25
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam praktik kedokteran aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukum dan disiplin. Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi kedisiplinan mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif dan semakin dipersulit apabila masuk ke domain hukum. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik, pelanggaran disiplin, dan juga pelanggaran hukum (Soeparto, 2006). Dokter bukanlah angel of healing, dokter adalah manusia biasa dan karena itu tidak jarang mereka keliru dalam menegakkan diagnosis. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kesalahan diagnosis bukanlah kejadian yang langka. Ada penelitian di Inggris, misalnya, yang mengungkapkan bahwa secara umun dokter melakukan kesalahan diagnosis pada sekitar 8-24% dari pasien yang ditanganinya. Kesalahan diagnosis ini bukan hanya terjadi pada praktik pribadi dokter tetapi juga di rumah sakit–rumah 1

isi SDL

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: isi SDL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Di dalam praktik kedokteran aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan

dari aspek hukum dan disiplin. Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga

kewajiban memenuhi standar profesi kedisiplinan mengakibatkan penilaian

perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan

penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur

dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat

administratif dan semakin dipersulit apabila masuk ke domain hukum. Dengan

demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik,

pelanggaran disiplin, dan juga pelanggaran hukum (Soeparto, 2006).

Dokter bukanlah angel of healing, dokter adalah manusia biasa dan karena

itu tidak jarang mereka keliru dalam menegakkan diagnosis. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa kesalahan diagnosis bukanlah kejadian yang langka. Ada

penelitian di Inggris, misalnya, yang mengungkapkan bahwa secara umun dokter

melakukan kesalahan diagnosis pada sekitar 8-24% dari pasien yang ditanganinya.

Kesalahan diagnosis ini bukan hanya terjadi pada praktik pribadi dokter

tetapi juga di rumah sakit–rumah sakit yang memiliki peralatan medis lengkap dan

memadai. Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa di tingkat rumah sakit

kesalahan diagnosis terjadi pada sekitar 155 dari 1000 pasien yang dirawat.

Kesalahan diagnosis yang terjadi memiliki tingkat fatalitas yang bermacam-

macam, dan bisa melanggar berbagai macam aspek, yaitu pelanggaran etik,

disiplin, dan hukum.

Timbulnya kesalahan diagnosis dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu

dokter, pasien, dan alat pemeriksaan. Ada tipe dokter, yang karena keterbatasan

waktu, pengetahuan, dan keterampilan yang dimilikinya, yang cenderung

menyimplifikasikan tiap keluhan yang disampaikan pasien kepadanya.

Sebaliknya, ada pula dokter yang amat sensitif dengan keluhan pasien. Dokter

jenis ini biasanya sangat aware dengan penyakit-penyakit spesifik yang sangat

1

Page 2: isi SDL

dikenal. Tetapi, pada kondisi ini dokter menjadi supersensitif terhadap setiap

keluhan dan tanpa sadar melakukan overdiagnosis terhadap pasiennya.

Selain faktor dokter, faktor pasien juga berkontribusi terhadap kesalahan

diagnosis. Banyak pasien yang tidak mampu mengidentifikasi keluhan utamanya

atau tidak dapat memberikan keterangan yang jelas kepada dokter mengenai

keluhannya. Mereka kesulitan mengungkapkan hal-hal detail tentang penyakitnya.

Banyak pula di antara mereka yang tidak mau berterus terang tentang penyakitnya

karena malu dan tabu. Kondisi ini akan berkontribusi terhadap terjadinya

kesalahan diagnosis yang dibuat dokter.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah alat-alat pemeriksaan. Semua

alat pemeriksaan medis memiliki keterangan batasan yang disebut sebagai nilai

sensitivitas atau spesivisitas. Semua alat pemeriksaan medis dioperasikan oleh

manusia dan karena itu faktor subjektivitas manusia juga berperan dalam

terjadinya kesalahan diagnosis. Ketika melakukan pemeriksaan dan melaporkan

hasil pemeriksaan, seorang petugas laboratorium dapat saja melakukan kesalahan

akibat pengaruh faktor fisik, psikis, dan bias yang dialami oleh mereka.

Untuk menegakkan diagnosis yang akurat, seorang dokter perlu

menggabungkan informasi dari pasien dengan pengetahuan dan keterampilan

medisnya. Selain itu, mereka juga perlu ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium

yang baik. Kesalahan diagnosis pada hakikatnya bersifat multi-faktorial. Satu saja

dari faktor ini terganggu akan menyebabkan terjadinya kesalahan diagnosis

(Mochtar, 2009).

1.2. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan perbedaan pelanggaran etik, disiplin, dan hukum.

2. Menyelesaikan permasalahan yang terkait dalam aspek etik, disiplin,

dan hukum.

3. Sebagai bekal dalam menjalankan profesi dokter gigi di masa yang akan

datang dengan memperhatikan aspek etik, disiplin, dan hukum.

2

Page 3: isi SDL

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kasus Sita dengan RS Pondok Indah

Sengketa antara keluarga almarhumah Sita Dewi dan pihak RS Pondok

Indah berawal dari tidak diberitahukannya hasil pemeriksaan laboratorium

patologi anatomi terbaru yang menyebutkan bahwa tumor yang dideritanya adalah

tumor ganas. Pada pemeriksaan patologi anatomi yang pertama, disebutkan bahwa

tumor yang diderita adalah tumor jinak sehingga dokter hanya memberikan

perawatan sesuai hasil pemeriksaan dan hanya mengangkat tumor tersebut.

Setelah tumor diangkat dan dilakukan pemeriksaan patologi anatomi ulang

barulah didapatkan hasil yang berbeda yaitu tumor tersebut adalah tumor ganas.

Setelah 1 tahun operasi, Sita mengeluhkan adanya benjolan pada perutnya dan

memeriksakan diri ke dokter Ichramsyah (dokter yang merawatnya dahulu). Dari

dokter Ichramsyah barulah Sita mengetahui bahwa dia menderita tumor ganas dan

mulai melakukan kemoterapi. Namun kemoterapi yang dijalankan belum selesai,

Sita meninggal dunia. Dengan kejadian tersebut, pihak keluarga menuntut ganti

rugi 20 miliar kepada pihak rumah sakit dan dokter. Namun rumah sakit hanya

mau mengganti rugi 400 juta dan dikemudikan dinaikkan menjadi 1 miliar. Pihak

keluarga tetap bersikukuh dengan tuntutannya dan mengajukan ke pihak hukum.

Dari hasil persidangan didapatkan putusan bahwa pihak dokter dan rumah sakit

harus mengganti rugi sebanyak 2 miliar. (www.majalahtrust.com)

2.2. Analisis Kasus

Dalam kasus Sita Dewati Darmoko disini didapatkan akar

permasalahannya adalah bahwa dokter yang menangani Sita melakukan kesalahan

yang berakibat sangat fatal, yaitu hilangnya nyawa Sita akibat kesalahan diagnosis

yang berujung tidak diberitahukannya hasil rekam medis tersebut (tidak

diberitahukan hasil laboratorium patologi anatomi yang baru tentang adanya

tumor ganas yang diderita Sita hingga berakibat kematian). Hal ini sudah sangat

jelas melanggar hak pasien dan kewajiban dokter itu sendiri.

3

Page 4: isi SDL

Setiap pelanggaran yang secara sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh

dokter mengandung tiga jenis unsur pelanggaran yaitu pelanggaran etik, disiplin,

dan hukum. Sebelum masuk ke pembahasan mengenai pelanggaran pada kasus

diatas, sebaiknya mengetahui letak perbedaan ketiga jenis pelanggaran tersebut.

Tabel 1. Perbedaan Etik, Disiplin, dan Hukum

Etik Disiplin Hukum

Masalah Moral

(baik~buruk)

Masalah standar

profesi/perilaku pelayananMasalah benar~salah

Dibuat Organisasi

Profesi (IDI/PDGI)

Dibuat KKI (bersama stake

holder)

Dibuat pemerintah dan

DPR, UU/PP/Kepres/dll

Kode etik kedokteran/

Kode etik kedokteran

gigi, diatur untuk norma

perilaku pelksanaan

profesi

Diatur untuk norma

perilaku pelaksanaan

profesi

Diatur untuk norma

perilaku manusia

umumnya

Sanksi : moral atau

psikologis

Sanksi :

moral/peringatan/cabut ijin,

Re schooling

Sanksi pidana (mati,

kurungan, penjara atau

denda)

Sanksi Perdata (ganti

rugi)

Sanksi administrasi

(teguran, cabutan ijin)

Yang berwenang

mengadili organisasi

profesi (MKEKG-

PDGI/MKEK-IDI)

Yang berwenang mengadili

adalah MKDKI

Yang berwenang

mengadili adalah

pengadilan

Di kasus ini juga pihak-pihak yang terkait memiliki statement masing-

masing untuk mengukuhkan pendapatnya bahwa pihak-pihak tersebut tidak

bersalah. Contohnya saja seperti berikut :

4

Page 5: isi SDL

a. Statement Dokter

Kuasa hukum dokter Ichramsyah, menyatakan bahwa dokter tidak

bersalah karena dokter hanya bekerja berdasarkan sarana dan prasarana

Rumah Sakit, termasuk didalamnya dokumen hasil PA. Dokter juga

memberikan penanganan yang sesuai, karena hasil PA menyatakan

bahwa tumor itu tidak ganas.

b. Statement Pasien (Ahli Waris Pasien)

Pasien juga memiliki sanggahan yang tidak kalah menyudutkan untuk

pihak dokter dan Rumah Sakit, bahwa kesalahan yang dilakukan pihak

dokter dan Rumah Sakit sangat fatal, yaitu tidak diberitahukannya hasil

pemeriksaan patologi anatomi terbaru sehingga pasien kehilangan waktu

satu tahun untuk menyembuhkan dan menjalani terapi bagi penyakitnya,

sehingga nyawa pasien sudah tidak tertolong lagi.

2.3. Jenis Pelanggaran

2.3.1. Pelanggaran yang dilakukan dokter

a. Pelanggaran Etik

Kode Etik Kedokteran

1. Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan

pasien dan sejawatnya dan berupaya untuk mengingatkan

sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekuranfan dalam

karakter atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau

penggelapan dalam menangani pasien.

2. Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak

sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya dan harus

menjaga kepercayaan pasien.

Sesuai pasal tersebut, dokter bersikap tidak jujur dalam

memberikan hasil laboratorium patologi anatomi yang baru dan

5

Page 6: isi SDL

tidak menghormati hak pasien yaitu untuk mendapatkan isi rekam

medis.

b. Pelanggaran Disiplin

Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No. 17/KKI/KEP/VIII/2006

tentang Pedoman Penegakan Disiplin Profesi Kedokteran

1. Butir 6

Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya

tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya

dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa

alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat

membahayakan pasien.

2. Butir 8

Tidak menjelaskan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai

kepada pasien atau keluarganya yang melakukan praktik

kedokteran.

Sesuai penjelasan di atas, dokter melakukan pelanggaran yaitu

tidak melakukan yang seharusnya dilakukan dengan tidak

melakukan tindakan yang sesuai dengan hasil laboratorium

patologi anatomi yang baru. Selain itu dokter tidak memberikan

penjelasan yang detail ke pasien.

c. Pelanggaran Hukum

Undang–Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

1. Pasal 52 tentang Hak Pasien

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,

mempunyai hak:

a) mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan

medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3)

tentang diagnosis dan tata cara tindakan medis; tujuan

tindakan medis yang dilakukan; alternatif tindakan lain dan

6

Page 7: isi SDL

risikonya; risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;

prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

c) mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

e) mendapatkan isi rekam medis.

2. Pasal 47

1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal

46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana

pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis

merupakan milik pasien.

Berdasarkan penjelasan pasal–pasal tersebut, pelanggaran yang

dilakukan dokter antara lain melanggar hak pasien yakni untuk

mendapatkan isi rekam medis. Dalam hal ini, isi rekam medis

merupakan milik pasien. Selain itu dokter juga tidak

memberitahukan kepada pasien tentang kesalahan diagnosis

yang dilakukannya, yaitu mengenai tumor jinak yang ternyata

merupakan tumor ganas. Oleh karena itu dokter hanya

memberikan pelayanan medis sesuai dengan diagnosis awal

yaitu penanganan untuk tumor jinak.

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

1. Pasal 4

Setiap orang berhak atas kesehatan

2. Pasal 8

Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data

kesehatan dirinya termasuk tindakan pengobatan yang telah

maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

Berdasarkan isi pasal–pasal tersebut, dokter melakukan

pelanggaran yakni melanggar hak pasien untuk hidup sehat dan

untuk mendapatkan informasi tentang data kesehatan dirinya

7

Page 8: isi SDL

mengenai adanya perubahan diagnosis dari tumor jinak yang

ternyata tumor ganas.

Undang–Undang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009

1. Pasal 13

Ayat (3), Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit

harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan

Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika

profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan

keselamatan pasien.

Pelanggarannya yaitu dalam bekerja dokter tidak menghormati hak

pasien antara lain mendapatkan isi rekam medis yang merupakan

milik pasien, tidak memberitahukan tentang kesalahan diagnosis

mengenai tumor jinak yang ternyata merupakan tumor ganas, dan

hanya memberikan pelayanan medis sesuai dengan diagnosis awal

untuk penanganan tumor jinak. Selain itu dokter melanggar etika

profesi dengan tidak bersikap jujur dalam memberikan hasil

laboratorium patologi anatomi yang baru.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

1. Pasal 304

Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan

seorang dalam keadaan sengsara padahal menurut hukum yang

berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi

kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu,

diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan

atau pidana denda paling banyak 4.500,00.

2. Pasal 359

Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan

oranglain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5

tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun.

8

Page 9: isi SDL

Pasal tersebut ditujukan kepada dokter. Adapun pelanggarannya

yaitu dokter mengetahui hasil laboratorium patologi anatomi yang

baru bawa hasilnya adalah tumor ganas dan tidak memberitahukan

ke pasien. Jadi, dalam kasus tersebut dokter membiarkan pasien

dalam keadaan sakit yang bertambah.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1. Pasal 1365

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa

kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang

menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk

menggantikan kerugian tersebut.

2. Pasal 1366

Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian

yang disebabkan perbuatan perbuatan, melainkan juga atas

kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.

Pelanggarannya adalah dokter menimbulkan kerugian pada pasien

dengan tidak memberitahukan hasil laboratorium patologi anatomi

yang baru. Dengan sikap tersebut, dokter membiarkan pasien dalam

keadaan sakit yang bertambah karena lamanya waktu sekitar satu

tahun sebenarnya dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit

yang dideritanya ternyata tumor ganas. Dalam prosedur tindakan

medisnya, dokter mengemukakan bahwa tumor ganas tersebut

dapat diminimalisasi dengan menjalani enam kali kemoterapi.

Karena waktu selama satu tahun telah berkurang secara sia–sia

akibat tidak diberitahukan tentang tumor ganas, maka kemoterapi

hanya dapat dilakukan selama dua kali sampai akhirnya Sita

meninggal dunia .

9

Page 10: isi SDL

2.3.2. Pelanggaran yang dilakukan rumah sakit

a. Pelanggaran Hukum

Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

1. Pasal 29 tentang Kewajiban Rumah Sakit

Butir (l), Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai hak dan kewajiban pasien.

2. Pasal 32 tentang Hak Pasien

Butir (j), Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata

cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,

resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis

terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya

pengobatan.

Pelanggaran yang dilakukan rumah sakit adalah tidak memberikan

informasi yang benar, jelas dan jujur tentang hak pasien, dan

melanggar hak pasien yaitu untuk mendapatkan informasi medis,

seperti tercantum dalam Undang–Undang Praktik Kedokteran pasal

52 tentang hak pasien.

b. Pelanggaran Etik

Kode Etik Rumah Sakit Indonesia

1. Pasal 9

Rumah sakit harus mengindahkan hak–hak asasi pasien.

2. Pasal 10

Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita

pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan.

3. Pasal 13

Rumah sakit harus menjamin agar pimpinan staf dan

karyawannya agar senantiasa mematuhi etika profesi masing-

masing.

10

Page 11: isi SDL

Pelanggaran yang dilakukan rumah sakit antara lain tidak

mematuhi hak pasien untuk mendapatkan isi rekam medis,

tidak memberikan penjelasan sebenarnya tentang yang diderita

pasien, dan tidak mematuhi etika profesi.

2.4. Penyelesaian

Kasus antara pihak keluarga Sita Dewi dan rumah sakit berakhir dengan

keputusan pengadilan dengan ganti rugi sebanyak 2 miliar secara tanggung

renteng. Meskipun dalam kasus kami sudah menemukan jalan penyelesaian

melalui jalur pengadilan, tetapi kami sebagai penulis mempunyai gambaran

sendiri tentang penyelesaian kasus tersebut yaitu:

2.4.1. Melalui mediasi

Berdasarkan Undang–Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 pasal

29 bahwa “Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam

menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih

dahulu melalui mediasi”.

Proses mediasi dilakukan oleh pihak mediator dengan menemukan

kedua belah pihak yang sedang bersengketa. Pada kasus, pihak yang

dirugikan langsung melaporkan atau mengadukan kasusnya ke pengadilan.

Seharusnya, pihak yang dirugikan melakukan mediasi untuk mendapat

kesepakatan atas kerugian yang ditimbulkan sehingga pada akhirnya tidak

menimbulkan keputusan yang sepihak.

Sebagaimana mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa

perdata secara non litigasi. Penyelesaian secara sukarela dengan

perantaraan/bantuan pihak ketiga (mediator) yang netral. Campur tangan

hakim sangat terbatas, bahkan mungkin tidak ada.

2.4.2. Melalui MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran)

Berdasarkan adanya pelanggaran etik yang dilakukan oleh dokter,

maka pihak yang menemukan dugaan terjadinya kasus pelanggaran dapat

mengajukan surat pengaduannya kepada MKEK Cabang tempat dimana

terjadinya kasus pelanggaran tersebut.

11

Page 12: isi SDL

Prosedur penanganan pelanggaran etika kedokteran sebagai

berikut:

1. Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik

diteruskan lebih dahulu kepada MKEK.

2. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK.

3. Masalah yang tidak murni serta masalah yang tidak dapat diselesaikan

oleh MKEK dirujuk ke P3EK propinsi.

4. Dalam sidang MKEK dan P3EK untuk pengambilan keputusan, Badan

Pembela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan jika dikehendaki oleh

yang bersangkutan (tanpa hak untuk mengambil keputusan).

5. Masalah yang menyangkut profesi dokter atau dokter gigi akan ditangani

bersama oleh MKEK dan MKEKG terlebih dahulu sebelum diteruskan

ke P3EK apabila diperlukan.

6. Untuk kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etik kedokteran

serta penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan ke P3EK Propinsi.

7. Kasus-kasus pelanggaran etikolegal, yang tidak dapat diselesaikan oleh

P3EK Propinsi, diteruskan ke P3EK Pusat.

8. Kasus-kasus yang sudah jelas melanggar peraturan perundang-undangan

dapat dilaporkan langsung kepada pihak yang berwenang (Hanafiah,

2008).

2.4.3. Melalui MAKERSI (Majelis Kode Etik Rumah Sakit Indonesia)

Sanksi etik berupa :

1. Teguran lisan maupun tertulis oleh MAKERSI.

2. Informasi kepada masyarakat lewat media masa.

3. Rekomendasi kepada yang berwenang unutk meninjau kembali ijin

rumah sakit. Yang berwenang Depkes, Dinkes, PERSI.

12

Page 13: isi SDL

2.4.4. Melalui MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia)

Adanya pelanggaran disiplin dalam kasus tersebut yang dilakukan

oleh dokter maka berdasarkan Undang–Undang Praktik Kedokteran No. 29

Tahun 2004 Pasal 66 bahwa “Setiap orang yang mengetahui atau

kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam

menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada

Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia”.

Keputusan dalam menyelesaikan masalah melalui MKDKI berdasarkan

Undang–Undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 Pasal 69 bahwa

(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.

(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :

a. pemberian peringatan tertulis;

b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin

praktik; dan/atau

c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi

pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

Dengan adanya pernyataan dari undang-undang tersebut maka

pihak yang dirugikan berhak mengirimkan pengaduan ke MKDKI. Adapun

tahap penegakan disiplin oleh MKDKI antara lain :

Tahap 1 yaitu tahap investigasi yang memuat :

a. Pengaduan (admission)

b. Verifikasi

c. Pemeriksaan awal oleh MPA

Tahap 2 yaitu tahap pemeriksaan dan keputusan yang memuat :

a. Pemeriksaan disiplin oleh MPD

b. Pembuktian

c. Pengambilan keputusan

13

Page 14: isi SDL

Tahap 3 yaitu tahap penyampaian keputusan ke pihak-pihak terkait

yaitu :

a. Tidak bersalah

b. Bersalah dengan sanksi :

i. Peringatan tertulis

ii. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP

iii. Mengikuti pendidikan atau pelatihan ulang

2.4.5. Melalui Pengadilan

a. Pidana

Pada kasus tersebut dokter melanggar hukum pidana sesuai KUHP

pasal 304 dan 359 sehingga kasus dokter tersebut diselesaikan di

pengadilan dengan wajib bertanggungjawab atas tindakan yang

dilakukannya.

b. Perdata

Dalam kasus terdapat kerugian yang ditimbulkan oleh dokter

terhadap pasien. Menurut UU Kesehatan Pasal 58 ayat 1 “Setiap orang

berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,

dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat

kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya”.

Selain itu berdasarkan KUHPerdata Pasal 1365 bahwa “Tiap perbuatan

yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya

untuk menggantikan kerugian tersebut. Pasal 1366 bahwa “Setiap orang

bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan

perbuatanperbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan

kelalaian atau kesembronoannya”.

Pada kasus tersebut dokter melanggar hukum perdata sesuai

KUHPerdata pasal 1365 dan 1366 sehingga kasus dokter tersebut

diselesaikan di pengadilan dengan wajib bertanggungjawab atas

kerugian yang ditimbulkan dengan membayar denda yang diputuskan

oleh pengadilan.

14

Page 15: isi SDL

Dalam kasus tersebut tidak hanya dokter yang harus bertanggung

jawab, melainkan pihak rumah sakit juga sesuai dengan yang tercamtum

pada UU Rumah Sakit pasal 46 yaitu “ Rumah sakit bertanggung jawab

secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian

yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit”. Selain itu, dalam

Kode Etik Rumah Sakit Indonesia pasal 2 “Rumah sakit harus dapat

mengawasi serta bertanggung jawab terhadap semua kejadian di rumah

sakit”.

15

Page 16: isi SDL

BAB III

SIMPULAN

Dalam melakukan praktik kedokteran, dokter harus sesuai dengan etik,

disiplin dan hukum. Apabila dokter melakukan kesalahan maka diselesaikan

melalui pihak terkait misalnya pelanggaran etika diselesaikan melalui MKEK,

disiplin melalui MKDKI, dan hukum melalui pengadilan.

Pada kasus yang kami temukan terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh

dokter dan rumah sakit terhadap pasien yaitu tidak memberitahukan hasil

laboratorium patologi anatomi yang terbaru. Hal ini menyebabkan kondisi pasien

semakin parah. Dalam kasus ini pihak dokter melakukan pelanggaran etik, disiplin

dan hukum sedangkan pihak rumah sakit melanggar hukum dan etik. Oleh karena

itu pihak yang dirugikan melaporkan kasus tersebut ke pengadilan. Akan tetapi

langkah utama yang dilakukan keluarga pasien (pihak yang dirugikan) seharusnya

melakukan mediasi dengan pihak rumah sakit dan dokter. Apabila hasil mediasi

gagal, maka kasus dapat diteruskan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

Pelanggaran etik yang dilakukan dokter dapat diadukan ke MKEK, pelanggaran

disiplin dilaporkan ke MKDKI, dan pelanggaran hukum ke pengadilan sesuai

dengan kasus yang dihadapi yaitu pidana atau perdata. Sedangkan pelanggaran

etik yang dilakukan rumah sakit dilaporkan ke MAKERSI.

16