99
KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. PERTAMINA (PERSERO) DITINJAU UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh MOSLEM BRILLIANT ATH THORIQ NIM : 11150480000169 P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2019 M

KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. PERTAMINA

(PERSERO) DITINJAU UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003

TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh

MOSLEM BRILLIANT ATH THORIQ

NIM : 11150480000169

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 2: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …
Page 3: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …
Page 4: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …
Page 5: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

iv

ABSTRAK

MOSLEM BRILLIANT ATH THORIQ, NIM 11150480000169, “KEBIJAKAN

PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. PERTAMINA (PERSERO) DITINJAU

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK

NEGARA”, Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440H/2019M, viii + 79 halaman + 4 halaman daftar

pustaka + 6 halaman lampiran.

Permasalahan pada skripsi ini adalah PT. Pertamina (Persero) berada pada 2 aturan

Perundang-undangan yang memiliki legalitas hukum yang kuat. Teknik pengumpulan data

yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mencari

referensi untuk mendukung materi penelitian ini melalui literatur seperti buku, bahan ajar

perkuliahan, artikel, jurnal, skripsi, undang-undang, dan hasil dokumen serta wawancara dari

pihak Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah Implikasi kebijakan

pemberlakuan satu harga BBM terhadap PT. Pertamina (Persero) yang tidak sesuai dengan

maksud dan tujuan pendirian Persero pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang

Badan Usaha Milik Negara, dalam praktiknya bahwa PT. Pertamina (Persero) telah

melanggar Pasal 12 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik

Negara yaitu mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan akan tetapi PT.

Pertamina (Persero) mengalami kerugian dalam menjalankan Kebijakan Pemberlakuan Satu

Harga BBM..

Kata Kunci : BUMN, Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM, PT. Pertamina (Persero)

Pembimbing : Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1968 - 2014

Page 6: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT. Atas berkat rahmat,

hidayat, dan juga anugerah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG

BADAN USAHA MILIK NEGARA TERHADAP KEBIJAKAN

PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM OLEH PT. PERTAMINA

(PERERO)”. Sholawat serta salam tidak lupa tercurah oleh peneliti kepada

junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari

zaman jahiliah, kepada zaman islamiyah pada saat ini. Penulisan skripsi ini

dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini tidak dapat diselesaikan oleh

peneliti tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak selama penyusunan

skripsi ini.

Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas para pihak

yang telah memberikan peranan secara langsung dan tidak langsung atas

pencapaian yang telah dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang

terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., MH., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, saya ucapkan banyak terimakasih atas

kesempatan waktu, arahan, dan kritik, serta saran yang diberikan demi

penelitian yang saya lakukan.

4. Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H. Pembimbing Skripsi peneliti, saya ucapkan

banyak terimakasih atas kesempatan waktu, arahan, dan kritik, serta saran

yang diberikan demi penelitian yang saya lakukan.

5. Ria Safitri S.H., M.Hum, dosen Hukum Perbankan dan Hukum Jaminan yang

selalu membantu mahasiswa semester sebelum akhir untuk konsultasi terkait

judul proposal skripsi

6. M. Fansrullah Asa, selaku Kepala BPH Migas RI yang sudah

memperbolehkan saya meminta data terkait Kebijakan Satu Harga BBM dan

juga rekan-rekan BPH Migas Ayu, Agustinus Yanuar, Ade Irwan S.H., M.H.,

Andi Purdyanto terima kasih bapak/ibu yang sudah meluangkan waktunya

untuk membantu saya meminta data dalam hal wawancara

7. Kepala dan Staff Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti

mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

8. Orang tua dan adik peneliti Anton Kusrinanto Ath Thoriq, Imas Masitoh,

Moslem Philosophy Ath Thoriq, Islamic Paradigma Ath Thoriq, Moslem

Steady Qur’anic Ath Thoriq yang selama ini telah memberikan semangat,

Page 7: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

vi

motivasi dan paling terbesar yaitu selalu memberikan doa kepada peneliti

dalam setiap perjalanan untuk pembuatan skripsi ini.

9. Nila Nurlaelasari, S.T. yang dari awal telah menemani mendukung,

memberikan motivasi dan saran kepada peneliti. Terimakasih banyak telah

bersama peneliti dari awal perkuliahan sampai saat ini.

Peneliti menyadari dalam penelitian skripsi ini banyak terdapat

kekurangan dan perbaikan. Namun, peneliti tetap berharap agar karya ilmiah ini

dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan

untuk perbaikan dan penyempurnaan karya ilmiah ini di masa mendatang. Sekian

dan Terima kasih.

Jakarta, 18 Juni 2019

Moslem Brilliant Ath Thoriq

Page 8: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN PEEMBIMBING ......................................

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................................

LEMBAR PENYATAAN ............................................................................

ABSTRAK ....................................................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................

BAB I: PENDAHULUAN ...........................................................................

A. Latar Belakang Masalah ........................................................

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ...............

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................

D. Metode Penelitian ..................................................................

BAB II: TINJAUAN UMUM BADAN USAHA MILIK NEGARA ........

A. Badan Usaha Milik Negara ....................................................

B. Jenis-Jenis Badan Usaha Milik Negara ..................................

C. Teori Negara Kesejahteraan (Welfare State) ..........................

D. Teori Politik Hukum ..............................................................

E. Teori Utilities .........................................................................

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .....................................

BAB III: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM ......

A. PT. Pertamina Sebagai Badan Usaha Milik Negara ...............

B. Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM ...........................

1. Faktor-Faktor Latar Belakang Kebijakan Pemberlakuan

Satu Harga Terhadap PT. Pertamina (Persero) ..................

a) Faktor Politik.................................................................

b) Faktor Ekonomi ............................................................

c) Faktor Geografi 3T .......................................................

d) Faktor Social Responsibility .........................................

BAB IV: IMPLIKASI HUKUM KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN

SATU HARGA BBM TERHADAP PT. PERTAMINA

(PERSERO) ...............................................................................

A. Legalitas PT. Pertamina (Persero) dalam Mengambil

Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM ...........................

1. Analisis Bedasarkan Teori Politik Hukum ........................

2. Analisis Bedasarkan Teori Utilities ...................................

B. Analisis Implikasi Hukum Kebijakan Pemberlakuan Satu

Harga BBM Oleh Perusahaan Perseroan (PT. Pertamina) Di

Banding Perusahaan Umum ...................................................

1. Analisis Filosofis ...............................................................

2. Analisis Yuridis .................................................................

3. Analisis Sosiologis ............................................................

BAB V: PENUTUP ......................................................................................

A. Kesimpulan ............................................................................

B. Rekomendasi ..........................................................................

i

ii

iii

iv

v

vi

viii

1

1

8

9

10

12

12

14

17

19

24

25

30

30

34

40

40

41

44

46

47

47

47

50

52

52

64

74

78

78

79

Page 9: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

viii

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

LAMPIRAN ..................................................................................................

80

85

Page 10: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sudah lima belas tahun Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003

Tentang Badan Usaha Milik Negara diundangkan. Namun selama itu pula

Undang-Undang ini masih menuai kontroversi terkait dengan pemerintah yang

merupakan sektor penting bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak di

Indonesia. Badan usaha milik negara (BUMN) dahulu dikenal

sebagai perusahaan negara (PN) yaitu perusahaan yang dimiliki baik

sepenuhnya, sebagian besar, maupun sebagian kecil oleh pemerintah dan

pemerintah memberi kontrol terhadapnya. Yang membedakan BUMN dengan

badan lain milik pemerintah adalah status badan hukum dan sifat

operasionalnya (seperti aktivitas dan tujuan komersialnya). Meski BUMN

berperan dalam melaksanakan kebijakan publik (misalnya perusahaan

perkeretaapian milik negara bertujuan untuk mempermudah akses dan

mobilitas masyarakat), BUMN harus dibedakan dari kementerian, lembaga

pemerintah nonkementerian, nonstruktural, dan badan layanan umum.

Memasuki tahun 1990-an1 mulai terasa BUMN yang begitu banyak dan

begitu kaya ternyata tidak mampu memberika kontribusi yang memadai bagi

negara. Pada tahun 1990/1991 kontribusi BUMN dari dividen terhadap total

penerimaan bukan pajak adalah Rp. 1,096 triliun terhadap Rp. 2,383 triliun

atau sekitar 46%. Pada tahun 1995/1996 kontribusi BUMN dari dividen

terhadap total penerimaan bukan pajak bukan pajak adalah Rp. 1,477 triliun

terhadap Rp. 7,801 triliun atau sekitar 14% saja. Jadi kontribusi BUMN dari

dividen terhadap pendapatan bukan pajak antara tahun 1990/1991 – 1995/1996

merosot 32% atau mengalami kemerosotan rata-rata 6,4% per tahun.

1Riant Nugroho D & Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, (Jakarta: Elex

Media Komputindo, 2008), h. Xvii

Page 11: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

2

Perolehan negara dari pendapatan pajak penghasilan (Pph) BUMN

terhadap total penerimaan pajak pada tahun 1990/1991 adalah Rp. 1,438 triliun

terhadap Rp. 3,489 triliun. Atau memberikan kontribusi 41,2% terhadap total

penerimaan pajak. Perolehan negara dari pendapatan pajak penghasilan (Pph)

BUMN terhadap total penerimaan pajak pada tahun 1995/1996 adalah senilai

Rp. 2,020 triliun terhadap Rp. 20,52 triliun atau hanya 9,8%. Jadi

kontribusinya merosot menjadi 9,8% . akibatnya, antara tahun 1990/1991 –

1995/1996 terjadi kemerosotan relatif kontribusi kontribusi BUMN dari PPh ke

total penerimaan pajak sebesar 31,4%.

Banyak BUMN berbentuk Persero kemudian menjadi Persero Terbuka,

misalnya PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk,

PT. Waskita Karya (Persero) Tbk, dan lain-lainnya yang menunjukkan sebagai

perusahaan-perusahaan BUMN yang telah menjual saham-sahamnya kepada

publik. Padahal, sebagai milik negara, perusahaanperusahaan tersebut modal

dan pendiriannya dilakukan oleh negara melalui penyertaan secara langsung

dari kekayaan negara yang dipisahkan.2

Munir Fuady menjelaskan, akuisisi perusahaan merupakan tindakan

untuk mengambilalih suatu perusahaan oleh perusahaan lain yang biasanya,

tetapi tidak selamanya, dicapai dengan membeli saham biasa dari perusahaan

lain.7 Pengambilalihan atau akuisisi oleh perusahaan-perusahaan BUMN

tersebut menyebabkan terdapat sejumlah besar maupun kecil kepemilikan atas

saham-sahamnya yang dapat berupa seluruh saham-saham perusahaan

merupakan milik perusahaan yang didirikan oleh suatu perusahaan yang

bergabung dalam BUMN, maupun kepemilikan kecil atau yang tidak bersifat

mayoritas atas saham-saham suatu perusahaan.3 Perusahaan-perusahaan yang

bernaung dalam suatu induk perusahaan atau suatu group ini, dijelaskan oleh

Rudhi Prasetya, sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan holding adalah suatu

2Januwianti Atikah, “KAJIAN HUKUM TENTANG KEPEMILIKAN MODAL TERHADAP

BADAN USAHA MILIK NEGARA MENJADI BADAN USAHA MILIK SWASTA”, Lex Crimen,

Vol V No. 3, 2016, h. 2 3Munir Fuady, Hukum Tentang Merger, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), h. 2-3

Page 12: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

3

tatanan di antara sejumlah perseroanperseroan yang secara yuridis

masingmasing merupakan subjek hukum yang mandiri satu terhadap yang lain

(separate legal entity), tetapi sebenarnya kesemuanya merupakan satu kesatuan

ekonomis. Secara ekonomis kepemilikannya mayoritas berada di satu tangan.”4

Perseroan Terbatas. merupakan perusahaan yang oleh Undang-Undang

dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Dengan status yang

demikian itu, Perseroan Terbatas menjadi subjek hukum yang menjadi

pendukung hak dan kewajiban, sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas

memiliki kedudukan mandiri (persona stand injudicio) yang tidak tergantung

kepada pemegang sahamnya. Perseroan Terbatas juga harus organ yang dapat

mewakili Perseroan Terbatas atau perseroan yang menjalankan perusahaan.

Hal ini berarti Perseroan Terbatas dapat melakukan perbuatan-perbuatan

hukum seperti seorang manusia dan dapat pila mempunyai kekayaan atau utang

(ia bertindak dengan perantaraan pengurusnya).5 Walaupun suatu badan hukum

itu bukanlah seorang manusia yang mempunyai pikiran/kehendak, akan tetapi

menurut hukum ia dapat dianggap mempunyai kehendak. Menurut teori yang

lazim dianut, kehendak dari persero pengurus dianggap sebagai kehendak

Perseroan Terbatas. Perbuatan-perbuatan pengurus yang bertindak atas nama

Perseroan Terbatas, pertanggung jawabannya terletak pada Perseroan Terbatas

dengan semua harta bendanya.6

Beberapa pertimbangan mengapa.dipilih bentuk Perseroan Terbatas (PT)

sebagai bentuk badan hukumusaha dalam melakukan kegiatan bisnis. Menurut

Normin S Pakpahan faktor-faktor tersebut antara lain:7

4 Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas. Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 144

5 Ery Arifudin," Tanggung Jawab Direksi dalam Pembellan Kembali Saham oleh Perseroan

Terbatas." Jurnal Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.1 Oktober1999. h. 24 6 C.S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dalam Ekonomi). (Jakarta: PT

Pradnya Paramita, 1995). h. 23 7 Normin S. Pakpahan. "Perseroan Terbatas Sebagai Instumen Kegiatan Ekonomi." Jurnal

Hukum Bisnis Vol. 2/1997. h. 75

Page 13: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

4

1. Kedudukan yang mandiri dari perseroan terbatas. Perseroan Terbatas oleh

hukum dipandang berdlri sendiri otonom terlepas dari orang perorangan

yang berada dalam PT tersebut. di satu pihak PT merupakan wadah

himpunan orang-orang yang, mengadakan kerjasama dalam PT, di lain

pihak segala perbuatan yang dilakukan dalam rangka kerjasama dalam PT

tersebut, oleh hukum dipandang sematamata sebagai perbuatan badan itu

sendiri.

2. Pertanggung jawaban yang terbatas, pertanggung jawaban dibebankan

kepada harta. kekayaan yang terhimpun dalam asosiasi. In! berarti beban

resiko (equity) sebagai suatu kegiatan ekonomi terbatas pada kekayan

perseroan.

3. Adanya mobiiitas atas hak penyertaan, dampak positif dari konstruksi ini

adalah terjaganya keutuhan modal yang telah terkumpul, tanpa adanya

kemungkinan dimlntanya kembali bagiannya yang telah . disetor ke

perseroan, kecuali bila sekalian pemegang saham setuju membubarkan

perseroan.

4. Prinsip pengurus oleh suatu organ sebagai suatu modal, perseroan terbatas

terdiri dari banyak-pemegang saham. Jumiah yang amat banyak dari

pemegang saham tersebut tidak mungkin semuanya menjadi pengurus.

5. Persyaratan hukum banyak dari hukum positif Indonesia mesyaratkan

bahwa kegiatan usaha atau bisnis tertentu harus dilakukan oleh badan

hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas.

6. Melalui Persroan Terbatas Terbuka.

a. Dimungkinkan pengerahan dana masyarakat untuk memperoleh dana

bagi kepentingan perkembangan sahaam.

b. Masyarakat memperoleh kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan

ekonomi yang dapat memberikan keuntungan.

c. Dapat terjadi pemerataan kesejahteraan kepada masyarakat luas melalui

kepemilikan dan jual beli saham.

d. Akan meningkatkan tanggung jawab sosial suatu Perseroan Terbatas dan

sekaligus menunjukan Perseroan Terbatas berada dalam pengamatan dan

Page 14: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

5

kontrol masyarakat, baik melalui pemegang saham, ataupun, melalui

pasar modal.

Menurut Sri Rejeki Hartono sendiri PT menjadi suatu badan hukum

usaha banyak dipiilh oleh masyarakat oieh. karena PT. mempunyai nilai-nilai

leblh baik ditinjau dari aspek ekonomi sendiri maupun dan aspek yundisnya.

Kedua aspek tersebutadalahsaling menglsl satu terhadap yang lain. Sedangkan

aspek hukumnya memberikan rambu-rambu pengamahserta mengaturagar

keseimbangan kepentlngan semua plhak dapat diterapkan dengan sebaik-

baiknya dalam rangka menjalankan-kegiatan ekonomi.8

Dalam rangka mewujudkan energi berkeadilan, Presiden Jokowi telah

mencanangkan Program BBM Satu Harga di seluruh wilayah. Program BBM

Satu Harga bertujuan agar harga BBM yang sama dapat dinikmati oleh rakyat

di seluruh Indonesia, khususnya di kawasan timur dan daerah 3T (tertinggal,

terdepan, dan terluar).

Menindaklanjuti arahan tersebut, Kementerian ESDM telah menetapkan

Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2016 Tentang Percepatan

Pemberlakuan Satu Harga Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus

Penugasan Secara nasional.

Peraturan Mentri ini mengamanatkan agar badan usaha yang

menyalurkan BBM bersubsidi segera mendirikan penyalur di lokasi-lokasi

yang belum terdapat penyalur jenis BBM Tertentu dan jenis BBM Khusus

Penugasan. Kementerian ESDM menargetkan mampu menjangkau 154 lokasi

penyalur BBM Satu Harga hingga tahun 2019. Tahun 2017 ini, pemerintah

menargetkan mampu membangun 50 lokasi penyalur. Hingga 8 Desember

2017.

Pertamina telah mencatatkan pembangunan 37 titik lokasi penyalur.

Pertamina sebagai lokomotif perekonomian bangsa Pertamina merupakan

8 Johari Santoso, “Perseroan Terbatas Sebagai Institusi Kegiatan Ekonomi Yang Demokratis”,

Jurnal Hukum, Vol. 7 No. 15, 2007. h. 197

Page 15: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

6

perusahaan milik negara yang bergerak di bidang energi meliputi minyak, gas

serta energi baru dan terbarukan. Ke depan, Pertamina masih memiliki tugas

untuk menyelesaikan pembangunan 117 lokasi penyalur hingga tahun 2019.

Dibutuhkan sinergi yang kuat antara Kementerian ESDM, Pertamina, dan stake

holder tarkait untuk menyelesaikan target yang sudah diberikan oleh Presiden

Jokowi tersebut.

Menurut Kurtubi pakar migas Indonesia menjelaskan bahwa “Indonesia

memiliki cadangan migas yang besar, diperkirakan mencapai 50 milyar barrel,

dengan tingkat konsumsi saat ini masih cukup untuk 100 tahun ke depan.9

Besarnya cadangan energi migas dan keuntungan yang didapat dari sektor ini

membuat negara semestinya mampu mengelolanya untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.”

Pasca reformasi, diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

Tentang Minyak dan GasBumi oleh Presiden Megawati. Pandangan

pemerintah sebagaimana tercermin dalam penjelasan umum pemerintah

mengenai Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi meyakini bahwa

dalam menata industri Migas kedepan, salah satu hal yang harus dilakukan

adalah memisahkan secara lebih tegas fungsi pembinaan dan pengawasan

sebagai regulator dan fungsi pelaksana atau bisnis.10

Presiden Joko Widodo menyadari konsekuensi dari keputusannya

menetapkan harga bahan bakar minyak di Papua sama dengan daerah lain akan

merugikan PT Pertamina. Sebab, dibutuhkan biaya logistik yang cukup besar

untuk menyalurkan BBM tersebut ke wilayah Papua yang masih sulit

dijangkau oleh layanan transportasi umum. Deputi Bidang Statistik Distribusi

dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Sasmito Hadi Wibowo menyebut,

kebijakan BBM satu harga yang dikeluarkan Presiden RI Joko Widodo akan

9 Salamudin Daeng, “Kenaikan Harga BBM adalah kebijakan Pro-Nekolim dan Anti Rakyat”,

Free Trade Watch, Edisi I Maret 2012, Anomali Kebijakan Minyak Nasional, Indonesia Global

Justice,Jakarta:2012, h.85 10

Syaiful Bakhri, Hukum Migas Telaah Penggunaan Hukum Pidana Dalam Perundang-

Undangan, (Yogyakarta: Total Media, 2012), h. 84

Page 16: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

7

berpengaruh terhadap harga bahan pokok. Seperti harga pangan yang menurun,

karena harga bensin yang digunakan angkutan dalam distribusi pangan

menurun. Terlebih lagi, harga kebutuhan pokok akan meningkat akibat cuaca

ekstrem. Sehingga, dengan kebijakan tersebut.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan,

mengatakan meski Pertamina mengalami kerugian, namun hal tersebut dinilai

masih sangat kecil dibanding pendapatan perseroan, tidak masalah (biaya

logistik) mahal, lagipula secara keseluruhan bisnis Pertamina tidak rugi. Akan

tetapi mencapai keuntungan Rp 40 triliun, kerugiannya cuman Rp 800 miliar

atau 2 persen.

Dibalik penentuan harga BBM yang lebih lanjut mempertanyakan peran

dan posisi negara yang berpijak pada sudut pandang yang berbeda mengenai

paham negara kesejahteraan. Konsep negara kesejahteraan erat berhubungan

dengan tindakan negara dalam konsep penguasaan, pengelolaan dan

pengusahaan dan penentuan harga migas.

PT Pertamina dengan status (Persero) sebagai BUMN dalam

menjalankan Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga yang bertentangan dengan

maksud dan tujuan BUMN untuk mengejar keuntungan. Kebijakan ini akan

lebih efektif apabila di berlakukan terhadap BUMN berstatus PERUM agar PT.

Pertamina (Persero) dapat sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian

PERSERO yaitu menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan

berdaya saing kuat, dan mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai

perusahaan. Dengan melihat latar belakang tersebut, peneliti sangat tertarik

untuk membahas masalah ini dengan mengambil judul : “Kebijakan

Pemberlakuan Satu Harga BBM PT. Pertamina (Persero) Ditinjau Undang-

undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Page 17: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

8

Bedasarkan pada penjabaran yang telah diuraikan didalam latar

belakang maka identifikasi masalah meliputi :

a. Mekanisme dan Konsep Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM

Secara Nasional

b. Eksistensi PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara

c. Aspek Hukum dari Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM Secara

Nasional

d. Maksud dan Tujuan Perseroan dalam kegiatan usaha

e. Maksud dan Tujuan BUMN sebagai perintis kegiatan usaha

2. Pembatasan Masalah

Bedasarkan Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran dan

meluasnya penelitian ini, maka peneliti membatasi pada uraian latar

belakang permasalahan yang sudah diungkapkan, maka pembahasan ini

berfokus pada satu titik permasalahan, peneliti ingin mengananlisis masalah

secara keilmuan mengenai implikasi hukum kebijakan pemberlakuan satu

harga terhadap PT. PERTAMINA (Persero) sebagai BUMN.

3. Perumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka peneliti

rumuskan masalah berikut : Eksistensi PT. Pertamina (Persero) sebagai

Badan Usaha Milik Negara dalam menjalankan Kebijakan Pemberlakuan

Satu Harga Secara Nasional. Untuk mempertegas arah dari masalah utama

yang telah diuraikan di atas maka peneliti menjabarkan penulisan ini

melalui rincian perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan :

a. Apa dasar legalitas PT. Pertamina (Persero) dalam Mengambil Kebijakan

Pemberlakuan Satu Harga BBM ?

b. Bagaimana implikasi hukum Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM

Terhadap PT. Pertamina (Persero) dan Masyarakat ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Page 18: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

9

1. Tujuan Penelitian

Bedasarkan latar belakang dalam penelitian ini peneliti mencoba

menggambarkan tujuan untuk:

a. Untuk mengetahui hukum yang mengatur Kebijakan Pemberlakuan Satu

Harga Secara Nasional oleh PT. PERTAMINA sebagai Badan Usaha

Milik Negara berstatus Perusahaan Perseroan.

b. Untuk memberikan pemahaman terkait implikasi hukum Kebijakan

Pemberlakuan Satu Harga terhadap PT. Pertamina (Persero)

c. Untuk memberikan pemahaman terkait faktor-faktor yang mendorong

Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

perkembangan hukum di Indonesia terutama mengenai paham negara

kesejahteraan dan memenuhi konsep energi berkeadilan.

b. Kegunaan Praktis

Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan bagi peneliti

khususnya mengenai aspek hukum Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga

yang sudah berlaku selama dua tahun di Indonesia.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yang termasuk

penelitian hukum normatif, yaitu penelitian ilmiah untuk menemukan

kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya, yang

dibangun berdasarkan objek hukum itu sendiri. 11

Penelitian hukum

normatif merupakan objek kajian yang meliputi keputusan pengadilan, serta

literatur-literatur yang berhubungan dengan pokok bahasan. Tipe penelitian

11

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , (Surabaya:

Bayumedia Publishing, 2005), h. 57

Page 19: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

10

hukumnya adalah analisis yuridis dari norma-norma hukum yang berkaitan

dengan pokok bahasan terutama dalam proses penyelesaian perkara perdata.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case

approach), dimana penelitian ini dilakukan dengan menelaah Undang-

undang dan regulasi yang bersangkut-paut dengan isu hukum

3. Sumber Data Sekunder

Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh

secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka.12

Sumber

data dalam penelitian ini adalah:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat secara umum (perundang-undangan) Peraturan perundang-

undangan yangberkaitan dengan masalah yang dikaji, yaitu:

1) Undang-Undang Dasar 1945;

2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik

Negara

3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

4) Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan,

Pendistribusian, Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak

5) Peraturan Mentri ESDM Nomor 36 Tahun 2016 Tentang Percepatan

Pemberlakuan Satu Harga Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Dan

Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan Secara Nasional

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan

terhadapbahan hukum primer, seperti makalah: buku, hasil lokakarya,

seminar,simposium, diskusi, dan hasil-hasil penelitian, tesis dan disertasi,

12

Soerjono Soekanto dan Sri, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2011, cet.XIII, edisi I,), h. 12

Page 20: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

11

serta tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang ada hubungannya dengan obyek

penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang diperoleh baik dari bahan

yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder, yaitu kamus hukum, kamus bahasa Indonesia,

ensiklopedia, artikel-artikel pada majalah/Koran/internet dan sebagainya.

4. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yang merupakan

upaya untuk mencari dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan

perundang-undangan, artikel dan jurnal hukum yang relevan dengan

penelitian agar dapat dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan atau untuk

memecah suatu masalah.13

5. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan metode

penulisan yang sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2017

13

Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Bumi Intitama Sejahtera,

2009), h. 56

Page 21: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

12

BAB II

TINJAUAN UMUM BADAN USAHA MILIK NEGARA

A. Badan Usaha Milik Negara

Perusahaan atau badan usaha dapat dibedakan menjadi beberapa kategori,

yaitu:1

1. Dilihat dari asal modalnya.

a. Dalam negeri (PMDN).

1). BUMN

2). Swasta nasional.

b. Asing (PMA) dan asing (campuran)

2. Dilihat dari ada tidaknya badan hukum.

a. Perusahaan berbadan hukum.

1) Badan Usaha Milik Daerah.

2) Badan Usaha Milik Swasta.

a) Perseroan Terbatas (PT), bedasarkan Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007.

b) Koperasi, bedasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992.

c) Yayasan, bedasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 jo

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.

3) Badan Usaha Milik Negara, bedasarkan Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2003,

a) Perusahaan Perseroan.

b) Perusahaan Umum (Perum).

c) Perusahaan Jawatan (Perjan), bedasarkan Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2003 sudah tidak eksis lagi

Berdasarkan kriteria jumlah pemilik perusahaan diklasifikasikan menjadi

dua, yaitu perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan. Perusahaan

perseorangan didirikan dan dimiliki oleh satu orang pengusaha, sedangkan

1 Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Penerbit Pustaka Yustitia, 2009), h. 4

Page 22: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

13

perusahaan persekutuan didirikan oleh beberapa orang pengusaha yang bekerja

sama dalam satu persekutuan. Apabila klasifikasi berdasarkan kepemilikannya,

perusahaan dibagi menjadi perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh

pihak swasta, sedangkan perusahaan negara didirikan dan dimiliki oleh negara

biasa disebut dengan BUMN. Berdasarkan klasifikasi bentuk hukum,

perusahaan dibagi atas perusahaan badan hukum dan perusahaan bukan badan

hukum. Perusahaan badan hukum adalah kepemilikan swasta, yaitu Perseroan

Terbatas (PT) dan Koperasi, adapula yang dimilki oleh negara, yaitu

Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Perseroan (PERSERO).2

Definisi BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah

badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara

melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang

dipisahkan. BUMN dibentuk sebagai perwujudan upaya pencapaian tujuan

pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya.3

Badan usaha merupakan tiang-tiang perekonomian yang terdapat dalam

sebuah negara, pada umumnya badan usaha terbagi menjadi dua yaitu badan

usaha tidak berbadan hukum dan badan usaha tidak berbadan hukum. Di

Indonesia pada umumnya badan usaha yang paling berpengaruh terhadap

perekonomian terbagi menjadi dua yaitu Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)

dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMS merupakan jenis-jenis usaha

yang keseluruhan permodalannya dimiliki swasta sedangkan menurut

Keputusan Menteri Keuangan RI No. 740/KMK 00/1989 yang dimaksud

dengan BUMN adalah Badan Usaha yang seluruh modalnya dimiliki negara,

atau badan usaha yang tidak seluruhnya dimiliki negara tetapi statusnya

disamakan dengan BUMN yaitu :4

2 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2010), h. 8 3 Gunarto Suhardi, Revitalisasi BUMN, (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya

Yogyakarta, 2007), h. 1 4 Pandji Anoraga, BUMN, Swasta dan Koperasi Tiga Pelaku Ekonomi, (Jakarta: PT Dunia

Pustaka Jaya, 1995), h. 1

Page 23: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

14

1. BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan pemerintah

daerah

2. BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan BUMN

lainnya.

3. BUMN yang merupakan badan-badan usaha patungan dengan swasta

nasional/asing dimana negara dimiliki saham mayortas minimal 51%

BUMN dapat juga bisa berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk

menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Sejak tahun 2001 seluruh

BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang

dipimpin oleh seorang Menteri BUMN. Perlu diketahui bahwa BUMN menjadi

aset penting bagi negara Indonesia, karena penghasilan dari bisnis ini akan

masuk ke dalam kas negara dan digunakan untuk membayar utang negara,

membayar administrasi, dan kelengkapan ketika melakukan ekspor dan impor

atau kerja sama Internasional dengan negara lain. Dapat dibayangkan ketika

negara tidak memiliki BUMN, maka negara akan mengalami kerugian yang

sangat besar dan utang semakin menumpuk serta efek paling besar adalah

perekonomian negara tidak akan berkembang.

B. Jenis-Jenis Badan Usaha Milik Negara

Istilah Badan Usaha Milik Negara mulai muncul ke permukaan sejak

diundangkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 Tentang Bentuk-

bentuk usaha negara menjadi undang-undang. Dalam Pasal 1 disebutkan

kecuali dengan atau bedasarkan bedasarkan undang-undang, ditetapkan lain,

usaha-usaha Negara berbentuk Perusahaan dibedakan dalam:5

1. Perusahaan Jawatan disingkat Perjan;

2. Perusahaan Umum disingkat Perum;

3. Perusahaan Perseroan disingkat Persero;

5 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-undangan, (Bandung:

Penerbit Nuansa Aulia, 2006), h. 14

Page 24: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

15

Hal ini berarti di luar ketiga bentuk ini dimungkinkan didirikan BUMN

asal didirikan dengan Undang-Undang. Sebagai contoh adalah pendirian

Perusahaan Tambang Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) didirikan

bedasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971. Dalam perkembangannya

BUMN mengalami perubahan-perubahan antara lain adalah adanya BUMN

yang berbentuk Perusahaan Perseroan, Perusahaan Perseroan Terbuka, maupun

Perusahaan Umum. Bentuk-bentuk badan usaha dalam BUMN ini tunduk pada

aturan masing-masing yang bersifat lex spesialis, contohnya seperti BUMN

yang berbentuk perseroan akan tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor

40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan begitupula dengan bentuk-

bentk lainnya. BUMN merupakan badan hukum yang berbentuk perusahaan

negara, dimana kata perusahaan dalam bahasa Indonesia memiliki dua

pengertian, yaitu :6

1. Onderneming, yang berarti suatu bentuk hukum (rechsform) dari suatu

perusahaan misalnya PT (NV), Firma, Persekutuan Komanditer (CV). Jadi

jika dikatakan onderneming, maka yang dimaksudkan adalah menunjuk

pada bentuk hukumnya dan ini dapat berbentuk dua macam yaitu Badan

Hukum atau Bukan Badan Hukum.

2. Bedriff, yang berarti kesatuan teknik untuk produksi seperti misalnya

Huisvlijt (home industri/industri rumah tangga atau perumahan), Nijverheid

(Kerajinan atau suatu keterampilan khusus), Fabriek (Pabrik).

Sesuai dengan pasal 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 menyatakan

bahwa Badan Usaha Milik Negara terdiri dari Persero dan Peum

1. Perusahaan Perseroan

Perusahaan Perseroan yang selanjutnya disebut Persero adalah Badan Usaha

Milik Negara yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi

dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen)

sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuannya adalah

6 R.T. Sutantya R. Hadikusuma, S.H. dan Dr. Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum

Perusahaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h. 3

Page 25: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

16

menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing

kuat dan juga mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai

dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis

dan Menteri Keuangan. Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh

Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangan-

undangan. Maka organ Persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris.

Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero

dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada Persero

dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh

negara dan Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada

perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.

Pihak yang menerima kuasa wajib terlebih dahulu mendapat

persetujuan Menteri untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai:

a. perubahan jumlah modal;

b. perubahan anggaran dasar;

c. rencana penggunaan laba;

d. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta

pembubaran Persero;

e. investasi dan pembiayaan jangka panjang;

f. kerja sama Persero;

g. pembentukan anak perusahaan atau penyertaan;

h. pengalihan aktiva.

2. Perusahaan Umum

Perusahaan Umum yang selanjutnya disebut Perum adalah Badan

Usaha Milik Negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak

terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa

penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar

Page 26: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

17

keuntungan bedasarkan prinsip pengolahan perusahaan yang sehat dan

Untuk mendukung kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan

dengan persetujuan Menteri, maka Perum dapat melakukan penyertaan

modal dalam badan usaha lain.

Pendirian Perum diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai

dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis

dan Menteri Keuangan. Perum yang didirikan memperoleh status badan

hukum sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.

Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pembinaan,

pengurusan, dan pengawasan Perum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Maka organ Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas.

Menteri memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha

Perum yang diusulkan oleh Direksi. Kebijakan pengembangan usaha

diusulkan oleh Direksi kepada Menteri setelah mendapat persetujuan dari

Dewan Pengawas. Kebijakan ditetapkan sesuai dengan maksud dan tujuan

Perum yang bersangkutan.

C. Teori Negara Kesejahteraan (welfare state)

Karena Negara merupakan organisasi tertinggi di antara satu kelompok ata

beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup

di dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.7 Dan

kesejahteraan meripakan kesejahteraan masyarakat dan perorangan.

Kesejahteraan masyarakat adalah kesejahteraan semua perorangan secara

keseluruhan anggota masyarakat. Dalam hal ini kesejahteraan yang

dimaksudkan adalah kesejahteraan masyarakat. Dan kesejahteraan perorangan

adalah kesejahteraan yang menyangkut kejiwaan (state of mind). Perorangan

yang diakibatkan oleh pendapatan kemakmuran dan factor-factor ekonomi

lainnya.

7 Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta: Renaka Cipta,

2001), h. 64

Page 27: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

18

Dari Negara bagian barat seperti di Negara Inggris, konsep Welfare state

dipahami sebagai alternative terhadap the Poor Law yang kerap menimbulkan

stigma, karena hanya ditujukan untuk member bantuan bagi orang-orang

miskin. Berbeda dengan sistem dalam the Poor Law, Negara kesejahteraan

difokuskan pada penyelenggaraan sistem perlindungan sosial yang melembaga

bagi setiap orang sebagai cerminan dari adanya hak kewarganegaraan (right of

citizenship), di satu pihak, dan kewajiban Negara (state obligation), di pihak

lain. Negara kesejahteraan ditujukan orang tua dan anak-anak, pria dan wanita,

kaya dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin. Ia berupaya untuk

mengintegrasikan system sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan

yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (well-being) warga

Negara secara adil dan berkelanjutan

Dari pandangan Esping Anderson (1990), bahwa Negara kesejahteraan

bukanlah satu konsep dengan pendekatan baku. Negara kesejahteraan lebih

sering ditengarai dari atribut-atribut kebijakan pelayanan dan transfer sosial

yang disediakan oleh Negara (pemerintah) kepada warganya, sepertin

pelayanan pendidikan, transfer pendapatan, pengurangan kemiskinan, sehingga

keduanya (Negara kesejahteraan dan kebijakan sosial) sering diidentikan.8

Negara kesejahteraan, pada dasarnya, mengacu pada peran Negara yang

aktif dalam mengelola dan mengorganisasi perekonomian yang di dalamanya

mencakup tanggung jawab Negara untuk menjamin ketersediaan pelayan

kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya.

Negara kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari ketergantungan

pada mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan (dekomodifikasi)

dengan menjadikannya sebagai hak setiap warga yang dapat diperoleh melalui

perangkat kebijakan sosial yang disediakan oleh Negara.

Negara adalah alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan

untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan

8 Siswo Yudo Husodo, Mimpi Negara Kesejahteraan, (Jakarta: Penerbit Pengantar, 2006), h. 8

Page 28: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

19

menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Manusia hidup dalam

suasana kerjasama, sekaligus suasana antagonis dan penuh pertentangan.

Negara adalah organisasi yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan

kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan

yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Negara

menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai di mana kekuasaan dapat

digunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh individu, golongan atau

asosiasi, maupun oleh negara sendiri. Dengan demikian negara dapat

mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan sosial dari penduduknya

ke arah tujuan bersama.

Ide dasar konsep negara kesejahteraan berangkat dari upaya negara untuk

mengelola semua sumber daya yang ada demi mencapai salah satu tujuan

negara yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Cita-cita ideal ini

kemudian diterjemahkan dalam sebuah kebijakan yang telah dikonsultasikan

kepada publik sebelumnya dan kemudian dapat dilihat apakah sebuah negara

betul-betul mewujudkan kesejahteraan warga negaranya atau tidak. Masalah

kemiskinan dan kesehatan masyarakat merupakan sebagian dari banyak

masalah yang harus segera direspons oleh pemerintah dalam penyusunan

kebijakan kesejahteraan

Terdapat beberapa ciri dan model dari negara kesejahteraan. Menurut

Goodin9 negara kesejahteraan (welfare state) bukan hanya satu bentuk saja,

tetapi memiliki banyak ragam program dan kebijakan (programmes and

policies) dan kombinasi yang berbeda. Secara detail, ada beragam model

negara kesejahteraan yang sudah berkembang, khususnya di negara-negara

maju di Eropa dan Amerika. Perbedaan model negara kesejahteraan biasanya

dikarenakan perbedaan penekanan tujuan dalam kebijakan setiap negara, yang

disesuaikan dengan kondisi, situasi, dan realitas yang mereka hadapi.

D. Teori Politik Hukum

9 Oman Sukmana, “Konsep dan Desain Negara Kesejahteraan”, Jurnal Sospol, Vol 2 No.1,

2016, h. 110

Page 29: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

20

Politik hukum disebut dalam istilah yang berbeda-beda. Di Belanda

dikenal dengan istilah rechtspolitiek, di Inggris ada beberapa istilah, politics of

law (politik hukum), legal policy (kebijakan hukum), politic of legislation

(politik perundang-undangan), politics of legal product (politik yang tercermin

pada produk-produk hukum) dan politic and law development (politik

pembangunan hukum).10

Objek studi politik hukum adalah hukum bukan

politik, khususnya hukum positif, baik dalam bentuk hukum dasar (konstitusi)

maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Secara ilmiah politik hukum

berada dalam struktur ilmiah ilmu hukum.

Purnadi Purwacaraka dan Soerjono Soekanto berpendapat politik hukum

merupakan bagian dari studi hukum. Argumentasi yang dibangun sebagai dasar

pendapat tersebut dimulai dari pembagian disiplin hukum menjadi dua, yaitu

segi umum dan segi khusus. Segi umum disiplin hukum terdiri dari filsafat

hukum dan ilmu hukum, selanjutnya hasil pemanfaatan filsafat hukum dan

ilmu hukum melahirkan politik hukum. Segi khusus disiplin hukum terdiri dari

sejarah tata hukum, sistem hukum (hukum negara, hukum pribadi, hukum harta

kekayaan, hukum keluarga, hukum waris, hukum pidana) dan teknologi

hukum.11

Pemanfaatan penggabungan ilmu hukum dan filsafat hukum adalah

politik hukum. Politik hukum bersifat praktis fungsional dengan cara

penguraian teleologiskonstruktif. Cara penguraian demikian dilakukan dalam

hubungannya dengan pembentukan hukum dan penemuan hukum.

Pembentukan hukum (rechtsvorming) merupakan penentuan kaidah abstrak

yang berlaku umum, sedangkan penemuan hukum (rechtsvinding) merupakan

penentuan kaidah konkret yang berlaku khusus. Moh. Mahfud MD juga

berpandangan bahwa politik hukum merupakan bagian kajian ilmu hukum.12

Beberapa ahli mencoba memberikan pengertian politik hukum

berdasarkan perspektif masing-masing. Berangkat dari perspektif positivisme

10

H.M. Wahyudin Husein dan H. Hufron, Hukum, Politik dan Kepentingan, (Yogyakarta:

Laksbang Presseindo, 2008), h. 11 11

. Purnadi Purwacaraka dan Soerjono Soekanto, Pendidikan Hukum dan Bahasa Hukum,

Dimuat Dalam Majalah Hukum dan Pembangunan UI, Mei 1983, h. 234 12

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1998),

h. 7-8

Page 30: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

21

hukum, L.J. Van Appeldoorn menyebut politik hukum dengan istilah politik

perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan

bagian dari hukum yang dibuat secara sengaja oleh institusi negara. Berbagai

tujuan dan alasan yang melatarbelakangi dibuat dan diberlakukannya suatu

undang-undang disebut dengan politik hukum.

Satjipto Rahardjo dari perspektif sosiologi hukum mengatakan, bahwa

hukum sebagai fenomena sosial bukanlah lembaga yang sama sekali otonom,

melainkan berada pada kedudukan yang berkaitan dengan sektor-sektor

kehidupan lain seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya. Oleh karenanya

hukum harus melakukan penyesuaian terhadap tujuan yang hendak dicapai dan

menetapkan cara-cara yang hendak digunakan dalam rangka mencapai tujuan

tersebut. Hal ini merupakan bidang kajian dari politik hukum. Bagian yang

paling substansial dari politik hukum adalah mengenai teknik pembuatan

perundang-undangan yang membutuhkan studi interdisipliner dan penguasaan

bidang-bidang dalam sistem hukum, seperti hukum perdata, hukum pidana,

hukum tata negara terutama tentang asas-asas hukumnya. Pertanyaan-

pertanyaan yang sering diajukan dalam studi politik hukum, adalah: pertama,

apakah tujuan yang hendak dicapai dengan sistem hukum yang sudah ada?,

kedua, apakah cara yang paling baik untuk digunakan dalam mencapai tujuan?,

ketiga, kapan waktunya hukum itu perlu diubah dan melalui cara-cara

bagaimana perubahan tersebut sebaiknya dilakukan? dan keempat, apakah

dapat dirumuskan suatu pola yang mapan untuk digunakan dalam proses

pemilihan tujuan serta cara-cara mencapai tujuan tersebut?, termasuk

didalamnya proses memperbarui hukum secara total atau dengan perubahan

bagian per bagian.13

Politik hukum pada konteks ini diarahkan untuk

mengkritisi hukum positif yang berlaku dan melakukan amandemen atau

perubahan secara total jika ditemukan fakta bahwa hukum tersebut sudah tidak

sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya Undang-Undang Hak Cipta

peninggalan kolonial Belanda dirombak dan digantikan dengan peraturan

13

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan IV, 1996), h. 352-

353

Page 31: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

22

perundang-undangan baru (Auterswet 1912 dicabut dan digantikan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta, kemudian diamandemen

oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, diamandemen lagi oleh Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 1997 dan terakhir diamandemen melalui Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2002).

Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara, secara harfiah politik hukum

diartikan sebagai kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan

secara nasional oleh pemerintah, yang meliputi penerapan hukum positif secara

konsisten, pembangunan hukum dan pembaruan hukum positif yang dianggap

telah ketinggalan zaman atau menciptakan hukum baru sesuai dengan

perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, penegasan fungsi dan

kewenangan lembaga penegak hukum dan peningkatan kesadaran hukum

masyarakat.14

Selanjutnya berdasarkan hubungan antara politik dan hukum dalam

kehidupan bernegara, Moh. Mahfud M.D berpandangan bahwa politik hukum

adalah sebagai kebijaksanaan hukum (legal policy) yang akan atau telah

dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah, termasuk bagaimana politik

mempengaruhi hukum berkaitan dengan konfigurasi kekuatan yang ada di

belakang pembuatan dan penegakan hukum tersebut. Hukum tidak hanya

dimaknai sebagai Pasal-pasal yang bersifat imperatif atau keharusan-keharusan

yang bersifat das sollen, melainkan harus dimaknai sebagai sub sistem dalam

kenyataannya (das sein), dan bukan tidak mungkin hukum sangat ditentukan

oleh politik, baik dalam perumusan materi dan Pasal-pasalnya maupun dalam

implementasinya. Politik kerapkali melakukan intervensi terhadap pembuatan

dan pelaksanaan hukum, sehingga hukum dalam kenyataannya tidak selalu

mampu menjamin kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan berkeadilan,

bahkan tidak jarang menjauh dari tujuan yang dikehendaki oleh hukum.15

Berkaitan dengan definisi ini M. Solly Lubis memberikan pengertian politik

14

Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Indonesia, (Jakarta: Yayasan LBHI, 1988).

h. 15 15

M. Solly Lubis, Serba Serbi Politik Hukum, (Jakarta: CV Mandar Maju, 1989), h. 100

Page 32: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

23

hukum adalah kebijakan politik yang menentukan hukum apa yang seharusnya

berlaku mengatur berbagai hal kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh

karena merupakan suatu kebijakan, maka politik hukum nasional menjadi sub

sistem dari sistem politik nasional. Hal ini terjadi pada masa Orde Baru, terlihat

dari Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pada awalnya

memasukkan hukum sebagai sub bidang pembangunan politik, padahal

seharusnya hukum menjadi bidang tersendiri. Setelah GBHN tahun 1999,

hukum menjadi bidang tersendiri dan dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) tahun 2004 – 2009 pembangunan hukum tertuang dalam

Bab 9 dengan judul Pembenahan Sistem dan Politik Hukum.

Setelah mempelajari pendapat-pendapat para ahli di atas, politik hukum

dapat dirumuskan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk

mewujudkan tujuan negara yang dicita-citakan dan tertuang dalam suatu

kebijakan hukum (legal policy). Selanjutnya berdasarkan pengertian tersebut

dapat dirumuskan ruang lingkup kajian politik hukum, yang meliputi: (a) Dasar

berlakunya hukum positif (aspek filosofis, yuridis dan sosiologis), (b)

Kebijakan hukum pemerintah (legal policy) untuk mewujudkan tujuan hukum

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, (c) Studi terhadap hukum positif

yang sudah ada untuk kemudian melakukan amandemen atau perubahan jika

ditemukan ketidaksesuaian dengan perkembangan masyarakat, (d)

Menciptakan hukum baru yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan

masyarakat serta pergaulan internasional dan (e) Penegasan mengenai

kewenangan lembaga-lembaga negara yang merumuskan tujuan hukum

nasional, pembuatan hukum dan pelaksanaan hukum secara nyata.

Teori politik hukum dari Satjipto Rahardjo dipandang paling tepat untuk

digunakan, karena cukup sistematis dalam memberikan kerangka analisis

politik hukum HKI, dimulai dari tujuan yang hendak dicapai, cara mencapai

tujuan, waktu yang tepat melakukan perubahan dan perumusan suatu pola yang

digunakan untuk mencapai tujuan hukum. Maka, yang dimaksud politik hukum

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah kebijakan hukum yang dilakukan oleh

pemerintah untuk mewujudkan tujuan peraturan perundang-undangan HKI,

Page 33: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

24

kajian mengenai kesesuaiannya dengan kebutuhan masyarakat Indonesia

(kepentingan nasional) serta kesesuaiannya dengan Pancasila dan Undang

Undang Dasar 1945, dan melakukan amandemen atau menciptakan peraturan

perundang-undangan baru yang lebih sesuai dengan kepentingan nasional serta

tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

E. Teori Utilities

Teori Utilitis memandang bahwa hukum harus bermanfaat pada

perwujudannya, Jeremy bentham berpendapat bahwa “hukum harus di ciptakan

untuk kebahagiaan masyarakat” keadilan tidak mungkin akan tercapai jika

kemanfaatan dari hukum itu tidak terlihat maka kemanfaatan terlebih dahulu

yang seharusnya diperhatikan kemudian dengan otomatis keadilan dari hukum

tersebut akan timbul.16

Pakar penganut aliran utilistis ini adalah Jeremy

Bentham, yang dikenal sebagai the father of legal utilitarianism.17

Selain

Bentham, masih dikenal James Mill dan Jhon Stuart Mill.Menurut Bentham,

hukum bertujuan untuk mewujudkan apa yang bermanfaat atau yang sesuai

dengan kepentingan orang banyak, pernyataannya yang terkenal adalah the

Greatest Happiness for the Greatest Number, artinya kebahagiaan yang terbesar

untuk jumlah yang terbanyak. Bentham dalam Nurhadi menaruh perhatian

besar terhadap penerapan asas manfaat dalam peraturan perundang-undangan

sehingga banyak berkarya tentang pokok ini, di antaranya The Theory of

Legislation.

Pemikiran Bentham ini kemudian dikembangkan oleh Jhon Stuart

Milldengan beberapa modifikasi. K. Bertens mencatat 2 (dua) pendapat penting

dari Mill dalam dalam upaya perumusan ulang terhadap utilitarianisme.

Pertama, ia mengkritik pandangan Bentham bahwa kesenangan dan

kebahagiaan harus diukur secara kuantitatif. Sebaliknya, ia berpendapat bahwa

kualitasnya perlu dipertimbangkan juga, karena ada kesenangan yang lebih

16

Soedjono Dirdjosisworo Penghantar Ilmu Hukum, (Jakarta: grafindo persada, 1994), h. 17 17

Ahmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) termasuk lnterpretasi Undang- Undang (Legal Prudence). Jakarta: Penerbit kencana Jakarta. Vol. 1, 2009, h. 272

Page 34: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

25

tinggi mutunya dan ada yang lebih rendah. Kedua, kebahagiaan yang menjadi

norma etis adalah kebahagiaan semua orang yang terlibat dalam suatu kejadian,

bukan kebahagiaan satu orang saja yang barangkali bertindak sebagai pelaku

utama. Raja dan bawahan dalam hal ini harus diperlakukan sama. Kebahagiaan

satu orang tidak pernah boleh dianggap lebih penting daripada kebahagiaan

orang lain. Menurut perkataan Mill sendiri : “Everybody to count for one,

nobody to count for more than one”. Terkait demikian, suatu perbuatan dinilai

baik manakala kebahagiaan melebihi ketidakbahagiaan, di mana kebahagiaan

semua orang yang terlibat dihitung dengan cara yang sama.18

Terkait pendapat

Mill ini, suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat tidak boleh

mementingkan atau menguntungkan salah satu pihak saja. Prinsip teori utilitis

bahwa manusia itu akan berbuat dengan cara sedemikian rupa untuk

memperoleh kenikmatan yang sebesar-besarnya dan menekan serendah-

rendahnya penderitaan.19

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM oleh PT. Pertamina (Persero)

merupakan judul yang sangat aktual terhadap isu-isu dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara di Indonesia. Peneliti menemukan sedikit sekali

judul-judul penelitian mirip dengan judul yang diangkat oleh peneliti dalam

skripsi ini. Namun terdapat beberapa dimensi keilmuan yang dapat

dikorelasikan untuk sarana mereview studi terdahulu, dimensi-dimensi tersebut

seperti halnya terkait dengan privatisasi BUMN melalui mekanisme Initial

Public Offering (IPO), Kebijakan Pengalihan Subsidi dan Penentuan Harga

BBM, Apek Holding Company dalam Perusahaan, Kepemilikan Modal

18

Richard Schoch.. The Secret Of Happiness. (Jakarta: Hikmah. 2009), h. 249 19

Edwin M. Schur, 1968. Law and Society, A Sociological View. (New York, Random House,

1968), h. 33

Page 35: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

26

BUMN, serta Perseroan Terbatas sebagai Institusi Kegiatan Ekonomi yang

Demokratis. Adapun penelitian tersebut seperti :

1. SKRIPSI

a. “ANALISIS HUKUM TERHADAP PRIVATISASI BUMN MELALUI

MEKANISME INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO)”

Oleh ELFRIDA DWI ROSA SITINDAON, Mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara pada Tahun 2009. Dalam deskripsi

tersebut membahas tentang proses privatisasi BUMN juga proses

privatisasi melalui mekanisme initial public offering (ipo) juga

transparansi dalam privatisasi BUMN yakni melihat dari analisis hukum

terhadap privatisasi BUMN. Jelas berbeda dengan yang peneliti buat

untuk penelitian, peneliti meneliti dari sudut status PT. Pertamina

(Persero) sebagai BUMN dalam menjalankan Kebijakan Pemberlakuan

Satu Harga yang bertentangan dengan maksud dan tujuan BUMN untuk

mengejar keuntungan.

b. “KEBIJAKAN PEMERINTAH PRESIDEN JOKO WIDODO DALAM

PENGALIHAN SUBSIDI DAN PENENTUAN HARGA BBM YANG

MENGACU PADA MEKANISME PASAR (PERSPEKTIF

SIYASAH)”

Oleh Fissilmi Kaffah Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Tahun 2015.

Dalam deskripsi tersebut membahas tentang pandangan siyasah

terhadap kebijakan pemerintah terhadap pengalihan subsidi BBM untuk

menjelaskan kebijakan pemerintah mengalihkan subsidi BBM dalam

kaitannya dengan politik pemerintahan. Jelas berbeda dengan yang

peneliti buat untuk penelitian, peneliti meneliti dari sudut hukum bisnis

tanpa adanya pembahasan politik pemerintahan tentang dampak

kerugian dari Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga terhadap PT.

Pertamina (Persero)

Page 36: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

27

c. ASPEK HUKUM HOLDING COMPANY DALAM PERUSAHAAN

DENGAN STATUS BADAN USAHA MILIK NEGARA

Oleh Dea Claudia Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Indonesia pada Tahun 2012. Dalam deskripsi tersebut membahas

tentang pembentukan perusahaan dengan status BUMN dengan

pengaturan mengenai Holding Company dalam aturan hukum yang

berlaku di Indonesia yang mayoritas kepemilikannya adalah dimiliki

oleh negara. Jelas berbeda dengan yang peneliti buat untuk penelitian,

peneliti meneliti dari sudut PT. Pertamina Sebagai BUMN Persero yang

kepemilikannya paling sedikit 51% milik negara dan 49% milik swasta

dalam menjalankan Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga

2. BUKU

a. “HUKUM PERSEROAN TERBATAS”

Oleh Binoto Nadapdap, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum

Universitas Kristen Indonesia Jakarta pada Tahun 1995 sampai dengan

sekarang. Dalam Buku tersebut membahas tentang Alasan Memilih

Perseroan Terbatas Sebagai Badan Usaha dan Tata Cara Pendirian

Anggaran Dasar, Pendaftara Perseroan, dan Komisaris serta Perubahan

Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. Jelas berbeda dengan yang peneliti

buat untuk penelitian, peneliti meneliti dari sudut PT. Pertamina yang

tidak menjalankan Anggaran Dasar nya sebagai Perusahaan Perseroan

dengan maksud dan tujuan untuk mencari keuntungan sebesar-

besarnya, akan tetapi menjalankan Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga

secara nasional dengan merugikan Perusahaan Perseroan.

3. JURNAL

Page 37: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

28

1. “KAJIAN HUKUM TENTANG KEPEMILIKAN MODAL

TERHADAP BADAN USAHA MILIK NEGARA MENJADI BADAN

USAHA MILIK SWASTA”

Oleh Januwati Atikah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Sam Ratuwalungi Manado pada Tahun 2016. Dalam Jurnal tersebut

membahas tentang kepemilikan modal Negara pada BUMN sebagaimana

diatur oleh Undang-Undang No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) serta status hukum perusahaan swasta yang

modalnya dimiliki oleh perusahaan BUMN. Jelas berbeda dengan yang

peneliti buat untuk penelitian, peneliti meneliti dari sudut PT. Pertamina

(Persero) yang melanggar statusnya sebagai BUMN dengan menjalankan

Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga sesuai dengan ketentuan Maksud

dan Tujuan Pendirian BUMN pada Pasal 2 UU No 19 Tahun 2003

Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

2. “PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI INSTITUSI KEGIATAN

EKONOMI YANG DEMOKRATIS”

Oleh Johari Santoso Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam

Indonesia pada Tahun 2000. Dalam Jurnal tersebut membahas tentang

Faktor Pemilihan Perseroan Terbatas (PT) sebagai Bentuk Badan Hukum

Usaha juga Beberapa Pembaharuan di dalam Undang-Undang Perseroan

Terbatas (UUPT) serta kelebihan Undang-Undnag Perseroan Terbatas

(UUPT) dibanding dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD) sebagai Institusi Kegiatan Ekonomi yang Demokratis. Jelas

berbeda dengan yang peneliti buat untuk penelitian, peneliti meneliti dari

sudut PT. Pertamina (Persero) yang melanggar statusnya sebagai

Perseroan Terbatas dengan menjalankan Kebijakan Pemberlakuan Satu

Harga sesuai dengan ketentuan Maksud dan Tujuan Perseroan pada Pasal

2 UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT).

Page 38: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

28

BAB III

KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM

A. PT. Pertamina Sebagai Badan Usaha Milik Negara

PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan milik negara atau BUMN yang

berstatus hukum Perseroan Terbatas (PT), dan berdiri sejak tahun 1957. Dalam

melakukan pengelolaan perusahaan, Pertamina memiliki pedoman pengelolaan

perusahaan sebagai acuan dalam menjalankan setiap aktivitas bisnis

berdasarkan prinsip Good Corporate Governance (GCG). Pedoman tersebut

mengatur sturktur badan tata kelola perusahaan seperti Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris, proses tata kelola perusahaan,

organ pendukung, badan tata kelola perusahaan serta proses tata kelola

perusahaan.

Saat ini Indonesia hanya memiliki satu perusahaan pengelola minyak dan

gas berlabel milik negara yaitu Pertamina. Sebagai perusahaan plat merah,

Pertamina didirikan atas peraturan perundang-undangan khusus yaitu melalui

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 Tentang Perusahaan Tambang dan

Minyak Negara. Hadirnya Undang-Undang tentang Perusahaan Tambang dan

Minyak Negara tersebut, memberikan pengaturan khusus pada Pertamina

sebagai BUMN untuk mengolah dan menghasilkan minyak dan gas dari

ladang-ladang minyak Indonesia, serta menyediakan kebutuhan bahan bakar

gas di Indonesia.

BUMN merupakan salah satu pelaku bisnis menonjol di Indonesia yang

status kepemilikannya sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh

negara. Menurut Munir Fuady, BUMN merupakan bentuk usaha di bidang-

bidang tertentu yang umumnya menyangkut kepentingan umum, di mana peran

pemerintah di dalamnya relatif besar.1 Beberapa permasalahan terkait dengan

Undang-undang No 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) di Indonesia antara lainnya kecenderungan mengubah bentuk

hukumnya sebagaimana tampak pada perubahan dari bentuk hukum

1 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis. Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2005), h. 45

Page 39: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

29

Perusahaan Umum (Perum) menjadi Perusahaan Terbatas (PT) dalam

bentuk Perusahaan Perseroan (Persero). Ciri khas menonjol dari Perum ialah

keseluruhan modalnya dimiliki oleh negara, sedangkan pada BUMN berbentuk

Persero sudah ada kepemilikan saham-saham oleh pihak lain yang merupakan

pihak-pihak swasta.2

PT Pertamina (Persero) telah menempuh enam dekade dalam industri

energi. Komitmen ini dibuktikan dengan penyediaan produk yang lebih

berkualitas guna memenuhi kebutuhan konsumen akan produk yang unggul.

Kini saatnya, Pertamina memantapkan langkah, menyongsong tantangan yang

membentang dengan penuh optimisme guna menciptakan pertumbuhan bisnis

Perusahaan yang berkelanjutan melalui investasi dan optimalisasi bisnis agar

terus tumbuh sesuai dengan harapan seluruh pemangku kepentingan.

Tonggak sejarah Pertamina diawali sekitar tahun 1950-an, Pemerintah

Republik Indonesia menunjuk Angkatan Darat yang kemudian mendirikan PT

Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara untuk mengelola lading minyak

di wilayah Sumatera. Pada 10 Desember 1957, perusahaan tersebut berubah

nama menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional, disingkat PERMINA. Tanggal

ini diperingati sebagai lahirnya Pertamina hingga saat ini. Pada 1960, PT

Permina berubah status menjadi Perusahaan Negara (PN) Permina. Kemudian,

PN Permina bergabung dengan PN Pertamin menjadi PN Pertambangan

Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) pada 20 Agustus 1968. Selanjutnya,

pemerintah mengatur peran Pertamina untuk menghasilkan dan mengolah

migas dari ladangladang minyak serta menyediakan kebutuhan bahan bakar

dan gas di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 8 tahun 1971. Kemudian

melalui Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001, pemerintah mengubah

kedudukan Pertamina sehingga penyelenggaraan Public Service

Obligation (PSO) dilakukan melalui kegiatan usaha.

2 Januwianti Atikah, “Kajian Hukm Tentang Kepemilikan Modal BUMN Menjadi BUMS”.

Jurnal Lex Crimen, Vol 5, No 3, 2016, h. 57

Page 40: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

30

Berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 tanggal 18 Juni 2003, Perusahaan

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara berubah nama menjadi PT

Pertamina (Persero) yang melakukan kegiatan usaha migas pada Sektor Hulu

hingga Sektor Hilir. PT Pertamina (Persero) didirikan pada tanggal 17

September 2003 berdasarkan Akta Notaris No.20 Tahun 2003. Pada 10

Desember 2005, Pertamina mengubah lambang kuda laut menjadi anak panah

dengan warna dasar hijau, biru, dan merah yang merefleksikan unsur dinamis

dan kepedulian lingkungan.

Berdasarkan landasan hukum PP 31 Tahun 2003 Tentang Pengalihan

Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara

(PERTAMINA) Menjadi Perusahaan Perseroan terkait pengelolaan dan

pengoperasian bahan bakar minyak yang pada hakikatnya menjadi tanggung

jawab dari Pemerintah dalam hal ini direpresentasikan oleh BUMN dan BUMD

berubah menjadi keikutsertaan pihak swasta dalam menjamin ketersediaan

BBM. Dalam hal ini dapat diklasifikasikan macam-macam sistem

pengoperasiannya menjadi beberapa bagian, di antaranya:

1. SPBU COCO (Company Owned Company Operate)

SPBU COCO merupakan bentuk pengoperasian terhadap bahan bakar

minyak dimana perusahaan Pertamina menjadi pemegang saham dan

dimiliki oleh pemerintah segala asetnya serta memegang penuh dalam

pengoperasiannya untuk terjaminnya bahan bakar minyak ke seluruh

wilayah Indonesia secara merata dan berkualitas.

2. SPBU CODO (Company Owned Dealer Operate)

SPBU CODO merupakan bentuk pengoperasian terhadap bahan bakar

minyak dimana perusahaan Pertamina menjadi pemegang saham dan pihak

swasta memegang penuh dalam pengoperasiannya untuk terjaminnya

bahan bakar minyak ke seluruh wilayah Indonesia secara merata dan

berkualitas.

3. SPBU DODO (Dealer Owned Dealer Operate)

SPBU DODO merupakan bentuk pengoperasian terhadap bahan bakar

minyak dimana Pihak Swasta sebagai investor dan pihak swasta memegang

Page 41: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

31

penuh dalam pengoperasiannya akan tetapi tetap dalam pengawasan PT

Pertamina (Persero) untuk terjaminnya bahan bakar minyak ke seluruh

wilayah Indonesia secara merata dan berkualitas.

PT. Pertamina sebagai perusahaan lokomotif perekonomian bangsa yang

juga merupakan perusahaan milik Negara. PT Pertamina bergerak di bidang

energi meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan. Pengalaman

selama kurang lebig 55 tahun dalam bidangnya membuat Pertamina mampu

menjalankan bisnisnya secara profesional dan meguasai teknis mulai dari hilir

sampai hulu. Dengan memanfaatkan sumber daya alam, Pertamina

menyediakan sumber energi baru dan terbarukan. Sebagai perusahaan

perseroan dengan skala besar, Pertamina memiliki visi dan misi dalam

menjalankan aktivitasnya. Visi perusahaan adalah menjadi perusahaan energi

nasional kelas dunia. Sedangkan untuk misi perusahaan adalah menjalankan

usaha, minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara terintegritasi,

bedasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.3

Hadirnya Pertamina melalui undang-undang khusus, menjadikan

Pertamina sebagai BUMN yang memiliki kekuasaan penuh atas sumber

minyak dan gas bumi yang dimiliki Indonesia, untuk bisa mengeksplorasi dan

hasilnya dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat Indonesia secara

keseluruhan. Selain memberi kekuasaan penuh, lahirnya Pertamina melalui

undang-undang khusus juga memberikan indikasi bahwa pemerintah telah

memberikan hak monopoli usaha minyak dan gas kepada Pertamina. Ditambah

lagi dengan penguasaan penuh pemerintah atas Pertamina melalui kepemilikan

saham sebesar 100% yang dimiliki oleh negara.

Berdiri atas undang-undang khusus, dipercayakan pemerintah untuk

bertanggung jawab atas minyak dan gas, serta kepemilikan penuh saham

3 Maria Sylvia, “CSR PT Pertamina (Persero) MOR V Surabaya”. Jurnal UNS, Vol 1, 2016, h.

4

Page 42: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

32

pemerintah terhadap Pertamina, menjadikan adanya hubungan khusus yang

sangat erat antara Pertamina dengan pemerintah. Hal tersebut ditandai dengan

tujuan usaha Pertamina sebagai arah dan pedoman kerja perusahaan. Tujuan

tersebut adalah,

1. Melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program pemerintah di bidang

ekonomi pada umumnya, terutama di bidang penyelenggaraan usaha minyak

dan gas bumi baik di dalam maupun luar negari serta kegiatan lain yang

terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi

tersebut.

2 Pengembangan optimalisasi sumber daya yang dimiliki perseroan untuk

menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing

kuat serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan

dengan menerapkan prinsip-prinsip perseroan terbatas.

Tujuan usaha Pertamina diatas secara jelas menerangkan bahwa, hadirnya

Pertamina sebagai badan usaha yang dibentuk oleh pemerintah, untuk

mendukung segala kebutuhan pemerintah akan kepentingan rakyat. Dengan

demikian segala orientasi dan pelaksanaan usaha Pertamina tidak akan lepas

dari campur tangan pemerintah. Selain itu hadirnya Pertamina sebagai BUMN

di masyarakat juga harus mencerminkan hadirnya pemerintah disetiap

kebutuhan dan kehidupan rakyat.

B. Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM

Kebijakan merupakan suatu kumpulan putusan yang diambil oleh seorang

pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk

mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan itu

mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Sedangkan kebijakan publik

merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh

pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-

masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk melakukan

sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau peraturan

Page 43: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

33

perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang

mengikat dan memaksa.4

Menurut James Anderson kebijakan merupakan arah tindakan mempunyai

maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam

mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Sedangan Willian N. Dunn

berpendapat kebijakan publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari

pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan

untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah.

James Anderson secara lebih jelas menyatakan bahwa yang dimaksud

kebijakan adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-

pejabat pemerintah. Pengertian ini menurutnya, berimplikasi5:

1. Bahwa kebijakan selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan

tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2. Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan

pejaba-pejabat pemerintah

3. Bahwa kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh

pemerintah

4. Bahwa kebijakan bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk

tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif

dalam arti merupakan merupakan keputusan pejabat pemerintah untu tidak

melakukan sesuatu.

5. Bahwa kebijakan dalam arti postif didasarkan pada peraturan-peraturan

perundang-undangan dan bersifat memaksa (authorative)

Sementara William N. Dunn lebih membahas kepada analisis kebijakan

merupakan serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses

kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis tersebut

dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai

4 Miriam Budiharjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012),

h. 20 5 James Anderson, Public Policy Making, (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1984), h. 5

Page 44: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

34

serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut ukuran waktu :

penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi

kebijakan, dan penilaian kebijakan6.

Kebijakan penentuan harga energi di Indonesia tidak dilakukan melalui

mekanisme pasar melainkan ditetapkan secara administrasi oleh pemerintah.

Dalam penentuan harga energi ada empat hal yang harus dipertimbangkan

yaitu7 :

1. Tujuan efisiensi ekonomi : untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri

dengan harga serendah-rendahnya dan memelihara cadangan minyak untuk

keperluan ekspor, khususnya dengan mendorong pasar domestik untuk

mensubstitusikan konsumsinya dengan alternatif bahan bakar lain yang

persediaannya lebih melimpah (gas dan batubara) atau sumber energi yang

nontradable seperti tenaga air (hydropower) dan panas bumi (geothermal)

2. Tujuan mobilisasi dana : dengan memaksimumkan pendapatan ekspor dan

pendapatan anggaran pemerintah dari ekspor sumber energi yang tradable

seperti migas, dan batubara dan memungkinkan produsen dari sumber-

sumber energi untuk menutupi biaya-biaya ekonominya dan memperoleh

sumber-sumber dana untuk membiayai pertumbuhan dan pembangunan

3. Tujuan sosial (pemerataan) : mendorong pemerataan melalui perluasan

akses bagi kebutuhan pokok yang bergantung pada energi seperti

penerangan, memasak dan transportasi umum, dan

4. Tujuan kelestarian lingkungan: mendorong agar pencemaran lingkungan

seminum mungkin sebagai dampak pembakaran sumber-sumber energi.

Lahirnya kebijakan BBM satu harga merupakan kebijakan yang murni

inisiatif Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten

Wamena, Provinsi Papua. Melalui kebijakan ini instruksi presiden sangat jelas,

6 William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2003), h.20-21 7 Teguh Dartanto, “BBM, Kebijakan Energi, Subsidi, dan Kemiskinan di IndonesiaI”, Majalah

Inovasi, Vol. 5, No. 18, 2005, h. 5

Page 45: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

35

bahwa harga BBM di Papua harus sama dengan Pulau Jawa. Selain itu

kebijakan ini juga sebagai bentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

tanpa terkecuali. Dalam rangka mendukung kebijakan ini maka pemerintah

menunjuk PT. Pertamina (Persero) melalui Peraturan Presiden Nomor 191

Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran

Bahan Bakar Minyak Pasal 19 Ayat (1), untuk mendukung sekaligus

merealisasikan kebijakan ini. Segala hal yang terkait kebutuhan pendukung

seperti mekanisme pembiayaan pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada

manajemen Pertamina.8

Tanggal 10 November 2016 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

(ESDM) Ignasius Jonan telah menetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 36

Tahun 2016 Tentang Percepatan Pemberlakuan Satu harga Jenis Bahan Bakar

Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan Secara Nasional.

Sesuai dengan ketentuan pasal 21 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 191

Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran

Bahan Bakar Minyak serta untuk menjamin ketersediaan, kelancaran

pendistribusian dan harga jual eceran jenis BBM tertentu dan jenis BBM

khusus penugasan yang sama untuk seluruh wilayah NKRI, perlu menetapkan

Peraturan Menteri ESDM Tentang Percepatan Pemberlakuan Satu harga Jenis

Bahan Bakar Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan

Secara Nasional. Pasal 2 aturan ini menyatakan, jenis BBM yang diatur dalam

Permen ini terdiri atas: pertama, jenis BBM tertentu yang meliputi Minyak

Solar 48 (Gas Oil) dan Minyak tanah (Kerosene). Kedua, jenis BBM khusus

penugasan yang meliputi Bensin (Gasoline) minimum RON 88. Permen ini

mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2017.

Bahan bakar minyak penugasan adalah salah satu jenis bahan bakar

minyak yang diatur sebagai bahan bakar minyak yang didistribusikan sebagai

BBM satu harga. Hal ini diperkuat dengan kehadiran Peraturan Menteri Energi

Sumber Daya Mineral Nomor 36 Tahun 2016 Tentang Percepatan

8 Biro Pers dan Media Seketariat Presiden Republik Indonesia, BBM 1 Harga Untuk Keadilan

Sosial, Majalah Kerja, 2017, h. 8

Page 46: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

36

Pemberlakuan Satu Harga Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan

Bakar Minyak Khusus Penugasan Secara Nasional. Perpres tersebut mengatur

bahwa untuk jenis bahan bakar minyak khusus penugasan saat proses realisasi

dan pendistribusiannya tidak diberikan subsidi. Kemudian pada Pasal 3 Ayat

(3) dinyatakan bahwa untuk bahan bakar minyak khusus penugasan

didistribusikan ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

kecuali Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Banten, Provinsi

Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Bali.

Ketentuan dalam Perpres tersebut yang mengatur bahwa jenis bahan bakar

minyak khusus penugasan, tidak disubsidi dan didistribusikan ke wilayah

penugasan selain wilayah yang disebutkan dalam Perpres diatas, menandakan

sebagai bentuk upaya pemerintah untuk dapat menghadirkan BBM dengan

harga yang terjangkau. Adanya ketentuan yang menyatakan bahwa dalam

proses realisasi dan distribusi pemerintah tidak diberikan subsidi, dapat

memunculkan suatu permasalahan baru yaitu terhadap operasional dan

keuangan perseroan penugasan yaitu PT. Pertamina (Persero). Sebagai satu-

satunya BUMN yang bertanggung jawab atas pengelolaan minyak dan gas

bumi negara, Pertamina dipercaya untuk menyelesaikan tugas pemerintah ini.

kemudian Dengan kebijakan ini, maka BBM satu harga di provinsi Papua

dan Papua Barat akan siap diwujudkan dengan harga jual premium 6.450

rupiah per liter dan solar 5.150 rupiah per liter. Harga tersebut tidak hanya di

SPBU, tapi juga di titik serah terima yang lebih rendah seperti di tingkat

penyalur atau Agen Premium & Minyak Solar (APMS).

Untuk mendorong implementasinya, Kementerian ESDM juga

menerbitkan regulasi turunan yaitu Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal

Migas terkait lokasi untuk pendistribusian jenis BBM tertentu dan BBM

khusus penugasan secara bertahap dari tahun 2017 hingga 2019. SK Dirjen

Migas dengan Nomor 09.K/10/DJM.O/2017 tersebut mengatur 148 lokasi yang

penugasannya diberikan kepada PT Pertamina (Persero) dan PT AKR

Corporindo, Tbk.

Page 47: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

37

Direktur Jenderal Minyak Dan Gas Bumi, menyampaikan bahwa

penerapan secara bertahap program BBM Satu Harga ini terkait adanya

tantangan dalam pendistribusian, wilayah yang jauh dan konsumsi yang

sedikit. Pulau yang kecil-kecil dan sangat jauh dari jangkauan adalah kendala

yang cukup rumit sehingga membutuhkan waktu untuk membangun. Seperti di

daerah Papua, Kalimantan Utara, Aceh, NTT, Maluku serta Kepualau Riau,

misalnya di Anambas. Tapi tetap berkomitmen merencanakan untuk dibangun

lembaga penyalur di Jemaja/ Pulau Letung, Kecamatan Jemaja, Kabupaten

Anambas, Propinsi Kepulauan Riau. Progresnya saat ini sedang dilakukan

survei moda angkutan dan telah ada calon investornya.

Dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk menyukseskan

program BBM Satu Harga. Sesuai arahan Presiden, Kebijakan BBM satu harga

bisa membantu menumbuhkan ekonomi dan memperbaiki kesejahteraan.

Karena jelas biaya transportasi akan lebih murah, biaya logistik akan lebih

murah, sehingga harga juga akan bisa diturunkan. Dengan demikian,

diperlukan kerja sama yang solid dari seluruh pihak yang terlibat.

Selain dampak positif yang di dapat adapun dampak negatifnya yakni satu.

Kerugian Pertamina, menurut Direktur Utama Pertamina, mengaku kebijakan

satu harga BBM akan menyebabkan Pertamina merugi Rp800 miliar. Kerugian

itu akan bisa tertutup melalui subsidi pemerintah. Namun mewanti-wanti

apabila kebijakan itu dipertahankan dalam jangka panjang. Perlu diingat bahwa

begitu harga BBM dibuat rendah, diperkirakan konsumsi BBM akan cukup

melonjak. Sehingga dikhawatirkan akan membuat beban subsidi yang perlu

dialokasikan pemerintah akan melonjak juga.

Diperkirakan beban subsidi kepada Pertamina yang harus ditanggung

pemerintah tidak akan mencapai puluhan triliun rupiah. Beban ini akan

bertambah mengingat ada wilayah selain Papua yang juga mengalami kesulitan

BBM karena masalah logistik dan distribusi. Wilayah-wilayah itu pun mesti

mendapat perhatian.

Ketika presiden mengatakan harga BBM di Papua harus sama dengan di

Jawa, konsekuensinya adalah ada ekspektasi bagi daerah lain yang selama ini

Page 48: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

38

membeli BBM dengan harga yang lebih mahal. Di daerah Kalimantan Utara,

Kalimantan Tengah, daerah-daerah di sana juga masih kesulitan mendapatkan

BBM. Ketimbang memberi subsidi BBM ke wilayah terpencil dalam jumlah

besar, disarankan pemerintah Indonesia mulai mengembangkan energi

terbarukan untuk jangka panjang.

Faktor-Faktor Latar Belakang Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga

Terhadap PT. Petamina (Persero) :

1. Faktor Politik

Sebagian besar pemahaman dan pengertian tentang negara berasal dari

kajian dua disiplin ilmu, yakni ilmu politik dan ilmu hukum, sehingga tidak

heran bilamana kedua disiplin ilmu ini banyak mendominasi pemikiran dan

pemahaman serta pengertian tentang negara. Dari disiplin ilmu politik

negara dipikirkan dan dipahami sebagai sistem dominasi yang banyak hal

menggunakan menggunakan unsur kekerasan atau paksaan. Selain itu,

negara juga dilihat dalam atau hubungannya dengan masyarakat. Adapun

disiplin ilmu hukum negara negara lebih banyak dipikirkan dan dipahami

sebagai suatu organisasi atau lembaga pembuat keputusan atau pengaturan

yang terkait erat dengan segi kedaulatannya sebagai negara.

Bedasarkan pandangan dari Hans Kohn (1967), negara bangsa dipahami

sebagai bentuk formal organisasi politik, budaya, dan ekonomi yang telah

dikenal sejak tahun 1815.9 Menurut Plato, negara itu timbul atau ada karena

adanya kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka macam, yang

menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan

mereka. Lebih tegas lagi dikemukakan oleh Aristoteles bahwa keberadaan

negara itu merupakan suatu persekutuan yang mempunyai tujuan tertentu.

Bahkan Epicurus mengemukakan bahwa negara merupakan hasil dari

perbuatan manusia, yang diciptakan untuk menyelenggarakan kepentingan

para anggota-anggotanya.10

9 M. Rusli Karim, Negara: Suatu Analisis Mengenai Pengertian Asal Usul dan Fungsi,

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997), h.1 10

Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty, 1996), h. 17

Page 49: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

39

Ketersediaan BBM merupakan Persyaratan pertumbuhan ekonomi.

Selama kita merdeka distribusi BBM cukup lancar. Tetapi ada ketidakadilan

yang terjadi, masyarakat di daerah 3T (terdepan, tertinggal, dan terluar)

membeli BBM dengan harga yang lebih tinggi. Harga yang harus dibayar

oleh saudara-saudara kita dapat mencapai 10 kali atau lebih dari harga BBM

yang dibayar masayarakat di Pulau Jawa. Secara politis lahirnya kebijakan

satu harga BBM dikarenakan wilayah yang terjadi kesenjangan harga,

paling banyak adalah wilayah bagian Timur Indonesia. Melihat kepada

indikasi hasil suara pemilihan Presiden tahun 2014 bagian Timur seperti

Papua, dari 29 kabupaten dan kota, suara terhadap Joko Widodo unggul

sebanyak 27 kabupaten, menang telak atas Prabowo Subianto. Dengan

demikian dikhawatirkan jika kebijakan ini lahir bukan karena kebutuhan,

melainkan balas jasa atau hadiah terhadap masyarakat pemilih Joko Widodo

pada pemilihan Presiden tahun 2014.

Kebijakan BBM satu harga adalah kebijakan yang diinisiasi langsung

oleh Presiden Joko Widodo. Sebagai instruksi langsung presiden, setidaknya

perlu adanya sarana atau instrumen yang dapat memberikan kekuatan

hukum tetap. Instrumen tersebut dituangkan melalui peraturan perundang-

undangan yaitu Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 Tentang

Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Perpres tersebut setidaknya mengatur tiga jenis baha bakar yaitu bahan

bakar minyak tertentu, bahan bakar minyak penugasan, dan bahan bakar

minyak umum.

2. Faktor Ekonomi

Bedasar kajian yang dilakukan oleh para pakar ekonomi, khususnya

ekonomi politik, menunjukan bahwa usaha negara merupakan suatu usaha

negara merupakan suatu fenomena yang universal sifatnya dan dianut oleh

hampir semua negara di belahan bumi ini. Bahkan beberapa pakar ekonomi

lebih tegas mengemukakan bahwa usaha negara yang diwujudkan melalui

pembentukan perusahaan negara yang sekarang dikenal dengan istilah

Page 50: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

40

Badan Usaha Milik Negara itu merupakan suatu fenomena ekonomi pada

abad kedua puluh sesudah berlangsungnya Perang Dunia II.

Kemunculan usaha negara tersebut dalam bentuk perusahaan negara

(state enterpise) dikarenakan adanya suatu anggapan yang sama, bahwa

selalu ada sektor atau bidang yang dianggap penting bagi negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak serta dinilai vital atau strategis,

sehingga hal tersebut tidak begitu saja dapat diserahkan pengelolahannya

atau penyelenggaraanya kepada usaha swasta.11

Hal tersebut semakin

diperjelas dengan gagalnya dengan penerapan sistem ekonomi pasar melalui

mekanisme pasar pasar bebas yang gagal (market failure) untuk

mengendalikan perekonomian masyarakat, sehingga memerlukan

keikutsertaan negara untuk mengatasinya.

Dari berbagai analisis yang telah dilakukan oleh para pakar,

khususnya di bidang ekonomi, umumnya beranggapan bahwa keterlibatan

atau keikutsertaan negara dalam bidang perekonomian disebabkan

kegagalan mekanisme pasar dalam mengatasi beberapa masalah ekonomi,

khususnya yang berkaitan dengan masalah makro ekonomi.12

Kegagalan

mekanisme pasar itu mencapai hasil maksimum saat depresi melanda dunia

pada 1939 yang diperkuat dengan adanya berbagai bukti empiris.

Ketidakberhasilan sistem ekonomi liberalis/kapitalis menjadi suatu

landansan bagi mekanisme pasar untuk mengatur perekonomian negara

menimbulkan berbagai kritikan dan kecaman yang pedas serta gugatan

untuk memperbaiki sistem ekonomi tersebut. Bahkan, secara ekstrem

melahirkan suatu sistem ekonomi sosialis yang memusatkan pengendalian

berpusat di tangan negara dan dikenal dengan sistem ekonomi erencana atau

centrally planed economy. Namun demikian, sistem ekonomi sosialis ini

juga tidak bertahan lama disebabkan ketidakmampuan sistem itu untuk

mengatasi berbagai masalah yang timbul, dan bahkan lebih parah lagi

dibandingkan dengan sistem ekonomi kapitalis itu sendiri.

11

Sjahrir dan Mohammad Ikhsan, “Mendifinisikan Kembali Peranan Pemerintah dalam

Pembangunan Ekonomi”, Majalah Manajemen dan Usahawan Indonesia, Nomor 4, 1994, h. 9 12

T. Mulya Lubis, Hukum dan Ekonomi, (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1987), h. 59

Page 51: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

41

Ketidakmampuan kedua sistem ekonomi tersebut dalam melakukan

perbaikan ekonomi masyarakat telah melahirkan suatu sistem ekonomi yang

merupakan perpaduan dari kedua sistem ekonomi campuran atau mixed

economy system.13

Kenyataannya sistem ekonomi campuran ini hampir

sama dengan sistem ekonomi yang dianut di Indonesia. Perbedannya hanya

terletak pada pembagian pelaku ekonomi. Dalam sistem ekonomi campuran

hanya terdapat dua pelaku ekonomi, yakni negara dan pihak swasta. Adapun

dalam sistem ekonomi Pancasila berdasar GBHN 1998 terdiri atas tiga

pelaku ekonomi, yakni koperasi, usaha negara, dan usaha swasta. Ketiga

pelaku ekonomi ini diharapkan untuk saling bekerja sama dengan penerapan

prinsip kemitraan usaha dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi

dengan memperkukuh usaha nasional menjadi kekutana ekonomi nasional

yang sehat, mandiri dan tangguh guna menjadi penggerak ekonomi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, keterkaitan antara tujuan

negara dan fungsi negara dengan konsep negara kesejahteraan yang

berlandas pada sistem ekonomi Pancasila melalui mekanisme pasar tekelola,

maka penguasaan negara yang diwujudkan melalui pendirian usaha negara

(BUMN) dalam bidang ekonomi akan sangat jelas terlihat. Demikian pula

penguasaan sebagian masyarakat koperasi maupun melalui usaha swasta di

Indonesia diakui pula dalam sistem ekonomi Pancasila.

Bahan Bakar Minyak lebih dikenal dengan sebutan BBM. Penentuan

harga BBM di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah dalam penjualannya.

Namun, sebelum ditetapkan harga oleh pemerintah, harga standar dari

minyak mentah mengikuti standar harga Singapura. Mengapa demikian,

karena Singapura merupakn acuan dari wilayah Asia Tenggara. Selain itu

juga Indonesia tidak mengikuti harga yang di tetapkan oleh Singapura

secara keseluruhan namun ditambah unutk memperoleh keuntungan.

Indonesia sebagi salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia, tidak

selalu dapat menikmati sumber daya alam itu secara keseluruhan. Di

13

A. Ramlan Zainudin, Kekuasaan dan Negara: Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1992), h.5

Page 52: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

42

Indonesia sendiri dalam mengelola minyak mentah memburtuhka biaya dan

usaha lebih karena alat untuk menegelola minyak mentah di Indonesia tidak

semua bisa di kelola hanya beberapa bahan saja yang bisa di kelola.

Permasalahan tersebut timbul di karenakan alta yang digunakan untuk

mengelola minyak mentah (Kilang) sudah tua. Alat tersebtu beroprasi ketika

jaman penjajahan Belanda dan masih digunakan oleh Indonesia untuk

mengelola minyak mentah. Alat tersebut dinamakan kilang. kilang adalah

isntalasi industri tempat minyak bumi dimurnikan menjadi produk yang

berguna dan dapat diperdagangkan.

Selama ini harga BBM di Indonesia tidak merata, di pulau Jawa harga

BBM hanya Rp. 7.000 sementara diluar pulau Jawa seperti Papua harga

BBM sebesar Rp. 70.000 bahkan sampai Rp. 100.000 per liter. Banyak

faktor yang membuat terjadinya kesenjangan harga BBM di Indonesia.

Perbedaan harga BBM menurut Vice Presiden Corporate Communication

PT Pertamina Wianda Pusponegoro karena BBM yang dijual di luar garis

distribusi PT Pertamina alias itu produk yang dijual pedagang eceran. Selain

itu juga dikarenakan biaya distribusi angkut BBM sangat tinggi.

3. Faktor Geografi 3T

Faktor –faktor yang mendorong kebijakan pemberlakukan Satu Harga

BBM :

a. Kesulitan masyarakat 3 T dalam mendapatkan BBM

b. Keinginan Pemerintah untuk memberikan pelayanan yang adil bagi

masyarakat

c. Keinginan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan

meningkatnya kesejahteraan masyarakat di daerah 3T.14

Menilai bahwa tidak meratanya harga BBM ini memunculkan

ketidakadilan. Pemerintah menyiapkan program untuk mengakhiri

ketidakadilan dalam akses terhadap BBM. Pemerintah bertekad agar

14

Agustinus Yanuar, TU Pimpinan BPH Migas RI, Interview Pribadi, Jakarta, 9 April 2019

Page 53: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

43

masyarakat di seluruh NKRI dapat menikmati harga BBM yang sama.

Untuk itu perlu disiapkan infrastruktur untuk memperbaiki jalur distribusi

BBM. Pertamina sebagai BUMN dan AKR sebagai pemegang ijin niaga

BBM diminta untuk membangun penyalur atau SPBU di daerah daerah 3T.

Dengan terbangunnya SPBU atau penyalur 1 harga maka masyarakat di

daerah 3 T dapat menikmati harga BBM yang sama dengan di tempat lain.

Penurunan harga dan kemudahan akses masyarakat terhadap BBM kita

harapkan mampu meningkatkan memacu kegiatan ekonomi dan

kesejahteraaan masyarakat.

Mekanisme dan Konsep Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM

untuk menetapkan kebijakan BBM 1 harga, Pemerintah memulai dengan

melihat daerah daerah dimana terjadi perbedaan tinggi dengan harga di

daerah lain dan infrastruktur yang masih belum memadai. Dari identfikasi

tersebut Pemerintah menugaskan Pertamina untuk menyiapkan infrastruktur

dan memasok BBM yang dapat dilakukan dengan bermitra dengan pihak

swasta. Pemerintah mengawasi dan memfasilitasi agar pembangunan

fasilitas dan pasokan serta distriusi berjalan sesuai yang diharapkan.

Kondisi ini menciptakan ketergantungan BUMN kepada pemerintah,

sehingga sebagian besar justru menjadi beban bagi pemerintah.

Ketergantungan BUMN terhadap pemerintah tidak menciptakan struktur

kemandirian BUMN untuk berkompetisi dengan perusahaan swasta, dan

seringkali BUMN memproduksi barang dan jasa dengan biaya yang relatif

tinggi. Kinerja, kualitas, dan produktivitas karyawan BUMN relatif rendah,

jika dibandingkan dengan karyawan perusahaan swasta. Tingginya biaya

produksi mempengaruhi mempengaruhi tingkat harga produk yang

ditawarkan kepada konsumen. Dalam kasus tertentu pemerintah

memeberikan subsidi yang terlalu besar bagi BUMN, sehingga secara

internal upaya untuk menciptakan efesiensi dalam tubuh BUMN menjadi

makin sulit. Ketidakjelasan peran yang diambil oleh pemerintah dalam

pengelolaan BUMN yang bersangkutan. High Cost Economy dalam BUMN

Page 54: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

44

yang di antaranya ditunjukan oleh tingginya biaya tenaga kerja, merupakan

salah satu gambaran betapa BUMN belum dapat beroperasi secara efisien.15

4. Faktor Social Responsibility

Perlu Adanya Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM untuk

keadilan masyarakat. Sesuai dengan cita cita Pemerintah yaitu

mengembangkan energy yang berkeadilan. Dengan pemberlakukan 1 harga

Pemerintah ingin menunjukkan bahwa Pemerintah melayani kebutuhan

dasar masyarakat secara adil, dimanapun mereka berada.

Dengan BBM 1 harga Pemerintah menjalankan fungsinya untuk

menyediakan kebutuhan masyarakat yang vital dengan prinsip memberikan

perlindungan dan keberpihakan kepada masyarakat yang kurang beruntung.

Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM Telah Sesuai dengan Konsep

Negara Kesejahteraan. Pertamina tetap menjadi andalan dalam mengelola

migas nasional dan menjaga ketahanan energy nasional. Masuknya mitra

mitra lain dimasudkan sebagai komplementari dan untuk meningkatkan

daya saing Pertamina.

Dengan demikian pemerintah membuat kebijakan melalui Menteri ESDM

dengan menerbitkan Permen ESDM Nomor 36 Tahun 2016 Tentang Percepatan

Pemberlakuan Satu Harga BBM yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia dimulai

pada tanggal 1 Januari 2017.16

Kebijakan ini dibentuk atas dasar karena selama ini

ada jurang harga yang jauh antara harga jual di pulau Jawa dan daerah luar Jawa

terutama wilayah bagian Timur. Secara prinsip dasar pemerintah ingin

mewujudkan bahwa Indonesia sebagai negara kesatuan dengan tidak membeda-

bedakan harga BBM di Indonesia. Kebijakan ini untuk mengangkat keadilan dan

pemerataan di Indonesia sesuai dengan sila ke 5 “Keadilan Sosial Bagi Seluruh

Rakyat Indonesia" sehingga tidak ada lagi kesenjangan antar daerah, namun

kalaupun ada disparitas harga tidak terlalu jauh.

15

Satra Widjaja, Bunga Rampai Hukum Dagang, (Bandung : Penerbit Alumni, 2005), h.

203 16

Sandy Mulia Ardhan , “Kebijakan Pemerintah Presiden Joko Widodo Tentang

Pemberlakuan Satu Harga BBM Di Indonesia”, (Skripsi S-1 Fakultas Syari’ah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2018), h. 2

Page 55: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

45

BAB IV

IMPLKASI HUKUM KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA

BBM TERHADAP PT. PERTAMINA (PERSERO)

A. Legalitas PT. Pertamina (Persero) dalam Mengambil Kebijakan

Pemberlakuan Satu Harga BBM

PT. Pertamina (Persero) berada pada dua peraturan perundang-undangan

yang memiliki legalitas hukum kuat yaitu Peraturan Menteri Energi Sumber

Daya Mineral Nomor 36 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pemberlakuan Satu

Harga Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak

Khusus Secara Nasional dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang

Badan Usaha Milik Negara. Dalam hal ini peneliti ingin membandingkan

kelebihan dan kekurangan setiap peraturan perundang-undangan bedasarkan

Teori Politik Hukum dan Teori Utilities.

1. Analisis Bedasarkan Teori Politik Hukum

Sejumlah ahli pernah mengemukakan definisi tentang politik hukum.

Mantan Kepala BPHN, T.M. Radhie, mendifinisikan politik hukum sebagai

suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku

di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.1

Definisi ini mencakup ius constitutum atau hukum yang berlaku di wilayah

negara pada saat ini dan ius constituendum atau hukum yang akan atau

seharusnya diberlakukan di masa mendatang.

Politik Hukum adalah legal policy atau arah hukum yang akan

diberlakukan oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang bentuknya

dapat berupa pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Dalam

arti yang seperti ini politik hukum harus berpijak pada tujuan negara dan

sistem hukum yang berlaku di negara yang bersangkutan dalam konteks

Indonesia tujuan dan sistem ini terkandung di dalam Pembukaan Undang

Undang Dasar 1945, khususnya Pancasila, yang melahirkan kaidah-kaidah

penuntun hukum.

1 Teuku Mohammad Radhie, Pembaharuan dan Politik Hukum dalam Rangka

Pembangunan Nasional, Majalah Prsima, No. 6, 1973, h. 3

Page 56: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

46

Sementara itu, ilmu atau studi politik hukum bukan hanya

menyangkut policy atau arah resmi tentang hukum yang akan diberlakukan

melainkan menyangkut juga berbagai hal yang terkait dengan arah resmi itu,

misalnya politik apa yang melatarbelakangi, budaya hukum apa yang

melingkupi, dan problema penegakan macam apa yang dihadapi. Berbeda

dari politik hukum, ilmu Politik hukum itu membedah semua unsur, dalam

sistem hukum yang unsur-unsur utamanya oleh Friedman dikelompokan

menjadi tiga unsur besar, yaitu materi hukum, struktur hukum, dan budaya

hukum. Dalam hal ini, ilmu politik hukum bukan hanya mencakup politik

hukum dalam arti sebagai arah resmi negara untuk memberlakukan atau

tidak memberlakukan hukum guna mencapai tujuan negara, melainkan ia

juga mencakup latar belakang dan lingkungan yang mempengaruhi serta

sebagai persoalan yang dihadapi dalam upaya menegakannya.

Agak berbeda dengan Radhie, Padmo Wahjono mengatakan bahwa

politik hukum adalah kebijakan yang menentukan arah, bentuk, maupun isi

dari hukum yang akan dibentuk.2 Definisi ini kemudian diperjelas oleh

Padmo Wahjono bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggara

negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu

yang di dalamnya mencakup pembentukan, penerapan, dan penegakan

hukum. Meski perbedaan definisi mereka tidak terlalu tajam, dapat

dikesankan bahwa Padmo Wahjono melihat politik hukum dengan lebih

condong pada ius constituendum, sedangkan Radhie mendefinisikan politik

hukum sebagai rajutan (saling keterkaitan) antara ius constituendum dan ius

constitutum. Dari definisi yang dikemukakan oleh Padmo Wahjono, telaah

tentang pergulatan politik di balik lahirnya hukum mendapat tempat di

dalam studi tentang politik hukum sebab hukum itu adalah produk politik.

Oleh sebab itu, Mahfud MD membagi studi politik hukum ke dalam

tiga kelompok.3 Pertama, arah resmi tentang hukum yang akan

2 Padmo Wahjono, Indonesia Negara Bedasarkan Atas Hukum, (Jakarta: Ghalia, 1986), h.

160 3 Moh Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, (PT. Raja

Grafindo, Jakarta: 2012), h. 6

Page 57: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

47

diberlakukan atau tidak akan diberlakukan (legal policy) guna mencapai

tujuan negara yang mencakup penggantian hukum lama dan pembentukan

hukum-hukum yang baru sama sekali. Kedua, latar belakang politik dan

subsistem kemasyarakatan lainnya di balik lahirnya hukum, termasuk arah

resmi tentang hukum yang akan atau tidak akan diberlakukan. Ketiga,

persoalan-persoalan di sekitar penegakan hukum, terutama implementasi

atas politik hukum yang telah digariskan.

Dari berbagai definisi tersebut dapatlah dapatlah dibuat rumusan

sederhana bahwa politik hukum itu adalah arahan atau garis resmi yang

dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum

dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara. Dapat juga dikatakan

bahwa politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses

pencapaian tujuan negara. Selain itu, politik hukum juga merupakan

jawaban atas pertanyaan tentang mau diapakan hukum itu dalam perspektif

formal kenegaraan guna mencapai tujuan negara. Di dalam pengertian ini,

pijakan utama politik hukum nasional adalah tujuan negara yang kemudian

melahirkan sistem hukum nasional yang harus dibangun dengan pilihan isi

dan cara-cara tertentu. Dengan demikian, politik hukum mengandung dua

sisi yang tak terpisahkan, yakni sebagai arahan pembuatan hukum atau legal

policy lembaga-lembaga negara dalam pembuatan hukum dan sekaligus

sebagai alat untuk menilai dan mengkritisi apakah sebuah hukum yang

dibuat sudah sesuai atau tidak dengan kerangka pikir legal policy tersebut

untuk mencapai tujuan negara.

Dengan pengertian-pengertian tersebut, maka pembahasan politik

hukum untuk mencapai tujuan negara dengan satu sistem hukum nasional

mencakup sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut.

a) Tujuan negara atau masyarakat Indonesia yang diidamkan sebagai

orientasi politik hukum, termasuk penggalian nilai-nilai dasar tujuan

negara sebagai pemandu politik hukum.

b) Sistem hukum nasional yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu serta

faktor-faktor yang mempengaruhinya

Page 58: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

48

c) Perencanaan dan kerangka pikir dalam perumusan kebijakan hukum

d) Isi hukum nasional dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

e) Pemagaran hukum dengan prolegnas dan judicial review, legislative

review, dan sebagainya.

Dalam menentukan arah maupun tujuan dari pembentukan suatu aturan

pasti tidak lepas dari kegiatan politik hukum. Politik hukum tidak hanya

diartikan sebagai cara dari pembentukan peraturan secara sepihak dan

menguntungkan pihak atau golongan tertentu tetapi juga mengedepankan

asas dan prinsip hukum yang berlaku di Negara tersebut.

Dalam unsur-unsur politik hukum menerapkan asas demokratis,

karena pemerintah yang demokratis akan menciptakan hukum yang

progresif, sedangkan pemerintahan yang otoriter akan menimbulkan

hukum yang saklek. Ini artinya pada negara demokratis seperti Indonesia,

politik hukum yang dimaksud memberikan peluang kepada rakyat untuk

berpartisipasi dalam menyampaikan aspirasi dan kehendak yang nantinya

akan direpresentasikan kepada lembaga yang berwenang untuk

menentukan arah kebijakan.

2. Analisis Bedasarkan Teori Utilities

Bentham menerapkan prinsip-prinsip umum dari pendekatan

utilitarian ke dalam kawasan hukum. Namun demikian, sumbangannya yang

paling banyak terletak di bidang kejahatan dan pemidanaan. Dalilnya adalah

bahwa manusia itu akan berbuat dengan cara sedemikian rupa sehingga ia

mendapatkan kenikmatan yang sebesar-besarnya dan menekan serendah-

rendahnya penderitaan.4 Standar penilaian etis yang di pakai disini adalah

apakah suatu tindakan itu menghasilkan kebahagiaan. Pemidanaan, menurut

Bentham harus bersifat spesifik untuk setiap kejahatan dan seberapa jeranya

pidana itu tidak boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah

4 Mujar Ibnu Syarif dan Kamarusdiana, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN: 2009), h. 118

Page 59: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

49

dilakukannya penyerangan-penyerangan tertentu. Pemidanaan hanya bisa

diterima apabila ia memberikan harapan bagi tercegahnya kejahatan yang

lebih besar.

Tujuan akhir dari perundang-undangan adalah untuk melayani

kebahagiaan yang paling besar dari sejumlah rakyat. Prinsip kebahagiaan

yang terbesar ini berakar sangat kuat pada keyakinan Bentham dan dengan

demikian sangat menentang setiap teori yang mengajarkan tentang hak-hak

asasi yang tidak dapat diganggu gugat. Pasal 1 Konvensi tahun 1793ntelah

mengalihkan tekanannya; “tujuan masyarakat adalah kebahagiaan bersama,

pemerintah didirikan untuk menjamin manusia menikmati hak-haknya yang

dialami dan tidak dapat dialihkan.” Peralihan dari naskah semula yang

menekankan pada hak-hak alami kepada keagungan kebahagiaan sosial

untuk bagian terbesar berasal dari pengaruh Bentham.5

Apabila Bentham lebih menekankan kepada utilitarisme individual,

maka paham Rudolf Van Jhering sering disebut sebagai “social

utilitarianem”. Sistem Jhering mengembangkan segi-segi dari positivsm

Austin dan menggabungkannya dengan prinsip-prinsip utilarisme dari

Bentham dan Mill. Jhering mengembangkan filsafat hukumnya sesudah

melakukan studi yang insentif terhadap hukum romawi.

John Stuart Mill setuju dengan Bentham, bahwa suatu tindakan itu

hendaklah ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan. Ia menyetujui, bahwa

standar keadilan hendaklah didasarkan pada kegunaannya. Akan tetapi ia

berpendapat, bahwa asal-usul kesadaran akan keadilan itu tidak ditemukan

pada kegunaan, melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan untuk

mempertahankan diri dan perasaan simpati.

Menurut Mill keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak

dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh

siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan

memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar

5 Lawrence Friedman, The Legal System, A Social Science Perspektive, (New York, Russel

Sage Foundation, 1975), h. 213

Page 60: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

50

kepentingan-kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai

kepada orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat

keadilan dengan demikian mencakup semua persyaratan moral yang sangat

hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.

Pertamina menjadikan sebagai badan usaha dalam bentuk Persero,

maka sebenarnya tidak begitu tepat karena peruntukan dari Persero adalah

untuk mencari keuntungan atau profit oriented walaupun dalam beberapa

pasal dalam Undang-Undang BUMN juga mengamini jika tujuan

didirikannya Persero adalah untuk menggerakan roda perekonomian bangsa

secara menyeluruh dan berkeadilan. Sedangkan jika dikaitkan dengan

prinsip utility (kemanfaatan) pembentukan badan usaha dalam bentuk

Perum justru lebih tepat dikarenakan memang orientasi atau tujuan

pembentukannya adalah untuk kemanfaatan umum dengan memberikan

barang/jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau.

Prinsip utility dan politik hukum hakikatnya memang tidak dapat

dipisahkan, karena memang prinsip kemanfaatan merupakan kepentingan

fundamental yang masuk dalam pertimbangan aktivitas politik hukum yang

berlandaskan pada Pancasila. Hal ini sejalan dengan konfigurasi politik

secara demokratis yang membuka peluang partisipasi rakyat dalam

menentukan arah kebijakan dengan pemerintah sebagai lembaga perwakilan

untuk menciptakan kebijakan yang proporsional.

B. Analisis Implikasi Hukum Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM

Terhadap PT. Pertamina (Persero) dan Masyarakat

Kebijakan pemberlakuan satu harga BBM oleh Perusahaan Perseroan (PT.

Pertamina) menjadi bahan diskursus publik dimana banyak yang harus digali

dan diteliti lebih dalam mengapa persero yang berorientasi pada tujuan mencari

keuntungan semata justru menjalankan kebijakan yang memiliki aksentuasi

kemamkmuran dan keadilan bagi rakyat luas yang seharusnnya menjadi tujuan

dari perusahaan umum. Berikut peneliti akan menjabarkan dan

memaparkannya dalam bentuk analisis yang dibagai menjadi tiga bagian:

Page 61: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

51

1. Analisis Filosofis

Ketika manusia sepakat atas eksistensi keadilan maka mau tidak mau

keadilan harus mewarnai perilaku dan kehidupan manusia dalam hubungan

dengan tuhannya, dengan sesama individu, dengan masyarakat, dengan

pemerintah, dengan alam, dan dengan mahluk ciptaan tuhan lainnya.

Walaupun keadilan merupakan hal yang esensial bagi kehidupan manusia

namun kadangkala keadilan hanya menjadi bahan perdebatan tiada akhir;

apa itu keadilan, bagaimana wujud keadilan, dimana itu keadilan dan kapan

seseorang memperoleh keadilan, dan masih banak lagi pertanaa-pertanaan

yang rumit mengenai keadilan.

Hukum dan keadilan sebenarnya dua elemen yang saling bertaut yang

merupakan “conditio sine qua non” bagi yang lainnya. Supremasi hukum

yang selama ini diidentikan dengan kepastian hukum sehingga

mengkultuskan undang-undang, menjadi titik awal timbulnya masalah

penegakan hukum. Keadilan pada bangsa ini telah menjadi sesuatu yang

langka, negara belum mampu meberi jaminan lahirnya peraturan perundang-

undangan yang memiliki roh keadilan, serta tegaknya hukum yang

bersandar pada keadilan. Makna keadilan seolah-olah tereliminasi oleh

penegakan hukum, karena konsep hukum yang adil demokratis belum

menjadi sebuah realita yang dapat memberikan suatu jaminan bahwa hukum

mampu meberi solusi yang adil bagi masyarakat.

Keadilan dalam cita hukum yang merupakan pergulatan kemanusiaan

berevolusi mengikuti mengikuti ritme zaman dan ruang, lanjut sampai

manusia tidak beraktivitas lagi. Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan

yang terdiri atas roh dan jasad memiliki daya rasa dan daya pikir yang dua-

duanya merupakan daya rohani, dimana rasa dapat berfungsi untuk

mengendalikan keputusan-keputusan akal agar berjalan di atas nilai-nilai

moral seperti kebaikan dan keburukan, karena yang dapat menentukan baik

dan buruk adalah rasa.6

6 M. Rasjidi dan H. Cawidu, Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang,

1998), h. 17

Page 62: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

52

Manusia dalam semua perbuatannya akan selalu mengejar sesuatu

yang baik, sesuatu yang dikejar atau dituju oleh kehidupan manusia.

Perbuatan manusia merupakan ekspresi dari bisikan-bisikan kalbu. Seluruh

sifat yang muncul dari hati akan terekspresikan anggota tubuh, sehingga hati

adalah pemegang kedali dan anggota tubuh tunduk kepadanya, sehingga

tidak ada perbuatan yang dilakukan anggota tubuh kecuali atas tanda-tanda

dari hati. Jika hati suci, maka perbuatan akan baik.7 Perbuatan manusia akan

bernilai jika perbuatan tersebut baik dan bermanfaat yang lahir dari bisikan

hati yang suci, sehingga dengan demikian nilai (value) merupakan suatu

prinsip etik yang bermutu tinggi dengan pedoman bahwa keberadaan

manusia itu harus memperhatikan kewajibannya untuk bertanggung jawab

terhadap sesamanya.v4 v

Program BBM satu harga ini memiliki tujuan utama yakni untuk

memberikan keadilan nasional. Sesuai dengan amanat pada Pancasila sila

Ke-5 yakni “ keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Jadi dasar

dalam pemberlakuan BBM satu harga ini adanya kesamarataan terhadap

harga BBM dari seluruh wilayah di Indonesia. Agar wilayah dengan kondisi

3T dapat merasakan harga yang sama dengan daerah lainnya. Karena

kebanyakan wilayah 3T ini harga BBM terbilang sangat mahal ketimbang

dengan harga BBM di wilayah non 3T.

Hadirnya kebijakan BBM satu harga merupakan bentuk respon

pemerintah terhadap kondisi ketimpangan ataupun ketidakadilan pada sektor

energi di Indonesia. Hal ini jika ditangani secara lambat akan berpengaruh

pada disintegrasi kebutuhan masyarakat, yang berujung pada rendahnya

tingkat kesejahteraan rakyat, karena BBM sebagai salah satu pendukung

kebutuhan masyarakat. Seusai dengan teori Welfare State bahwa dalam

memenuhi kesejahteraan rakyat yakni dengan terpenuhinya kebutuhan

masyarakat melalu pengintegrasian sumber alam yang sudah di kelola oelh

pemerintah dalm hal ini adalah BBM dengan penyelenggaraanya

7 Ahmad Mahmud Subhi, Filsafat Etika, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001), h. 262

Page 63: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

53

makasudnya adalah pendistribusian nya yakni melalui BUMN ini. Sehingga

pemenuhan kebutuhan rakyat untuk menopang kesejahteraan rakyat dapat

terjadi kontinuitas atau berkelanjutan. Respon cepat pemerintah dirasa tidak

sepenuhnya memberikan dampak baik bagi setiap pihak. Pertamina tetap

menjadi andalan dalam mengelola migas nasional dan menjaga ketahanan

energy nasional. Masuknya mitra mitra lain dimasudkan sebagai

komplementari dan untuk meningkatkan daya saing Pertamina.

Konsep ini erat kaitannya dengan kondisi sosial, politik, dan ekonomi

masyarakat yang mengalami masa suram akibat gagalnya sistem politik dan

ekonomi kapitalis yang bebas dengan bertumpu pada konsep negara hukum

liberal. Dengan jelas Utrecht (1960) mengemukakan bahwa suatu negara

semacam itu, yang umum dikenal sebagai tipe negara liberal, dimana negara

berperan dan bertindak sebagai “negara penjaga malam”

(nacthwakerstaat).8

Dengan dilatarbelakangi oleh kondisi sosial ekonomi masayarakat

yang semakin memprihatinkan, khususnya kegagalan sistem ekonomi

kapitalis yang mengandalkan pada berlakunya sistem ekonomi pasar yang

bebas tanpa campur tangan negara, telah mengakibatkan krisis ekonomi

pada masyarakat. Kebebasan dan persamaan (“vrijheid en gelijkheid”) yang

melandasi perhubungan masyarakat dengan negara dirasakan sudah tidak

memadai lagi. Peranan negara yang dahulunya dirasakan terbatas pada pada

penjagaan ketertiban semata, diupayakan untuk diperluas dengan memberi

kewenangan yang lebih besar pada negara untuk mengatur perekonomian

masyarakat.

Kepentingan umum sebagai asas hukum publik tidak lagi di artikan

sebagai kepentingan negara sebagai kekuasaan yang menjaga ketertiban atau

kepentingan kaum borjuis sebagai basis masyarakat dari hukum negara

liberal, tetapi kepentingan umum adalah kepentingan “gedemocratiseerde

8 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakya di Indonesia, (Surabaya: Bina

Ilmu, 1987), h. 78

Page 64: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

54

natonale staat, waarvan het hele volk in al zijn geledingen deel uitmaakt.”

Berubahnya pandangan tentang konsep negara liberal tersebut, melahirkan

suatu konsep baru tentang tipe negara kesejahteraan yang lebih dikenal

dengan konsep welfare state (welvaarstaat), yang pada akhir abad ke-19 dan

memasuki paruh awal abad ke-20 berkembang pesat di Eropa Barat.

Konsep negara kesejahteraan tersebut terus mengalami perkembangan

dengan melalui banyak varian. Menurut Utrecth (1960), lapangan pekerjaan

dalam konsep negara kesejahteraan mengutamakan kepentingan seluruh

rakyat dengan tugas dan fungsi menyelenggarakan kepentingan umum,

seperti kesehatan masyarakat, pengajaran, perumahan, pembagian tanah,

dan sebagainya. Banyaknya kegiatan atau kepentingan yang dahulu

diusahakan oleh swasta, sekarang telah diambil alih dan diselengggarakan

oleh negara. Bahkan konsep tersebut telah pula memperluas bidang tugas

atau lapangan pekerjaan negara atau pemerintah khususnya dalam

administrasi negara. Oleh Lemaire tugas tersebut dinamakan bestuurzorg.

Di belanda pada masa pemerintahan kabinet Loebers konsep welvaarstaat

(verzorgingstaat) diarasakan terlalu mahal terlalu mahal untuk

dilaksanakan, sehingga pemerintah kerajaan Belanda menerapkan suatu

konsep baru yaitu pada dasarnya hampir sama dengan konsep welfare state

yakni yang disebut dengan konsep warborgstaat.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka menarik untuk

mengetengahkan pandangan dari Philipus M Hadjon (1985) dalam

disertasinya, yang mengasakan bahwa meskipun terdapat dalam rumusan

pembukaan Undang Undang Dasar 1945 tujuan negara adalah untuk

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, akan tetapi

tujuan tersebut janganlah ditafsirkan bahwa negara hukum pancasila

merupakan negara kesejahteraan dalam pengertian welvaarstaat.

Phillipus M. Hadjon (1985) dengan tegas mengemukakan, bahwa

menafsirkan tujuan negara tersebut untuk dijadikan sebagai patokan dalam

menetapkan bahwa negara Republik Indonesia adalah sebuah negara

kesejahteraan dalam pengertian welvartstaat, akan menimbulkan

Page 65: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

55

pemahaman yang keliru terhadap penerapan konsep tersebut. Pada satu segi

menggaduhkan tujuan mewujudkan kesejateraan dengan konsep

welvaartstaati dan pada sisi lain tidak sesuai dengan latar belakang

perumusan tujuan negara Republik Indonesia dalam pembukaan Undang

Undang Dasar 1945.9

Peneliti sependapat dengan Philipus M. Hadjon dengan alasan, bahwa

penuangan konsep negara kesejahteraan dalam perumusan tujuan negara

Republik Indonesia jelas berbeda arti dan maknanya dengan perumusan

konsep negara kesejahteraan dalam artian welvaartstaat. Hal itu didasarkan

pada rumusan cita negara (staatsidea) bangsa Indonesia yang berbeda

dengan rumusan cita negara pada waktu konsep negara kesejahteraan

tersebut dimunculkan. Perumusan cita negara bangsa Indonesia

sebagaimana oleh A. Hamid S. Attamini (1990) berasal dari cita masyarakat

bangsa Indonesia. Rumusan cita negara tersebut boleh dikatakan bersumber

pada kehendak dan pemikiran yang telah ada lebih dahulu sebelum dibentuk

negara Republik Indonesia.10

Hal ini sejalan dengan pandangan dengan

pandangan dari Bierens de Haan yang mengemukakan, bahwa negara adalah

suatu peningkatan lebih tinggi dari ide yang berkembang dalam kesatuan-

kesatuan masyarakat yang telah ada lebih dahulu sebelum mereka

membentuk negara.

Selanjutnya, peneliti dapat mengemukakan bahwa meskipun konsep

negara kesejahteraan dalam arti welvaartstaat berbeda arti dan maknanya

dengan konsep negara kesejahteraan Pancasila, akan tetapi kedua konsep

tersebut sama-sama memberikan perhatiannya kepada kesejahteraan

masyarakat meskipun dengan cara dan pelaksanaannya yang berbeda,

sehingga esensi yang terkandung dalam kedua konsep tersebut dapat

dijadikan landasan teoretis bago keikiutsertaan negara dalam kehdupan

9 A. Hamid S. Attamini, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang

Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV”, Disertasi, Pascasarjana Universitas

Indonesia, 1990, h. 55 10

Yusril Ihza Mahendra, “Dinamika Tata Negara Indonesia: Komplikasi Aktual Masalah

Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 4

Page 66: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

56

masyarakat.11

Bahkan dalam konsep negara kesejahteraan Pancasila itu,

kehadiran negara atau pemerintah dianggap sebagai suatu kewajiban untuk

mengatur dan mengarahkan masyarakat sebagai satu kesatuab dan keluarga.

Bahwa Pancasila menjadi pedoman bagi kehidupan kenegaraan dan

hukum Republik Indonesia dalam konkretnya dan tidak sekedar cita-cita

dalam abstraknya saja. Lebih lanjut Notonegoro, memberikan penegasan

bahwa Pancasila tidak tinggal cita-cita dalam angan-angan, akan tetapi telah

mempunyai bentuk dan isi yang formal dan material untuk menjadi

pedoman bagi hidup kenegaraan dan hukum Indonesia dalam konkretnya.

Menurut pendapat Notonegoro, Undang-Undang Dasar 1945 dengan

pembukaan merupakan kesatuan, yang berarti bahwa tafsir Undang-Undang

Dasar harus dilihat dari sudut pembukaan dan pelaksanaan Undang-Undang

Dasar 1945 itu, jadi yang terkandung di dalam Pancasila. Dalam pada itu

Notonegoro mengungkapkan kembali apa yang menjadi pesan para

founding fathers negara ini, ialah semangat para penyelenggara negara,

semangat para pemimpin pemerintahan, dan semangat para pemimpin

rakyat. Bahwa semangat itu hidup dan bersifat dinamis yang senantiasa

mewujudkan nilai-nilai pancasila di dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, bernegara.12

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antara konsep

negara negara kesejahteraan dalam arti negara hukum Pancasila dengan

tujuan negara yang ingin dicapai melalui fungsi negara yang menjadi dasar

keikutsertaan negara dalam pergaulan hidup masyarakat khususnya dalam

bidang ekonomi menjadi jelas. Perwujudan tujuan negara sesuai dengan

konsep negara kesejahteraan yang berlandaskan Pancasila hanya bisa

tercapai kalau didukung dengan unsur kekuasaan negara di dalamnya.

11

Sri Maemunah Suharto, Pengelompokan BUMN dalam Rangka Penyusunan Tolak Ukur

pada Evaluasi Kinerja di Indonesia”, Disertasi Program Pascasarjana, Universitas Airlangga,

1996, h. 28 12

Notonegoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, (Jakarta: CV Pantjuran Tujuh, 1980), h.

174

Page 67: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

57

Tujuan negara yang terungkap demikian dalam pembukaan Undang Undang

Dasar 1945 itu tentunya memerlukan suatu fungsi negara yang bukan hanya

berfungsi sebagai pengatur atau pengendali semata, akan tetapi dibutuhkan

pula fungsi negara sebagai penyedia kesejahteraan umum, pengusaha dan

sebagai wasit yang adil dan fair dalam kegiatan perekonomian negara.

Sejak Indoenesia merdeka, fungsi dan peranan perusahaan negara

sudah menjadi perdebatan dikalangan founding fathers, terutama pada kata

dikuasai oleh negara. Bung Karno menafsirkan bahwa, karena kondisi

perekonomian masih lemah pasca kemerdekaan, maka negara harus

menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan

ekonomi. Sedangkan Bung Hatta menentang pendapat ini dan memandang

bahwa negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar

menguasai kebutuhan pokok masyarakat seperti listrik dan transportasi.

Pandangan Hatta ini kemudian kemudian lebih sesuai dengan paham

ekonomi modern, dimana posisi negara hanya cukup menyediakan

infrastruktur yang mendukung proses pembangunan.13

Dalam perkembangan selanjutnya, BUMN di Indonesia mengalami

beberapa perubahan, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan

kebijakan pemerintah. BUMN sebagai salah satu tulang punggung

perekonomian (aset produktif yang dimiliki oleh pemerintah) diharapkan

mampu memberikan kontribusi positif bagi pemerintah dalam bentuk

dividen dan pajak. Pemerintah sangat berkepentingan atas kesehatan

BUMN, akan tetapi pada kenyataannya bayak BUMN yang mengalami

kerugian karena pengelolaan yang tidak profesional dan tidak transparan.

Dalam perjalannya, BUMN di Indonesia (pada masa Orde Baru) mengalami

tumbuh kembang dengan melalkukan beberapa perubahan dan penambahan

serta pengelompokan bedasarkan kelompok Industri. Perubahan bentuk

perusahaan menjadi perusahaan persero mengalami peningkatan yang pesat,

dimana pada masa Kabinet Ampera pemerintah hanya memiliki 1

13

Roziq M. Kaelani, Landasan Hukum dan Sejarah BUMN di Indonesia, Buletin KAHMI

FE Universitas Brawijaya, Edisi 1, 2007, h. 4

Page 68: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

58

perusahaan persero. Pada masa Orde Baru berkembang menjadi sekitar 71

perusahaan persero. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan

melakukan stabilitas harga dan laju inflasi pemerintah memberikan proteksi

dan hak monopoli kepada BUMN serta memberikan subsidi yang cukup

besar bagi BUMN yang merugi.

Secara umum BBM 1 harga meningkatkan peran Pertamina dalam

melakukan misinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam

jangka pendek memang Pertamina mengeluarkan investasi untuk BBM 1

harga tetapi investasi yang dikelurakan akan kembali dengan tambahan citra

Pertamina yang semakin baik dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Secara yuridis persero yang harus berorientasi pada keuntungan dan juga

dituntut untuk menuruti keinginan pemerintah ternyata memunculkan

kontradiksi terhadap orientasi persero.14

Adanya kontradiksi pada orientasi

persero nyatanya harus dihadapi oleh persero itu sendiri.

Pendapat Prof Nindyo Pramono terhadap persero Indonesia

mengatakan bahwa persero dalam perjalanannya akan selalu menghadapi

dua masalah, yaitu secara internal persero disibukkan dengan urusan

profersional perusahaan, dari segi eksternal persero harus mengikuti arahan

dan kemauan politik pemerintah. Atas pandangan tersebut, Prof Nindyo

Pramono memberikan solusi berupa penekanan terhadap organ perseroan

yaitu direksi. Sebagai organ utama dalam pengurusan persero, tidak semua

elit persero dapat menduduki posisi direksi. Posisi tersebut harus diisi oleh

direksi yang memiliki dua kualifikasi khusus yaitu memiliki jiwa dagang

dan kesadaran ataupun pengetahuan politik15

Dengan diterapkannya kebijakan pemberlakuan satu harga terhadap

BBM merupakan salah satu bentuk prinsip dan komitmen negara dalam

14

Rahayu Hartini, BUMN Persero Konsep Keuangan Negara dan Hukum Kepailitan di

Indonesia, (Malang : Setara Press, 2017), h. 3 15

Nindyo Pramono, Hukum Perseroan, (Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Unoversitas

Gadjah Mada, 1995), h. 62

Page 69: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

59

mengakomodir kebutuhan rakyatnya terhadap BBM dan merupakan

implementasi terhadap nilai-nilai dalam dasar negara yang dimana

mewajibkan negara berlaku adil kepada seluruh rakyatnya. Kebijakan

pemberlakuan satu harga menjadi langkah yang baik karena demi

pemerataan dan kestabilan ekonomi yang menyeluruh, negara satu demi

satu telah menunaikan kewajibannya dalam menghormati, melindungi, dan

memenuhi hak seluruh rakyatnya.

Islam memerintahkan kepada setiap manusia untuk berbuat adil atau

menegakan keadilan pada setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan

(Qs. An-Nisaa (4): 58):

م ت م ك ا ح ذ إ ا و له لى أه اوات إ م وا ال د ؤ ن ت م أ ك ر أم ي إن الل

م به ظك ا يع م وع ل إن الل د ع ال ىا ب م ك ن تح ه الىاس أ ي ب

ا ا بصير يع ان س م ك إن الل

”sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang

berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di

antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah

memberikan pelajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah

Maha Mendengar dan Maha Melihat”

Murtadha Muthahhari16

mengemukakan bahwa konsep adil dikenal

dalam empat hal: pertama adil bermakna keseimbangan dalam arti suatu

masyarakat yang ingin tetap bertahan dan mapan, maka masyarakat tersebut

harus berada dalam keadaan seimbang, dimana segala sesuatu yang ada

didalamnya harus eksis dengan kadar semestinya dan bukan dengan kadar

yang sam.keseimbangan sosial mengharuskan kita melihat neraca kebutuhan

dengan pandangan yang relatif melalui penentuan keseimbangan yang

relevan dengan menerapkan potensi yang semestinya terhadap

keseimbangan tersebut. Al-Qur’an Surat Ar-Rahman 55:7

ان ف ع ه ا و و ض ع ال م يز س م اء ر ال و

16

Murtadha Muthahari, Keadilan Ilahi: Azas Pandangan Dunia Islam , (Bandung : Mizan,

1995), h. 53-58

Page 70: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

60

diterjemahkan bahwa: ”Allah meninggikan langit dan dia meletakkan

neraca (Keadilan)”

Konsepsi keadilan Islam menurut Qadri17

mempunyai arti yang lebih

dalam dari pada apa yang disebut dengan keadilan distributif dan finalnya

Aristoteles; keadilan formal hukum Romawi atau konsepsi hukum yang

dibuat manusia lainnya. Ia merasuk ke sanubari yang paling dalam dari

manusia, karena setiap orang harus berbuat atas nama Tuhan sebagai tempat

bermuaranya segala hal termasuk motivasi dan tindakan. Penyelenggaraan

keadilan dalam Islam bersumber pada Al-Qur’an serta kedaulatan rakyat

atau komunitas Muslim yakni umat.

Makna yang terkandung pada konsepsi keadilan Islam ialah

menempatkan sesuatu pada tempatnya, membebankan sesuatu sesuai daya

pikul seseorang, memberikan sesuatu yang memang menjadi dengan kadar

yang seimbang. Prinsip pokok keadilan digambarkan oleh Madjid

Khadduri18

dengan mengelompokan ke dalam dua kategori, yaitu aspek

substantif dan prosedural yang amsing-masing meliputi satu aspek dari

keadilan yang berbeda. Asoek substantif berupa elemen-elemen keadilan

dalam substansi syariat (keadilan substantif), sedangkan aspek prosedural

berupa elemen-elemen keadilan dalam hukum prosedural yang dilaksanakan

(keadilan prosedural).

Manakala kaidah-kaidah prosedural diabaikan atau diaplikasikan

secara tidak tepat, maka ketidakadilan prosedural muncul. Adapun keadilan

substantif merupakan aspek internal dari suatu hukum dimana semua

perbuatan yang wajib pasti adil (karena firman Tuhan) dan yang haram pasti

tidak adil (karena wahyu tidak mungkin membebani orang-orang yang

beriman suatu kezaliman). Aplikasi keadilan prosedural dalam Islam

17

A. A. Qadri, Sebuah potret Teori dan Praktek Keadilan Dalam Sejarah Pemerintahan

Muslim, (Yogakarta: PLP2M, 1987), h.1 18

Madjid Khadduri, Teologi Keadilan (Perspektif Islam), (Surabaya: Risalah Gusti, 1999),

h. 119-201

Page 71: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

61

dikemukakan oleh Ali Ibnu Abi Thalib19

pada saat perkara di hadapan

hakim syuriah dengan menegur hakim tersebut sebagai berikut:

a. Hendaklah samakan (para pihak) masuk mereka ke dalam majelis, jangan

ada yang didahulukan.

b. Hendaklah sama duduk mereka di hadapan hakim.

c. Hendaklah hakim menghadapi mereka dengan sikap yang sama.

d. Hendaklah keterangan-keterangan mereka sama didengarkan dan

diperhatikan.

e. Ketika menjatuhkan hukum hendaklah keduanya sama mendengar.

Sebagai penutup uraian tentang keadilan dari perspektif Islam, Imam

Ali20

sekaligus sebagai “Pemimpin Islam tertinggi pada zamannya” beliau

mengatakan bahwa prinsip keadilan merupakan prinsip yang signifikan

dalam memelihara keseimbangan masyarakat dan mendapat perhatian

publik. Penerapannya dapat menjamin kesehatan masyarakat dan membawa

kedamaian kepada jiwa mereka. Sebaliknya penindasan, kezaliman, dan

diskriminasi, tidak akan dapat membawa kedamaian dan kebahagiaan.

Jika pemikir-pemikir terdahulu tentang keadilan selalu mencari

legitimasi keadilan yang sumbernya bersifat transendental (budi Tuhan) atau

pada budi manusia, maka pemikir-pemikir kemudian mencoba mencari

legitimasi keadilan pada produk masyarakat, sebagaimana dikembangkan

oleh ajaran hukum murni oleh Hans Kellsen21

yang mengeaskan konsep

keadilan secara jernih yang bebas nilai. Hans Kellsen mengambil jarak dari

penafsiran keadilan yang menggunakan aneka macam legitimasi, baik

politik maupun etika, yang tidak dapat melepaskan diri muatan teologis.

Menurutnya, idealisme dalam ajaran hukum alam juga menyiratkan

dualisme dalam norma keadilan, dimana yang satu adalah norma yang

sumbernya bersifat transendental, dan yang lain lagi adalah norma keadilan

19

Hamka, Tafsir Al-ashar Jus V, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983) h. 125 20

Sukarno Aburaera, dkk, Filsafat Hukum (Teori dan Praktik), (Jakarta: Kharisma Putra

Utama, 2013), h. 194 21

B. Kusumohamidjojo, Ketertiban yang adil: Problematika Filsafat Hukum, (Jakarta:

Grasindo, 1999), h. 129-131

Page 72: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

62

yang bersumber pada akal budi manusia. Hans Kellsen hanya mengakui satu

macam keadilan, yaitu keadilan yang lahir dari hukum positif yang

ditetapkan oleh manusia bedasarkan norma dasar berlakunya hukum positif.

2. Analisis Yuridis

Melalui Pasal 19 Ayat (1) Perpres Nomor 191 Tahun 2014

menyatakan bahwa, “Untuk pertama kali, penugasan penyediaan dan

pendistribusian jenis BBM khusus penugasan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4, untuk tahun 2015 diberikan kepada PT. Pertamina (Persero)”.

Secara ekonomis PT Pertamina selaku BUMN pengelola BBM menyadari

bahwasanya kebijakan satu harga BBM maka akan terjadi kerugian sebesar

Rp. 800 miliar pertahun.

Baru-baru ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

menyebutkan bahwa PT Pertamina telah menanggung kerugian dari

penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga 30 Juni 2017 kerugian

ditaksir mencapai US$ 957 juta atau sekitar Rp 12 triliun. Kerugian

penjualan premium maupun solar itu termasuk juga dari program BBM satu

harga. Hal ini diungkapkan kementerian BUMN dalam rapat dengan Komisi

VI DPR RI pada 30 agustus 2017. Sementara jika dilihat keuntungan laba

bersih dari PT Pertamina sepanjang 2016 sebesar US$ 3,15 miliar atau

sekitar Rp 42 triliun. Oleh sebab itu maka akan mengurangi pendapatan

negara dari BBM, bahkan dampak jangka panjang jika tidak diatasi dapat

mengakibatkan penurunan laba bahkan bisa menyebabkan kerugian.

Meskipun pemerintah menyadari untuk mewujudkan kebijakan ini

membutuhkan biaya logistik yang cukup besar namun tetap diterapkan

untuk mewujudkan keadilan sosial di Indonesia.

Pertamina sebagai perseroan penugasan, adalah salah satu pihak yang

tidak mendapatkan dampak baik atas kebijakan BBM satu harga ini.

Semenjak kebijakan ini mulai diberlakukan, Biaya Rp. 800 Miliar adalah

biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh Pertamina, untuk mendukung

proses realisasi dan distribusi BBM ke Papua. Beban biaya tersebut adalah

Page 73: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

63

murni berasal dan dikelola oleh Pertamina, mengingat dalam kebijakan ini

pemerintah tidak memberikan subsidi, seperti yang dinyatakan dalam Pasal

1 Ayat 2 Perpres Nomor 191 Tahun 2014, “Jenis Bahan Bakar Minyak

Khusus Penugasan yang selanjutnya disebut Jenis BBM Khusus Penugasan

adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi dan/atau

bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi yang telah

dicampurkan dengan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar

Lain dengan jenis, standart dan mutu (spesifikasi) tertentu, yang

didistribusikan di wilayah penugasan, dan tidak diberikan subsidi”. Biaya

Rp. 800 Miliar menurut Direktur Utama Pertamina Dwi Sujtipto selain

menjadi beban keuangan, juga dapat menimbulkan potensi kerugian bagi

perusahaan.

Ketentuan dalam Perpres tersebut yang mengatur bahwa jenis bahan

bakar minyak khusus penugasan, tidak disubsidi dan didistribusikan ke

wilayah penugasan selain wilayah yang disebutkan dalam Perpres diatas,

menandakan sebagai bentuk upaya pemerintah untuk dapat menghadirkan

BBM dengan harga yang terjangkau. Adanya ketentuan yang menyatakan

bahwa dalam proses realisasi dan distribusi pemerintah tidak diberikan

subsidi, dapat memunculkan suatu permasalahan baru yaitu terhadap

operasional dan keuangan perseroan penugasan yaitu PT. Pertamina

(Persero). Sebagai satu-satunya BUMN yang bertanggung jawab atas

pengelolaan minyak dan gas bumi negara, Pertamina dipercaya untuk

menyelesaikan tugas pemerintah ini.

Uraian dari maksud dan tujuan pendirian BUMN yang memposisikan

BUMN sebagai alat pembangun perekonomian negara serta sumber

pendapatan negara pada posisi prioritas, kemudian mengejar keuntungan,

perlu dilihat kembali sejarah pendirian BUMN itu sendiri. BUMN di

Indonesia lahir atas peninggalan beberapa perusahaan zaman Hindia

Belanda, yang kemudian diteruskan oleh Indonesia pasca kemerdekaan

dengan dasar dan tujuan yang disesuaikan yaitu melalui Pasal 33 Ayat (2)

Undang Undang Dasar 1945 yaitu:

Page 74: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

64

a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan.

b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

c. Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Hal ini yang menjadi konsekuensi logis daripada keberadaan Pasal 33

Ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 bahwa bumi dan air serta kekayaan

yang ada di Indonesia harus dikuasai oleh negara melalui adanya BUMN itu

sendiri, oleh karenanya PT. Pertamina selaku BUMN yang keuangannya

juga berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) juga harus

tunduk kepada aturan negara sebagai bentuk nyata kekayaan negara

Indonesia tersebut diperuntukkan untuk hajat hidup orang banyak sesuai

dengan makna Pasal 33 Ayat (2) Undang Undang Dasar 1945.

Selain meneruskan peninggalan dari zaman Hindia Belanda, BUMN

oleh Pemerintah Indonesia dinilai akan memiliki peranan penting dalam

pembangunan ekonomi negara.22

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 31

Tahun 2003 kehadiran Pertamina sudah sejalan dengan prinsip BUMN, dan

adanya Pertamina selain untuk mencari keuntungan juga harus sebagai

kontributor akan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Peraturan

Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tersebut dapat dicermati sebagai

percampuran prinsip korporasi dengan kesejahteraan rakyat. Jika secara

yuridis keberadaan korporasi adalah untuk mencari untung.23

Hal ini tertera

pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 Tentang

Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi

Negara (PERTAMINA) Menjadi Perusahaan Perseroan :

22

Amirudin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Grup, 2012), h. 72 23

Stefanus Mahendra Soni Indriyo, Revitalisasi Institusi Direksi Perseroan Terbatas,

(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2012), h. 37

Page 75: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

65

a. Maksud Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak

dan gas bumi baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha

lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan

gas bumi tersebut.

b. Tujuan Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 1 adalah untuk :

1) mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan

perusahaan secara efektif dan efisien;

2) memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Konsep Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 secara expressis

verbis telah menyatakan bahwa konsep daripada Persero ialah memberikan

kemakmuran terhadap rakyat yang hal tersebut telah sejalan dengan

konstitusi yakni Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945. Namun, hal tersebut

berbeda dengan keberadaan Persero itu sendiri dalam Undang Undang

BUMN yang tidak mengharuskan adanya sebuah kontribusi terhadap rakyat,

hal ini yang menjadi suatu ambiguitas dalam pelaksanaan kebijakan dalam

PT. Pertamina itu sendiri.

Setiap perusahaan milik negara di Indonesia harus berpegang teguh

pada ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

Indonesia saat ini memiliki dua jenis BUMN yang diakui oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yakni Perusahaan Umum (Perum) dan

Perusahaan Perseroan (Persero). Kedua jenis BUMN tersebut memiliki

karakteristik yang berbeda. Perum didirikan dengan konsep usaha melayani

kepentingan umum atau sifat pendiriannya adalah public utility. Persero

didirikan dengan konsep usaha yaitu mengejar keuntungan.

Maksud dan tujuan pendirian BUMN menurut ketentuan Pasal 2 Undang-

undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah sebagai berikut.24

24

Zaeni Asyhadie, dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan & Kepailitan, (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 2012), h. 159

Page 76: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

66

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional

pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

Dengan tujuan ini BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu

pelayanan pada masyarakat pada masyarakat sekaligus memberikan

kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan

membantu penerimaan keuangan negara.

b. Mengejar Keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah

mengejar keuntungan, dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan

umum, persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan

prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan demikian,

penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya

(kompensasi) bedasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan

untuk perum yang tujuannya menyediaakan barang dan atau jasa untuk

kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus meperhatikan prinsip-

prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat

hidup orang banyak.

Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN,

baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat

dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan

merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediaakan barang dan/atau

jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Namun kegiatan tersebut belum

dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena karena secara komersial

tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dapat

dilakukan melalui penugasan kepada BUMN.

Page 77: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

67

Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak,

pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi

pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan

dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha

golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Dasar hukum utama dari BUMN adalah Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2003 Tentang BUMN dan peraturan lain yang terkait dengan

perseroan terbatas. Bedasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 12

Tahun 1998 dinyatakan bahwa terhadap Persero berlaku prinsip-prinsip

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh

karenanya Persero memiliki status badan hukum. Dapat dilihat pula pada

Pasal 11 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003.25

Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang

berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Sesuai dengan Maksud

dan Tujuan Pendirian Persero pada Pasal 12 Undang-undang Nomor 19

Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara :

Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah :

a. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya

saing kuat;

b. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut dapat

memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan baran dan/atau jasa yang

bermutu tinggi dan berdaya saing kuat di pasar dalam negeri maupun

internasional. Dengan demikian, keuntungan dan nilai persero yang

25

Zainal Asikin, dan L. Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perusahaan, (Jakarta:

Prana Media Group, 2016), h. 162.

Page 78: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

68

bersangkutan dapt meningkat sehingga akan memberikan manfaat yang

optimal bagi pihak-pihak yang terkait. Berbeda dengan Maksud dan Tujuan

Perusahaan Umum pada Pasal 36 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003

yaitu :

a. Maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang

bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau

jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat

berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

b. Untuk mendukung kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan

sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), dengan persetujuan Menteri,

Perum dapat melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain.

Hal ini tidak sesuai dengan tujuan dari persero yang harusnya tunduk

pada ketentuan undang-undang perseroan terbatas bukan kepada undang-

undang BUMN dikarenakan Perseoran Terbatas merupakan aturan khusus

yang mengatur lebih rinci terkait dengan PT sedangkan undang-undang

BUMN merupakan aturan umum yang mengatur hal yang lebih umum atau

lebih besar, seperti halnya yang kita ketahui dalam pasal 12 undang-undang

persero BAB terkait maksud dan tujuan dari persero tidak ada frasa atau

pasal yang tertulis untuk mensejahterakan rakyat namun pertamina dalam

penjalanannya justru lebih tunduk dengan ketentuan BUMN dibandingkan

dengan ketentuan undang-undang Perseoran Terbatas.

Berikut perbandingan Perusahaan Persero (Persero) dan Perusahaan

Umum (Perum).26

Tabel 4.1: Perbandingan Persero dan Perum

Perusahaan Perseroan (Persero) Perusahaan Umum (Perum)

Makna Usahanya adalah untuk

menumpuk keuntungan (keuntungan

Makna Usahanya adalah melayani

kepentingan umum (kepentingan

26

Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk Bentuk Badan Usaha Di Indonesia, (Bogor: Penerbit

Ghalia Indonesia, 2010), h. 160

Page 79: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

69

dalam arti, karena baiknya

pelayanan dan pembinaan organisasi

yang baik, efektif, efisien dan

ekonomis secara business-zakelijk,

cost accounting principle,

management effectiveness dan

pelayanan umum yang baik dan

memuaskan memperoleh surplus

atau laba).

Status hukumnya sebagai badan

hukum perdata, yang berbentuk

perseroan tebatas

Hubungan-hubungan usahanya

diatur menurut hukum perdata.

Modal seluruhnya atau sebagian

merupakan milik Negara dan

kekayaan negara yang dipisahkan,

dengan demikian dimungkinkan

adanya joint atau mixed enterpise

dengan swasta (nasional dan asing)

dan adanya penjualan saham-saham

perusahaan milik negara.

Tidak memiliki fasilitas-fasilitas

negara.

Dipimpin oleh suatu direksi.

Pegawainya berstatus sebagai

perusahaan swasta biasa.

Peranan pemerintah adalah sebagai

pemegang saham dalam perusahaan.

Intensitas “medezeggenschap”

terhadap perusahaan tergantung dari

produksi, distribusi dan konsumsi,

secara keseluruhan) dan sekaligus

untuk menumpuk keuntungan.

Usaha dijalankan dengan memegang

teguh syarat-syarat efisiensi,

efektifitas, dan economic cost

accounting principle dan

management effectivitesness secara

bentuk pelayanan (iservice) yang

baik terhadap masyarakat atau

nasabahnya.

Berstatus badan hukum, diatur

bedasarkan undang-undang (dengan

wetsduiding).

Pada umumnya bergerak di bidang

jasa-jasa vital (public utilities).

Pemerintah boleh menetapkan

bahwa beberapa usaha yang bersifat

public utility tidak perlu diatur,

disusun atau diadakan sebagai suatu

perusahaan negara (misalnya

perusahaan listrik untuk kota kecil

yang modalnya dibangun dengan

modal swasta).

Mempunyai nama dan kekayaan

sendiri serta kebebasan bergerak

seperti perusahaan swasta untuk

mengadakan atau masuk ke dalam

suatu perjanjian, kontrak-kontrak

dan hubungan-hubungan perusahaan

lainnya.

Page 80: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

70

besarnya jumlah saham (modal)

yang dimiliki atau bedasarkan

perjanjian tersendiri antara pihak

Pemerintah dan pihak pemilik (atau

pendiri) lainnya.

Dapat dituntut dan menuntut, dan

hubungan hukumnya diatur secara

hubungan hukum perdata (privat

recthelijk).

Modal seluruhnya dimiliki oleh

negara dari kekayaan negara yang

dipisahkan, serta dapat mempunyai

dan memperoleh dana dari kredit-

kredit dalam dan luar negeri atau

dari obligasi (dari masyarakat).

Pada prinsipnya secara finasial

harus dapat berdiri sendiri, kecuali

apabila karena politik Pemerintah

mengenai tarif dan harga tidak

mengizinkan tercapainya tujuan ini.

Dipimpin Direksi,

Pegawainya adalah pegawai

Perusahaan Negara yang diatur

tersendiri di luar ketentuan-

ketentuan yang berlaku bagi

Pegawai Negeri atau Perusahaan

Swasta/serta Usahanya (Negara)

Perseroan.

Organisasi, tugas, wewenang

tanggung jawab,

pertanggungjawaban dan cara

mempertanggungjawabkannya, serta

pengawasan dan lain sebagainya,

diatur secara khusus yang pokoknya

akan tercermin dala Undang-

Undang yang membentuk

Page 81: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

71

perusahaan negara itu.

Apabila di antaranya ada yang

berupa public utilit, maka bila

dipandang perlu untuk kepentingan

umum, politik tarif dapat ditentukan

oleh Pemerintah.

Laporan tahunan perusahaan yang

neraca untung rugi dan neraca

kekayaan disampaikan kepada

Pemerintah.

Selain itu terhadap adanya kekhawatiran akan ruginya perseroan,

akibat menjalankan dua konsep yaitu konsep persero untuk mengejar

keuntungan dengan konsep politik pemerintah sekaligus, dalam ketentuan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, telah

memberikan konsep ataupun mekanisme penanggulangan kerugian jika

sewaktu-waktu persero mengalami kerugian. Pasal 70 Ayat (3) Undang-

Undang Perseroan Terbatas memberikan pengaturan bahwa setiap perseroan

wajib menyisihkan 20% dari keuntungan yang diperoleh, dan dipergunakan

sebagai dana cadangan yang dapat sewaktu-waktu digunakan jika perseroan

mengalami kerugian.27

a. Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap

tahun buku untuk cadangan.

b. Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.

c. Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari

jumlah modal yang ditempatkan dan disetor.

27

Nehemia Billy Erlando, “Tinajaun Yuridis Tentang Pemberlakuan Bahan Bakar Minyak

Satu Harga Di Kabupaten Puncak Provinsi Papua Dalam Kaitannya Dengan Pencapaian Tujuan

PT. Pertamina (Persero)” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2018),

h. 40

Page 82: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

72

d. Cadangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) yang belum mencapai

jumlah sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) hanya boleh dipergunakan

untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.

Dalam konsep penggunaan laba, perseroan wajib menyisihkan jumlah

tertentu dari laba bersih setiap tahun untuk buku cadangan, yang

mengharuskan buku cadangan tersebut dibuat bila saldo dari perseroan

tersebut positif. Hal ini pun terlihat dari laba positif yang ada pada PT.

Pertamina. Bagaimana mekanisme hukum apabila pertamina terus-menerus

merasakan keruguian dikarenakan politik hukum pemerintah yang

mengintervensi PT. Pertamina (Persero) sebagai BUMN yang dimaksud

pada pasal 70 Ayat (4).

3. Analisis Sosiologis

Dengan semakin banyaknya keinginan dan kebutuhan rakyat akan

bahan bakar minyak sebagai penunjang aktivitas sehari-hari, maka tidak

heran jika banyak masyarakat terpencil menjerit dengan harga BBM yang

tidak masuk akal dan cenderung membuat penderitaan rakyat semakin

nyata. Apalagi dengan melihat kenyataan bahwa penghasilan masyarakat

terpencil tidak sebanding dengan kebutuhan pokok yang harganya melonjak

ditambah harga minyak di kota-kota besar yang relatif terjangkau, dari hal-

hal tersebut lah memberikan stimulus terhadap rakyat kecil karena adanya

ketimpangan. Karena alasan tersebut, Pemerintah sebagai wakil rakyat

bertindak untuk memberikan jalan keluar dengan mengeluarkan produk

hukum guna menyiasati menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia sebagaimana berdasarkan dasar bernegara yakni Pancasila.

Dalam sosiologi hukum, hukum merupakan suatu disiplin teoritis dan

umum dan umum yang mempelajari keteraturan dari berfungsinya hukum

untuk mendapatkan mendapatkan prinsip-prinsip hukum dan ketertiban

yang disadari secara nasional dan didasarkan pada diagnosis yang

mempunyai dasar yang mantap untuk menyajikan sebanyak mungkin

kondisi-kondisi yang diperlukan agar hukum dapat berlaku secara efesien.

Page 83: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

73

Secara studi instrumental bahwa hukum merupakan suatu sarana bagi

pembuat keputusan, terutama dalam masyarakat sosialis di mana perubahan-

perubahan di atur melalui undang-undang.28

Dalam rumusan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)

sebagaimana pernah diberlakukan dalam tatanan pemerintah Orde Baru

sebagai Arah kebijakan Pembangunan Nasional di Indonesia dengan jelas

dikemukakan, bahwa Badan Usaha Milik Negara bersama-sama dengan

usaha swasta termasuk pula koperasi diarahkan untuk tumbuh menjadi suatu

kegiatan usaha yang dapat menjadi penggerak utama pengembangan dan

peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional, melalui pemerataan kegiatan

pembangunan dan hasil-hasilnya, serta diharapkan pula memperluas

kesempatan usaha dan lapangan kerja menuju terwujudnya suatu

perekonomian nasional yang sehat, tangguh, dan mandiri.

Keiinginan untuk menjadikan BUMN sebagai salah satu penggerak

utama pertumbuhan ekonomi nasional, tentu tidak saja akan mendorong

pengembangan BUMN itu sendiri, tetapi juga menjadikan BUMN sebagai

salah satu pilar penting dalam pembangunan nasional. Peran penting BUMN

bukan hanya diharapkan sebagai pengemban kepentingan dan pelayanan

serta pemenuhan kebutuhan rakyat banyak, akan tetapi juga sebagai

penyumbang terbesar dalam perekonomian nasional. Hal itu dapat dilihat

secara nyata melalui perannya selaku perintis kegiatan usaha-usaha

(pioneer)29

dalam perekonomian nasional. Bahkan, BUMN dapat pula

menjadi juru selamat untuk keluar dari krisis ekonomi nasional, sekaligus

menjadi motor penggerak roda perekonomian nasional ketika usaha swasta

tidak lagi dominan dan babak belur akibat krisis tersebut.

Sebagai BUMN Pertamina adalah instrument Pemerintah untuk

melaksanakan kebijakan yang dibuat dalam pembangunan nasional

termasuk dalam mendistribusikan BBM subsidi dan BBM 1 harga.

28

Lili Rasjidi Filsafat Hukum: Apakah Filsafat Hukum itu?, (Bandung: Remaja Karya,

2004), h. 355 29

Rudhi Prasetya dan Neil Hamilton, “The Regulation of Indonesia State Enterpise”,

Malaya Law Review, Volume 16, Nomor 2, 1974, h.2

Page 84: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

74

Perusahan umum lainnya dapat berpartisiapsi dalam program Pemerintah.

Tentu saja Perusahaan umum mempunyai pertimbangan berbeda dalam

melakkan investasi. Namun terbukti bahwa perusahaan umumpun bisa

berpartisipasi dalam BBM 1 harga. Prinsipnya, Pemerintah membuka

kesempatan partsipasi seluruh pemangku kepentingan dalam kebijakan

BBM 1 harga.

Terhadap penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat

ditarik benang merahnya terkait hubungan BUMN baik itu persero dengan

konteks kesejahteraan rakyat sebagai bentuk kehadiran pemerintah di

masyarakat. Hubungan tersebut adalah, dengan konsep BUMN melalui

Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945, maka apapun dan dimanapun BUMN

itu berada tidak akan lepas dari konteks kesejahteraan rakyat. Hal tersebut

dapat terjadi karena BUMN merupakan manfestasi riil keberadaan negara.

Melalui BUMN diharapkan peran negara untuk mensejahterakan

masyarakat dapat tercapai hingga dirasakan betul oleh rakyat.30

Dalam pandangan peneliti sudah tidak terdapat pilihan lain selain

mengandalkan peran penting BUMN sebagai salah satu aset negara yang

masih produktif untuk dapat menyelamatkan perekonomian nasional. Aset

yang dikelola dan dimiliki oleh BUMN sampai pada akhir tahun 1997

jumlahnya diperkirakan telah mencapai tidak kurang dari 460 triliun.31

Di

samping itu BUMN juga berperan penting dalam penyelenggaraan sektor-

sektor ekonomi yang memerlukan modal tinggi, bahkan boleh dikatakan

BUMN beroperasi hampir diseluruh sektor perekonomian negara dan

beberapa di antaranya termasuk dalam kategori penyelenggara ekonomi

secara monopolistik bagi cabang-cabang produksi yang di anggap penting

bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Bicara mengenai BUMN, BUMN terbagi menjadi dua suku kata yaitu

BU dan MN. Apabalia bicara mengenai Badan Usaha (BU) menurut

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang BUMN perihal, maksud

30

Andi Purdyanto, Bagian Hukum BPH Migas RI, Interview Pribadi, Jakarta, 20 Mei 2019 31

Sofyan A. Djalil, BUMN: Lokomotif Ekonomi di Masa Krisis, Majalah Manajemen

Usahawan Indonesia, No. 6, 1999, h.51

Page 85: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

75

dan tujuan dari BUMN Persero untuk mengejar keuntungan guna

meningkatkan nilai perusahaan. Disisi lain MN bertujuan untuk social

responsibity yang diman untuk mensejahterkan rakyat.32

Permasalahannya, pihak PT. Pertamina sebagai perintis, memang

sangat dirugikan dengan kebijakan baru yang dibuat sejak kepemerintahan

Jokowi, melalui Permen ESDM Nomor 36 Tahun 2016 Tentang Percepatan

Pemberlakuan Satu Harga BBM dipaparkan pada menimbang bahwa sesuai

dengan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014

Tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga dual Eceran Bahan Bakar

Minyak serta untuk menjamin ketersediaan, kelancaran pendistribusian dan

harga jual eceran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan

yang sama untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia jika

harga BBM disamarakatan oleh pemerintah akan berdampak pada kerugian

PT. Pertamina (Persero), dimana memang melihat jarak tempuh pengiriman

yang jauh, memerlukan anggaran yang lebih besar. Apabila kedepannya

kondisi ekonomi Papua lebih membaik, dirasa masuk akal untuk

menyamaratakan harga BUMN dengan pulau jawa.33

32

Fahri Hamzah, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat, (Jakarta : Yayasan Faham Indonesia,

2004), h. 175 33

Ade Irwan, Kepala Bagian Hukum BPH Migas RI, Interview Pribadi, Jakarta, 20 Mei

2019

Page 86: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

76

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kasus pemberlakuan BBM satu harga ini, merupakan suatu kebijakan

yang tercipta untuk memberikan keadilan pada masyarakat di Indonesia.

pemberlakuan ini di dasarkan kepada perbedaan harga BBM yang tebilang

cukup signifikan dengan daerah lain. Yakni pada daerah 3T (Tedepan

Tertinggal Terbelakang) dengan daerah non 3T. Pemeberlakuan kebijakan

BBM satu harga ini berdasarkan mandate yang di berikan oleh pemerintah

kepada salah satu BUMN di Indonesia yakni PT. Pertamina. PT. Pertamina

dengan mandate Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan

Gas mengelola sumber minyak murni untuk di kelola dan di distribusikan

kepada seluruh masyarakat di Indonesia.

Namun kenyataanya PT Pertamina berada pada posisi dua aturan

perundang-undangan yang memiliki legalitas hukum yang kuat yaitu maksud

dan tujuan dari pendirian Persero pada Pasal 12 Undang-undang nomor 19

Tahun 2003 dengan Pasal 33 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945. Penugasan

Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga dalam Peraturan Menteri ESDM No. 36

Tahun 2016 tidak berjalan sesuai dengan apa yang seharusnya tertera. Maka

dari itu dirasa perlu bagi pemerintah memfokuskan tujuan dari pembentukan

hukum sesuai dengan teori Utilitis agar menciptakan sinkronisasi dan

harmonisasi atas ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Jika perlu

memang harus diterapkan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2003 agar nilai kemanfaatan menjadi tujuan utama dengan tidak

mengesampingkan keuntungan pada badan usaha yang menjalankan untuk

menjalankan roda perekonomian yang menyeluruh dan berimbang. Dengan di

berlakukannya kebijakan BBM satu harga ini, PT. Pertamina (Persero)

mengalami kerugian yang sebesar 800M. Kerugian ini akibat dari kebijakan

pemberlakuan satu harga BBM dalam hal pendistribusian yang tidak disubsidi

oleh Pemerintah sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 191

Tahun 2014. Indikasi dari kerugian ini berdasarkan penelitian yang telah

Page 87: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

77

dilakukan oleh peneliti adalah bahwa dalam penugasan ini, pemerintah

terkesan kurang memperhatikan bentuk dari sebuah perusahaan yang

dimandatkan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

1. Analisis Filosofis

Program BBM satu harga ini memiliki tujuan utama yakni untuk

memberikan keadilan nasional. Sesuai dengan amanat pada Pancasila sila

Ke-5 yakni “ keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Jadi dasar

dalam pemberlakuan BBM satu harga ini adanya kesamarataan terhadap

harga BBM dari seluruh wilayah di Indonesia. Agar wilayah dengan kondisi

3T dapat merasakan harga yang sama dengan daerah lainnya. Karena

kebanyakan wilayah 3T ini harga BBM terbilang sangat mahal ketimbang

dengan harga BBM di wilayah non 3T. Hadirnya kebijakan BBM satu harga

merupakan bentuk respon pemerintah terhadap kondisi ketimpangan

ataupun ketidakadilan pada sektor energi di Indonesia. Hal ini jika ditangani

secara lambat akan berpengaruh pada disintegrasi kebutuhan masyarakat,

yang berujung pada rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat, karena BBM

sebagai salah satu pendukung kebutuhan masyarakat. Seusai dengan teori

Welfare State bahwa dalam memenuhi kesejahteraan rakyat yakni dengan

terpenuhinya kebutuhan masyarakat melalu pengintegrasian sumber alam

yang sudah di kelola oelh pemerintah dalm hal ini adalah BBM dengan

penyelenggaraanya makasudnya adalah pendistribusian nya yakni melalui

BUMN ini. Sehingga pemenuhan kebutuhan rakyat untuk menopang

kesejahteraan rakyat dapat terjadi kontinuitas atau berkelanjutan. Respon

cepat pemerintah dirasa tidak sepenuhnya memberikan dampak baik bagi

setiap pihak.

2. Analisis Yuridis

Persero sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional dituntut dapat

memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan baran dan/atau jasa yang

bermutu tinggi dan berdaya saing kuat di pasar dalam negeri maupun

Page 88: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

78

internasional. Dengan demikian, keuntungan dan nilai persero yang

bersangkutan dapt meningkat sehingga akan memberikan manfaat yang

optimal bagi pihak-pihak yang terkait. Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga

tidak sesuai dengan tujuan dari PT. Pertamina sebagai BUMN persero yang

harusnya tunduk pada ketentuan undang-undang perseroan terbatas bukan

kepada undang-undang BUMN dikarenakan Perseoran Terbatas merupakan

aturan khusus yang mengatur lebih rinci terkait dengan PT sedangkan

undang-undang BUMN merupakan aturan umum yang mengatur hal yang

lebih umum atau lebih besar, seperti halnya yang kita ketahui dalam pasal

12 undang-undang persero BAB terkait maksud dan tujuan dari persero

tidak ada frasa atau pasal yang tertulis untuk mensejahterakan rakyat namun

pertamina dalam penjalanannya justru lebih tunduk dengan ketentuan

BUMN dibandingkan dengan ketentuan undang-undang Perseoran Terbatas.

3. Analisis Sosiologis

Bicara mengenai BUMN, BUMN terbagi menjadi dua suku kata yaitu BU

dan MN. Apabalia bicara mengenai Badan Usaha (BU) menurut Undang-

undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang BUMN perihal, maksud dan tujuan

dari BUMN Persero untuk mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai

perusahaan. Disisi lain MN bertujuan untuk social responsibity yang diman

untuk mensejahterkan rakyat. Permasalahannya, pihak PT. Pertamina

sebagai perintis, memang sangat dirugikan dengan kebijakan baru yang

dibuat sejak kepemerintahan Jokowi, melalui Permen ESDM Nomor 36

Tahun 2016 Tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga BBM

dipaparkan pada menimbang bahwa sesuai dengan Pasal 21 ayat (1)

Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan,

Pendistribusian dan Harga dual Eceran Bahan Bakar Minyak serta untuk

menjamin ketersediaan, kelancaran pendistribusian dan harga jual eceran

Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan yang sama untuk

seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia jika harga BBM

disamarakatan oleh pemerintah akan berdampak pada kerugian PT.

Pertamina (Persero), dimana memang melihat jarak tempuh pengiriman

Page 89: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

79

yang jauh, memerlukan anggaran yang lebih besar. Akan tetapi jika

kedepannya kondisi ekonomi Papua lebih membaik, dirasa masuk akal

untuk menyamaratakan harga BUMN dengan pulau jawa.

B. Rekomendasi

Ada baiknya dari pemerintah dapat mengsinkrokan Peraturan Menteri

Energi Sumber Daya Mineral Nomor 36 Tahun 2016 Tentang Percepatan

Pemberlakuan Satu Harga Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan

Bakar Minyak Khusus dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang

Badan Usaha Milik Negara dengan melakukan Judicial Review tehadap salah

satu peraturan perundang-undangan tersebut. Pemerintah juga harus melihat

bentuk dari badan hukum itu sendiri yang di mandatkan dalam melaksanakan

kebijakan BBM satu harga ini. Mengapa demikian karena PT. Pertamina

adalah berbentuk Persero sehingga kebijakan ini tidak cocok untuk di jalankan

oleh PT. Pertamina ini. Karena dalam bentuk persero ini tujuan utamanya

adalah untuk menyediakan barang bermutu tinggi dan mengejar keuntungan.

Dilihat dari hal tersebut saja sudah melenceng dari tujuan utama dari kebijakan

tersebut yang fungsinya lebih mengarah kepada sosial atau kesejahteraan

rakyat. Oleh karena itu menurut peneliti, sebelum ditugaskan kebijakan

tersebut pemerintah ada baiknya untuk menugaskan ke bentuk badan hukum

perum sehingga pemerintah tidak dapat sewenang-wenang dalam memberikan

penugasan khususnya dalam mensejahterakan rakyat.

Page 90: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

80

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Aburaera, Sukarno dkk, Filsafat Hukum (Teori dan Praktik), Jakarta: Kharisma Putra Utama,

2013

Al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI, 2014

Anderson, James, Public Policy Making, New York: Holt, Rinehart and Winston, 1984

Asikin, Zainal dan Pria Suhartana, L. Wira, Pengantar Hukum Perusahaan, Jakarta : Prana

Media Group, 2016

Asyhadie, H. Zaeni dan Sutrisno, Budi, Hukum Perusahaan & Kepailitan, Jakarta : Penerbit

Erlangga, 2012

Bakhri, Syaiful, Hukum Migas Telaah Penggunaan Hukum Pidana Dalam Perundang-

Undangan, Yogjakarta, Total Media, 2012

Budiharjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012

Fuady, Munir, Hukum Tentang Merger, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003

H. Cawidu dan M. Rasjidi, Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1998

Hamka, Tafsir Al-ashar Jus V, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983

Hamzah, Fahri, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat, Jakarta : Yayasan Faham Indonesia, 2004

Hartini, Rahayu, BUMN Persero Konsep Keuangan Negara dan Hukum Kepailitan di

Indonesia, Malang : Setara Press, 2017

Ihza Mahendra, Yusril, “Dinamika Tata Negara Indonesia: Komplikasi Aktual Masalah

Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian, Jakarta: Gema Insani Press, 1996

Ilmar, Amirudin, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, Jakarta : Kencana

Prenada Media Grup, 2012

Kansil, C.S.T, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dalam Ekonomi), Jakarta, PT

Pradnya Paramita, 1995

Karim, Rusli, Negara: Suatu Analisis Mengenai Pengertian Asal Usul dan Fungsi,

Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997

Khadduri, Madjid, Teologi Keadilan (Perspektif Islam), Surabaya: Risalah Gusti, 1999

Kusumohamidjojo, Ketertiban yang adil: Problematika Filsafat Hukum, Jakarta: Grasindo,

1999

Lubis, T. Mulya, Hukum dan Ekonomi, Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1987

Page 91: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

81

M. Hadjon, Philipus, Perlindungan Hukum bagi Rakya di Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu,

1987

Mahendra Soni Indriyo, Stefanus, Revitalisasi Institusi Direksi Perseroan Terbatas,

Yogyakarta, : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2012

Mahfud MD, Moh, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta, Renaka Cipta

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , Surabaya

Bayumedia Publishing, 2005

Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk Bentuk Badan Usaha Di Indonesia, Bogor : Penerbit

Ghalia Indonesia, 2010

Muthahari, Murtadha, Keadilan Ilahi: Azas Pandangan Dunia Islam , Bandung : Mizan, 1995

N. Dunn, William, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2003

Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, (Jakarta: CV Pantjuran Tujuh, 1980

Pramono, Nindyo, Hukum Perseroan, Yogyakarta : Program Pasca Sarjana Unoversitas

Gadjah Mada, 1995

Prasetya, Rudhi, Perseroan Terbatas. Teori dan Praktik, Jakarta, Sinar Grafika, 2014

Qadri, Sebuah potret Teori dan Praktek Keadilan Dalam Sejarah Pemerintahan Muslim,

Yogakarta: PLP2M, 1987

Rasjidi, Lili, Filsafat Hukum: Apakah Filsafat Hukum itu?, Bandung: Remaja Karya, 2004

Sinamo, Nomensen, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Bumi Intitama

Sejahtera,2009Yudo Husodo, Siswo, Mimpi Negara Kesejahteraan, Jakarta, pengantar,

2006

Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 1996

Soekanto, Soerjono & Sri, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada,

2011

Subhi, Ahmad Mahmud, Filsafat Etika, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001

Widjaja, Satra, Bunga Rampai Hukum Dagang, Bandung : Penerbit Alumni, 2005

Wrihatnolo, Randy. R & Nugroho D, Riant, Manajemen Privatisasi BUMN, Jakarta Elex,

Media Komputindo, 2008

Zainudin, A. Ramlan, Kekuasaan dan Negara: Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1992

Jurnal

Page 92: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

82

A. Hamid S. Attamini, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Negara: Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi

Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV”, Disertasi, Pascasarjana Universitas

Indonesia, 1990

Arifudin, Ery, " Tanggung Jawab Direksi dalam Pembellan Kembali Saham oleh Perseroan

Terbatas." Jurnal Hukum dan Keadilan Vol. 2 No.1 Oktober 1999

Atikah, Januwianti, “KAJIAN HUKUM TENTANG KEPEMILIKAN MODAL TERHADAP

BADAN USAHA MILIK NEGARA MENJADI BADAN USAHA MILIK SWASTA”, Lex

Crimen, Vol V No. 3, 2016

Biro Pers dan Media Seketariat Presiden Republik Indonesia, BBM 1 Harga Untuk Keadilan Sosial,

Majalah Kerja, 2017

Daeng, Salamudin, “Kenaikan Harga BBM adalah kebijakan Pro-Nekolim dan Anti Rakyat”,

Free Trade Watch, Edisi I Maret 2012, Anomali Kebijakan Minyak Nasional, Indonesia

Global Justice,Jakarta:2012,

Maria Sylvia, “CSR PT Pertamina (Persero) MOR V Surabaya”. Jurnal UNS, Vol 1, 2016

Nehemia Billy Erlando, “Tinajaun Yuridis Tentang Pemberlakuan Bahan Bakar Minyak Satu Harga

Di Kabupaten Puncak Provinsi Papua Dalam Kaitannya Dengan Pencapaian Tujuan PT.

Pertamina (Persero)” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2018)

Roziq M. Kaelani, Landasan Hukum dan Sejarah BUMN di Indonesia, Buletin KAHMI FE

Universitas Brawijaya, Edisi 1, 2007

Rudhi, Prasetya dan Neil, Hamilton, “The Regulation of Indonesia State Enterpise”, Malaya Law

Review, Volume 16, Nomor 2

S. Pakpahan, Normin, "Perseroan Terbatas Sebagai Instumen Kegiatan Ekonomi." Jurnal

Hukum Bisnis Vol. 2/1997

Sandy Mulia, Ardhan , “Kebijakan Pemerintah Presiden Joko Widodo Tentang Pemberlakuan Satu

Harga BBM Di Indonesia”, Skripsi S-1 Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2018

Santoso, Johari, “Perseroan Terbatas Sebagai Institusi Kegiatan Ekonomi Yang

Demokratis”, Jurnal Hukum, Vol. 7 No. 15, 2007

Sjahrir dan ikhsan, Mohammad , “Mendifinisikan Kembali Peranan Pemerintah dalam Pembangunan

Ekonomi”, Majalah Manajemen dan Usahawan Indonesia, Nomor 4, 1994

Sofyan A. Djalil, BUMN: Lokomotif Ekonomi di Masa Krisis, Majalah Manajemen Usahawan

Indonesia, No. 6, 1999

Sri Maemunah, Suharto, Pengelompokan BUMN dalam Rangka Penyusunan Tolak Ukur pada

Evaluasi Kinerja di Indonesia”, Disertasi Program Pascasarjana, Universitas Airlangga, 1996

Sukmana, Oman, “Konsep dan Desain Negara Kesejahteraan”, Jurnal Sospol, Vol 2 No.1,

2016, hlm 110

Page 93: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

83

Teguh, Dartanto, “BBM, Kebijakan Energi, Subsidi, dan Kemiskinan di IndonesiaI”, Majalah Inovasi,

Vol. 5, No. 18, 2005

Peraturan Perundang-undangan :

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

3. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

4. Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian, Dan

Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak

5. Peraturan Mentri ESDM No. 36 tahun 2016 Tentang Percepatan Pemberlakuan Satu

Harga Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus

Penugasan Secara Nasional

INTERVIEW

Interview Pribadi dengan Ade Irwan, S.H., M.H., Kepala Bagian Hukum BPH Migas RI, Jakarta, 9

April 2019

Interview Pribadi dengan Agustinus Yanuar, TU Pimpinan BPH Migas RI, Jakarta, 9 April 2019

Interview Pribadi dengan Andi Purdyanto, Bagian Hukum BPH Migas RI, Jakarta, 20 Mei 2019

Mei 2019

Internet

“komitmen wujudkan energi berkeadilan”, Artikel diakses pada tanggal 27 Desember 2017

pukul 10.47 dari https://jamaninfo.com/refleksi-tahun-2017-komitmen-wujudkan-energi-berkeadilan

Page 94: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

84

Lampiran

Page 95: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

85

Page 96: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

86

Page 97: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

87

Page 98: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

88

Pertanyaan Wawancara :

1. Bagaimana Latar Belakang Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM?

2. Mengapa Perlu Adanya Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM?

3. Apakah faktor-faktor yang mendorong Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM?

4. Apakah Hukum yang mengatur Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga Secara Nasional

oleh PT. PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara berstatus Perusahaan

Perseroan?

5. Bagaimana Mekanisme dan Konsep Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM?

6. Apakah Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM Telah Sesuai dengan Konsep

Negara Kesejahteraan?

7. Bagaimana Latar Belakang Privatisasi PT. Pertamina (Persero)?

8. Bagaimana Eksistensi PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara?

9. Bagaimana Implikasi Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM terhadap PT.

Pertamina (Persero)?

10. Bagaimana Implikasi Hukum Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM oleh

Perusahaan Perseroan (PT. Pertamina) di banding Perusahaan Umum ?

Page 99: KEBIJAKAN PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM PT. …

89

Pertanyaan Wawancara :

1. Apakah faktor-faktor yang mendorong Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM?

2. Apakah faktor politik yang mendorong Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM?

3. Apakah faktor ekonomi yang mendorong Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM?

4. Apakah faktor Geografi 3T yang mendorong Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga

BBM?

5. Apakah faktor Social Responsibility yang mendorong Kebijakan Pemberlakuan Satu

Harga BBM?

6. Bagaimana Latar Belakang Privatisasi PT. Pertamina (Persero)?

7. Bagaimana Implikasi Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM terhadap PT.

Pertamina (Persero)?

8. Bagaimana Implikasi Hukum Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM oleh

Perusahaan Perseroan (PT. Pertamina) di banding Perusahaan Umum ?

9. Bagaimana Implikasi Hukum Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM oleh

Perusahaan Perseroan (PT. Pertamina) di banding Perusahaan Umum Secara

Sosiologis?

10. Bagaimana Implikasi Hukum Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM oleh

Perusahaan Perseroan (PT. Pertamina) di banding Perusahaan Umum Secara Yuridis?

11. Bagaimana Implikasi Hukum Kebijakan Pemberlakuan Satu Harga BBM oleh

Perusahaan Perseroan (PT. Pertamina) di banding Perusahaan Umum Secara

Filosofis?