Upload
zachra-angqy-risqy-utami
View
47
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
INTOKSIKASI KARBON MONOKSIDA
PENDAHULUAN
Karbon monoksida adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
berasa yang merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari material karbon.1,2
Konsentrasi CO di atmosfer biasanya kurang dari 0,001%, di mana
konsentrasinya di daerah perkotaan lebih tinggi bila dibandingkan daerah pedesaan. CO
utamanya bersumber dari asap kendaraan bermotor, pemanas ruangan atau air, dan asap
yang terinhalasi. Asap tembakau merupakan sumber CO yang penting. Kadar
karboksihemoglobin dalam darah perokok mencapai 10% bahkan dapat melebihi 15%,
dibandingkan dengan nonperokok yang hanya 1-3%. Salah satu sumber intoksikasi CO
yang sering diabaikan yaitu metilen klorida yang dikandung dalam pelarut cat. Metilen
klorida dalam bentuk uap langsung diabsorbsi melalui kulit dan paru-paru, masuk dalam
sirkulasi, dan dimetabolisme di hati menjadi CO. Selain berasal dari lingkungan
(eksogen), CO juga dihasilkan dalam tubuh (endogen) sebagai komponen dari proses
biokimia normal melalui katabolisme hemoglobin.3,4
Secara umum bentuk karbon monoksida menunjukkan banyaknya karbon
dioksida yang direduksi oleh oksigen selama proses pembakaran. Karbon monoksida
memiliki beberapa kemiripan yang signifikan dengan bahan bakar, mudah terbakar di
udara dengan karakteristik “blue flame”, menghasilkan karbon dioksida. Meskipun
merupakan racun yang berbahaya, karbon monoksida memiliki peranan penting dalam
teknologi moderen, menjadi prekursor untuk berbagai produk. Karbon monoksida terdiri
dari satu atom karbon yang kovalen dengan satu atom oksigen.2
Racun ialah suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan faali, yang
dalam dosis toksik selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, hal mana dapat berakhir
dengan penyakit atau kematian. Racun dapat masuk ke dalam tubuh melalui ingesti,
inhalasi, injeksi, penyerapan melalui kulit dan pervaginam atau perektal.5
Intoksikasi merupakan suatu keadaan dimana fungsi tubuh menjadi tidak normal
yang disebabkan oleh suatu jenis racun atau bahan toksik lain. Intoksikasi karbon
monoksida adalah suatu keadaan toksik sebagai akibat dari terhirup dan terserapnya gas
1
karbon monoksida, dimana karbon monoksida berikatan dengan hemoglobin dan
menggantikan oksigen dalam darah.6
Karena sifatnya yang tidak khas, sering terjadi kesalahan diagnosis pada
intoksikasi karbon monoksida, sehingga menimbulkan hambatan yang signifikan, seperti
dalam prosedur penanganan, terutama pada terapi hiperbarik oksigen, yang meninggalkan
kontroversi karena adanya kesalahan mendasar pada pengamatan klinis.1
ETIOLOGI
Karbon monoksida yang berasal dari kendaraan bermotor dapat menyebabkan
kematian tidak hanya pada ruangan tertutup tetapi juga pada ruangan semi tertutup. Hal
ini menandakan bahwa ventilasi pasif belum adekuat dalam menurunkan risiko keracunan
karbon monoksida. Dalam ruangan atau garasi tertutup, konsentrasi letal
karboksihemoglobin dapat dicapai dalam waktu sepuluh menit.3,4
MEKANISME INTOKSIKASI KARBON MONOKSIDA
Efek toksik dari karbon monoksida disebabkan pengikatannya oleh hemoglobin,
dengan membentuk kompleks carboxy-hemoglobin. Dalam bentuk baru ini, hemoglobin
tidak dapat lagi melakukan fungsinya untuk transportasi oksigen ke jaringan tubuh.
(Hemoglobin dapat mengikat molekul CO sama banyak seperti pada pengikatan oksigen.
Kedua gas ini diikat pada gugus yang samadalam molekul hemoglobin, bereaksi dengan
besi dalam gugus porphiria).3,4,7,8
Dengan cara yang sama, selain pada hemoglobin, CO juga dapat bereaksi dengan
myoglobin, cytochrome oxidase serta cytochrome P-450. Meskipun kecepatan pengikatan
CO oleh hemoglobin adalah 1/10 x kecepatan oksigen, kecepatan disosiasinya adalah
1/2100 x kecepatan oksigen. OLeh kaarena itu afinitas hemoglobin terhadap CO lebih
besar daripada terhadap oksigen, yaitu 1/10 x 2100 = 210 x afinitas terhadap oksigen.
Bila seorang menghirup gas CO ini, maka dengan cepat CO ini pindah dari plasma ke sel-
sel darah merah untuk bergabung dengan hemoglobin. Pembentukan COHb yang cepat
dan terus-menerus ini, menyebabkan Pco plasma tetap rendah, sehingga CO dari alveolus
selalu mengalir dengan cepat ke dalam darah di paru-paru.3,4,7,8
Seperti halnya dengan HbO2, COHb ini selalu berada dalam keadaan disosiasi sebagai
berikut :
2
HbCO + O2 ↔ HbO2 + CO
Jika expose dengan CO ini terhenti maka COHb akan diuraikan menjadi HbO2
dan CO kembali, dan selanjutnya CO ini akan larut dalam plasma dan dikeluarkan
melalui paru-paru. Reaksi toksik yang timbul setelah menghirup CO Pada dasarnya
disebabkan oleh hipoksia jaringan karena darah tidak cukup mengandung O2. Hal ini
pertama kali dibuktikan oleh HALDANE pada tahun 1895. Jika seekor tikus diberikan O2
dengan tekanan dua atmosfer, maka darah akan mengandung cukup banyak O2 yang larut
dalam plasma untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel-sel jaringan. Dalam keadaan
ini seluruh hemoglobin dapat berada dalam bentuk COHb tanpa tikus-tikus ini
menunjukkan gejala –gejala intoksikasi. Oleh HALDANE hal ini menunjukkan bahwa
CO sendiri sebenarnya tidak toksik untuk sel-sel jaringan.4
EKSKRESI
CO tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh kecuali jika ada pernafasan aktif.
Waktu rata-rata yang diperlukan oleh seorang yang beristirahat untuk mengeluarkan CO
sampai kadarnya menjadi ½ konsentrasi semula (half life) adalah 250 menit. Jika sebagai
ganti udara dipakai oksigen maka keseimbangan : HbO2 + CO ↔ COHb + O2 akan
bergeser ke kiri, sehingga waktu yang diperlukan untuk membuat kadar COHb menjadi
berkurang dari semula hanya berlangsung 40 menit. Jika pada O2 ini ditambah CO2 5%,
waktu yang dibutuhkan akan berkurang lagi menjadi 13,7 menit. Pemberian CO2 5% ini
akan menyebabkan terjadinya hiperventilasi serta penutunan Ph darah yang akan
mempercepat pembuangan CO ini. Pemberian O2 dengan tekanan 2 atmosfir akan lebih
mempercepat lagi eliminasi COHb menjadi hanya 7,6 menit.4
PATOFISIOLOGI4,8,9,10
Intoksikasi Akut4
Perubahan patologik yang terjadi pada intoksikasi akut CO yang disebabkan oleh
hipoksia. Oleh karena itu, beratnya kelainan ditentukan oleh lama serta derajat hipoksia
ini. Yang terkena terutama ialah jaringan yang paling peka terhadap pengurangan O2,
seperti susunan saraf pusat, jantung dan sebagainya. FINK K (1966) mempelajari
perubahan perubahan patologik pada 351 kasus kematian yang disebabkan intoksikasi
CO. Didapatkan tiga kelainan patologik, yaitu :
3
1. Edema/kongesti pada : paru-paru (66%), otak (25%), jantung (2%), viscera (7%)
2. Petechiae pada : otak (10%), jantung (33%).
3. Hemorrhagi pada : paru-paru (7%), pleura (1%), otak 2%).
Susunan saraf Pusat
Pada kasus-kasus fatal yang akut, ditemukan kongesti serta hemorrhagi pada
semua organ. Sedang pada kasus-kasus fatal subakut, lesi yang ditimbulkan sebanding
dengan lamanya pingsan yang timbul akibat hipoksia. BOKONJIC (1963)
mengemukakan pada kasus-kasus toksikasi CO, batas maksimum lamanya pingsan agar
tidak meninggalkan cacat neurologik adalah 21 jam untuk penderita di bawah umur 48
tahun dan 11 jam untuk penderita di atas umur 48 tahun. Bila pingsan berlangsung lebih
dari 15 jam pada penderita berumur di atas 48 tahun atau lebih dari 64 jam pada penderita
berumur di bawah 48 tahun, maka akan terjadi kerusakan permanen dan ireversibel pada
susunan saraf pusat dan fungsi mentaltidak akan kembali sempurna lagi. Pemeriksaan
histologis memperlihatkan demyelinisasi yang luas pada substansia alba dan nekrosis
bilateral di globus pallidus. WH SCHULTE menyelidiki efek intoksikasi CO pada
susunan saraf pusat terhadap 49 orang sehat, berumur antara 25-49 tahun yang
dipaparkan dengan 100 ppm CO. Kesimpulan yang didapat adalah CO dapat
menyebabkan gangguan fungsi pada pusat-pusat luhur di susunan saraf pusat, terutama
pada daerah-daerah di otak yang mengontrol kemampuan kognitif dan psikomotor.
Gangguan ini dapat terjadi pada kadar COHB kurang dari 5%.
Jantung
Jantung merupakan organ kedua yang peka terhadap hipoksia. Sebagian kasus
menunjukkan tanda-tanda klinis terkenanya miokardium, tetapi sebagian yang lain tidak
memperlihatkan gejala-gejala ini. Kelainan pada EKG ditemukan pada sebagian besar
(hampir semua) kasus.
Lain-lain
Dapat timbul eritema, edema dan blister/bulla pada kulit. PO2 merendah, terjadi
asidosis metabolik, hematokrit meninggi.
Intoksikasi Kronik4
4
Yang dimaksud disini ialah intoksikasi yang terjadi setelah paparan berulang-
ulang dengan CO yang berkadar rendah atau sedang.
Perubahan –perubahan patofisiologi yang terjadi :
1. Pembuluh darah
CO mempunyai efek merusak dinding arteri sehingga menyebabkan permeabilitas
terhadap macam-macam komponen plasma meningkat. Pemberian kolesterol pada
saat ini akan menyebabkan penimbunan lemak pada pembuluh darah. ASTRUP
menemukan kadar COHb yang tinggi pada perokok-perokok berat, terutama pada
perokok yang menderita arteriosklerosis perifer.
2. Ginjal
GFR bertambah sampai ± 50%. Ini mungkin disebabkan oleh bertambahnya
permeabilitas vaskuler.
3. Darah
Akibat hipoksia yang kronik, terjadi aklimatisasi. Eritrosit bertambah jumlahnya
(polisitemia).
4. Jantung
Afinitas CO terhadap mioglobin lebih besar daripada terhadap hemoglobin. Ini
dapat mengganggu fungsi transpor O2 dari mioglobin, serta dapat memperberat
iskemia miokardium.
Karbon monoksida juga menimbulkan efek toksik langsung pada tingkat seluler
dengan menghambat respirasi mitokondrial akibat terikatnya karbon monoksida dengan
sitokrom oksidase. Akibatnya selain produksi energi terhambat, juga terjadi pembentukan
radikal bebas yang semakin memperberat kerusakan jaringan Berbeda dengan
hemoglobin, afinitas sitokrom oksidase terhadap oksigen lebih besar dibandingkan
terhadap karbon monoksida . Namun, adanya keadaan anoksia sel akan memudahkan
interaksi antara sitokrom oksidase dan karbon monoksida
Mekanisme lain yang dianggap berpengaruh secara signifikan terhadap
munculnya efek lanjut meliputi pelepasan mediator-mediator kimia yang menyebabkan
peroksidasi lipid otak. Karbon monoksida menyebabkan sel endotel dan platelet
melepaskan nitrit oksida dan pembentukan radikal bebas oksigen termasuk peroksinitrit.
Pada otak, hal ini menyebabkan disfungsi lebih lanjut dari mitokondria, kebocoran
5
kapiler, sekuestrasi leukosit dan apoptosis. Hasil akhirnya berupa peroksidasi lipid
( degradasi asam lemak tak jenuh ) yang menyebabkan demielinisasi reversibel dari
substansia alba sistem saraf pusat, dan dapat menyebabkan edema dan nekrosis fokal
dalam otak.
GAMBARAN KLINIS10,11,12,13,14,15
Gejala intoksikasi karbon monoksida dapat bersifat ringan (gejala konstitusional)
sampai berat (koma, depresi pernapasan, dan hipotensi). Gejala intoksikasi mulai muncul
pada kadar COHb sekitar 20%, dan jika konsentrasi meningkat (20-30%) muncul gejala
sesak napas. Aritmia dan gangguan konduksi ventrikular terjadi pada kadar COHb 30-
40%. Kadar COHb di atas 40% akan menyebabkan syok kardiogenik, depresi pernapasan
dan pusat vasomotor, sementara kematian seringkali terjadi pada kadar COHb 50-70%.
Gejala-gejala yang timbul adalah gejala-gejala yang disebabkan oleh hipoksia. Gejala ini
sebanding dengan kadar COHb dalam darah. Hubungan antara gejala-gejala dengan
COHB darah dapat dilihat pada tabel di bawah.
%COHb Gejala-gejala
0-10 Tidak ada keluhan maupun gejala
10-20 Rasa berat dikepala, sedikit sakit kepala, pelebaran pembuluh adarah
kulit
20-30 Sakit kepala menusuk-nusuk pada pelipis
30-40 Sakit kepala hebat, lemah, dizziness, pandangan jadi kabur, mausea,
muntah-muntah
40-50 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat
50-60 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat, koma, kejang yang
intermitten
60-70 Koma, kejang yang intermitten, depresi jantung dan pernafasan
70-80 Nadi lemah, pernafasan lambat, kegagalan pernafasan dan meninggal
dalam beberapa jam
80-90 Meninggal dalam waktu kurang dari satu jam
>90 Meninggal dalam beberapa menit
Akan tetapi perlu diketahui bahwa untuk beberapa kasus, kadar COHb tidak
berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala. Pada orang tua dan pada mereka yang
6
menderita penyakit berat seperti penyakit arteri koroner atau penyakit paru obstruktif
kronik, kadar COHb 20-30% sudah dapat bersifat fatal. Selain itu, pada studi yang
dilakukan terhadap binatang, transfusi darah dengan kadar COHb yang tinggi namun
dengan kadar CO bebas yang minimal tidak menghasilkan gejala klinis atau gejalanya
minimal.. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya CO bebas yang terlarut dalam plasma
berperan penting dalam menimbulkan gejala pada intoksikasi karbon monoksida.
Temuan otopsi pada kematian akibat intoksikasi karbon monoksida cukup khas.
Pada ras Kaukasus, kesan pertama yang diperoleh saat mengamati mayat, yaitu bahwa
orang tersebut tampak sangat sehat. Kulit berwarna merah muda disebabkan oleh
pewarnaan jaringan oleh COHb, dengan karakteristik gambaran cherry-red atau bright-
pink yang dapat dilihat pada jaringan. Ditemukannya lebam mayat cherry-red dapat
meyakinkan diagnosis meskipun belum dilakukan otopsi. Pada orang berkulit gelap,
perubahan warna ini tampak menonjol pada konjungtiva dan mukosa bibir.
Pada pemeriksaan dalam, otot-otot dan visera tampak berwarna cherry-red.
Pewarnaan pada visera akan tetap tampak meskipun jaringan dikeluarkan dan
dimasukkan dalam larutan formaldehid. Darah yang diambil dari pembuluh darah juga
akan menampakkan warna khas ini. Otak merupakan organ yang paling sensitif terhadap
efek yang ditimbulkan oleh karbon monoksida. Kerusakan otak berlokasi pada area-area
tertentu. Karbon monoksida menyebabkan jejas selektif pada substansia grisea otak.
Nekrosis bilateral pada globus pallidus merupakan lesi yang paling khas, meskipun juga
ditemukan pada korteks cerebri, hippocampus, cerebellum, dan substansia nigra.
Lebam cherry-red pada kulit, membran mukosa, visera, dan darah dapat sulit
dideteksi. DiMaio dan DiMaio melaporkan sebuah kasus di mana seseorang meninggal
akibat intoksikasi karbon monoksida dengan saturasi karbon monoksida dalam darah
45% tanpa ditemukan adanya lebam cherry-red. Carson dan Esslinger bahkan
melaporkan kasus kematian akibat intoksikasi karbon monoksida dengan saturasi dalam
darah yang jauh lebih tinggi, yaitu 86%, juga tanpa ditemukan lebam cherry-red.
PEMERIKSAAN5,9
7
Pemeriksaan toksikologi diperlukan pada keadaan-keadaan kasus kematian
mendadak, kematian mendadak yang terjadi pada sekelompok orang, pada kecelakaan
transportasi, kasus penganiayaan atau pembunuhan, kasus yang memang diketahui atau
patut diduga menelan racun dan pada kematian setelah tindakan medis.
Tes diagnostik untuk intoksikasi karbon monoksida dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis berdasarkan pada suatu kadar COHb dan untuk mengetahui
derajat kerusakan organ.
Analisis COHb memerlukan pengukuran spektofotometrik secara langsung
dengan menggunakan alat analisa gas darah yang spesifik. Kadar yang meningkat
memiliki arti yang signifikan, namun pada kadar yang rendah tidak menandakan tidak
terjadi paparan.1
Gas darah arteri memberikan informasi mengenai kadar COHb dan seberapa
adekuat oksigenasi dan ventilasi yang diberikan. Namun, jika pasien tampak stabil,
memungkinkan dilakukan pengukuran kadar COHb darah vena yang berkorelasi dengan
kadar COHb darah arteri.
DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik pada kasus keracunan meliputi analisis kimia atau
pemeriksaan toksikologi dimana harus dapat dibuktikan adanya racun serta metabolitnya
dalam tubuh atau cairan tubuh korban. Selain itu, dari bedah mayat dapat ditemukan
adanya perubahan atau kelainan yang sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga,
serta dari bedah mayat tidak dapat ditemukan adanya penyebab kematian yang lain.5
Adanya riwayat paparan karbon monoksida merupakan indikator yang paling
dapat dipercaya bahwa telah terjadi intoksikasi. Pada sebagian besar kasus intoksikasi
karbon monoksida, peningkatan kadar COHb telah memenuhi nilai diagnosis.9
Intoksikasi karbon monoksida dapat bersifat disengaja (bunuh diri/pembunuhan)
atau tidak disengaja (kecelakaan). Pada kasus bunuh diri, diagnosis dapat segera
ditegakkan di tempat kejadian. Korban biasanya ditemukan baik dalam garasi atau dalam
mobil dengan keadaan mesin menyala. Sebelumnya korban sudah menghubungkan
knalpot dangan menggunakan pipa yang diarahkan ke dalam mobil. Pada kasus
kecelakaan, kematian dapat disebabkan karena masuknya karbon monoksida melalui
8
celah pada mobil. Kadang-kadang seseorang mencoba untuk malakukan bunuh diri yang
tampak seperti kecelakaan. Orang tersebut ditemukan di dalam garasi dengan pintu
tertutup, mesin mobil menyala, kap mobil terbuka, dan ditemukan perkakas reparasi di
sekitarnya, di mana ia ingin meninggalkan kesan bahwa ia meninggal akibat menghirup
asap kendaraan pada saat sedang memperbaiki kendaraannya. Namun, kasus-kasus
tersebut selalu merupakan bunuh diri. Hal ini disebabkan oleh karena jika seseorang
menyalakan mesin mobilnya dalam garasi tertutup, maka dalam waktu 2-3 menit udara
sudah akan sangat beracun dan mengiritasi sistem pernapasan, sehingga mustahil
seseorang dapat melakukan reparasi kendaraannya sedikit pun. Selain itu seseorang juga
akan merasa perlu untuk memadamkan dulu mesin kendaraannya dan membuka pintu
garasi agar asap kendaraannya bisa keluar.12
PENGOBATAN1,4,5
Prinsip pada pengobatan intoksikasi CO ialah mengembalikan keadaan agar
supplai O2 untuk sel-sel jaringan kembali menjadi normal dan cukup, seperti semula.
Tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Memindahkan penderita ke dalam ruangan dengan udara segar.
2. Jika terjadi penghentian pernafasan, maka dilakukan pernafasan buatan
secepatnya.
3. Tindakan berikut adalah pemberian oksigen, yang dilakukan dengan alat-alat yang
dapat mencegah terhisapnya kembali CO ke dalam badan. Pemberian ini dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Oksigen diberikan bersama-sama dengan 57% CO2. Dengan kombinasi ini
kadar COHb dapat diturunkan lebih cepat. Dalam konsentrasi ini, CO2
tidak menimbulkan efek yang membahayakan.
b. Pada intoksikasi CO yang berat yang disertai dengan hilangnya kesadaran,
pengobatan terbaik adalah dengan pemberian oksigen yang bertekanan 2
atmosfir. Penggunaan oksigen bertekanan tinggi ini dengan cepat akan
mengganti CO dalam molekul Hb. Selain itu oksigen ini akan larut dalam
plasma dalam jumlah banyak dan dapat dengan segera memberikan
efeknya pada sel-sel jaringan. Oksigen ini akan menyebabkan
keseimbangan reaksi : HbO2 + CO ↔ COHb + O2 akan bergeser ke kiri.
9
CO akan terlepas dan larut ke dalam plasma dan selanjutnya dikeluarkan
melaluim pernafasan. Dengan memperpendek keadaan hipoksia, dapat
membatasi semaksimal mungkin kerusakan jaringan. Penambahan tekanan
oksigen lebiih dari 2 atmosfer akan menimbulkan resiko mempercepat
terjadinya intoksikasi oksigen. Untuk pemberian hyperbaric oxygen
therapy dipakcara yang dilakukan oleh OGAWA yaitu : diberikan tiga
kali, tiap kali diberikan oksigen murni dengan tekanan 2 atmosfer selam
kira kira 1 jam, satu kali sehari. Pengobatan dengan hyperbaric
oxygenation ini yang mulai dikembangkan oleh SMITHSHARP pada
tahun 1960, kini merupakan therapy of choice untuk pengobatan
intoksikasi CO berat. Cara ini dapat menghilangkan CO dari darah dan
jaringan dengan cepat tanpa tergantung pada mekanisme transpor
hemoglobin.
4. Penderita diusahakan agar selalu panas yaitu salah satunya dengan menggunakan
selimut dan sebagainya. Agar sama sekali tidak melakukan gerakan/aktivitas fisik,
supaya kebutuhan oksigen oleh jaringan dapat semaksimal mungkin
5. Transfusi darah juga dapat membantu. Tetapi cara ini sekarang banyak disanggah
oleh kaarena darah baru ini, yang relatif sedikit, dalam waktu singkat akan
dipenuhi oleh CO yang berada di jaringan-jaringan.
6. Tindakan tambahan lain yang pernah dianjurkan adalah : hipotermi yaitu dengan
mendinginkan seluruh badan, maka kebutuhan sel-sel jaringan akan oksigen
menurun, sehingga sequele neurologis yang timbul dapat dikurangi seminimal
mungkin.
7. Juga dapat digunakan asam suksinat, untuk menstimulir pernafasan.
DIAGNOSIS BANDING
Pada kasus kematian akibat intoksikasi karbon monoksida akan memberikan
gambaran lebam mayat berwarna cherry-red. Namun, harus disadari bahwa warna ini
juga dapat muncul akibat paparan tubuh yang lama terhadap lingkungan bersuhu dingin
atau keracunan sianida.12
ASPEK MEDIKOLEGAL5
10
Berdasarkan tujuannya, pemeriksaan forensik pada kasus keracunan dapat dibagi
dalam dua kelompok, yaitu untuk mencari penyebab kematian dan untuk mengetahui
bagaimana suatu peristiwa dapat terjadi. Dengan demikin pada tujuan pertama dari
pemeriksaan atas diri korban diharapkan dapat ditemukan racun atau obat dalam dosis
mematikan. Sedangkan pada tujuan kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan
rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana racun atau obat tersebut
berperan sehingga suatu peristiwa dapat terjadi. Mengenai racun diatur dalam Pasal 133
(1) KUHAP yang berbunyi: Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya; pengertian atau batasan dari
racun itu sendiri tidak dijelaskan, dengan demikian dipakai pengertian racun yang telah
disepakati oleh para ahli.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shochat G. Toxicity. Carbon Monoxide. [online] 2007 Jan 8 [cited 2008 August
28]; [31 screens]. Available from: URL: http//www.emedicine.com
11
2. Wikipedia. Carbon monoxide
3. Ramsay, DA.Shkrum, MJ. Post mortem changes.The Forensic Pathology of
Trauma.2007.p32-4,65-6,124,148,150-3,181-3.
4. Mashabi,A. Intoksikasi CO.Cermin Dunia Kedokteran No 11.Hal 16-20.
Available from : www.portalkalbe/files/cdk/files/06intoksikasi CO 011.pdf
5. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, edisi 1. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1997.
6. The Free Dictionary. Intoxication
7. Adelman,HC. Asphyxia.Forensic Medicine.2007.p53.
8. Calaluce,R.Dix,J.Forensic Pathology.1999.p45,69,89,93,185-8.
9. Hodgson,E. A textbook of Modern Toxicology.Third Edition.2004.p34-7,287.
10. Harper A, Croft-Baker J. Carbon monoxide poisoning: undetected by both
patients and their doctors. British Geriatrics Society, Age and Ageing
2004;33:105-109.
11. Anonymous. Carbon monoxide. Available from: URL: http//www.sdpoison.org/
12. DiMaio VJ, DiMaio D. Carbon monoxide poisoning, In: Di Maio VJ, DiMaio D
(editors), Forensic Pathology, 2nd edition.
13. Wikipedia. Carbon Monoxide Poisoning
14. Potocka-Banas B, Majdanik S, Borowiak K, Janus T. Carbon monoxide
intoxication is still an important issue in forensic medicine. Problems of Forensic
Medicine 2004;58:121-126.
15. Carson HJ, Esslinger K. Carbon monoxide poisoning without cherry-red livor.
The American Journal of Forensic Medicine and Pathology 2001;22(3):233-235.
12