Upload
pressa-surya
View
339
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
inverter connect to grid
Citation preview
29
BAB 3 PEMODELAN DAN PERANCANGAN ALAT
3.1 Pemodelan Sistem Pemodelan sistem ini bertujuan untuk mempermudah suatu
kerja rangkaian yang berada pada inverter satu fasa dengan metode voltage controlled. Pada Gambar 3.1 menunjukkan gambaran pembangkit tenaga surya. Untuk tugas akhir ini hanya dibahas mengenai inverter dengan metode voltage controler. Dimana fungsi dari inverter tersebut untuk menyuplai daya ke grid. Besarnya daya yang disuntikkan tergantung dari switching yang diberikan ke inverter.
Gambar 3.1 Gambaran Pembangkit Tenaga Surya
3.1.1 Pemodelan Inverter Satu Fasa Tipe inverter yang nantinya akan dibuat adalah tipe full
bridge inverter, dimana terdapat 4 buah Power Mosfet yang terkontrol. Pemodelan inverter ini akan disimulasikan dengan menggunakan software PSIM. Untuk menstabilkan tegangan input DC digunakan inverter tipe VSI (Voltage Source Inverter), dimana dipasang kapasitor elektrolit yang diparallel dengan sumber DC. Gambar 3.2 merupakan simulasi SPWM inverter yang dilakukan dengan software PSIM.
SWITCHING SPWM
30
Gambar 3.2 Rangkaian Inverter Satu Fasa
Rangkaian inverter ini mendapat tegangan supply DC sebesar
48 V. sedangkan frekuensi switchingnya 1 KHz. Sinusoidal Pulse Width Modulation dibangkitkan dengan cara membandingkan antara sinyal segitiga dengan sinyal sinus. Pengelompokan sinyal dikerjakan dengan membandingkan sebuah sinyal referensi (sinus), dengan amplitudo gelombang pembawa (sinyal segitiga). Frekuensi sinyal referensi menunjukkan frekuensi dasar tegangan output. Pada proyek akhir ini, gelombang PWM dibangkitkan melalui mikrokontroler AT Mega 16.
Gambar 3.3 Sinyal Output Inverter Sebelum di Filter
Tega
ngan
(V)
Time (ms)
31
Time (s)
Gambar 3.4 Sinyal Output Inverter Setelah di Filter
3.1.2 Pemodelan Zero Crossing Detector dan Penggeser Fasa Rangkaian zero crossing detector ini bekerja dengan sinyal
sinusoida sebagai input-an ke op-amp non inverting. Dimana dari op-amp tersebut akan dihasilkan output berupa sinyal persegi, sinyal ini berfungsi untuk mendeteksi perubahan dari “0” ke “1”. Sedangkan rangkaian penggeser fasa berfungsi untuk menggeser fasa jika sinyal inverter lagging terhadap sinyal grid.
Gambar 3.5 Rangkaian Zero Crossing Detector dan Penggeser Fasa
Penggeser Fasa
Zero crossing Detector
Tega
ngan
(V)
32
Time (ms)
Time (ms)
Gambar 3.6 Sinyal Hasil Simulasi Rangkaian Penggeser Fasa dengan Software Proteus Gambar 3.6 menunjukkan sinyal hasil penggeseran fasa dengan
sinyal referensi. Jika sinyal inverter nantinya lagging beberapa derajat, maka dengan menggunakan rangkaian ini sinyal inverter dapat digeser hingga sefasa dengan sinyal grid.
Gambar 3.7 Sinyal Hasil Simulasi Rangkaian Zero Crossing Detector dengan Software Proteus
Gambar 3.7 menunjukkan sinyal hasil simulasi rangkaian zero
crossing detector dengan mengguunakan software proteus. Dimana posisi titik “0” tepat pada perpindahan dari “0” ke “1”.
2 V/div 2ms /div
Tega
ngan
(V)
2 V/div 2ms /div
Tega
ngan
(V)
Sinyal Hasil Penggeseran Fasa
Sinyal Referensi
Sinyal Zero Crossing detector
Sinyal Referensi
33
3.1.3 Pemodelan Inverter Satu Fasa yang Terhubung dengan Grid
Gambar 3.8 Rangkaian Inverter yang Terhubung dengan Grid
Pada Gambar 3.8 diatas menunjukkan hubungan antara
inverter dan grid. Seperti yang telah dijelaskan, untuk menghubungkan antara inverter dan grid diperlukan transformer dengan maksud sebagai isolasi atau pemisah antara keduanya.
Gambar 3.9 Sinyal Inverter dan Grid
Gambar 3.9 menunjukkan sinyal antara inverter dan grid dengan amplitudo, frekuensi, dan fasa yang sama
V Grid
V Inv
Tega
ngan
(V)
Time (S)
34
V Grid
V Inv Tega
ngan
(V)
Time (S)
3.2 Rangkaian Untuk Analisa Aliran Daya Pada Gambar 3.10 menunjukkan hubungan antara grid
dengan inverter. Rangkaian diatas dilengkapi watt meter untuk mengetahui besar daya diberikan sekaligus mengetahui sumber mana yang mencatu dan mana yang menyerap.
Dibawah ini diberikan beberapa kemungkinan hubungan antara grid dengan inverter.
Gambar 3.10 Rangkaian untuk Analisa Aliran Daya 3.2.1 Amplitudo dan Sudut Fasa antara Grid dan Inverter Sama Pada Gambar 3.11 memperlihatkan hasil running rangkaian
saat besar tegangan dan sudut grid dengan inverter adalah sama. Dapat dilihat bahwa arus yang mengalir pada rangkaian diatas sangat kecil atau dapat dikatakan sama dengan nol.
(a)
35
I Grid
I Inv Aru
s (m
A)
Time (S)
(b)
Gambar 3.11 Tegangan dan Arus Keluaran saat Vgrid = 220<00 dan Vinv = 220 <00
Sedangkan pada Gambar 3.12 memperkuat Gambar 3.11, yang menunjukkan bahwa besar daya yang dicatu oleh kedua sumber sangat kecil sekali atau bisa dianggap tidak ada dan sama dengan nol.
Gambar 3.12 Daya Keluaran saat Vgrid = 220<00 dan Vinv = 220 <00 3.2.2 Tegangan Grid Leading Terhadap Tegangan Inverter
dengan Amplitudo Sama Dengan merubah sudut pada grid menjadi leading 300
terhadap inverter maka hasil running didapatkan seperti pada Gambar 3.13 dengan besar magnitudo yang sama dan beda sudut fasa -300 didapatkan arus yang mengalir dalam rangkaian tersebut sama besarnya, tetapi berbeda arah.
Day
a (W
)
Time (S)
P inv
P grid
36
(a)
(b) Gambar 3.13 Tegangan dan Arus Keluaran dari Grid dan Inverter saat Vgrid = 220<00 dan Vinv = 220<-300
Jika dilihat secara phasor arah arusnya berbeda 1800. Arah
positif sejajar dengan arus grid sedangkan arah negatif sejajar dengan arus inverter. Hal ini menegaskan bahwa inverter menyerap arus yang dicatu oleh grid, atau dengan kata lain inverter berfungsi sebagai beban.
Dibawah ini diuraikan perhitungan aliran daya :
Tega
ngan
(V)
Angle(Φ)
I Grid
I Inv
Tega
ngan
(V)
Angle(Φ)
V Grid
V Inv
37
220 0 220 30
0.1 1.57
220 190.53 110
0.1 1.57
29.47 110
0.1 1.57
29.47 110
0.1 1.57 0.1 1.570.1 1.57
2.947 11 172.7 46.270.01 0.157 2.46 0.157
175.647 35.27
2.47
71.11 14.28
72.53 11.35 A Daya Grid: Irms = 50.28 – j10.1 A Vrms = 155.56 V Daya = Vpln x I* = 155.56 x (50.28 + j 10.1) = 7821.56 + j1571.2 Daya Inverter Irms = 50.28 – j10.1 A Vrms = 134.73 – j77.78
38
Angle(Φ)
Angle(Φ)
Daya = V x I* = (134.73 – j77.78) x (50.28 + j10.1) = 6774.22 -j3910.78 + 785.56 +j1360.77 = 7559.78 – j2550.01 Dari perhitungan didapatkan bahwa grid mencatu daya aktif sebesar 7821.56 W dan inverter menyerap daya aktif sebesar 7559.78 W. Untuk daya reaktif kedua-duanya mennyuplai daya ke Z sebesar 1571.2 + 2550.01 = 4121.21 A Var.
3.2.3 Tegangan Grid Lagging Terhadap Tegangan Inverter
dengan Amplitudo Sama
(a)
(b) Gambar 3.14 Tegangan dan Arus Keluaran dari Grid dan Inverter saat Vgrid = 220<00 dan Vinv = 220<300
Tega
ngan
(V)
V Inv
V Grid
Tega
ngan
(V)
I Inv
I Grid
39
Kasus yang terakhir dengan meembuat sudut inverter leading 300 terhadap grid. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.14, dengan besar tegangan yang sama dan beda sudut inverter dan grid 300 maka besar arus yang mengalir dalam rangkaian adalha sama besarnya tetapi berbeda arah 1800. Jika dilihat dari phasor maka arah arus inverter sejajar dengan sumbu positif sedangkan arus grid sejajar sumbu negative. Hal ini dapat disimpulkan bahwa grid adalah beban dan menyerap arus dari inverter.
Dibawah ini diberikan perhitungan besar dan aliran daya sebagai pembanding.
220 0 220 30
0.1 1.57
220 190.53 110
0.1 1.57
29.47 110
0.1 1.57
29.47 110
0.1 1.57 0.1 1.570.1 1.57
2.947 11 172.7 46.270.01 0.157 2.46 0.157
169.75 57.27
2.47
68.72 23.19
72.53 18.65 A Daya Grid: Irms = -48.6 – j16.4 A
40
Vrms = 155.56 V Daya = Vpln x I* = 155.56 x (-48.6 + j16.4) = -7560.22 + j2551.2 W Daya Inverter Irms = -48.6 – j16.4 A Vrms = 134.73 + j77.78 Daya = V x I* = (134.73 + j77.78) x (-48.6 + j16.4) = -6547.88 -j3780.1 - 1275.6 + j2209.57 = - 6547.88 – j1570.53 W Dari perhitungan didapatkan bahwa sebelumnya grid sebagai sumber adalah salah karena P negative dan Q positif, grid menyerap daya daya aktif sebesar 7560.22 dan mencatu daya reaktif 2551.2, jadi grid ini berfungsi sebagai beban. Demikian dengan inverter mempunyai P negative dan Q negative. Karena inverter membangkitkan daya aktif sebesar 6547.88 dan mencatu daya reaktif sebesar 1570.53, jadi sebenarnya inverter berfungsi sebagai sumber. Untuk daya rektif yang diserap reaktansi Z adalah 2551.2 + 1570.53 = 4121.73 Var.
3.3 Blok Diagram Sistem
Secara umum gambaran sederhana dari sistem kerja rangkaian inverter seperti Gambar 3.15. Rangkaian inverter mendapatkan sumber tegangan input DC sebesar 48 V dari accu. Rangkaian inverter dikontrol dengan mikrokontroler AVR menggunakan sinyal SPWM (Sine Pulse Width Modulation). Sinyal SPWM tersebut dihasilkan dari komparator antara sinyal sinusoidal
41
dan sinyal segitiga dengan menggunakan program MATLAB. Perbandingan antara sinyal sinusoidal dan sinyal segitiga akan menghasilkan sinyal persegi.
Gambar 3.15 Blok Diagram Sistem
Tegangan keluaran dari inverter sangat tergantung dari
switching pada MOSFET. Agar dapat bekerja sebagai switch maka MOSFET harus diberi trigger. Kecepatan switching dapat diatur sesuai dengan kebutuhan aplikasi rangkaian yaitu dengan mengatur frekuensi pembangkit pulsanya.
Rangkaian yang digunakan untuk driver MOSFET pada proyek akhir ini terdiri dari rangkaian SPWM atau pembangkit sinyal pulsa, rangkaian optocoupler (pemisah elektrik), dan rangkaian totempole yang digunakan untuk mengurangi switching losses.
3.4 Perencanaan Perangkat Keras (Hardware) Berikut ini perancanaan perangkat keras dalam
menyelesaikan proyek akhir ini. 3.4.1 Sistem Minimum Atmega 16 Minimum sistem ini merupakan sistem kontrol dari
keseluruhan sistem kerja. Pada proyek akhir ini digunakan sistem minimum yang berbasis pada mikrokontroler ATmega16(L), digunakan ATmega16(L) karena bahasa pemrograman AVR tersebut adalah bahasa C yaitu bahasa pemrograman tingkat menengah (bahasa instruksi program mendekati bahasa manusia) sehingga lebih mudah untuk membuat atau menerapkan suatu algoritma program. Kelebihan lainnya adalah setiap pin dalam satu port dapat kita
42
tentukan sebagai input atau output secara mudah karena didalamnya sudah dilengkapi fasilitas tersendiri untuk inisialisasi. Gambar 3.16 menunjukkan minimum sistem Atmega 16.
Gambar 3.16 Minimum Sistem Atmega 16
Mikrokontroler ATmega 16(L) mempunyai 32 bit jalur I/O
yang terbagi menjadi 4 port, yaitu portA, portB, portC dan portD, dan alokasi penggunaan port dijelaskan sebagai berikut :
a. Port A
Port A merupakan port I/O 8 bit bi-directional yang masing-masing pinnya dikonfigursikan sebagai ADC. Masing-masing pin dalam port ini juga memiliki fasilitas berupa resistor pull-up internal yang berguna untuk memberikan kondisi yang tentu (tidak mengambang) pada saat dikonfigursikan sebagai input, tanpa harus memberikan pull-up eksternal.
b. Port B
Port B merupakan port I/O 8 bit bi-directional yang masing-masing pinnya dikonfigursikan secara individual. Masing-masing pin dalam port ini juga memiliki fasilitas berupa resistor pull-up internal yang berguna untuk memberikan kondisi yang tentu (tidak mengambang) pada saat dikonfigurasikan sebagai input, tanpa harus memberikan pull-up eksternal. Untuk mendukung alamat port ini terdapat tiga buah alamat mermori khusus yang digunakan untuk menangani fungsi dari port B.
X1
CRYSTAL
C1
22pC2
22p
C310u
R21k
PB0/T0/XCK1
PB1/T12
PB2/AIN0/INT23
PB3/AIN1/OC04
PB4/SS5
PB5/MOSI6
PB6/MISO7
PB7/SCK8
RESET9
XTAL212 XTAL113
PD0/RXD 14
PD1/TXD 15
PD2/INT0 16
PD3/INT1 17
PD4/OC1B 18
PD5/OC1A 19
PD6/ICP1 20
PD7/OC2 21
PC0/SCL 22
PC1/SDA 23
PC2/TCK 24
PC3/TMS 25
PC4/TDO 26
PC5/TDI 27
PC6/TOSC1 28
PC7/TOSC2 29
PA7/ADC733 PA6/ADC634 PA5/ADC535 PA4/ADC436 PA3/ADC337 PA2/ADC238 PA1/ADC139 PA0/ADC040
AREF 32
AVCC 30
U1
ATMEGA16
43
c. Port C Sebagaimana penjelasan seperti Port B, tetapi Port C
memiliki pin-pin khusus yaitu antarmuka JTAG enable, resistor-resistor pull-up pada pin-pin PC5(TDI), PC3(TMS), PC2(TCK) akan diaktifkan sekalipun terjadi reset.
d. Port D
Sebagaimana Port B, Port D juga memiliki tiga buah lokasi memori yang berkitan dengan penggunanya sebaga port I/O. Memori tersebut yaitu Port D, DDRD, dan Pin D.
Pada tugas akhir ini untuk pembagian port-port sebagai I/O dapat ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Pembagian Port-Port pada AVR ATmega 16
Port Fungsi Port C.4-7 Sebagai Output SPWMPort D.2 Sebagai Interrupt Zero Crossing Detector Port A.0 Sebagai Input ADC
3.4.2 Inverter
VDC = 48 V Pada sisi sekunder transformator step-up V = 220 V P = 100 W
PV
= 0.45 A Pada sisi primer transformator step-up V1 x I1 = V2 x I2
1 V IV
44
1 = 4.17 A
Perencanaan dan pembuatan Single Phase Full Bridge
Inverter secara lengkap ditunjukkan pada Gambar 3.15. Rangkaian Single Phase Full Bridge Inverter menggunakan Mikrokontroler ATMega 16 sebagai pembangkit Sinusoida PWM untuk menyulut Mosfet. Sinusoida PWM keluaran dari Mikrokontroler ATmega 16 dihubungkan dengan rangkaian optocoupler yang digunakan sebagai pemisah antara Mikrokontroler dengan Mosfet. Dengan rangkaian optorcoupler mikrokontroler sebagai pembangkit sinusoida PWM utama terhindar dari kerusakan, apabila terdapat arus balik dari rangkaian Single Phase Full Bridge Inverter.
Gambar 3.17 Single Phase Full Bridge Inverter dan Driver Mosfet
Kemudian sinusoida PWM keluaran dari rangkaian
optocoupler digunakan untuk melakukan switching atau perubahan kondisi dari low ke high dengan cepat. Sinusoida PWM untuk penyulutan mosfet di design dengan frekuensi 50 Hz. Single Phase Full Bridge Inverter memperoleh masukan dari keluaran accu sebesar 48 Vdc dan di design untuk menghasilkan tegangan keluaran sebesar 220 Vac
Pada rangkaian Single Phase Full Bridge Inverter membutuhkan empat buah piranti swithing (MOSFET) yang bekerja secara berpasangan dan bekerja (on-off) secara bergantian, maka
45
membutuhkan dua buah pulsa yang bekerja on-off secara bergantian. Rangkaian Single Phase Full Bridge Inverter pada Gambar 3.17. di design untuk menghasilkan tegangan 220 Vac . Untuk menghasilkan tegangan dan arus 220 Vac, maka piranti yang yang sesuai untuk Single Phase Full Bridge Inverter menggunakan MOSFET tipe IRF 460.
MOSFET IRFP 460 memiliki kemampuan switching diatas 50 KHz. Tegangan drain-source (VDS) cukup aman untuk tegangan 220 V, Karena MOSFET IRF 460 memiliki batas kemampuan tegangan drain-source sampai 500 V dan arus drain ID 20 Ampere.
3.4.3 Driver MOSFET (Optocoupler dan Totempole) Tegangan keluaran yang akan dihasilkan tergantung pada
waktu switching, maka dari itu diperlukan suatu piranti switching yang dapat dikendalikan dengan mudah. Dalam hal ini piranti yang digunakan adalah MOSFET. Agar mosfet dapat bekerja sebagai switch maka mosfet harus diberi trigger agar switch tersebut dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Kecepatan switching juga dapat diatur sesuai kebutuhan aplikasi rangkaian yaitu dengan mengatur frekuensi pembangkit pulsanya.
Rangkaian yang digunakan untuk driver MOSFET pada proyek akhir ini terdiri dari rangkaian PWM atau pembangkit sinyal pulsa, rangkaian optocoupler (pemisah elektrik), rangkaian tottem pole yang digunakan untuk mengurangi switching losses.
TLP 250 merupakan IC optocoupler sekaligus terdapat totempole didalamnya. Rangkaian ini digunakan sebagai isolated rangkaian driver mikrokontroller terhadap rangkaian inverter. Secara umum rangkaian skema dari IC TLP 250 ditunjukkan pada Gambar 3.18 berikut:
Gambar 3.18 Skema IC TLP250
46
3.4.4 Filter Pasif RC Rangkaian filter pasif RC ini berfungsi untuk
mengurangi ripple tegangan dari output inverter. Frekuensi cut-off = 50 Hz, untuk memenuhi persamaan , jika dipilih C = 0.82 maka 50
. .
R = 3883 Ω ~ 3.9K Ω
Gambar 3.19 Rangkaian RC Low Pass Filter
3.5 Perencanaan Perangkat Lunak (Software) Dalam proyek akhir ini, menggunakan software pemrograman
Code Vision AVR. Code Vision adalah suatu compiler program software yang menggunakan bahasa pemrograman C. Sehingga lebih memudahkan dalam menjalankan algoritma program yang telah dibuat.
3.5.1 Flow Chart 1.Algoritma Zero Crossing Detector (ZCD)
Rangkaian ZCD menggunakan op-amp yang difungsikan sebagai non-inverting. Cara kerja rangkaian ZCD adalah mendeteksi perubahan dari “0” ke “1”, dimana input nya berupa sinyal sinusoida dan output berupa sinyal persegi. Algoritma ZCD ditunjukkan pada Gambar 3.18 dengan alur program sebagai berikut.
a. Power di “ON” kan. b. Input ZCD pada port D.2 (Interrupt 0). b. Zero mencounter sebanyak 50 (selama 1 detik). c. Jika belum mencapai 50 program akan me-looping terus
0.82 μF
3k9 Ω
47
START
Int zero, a, I, pas Float b Unsigned char sinyal TCCR0=0x03 TCNT0=0x00 OCR0=0x11 INT0 = 1
pas=1 PORTC=sinyal[i] i++
0
zero>50)
i==201
i=0 TCNT0=0
END
d. Jika sudah mencapai 50, maka data SPWM akan dikirimkan ke Port C.4-7.
N Algoritma ZCD
Y
N Algoritma Pengiriman Data SPWM
Y
Gambar 3.20 Flowchart Sistem
2. Algoritma Pengiriman Data Sinusoida PWM a. Jika zero telah mencounter sebanyak 50.
48
b. Maka data SPWM akan diberikan ke port C.4-7 c. Jika data SPWM yang dikirimkan belum mencapai 201 maka
akan melooping terus. d. Jika data SPWM telah mencapai 201, maka data akan kembali
ke 0 lagi dan mencounter lagi hingga 201.
3.5.2 Perencanaan Pembangkitan Sinyal Sinusoida PWM
Rangkaian inverter ini digunakan untuk merubah tegangan DC sebesar 48 V keluaran dari accu menjadi tegangan AC sebesar 220 V. Komponen semikonduktor yang digunakan adalah MOSFET. Gambar 3.21 menunjukkan gambar rangkaian Rangkaian Inverter full bridge Single Phase. Besarnya tegangan yang keluaran inverter bergantung pada sudut penyulutan dari base MOSFET. Pengaturan rangkaian trigger ini dilakukan dengan Sine Pulse Width Modulation (SPWM) jenis bipolar.
Gambar 3.2 Rangkaian Inverter Full Bridge Single Phase
Dalam membangkitkan teknik switching SPWM secara
digital, harus diketahui dahulu kondisi ON dan OFF ( kondisi switching) sinyal drive masing-masing MOSFET.
Tabel 3.2 Kondisi Penyulutan[1]
State Va Vb Voutput S1+ , S2- ON dan S1-, S2+ OFF V/2 -V/2 V S1+ , S2- OFF dan S1-, S2+ ON -V/2 V/2 -V S1+ , S2+ OFF dan S1-, S2- ON -V/2 -V/2 0 S1+ , S2+ ON dan S1-, S2- OFF V/2 V/2 0
49
Dalam hal ini, untuk membangkitkan metode switching PWM untuk mengetahui kondisi high dan low switching pada MOSFET. Kondisi penyulutan empat MOSFET tersebut terlihat pada Tabel 3.2.
Parameter SPWM inverter :
HzfvoltV
voltV
out
out
in
50220
48
===
Prinsip kerja pembangkitan sinyal PWM sinusoida satu fasa
adalah mengatur lebar pulsa mengikuti pola gelombang sinusoida. Frekuensi sinyal referensi menentukan frekuensi keluaran inverter. Untuk mengetahui rasio modulasi frekuensi dari pembangkitan SPWM dapat dihitung dengan persamaan:
m
cf f
fM =
Dimana : Mf = rasio modulasi fc = frekuensi gelombang segitiga fm = frekuensi gelombang sinus
Dalam projek akhir ini dirancang frekuensi gelombang
segitiga adalah 1 kHz dan frekuensi gelombang sinus antara 50 Hz. Dengan demikian rasio modulasi dapat dihitung sebagai berikut :
Untuk fm = 50 Hz
2050
1000===
m
cf f
fM
Program matlab untuk pembangkitan SPWM dengan frekuensi 50 Hz dan frekuensi sinyal segitiga 1000 Hz ( 1KHz ) dapat dilihat di lampiran.
Dari program tersebut menghasilkan sinyal persegi dari komparator antara gelombang sinus dengan gelombang segitiga. Gambar 3.20 menunjukkan sinyal komparator beserta hasilnya.
50
Time (S)
Time (S)
Gambar 3.22 Perbandingan Sinyal Sinus dan Sinyal Segitiga Gambar 3.22 menunjukkan komparator antara dua sinyal
sinusoida yang berbeda fasa 1800 pada frekuensi 50 Hz yang merupakan sinyal referensi dengan sinyal segitiga pada frekuensi 1 KHz yang merupakan sinyal carrier
Gambar 3.23 Sinyal Hasil Komparator Gambar 3.23 merupakan sinyal persegi hasil komparator
antara sinyal sinusoida dan sinyal segitiga
Tega
ngan
(V)
Tega
ngan
(V)
51
Time (S)
Gambar 3.24 Sinyal SPWM Unipolar
Gambar 3.24 merupakan sinyal SPWM unipolar dimana
nantinya data yang didapat dari sinyal tersebut akan digunakan sebagai data pada mikrokontroler.
Dari hasil komparator tersebut kemudian dicacah sebanyak 200 pencacahan , sehingga didapatkan data yang digunakan sebagai pembangkit sinyal pada mikrokontroler. Data tersebut terlampir di lampiran.
Dari simulasi matlab ini maka dapat diambil sampling per periode untuk switching MOSFET agar bisa direalisasikan ke dalam program untuk mikrokontroler ATMEGA 16. Untuk pemberian nilai OCR timer dalam menentukan output sinyal SPWM sehingga menghasilkan 50 Hz , periode 20 ms dengan data hasil pencacahan dari matlab sebanyak 201.
Periode data :
msTdata 099.020120
==
Clock Value 172800 Hz maka periode clock value :
sxf
Tvalueclock
valueclock610787.5
17280011 −
−− ===
Nilai OCR:
Tega
ngan
(V)
52
Hxx
TTNilai
valueclock
dataOCR 1117
10787.510099.0
6
3
==== −
−
− Sinyal yang dibangkitkan dari mikrokontroler AT Mega 16
pada port C. Untuk setting code vision terlihat pada Gambar 3.23.
Gambar 3.25 Setting Code Vision