Gentamycin

    sebagai drug of choice.21

    Haemophylus influenzae adalah bakteri aerob Gram negatif yang sering

    ditemukan pada anak. Tujuh puluh lima persen dari pneumonia karena bakteri ini

    bisa dijumpai efusi pleura dan 80 % dari efusi pleura ini bisa dijumpai kultur yang

    positif.4

    Mycobacterium tuberculosis juga dapat pada cairan pleura. Bakteri ini bisa

    didapat pada kurang lebih 40 % kasus efusi pleura akibat bakteri ini (tuberculous

    pleuritis).23 Bakteri ini masuk famili Mycobacteriaceae, berbentuk batang, lurus,

    tidak membentuk spora. Bakteri ini tidak bisa diwarnai dengan pewarnaan biasa

    karena dinding selnya mengandung lemak sampai hampir 60 %, sehingga

    sangat sukar diwarnai.24 Diperlukan pewarnaan khusus agar terjadi penetrasi

    20Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • zat warna. Ada beberapa pengecatan tahan asam untuk mewarnai bakteri ini,

    yang lazim digunakan adalah pengecatan Ziehl Nielsen. Cara lain adalah

    pengecatan Kinyoun Gabett atau pengecatan Than Thiam Hok. Pada

    pengecatan tersebut kuman tampak berwarna merah dengan latar belakang biru.

    Pada pewarnaan fluorochrom, kuman berfluoresensi dengan warna kuning

    oranye. Kuman ini tumbuh secara obligat aerob. Kandungan lemak pada dinding

    sel yang tinggi menyebabkan kuman ini sangat tahan terhadap asam dan basa

    dan juga tahan terhadap kerja bakterisidal antibiotika. Ada beberapa medium

    yang bisa digunakan untuk mengisolasi kuman ini, tetapi yang sering digunakan

    adalah media Lowenstein Jensen.24,25 Tuberculous empyema biasanya muncul

    pada jaringan paru yang fibrotik. Gejala klinis biasanya subakut dengan demam

    subfebril, lemah dan penurunan berat badan. Empiema yang terjadi bisa juga

    akibat terjadinya bronchopleural fistula dengan masuknya kuman yang lain dari

    bronkus menuju pleura sehingga terjadi superinfection.23 Dapat dijumpai kuman

    M. tuberculosis dari pewarnaan langsung (direct smear) atau dari kultur, tetapi

    bisa juga tidak dijumpai. Seperti pada penelitian yang dilakukan Goyal, dari 53

    pasien tuberculous empyema,15 pasien tidak dijumpai kuman M tuberculosis,

    baik dari pewarnaan langsung atau dari kultur. Pada penelitian ini juga dijumpai

    kuman kuman lain selain kuman M tuberculosis pada 41 pasien. Pengobatan

    sangat sulit akibat selain pemberian OAT (Obat Anti Tuberkulosis) juga harus

    diberikan antibiotik untuk kuman yang lain. Disamping itu, dinding pleura yang

    tebal menyulitkan penetrasi antibiotik ke rongga pleura. Pada penelitian tersebut

    21Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • dijumpai juga pada 19 pasien harus dilakukan tindakan dekortikasi, torakoplasti,

    dan pleuropneumonektomi.26

    Pada penelitian De A, bakteri anaerob lebih banyak didapat pada cairan

    empiema dibandingkan bakteri aerob walaupun bakteri anaerob yang dijumpai

    tersebut bersamaan dengan bakteri aerob. Bakteri anaerob yang paling banyak

    didapat adalah Prevotella melaninogenicus, Peptostreptococcus

    asaccharolyticus, Peptostreptococcus spp.6 Pada penelitian Bartlett dijumpai

    hasil dari 193 pasien dengan infeksi anaerob pada paru dan pleura, bakteri

    anaerob yang paling banyak ditemukan yaitu Peptostreptococcus, Bacteroides,

    Fusobacterium.27 Peptostreptococcus merupakan strain dari Streptococcus yang

    hanya tumbuh pada kondisi anaerob atau microaerophilic. Bacteroides dan

    Fusobacterium merupakan flora normal pada mulut dan saluran pernafasan atas.

    Media yang biasa dipakai untuk pembiakan bakteri anaerob adalah Agar

    Brucella.16 Dapat dijumpai efusi pleura pada 35 % kasus pneumonia yang

    disebabkan bakteri anaerob. Persentase kultur yang positif pada cairan pleura

    tersebut juga tinggi yaitu sekitar 90 %.4

    Untuk membedakan bakteri aerob dan anaerob secara cepat bisa digunakan

    tehnik direct gas-liquid chromatography, seperti yang dilakukan Thadepalli

    terhadap 52 pasien empiema. Thadepalli mendapatkan 14 pasien dengan bakteri

    anaerob, 22 pasien dengan bakteri aerob dan 16 pasien tidak didapatkan

    kuman.28

    Jamur juga bisa dijumpai pada cairan empiema. Pada penelitian retrospektif

    yang dilakukan Ko SC, dari tahun 1990 1997 di National Taiwan University

    22Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Hospital, didapatkan 73 sampel dengan kultur positif jamur. Spesies terbanyak

    adalah Candida (47 %), dengan strain terbanyak adalah Candida albicans (28

    %). Dari penelitian itu didapatkan penyebab terbanyak terjadinya empiema

    adalah penyakit abdominal (30 %), infeksi bronkopulmonal (22 %), torakostomi

    (18 %), torasintesis berulang (7 %).29 Pemilihan antibiotik yang tepat adalah

    Amphotericin B yang dapat diberikan sistemik atau intra pleura.21

    Kuman kuman lain yang pernah dilaporkan didapat di cairan empiema antara

    lain Trichomonas 30, Actinomycoses naeslund i31, Histoplasma capsulatum 32,

    Cryptococcus neoformans 33, Clostridium perfringens 34, Legionella

    pneumophila.35

    2.5. DIAGNOSIS EMPIEMA

    Diagnosis empiema ditegakkan dari gejala klinis, fisis diagnosis, foto toraks,

    darah rutin dan pungsi percobaan. Gejala klinis pasien empiema yang

    disebabkan kuman aerob biasanya bersifat akut dengan keluhan demam, sesak

    nafas, nyeri dada, produksi sputum dan lekositosis, sementara yang disebabkan

    kuman anaerob biasanya menunjukkan gejala yang subakut. Pada satu

    penelitian dengan empiema anaerob didapatkan rata - rata pasien sudah

    mengalami gejala lebih kurang 15 hari sebelum masuk rumah sakit. Gejala lain

    dijumpai juga seperti penurunan berat badan.4,27

    Pada fisis diagnosis dijumpai hemitoraks bulging, sela iga melebar pada sisi

    efusi bila tekanan pleura meningkat. Bila pada sisi efusi tekanan pleura menurun

    yang diakibatkan obstruksi bronkus atau trapped lung, hemitoraks akan

    23Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • mengecil, sela iga menyempit. Pada palpasi dijumpai stem fremitus yang

    melemah pada sisi efusi. Pada perkusi dijumpai suara beda pada sisi efusi. Pada

    auskultasi dijumpai suara pernafasan melemah atau menghilang pada sisi

    efusi.36

    Dari foto toraks lateral dapat dilihat bayangan cairan di rongga pleura. Bila

    bayangan tersebut dikaburkan dengan bayangan infiltrat, sebaiknya dilakukan

    foto lateral dekubitus untuk membedakannya. Bila ada cairan di rongga pleura,

    maka cairan akan bergerak menuju tempat yang terendah, dan jumlah cairan

    tersebut dapat diperkirakan dengan mengukur jarak dinding dada bagian dalam

    dengan bagian bawah paru. Bila jarak tersebut < 1 cm, efusi tersebut tidak

    signifikan dan tindakan torasintesis tidak dianjurkan. Bila jarak tersebut > 1 cm

    perlu dilakukan torasintesis untuk evakuasi cairan, pemeriksaan cairan dan untuk

    membedakan efusi tersebut apakah complicated effusions atau uncomplicated

    effusions atau telah masuk kelas yang mana dari klasifikasi Light. Cairan pleura

    itu secara makroskopis dilihat warna, kekentalan dan bau. Selanjutnya cairan

    pleura dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisa cairan pleura yang

    meliputi berat jenis, pH, protein, lekosit, Diff Tell, LDH dan glukosa. Juga

    dilakukan pewarnaan Gram, kultur untuk kuman aerob dan anaerob, sitologi, dan

    pewarnaan serta kultur untuk jamur dan Basil Tahan Asam (BTA) bila terdapat

    indikasi secara klinis.4

    Warna cairan pleura pada efusi parapneumonik bervariasi sesuai dengan

    kelasnya, mulai dari jernih, kuning sampai kuning kental. Bila cairan pleura

    berbau busuk seperti bau kotoran, kemungkinan kuman penyebabnya yaitu

    24Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • bakteri anaerob. Bila pada cairan dijumpai sisa makanan, mungkin penyebabnya

    adalah esophageal pleural fistula.4

    2.6. PENATALAKSANAAN EMPIEMA

    Penatalaksanaan empiema dibagi kepada 2 hal penting yaitu pemilihan

    antibiotik yang tepat dan penatalaksanaan terhadap cairan empiema tersebut.

    2.6.1. Antibiotik

    Antibiotik yang pertama kali ditemukan yaitu Quinine untuk malaria dan

    Emetine untuk amebiasis yang ditemukan pada abad ke 17. Kemudian pada

    tahun 1929 ditemukan Penicillin, tahun 1935 ditemukan Sulfonamides, kemudian

    diikuti penemuan streptomycin, tetracycline, chloramphenicol, dan banyak lagi

    antibiotik yang baru. Mekanisme kerja antibiotik dibagi kepada 4 jenis, yaitu :

    1. Menginhibisi pembentukan dinding sel. Yang termasuk jenis ini yaitu

    Bacitracin, Cephalosporins, Cycloserine, Penicillins, Ristocetin,

    Vancomycin.

    2. Menginhibisi fungsi membran sel. Yang termasuk jenis ini yaitu :

    Amphotericin B, Colistin, Nystatin, Polymyxins.

    3. Menginhibisi sintesis protein. Yang termasuk jenis ini yaitu :

    Chloramphenicol, Erythromycins, Lincomycins, Tetracyclines, golongan

    Aminoglycosides seperti Amikacin, Gentamicin, Kanamycin, Neomycin,

    Streptomycin, Tobramycin.

    25Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 4. Menginhibisi sintesis dari asam nukleat. Yang termasuk jenis ini yaitu :

    Nalidixic Acid, Novobiocin, Pyrimethamine, Sulfonamides, Trimethoprim,

    Rifampin.

    Resistensi terhadap antimikroba/antibiotik dapat terjadi melalui 5 mekanisme

    yaitu :

    1. Mikroorganisme memproduksi enzim yang dapat menghancurkan zat aktif

    dari obat tersebut. Contohnya adalah Staphylococcus yang resisten

    terhadap Penicillin karena memproduksi betalaktamase. Kemudian bakteri

    Gram negatif yang resisten terhadap aminoglikosida karena memproduksi

    acetylating enzym, bakteri Gram negatif yang resisten terhadap

    chloramphenicol acetyltransferase.

    2. Mikroorganisme merubah permeabilitasnya terhadap obat. Contohnya

    adalah bakteri yang resisten terhadap aminoglikosida karena terganggunya

    transport aktif melewati membran sel.

    3. Mikroorganisme merubah struktur target dari antibiotik. Contohnya adalah

    bakteri yang resisten terhadap aminoglikosida karena bakteri merubah 30s

    sub unit dari ribosom bakteri yang menjadi tempat melekat antibiotik.

    4, Mikroorganisme merubah jalur metabolisme sehingga melewati reaksi yang

    diinhibisi oleh antibiotik. Contohnya adalah bakteri yang resisten terhadap

    Sulfonamide tidak memerlukan ekstra selular PABA, tetapi dapat

    menggunakan asam folat

    26Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 5. Mikroorganisme merubah pembentukan enzim tetapi masih bisa berfungsi

    dalam metabolisme.

    Resistensi mikroorganisme ini terhadap antibiotik bisa didapat secara genetik

    atau non genetik.21

    Pemilihan antibiotik yang tepat baru bisa dilakukan setelah hasil pemeriksaan

    tes kepekaan didapatkan. Sebelum hasil itu didapat, pedoman untuk

    memberikan antibiotik yang tepat bisa berdasarkan penyebab dari empiema

    tersebut. Bila empiema disebabkan oleh pneumonia komuniti yang kuman

    penyebabnya biasanya bakteri Gram positif, dianjurkan pemberian antibiotik jenis

    fluoroquinolone saja seperti levofloxacin, sparfloxacin, atau grepafloxacin. Bila

    keadaan lebih berat dapat dikombinasi dengan cefotaxime atau ceftriaxone atau

    dengan betalaktam dan betalaktamase inhibitor seperti ampicillin/sulbactam,

    ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam. Pilihan lain dapat diberikan

    betalaktam dan betalaktamase inhibitor saja atau bila keadaan lebih berat dapat

    dikombinasi dengan macrolide seperti erythromycin, azithromycin, atau

    clarithromycin selain dengan fluoroquinolone. Bila diduga kuman penyebabnya

    adalah bakteri anaerob, dianjurkan pemberian fluoroquinolone kombinasi dengan

    clindamycin atau metronidazole atau betalaktam dan betalaktamase inhibitor.4

    Bila empiema disebabkan pneumonia nosokomial yang didapat di rumah

    sakit, kuman penyebabnya biasanya bakteri enterik Gram negatif seperti

    Pseudomonas aeruginosa atau oleh bakteri Gram positif seperti Staphylococcus

    aureus.4 Bila diduga penyebabnya adalah S.aureus, dianjurkan pemberian

    nafcillin atau vancomycin. Bila diduga penyebabnya adalah bakteri Gram negatif,

    27Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • dianjurkan pemberian cephalosporine generasi ke 3 saja atau betalaktam -

    betalaktamase inhibitor dikombinasi dengan aminoglikosida.18

    BTS mempunyai guidelines untuk pemberian antibiotik pada infeksi pleura

    dengan hasil kultur yang negatif (Tabel 5).14

    Tabel 5. Regimen pemberian antibiotik pada infeksi pleura dengan kultur

    negatif.14

    Sumber infeksi Pengobatan antibiotik intravena Pengobatan antibiotik oral

    Komuniti Cefuroxime1,5 gr, 3x/hari,iv + Metronidazole 400 mg, 3x/hari,

    oral atau 500 mg, 3x/hari,iv

    Benzyl penicillin 1,2 gr, 4x/hari, iv + Ciprofloxacin 400 mg, 2x/hari, iv

    Meropenem 1 gr,3x/hari,iv + Metronidazole 400 mg, 3x/hari,

    oral atau 500mg, 3x/hari,iv

    Amoxycillin 1 gr,3x/hari + Clavulanic acid 125 mg,

    3x/hari

    Amoxycillin 1 gr, 3x/hari + Metronidazole 400 mg,

    3x/hari

    Clindamycin 300 mg, 4x/hari

    Rumah sakit Piperacillin + Tazobactam 4,5 gr ,4x/hari,iv

    Ceftazidime 2 gr,3x/hari,iv Meropenem 1 gr,3x/hari,iv +

    Metronidazole 400 mg, 3x/hari,

    oral atau 500 mg,3x/hari,iv

    Tidak tersedia

    28Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Penetrasi antibiotik ke rongga pleura berbeda beda dari tiap antibiotik. Pada

    penelitian Teixeira terhadap kelinci yang diberikan injeksi bakteri Pasteurella

    multocida ke rongga pleura, akhirnya terjadi empiema yang dipastikan dengan

    torasintesis. Kemudian diberikan antibiotik yang berbeda - beda pada tiap kelinci

    secara intravena. Setelah itu diukur dan dibandingkan kadar antibiotik pada

    serum dengan cairan pleura. Hasilnya Penicillin berpenetrasi sangat mudah ke

    rongga pleura, diikuti oleh metronidazole, ceftriaxone, clindamycin, vancomycin

    dan gentamicin.37

    Pemberian antibiotik ke rongga pleura pertama sekali hanya dilakukan

    terhadap pasien empiema yang disebabkan oleh infeksi paska operasi

    pneumonektomi.Tetapi sekarang ini pemberian antibiotik ke rongga pleura telah

    dilakukan pada empiema yang disebabkan oleh pneumonia juga.3

    2.6.2. Penatalaksanaan Cairan Empiema

    Penatalaksanaan terhadap cairan efusi parapneumonik atau yang sudah

    berkembang menjadi empiema bergantung kepada kelas dari cairan efusi

    tersebut. Pada cairan efusi kelas 1 atau nonsignificant pleural effusion yang

    didapat hanya dari foto toraks posisi dekubitus, tidak diindikasikan untuk

    dilakukan torasintesis. Tetapi pada kelas 3 atau borderline complicated pleural

    effusion, diindikasikan untuk dilakukan torasintesis secara serial. Pada kelas 4

    atau simple complicated pleural effusion diindikasikan untuk dilakukan Tube

    29Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • thoracostomy sedangkan pada kelas 7, selain thoracostomy kadang - kadang

    diperlukan fibrinolitik atau torakoskopi dan bahkan dekortikasi.3

    2.7. UJI KEPEKAAN

    Uji kepekaan (tes resistensi) dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri

    penyebab infeksi peka (sensitif) atau tidak peka (resisten) terhadap antimikroba

    sehingga dapat dipilih antimikroba yang tepat untuk mengatasi infeksi tersebut.

    Pada uji kepekaan dapat pula ditentukan KHM (Kadar Hambatan Minimum) dan

    KBM (Kadar Bakterisidal Minimum) untuk mengetahui apakah suatu antimikroba

    itu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (bacteriostatic) atau

    mematikannya (bacteriocidal).

    Tergantung dari maksud dan tujuannya itu dipilih cara uji kepekaan yang

    cocok, karena ada beberapa cara uji kepekaan yang dapat di lakukan.

    Disamping cara pemeriksaan yang rutin, masih terdapat cara cara uji kepekaan

    lainnya yang khusus seperti uji kepekaan menggunakan alat - alat yang serba

    otomatis (radiometry, micro calorimetry bioluminescence, electrical impedance

    seperti Autobac System cara deteksi betalaktamase, rapid acidommetric, rapid

    iodometri, rapid chromogenic cephalosporin methode).

    Cara Cara Uji Kepekaan

    1. Cara Pengenceran (dilution methode) :

    a. Memakai media cair (broth)

    b. Memakai media padat

    2. Cara difusi (diffusion methode) :

    30Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • a. Memakai kertas cakram

    b. Memakai tablet

    2.7.1. Uji Kepekaan Cara Difusi

    Dibandingkan dengan cara pengenceran maka cara difusi pelaksanaannya

    jauh lebih mudah dan murah. Karena itu secara rutin dipakai cara ini. Kalau cara

    pengenceran merupakan cara kuantitatif, cara difusi merupakan cara kualitatif.

    Hasil pemeriksaan dinyatakan dengan peka, kurang peka atau hampir resisten

    dan tidak peka (resisten). Walaupun cara ini mudah dan murah akan tetapi untuk

    mendapatkan hasil yang akurat, pelaksanaannya harus menurut prosedur yang

    telah ditetapkan yaitu ketebalan medianya, jumlah bakteri yang disemai, jarak

    antara cakram antimikroba dan hal lain yang patut diperhatikan pada uji

    kepekaan pada umumnya.

    Daerah di sekitar cakram yang tidak ditumbuhi bakteri terlihat bersih (daerah

    inhibisi). Daerah inhibisi ini diukur dengan alat kaliper (jangka sorong atau

    dengan millimeter). Untuk menentukan peka, kurang peka atau tidak peka

    (resisten) ditetapkan berdasarkan luas daerah inhibisi menurut Metode Kirby

    Bauer.38

    31Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Tabel 6.Ukuran Inhibisi Metode Kirby Bauer (dalam mm)38

    ANTIMIKROBA STRAIN T. PEKA K. PEKA PEKA

    AMPICILLIN (10 ug) 14

    Enterobacteriac

    eae ,

    Staphyl.sp. dan

    bakteri yang

    peka dengan

    PNC

    29

    PENICILLIN (10 ug) 29

    Staphylococcus

    sp.

    Bakteri lainnya

    22

    METHICILLIN (5ug) 14

    KANAMYCIN (30ug) 18

    STREPTOMYCIN (10ug) 15

    GENTAMYCIN (10ug) 13

    CEPHALOTHIN (30ug) 18

    ERYTHROMYCIN (15ug) 18

    LYNCOMYCIN (2ug) 15

    TETRACYCLIN (30ug) 19

    CHLORAMPHENICOL (30ug) 18

    NALIDIXIC ACID (30ug) 19

    NITROFURANTOIN (300ug) 17

    SULPHONAMIDE (300ug) 17

    COTRIMOXAZOLE (25ug) 16

    32Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • ANTIMIKROBA STRAIN T PEKA K PEKA PEKA

    Amikacin (AN-30), 30ug 17

    Staphylo 20 Amoxillin / Clav. Acid (AMC-30)

    Lain lain 18

    Enterobact 17

    Staphylo 29 Ampicillin (AM-1), 10ug

    Enterococ 17

    Bacitracin (B-10), 10 units

    Cefotaxime (CTX-30), 30 ug < 14 15-22 >23

    Cefotiam (CTM) 30 ug

    Ceftazidime (CAZ-30), 30ug 18

    Cefuroxime (CXM-30), 30ug 23

    Cephalexin (CI), 30 ug 18

    Cephalothin (KF), 30 ug 18

    Chloramphenicol , 30 ug 18

    Ciprofloxacin (CIP-5), 5ug 21

    Doxicycline (D-30), 30 ug 16

    Erythromycin (E-15), 15 ug 23

    Fosfomycin (FOS) 50 ug 20

    Fusidic Acid

    Gentamycin (GM-10), 10 ug

    Kecuali high

    resistant

    enterococcus

    15

    Imipenem (IPM-10), 10ug 16

    Kanamycin (K-30), 30ug 18

    33Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Methicillin (met), 5ug Staphylo 14

    Nalidixic Acid (NA-30), 30ug 19

    Nitrofurantoin (F/M), 300 ug 17

    Norfloxacin (NOR), 10ug 16

    S aureus 13

    Oxacillin (OX-1), 1 ug Staph coag

    negative

    18

    Staphylococcu

    s

    29

    Penicillin (P-10), 10 units

    Enterococcus 15

    Pseudomonas 18 Piperacillin (PIP), 100ug and

    Tazobactam +Piperacillin (TZP)

    100 ug

    Other

    Gram (-)

    20

    Rifampin 20

    Tetracyline (TE-30), 30 ug 19

    Timentin

    Trimetthoprim (TMP-5) 5 ug 16

    Vancomycin (Va-30), 30 ug

    Tabel 7.Ukuran Inhibisi menurut Metode Modifikasi Kirby Bauer (dalam mm)38

    34Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • BAB III

    BAHAN DAN METODE

    3.1. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

    Penelitian ini dilakukan di Departemen Ilmu Penyakit Paru RSUP H.Adam

    Malik Medan. Penelitian dilakukan selama 6 bulan ( Januari 2007 - Juni 2007 ).

    3.2. RANCANGAN PENELITIAN

    Penelitian ini bersifat deskriptif

    3.2.1. Populasi

    Semua penderita empiema yang datang berobat ke Departemen Ilmu

    Penyakit Paru di RSUP H.Adam Malik Medan selama 6 bulan (Januari 2007 -

    Juni 2007)

    3.2.2. Sampel

    Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria pasien diterima

    dan tidak terdapat kriteria pasien ditolak yang didapat selama penelitian ini

    3.2.2.1. Kriteria Pasien Diterima

    1. Pasien empiema dengan cairan pleura memenuhi salah satu kriteria

    dibawah ini yaitu :

    a. Didapat organisme/kuman pada pewarnaan langsung atau pada

    kultur cairan pleura

    b. Cairan berbentuk pus (nanah).

    35Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • c. Analisa cairan pleura didapat pH < 7,10 dengan LDH > 1000 IU/L atau

    dengan Glukosa < 40 mg/dl.1

    2. Pasien empiema yang baru pertama kali berobat atau yang mendapat

    Empiema setelah dirawat di bangsal Departemen Ilmu Penyakit Paru di

    RSUP H.Adam Malik Medan dan BP4 Medan

    3. Umur pasien di atas 15 tahun

    4. Pasien koperatif dan bersedia untuk mengikuti penelitian dengan benar .

    3.2.2.2. Kriteria Pasien Ditolak

    1. Pasien Empiema yang disebabkan oleh karena trauma

    3.2.3. Jumlah Sampel

    Jumlah sampel dihitung berdasarkan estimasi populasi :

    Z 2 P ( 1 p ) 3,84 . 0,21 n = = d2 0,01

    n = 28 sampel

    Keterangan :

    n = besar sampel

    Z = batas kepercayaan P = prevalensi empiema sebesar 92 %

    1- p = ( 1 prevalensi )

    d = Ketepatan penelitian = 0,1

    36Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 3.3. KERANGKA KONSEP

    EMPIEMA POLA KUMAN UJI KEPEKAAN

    3.4. DEFINISI OPERASIONAL:

    1. Empiema adalah cairan pleura berbentuk pus (nanah) atau didapat

    organisme(kuman) pada pewarnaan langsung atau pada kultur cairan

    pleura atau dari analisa cairan pleura didapat pH < 7,10 dengan LDH >

    1000 IU/L atau dengan Glukosa < 40 mg/dl.1

    2. Pola kuman adalah gambaran dari kuman kuman yang didapat di cairan

    empiema yang didapat dari pewarnaan Gram, pewarnaan Ziehl Nielsen,

    pewarnaan jamur, kultur bakteri aerob, kultur bakteri anaerob, kultur

    jamur.

    3. Pewarnaan Gram adalah pewarnaan cairan pleura dengan zat warna ungu

    kristal untuk melihat bakteri Gram negatif atau bakteri Gram positif.

    Dijumpai bakteri Gram positif bila dengan mikroskop dijumpai bakteri

    bakteri yang berwarna ungu. Dijumpai bakteri Gram negatif bila dengan

    mikroskop dijumpai bakteri bakteri yang berwarna merah.39

    4. Pewarnaan Ziehl Nielsen adalah pewarnaan cairan pleura dengan zat

    warna Carbol-Fuchsin untuk melihat Basil Tahan Asam (BTA). Dijumpai

    BTA bila dengan mikroskop dijumpai bakteri berwarna merah, berbentuk

    37Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • batang tipis, ada granule, lurus atau agak bengkok, susunan tidak

    teratur.39

    5. Pewarnaan jamur adalah pewarnaan cairan pleura dengan tehnik Wet

    Mount. Sediaan kering bisa di warnai dengan pewarnaan Gram atau bisa

    juga dengan simple staining dengan Methylene blue.40

    6. Kultur Bakteri Aerob adalah penanaman cairan pleura pada media

    pembiakan Blood Agar untuk melihat pertumbuhan bakteri aerob.

    Dikatakan kultur positif bila dijumpai koloni kuman pada media pembiakan

    setelah 24 jam di eramkan di inkubator. Identifikasi kuman berdasarkan

    identifikasi bentuk koloni yang pedomannya telah ditetapkan

    sebelumnya.41

    7. Kultur Bakteri Anaerob adalah penanaman cairan pleura pada media

    pembiakan Agar Brucella diperkaya dengan darah domba defibrinated 55,

    Vitamin K, Hemin , untuk melihat pertumbuhan bakteri anaerob. Media

    pembiakan diletakkan di bejana anaerob terlebih dahulu baru kemudian

    dieramkan di inkubator. Dikatakan kultur positif bila dijumpai koloni kuman

    pada media pembiakan setelah 24 jam. Identifikasi kuman berdasarkan

    identifikasi bentuk koloni yang pedomannya telah ditetapkan

    sebelumnya.42

    8. Kultur Jamur adalah penanaman cairan pleura pada media pembiakan

    Saborauds glukose agar untuk melihat pertumbuhan jamur. Dikatakan

    kultur positif bila dijumpai koloni kuman pada media pembiakan setelah 24

    38Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • jam. Identifikasi kuman berdasarkan identifikasi bentuk koloni yang

    pedomannya telah ditetapkan sebelumnya.40

    9. Uji kepekaan adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui

    apakah bakteri penyebab infeksi, peka (sensitif) atau tidak peka (resisten)

    terhadap antimikroba. Hal ini dilakukan dengan metode Kirby Bauer.38

    3.5. PELAKSANAAN PENELITIAN

    Semua pasien yang memenuhi kriteria pasien diterima dan tidak terdapat

    kriteria pasien ditolak diambil data dasarnya. Data dasar berupa nama, umur,

    jenis kelamin, gejala klinis, BTA sputum, kultur sputum bakteri, jamur & uji

    kepekaan, darah rutin, kadar gula darah, penyebab empiema.

    Pasien yang memenuhi kriteria kemudian dilakukan pewarnaan Gram,

    pewarnaan Ziehl Nielsen, pewarnaan Jamur dan kultur cairan pleura.

    Pengambilan cairan pleura dilakukan dengan steril dengan menggunakan 2 buah

    disposible syringe 10 cc. Disposible syringe yang pertama untuk pemeriksaan

    analisa cairan pleura dan disposible syringe yang kedua untuk pewarnaan Gram

    dan kultur. Pemeriksaan analisa cairan pleura dilakukan di Laboratorium Patologi

    Klinik RS HAM , sedangkan pewarnaan Gram dan kultur dilakukan di

    Laboratorium Mikrobiologi FK USU. Kedua spesimen harus segera dikirim ke

    laboratorium atau bila didapat diluar jam kerja dapat disimpan pada suhu 4 C.

    39Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 3.5.1. Pewarnaan Gram

    Secara tehnis pewarnaan Gram di Laboratorium Mikrobiologi FK USU

    dilakukan dengan cara :

    1. Fiksasi

    2. Tuang zat warna ungu kristal menggenangi sediaan : 1 menit

    3. Cuci dengan air kran ......................................................... 5-10 detik

    4. Genangi dengan larutan lugol ........................................... 1 menit

    5. Cuci dengan air kran ......................................................... 5-10 detik

    6. Celup dan digoyang goyang dalam bak berisi alkohol

    96% selama ..................................................................... 30 detik

    7. Segera cuci dengan air kran

    8. Genangi dengan Fuchsin-air (atau Safranin)

    selama . 1-2 menit

    9. Cuci kembali dengan air kran, lalu keringkan. Siap untuk diperiksa.39

    3.5.2. Pewarnaan Ziehl Nielsen.

    Secara tehnis pewarnaan Ziehl Nielsen dilakukan dengan cara :

    1. Buatlah sediaan bakteri, lakukan fiksasi.

    2. Genangi dengan larutan Carbol-Fuchsin.

    3. Panaskan di atas nyala api sampai menguap (jangan mendidih atau

    kering) .. 5 menit (atau dengan beberapa tetes tergitol ditambahkan

    kepada Carbol-Fuchsin).

    4. Cuci dengan air kran 5 detik.

    40Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 5. Lunturkan dengan H2SO4 20% atau asam alkohol sehingga tak ada lagi

    zat warna yang luntur.

    6. Cuci dengan air kran.. 5 detik

    7. Genangi dengan Methylene blue. .. 30 detik

    (atau dengan Malachit green)

    8. Cuci dengan air kran dan keringkan

    Preparat siap untuk diperiksa di bawah mikroskop.39

    3.5.3. Pewarnaan Jamur

    Pewarnaan untuk melihat jamur secara tehnis dilakukan dengan tehnik Wet

    Mount. Sediaan basah yaitu mengenai spesimen dengan cairan seperti KOH

    atau NaOH 10-20%, larutan Ecosin, Larutan Lactophenol cotton blue, aquadest

    bisa juga digunakan. Sediaan kering bisa di warnai dengan pewarnaan Gram

    atau bisa juga dengan simple staining dengan Methylene Blue.40

    3.5.4. Kultur Cairan Pleura

    Kultur cairan pleura secara tehnis dilakukan dengan cara sebagai berikut

    1. Cairan empiema di disposible syringe diteteskan ke media pembiakan

    blood agar

    2. Ose atau kapas lidi dipakai untuk menyemai bakteri dalam cairan

    empiema tersebut pada permukaan medium padat dengan goresan

    secara berulang ulang.

    41Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Disamping tehnik goresan diatas ada lagi dikenal goresan radian dan

    goresan sinambung.

    3. Penyentuhan tersebut dilakukan berulang ulang sedemikian sehingga

    dapat diperoleh koloni yang terpisah pada proses penyentuhan terakhir

    yaitu :

    a. Pada proses penyentuhan pertama kali bakteri disemai masih

    rapat satu sama lainnya.

    b. Pada penyentuhan ke-2 bakteri semai semakin renggang

    c. Pada penyentuhan ke-3 bakteri yang disemai semakin renggang

    d. Dan pada penyentuhan terakhir penyemaian bakteri sudah demikian

    renggang sehingga di harapkan bakteri dapat tumbuh dengan

    membentuk koloni terpisah (isolated colony).41

    Untuk kuman aerob digunakan media blood agar dan setelah disemai

    langsung dimasukkan ke inkubator. Untuk kuman anaerob digunakan media

    Agar Brucella diperkaya dengan Darah domba defibrinated 55, Vitamin K,

    Hemin. Sebelum dimasukkan ke inkubator, terhadap media yang telah disemai

    dilakukan isolasi terlebih dahulu dengan memasukkan media tersebut ke bejana

    anaerob yang menggunakan gas-pak sebagai generator H2 dan CO2 dan

    palladium sebagai katalisator. Pembacaan koloni dilakukan 24 jam kemudian

    dan bila pertumbuhan kurang baik pengeraman ulang dilakukan untuk 24 jam

    berikutnya.42

    42Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 3.5.5. Kultur Jamur

    Untuk mengkultur jamur dilakukan dengan tehnik Slide Culture yaitu dengan

    cara :

    1. Letakkan kertas filter steril menutupi seluruh dasar suatu petri yang steril.

    2. Sterilkan sebuah gelas objek dengan cara mencelupkannya ke dalam

    alkohol lalu membakarnya sehingga seluruh alkohol menguap. Lalu gelas

    objek ini di letakkan di atas kertas filter tersebut secara aseptis lalu biarkan

    dingin.

    3. Dengan pipet steril, secara aseptis tuangkan selapis tipis Sabarouds

    Glucose Agar panas di atas permukaan gelas objek tadi dan biarkan dingin

    menjadi padat.

    4. Iris salah satu segmen Agar itu dengan sengkelit steril, sehingga diperoleh

    suatu pinggir yang rata.

    5. Dengan sengkelit tanamlah permukaan yang rata itu jamur yang akan

    diperiksa.

    6. Tutuplah dengan dek gelas steril.

    7. Rekatlah 3 sisi dek glass itu dengan parafin atau vaselin, sedangkan

    permukaan yang rata tidak di tutup.

    8. Tutup piring petri dan eramkan dalam inkubator 250C beberapa hari.

    9. Tiap hari aquadest ditambah agar kertas saring selalu basah.

    Amati pertumbuhan koloni pada slide culture tersebut. Dengan cara itu

    struktur jamur yang tumbuh dapat di amati tanpa harus mengganggu

    susunan dan letaknya pada slide culture itu.40

    43Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 3.5.6. Uji Kepekaan

    Secara tehnis uji kepekaan dilakukan dengan cara

    1. Lempeng Agar

    Tebal lempeng Agar kira kira 4 mm bisa disimpan pada suhu 40C, bila

    permukaannya basah, keringkan dulu dengan memasukkannya ke dalam

    inkubator pada suhu 370C selama setengah jam.

    2. Bakteri yang diuji

    Dengan Ose (sengkelit) diambil bakteri dari koloninya dan masukkan ke

    dalam tabung reaksi yang berisi medium cair dan eramkan selama 2-5 jam

    pada suhu 360-370C.

    3. Cara penyemaian bakteri

    Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam medium cair berisi bakteri yang telah

    di eramkan secukupnya (kapas lidi itu di tekan pada dinding tabung reaksi)

    lalu disemaikan pada permukaan medium hingga rata (dioleskan 3 arah).

    Bisa juga permukaan medium Agar digenangi dengan medium cair berisi

    bakteri di atas lalu medium cair yang berlebihan diisap dengan pipet steril,

    lempeng itu dibiarkan mengering selama 3-5 menit (jangan lebih dari 15

    menit).

    4. Cakram Antimikroba

    Cakram Antimikroba diletakkan di atas permukaan lempeng agar dengan

    bantuan pinset steril atau dengan alat / dispenser khusus untuk itu. Cakram

    yang sudah di letakkan itu di tekan sedikit agar melekat cukup baik pada

    permukaan medium Agar. Eramkan pada suhu 370C selama 18-24 jam.

    44Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 5. Mengatur daerah inhibisi

    Daerah di sekitar cakram yang tidak ditumbuhi bakteri terlihat bersih itu di

    ukur dengan alat kaliper (jangka sorong atau dengan millimeter). Untuk

    menentukan peka kurang peka atau resisten, diukur lebar daerah inhibisi

    disekitar cakram dan disesuaikan dengan Tabel Ukuran Inhibisi Metode

    Kirby Bauer.38

    3.6. ANALISIS DATA

    Analisis data untuk menentukan distribusi frekuensi

    45Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. HASIL PENELITIAN

    Pada penelitian ini jumlah penderita empiema yang masuk dalam penelitian

    sebanyak 28 orang. Seluruh pasien / subjek penelitian setelah menandatangani

    surat persetujuan sebagai subjek penelitian, diambil data dasarnya. Data dasar

    berupa nama, umur, jenis kelamin, gejala klinis, BTA sputum, kultur sputum,

    Lekosit, LED, KGD, penyakit dasar.

    Kemudian diambil cairan pus dari rongga pleura dengan menggunakan

    dispossible syringe 10 cc. Cairan kemudian diperiksa di laboratorium

    Mikrobiologi FK USU. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan kultur cairan pus.

    Bila ditemukan kuman baik dari pemeriksaan langsung maupun dari kultur cairan

    pus , maka akan dilakukan kemudian pemeriksaan uji kepekaan dengan metode

    cakram antibiotika.

    4.1.1. Karakteristik Demografi dan Data Dasar

    Dari 28 orang subjek penelitian, laki laki berjumlah 22 orang (78,6%),

    perempuan berjumlah 6 orang (21,4 %), dengan umur < 20 tahun berjumlah 1

    orang (3,6 %), 21- 30 tahun 5 orang (17,9 %), 31- 40 tahun 7 orang (25 %), 41-

    50 tahun 6 orang (21,4 %), 51-60 tahun 4 orang (14,3 %), 61-70 tahun 3 orang

    (10,7 %), 71-80 tahun 2 orang (7,1 %).

    46Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Tabel 4.1.Karakteristik Demografi

    n %

    Jenis Kelamin

    Laki laki 22 78,6

    Perempuan 6 21,4

    Umur

    < 20 1 3,6

    21-30 5 17,9

    31-40 7 25

    41-50 6 21,4

    51-60 4 14,3

    61-70 3 10,7

    > 70 2 7,1

    Total 28 100

    Data hasil pemeriksaan BTA Direct Smear sputum yang didapat menunjukkan

    bahwa yang paling banyak adalah BTA negatif (21 pasien), sedangkan BTA

    positif hanya pada 7 pasien.

    Dari data kultur sputum yang didapat menunjukkan bahwa kultur positif pada

    15 pasien. Yang paling banyak adalah bakteri aerob Gram negatif Pseudomonas

    aeruginosa (14,3 %), kemudian bakteri aerob Gram negatif Klebsiella

    pneumoniae (7,1 %), bakteri aerob Gram positif Staphylococcus aureus (7,1 %),

    bakteri aerob Gram positif Streptococcus haemolyticus (7,1 %), jamur Candida

    albicans ( 3,6 % ), bakteri aerob Gram negatif Escheria coli (3,6 %), bakteri

    47Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • aerob Gram positif Streptococcus pneumoniae (3,6 %), bakteri aerob Gram

    negatif Klebsiella oxytoca (3,6 %), dan gabungan 2 jenis kuman yaitu

    Pseudomonas aeruginosa dengan Candida albicans (3,6 %). Tidak dijumpai

    bakteri anaerob dari kultur sputum tersebut. Kultur negatif / tidak ada

    pertumbuhan kuman (TAPB) pada 13 pasien. Dijumpai juga 5 pasien dengan

    BTA sputum positif disertai kultur sputum positif.

    Tabel 4.2. Karakteristik BTA DS Sputum

    n %

    Negatif 21 75

    Positif 7 25

    Total 28 100

    Tabel 4.3. Karakteristik Kultur Sputum

    n %

    TAPB 13 46,4

    Klebsiella pneumoniae 2 7,1

    Pseudomonas aeruginosa 4 14,3

    Staphylococcus aureus 2 7,1

    Streptococcus pneumoniae 1 3,6

    Streptococcus haemolyticus 2 7,1

    Escheria coli 1 3,6

    48Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Klebsiella oxytoca 1 3,6

    Candida albicans 1 3,6

    Pseudomonas aeruginosa & Candida

    albicans

    1 3,6

    Total 28 100

    Dari hasil pemeriksaan darah rutin didapat hasil nilai rata rata leukosit 15.495,

    nilai rata-rata laju endap darah 39. Dari hasil pemeriksaan kadar gula darah, nilai

    rata-rata 136.

    Penyakit dasar penyebab empiema yang terbanyak adalah pneumonia (n =

    14 ), kemudian TB paru (n = 11 ), tumor paru (n = 2 ) dan gabungan antara tumor

    paru dengan TB paru (n = 1).

    Tabel 4.4. Karakteristik Penyakit Dasar

    n %

    TB paru 11 39,3

    Pneumonia 14 50

    Tumor paru 2 7,1

    TB paru & tumor paru 1 3,6

    Total 28 100

    49Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 4.1.2. Kultur dan BTA Direct Smear Empiema

    Dari penelitian ini didapatkan hasil kultur empiema yang positif pada 16

    pasien (57,1 %), kultur positif dengan BTA DS (Direct Smear) positif pada 7

    pasien (25 %), kultur negatif / Tidak ada pertumbuhan kuman (TAPB) dengan

    BTA DS positif pada 1 pasien (3,6 %), TAPB dengan BTA DS negatif pada 11

    pasien (39,3 %).

    Kuman yang terbanyak didapat dari kultur adalah bakteri anaerob Clostridium

    perfringens (10,7 %), kemudian jamur Candida albicans (10,7 %), bakteri aerob

    Gram positif Staphylococcus aureus (7,1 %), bakteri aerob Gram negatif

    Escheria coli (7,1 %), bakteri aerob Gram negatif Klebsiella oxytoca (3,6 %),

    bakteri aerob Gram negatif Klebsiella pneumoniae (3,6 %), bakteri aerob Gram

    negatif Proteus mirabilis (3,6 %), bakteri aerob Gram negatif Pseudomonas

    aeruginosa (3,6 %), bakteri anaerob Actinomyces (3,6 %), dan gabungan 2 jenis

    kuman yang berbeda yaitu gabungan bakteri aerob Klebsiella oxytoca dengan

    bakteri anaerob Clostridium perfringens (3,6 %).

    Pada kelompok bakteri aerob, bakteri yang banyak didapat adalah

    Staphylococcus aureus (22,2 %), kemudian Escheria coli (22,2 %), kemudian

    Klebsiella oxytoca (22,2 %). Pada kelompok bakteri anaerob, bakteri yang

    banyak didapat adalah Clostridium perfringens (80 %). Pada kelompok jamur

    hanya dijumpai Candida albicans (100 %). Gabungan BTA positif dengan kultur

    positif ,terbanyak terdapat pada gabungan BTA positif dengan Candida albicans

    (7,1 %).

    50Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Tabel 4.5. Kultur Empiema

    Golongan n %

    TAPB 12 42,9

    Clostridium perfringens Anaerob 3 10,7

    Candida albicans Jamur 3 10,7

    Staphylococcus aureus Aerob Gram positif 2 7,1

    Escheria coli Aerob Gram negatif 2 7,1

    Klebsiella oxytoca Aerob Gram negatif 1 3,6

    Klebsiella pneumoniae Aerob Gram negatif 1 3,6

    Proteus mirabilis Aerob Gram negatif 1 3,6

    Pseudomonas aeruginosa Aerob Gram negatif 1 3,6

    Actinomyces Anaerob 1 3,6

    Clostridium perfringens &

    Klebsiella oxytoca

    Anaerob & Aerob Gram

    negatif

    1 3,6

    Total 28 100

    Tabel 4.6. Bakteri Aerob

    n %

    Staphylococcus aureus 2 22,2

    Escheria coli 2 22,2

    Klebsiella oxytoca 2 22,2

    Klebsiella pneumoniae 1 11,1

    Proteus mirabilis 1 11,1

    51Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Pseudomonas

    aeruginosa

    1 11,1

    Total 9 100

    Tabel 4.7. Bakteri Anaerob

    n %

    Clostridium perfringens 4 80

    Actinomyces 1 20

    Total 5 100

    Tabel 4.8. Jamur

    n %

    Candida albicans 3 100

    Total 3 100

    Tabel 4.9. BTA Direct Smear Empiema

    n %

    BTA Positif & Klebsiella oxytoca 1 3,6

    BTA Positif & Actinomyces 1 3,6

    BTS Positif & Klebsiella pneumoniae 1 3,6

    BTA Positif & Pseudomonas aeruginosa 1 3,6

    BTA Positif & Clostridium perfringens 1 3,6

    BTA Positif & Candida albicans 2 7,1

    52Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • BTA Positif & Kultur Negatif 1 3,6

    BTA Negatif 20 71,4

    Total 28 100

    4.1.3. Uji Kepekaan

    Dari hasil uji kepekaan terhadap antibiotika diperoleh hasil,

    Sulbactam/Cefoperazone merupakan antibiotik yang peka (sensitif) untuk

    seluruh bakteri yang didapat dari hasil kultur (100 %). Ciprofloxacin didapati peka

    terhadap 92,9 % bakteri, Cefepime peka terhadap 85,7 % bakteri, Amikacin peka

    terhadap 78,6% bakteri, Gatifloxacin peka terhadap 71,4 % bakteri, Gentamicin

    peka terhadap 50 % bakteri, Ceftriaxone peka terhadap 28,6 % bakteri,

    Cefuroxime peka terhadap 21,4 % bakteri, Chloramphenicol peka terhadap 21,4

    % bakteri, Cefotaxime peka terhadap 14,3 % bakteri, Metronidazole peka

    terhadap 14,3 % bakteri. Tetracycline, Amoxicillin, Ampicillin, Sulfamethoxazole,

    Vancomycin, dan Oxacycline sudah hampir resisten maupun sudah resisten

    terhadap bakteri yang didapat. Terhadap jamur Candida albicans tidak dilakukan

    uji kepekaan pada penelitian ini.

    53Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Tabel 4.10. Uji kepekaan C perfringens, S aureus, E coli, K oxytoca

    Clostridium

    perfringens

    S. aureus E. coli K.oxytoca

    S H R T S H R T S H R T S H R T

    Ciprofloxacin 4 - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - -

    Sulbactam/Cefoperazone 4 - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - -

    Amikacin 3 1 - - 2 - - - 2 - - - 2 - - -

    Ceftriaxone - 3 1 - 1 - 1 - - 2 - - 1 - 1 -

    Tetracycline - 2 2 - - 1 1 - - 1 1 - - - 2 -

    Chloramphenicol 1 - 3 - 1 - 1 - 1 - 1 - - 1 1 -

    Gentamicine 2 1 1 - 1 1 - - 2 - - - 1 1 - -

    Amoxicillin - - 4 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -

    Ampicillin - - 4 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -

    Cefuroxime - 1 2 1 1 - 1 - 1 - 1 - - 1 - 1

    Sulfamethoxazole - - - 4 - 1 1 - - 1 1 - - 1 - 1

    Gatifloxacin 3 - - 1 1 - 1 - 2 - - - 2 - - -

    Cefepime 4 - - - 1 - 1 - 2 - - - 2 - - -

    Cefotaxime - 1 3 - 1 - 1 - - - 2 - - 2 - -

    Vancomycin - - 1 3 - - - 2 - - - 2 - - - 2

    Oxacycline - - 4 - - - 1 1 - - - 2 - 1 1 -

    Metronidazole 2 - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2

    Carbenicillin - - 1 3 - - 1 1 - - 1 1 - - 1 1

    S = Sensitif , H = Hampir resisten , R = Resisten , T = Tidak diuji

    54Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Tabel 4.11.Uji kepekaan K. pneumoniae, P.mirabilis, P.aeruginosa, Actinomyces

    Klebsiella .

    pneumonia

    P mirabilis P.

    aeruginosa

    Actinomyces

    S H R T S H R T S H R T S H R T

    Ciprofloxacin - 1 - - 1 - - - 1 - - - 1 - - -

    Sulbactam/Cefoperazone 1 - - - 1 - - - 1 - - - 1 - - -

    Amikacin 1 - - - - 1 - - 1 - - - - 1 - -

    Ceftriaxone 1 - - - - 1 - - - - 1 - 1 - - -

    Tetracycline - - 1 - - - 1 - - - 1 - - - 1 -

    Chloramphenicol - - 1 - - 1 - - - - 1 - - - 1 -

    Gentamicine 1 - - - - 1 - - - - 1 - - - 1 -

    Amoxicillin - - 1 - - - 1 - - - 1 - - - 1 -

    Ampicillin - - 1 - - - 1 - - - 1 - - - 1 -

    Cefuroxime 1 - - - - 1 - - - - 1 - - 1 - -

    Sulfamethoxazole - - 1 - - - 1 - - - 1 - - - - 1

    Gatifloxacin - 1 - - 1 - - - - - 1 - 1 - - -

    Cefepime 1 - - - 1 - - - - - 1 - 1 - - -

    Cefotaxime 1 - - - - - 1 - - - 1 - - - 1 -

    Vancomycin - - - 1 - - - 1 - - - 1 - - - 1

    Oxacycline - - - 1 - - - 1 - - - 1 - - 1 -

    Metronidazole - - - 1 - - - 1 - - - 1 - - - 1

    Carbenicillin - - - 1 - - - 1 - - 1 - - - - 1

    S = Sensitif , H = Hampir resisten , R = Resisten , T = Tidak diuji

    55Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Tabel 4.12. Uji kepekaan terhadap bakteri aerob dan anaerob

    Sensitif

    Hampir

    resisten

    Resisten Tidak diuji Total

    Ciprofloxacin 13 (92,9 %) 1 (7,1 %) - - 14 (100 %)

    Sulbactam/

    Cefoperazone

    14 (100 %) - - - 14 (100 %)

    Amikacin 11 (78,6 %) 3 (21,4 %) - - 14 (100 %)

    Ceftriaxone 4 (28,6%) 6 (42,9 %) 4 (28,6 %) - 14 (100 %)

    Tetracycline - 4 (28,6 %) 10 (71,4 %) - 14 (100 %)

    Chloramphenicol 3 (21,4 %) 2 (14,3 %) 9 (64,3 %) - 14 (100 %)

    Gentamicin 7 (50 %) 4 (28,6 %) 3 (21,4 %) - 14 (100 %)

    Amoxicillin - - 14 (100 %) - 14 (100 %)

    Ampicillin - - 14 (100 %) - 14 (100 %)

    Cefuroxime 3 (21,4 %) 4 (28,6 %) 5 (35,7 %) 2 (14,3 %) 14 (100 %)

    Sulfamethoxazole - 3 (21,4 %) 5 (35,7 %) 6 (42,9 %) 14 (100 %)

    Gatifloxacin 10 (71,4 %) 1 (7,1 %) 2 (14,3 %) 1 (7,1 %) 14 (100 %)

    Cefepime 12 (85,7 %) - 2 (14,3 %) - 14 (100 %)

    Cefotaxime 2 (14,3 %) 3 (21,4 %) 9 (64,3 %) - 14 (100 %)

    Vancomycin - - 1 (7,1 %) 13 (92,9 %) 14 (100 %)

    Oxacycline - 1 (7,1 %) 7 (50 %) 6 (42,9 %) 14 (100 %)

    Metronidazole 2 (14,3 %) - - 12 (85,7 %) 14 (100 %)

    Carbenicillin - - 5 (35,7 %) 9 (64,3 %) 14 (100 %)

    56Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    Sensitif

    Gambar 1. Perbandingan Kepekaan/Sensitifitas Bakteri Aerob dan Anaerob Terhadap Antibiotika

    CiprofloxacinSulbactam/CefoperazoneAmikacinCeftriaxoneTetracyclineChloramphenicolGentamicinAmoxicillinAmpicillinCefuroximeSulfamethoxazoleGatifloxacinCefepimeCefotaximeVancomycinOxacyclineMetronidazoleCarbenicillin

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    Resisten

    Gambar 2. Perbandingan Resistensi Bakteri Aerob dan Anaerob Terhadap Antibiotika

    CiprofloxacinSulbactam/CefoperazoneAmikacinCeftriaxoneTetracyclineChloramphenicolGentamicinAmoxicillinAmpicillinCefuroximeSulfamethoxazoleGatifloxacinCefepimeCefotaximeVancomycinOxacyclineMetronidazoleCarbenicillin

    57Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • 4.1.4. Kultur Empiema dan Penyakit Dasar

    Pada pasien dengan penyakit dasar TB kuman yang terbanyak didapat

    adalah Candida albicans (18,2 %), kemudian Clostridium perfringens (9,1 %),

    Actinomyces (9,1 %), Klebsiella oxytoca (9,1 %), Klebsiella pneumoniae (9,1 %),

    Pseudomonas aeruginosa (9,1 %). Pada pneumonia, kuman yang terbanyak

    adalah Clostridium perfringens (21,4 %), kemudian Staphylococcus aureus (14,3

    %), Escheria coli (7,1 %), Proteus mirabilis (7,1 %), Klebsiella oxytoca (7,1 %).

    Pada tumor paru hanya didapatkan 1 jenis kuman yaitu Escheria coli (50 %)

    sedangkan sisanya TAPB. Pada gabungan TB dan tumor paru hanya dijumpai 1

    pasien dengan jenis kuman yaitu Candida albicans (100 %)

    Tabel 4.13. Kultur Empiema dan Penyakit Dasar

    TB Pneumonia Tumor paru TB & tumor

    paru

    TAPB 36,4 % 50 % 50 % 0 %

    Clostridium perfringens 9,1 % 14,3 % 0 % 0 %

    Candida albicans 18,2 % 0 % 0 % 100 %

    Staphylococcus aureus 0 % 14,3 % 0 % 0 %

    Escheria coli 0 % 7,1 % 50 % 0 %

    Klebsiella oxytoca 9,1 % 0 % 0 % 0 %

    Klebsiella pneumoniae 9,1 % 0 % 0 % 0 %

    Proteus mirabilis 0 % 7,1 % 0 % 0%

    Pseudomonas aeruginosa 9,1 % 0 % 0 % 0 %

    Actinomyces 9,1 % 0 % 0 % 0 %

    58Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • Clostridium perfringens &

    Klebsiella oxytoca

    0 % 7,1 % 0 % 0 %

    Total 100 % 100 % 100 % 100 %

    4.2. Pembahasan Penelitian

    Pada penelitian ini didapatkan kuman (BTA, bakteri aerob, bakteri anaerob,

    jamur) pada 17 pasien dari 28 pasien (60,7 %) yang masuk dalam penelitian.

    Kuman tersebut terdiri dari bakteri aerob saja (n = 5 [29,4 %] ), bakteri anaerob

    saja (n = 2 [11,8 %]), bakteri aerob dengan anaerob (n = 1[5,9 %]), bakteri aerob

    dengan BTA (n = 3 [17,6 %]), bakteri anaerob dengan BTA (n = 2[11,8 %]),

    ,jamur dengan BTA (n = 2 [11,8 %]), BTA saja (n = 1[5,9 %]), jamur saja (n =

    1[5,9 %]).

    Pada penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan di Bagian Paru oleh

    Helmi pada tahun 1986 s/d 1988, didapatkan kuman hanya pada 18 pasien dari

    50 pasien yang diteliti (36 %). Kuman yang didapat hanya dari golongan bakteri

    aerob, dan tidak didapat dari golongan bakteri anaerob, golongan jamur maupun

    BTA. Golongan terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa , kemudian

    Streptococcus viridans, dan Staphylococcus aureus. Pada penelitian ini

    persentase kuman yang didapatkan lebih tinggi dari penelitian Helmi yang

    mungkin dikarenakan pemeriksaan yang sekarang dilakukan lebih lengkap

    dengan menambah pemeriksaan anaerob, jamur dan juga BTA DS.(12)

    Bila dibandingkan pada penelitian di luar negeri seperti penelitian yang

    dilakukan Brook pada tahun 1973 s/d 1985 di Amerika , dijumpai hasil paling

    banyak ditemukan bakteri aerob saja (64 %), kemudian campuran aerob dan

    59Setia Putra TariganL: Pola Kuman dan Uji Kepekaan dari Empiema di RSUP. H. Adam Malik Medan. USU e-Repository 2008.

  • aerob (23 %), kemudian bakteri anaerob saja (13%). Pada penelitian tersebut

    tidak dilakukan pemeriksaan kultur jamur maupun BTA DS. Pada penelitian

    Brook, bakteri aerob yang paling banyak adalah Streptococcus pneumoniae,

    Staphylococcus aureus dan Escheria coli. Bakteri anaerob yang paling banyak

    adalah Bacteroides sp, Prevotella dan anaerob cocci. Pada penelitian ini bakteri

    aerob terbanyak adalah Staphylococcus aureus , Escheria coli, dan Klebsiella

    Oxytoca. Bakteri anaerob terbanyak adalah Clostridium perfringens.Terdapat

    kemiripan hasil dari penelitian ini dengan penelitian Brook terutama pada bakteri

    aerob. 5

    Pada penelitian Alfageme selama 6 tahun di Spanyol didapatkan hasil kultur

    positif pada 92 % sampel. Kuman paling banyak yaitu bakteri aerob saja (62%),

    kemudian campuran bakteri aerob dan aerob (16%) dan bakteri anaerob saja

    (15%). Bakteri aerob yang paling banyak ditemukan yaitu Staphylococcus aureus

    , kemudian Streptococcus pneumoniae dan Streptococcus intermedius. Bakteri

    anaerob yang paling banyak ditemukan yaitu Bacteroides fragilis. Dijumpai juga

    hasil kultur Mycobacterium tuberculosis pada 3 sampel. Bila dibandingkan,

    persentase kultur posit