29
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang telah dilaksanakan di Sumatera Barat 1 lebih diarahkan pada pengembangan kultur kewirausahaan (entrepreneurship), mengadakan penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkesinambungan. Dalam pelaksanaan program tersebut sangat diperlukan upaya-upaya peningkatan kualitas SDM, mendorong partisipasi masyarakat serta identifikasi potensi dan masalah, penyusunan rencana program dan proposal rencana pengembangan usaha sampai dengan pelaksanaannya. Program PEMP memfasilitasi akses masyarakat terhadap sumber permodalan, memperkuat kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir, meningkatkan kemampuan masyarakat pesisir dalam rangka pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan serta pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan pemerintah 2 . Dalam proses pelaksanaannya dibentuk beberapa organisasi sebagai wadah untuk pengembangannya, seperti didirikannya Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir “Mikro Mitra Mina” (LEPP-M3) sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) kemitraan 1 Program PEMP yang dilaksanakan di propinsi Sumatera Barat sendiri dilaksanakan pada tahun 2001- 2008 di 4 Kabupaten/Kota, yaitu Pesisir Selatan, Pasaman, Padang Pariaman dan Kota Padang. Untuk pelaksanaan PEMP tahun 2001 di Kabupaten Pesisir Selatan dilaksanakan di 3 (tiga) nagari yang terdapat di Kecamatan Ranah Pesisir, yaitu kampung Nyiur Melambai, kampung Pasir Palangai dan kampung Pasir Harapan. Setiap lokasi yang dijadikan sasaran program PEMP dibentuk kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) yang nantinya akan memperoleh bantuan dari program tersebut (Lebih lanjut baca Zamzami, Lucky (2011). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari Amping Perak, Sumatera Barat dalam Jurnal MIMBAR Unisba-Akreditas B Dikti) 2 Program PEMP bertujuan untuk (1) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawsan dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat; (2) memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dan kemitraan dalam mendukung pembangunan daerah; (3) memicu usaha ekonomi produktif di desa pesisir; (4) mendorong terlaksananya mekanisme manajemen pembangunan masyarakat yang partisipatif dan transparan; (5) meningkatkan kemampuan aparat dan masyarakat pesisir dalam mengelola pembangunan di wilayahnya; dan (6) mereduksi pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak melalui penciptaan dan peningkatan usaha ekonomi produktif secara berkesinambungan tersebut (Lebih lan jut baca Zamza mi, Lucky (2011). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari Amping Perak, Sumatera Barat dalam Jurnal MIMBAR Unisba-Akreditas B Dikti)

ISI_PROPOSAL_Penelitian Unggulan _2013.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

proposal

Citation preview

1

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang telah

dilaksanakan di Sumatera Barat1 lebih diarahkan pada pengembangan kultur

kewirausahaan (entrepreneurship), mengadakan penguatan Lembaga Keuangan Mikro

(LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif

lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkesinambungan. Dalam pelaksanaan

program tersebut sangat diperlukan upaya-upaya peningkatan kualitas SDM,

mendorong partisipasi masyarakat serta identifikasi potensi dan masalah, penyusunan

rencana program dan proposal rencana pengembangan usaha sampai dengan

pelaksanaannya.

Program PEMP memfasilitasi akses masyarakat terhadap sumber permodalan,

memperkuat kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir, meningkatkan kemampuan

masyarakat pesisir dalam rangka pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara

optimal dan berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan serta

pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan pemerintah2.

Dalam proses pelaksanaannya dibentuk beberapa organisasi sebagai wadah untuk

pengembangannya, seperti didirikannya Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir

“Mikro Mitra Mina” (LEPP-M3) sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) kemitraan

1 Program PEMP yang dilaksanakan di propinsi Sumatera Barat sendiri dilaksanakan pada tahun 2001-2008 di 4 Kabupaten/Kota, yaitu Pesisir Selatan, Pasaman, Padang Pariaman dan Kota Padang. Untuk pelaksanaan PEMP tahun 2001 di Kabupaten Pesisir Selatan dilaksanakan di 3 (t iga) nagari yang terdapat di Kecamatan Ranah Pesisir, yaitu kampung Nyiur Melambai, kampung Pasir Palangai dan kampung Pasir Harapan. Setiap lokasi yang dijad ikan sasaran program PEMP dibentuk kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) yang nantinya akan memperoleh bantuan dari program tersebut (Lebih lanjut baca Zamzami, Lucky (2011). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari Amping Perak, Sumatera Barat dalam Jurnal MIMBAR Unisba-Akreditas B Dikt i)

2 Program PEMP bertujuan untuk (1) meningkatkan part isipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawsan dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat; (2) memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dan kemitraan dalam mendukung pembangunan daerah; (3) memicu usaha ekonomi p roduktif d i desa pesisir; (4) mendorong terlaksananya mekanisme manajemen pembangunan masyarakat yang partisipatif dan transparan; (5) men ingkatkan kemampuan aparat dan masyarakat pesisir dalam mengelo la pembangunan di wilayahnya; dan (6) mereduksi pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak melalui penciptaan dan peningkatan usaha ekonomi produktif secara berkesinambungan tersebut (Lebih lan jut baca Zamzami, Lucky (2011). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari Amping Perak, Sumatera Barat dalam Jurnal MIMBA R Unisba-Akreditas B Dikti)

2

koperasi untuk wilayah pesisir yang dibentuk oleh masyarakat lokal sendiri dan

Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) sebagai objek dari program PEMP tersebut3.

Pencapaian pembangunan daerah pesisir melalui pengembangan kelembagaan

masyarakat pesisir yang berbasis pada sumberdaya lokal dalam program PEMP

bukanlah hal yang mudah selain adanya keterbatasan dalam mengakses sumber

permodalan, persoalan lain yang muncul adalah rendahnya Sumber Daya Manusia dan

lemahnya infrastruktur kelembagaan ekonomi kerakyatan di tingkat desa/nagari pesisir.

Kondisi seperti ini membuat masyarakat pesisir semakin tertinggal dan upaya

pembangunan ekonomi masyarakat pesisir menjadi tidak mudah dilaksanakan. Padahal

sebenarnya dengan adanya penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan terbuka

peluang besar bagi masyarakat untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di

daerahnya.

Untuk itu, maka pada bagian pertama akan dilakukan kajian dan perbandingan

kinerja PEMP dengan model Lembaga Keuangan Mikro kemitraan koperasi “Mikro

Mitra Mina sebagai lembaga ekonomi kerakyatan ditinjau dari persepsi masyarakat

pengguna program PEMP, kelembagaan dan analisis finansial, dan mencoba

menganalisis korelasi deskriptif antara program PEMP terhadap tingkat pendapatan dan

kesejahteraan masyarakat pesisir menggunakan model Model Lembaga Keuangan

Mikro kemitraan koperasi “Mikro Mitra Mina”. Pada bagian berikutnya analisis akan

lebih diarahkan untuk mengetahui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan

masyarakat pesisir yang terbentuk akibat program PEMP sehingga menjadi formulasi

program pemberdayaan oleh pemerintah pusat dan daerah dan dapat diimplementasikan

selanjutnya.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan eksplanasi dan interpretasi terhadap kinerja PEMP dengan model

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) kemitraan koperasi “Mikro Mitra Mina”

yang ditinjau dari analisis persepsi masyarakat pengguna program, analisis

kelembagaan dan finansial.

3 Zamzami, Lucky. (2011). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari Amping Perak, Sumatera Barat dalam Jurnal MIMBA R Unisba Bandung (Akreditasi B-Dikt i)

3

2. Menganalisis korelasi deskriptif antara program PEMP terhadap tingkat

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir menggunakan model Lembaga

Keuangan Mikro (LKM) kemitraan koperasi “Mikro Mitra Mina”.

3. Membangun desain pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat

pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat yang

terintegrasi dengan dukungan masyarakat dan pengembangan kultur

kewirausahaan (entrepreneurship) untuk pencapaian pembangunan daerah

pesisir, yang dapat diimplementasikan oleh kabupaten/kota di Sumatera Barat.

3. Urgensi Penelitian

Kajian penelitian ini memberikan beberapa sumbangan besar dalam disiplin

ilmu Antropologi, khususnya kajian antropologi maritim, pemberdayaan masyarakat

dan pembangunan partisipatif. Studi dan implementasi program PEMP yang dikaji

untuk melengkapi analisis yang sudah dilakukan oleh para sarjana lain sebelum ini.

Pertama, ingin mereview kembali penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan

program PEMP pada masyarakat pesisir, terutama yang berkaitan dengan implementasi

dan pengaruh program terhadap penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan

masyarakat pesisir, sehingga dengan demikian akan diperoleh kelemahan daripada

implementasi dan pengaruh program terhadap penguatan kelembagaan ekonomi

kerakyatan masyarakat pesisir tersebut. Dengan adanya hasil review tersebut, peneliti

akan dapat menemukan penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat pesisir

yang terkendala.

Kedua, penelitian ini ingin menjelaskan kinerja PEMP dengan model Lembaga

Keuangan Mikro (LKM) kemitraan koperasi “Mikro Mitra Mina” yang dibentuk oleh

masyarakat sendiri dan berkorelasi antara program PEMP terhadap tingkat pendapatan

dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Sehingga dengan adanya penjelasan tersebut

diharapkan akan terlihat sejauh mana peranan lembaga ekonomi lokal yang telah

terbentuk dalam rangka percepatan pembangunan daerah pesisir. Ketiga, penelitian ini

berusaha mengembangkan model baru dari implementasi program PEMP terutama

dalam melihat penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat pesisir,

sehingga akan menciptakan kultur kewirausahaan (entrepreneurship), penggalangan

partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis

4

sumber daya lokal dan bersifat berkesinambungan. Dengan adanya pengembangan

model tersebut nantinya dapat diterapkan di masing-masing daerah pesisir yang

disesuaikan dengan karakteristik masng-masing daerah. Pengembangan model dari

implementasi program PEMP terutama dalam melihat penguatan kelembagaan ekonomi

kerakyatan masyarakat pesisir yang dibuat merupakan master plan bagi kebijakan dalam

sektor perikanan dan kelautan.

BAB II STUDI PUSTAKA

Pada bagian ini akan dibahas beberapa konsep yang berkaitan dengan konsep

pemberdayaan masyarakat dan pembangunan daerah pesisir, kelembagaan ekonomi

kerakyatan. Konsep-konsep tersebut akan mampu memberikan eksplanasi terhadap

pengembangan model program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dalam hal

penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan. Untuk itu agar pembahasan ini menjadi

fokus maka bagian ini akan dibagi ke dalam beberapa bagian. Pertama, akan dibahas

beberapa kajian terdahulu yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti terkait dengan

implementasi dan pengaruh program PEMP di Indonesia. Kedua, peneliti akan

membahas konsep pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat dan pembangunan daerah

pesisir, kelembagaan ekonomi kerakyatan serta implementasinya dalam penguatan

kelembagaan ekonomi kerakyatan di era otonomi daerah.

2.1 Studi Pendahuluan Yang Relevan

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dikhususkan

untuk masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan dan

pengggalangan partisipasi masyarakat yang dilaksanakan oleh Departemen Kelautan

dan Perikanan melalui Direktorat jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pelaksanaan program masih menghadapi sejumlah masalah, baik bersifat konseptual

maupun masalah faktual seperti lemahnya kemampuan masyarakat pesisir dalam

manajemen usaha yang disebabkan oleh tingkat pendidikan dan kewirausahaan.

Program PEMP merupakan upaya untuk menjawab persamasalahan di atas karena

melalui PEMP, masyarakat pesisir (dengan wadah kelompok) mempunyai kebebasan

untuk memilih, merencanakan dan menetapkan kegiatan ekonomi yang dibutuhkan

berdasarkan musyawarah sehingga masyarakat merasa memiliki dan bertanggung

jawanb atas pelaksanaan, pengawasan dan keberlanjutannya.

5

Penelitian tentang pelaksanaan dan dampak program PEMP terhadap

kesejahteraan masyarakat pesisir pernah dilakukan oleh Zamzami4 dalam kajiannya

tentang Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

(PEMP) pada Masyarakat Nelayan Buruh di Nagari Ampiang Perak, Kecamatan Sutera,

Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Ada 4 kendala yang

mempengaruhi pelaksanaan dan dampak program PEMP terhadap kesejahteraan

masyarakat pesisir, yaitu prosedur yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, yaitu

verifikasi terhadap calon anggota kelompok pemanfaat dimana verifikasi yang

digunakan tidak berdasarkan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pedoman

Umum PEMP. Sanksi yang diberikan kepada anggota KMP yang menunggak

menimbulkan dampak yang negatif, karena sanksi yang diberikan adalah penarikan

bantuan beserta dengan jaminannya. Tidak adanya monitoring dan evaluasi dari Dinas

Kelautan dan Perikanan untuk mengetahui perkembangan kesejahteraan nelaya buruh

dan pelaksana program PEMP yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Akibat dari

tidak adanya monev tersebut maka pihak dinas tidak mengetahui masalah apa saja yang

muncul dalam program PEMP. Belum berfungsinya LEPP-M3 sebagai lembaga yang

berperan memberikan dukungan operasional bagi anggota KMP dengan memberikan

pembinaan karena dalam struktur kepengurusan LEPP-M3 yang lebih banyak berparan

adalah sekretaris yang hanya mengurus laporan kepada LEPP-M3 yang sifatnya hanya

administratif. Faktor eksternal seperti penghasilan yang tidak tetap yang dipengaruhi

faktor alam atau cuaca, kerusakan mesin bantuan dan faktor internal yaitu seperti malas

membayar karena kecewa bantuan yang diterima tidak sesuai dengan yang diminta.

Dalam penelitiannya Zamzami menemukan bahwa kemampuan Sumber Daya

Manusia yang rendah menyebabkan belum memperkuat kelembagaan ekonomi

kerakyatan yang menopang keberhasilan program tersebut sehingga program

pemberdayaan dan pembangunan partisipatif masyarakat tidak berjalan dengan

semestinya. Hal ini terlihat dari peran pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan

dan Perikanan melalui Direktorat jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,

4 Zamzami, Lucky. 2010. Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada Masyarakat Nelayan Buruh di Nagari Ampiang Perak, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Laporan Akhir Penelitian Dosen Muda Tahun 2010. Padang: Lembaga Penelit ian Universitas Andalas. Tidak Dipublikasikan.

6

organisasi tertinggi dalam program PEMP yang mengatasnamakan masyarakat, yaitu

LEPP-M3 yang masih belum maksimal.

Razak Miraza juga pernah melakukan penelitian tentang implementasi program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura,

Kabupaten Langkat5 dimana penelitian ini menceritakan bahwa implementasi program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dilihat dari peran Koperasi

Nelayan Langkat melalui Unit Usaha Swamitra Mina. Dari hasil penelitian yang didapat

bahwa koperasi sebagai lembaga ekonomi kerakyatan mampu memberikan permodalan

dengan tingkat suku bunga yang ringan dan dengan pinjaman yang transparan. Dalam

penelitian juga diperoleh bahwa fungsi kontrol ataupun monitoring pinjaman masih

lemah, minimnya informasi kepada anggota koperasi mengenai siapa yang berhak

menerima bantuan kredit dan keterlambatan atas pengembalian dana pinjaman yang

diperoleh oleh masyarakat.

Sedangkan dalam penelitiannya Lestari (2005) bahwa berdasarkan hasil analisis

kualitatif diketahui implementasi program PEMP belum berhasil secara maksimal,

tingkat komunikasi kurang mendukung implementasi program PEMP, kemampuan

kerja pelaksana program masing kurang baik dalam mendukung implementasi program

PEMP dan sikap kerja pelaksana program kurang baik dalam mendukung implementasi

program PEMP di lapangan. Permasalahan yang mucul dalam implementasi program

terlihat belum kuatnya kelembagaan ekonomi kerakyatan yang dimiliki oleh unit

Koperasi melalui Unit Usaha Swamitra Mina sehingga tunggakan kredit dan

penggunaan dana pinjaman menjadi persoalan yang pelik bagi penerima manfaat

program itu sendiri.

2.2 Paradigma Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Kebutuhan lain masyarakat yang selama ini tidak dipenuhi, yaitu kurang

dilibatkannya masyarakat pesisir dalam pembangunan. Keterlibatan yang dimaksudkan

di sini adalah keterlibatan secara total dalam semua aspek program pembangunan yang

menyangkut diri mereka, yaitu sejak perencanaan program, pelaksanaannya,

evaluasinya, serta perelevansiannya. Dengan kata lain, kekurangan yang dimiliki selama

5 Razak Miraza. 2009. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Skripsi S1 Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU. Medan. Tidak Dipublikasikan

7

ini yaitu tidak atau kurang partisipasi masyarakat dalam pembangunan diri mereka

sendiri. Padahal partisipasi itu begitu perlu karena bagaimanapun juga, dan dengan

dengan segala jenis upaya, tidak ada seorang miskinpun yang bisa keluar dari

kemiskinannya dengan bantuan orang lain, bila dia tidak membantu dirinya sendiri. Di

Sri Lanka, misalnya, pembangunan untuk mengatasi kemiskinan nelayan begitu

signifikan hasilnya karena prinsip program pembangunan yang dianut adalah helping

the poor to help themselves6.

Program pemberdayaan masyarakat telah menjadi mainstream upaya

peningkatan kesejahteraan serta pengengentasan kemiskinan. Dengan pemberdayaan

masyarakat maka pembangunan tidak mulai dari titik nadir, tetapi berawal dari sesuatu

yang sudah ada pada masyarakat. Pemberdayaan berarti apa yang telah dimiliki oleh

masyarakat adalah sumberdaya pembangunan yang perlu dikembangkan sehingga

makin nyata kegunaannya bagi masyarakat sendiri.

Paling tidak ada lima pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir yang baru

saja diimplementasikan. Dengan adanya kelima pendekatan ini tidak berarti bahwa

pendekatan lain tidak ada. Selama ini, baik lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan

maupun instansi pemerintah lainnya, pemerintah daerah, dan khususnya lembaga

swadaya masyarakat dalam bentuk yayasan dan koperasi telah banyak yang melakukan

kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kelima pendekatan tersebut adalah: (1) penciptaan

lapangan kerja alternatif sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga, (2)

mendekatkan masyarakat dengan sumber modal denganpenekanan pada penciptaan

mekanisme mendanai diri sendiri (self financing mechanism), (3) mendekatkan

masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya guna, (4)

mendekatkan masyarakat dengan pasar, serta (5) membangun solidaritas serta aksi

kolektif di tengah masyarakat. Kelima pendekatan ini dilaksanakan dengan

memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi, keinginan, kebutuhan, pendapatan,

dan potensi sumberdaya yang dimiliki masyarakat. Pemberdayaan masyarakat secara

khusus dan eksistensi masyarakat secara umum perlu diinternalisasikan dalam

pengembangan, perencanaan, serta pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir secara

terpadu. Beberapa aspek yang berkenan dengan masyarakat adalah kekuatan penentu

(driving forces) status dan eksistensi suatu kawasan pesisir. Kekuatan tersebut perlu

6 BOBP. (Bay of Bengal Program). 1990. Helping Fisherfolk to Help Themselves. A Study in People’s Partic ipation. BOBP. 182 p.

8

dilibatkan atau diperhitungkan dalam menyusun konsep pengelolaan sumberdaya secara

terpadu7.

Program PEMP ini bisa dikatakan sebagai suatu program usaha perikanan

terpadu, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Keterpaduan

juga terwujud dalam hal kegiatan ekonomi produktif yang dilakukan masyarakat yang

memang tidak terfokus pada kegiatan tertentu namun tersebar ke dalam kelompok

kegiatan yang saling terkait. Demikian pula keterpaduan diwujudkan melalui pelibatan

stakeholder yang berasal dari berbagai pihak, instansi pemerintah, masyarakat dan

swasta.

2.3 Kelembagaan Ekonomi Kerakyatan Daerah Pesisir

Konsep “ekonomi kerakyatan” atau adakalanya disebut “ekonomi rakyat” yang

kini dikenal luas telah menapaki jalan panjang yang berliku. Selain Bung Hatta,

beberapa pemikir yang belakangan gencar memperkenalkan dan memperjuangkan

“ekonomi kerakyatan” antara lain adalah Mubyarto, Kwik Kian Gie, dan kemudian

meluas dalam kalangan LSM. Meski demikian, eksistensi konsep ekonomi rakyat

sebagai suatu kebijakan resmi pemerintah hingga kini timbul tenggelam karena ketidak

pastian komitmen rezim yang berkuasa.

Dari sisi etimologis, menutut Mubyarto, ekonomi rakyat bukan berasal dari dua

kata yang terpisah, yakni “ekonomi” dan “rakyat” tetapi muncul sebagai lawan dari

“ekonomi konglomerat”. Intinya, ekonomi rakyat adalah sistem ekonomi yang berbasis

pada kekuatan rakyat sesuai dengan Pasal 33 ayat 1 UUD 45 dan sila ke-4 Pancasila.

Artinya, rakyat harus berpartisipasi penuh secara demokratis dalam menentukan

kebijaksanaan ekonomi dan tidak menyerahkan begitu saja keputusan ekonomi kepada

kekuatan atau mekanisme pasar. Ukuran apakah sistem ekonomi rakyat telah dijalankan

atau tidak, terletak pada implementasinya dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam

ekonomi rakyat, aturan mainnya adalah keadilan ekonomi, yaitu aturan main tentang

ikatan- ikatan ekonomi yang didasarkan pada etika. Ekonomi rakyat muncul sebagai

akibat adanya kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat. Kegiatan ekonomi

7 Victor P.H. Nikiju luw. 2001. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu dalam Makalah pada Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Proyek Pesisir, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Hotel Permata, Bogor, 29 Oktober 2001

9

masyarakat lapisan bawah inilah yang disebut ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat dapat

dikenal dari ciri-ciri pokoknya yang bersifat tradisional, skala usaha yang kecil, dan

kegiatan atau usaha ekonomi bersifat sekedar untuk bertahan hidup (survival).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi rakyat adalah ekonomi

partisipatif yang memberikan akses wajar dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat

dalam memperoleh input, proses produksi, distribusi, dan konsumsi tanpa ada hambatan

masuk ke pasar, serta dalam pengelolaannya menjamin kelestarian sumberdaya alam

pendukungnya8.

Lebih jauh, pengertian “jaringan ekonomi kerakyatan” adalah sistem susunan

dan hubungan antara berbagai kelembagaan ekonomi baik secara horisontal maupun

secara vertikal yang ada dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, transformasi

kelembagaan tradisional untuk memperkuat jaringan ekonomi kerakyatan di pedesaan

menyangkut transformasi dari beberapa jenis kelembagaan yang ada serta menyangkut

aspek struktur kelembagaan, tugas pokok dan fungsi yang dijalankan, serta sistem tata

hubungan antar kelembagaan baik secara horisontal maupun secara vertikal.

Kesenjangan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat sulit dihilangkan,

bahkan ada kecenderungan melebar. Kesenjangan yang ada disebabkan adanya

perbedaan dalam: pemilikan sumberdaya produktif (lahan dan modal), penguasaan

teknologi, akses ke pasar dan kepada sumber-sumber informasi, keterampilan

manajemen, serta adanya dampak globalisasi ekonomi. Meskipun integrasi sistem

ekonomi tradisional ke dalam sistem ekonomi modern sudah berlangsung, namun

hasilnya menambah jurang kesenjangan yang ada. Kondisi di atas menjadikan sulitnya

melakukan transformasi dari struktur masyarakat agraris menjadi struktur yang

berdasarkan perkembangan industri dan pertanian secara seimbang9. John Commons

mengakui prinsip ekonomi neoklasik tentang kelangkaan (scarcity) dan asas efisiensi

untuk mengatasinya, tetapi berbeda dengan teori ekonomi klasik dalam cara-cara

mencapai “harmoni” atau “keseimbangan”. Bukan dengan menyerahkannya pada

mekanisme pasar melalui persaingan (competition), tetapi melalui kerjasama

8 Saptana, Dkk. 2003. Transformasi Kelembagaan Tradisional Untuk Menunjang Ekonomi Kerakyatan Di Pedesaan: Studi Kasus di Propinsi Bali dan Bengkulu . Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DEPTAN, Bogor.9 Tjondronegoro, SMP. 1999. Revolusi Hijau dan Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa. Dalam: Keping-Keping Sosiologi dari Pedesaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

10

(cooperation) dan tindakan bersama (collective action). Diharapkan akan tercapai

keseimbangan antara pertumbuhan dalam jangka pendek di satu sisi dan aspek

pemerataan dan sustainabilitas dalam jangka panjang di sisi lain10.

Neng Kamarni pernah melalukan penelitian mengenai pengembangan

kelembagaan dan pemberdayaan rumah tangga miskin di daerah pesisir yang

dihubungkan dengan peranan modal sosial yang mengambil studi kasus rumah tangga

miskin di Kecamatan Koto IV Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa indikator variabel kelembagaan sebesar 83,67%. Hasil ini juga

didukung oleh pengujian hipotesis dimana diperoleh korelasi antara persatuan dengan

kesejahteraan masyarakat adalah signifikan. Hasil yang dicapai dari indikator variabel

adat-istiadat/budaya sebesar 91,33% berada pada taraf baik. Walaupun masyarakat

pesisir di Kec. Koto XI Tarusan memiliki taraf hidup yang kurang memadai namun

masih tetap menjunjung tinggi adat istiadanya. Hasil ini juga didukung oleh pengujian

hipotesis dimana diperoleh korelasi antara adat dan budaya dengan kesejahteraan

masyarakat adalah signifikan. Faktor trust atau kepercayaan terhadap pemimpin, baik

terhadap pemerintah maupun terhadap pemimpin informal dan juga sesama anggota

masyarakat berada pada keadaan kurang baik dengan hasil pencapaian 48,23%. Hasil ini

juga didukung oleh pengujian hipotesis dimana diperoleh korelasi antara kepercayaan

dengan kesejahteraan masyarakat adalah tidak signifikan. Kesimpulan dari hasil

pembahasan yang telah dilakukan adalah dalam mencapai pembangunan yang lebih

baik sangat diperlukan kepercayaan, baik kepercayaan diantara masyarakat, pemimpin

informal maupun terhadap pemerintah. Ketidakpercayaan dan saling mencurigai

terhadap masyarakat lain akan merugikan kedua belah pihak, karena dapat menghambat

jalannya pembangunan yang membawa dampak terhadap sosial ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat11.

2.4 Ekonomi Kerakyatan dalam Otonomi Daerah

Kebijakan pembagunan seimbang dapat mengandung makna sebagai

pembangunan yang bukan saja menitik beratkan pada pengembangan ekonomi, tetapi

juga menumpahkan perhatian yang sama pentingnya pengembangan pada aspek sosial,

10 Ibid11 Neng Kamarni. 2010. Peranan Modal Sosial Melalui Pengembangan Kelembagaan dan Pemberdayaan Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Penelitian DIPA Unand. Tidak Dipublikasikan

11

politik dan budaya. Dalam kerangka inilah, ketika keputusan politik-ekonomi telah

diturunkan dari pusat ke pemerintah daerah di tingkat kabupaten-kota dalam legalitas

otonomi daerah, maka pengembangan ekonomi kerakyatan memperoleh lingkungan dan

harapan baru. Dengan otonomi daerah diharapkan dapat dirumuskan suatu tata ekonomi

yang khas untuk daerah tersebut, baik ideologinya, tata perilakunya, serta

kelembagaannya.

Dalam tataran operasional pelaksanaan otonomi daerah haruslah mempunyai

makna pemberdayaan rakyat baik yang menyangkut aspek ekonomi, politik (sistem

pengambilan keputusan), dan sosial (kelembagaan yang mewadainya) hingga pada

tingkat desa. Dengan mendekatkan pemerintah daerah kabupaten atau kota pada rakyat

di tingkat desa, maka pemerintah daerah akan lebih mampu untuk menilai potensi dan

kapasitas baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang ada di wilayahnya,

sehingga pemberdayaan ekonomi rakyat dapat dioptimalkan. Pemberdayaan rakyat dari

aspek politik juga harus mampu meningkatkan akses masyarakat terhadap sistem

pengambilan keputusan pada tingkat daerah otonom. Di samping itu, pengembangan

kelembagaan di tingkat lokal haruslah didasarkan atas usaha pemberdayaan

kelembagaan lokal yang telah eksis dan diterima masyarakat, bukan merupakan

kelembagaan yang diintroduksikan dari luar. Sehingga nilai-nilai positif yang ada dalam

masyarakat dapat dijadikan energi dan kohesi sosial dalam pengembangan

kelembagaan. Dengan demikian pemberdayaan SDM dan kelembagaan lokal

dipedesaan dapat dipandang sebagai pengembangkan budaya non-material untuk

meningkatkan daya saing modal sosial (social capital) di pedesaan, yang pada

gilirannya dapat meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan oleh masyarakat

desa. Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, tranformasi kelembagaan perekonomian

rakyat juga akan dilakukan dalam level tersebut yang cenderung bersifat lokalitas.

Dalam konteks ini, Esman dan Uphoff (1984) dan Uphoff (1992)

mengklasifikasikan kelembagaan lokal ke dalam enam kategori, yaitu:

1. Administrasi lokal (local administration/LA), yang terdiri dari agen-agen lokal

(local agencies) dan staff pemerintah pusat yang ada di daerah (staff of central

goverment minintries), yang bertanggung jawab kepada birokrasi di pusat.

2. Pemerintah lokal (local government/LG), yang merupakan kelembagaan politik

yang mempunyai wewenang dalam pelaksanaan pembangunan dan bertugas

12

mengeluarkan peraturan-peraturan serta bertanggung jawab kepada pemerintah

daerah.

3. Organisasi-organisasi yang beranggotakan komunitas masyarakat (membership

organizations/MOs), yang merupakan asosiasi-asosiasi lokal yang bertujuan

untuk menolong diri sendiri.

4. Kerjasama usaha (cooperative), semacam organisasi lokal yang mempunyai

anggota dalam rangka pengelolaan sumberdaya ekonomi untuk tujuan

memperoleh keuntungan, seperti asosiasi pemasaran, gabungan kredit,

masyarakat konsumen, atau kerjasama usaha diantara produsen.

5. Organisasi-organisasi pelayanan (Service Organizations/SOs), merupakan

organisasi-organisasi lokal yang dibentuk dengan tujuan utama untuk membantu

anggota-anggota yang dapat memberikan manfaat.

6. Bisnis swasta (Private Business/PBs), yang merupakan pelaku ekonomi yang

mengoperasionalkan usahanya secara independen yang dapat bergerak pada

produksi primer, industri pengolahan, pedagang atau usaha jasa pelayanan.

Pengembangan ekonomi kerakyatan hanya dapat dilakukan dengan

mempertimbangkan konfigurasi dari keenam bentuk kelembagaan di atas, yang pada

hakikatnya terdiri dari tiga bentuk kelembagaan pokok dalam masyarakat, yaitu:

komunitas, negara, dan pasar. Salah satu jalan yang dapat digunakan untuk

melakukannya adalah dengan melakukan tranformasi kelembagaan, yaitu masing-

masing kelembagaan di atas secara internal, serta tranformasi tata hubungan di antara

mereka, khususnya aspek struktur dan perilaku, agar pengembangan ekonomi di tingkat

lokal dapat berjalan. Selain melalui jalur kelembagaan, perubahan dapat pula dilakukan

dengan jalur individual. Hagen menyatakan bahwa faktor personalitas menjadi penentu

kemajuan ekonomi suatu masyarakat, sejauh pada saat yang sama sistem masyarakat

tidak menghambat secara serius perwujudan tatanilai maju yang dibawa oleh individu

masyarakat tadi12.

Secara umum, kinerja ekonomi daerah pesisir yang didominasi usaha perikanan

dan kelautan cenderung lemah yang, salah satunya diindikasikan oleh rendahnya

kapasitas kelembagaannya. Hal ini disebabkan antara lain oleh pelaksanaan program

12 Saptana, Dkk. 2003. Transformasi Kelembagaan Tradisional Untuk Menunjang Ekonomi Kerakyatan Di Pedesaan: Studi Kasus di Propinsi Bali dan Bengkulu . Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DEPTAN, Bogor

13

pembangunan perikanan dan kelautan yang tidak berbasiskan kelembagaan lokal yang

telah ada, sehingga kondisinya semkain memudar. Introduksi kelembagaan dari luar

yang terasa asing bagi masyarakat berimplikasi kepada lemahnya partisipasi masyarakat

dalam kelembagaan tersebut. Akibatnya, partisipasi masyarakat secara keseluruhan

lemah dalam aktfitas pembangunan.

Kelembagaan ekonomi di daerah pesisir yang dibentuk dari nilai-nilai tradisional

memiliki akses yang kecil terhadap kelembagaan modern, sehingga interaksi antar

kelembagaan rendah. Karena itulah, tranformasi kelembagaan tradisional menjadi suatu

yang esensial, demi tercapainya sinergi otpimum dalam aktivitas jaringan ekonomi di

tingkat lokal. Usaha tranformasi perikanan dan kelautan tradisional ke arah perikanan

dan kelautan modern, yang merupakan perubahan perilaku, tidak hanya melalui

perubahan struktur tapi juga menyangkut perubahan berbagai aspek abstrak yang

membentuk perilaku tersebut, yaitu berupa perubahan sistem nilai, norma, orientasi,

tujuan, dan lain- lain. Disisi lain, kebijakan otonomisasi daerah yang dimulai tahun 2001

saat ini baru sampai pada bagaimana struktur dan tata hubungan pemerintahan tingkat II

dengan struktur di atasnya. Lebih jauh dari itu, yaitu bagaimana tata hubungannya ke

bawah, baik dari sisi sosial, ekonomi maupun politik tampaknya masih kurang. Tataran

ini menjadi penting dirumuskan, khususnya dalam konteks pengembangan ekonomi

kerakyatan yang tentunya akan sangat spesifik lokal. Bagaimana masyarakat lokal ikut

terlibat dalam memaknai (mengisi) otonomi daerah tersebut, khususnya untuk

kepentingan ekonominya sendiri, masih merupakan bidang yang perlu ditemukan model

pengembangannya.

Upaya penguatan jaringan ekonomi kerakyatan di daerah pesisir perlu dipandang

sebagai suatu keharusan, dimana penguatannya merupakan salah satu titik perhatian dari

studi kelembagaan. Membangun kelembagaan untuk memperkuat jaringan ekonomi

kerakyatan di daerah pesisir yang berbasis sumberdaya perikanan dan kelautan setempat

adalah juga berarti mengembangkan budaya non-material untuk meningkatkan daya

saing modal sosial (social capital) di daerah pesisir. Dari kacamata ekonomi, penguatan

kelembagaan daerah pesisir harus mempunyai makna peningkatan daya saing ekonomi

perikanan dan kelautan di daerah pesisir.

Tujuan program PEMP adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui

pengembangan kultur kewirausahaan (entrepreneurship), mengadakan penguatan

14

Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan

usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan

berkesinambungan untuk menciptakan sistem produksi serta pengelolaan sumberdaya

perikanan yang menjamin kelangsungan ketersediaan sumberdaya serta kelangsungan

usaha perikanan yang berbasis masyarakat. PEMP memiliki 4 kegiatan utama yaitu: (1)

Pengembangan lembaga keuangan mikro di tingkat masyarakat yang bernama lembaga

Mikro Mitra Mina (M3). Lembaga ini pada awalnya adalah lembaga informal yang

didirikan sendiri oleh masyarakat serta dijalankan atau diorganisir oleh mereka sendiri.

(2) Pengembangan usaha ekonomi produktif oleh kelompok pemanfaat yang merupakan

kelompok-kelompok kecil yang memiliki kesamaan usaha, aspirasi dan tujuan. Kegiatan

ekonomi produktif yang dilakukan tentu saja berdasarkan atas potensi sumberdaya alam

yang tersedia, peluang pasar, kemampuan dan penguasaan teknologi oleh masyarakat,

serta dukungan adat dan budaya. Bentuk-bentuk kegiatan ekonomi produktif meliputi

usaha budidaya ikan, penangkapan ikan, pengolahan ikan, pemasaran ikan, serta usaha

jasa yang mendukung seperti perbengkelan atau penyediaan sarana produksi lainnya. (3)

Pelatihan dan pengembangan kapasitas kelembagaan masyarakat lokal. Kegiatan ini

dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat menjalankan program yang dilaksanakan.

Agenda pelatihan lebih banyak bermuatan non-teknis seperti peningkatan motivasi,

kerjasama kelompok, serta bagaimana merumuskan masalah dan menyampaikan

pendapatan secara tertulis maupun tidak tertulis. (4) Pengembangan model

pemberdayaan pasca program yang diarahkan pada pengembangan jaringan usaha

antara masyarakat sasaran dengan kelompok lain, LSM, swasta, serta pemerintah

daerah.

BAB III PETA JALAN PENELITIAN

3.1 Kegiatan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan serangkaian kegiatan penelitian

yang telah didahului oleh penelitian-penelitian berskala kecil dalam artian lokus dan

cakupan penelitian masih terbatas kepada salah satu daerah yang ada di Sumatera Barat.

Untuk itu penelitian yang telah dilakukan tentang budaya lokal teknologi penangkapan

ikan pada masyarakat nelayan dan juga pelaksanaan beserta dampak program PEMP

15

terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir merupakan penelitian yang baru di danai oleh

Skim Penelitian Dosen Muda DIPA Univeritas Andalas. Namun dapat disyukuri juga

walapun skim yang mendanai tergolong kecil, akan tetapi tulisan-tulisan tentang kondisi

sosial ekonomi masyarakat nelayan, pelaksanaan dan dampak program PEMP ini juga

sudah dimuat di artikel ilmiah nasional, baik dalam jurnal yang terakreditasi (Jurnal

MIMBAR Unisba Akreditasi B-Dikti) ataupun jurnal yang belum terakreditasi (jurnal

FENOMENA DPPM UII, Yogyakarta). Selain itu, topik tentang paradigma

pemberdayaan masyarakat pesisir ini juga pernah diseminarkan dalam acara Konferensi

Internasional di Yogyakarta dan Malaysia pada tahun 2009.

16

Diagram III.1

Roadmap Penelitian terdahulu

.

Penelitian 1

Eksplanasi dan interprestasi proses

dari program PEMP yang dija lankan

pemerintah, dalam hal in i DKP

Analisa faktor-faktor penghambat dalam men jalankan program PEMP selama pelaksanaannya pada masyarakat pesisir

Mengkonseptualiasikan program

pembangunan masyarakat

berdasarkan konsep

pemberdayaan berbasis

komunitas lokal yang tidak melupakan aspek pemberdayaan

masyarakat dilihat dari aspek

sosial dan budaya.

Roap Map / Model

Penelitian tahun II Menguji Model

Eksplanasi dan interpretasi terhadap kinerja PEMP dengan model Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ditinjau dari analisis

persepsi masyarakat pengguna program, analisis kelembagaan dan finansial

Menganalisis korelasi deskriptif antara program PEMP terhadap tingkat pendapatan dan kesejahteraan

masyarakat pesisir menggunakan model Lembaga Keuangan

Mikro (LKM)

Membuat Peta penelit ian perjalanan dan

perkembangan model pemberdayaan ekonomi

masyarakat pesisir dengan dukungan masyarakat dan

pengembangan kultur kewirausahaan

(entrepreneurship) untuk pencapaian pembangunan

daerah pesisir

Desain pengembangan model pemberdayaan ekonomi

masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan

ekonomi kerakyatan dalam mendukung pembangunan daerah pesisir di Sumatera

Barat

17

3.2 Kegiatan penelitian yang direncanakan dalam Penelitian ini

Tahun pelaksanaan Fokus penelitian Output yang dihasilkan

Tahun I40%

Eksplanasi dan inter-pretasi terhadap kinerja PEMP dengan model Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ditinjau dari analisis persepsi masyarakat pengguna program, analisis kelemba-gaan dan finansial.

Desain pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat

pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat

pesisir yang memberikan gambaran kepada masing-masing daerah khususnya

di Sumatera Barat terhadap kebijakan

perikanan dan kelautanyang ada di masing-

masing daerah.

Menganalisis korelasi deskriptif antara program PEMP terhadap tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir menggunakan model Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sehingga model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir didukung oleh masyarakat dalam pengembangan kultur kewirausahaan (entrepreneurship) untuk pencapaian pembangunan daerah pesisir

Tahun II60%

Eksplanasi dan interprestasi terhadap desain pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatanmasyarakat pesisir yang telah dibuat untuk diimplementasikan .

Model pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat

pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat

yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing

daerah

Menguji pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat guna menciptakan suatu kebijakan yang dapat

Roadmap pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat

pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat

dalam mencapai paradigma pemberdayaan

18

dirumuskan dengan baik sehingga melahirkan sua-tu kebijakan yang baik pula.

sosial ekonomi masyarakat yang

berkualitas sehingga tercipta kesejahteraan ekonomi masyarakat

pesisir.

BAB IV MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat secara keilmuan, mengaplikasikan atau menerapkan teori ilmu

Antropologi Maritim, khususnya kajian-kajian pemberdayaan masyarakat dan

pembangunan partisipatif dalam penelitian-penelitian ilmu sosial sehingga dapat

dijadikan sebagai bahan kajian untuk melaksanakan riset atau penelitian selanjutnya

serta pengembangan untuk artikel ilmiah dalam jurnal akreditasi, baik nasional

maupun internasional dan bahan Buku Ajar Pembangunan Masyarakat Desa dan

Antropologi Maritim.

2. Manfaat praktisnya dalam memecahkan masalah stategis yang berskala nasional

adalah yaitu ada pemecahan masalah dan solusi baru bagi Pemerintah pusat dan

daerah, (khususnya oleh Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat

jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ) ketika memberikan kewenangan

kepada daerah dalam mengelola program pemberdayaan ekonomi masyarakat

pesisir. Pengelolaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir di daerah

diharapkan akan meningkatkan kualitas pembangunan fisik dan mental masyarakat

pesisir sehingga perlu adanya pengembangan model yang tepat dalam mendisain

model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan

ekonomi kerakyatan yang telah dilaksanakan sebelumnya sehingga akan mampu

meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat pesisir.

3. Dapat menjadi acuan dan pedoman oleh pemerintah kabupaten dan kota khususnya

Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat jenderal Kelautan Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil yang ada di Indonesia dalam mengembangkan model terbaru

dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir melalui penguatan

kelembagaan ekonomi kerakyatan yang disesuaikan dengan karakteristik daerah

pesisir masing-masing.

19

BAB V METODE PENELITIAN

5.1 Pendekatan Penelitian

Pada hakekatnya penelitian sosial merupakan suatu upaya untuk

mengungkapkan fenomena sosial tertentu dan pembentukan kesimpulan teoritis tentang

jalin-menjalinnya gejala atau fenomena sosial tersebut, seperti juga pengembangan

model Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir melalui penguatan

kelembagaan ekonomi kerakyatan dalam mendukung pembangunan daerah pesisir di

Sumatera Barat

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif digunakan

metode deskriptif interpretatif13. Pilihan terhadap pendekatan kualitatif ini di dasarkan

pada rumusan dan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini14. Oleh karena

luasnya cakupan dan teknik dalam pendekatan kualitatif, maka penelitian ini cenderung

menggunakan teknik penelitian grounded theory. Teknik grounded theory ini

memungkinkan peneliti mengkaji secara mendalam apa yang terjadi. Berdasarkan

fenomena yang diteliti, teknik ini mampu membuat model kategorisasi, proposisi dan

dalil yang ditemukan guna mengembangkan konsep-konsep baru15.

5.2. Jenis dan Sumber Data

Untuk memberi penjelasan yang rinci terhadap masalah yang diteliti, perlu

dikumpulkan data dari berbagai sumber Data primer yaitu data yang diperoleh melalui

wawancara mendalam (indepth interview) dengan informan dan dari hasil pengamatan

yang dilakukan dilapangan terhadap fenomena-fenomena empiris yang terjadi berkaitan

dengan pelaksanaan PEMP terhadap masyarakat pesisir. Sedangkan data sekunder, yaitu

data yang diperoleh sudah diolah, seperti dokumen-dokumen tertulis dan studi

kepustakaan. Data sekunder yang dibutuhkan merupakan data mengenai gambaran

umum atau deskripsi wilayah penelitian yang dalam hal ini meliputi: (a) Keadaan

lingkungan dan keadaan demografis, (b) keadaan ekonomi dan keadaan Sosial Budaya.

13 Denzim Norman K. and Yvonna S. Lincoln (ed), (1994), Handbook of Qualitative Research , USA: Sage Publicat ions hal 26614 Lawrence Neu man, W. (1997), Social Research Methods: Qualitative and quantitative approaches. London: Allyn and Bacon hal 15-1815 Earl Babbie, 1983. The Practice of Social Research . Belmont, California: Wadsworth Publishing Company. Baca juga Lawrence Neuman, W. (1997), Social Research Methods: Qualitative and quantitative approaches. London: Allyn and Bacon, Denzim Norman K. and Yvonna S. Lincoln (ed), (1994), Handbook of Qualitative Research , USA: Sage Publications

20

Sedangkan data sekunder lainnya yang dijadikan acuan adalah data-data yang

didokumentasikan dalam bentuk pedoman PEMP dan data lain yang terdokumentasikan

yang terkait dengan pencapaian maksud dari penelitian yang dilakukan ini.

5.3 Unit Analisis dan Pemilihan Informan

Unit analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah (1) Lembaga Keuangan

Mikro (LKM) “Mikro Mitra Mina” yang dibentuk oleh masyarakat lokal sendiri yang

berwenang dalam implementasi program PEMP terutama penguatan kelembagaan

ekonomi kerakyatan dalam masyarakat sehingga memberikan kemudahan-kemudahan

ekonomis kepada masyarakat; (2) Keluarga-keluarga penerima manfaat dari program

PEMP yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan dalam

masyarakat. Dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) akan didapatkan data tentang

pelaksanaan program PEMP selama ini yang sudah atau sedang berjalan. Sedangkan

untuk pengambilan informan dilakukan secara purposive sampling dan Snowball

sampling. Oleh karena penelitian ini ingin menemukenali pengembangan model

program PEMP melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan dalam

masyarakat, maka penggunaan teknik ini dianggap sesuai dengan tujuan penelitian.

Informan penelitian dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan kedudukan mereka

dalam Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan penerima manfaat program PEMP.

Dengan demikian jumlah informan pada akhirnya sangat ditentukan oleh orang-orang

yang akan dijadikan informan. Untuk tokoh masyarakat (wali nagari/wali kampung)

yang nantinya akan memberikan penjelasan tambahan tentang pelaksanaan program

PEMP selama ini maka proses penarikan informan dilakukan dengan menggunakan

teknik snowball dan berakhir hingga pada titik jenuh tertentu dengan ditemukannya

suatu pola yang berulang atas jawaban dari pertanyaan yang diajukan ke informan

tersebut.

5.4 Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang valid dan reliabel maka dipilihlah tehnik yang

tepat dan benar. Menurut Vredenbregt16, teknik umum yang digunakan dalam studi

kasus adalah observasi langsung, observasi partisipasi dan wawancara bebas. Tetapi

16 Vredenbregt, (1983), Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramed ia hal 72-90

21

dalam penelitian ini digunakan tehnik wawancara bebas (interview) sebagai tehnik

umum dengan maksud untuk menjaga data primer yang relevan terhadap setiap variabel

penelitian maka wawancara yang akan dilakukan didasarkan pada pedoman wawancara

yang berisikan pertanyaan terbuka (open ended question), dengan demikian diharapkan

informan akan dapat menjawab dengan leluasa dan bebas dalam memberikan berbagai

alternatif jawaban.

Langkah-langkah mengumpulkan/memperoleh data di lapangan atau lokasi

penelitian digunakan tehnik:

1. Observasi, merupakan suatu pengamatan yang sistimatis yang bersifat fisik

maupun non fisik dengan menggunakan indera atau nalar, terutama dalam

mengamati dan menafsirkan gejala – gejala yang akan berhubungan dengan

objek penelitian.

2. Wawancara (Interview). Dalam tehnik ini menempatkan informan sebagai guru

dan peneliti sebagai murid. Informan adalah warga negara yang mengungkapkan

sistem pengetahuan lokal milik masyarakatnya. Maka wawancara yang

mendalam menjadi sangat penting karena validitasnya terletak pada pedoman

wawancara akan mencakup (1) pertanyaan deskriptif (2) pertanyaan komparatif

dan (3) pertanyaan analisis. Tahapan wawancara dilakukan pada beberapa

informan yang dinilai mampu memberikan informasi mengenai permasalahan

yang akan diteliti yang dipilih secara purposive sampling sesuai dengan daerah

penelitian yang dipilih yaitu: Bupati/Walikota, Kepala Departemen Kelautan dan

Perikanan melalui Direktorat jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,

Pengurus LKM “Mikro Mitra Mina”, penerima manfaat program PEMP (KMP)

dan Tokoh Masyarakat di daerah.

3. Telaah Dokumen dan Studi Kepustakaan, tehnik ini mengumpulkan data

yang diperoleh melalui bahan yang tertulis seperti dokumen-dokumen yang

berupa pedoman PEMP, dan ataupun literatur berupa buku, jurnal dan makalah-

makalah seminar yang membahas tentang hal itu.

5.5 Lokasi dan Batasan Penelitian

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan di Propinsi Sumatera Barat khususnya

di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Agam sebagai daerah pesisir yang

22

telah memiliki kelembagaan ekonomi kerakyatan yang telah mengakar dalam

masyarakat, namun dalam pelaksanaannya bahwa dalam implementasi program PEMP

selalu menghadapi hambatan-hambatan terutama peranan lembaga ekonomi yang belum

maksimal dan belum memiliki kualitas manajemen usaha sehingga setiap daerah

kabupaten/kota memiliki penerapannya masing-masing. Adapun batasan penelitian

dikarenakan luasnya aspek model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, maka

dalam penelitian ini akan membatasi dengan hanya melihat penguatan kelembagaan

ekonomi kerakyatan berdasarkan pengembangan model pemberdayaan ekonomi

masyarakat pesisir tersebut.

5.6 Tahapan Penelitian

Untuk menggambarkan tahapan penelitian tersebut dapat dilihat kerangka

berikut ini:

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

5.7 Triangulasi Data

Salah satu permasalahan dalam penelitian ilmu sosial adalah bagaimana tetap

menjaga reliabilitas dari data yang diperoleh sebagai bahan analisis. Untuk itu

Penyamaan persepsi tim peneliti

Pembuatan dan uji instrumen penelitian

Pengembangan model PEMP(Metode Grounded Theory)

Pembuatan desain pengembangan model PEMP melalui penguatan

kelembagaan sosial ekonomi (Metode Kualitatif Deskriptif)

Analisis data kualitatif(Draft laporan awal)

Seminar hasil penelitian

Pelaporan dan rekomendasi kebijakan

23

penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data agar validitas dan reliabilitas

terhadap data yang diperoleh tercapai.

5.8 Tehnik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif yang digunakan

untuk menjelaskan berbagai hal yang terkait dengan implementasi program

pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir yang selama ini diterapkan di di daerah

pesisir kabupaten/kota di Sumatera Barat. Analisis dilakukan berdasarkan pandangan-

pandangan informan (emik) yang sudah divalidasi dengan menggunakan metode

triangulasi data. Kesimpulan dari analisis yang dilakukan terkait pada gabungan data

yang didapat dari informan (emik) dan interpretasi peneliti (etic) terhadap data lapangan

tersebut. Data-data sudah dianalisis tersebut disusun dalam satuan-satuan yang

dikategorikan untuk lebih mudah di coding serta mengadakan pemeriksaan keabsahan

data yang selanjutnya dilengkapi dengan data analisis statistik deskriptif guna penulisan

laporan 17.

BAB VI. INDIKATOR CAPAIAN TAHUNAN

Indikator capaian penelitian yang akan ditelurkan per tahun sesuai tahapan

penelitian yang direncanakan adalah:

(1) Indikator Capaian Program, yaitu (a) secara eksplanasi dan interpretasi terhadap

kinerja PEMP dengan model Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ditinjau dari

analisis persepsi masyarakat pengguna program, analisis kelembagaan dan

finansial. (b) Menganalisis korelasi deskriptif antara program PEMP terhadap

tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir menggunakan model

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sehingga model pemberdayaan ekonomi

masyarakat pesisir didukung oleh masyarakat dalam pengembangan kultur

kewirausahaan (entrepreneurship) untuk pencapaian pembangunan daerah pesisir.

(c) Menguji pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir

melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat guna menciptakan

17 Matthew B Miles And Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif. (Tjmhn), Jakarta: UI Press, 1992, hal. 16

24

suatu kebijakan yang dapat dirumuskan dengan baik sehingga melahirkan suatu

kebijakan yang baik pula.

(2) Indikator Input Kegiatan adalah desain dan roadmap pengembangan model

pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan

ekonomi kerakyatan masyarakat pesisir yang memberikan gambaran kepada

masing-masing daerah khususnya di Sumatera Barat terhadap kebijakan perikanan

dan kelautan yang ada di masing-masing daerah

(3) Indikator Output Kegiatan adalah pengembangan untuk artikel ilmiah dalam jurnal

akreditasi, baik nasional maupun internasional dan bahan Buku Ajar Pembangunan

Masyarakat Desa dan Antropologi Maritim.

DAFTAR PUSTAKA

BOBP. (Bay of Bengal Program). 1990. Helping Fisherfolk to Help Themselves. A Study in People’s Participation. BOBP.

Denzim Norman K. and Yvonna S. Lincoln (ed).1994. Handbook of Qualitative Research. USA: Sage Publications.

Earl Babbie, 1983. The Practice of Social Research. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Lawrence Neuman, W. 1997. Social Research Methods: Qualitative and quantitative approaches. London: Allyn and Bacon.

Matthew B Miles And Michael Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif. (Tjmhn), Jakarta: UI Press.

Neng Kamarni. 2010. Peranan Modal Sosial Melalui Pengembangan Kelembagaan dan Pemberdayaan Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Penelitian DIPA Unand. Tidak Dipublikasikan

Razak Miraza. 2009. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Skripsi S1 Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU. Medan. Tidak Dipublikasikan

Saptana, Dkk. 2003. Transformasi Kelembagaan Tradisional Untuk Menunjang Ekonomi Kerakyatan Di Pedesaan: Studi Kasus di Propinsi Bali dan Bengkulu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DEPTAN, Bogor.

Tjondronegoro, SMP. 1999. Revolusi Hijau dan Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa. Dalam: Keping-Keping Sosiologi dari Pedesaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Vredenbregt. 1983. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.Victor P.H. Nikijuluw. 2001. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta

Strategi Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu dalam Makalah pada Pelatihan Pengelolaan Pesisir

25

Terpadu. Proyek Pesisir, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Hotel Permata, Bogor, 29 Oktober 2001.

Zamzami, Lucky. 2011. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari Amping Perak, Sumatera Barat dalam Jurnal MIMBAR Volume XXVII, No. 1 (Juni 2011) ISSN 0215-8172, Hal. 1-124, Bandung: Unisba

Zamzami, Lucky. 2010. Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada Masyarakat Nelayan Buruh di Nagari Ampiang Perak, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Laporan Akhir Penelitian Dosen Muda Tahun 2010. Padang: Lembaga Penelitian Universitas Andalas. Tidak Dipublikasikan.

BAB VI REKAPITULASI ANGGARAN PENELITIAN

4.1. Rekapitulasi Anggaran Tahun 2013 dan Tahun 2014

No Uraian Kegiatan Biaya yang Diusulkan (Rp x 1000)

Tahun 1 Tahun 21 Gaji dan Upah 15.000.000,- 15.000.000,-2 Bahan/Perangkat Penunjang 17.500.000,- 17.500.000,-3 Seminar/Perjalanan 10.000.000,- 10.000.000,-4 Pengolahan data, Laporan, Publikasi

Jurnal7.500.000,- 7.500.000,-

Total Biaya 50.000.000,- 50.000.000,-

Total Pembiayaan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi tahun 2013 dan 2014 adalah

sebesar Rp. 50.000.000,- + Rp. 50.000.000,- = Rp. 100.000.000,- Terbilang ( Seratus

Juta Rupiah)

26

JADWAL KEGIATAN

NoKEGIATAN /

PENANGGUNG JAWABBulan

1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Eksplorasi Situasi dan Peninjauan Lokasi Penelitian

2. Penyusunan Instrumen dan Daftar Pertanyaan

3. Penentuan Informan dan Pemilihan Sampel Penelitian

4. Pengambilan Data Primer dan Sekunder: Kualitatif

5. Analisis Tahap I: data kualitatif

6. Verifikasi Prototipe

7. Analisis Tahap II: data kualitatif

8. Diskusi Terbatas Hasil sementara penelitian

9. Proses Rancang Bangun Model

10 Analisis Akhir dan Penulisan Laporan Akhir

11. Penggandaan laporan dan pengiriman

LAMPIRAN 2.

I. Justifikasi Anggaran Penelitian

Anggaran penelitian yang diajukan bertujuan untuk membiayai seluruh kegiatan

yang dilaksanakan di beberapa lokasi penelitian yang berjarak cukup jauh dari pusat

kota Padang. Pembiayaan kegiatan dengan jelas mencakup adanya gaji/upah,

bahan/Perangkat Penunjang, perjalanan dan pengolahan data, Laporan, Publikasi dalam

jurnal dan juga menghadiri seminar, pendaftaran HKI dan lain-lain. Alasan pengajuan biaya

disesuaikan dengan kegiatan penelitian se lama1-2 tahun.

27

Rincian Anggaran Tahun 2013

1. Gaji dan Upah

No Pelaksana Jumlah Personil

Upah (Rp/Jam)

Jumlah Minggu

(10 bulan)

Total Biaya (Rp)

1 Periset Utama 1 75.000,-/jam 40 minggu 3.000.000,-2 Anggota Peneliti 2 50.000,-/jam 40 minggu 4.000.000,-3 Pembantu Peneliti/

Tenaga Pendukung 5 40.000,-/jam 40 minggu 8.000.000,-

JUMLAH BIAYA 15.000.000,-

2. Bahan/Perangkat PenunjangNo Nama Bahan Volume Biaya Satuan

(Rp)Biaya (Rp)

1 Flash Disk 9 buah 100.000 900.000,-2 Book Note 18 buah 15.000 270.000,-5 Tas Lapangan 9 buah 300.000 2.700.000,-6 MP4 9 buah 500.000 4.500.000,-7 Kertas HVS 10 rim 30.000 300.000,-8 Pena/Pensil/Penghapus (kotak) 1/1/1 buah 100.000 100.000,-9 Tinta Printer Laser 3 buah 600.000 1.800.000,-10 Film (dokumentasi data) 1 paket 330.000 330.000,-11 Akomodasi pengumpulan data

lapangan1 paket 3.500.000 3.500.000,-

12 Konsumsi 1 paket 2.000.000 1.000.000,-13 Cuci Cetak Film 1 paket 700.000 700.000,-

JUMLAH BIAYA 17.500.000,-

3. Seminar/Perjalanan

No Kota/Tempat Tujuan Volume Biaya Satuan (Rp)

Total Biaya (Rp)

1 Sewa Kendaraan untuk pengumpulan data primer dan sekundera. Sewa Mobil (bulan/Unit)b. Beli Bensin (bulan/liter)

2/12/450

3.000.0005.000

6.000.0004.000.000

JUMLAH BIAYA 10.000.000

4. Pengolahan data, Laporan, Publikasi Jurnal

No Uraian Kegiatan Volume Biaya Satuan (Rp)

Total Biaya (Rp)

1 Perizinan 1 paket 500.000 500.000,-2 Perbanyak Laporan 15 buah 100.000 1.500.000,-

28

3 Biaya Komunikasi 9 300.000 2.700.000,-4 Publikasi 2 jurnal 1.000.000 2.000.000,-5 Fotocopy data 1 paket 200.000 200.000,-6 Seminar / Diskusi Hasil 1 paket 500.000 500.000,-

JUMLAH BIAYA 7.500.000,-

Rincian Anggaran Tahun 2014

1. Gaji dan Upah

No Pelaksana Jumlah Personil

Upah (Rp/Jam)

Jumlah Minggu

(10 bulan)

Total Biaya (Rp)

1 Periset Utama 1 75.000,-/jam 40 minggu 3.000.000,-2 Anggota Peneliti 2 50.000,-/jam 40 minggu 4.000.000,-3 Pembantu Peneliti/

Tenaga Pendukung 5 40.000,-/jam 40 minggu 8.000.000,-

JUMLAH BIAYA 15.000.000,-

2. Bahan/Perangkat Penunjang

No Nama Bahan Volume Biaya Satuan (Rp)

Biaya (Rp)

1 Flash Disk 9 buah 100.000 900.000,-2 Book Note 18 buah 15.000 270.000,-5 Tas Lapangan 9 buah 300.000 2.700.000,-6 MP4 9 buah 500.000 4.500.000,-7 Kertas HVS 10 rim 30.000 300.000,-8 Pena/Pensil/Penghapus (kotak) 1/1/1 buah 100.000 100.000,-9 Tinta Printer Laser 3 buah 600.000 1.800.000,-10 Film (dokumentasi data) 1 paket 330.000 330.000,-11 Akomodasi pengumpulan data

lapangan1 paket 3.500.000 3.500.000,-

12 Konsumsi 1 paket 2.000.000 1.000.000,-13 Cuci Cetak Film 1 paket 700.000 700.000,-

JUMLAH BIAYA 17.500.000,-

3. Seminar/Perjalanan

No Kota/Tempat Tujuan Volume Biaya Satuan (Rp)

Total Biaya (Rp)

1 Sewa Kendaraan untuk pengumpulan data primer dan sekunderc. Sewa Mobil (bulan/Unit)d. Beli Bensin (bulan/liter)

2/12/450

3.000.0005.000

6.000.0004.000.000

JUMLAH BIAYA 10.000.000

29

4. Pengolahan data, Laporan, Publikasi Jurnal

No Uraian Kegiatan Volume Biaya Satuan (Rp)

Total Biaya (Rp)

1 Perizinan 1 paket 500.000 500.000,-2 Perbanyak Laporan 15 buah 100.000 1.500.000,-3 Biaya Komunikasi 9 300.000 2.700.000,-4 Publikasi 2 jurnal 1.000.000 2.000.000,-5 Fotocopy data 1 paket 200.000 200.000,-6 Seminar / Diskusi Hasil 1 paket 500.000 500.000,-

JUMLAH BIAYA 7.500.000,-

Dukungan dana penelitian bagi para peneliti utama, baik dari dalam maupun luar

negeri termasuk dana yang sedang berjalan dijelaskan tidak ada. Untuk publikasi

ilmiah dari hasil penelitian tersebut berdasarkan kepada usulan yang sedang

direncanakan atau dalam taraf persiapan.

2. Dukungan Sarana dan Prasarana Penelitian

Penelitian unggulan perguruan tinggi bercorak penelitian sosial sehingga tidak

ada sarana fisik yang dimiliki untuk menunjang penelitian ini.

3. Susunan Organisasi Tim Peneliti Dan Pembagian Tugas

No. Nama NIDN AlokasiWaktu

(jam/minggu)

Uraian Tugas

1 Dra. Ermayanti, M.Si 0014016310 18 Mengkoordinir Penelitian, Pengumpul Data

2 Neng Kamarni, S.E, M.Si 0027067106 18 Pengumpul Data

3 Lucky Zamzami, S.Sos, M.Soc.Sc 0005057808 18 Pengumpul Data

4. Nota kesepahaman / MOU dari mitra / stake holders

Nota kesepahaman / MOU dari mitra / stake holders tidak ada