24
29 BAB 3 PEMODELAN DAN PERANCANGAN ALAT 3.1 Pemodelan Sistem Pemodelan sistem ini bertujuan untuk mempermudah suatu kerja rangkaian yang berada pada inverter satu fasa dengan metode voltage controlled. Pada Gambar 3.1 menunjukkan gambaran pembangkit tenaga surya. Untuk tugas akhir ini hanya dibahas mengenai inverter dengan metode voltage controler. Dimana fungsi dari inverter tersebut untuk menyuplai daya ke grid. Besarnya daya yang disuntikkan tergantung dari switching yang diberikan ke inverter. Gambar 3.1 Gambaran Pembangkit Tenaga Surya 3.1.1 Pemodelan Inverter Satu Fasa Tipe inverter yang nantinya akan dibuat adalah tipe full bridge inverter, dimana terdapat 4 buah Power Mosfet yang terkontrol. Pemodelan inverter ini akan disimulasikan dengan menggunakan software PSIM. Untuk menstabilkan tegangan input DC digunakan inverter tipe VSI (Voltage Source Inverter), dimana dipasang kapasitor elektrolit yang diparallel dengan sumber DC. Gambar 3.2 merupakan simulasi SPWM inverter yang dilakukan dengan software PSIM. SWITCHING SPWM

invereter

Embed Size (px)

DESCRIPTION

inverter connect to grid

Citation preview

Page 1: invereter

29

BAB 3 PEMODELAN DAN PERANCANGAN ALAT

3.1 Pemodelan Sistem Pemodelan sistem ini bertujuan untuk mempermudah suatu

kerja rangkaian yang berada pada inverter satu fasa dengan metode voltage controlled. Pada Gambar 3.1 menunjukkan gambaran pembangkit tenaga surya. Untuk tugas akhir ini hanya dibahas mengenai inverter dengan metode voltage controler. Dimana fungsi dari inverter tersebut untuk menyuplai daya ke grid. Besarnya daya yang disuntikkan tergantung dari switching yang diberikan ke inverter.

Gambar 3.1 Gambaran Pembangkit Tenaga Surya

3.1.1 Pemodelan Inverter Satu Fasa Tipe inverter yang nantinya akan dibuat adalah tipe full

bridge inverter, dimana terdapat 4 buah Power Mosfet yang terkontrol. Pemodelan inverter ini akan disimulasikan dengan menggunakan software PSIM. Untuk menstabilkan tegangan input DC digunakan inverter tipe VSI (Voltage Source Inverter), dimana dipasang kapasitor elektrolit yang diparallel dengan sumber DC. Gambar 3.2 merupakan simulasi SPWM inverter yang dilakukan dengan software PSIM.

SWITCHING SPWM

Page 2: invereter

30

Gambar 3.2 Rangkaian Inverter Satu Fasa

Rangkaian inverter ini mendapat tegangan supply DC sebesar

48 V. sedangkan frekuensi switchingnya 1 KHz. Sinusoidal Pulse Width Modulation dibangkitkan dengan cara membandingkan antara sinyal segitiga dengan sinyal sinus. Pengelompokan sinyal dikerjakan dengan membandingkan sebuah sinyal referensi (sinus), dengan amplitudo gelombang pembawa (sinyal segitiga). Frekuensi sinyal referensi menunjukkan frekuensi dasar tegangan output. Pada proyek akhir ini, gelombang PWM dibangkitkan melalui mikrokontroler AT Mega 16.

Gambar 3.3 Sinyal Output Inverter Sebelum di Filter

Tega

ngan

(V)

Time (ms)

Page 3: invereter

31

Time (s)

Gambar 3.4 Sinyal Output Inverter Setelah di Filter

3.1.2 Pemodelan Zero Crossing Detector dan Penggeser Fasa Rangkaian zero crossing detector ini bekerja dengan sinyal

sinusoida sebagai input-an ke op-amp non inverting. Dimana dari op-amp tersebut akan dihasilkan output berupa sinyal persegi, sinyal ini berfungsi untuk mendeteksi perubahan dari “0” ke “1”. Sedangkan rangkaian penggeser fasa berfungsi untuk menggeser fasa jika sinyal inverter lagging terhadap sinyal grid.

Gambar 3.5 Rangkaian Zero Crossing Detector dan Penggeser Fasa

Penggeser Fasa

Zero crossing Detector

Tega

ngan

(V)

Page 4: invereter

32

Time (ms)

Time (ms)

Gambar 3.6 Sinyal Hasil Simulasi Rangkaian Penggeser Fasa dengan Software Proteus Gambar 3.6 menunjukkan sinyal hasil penggeseran fasa dengan

sinyal referensi. Jika sinyal inverter nantinya lagging beberapa derajat, maka dengan menggunakan rangkaian ini sinyal inverter dapat digeser hingga sefasa dengan sinyal grid.

Gambar 3.7 Sinyal Hasil Simulasi Rangkaian Zero Crossing Detector dengan Software Proteus

Gambar 3.7 menunjukkan sinyal hasil simulasi rangkaian zero

crossing detector dengan mengguunakan software proteus. Dimana posisi titik “0” tepat pada perpindahan dari “0” ke “1”.

2 V/div 2ms /div

Tega

ngan

(V)

2 V/div 2ms /div

Tega

ngan

(V)

Sinyal Hasil Penggeseran Fasa

Sinyal Referensi

Sinyal Zero Crossing detector

Sinyal Referensi

Page 5: invereter

33

3.1.3 Pemodelan Inverter Satu Fasa yang Terhubung dengan Grid

Gambar 3.8 Rangkaian Inverter yang Terhubung dengan Grid

Pada Gambar 3.8 diatas menunjukkan hubungan antara

inverter dan grid. Seperti yang telah dijelaskan, untuk menghubungkan antara inverter dan grid diperlukan transformer dengan maksud sebagai isolasi atau pemisah antara keduanya.

Gambar 3.9 Sinyal Inverter dan Grid

Gambar 3.9 menunjukkan sinyal antara inverter dan grid dengan amplitudo, frekuensi, dan fasa yang sama

V Grid

V Inv

Tega

ngan

(V)

Time (S)

Page 6: invereter

34

V Grid

V Inv Tega

ngan

(V)

Time (S)

3.2 Rangkaian Untuk Analisa Aliran Daya Pada Gambar 3.10 menunjukkan hubungan antara grid

dengan inverter. Rangkaian diatas dilengkapi watt meter untuk mengetahui besar daya diberikan sekaligus mengetahui sumber mana yang mencatu dan mana yang menyerap.

Dibawah ini diberikan beberapa kemungkinan hubungan antara grid dengan inverter.

Gambar 3.10 Rangkaian untuk Analisa Aliran Daya 3.2.1 Amplitudo dan Sudut Fasa antara Grid dan Inverter Sama Pada Gambar 3.11 memperlihatkan hasil running rangkaian

saat besar tegangan dan sudut grid dengan inverter adalah sama. Dapat dilihat bahwa arus yang mengalir pada rangkaian diatas sangat kecil atau dapat dikatakan sama dengan nol.

(a)

Page 7: invereter

35

I Grid

I Inv Aru

s (m

A)

Time (S)

(b)

Gambar 3.11 Tegangan dan Arus Keluaran saat Vgrid = 220<00 dan Vinv = 220 <00

Sedangkan pada Gambar 3.12 memperkuat Gambar 3.11, yang menunjukkan bahwa besar daya yang dicatu oleh kedua sumber sangat kecil sekali atau bisa dianggap tidak ada dan sama dengan nol.

Gambar 3.12 Daya Keluaran saat Vgrid = 220<00 dan Vinv = 220 <00 3.2.2 Tegangan Grid Leading Terhadap Tegangan Inverter

dengan Amplitudo Sama Dengan merubah sudut pada grid menjadi leading 300

terhadap inverter maka hasil running didapatkan seperti pada Gambar 3.13 dengan besar magnitudo yang sama dan beda sudut fasa -300 didapatkan arus yang mengalir dalam rangkaian tersebut sama besarnya, tetapi berbeda arah.

Day

a (W

)

Time (S)

P inv

P grid

Page 8: invereter

36

(a)

(b) Gambar 3.13 Tegangan dan Arus Keluaran dari Grid dan Inverter saat Vgrid = 220<00 dan Vinv = 220<-300

Jika dilihat secara phasor arah arusnya berbeda 1800. Arah

positif sejajar dengan arus grid sedangkan arah negatif sejajar dengan arus inverter. Hal ini menegaskan bahwa inverter menyerap arus yang dicatu oleh grid, atau dengan kata lain inverter berfungsi sebagai beban.

Dibawah ini diuraikan perhitungan aliran daya :

Tega

ngan

(V)

Angle(Φ)

I Grid

I Inv

Tega

ngan

(V)

Angle(Φ)

V Grid

V Inv

Page 9: invereter

37

220 0 220 30

0.1 1.57

220 190.53 110

0.1 1.57

29.47 110

0.1 1.57

29.47 110

0.1 1.57 0.1 1.570.1 1.57

2.947 11 172.7 46.270.01 0.157 2.46 0.157

175.647 35.27

2.47

71.11 14.28

72.53 11.35 A Daya Grid: Irms = 50.28 – j10.1 A Vrms = 155.56 V Daya = Vpln x I* = 155.56 x (50.28 + j 10.1) = 7821.56 + j1571.2 Daya Inverter Irms = 50.28 – j10.1 A Vrms = 134.73 – j77.78

Page 10: invereter

38

Angle(Φ)

Angle(Φ)

Daya = V x I* = (134.73 – j77.78) x (50.28 + j10.1) = 6774.22 -j3910.78 + 785.56 +j1360.77 = 7559.78 – j2550.01 Dari perhitungan didapatkan bahwa grid mencatu daya aktif sebesar 7821.56 W dan inverter menyerap daya aktif sebesar 7559.78 W. Untuk daya reaktif kedua-duanya mennyuplai daya ke Z sebesar 1571.2 + 2550.01 = 4121.21 A Var.

3.2.3 Tegangan Grid Lagging Terhadap Tegangan Inverter

dengan Amplitudo Sama

(a)

(b) Gambar 3.14 Tegangan dan Arus Keluaran dari Grid dan Inverter saat Vgrid = 220<00 dan Vinv = 220<300

Tega

ngan

(V)

V Inv

V Grid

Tega

ngan

(V)

I Inv

I Grid

Page 11: invereter

39

Kasus yang terakhir dengan meembuat sudut inverter leading 300 terhadap grid. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.14, dengan besar tegangan yang sama dan beda sudut inverter dan grid 300 maka besar arus yang mengalir dalam rangkaian adalha sama besarnya tetapi berbeda arah 1800. Jika dilihat dari phasor maka arah arus inverter sejajar dengan sumbu positif sedangkan arus grid sejajar sumbu negative. Hal ini dapat disimpulkan bahwa grid adalah beban dan menyerap arus dari inverter.

Dibawah ini diberikan perhitungan besar dan aliran daya sebagai pembanding.

220 0 220 30

0.1 1.57

220 190.53 110

0.1 1.57

29.47 110

0.1 1.57

29.47 110

0.1 1.57 0.1 1.570.1 1.57

2.947 11 172.7 46.270.01 0.157 2.46 0.157

169.75 57.27

2.47

68.72 23.19

72.53 18.65 A Daya Grid: Irms = -48.6 – j16.4 A

Page 12: invereter

40

Vrms = 155.56 V Daya = Vpln x I* = 155.56 x (-48.6 + j16.4) = -7560.22 + j2551.2 W Daya Inverter Irms = -48.6 – j16.4 A Vrms = 134.73 + j77.78 Daya = V x I* = (134.73 + j77.78) x (-48.6 + j16.4) = -6547.88 -j3780.1 - 1275.6 + j2209.57 = - 6547.88 – j1570.53 W Dari perhitungan didapatkan bahwa sebelumnya grid sebagai sumber adalah salah karena P negative dan Q positif, grid menyerap daya daya aktif sebesar 7560.22 dan mencatu daya reaktif 2551.2, jadi grid ini berfungsi sebagai beban. Demikian dengan inverter mempunyai P negative dan Q negative. Karena inverter membangkitkan daya aktif sebesar 6547.88 dan mencatu daya reaktif sebesar 1570.53, jadi sebenarnya inverter berfungsi sebagai sumber. Untuk daya rektif yang diserap reaktansi Z adalah 2551.2 + 1570.53 = 4121.73 Var.

3.3 Blok Diagram Sistem

Secara umum gambaran sederhana dari sistem kerja rangkaian inverter seperti Gambar 3.15. Rangkaian inverter mendapatkan sumber tegangan input DC sebesar 48 V dari accu. Rangkaian inverter dikontrol dengan mikrokontroler AVR menggunakan sinyal SPWM (Sine Pulse Width Modulation). Sinyal SPWM tersebut dihasilkan dari komparator antara sinyal sinusoidal

Page 13: invereter

41

dan sinyal segitiga dengan menggunakan program MATLAB. Perbandingan antara sinyal sinusoidal dan sinyal segitiga akan menghasilkan sinyal persegi.

Gambar 3.15 Blok Diagram Sistem

Tegangan keluaran dari inverter sangat tergantung dari

switching pada MOSFET. Agar dapat bekerja sebagai switch maka MOSFET harus diberi trigger. Kecepatan switching dapat diatur sesuai dengan kebutuhan aplikasi rangkaian yaitu dengan mengatur frekuensi pembangkit pulsanya.

Rangkaian yang digunakan untuk driver MOSFET pada proyek akhir ini terdiri dari rangkaian SPWM atau pembangkit sinyal pulsa, rangkaian optocoupler (pemisah elektrik), dan rangkaian totempole yang digunakan untuk mengurangi switching losses.

3.4 Perencanaan Perangkat Keras (Hardware) Berikut ini perancanaan perangkat keras dalam

menyelesaikan proyek akhir ini. 3.4.1 Sistem Minimum Atmega 16 Minimum sistem ini merupakan sistem kontrol dari

keseluruhan sistem kerja. Pada proyek akhir ini digunakan sistem minimum yang berbasis pada mikrokontroler ATmega16(L), digunakan ATmega16(L) karena bahasa pemrograman AVR tersebut adalah bahasa C yaitu bahasa pemrograman tingkat menengah (bahasa instruksi program mendekati bahasa manusia) sehingga lebih mudah untuk membuat atau menerapkan suatu algoritma program. Kelebihan lainnya adalah setiap pin dalam satu port dapat kita

Page 14: invereter

42

tentukan sebagai input atau output secara mudah karena didalamnya sudah dilengkapi fasilitas tersendiri untuk inisialisasi. Gambar 3.16 menunjukkan minimum sistem Atmega 16.

Gambar 3.16 Minimum Sistem Atmega 16

Mikrokontroler ATmega 16(L) mempunyai 32 bit jalur I/O

yang terbagi menjadi 4 port, yaitu portA, portB, portC dan portD, dan alokasi penggunaan port dijelaskan sebagai berikut :

a. Port A

Port A merupakan port I/O 8 bit bi-directional yang masing-masing pinnya dikonfigursikan sebagai ADC. Masing-masing pin dalam port ini juga memiliki fasilitas berupa resistor pull-up internal yang berguna untuk memberikan kondisi yang tentu (tidak mengambang) pada saat dikonfigursikan sebagai input, tanpa harus memberikan pull-up eksternal.

b. Port B

Port B merupakan port I/O 8 bit bi-directional yang masing-masing pinnya dikonfigursikan secara individual. Masing-masing pin dalam port ini juga memiliki fasilitas berupa resistor pull-up internal yang berguna untuk memberikan kondisi yang tentu (tidak mengambang) pada saat dikonfigurasikan sebagai input, tanpa harus memberikan pull-up eksternal. Untuk mendukung alamat port ini terdapat tiga buah alamat mermori khusus yang digunakan untuk menangani fungsi dari port B.

X1

CRYSTAL

C1

22pC2

22p

C310u

R21k

PB0/T0/XCK1

PB1/T12

PB2/AIN0/INT23

PB3/AIN1/OC04

PB4/SS5

PB5/MOSI6

PB6/MISO7

PB7/SCK8

RESET9

XTAL212 XTAL113

PD0/RXD 14

PD1/TXD 15

PD2/INT0 16

PD3/INT1 17

PD4/OC1B 18

PD5/OC1A 19

PD6/ICP1 20

PD7/OC2 21

PC0/SCL 22

PC1/SDA 23

PC2/TCK 24

PC3/TMS 25

PC4/TDO 26

PC5/TDI 27

PC6/TOSC1 28

PC7/TOSC2 29

PA7/ADC733 PA6/ADC634 PA5/ADC535 PA4/ADC436 PA3/ADC337 PA2/ADC238 PA1/ADC139 PA0/ADC040

AREF 32

AVCC 30

U1

ATMEGA16

Page 15: invereter

43

c. Port C Sebagaimana penjelasan seperti Port B, tetapi Port C

memiliki pin-pin khusus yaitu antarmuka JTAG enable, resistor-resistor pull-up pada pin-pin PC5(TDI), PC3(TMS), PC2(TCK) akan diaktifkan sekalipun terjadi reset.

d. Port D

Sebagaimana Port B, Port D juga memiliki tiga buah lokasi memori yang berkitan dengan penggunanya sebaga port I/O. Memori tersebut yaitu Port D, DDRD, dan Pin D.

Pada tugas akhir ini untuk pembagian port-port sebagai I/O dapat ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Pembagian Port-Port pada AVR ATmega 16

Port Fungsi Port C.4-7 Sebagai Output SPWMPort D.2 Sebagai Interrupt Zero Crossing Detector Port A.0 Sebagai Input ADC

3.4.2 Inverter

VDC = 48 V Pada sisi sekunder transformator step-up V = 220 V P = 100 W

PV

= 0.45 A Pada sisi primer transformator step-up V1 x I1 = V2 x I2

1 V IV

Page 16: invereter

44

1 = 4.17 A

Perencanaan dan pembuatan Single Phase Full Bridge

Inverter secara lengkap ditunjukkan pada Gambar 3.15. Rangkaian Single Phase Full Bridge Inverter menggunakan Mikrokontroler ATMega 16 sebagai pembangkit Sinusoida PWM untuk menyulut Mosfet. Sinusoida PWM keluaran dari Mikrokontroler ATmega 16 dihubungkan dengan rangkaian optocoupler yang digunakan sebagai pemisah antara Mikrokontroler dengan Mosfet. Dengan rangkaian optorcoupler mikrokontroler sebagai pembangkit sinusoida PWM utama terhindar dari kerusakan, apabila terdapat arus balik dari rangkaian Single Phase Full Bridge Inverter.

Gambar 3.17 Single Phase Full Bridge Inverter dan Driver Mosfet

Kemudian sinusoida PWM keluaran dari rangkaian

optocoupler digunakan untuk melakukan switching atau perubahan kondisi dari low ke high dengan cepat. Sinusoida PWM untuk penyulutan mosfet di design dengan frekuensi 50 Hz. Single Phase Full Bridge Inverter memperoleh masukan dari keluaran accu sebesar 48 Vdc dan di design untuk menghasilkan tegangan keluaran sebesar 220 Vac

Pada rangkaian Single Phase Full Bridge Inverter membutuhkan empat buah piranti swithing (MOSFET) yang bekerja secara berpasangan dan bekerja (on-off) secara bergantian, maka

Page 17: invereter

45

membutuhkan dua buah pulsa yang bekerja on-off secara bergantian. Rangkaian Single Phase Full Bridge Inverter pada Gambar 3.17. di design untuk menghasilkan tegangan 220 Vac . Untuk menghasilkan tegangan dan arus 220 Vac, maka piranti yang yang sesuai untuk Single Phase Full Bridge Inverter menggunakan MOSFET tipe IRF 460.

MOSFET IRFP 460 memiliki kemampuan switching diatas 50 KHz. Tegangan drain-source (VDS) cukup aman untuk tegangan 220 V, Karena MOSFET IRF 460 memiliki batas kemampuan tegangan drain-source sampai 500 V dan arus drain ID 20 Ampere.

3.4.3 Driver MOSFET (Optocoupler dan Totempole) Tegangan keluaran yang akan dihasilkan tergantung pada

waktu switching, maka dari itu diperlukan suatu piranti switching yang dapat dikendalikan dengan mudah. Dalam hal ini piranti yang digunakan adalah MOSFET. Agar mosfet dapat bekerja sebagai switch maka mosfet harus diberi trigger agar switch tersebut dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Kecepatan switching juga dapat diatur sesuai kebutuhan aplikasi rangkaian yaitu dengan mengatur frekuensi pembangkit pulsanya.

Rangkaian yang digunakan untuk driver MOSFET pada proyek akhir ini terdiri dari rangkaian PWM atau pembangkit sinyal pulsa, rangkaian optocoupler (pemisah elektrik), rangkaian tottem pole yang digunakan untuk mengurangi switching losses.

TLP 250 merupakan IC optocoupler sekaligus terdapat totempole didalamnya. Rangkaian ini digunakan sebagai isolated rangkaian driver mikrokontroller terhadap rangkaian inverter. Secara umum rangkaian skema dari IC TLP 250 ditunjukkan pada Gambar 3.18 berikut:

Gambar 3.18 Skema IC TLP250

Page 18: invereter

46

3.4.4 Filter Pasif RC Rangkaian filter pasif RC ini berfungsi untuk

mengurangi ripple tegangan dari output inverter. Frekuensi cut-off = 50 Hz, untuk memenuhi persamaan , jika dipilih C = 0.82 maka 50

. .

R = 3883 Ω ~ 3.9K Ω

Gambar 3.19 Rangkaian RC Low Pass Filter

3.5 Perencanaan Perangkat Lunak (Software) Dalam proyek akhir ini, menggunakan software pemrograman

Code Vision AVR. Code Vision adalah suatu compiler program software yang menggunakan bahasa pemrograman C. Sehingga lebih memudahkan dalam menjalankan algoritma program yang telah dibuat.

3.5.1 Flow Chart 1.Algoritma Zero Crossing Detector (ZCD)

Rangkaian ZCD menggunakan op-amp yang difungsikan sebagai non-inverting. Cara kerja rangkaian ZCD adalah mendeteksi perubahan dari “0” ke “1”, dimana input nya berupa sinyal sinusoida dan output berupa sinyal persegi. Algoritma ZCD ditunjukkan pada Gambar 3.18 dengan alur program sebagai berikut.

a. Power di “ON” kan. b. Input ZCD pada port D.2 (Interrupt 0). b. Zero mencounter sebanyak 50 (selama 1 detik). c. Jika belum mencapai 50 program akan me-looping terus

0.82 μF

3k9 Ω

Page 19: invereter

47

START

Int zero, a, I, pas Float b Unsigned char sinyal TCCR0=0x03 TCNT0=0x00 OCR0=0x11 INT0 = 1

pas=1 PORTC=sinyal[i] i++

0

zero>50)

i==201

i=0 TCNT0=0

END

d. Jika sudah mencapai 50, maka data SPWM akan dikirimkan ke Port C.4-7.

N Algoritma ZCD

Y

N Algoritma Pengiriman Data SPWM

Y

Gambar 3.20 Flowchart Sistem

2. Algoritma Pengiriman Data Sinusoida PWM a. Jika zero telah mencounter sebanyak 50.

Page 20: invereter

48

b. Maka data SPWM akan diberikan ke port C.4-7 c. Jika data SPWM yang dikirimkan belum mencapai 201 maka

akan melooping terus. d. Jika data SPWM telah mencapai 201, maka data akan kembali

ke 0 lagi dan mencounter lagi hingga 201.

3.5.2 Perencanaan Pembangkitan Sinyal Sinusoida PWM

Rangkaian inverter ini digunakan untuk merubah tegangan DC sebesar 48 V keluaran dari accu menjadi tegangan AC sebesar 220 V. Komponen semikonduktor yang digunakan adalah MOSFET. Gambar 3.21 menunjukkan gambar rangkaian Rangkaian Inverter full bridge Single Phase. Besarnya tegangan yang keluaran inverter bergantung pada sudut penyulutan dari base MOSFET. Pengaturan rangkaian trigger ini dilakukan dengan Sine Pulse Width Modulation (SPWM) jenis bipolar.

Gambar 3.2 Rangkaian Inverter Full Bridge Single Phase

Dalam membangkitkan teknik switching SPWM secara

digital, harus diketahui dahulu kondisi ON dan OFF ( kondisi switching) sinyal drive masing-masing MOSFET.

Tabel 3.2 Kondisi Penyulutan[1]

State Va Vb Voutput S1+ , S2- ON dan S1-, S2+ OFF V/2 -V/2 V S1+ , S2- OFF dan S1-, S2+ ON -V/2 V/2 -V S1+ , S2+ OFF dan S1-, S2- ON -V/2 -V/2 0 S1+ , S2+ ON dan S1-, S2- OFF V/2 V/2 0

Page 21: invereter

49

Dalam hal ini, untuk membangkitkan metode switching PWM untuk mengetahui kondisi high dan low switching pada MOSFET. Kondisi penyulutan empat MOSFET tersebut terlihat pada Tabel 3.2.

Parameter SPWM inverter :

HzfvoltV

voltV

out

out

in

50220

48

===

Prinsip kerja pembangkitan sinyal PWM sinusoida satu fasa

adalah mengatur lebar pulsa mengikuti pola gelombang sinusoida. Frekuensi sinyal referensi menentukan frekuensi keluaran inverter. Untuk mengetahui rasio modulasi frekuensi dari pembangkitan SPWM dapat dihitung dengan persamaan:

m

cf f

fM =

Dimana : Mf = rasio modulasi fc = frekuensi gelombang segitiga fm = frekuensi gelombang sinus

Dalam projek akhir ini dirancang frekuensi gelombang

segitiga adalah 1 kHz dan frekuensi gelombang sinus antara 50 Hz. Dengan demikian rasio modulasi dapat dihitung sebagai berikut :

Untuk fm = 50 Hz

2050

1000===

m

cf f

fM

Program matlab untuk pembangkitan SPWM dengan frekuensi 50 Hz dan frekuensi sinyal segitiga 1000 Hz ( 1KHz ) dapat dilihat di lampiran.

Dari program tersebut menghasilkan sinyal persegi dari komparator antara gelombang sinus dengan gelombang segitiga. Gambar 3.20 menunjukkan sinyal komparator beserta hasilnya.

Page 22: invereter

50

Time (S)

Time (S)

Gambar 3.22 Perbandingan Sinyal Sinus dan Sinyal Segitiga Gambar 3.22 menunjukkan komparator antara dua sinyal

sinusoida yang berbeda fasa 1800 pada frekuensi 50 Hz yang merupakan sinyal referensi dengan sinyal segitiga pada frekuensi 1 KHz yang merupakan sinyal carrier

Gambar 3.23 Sinyal Hasil Komparator Gambar 3.23 merupakan sinyal persegi hasil komparator

antara sinyal sinusoida dan sinyal segitiga

Tega

ngan

(V)

Tega

ngan

(V)

Page 23: invereter

51

Time (S)

Gambar 3.24 Sinyal SPWM Unipolar

Gambar 3.24 merupakan sinyal SPWM unipolar dimana

nantinya data yang didapat dari sinyal tersebut akan digunakan sebagai data pada mikrokontroler.

Dari hasil komparator tersebut kemudian dicacah sebanyak 200 pencacahan , sehingga didapatkan data yang digunakan sebagai pembangkit sinyal pada mikrokontroler. Data tersebut terlampir di lampiran.

Dari simulasi matlab ini maka dapat diambil sampling per periode untuk switching MOSFET agar bisa direalisasikan ke dalam program untuk mikrokontroler ATMEGA 16. Untuk pemberian nilai OCR timer dalam menentukan output sinyal SPWM sehingga menghasilkan 50 Hz , periode 20 ms dengan data hasil pencacahan dari matlab sebanyak 201.

Periode data :

msTdata 099.020120

==

Clock Value 172800 Hz maka periode clock value :

sxf

Tvalueclock

valueclock610787.5

17280011 −

−− ===

Nilai OCR:

Tega

ngan

(V)

Page 24: invereter

52

Hxx

TTNilai

valueclock

dataOCR 1117

10787.510099.0

6

3

==== −

− Sinyal yang dibangkitkan dari mikrokontroler AT Mega 16

pada port C. Untuk setting code vision terlihat pada Gambar 3.23.

Gambar 3.25 Setting Code Vision