Upload
sherzalattha-kuchikielf
View
9
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Enjoy it
Citation preview
Gangguan Tidur dan Penatalakasanaannya
Pendahuluan
Istirahat dan tidur sama pentingnya bagi kesehatan yang baik dengan nutrisi yang baik
dan olahraga yang cukup. Tiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk istirahat
dan tidur. Kesehatan fisik dan emosi tergantung pada kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia. Tanpa jumlah istirahat dan tidur yang cukup, kemampuan untuk
berkonsentrasi, membuat keputusan, dan berpartisipasi dalam aktivitas sehari - hari akan
menurun. Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati akan menyebabkan
gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya insomnia. Insomnia merupakan
ganggguan tidur yang paling sering dikeluhkan. Penelitian menunjukkan bahwa kurang lebih
1/3 dari orang dewasa pernah menderita insomnia setiap tahunnya. Gangguan tidur ini sangat
dapat mempengaruhi pekerjaan, aktifitas sosial dan status kesehatan yang menderitanya.
Insomnia adalah gejala bukan merupakan diagnosis penyakit tunggal. Menurut definisi,
insomnia adalah "kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, atau keduanya" atau
persepsi kualitas tidur yang buruk. Insomnia itu mungkin karena mutu yang tidak memadai
atau kuantitas tidur. Insomnia tidak didefinisikan oleh sejumlah tertentu dari jam tidur yang
sseseorang dapatkan, karena individu sangat bervariasi dalam kebutuhan tidur mereka.
Anamnesis
Anamnesis merupakan sejarah lengkap yang teringat dan diceritakan oleh pasien.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat medis, riwayat tidur,
pemeriksaan fisik, dan sebuah studi tidur (jika penyebab insomnia tidak jelas). Riwayat medis
– Sebuah riwayat medis digunakan untuk menilai risiko mengembangkan insomnia dan untuk
mengidentifikasi kemungkinan penyebab. Sejarah ini mempertimbangkan banyak faktor:
masalah kesehatan yang baru atau sedang berlangsung (termasuk penyakit seperti arthritis),
nyeri luka, penggunaan suplemen, dan obat-obatan, termasuk kafein, tembakau, dan alkohol.
Alamat Korespondensi:
Fakultas Kedokteran - Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat11510
email : [email protected]
Perubahan kebiasaan kerja atau rekreasi (misalnya, perjalanan, rutinitas latihan, perubahan
shift di tempat kerja) serta stres atau tekanan emosional lainnya. Tegakkan diagnosis
gangguan yang mengawali dan mempertahankan tidur serta catat riwayat penggunaan obat
pasien, termasuk alkohol, kafein dan stimulansia lain, hipnotika sedatif, dan zat adiktif.
Page | 1
Berapa lama gejala itu sudah dialaminya, dan akibatnya? Adakah suatu perubahan di
lingkungannya? Hanya terjadi di rumah sendiri atau hanya pada hari kerja? Gejala ikutan?
Seperti mengorok, refluks gastroesofageal, kaki goyang (restless legs), dan kejutan
mioklonik. Apakah pasien jadi nokturia sebagai akibat sekunder dari minum terlalu banyak
semalam sebelumnya atau patologi saluran kemih? Higiene tidur? Apakah kamar tidur cukup
menyenangkan dan tenang? Tempat tidur bersih? Apakah pasien berbuat sesuatu yang
mengarahkan perhatian ke tempat lain seperti menonton televisi, makan dan membaca?
Adakah keadaan yang secara psikologik merangsang saat mau tidur? Makan banyak, latihan
fisik yang melelahkan, dan minuman alkohol lebih dari satu macam harus dihindarkan
sebelum tidur. Apakah pasien tidur larut malam pada akhir minggu, sehingga tidak bisa tidur
sore pada hari minggunya?1,2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pertama-tama ialah melihat keadaan umum,
dan kesadaran pasien. Lalu memeriksa tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, suhu, dan
frekuensi pernafasan). Lalu dilakukan pemeriksaan yang meliputi, inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi dengan tujuan untuk mencari kelainan organik lainnya yang bisa saja
menyebabkan insomnia. Tanda fisik, melihat ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata,
bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang
berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat
tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing. Setelah itu dilanjutkan
dengan memeriksa karakteristik umum dari pasien seperti misalnya apakah pasien obesitas
atau tidak. Obesitas diidentifikasi dengan mengukur antropometri seperti berat badan, tinggi
badan, dan atau panjang rentang tangan serta indeks massa tubuh. IMT >28 berisiko untuk
terkena obstructive sleep apnea (OSA).3
Pemeriksaan fisik lainnya adalah pemeriksaan status mental yang dilakukan untuk
mencari depresi, kecemasan, dan penyakit psikiatrik lainnya. Selain itu, juga diukur tekanan
darah pasien, bila pasien hipertensi, maka kemungkinan pasien untuk mengalami gangguan
tidur karena gangguan pernapasan (GTGP) semakin besar. Pada pasien, juga diukur lingkar
leher untuk memprediksi ukuran membran krikotiroid. Pada laki-laki lingkar leher >17 inci,
prevalensi OSA 30% sedangkan pada perempuan dengan lingkar leher >15 inci risiko OSA
juga akan meningkat.3
Page | 2
Pemeriksaan hidung juga penting untuk mengidentifikasi adanya kelainan penyebab
obstruksi jalan napas seperti misalnya deviasi septum, adenoid yang besar, polip, massa
tumor di hidung maupun nasofaring, pembengkakan mukosa hidung dan nasofaring.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan nasofaringoskop (lihat gambar 1). Pemeriksaan
orofaring juga diperlukan untuk melihat apakah ada kelainan anatomi yang menyebabkan
penurunan luas orofaring seperti hipertrofi tonsil, palatum lunak terlalu panjang, uvula yang
besar, flap faringeal, stenosis, tumor dan jaringan parut di faring posterior. Pemeriksaan fisik
lainnya adalah pada bagian leher. Bila terdapat deposit lemak yang cukup banyak di sekitar
leher, dapat menyebabkan lemahnya tonus otot pernapasan terutama selama tidur fase REM.
Terakhir, pemeriksaan fisik sistem kardiovaskular dan respirasi juga dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi apakah ada penyakit pada sistem organ tersebut.3
Dokter juga dapat meminta pasien untuk mengisi buku harian (sleep wake diaries)
setiap hari selama 1-2 minggu, berupa perkiraan waktu kapan mereka pergi ke tempat tidur,
tertidur, terbangun di malam hari, menghabiskan waktu di tempat tidur terjaga, dan beranjak
dari tempat tidur di pagi hari. Pasien juga diminta mencatat waktu yang dihabiskan untuk
berolahraga, minum obat, dan mengkonsumsi kafein dan minuman beralkohol. Pencatatan
yang dilakukan pasien ini akan membantu dokter mengetahui pola tidur, variasi jam tidur,
dan gangguan tidur yang dialami pasien dari hari ke hari.3
Gambar 1 Pemeriksaan Nasofaringoskopi
4
Pemeriksaan Penunjang
Page | 3
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah pemeriksaan
laboratorium klinik, pemeriksaan laboratorium tidur (lihat gambar 2), dan pemeriksan
multiple sleep latency test (MSLT).3
Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan didasarkan pada indikasi individual untuk
menunjang diagnosis. Pemeriksaan analisa gas darah dilakukan apabila terdapat tanda
hipoksia yang jelas, terutama pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik.3
Pemeriksaan di laboratorium tidur dilakukan selama tidur dengan alat polisomnogram
yang akan memberikan informasi akurat mengenai pola tidur pasien sehingga dapat diketahui
apakah pasien menderita OSA atau central sleep apnea (CSA). Pemeriksaan ini juga
diperlukan untuk menghitung apnea-hipopnea index (AHI), yaitu menghitung jumlah total
episode apnea dan hipopnea dibagi lama tidur. Jika AHI >5 kali episode per jam maka
diagnosis OSA dapat ditegakkan. OSA ringan ditegakkan bila terdapat 5-15 kali apnea per
jam tidur pada waktu tidur, OSA sedang ditegakkan bila terdapat 15-30 kali apnea per jam
tidur pada waktu tidur, dan OSA berat ditegakkan bila terdapat lebih dari 30 kali apnea per
jam tidur pada waktu tidur.3
Pemeriksaan MSLT dilakukan untuk pasien yang mengeluh mengantuk terus sepanjang
hari dengan riwayat GTGP tidak jelas. Dengan alat polisomnogram, uji ini mengukur periode
laten dari saat masih bangun sampai tertidur. Uji dilakukan berulang kali pada siang hari
sesuai jadwal yang ditentukan. Uji ini juga mencatat munculnya stadium REM. Adanya 2
atau lebih stadium REM saat uji ini dilakukan, menunjukkan pasien dalam kondisi
narkolepsi. Narkolepsi adalah gangguan tidur yang ditandai dengan serangan mendadak tidur,
katapleksi, paralisis sementara, dan halusinasi. MSLT dapat membantu dalam diagnosis
hipersomnia primer.3
Gambar 2 Pemeriksaan Polisomnografi
5
Working Diagnosis
Page | 4
Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur. Biasanya
disebabkan oleh gangguan di dalam waktu dan mekanisme tidur, hal ini biasanya diperberat
dengan perilaku yang tidak sehat, seperti tidak teratur jam tidur, seringnya bergadang dan
penggunaan kafein. Insomnia adalah sebagian dari gangguan tidur, tetapi keluhan ini adalah
keluhan yang paling sering dari gangguan tidur.6
Insomnia dikelompokkan menjadi Insomnia primer, yaitu insomnia menahun dengan
sedikit atau sama sekali tidak berhubungan dengan berbagai stres maupun kejadian dan
insomnia sekunder, yaitu suatu keadaan yang disebabkan oleh nyeri, kecemasan, obat,
depresi atau stres yang hebat. Insomnia bisa disebabkan oleh sejumlah alasan yang berbeda.
Penyebab ini dapat dibagi menjadi faktor-faktor situasional, kondisi-kondisi medis atau
psikiatris, atau masalah tidur utama.6
Differential Diagnosis
Banyak penyebab insomnia sementara dan jangka pendek yang sama antara lain
adalah jet lag, perubahan dalam kerja shift, kebisingan yang berlebihan atau tidak
menyenangkan, suhu ruangan tidak nyaman (terlalu panas atau terlalu dingin), stres situasi
kehidupan (persiapan ujian, kehilangan orang yang dicintai, pengangguran, perceraian, atau
perpisahan), akibat penyakit medis, bedah yang akut atau rumah sakit, efek samping dari
obat, alkohol, obat penenang, atau obat perangsang, Insomnia yang berhubungan dengan
ketinggian tinggi (gunung).7
Insomnia jangka panjang atau kronis. Mayoritas penyebab insomnia jangka panjang
atau kronis biasanya dikaitkan dengan kondisi jiwa yang mendasari atau fisiologis (medis).
Insomnia terkait Psikologis, masalah-masalah psikologis yang paling umum yang dapat
menyebabkan insomnia mencakup: kecemasan, stres, skizofrenia, mania (bipolar disorder),
dan depresi. Bahkan, insomnia mungkin merupakan indikator depresi. Banyak orang akan
memiliki insomnia selama fase penyakit mental akut. Insomnia terkait Fisiologis, span
fisiologis dari gangguan ritme sirkadian (gangguan terhadap jam biologis),
ketidakseimbangan tidur-bangun, untuk berbagai kondisi medis. Berikut ini adalah kondisi
medis yang paling umum yang memicu insomnia: Sindrom nyeri kronik, sindrom kelelahan
kronis, gagal jantung kongestif, angina (nyeri dada) waktu malam dari penyakit jantung, Acid
reflux disease (GERD), Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), Asma Nokturnal (asma
dengan gejala pernapasan waktu malam), Apnea tidur obstruktif, penyakit degeneratif, seperti
penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer (sering insomnia merupakan faktor penentu
Page | 5
untuk penempatan panti jompo), Tumor otak, stroke, atau trauma pada otak. Kelompok
berisiko tinggi untuk insomnia, selain kondisi-kondisi medis di atas, kelompok-kelompok
tertentu mungkin pada risiko tinggi untuk mengembangkan insomnia, seperti: pelancong,
pekerja shift yang sering berubah, manula, siswa dewasa muda atau remaja, wanita hamil,
dan wanita menopause. 7
Etiologi
Sampai saat ini berbagai penelitian menunjukkan penyebab gangguan tidur merupakan
gabungan banyak faktor, baik fisik, psikologis, pengaruh obat-obatan, kebiasaan tidur,
maupun penyakit penyerta lain yang diderita. Insomnia akibat faktor biologi contohnya
adalah adanya nyeri dengan berbagai sebab, sesak napas, infeksi saluran kencing sehingga
menyebabkan pasien sering terbangun karena ingin miksi. Selain itu dapat pula terjadi henti
napas seperti pada obstruksi jalan napas hidung maupun faring yang menyebabkan pasien
terganggu dalam proses tidurnya. Dalam beberapa penelitian juga dikatakan bahwa terdapat
beberapa pasien yang mengalami kesulitan tidur yang memiliki riwayat anggota keluarga
yang mengalami insomnia juga. Perlu juga diperhatikan konsumsi obat oleh pasien karena
ada obat-obatan tertentu dapat juga menyebabkan timbulnya gangguan tidur.8
Faktor sosial merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan seseorang
mengalami gangguan tidur. Bisa dikarenakan oleh kekuasaan dan prestisenya berkurang,
sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga
diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. Kemiskinan yang diderita dan
menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seseorang secara perlahan-lahan menarik diri
dari pergaulan di sekitarnya. Proses penyakit organik maupun psikologis juga dapat
mengakibatkan interaksi sosial lansia mulai menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Semua orang mempunyai peran di dalam hidupnya baik itu peran dalam pekerjaan maupun
dalam keluarga atau masyarakat. Pada umumnya, pria kehilangan peran hidup terutama
terjadi pada masa pensiun. Sedangkan pada wanita terjadi pada masa ketika peran dalam
keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa serta meninggalkan rumah untuk
belajar dan menikah. Pada lansia juga terjadi kehilangan ganda (triple loss) yaitu kehilangan
peran (loss of roles), hambatan kontak sosial (restriction of contacts and relationships), serta
berkurangnya komitmen (reduced commitment to social morals and values). Tetapi selain
hal-hal di atas kehilangan peran juga dapat dirasakan seseorang contohnya bila dipecat dari
pekerjaan, suami mempunyai istri ke dua, merasa diri tidak berguna dan hanya menyusahkan
Page | 6
dan keadaan sosial maupun keadaan psikologis lainnya juga dapat memicu seseorang merasa
kehilangan perannya.8
Epidemiologi
Kasus insomnia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya arus kemajuan dunia.
Hasil penelitian US Census Bureau menunjukkan bahwa 28 juta penduduk Indonesia
mengalami insomnia pada tahun 2004. Gangguan tidur ini bervariasi tergantung pekerjaan
yang dimiliki. Perkerjaan-pekerjaan yang mengakibatkan terganggunya siklus tidur seperti
perawat, dokter, satpam, pekerja shift malam, dan lainnya biasanya memiliki penderita
insomnia lebih tinggi. Insomnia juga didapatkan 1,4 kali lebih banyak pada wanita dibanding
pria. Hal ini dikarenakan pada wanita terjadi menopause yang sering diikuti dengan banyak
keringat dan badan terasa panas sehingga mengganggu proses tidur. Terakhir, dengan
bertambahnya usia, bertambah pula angka kejadian gangguan tidur. Hal ini mungkin
disebabkan oleh masalah dalam kehidupan sehari-hari yang bertambah, tidak mendapatkan
tidur yang berkualitas, dan munculnya berbagai gangguan kesehatan di usia lanjut.9
Patofisiologi
Setiap masalah yang terjadi dalam hidup seseorang merupakan sebuah stressor bagi
tubuh orang tersebut, baik itu stressor organobiologik, psikoedukatif, maupun sosial budaya.
Tubuh manusia akan memberikan respon terhadap stressor tersebut dengan melakukan
mekanisme hipotalamus-pituitari-aksis (HPA). Mekanisme ini terus terjadi selama stressor
tersebut ada meskipun manusia tersebut sedang tidur. Dalam mekanisme ini, hipotalamus
akan menghasilkan corticotropin releasing hormone (CRH) yang merangsang hipofisis
menghasilkan adrenocorticotropic hormone (ACTH). ACTH dilepas ke dalam aliran darah
dan menyebabkan korteks kelenjar adrenal melepas hormon stres terutama kortisol yang
merupakan hormon kortikosteroid. Kortisol akan meningkatkan ketersediaan pasokan bahan
bakar tubuh untuk menghadapi stressor yang ada. Namun, jika kadar kortisol tetap tinggi
dalam waktu lama, maka akan terjadi kerusakan otot, penurunan respon terhadap radang, dan
penurunan sistem imun. Selain itu, kadar kortisol yang tinggi juga dapat menyebabkan
timbulnya depresi dan psikosis. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, ada mekanisme
umpan balik yang akan menghentikan produksi CRH dari hipotalamus sehingga ACTH dan
kortisol juga akan menurun (lihat gambar 3). Dari hal ini dapat diketahui bahwa insomnia
yang terjadi, disebabkan karena sistem dalam tubuh yang membuat kita tertidur, menjadi
terganggu karena adanya kortisol yang dipicu oleh stressor biopsikososial. Insomnia akan
Page | 7
berlanjut kemudian menyebabkan timbulnya gejala lain seperti kelelahan, konsentrasi
terganggu, memori terganggu, sakit kepala, mudah marah, serta mengantuk di siang hari.10
Gambar 3 Patofisiologi Pengeluaran Hormon Kortisol 11
Manifestasi Klinis
Insomnia mencakup beberapa kelainan berbeda yang didominasi oleh kesulitan untuk
tertidur atau mempertahankan keadaan tidur atau masalah kesulitan bangun awal di pagi hari
sebelum tidur yang adekuat didapatkan. Definisi dari tidur yang adekuat berbeda pada setiap
individu, dengan beberapa cukup dengan 5 jam dan beberapa merasa bahwa tidur yang tidak
terganggu sama sekali selama 8 atau 9 jam diperlukan untuk istirahat dan bangun untuk hari
berikutnya.12
Dalam insomnia psiko-fisiologis, pasien mungkin mengeluh perasaan cemas, tegang,
khawatir, atau mengingat secara terus-menerus masalah-masalah di masa lalu atau di masa
depan karena mereka berbaring di tempat tidur terlalu lama tanpa tertidur. Pada insomnia
akut, dimungkinkan ada suatu peristiwa yang memicu, seperti kematian atau penyakit yang
menyerang orang yang dicintai. Hal ini dapat dikaitkan dengan timbulnya insomnia. Pola ini
dapat menjadi tetap dari waktu ke waktu, dan pasien dapat mengalami insomnia, berulang
terus-menerus. Semakin besar usaha yang dikeluarkan dalam mencoba untuk tidur, tidur
menjadi lebih sulit diperoleh. Menonton jam saat setiap menit dan jam berlalu hanya
meningkatkan perasaan terdesak dan usaha untuk tertidur. Tempat tidur akhirnya dapat
dipandang sebagai medan perang, dan tidur lebih mudah dicapai dalam lingkungan yang
asing.12
Page | 8
Penatalaksanaan
Terapi non medikamentosa yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan edukasi
pada pasien dan caregiver mengenai tidur, perubahan gaya hidup, dan psikoterapi. Edukasi
mengenai tidur antara lain adalah gunakan tempat tidur yang sama dan nyaman, tempat tidur
hanya digunakan untuk tidur dan bukan kegiatan lain seperti menonton televisi atau
membaca, jangan ke tempat tidur sebelum mengantuk, bila 15-30 menit belum dapat tidur,
tinggalkan tempat tidur, usahakan waktu tidur dan bangun yang teratur, tidak menonton
televisi, makan, minum (terutama kopi dan alkohol), merokok dekat dengan waktu tidur,
latihan relaksasi, mandi air hangat di sore hari atau sebelum tidur, dan jangan tidur siang atau
berbaring untuk coba tidur sebentar.3
Terapi medikamentosa diberikan sesuai dengan sebab yang mendasari terjadinya
gangguan tidur dan jenis gangguan tidur yang terjadi. Obat-obat benzodiazepin dapat
diberikan pada pasien insomnia akut. Pemberian dilakukan dengan dosis kecil dan dalam
waktu yang tidak lama. Terapi terhadap penyakit organik yang diderita pasien juga harus
dilakukan dengan menghindari sebisa mungkin obat-obat yang dapat menyebabkan gangguan
tidur. Bila insomnia yang terjadi karena gangguan psikiatrik cemas, maka diberikan diazepam
5 mg atau antifan 5 mg atau alprazolam 0,25 – 0,5 mg sekali saat malam atau dua kali (siang
dosis kecil, malam dosis lebih besar). Bila insomnia yang terjadi karena depresi, maka diberi
antidepresan dengan efek sedasi kuat misalnya amitriptilin 25 mg, namun perlu diperhatikan
efek samping hipotensi dan antikolinergik. Bila insomnia yang terjadi karena skizofrenia atau
psikosis, maka diberikan klorpromazin 12,5 – 25 mg.3
Komplikasi
Ada beberapa hal yang akan terjadi apabila insomnia tidak ditangani lebih lanjut
antara lain efek fisiologis karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress, terdapat
peningkatan noradrenalin serum, peningkatan ACTH dan kortisol, juga penurunan produksi
melatonin. Efek psikologis dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi,
irritable, kehilangan motivasi, depresi, dan sebagainya. Efek fisik/somatik dapat berupa
kelelahan, nyeri otot, hipertensi, dan sebagainya. Efek sosial dapat berupa kualitas hidup
yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa
menikmati hubungan sosial dan keluarga. Kematian, ini merupakan hal yang sedikit ekstrim
namun orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih
sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit
yang menginduksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high
arousal state yang terdapat pada insomnia mempertinggi angka mortalitas atau mengurangi
Page | 9
kemungkinan sembuh dari penyakit. Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki
kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan
dengan orang normal.13
Pencegahan
Perubahan gaya hidup yang diharapkan adalah pasien berusaha menurunkan berat
badan dengan memperbaiki pola makannya. Pasien juga disarankan untuk tidak bepergian
jauh yang dapat menyebabkan jet lag atau bekerja sampai malam (night shift), menghindari
membaca atau menonton atau mendengar cerita yang menakutkan atau menyedihkan,
mengusahakan lingkungan rumah yang bersih dan nyaman, serta melakukan aktivitas fisik
(tidak hanya diam sepanjang hari). Pasien diharapkan mengikuti psikoterapi dari psikiater
sehingga akan membantu mempercepat berkurangnya insomnia selain menggunakan terapi
medikamentosa. Psikoterapi berupa dorongan dan penghiburan juga dapat dilakukan oleh
anggota keluarga yang lain seperti anak dan cucu pasien.3
Prognosis
Insomnia tidak diobati berpotensi konsekuensi serius, termasuk meningkatnya risiko
kecelakaan kendaraan bermotor, gangguan kinerja sekolah atau pekerjaan, dan tingginya
tingkat ketidak hadiran kerja. Untungnya, insomnia dapat dirawat dengan sangat efektif pada
kebanyakan pasien. Perawatan menggunakan kombinasi pendekatan biasanya paling efektif.
Pasien yang telah insomnia sekali adalah pada peningkatan risiko berulang insomnia.5
Untuk insomnia jangka pendek, prognosis sangat baik. Untuk pertama insomnia
kronis yang mendasari faktor penyebab perlu diidentifikasi. Pasien juga perlu didukung
dengan hypnotik dan terapi perilaku. Insomnia yang resisten, sulit untuk ditangani, dapat
secara bertahap diatasi dengan ketekunan dan kesabaran. Bentuk terapi perilaku poros dari
manajemen insomnia seperti ini akan membantu untuk mengubah atau memperkuat pola
tidur.5
Kesimpulan
Sekarang, banyak sekali orang yang mengalami insomnia. Hal ini disebabkan faktor
stress akan pekerjaan ataupun yang lainnya. Insomnia sendiri adalah gangguan tidur yang
mengakibatkan aktivitas beberapa orang terganggu. Hal ini disebabkan mereka tidak bisa
mendapatkan waktu tidur yang adekuat pada malam hari dan menyebabkan mereka sering
Page | 10
mengantuk pada siang hari. Insomnia dapat diobati dengan menggunakan obat hipnotik
sedatif dan juga dapat dilakukan dengan mengubah pola hidup sebelum tidur. Mengubah pola
hidup juga dapat mencegah terjadinya insomnia pada manusia.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Rahmalia A, editor. Jakarta:
Erlangga; 2003.h.88-9.
2. Sidharta P. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat; 2009.h.178-88.
3. Rahayu RA. Gangguan tidur pada usia lanjut. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.
5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.802-11.
4. Chang C. Fiberoptic endoscopy and its variations. Oktober 2014. Diunduh dari
http://www.fauquierent.net/endo.htm. 18 Januari 2015.
5. US Department of Health and Human Services. What to expect during a sleep study.
Maret 2012. Diunduh dari http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/slpst/
during. 18 Januari 2015.
6. Wiguna IMS. dkk. Synopsis psikiatri. Jilid 2. Ciputat – tangerang ; 2010.
7. Guze B, Richeimer S, Siegel DJ. Psikiatrik. Jakarta; EGC ; 1997
8. Maryam RS, Ekasari MF, Rosidawati, Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut dan
perawatannya. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.47-8.
9. Bararah VF. 28 juta orang Indonesia terkena insomnia. Mei 2010. Diunduh dari http://
health.detik.com/read/2010/05/01/155018/1349258/763/28-juta-orang-indonesia-terkena-
insomnia. 17 Januari 2015.
10. Fauci, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, dkk. Harrison's principles of internal medicine.
Ed.17. New York: McGraw’s Hill; 2008.h.2711-15.
11. Lisa. The stress response. September 2014. Diunduh dari
http://www.50symptomsgone .com/?p=4772. 18 Januari 2015.
12. Goetz CG. Textbook of clinical neurology. Chicago: Elsevier Health Sciences; 2007.h.29.
13. Luther JP. Insomnia. April 2014. Diunduh dari http://www.mayoclinic.com/health/
insomnia/DS00187/DSECTION=complications. 18 Januari 2015.
Page | 11