66
Bab 13 Basic Anesthesia Evaluasi dan Medikasi Preoperatif Bobbie Jean Sweitzer Terjemahan Pendahuluan The American Society of Anesthesiologists (ASA) telah mempublikasikan kumpulan penuntun yang menyarankan previsit anestesi yang harus dilakukan seperti: - Wawancara dengan pasien atau penjaga pasie dalam mengungkapkan riwayat, berobat, anestesi dan penyakit sebelumnya - Pemeriksaan fisik yang tepat - Indikasi untuk pemeriksaan tambahan untuk diagnostik - Melihat hasil data penunjang diagnostik (laboraotrium, EKG, foto radiologi, dan lembar konsultasi) - Menetapkan skor status fisik ASA– (ASA- PS) - Menetapkan dan mendiskusikan tentang rencana anestesi yang akan dilakukan pada pasien, pada orang dewasa dimintai informed concent. Urutan dari pertanyaan-pertanyaan biasanya untuk mengevaluasi pasien. Hal ini didasari oleh kepemilikan asuransi dan anggapan yang salah bahwa tes-tes ini bisa

Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

  • Upload
    dudi

  • View
    392

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Bab 13 Basic Anesthesia

Evaluasi dan Medikasi Preoperatif

Bobbie Jean Sweitzer

Terjemahan

Pendahuluan

The American Society of Anesthesiologists (ASA) telah mempublikasikan

kumpulan penuntun yang menyarankan previsit anestesi yang harus dilakukan

seperti:

- Wawancara dengan pasien atau penjaga pasie dalam mengungkapkan

riwayat, berobat, anestesi dan penyakit sebelumnya

- Pemeriksaan fisik yang tepat

- Indikasi untuk pemeriksaan tambahan untuk diagnostik

- Melihat hasil data penunjang diagnostik (laboraotrium, EKG, foto

radiologi, dan lembar konsultasi)

- Menetapkan skor status fisik ASA– (ASA- PS)

- Menetapkan dan mendiskusikan tentang rencana anestesi yang akan

dilakukan pada pasien, pada orang dewasa dimintai informed concent.

Urutan dari pertanyaan-pertanyaan biasanya untuk mengevaluasi pasien. Hal

ini didasari oleh kepemilikan asuransi dan anggapan yang salah bahwa tes-tes ini

bisa digantikan oleh pemeriksaam fisis atau anamnesis riwayat penyakit. Tes-tes

perioperatif tanpa alat pertanyaan tentang indikasi spesifik dan akan menuntun

pada cedera pasien karena secara tepat menunjukkan tes-tes lebih lanjut untuk

mengevaluasi hasil yang janggal, tindakan yang tidak perlu, penundaan operasi,

kecemasan dan bahkan terapi yang tidak sesuai. Riwayat penyakit yang cermat

dan lengkap bertujuan untuk rencana yang sesuai dan penganganan anestsi yang

aman. Hal ini akan lebih akurat, dan efektif dalam menentukan diagnosa daripada

melihat screening hasil laboratorium. Pengumpulan informasi yang penting dan

membagikan informasi kepada pihak asuransi perlu dilakukan.

Page 2: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Riwayat dan Pemerikasaan Fisis

Riwayat anestesi merupakan komponen penting yang tampak pada Gambar

13-1. Pasien atau penjaganya dapat memberikan informasi di atas kertas, melalui

internet, interview lewat telepon, atau secara langsung. Kondisi penyakit pasien,

riwayat alergi, operasi sebelumnya, dan riwayat penggunaan rokok, alkohol, dan

obat terlarang lainnya harus dilaporkan. Gejala kardiovaskular, penyakit paru, dan

saraf harus ditulis. Adanya suatu penyakit dapat diketahui bagaimana berat

ringannya penyakit, stabilitasnya, eksaserbasi yang sekarang atau yang akan

terjadi. Keadaan kardiorespirasi atau kapasitas fungsionalnya tidak hanya

memprediksi outcome dan komplikasi perioperatif, namun juga pada saat evaluasi

pasien selanjutnya. Keadaan tubuh yang lebih ideal dapat memelihara sistem

kardiorespirasi dan mengurangi tingkat kesakitan seperti perbaikan profil lipid

dan glukosa dan mengurangi tekanan darah dan obesitas. Sebaliknya, ketidak

mampuan untuk berolahraga mungkin merupakan suatu tanda penyakit

kardiorespiratori. Pasien yang tidak mampu lagi mengerjakan kegiatan yang

tingkatan rata-rata (4-5 metabolik ekuivalen atau METs, seperti berjalan empat

langkah atau menaiki dua anak tangga) akan menambah resiko terjadinya

komplikasi perioperatif. Riwayat pribadi dan keluarga yang bermasalah dengan

anestesi seperti muntah dan mual hebat perioperatif (PONV), delirium yang

mengancam jiwa berkepanjangan, dicuriagi dapat terjadi hipertermia yang hebat,

atau defisiensi pseudokolinesterase harus tercata dan mengacu untuk bibuatnya

rencana anestesia.

Tabel 13-1 Klasifikasi American Society of Anesthesiologists

Physical Status

ASA 1 Pasien sehat tanpa kelainan organik, biokimia, atau

penyakit kejiwaan

ASA 2 Pasien dengan penyakit sistemik ringan seperti contoh

asma ringan, hipertensi yang terkontrol pengobatannya,

Page 3: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas

sehari-hari. Dan juga tidak berpengaruh terhadap anestesi

dan operasi

ASA 3 Penyakit sistemik yang berat atau signifikan yang

membatasi aktivitas sehari-hari yang biasanya. Seperti

gagal ginjal sementara dialisis, atau CHF kelas 2. Sangat

mempengaruhi aktivitas sehari –hari, berpengaruh pada

anestesi dan operasi.

ASA 4 Penyakit yang berat mengancam jiwa atau memerlukan

terapi intensif seperti infark miokard akut, gagal napas

yang memerlukan ventilasi mekanik, aktivitas sehari-hari

yang serius terbatas. Dampak besar bagi anestesi dan

bedah.

ASA 5 Pasien yang sekarat yang diaman akan meninggal dalam 24

jam dengan atau tanpa dioperasi

ASA 6 Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana

organnya akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai

organ donor

Huruf “E” ditambah pada klasifikasi di atas menngindikasikan operasi emergensi.

Dapat diperoleh dari www.asahq.org

Gambar 13-1 Komponen penting untuk menggali riwayat pasien guna evaluasi peroperatif

Nama Pasien________________________Umur_____Kelamin___Tanggal Operasi

Rencana Operasi ______________________________________________________

1. Silahkan mengisi operasi yang pernah dilakukan (dan tanggal dilakukannya)

a. ____________________________________d._____________________________

b. ____________________________________e._____________________________

c. ____________________________________f_____________________________

2. Silahkan mengisi segala macam alergi terhadap obat, karet, makanan dan lainnya (dan reaksi yang anda

peroleh setelahnya)

a. ____________________________________c._____________________________

b. ___________________________________d.____________________________

3. Bundari pemeriksaan yang telah dilakukan, cantumkan dimana dan kapan dilakukan. Silahkan bawa

semua hasil pemriksaan pada saat kunjungan. Kami tidak menyarankan untuk melakukan semua

pemeriksaan di bawah ini.

a. EKG Tanggal

Tempat Pemeriksaan

d. Darah Rutin Tanggal

Tempat Pemeriksaan

Page 4: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

b. Pemeriksaan Kejiwaan Tanggal

Tempat Pemeriksaan

e. Gangguan Tidur Tanggal

Tempat Pemeriksaan

c. ECHO/USG Kardio Tanggal

Tempat Pemeriksaan

d. f. Lainnya Tanggal

Tempat Pemeriksaan

4. silahkan isi semua pengobatan yang telah anda dapatkan selama sebulan terakhir (termasuk segala jenis

obat selain obat medis seperti inhalan, herbal, suplemen diet, dan aspirin)

Nama Dosis dan jumlah Nama Dosis dan Jumlah

a. f.

b. g.

c. h.

d. i.

e. j.

(Silahkan mencentang Ya atau Tidak dan melingkari masalah yang spesifik)

5. Apakah telah mengkonsumsi steroid (prednison atau kortison) dalam setahhun terakhir YA □ TIDAK □

6. Apakah anda pernah merokok (Jumlah per hari_____dalam setahun) YA □ TIDAK □

Apakah anda masih merokok? (Jumlah per hari_____) YA □ TIDAK □

Apakah anda minum alkohol? (jika YAseberapa sering_______) YA □ TIDAK □

Apakah anda penah memakai obat terlarang ? (kami memerlukan informasi ini demi keselamatan anda)

YA □ TIDAK □

7. Apakah anda dapat berjalan menaiki anak tangga tanpa berhenti ? YA □ TIDAK □

8. Apakah anda memiliki masalah pada jantung anda? (bundari jika ada) YA □ TIDAK □

(Nyeri dada atau merasa tertekan, serangan jantung, EKG abnormal, detak yang berjeda, murmur,

palpitasi, gagal jantung)

9. Apakah anda memilki tekanan darah tinggi? YA □ TIDAK □

10. Apakah anda menderita diabetes? YA □ TIDAK □

11. Apakah anda memiliki masalah dengan paru-paru anda atau dada anda (bundari jika ada) YA □ TIDAK □

(napas pendek, emfisema, bronkitis, asma, TBC, gambaran abnormal pada foto rontgen dada)

12. Apakah saat ini anda sakit atau sebelumnya baru-baru ini menderita demam, flu, pilek, atau batuk

berdahak? YA □ TIDAK □

Deskripsikan penyakit sebelumnya______________________________________

13. Apakah ada keluarga anda yang perna mengalami masalah perdarahan? (Bundari jika ada) YA □ TIDAK

(perdarahan di hidung, gusi, dan gigi yang berdarah saat dicabut, atau luka operasi yang tidak

berhenti

14. Apakah anda mengalami masalah pada darah anda/ (bundari jika ada)

(anemia, leukimia, limfoma, anemia sickle cell, masalah pembekuan darah, transfusi)

15. Apakah anda pernah mengalami maslah pada : bundari jika ada

Hati (sirosis, hepatitis A, B, C, penyakit kuning) YA □ TIDAK □

Ginjal ( batu, gagal ginjal, cuci darah) YA □ TIDAK □

Sistem pencernaan (nyeri ulu hati yang sering, hernia, ulkus lambung )? YA □ TIDAK □

Punggung, leher, atau rahang (TMJ, atritis reumatoid, herniasi)? YA □ TIDAK □

Page 5: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Kelenjar tiroid (over aktif, aktivitas rendah) YA □ TIDAK □

16. Apakah anda pernah mengalami (bundari jika ada)

Kejang YA □ TIDAK □

Stroke, kelumpuhan wajah, tangan atau kaki, kesulitan bicara YA □ TIDAK □

Nyeri keram pada kaki sewaktu berjalan YA □ TIDAK □

Masalah pendengaran, penglihatan dan ingatan YA □ TIDAK □

17. Apakah anda pernah mendapat tindakan kemoterapi atau terapi radiasi? Bundari jika ada YA □ TIDAK □

Cantumkan indikasi dan tanggal terapi_______________________________

18. Wanita : Apakah anda hamil? Tanggal haid terakhir___________ YA □ TIDAK □

19. Apakah anda pernah mengalami masalah dalam anestesi atau operasi? Bundari jika ada YA □ TIDAK □

(muntah dan mual yang hebat, hipertermia yang hebat (pada darah atau dirisendiri) napas yan berat,

atau maslaah saat pengangkatan pipa napas)

20. Apakah anda pernah kehilangan gigi, gigi palsu, perlengketan gigi, kawat, masalah membuka mulut atau

mngunyah makanan. ? bundari jika ada YA □ TIDAK □

21. Apakah anda memiliki masalah aktifitas fisik sehari-hari / YA □ TIDAK □

22. Apakah anda mendengkur? YA □ TIDAK □

23. Apakah anda mengalami napas terhenti saat tidur? YA □ TIDAK □

24. Apakah anda memiliki masalah medis yang tidak tercantum di

atas_______________________________________________________________

25. Tambahkan saran anda dan pertanyaan untuk ahli anestesi-

________________________________________________________________________________

____________________________________________

Sedikitnya, pemeriksaan preanestesi termasuk jalan napas, jantung, dan paru,

melihat tanda-tanda vital, termasuk saturasi oksigen dan pengukuran tinggi badan

dan berat badan. Gambar 13-2 mengilustrasikan klasifikasi Mallampati dan tabel

13-3 merupakan daftar dari pemeriksaan jalan napas.(dapat melihat Bab 16).

Ketika ditemukan kesulitan jalan napas, segera sesuatu seperti peralatan dan orang

yang ahli untuk menanganinya. Auskultasi jantung dan merada nadi, vena perifer,

dan ektremitas untuk melihat apakah ada edema sangat penting diketahui dan akan

berpengaruh pada rencana terapi. Pemeriksaan paru berupa auskulatasi untuk

mendengarkan wheezing, mendengarkan berkurangnya bunyi napas dan bunyi

abnormal, dan memperhatikan adanya sianosis atau clubbing dan bantuan napas.

Pada pasien dengan defisit fungsional, atau tindakan anestesia secara regional atau

saraf tertentu, maka pemeriksaan neurologis diperlukan untuk melihat kelaianan

yang dapat membantu dalam diagnosis atau mempengaruhi posisi pasien dan

menetapkan dasar kelainan. Pada bagian ini akan membicarakan faktor-faktor

komorbid yang akan berdampak selama tindakan anestesi.

Page 6: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Faktor Komorbid yang berdampak selama tindakan Anestesi.

Penyakit Areteri Koroner (PAK) bervariasi mulai dari ringan, merupakan

penyakit yang stabil dengan dampak kecil pada perioperatif yang menghasilkan

penyakit berat dan bertanggung jawab pada komplikasi serius apada anestesi dan

operasi. Pemeriksaan fisis dan riwayat terdahulu dapat melakukan penanganan

awal pada jantung. Catatan rekam medis dan diagnostik sebelumnya perlu

diketahui, terutama pemeriksaan stres noninvasif dan hasil dari kateterisasi

jantung. Perlunya untuk menghubungi dokter utama yang bertanggung jawab atau

ahli jantung untuk informasi yang lebih lanjut dan meniadakan pemeriksaan lain

atau konsultasi lain.

Sebelumnya American College of Cardiology/ American Heart Association

(ACC/AHA) membuat pedoman operasional tentang evaluasi kardiovaskuler pada

operasi non kardiak jumlah rekomendasinya dikurangi untuk pemeriksaan

revaskularisasi. Sebuah algoritma untuk pasien dengan resiko jantung perioperatif

diikuti pada mode langkah yang bertahap, berhenti di titik pertama yang berlaku

untuk pasien (Gbr. 13-3). Langkah 1 mempertimbangkan urgensi operasi. Untuk

operasi darurat, terfokus pada pemantauan perioperatif (seperti EKG serial, enzim

jantung, monitoring jantung) dan mengurangi resiko (pemberian Beta adrenergik

bloker, statin, penatalaksanaan nyeri). Langkah 2 fokus terhadap kondisi penyakit

jantung yang aktif seperti infark miokard, angina berat atau tidak stabil, gagal

jantung dekompensata, penyakit katup berat, dan aritmia yang berat. Semua

kondisi penyakit aktif jantung ditunda operasinya kecuali pada kasus emergensi.

Langkah 3 bergantung pada besarnya resiko dan beratnya operasi. Pasien tanpa

penyakit jantungg yang aktif. (lihat langkah 2) pasien dengan operasi beresiko

rendah akan dilaksanakan tanpa pemeriksaan yang lebih lanjut. Langkah 4

Melakukan penilaian kapasitas fungsional yang disebut sebagai METs(lihat tabel

13-2). Pasien tanpa gejala dengan kapasitas fungsional yang tinggi dpaat langsung

dilakukan operasi. Langka 5 menganggap pasien dengan kapasitas yang rendah

atau menengah yang dimana membutuhkan operasi yang beresiko sedang atau

operasi vaskuler. Jumlah penyaki klinis yang dapat diperkirakan (PJK, gagal

Page 7: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

jantung terkompensasi, penyakit serebrovaskuler, diabetes dan gagal ginjal)

menentukan kegunaan dari pemeriksaan jantung lebih lanjut. Pasien tanpa

perkiraan penyakit klinis tersebut dapat melakukan operasi. Pasien yang

diperkirakan memiliki resiko penyakit tersebut akan disegerakan untuk

pemeriksaan lebih lanjut jika hasilnya tersebut akan mengubah rencan tindakan.

Beberapa faktor resiko akan PJK seperti meroko, hipertensi, usia tua, kelamin

pria, hiperkolestrolemia, dan riwayat keluarga akan meningkatkan resiko

perioperatif.

Tabel 13-2 Kapasitas Fungsional Metabolik Ekuivalen

MET Level dari kegiatan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Makan, main komputer, memakai baju

Menuruni tangga rumah, memasak

Berjalan 1- 2 petak

Menyapu daun-daun, berkebun

Menaiki 1-2 anak tangga, emnari, sepeda

Bermain golf, bermain tim

Bermain tenis

Menaiki anak tangga dengan cepat, jogging santai

Lompat tali lambat, sepeda

Berenang cepat, lari atau joging berat

Bermain ski, bermain bola basket satu lapangan

Lari cepat dengan jarak yang jauh

MET, metabolik ekuivalen, 1 Met = konsumsi O2 3,5ml O2/menit/KgBB

Tabel 13-3 Pemeriksaan jalan napas

Panjang gigi seri

Kondisi gigi

Hubungan bagian atas (maksilla) dengan gigi seri di bawahnya (mandibula)

Kemampuan untuk memajukan dan memundurkan gigi seri bagian bawah

(mandibula) terhadap gigi seri atas (maksila)

Jarak gigi seri dalam atau intergum

Page 8: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Besar lidah

Uvula yang dapat divisualisasi

Adanya janggut lebat

Kesesuaian ruang mandibula

Jarak tiroid dengan dagu pada kepala yang ekstensi maksimal

Panjang leher

Ketebalan atau lingkar leher

Jarak putar kepala dengan leher

Manfaat yang dibandingkan dengan resiko revaskularisasi arteri koroner

sebelum operasi non jantung masih kontroversial. Pada penelitian dengan

prospektif random dari revaskularisasi preoperatif dibandingkan pada

penatalaksanaan medis gagal memperlihatkan outcome yang berbeda. Operasi non

jantung yang selanjutnya memperlihatkan revaskularisasi berkaitan dengan

peningkatan angka mobiditas dan mobiditas. Pasien yang medapat tindakan

Percutaneus Coronary Intervention (PCI)m dengan sebuah drug-eluting stent

(DES), diperlukan sebulan, jika berhasil maka terapi antiplatelet untuk mencegah

restenosis dan trombosis akut. Jenis dari stent, DES atau stent logam besi

telanjang BMS, harus dideteksi dan penangangannya bekerja sama dengan ahli

jantung. Penasehat ilmiah merekomendasikan pada penanganan pasien dengan

stent koroner dapat dilihat pada tabel 13-4. Obat antiplatelet harus dihentikan

tanpa konsultasi dengan ahli jantung yang umu dengan stent koroner dan lebih

mengkhususkan memberi informasi ke pasien akan resiko untuk memberhentika

obat ini. Anestesi elektif yang terganggu akibat penggunaan obat antiplatelet harus

ditunda sampai masa resiko itu berakhir (lihat tabel 13-4). Jika memungkinkan

aspirin dapat dilanjutkan sampai waktu perioperatif, dan theinopirydine (sejenis

clopidogrel0 dapat dimulai sesegera mungkin. Fakta yang mendukung seperti

perdarahan ringan sebagai komplikasi pada penggunaan berlanjut aspirin sampai

tindakan operasi. Operasi non jantung dan tindakan lainnya yang onvasif akan

emningkatkan resiko trombosis dari stent, yang dimana berkaitan dengan

tingginya angka mortalitas. Trombosis stent dapat ditangani dengan PCI, dimana

dapat dilakukan secara aman pada pertengahan waktu post operasi. Pasien

Page 9: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

beresiko tinggi akan ditangani dengan tindakan terbaik dengan bantuan ahli

jantung.

Tabel 13-4 Rekomendasi untuk penatalaksanaan perioperatif pada pemberian obat

antiplatelet pada pasien dengan stent koroner

- Penyedia kesehatan yang akan melakukan tindakan yang invasif harus berhati-hati

dengan potensi yang buruk dari penghentian secara dini obat theinopyridine

(contoh, clopidogrel, ticlopidine). Seorang profesional harus dapat berkomunikasi

dengan ahli kardiologi pasien tersebut untuk mendiskusikan rencana yang optimal

jika berkaitan dengan terapi antiplatelet yang belum jelas.

- Tindakan elekrif dengan melibatkan resiko perdarahan harus ditunda sampai

mendapat terapi thienopyridine yang tepat( 12 bulan setelah pemasangan dreug

eluting stent(DES) dan 1 bulan setelah pemasangan stent besi telanjang (BMS)

selesai dilakukan

- Pasien dengan DES yang harus menjalani tindakan setelah 12 bulan menunggu

kepastian untuk mengehtnikan terapi thienopyridine dah harus dilanjutkan dengan

aspirin segera mungkin dan memulai ulang lagi thienopyridine sesegara mungkin.

Gambar 13-2 Klasifikasi mallampati

Page 10: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Langkah 1: Operasi Gawat Darurat Dilakukannya operasi dengan menguranggi resiko medis dan pengamatan perioperatif

Langkah 2: Kondisi jantung AktifSindroma jantung kornoner tidak stabil (angina pektoris tidak stabil atau berat, Infark sebelumnya)Gagal Jantung terkompensasi (HF; dengan onset baru, NYHA class IV)Aritmia yang berat (Movbitz II atau blok jantung derajat 3, suprevantrikuler takikardi, atau fibrilasi atrium dengan frekuensi ventrikuler yang cepat, aritmia ventrikuler simptomatik, atau bradikardi, atau ventrikel takikardi yang baru)Penyakit katup yang berat (stenosis mitral dan aorta

Langkah 3: Operasi dengan resiko rendah (< 1%)Operasi superfisial, atau endoskopikKatarak, payudaraOperasi rawat jalan

Langkah 4 : Kapasitas fungsional Baik: ≤4 METs (dapat menaiki anak tangga tanpa gejala

Langkah 5 : Prediksi KlinikPenyakit jantung iskemikGagal jantung terkompensasi atau penyebab dasar Penyakit Serebrovaskuler (stroke, TIA)Diabetes MelltusGagal Ginjal

Tunda operasi dan lakukan stabilisasi dan pengobatan yang tepat

Dapat dilakukan operasi

Dapat dilakukan operasi

Dapat dilakukan operasi

Tidak ada gejala prediktor

Tidak ada gejala prediktor

Tidak ada gejala prediktor

Operasi vaskuler

Resiko sedang untuk operasi

Operasi Vaskuler

Dilkakukannya operasi dengan pemeriksaan noninvasif atau kontrol detak janutng

Tergantung pemeriksaan jika penatalaksanaan berubah

Gambar 13-3 Algoritma sederhana untuk evaluasi pasien kardiovaskular pada

operasi non jantung

Page 11: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Gagal jantung merupakan faktor resiko yang berat untuk perioperatif. Pasien

dengan gagal jantung terkompensasi memiliki resiko jantung periopertif sebanyak

5-7% dan dengan yang tidak terkompensasi sebanyak 20-30%. Gagal jantung

dapat disebabkan oleh disfungsi sistolik (berkuranggnya fraksi ejeksi dari

kontraktilitas yang abnormal), disfungsi diastolik (bertambahnya tekanan

pengisian dengan relaksasi yang abnormal tetapi memiliki kontraktilitas, dan

fraksi ejeksi yang normal) atau kombinasi antara keduanya. Disfungsi diastolik

terhitung lebih dari setengah kasus gagal jantung, tetapi masih sedikit tuntunan

ilmiah untuk menangani hal ini pada masa perioperatif. Hipertensi dapat

menyebabkan difungsi diastolik dan hipertrofi ventrikel kiri yang terlihat pada

EKG terjadi peningkatan disfungsinya. Penyakit jantung iskemik adalah yang

tersering menyebabkan disfungsi sistolik (50 -70% kasus). Peningkatan berat

badan, napas yang menjadi pendek, kelelahan, ortopneu, dispneu paroksismal

nokturnal, batuk malam hari, edema perifer, perawatan di rumah sakit, akan

mengubah penatalaksanaan secara signifikan. Karena gagal jantung dekompensata

merupakan kondisi yang sangat beresiko, operasi elektif harus ditunda. Tabel 13-3

Ventrikel kiri dan fungsi daiastolik harus dievaluasi dengan EKG. Tabel 13-5.

Pasien dengan gagal jantung kelas IV (gejala pada saat istirahat) harus dievaluasi

oleh ahli jantung sebelum dilakukan anestesia. Tindakan yang minimal, dengan

sedasi akan dilakukan selama pasien dalam keadaan stabil.

Murmur jantung secara klinis bisa saja tidak penting atau sebagai tanda

penyakit atup. Secara fungsional murmur berupakan turbulensi aliran yang

melewati saluran aorta atau pulmounal ditemukan dengan intensitas yang tinggi.

(hipertiroidisme, kehamilan, anemia). Pasien dengan usia tua, dan memiliki resiko

PJK seperti, riwayat demam rematik, volume intravaskuler yang berlebih,

penyakit paru, kardiomegali, atau EkG yang abnormal, dan murmur yang

menyerupai seperti penyakit katup lainnya. Pemantauan EKG sangat bermanfaat

jika anestesi umu atau spinal direncanakan. Tabel 13-6). Murmur diastolik

merupakan keadaan patologis yang sering dan didapat saat pemeriksaan. Penyakit

jantung dengan regurgitasi lebih dapat ditolerir pada keadaan perioperatif

dibandig penyakit stenosis. Stenosis aorta merupakan penyakit lesi katup yang

tersering di Amerika 2-4% dari orang dewasa di atas 65 tahun). Stenosis berat

Page 12: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

berkaitan dengan resiko komplikasi berat pada perioperatif. Sklerosis aorta

nampak pada 255 orang dengan umur 65-74 tahun, dan lebih 50% pada orang

dengan 80 tahun, diakibatkan oleh ejeksi sistol murmur yang sama denggan

stenosis namun tidak dapat mentolerir hemodinamik. Pasien dengan stenosis berat

dan kritis harus mendapatkan penanganan darurat dan tindakan live-saving tanpa

evaluasi kardiologi. Antibiotik profilaksis bertujuan untuk mencegah endokarditis

tidak dianjurkan untuk pasien dengan pada katup yang abnormal pada jantung.

(Tabel 13-7 dan 13-8)

Tabel 13-5. Rekomendasi untuk evaluasi preoperatif noninvasif pada fungsi ventrikuler kiri.Class IIa Beralasan untuk dilakukan

1. Beralasan pada pasien yang dengan dispneu tanpa diketahui penyebab untuk pelaksanaan evaluasi preoperatif pada fungsi VK

2. Beralasan pada pasien yang sebelumnya telah gagal jantung diperburuk dengan dipsneu atau perubahan status klinis untuk pelaksanaan evaluasi preoperatif pada fungsi VK jika tidak dilakukan dalam 12 bulan terakhir.

Class IibDapat dipertimbangkan

1. Penanganan kembali dari fungsi VK yang secara klinis stabil dan sebelumnya telah didapati cardiomiopati tidak dilakukan

Class III(tidak boleh dilakukan karena tidak akan banyak membantu)

1. Perioperatif rutin untuk evaluasi fungsi VK pada pasien tidak dianjurkan.

Tabel 13-6 ACC/AHA kesimpulan GuidelineEKG pada pasien tanpa gejala dengan bunyi murmur jantungKelas 1Ada bukti atau tampak jelas pada EKG berguna pada pasien asimtomatik dengan murmur jantung:

- Murmur diastolik- Murmur kontinu- Late sistolik murmur- Murmur yang berkaitan dengan bunyi ejeksi klik- Murmur yang menjalar ke leher atau punggung- Murmur dengan grade 3 atau lebih

Kelas IIaBukti yang cukup atau pendapat dalam mendukung kegunaan EKG pada pasien asimtomatik dengan murmur jantung:

- Murmur yang berkaitan dengan fisik yang abnormal yang lain pada pemeriksaan jantung

Page 13: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Pasein dengan aspirin 75-150 mg perhari

Pasein dengan aspirin 75-150 mg perhari + clopidogreal 75 mg/ hari

Intervensi utama

Intervensi sekunder setelah IMA, ACS, stent, strok, PAD

Hentikan 7 hari sebelum operasi

Bedah saraf operasi intrakranial

Semua operasi

Operasi dengan pengobatan lanjut

IM, Infrak Miokard, ACS, acute coronary syndrome, PAD, penyakit arteri perifer, PCI percutaneus coronary intervention, BMS bare metal stent, DES drug eluiting Stent*Stent beresiko tinggi yang panjangnya >36 mm, proksimal, overlapping atau stent multipel, stent pada oklusi total kronik, atau pada pembuluh darah kecil dan lesi yang bercabang** contoh keadaan resiko rendah >3 bulan BMS, stroke, IMA tidak bermasalah, PCI tanpa stent*** resiko perdarahan tertutup, operas intrkranial, intramedular, operasi mata bagian belakang, pada situasi ini harus ditegakkan rasio keuntungan dan kerugian bertaruh dengan pemakaian aspirin harus diperhatikan pada setiap kasus secara individual. Termasuk menegakkan pemberian aspirin segera posoperasi sangat penting

Keadaan resiko tinggi , < 6 minggu setelah IMA, PCI, BMS, stroke <12 bulan setelah DES Stent beresiko tinggi

Keadaan resiko rendah

Semua operasi

Hentikan clopidogerl lanjutkan aspirirn

Resiko perdarahan tertutup

Hanya operasi vital

- Murmur yang berkaitan dengan EKG atau foto dadaKelas IIIAdanya bukti dan atau pernyataan umum bahwa EKG tidak berguna pada pasien asimtomatik dengan murmur jantung:

- Midsistolik murmur grade 2 atau kurang tergantung pengalaman dari pemeriksa.

Gambar 13-4 algoritma untuk perioperatif pada pasien dengan terapi antiplatelet

Pacemaker dan defibrilator cardioverter (ICDs) yang diimplan dapat menyebabkan gangguan elektrik dan magnetik. Diperlukan konsultasi dengan pembuat alat tersebut atau ahli jantung. Pasien biasanya memiliki nomor telepon penting mengenai alat teresbut di dompetnya. Pasien dengan ICDs, gagal jantung bervariasi, iskemik atau penyakit katup, kardiomiopati, atau aritmia yang berpotensi kepada kematian. Beberapa monitor, ventilator, vibrasi, atau pemeriksaan dada dapat mengelabui sensor dengan penambahan impuls, mengarah kepada iskemik atau pengobatan yang tidak sesuai. Alat tambahan khusus seperti penyesuaian denyut jantung pada beberapa pacemaker yang tidak tersedia, atau alatnya belum diprogram untuk mensinkronkan impuls agar tidak terganggu. Kegunaan anti takiaritmia dinonaktifkan sebelum tindakan anetesi jika mengganggu atau gerakan yang tidak terduga oleh pasien. Gerakan yang tidak

Page 14: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

terduga dapat menggau ketika diadakannya anestesi spinal atau okular. Penggantian garis tengah dapat memicu kardioversi. Secara khas ICDs tidak diaktifkan pada saat tiba di ruang penanganan dengan alat untuk monitooring dan kardioversi. Beberapa ICDs kompleks dan peka terhadap magnet untuk menonaktifkannya, kecuali darurat, tidak disarankan. Beberapa perangkat sudah diprogram untuk meniadakan peeletakan magnet atau magnet ditaruh secara permanent menonaktifkan antitakiaritmia terapi. Magnet hanya menghalangi pemeberian antishock pada beberapa perangkat ICDs tepat dimana mereka diletakkan. Magnet hanya berpengaruh terhadapat fungsi takiaritmia dan tidak sebagai fungsi pemicu pada ICD. Jika pacemaker atau ICD tidak diprogram ulang atau magnet digunakan setiap waktu, maka alat tersebut harus diseralarsakan ulang dan diaktifkan ulang sebelum pasien meninggalkan settingan monitoring yang sudah ada.

Tabel 13-7 Kesimpulan dari Perubahan besar dari Petunjuk untuk Profilaksis infeksi endokarditis, AHA

- Keadaan bakterimia yang didapat dalam keseharian yang dapat menyebabkan infeksi endokarditis (IE) dibandingkan oleh tindakan perawatan gigi.

- Semakin sedikt kasus dari IE maka semakin potensial untuk dicegah dengan antibiotik profilaksis

- Profilaksis tidak direkomendasikan semata-mata berdasar pada bertambahnya waktu paruh dari resiko IE

- Anjuran untuk profilaksis IE hanya diperuntukan pada kondisi sesuai tabel 13-8

- Profilaksis dianjurkan pada semua tindakan perawtan gigi baik itu perlakuan pada jaringan gusi atau ujung-ujung gigi atau perforasi mukosa oral tergantung pada kondisi pasien sesuai daftar tabel 13-8

- Profilaksis diberikan pada tindakan anestesi dengan kulit dan paru terinfeksi, atau jaringan otot sesuai kondisi yang terdaftar pada tabel 13-8

- Profilaksis tidak dianjurkan pada tindakan yang berkaitan dengan pencernaan dan kemih.

Tabel 13-8 kondisi jantung berkaitan dengan resiko yang buruk dari endokarditis

Katup buatan

Terinfeksi endokarditis sebelumnya

Penyakit jantung bawaan*

Sianotik PJB yang tidak membaik, termasuk gejala shunt dan saluran

PJB yang disembuhkan dengan alat buatan, dimana dilakukan dengan operasi atau

dengan intervensi kateter, selama 6 bulan pertama sejak tindakan dilakukan

PJB yang terobati tetapi dengan defek yang masih kambuhan pada lokasi dimana

Page 15: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

alat buatan atau alat bantu tersebut ada (menghalangi terjadinya endotelialisasi)

Valulopati jantung oleh karena transplantasi jantung dari pendonor

*Kecuali kondisi di atas, profilaksis antibiotik tidak direkomendasikan pada semua PJB

Profilaksis dianjurkan karena endotelialisasi dari alat buatan terjadi sekitar 6 bulan setelah tindakan.

Hipertensi yang berat dan perlangsungannya tergantung dari derajat

kerusakan organ, morbiditas dan mortalitas. Penyakit jantung iskemik, gagal

jantung, gagal ginjal dan penyakit serebrovaskuler merupakan hal yang umum

pada pasien dengan hipertensi. Sekarang Hipertensi ringan dengan tekanan darah

preopertif kurang dari 180/110 mmHg tidak berkaitan dengan resiko jantung

perioperatif. Operasi elektif harus segera ditunda jika pasien dengan hipertensi

berat (Tekanan diastolik >115 mmHg; tekanan sistolik >200 mmHg) sampai

tekanan darahnya kurang dari 180/110 mmHg. Jika ada kerusakan organ yang

berat, atau teknik anestesia dengan hipotensi intraoperatif, maka tujuannya adalah

mengembalikan tekanan darah yang normal setinggi-tingginya sebelum operasi

dilakukan. Berkurangnya resiko dapat diperoleh dengan terapi selama seminggu

agar ada perubahan vaskular. Kenyataannya, jika secara cepat menurunkan

tekanan darah maka akan menambah resiko terjadinya iskemik otak dan jantung.

Hipotensi intraoperatif akan jauh berbahaya dibandingkan dengan hipertensi.

Pasien harus dipantau sebelum operasi agar mencapai tekanan darah yang

terkontrol pada keadaan yang optimal.

Penyakit paru menambah resiko baik pada operasi pulmonal dan

nonpulmonal. Komplikasi paru postoperatif (PPC) merupakan hal yang sering

terjadi dan bertambahnya biaya, resiko mortalitas, dan mobiditas. Beberapa

prediktro pada usia lanjut seperti gagal jantung, penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK), merokok, status umum (termasuk gangguan sensorik dan fungsional

dependen0 dan obstructiive sleep apnea (tabel 13-9). Asma yang terkontrol

dengan baik tidak akan menambah komplikasi perioperatif. Pasein dengan asma

yang tidak tertangani terbukti menimbulkan wheezing ketika induksi anestesi,

merupakan komplikasi resiko tinggi. Tidak seperti asma, PPOK menambah resiko

Page 16: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

terjadinya komplikasi terutama PPOK berat. Bagaimanapun tidak ada derajat

berat ringannya yang pasti untuk dialkukannya pembedahan. Yang mengejutkan

PPOK memiliki resiko lebih rendah dari pada gagal jantung, usia tua, dan keadaan

umum yang jelek.

Table 13-9 Faktro resiko untuk Postoperative Pulmonay Complication, dengan kesimpulan yang diperkuat oleh faktor bukti dari pasien, tindakan, dan hasil lab dengan komplikasi spesifik Faktor Tingkatan anjuran Rasio Odds

Faktor resiko Potensial bagi PasienUsia lanjutASA kelas ≥IICHFFungsional dependenCOPDBerat badan menurunGangguan sensorikMerokokMinum alkoholKelainan pada foto polos dadaDiabetesObesitasAsmaObstructive sleep apneaPenggunaan kortikosteroidInfeksi HIVAritmiaKapasitas kerja yang rendah

A>AAAABBBBBCDDIIIII

2,09-3,042,55-4,872,931,65-2,511,791,621,391,261.21TIDAK ADA

Faktor resiko potensial berkaitan dengan tindakanPerbaikan aneurima aortaOperasi thoraksOperasi abdomenOperasi abdomen bagian atasOperasi sarafOperasi lamaOperasi kepala dan leherOperasi daruratOperasi vaskulerAnestesi umumTransfusi perioperatifOperasi sendi panggulOperasi ginekologi atau urologiOperasi esofagus

AAAAAAAAAABDDI

6,904,243,012,912,532,262,212,212,101,831,47

Hasil laboratoriumAlbumin darah <35 g/L A 2,53

Page 17: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Foto dadaKadar BUN > 7,5 mmol/L(21 mg/dl)Spirometri

BBI

4,81Tidak ada

*ASA American Society of anesthesiologist, BUN, Blood urea nitrogen, CHF, Congestive

heart failure, COPD Chronic obstructive pulmonary disease

Rekomendasi : A= Bukti yang cukup untuk mendukung faktor resiko tersebut atau petanda

hasil lab, B = beberapa bukti untuk mengusulkan faktor resiko tersebut atau petanda hasil lab, C =

Beberapa untuk mengusulkan bahwa faktor resiko tersebut bukan faktor resiko atau petanda hasil

lab bukan sebagai prediktor. D = Bukti yang cukup mendukung bahwa faktor resiko tersebut

bukan faktor resiko atau petanda hasil lab bukan sebagai prediktor, I = kurangnya bukti yang

cukup yang menerangkan faktor resiko tersebut merupakan faktor resiko yang diperkirakan dan

hasil lab tersebut merupakan prediktor pendukung dan bukti masih sangat sedikit, atau masih

dipertentangkan

Pemberian kortikosteroid dan beta adrenergik agonis inhalan preoperatif

mengurangi insidens bronkospasme setelah intubasi trakeal dan perawatan rumah

sakit serta ICU yang singkat. Laporan mengenai tindakan pemberian steroid

preoperatif (sampai 1 minggu) adalah aman dan tidak menimbulkan peningkatan

resiko infeksi postoperasi atau terhambatnya penyembuhan luka. Dianjurkan

Prednison oral 0,5-1 mg/kg diberikan kepada pasien yang akan mendapat intubasi

trakeal dan mereka yang memiliki obstruksi jalan napas persisten meskipun

mendapat obat inhalan.

Waktu penyembuhan, nyeri, dan berkurangnya volume paru akan menjadi

berkurang setelah tindakan laparoskopi selesai, tetapi komplikasi pulmonal masih

belum jelas. Resiko KPP masih rendah setelah tindakan perkutaneus. Dalam

beberapa penelititan KPP memiliki angka resiko sebesar 3% pada operasi

endovaskular, dan 16% pada operasi perbaikan aorta abdominal. Anestesi umum

lebih beresiko terkena KPP dari pada blok saraf. Pada dua penelitian meta analisis

dan percobaan retospektif dan random trial memperlihatkan bahwa KPP

jumlahnya rendah pada pasien yang mendapatkan anestesi spinal atau epidural

atau analgetik epidural sesudah operasi dibandingkan dengan anestesi umum.

Pemeriksaan fungsi paru rutin, foto dada, atau analisa gas darah tidak akan

memperkirakan resiko terjadinya KPP bahkan sangat sedikit informasi mengenai

Page 18: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

hal itu bahkan dengan evaluasi klinik. Angka KPP berkurang dengan peningkatan

aliran udara pada penyakit paru obstruksi, terjadinya infeksi, dan gagal jantung,

dan penggunaan manuver ekspansi seperti batuk, napas dalam, spirometri yang

insentif, tekanan positif akhir peranapasan (PEEP), dan tekanan postif kontinu

pada jalan napas (CPAP)

Obstrutive sleep apnea (OSA) diakibatkan oleh obstruksi jalan napas yang

intermitten, berdampak pada 9% perempuan dan 24% laki-laki. Kebanyakan

mereka tidak terdiagnosis. Mendengkur, mengantuk siang hari, hipertensi,

obesitas, dan riwayat keluarga merupakan resiko terjadinya OSA. Ukuran lingkar

leher yang bertambah dapat diprediksikan terjadinya resiko OSA. Kuisioner

STOP Bang dikembangkan dan untuk mengevaluasi OSA pada tindakan anestesi

preopertif. Pasien dengan OSA memiliki angka resiko seperti diabetes, hipertensi,

fibrilasi atrium, bradiatrimia, ektopik ventrikular, stroke, gagal jantung, hipertensi

pulmonal, kardiomiopati berdilatasi, dan PJK. Ventilasi melalui masker,

laringoskop langsung, intubasi Endotrakeal dan visualisai fiberoptik merupakan

penanganan jalan napas yang sulit bagi penderita OSA. Beberapa pasien yang

mendapatkan kesulitan jalan napas atau obstruksi jalan napas pada pasien dengan

hipokesmia, ateletktasis, ikemik, pneumonia, dan perawatan yang lama. Pasien

yang menggunakan alat CPAP harus dibawa alatnya sehari sebelum operasinya.

ASA mempublikasikan rekomendasi untuk penangan preoperatif berdasarkan

diagnosis OSA, jika memungkinkan dan dapat dilakukan pembedahan dengan

rawat jalan.

Apakah anda pernah terdiagnosa sleep apnesa pada penelitian sleep apnea? YA □ TIDAK □Apakah anda pernah mendapat terapi untuk sleep apnea, seperti CPAP atau Bi-PAP? YA □ TIDAK □Silahkan jawan sesuai pertanyaan dengan ya atau tidak :

1. Apakah anda mendengkur dengan keras (lebih keras daripada berbicara, atau cukup keras terdengar melalui pintu tertutup)YA □ TIDAK □

2. Apakah anda selalu lelah, kecapean, dan mengantuk pada siang hari?YA □ TIDAK □

3. Apakah ada orang sekitar anda yang melihat anda berhenti bernapas saat tidur?YA □ TIDAK □

4. Apakah anda memiliki tekanan darah tinggi yang terobati?YA □ TIDAK □

Hanya untuk Penanya, tidak boleh isi bagian bawah ini

Page 19: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Anamnesis dan pemeriksaan fisis

JantungIskemik jantung (setara angina)Gagal jantungPenyakit katupPenyakit perikardium (tamponade, konstriktif)

PernapasanPPOKAsmaPneumoniaFiborsis paruCedera ParuEmboli paruHipertensi pulmonalPenyakit paru restriktifPenyakit pleura

Yang lainnyaAnemiaDekondisionGagal ginjalPenyakit neuromuskularHipertiroidismePsikogenik

ElektrokardiogramFoto polos dadaPemeriksaan stressEkokardiografiBNP

Foto dadaAnalisa gas darahPemeriksaan fungsi paruCT-scan dada

Darah rutinKadar nitrogen dan ureaElektrolitTes fungsi tiroidTes latihan komprehensif

Anamnesis dan pemeriksaan fisis

5. Apakah IMT ≥ 35 kg/m2 ?YA □ TIDAK □

6. Apakah pasien ≥ 50 tahun?YA □ TIDAK □

7. Apakah lingkar leher lebih dari 15,7 inci (40 cm)?YA □ TIDAK □

8. Apakah pasien adalah pria?YA □ TIDAK □Jumlah total Ya____________ apakah pasien meiliki derajat resiko tinggi untuk OSA ?YA □ TIDAK □Resiko tinggi OSA : Ya > 3 jawaban

Gambar 13-5 Kuesioner Stop Bang untuk screening obstruksi sleep apnea.

Dispneu diakibatkan oleh bertambahnya gerakan napas atau bertambahnya

beban mekanik karena masalah pada sistem pernapasan. Umumnya yang

menyebabkan dispneu adalah PPOK, asme, dan gagal jantung. Pemeriksaan

dispneu yang khsusu ditujukan kepada yang memiliki riwayat keluarga dan

pemeriksaan fisik sebelumnya. Kebanyakan keadaan yang paling sering

menyebabkan dispneu kecuali salah satunya psikogenik, bertambahnya

komplikasi perioperatif , jika kondisi ini tidak diperhatikan dengan serius oleh ahli

anestesi. Ketika evaluasi preoperatif mendapatkan giagnosis yang tepat, maka

pengobatan yang efektif dapat meningkatkan kondisi kesehatan pasien.

Gambar 13-6. Tuntunan untuk evaluasi dispneu

Page 20: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Penyakit ginjal berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler berupa

hipertensi, volume intravaskular berlebihan, gangguan keseimbangan elektrolit,

asidosis metabolik, dan bahkan dibutuhkan jumlah dan jenis anestesi yang

berbeda. Gagal ginjal merupakan faktro resiko yang mungkin setara dengan PJK.

Pada tindakan elektif, hemodialisa dilakukan 24 jam sampai operasi, tetapi tidak

selamanya sebelum operasi, hal ini berguna untuk mencegah kehabisan cairan

secara akut, dan perubahan elekttrolit. Hiperkalemia kronik mungkin tidak perlu

diobati jika konsentrasi potasium darah kurang dari 6 mEq/dL dan tidak lebih dari

batas pasien yang telah ditentukan. Pemakaian kontras radiologi sebagai media

radiograp dapat menurunkan Jalu filtrasi Glomerulus (GFR) pada kebanyakan

pasie, tetapi pasien dengan diabetes dan gagal ginjal berada pada resiko tinggi.

Pada pasien yang GFR nya kurang dari 60 ml/kg/menit memberikan keadaan

basa pada cairan tubulus ginjal dengan sodium karbonat atau hidrasi sederhana

akan mengurangi cedera,

Pasien dengan diabetes memiliki faktor resiko kerusakan multiorgan, yaitu,

gagal ginjal, stroke, neuropati perifer, gangguan penglihatan, dan penyakit

kardiovaskuler yang tersering. Kontrol glukosa ketat pada pasien stroke, operasi

jantung bypass, atau kritis akan menambah perbaikan outcome tetapi masih

menjadi pertentangan. Baik kontrol gula ketat preoperatif untuk operasi jantung

memiliki keuntungan dan secara sederhana mengurnagi resiko hipoglikemi namun

semuanya masih belum jelas. Kontrol gula yang buruk dan sudah menjadi kornik

dapat menambah keadaan komorbid seperti penyakit vaskuler, gagal jantung dan

infeksi kesemuanya dapat meningkatkan resiko pembedahan. Kontrol gula darah

yang buruk dan kronik bisa diperkirakan tingginya glukosa darah pada

perioperatif. Penentuan target kontrol gula darah pada waktu perioperatif tidak

akan memberikan hasil yang besar bagi pasien diabetes dengan pembedahan. Gula

darah yang meningkat atau bahkan yang telah terapi bisa pada pembedahan non

jantung. Ketoasidosis diabetik, dan hipoglikemia (glukosa <50 g/dL) merupakan

keadaan yang penting diperhatikan pada saat tindakan perioperatif. Tujuan dari

kontrol glukosa darah adalah mencegah terjadinya hipoglikemi ketika puasa,

hiperglikemia yang berat dan ketosis.

Page 21: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Obesitas yang berat didefinisikan sebagai indeks massa tubuh yang

menunjukkan angka 40 atau lebih. Pasien dengan obesitas meiliki kriterio OSA

seperto, gagal jantung, diabetes, hipetensi, hipertensi pulmonal, jalan napas yang

sulit, berkurangnya oksigenasi ke jaringan, dan bertambahnya volume lambung.

Peralatan yang khusus diperlukan pada pasien obesitas ini, seperti ukuran kaf

tekanan darah yang besar, peralatan pengolahan jalan napas yang besar, dan meja

operasi yang besar untuk menopang berat badan.

Anemia, adlaah hal uang umum dijumpai pada periopertif, hal ini

merupakan penanda akan tinggi nya tingkat resiko kematian perioperatif, dan

sebagai prediktor lama tidaknya pasien di rawat pada populasi yang umum.

Anemia peroperatif merupakan sangat memungkinkan untuk dilakukan transfusi

karena angak morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Jika penyebab anemia tidak

diketahui maka pemeriksaan secara keseluruhan harus dilakukan sebelum

tindakan anestesi elektif dilakuka, khususnya pada kehilangan darah dan

pemakaian antikoagulan harus diantisipasi. Pasien dengan anemia kronik dan

tidak memiliki riwayat PJK yang ingin mendapatkan tindakan yang beresiko

rendah, gangguan fisik yang minimal dilakukannya anestesi dengan tetap melihat

resiko yang ada dan menjamin agar hemoglobin dalam darah setidaknya minimal

6 g/dL. (lihat bab 24). Pasien dengan anemia sel sabit harus mendapat penanganan

dari ahli hematologi berkaitan dengan penyakitnya.

Pasien yang hamil dan dijadwalkan untuk operasi non obstetri sebaiknya

memeriksaakan keadaan janinnya. Penatalaksaan pada persalinan prematur atau

persalinan normal harus diperhatikan. Rencana peroperatif harus dibicarakan lebih

lanjut dengan ahli kandungan pasien tersebut.(lihat Bab 33)

Pasien dengan usia lanjut (lihat juga bab 35) mengalami kemunduran fungsi

organ, respon terhadap obat berbeda-beda, dan memiliki angka yang cukup tinggi

pada kondisi komorbidnya. Beberapa kondisi sakitnya seperti atritis, hipertensi,

penyakit jantung, diabetes, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Pasien umur 85

tahun ke atas memiliki riwayat perwatan rumah sakit selama 6 bulan yang

sebelumnya telah mendapat tindakan pembedahan dengan rawat jalan. Sekarang

angka komplikasi pada umur yang sangat tua (>85 tahun) bukan merupakan hal

Page 22: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

sepele dalam tindakan operasi. Penghentian rencana operasi dapat mengurangi

pembiyaan pelayanan perioperatif. Pengobatan preoperatif dapat dibuat oleh

berbagai bidang pelayanan dan rencana pengobatan setelah pembatalan tindakan

dapat dikoodinasikan dengan ahli bedah, perawat, dan departemen sosial terkait.

Kebanyakan pada pasien tua atau pasien yang mendapat tindakan langsung, atau

pasienyang tidak diresusitasi- do not resuscitate (DNR) memerlukan pembicaraan

yang khusus. Perintah DNR seharusnya tidak lama ditegakkan ketika pasien

dalam keadaan dibedah atau mendapat anestesi. (gambar 3-7, tabel 13-10)

Konsultasi

Pelayanan secara terpadu sangat diperlukan dan menguntungkan. Konsultasi

menyarakan hal-hal yang spesifi yang berkaitan dengan kondisi fisik pasien

preoperatif dalam mengetahui kondisi dan diagnosis pasien. Kata-kata yang

tercantum seperti “dapat dilakukan operasi”, atau “resiko rendah” tidak cukup

membantu untuk pelaksana anestesi dalam melakukan teknik anestesi yang aman.

Kondisi serta hasil akhir dari masalah kesehatan pasien dan jugga hasil lab harus

dapat dicantumkan. Konsul preoperatif harus dicantumkan halhal berikut:

- Diagnosis, evaluasi pasien, dan perbaikan baik buruknya kontrol

pengobatan pasien.

- Membuat profil resiko klinis yang dapat terjadi pada psien, baik ahli

anestesi dan ahli bedah untuk membuat keputusan pelaksanaan tindakan.

Konsultasi yang ketat, dan komunikasi yang baik antar ahli bedah, ahli

anestesi dan konsultan lainnya mengenai preoperatif merupakan hal yang sangat

penting.

Pemeriksaan

Pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan yang berkaitan dengan penyakit

berhubungan dengan pemeriksaan dibandingkan dengan sederatan pemeriksaan

Page 23: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

____Pilihan 1 – Resusitasi totalSaya ______, berniat untuk melakukan resusitasi sesuai kemampuan pada tindakan anestesi saya dan pada tindakan postanestesi, di segala keadaan____Pilihan 2 – Resusitasi terbatas : Sesuai Tindakan Pada saat tindakan anestesi saya dan tindakan postanestesi, Saya, ____________, menolak untuk mengikuti tindakan:________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________Pilihan 3 – Resusitasi terbatas: Tujuan langsungSaya____, bersedia melakukan resusitasi ketika tindakan anestesi saya dan tindakan postanestesi hanya jika saya, pada keputusan yang dilakukan oleh ahli anestesi dan ahli bedah, bahwa keadaan klinis buruk yang ditindaki hanya sementara dan reversibel._____Pilihan 4 – resusitasi terbatas : Tujuan langsungSaya_____, bersedia melakukan resusitasi ketika tindakan anestesi saya dan tindakan postanestesi hanya jika saya, pada keputusan yang dilakukan oleh ahli anestesi dan ahli bedah, Upaya resusitasi akan mendukung tujuan dan penilaian saya: _______________________________________________________________________________________________________________________Tanda tangan keluargaTanggal_____________________________Tanda tangan PemeriksaTanggal______________________________Tanda tangan SaksiTanggal

screening telah diteliti. Beberapa abnormalitas yang ditemukan dalam bebagai

hasil tes dapat mengubah tindakan dan tidak jarang memberikan keuntungan.

Pemeriksaan preoperatif dengan indikasi yang tidak spesifik justru sia-sia dan

akan menambah cedera pasien, kecemasan, penundaan operasi, dan bahkan

pengobatan yang tidak semestinya. Hasil yang abnormal berkontribusi penting.

Lebih lanjut satu di antara 2000 pemeriksaan preoperatif terdapat kesalahan dalam

melakukan diagnostik dari beberapa pemeriksaan tersebut. Mungkin saja

abnormaliats yang ditemukan tidak ditangani menimbulkan dampak resiko

medikolegal yang lebih besar daripada menemukan abnormalitas tersebut dan

menanganinya.

Gambar 13-7 tindakan anestesi pada pasien dengan perintah do-not-resucitate (DNR)

Page 24: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Tabel 13-10 Perintah Do Not Resuscitate (DNR) pada waktu perioperatifKebijakan otomatis untuk menangguhkan perintah DNR atau arahan lain yang membatasi pengobatan sebelum tindakan perawatan yang melibatkan anestesi mungkin tidak cukup mengatasi segala hak-hak pasien untuk menentukan nasib mereka sendiri secara bertanggung jawab dan etis. Kebijakan tersebut, jika ada, harus ditinjau ulang dan direvisi, jika diperlukan, untuk mencerminkan isi dari pedoman ini.

Percobaan penuh di Resusitasi: Pasien atau keluarga pasien yang ditunjuk dapat meminta penangguhan penuh dari instruksi yang ada selama waktu pasca operasi anestesi dan segera, sehingga menyetujui penggunaan tindakan resusitasi yang mungkin sesuai untuk mengobati peristiwa klinis pasien yang terjadi pada saat itu.Percobaan terbatas pada Resusitasi Ditetapkan Dengan Anggapan Tindakan Khusus: Para keluarga pasien pasien atau yang ditunjuk untuk memutuskan dapat melanjutkan untuk menolak menolak tindakan resusitasi tertentu yang spesifik (misalnya, dada kompresi, defibrilasi, atau intubasi trakea). Ahli Anestesi harus menginformasikan pasien atau yang mewakili menyisihkan tentang (1) yang tindakan sangat penting untuk keberhasilan anestesi dan tindakan yang diusulkan dan (2) yang tindakan tidak penting dan dapat ditolak.

Percobaan terbatas pada Resusitasi Ditetapkan Dengan Anggapan Sasaran Pasien dan Nilai-nilai: Pasien atau keluarga pasien yang ditunjuk dapat mengizinkan ahli anestesi dan tim bedah dengan menggunakan pertimbangan klinis dalam menentukan tindakan resusitasi yang sesuai dalam konteks situasi dan tujuan pasien dinyatakan dan nilai-nilai . Sebagai contoh, beberapa pasien mungkin ingin tindakan resusitasi penuh yang akan digunakan untuk mengelola peristiwa klinis pasien yang merugikan yang diyakini secara cepat dan mudah reversibel, tetapi untuk tidak melakukan pengobatan untuk kondisi yang mungkin mengakibatkan gejala sisa permanen, seperti gangguan neurologis atau tidak diinginkan ketergantungan pada teknologi penopang hidup.

Dalam sebuah studi rintisan lebih dari 1000 pasien yang menjalani bedah

rawat jalan, tidak ada peningkatan kejadian perioperatif kerusakan pada pasien

yang tidak memiliki pemeriksaan preoperatif. Tidak ada peningkatan ATAU

penundaan atau pembatalan atau perbedaan dalam hasil dari kurangnya hasil

pemeriksaan. Beberapa penelitian lain telah menunjukkan bahwa keterangan dari

saat beristirahat 12-lead EKG tidak menambah nilai perawatan pasien bedah.

Kekhususan dari suatu kelainan EKG dalam memprediksi kejadian postoperasi

yaitu kerusakan jantung hanya 26%, serta EKG normal tidak meniadakan

penyakit jantung. Suatu EKG tidak boleh dilakukan hanya karena pasien usia

lanjut. Rekomendasi untuk usia berbasis hasil pemeriksaan yang berasal dari

kejadian yang sering ditemukan pada kelainan EKG dari pasien usia lanjut.

Page 25: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Sebuah studi observasional prospektif pada pasien berusia 50 tahun atau lebih

menjalani operasi non jantung di Amerika menemukan kelainan pada 45% pada

EKG preoperatif. Bundel blok cabang, terkait dengan MI dan kematian

postoperasi, tidak memiliki nilai tambah lebih prediktif faktor resiko klinis. The

Centers for Medicare dan Medicaid Services (CMS) jangan mengganti EKG

"preoperative" atau berdasarkan usia. Evaluasi ASA Penasehat Praktek

Preoperative mengakui bahwa EKG tidak meningkatkan prediksi melampaui

faktor resiko diidentifikasi oleh riwayat pasien. Indikasi untuk EKG preoperatif

ditunjukkan dalam Tabel 13-11. Foto dada tidak memprediksi komplikasi paru

postoperasi.

Table 13-11 rekomendasi untuk EKG 12-Lead Biasa preoperatif

Kelas I

(Indikasi Tindakan)

1. EKG biasa preopertif dianjurkan pada pasien yang setidaknya memiliki

satu gejala faktor resiko, pada pasien yang ingin mendapat tindakan

operasi vaskuler.

2. EKG biasa preoperatif dianjurkan pada pasien CHD, penyakit ateri perifer,

atau penyakit sereberovaskuler, yang dimana akan mendapatkan tindakan

dengan resiko menengah.

Kelas IIa

(Tindakan yang beralasan untuk dilakukan)

1. EKG biasa preoperatif dapat dilakukan dengan alasan akan mendapatkan

tindakan bedah vaskuler.

Kelas Iib

(tindakan yang mungkin dilakukan)

1. EKG biasa preoperatif dapat dilakukan dengan alasan pasien yang

setidaknya memiliki satu gejala faktor resiko, pada pasien yang ingin

mendapat tindakan operasi dengan resiko menengah

Kelas III

(tindakan yang tidak perlu dialkuakn karena tidak banyak membantu)

1. EKG biasa preoperti dan postoperatif pada pasien yang tidak bergejala

Page 26: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

yang sedang dalam tindakan dengan resiko rendah.

*Faktor resiko klinis berupa penyakit jantung, gagal jantung, penyakit

sereberovaskuler, diabetes dan gagal ginjal.

CHD: coroner arterial disease

Pasien yang sehat dari segala usia dan pasien dengan diketahui, stabil,

penyakit kronis yang mengalami perbaikan untuk tindakan resiko menengah tidak

mungkin untuk mendapat manfaat dari setiap pemeriksaan rutin. Sebuah tes

diperintahkan hanya jika hasilnya akan berdampak pada keputusan untuk

melanjutkan dengan tindakan direncanakan atau mengubah rencana perawatan.

Hal ini keliru untuk meyakini bahwa penemuan kelainan pada EKG, foto polos

dada, atau pemeriksaan darah berdampak pada perawatan atau hasil bagi beberapa

pasien atau tindakan. Penelitian telah menunjukkan bahwa peniadaan pemeriksaan

rutin tidak meningkatkan resiko.

Tabel 13-12 pemeriksaan Diagnostik preoperatif yang dianjurkan/direkomendasikan

Albumin Edema anasarka, penyakit hati, malnutrisi, malabsorbsi

Beta HCG Dugaan Hamil

CBC ketergantungan alkohol, anemia, dispneu, penyakit hati atau ginjal, keganasan,

riwayat perdarahan, tidak dapat mentolerir latihan, baru saja kemoterapi atau terapi radiasi

Kreatinin Penyakit ginjal, diabetes yang tidak dikontrol

Foto polos dada gejala paru yang masih aktif, akut, atau kronik berupa batuk, atau

dispneu, keadaan abnormal yang tidak bisa dijelaskan pada pemeriksaan dada, gagal jantung

dekompensata, keganasan pada thoraks, terapi radiasi.

EKG penyalahgunaan alkohol, gejala jantung (baru atau memburuknya nyeri dada,

palpitasi, takikardi, denyut yang ireguler, bradikardi tidak ditahu penyebabnya, murmur yang

belum terdiagnosa, bunyi jantung 3, gagal jantung dekompensata, implan cardioverter,

defibrilator(ICD) OSA, pacemaker, hipertensi pulmonal, terapi radiasi, obesitas berat, sinkop,

penggunaan amiodaron atau digoksin.

Elektrolit Penyalahgunaan Alkohol, penyakit tiroid, kardiovaskuler, ginjal dan hati;

diabetes, malnutrisi, penggunaan digoksin atau diuretik,

Page 27: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Glukosa Diabete, obesitas berat, penggunaan steroid

LFTs Penyalahgunaan alkohol, penyakit hati, hepatitis yang seblumnya sudah terkena,

kelainan perdarahan yang belum terdiagnosa

Hitung platelet Penyalahgunaan alkohol, penyakit hati, kelainan perdarahan (riwayat pribadi

atau keluarga), keganasan hematologi, terapi kemoterapi dan radioterapi sebelumnya,

trombositopenia

PT Penyalahgunaan alkohol, penyakit hati, malnutrisi, gangguan

perdarahan(riwayat pribadi dan keluarga), penggunaan warfarin

APTT gangguan perdarahan(riwayat pribadi dan keluarga), keadaan hiperkoagulasi

yang tidak terdiagnosa, penggunaan heparin molekul rendah

TSH T3,T4 Struma, penyakit tiroid, dispnue yang tidak jelas penyebabnya, fatig, palpitasi,

takikardi

Urinalisis suspek infeksi traktus urinarius

*hanya pada radioterapi daerah dada, payudara, paru, thoraksLFT =liver function test, tes fungsi hati.

Namun, evaluasi klinis pasien sebelum operasi masih diperlukan. Pencarian

riwayat dispnea yang meningkat saat beraktivitas, nyeri dada onset baru, atau

sinkop, dan mennagani pasien dengan sesuai instruksi pengobatan preoperatif

merupakan hal yang bermanfaat yang lebih besar daripada memeriksakan EKG

atau tes darah. Pemeriksaan untuk menetapkan diagnosis, evaluasi suatu kondisi

yang memburuk, atau bantuan dalam keputusan preoperatif dan penatalaksanaan

untuk pasien dengan komorbid yang berat ditunjukkan pada Tabel 13-12.

Pemeriksaan untuk pasien tertentu dapat diindikasikan hanya karena anestesi

direncanakan atau pembedahan (Tabel 13-13).

ASA preoperative Evaluation Practice Advisory telah mengakui bahwa

literatur ". . . tidak cukup untuk menginformasikan pasien atau dokter apakah

anestesi menyebabkan efek bahaya pada awal kehamilan, "dan menunjukkan

bahwa pemeriksaan kehamilan akan dilakuka kepada perempuan jika hasil

pemeriksaan akan merubah tindakan anestesi. Beberapa praktek dan fasilitas

menyediakan pasien dengan informasi tentang potensi resiko anestesi dan

pembedahan pada kehamilan, tetapi memungkinkan mereka untuk menolak

Page 28: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

pemeriksaan. Praktek lain mengamanatkan bahwa semua perempuan usia subur

harus menjalani tes urine kehamilan pada hari operasi. Mungkin di fasilitas

dengan kebijakan pemeriksaan menjadi wajib, pasien harus diberitahukan bahwa

persetujuan untuk operasi dan anestesi termasuk persetujuan untuk pemeriksaan

kehamilan.

Tabel 13-13 Anjuran pemeriksaan pada pasien dengan pemeriksaan spesifik dasar

sebelum anestesi

Tindakan/jenis pasien Pemeriksaan

Pasien yang diinjeksikan kontras Kreatinin

Berpotensi kehilangan darah yang banyak Hemoglobin, hematokrit

Membutuhkan transfusi Jenis golongan darah dan skreening

Kemungkinan hamil Tes kehamilan

Penyakit ginjal stadium akhir Kadar potasium

Diabetes Kadar gula darah pada hari operasi

Penyakit jantung aktif EKG

(seperti gagal jantung dekompensata

Aritmia, nyeri dada, murmur)

*tidak diperuntukan untuk sebuahh diagnosiis, atau penuntun tindakan preoperatif

Hasil dari laboratorium yang sudah tiga bulan operasi masih diterima kecuali ada kelaianan yang besar pada pasien atau kondisi pasien yang telah berubah

Tes kehamilan rutin tidak disarankan sebelum hari operasi. Indikasi tes kehamilan memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisis untuk mengajukan tes kehamilan.

Tidak ada kadar pasti tentang potasium dan gula darah untuk kelancaran operasi dan anstesi. Namun harus diseimbangkan agar menghindari resiko selama pasien dalam keadaan abnormal.

Tabel 13-14 Instruksi Premedikasi anestesia

Obat yang dapat dilanjutkan pada hari operasi Penghentian obat pada hari operasi kecuali ada indikasi

Antidepresan, antiasietas, obat obat psikiatrik (termasuk monoamine oksidase inhibitor)

Page 29: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Anti hipertensi (umumnya dilanjutkan) Mempertimbangkan penghentian ACE inhibitor atau reseptor angiotensi bloker 12-24 jam sebelum operasi jika diperlukan pada hipertensi, terutama pada tindakan dengan waktu yang lama, kehilangan banyak darah, penggunaan anestesi umum, pengobatan antihipertensi yang multi obat, tekanan darah yang terkontrol, hipotensi yang bisa berbahaya

Aspirin-pada pasien yang diketahui penyakit vaskuler-pasein dengan stent dengan obat pengencer untuk <12 bulan-Paseien dengan stent besi untuk <1 bulan-sebelum operasi katarak-sebelum bedah vaskuler-sebagai profilaksis

AspirinDihentikan 5-7 hari sebelum operasi

- Jika resiko perdarahan > resiko trombosis

- Pada operasi dengan perdarahan serius

- Hanya sebagai profilaksis(tidak diketahui adanya penyakit vaskuler)

Pengobatan asmaPengobatan autoimun

- Metotreksat jika tidak ada gagal ginjalPengobatan autoimun

- Metotreksat (jika ada resiko gagal ginjal)

- Entanercept (Enbrel), infliximab(remicade), adalimumad(humira) lihat ptnujuk pemakaian

Obat kontrasepsiPengobatan jantungKlopidogrel

- pasein dengan stent dengan obat pengencer untuk <12 bulan

- Pasein dengan stent besi untuk <1 bulan

- sebelum operasi katarak

KlopidogrelPasien yang tidak termasuk kelompok yang dianjurkan dilanjutkan

COX-2 inhibitor COX-2 inhibitorJika ahli bedah meinginkan penyembuhan tulang

DiuretikTriamteren, HCT

DiuretikDiuertik poten

Obat tetes mataSenyawa estrogen Senyawa estrogen

Page 30: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Dipakai untuk KB atau terapi kanker Ketika digunakan untuk mengendalikan gejalan menopause, atau untuk osteoporosis

Pengobatan refluks gastrointestinal Pengobatan refluks gastrointestinalHerbal atau suplement non vitamin7-14 hari sebelum operasiObat hipoglikemik oral

Insulin- diabetes tipe 1 = 1/3 dosis tengah pada

kerja lama (NPH, lente)- dibetes tipe 2 = ½ dosis kerja lama

atau kombinasi (70/30)- Glargine (lantus) dosis dikurangi jika ≥

1 unit/kgBB- Dengan siring pump lanjutkan dosis

basal malam

Insulin- Insulin biasa (kescuali insuli

siring pump, dengan dosis basal malam)

- Tidak dilanjutkan jika gula darah <100

Narkotik untuk nyeri, atau addiksiPengobatan kejang

NSAID48 jam sebelum operasi

Statin Krimtopikal atau salepSteroid (oral atau inhalan) Viagra atau pengobatan yang serupa

Dihentikan 24 jam sebelum operasiPengobatan tiroid Vitamin dan mineral, zat besiWarfarin-operasi katarak, tanpa blok bulbar

WarfarinDihentikan 5 hari sebelum operasi

*lihat bacaan untuk lebih jelasKecuali pada keadaan atau resiko perdarahan yang berat( umumnya pada

operasi intrakranial atau belakang mata)Bridging mungkin diperlukan lihat bacaan

MEDIKASI

Instruksi kepada pasien untuk melanjutkan atau menghentikan obat

kemungkinan akan meningkatkan outcome lebih baik daripada pemeriksaan

dilakukan sebelumnya. Keadaan komorbid dan sifat dari tindakan yang

dipertimbangkan saat mengelola pengobatan sebelum operasi. Beberapa obat

memiliki efek bermanfaat selama anestesi dan operasi, sedangkan yang lain

merugikan, dan dalam kasus lain masih ada hal seperti itu, dengan tiba-tiba

menghentikan terapi memiliki efek yang buruk. Ringkasan rekomendasi untuk

penatalaksaan pengobatan perioperatif ada pada Tabel 13-14. Beberapa golongan

obat dan kontroversi yang muncul, disebutkan secara khusus.

Page 31: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Umumnya, obat jantung dan obat antihipertensi dilanjutkan sebelum

operasi. Angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEIs), angiotensin receptor

blocker (ARB), diuretik, dan antikoagulan mungkin bermanfaat bahkan pada saat

hari operasi. Meneruskan atau menghentikan obat ini tergantung pada volume

intravaskular dan status hemodinamik pasien, tingkat disfungsi jantung,

pengendalian tekanan darah arteri yang adekuat, dan anestesi diantisipasi dan

kekhawatiran volume intravaskular. Melanjutkan semua obat untuk pasien dengan

penyakit berat, atau mereka sedang menjalani tindakan beresiko rendah ke

menengah, sedasi atau anestesi sentroneuraxial kemungkinan adalah tindakan

yang terbaik. Jika ACEIs dan ARB dilanjutkan, dosis induksi dan lainnya anestesi

obat dapat diatur dosisnya. Vasopresin harus tersedia untuk mencegah atau

mengurangi hipotensi. Potensi hipotensi refrakter harus seimbang terhadap

dampak terapeutik positif dari melanjutkan obat ini pada perioperatif berdasarkan

kasus per kasus.

Tabel 13-15 American American College of Cardiology Foundation

(ACCF)/American Heart Association (AHA) preoperatif anjuran penggunaan beta

bloker

Kelas 1

1. Beta blockers harus dilanjutkan pada pasien yang menjalani bedah yang

sedang memakai beta blocker untuk pengobatan kondisi dengan ACCF /

AHA Kelas I petunjuk indikasi untuk obat. (Tingkat Bukti: C)

Kelas IIa

1. Beta blockers kadarnya untuk menilai jantung dan tekanan darah mungkin

direkomendasikan untuk pasien yang menjalani operasi vaskuler yang

berada pada resiko tinggi karena jantung penyakit arteri koroner atau

temuan adanya iskemia jantung pada pemeriksaan preoperatif (Tingkat

Bukti: B)

2. Beta blockers kadarnya untuk menilai jantung dan tekanan darah yang

wajar untuk pasien yang pemeriksaan preoperatif untuk operasi vaskular

Page 32: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

mengidentifikasi resiko jantung yang tinggi, seperti yang didefinisikan

oleh adanya lebih dari 1 faktor resiko klinis. *(Tingkat Bukti: C)

3. Beta blockers kadarnya untuk menilai jantung dan tekanan darah yang

wajar untuk pasien yang pemeriksaan preoperatif mengidentifikasi

penyakit arteri koroner atau resiko jantung yang tinggi, seperti yang

didefinisikan oleh adanya lebih dari 1 faktor resiko klinis, * yang sedang

menjalani resiko bedah menengah (Tingkat Bukti: B)

Kelas IIb

1. Kegunaan beta blockers tidak pasti bagi pasien yang sedang menjalani

baik prosedur menengah beresiko atau operasi vaskuler di antaranya

pemeriksaan preoperatif mengidentifikasi faktor resiko tunggal klinis

adanya ketiadaan penyakit arteri koroner * (Tingkat Bukti: C).

2. Kegunaan beta blocker tidak pasti pada pasien yang menjalani bedah

vaskuler tanpa faktor resiko klinis * yang saat ini tidak memakai beta

blocker. (Tingkat Bukti: B)

Kelas III

1. Beta blockers tidak boleh diberikan kepada pasien yang menjalani operasi

yang memiliki kontraindikasi mutlak untuk beta bloker. (Tingkat Bukti: C)

2. pemberianrutin dosis tinggi beta blocker dalam ketiadaan kadarnya dalam

darah, tidak berguna dan dapat membahayakan pasien yang saat ini tidak

dalam pengobatan beta blockers yang sedang menjalani operasi non

jantung (Tingkat Bukti: B)

*Faktor Resiko klinis berupa riwayat iskemik jantung, riwayat gagal jantung terkompensasi atau sebelumnya, penyait sereberovaskular sebelumnya, diabetes dan insufisiensi ginjal (didefinisikan sebagai Revised Cardiac Risk Indeks konsentrasi creatinin pada preoperatif >2 mg/dL)

Furosemide dapat selalu diberikan secara intravena setelah induksi anestesi.

Disarankan (kelas I indikasi) bahwa b-blocker dilanjutkan pada pasien yang

membawa mereka untuk mengobati angina, aritmia gejala, atau hipertensi (Tabel

Page 33: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

13-15). Meminimalkan resiko untuk pasien beresiko tinggi dijadwalkan untuk

menjalani operasi elektif mungkin memerlukan penundaan operasi untuk

mengoptimalkan b-adrenergik blockers dan terapi statin. Statin dapat mengurangi

lama perawatan di rumah sakit dan resiko stroke, disfungsi ginjal, MI, dan

bahkan kematian. Tidak ada studi tentang terapi statin perioperatif telah

dilaporkan dengan resiko serius pada penggunaan obat ini. Secara mendadak

menghentikan pemberian statin dapat dikaitkan dengan peningkatan resiko,

termasuk kematian. Statin harus dilanjutkan pada periode perioperatif, dan

dipertimbangkan serius seharusnya diberikan dengan memulai itu pada pasien

dengan diketahui penyakitnya, atau faktor resiko, penyakit aterosklerosis.

Tabel 13-16 Protokol Bridging sebelum tindakan pada pasein rawat jalan

Enoxaparin atau Heparin molekul rendah

Jangan menggunakan enoxaparin jikal CrClest < 40 mL/menit, berat badan >150

kg atau pasien dengan riwayat komplikasi perdarahan dengan enoxaparin, alergi

babi, atau heparin pemicu trombositopenia

Pertimbangan khusus diperlukan untuk pasien yang menjalani anestesi

sentroneuraksiial dan pada waktu penggantian atau pelepasan kateter. Dosis

enoxaparin harus dikoordinasikan sesuai dengan layanan anestesi berdasarkan

panduan American Society of Anestesi Regional (ASRA)

Dosis pertama enoxaparin tergantung kecepatan INR menjadi subterapi setelah

penghentian warfarin. Penentuan IR sebelum pemberian enoxaparin

Hari ke 7: dosis terakhir warfarin diberikan jika INR 3,0-3,5. Diulangi

pemeriksaan INR hari ke 5 dan memulai enoxaparin sebagai subterapi

Hari ke 6 : dosis terakhir warfarin diberikan jika INR 2.5-3,0, ulangi pemeriksaan

INR pada hari ke 4 dan memulai enoxaparin sebagai subterapi

Hari ke 5 : dosis terakhir warfarin diberikan jika INR 2.0-2,5, ulangi pemeriksaan

INR pada hari ke 4 dan memulai enoxaparin sebagai subterapi

Hari 4,3, dan 2: lanjutkan enoxaparin tanpa warfarin

Hari 1 : dosis terakhirenoxaparin diberikan pada 0700

Hari 0 : hari operasi

Penggunaan alternatif vitamin K oral

Jika enoxaparin merupakan kontraindikasi ( CrClest < 40 mL/menit, berat badan

Page 34: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

>150 kg atau pasien dengan riwayat komplikasi perdarahan dengan enoxaparin,

alergi babi, atau heparin pemicu trombositopenia) berikut ini tindkaan pemberian

vitamin K dianjurkan:

Hari 3: dosis terkhi warfarin diberikan

Hari 2 : tahan warfarin dan pemeberian vitamin K dalam dosis tunggl 5 mg

Hari 1 : periksa INR dan ulangi dosis vitamin ka jika INR≥1,5

Hari 0 : periksa INR 1 jam sebelum operasi

CrClest estimasi tingkat kreatinin klirens, INR ; international normalized

ratio

Aspirin umumnya digunakan untuk mengurangi resiko pada pasien dengan

yang diketahui penyakit, atau faktor resiko, penyakit vaskuler, diabetes,

insufisiensi ginjal, atau usia lanjut. Dulu aspirin telah diurangkan penggunaannya

pada saat perioperatif karena dikhawatiran terjadi pendarahan. Namun, praktik

sekarang ini telah dapat diawasi. Sebuah meta-analisis dari hampir 50.000 pasien

yang menjalani berbagai operasi non jantung (30% mengonsumsi aspirin

perioperatif) menemukan bahwa aspirin yang meningkat komplikasi perdarahan

dengan faktor 1,5, tetapi tidak meningkatkan angka keparahan, kecuali pada

pasien yang menjalani operasi intrakranial dan reseksi transurethral dari

kemungkinan prostate. Ahli bedah tidak mengetahui pemberian aspirin tidak bisa

mengidentifikasi pasien yang memakai atau tidak mengonsumsi aspirin

berdasarkan perdarahan. Ada peningkatan resiko kejadian vaskuler ketika aspirin

diminum secara teratur lalu dihentikan pada saat perioperatif. Mungkin ada

keadaan “Rebound” hiperkoagulasi ketika aspirin dihentikan. Sindrom koroner

akut terjadi 8,5± 3,6 hari dan acara serebral akut 14.3± 11,3 hari setelah

penghentian aspirin, terjadi lamanya operasi, dan kejaidan itu dua kali lebih

banyak pada pasien yang telah berhenti minum aspirin dalam 3 minggu

sebelumnya bila dibandingkan dengan mereka yang terus aspirin. Aspirin

dihentikan selama 3 sampai 4 hari biasanya diperbolehkan, jika aspirin dihentikan

sama sekali, dan dosis harus dilanjutkan sesegera mungkin. Trombosit baru akan

terbentuk setelah aspirin (paruh sekitar 15 menit) dihentikan tidak akan

Page 35: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

terpengaruhi. Trombosit berfungsi normal pada konsentrasi lebih baik daripada

50.000 / mm3 memadai untuk mengontrol perdarahan pada saat pembedahan.

Pada tindakan seperti bedah minor atau tindakan yang superfisial seperti

ekstraksi katarak, endoskopi, dan tindakan perifer, resiko pengehentian aspirin

pada pasien yang beresiko lebih besar daripada resiko terjadinya perdarahan.

Aspirin harus dihentikan jika diambil hanya untuk pencegahan primer (tidak ada

riwayat stent, stroke, MI) (lihat Gambar 13-4 dan Tabel 13-14). Pemberian

Aspirin harus dilanjutkan jika ditujukan untuk pencegahan sekunder (riwayat stent

atau penyakit pembuluh darah), kecuali untuk tindakan dengan resiko perdarahan

pada ruang tertutup (misalnya, intrakranial, ruang posterior mata). Anestesi

Neurakasial dan perifer pada pasien yang me makai aspirin adalah aman dan

didukung oleh American Society of Anestesi Regional (ASRA). Resiko hematom

tulang belakang dengan clopidogrel belum diketahui. Berdasarkan label dan

ASRA pedoman clopidogrel dihentikan 7 hari sebelum blokade neuraksial

direncanakan.

Hepalrin dengan berat molekul rendah (LMWH) dihentikan 12-24 jam

sebelum tindakan dengan resiko perdarahan atau blok neuraxial direncanakan

(Tabel 13-16). Warfarin dapat meningkatkan pendarahan kecuali selama tindakan

bedah minor seperti operasi katarak tanpa blok bulbar. Rekomendasi umum

berupa pengangguhan lima dosis warfarin sebelum operasi (jika rasio normalisasi

internasional [INR] adalah 2 sampai 3) untuk memungkinkan INR turun masih

terbatas refrensinya (lihat Tabel 13-16). Jika INR lebih besar dari 3,0, warfarin

harus ditangguhkan lagi. Jika INR diukur sehari sebelum operasi dan lebih besar

dari 1,8, dosis kecil vitamin K (1 sampai 5 mg oral atau subkutan) dapat

membalikkan peran antikoagulasi. Penggantian terapi antikoagulan kerja cepat

seperti obat molekul kecil atau LMWH, disebut sebagai “bridging”,masih

kontroversial (lihat Tabel 13-16). “Bridging” biasanya diperuntukkan bagi pasien

yang telah memiliki riwayat tromboemboli arteri atau vena yang bersifat akut

dalam waktu 1 bulan sebelum operasi, jika operasi tidak bisa ditunda, pada pasien

dengan katup jantung mekanik tertentu, atau untuk pasien dengan resiko tinggi

negara hiperkoagulasi.

Page 36: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Penderita diabetes tipe 1 mengalami defisiensi insulin absolut dan

membutuhkan insulin untuk mencegah ketoasidosis bahkan jika mereka tidak

mendapat insulin maka akan terjadi hiperglikemia. Penderita diabetes tipe 2 sering

disebut insulin resisten dan rentan terhadap hiperglikemia ekstrim. Kedua tipe 1

dan 2 penderita diabetes harus menghentikan insulin kerja cepat secara berkala.

Pasien dengan insulin siring pump dilanjutkan dengan dosis setingkat basal sesuai

individu, yang biasanya seusia dosis malam hari. Penderita diabetes tipe 1

memperoleh sejumlah kecil insulin kerja lama pada pagi hari (biasanya 1/3 hingga

½) dari biasanya sampai (misalnya, lente atau NPH) hari operasi untuk

menghindari ketoasidosis. Penderita diabetes tipe 2 tidak memperoleh atau bahkan

setengah dosis menengah pada insulin kerja lama (misalnya, lente atau NPH) atau

insulin kerja kombinasi (70/30 sebagai persiapan) pada saat hari operasi.

Pemakaian setengah dosis biasa, untuk insulin kerja lam, atau insulin kombinasi

pada hari operasi meningkatkan kadar glikemik darah perioperatif dibandingkan

dengan yang tidak memakai insulin. Ultra-long-acting insulin seperti insulin

glargine dapat diambil sesuai jadwal.

Metformin tidak perlu dihentikan sebelum sehari operasi dan tidak akan

menyebabkan hipoglikemia selama puasa dari 1 - 2 hari. Tidak ada resiko asidosis

laktak dengan metformin pada pasien dengan fungsi hati dan ginjal yang baik.

Oleh karena itu, untuk pasien yang terus metformin, tindakan tidak boleh

dibatalkan, tetapi metformin tidak diberikan setelah operasi sampai resiko asidosis

laktat sudah lewat. Tidak ada data yang mendukung untuk rekomendasi

penghentian metformin 24 sampai 48 jam sebelum operasi, yang meningkatkan

resiko hiperglikemia. Sulfonil urea obat dengan waktu paruh yang panjang

(misalnya, klorpropamid) dapat menyebabkan hipoglikemia pada pasien puasa.

Obat oral yang lebih baru (acarbose, pioglitazone) digunakan sebagai terapi

tunggal tidak menyebabkan hipoglikemia selama berpuasa. Namun, untuk

menghindari kebingungan dalam pemakaian obat hipoglikemik oral umumnya

pemakaian ditunda pada saat hari operasi. Pasien yang memakai steroid secara

rutin memakai dosis seperti biasanya pada hari operasi. Stres terkait insufisiensi

adrenal pada beberapa pasien mungkin memerlukan steroid tambahan perioperatif.

Setiap hari eksresi kelenjar adrenal normalnya berupa kortisol (30 mg) setara

Page 37: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

dengan 5 sampai 7,5 mg prednison. Jalur hipotalamus-hipofisis (HPA) tidak

mengalami penekanan dengan kurang dari 5 mg / hari prednison atau setara dosis

teresbut. Pada pasien yang memakai 5 sampai 20 mg / hari atau setara dosis

prednison selama lebih dari 3 minggu, HPA dapat ditekan. HPA ditekan dengan

lebih dari 20 mg / hari prednison atau setara ketika dikonsumsi selama lebih dari 3

minggu. Resiko insufisiensi adrenal akan tetap ada hingga 1 tahun setelah

penghentian steroid dosis tinggi. Selama stres akbiat operasi, trauma, atau infeksi,

HPA secara utuh akan merespon dengan meningkatkan penegluaran

glukokortikoid. Suplementasi dengan steroid tergantung pada jumlah stres, durasi,

dan tingkat keparahan daru suatu tindakan, dan dosis harian rutin steroid (Tabel

13-17). Infeksi, psikosis, penyembuhan luka yang buruk, dan meningkatnya

hiperglikemia pada dosis tinggi steroid perioperatif, sehingga jarang dibutuhkan.

Herbal dan suplemen lainnya harus dihentikan 7-14 hari sebelum operasi.

Pengecualian adalah valerian, depresan sistem saraf pusat, yang dapat

menyebabkan gejala putus obat gologan benzodiazepine ketika dihentikan, jika

mungkin, asupan valerian harus mengecil dosisnya sebelum anestesi

direncanakan. Penghentian obat yang wajib, atau pembatalan anestesi ketika obat

telah lanjut digunakan, tidak didukung oleh data yang tersedia. Terapi herbal saja

bukan merupakan kontraindikasi untuk anestesi neuraksial. ASRA khusus

menyarankan wajibnya penghenntian penggunaan herbal atau pasien yang

memakai obat herbal yang akan dianestesi regional.

Tabel 13-17 Ulasan pemeberian glukokotikoid preoperatifStress pembedahan Target

ekuivalent hidrokortison

Dosis steroidPreoperatif intraoperatif Pasca operasi

Hari itu Hari 1 Hari 2Minor, (herniorapi inguinal) 25 mg/hari

untuk 1 hariDosis biasa Tidak tidak Dosis biasa

Sedang (reseksi kolon, penggantian sendi, revaskularisasi ektermitas bawah)

50-75 mg/hari untuk 1-2 hari

Dosis biasa 50 mg hidrokortison

50 mg hidrokortison setiap 8 jam

20 mg hidrokortison setiap 8 jam

Mayor, (pankreasduodenektomi, esofagektomi)

100-150 mg/hari 2-3 hari

Dosis biasa 50 mg hidrokortison

50 mg hidrokortison setiap 8 jam

50 mg hidrokortison setiap 8 jam

50 mg hidrokortison setiap 8 jam

*jika pemberian preopertif bukan komplikasi, pasien tetap melanjutkan dosis biasa pasca operasi hari 1

Jikakomplikasi terjadi, glukokortikoid diberikan jika perlu tergantung tingkat stres

Page 38: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Dahulu, inhibitor monoamine oxidase (MAOIs) dihentikan penggunaannya

sebelum operasi, karena dapat memanjangkan waktu tindakan, pemberian obat ini

harus dihentikan setidaknya 3 minggu sebelum operasi. Penghentian MAOIs

dapat menghasilkan depresi berat sehingga mengakibatkan bunuh diri. Alternatif

yang paling aman adalah untuk terus menggunakan MAOIs dan menyesuaikan

rencana anestesi. Pasien juga melanjutkan penggunaan obat nyeri golongan

narkotika untuk mencegah gejala sakau dan rasa ketidaknyamanan. Ansiolitik

dapat juga diteruskan pemberiannya. Obat yang digunakan untuk mengobati

kecanduan seperti metadon atau terapi pengganti nikotin juga dapat dilanjutkan

pemberiannya. Inhaler dan obat jangka panjang untuk asma atau penyakit paru

obstruktif kronik tetap dilanjutkan pemberiannya pada hari pasien dioperasi.

Pasien dengan kecemasan harus diberikan premedikasi farmakologis. Pasien

rawat jalan manfaat dari resep untuk pemberian singkat benzodiazepin seperti

lorazepam yang akan diberikan beberapa hari sebelumnya operasi serta pada hari

operasi. Opioid berguna pada pasien yang mengalami nyeri preoperatif, rasa tidak

nyaman yang berkaitan dengan tempat dimasukannya anestesi regional, atau

memasukkan benda monitor invasif sebelum induksi anestesi. Pasien dengan

riwayat PONV parah dapat diberikan resep untuk patch skopolamin untuk

dilekatkan 2-4 jam sebelum operasi. Pasien dengan glaukoma sudut tertutup tidak

boleh diresepkan skopolamin. Pasien pada peningkatan resiko untuk aspirasi paru

(parturients, individu nonfasting, gejala yang signifikan dari refluks esofagus,

pentalaksanaan jalan nafas sulit diantisipasi) dapat dilakukan kubah lambung.

Antagonis H2 (ranitidine, famotidine), inhibitor pompa proton (omeprazole), dan

antasida (natrium sitrat) meningkatkan pH cairan lambung. Prokinetics

(metoclopramide) merangsang pengosongan lambung. Tabel 13-18 menguraikan

obat preoperatif yang umum digunakan.

Tabel 13-18 Obat-obatan Premedikasi sebelum Anestesi

Jenis Obat Dosis Dewasa Cara pemberian

Benzodiazepin Midazolam 1-2,5 Iv

Page 39: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Lorazepam 0,5-2 Oral, iv

Opioid Hidromorfin 0,5-1 Iv

Fentanyl 25-100 µg Iv

Antihistamin Dipenhidramin 12,5-50 Oral, iv

Antiemetik Skopolamin 1,5 Topikal

Deksametason 4 Iv

Dolasetron 12,5 Iv

Ondansentron 4 iv

H2 antagonis Ranitidin 150 Oral

Famotidin 20-40 Iv oral

Antasida Sodium sitrat 15-30 mL oral

PPI Omeprazol 20 Oral

Pantoprazol 40 Iv

Stimulan

gastrointestinal

Metoklopramid 10 Oral, iv

PUASA

Pedoman (Tabel 13-19) untuk mempuasakan paseien preoperatif pada

pasien dewasa merekomendasikan bahwa "puasa dari bahan padat (dan) susu

bukan dari manusia harus mencapai waktu 6 jam sebelum tindakan yang

membutuhkan anestesi umum, anestesi regional, atau sedasi / analgesia."

Pembiasaan aturan puasa preoperatif untuk termasuk bebas dari cairan hingga 2

jam sebelum anestesi dapat dilakukan untuk pasien tanpa kondisi yang dapat

meningkatkan resiko aspirasi, seperti sfingter esofagus tidak kompeten rendah

dengan refluks, hernia hiatus, diabetes mellitus, gangguan motilitas lambung,

intra-abdominal massa (termasuk rahim gravid), dan obstruksi usus.

Tabel 13-19 Panduan untuk asupan makanan dan cairan sebelum operasi

Waktu sebelum operasi Asupan Makanan atau cairan

8 jam Makanan dan cairan yang diinginkan

6 jam Makanan ringan (roti bakar, cairan

jernih), susu bayi formula; bukansusu

Page 40: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

manusia

4 jam ASI

2 jam Cairan jernih, tidak ada makanan padat

atau dalam bentuk lemak

Selama 2 jam Tidak ada makanan padat dan cair

*panduan ini diberikan pada pasien tanpa gangguan pengosongan lambung. Berikut ini pasien yang dapat terjadi gangguan pengosongan lambung : obesitas, diabetes mellitus, kehamilan, riwayat gastroesofagel refulks, operasi yang membatasi kapasitas lambung, berpotensi kesulitan jalan napas, terapi analgesik opiad

Cair jernih maksudnya air, air berkarbonasi, minuman olahraga, kopi atau the tanpa susu. Berikut ini yang bukan cair jernih; jus dengan bulir, kopi atau the pakai susu, susu formula bayi, dan minuman berakohol.

PENYUSUNAN RENCANA ANESTESI, PENANGANAN RESIKO DAN

INFORM KONSEN

Pilihan anestesi (umum, regional atau sedasi), monitoring, atau obat bius

tertentu jarang mengubah hasil atau resiko. Namun, berdasarkan dari pengalaman

klinis melanjutkan utnuk mempengaruhi keyakinan dan rekomendasi ketika

merancang rencana perawatan anestesi. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan

ketika merumuskan anestesi direncanakan ditampilkan pada Tabel 13-20.

Penilaian resiko berguna untuk membandingkan hasil, biaya,

mengalokasikan kompensasi, dan membantu dalam keputusan sulit untuk

membatalkan atau merekomendasikan tindakan tidak bisa dilakukan bila resiko

terlalu tinggi. Namun penilaian resiko, yang terbaik, terhambat oleh variabilitas

individu pasien. Resiko secara tradisional dikaitkan dengan keadaan komorbid

pasien, status kesehatan umum, usia, teknik anestesi, dan tindakan yang

direncanakan (Gambar 13-8 dan Tabel 13-3, 13-9, dan 13-21). Namun demikian,

beberapa penilaian resiko merupakan hal yang penting untuk menginformasikan

pasien selama proses persetujuan (Tabel 13-22).

Tabel 13-20 Hal-hal yang mempengaruhi pemilihan teknik anestesi

Penyakit penyerta

Page 41: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Semua pasien

Resiko rendah (ASAI,II)

Resiko tinggi (ASA III,IV)

Tindakan dan atau anestesi yang ringan Kelompok A

Tindakan dan atau anestesi yang berat Kelompok B

Tindakan dan atau anestesi yang ringan Kelompok C

Tindakan dan atau anestesi yang beratKelompok D

Lokasi operasi

Posisi pasien ketika operasi

Resiko aspirasi

Umur pasien

Kerja sama pasien

Penanganan jalan napas

Keadaan pembekuan darah

Respon anestesi sebelumnya

Pilihan pasien

Gambar 13-8 Contoh dari klasifikasi resiko berdasarkan gabungan antara

komorbid pasien dengan berat ringannya operasi.

Tabel 13-21 resiko jantung tingkatannya pada bedah non jantung

Tingkat resiko Contoh tindakan

Vaskuler (dilaporkan lebih dari 5%) Operasi artei besar atau aorta

Operasi vaskuler perifer

Sedang (dilaporkan 1-5%) Operasi intraperitoneal, atau

intrathorakal

Karotis endarterektomi

Bedah kepala leher

Page 42: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

Bedah ortopedi

Bedah prostat

Rendah (dilaporkan kurang dari 1%) Tindakan endoskopi

Tindakan superfisial

Operasi katarak

Operasi payudara

Operasi rawat jalan

*Gabungan antara insidens kematian akibat jantung dan infark miokard yang tidak fatal.Prosedur ini tidak memerulukan pemeriksaan jantung lebih lanjut

Informed consent harus diperoleh untuk semua tindakan dan tidak darurat

merupakan persyaratan hukum di semua wilayah hukum di Amerika Serikat.

Minimal, informed consent melibatkan indikasi untuk pengobatan dalam hal

awam yang dapat dipahami, dan penjelasan alternatif. Banyak ahli anestesi

melakukan evaluasi preoperatif, dan mendapatkan kesempatan informed consent

sebelum pasien akan menjalani operasi, besar berpotensi mengancam jiwa atau

mengacaukan tindakan. Hal ini sering pada situasi yang canggung dan tidak

menyenangkan untuk anestesi, pasien, dan keluarga. Efek dari pengungkapan

yang luas menyebabkan stres pada saat pasien dan keluarga yang mungkin tidak

siap untuk secara rasional mempertimbangkan implikasi tindakan. Peningkatan

kecemasan preoperatif yang buruk dapat mempengaruhi hasil pasca operasi

karena kecemasan meningkat berkorelasi dengan peningkatan kebutuhan

analgesik pasca operasi dan pemulihan yang lama dan tinggal di rumah sakit.

Kecemasan menganggau retensi informasi. Namun, kecemasan lebih rendah pada

pasien dilihat oleh anestesi sebelum operasi dibandingkan dengan mereka yang

hanya menerima pilihan premedikasi.

KESIMPULAN

Persiapan preoperatif dapat mengurangi resiko komplikasi dan

meningkatkan keluaran hasil selama dan setelah tindakan yang membutuhkan

anestesi. Inovasi dalam preoperatif persiapan perlu dilanjutkan jika ingin pasien

Page 43: Evaluasi Dan Medikasi Preoperatif

menerima pelayanan preoperatif yang terbaik. Identifikasi dan modifikasi resiko

membutuhkan obat fundamental yang baik, sistem perawatan, pemeriksaan klinis,

dan penyedia layanan kesehatan yang berpengalaman, berpengetahuan, dan

berdedikasi untu perawatan pasien.

Tabel 13-22 Resiko yang sangat dekat pada pasien dengan anestesiaDengan anestesi umumSelalu terjadi, dampak minimal

- cedera mulut dan gigi- sakit tenggorokan- Suara sera- Mual/muntah pasca operasi- Mengantuk, kebingungan- Retensi urin

Jarang terjadi, dampak yang besar- Kesadaran- Hilangnya penglihatan- Aspirasi- Gagal organ- Hipertermia berat- Reaksi obat- Gagal bangun atau sadar- Kematian

Pada anestesi regionalSelalu terjadi, dampak yang minimal

- Mati rasa / kelemahan yang lama- Sakit kepala setelah punksi dural- Teknik yang gagal

Jarang terjadi, dampak berat- Perdarahan- Infeksi- Cedera saraf, paralisis- Matirasa atau kelemahan yang menetap- Koma- kematian