25
BAB I PENDAHULUAN Ada sejumlah lokasi anatomi dimana beberapa saraf rentan terhadap suatu kompresi. Keadaan ini biasanya disebut sebagai Entrapment Neuropathy. Gejala yang timbul akibat dari Entrapment Neuropathy ini biasanya adalah nyeri. Beberapa sindrom yang sering ditemui pada kompresi saraf ini diantaranya Carpal Tunnel Syndrome, Ulnar Neuropathy at the elbow, Thoracic Outlet Syndrome, Meralgia Paresthetica, Tarsal Tunnel Syndrome, and Morton’s Neuroma. Gejala kelemahan serta kehilangan sensori yang timbul pada pasien dapat mengidentifikasi lokasi saraf yang mengalami kompresi. Untuk mendiagnosa suatu Entrapment Neuropathy dapat dilakukan dengan elektrodiagnosis. Apabila dengan elektrodiagnosis tidak menunjukkan lokasi yang tipikal, maka pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging) atau USG (Ultrasonography). Dengan pemeriksaan elektrodiagnosis prognosis dari suatu Entrapment Neuropathy dapat kita diketahui. Elektrodiagnosis dapat membedakan antara disfungsi mielin dengan kerusakan axon. Apabila lesi suatu saraf hanya mengalami fokal demielinisasi maka keadaan tersebut disebut sebagai Neuropraxic, dan prognosisnya biasanya baik. Tetapi apabila sudah terjadi kerusakan axon saraf maka prognosis akan menjadi buruk karena perbaikan dari saraf yang rusak tersebut memakan waktu yang lama.

Entrapment Neuropathy

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Entrapment Neuropathy

BAB I

PENDAHULUAN

Ada sejumlah lokasi anatomi dimana beberapa saraf rentan terhadap suatu kompresi.

Keadaan ini biasanya disebut sebagai Entrapment Neuropathy. Gejala yang timbul akibat dari

Entrapment Neuropathy ini biasanya adalah nyeri. Beberapa sindrom yang sering ditemui pada

kompresi saraf ini diantaranya Carpal Tunnel Syndrome, Ulnar Neuropathy at the elbow,

Thoracic Outlet Syndrome, Meralgia Paresthetica, Tarsal Tunnel Syndrome, and Morton’s

Neuroma. Gejala kelemahan serta kehilangan sensori yang timbul pada pasien dapat

mengidentifikasi lokasi saraf yang mengalami kompresi. Untuk mendiagnosa suatu Entrapment

Neuropathy dapat dilakukan dengan elektrodiagnosis. Apabila dengan elektrodiagnosis tidak

menunjukkan lokasi yang tipikal, maka pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan dengan MRI

(Magnetic Resonance Imaging) atau USG (Ultrasonography). Dengan pemeriksaan

elektrodiagnosis prognosis dari suatu Entrapment Neuropathy dapat kita diketahui.

Elektrodiagnosis dapat membedakan antara disfungsi mielin dengan kerusakan axon. Apabila

lesi suatu saraf hanya mengalami fokal demielinisasi maka keadaan tersebut disebut sebagai

Neuropraxic, dan prognosisnya biasanya baik. Tetapi apabila sudah terjadi kerusakan axon saraf

maka prognosis akan menjadi buruk karena perbaikan dari saraf yang rusak tersebut memakan

waktu yang lama.

Page 2: Entrapment Neuropathy

BAB II

NYERI NEUROPATI

Nyeri seperti didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP),

adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan

jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.

Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik perifer maupun

sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat khemoterapi)

metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster pada neuralgia pasca

herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun

dengan stimulus atau juga kombinasi.

Page 3: Entrapment Neuropathy

Gambar 1. Pain Pathway

Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyeri kronik berbeda dengan nyeri akut atau

nosiseptif dalam hal etiologi, patofisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri akut adalah nyeri yang

sifatnya self-limiting dan dianggap sebagai proteksi biologik melalui signal nyeri pada proses

kerusakan jaringan. Nyeri pada tipe akut merupakan simptom akibat kerusakan jaringan itu

sendiri dan berlokasi disekitar kerusakan jaringan dan mempunyai efek psikologis sangat

minimal dibanding dengan nyeri kronik. Nyeri ini dipicu oleh keberadaan neurotransmiter

sebagai reaksi stimulasi terhadap reseptor serabut alfa-delta dan C polimodal yang berlokasi di

kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ visera. Stimulus ini bisa berupa mekhanik, kimia dan

termis, demikian juga infeksi dan tumor. Reaksi stimulus ini berakibat pada sekresi

neurotransmiter seperti prostaglandin, histamin, serotonin, substansi P, juga somatostatin (SS),

cholecystokinin (CCK), vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitoningenen-related peptide

(CGRP) dan lain sebagainya. Nyeri neuropatik adalah non-self-limiting dan nyeri yang dialami

bukan bersifat sebagai protektif biologis namun adalah nyeri yang berlangsung dalam proses

patologi penyakit itu sendiri. Nyeri bisa bertahan beberapa lama yakni bulan sampai tahun

sesudah cedera sembuh sehingga juga berdampak luas dalam strategi pengobatan termasuk terapi

gangguan psikologik.

Page 4: Entrapment Neuropathy

Gambar 2. Nyeri Neuropati

Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi perifer, ectopic

discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan distribusi saluran

ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan eksitabilitas membran,

sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik

spontan.

Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor disebut

nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik serabut saraf pusat

maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan direspon oleh

nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin,

histamin, dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan

munculnya nyeri spontan, atau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi) secara langsung

maupun tidak langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnya hiperalgesia. Trauma atau

lesi serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya remodelling atau

hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang masih berhubungan dengan badan

sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru (sprouting). Tunas-tunas baru ini, ada

yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan sebagian lainnya tidak mencapai organ

Page 5: Entrapment Neuropathy

target dan membentuk semacam pentolan yang disebut neuroma. Pada neuroma terjadi

akumulasi berbagai ion-channel, terutama Na+ channel. Akumulasi Na+ channel menyebabkan

munculnya ectopic pacemaker. Di samping ion channel juga terlihat adanya molekul-molekul

transducer dan reseptor baru yang semuanya dapat menyebabkan terjadinya ectopic discharge,

abnormal mechanosensitivity, thermosensitivity, dan chemosensitivity. Ectopic discharge dan

sensitisasi dari berbagai reseptor (mechanical, termal, chemical) dapat menyebabkan timbulnya

nyeri spontan dan evoked pain.

Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat, dan bila lesi sembuh nyeri akan hilang.

Akan tetapi, lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis dibanjiri potensial

aksi yang mungkin mengakibatkan terjadinya sensisitasi neuron-neuron tersebut. Sensitisasi

neuron di kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya alodinia dan hiperalgesia sekunder. Dari

keterangan di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa nyeri timbul karena aktivasi dan

sensitisasi sistem nosiseptif baik perifer maupun sentral.

Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron sebagai

stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini dimulai dari kornu

dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum dorsalis (untuk viseral), sampai

talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan korteks insula. Karakteristik sensitisasi

neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas neuron; rendahnya ambang batas stimulus

terhadap aktivitas neuron itu sendiri misalnya terhadap stimulus yang nonnoksious, dan luasnya

penyebaran areal yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan letupan-letupan

dari berbagai neuron. Sensitisasi ini pada umumnya berasosiasi dengan terjadinya denervasi

jaringan saraf akibat lesi ditambah dengan stimulasi yang terus menerus dan inpuls aferen baik

yang berasal dari perifer maupun sentral dan juga bergantung pada aktivasi kanal ion di akson

yang berkaitan dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA. Sejalan dengan berkembangnya

penelitian secara molekuler maka ditemukan beberapa kebersamaan antara nyeri neuropatik

dengan epilepsi dalam hal patologinya tentang keterlibatan reseptor misalnya NMDA dan

AMPA dan plastisitas disinapsis, immediate early gene changes. Yang berbeda hanyalah dalam

hal burst discharge secara paroksismal pada epilepsi sementara pada neuropatik yang terjadi

adalah ectopic discharge. Nyeri neuropatik muncul akibat proses patologi yang berlangsung

berupa perubahan sensitisasi baik perifer maupun sentral yang berdampak pada fungsi sistem

inhibitorik serta gangguan interaksi antara somatik dan simpatetik. Keadaan ini memberikan

gambaran umum berupa alodinia dan hiperalgesia. Permasalahan pada nyeri neuropatik adalah

menyangkut terapi yang berkaitan dengan kerusakan neuron dan sifatnya ireversibel. Pada

umumnya hal ini terjadi akibat proses apoptosis yang dipicu baik melalui modulasi intrinsik

Page 6: Entrapment Neuropathy

kalsium di neuron sendiri maupun akibat proses inflamasi sebagai faktor ekstrinsik. Kejadian

inilah yang mendasari konsep nyeri kronik yang ireversibel pada sistem saraf. Atas dasar ini

jugalah maka nyeri neuropatik harus secepat mungkin di terapi untuk menghindari proses

mengarah ke plastisitas sebagai nyeri kronik. Neuron sensorik nosiseptif berakhir pada bagian

lamina paling superfisial dari medula spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang

rendah (raba, tekanan, vibrasi, dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan yang dalam. Penelitian

eksperimental pada tikus menunjukkan adanya perubahan fisik sirkuit ini setelah cedera pada

saraf. Pada beberapa minggu setelah cedera, terjadi pertumbuhan baru atau sprouting affreen

dengan non noksious ke daerah-daerah akhiran nosiseptor. Sampai saat ini belum diketahui benar

apakah hal yang serupa juga terjadi pada pasien dengan nyeri neuropati. Rasa nyeri akibat

sentuhan ringan pada pasien nyeri neuropati disebabkan oleh karena respon sentral abnormal

serabut sensorik non noksious. Reaksi sentral yang abnormal ini dapat disebabkan oleh faktor

sensitisasi sentral, reorganisasi struktural, dan hilangnya inhibisi. Nyeri neuropati melibatkan

gangguan neuronal fungsional dimana saraf perifer atau sentral terlibat dan menimbulkan nyeri

khas bersifat epikritik (tajam dan menyetrum) yg ditimbulkan oleh serabut Aδ yg rusak, atau

protopatik seperti disestesia, rasa terbakar, parestesia dengan lokalisasi tak jelas yang disebabkan

olehserabutsarafCyangabnormal.

Prinsip terjadinya nyeri adalah gangguan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi akibat

kerusakan jaringan (inflamasi) atau sistem saraf (neuropatik). Eksitasi meningkat pada kedua

jenis nyeri tersebut pada neyeri neuropatik dari beberapa keterangan sebelumnya telah diketahui

bahwa inhibisi menurun yang sering disebut dengan istilah disinhibisi. Disinhibisi dapat

disebabkan penurunan reseptor opioid di neuron kornu dorsalis terutama di presinap serabut C.

Page 7: Entrapment Neuropathy

Gambar 3. Pain Pathway

BAB III

ENTRAPMENT NEUROPATHY

Page 8: Entrapment Neuropathy

A. CARPAL TUNNEL SYNDROME

Carpal Tunnel Syndrome adalah keadaan yang sering ditemui pada entrapment

neuropathy. Angka kejadiannya adalah 1:1000 pada seluruh populasi. Resiko tinggi populasi

yang terkenana carpal tunnel syndrome ini adalah orang-orang yang pekerjaannya berhubungan

dengan gerakan fleksi dan ekstensi pada sendi pergelangan tangan, misalnya orang bekerja

dengan komputer atau seorang supir. Carpal tunnel syndrome ini juga berhubungan dengan

riwayat penyakit keluarga oleh karena anatomi dari pergelangan tangan yang diturunkan. Square

Wrist adalah keadaan dimana jarak antara bagian volar dan dorsal tangan yang menyempit dan

ratio dari sisi lateral dan medial tangan yang lebih dari 0,7. Keadaan ini berhubungan dengan

riwayat keturunan pada keluarga dan merupakan faktor resiko terjadinya carpal tunnel syndrome.

Gambar 4. Nervus Medianus

A.1 Patologi

Nervus medianus dapat mengalami kompresi pada daerah carpal tunnel. Lokasi dari

carpal tunnel berada pada basis pergelangan tangan. Carpal tunnel ini terdiri dari tulang karpal

pada bagian basis dan flexor retinaculum pada bagian apex. Serta terdapat sembilan tendon

Page 9: Entrapment Neuropathy

flexor yang melewati carpal tunnel. Akibat dari padatnya struktur anatomi pada carpal tunnel ini

maka resiko penekanan saraf sangat tinggi sekali. Hal ini dapat dipicu akibat dari proliferasi

tenosinovial, pengumpulan cairan sendi atau deformitas pada sendi pergelangan tangan. Selain

itu tekanan yang tinggi didaerah carpal tunnel akibat dari gerakan fleksi dan ekstensi dapat

mengakibatkan gangguan aliran darah ke nervus medianus, akibatnya terjadi epineural iskemi.

Keadaan dimana tekanan yang rendah pada daerah carpal tunnel pun dapat memicu terjadinya

carpal tunnel syndrome karena menurunnya aliran vena sehingga terjadinya stasis vena dan

mengakibatkan intraneural edema.

Gambar 5. Struktur Anatomi Terowongan Karpal

A.2 Gejala

Keluhan yang sering dirasakan oleh

pasien adalah mati rasa atau kebas di

Page 10: Entrapment Neuropathy

daerah telapak tangan khususnya pada ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan setengah dari jari

manis (sesuai dengan distribusi sensorik dari nervus medianus). Tetapi pada kenyataannya pasien

biasanya langsung mengeluhkan bahwa pada kelima jarinya terasa seperti mati rasa. Walaupun

biasanya pada jari kelingking keluhan tersebut biasanya tidak dirasakan oleh pasien. Selain rasa

kebas pasien biasanya juga bisa mengeluhkan nyeri pada pergelangan tangannya. Rasa nyeri dan

kebas biasanya meningkat apabila pasien melakukan gerakan fleksi atau ekstensi. Oleh karena

itu sering kali pasien dengan carpal tunnel syndrome mengeluh munculnya gejala tersebut

terutama pada saat bangun tidur, hal ini diakibatkan karena posisi pergelangan tangan yang fleksi

pada saat tidur.

Gambar 6. Gejala Carpal Tunnel Syndrome

A.3 Pemeriksaan Fisik

Setelah melewati carpal tunnel nervus medianus akan mempersarafi beberapa otot-otot

intrinsik tangan, salah satunya adalah m. abductor pollicis brevis. Pemeriksaan kekuatan otot m.

abductor pollicis brevis dapat dilakukan untuk mendiagnosa carpal tunnel syndrome. Caranya

adalah posisikan ibu jari pasien tegak lurus, kemudian pemeriksa berusaha mendorong ibu jari

kesisi jari telunjuk pasien (pasien diminta untuk menahan dorongan dari pemeriksa). Hasilnya

positif apabila terdapat kelemahan pada saat pemeriksa melakukan dorongan tadi. Disamping itu

pemeriksa juga harus membandingkan dengan sisi tangan yang sehat.

Page 11: Entrapment Neuropathy

Selain itu gejala dari carpal tunnel syndrome dapat diprovokasi dengan Phalen’s

Maneuver. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah meningkatkan tekanan pada daerah pergelangan

tangan. Caranya adalah pergelangan tangan pasien ditempatkan pada posisi hiperekstensi atau

hiperfleksi selama 60 detik. Pasien dengan carpal tunnel syndrome akan mengeluhkan kebas atau

nyeri setalah pemeriksaan tadi dilakukan.

Gambar 7. Phalen’s Test

A.4 Elektrodiagnosis

Pemeriksaan elektrodiagnosis sangat sensitif untuk mendiagnosa carpal tunnel syndrome.

Beberapa penelitian menyebutkan tingkat sensitifitasnya adalah 95%. Elektrodiagnosis juga

dapat menyingkirkan kelainan lain yang memiliki gejala yang sama dengan carpal tunnel

syndrome, misalnya cervical radiculopathy,thoracic outlet syndrome, dan diffuse peripheral

neuropathy. Delay Conduction pada nervus medianus adalah ciri khas pada pemeriksaan dengan

elektrodiagnosis.

A.5 Terapi

Page 12: Entrapment Neuropathy

Terapi lini pertama pada carpal tunnel syndrome adalah dengan memposisikan tangan

pada posis netral, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi tekanan pada daerah carpal tunnel.

Penggunaan splint biasakan dilakukan sepanjang hari atau malam hari. Penggunaan anti-

inflammatory dan steroid injection kadang-kadang dapat mengurangi gejala pada beberapa

pasien.

Gambar 8. Tatalaksana Carpal Tunnel Syndrome

B. ULNAR NEUROPATHY AT THE ELBOW

Page 13: Entrapment Neuropathy

Kompresi pada nervus ulnaris merupakan kasus neurapati kedua tersering yang terjadi

pada daerah ekstremitas atas. Kompresi saraf ini terjadi pada sulkus ulnaris didaerah siku atau

daerah cubital tunnel. Kasus ulnar neuropathy at the elbow ini bisa terjadi akut dan kronis.

Kejadian akut bisa terjadi karena kasus trauma termasuk fraktur daerah siku. Kasus kronis

misalnya seorang supir yang meletakkan satu tangannya pada posisi fleksi dijendela mobil.

Gambar 9. Letak Anatomi dan Persarafan Nervus Ulnaris

B.1 Patologi

Page 14: Entrapment Neuropathy

Nervus ulnaris sangat rentan terjadi peregangan atau kompresi pada daerah sepanjang

cubital tunnel. Sulkus ulnaris dibentuk oleh struktur anatomi epikondilus medialis dan prossesus

olecranon. Sulkus ulnaris ini dapat teraba dengan mudah apabila dilakukan ekstensi pada

artikulatio cubiti. Tetapi apabila siku dibengkokkan atau difleksikan maka sulkus ulnaris akan

menghilang dan nervus ulnaris akan berada pada posisi superfisial. Kecendrungan siku yang

selalu berada pada posisi fleksi akan meningkatkan resiko terjadinya kompresi pada nervus

ulnaris. Selain itu kompresi pada nervus ulnaris ini juga rentan terjadi pada keadaan adanya

deformitas atau jaringan parut pada daerah siku. Adanya deformitas dapat disebabkan karena

riwayat fraktur suprakondiler yang akhirnya dapat mengakibatkan kompresi saraf. Keadaan ini

sering disebut sebagai “tardy ulnar palsy”.

B.2 Gejala

Rasa kebas dan kesemutan yang terjadi pada daerah distribusi nervus ulnaris bisa

merupakan gejala awal dari ulnar palsy. Pasien juga kadang mengeluhkan rasa nyeri pada jari

kelingkingnya. Biasanya gejala-gejala ini muncul apabila pasien memfleksikan sikunya. Kadang-

kadang pasien juga merasa mereka kehilangan kekuatan tangannya.

Gambar 10. Gejala Ulnar Neuropathy At The elbow

B.3 Pemeriksaan Fisik

Page 15: Entrapment Neuropathy

Nervus ulnaris mempersarafi daerah dorsal dan palmar di jari kelingking dan setengah

jari manis. Namun pada beberapa orang bisa temui bahwa nervus ulnaris ternyata mempersarafi

seluruh daerah jari manis. Pada individu seperti ini akan susah membedakan antara lesi pada

nervus ulnaris dengan lesi pada akar saraf C8. Pemeriksaan dengan sentuhan ringan dan two-

point discrimination sangat sensitif untuk memeriksa defisit sensorik pada daerah distribusi

nervus ulnaris. Palpasi pada sulkus ulnaris biasanya dapat menimbulkan rasa kebas pada daerah

yang dipersarafi oleh nervus ulnaris. Dengan teknik provokasi, pasien diminta untuk

memfleksikan sikunya maka hal ini dapat menimbulkan rasa nyeri bagi pasien. Jari kelingking

dan jari manis yang seperti mencakar atau clawing dapat ditemui pada keadaan kronis.

B.4 Elektrodiagnosis

Pemeriksaan dengan elekrodiagnosis penting dilakukan karena nantinya dapat

membedakan dengan kasus brachial plexopathy dan cervical plexopathy. Pada elektrodiagnosis

akan memperlihatkan konduksi saraf yang melambat ada daerah siku.

B.5 Terapi

Penangan pada kasus ringan dapat dilakukan dengan cara menempatkan bantalan pada

daerah siku guna untuk meminimalisir trauma. Kemudian pasien juga diminta untuk tidak

melakukan fleksi siku yang terlalu lama. Pada kasus yang berat atau kronis, tindakan

pembedahan dapat menjadi pilihan. Tindakan ini bertujuan untuk memposisikan nervus ulnaris

pada tempatnya atau mengurangi proses dekompresi yang terjadi sebelumnya.

C. THORACIC OUTLET SYNDROME

Page 16: Entrapment Neuropathy

Ada beberapa struktur dan penyebab terjadinya kompresi pada pleksus brachialis

didaerah lengan atas. Beberapa posisi pergerakan pada lengan atas dapat menyebabkan kompresi

atau penekanan pada struktur saraf dan vaskular didaerah thoracic outlet. Mereka yang beresiko

adalah orang-orang yang sering menggunakan komputer akibat penggunaan mouse, pemain gitar,

dan baby sitter karena sering menggendong bayi.

Gambar 11. Thoracic Outlet Syndrome

Page 17: Entrapment Neuropathy

C.1 Patologi

Beberapa struktur di thoracic outlet dapat menjadi penyebab terjadinya kompresi pada

pleksus brachialis. Kelainan pada struktur tulang iga di cervical dan tulang vertebra cervical

adalah penyebab tersering terjadinya thoracic outlet syndrome. Maka pada kasus ini biasanya

untuk mengidentifikasi penyebab dilakukan pemeriksaan foto rontgen. Kelainan pada serat

fibrosus di daerah prossesus transverasalis C7 yang menuju ke tulang iga pertama merupakan

penyebab pertama tersering yang dapat mengakibatkan kompresi pada pleksus brachialis. Selain

itu pada kasus hiperekstensi leher dapat mengakibatkan perdarahan dan pembengkakan pada otot

scalenus yang nantinya akan terbentuk jaringan parut pada daerah otot tersebut termasuk pleksus

brachialis.

Gambar 12. Pleksus Brachialis

Page 18: Entrapment Neuropathy

C.3 Gejala

Gejala dari thoracic outlet syndrome tergantung dari struktur mana yang mengalami

kompresi atau penekanan, karena penekanan pada struktur vaskular atau struktur saraf akan

memperlihatkan gejala yang berbeda. Penekanan pada struktur arteri akan memberikan

gambaran berupa gejala iskemik misalnya : nyeri, parestesi, rasa dingin, dan perubahan warna

pada lengan. Sedangkan apabila vena yang tertekan maka gejala yang muncul dapat berupa

pembengkakan, sianosis, nyeri, dan parestesi. Gejala neurologi dari thoracic outlet syndrome ini

dapat berupa rasa kebas pada daerah medial dan sisi ulnar dari lengan bawah. Selain itu dapat

diikuti dengan rasa nyeri pada daerah lengan atas dan dada depan. Beberapa pasien kadang

mengeluhkan adanya kelemahan pada tangan dan jari-jari. Fleksi, abduksi, dan supinasi dapat

memprovakasi munculnya gejala bagi pasien. Selain itu aktivitas seperti mengangkat barang

berat, menyisir rambut dan penggunaan mouse komputer juga dapat mengeksaserbasi gejala.

C.3 Pemeriksaan Fisik

Gejala neurologi yang dapat muncul dapat berupa defisit sensori pada sisi ulnar dan

medial lengan bawah. Kelemahan pada otot-otot tangan juga dapat ditemukan pada pasien

dengan thoracic outlet syndrome. Apabila yang terjadi hanya penekanan pada struktur vaskular

saja biasanya tidak ditemukan gejala defisit sensori. Pemeriksaan provakatif dapat

membangkitkan gejala thoracic outlet syndrome, salah satunya dengan Adoson’s manuver.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengekstensikan lengan kemudian dilakukan supinasi.

Dengan pemeriksaan ini biasanya gejala vaskular dan neurologi dapat muncul bersamaan.

Pemeriksaan fisik lain yang dapat dilakukan adalah Elvey manuver. Pemeriksaan ini hampir

sama dengan Adson’s manuver, bedanya adalah pasien tidak perlu dilakukan supinasi tetapi

setelah lengan berada pada posisi ekstensi pasien diminta untuk memiringkan kepala kesisi yang

berlawanan. Peregangan pada pleksus brachialis adalah dasar dari pemeriksaan Elvey manuver.

C.4 Elektrodiagnosis

Pada keadaan awal dari thoracic outlet syndrome dapat memperlihatkan gambaran

elektrodiagnosis yang normal. Abnormalitas pada elektrodiagnosis dapat dilihat dari penurunan

Page 19: Entrapment Neuropathy

amplitudo dari medial anterachial cutaneous sensori. Pada keadaan lanjut gelombang F akan

mengalami prolonged konduksi.

C.5 Terapi

Koreksi dari posisi bahu dapat menghilangkan gejala yang muncul, walaupun tidak

sepenuhnya gejala akan menghilang. Tindakan operasi dalam beberapa dekade terakhir sering

dilakukan tetapi tindakan ini masih menuai kontroversi dari beberapa kalangan. Injeksi

botulinum pada otot scalenus ternyata efektif pada beberapa kasus thoracic outlet syndrome.

Tujuannya adalah untuk menghilangkan nyeri yang dirasakan oleh pasien.