27
KEMAJUAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH KEMAJUAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sejak kelahirannya pada awal abad ke-7 di Mekkah, Islam terus mengalami perkembangan yang pesat melewati berbagai tantangan yang sangat berat, sampai akhirnya tersebar ke seluruh dunia.[1] Bernard Lewis menulis, sampai akhir kekuasaan Khulafa’urrasyidin wilayah Islam terbentang luas dari Maroko sampai Indonesia, dari Kazakhtan sampai Sinegal. [2] Seperti apapun kronologi wafatnya Kholifah Ali bin Abi Thalib, yang jelas hal ini telah menginspirasikan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan untuk tampil sebagai pemegang tampuk kekuasaan islam, yang akhirnya berhasil dan mengubah kekuasaan dengan sistem dinasti dan diberi nama khilafah bani Umayyah. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya dinasti yang dibentuk mu’awiyah akhirnya dinasti ini runtuh pula. Indikasi keruntuhan dinasti Bani Umayyah sebenarnya sudah tercium sepeninggal khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Kedamaian dan ketentraman yang dirasakan masyarakat berganti dengan kekacauan dan kerusuhan. Keadaan ini terus berlanjut hingga pucuk pimpinan dinasti ini dipegang khalifah Hisyam ibn Abdul

Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ambil hikmahnya

Citation preview

Page 1: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

KEMAJUAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH

KEMAJUAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DAN BANI ABBASIYAH

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Islam sejak kelahirannya pada awal abad ke-7 di Mekkah, Islam terus mengalami

perkembangan yang pesat melewati berbagai tantangan yang sangat berat, sampai akhirnya

tersebar ke seluruh dunia.[1] Bernard Lewis menulis, sampai akhir kekuasaan

Khulafa’urrasyidin wilayah Islam terbentang luas dari Maroko sampai Indonesia, dari

Kazakhtan sampai Sinegal.[2]

Seperti apapun kronologi wafatnya Kholifah Ali bin Abi Thalib, yang jelas hal ini telah

menginspirasikan kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan untuk tampil sebagai pemegang tampuk

kekuasaan islam, yang akhirnya berhasil dan mengubah kekuasaan dengan sistem dinasti dan

diberi nama khilafah bani Umayyah. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya dinasti

yang dibentuk mu’awiyah akhirnya dinasti ini runtuh pula.

Indikasi keruntuhan dinasti Bani Umayyah sebenarnya sudah tercium sepeninggal

khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Kedamaian dan  ketentraman yang dirasakan masyarakat

berganti dengan kekacauan dan kerusuhan. Keadaan ini terus berlanjut hingga pucuk

pimpinan dinasti ini dipegang khalifah Hisyam ibn Abdul Malik dan khalifah-khalifah

berikutnya. Di sisi lain kelompok oposisi yang digalang oleh keturunan Abbas ibn Abdul

Muthalib yang mendapatkan dukungan dari golongan mawali (non-Arab) dan Abu Muslim

al-Khurasani menjelma menjadi momok menakutkan, ditambah lagi khalifah-khalifah yang

menggantikan Hisyam Ibn Abdul Malik begitu lemah dan bermoral buruk. Ketika Marwan

Ibn Muhammad naik tahta, Khalifah yang tercatat sebagai khalifah terakhir dari Bani

Umayyah ini karena adanya kekacauan, dia melarikan diri ke Mesir dan akhirnya terbunuh di

sana. Dan pada saat itulah kekhalifahan berpindah kepada Bani Abbasiyah.

B.     Rumusan MasalahAdapun rumusan pembahasaan makalah ini adalah :

1.      Awal munculnya dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah2.      Sistem pergantian Kholifah

Page 2: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

3.      Prestasi yang dicapai4.      Sebab kemunduran C.     Tujuan

Mengacu pada rumusan masalah di atas, penulis mempunyai tujuan agar  :1.      Mengetahui Awal munculnya dinasti Bani Umayyah dan Abbasiyah2.      Mengetahui Sistem pergantian Kholifah3.      Mengetahui Prestasi yang dicapai4.      Mengetahui Sebab kemunduran

BAB II

PEMBAHASAN

A. DINASTI BANI UMAYYAH

a. Asal-usul Dinasti Bani Umayyah

Nama ” Daulah Umayah” berasal dari nama ” Umayah ibnu” Abdi Syam ibnu ”Abdi

Manaf”, yaitu salah seorang dari pemimpin Qurays di zama Jahiliyah[3]. Bani Umayah

merupakan keturunan Umayah, yang masih memiliki ikatan famili dengan para pendahulu

Nabi. Naiknya bani Umayah ke puncak kekuasaan, dimulai oleh Mu’awiyah ibnu Abi

Sufyan, salah seorang keturunan bani umayah dan salah seorang sahabat Nabi, dan ia menjadi

bagian penting dalam setiap masa pemerintahan para khulafa ar-rasyidun. Pada masa

Ustman, Mu’awiyah diduga memiliki hubungan yang kuat dengan Ustman, sehingga terjebak

dengan praktik nepotisme dengan Mu’wiyah. Bahkan kerusakan pemerintahan Ustman akibat

nepotismenya kepada Bani Umayah, sehingga mendapatkan tantangan dari para pendukung

Ali.[4]

Disinilah letak kepekaan nalar politik yang dimiliki Mu’awiyah mulai bekerja.

Mu’awiyah pada dasarnya termasuk politisi ulung yang mampu mengambil posisi kekuasaan

dalam setiap masa pemerintahan. Pada masa Ustman, betapa Mu’awiyah mampu membangun

koalisi nepotis dengan Ustman, sehingga Bani Umayah tetap menjadi pihak yang

diuntungkan. Sementara pada masa-masa Ali, Mu’awiyah telah mulai melakukan gerakan

politik untuk meraih posisi puncak dalam kekuasaan. Mu’awiyah mampu memanfaatkan

kelemahan dan keluguan kekuasaan Ali.

Pada masa Ali masih berkuasa, Mu’awiyah telah memiliki kekuatan penuh, sehingga pada

saat Ali terbunuh, Mu’awiyah langsung mengambil alih kekuasaan dengan sangat mudah dan

terkordinasi dengan baik. Salah satu kepekaan nalar politik Mu’awiyah ialah mampu belajar

pada pengalaman yang terjadi pada tiga khalifah sebelumnya, yang berakhir dengan

pembunuhan. Pilihan memindahkan kekuasaan ke luar Jazirah Arab, menunjukkan sikap dan

kecerdasan politik Mu’awiyah dalam menghindari pergolakan antar kubu yang sangat tragis

Page 3: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

di kalangan umat Islam di jazirah Arab bahkan sebagai upaya untuk menghindari tragedi

pembunuhan yang dilakukan terhadap tiga khalifah sebelumnya. Akhirnya, Mu’awiyah dan

dinastinya mengendalikan kekuasaannya dari luar jazirah Arab, mencoba bersebarangan

dengan para pendahulu-pendahulunya yang berkonsentrasi di wilayah jazirah Arab. Menurut

H.A.R. Gibb : Mulai tahun 660 M. ibu kota kerajaan Arab dipindahkan ke Damaskus, tempat

kedudukan baru khilafah Bani Umayah, sedangkan Madinah tetap merupakan pusat pelajaran

agama Islam, pemerintah dan kehidupan umum kerajaan dipengaruhi oleh dapat istiadat

Yunani Romawi Timur.[5]

b. Sistem Pergantian Kholifah

Pada masa-masa Awal Mu’awiyah menjadi penguasa kekuasaan masih berjalan secara

demokratis, tetapi setelah berjalan dalam beberapa waktu, Mu’awiyah mengubah model

pemerintahnya dengan model pemerintahan monarchiheredetis (kerajaan turun temurun).[6]

yaitu sebagai berikut:

NO NAMA MASA BERKUASA

1 Mu’awiyah ibnu Abi Sufyan 661-681 M

2 Yazid ibn Mu’awiyah 681-683 M

3 Mua’wiyah ibnu Yazid 683-685 M

4 Marwan ibnu Hakam 684-685M.

5 Abdul Malik ibn Marwan 685-705 M

6 Al-Walid ibnu Abdul Malik 705-715 M

7 Sulaiman ibnu Abdul Malik 715-717 M

8 Umar ibnu Abdul Aziz 717-720 M

9 Yazid ibnu Abdul Malik 720-824 M

10 Hisyam ibnu Abdul Malik 724-743 M

11 Walid ibn Yazid 734-744 M

12 Yazid ibn Walid [ Yazid III] 744 M

13 Ibrahim ibn Malik 744 M

14 Marwan ibn Muhammad 745-750 M

c.Keberhasilan Yang Dicapai

Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial

a). Bidang Material :

Page 4: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

1.      Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata.

2.      Mu’awiyah merupakan khalifah yang mula-mula menyuruh agar dibuatkan ”anjung” dalam masjid tempat is sembahyang. Ia sangat khwatir akan keselamatan dirinya, karena khalifah Umar dan Ali, terbunuh ketika sedang melaksanakan shalat.

3.      Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.

4.      Mu’awiyah sudah merancang pola pengiriman surat (post), kemudian dimatangkan lagi pada masa Malik bin Marwan. Proyek al-Barid (pos) ini, semakin ditata dengan baik, sehingga menjadi alat pengiriman yang baik pada waktu itu.

5.      Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).

6.      Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri islam.

7.      Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.

8.      Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.

9.      Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi

pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi

pemerintahan Islam yang tadinya berbahasa Yunani dan Pahlawi sehingga sampai berdampak

pada orang-orang  non  Arab  menjadi  pandai  berbahasa Arab dan untuk menyempurnakan

pengetahuan tata bahasa Arab orang-orang non Arab, disusun buku tata bahasa Arab oleh

Sibawaih dalam al-Kitab.

10.  Merubah mata  uang  yang  dipakai  di  daerah-daerah    yang  dikuasai  Islam. Sebelumnya

mata  uang  Bizantium  dan  Persia  seperti  dinar  dan  dirham. Penggantinya uang dirham

terbuat dari mas dan dirham dari perak dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.

11.  Perluasaan wilayah kekuasaan dari Afrika menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, bahkan

perluasaan ini juga sampai ke Andalusia (Spanyol) di bawah kepemimpinan panglima Thariq

bin Ziad, yang berhasil menaklukkan Kordova, Granada, dan Toledo.

12.  Dibangun mesjid-mesjid dan istana. Katedral St. Jhon di Damaskus dirubah menjadi mesjid,

sedang Katedral yang ada di Hims dipakai sebagai mesjid dan gereja. Di  al-Quds 

(Jerussalem) Abdul Malik membangun mesjid  al-Aqsha. Monumen terbaik yang

ditinggalkan zaman ini adalah Qubah al-Sakhr di al-Quds. Di mesjid al-Aqsha yang menurut 

riwayatnya  tempat Nabi  Ibrahim hendak menyembelih Ismail dan Nabi Muhammad mulai

dengan mi’raj ke langit, mesjid Cordova  di  Spanyol  dibangun, mesjid  Mekah  dan

Madinah  diperbaiki  dan diperbesar oleh Abdul Malik dan Walid.

Page 5: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

13.  Bahkan pada masa, Sulaiman ibn Malik, telah dibangun pembangunan mega raksasa yang

terkenal dengan Jami’ul Umawi.

b). Bidang Immaterial

1.      Mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya memunculkan nama-

nama besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri dan Washil bin Atha. Bidang yang

menjadi perhatian adalah tafsir, hadits,  fikih, dan kalam.

2.      Penyair-penyair Arab baru bermunculan setelah perhatian mereka terhadap syair Arab

Jahiliyah dibangkitkan. Mereka itu adalah Umar Ibn Abi Rabiah (w. 719 m.), Jamil al-Udhri

(w. 701 M.),  Qays Ibn al-Mulawwah (w. 699 M.) yang lebih dikenal dengan nama Majnun

Laila, al-Farazdaq (w 732M.), Jarir (w. 792 M) dan al-Akhtal (w. 710 M.).

3.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sastra-Seni

Waktu dinasti ini telah mulai dirintis jalan ilmu naqli ; berupa filsafat dan eksakta.  Dan ilmu

pengetahun berkembang dalam tiga bidang, yaitu bidang diniyah, tarikh, dan filsafat. Kota-

kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan selama pemerintahan dinasti Umayah, antara lain

kota Kairawan, Kordoba, Granda dan lain sebagainya. Sehingga secara perlahan ilmu

pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu : pertama, Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu

baru), yang meliputi : Al-ulumul Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul

Lisaniyah, At-Tarikh dan al-Jughrafi), Al-Ulumul Dkhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk

kemajuan Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta lainnya yang

disalin dari Persia dan Romawi. Kedua : Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang

telah ada pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu lughah,

syair, khitabah dan amtsal.

Pada masa ini pula sudah mulai dirancang tentang undang-undang yang bersumber dari

al-Qur’an, sehingga menuntut masyarakat mempelajari tentang tafsir al-Qur’an. Salah

seorang ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Pada waktu

itu beliau telah menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat dan isnad, kemudian kesulitan-

kesulitan dalam mengartikan al-Qur’an dicari dalam al-hadist, yang pada gilirannya

melahirkan ilmu hadist.  Dan akhirnya kitab tentang ilmu hadist sudah mulai dikarang oleh

para ulama muslim. Beberapa ulama hadist yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu

Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi

Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i Abdurrahman bin

Amr, Hasan Basri as-Sya’bi. Dalam bidang hadist ini, Umar bin Abd Aziz secara khusus

memerintahkan Ibn Syihab az-Zuhri untuk mengumpulkan hadist. Oeh karena itu, Ibnu

Page 6: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

Syihab telah dianggap sanat berjasa dalam menyebarkan hadist hingga menembus berbagai

zaman. Sejak saat itulah perkembangan kitab-kitab hadist mulai dilakukan.[7]

4.      Gerakan Penerjemahan dan Arabisasi

Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (Arabisasi buku), juga dilakukan, terutama

pada masa khalifah Marwan. Pada saat itu, ia memerintahkan penerjemahan sebuah buku

kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani,

kemudian diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Arab. Demikian pula, Khalifah

memerintahkan menerjemahkan buku dongeng dalam bahasa sansakerta yang dikenal dengan

Kalilah wa Dimnah, karya Bidpai. Buku ini diterjemahkan oleh Abdullah ibnu Al-Muqaffa.

Ia juga telah banyak menerjemahkan banyak buku lain, seperti filsafat dan logika, termasuk

karya Aristoteles :Categoris, Hermeneutica, Analityca Posterior serta karya

Porphyrius :Isagoge.[8]

d. Kemunduran Dinasti Umayyah

Selama berkuasa kurang lebih 90 tahun lamanya, penguasa Bani Umayah, sejak Umayah

berkuasa harus diakui telah banyak memberikan sesuatu yang berarti bagi Islam. Tetapi,

kekuasaan yang dibangun dengan cara-cara yang keras dan kasar seperti yang dilakukan oleh

Mu’awiyah seperti pasa saat ia merebut kekkuasaan, dan ditambah lagi dengan pola suksesi

yang bersifat keluargaan telah memunculkan perlawanan yang keras dari lawan-lawan politik

Bani Umaya. Sejak sepeninggal Hisyam ibnu Abd Malik, khalifah-khalifah Bani Umayah

terus mengalami melemah, bukan hanya moral tetap juga lemah dalam kekuataan politik.

Kelemahn ini tentu saja terus dimanfaatkan dengan baik oleh musuh-musuh Bani Umayah

untuk dihancurkan, dan segera diganti.

Beberapa faktor yang menjadi akar melemah dan hancurnya Bani Umayah, antara lain :

1.      System suksesi khalifah dengan cara dinatian bukan tradisi Arab dan lebih mengandalkan

aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas, sehingga menimbulkan menimbulkan persaingan

yang keras di kalangan anggota keluarga.

2.      Latar belakang terbentuknya Bani Umayah tidak terlepas dari konflik politik yang terjadi di

masa Ali. Ktbu Ali (Syi’ah) dan kubu khawarij yang masih tersisa, terus menjadi oposisi dan

melakukan perlawanan terhadap Bani Umayah, baik dengan terang-terangan maupun dengan

cara sembunyi-sembunyi. Penumpasan terhadap kelompok-kelompok ini, banyak menyedot

kekuatan pemerintah Bani Umayah.

Page 7: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

3.      Pada masa Bani Umayah pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan

Arabia Selatan (Bani Kalb) terus menruncing. Konflik ini membuat penguasa Bani Umayah

merasa kesulitan dalam menggalang persatuan dan kesatuan.

4.      Faktor lemahnya Bani Umayah juga akibat sikap hidup mewah orang-orang di lingkungan

istana, sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kekuasaan.

Kemudian, banyak para agamawan yang kecewa dengan penguasa Bani Umayah karena

penguasa ini sudah tidak memperhatikan pengembangan agama.

5.      Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd Thalib yang

mendapatkan dukungan dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum Mawali.[9]

Akhir kehancuran Dinasti Umayah, dimulai oleh pembunuhan terhadap khalifah Marwan

yang dilakukan oleh Abul Abbas as-Shaffah, setelah itu ia menjadi khalifah dalam kekuasaan

umata Islam. Kemudian kelompok Abul Abbas, beralih menghancurkan Yazid bin Umar bin

Hubairah, yang merupakan benteng terakhir kekuasaan dinasti Umayah.[10] Jadi, hancurnya

dua kekuayaan Umayah ini, menjadi akhir dari kiprah bani Umayah dalam sejarah kekuasan

Islam.

B. DINASTI ABBASIYAH

a. Asal-usul Dinasti Bani AbbasiyahKhilafah Bani Abbasyiyah adalah penerus tongkat  estafet perjuangan Islam dari khilafah

bani Umayyah yang berhasil mereka gulingkan pada tahun 750 M. Akar munculnya khilafah

ini dimulai dari tindakan propaganda Abbasiyah yang dimotori oleh Ibrahim (orang Bani

Abbas/saudara Saffah) yang mendapat dukungan dari pemuka khurasan bernama Abu

Muslim. Ditambah lagi kekuatan oposisi yang semakin solid serta pemegang kursi

pemerintahan bani Umayyah  semakin melemah. Dari tindakan propaganda ini akhirnya

memunculkan perselisihan seru antara bani Umayyah  dan bani Abbasiyah yang diakhiri

dengan jatuhnya kekuasaan Bani Umayyah.

Dinasti Abbasiyah muncul juga tidak bisa dilepaskan dari bantuan orang-orang Persia

yang merasa bosan terhadap bani Umayyah di dalam sosial, politik dan administrasi. Orang-

orang Persia percaya kepada hak agung raja-raja (yang berasal dari Tuhan). Kekhalifahan

menurut mereka merupakan kekuasaan dari Allah. Hal ini nampak jelas dalam ucapan al-

Manshur yang menyatakan:“Innamaa Anaa Sulthaanullah fii Ardlihii” (sesungguhnya saya

adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya). Dengan demikian, konsep khilafah dalam

pandangannya merupakan mandat langsung dari Allah bukan dari rakyat. Sistem

kekhalifahan semacam ini sangat berbeda dengan sistem kekhalifahan pada masa Khulafaur

Rasyidun dimana kekhalifahan mereka berasal dari rakyat.

Page 8: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah dari

keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad S.A.W.

b. Sistem Pergantian Kholifah

Sistem pemerintahan yang diterapkan bani Abbasiyah masih sama dengan pendahulunya,

bani Umayyah dengan sistem kekuasaan absolutisme. Mereka mengangkat dan

mengumumkan seorang atau dua orang putra mahkota atau saudaranya sendiri untuk terus

mempertahankan kepemerintahan. Kebijakan menerapakan sistem seperti ini tentu saja

menimbulkan kecemburuan dan kebencian diantara sesama keluarga. Sebagai contoh, tatkala

al-Manshur naik tahta, dia mengumumkan Mahdi sebagai putra mahkota pertama dan

menunjuk Isa ibn Musa, kemenakannya sebagai putra mahkota kedua. Saat itu juga al-

Manshur mengasingkan Isa sama sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah pertama al-

Shaffah.

Seluruh anggota keluarga Abbas dan pemimpin umat Islam mengangkat Abdullah al-

Saffah  ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas sebagai khalifah mereka yang

pertama walaupun masih ada Abu Ja’far (al-Manshur) yang nantinya akan menjadi khalifah

yang kedua. Kekhalifahan bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang sangat

panjang dan pada periode pertama (750 – 848 M) tercatat kurang lebih 10 khalifah yang

memimpin dengan silsilah keturunan sebagai berikut :

NO

NAMA MASA BERKUASA

1.        Saffah ibn Muhammad (132 H/750 M)

2.        Abu Ja’far al-Manshur ibn Muhammad (136 H/754 M)

3.        Mahdi ibn al-Manshur (158 H/775 M)

4.        Hadi ibn Mahdi (169 H/785M)

5.        Harun al-Rasyid ibn Mahdi (170 H/786M)

6.        Amin ibn Harun (193 H/804 M)

7.        Ma’mun ibn Harun (198 H/813 M)

8.        Mu’tashim ibn Harun (218 H/833 M)

9.        Watsiq ibn Mu’tashim (227 H/842 M)

10.    Mutawakkil ibn Mu’tashim (232 H/848 M)

Dalam perkembangannya, di bawah khalifah Saffah, ibu kota negara berada di kota Anbar

dekat kufah dengan istana yang diberi nama al-Hasyimiyah. Namun demi menjaga stabilitas

negara yang baru berdiri itu akhirnya pada tahun 762 M al-Manshur memindahkan ibu kota

negara ke Baghdad dengan istana al-Hasyimiyah II. Dengan demikian, pusat pemerintahan

daulah Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia.

Page 9: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

Diantara langkah-langkah yang diambil al-Manshur dalam menertibkan pemerintahannya

antara lain :

1.      Mengangkat pejabat di lembaga ekskutif dan yudikatif.

2.      Mengangkat wazir (menteri) sebagai koordinator departemen. Dan wazir pertama yang

diangkatnya adalah Khalid ibn Barmak berasal dari kota Balkh Persia

3.      Mengangkat sekretaris negara dan kepolisian negara dan membenahi angkatan bersenjata

4.      Memaksimalkan peranan kantor pos. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah

laku gubernur setempat kepada khalifah.

5.      Berdamai dengan kaisar Constantine V, dan selama gencatan senjata, Bizantium membayar

upeti tahunan.

Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan oleh Shaffah dan al-Manshur,

maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada beberapa khalifah sesudahnya.

Popularitas daulah Abbasiyah mencapai klimaks kesuksesan adalah pada masa pemerintahan

khalifah Harun al-Rasyid dan puteranya al-Ma’mun.

Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai

dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan

politik yang ada, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi

lima periode dengan karakteristik yang berbeda-beda pula :

1.      Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama

2.      Periode kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama

3.      Periode ketiga, (334 H/945  M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam

pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.

4.      Periode keempat, (447 H/1055 M – 590 H/1194 M)  masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk

dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki

kedua.

5.      Periode kelima, (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti

lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.

c.Keberhasilan Yang Dicapai

Dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial

a). Bidang Material :

Pada zaman al-Mahdi, sebenarnya perekonomian sudah mulai menggeliat dengan

peningkatan di sektor pertanian, melaluai irigasi dan peningkatan hasil pertambangan.

Diantara prestasi-prestasi yang berhasil diraih al-Mahdi antara lain:

1.      Dia membangun gedung-gedung sepanjang jalan menuju Makkah.

Page 10: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

2.      Masjid Agung di Madinah diperbesar tetapi menghapus nama khalifah bani Umayyah, Walid

dari dinding masjid itu dan mengganti dengan namanya.

3.      Membangun tempat pelayanan pos antara Makkah dan Madinah kemudian Yaman yang

berfungsi sebagai tempat pembayaran ongkos perjalanan tiap mil.

4.      Membuat benteng di beberapa kota khususnya Rusafa di bagian Baghdad Timur

Popularitas daulah bani Abbasiyah mencapai puncak peradaban dan kemakmurannya di

zaman Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang

banyak, dimanfaatkan Harun untuk keperluan sosial. Istana-istana besar, rumah sakit,

lembaga pendidikan, dokter dan farmasi didirikan. Bahkan menurut sebagian ahli sejarah

menyatakan bahwa sebenarnya Harun ingin menggabungkan laut tengah dengan laut merah.

Namun Yahya ibn Khalid (dari keluarga barmak) tidak menyetujui gagsan itu. Pada masa al-

Ma’mun menjadi khalifah, ia banyak mendirikan sekolah-sekolah. Salah satu karya

terbesarnya adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi

sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang sangat besar.

Baghdad, kota kuno yang didirikan oleh orang-orang Persia, merupakan tempat

perdagangan yang kerap kali dikunjungi oleh pedagang dari India dan Cina. Para Insinyur,

tukang batu, dan para pekerja tangan didatangkan dari Syiria, Bashra, Kufa untuk membantu

didalam memperindah kota. Bahkan di daerah pinggir kota ini sudah terbagi menjadi empat

bagian pemukiman yang masing-masing mempunyai seorang pemimpin yang dipercaya

untuk mendirikan pasar di pemukimannya. Demikianlah di zaman Abbasiyah pertama.

Baghdad menjadi kota terpenting di dunia sebagai sentral perdagangan, ilmu pengetahuan

dan kesenian. Masjid-masjid dan bangunan-bangunan  lain semakin bertambah banyak dan

menjadi hal menarik dalam kesenian muslim.

a). Bidang Imaterial :

Kemajuan yang dicapai dinasti Abbasiyah mencakup ilmu agama, filsafat dan sain (Harun

Nasution, 2001:65-69).  Ilmu agama yang dikembangkan pada masa ini mencakup:

a. Ilmu Hadits

Tokohnya: Al-Bukhori dengan kitabnya al-Jam’i al-Shahih dan Tarikh al-Kabir, Muslim

dengan kitabnya Shahih Muslim, Ibnu Majjah, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i.

b. Ilmu Tafsir

Tokohnya: Ibnu Jarir Ath Thabari dengan karyanya Jami al-Bayan fi Tafsir al- Qur’an

sebagai pegangan pokok bagi mufassir hingga sekarang, Abu Muslim Muhammad Ibn Bahar

al-Ashfahani dengan tafsirnya Jami’ut Ta’wil, Ar-Razy dengan tafsirnya Al-Muqthathaf.

c. Ilmu Fiqih

Page 11: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

Tokohnya: Abu Hanifah dengan kitabnya Musnad al-Imam al-A’dhom atau Fiqh al-Akbar,

Malik dengan kitabnya al-Muwatha’, Syafi’i dengan kitabnya al-Um dan al-Fiqh al-Akbar fi

al-Tauhid, dan Ibn Hambal dengan kitabnya al-Musnad.

d. Ilmu Tasawuf  atau Mistisisme Islam

Tokohnya: Abu Bakr Muhammad al-Kalabadi dengan karyanya al-Ta’arruf li Mazhab Ahl al-

Tasawuf, Abu Nasr as-Sarraj al-Tusi dengan karyanya al-Luma’, Abu Hamid al-Ghazali

dengan karyanya Ihya ‘Ulum al-Din, dan Abu Qasim Abd al-Karim al- Qusyairi dengan

karyanya Maqamat. Tokoh lainnya, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husain Ibn

Mansur al-Hallaj, dsb.

e. Ilmu   Kalam atau Theologi

Tokohnya seperti Washil bin Atha’,  Ibn al-Huzail, al-Allaf, dll dari golongan Mu’tazilah,

Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi dari ahli sunnah.

f. Ilmu  Tarikh atau Sejarah

Tokohnya: Ibn Hisyam (abad VIII), Ibn Sa’d (abad IX), dll.

g. Ilmu  Sastra

Tokohnya: Abu al-Farraj al-Isfahani dengan karyanya Kitab al-Aghani, al-Jasyiari dengan

karyanya Alfu Lailah wa Lailah di pertengahan abad X. h. Ilmu agama lainnya seperti ilmu

al-Qori’ah, ilmu Bahasa,  dan Tata Bahasa. Di antara ilmu yang menarik pada masa dinasti

Abbasiyah adalah Filsafat. Ilmu ini berasal dari Yunani kemudian diterjemahkan  ke dalam

bahasa Arab, bahkan juga buku-buku yang berasal dari Persia maupun Spanyol. Dari gerakan

ini muncul para filosof Islam, seperti:

a. Al-Kindi (185-260 H/801-873 M)

Al-Kindi lahir di Kufah, karyanya sekitar 270 buah yang dikelompokkan oleh ibn Nadim dan

al-Qifti menjadi 17, yaitu: filsafat, logika, ilmu hitung, globular, musik, astronomi, geometri,

sperikal, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik,240 meteorology, dimensi, benda-

benda pertama, dan spesies tertentu logam dan kimia.

b. Al-Razi (251-313 H/865-925 M)

Nama latinnya adalah Rhazes, lahir di Rayy dekat Teheran. Buku-buku filsafatnya antara

lain: Al-Tibb al-Ruhani, Al-shirat al-Falsafiyyah, Amarat Iqbal al-Daulah, Kitab al-

Ladzdzah, Kitab al-Ilm al-Ilahi, dll.

c. Al-Farabi (258-339 H/870-950 M)

Di Barat dikenal dengan nama Alpharbiu, lahir di Wasij (suatu desa di Farab/ Transoxania).

Selain seorang filosof, ia juga ahli dalam bidang logika, matematika, dan pengobatan. Dalam

Page 12: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

bidang fisika, ia menulis kitab al-Musiqa. Di antara karyanya adalah: al-Tanbih ‘ala Sabil al-

Sa’adat, Ihsha al-Ulum, al-Jam’ bayn Ra’y al-Hakimayn, Fushush al-Hikam, dll.

d. Ibn Sina (370-428 H/980-1037 M)

Nama latin Ibn Sina adalah Avicenna, lahir di Afsyana (dekat Bukhara). Selain ahli filsafat 

dan  kedokteran,  beliau  juga memiliki  karya  dalam  bidang  logika, matematika, astronomi,

fisika, mineralogy, ekonomi, dan politik. Karyanya antara lain: Kitab al-Syifa, Kitab al-

Nadjat, Al-Isyarat wat-Tanbihat, Al-Hikmat al-Masyriqiyyah, dll.

e. Al-Ghazali (455-507H/1059-1111 M)

Beliau bergelar hujjatul Islam, lahir di Ghazaleh dekat Tus di Khurasan. Karyanya antara

lain: Al-Munqidz min ad-Dlalal, Tahafut al-Falasifah, Ihya Ulumuddin, Qawaid al-‘Aqaid,

Misykat al-Anwar, dll.

f. Ibn Rusyd (520-595 H/1126-1198 M)

Di Barat namanya Averroes, lahir di Cordova. Bukunya yang terpenting ada empat: Bidayatul

Mujtahid, Faslul Maqal fi ma baina al-Hikmati was Syari’at min al- Ittisal, Manahij al-

Adillah fi Aqaidi Ahl al-Millah, dan Tahafut at-Tahafut.

g. Ibn Bajjah (w. 533 H/1138 M)

Beliau lahir di Saragossa dan karyanya berupa risalah antara lain: Al-Ittisal, al- Wada’,

Tadbir al-Mutawahhid, dll.

h. Ibn Tufail (506-581 H/1110-1185 M)

Beliau lahir di Granada. Karangannya tentang filsafat, fisika, metafisika, kejiwaan dan

sebagainya tidak sampai kepada kita kecuali satu yaitu risalah Hay bin Yaqzhan.

Kemajuan sains pada masa dinasti Abbasiyah didukung oleh Science Policy, yakni antara

lain dengan didirikannya akademi, sekolah dan observatorium (lembaga ilmiah  yang

melakukan  penelitian  dan  pengajarannya  sekaligus)  di  samping perpustakaan. Dengan

kebijakan tersebut menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang ilmu

pengetahuan, seperti:

a. Kedokteran

Tokohnya:  Al-Razi dengan karyanya al-Hawi, Ibn Sina dengan karyanya al-Qanun fi al-Tibb

(Canon of Medicine) dan Materia Medica yang memuat 760 obat-obatan.

b. Ilmu Kimia

Tokohnya: Jabir Ibn Hayyan yang berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga

dapat diubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui cara

membuat asam belerang, asam sendawa, dan aqua regia yang dapat menghancurkan emas dan

perak.Ia juga memperbaiki teori aristoteles mengenai campuran logam.241

Page 13: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

c. Astronomi

Tokohnya: Al-Biruni dengan kitabnya al-Hind dan al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’a wa al-

Nujum, Nasiruddin Tusi menyusun tabel astronomi Ilkanian, Ibn Yunus membuat perbaikan

tabel astronomi dan Hakemite Tables, Moh. Targai Ulugh Begh (cucu Timur Lenk)

menyusun kitab al-Zij al-Sulthani al-Jadid yang berisi 1018 bintang.

d. Matematika

Tokohnya yang populer adalah al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 (aljabar) pada abad

IX. Angka 1-9 berasal dari angka-angka Hindu di India.

e. Optik

Tokohnya adalah Ali al-Hasan ibnul Haitsam yang dikenal Alhazen, menulis sebuah buku

besar tentang optic “Optical Thesaurus”, mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy. Ia juga

mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran, dan inversi dari bayangan.

f. Fisika

Tokohnya Abdul Rahman al-Khazini, menulis kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom)

tahun 1121 M.

g. Geografi

Tokohnya: Zamakhsyari (w.1144) seorang Persia, menulis kitabul Amkina wal Jibal wal

Miyah (The Book of Places, Mountains and Waters), Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The

Persian Book of Places) tahun 1228, Al-Qazwini menulis Aja’ib al-Buldan (The Wonders of

Lands), dll.

h. Sains lainnya

Seperti Botani (Abd Latif), Antidote/penawar racun (Ibn Sarabi), Trigonometri (Jabir ibn

Aflah), dan Musik (Nasiruddin Tusi, Qutubuddin, Asy- Syirazi, dan Safiuddin).

d. Kemunduran Dinasti Abbasiyah

Setelah kekuasaan bani Seljuk berakhir, khalifah bani Abbasiyah berkuasa kembali dan

titak lagi berada di bawah pengaruh satu dinasti tertentu. Namun demikian, banyak dinasti-

dinasti kecil Islam yang independent. Wilayah kekuasaan bani Abbasiyah menyempit di

Baghdad dan sekitarnya yang menunjukkan pada kelemahan politik mereka. Keadaan ini

dibaca oleh tentara Mongol dan Tartar untuk menyerang Baghdad yang akhirnaya bisa

mereka kuasai.

Masa kemunduran bani Abbasiyah sebenarnya sudah dimulai sejak periode kedua. Namun

karena khalifah yang berkuasa sangat kuat, benih kehancuran dinasti ini masih belum sempat

berkembang. Dalam sejarah kekuasaan bani Abbasiyah terlihat bahwa apabila khalifah yang

Page 14: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

berkuasa kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil yang hanya

mendapatkan bayaran, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda

pemerintahan sepenuhnya. Di samping kelemahan khalifah yang menjadi penyebab

kemunduran, ada beberapa faktor lain yang menjadi sebab kemunduran khilafah bani

Abbasiyah, antara lain:

1.      Persaingan Antar Bangsa

Dalam berdirinya khilafah bani Abbasiyah, mereka lebih memilih bersekutu dengan

bangsa Persia dari pada bangsa Arab. Persekutuan ini disebabkan karena mereka sama-sama

tertindas selama bani Umayyah berkuasa. Di sisi lain, bangsa Arab beranggapan bahwa

mereka lebih istimewa dibandingkan dengan bangsa non Arab di dunia Islam. Pada waktu itu

tidak ada kesadaran untuk merajut elemen-elemen yang beraneka ragam tersebut dengan

kuat. Akibatnya yang muncul adalah fanatisme kearaban dan fanatisme antar bangsa. Setelah

al-Mutawakkil naik tahta, dominasi Turki dalam kepemerintahan tak terbendung lagi. Sejak

itu kekuasaan khilafah bani Abbasiyah sebenarnya sudah berakhir berganti ke tangan orang-

orang Turki, bani Buwaih, dan bani Seljuk.

2.      Kemerosotan Ekonomi

Khilafah bani Abbasiyah juga mengalami kemunduran dalam bidang ekonomi bersamaan

dengan kemunduran dalam bidang politik. Walaupu periode pertama terbilang sukses

perekonomiannya, namun memasuki periode kedua mengalami kemerosotan. Pendapatan

negara menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar.  Hal ini disebabkan

menyempitkan wilayah kekuasaan mereka dan banyaknya kerusuhan yang mengganggu

perekonomian bangsa.

Kondisi politik  yang tidak stabil menyebabkan perekonomian semakin memburuk.

Sebaliknya, perekonomian yang buruk semakin memperlemah kondisi polotik dinasti

Abbasiayah, kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

3.      Konflik Keagamaan

Pada periode pertama sudah bermunculan gerakan-gerakan keagamaan yang membuat

beberapa khalifah waktu itu merasa berang dan berusaha untuk memberantasnya. Al-Mahdi

bahkan mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang zindiq dan

melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah. Akan tetapi semua itu tidak

menghentikan kegiatan mereka. Konflik di antara merekapun bermunculan. Mulai dari

polemik tentang ajaran sampai pada konflik bersenjata yang menumpahkan darah diantara

kedua belah pihak.

Page 15: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

Konflik keagamaan tidak terbatas antar muslim dan zindiq atau Sunni dengan Syi’ah,

melainkan juga antar aliran dalam Islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional, dituduh

sebagai pembuat bid’ah oleh golongan salaf. Perselisihan antara dua golongan  ini dipertajam

oleh al-Ma’mun saat menjabat sebagai khalifah dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai

madzhab resmi dinasti Abbasiyah. Pada masa al-Mutawakkil, giliran golongan salaf yang

menjadi madzhab resmi, sementara Mu’tazilah dibatalkan.

4.      Ancaman dari Luar

Setidaknya ada dua Faktor eksternal yang mempengaruhi kemunduran dinasti Abbasiyah.

Pertama, perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang yang menelan banyak

korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Begitu juga orang-

orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II mengeluarkan

seruan kepada umat Kristen Eropa supaya melakukan perang suci yang lebih dikenal dengan

sebutan perang Salib.

BAB III

KESIMPULAN PENUTUP

a. Kesimpulan

- Bani Umayyah

Bani Umayah merupakan salah satu dinasti Islam yang cukup masyhur seperti yang

penguasa-penguasa muslim yang lain. Bahkan pada masa ini, perubahan demi perubahan

dilakukan, setidaknya keberanian Bani Umayah untuk keluar dari tradisi Arab dalam masalah

pergantian kepemimpinan serta pemindahan pusat kekuasaan dari Jazirah Arab ke Damaskus

(luar jazirah Arab) menjadi bukti sederhana tentang dinamika yang terjadi pada masa Bani

Umayah berkuasa.

Tulisan di atas walaupun sangat singkat telah memberikan gambaran tentang pergulatan

kekuasan Bani Umayah dengan segala dinamikan yang terjadi selama berkuasa kurang lebih

90 tahun lamanya, di satu sisi telah menorehkan banyak catatan kemajuan bagi Islam, tetapi

pada sisi yang lain tidak juah beda dengan penguasa-penguasa sebelumnya, yaitu

ketidakmampuan dalam meminimalisir konflik politik, yang acapkali melahirkan berbagai

tragedi pertempuran di kalangan umat Islam.

Page 16: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

Namun demikian, Bani Umayah tetaplah bagian penting dan menarik dalam sejarah umat

Islam yang harus terus dijadikan sebagai pengalaman sangat berharga, karena tidak semua

yang dilakukan Bani Umayah itu jelek, tetapi juga memiliki sisi penting yang harus ditiru

oleh umat Islam. Kekuasaan Bani Umayah yang hampir seabad lamanya dalam memimpin

umat Islam, tetaplah sebuah prestasi yang harus diapreasi secara kritis.

- Bani Abbasiyah

Masa kekuasaan bani Abbasiyah yang terbagi dalam lima periode terbilang cukup lama.

Dengan menerapkan sistem kekuasaan absolutisme, mereka telah menguasai dunia Islam

lebih dari 500 tahun. Pada saat itu pula masa kejayaan Islam direngkuh. Kemajuan yang

dicapai dalam bidang fisik, ilmu pengetahuan, poltik, ekonomi, dan banyaknya ilmuwan

Islam saat itu adalah bukti konkrit bahwa Islam mencapai puncak kejayaannya. Berbagai

peristiwa penting, seperti perluasan wilayah Islam ke berbagai daerah, juga beberapa

peperangan termasuk perang dengan Byzantium, Mongol, Tartar, penumpasan gerakan

Zindiq, dan perang Salib ikut mewarnai perjalanan kepemerintahan dinasti Abbasiyah.

Bila kita cermati, dalam sejarah kekuasaan bani Abbasiyah terlihat bahwa apabila

khalifah yang berkuasa kuat, maka kepemerintahan akan berjalan baik pula. Kekuasaan

sepenuhnya ada di tangan khalifah. Para menteri cenderung hanya berperan sebagai kepala

pegawai sipil. Tetapi jika yang menjabat sebagai khalifah lemah, mereka akan berkuasa

mengatur roda pemerintahan sepenuhnya. Bahkan dalam pengangkatan atau pemberhentian

khalifah mereka sendirilah yang menentukan.

Sistem kekuasaan absolutisme yang mereka jalankan, ditengarai menjadi salah satu

penyebab kemunduran dinasti Abbasiyah. Dengan sistem yang demikian, tidak mungkin

dipungkiri akan menimbulkan kecemburuan di kalangan keluarga mereka sendiri. Apalagi

dengan banyaknya kerusuhan, baik di kalangan umat Islam sendiri ataupun serangan-

serangan dari Negara lain adalah penyebab utama kehancuran dinasti Abbasiyah.

Penutup

Alhamdullilah, makalah ini terselesaikan dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Mudah-mudahan menjadi penumbuh ide atau isnpirasi kita bersama.

DAFTAR PUSTAKA

        Ahmed, Dr. Akbar S. Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Jakarta : Erlangga, 1992

        Al-Mukhdhori, Muhammad Tarikh Tasyri’ al-Islami. Tempat dan penerbit tidak disebutkan,

1981

        Gibb, H.A.R. Islam dalam Lintasan Sedjarah. Jakarta : Yayasan Franklin, 1953

        Hassan, Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang

Page 17: Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah

        Khaeruman, Badri, Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Hadist Kontemporer. Bandung,

Rosda, 2004

        Lewis, Bernard. The Crisis of Islam : Holy War and Unholy Terror, terj. Muhammad Hariri

Marzuki. Surabaya : Jawa Pos Press, 2004

        Mughni, Syafiq A. Dinamika Intelektual Islam Pada Abad Kegelapan . Surabaya : LPAM,

2002

        Sulaiman Schwartz, Stephen. Dua Wajah Islam : Modernisme vs Fundamentalisme dalam

Wacana Global, terj. Hodri Ariv. Jakarta : Balantika, 2007

        Syalabi, Prof. Dr. A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta : Pustaka al-Husna, 2003

        Yatim, M.A, Drs. Badri. Sejarah Peradaban Islam . Jakarta : PT. Grafindo Persada, 1998

[1]  Islam pada awalnya berkembang di tengah-tengah orang Arab dan bangsa Semit lainnya, kemudian Islam berkembang di Iran, Kaukasus, orang kulit putih laut tengah, Slavia, Turki dan Tartar, Tinghwa, India, Indonesia, Banu dan Negro dari Afrika Barat. H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sedjarah (Jakarta, Yayasan Franklin, 1953),lm. 25

[2] Bernard Lewis, The Crisis of Islam : Holy War and Unholy Terror, terj. Muhammad Hariri Marzuki (Surabaya, Jawa Pos Press, 2004), hlm. 18

[3] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta : Pustaka al-Husna, 2003), hlm. 21[4] Ibid. hlm. 64[5] H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sejarah…t. hlm. 12[6] Drs. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 1998), hlm. 42[7] Drs. Badri Khaeruman, M.Ag, Otentisitas Hadist : Studi Kritis Atas Kajian Hadst Kontemporer (Bandung, Rosda, 2004),

hlm. 39[8] C.A. Qadir, Filsafat Dan ilmu Pengetahuan dalam Islam (Jakarta, Pustaka Obor, 2002), hlm. 37[9] Badri Yatim, Otentisitas Hadist…. hlm. 48-49[10] Ibid. hlm. 44