Upload
rizky-dwidya-amirtasari
View
219
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dfdf
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rinitis alergi merupakan gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah
pajanan alergen melalui inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE.1 Gejalanya
berupa bersin (5-10 kali berturut-turut), rasa gatal (pada mata, telinga, hidung,
tenggorok, dan palatum), hidung berair, mata berair, hidung tersumbat, post nasal
drip, tekanan pada sinus, dan rasa lelah.2
Prevalensi rinitis alergi di dunia saat ini mencapai 10-25% atau lebih dari
600 juta penderita dari seluruh etnis dan usia. Di Amerika Serikat, lebih dari 40 juta
warganya juga menderita rinitis alergi, 14,3% pada laki-laki dan 12% perempuan. Di
Indonesia belum ada angka yang pasti, tetapi di Bandung prevalensi rinitis alergi
pada usia 10 tahun ditemukan cukup tinggi yaitu sebanyak 5,8%. Data tersebut
menunjukkan tingginya angka insidensi rinitis alergi pada usia sekolah dan
produktif.1 Pada usia dewasa prevalensinya menurun lagi.3
ARIA ( Allergic Rhinitsi and itds impact on asthma) membuat klasifikasi
rinitis alergi berdasarkan lama dan seringnya timbul gejala yang dialami pasien,
bukan berdasarkan penyebab. Klasifikasi baru membagi rinitis alergi menjadi 2
kategori, yaitu intermiten dan persisten. Kategori intermiten adalah apabila gejala
timbul kurang dari 4 hari per minggu atau kurang dari 4 minggu, sedangkan kategori
persisten adalah apabila gejala timbul ebih dari 4 hari dalam seminggu dan
berlangsung lebih dari 4 minggu.2
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala, dan
pemeriksaan fisik THT. Ketepatan diagnosis sebaiknya dengan tes kulit atau bila
memungkinkan dengan radioallergosorbent test (IgE RAST).1
Penatalaksanaan pada rinitis alergi yaitu terutama berupa penghindaran
terhadap alergen atau iritan yang dicurigai sebagai penyebab gejala rinitis alergika.
Selain itu juga pengobatan simptomatis dengan memberikan antara lain antihistamin,
dekongestan, kortikosteroid lokal, dan munoterapi.3
Kekambuhan dari rinitis alergi menyebabkan penurunan produktivitas kerja
serta dapat mengganggu kualitas hidup.1 Berdasarkan hal tersebut, referat ini
dimaksudkan untuk menambah pemahaman klinis mahasiswa tentang penyakit rinitis
alergi mulai dari anatomi, definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, komplikasi, dan prognosis.
1.2.Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan
untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik di Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
dan Bedah Kepala - Leher di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang dan menambah
ilmu pengetahuan bagi dokter muda untuk mencapai kompetensi yang disyaratkan
dalam SKDI.
1.3. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini dalah untuk menambah pengetahuan para
pembaca secara umum dan lebih mengetahui serta memahami lebih mendalam
tentang rinitis alergi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung
Anatomi dan fungsi fisiologi normal harusdiketahui dan diingat kembali
sebelum terjadi perubahan atamomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi
kelainan.
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya antara lain pangkal
hidung, batang hidung, puncak hidung, ala nasi, columella, dan lubang hidung.
Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri.
Pintu masuk cavum nasi bagian depan disebut nares anterior. Dan lubang belakang
disebut nares posterior atau coana yang menghubungkan cavum nasi dengan
nasifaring.
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka, yang terbesar dan letaknya paling bawah
ialah konka inferior, yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi adalah konka
superior. Sedangkan yang terkecil disebut konka suprema.
Diantara konka - konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang
disebut meatus, ada 3 meatus yaitu meatus inferior, mdia dan superior.
Berdasarkan teori struktural, evolusioner, dan teori fungsional, fungi fisiologi hidung
dan sinus paranasal adalah fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara, penyaring
udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme
imunologi lokal. Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa olfactorius dan
reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu. Fungsi fonetik yang berguna
untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran suara sendiri
melalui konduksi tulang. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala,
proteksi terhadap trauma dan pelindung panas. Reflek nasal.