Upload
boby-abdul-rahman
View
118
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Ada sejumlah lokasi anatomi dimana beberapa saraf rentan terhadap suatu kompresi.
Keadaan ini biasanya disebut sebagai Entrapment Neuropathy. Gejala yang timbul akibat dari
Entrapment Neuropathy ini biasanya adalah nyeri. Beberapa sindrom yang sering ditemui pada
kompresi saraf ini diantaranya Carpal Tunnel Syndrome, Ulnar Neuropathy at the elbow,
Thoracic Outlet Syndrome, Meralgia Paresthetica, Tarsal Tunnel Syndrome, and Morton’s
Neuroma. Gejala kelemahan serta kehilangan sensori yang timbul pada pasien dapat
mengidentifikasi lokasi saraf yang mengalami kompresi. Untuk mendiagnosa suatu Entrapment
Neuropathy dapat dilakukan dengan elektrodiagnosis. Apabila dengan elektrodiagnosis tidak
menunjukkan lokasi yang tipikal, maka pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan dengan MRI
(Magnetic Resonance Imaging) atau USG (Ultrasonography). Dengan pemeriksaan
elektrodiagnosis prognosis dari suatu Entrapment Neuropathy dapat kita diketahui.
Elektrodiagnosis dapat membedakan antara disfungsi mielin dengan kerusakan axon. Apabila
lesi suatu saraf hanya mengalami fokal demielinisasi maka keadaan tersebut disebut sebagai
Neuropraxic, dan prognosisnya biasanya baik. Tetapi apabila sudah terjadi kerusakan axon saraf
maka prognosis akan menjadi buruk karena perbaikan dari saraf yang rusak tersebut memakan
waktu yang lama.
BAB II
NYERI NEUROPATI
Nyeri seperti didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP),
adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.
Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik perifer maupun
sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat khemoterapi)
metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster pada neuralgia pasca
herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun
dengan stimulus atau juga kombinasi.
Gambar 1. Pain Pathway
Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyeri kronik berbeda dengan nyeri akut atau
nosiseptif dalam hal etiologi, patofisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri akut adalah nyeri yang
sifatnya self-limiting dan dianggap sebagai proteksi biologik melalui signal nyeri pada proses
kerusakan jaringan. Nyeri pada tipe akut merupakan simptom akibat kerusakan jaringan itu
sendiri dan berlokasi disekitar kerusakan jaringan dan mempunyai efek psikologis sangat
minimal dibanding dengan nyeri kronik. Nyeri ini dipicu oleh keberadaan neurotransmiter
sebagai reaksi stimulasi terhadap reseptor serabut alfa-delta dan C polimodal yang berlokasi di
kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ visera. Stimulus ini bisa berupa mekhanik, kimia dan
termis, demikian juga infeksi dan tumor. Reaksi stimulus ini berakibat pada sekresi
neurotransmiter seperti prostaglandin, histamin, serotonin, substansi P, juga somatostatin (SS),
cholecystokinin (CCK), vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitoningenen-related peptide
(CGRP) dan lain sebagainya. Nyeri neuropatik adalah non-self-limiting dan nyeri yang dialami
bukan bersifat sebagai protektif biologis namun adalah nyeri yang berlangsung dalam proses
patologi penyakit itu sendiri. Nyeri bisa bertahan beberapa lama yakni bulan sampai tahun
sesudah cedera sembuh sehingga juga berdampak luas dalam strategi pengobatan termasuk terapi
gangguan psikologik.
Gambar 2. Nyeri Neuropati
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi perifer, ectopic
discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan distribusi saluran
ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan eksitabilitas membran,
sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik
spontan.
Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor disebut
nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik serabut saraf pusat
maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan direspon oleh
nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin,
histamin, dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan
munculnya nyeri spontan, atau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi) secara langsung
maupun tidak langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnya hiperalgesia. Trauma atau
lesi serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya remodelling atau
hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang masih berhubungan dengan badan
sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru (sprouting). Tunas-tunas baru ini, ada
yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan sebagian lainnya tidak mencapai organ
target dan membentuk semacam pentolan yang disebut neuroma. Pada neuroma terjadi
akumulasi berbagai ion-channel, terutama Na+ channel. Akumulasi Na+ channel menyebabkan
munculnya ectopic pacemaker. Di samping ion channel juga terlihat adanya molekul-molekul
transducer dan reseptor baru yang semuanya dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge,
abnormal mechanosensitivity, thermosensitivity, dan chemosensitivity. Ectopic discharge dan
sensitisasi dari berbagai reseptor (mechanical, termal, chemical) dapat menyebabkan timbulnya
nyeri spontan dan evoked pain.
Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat, dan bila lesi sembuh nyeri akan hilang.
Akan tetapi, lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis dibanjiri potensial
aksi yang mungkin mengakibatkan terjadinya sensisitasi neuron-neuron tersebut. Sensitisasi
neuron di kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya alodinia dan hiperalgesia sekunder. Dari
keterangan di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa nyeri timbul karena aktivasi dan
sensitisasi sistem nosiseptif baik perifer maupun sentral.
Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron sebagai
stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini dimulai dari kornu
dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum dorsalis (untuk viseral), sampai
talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan korteks insula. Karakteristik sensitisasi
neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas neuron; rendahnya ambang batas stimulus
terhadap aktivitas neuron itu sendiri misalnya terhadap stimulus yang nonnoksious, dan luasnya
penyebaran areal yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan
dari berbagai neuron. Sensitisasi ini pada umumnya berasosiasi dengan terjadinya denervasi
jaringan saraf akibat lesi ditambah dengan stimulasi yang terus menerus dan inpuls aferen baik
yang berasal dari perifer maupun sentral dan juga bergantung pada aktivasi kanal ion di akson
yang berkaitan dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA. Sejalan dengan berkembangnya
penelitian secara molekuler maka ditemukan beberapa kebersamaan antara nyeri neuropatik
dengan epilepsi dalam hal patologinya tentang keterlibatan reseptor misalnya NMDA dan
AMPA dan plastisitas disinapsis, immediate early gene changes. Yang berbeda hanyalah dalam
hal burst discharge secara paroksismal pada epilepsi sementara pada neuropatik yang terjadi
adalah ectopic discharge. Nyeri neuropatik muncul akibat proses patologi yang berlangsung
berupa perubahan sensitisasi baik perifer maupun sentral yang berdampak pada fungsi sistem
inhibitorik serta gangguan interaksi antara somatik dan simpatetik. Keadaan ini memberikan
gambaran umum berupa alodinia dan hiperalgesia. Permasalahan pada nyeri neuropatik adalah
menyangkut terapi yang berkaitan dengan kerusakan neuron dan sifatnya ireversibel. Pada
umumnya hal ini terjadi akibat proses apoptosis yang dipicu baik melalui modulasi intrinsik
kalsium di neuron sendiri maupun akibat proses inflamasi sebagai faktor ekstrinsik. Kejadian
inilah yang mendasari konsep nyeri kronik yang ireversibel pada sistem saraf. Atas dasar ini
jugalah maka nyeri neuropatik harus secepat mungkin di terapi untuk menghindari proses
mengarah ke plastisitas sebagai nyeri kronik. Neuron sensorik nosiseptif berakhir pada bagian
lamina paling superfisial dari medula spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang
rendah (raba, tekanan, vibrasi, dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan yang dalam. Penelitian
eksperimental pada tikus menunjukkan adanya perubahan fisik sirkuit ini setelah cedera pada
saraf. Pada beberapa minggu setelah cedera, terjadi pertumbuhan baru atau sprouting affreen
dengan non noksious ke daerah-daerah akhiran nosiseptor. Sampai saat ini belum diketahui benar
apakah hal yang serupa juga terjadi pada pasien dengan nyeri neuropati. Rasa nyeri akibat
sentuhan ringan pada pasien nyeri neuropati disebabkan oleh karena respon sentral abnormal
serabut sensorik non noksious. Reaksi sentral yang abnormal ini dapat disebabkan oleh faktor
sensitisasi sentral, reorganisasi struktural, dan hilangnya inhibisi. Nyeri neuropati melibatkan
gangguan neuronal fungsional dimana saraf perifer atau sentral terlibat dan menimbulkan nyeri
khas bersifat epikritik (tajam dan menyetrum) yg ditimbulkan oleh serabut Aδ yg rusak, atau
protopatik seperti disestesia, rasa terbakar, parestesia dengan lokalisasi tak jelas yang disebabkan
olehserabutsarafCyangabnormal.
Prinsip terjadinya nyeri adalah gangguan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi akibat
kerusakan jaringan (inflamasi) atau sistem saraf (neuropatik). Eksitasi meningkat pada kedua
jenis nyeri tersebut pada neyeri neuropatik dari beberapa keterangan sebelumnya telah diketahui
bahwa inhibisi menurun yang sering disebut dengan istilah disinhibisi. Disinhibisi dapat
disebabkan penurunan reseptor opioid di neuron kornu dorsalis terutama di presinap serabut C.
Gambar 3. Pain Pathway
BAB III
ENTRAPMENT NEUROPATHY
A. CARPAL TUNNEL SYNDROME
Carpal Tunnel Syndrome adalah keadaan yang sering ditemui pada entrapment
neuropathy. Angka kejadiannya adalah 1:1000 pada seluruh populasi. Resiko tinggi populasi
yang terkenana carpal tunnel syndrome ini adalah orang-orang yang pekerjaannya berhubungan
dengan gerakan fleksi dan ekstensi pada sendi pergelangan tangan, misalnya orang bekerja
dengan komputer atau seorang supir. Carpal tunnel syndrome ini juga berhubungan dengan
riwayat penyakit keluarga oleh karena anatomi dari pergelangan tangan yang diturunkan. Square
Wrist adalah keadaan dimana jarak antara bagian volar dan dorsal tangan yang menyempit dan
ratio dari sisi lateral dan medial tangan yang lebih dari 0,7. Keadaan ini berhubungan dengan
riwayat keturunan pada keluarga dan merupakan faktor resiko terjadinya carpal tunnel syndrome.
Gambar 4. Nervus Medianus
A.1 Patologi
Nervus medianus dapat mengalami kompresi pada daerah carpal tunnel. Lokasi dari
carpal tunnel berada pada basis pergelangan tangan. Carpal tunnel ini terdiri dari tulang karpal
pada bagian basis dan flexor retinaculum pada bagian apex. Serta terdapat sembilan tendon
flexor yang melewati carpal tunnel. Akibat dari padatnya struktur anatomi pada carpal tunnel ini
maka resiko penekanan saraf sangat tinggi sekali. Hal ini dapat dipicu akibat dari proliferasi
tenosinovial, pengumpulan cairan sendi atau deformitas pada sendi pergelangan tangan. Selain
itu tekanan yang tinggi didaerah carpal tunnel akibat dari gerakan fleksi dan ekstensi dapat
mengakibatkan gangguan aliran darah ke nervus medianus, akibatnya terjadi epineural iskemi.
Keadaan dimana tekanan yang rendah pada daerah carpal tunnel pun dapat memicu terjadinya
carpal tunnel syndrome karena menurunnya aliran vena sehingga terjadinya stasis vena dan
mengakibatkan intraneural edema.
Gambar 5. Struktur Anatomi Terowongan Karpal
A.2 Gejala
Keluhan yang sering dirasakan oleh
pasien adalah mati rasa atau kebas di
daerah telapak tangan khususnya pada ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan setengah dari jari
manis (sesuai dengan distribusi sensorik dari nervus medianus). Tetapi pada kenyataannya pasien
biasanya langsung mengeluhkan bahwa pada kelima jarinya terasa seperti mati rasa. Walaupun
biasanya pada jari kelingking keluhan tersebut biasanya tidak dirasakan oleh pasien. Selain rasa
kebas pasien biasanya juga bisa mengeluhkan nyeri pada pergelangan tangannya. Rasa nyeri dan
kebas biasanya meningkat apabila pasien melakukan gerakan fleksi atau ekstensi. Oleh karena
itu sering kali pasien dengan carpal tunnel syndrome mengeluh munculnya gejala tersebut
terutama pada saat bangun tidur, hal ini diakibatkan karena posisi pergelangan tangan yang fleksi
pada saat tidur.
Gambar 6. Gejala Carpal Tunnel Syndrome
A.3 Pemeriksaan Fisik
Setelah melewati carpal tunnel nervus medianus akan mempersarafi beberapa otot-otot
intrinsik tangan, salah satunya adalah m. abductor pollicis brevis. Pemeriksaan kekuatan otot m.
abductor pollicis brevis dapat dilakukan untuk mendiagnosa carpal tunnel syndrome. Caranya
adalah posisikan ibu jari pasien tegak lurus, kemudian pemeriksa berusaha mendorong ibu jari
kesisi jari telunjuk pasien (pasien diminta untuk menahan dorongan dari pemeriksa). Hasilnya
positif apabila terdapat kelemahan pada saat pemeriksa melakukan dorongan tadi. Disamping itu
pemeriksa juga harus membandingkan dengan sisi tangan yang sehat.
Selain itu gejala dari carpal tunnel syndrome dapat diprovokasi dengan Phalen’s
Maneuver. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah meningkatkan tekanan pada daerah pergelangan
tangan. Caranya adalah pergelangan tangan pasien ditempatkan pada posisi hiperekstensi atau
hiperfleksi selama 60 detik. Pasien dengan carpal tunnel syndrome akan mengeluhkan kebas atau
nyeri setalah pemeriksaan tadi dilakukan.
Gambar 7. Phalen’s Test
A.4 Elektrodiagnosis
Pemeriksaan elektrodiagnosis sangat sensitif untuk mendiagnosa carpal tunnel syndrome.
Beberapa penelitian menyebutkan tingkat sensitifitasnya adalah 95%. Elektrodiagnosis juga
dapat menyingkirkan kelainan lain yang memiliki gejala yang sama dengan carpal tunnel
syndrome, misalnya cervical radiculopathy,thoracic outlet syndrome, dan diffuse peripheral
neuropathy. Delay Conduction pada nervus medianus adalah ciri khas pada pemeriksaan dengan
elektrodiagnosis.
A.5 Terapi
Terapi lini pertama pada carpal tunnel syndrome adalah dengan memposisikan tangan
pada posis netral, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi tekanan pada daerah carpal tunnel.
Penggunaan splint biasakan dilakukan sepanjang hari atau malam hari. Penggunaan anti-
inflammatory dan steroid injection kadang-kadang dapat mengurangi gejala pada beberapa
pasien.
Gambar 8. Tatalaksana Carpal Tunnel Syndrome
B. ULNAR NEUROPATHY AT THE ELBOW
Kompresi pada nervus ulnaris merupakan kasus neurapati kedua tersering yang terjadi
pada daerah ekstremitas atas. Kompresi saraf ini terjadi pada sulkus ulnaris didaerah siku atau
daerah cubital tunnel. Kasus ulnar neuropathy at the elbow ini bisa terjadi akut dan kronis.
Kejadian akut bisa terjadi karena kasus trauma termasuk fraktur daerah siku. Kasus kronis
misalnya seorang supir yang meletakkan satu tangannya pada posisi fleksi dijendela mobil.
Gambar 9. Letak Anatomi dan Persarafan Nervus Ulnaris
B.1 Patologi
Nervus ulnaris sangat rentan terjadi peregangan atau kompresi pada daerah sepanjang
cubital tunnel. Sulkus ulnaris dibentuk oleh struktur anatomi epikondilus medialis dan prossesus
olecranon. Sulkus ulnaris ini dapat teraba dengan mudah apabila dilakukan ekstensi pada
artikulatio cubiti. Tetapi apabila siku dibengkokkan atau difleksikan maka sulkus ulnaris akan
menghilang dan nervus ulnaris akan berada pada posisi superfisial. Kecendrungan siku yang
selalu berada pada posisi fleksi akan meningkatkan resiko terjadinya kompresi pada nervus
ulnaris. Selain itu kompresi pada nervus ulnaris ini juga rentan terjadi pada keadaan adanya
deformitas atau jaringan parut pada daerah siku. Adanya deformitas dapat disebabkan karena
riwayat fraktur suprakondiler yang akhirnya dapat mengakibatkan kompresi saraf. Keadaan ini
sering disebut sebagai “tardy ulnar palsy”.
B.2 Gejala
Rasa kebas dan kesemutan yang terjadi pada daerah distribusi nervus ulnaris bisa
merupakan gejala awal dari ulnar palsy. Pasien juga kadang mengeluhkan rasa nyeri pada jari
kelingkingnya. Biasanya gejala-gejala ini muncul apabila pasien memfleksikan sikunya. Kadang-
kadang pasien juga merasa mereka kehilangan kekuatan tangannya.
Gambar 10. Gejala Ulnar Neuropathy At The elbow
B.3 Pemeriksaan Fisik
Nervus ulnaris mempersarafi daerah dorsal dan palmar di jari kelingking dan setengah
jari manis. Namun pada beberapa orang bisa temui bahwa nervus ulnaris ternyata mempersarafi
seluruh daerah jari manis. Pada individu seperti ini akan susah membedakan antara lesi pada
nervus ulnaris dengan lesi pada akar saraf C8. Pemeriksaan dengan sentuhan ringan dan two-
point discrimination sangat sensitif untuk memeriksa defisit sensorik pada daerah distribusi
nervus ulnaris. Palpasi pada sulkus ulnaris biasanya dapat menimbulkan rasa kebas pada daerah
yang dipersarafi oleh nervus ulnaris. Dengan teknik provokasi, pasien diminta untuk
memfleksikan sikunya maka hal ini dapat menimbulkan rasa nyeri bagi pasien. Jari kelingking
dan jari manis yang seperti mencakar atau clawing dapat ditemui pada keadaan kronis.
B.4 Elektrodiagnosis
Pemeriksaan dengan elekrodiagnosis penting dilakukan karena nantinya dapat
membedakan dengan kasus brachial plexopathy dan cervical plexopathy. Pada elektrodiagnosis
akan memperlihatkan konduksi saraf yang melambat ada daerah siku.
B.5 Terapi
Penangan pada kasus ringan dapat dilakukan dengan cara menempatkan bantalan pada
daerah siku guna untuk meminimalisir trauma. Kemudian pasien juga diminta untuk tidak
melakukan fleksi siku yang terlalu lama. Pada kasus yang berat atau kronis, tindakan
pembedahan dapat menjadi pilihan. Tindakan ini bertujuan untuk memposisikan nervus ulnaris
pada tempatnya atau mengurangi proses dekompresi yang terjadi sebelumnya.
C. THORACIC OUTLET SYNDROME
Ada beberapa struktur dan penyebab terjadinya kompresi pada pleksus brachialis
didaerah lengan atas. Beberapa posisi pergerakan pada lengan atas dapat menyebabkan kompresi
atau penekanan pada struktur saraf dan vaskular didaerah thoracic outlet. Mereka yang beresiko
adalah orang-orang yang sering menggunakan komputer akibat penggunaan mouse, pemain gitar,
dan baby sitter karena sering menggendong bayi.
Gambar 11. Thoracic Outlet Syndrome
C.1 Patologi
Beberapa struktur di thoracic outlet dapat menjadi penyebab terjadinya kompresi pada
pleksus brachialis. Kelainan pada struktur tulang iga di cervical dan tulang vertebra cervical
adalah penyebab tersering terjadinya thoracic outlet syndrome. Maka pada kasus ini biasanya
untuk mengidentifikasi penyebab dilakukan pemeriksaan foto rontgen. Kelainan pada serat
fibrosus di daerah prossesus transverasalis C7 yang menuju ke tulang iga pertama merupakan
penyebab pertama tersering yang dapat mengakibatkan kompresi pada pleksus brachialis. Selain
itu pada kasus hiperekstensi leher dapat mengakibatkan perdarahan dan pembengkakan pada otot
scalenus yang nantinya akan terbentuk jaringan parut pada daerah otot tersebut termasuk pleksus
brachialis.
Gambar 12. Pleksus Brachialis
C.3 Gejala
Gejala dari thoracic outlet syndrome tergantung dari struktur mana yang mengalami
kompresi atau penekanan, karena penekanan pada struktur vaskular atau struktur saraf akan
memperlihatkan gejala yang berbeda. Penekanan pada struktur arteri akan memberikan
gambaran berupa gejala iskemik misalnya : nyeri, parestesi, rasa dingin, dan perubahan warna
pada lengan. Sedangkan apabila vena yang tertekan maka gejala yang muncul dapat berupa
pembengkakan, sianosis, nyeri, dan parestesi. Gejala neurologi dari thoracic outlet syndrome ini
dapat berupa rasa kebas pada daerah medial dan sisi ulnar dari lengan bawah. Selain itu dapat
diikuti dengan rasa nyeri pada daerah lengan atas dan dada depan. Beberapa pasien kadang
mengeluhkan adanya kelemahan pada tangan dan jari-jari. Fleksi, abduksi, dan supinasi dapat
memprovakasi munculnya gejala bagi pasien. Selain itu aktivitas seperti mengangkat barang
berat, menyisir rambut dan penggunaan mouse komputer juga dapat mengeksaserbasi gejala.
C.3 Pemeriksaan Fisik
Gejala neurologi yang dapat muncul dapat berupa defisit sensori pada sisi ulnar dan
medial lengan bawah. Kelemahan pada otot-otot tangan juga dapat ditemukan pada pasien
dengan thoracic outlet syndrome. Apabila yang terjadi hanya penekanan pada struktur vaskular
saja biasanya tidak ditemukan gejala defisit sensori. Pemeriksaan provakatif dapat
membangkitkan gejala thoracic outlet syndrome, salah satunya dengan Adoson’s manuver.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengekstensikan lengan kemudian dilakukan supinasi.
Dengan pemeriksaan ini biasanya gejala vaskular dan neurologi dapat muncul bersamaan.
Pemeriksaan fisik lain yang dapat dilakukan adalah Elvey manuver. Pemeriksaan ini hampir
sama dengan Adson’s manuver, bedanya adalah pasien tidak perlu dilakukan supinasi tetapi
setelah lengan berada pada posisi ekstensi pasien diminta untuk memiringkan kepala kesisi yang
berlawanan. Peregangan pada pleksus brachialis adalah dasar dari pemeriksaan Elvey manuver.
C.4 Elektrodiagnosis
Pada keadaan awal dari thoracic outlet syndrome dapat memperlihatkan gambaran
elektrodiagnosis yang normal. Abnormalitas pada elektrodiagnosis dapat dilihat dari penurunan
amplitudo dari medial anterachial cutaneous sensori. Pada keadaan lanjut gelombang F akan
mengalami prolonged konduksi.
C.5 Terapi
Koreksi dari posisi bahu dapat menghilangkan gejala yang muncul, walaupun tidak
sepenuhnya gejala akan menghilang. Tindakan operasi dalam beberapa dekade terakhir sering
dilakukan tetapi tindakan ini masih menuai kontroversi dari beberapa kalangan. Injeksi
botulinum pada otot scalenus ternyata efektif pada beberapa kasus thoracic outlet syndrome.
Tujuannya adalah untuk menghilangkan nyeri yang dirasakan oleh pasien.