56
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Review Penelitian Sejenis 2.1.1. Deskripsi Review Penelitian Sejenis 1. Penelitian sejenis pertama dilakukan oleh Adhyra Yudhi FM (210110090012) pada tahun 2013 yang diberi judul “Hubungan antara Kredibilitas Pemateri dalam Kegiatan Media Gathering ‘Uji Kendaraan Listrik Nasional’ dengan Sikap Wartawan terhadap Kendaraan Listrik di Kota Bandung”. Peneliti menggunakan Teori Kredibilitas Sumber (Source Credibility Theory) yang dikemukakan oleh Hovland, Janis, dan Kelly. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan kredibilitas pemateri dengan sikap wartawan terhadap kendaraan listrik di kota Bandung. Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan 49

Kajian Pustaka

  • Upload
    nadhira

  • View
    23

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Mengkaji tentang Teori Kredibilitas Sumber, Konsep Kredibilitas Komunikator, Sikap, Komunikasi, dan Sikap

Citation preview

Page 1: Kajian Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Review Penelitian Sejenis

2.1.1. Deskripsi Review Penelitian Sejenis

1. Penelitian sejenis pertama dilakukan oleh Adhyra Yudhi FM (210110090012)

pada tahun 2013 yang diberi judul “Hubungan antara Kredibilitas Pemateri

dalam Kegiatan Media Gathering ‘Uji Kendaraan Listrik Nasional’ dengan

Sikap Wartawan terhadap Kendaraan Listrik di Kota Bandung”. Peneliti

menggunakan Teori Kredibilitas Sumber (Source Credibility Theory) yang

dikemukakan oleh Hovland, Janis, dan Kelly. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimana hubungan kredibilitas pemateri dengan sikap

wartawan terhadap kendaraan listrik di kota Bandung. Untuk melakukan

penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif

(korelasional) dengan teknik pengumpulan data menggunakan angket,

wawancara, observasi, serta studi pustaka. Sampel yang diteliti menggunakan

teknik simple random sampling berjumlah 49 orang. Data yang diperoleh

kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dan

analisis inferensial dengan menggunakan rank spearman. Hasil dari penelitian

49

Page 2: Kajian Pustaka

50

ini adalah terdapat hubungan antara kredibilitas pemateri dengan sikap

wartawan terhadap kendaraan listrik di kota Bandung.

2. Penelitian sejenis kedua yang pernah dilakukan sebelumnya dilakukan oleh

Muhammad Fario Pb (210110100116) pada tahun 2014 dengan judul “Hubungan

Kredibilitas Penyuluh Program Penanaman 25.000 Pohon dengan Sikap Peserta

terhadap Lingkungan Hidup”. Peneliti menggunakan Teori Kredibilitas Sumber

(Source Credibility Theory) yang dikemukakan oleh Hovland, Janis, dan Kelly.

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara

kredibilitas penyuluh program penanaman 25.000 pohon PT. Indonesia Power

UBP Kamojang dengan sikap peserta terhadap lingkungan hidup. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan

menggunakan angket, wawancara, observasi, serta kepustakaan (menganalisis

arsip terkait dengan objek penelitian) sebagai teknik pengumpulan data. Sampel

yang diteliti berjumlah 95 orang dari 126 peserta penyuluhan. Sedangkan teknik

analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan diferensial. Hasil

penelitian ini menyatakan bahwa semakin tinggi kredibilitas penyuluh, semakin

besar pula perubahan sikap peserta terhadap lingkungan hidup.

3. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Alan Setia Suganda (210110090016) pada

tahun 2014. Penelitian yang diberi judul “Hubungan Kredibilitas General

Manager dengan Sikap Kerja Karyawan di Telkomsel Kantor Cabang Regional

Jawa Barat” ini dilakukan dengan menggunakan metode korelasi dengan teknik

Page 3: Kajian Pustaka

51

korelasi uji statistik rank Spearman order correlation yang digunakan untuk

menghitung skala ordinal. Untuk mendukung metode tersebut, peneliti

menggunakan angket, wawancara, observasi, dan studi pustaka sebagai metode

pengumpulan datanya. Penelitian dengan 36 orang responden yang merupakan

karyawan di Telkomsel Jawa Barat ini menggunakan teknik sampling strata

proposional. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

hubungan kredibilitas general manager dengan sikap kerja karyawan Telkomsel

kantor cabang regional Jawa Barat. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang rendah tapi pasti antara kredibilitas General Manager

dengan sikap kerja karyawan di Telkomsel kantor cabang Jawa Barat. Setelah

penelitian dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara

kredibilitas general manager dengan sikap kerja karyawan Telkomsel kantor

cabang Regional Jawa Barat.

4. Penelitian ketiga dilakukan oleh Zulfan Nursyamsu (210110100111) pada tahun

2014. Penelitian yang diberi judul “Hubungan antara Kredibilitas Asgar Muda

Melakukan Program Pemberdayaan Masyarakat PT. Chevron Geothermal

Indonesia Ltd. Darajat dengan Sikap Masyarakat Pasir Wangi terhadap

Perusahaan” ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara

kredibilitas asgar muda sebagai komunikator dengan sikap masyarakat pasir

wangi terhadap PT. Chevron Geothermal Indonesia Ltd. Darajat. Peneliti

menggunakan Teori Kredibilitas Sumber (Source Credibility Theory) yang

Page 4: Kajian Pustaka

52

dikemukakan oleh Hovland, Janis, dan Kelly. Metode yang digunakan dalam

melakukan penelitian ini adalah kuantitatif dengan teknik analisis korelasional.

Sampel yang diteliti berjumlah 197 orang yang dipilih dengan menggunakan

teknik simple random sampling. Sementara untuk pengumpulan data, peneliti

melakukan penyebaran angket, wawancara, observasi, dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup berarti antara

kredibilitas asgar muda melakukan program pemberdayaan masyarakat PT.

Chevron Geothermal Ltd. Darajat dengan sikap masyarakat pasir wangi terhadap

perusahaan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah semakin kredibel asgar muda,

semakin erat pula hubungannya dengan perubahan sikap masyarakat pasir wangi

penerima manfaat program CSR PT. Chevron.

Page 5: Kajian Pustaka

53

2.1.2. Tabel Review Penelitian Sejenis

Page 6: Kajian Pustaka

54

2.2. Teori Kredibilitas Sumber

Penelitian berjudul “Hubungan Kredibilitas ELT dalam

Menyampaikan Company Engagement dengan Sikap Pekerja PHE WMO” ini

dilakukan dengan berlandaskan Teori Kredibilitas Sumber (Source Credibility

Theory) yang dikemukakan oleh Hovland, Janis, dan Kelly di dalam bukunya

COMMUNICATION AND PERSUASION: Phsycological Studies of Opinion

Change yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1953.

Asumsi dasar teori ini menyatakan bahwa seseorang mungkin lebih mudah

dipersuasi jika sumber-sumber persuasinya cukup kredibel. Seseorang biasanya

akan lebih percaya dan cenderung menerima dengan baik pesan-pesan yang

disampaikan oleh orang yang memiliki kredibilitas di bidangnya.

Menurut Hovland, efektivitas komunikasi biasanya tergantung kepada

siapa yang menyampaikan pesan. Untuk mendukung tercapainya perubahan sikap

audiens, komunikator dapat memengaruhi prosesnya dengan berbagai cara.

Sehingga kita akan berasumsi bahwa berbagai efek dari komunikator dimediasi

oleh sikap terhadap dirinya yang dipegang oleh anggota audiens. (Hovland, 1953:

19-20)

Secara nyata teori ini memberikan penjelasan tentang eratnya hubungan

antara kredibilitas seseorang dengan kepercayaan audiens terhadap isi pesan yang

ia sampaikan, yaitu semakin kredibel sumber maka akan semakin mudah

mempengaruhi cara pandang audiens. Dengan kata lain, kredibilitas seseorang

Page 7: Kajian Pustaka

55

mempunyai peranan yang penting dalam mempersuasi audiens untuk menentukan

pandangannya.

Menurut Hovland, sumber dengan kredibilitas tinggi memiliki dampak

besar terhadap opini audiens daripada sumber dengan kredibilitas rendah. Sumber

yang memiliki kredibilitas tinggi lebih banyak menghasilkan perubahan sikap

dibandingkan dengan sumber yang memiliki kredibilitas rendah. (Azwar, 2011:

64-65).

Hovland dalam Azwar (2011) menjelaskan bahwa perubahan sikap

meliputi perubahan opini (opinion change), perubahan persepsi (perception

change), perubahan perasaan atau emosi dan perubahan perilaku (affect change).

Hovland menggambarkan peranan kredibilitas dalam proses penerimaan

pesan dengan mengemukakan bahwa para ahli akan lebih persuasif dibandingkan

dengan bukan ahli. Suatu pesan persuasif akan lebih efektif apabila kita

mengetahui bahwa penyampai pesan adalah orang yang ahli di bidangnya (Azwar,

2011: 64-65).

Dua komponen kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kejujuran. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator dinilai tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman atau terlatih. Sebaliknya, komunikator yang dinilai rendah pada keahlian dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu dan bodoh. Kejujuran adalah kesan komunikate tentang komunikator berkaitan dengan wataknya. (Rakhmat, 2009: 260)

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Venus (2009), yaitu keahlian dan

kehandalan komunikator bisa menentukan kepercayaan yang diberikan

Page 8: Kajian Pustaka

56

kepadanya. Keahlian komunikator adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang

kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan.

Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu,

ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih. Kepercayaan, kesan komunikan

tentang komunikator yang berkaitan dengan sumber informasi yang dianggap

tulus, jujur, bijak dan adil, objektif, memiliki integritas pribadi, serta memiliki

tanggung jawab sosial yang tinggi.

Seorang komunikator dalam proses komunikasi akan sukses apabila

berhasil menunjukan source credibility, artinya menjadi sumber kepercayaan bagi

komunikan. Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang

diterima komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan. Kepercayaan

tersebut ditentukan oleh keahlian komunikator dalam profesinya. Kredibilitas

tersebut terbentuk dari keahlian komunikator dalam menguasai informasi

mengenai objek yang dimaksud dan memiliki keterpercayaan terhadap derajat

kebenaran informasi yang disampaikan.

Rakhmat mengatakan bahwa seorang komunikator menjadi source of

credibility disebabkan adanya “ethos” pada dirinya, yaitu apa yang dikatakan oleh

Aristoteles, dan yang hingga kini tetap dijadikan pedoman, adalah good sense,

good moral character dan goodwill. Daya tarik merupakan salah satu komponen

pelengkap dalam pembentukan kredibilitas sumber. Apabila sumber merupakan

individu yang tidak menarik atau tidak disukai, persuasi biasanya tidak efektif.

Kadang-kadang efek persuasi yang disampaikan komunikator yang tidak menarik

bahkan dapat mengubah ke arah yang berlawanan. (Azwar, 2011: 76).

Page 9: Kajian Pustaka

57

2.3. Kajian tentang Kredibilitas Komunikator

Kredibilitas (Kre.di.bi.li.tas) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adalah perihal dapat dipercaya.

Kredibilitas adalah seperangkat persepi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal: (1) kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator; (2) kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas. (Rakhmat, 2011: 254)

Kredibilitas menurut Aristoteles bisa diperoleh jika seorang komunikator

memiliki ethos, pathos dan logos. Ethos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara

dari karakter pribadinya, sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya. Pathos

adalah kekuatan yang dimiliki seorang pembicara dalam mengendalikan emosi

pendengarnya. Logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator melalui

argumentasinya (Cangara, 2002: 96).

Sedangkan komunikator menurut adalah individu yang berkomunikasi

secara langsung kepada audiens dan menyampaikan pandangannya terhadap suatu

maasalah. Dengan demikian, komunikator atau sumber memiliki tujuan dalam

berkomunikasi dengan audiensnya. (Hovland, 1953: 19)

Menurut Harold Laswell, komunikator atau sering disebut juga sumber (source), pengirim (sender), penyandi (encoder), pembicara (speaker), atau originator. Komunikator adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Seorang sumber bisa jadi komunikator/pembicara. Sebaliknya, seorang komunikator/sumber tidak selalu sebagai sumber. Bisa jadi ia menjadi pelaksana (eksekutor) dari seorang untuk menyampaikan pesan kepada khalayak ramai atau individu. (Mulyana, 2007)

Page 10: Kajian Pustaka

58

Dengan demikian, kredibilitas komunikator adalah seperangkat persepsi

komunikan mengenai sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua

hal, yakni: (1) Kredibilitas adalah persepsi komunikan; (2) Kredibilitas adalah

segala sesuatu berkenaan dengan sifat-sifat komunikator yang selanjutnya akan

kita sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas. (Rakhmat, 2009: 257)

2.3.1. Jenis-jenis Kredibilitas

Menurut Cangara (2002: 97), kredibilitas dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu:

▫ Initial Credibility: Kredibilitas yang diperoleh komunikator sebelum

proses komunikasi berlangsung, misalnya seorang pembicara yang sudah

punya nama bisa mendatangkan banyak pendengar.

▫ Derivied Credibility: Kredibilitas yang diperoleh seseorang pada saat

komunikasi berlangsung, misalnya pembicara memperoleh tepuk tangan

pendengar karena pidatonya masuk akal atau menarik.

▫ Terminal Credibility: Kredibilitas yang diperoleh seorang komunikator

setelah pendengar atau pembaca mengikuti ulasannya.

2.3.2. Komponen Kredibilitas

Seorang komunikator dianggap memiliki kredibilitas apabila ia telah

memenuhi kriteria sebagai berikut:

▫ Keahlian Komunikator (expertise), dapat didefinisikan sebagai penguasaan

materi yang dimiliki komunikator terhadap pesan yang akan disampaikan.

Menurut Tan, sejauh mana penonton menganggap bahwa sumber

Page 11: Kajian Pustaka

59

mengetahui "jawaban yang benar" untuk pertanyaan atau "tepat" untuk

menjelaskan permasalahan terkait. Keahlian tergantung pada pelatihan,

pengalaman, kemampuan, kecerdasan, pencapaian profesional, dan status

sosial. (Tan, 1981: 104)

▫ Keterpercayaan Komunikator (trustworthiness), berkaitan dengan sejauh

mana sumber dianggap mampu mengkomunikasikan pernyataannya

dengan benar tanpa diragukan. Sumber yang terpercaya adalah sumber

yang menyampaikan pesannya secara objektif. Sumber terpercaya juga

dapat dirasakan oleh penonton bahwa ia tidak memiliki niat untuk

memanipulasi pesannya. (Tan, 1981: 105)

Selain kedua komponen tersebut, kredibilitas juga seringkali diperkuat

oleh faktor daya tarik komunikator (attractiveness) adalah komponen yang

dianggap paling menentukan berhasil atau tidaknya proses penyampaian pesan

kepada komunikan. Pendengar atau pembaca bisa dengan mudah mengikuti

pandangan yang dikemukakan oleh komunikator hanya karena daya tarik yang

dimilikinya.

Menurut Tan (1981), daya tarik didukung oleh hal-hal berikut:

▫ Kesamaan (similiarity). Audiens akan tertarik kepada komunikator yang

memiliki kesamaan karakteristik demografi seperti usia, pendidikan,

pekerjaan, tingkat penghasilan, agama, tempat tinggal, dan ideologi.

▫ Keakraban (familiarity). Komunikator yang sudah dikenal, baik secara

langsung maupun melalui media massa akan dapat mempersuasi audiens

Page 12: Kajian Pustaka

60

secara lebih efektif karena interaksinya lebih dapat diprediksi, dan lebih

diperhatikan dibandingkan dengan komunikator yang belum familiar.

▫ Kesukaan (liking). Kesamaan dan keakrban menuntun seseorang kepada

kesukaan. Audiens menyukai komunikator yang memberi mereka

penghargaan dan tidak menyukai komunikator yang menghakimi mereka.

Berscheid dan Walster, komunikator (atau orang lain secara umum) dapat

memberikan kita penghargaan sebagai berikut: (1) pengurangan

kecemasan, stres, kesepian, atau kecemasan; (2) penerimaan sosial; (3)

kedekatan; dan (4) kerjasama.

▫ Daya tarik fisik (physical attractiveness). Penelitian menyatakan bahwa

daya tarik fisik memengaruhi penilaian kita mengenai hasil kerja sesorang.

(Tan, 1981: 106-110)

Pendapat lain datang dari McCtoskey dalam Cangara (2002: 96) yang

menjelaskan bahwa komunikator memiliki lima dimensi, yaitu:

▫ Kompetensi (Competence), yaitu penguasaan yang dimiliki komunikator

pada masalah yang dibahasnya.

▫ Karakter (Character), karakter menunjukkan kepribadian komunikator

tentang ketegaran atau toleransi dalam prinsip.

▫ Tujuan (Intention), menunjukkan apakah hal-hal yang disampaikan

memiliki maksud yang baik atau tidak.

▫ Kepribadian (personality), menunjukkan apakah pembicara memiliki

pribadi yang hangat dan bersahabat.

Page 13: Kajian Pustaka

61

▫ Dinamisme (dynamism), menunjukkan apakah hal yang disampaikan

menarik atau sebaliknya justru membosankan.

2.4. Kajian tentang Sikap

Seseorang akan mengevaluasi segala sesuatu yang dilihat dan dialami

hingga memengaruhi kecenderungan perilakunya. Kemudian ia menunjukkan

reaksi atas terpaan aksi yang diterimanya, yang disebut dengan sikap. Untuk itu,

sikap dikatakan sebagai respon evaluatif. Respons hanya akan timbul apabila

individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi

individual. Respons evaluatif berarti bahwa timbulnya bentuk reaksi yang

dinyatakan sebagai sikap didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang

memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-

negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai

potensi reaksi terhadap objek sikap. (Azwar, 2011:15)

2.4.1. Definisi Sikap

Thurstone memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek

negatif terhadap suatu objek psikologis. La Pierre (1934) juga mendefinisikan

sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi

untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana; sikap adalah

respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan Secord &

Backman (1964) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal

Page 14: Kajian Pustaka

62

perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan tindakan (konasi) sesorang terhadap

suatu aspek di lingkungan sekitarnya. (Azwar, 2013: 5)

Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya rekasi individual. Respons evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluatif dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. (Azwar, 2013: 15)

2.4.2. Struktur Sikap

Menurut Azwar (2013), struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang

saling menunjang, yaitu:

▫ Kognitif (cognitive), yaitu kepercayaan seseorang mengenai apa yang

berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu telah

terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai

apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu.

▫ Afektif (affective) yaitu aspek emosional subjektif terhadap suatu objek

sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang

dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional yang merupakan komponen

afektif banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau yang kita percayai

sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud.

▫ Konatif (conative) menunjukkan bagaimana kecenderungan berperilaku

seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini

didasari oleh asumsi bahwa kerpercayaan dan perasaan ini membentuk

Page 15: Kajian Pustaka

63

sikap individual. Sikap seseorang akan dicerminkan dalam bentuk tendensi

perilaku terhadap objek.

Page 16: Kajian Pustaka

64

2.4.3. Pembentukan Sikap

Azwar (2013: 30-38) menjelaskan bahwa sikap sosial terbentuk dari

adanya interaksi sosial yang dialami individu. Dalam suatu interaksi sosial, terjadi

hubungan saling memengaruhi di antarindividu sehingga terjadi hubungan timbal-

balik yang memengaruhi pola perilaku masing-masing individu. Interaksi sosial

tersebut memungkinkan individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu

terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Pembentukan sikap tersebut

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

▫ Pengalaman Pribadi. Pengalaman memengaruhi penghayatan seseorang

terhadap suatu stimulus sosial yang kemudian menjadi dasar pembentukan

sikap dalam diri individu. Sikap lebih mudah dibentuk jika seseorang

mengalami suatu peristiwa yang melibatkan faktor emosionalnya.

▫ Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting. Kecenderungan ini pada

dasarnya dimotivasi oleh keinginan seseorang untuk berafiliasi dan

menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

▫ Pengaruh Kebudayaan. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan

garis pengarah sikap dalam diri setiap individu serta pemberi corak

pengalaman individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat.

▫ Media Massa. Media massa membawa pesan-pesan berisi sugesti yang

mengarahkan pada opini seseorang dan selanjutnya akan memberikan

landasan kognitif dan afektif bagi seseorang dalam menilai suatu hal.

▫ Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama. Kedua lembaga tersebut

menanamkan pengertian, konsep moral, dan ajaran agama ke dalam diri

Page 17: Kajian Pustaka

65

inividu yang memengaruhi kepercayaan seseorang terhadap suatu objek

atau hal.

▫ Pengaruh Faktor Emosional. Sikap yang terbentuk dari emosi ini

merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu setelah frustasi hilang

dari diri individu.

2.4.4. Dimensi Sikap

Azwar (2011) mengutip penjelasan Sax dalam bukunya Principal and

Psychological Measurement and Evaluation, tentang dimensi sikap, yaitu:

▫ Arah, artinya sikap terpilah menjadi dua arah dalam hal kesetujuan

(setuju-tidak setuju)

▫ Intensitas, artinya sikap memiliki kekuatan yang belum tentu sama

terhadap sesuatu hal atau objeknya meskipun arahnya mungkin tidak jauh

berbeda.

▫ Keluasan, artinya kesetujuan atau ketidaksetujuan yang ditunjukkan

dalam sikap seseorang dapat mencakup banyak aspek yang menyangkut

pada objek yang dinilai.

▫ Konsistensi, artinya sikap memiliki kesesuaian antara pernyataan sikap

tang dikemukakan responnya terhadap objek yang dimaksud yang dapat

dilihat berdasarkan kesesuaian sikap antarwaktu dan ketahanan sikap

dalam individu itu sendiri.

Page 18: Kajian Pustaka

66

▫ Spontanitas, hal ini menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk

menyatakan sikapnya secara spontan tanpa harus melakukan

pengungkapan lebih dahulu agar individu mengemukakannya.

2.5. Tinjauan tentang Komunikasi

2.5.1. Definisi Komunikasi

Secara epistimologis, komunikasi atau dalam bahasa Inggris

commumunication berasal dari bahasa latin, communicatio, dan bersumber dari

kata communis yang berarti sama yang digunakan untuk menjelaskan persamaan

makna. Kata tersebut kemudian dikembangkan dalam bahasa Inggris, yang

didefinisikan dalam Oxford Essential Dictionary sebagai

Communication /kəmjuːnɪˈkeɪʃ(ə)n/ noun

▫ Communication (tidak jamak): berbagi atau bertukar informasi, perasaan

atau ide dengan seseorang.

▫ Communications (jamak): cara mengirim atau menerima informasi,

terutama telepon, radio, komputer, dan sebagainya.

Berdasarkan asal katanya yang berarti sama, komunikasi minimal harus

mengandung kesamaan antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena

kegiatan komunikasi tidak hanya bersifat informatif, yakni agar orang lain tahu

dan mengerti; tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu

paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan sebagainya.

(Effendy, 2005: 9)

Page 19: Kajian Pustaka

67

Beberapa pengertian komunikasi terkadang terlalu sempit, seperti

komunikasi adalah “penyampaian pesan”, ataupun terlalu luas seperti

“komunikasi adalah proses interaksi antara dua makhluk”, sehingga pelaku

komunikasi tersebut dapat termasuk hewan, tumbuhan, bahkan jin. Sebagaimana

dikemukakan oleh John R. Wenburg dan William W. Wilmot juga Kenneth K.

Sereno dan Edward M. Bodaken, setidaknya ada tiga pemahaman mengenai

komunikasi sebagai tindakan, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi

sebagai interaksi. (Mulyana, 2010: 60)

Cangara menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses interaksi,

proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan

(1) membangun hubungan antarsesama (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk

menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap

dan tingkah laku itu. (Komala, 2009: 23)

Salah satu paradigma komunikasi yang paling populer diungkapkan oleh

Harold Laswell dalam karyanya, The Strutcure and Function of Communication

in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan

komunikasi ialah menjawab pertanyaan: “Who Says What in Which Channel to

Whom with What Effect?”

2.5.2. Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-

Page 20: Kajian Pustaka

68

raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, yang timbul dari lubuk hati. (Effendy, 2005: 11)

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni:

▫ Proses primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan

seseorang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa,

kial, (gesture), isyarat, gambar, warna dan lainnya yang secara langsung

mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada

komunikan.

▫ Proses sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada

orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua

(telepon, suratkabar, majalah, radio, televisi, film, internet), setelah

memakai lambang sebagai media pertama.

(Komala, 2009: 83)

2.5.3. Komunikasi Organisasi

Wiryanto menjelaskan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman

dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun

informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang

disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan

organisasi. Sedangkan komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui

secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya

secara individual. (Romli, 2014: 2)

Page 21: Kajian Pustaka

69

Goldhaber dalam Romli (2014: 13) memberikan mendefinisikan

komunikasi organisasi sebagai proses menciptakan saling menukar pesan dalam

satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi

lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah.

Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang digunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan. (Romli, 2014: 2)

Romli mengutip Conrad (dalam Tubbs dan Moss, 2005) dalam

mengidentifikasikan tiga komunikasi sebagai berikut:

▫ Fungsi perintah, berkenaan dengan anggota-anggota organisasi

mempunyai hak dan kewajiban membicarakan, menerima, menafsirkan,

dan bertindak atas suatu perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah

koordinasi di antara sejumlah anggota yang bergantung dalam organisasi

tersebut.

▫ Fungsi relasional, yaitu berkenaan dengan komunikasi memperbolehkan

anggota-anggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif,

hubungan personal dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam

pekerjaan memengaruhi kinerja pekerjaan (job performance) dalam

berbagai cara.

Page 22: Kajian Pustaka

70

▫ Fungsi manajemen ambigu, berkenaan dengan pilihan dalam situasi

organisasi sering dibuat dalam keadaan yang sangat ambigu. Komunikasi

adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan (ambiguity)

yang melekat dalam organisasi.

Page 23: Kajian Pustaka

71

Romli (2014) membagi dimensi komunikasi organisasi secara internal dan

eksternal dengan penjabaran sebagai berikut:

A. Komunikasi Internal

Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara

anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi. Proses

komunikasi internal bisa berwujud komunikasi antarpribadi maupun komunikasi

kelompok, atau merupakan komunikasi primer maupun sekunder (menggunakan

media nirmassa). Komunikasi internal lazim dibedakan menjadi dua, yaitu:

▫ Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan sebaliknya.

Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi, petunjuk,

atau informasi kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberi laporan,

saran, pengaduan, dan sebagainya kepada pimpinan.

▫ Komunikasi horizontal, yaitu komunikasi antara sesama karyawan, atau

sesama manajer, dan sebagainya. Pesan dalam komunikasi ini dapat

mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antar-

bagian. Komunikasi lateral ini memperlancar pertukaran pengetahuan,

metode dan masalah. Hal ini membantu organisasi untuk menghindari

beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya, serta membangun

semangat dan kepuasan kerja.

B. Komunikasi Eksternal

Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan

organisasi dengan khalayak luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini

Page 24: Kajian Pustaka

72

lebih banyak dilakukan oleh Humas, sedangkan pemimpin terbatas pada hal-hal

yang dianggap penting.

▫ Komunikasi dari organisasi kepada khalayak. Komunikasi ini umumnya

bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak

merasa memiliki keterlibatan. Komunikasi ini dapat melalui berbagai

bentuk, antara lain: majalah organisasi, press release, artikel surat kabar

atau majalah, film dokumenter, brosur, poster, konferensi pers, dan

sebagainya.

▫ Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi ini merupakan

bentuk umpan balik (feedback) dari kegiatan dan komunikasi yang

dilakukan oleh organisasi.

2.6. Tinjauan tentang Public Relations

2.6.1 Definisi Public Relations

Scott M. Cutlip, Aleen H. Center dan Glen M. Broom dalam bukunya

Effective Public Relations menulis salah satu definisi PR, yakni Public Relations

(PR) adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan

yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang memengaruhi

kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut. (Cutlip, Center & Broom, 2006: 6)

Page 25: Kajian Pustaka

73

Selain definisi dari Cutlip, Center and Broom, terdapat pula beberapa

definisi PR sebagai berikut:

▫ Hubungan Masyarakat (Humas) adalah komunikasi dua arah antara

organisasi dengan publik secara timbal balik dalam rangka mendukung

fungsi dan tujuan manajemen dengan meningkatkan pembinaan kerjasama

dan pemenuhan kepentingan bersama. (Effendy, 2009)

▫ Menurut Edward L. Bernays, PR mempunyai tiga arti: (1) penerangan

kepada publik, (2) persuasi kepada publik untuk mengubah sikap dan

tingkah laku, (3) upaya untuk menyatukan sikap dan perilaku suatu

lembaga. (Ardianto, 2011: 10)

▫ J.C. Seidel mendefinisikan PR sebagai proses kontinu dari usaha-usaha

manajemen untuk memeroleh goodwill (itikad baik) dan pengertian dari

pelanggan, pegawai, dan publik yang lebih luas; ke dalam mengadakan

analisis, sedangkan ke luar memberikan pernyataan-pernyataan. (Ardianto,

2011: 9)

▫ Seitel menjelaskan bahwa Public Relations merupakan fungsi menejemen

yang membantu menciptakan dan saling memelihara alur komunikasi,

pengertian, dukungan, serta kerjasama suatu organisasi/ perusahaan

dengan publiknya dan ikut terlibat dalam menangani masalah-masalah

atau isu-isu manajemen. PR membantu manajemen dalam penyampaian

informasi dan tanggap terhadap opini publik, sehingga PR membantu

memantau berbagai perubahan secara efektif. (Soemirat dan Ardianto,

2010: 13)

Page 26: Kajian Pustaka

74

▫ Dr. Rex Harlow menjelaskan bahwa Public Relations adalah fungsi

manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur

bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas

komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerja sama; melibatkan

manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu

manajemen dalam mengikuti dan memenfaatkan perubahan secara efektif;

bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi

kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat

dan etis sebagai sarana utama. (Ruslan, 2010: 16)

▫ Grunig and Hunt mendefinisikan PR sebagai manajemen komunikasi

antara organisasi dengan publiknya. (Johnston & Zawawi, 2004: 6)

▫ Menurut (British) Institute of Public Relations (IPR), PR adalah

keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan

berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik

(good-will) dan saling pengertian (mutual understanding) antara suatu

organisasi dengan segenap khalayak. (Jeffkins, 2003:9)

▫ Sedangkan Frank Jefkins sendiri mendefinisikan PR sebagai semua bentuk

komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara

suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai

tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. (Jeffkins,

2003: 9)

Page 27: Kajian Pustaka

75

Intinya, PR adalah good image (citra baik), goodwill (itikad baik), mutual understanding (saling pengertian), mutual confidence (saling mempercayai), mutual appreciation (saling menghargai) dan tolerance (toleransi). (Ardianto, 2011: 10)

Menurut Cutlip Center & Brown, terdapat dua konsep dasar PR, yaitu

konsep satu arah dan konsep dua arah. Konsep PR satu arah hampir sepenuhnya

didasarkan pada propaganda dan komunikasi persuasif, biasanya dalam bentuk

publisitas. Sedangkan konsep dua arah menekankan pada pertukaran komunikasi,

resiprositas, dan pemahaman bersama. Selain itu, konsep dua arah mencakup

manajemen konseling terhadap perubahan yang dibutuhkan dalam organisasi.

Presiden New South Wales dari Public Relations Institute of Australia,

Don Barnes (1967) mendeskripsikan bahwa tujuan dari petugas dan konsultan PR

adalah menjaga relasi antara organisasi dengan publiknya yang beragam. Barnes

juga menjelaskan fungsi dari praktisi PR adalah:

▫ Untuk memberikan masukan kepada manajemen tentang kebijakan dan

efeknya dalam Public Relations;

▫ Untuk menghubungkan dan mengkoordinasikan aktivitas organisasi yang

memengaruhi publik;

▫ Untuk menjelaskan organisasi dan kebijakannya kepada publik yang

beragam melalui media;

▫ Untuk menjelaskan kepada manajemen apa yang publik pikirkan tentang

organisasi

(Johnston & Zawawi, 2004: 4-5)

Page 28: Kajian Pustaka

76

2.6.2 Tujuan dan Fungsi Public Relations

2.6.2.1. Tujuan Public Relations

Tujuan PR untuk mengembangkan pengertian dan kemauan baik

(goodwill) publiknya serta untuk memperoleh opini publik yang menguntungkan

atau untuk menciptakan kerjasama berdasarkan hubungan yang harmonis dengan

publik (Soemirat dan Ardianto, 2010: 89).

Frank Jeffkins, dalam bukunya Public Relations mengemukakan bahwa

ruang lingkup tujuan Public Relations sangatlah luas. Namun terdapat beberapa

tujuan pokok yang dapat diambil, sebagai berikut:

▫ Untuk mengubah citra umum di mata khalayak sehubungan dengan adanya

kegiatan-kegiatan baru yang dilakukan perusahaan;

▫ Untuk menyebarluaskan cerita sukses yang telah dicapai oleh perusahaan

kepada masyarakat dalam rangka mendapatkan pengakuan;

▫ Untuk meningkatkan bobot kualitas calon pegawai;

▫ Untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan itu dengan khalayaknya,

sehubungan dengan telah terjadinya suatu peristiwa yang mengakibatkan

kecaman, kesangsian, atau salah paham di kalangan khalayak terhadap niat

baik perusahaan;

▫ Untuk mendidik para pengguna atau konsumen agar mereka lebih efektif

dan mengerti dalam memanfaatkan produk-produk perusahaan;

▫ Untuk mendukung keterlibatan perusahaan sebagai sponsor dari

penyelengaraan suatu acara;

Page 29: Kajian Pustaka

77

▫ Untuk memperkenalkan perusahaan kepada masyarakat luas,serta

membuka pasar-pasar ekspor baru;

▫ Untuk mempersiapkan penerbitan saham tambahan atau karena adanya

perusahaan yang go public;

▫ Untuk meyakinkan khalayak bahwa perusahaan mampu bertahan atau

bangkit setelah krisis;

▫ Untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan perusahaan dalam rangka

menghadapi risiko pengambil alihan;

▫ Untuk menciptakan identitas perusahaan yang baru;

▫ Untuk menyebarluaskan informasi mengenai aktivitas dan partisipasi para

pimpinan perusahaan organisasi dalam kehidupan sosial sehari-hari;

▫ Untuk memastikan para politisi bener-benar memahami kegiatan-kegiatan

atau produk perusahaan yang positif, agar perusahaan yang bersangkutan

terhindar dari peraturan, undang-undang, dan kebijakan pemerintah yang

merugikan;

▫ Untuk menyebarluaskan kegiatan-kegiatan riset yang telah dilakukan

perusahaan.

2.6.2.2 Fungsi Public Relations

▫ Menjembatani antara lembaga/perusahaan di satu pihak dan masyarakat/

publik di pihak lain.

▫ Sebagai juru bicara lembaga/perusahaan untuk menyampaikan pesan-

pesan/ide untuk kepentingan publik/masyarakat.

Page 30: Kajian Pustaka

78

▫ Mengabdi kepada kepentingan publik agar segala upaya yang telah

dilakukan oleh lembaga/perusahaan dapat disampaikan/disebarluaskan

kepada publik.

▫ Memelihara komunikasi yang baik untuk kepentingan publik.

▫ Memelihara hubungan yang baik antara lembaga dengan publiknya untuk

memperoleh citra yang positif.

2.6.3 Proses Public Relations

“Proses PR selalu dimulai dan diakhiri dengan penelitian.” (Jeffkins,

2003: 57)

▫ Defining Problem (Definisikan Permasalahan)

Seorang PR harus dapat mengenal masalah dan penyebabnya. Maka dalam

tahap ini praktisi PR perlu melibatkan diri dalam penelitian dan

pengumpulan fakta. Selain itu PR perlu memantau dan membaca terus

pengertian, opini, sikap, dan perilaku mereka yang berkepentingan dan

terpengaruh oleh sikap dan tindakan perusahaan. Singkat kata, tahap ini

merupakan penerapan dan fungsi intelejen perusahaan. Pada tahap ini

ditentukan “What’s happening now?”. Perlu diketahui bahwa langkah ini

dilakukan oleh seseorang praktisi PR setiap saat secara kontinu, bukan

hanya pada saat krisis terjadi.

▫ Planning & Programming (Perencanaan dan Program)

Pada tahap ini seorang praktisi PR sudah menemukan penyebab timbulnya

permasalahan dan sudah siap dengan langkah-langkah pemecahan atau

Page 31: Kajian Pustaka

79

pencegahan. Langkah-langkah itu dirumuskan dalam bentuk rencana dan

program, termasuk anggarannya. Tercakup dalam tahap ini adalah

objective, prosedur, dan strategi yang diarahkan pada masing-masing

khalayak sasaran. Tahap ini akan memberi jawaban atas pertanyaan:

“What should we do and why?”.

▫ Acting & Communicating (Aksi dan Komunikasi)

Banyak praktisi PR yang sering melupakan kedua proses diatas dan

langsung masuk ke tahap tiga, yakni langsung melakukan aksi dan

komunikasi berdasarkan asumsi pribadi. Meski tidak jarang tindakan itu

membawa hasil yang tidak buruk, langkah ini sama sekali tidak disarankan

karena terlau beresiko tinggi bagi citra perusahaan. Manajer PR yang

melakukan hal ini biasanya kurang paham ke mana citra perusahaan

hendak diarahkan dan di mana ia berada kini. Sekali lagi aksi dan

komunikasi harus dikaitkan dengan objective dan goals yang spesifik.

Tahap ini menjawab pertanyaan: “How we do it and say it?”.

▫ Evaluating (Evaluasi Program)

Proses PR selalu dimulai dengan mengumpulkan fakta dan diakhiri pula

dengan pengumpulan fakta. Untuk mengetahui apakah prosesnya sudah

selesai atau belum, seorang praktisi PR perlu melakukan evaluasi atas

langkah-langkah yang telah diambil. Seperti biasa, selesainya suatu

permasalahan selalu akan diikuti oleh permasalah baru (krisis baru). Maka,

tahap ini akan melibatkan pengurkuran hasil tindakan di masa lalu.

Page 32: Kajian Pustaka

80

Penyesuaian dapat dibuat dalam program yang sama, atau setelah suatu

masa berakhir. Pengukuran ini menjawab perntanyaan: “How did we do?”.

2.6.4 Peran Praktisi Public Relations

Dua peran utama praktisi PR adalah sebagai teknisi dan problem solver.

▫ Teknisi menyediakan publikasi (misalnya news release dan newsletter).

Teknisi berada di posisi yang lebih rendah di dalam organisasi

dibandingkan dengan problem-solvers;

▫ Problem-solvers meminta klien atau manajemen untuk memikirkan

kembali atau mengklarifikasi masalah dan mencari solusi. Problem-solvers

bersama manajemen, dengan tanggung jawab bersama untuk membuat

keputusan dan membentuk kebijakan.

2.6.5 Aktivitas Public Relations

PR dapat bekerja sebagai konsultan ataupun sebagai praktisi internal.

Sebagai konsultan, praktisi memiliki banyak klien dalam melakukan

pekerjaannya. Keuntungannya adalah keberagaman pekerjaan tersebut

memungkinkan untuk bekerja di berbagai lokasi, mengenal banyak orang, dan

dapat merancang program yang berbeda-beda. Sedangkan praktisi internal bekerja

untuk satu organisasi. Keuntungannya adalah dapat mengenal organisasi secara

mendalam dan kemudahan dalam mengakses manajemen, fasilitas, dan

sebagainya.

Page 33: Kajian Pustaka

81

Di dalam kapasitasnya masing-masing, pekerjaan praktisi PR adalah salah

satu pekerjaan di mana banyak peran yang tumpang tindih. Peran dan aktivitas

kunci tersebut berada di sekitar area:

▫ Communication menanamkan atau pertukaran pikiran, pendapat atau

pesan melalui visual, lisan, atau tulisan;

▫ Publicity menyebarluaskan dengan tujuan terencana dan executed pesan

melalui media yang dipilih, tanpa biaya, untuk sebagian ketertarikan

organisasi;

▫ Promotions aktivitas yang didesain untuk menciptakan dan

menstimulasi ketertarikan terhadap seseorang, produk, organisasi, atau

kasus;

▫ Press Agentry generasi cerita ‘berita halus’ biasanya terasosiasi dengan

industri hiburan;

▫ Integerated Marketing fungsi PR yang mendukung tujuan marketing

atau iklan organisasi;

▫ Issues Management Identifikasi, memonitori dan bertindak dalam

masalah kebijakan publik yang peduli terhadap organisasi;

▫ Crisis Management berurusan dengan krisis, bencana atau kejadian

negatif tak terduga dan memaksimalkan positif hasil these yang mungkin

dimiliki;

▫ Press Secretary/Public Information Officer bertindak sebagai

penghubung antara representatif politik atau departemen pemerintah dan

media;

Page 34: Kajian Pustaka

82

▫ Public Affairs/Lobbyist bekerja atas nama organisasi pribadi dalam

berurusan dengan politikus dan pelayan publik who determine kebijakan

dan legalisasi untuk either maintain status quo atau perubahan efek;

▫ Financial Relations berurusan dengan dan mengkomunikasikan

informasi kepada stakeholder dari organisasi dan komunitas investasi;

▫ Community Relations membangun dan menjaga relasi antara organisasi

dengan kelompok komunitas yang saling memengaruhi;

▫ Internal Relations membangun dan menjaga relasi dengan orang-orang

yang terlibat dalam organisasi yang sama;

▫ Industry Relations membangun dan menjaga relasi antara organisasi

dengan, atau atas nama, perusahaan dalam kelompok industri;

▫ Minority Relations membangun dan menjaga relasi dengan, atau atas

nama, kelompok minoritas dan individual;

▫ Media Relations membangun dan menjaga relasi antara media dengan

organisasi;

▫ Public Diplomacy membangun dan menjaga relasi untuk menambah

perdagangan, pariwisata dan itikad baik antar bangsa;

▫ Event Management menyiapkan, merencanakan, dan melaksanakan

event signifikan yang mencakup bingkau terbatas;

▫ Sponsorship menawarkan dan menerima keuangan atau dalam bentuk

dukungan dalam mencari public exposure;

▫ Cause/Relationship Marketing membangun dan menjaga relasi untuk

engender kesetiaan dan dukungan pelanggan;

Page 35: Kajian Pustaka

83

▫ Fundraising membangun dan menjaga relasi atas nama sektor non-

profit untuk menstimulasi donasi dan dukungan publik;

2.6.6 Publik dalam Public Relations

Publik adalah sekelompok orang yang saling berbagi ketertarikan dan

kepeduliaan. Publik dapat aktif ataupun pasif. Publik aktif terdiri dari individu

yang mengetahui bahwa mereka berbagi ketertarikan atau kepedulian dengan

sesama. Terkadang suatu grup yang disebut stakeholder disamakan dengan

publik. Istilah ini cenderun untuk digunakan untuk mendeskripsikan orang-orang

yang memiliki ketertarikan terhadap organisasi atau kegiatannya. Namun, Salah

satu atribut penting dari publikdapat berubah dari aktif menjadi pasif dan kembali

lagitidak berlaku bagi stakeholders. Stakeholders selalu aktif. (Johnston &

Zawawi, 2004: 15)

Ardianto (2009: 124-125) menjelaskan bahwa publik dalam Public

Relations dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori, yaitu:

▫ Publik Internal dan publik eksternal: Internal publik yaitu publik yang

berada di dalam perusahaan. Misalnya karyawan, satpam, penerima

telepon, supervisor, klerk, manajer, para pemegang saham, dan direksi

perusahaan. Sedangkan publik eksternal adalah mereka yang

bekerpentingan terhadap perusahaan, dan berada di luar perusahaan.

Misalnya: penyalur, pemasok, bank, pemerintah, pelanggan, komunitas,

dan pers.

Page 36: Kajian Pustaka

84

▫ Publik primer, sekuder, dan marginal. Tidak semua elemen dan

stakeholders perlu diperhatikan perusahaan. Perusahaan perlu menyusun

suatu kerangka prioritas. Publik primer dianggap paling penting karena

dapat sangat membantu atau merintangi upaya suatu perusahaan. Publik

sekunder adalah publik yang dianggap tidak begitu penting. Sedangkan

publik marginal adalah publik yang tidak berpengaruh terhdap perusahaan.

Urutan dan prioritas publik setiap perusahaan berbeda-beda dan

kemungkinan dapat berubah setiap tahunnya.

▫ Publik tradisional dan publik masa depan: Karyawan dan pelanggan

adalah publik adalah publik tradisional. Sedangkan mahasiswa/pelajar,

peneliti, konsumen potensial, dosen, dan pejabat pemerintah (madya)

adalah publik masa depan.

▫ Proponents, opponents, dan uncommitted: Di antara publik terdapat

kelompok yang menetang perusahaan (opponents), yang memihak

(proponents), dan ada yang tidak peduli ( uncommitted). Perusahaan perlu

mengenal publik yang berbeda-beda ini agar dapat denga melihat jernih

permasalahan

▫ Silent majority dan vocal minority: Dilihat dari aktivitas publik dalam

mengajukan complaint (keluhan) atau mendukung perusahaan, dapat

dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif). Publik penulis

di surat kabar umumnya adalah vocal minority, yaitu aktif menyuarakan

Page 37: Kajian Pustaka

85

pendapatnya, namun jumlahnya tidak banyak. Sedangkan mayoritas

pembaca adalah pasif sehingga tidak keliatan suara atau pendapatnya.