173
KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2019 Provinsi Banten

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

KEMENTERIAN KEUANGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

KAJIAN FISKAL REGIONAL

Tahun 2019

Provinsi Banten

Provinsi Banten Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II

i

Bismillahirohmannirrohim Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera bagi kita semua

Alhamdulillahirobbillallamin puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga Kanwil Ditjen Perbendaharaan

Provinsi Banten dapat menyelesaikan Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Banten

Tahun 2019 tepat waktu. KFR ini disusun sebagai output atas pelaksanaan tugas

sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.01/2016

tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Ditjen Perbendaharaan, dan Surat

Edaran Dirjen Perbendaharaan Nomor SE-61/PB/2017 tentang Petunjuk Teknis

Penyusunan Kajian Fiskal Regional, serta diharapkan menjadi salah satu masukan

dalam penyusunan kajian fiskal secara nasional.

Adapun beberapa aspek yang menjadi bahasan utama dalam kajian ini adalah

perkembangan ekonomi regional, perkembangan keuangan pemerintah pusat dan

daerah, keunggulan dan potensi daerah, tantangan fiskal regional serta analisis tematik.

Pada kesempatan ini, Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-

tingginya kepada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, Perwakilah Bank

Indonesia, seluruh pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan semua pihak yang

telah menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan.

Kami menyadari dalam penyusunan KFR ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

Kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dalam penyusunan kajian

selanjutnya agar dapat memberikan manfaat yang optimal.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Serang, 27 Februari 2020 Plh. Kepala Kanwil Tardin Hidayat NIP 196401051985031002

KATA PENGANTAR

ii

Halaman ini sengaja dikosongkan

iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………... vii

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………............. xi

RINGKASAN EKSEKUTIF................................................................................. xv

BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1

1.1. PENDAHULUAN 1

1.2. TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 1

1.2.1. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

2

1.2.1. Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah 3

1.3. TANTANGAN DAERAH 5

1.3.1. Tantangan Ekonomi Daerah 5

1.3.2. Tantangan Sosial Kependudukan 6

1.3.3. Tantangan Geografi Wilayah 10

BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL 13

2.1. INDIKATOR EKOMONI MAKRO FUNDAMENTAL 13

2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto 13

2.1.2. Suku Bunga 19

2.1.3. Inflasi 19

2.1.4. Nilai Tukar 20

2.2. INDIKATOR KESEJAHTERAAN 21

2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 21

2.2.2. Tingkat Kemiskinan 22

2.2.3. Tingkat Ketimpangan (Rasio Gini) 24

2.2.4. Kondisi Ketenagakerjaan dan Tingkat Pengangguran 25

2.3. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL

27

BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN TINGKAT REGIONAL

29

3.1. APBN TINGKAT PROVINSI 29

3.2. PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT REGIONAL 30

3.2.1. Penerimaan Perpajakan 30

3.2.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 31

3.2.3. Analisis-Analisis Terkait Pendapatan Pemerintah Pusat 32

3.3. BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT REGIONAL 33

DAFTAR ISI

iv

3.3.1. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi

33

3.3.2. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi 34

3.3.3. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja

35

3.3.4. Analisa Belanja Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi 35

3.4. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 36

3.4.1. Dana Transfer Umum 36

3.4.2. Dana Transfer Khusus 38

3.4.3. Dana Desa 40

3.4.4. Dana Insentif Daerah, Otonomi Khusus dan Keistimewaan 41

3.4.5. Analisis-Analisis Terkait Transfer ke Daerah 42

3.5. ANALISIS CASH FLOW APBN TINGKAT REGIONAL 45

3.5.1. Arus Kas Masuk (Penerimaan Negara) 46

3.5.2. Arus Kas Keluar (Belanja dan TKDD) 46

3.5.3. Surplus/Defisit 47

3.6. PENGELOLAAN BLU PUSAT 47

3.6.1. Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat 47

3.6.2. Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP dan RM BLU Pusat

48

3.6.3. Kemandirian BLU 48

3.6.4. Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU 49

3.7. PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT 49

3.7.1. Penerusan Pinjaman 49

3.7.2. Kredit Program 49

3.8. PERKEMBANGAN DAN ANALISIS BELANJA WAJIB (MANDATORY SPENDING) DAN BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DI DAERAH

52

3.8.1. Mandatory Spending di Daerah 52

3.8.2. Belanja Infrastruktur 55

BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD 57

4.1. APBD TINGKAT PROVINSI BANTEN 57

4.2. PENDAPATAN DAERAH 58

4.2.1. Dana Transfer/Perimbangan 59

4.2.2. Pendapatan Asli Daerah 60

4.2.3. Pendapatan Lain-Lain 61

4.3. BELANJA PEMERINTAH DAERAH 62

4.3.1. Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Klasifikasi Urusan

62

4.3.2. Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi

62

4.4. PERKEMBANGAN BLU DAERAH 65

v

4.4.1. Profil dan Jenis Layanan Satuan Kerja Badan Layanan Umum Daerah

65

4.4.2. Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP dan RM BLU Daerah

65

4.4.3. Analisis Legal Badan Layanan Umum Daerah 66

4.4.4. Pengelolaan Investasi Daerah 68

4.5. SURPLUS/DEFISIT APBD 69

4.6. PEMBIAYAAN 71

4.7. ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 72

4.7.1. Analisis Horizontal dan Vertikal 72

4.7.2. Analisis Kapasitas Fiskal Daerah 73

4.8. PERKEMBANGAN BELANJA WAJIB DAERAH 74

4.8.1. Belanja Daerah Sektor Pendidikan 75

4.8.2. Belanja Daerah Sektor Kesehatan 75

4.8.3. Belanja Infrastruktur Daerah 76

BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

77

5.1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN KONSOLIDASIAN 77

5.2. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 77

5.2.1. Analisis Proporsi dan Perbandingan 78

5.2.2. Analisis Perubahan 79

5.2.3. Rasio Pajak (Tax Ratio) 79

5.2.4. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kenaikan Realisasi Pendapatan Konsolidasian

81

5.3. BELANJA KONSOLIDASIAN 82

5.3.1. Analisis Proporsi dan Perbandingan 82

5.3.2. Analisis Perubahan 83

5.3.3. Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja Konsolidasian

83

5.3.4. Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk 83

5.3.5. Analisis Belanja 84

5.3.6. Analisis Anggaran Belanja Sektoral 86

5.4. SURPLUS/DEFISIT KONSOLIDASIAN 87

5.4.1. Komposisi Surplus/Defisit Konsolidasian dan Rasio 87

5.4.2. Perbandingan Rasio Surplus/Defisit Antar Kabupaten/Kota

88

5.5. ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL AGREGAT 89

BAB VI KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN FISKAL REGIONAL

91

6.1. SEKTOR UNGGULAN DAERAH 91

6.1.1. Sektor Unggulan dan Potensi di Provinsi Banten Berdasarkan Analisis RPs, LQ, SS-EM dan Overlay

92

vi

6.1.2. Sektor Real Estate 96

6.1.3. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 98

6.2. TANTANGAN FISKAL REGIONAL DALAM MENDORONG POTENSI EKONOMI DAERAH

99

6.2.1. Ketergantungan Fiskal Pemerintah Daerah Terhadap Dana Transfer

99

6.2.2. Disparitas Pembangunan Banten Utara dan Banten Selatan

101

BAB VII ANALISIS TEMATIK 105

7.1. PENDAHULUAN 105

7.2. KONVERGENSI PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING 106

7.3. PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH 108

7.3.1. Belanja Pemerintah Pusat 109

7.3.2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa 112

BAB VIII PENUTUP 117

8.1. KESIMPULAN 117

8.2. REKOMENDASI 119

DAFTAR PUSTAKA xix

DAFTAR ISTILAH xxii

vii

Tabel 1-1 Target Indikator Makro RPJMD 2017-2019 Provinsi Banten 3

Tabel 1-2 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Agustus 2018 - Agustus 2019

6

Tabel 1-3 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Persentase PDRB 6

Tabel 1-4 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Angka Beban Ketergantungan Tahun 2015-2019

8

Tabel 1-5 Angka Kesakitan Penduduk Menurut Daerah Tempat Tinggal Tahun 2016-2018 (Persen)

10

Tabel 1-6 Perkembangan Umum Harapan Hidup Menurut Jenis Kelamin 2010-2020

10

Tabel 2-1 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi PDRB Banten Tahun 2019 (Persen)

13

Tabel 2-2 Perkembangan Ekspor Impor Banten Tahun 2015-2019 (Juta USD)

21

Tabel 2-3 Perkembangan IPM Wilayah Provinsi Banten Periode Tahun 2018-2019

21

Tabel 2-4 IPM Regional Pulau Jawa Menurut Komponen Tahun 2019 22

Tabel 2-5 P1 dan P2 Menurut Daerah Tempat Tinggal Maret 2018-September 2019

23

Tabel 2-6 Perkembangan Rasio Gini Banten dan Nasional Tahun 2017-2019

24

Tabel 2-7 Distribusi Persentase Pengeluaran Penduduk Kriteria Bank Dunia Menurut Daerah Tempat Tinggal Tahun 2017-2019

24

Tabel 2-8 Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Banten Tahun 2015-2019 25

Tabel 2-9 Persentase Penduduk Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama Agustus 2018-Agustus 2019

26

Tabel 2-10 Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Kategorisasi Jam Kerja

27

Tabel 2-11 Realisasi Indikator Ekonomi Makro Provinsi Banten dan Nasional 27

Tabel 3-1 Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Banten (dalam miliar)

29

Tabel 3-2 Realisasi Penerimaan PNBP di Banten Tahun 2017-2019 (Miliar Rupiah)

31

Tabel 3-3 Tax Ratio Banten dan Nasional 32

Tabel 3-4 Perbedaan Pencatatan Realisasi Penerimaan PPh (Miliar Rupiah) 33

Tabel 3-5 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggaran (Miliar Rupiah)

34

Tabel 3-6 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi (Miliar Rupiah)

34

DAFTAR TABEL

viii

Tabel 3-7 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja (Miliar Rupiah)

35

Tabel 3-8 Pagu dan Realisasi DBH di Banten Menurut Akun (2018-2019) 38

Tabel 3-9 Pagu dan Realisasi DAK Non Fisik di Banten Menurut Jenis (2018-2019)

40

Tabel 3-10 Pagu dan Realisasi Dana Desa di Banten Menurut Wilayah (2018-2019)

41

Tabel 3-11 Pagu dan Realisasi DID di Banten Menurut Wilayah (2018-2019) 41

Tabel 3-12 Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2019 (Miliar Rupiah)

42

Tabel 3-13 Rasio Kemandirian Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2019

43

Tabel 3-14 Profil dan Jenis Layanan BLU Pusat di Banten Tahun 2019 (Miliar Rupiah)

47

Tabel 3-15 Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP (Miliar Rupiah) 49

Tabel 3-16 Profil Penerusan Pinjaman di Provinsi Banten 49

Tabel 3-17 Penyaluran KUR dan UMi Berdasarkan Skema dan Penyalur 51

Tabel 3-18 Penyaluran KUR dan UMi Berdasarkan Wilayah 52

Tabel 3-19 Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Pendidikan di Banten (Miliar Rupiah)

53

Tabel 3-20 Realisasi Capaian Output Strategis Sektor Pendidikan TA 2019 53

Tabel 3-21 Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Kesehatan di Banten (Miliar Rupiah)

54

Tabel 3-22 Realisasi Capaian Output Strategis Bidang Kesehatan TA 2019 55

Tabel 3-23 Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Infrastruktur di Banten (Miliar Rupiah)

55

Tabel 3-13 Realisasi Capaian Output Strategis Bidang Infrastruktur TA 2019 56

Tabel 4-1 Profil APBD se-Provinsi Banten (Agregat) Tahun 2017-2019 Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam miliar rupiah)

57

Tabel 4-2 Pendapatan Daerah APBD se-Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah)

58

Tabel 4-3 Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Fungsi se-Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah dan persen)

63

Tabel 4-4 Perkembangan Belanja APBD Berdasarkan Klasifikasi Jenis Belanja di Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah)

64

Tabel 4-5 Rasio Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal Terhadap Total Belanja Tahun 2019 Pemerintah Prov/Kabupaten/Kota (dalam miliar rupiah dan persen)

64

Tabel 4-6 Profil dan Jenis Layanan BLUD di Provinsi Banten Tahun 2019 (dalam juta rupiah)

65

Tabel 4-7 Analisis Legal Aspek Pengelolaan Satker BLU Daerah di Provinsi Banten

67

Tabel 4-8 Bentuk Investasi Daerah di Provinsi Banten tahun 2017-2019 (dalam rupiah)

68

ix

Tabel 4-9 Profil Aset BUMD di Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam rupiah)

69

Tabel 4-10 Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB Tahun 2019 (dalam jutaan) 71

Tabel 4-11 Analisis Horizontal Realisasi APBD Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)

73

Tabel 4-12 Analisis Vertikal Realisasi APBD Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)

73

Tabel 4-13 Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) Daerah di Wilayah Banten Tahun 2017-2019

74

Tabel 5-1 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Wilayah Provinsi Banten Tahun 2019 (miliar rupiah)

77

Tabel 5-2 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi Banten Tahun 2018-2019 (miliar rupiah)

79

Tabel 5-3 Rasio Pajak Terhadap PDRB Provinsi Banten Tahun 2018 dan 2019

80

Tabel 5-4 Realisasi Pendapatan Konsolidasian Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Banten Tahun 2018 dan 2019

81

Tabel 5-5 Rasio Belanja Operasi Banten Tahun 2018 dan 2019 83

Tabel 5-6 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019 85

Tabel 5-7 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2019 86

Tabel 5-8 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Tahun 2019 86

Tabel 5-9 Rasio Alokasi Belanja Pelayanan Publik Tahun 2019 86

Tabel 5-10 Rasio Alokasi Belanja Kesehatan Tahun 2019 86

Tabel 5-11 Rasio Alokasi Belanja Pendidikan Tahun 2019 87

Tabel 5-12 Rasio Alokasi Belanja Perlindungan Sosial Tahun 2019 87

Tabel 5-13 Rasio Alokasi Belanja Pariwisata dan Budaya Tahun 2019 87

Tabel 5-14 Rasio Surplus/Defisit Konsolidasian Terhadap PDRB Pada Provinsi Banten

88

Tabel 5-15 Laporan Operasional Statistik Pemerintah Umum Tingkat Wilayah Provinsi Banten Tahun 2018-2019

89

Tabel 5-16 Kontribusi Pemerintah Terhadap PDRB Provinsi Banten Tahun 2018-2019

90

Tabel 6-1 Hasil Perhitungan LQ Provinsi Banten Berdasarkan Sektor PDRB Tahun 2015-2019

93

Tabel 6-2 Hasil Perhitungan RPs Provinsi Banten Berdasarkan PDRB Tahun 2015-2019

94

Tabel 6-3 Hasil Perhitungan SS-EM Provinsi Banten Berdasarkan PDRB Tahun 2015-2019

95

Tabel 6-4 Analisis Overlay Potensi Ekonomi Provinsi Banten Tahun 2015-2019

96

Tabel 6-5 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Banten 2011-2013 99

Tabel 6-6 Kriteria Penilaian Ketergantungan Keuangan Daerah 100

Tabel 6-7 Perbandingan Distribusi PDRB Banten Selatan dan Utara 2014-2018 (persen)

102

x

Tabel 6-8 Perbandingan PDRB Per Kapita Banten Selatan dan Utara 2014-2018 (jutaan)

102

Tabel 6-9 Perbandingan IPM Banten Selatan dan Utara 103

Tabel 6-10 Perbandingan Persentase Penduduk Miskin Banten Selatan dan Utara

103

Tabel 7-1 Pagu dan Realisasi DAK Fisik Tahun 2019 Bidang Kesehatan, Bidang Air Minum dan Bidang Sanitasi

113

Tabel 7-2 Pagu, Penyaluran dan Penyerapan Dana Desa Tahun 2019 115

xi

Gambar 1-1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk 2015-2019 7

Gambar 1-2 Profil Pendidikan di Banten Tahun 2016-2018 9

Gambar 1-3 Pendapatan Perkapitan Kab/Kota Di Banten Tahun 2019 (Juta Rp)

11

Gambar 2-1 PDRB ADHB dan ADHK 13

Gambar 2-2 Peranan PDRB Provinsi se-Jawa Tahun 2019 (Persen) 14

Gambar 2-3 PDB Nasional dan PDRB Banten Tahun 2015-2019 (Persen) 14

Gambar 2-4 Pertumbuhan Beberapa Komponen Pengeluaran TW IV 2019 (Persen)

15

Gambar 2-5 Realisasi Investasi Banten Tahun 2015-2019 (Triliun) 15

Gambar 2-6 Sumber Pertumbuhan Beberapa Komponen Pengeluaran Tahun 2017-2019 (Persen)

16

Gambar 2-7 Distribusi Persentase PDRB Tahun 2019 (Persen) 16

Gambar 2-8 Pertumbuhan dan Distribusi Beberapa Lapangan Usaha Tahun 2019

17

Gambar 2-9 Pertumbuhan Beberapa Lapangan Usaha TW IV Tahun 2019 (yoy)

17

Gambar 2-10 Sumber Pertumbuhan Beberapa Lapangan Usaha Tahun 2017-2019 (Persen)

17

Gambar 2-11 Perbandingan PDRB Perkapita Banten dan PDB Perkapita (Juta Rupiah)

18

Gambar 2-12 PDRB ADHB Perkapita Kab/Kota Prov Banten Tahun 2018(Juta Rp)

18

Gambar 2-13 BI 7DRR dan Inflasi Banten Tahun 2019 19

Gambar 2-14 Inflasi Triwulanan Banten dan Nasional (yoy) 20

Gambar 2-15 Inflasi m-to-m Banten dan Nasional Tahun 2019 20

Gambar 2-16 Pergerakan Kurs Mata Uang Asing Terhadap Rupiah Tahun 2019

20

Gambar 2-17 Perkembangan Angka Kemiskinan di Banten Tahun 2015-2019 (persen)

23

Gambar 3-1 Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Banten 29

Gambar 3-2 Perkembangan Capaian Pendapatan dan Belanja 2017-2019 (%)

30

Gambar 3-3 Trend Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Banten (Miliar Rupiah)

30

Gambar 3-4 Trend Realisasi Penerimaan PNBP di Banten (Miliar Rupiah) 32

Gambar 3-5 Tax Ratio Banten dan Nasional 32

DAFTAR GAMBAR

xii

Gambar 3-6 Perkembangan Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di Banten

33

Gambar 3-7 Perkembangan Rasio Alokasi Belanja Wajib di Banten (Persen) 36

Gambar 3-8 Pagu dan Realisasi TKDD (2015-2019) 36

Gambar 3-9 Pagu dan Realisasi DAU di Banten Menurut Wilayah (2018-2019)

37

Gambar 3-10 Pagu dan Realisasi DAK Fisik di Banten Menurut Wilayah (2018-2019)

39

Gambar 3-11 Trend Dana Transfer & LPE 44

Gambar 3-12 Trend Dana Transfer dengan TPT 44

Gambar 3-13 Trend Dana Transfer dengan Tk. Kemiskinan 45

Gambar 3-14 Trend Dana Transfer dengan IPM 45

Gambar 3-15 Perkembangan Cash Flow APBN 46

Gambar 3-16 Perkembangan Arus Kas Masuk APBN 46

Gambar 3-17 Perkembangan Arus Kas Keluar di Banten 2018-2019 46

Gambar 3-18 Perkembangan Surplus/Defisit di Banten 2018-2019 47

Gambar 3-19 Perkembangan Total Aset, Realisasi Belanja PNBP dan RM BLU Pusat Tahun 2017-2019 (Miliar Rupiah)

48

Gambar 3-20 Rasio Kemandirian BLU 2017-2019 (Persentase) 48

Gambar 3-21 Penyalur KUR 2015-2019 50

Gambar 3-22 Penyalur UMi 2015-2019 50

Gambar 4-1 Perkembangan APBD Prov Banten Tahun 2017-2019 58

Gambar 4-2 Rasio Ruang Fiskal Daerah di Provinsi Banten 59

Gambar 4-3 Rasio Kemandirian di Banten Tahun 2019 60

Gambar 4-4 Perkembangan Target dan Realisasi PAD Prov/Kab/Kota Lingkup Wilayah Banten Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)

61

Gambar 4-5 Perkembangan Pagu Realisasi Belanja Berdasarkan Klasfikasi Urusan se-Provinsi Banten (dalam miliar rupiah)

62

Gambar 4-6 Perkembangan Pagu dan Realisasi dan Pendapatan BLUD Wilayah Banten 2019 (dalam miliar rupiah dan persen)

66

Gambar 4-7 Rasio Surplus/Defisit Terhadap Agregat Pendapatan Tahun 2019 menurut Prov/Kab/Kota (dalam persen)

70

Gambar 4-8 Rasio Surplus/Defisit Terhadap Dana Transfer Semester I Tahun 2019 Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota (dalam persen)

71

Gambar 4-9 Rasio SILPA Terhadap Alokasi Belanja Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2019 (dalam persen)

72

Gambar 4-10 Perkembangan Sektor Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur Wilayah Banten Tahun 2019

74

Gambar 4-11 Porsi Pagu dan Realisasi Belanja Daerah Sektor Pendidikan Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019 (dalam persen)

75

xiii

Gambar 4-12 Porsi Pagu dan Realisasi Belanja Daerah Sektor Kesehatan Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019 (dalam persen)

76

Gambar 4-13 Porsi Pagu dan Realisasi Belanja Daerah Sektor Infrastruktur Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019 (dalam persen)

76

Gambar 5-1 Perbandingan Komposisi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Banten Tahun 2018-2019

78

Gambar 5-2 Perbandingan Penerimaan Pusat dan Daerah Terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi Banten Tahun 2019 (miliar rupiah)

79

Gambar 5-3 Rasio Pajak Konsoliadasian Per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2019

80

Gambar 5-4 Pajak Per Kapita Konsolidasian Per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2019

81

Gambar 5-5 Perbandingan Belanja dan Transfer Pemerintah Pusat dan Pemda Terhadap Belanja dan Transfer Konsolidasian Pada Provinsi Banten Tahun 2019

82

Gambar 5-6 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Banten Tahun 2018-2019 (miliar)

83

Gambar 5-7 Belanja Pemerintah Konsolidasian Provinsi Banten Per Kapita Tahun 2018-2019 (juta rupiah)

84

Gambar 5-8 Rasio Belanja Pendidikan Konsolidasian per Jiwa Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2018-2019

85

Gambar 5-9 Surplus/Defisit Konsolidasi Per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2019 (miliar rupiah)

88

Gambar 6-1 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Banten 2015-2019 91

Gambar 6-2 Pertumbuhan Sektor Real Estate 2014-2018 97

Gambar 6-3 Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan serta Klasifikasi Daerah Tahun 2016-2018

97

Gambar 6-4 Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan Menurut Kab/Kota 2018

98

Gambar 6-5 Pertumbuhan Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2015-2019

98

Gambar 6-6 Rasio Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Per 1000 Penduduk Indonesia 2013-2017

99

Gambar 6-7 Perkembangan Rasio Ketergantungan Pemda di Banten 2017-2019

101

Gambar 7-1 Sumber Pembiayaan Pemerintah Untuk Pencegahan Stunting 109

xiv

Halaman ini sengaja dikosongkan

xv

Terdapat 6 target indikator ekonomi makro ditetapkan dalam Kebijakan Umum

Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) Provinsi Banten yaituLaju

Pertumbuhan Ekonomi,Indeks Pembangunan Manusia, Persentasi Penduduk Miskin, TPT,

Gini Ratio, serta Tingkat Inflasi. Dari 6 indikator yang ditetapkan, lima indikator memenuhi

target sedangkan satu indikator tidak memenuhi target

Dalam mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan terdapat tantangan dan

keunggulan berupa: (i) tantangan dan keunggulan ekonomi yang terlihat dari iklim investasi

yang baik, kemudahan layanan perizinan (layanan satu pintu), jaminan keamanan dan

adanya 3 (tiga) kawasan industri yang masuk dalam program Kemudahan Layanan

Investasi Konstruksi (KLIK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang tinggi sebesar

8,11% pada Agustus 2019; (ii) tantangan dan keunggulan demogarafi adalah laju

pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dengan sebaran penduduk yang tidak merata,

tingkat Angka Partisipasi Sekolah (APS) yang tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya,

serta Indikator Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk Banten pada tahun 2018 telah

mencapai 69,6 tahun; (iii) tantangan dan keunggulan geografi adalah perbedaan kontur

wilayah pesisir dan pegunungan yang juga merupakan pintu penghubung pulau Jawa dan

pulau Sumatera.

Laju pertumbuhan ekonomi Banten mengalami pertumbuhan bergerak di angka

5,53 persen (yoy), melambat jika dibandingkan dengan tahun 2018 (5,82 persen). Dari

penawaran yang menjadi penggerak utama pertumbuhan adalah sektor industri mencapai

30,59 persen, diikuti oleh perdagangan 12,85 persen, konstruksi 11,05 persen dan

transportasi dan pergudangan 10,88 persen. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi

Banten didukung oleh p konsumsi rumah tangga sebesar 2,82 persen diikuti dengan

komponen PMTB/investasi (2,18 persen). Inflasi Banten sebesar 3,30 persen (yoy) lebih

tinggi 58 basis poin dari tingkat inflasi nasional. Beberapa komoditas yang dominan

memberikan andil inflasi di tahun 2019 antara lain sewa rumah (0.45 persen), cabe merah

(0.30 persen), bawang merah (0.16 persen), tukang bukan mandor, sepeda motor, emas

perhiasan, rokok kretek filter, bawang putih, ikan bandeng dang nasi dengan lauk.

Dari indikator kesejahteraan masyarakat, terdapat perbaikan kualitas hidup yang

tercermin pada peningkatan IPM. Dengan IPM sebesar 72.44 atau naik 0.49 poin

dibandingkan tahun 2018, Banten menempati peringkat ke delapan tertinggi di Indonesia.

RINGKASAN EKSEKUTIF

xvi

Hal tersebut mengindikasi keberhasilan percepatan pembangunan di Banten khususnya

bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Namun secara parsial masih terdapat 3

Kabupaten yang memiliki IPM dibawah nasional yaitu Kabupaten Lebak memiliki IPM

terendah (63,88), Kabupaten Pandeglang (64,91) dan Kabupaten Serang (666,38). Tingkat

kemiskinan Banten tahun 2018 4,94 persen sudah melampaui target RPJMD Banten (5,5

- 5,13 persen).Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8,11 persen di Agustus 2019

menurun dibanding periode yang sama tahun 2018. Penurunan tersebut ditopang oleh

Industri yang menyerap 1.34 juta orang (24.09 persen) meningkat dari sebelumnya 1.27

juta orang di Agustus 2018, sedangkan pada Sektor Perdagangan menyerap 1.16 juta

orang (20.91 persen) meningkat 132 ribu orang dari Agustus 2018

Tren positif pertumbuhan ekonomi Banten diikuti tren positif alokasi dan realisasi

APBN meskipun cenderung fluktuatif. Realisasi pendapatan Pemerintah Pusat tahun 2019

Rp46.957,11 miliar meningkat Rp1.624,68 miliar atau tumbuh 3,58 persen dibandingkan

tahun 2018 (Rp45.332,43 miliar). Penerimaan perpajakan Pemerintah Pusat tahun 2019

sebesar Rp44.674,73 miliar atau tumbuh 3,16 persen dibanding tahun 2018. Sedangkan

penerimaan PNBP yang tahun 2019 sebesar Rp2,282,38 miliar, tumbuh 12,58 persen

bila dibandingkan tahun 2018, sehingga surplus APBN di Banten tahun 2019 sebesar

Rp23,36 triliun, meningkat 13,47 persen dibandingkan tahun 2018. Alokasi Transfer ke

Daerah dan Dana Desa Banten mencapai Rp18,02 triliun atau naik 8.88 persen dibanding

tahun 2018. Kenaikan Alokasi Transfer terjadi diseluruh unsur Dana Transfer Ke Daerah

dan Dana Desa.

Penyaluran KUR tahun 2018 mencapai Rp2.847,57 miliar mengalami peningkatan

23,23 persen dibanding tahun 2018, namun peningkatan ini tidak sejalan dengan

peningkatan jumlah debitur. Secara persentase jumlah debitur hanya meningkat tipis.

Pembiayaan UMi tahun 2018 sebesar Rp88,80 miliar naik 158.59 persen dari tahun 2019.

Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran KUR didominasi oleh sektor perdagangan besar

dan eceran (79,22 persen), sedangkan dari skema penyaluran didominasi KUR Kecil

(54,90 persen).

Dari sisi pelaksanaan APBD, alokasi dan realisasi APBD lingkup Provinsi Banten

dalam trend membaik. Realisasi pendapatan tahun 2019 mengalami peningkatan sebesar

7,29 persen persen dibandingkan tahun 2019. Tercapainya target pendapatan didukung

komponen pendapatan daerah yaitu PAD (43,69 persen), pendapatan transfer

(52,97persen) dan Lain-lain PAD yang sah (3,34 persen). Tingkat kemandirian daerah di

wilayah Banten cukup baik dengan didukungnya pendapatan PAD melebihi pendapatan

xvii

transfer dana perimbangan pada tiga daerah yakni wilayah Provinsi Banten, Kabupaten

Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.

Realisasi Belanja Daerah di Banten tahun 2019 mencapai Rp31.990,13miliar atau

89,51 persen dari pagu yang ditetapkan. Dibandingkan tahun 2018 realisasi belanja tahun

2019 naik sebesar 7,14 persen. Kontribusi belanja operasi (belanja Pegawai, belanja

Barang dan belanja hibah dan bansos) sebesar 78,30 persen diikuti belanja modal sebesar

21,50 persen dan belanja tidak terduga 0,20 persen. Porsi alokasi fungsi APBD tahun 2018

terbesar yakni Pelayanan Umum (35,08 persen), Pendidikan (26,05 persen), Perumahan

dan Fasilitas Umum (15,15 persen) serta Kesehatan (13,43 persen). Dari empat jenis

fungsi tersebut mengindikasikan bahwa Pemda di Provinsi Banten menitikberatkan pada

pelayanan pada masyarakat, pendidikan, pembangunan dan infrastruktur.

Berdasarkan analisis proporsi dan perbandingan, Pendapatan Konsolidasian

mengalami peningkatan 5.00 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Pendapatan konsolidasian didominasi oleh pendapatan perpajakan konsolidasian sebesar

90,86 persen, sedang proporsi pendapatan bukan pajak dan hibah masing-masing hanya

sebesar 7,26 persen dan 1,88 persen dengan porsi terbesar pendapatan perpajakan

berasal dari Pajak pusat (76,91 persen). Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di

wilayah Banten mencapai 8,73 persen, turun 26 basis poin dibanding tahun 2018.

Dari sisi Belanja konsolidasian Banten, realisasi tahun 2019 mencapai Rp45,16

triliun. Komposisi belanja didominasi oleh kelompok Belanja Pegawai dan Belanja Barang

yang berasal dari anggaran pemerintah daerah. Belanja pemerintah daerah telah menjadi

motor penggerak pertumbuhan perekonomian regional Banten, hal ini terlihat dari

komposisi belanja 67,80 persen dari pemerintah daerah dan 32,20 persen dari pemerintah

pusat. Berdasarkan analisis belanja sektoral, prioritas kebijakan fiskal pemerintah Banten

pada bidang Pelayanan Publik dengan rasio sebesar 56,66 persen. Sementara itu,

berdasarkan perhitungan data Laporan Operasional Keuangan Pemerintah wilayah

Banten, Belanja Pemerintah berkontribusi sebesar 4,64 persen persen terhadap PDRB.

Kontribusi Investasi Pemerintah terhadap PDRB hanya 1,33 persen.

Banten memiliki dua sektor potensial di Provinsi Banten yaitu sektor real estate dan

sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Penentuan sektor unggulan berdasarkan

analisis Overlay yang menggabungkan tiga hasil analisis yaitu analisis Location Quotient

(LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dan Shift Share Esteban Marquillas.

Peluang pertumbuhan sektor real estate masih terbuka lebar, di Banten terdapat

18,67 persen rumah tangga yang belum memiliki rumah sendiri yang tersebesar pada

beberapa kabupaten/kota. Potensi terbesar di Kota Tangerang sebesar 39,06 persen,

xviii

disusul Kota Cilegon sebesar 25,18 persen. Mengingat keterbatasan lahan diperkotaan,

maka pembangunan bentuk rumah vertikal adalah pilihan yang terbaik.

Belum terpenuhinya rasio tempat tidur terhadap penduduk tersebut, merupakan

peluang untuk meningkatkan sektor jasa kesehatan. Pemberian kemudahan regulasi dan

insentif ke swasta untuk membangun rumah sakit baru atau mengembangkan kapasitas

rumah sakit yang ada saat ini merupakan solusi terbaik.

Ketergantungan fiskal pemerintah daerah terhadap dana transfer secara umum

masuk dalam kriteria ketergantungan tinggi dan sangat tinggi, dengan rincian satu pemda

dengan kriteria cukup, tiga pemda dengan kriteria tinggi, sedangkan lima pemda yang lain

memiliki kriteria sangat tinggi. Peningkatan PAD tidaklah mudah karena pemda dibatasi

ruangnya untuk mengkreasikan sumber-sumber penerimaan atau memperluas basis

penerimaan hanya pada yang tercantum dalam UU No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah. Maka diperlukan perbaikan formulasi kebijakan di bidang

pendapatan daerah melalui pengembangan pajak dan retribusi daerah yang harmonis

dengan pajak pusat agar menjadi signifikan untuk dijadikan andalan pendapatan daerah.

Tantangan fiskal lainnya adalah terjadinya disparitas pembangunan antara wilayah Banten

Utara dan Banten Selatan berdasarkan empat indikator diatas yaitu distibusi PDRB, PDRB

per kapita, IPM dan persentase penduduk miskin, Banten Utara berkembang pesat

sedangkan Banten Selatan berkembang lambat. Diperlukan intervensi dan peranan

pemerintah pusat/provinsi untuk mengurangi disparitas tersebut.

Program penanganan stunting di Banten menggunakan pendanaan yang berasal

dari Belanja Pemerintah pusat dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa. Program ini

dilaksanakan oleh instansi vertikal kementerian/lembaga dan organisasi perangkat daerah

(OPD). Secara umum pelaksanaan program telah berjalan baik, hal ini terlihat dari tingkat

penyerapan belanja yang rata-rata di atas 90 persen serta capaian output 100 persen.

Namun jika ditelusuri lebih lanjut terdapat beberapa kegiatan di bidang kesehatan, air

minum dan sanitasi, yang terkait dengan program stunting, yang belum diketahui realisasi

dan capaian outputnya.

1

1. 1. PENDAHULUAN

Tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di

daerah adalah untuk mewujudkan keselarasan antara pertumbuhan ekonomi dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata Oleh sebab itu, untuk

mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang baik maka harus disertai dengan

unsur pendanaan yang berasal dari penghimpunan pendapatan maupun dari

pengalokasian anggaran belanja baik pada APBN maupun APBD. Sesuai dengan

Undang-Undang Keuangan Nomor 17 Tahun 2003, pemegang kekuasan tertinggi

pengelolaan keuangan negara adalah Presiden, sedangkan di daerah adalah

Gubernur/Bupati/Walikota, oleh karena itu dalam tataran implementasi kebijakan fiskal

di daerah, maka diperlukan sinergi dan harmonisasi kebijakan serta pengelolaan

keuangan pusat dan daerah agar tujuan dan sasaran pembangunan dapat tercapai

secara efektif dan efisien.

Selanjutnya, kebijakan fiskal sebagai alat pemerintah untuk mencapai sasaran

pembangunan dan kesejahteraan masyarakat merupakan tanggung jawab pusat dan

daerah dalam memastikan efektifitasnya. Dengan tiga fungsi utamanya sebagai alat

alokasi, distribusi, dan stabilisasi, maka kebijakan fiskal yang efektif diharapkan mampu

meningkatkan perbaikan dan kualitas indikator-indikator ekonomi makro dan

kesejahteraan di daerah. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang efektif dapat terlihat dari

perbaikan-perbaikan indikator makro ekonomi dan indikator-indikator kesejahteraan.

Tidak terlepas dari hal tersebut, maka hal pertama yang harus menjadi dasar bagi

perumusan kebijakan fiskal yang efektif dan efisien adalah daerah harus memetakan

terlebih dahulu tantangan-tantangan daerah yang dihadapi baik dari sisi ekonomi, sosial-

kependudukan, serta tantangan wilayahnya, sehingga intervensi kebijakan fiskal melalui

program prioritas dapat secara langsung menjawab tantangan daerah yang dihadapi.

1. 2. TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan merupakan penjabaran

dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang

disesuaikan dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan di daerah.

Perencanaan pembangunan merupakan suatu bentuk kebijakan publik berupa konsep

dan dokumentasi yang menggambarkan berbagai upaya terkait pencapaian tujuan dan

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

2

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

sasaran pembangunan melalui melalui pengalokasian sumber daya yang dimiliki.

Dokumen perencanaan pembangunan daerah antara lain Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD).

1.2.1. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

RPJMD Provinsi Banten tahun 2017-2022 ditetapkan dengan Peraturan Daerah

Provinsi Banten Nomor 7 Tahun 2017 Tanggal 10 November 2017. Dokumen tersebut

ditetapkan dengan maksud untuk dapat memberikan arahan dan menjadi pedoman bagi

penyelenggaraan pembangunan daerah selama periode 5 (lima) tahun terutama bagi

pemerintah daerah, dunia usaha, dan seluruh komponen masyarakat di Provinsi Banten.

a. Visi dan Misi

VISI : “BANTEN YANG MAJU, MANDIRI, BERDAYA SAING, SEJAHTERA DAN

BERAKHLAQUL KARIMAH”.

Misi adalah pernyataan tentang upaya yang harus dilakukan dalam usaha mewujudkan

Visi. Misi juga akan memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian tujuan. Lima

misi pembangunan daerah sebagai berikut :

1) Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance)

2) Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur;

3) Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Pendidikan berkualitas;

4) Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan Kesehatan berkualitas;

5) Meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.

b. Tujuan dan Sasaran

Berdasarkan lima misi yang telah ditetapkan, maka diurai masing masing misi dengan

pernyataan tujuan yaitu :

1) Terwujudnya kelembagaan pemerintahan daerah yang berakhlakul karimah

dengan efektif, efisien,transparan, akuntabel,dan sumber daya aparatur

berintegritas, berkompetensi serta melayani masyarakat;

2) Meningkatnya infrastruktur daerah yang berkualitas dalam mendukung

kelancaran arus barang, orang dan jasa yang berorientasi pada peningkatan

pembangunan wilayah dan perekonomian daerah;

3) Terwujudnya Akses dan kualitas pendidikan menuju kualitas sumber daya

manusia yang berakhlakul karimah dan berdaya saing;

4) Terwujudnya peningkatan kualitas akses dan pemerataan pelayanan

kesehatan;

3

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

5) Meningkatnya perekonomian banten melalui kualitas pengelolaan keuangan ,

Kecukupan pangan dan energi, pengembangan sumber daya alam yang

memberikan solusi terhadap pengangguran dan kemiskinan.

Sasaran adalah hasil yang diharapkan dari tujuan yang diformulasikan spesifik, mudah

dicapai, rasional memperhatikan isu strategis daerah, disertakan pula indikator kinerja

sasaran, yaitu ukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran yang akan dicapai

selama lima tahun dan secara bertahap dapat diurai pencapaiannya setiap tahun.

Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, maka disusun sasaran dan indikator sasaran

hendak dicapai, sebagaimana ditampilkan dalam lampiran I.

c. Indikator Kinerja Daerah (Indikator Makro)

Indikator kinerja daerah merupakan target kepala daerah yang harus dicapai dan

didukung perangkat daerah merupakan target selama lima tahun dalam RPJMD Provinsi

Banten tahun

2017-2022, target

ditetapkan dan

dicapai secara

bertahap setiap

tahunnya, yang

diwujudkan dalam

indikator makro

dalam RPJMD Provinsi Banten tahun 2017-2022.

1.2.2. Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Tema RKPD Provinsi Banten Tahun 2019 yang tertuang dalam Peraturan

Gubernur Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi

Banten Tahun 2019 yaitu “Pembangunan Infrastruktur untuk Percepatan Pertumbuhan

Ekonomi” tentunya tema ini telah selaras dengan tema RKP Tahun 2019, yaitu

“Pemerataan Pembangunan untuk Pertumbuhan Berkualitas”. Berdasarkan RKPD

Provinsi Banten, tujuan dan sasaran pembangunan daerah adalah :

1. Mewujudkan masyarakat sejahtera yang berakhlak mulia, berbudaya, sehat dan

cerdas;

2. Mewujudkan perekonomian yang maju dan berdaya saing secara merata dan

berkeadilan;

3. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lestari;

4. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa.

Tabel 1-1. Target Indikator Makro RPJMD 2017-2022 Provinsi Banten

Sumber : RPJMD 2017-2022 Provinsi Banten

2017 2018 2019 2020 2021 2022

1 LPE Persen 5,70 6,00 6,20 6,40 6,70 7,00

2 Inflasi Persen 4,00 3,70 4,20 4,00 4,00 4,00

3 Pengangguran Persen 8,69 8,45 8,20 7,95 7,68 7,40

4 Kemiskinan Persen 5,25 5,13 5,00 4,87 4,74 4,60

5 IPM Poin 71,35 71,77 72,20 72,64 73,11 73,59

Target RPJMDNo Indikator Makro Satuan

4

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

Prioritas Pembangunan

Program Unggulan

Menciptakan Tata Kelola Pemerintahan yang baik

Penerapan E-Planning, E-Monev, E-Budgeting

Peningkatan kompetensi aparatur Pemprov Banten

Perbaikan hubungan kerja daerah Provinsi dengan Kabupaten/Kota

Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur

Pembangunan jalan dan jembatan kewenangan provinsi

Pembangunan jalan kolektor baru untuk membuka jalur isolasi dan membuka interkoneksi antar wilayah

Pembangunan sport centre

Penataan kawasan Kesultanan Banten

Pemenuhan eletrifikasi (listrik desa)

Pembangunan/normalisasi sungai dan waduk

Pembangunan/rehab jaringan irigasi

Pembangunan infrastruktur yang menunjang sistem tranportasi laut dan akitivas ekonomi sektor maritim

Pembangunan TPST regional

Penataan kawasan kumuh

Pembangunan rumah tidak layak huni

Meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan berkualitas

Pembangunan RKS dan USB untuk SMA, SMK dan Sekolah Khusus

Rehab ruang belajar dengan kondisi rusak berat

Penyediaan Bosda

Peningkatan kompetensi guru melalui pemberian beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S1/S2

Meningkatkan akses dan pemerataan kesehatan berkualitas

Pembangunan RS di Banten Selatan (Lebak Selatan dan Pandeglang Selatan)

Rekruetmen tenaga medis untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas

Penyediaan layanan kesehatan gratis untuk masyarakat tidak mampu

Pembangunan RSUD Banten menjadi RS rujukan regional

Pengembangan RSUD Malingping

Pembangunan Ekonomi

Penataan destinasi wisata

Pembangunan pusat distribusi provinsi

Peningkatan pelayanan perizinan investasi

Pembangunan pertanian, kelautan dan perikanan

Sasaran dan tujuan serta program strategis yang dilaksanakan oleh daerah selaras

dengan program nasional. Oleh sebab itu, terdapat beberapa Program Prioritas Nasional

(PN) di Provinsi Banten yang searah dengan apa yang menjadi sasaran dan tujuan di

daerah. Berikut adalah Program PN yang dibiayai oleh APBN yang ada di Provinsi

Banten dalam meningkatkan infrastruktur :

1. Proyek pembangunan infrastruktur jalan tol

a. Jalan tol Serang – Panimbang (83,6 Km)

b. Jalan tol Kunciran – Serpong (11,2 m)

c. Jalan tol Serpong – Cinere (10,1 Km)

5

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

d. Jalan tol Serpong – Balaraja (30 Km)

2. Proyek sarana dan prasarana kereta api dalam kota

a. Kereta api ekspress SHIA (Soekarno Hatta – Sudirman)

3. Proyek infastruktur energi asal sampah

a. Energi asal sampah kota-kota besar (Tangerang)

4. Proyek bendungan dan jaringan irigasi

a. Bendungan Sindangheula

b. Bendungan Karian

5. Pembangunan kawasan industri prioritas/kawasan ekonomi khusus

a. Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung

b. Kawasan Industri Wilmar Serang

6. Pariwisata

a. Percepatan infrastruktur transportasi, listrik, dan air bersih (Tanjung Lesung)

1. 3. TANTANGAN DAERAH

1.3.1. Tantangan Ekonomi Daerah

a. Iklim Investasi

Untuk mendorong pertumbuhan investasi, Pemerintah Provinsi Banten melalui

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) telah

melakukan upaya untuk meningkatkan kemudahan berusaha melalui layanan prima.

Untuk mengurus ijin usaha secara cepat dan efektif, DPMPTSP telah menerapkan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) online yang memudahkan masyarakat untuk

melengkapi persyaratan perijinan usaha.

Selain itu Provinsi Banten juga telah bekerja sama dengan Polda Banten untuk

menjaga iklim investasi. Jaminan kemananan diberikan mulai dari proses perijinan,

inventarisasi gangguan keamanan di sekitar kegiatan investasi hingga bantuan saat

terjadi unjuk rasa, dan tindakan premanisme. Kepolisian siap mendukung

perkembangan investasi di Banten dengan dibentuknya Satgas Saber Pungli, untuk

membersihkan praktek kolusi dan korupsi dari penyelenggaran dan pemohon ijin. Tidak

hanya dimudahkan dengan proses perijinan dan kenyamanan serta keamanan dalam

berinvestasi, Provinsi Banten juga menyediakan 3 (tiga) kawasan industri yang masuk

dalam program Kemudahan Layanan Investasi Konstruksi (KLIK), yaitu Kawasan

Modern Cikande Industrial Estate di Kab Serang seluas 1.800 hektare, Kawasan Industri

Wilmar Bojonegara di Kab Serang seluas 800 hektare, dan Krakatau Industrial Esatate

Cilegon (KIEC) di Kota Cilegon seluas 570 hektare.

6

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

b. Ketenagakerjaan dan Produktivitas

Salah satu aspek penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah

ketenagakerjaan. Provinsi Banten dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 8,11

persen pada Agustus 2019 menjadi Provinsi dengan angka pengangguran tertinggi

secara nasional. Potret ketenagakerjaan Banten apabila dilihat dari Lapangan Pekerjaan

Utama, terbanyak ada pada sektor industri (24,09 persen) dan sektor perdagangan

(20,91 persen). Jika dilihat dari perubahan tenaga kerja yang disandingkan dengan

pertumbuhan ekonomi dan distribusi persentase PDRB, salah satu ketenagakerjaan

yang bisa dijadikan fokus oleh Pemerintah Provinsi Banten ada pada sektor transportasi

dan pergudangan. Dimana dengan perubahan tenaga kerja yang negatif (-0.24 persen)

dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak

mencapai satu persen (0,79 persen) akan tetapi memberikan distribusi pada struktur

PDRB sebesar 10,88 persen atau masuk dalam empat besar penyumbang terbesar

dalam PDRB setelah sektor industri (30,59 persen), sektor perdagangan (12,85 persen),

dan sektor konstruksi (11,05 persen).

1.3.2. Tantangan Sosial Kependudukan

Penduduk memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi di suatu

wilayah, karena penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan

sekaligus meningkatkan jumlah produksi. Dampak positif yang lain adalah, pertambahan

luas pasar yang mana apabila penduduk bertambah, maka luas pasar akan bertambah

dengan sendirinya. Selain dampak positif terdapat dampak negatif dari pertambahan

2018 2019

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13,20 9,94 -3,26

Pertambangan dan Penggalian 0,47 0,46 -0,01

Industri Pengolahan 23,77 24,09 0,31

Pengadaan Listrik dan Gas 0,37 0,50 0,13

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang

0,98 0,71 -0,27

Konstruksi 6,54 6,16 -0,39

Perdagangan Besar, Eceran; Reaparasi dan

Perawatan Mobil dan Sepeda Motor

19,34 20,91 1,56

Transportasi dan Pergudangan 6,87 6,63 -0,24

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,82 6,21 0,39

Informasi dan Komunikasi 1,24 1,27 0,03

Jasa Keuangan dan Asuransi 2,72 2,18 -0,54

Real Estate 0,93 1,01 0,08

Jasa Perusahaan 2,92 2,48 -0,43

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib

2,62 3,18 0,56

Jasa Pendidikan 4,38 5,37 0,99

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,55 1,25 -0,30

Jasa Lainnya 6,27 7,64 1,37

TOTAL 100,00 100,00

AgustusPerubahanLapangan Pekerjaan Utama

Tabel 1-2. Persentase Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Agustus 2018-Agustus 2019

Sumber : BPS Prov Banten

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,21 5,57

Pertambangan dan Penggalian 0,38 0,66

Industri Pengolahan 3,65 30,59

Pengadaan Listrik dan Gas -3,22 1,82

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 5,62 0,08

Konstruksi 8,96 11,05

Perdagangan Besar, Eceran; Reaparasi dan 7,58 12,85

Transportasi dan Pergudangan 0,79 10,88

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,95 2,40

Informasi dan Komunikasi 8,98 3,50

Jasa Keuangan dan Asuransi 2,48 3,00

Real Estate 8,75 7,91

Jasa Perusahaan 8,57 1,13

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 7,87 2,05

Jasa Pendidikan 7,69 3,57

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,55 1,26

Jasa Lainnya 8,57 1,68

PDRB 5,53

Pertumbuhan

Ekonomi

Distribusi

% PDRBLapangan Usaha

Tabel 1-3. Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Persentase PDRB

Sumber : BPS Prov Banten

7

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

jumlah penduduk, misalnya penyediaan pangan yang harus cukup karena bila tidak akan

menimbulkan kelaparan dan kematian, gangguan keamanan akibat maraknya

kriminalitas karena kurangnya lapangan pekerjaan, menurunnya tingkat kesehatan

sebagai akibat dari sarana kesehatan yang tidak memadai dan lain sebagainya.

a. Demografi

Hasil proyeksi penduduk yang dihitung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010,

menunjukan bahwa jumlah penduduk

Banten pada tahun 2019 mencapai

12,9 juta jiwa yang artinya Banten

menempati posisi kelima di Indonesia

setelah Jawa Barat (49,3 juta), Jawa

Timur (39,7 juta), Jawa Tengah (34,7

juta), dan Sumatera Utara (14,6 juta).

Laju pertumbuhan penduduk Banten

selalu mengalami perlambatan. Namun

demikian, Banten termasuk provinsi

dengan tingkat pertumbuhan tertinggi di

Indonesia. Tingginya laju pertumbuhan

penduduk menjadi permasalahan

tersendiri bagi pemerintah Banten karena dalam proses perencanaan dan penentuan

kebijakan pembangunan semakin banyak yang harus dipertimbangkan. Terutama dalam

hal penyediaan sarana dan prasarana perumahan, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas

umum serta penyediaan lapangan kerja.

Selain pertumbuhan, sebaran penduduk yang tidak merata juga menjadi

tantangan sendiri, karena antara 67,7-69,9 persen penduduk Banten tinggal dan

menetap di perkotaan. Ketidakmerataan ini awalnya disebabkan oleh banyaknya industri

yang mendorong munculnya daerah perkotaan baru. Dengan cepatnya perkembangan

ekonomi dan bisnis, lengkapnya fasilitas permukiman dan perkotaan, tingginya upah,

dan beragamnya kesempatan kerja mendorong terjadinya migrasi penduduk dari desa

ke kota. Sisi negatif dari migrasi ini bagi wilayah perkotaan adalah menimbulkan

kemacetan, polusi, permukiman kumuh dan kemiskinan kota.

Apabila dilihat dari kompisisi penduduk, Provinsi Banten saat ini didominasi oleh

penduduk usia produktif yang bahkan persentasenya terus meningkat. Penduduk usia

produktif ini sangat potensial sebagai modal dasar dalam membangun Banten.

Perubahan komposisi penduduk dari tahun ke tahun jelas sangat mempengaruhi angka

Gambar 1-1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk 2015-2019

Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi

Banten, BPS

8

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

ketergantungan. Pada tahun 2019 angka ketergantungan Banten ada pada posisi 45,59.

Dengan angka ketergantungan dibawah 50 dapat dikatakan bahwa Banten sudah

mengalami bonus demografi

(demographic dividend). Bonus

demografi adalah suatu fenomena

dimana struktur penduduk sangat

menguntungkan dari sisi

pembangunan. Hal ini karena jumlah

penduduk usia produktif sangat

besar, sedangkan proporsi

penduduk usia muda sudah semakin

kecil dan proporsi penduduk usia

lanjut belum banyak. Untuk dapat menikmati bonus ini kualitas sumber daya manusia

Banten harus terus menerus ditingkatkan. Selain itu juga lapangan kerja harus terus

ditambah untuk dapat menampung penduduk usia produktif tersebut.

b. Tingkat Pendidikan

Meningkatnya akses terhadap pendidikan antara lain ditandai oleh naiknya

Angka Partisipasi Sekolah (APS). Sementara itu ketersediaan sarana dan prasarana

pendidikan sangat berpengaruh terhadap kualitas layanan pendidikan. Berdasarkan

data Susenas 2018, dapat dilihat bahwa APS penduduk usia sekolah di Banten selama

2016-2019 selalu meningkat kecuali pada usia 19-24 tahun yang sedikit mengalami

penurunan. Hal ini dimungkinkan karena pada usia tersebut penduduk sudah mulai

bekerja untuk menopang kehidupan. Sementara itu jika dilihat dari daerah tinggal, maka

APS di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan tertutama usia 16 tahun ke atas.

Hal ini dapat dikatakan bahwa fasilitas pendidikan untuk sekolah menengah dan tinggi

di perdesaan sangat sedikit, terlebih untuk Universitas yang memang tidak ada di

perdesaan.

Untuk kualitas layanan pendidikan salah satu indikator yang dapat digunakan

adalah rasio jumlah murid-guru dan rasio murid perkelas. Rasio murid-guru merupakan

jumlah murid dibandingkan jumlah guru, semakin tinggi rasio murid-guru akan semakin

berkurang pengawasan/perhatian yang diberikan guru terhadap murid, sehingga

kualitas pengajaran cenderung semakin rendah. Sementara itu rasio murid per kelas

2015 28,59 68,30 3,11 46,41

2015 28,36 68,43 3,21 46,14

2017 28,14 68,53 3,33 45,91

2018 27,92 68,61 3,46 45,74

2019 27,70 68,69 3,61 45,59

65 tahun

ke atas

15 - 64

tahun

0 - 14

tahun

Angka Beban

Ketergantungan

Tahun

Komposisi Penduduk (Persen)

Tabel 1-4. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Angka Beban Ketergantungan Tahun 2015-2019

Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi

Banten, BPS

9

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

adalah perbandingan antara jumlah murid dengan daya tampung kelas. Jumlah murid

ideal untuk proses belajar mengajar adalah 25 murid per kelas. Untuk meningkatkan

akses dan pemerataan pendidikan berkualitas, Pemerintah Provinsi Banten pada

RJPMDnya merencanakan untuk membangun ruang kelas baru dan unit sekolah baru,

meningkatkan kompetensi guru melalui pendidikan S1/S2, meningkatkan kesejahteraan

guru dengan pemberian insentif, meningkatkan prestasi siswa berbakat, serta

meningkatkan fungsi sekolah dalam fungsi nilai-nilai agama.

c. Kesehatan

Salah satu indikator derajat kesehatan penduduk adalah status kesehatan

karena status kesehatan mampu memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan

penduduk pada waktu tertentu. Status kesehatan secara keseluruhan dapat dilihat dari

indikator angka kesakitan. Angka kesakitan (morbidity rate) adalah angka yang

APS Menurut Kelompok Usia Sekolah Tahun 2016-2018 (Persen)

APS Menurut Kelompok Usia Sekolah dan Daerah Tempat Tinggal Tahun 2016-

2018 (Persen)

Rasio Murid-Guru Menurut Jenjang Pendidikan Tahun Ajaran 2017/2018-

2018/2019

Rasio Murid per Kelas Menurut Jenjang Pendidikan Tahun Ajaran 2017/2018-

2018/2019

Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Banten 2019, BPS

Gambar 1-2. Profil Pendidikan di Banten Tahun 2016-2018

10

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

menunjukan jumlah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan sehingga

mengganggu aktivitas sehari-hari. Jika dilihat dari tabel diatas, angka kesakitan

penduduk Banten tahun 2018

meningkat dibandingkan tahun

2017 dan angka kesakitan di

perdesaan lebih tinggi

dibandingkan perkotaan. Hal

ini mengindikasikan bahwa

pada tahun 2018 status

kesehatan masyarakat Banten

menurun jika dibandingkan dengan tahun 2017, dan status kesehatan penduduk

perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan.

Indikator utama derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari Umur Harapan

Hidup (UHH) karena secara teori semakin baik kesehatan seseorang maka

kecenderungan untuk bertahan hidup akan semakin tinggi. Indikator UHH penduduk

Banten pada tahun 2018 telah

mencapai 69,6 tahun, lebih

tinggi dibandingkan tahun

2010 (68,5 tahun). Hal ini

menunjukan bahwa telah

meningkatnya derajat

kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat Banten.

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Pemprov Banten di dalam

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) 2005-2025 telah

menetapkan strategi dan arah kebijakan di bidang kesehatan. Kebijakan yang diambil

antara lain mengembangkan rumah sakit untuk menjadi rumah sakit rujukan regional,

penyediaan dokter pada fasilitas kesehatan masyarakat khususnya untuk wilayah

terpencil, peningkatan regulasi pelayanan kesehatan, dan peningkatan penyediaan air

bersih untuk masyarakat.

1.3.3. Tantangan Geografi Wilayah

Wilayah Provinsi Banten posisinya sangat strategis karena terletak pada lintasan

perdagangan Nasional dan Internasional yakni Selat Sunda yang merupakan Alur Laut

Kepulauan Indonesia (ALKI). Disamping itu, Provinsi Banten juga merupakan pintu

gerbang yang menghubungkan antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Sebelah

Daerah Tempat Tinggal 2016 2017 2018

Perkotaan 15.38 13.48 13.38

Perdesaan 16.50 14.76 19.09

Perkotaan dan Perdesaan 15.73 13.87 15.03

Tabel 1-5. Angka Kesakitan Penduduk Menurut Daerah Tempat Tinggal Tahun 2016-2018 (Persen)

Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov Banten 2019, BPS

Umur Harapan Hidup 2010 2018 2020

Laki-Laki 66.6 67.7 68.1

Perempuan 70.5 71.6 71.9

Laki-Laki dan Perempuan 68.5 69.6 70.0

Tabel 1-6. Perkembangan Umur Harapan Hidup Menurut Jenis Kelamin 2010-2020

Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov Banten 2019, BPS

11

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

utara Banten berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah barat dengan Selat Sunda serta

bagian selatan dengan Samudera Hindia, sehingga wilayah ini mempunyai sumber daya

laut yang potensial.

Provinsi Banten yang terdiri atas 8 Kabupaten/Kota apabila dilihat dari kondisi

kemiringan lahan terbagi menjadi tiga kondisi yang ekstrim, yaitu dataran yang sebagian

besar terdapat di daerah utara Provinsi Banten yang memiliki tingkat kemiringan lahan

0-15 persen tersebar di sepanjang pesisir utara laut Jawa, sebagian wilayah Serang,

sebagian Kabupaten Tangerang, bagian utara wilayah selatan dari Pandeglang hingga

Kabupaten Lebak. Dengan nilai kemiringan ini tidak diperlukan banyak perlakuan khusus

terhadap lahan yang akan dibangun untuk proses prakonstruksi. Perbukitan landai-

sedang dengan kemiringan dibawah 15 persen dengan tekstur bergelombang rendah-

sedang terdapat di bagian utara meliputi Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten

Tangerang dan Kota Tangerang, serta bagian utara Kabupaten Pandeglang. Daerah

perbukitan terjal kemiringan dibawah 25 persen terdapat di Kabupaten Lebak, sebagian

kecil Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan Kabupaten Serang.

Perbedaan kondisi alamiah ini turut berpengaruh terhadap timbulnya

ketimpangan pembangunan yang semakin tajam, yaitu wilayah sebelah utara memiliki

peluang berkembang lebih besar dari pada wilayah sebelah selatan, sehingga hal ini

juga menyebabkan

terjadinya ketimpangan

pendapatan per kapita

antara wilayah utara dan

wilayah selatan.

Seperti telah

diketahui pada struktur

PDRB Banten porsi

terbesar ada pada sektor

industri (30,59 persen),

begitu juga dengan jumlah

tenaga kerja pada sektor

tersebut yang mencapai

24,09 persen. Salah satu penyebab ketimpangan antar wilayah utara dan selatan adalah

karena wilayah utara lebih dominan oleh faktor industri dimana banyak terdapat berdiri

pabrik industri pada wilayah tersebut, sementara untuk wilayah selatan, yaitu Kabupaten

Gambar 1-3. Pendapatan per Kapita Kab/Kota Di Banten Tahun 2019 (Juta Rp)

Sumber : BPS Prov Banten

12

BAB I : SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH

Pandeglang dan Lebak memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) air, pertanian,

kehutanan, pertambangan dan pariwisata.

Dari sektor pertanian Banten memiliki padi dan palawija yang sangat memadai,

selain itu juga ada karet, kelapa, cengkeh, melinjo. SDA di bidang pertambangan

terdapat tambang emas di Cikotok, bijih besi di Cikurut, bahan semen, batu bara, bahan

mika dan intan. Potensi perikanan laut juga sangat bagus karena Banten kurang lebih

75 persen wilayahnya dikelilingi oleh laut. Dengan SDA yang melimpah Banten masih

dapat memaksimalkan potensinya untuk kemajuan dan kemakmuran masyarakat. Untuk

mengurangi kesenjangan antara wilayah utara dan selatan, pada tahun 2019 Pemprov

Banten mengarahkan pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan sosial ke wilayah-

wilayah sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki agar dapat diolah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data BPS Prov Banten, sektor

industri di Banten pada tahun 2019 tumbuh 3,65 persen, sementara pertanian hanya

tumbuh 2,21 persen dengan distribusi pada struktur PDRB sebesar 5,57 persen. Apabila

pemerintah daerah dapat memaksimalkan potensi SDAnya, maka dapat dipastikan

bahwa PDRB Banten juga akan meningkat.

13

2. 1. INDIKATOR EKONOMI MAKRO FUNDAMENTAL

2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto

PDRB adalah jumlah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan

dari semua kegiatan perekonomian

diseluruh wilayah dalam periode satu

tahun tertentu. Pada perhitungan PDRB

menggunakan 2 (dua) harga, yaitu PDRB

harga berlaku (ADHB) dan PDRB harga

konstan (ADHK). PDRB ADHB

merupakan nilai suatu barang dan jasa

yang dihitung menggunakan harga yang

berlaku pada tahun tersebut. Sedangkan

PDRB ADHK adalah nilai suatu barang

dan jasa yang dihitung menggunakan

harga pada tahun tertentu yang dijadikan

sebagai tahun acuan atau tahun dasar

(saat ini menggunakan tahun dasar 2010).

Selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, nilai PDRB Banten selalu meningkat.

Pada tahun 2018 PDRB ADHB sebesar Rp615,11 triliun naik sebesar Rp49,85 triliun

menjadi Rp664,96 triliun di tahun 2019.

Sedangkan PDRB ADHK 2018

sebesar Rp434,01 triliun naik Rp24,01

triliun menjadi Rp458,02 triliun pada

tahun 2019.

a. Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Banten tahun 2019

tumbuh 5,53 persen melambat

dibanding pertumbuhan ekonomi tahun

2018 (5,82 persen). Pertumbuhan

ekonomi tersebut berada di atas angka

pertumbuhan ekonomi nasional yang

tumbuh sebesar 5,02 persen, akan tetapi masih dibawah target Rencana Pembangunan

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

Gambar 2-1. PDRB ADHB dan ADHK

Tahun 2015-2019 (triliun rupiah)

Sumber : BPS Prov Banten

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,21 5,57

Pertambangan dan Penggalian 0,38 0,66

Industri Pengolahan 3,65 30,59

Pengadaan Listrik dan Gas -3,22 1,82

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 5,62 0,08

Konstruksi 8,96 11,05

Perdagangan Besar, Eceran; Reaparasi dan 7,58 12,85

Transportasi dan Pergudangan 0,79 10,88

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,95 2,40

Informasi dan Komunikasi 8,98 3,50

Jasa Keuangan dan Asuransi 2,48 3,00

Real Estate 8,75 7,91

Jasa Perusahaan 8,57 1,13

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 7,87 2,05

Jasa Pendidikan 7,69 3,57

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,55 1,26

Jasa Lainnya 8,57 1,68

PDRB 5,53

Pertumbuhan

Ekonomi

Distribusi

% PDRBLapangan Usaha

Tabel 2-1. Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi PDRB Banten Tahun 2019

(persen)

Sumber : BPS Banten

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

14

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang sebesar 6,20. Sama seperti tahun

sebelumnya, PDRB Banten berada di peringkat ke 5 dari 6 Provinsi di Jawa dengan

kontribusi terhadap pulau (7,01 persen).

Apabila ditelisik lebih lanjut, PDRB di Banten ditopang oleh sektor industri.

Dimana bila dilihat dari distribusi persentase PDRB menurut lapangan usaha di Banten

pada tahun 2019 sektor industri mencapai 30,59 persen, diikuti oleh perdagangan 12,85

persen, konstruksi 11,05 persen dan transportasi dan pergudangan 10,88 persen. Akan

tetapi jika dilihat dari laju pertumbuhannya di tahun 2019, keempat sektor ini masih

dibawah sektor informasi dan komunikasi, maka untuk kedepannya Provinsi Banten

dapat juga memfokuskan pembangunannya pada sektor ini.

b. Nominal PDRB

Nilai nominal PDRB dapat dilihat dari pengeluaran maupun lapangan usaha.

Informasi perkembangan PDRB pengeluaran bermanfaat untuk mengetahui peran atau

kontribusi pengeluaran pemerintah (APBN dan APBD) pada pertumbuhan ekonomi

regional. Sementara informasi PDRB menurut lapangan usaha bermanfaat untuk

mengetahui peran atau kontribusi sektor-sektor tertentu yang menjadi unggulan sebagai

pendorong ekonomi regional.

a) PDRB Berdasarkan Pengeluaran

Pada triwulan IV-2019 (yoy) dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi ada pada

komponen Total Net Ekspor (20,58 persen) yang diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap

Bruto (PMTB) (5,89 persen), dan Lembaga Non Profit (LNPRT) (5,56 persen).

Gambar 2-2. Peranan PDRB Provinsi se-Jawa Tahun 2019 (persen)

Gambar 2-3. PDB Nasional dan PDRB Banten Tahun 2015-2019 (persen)

Sumber : BPS Nasional dan BPS Banten

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

15

Nilai ekspor Banten mengalami

peningkatan sementara impor mengalami

penurun. Penurunan ini harus menjadi

perhatian pemerintah daerah di Banten

karena dikhawatirkan penurunan impor ini

adalah pada penyediaan bahan baku yang

untuk selanjutnya di olah menjadi bahan

jadi dan akan di ekspor. Atau dengan kata

lain menurunnya impor akan berimbas ke

nilai ekspor.

Sementara itu, bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan, kontributor

utama pertumbuhan ekonomi Banten tahun 2019 disumbang oleh konsumsi rumah

tangga sebesar 2,82 persen diikuti dengan komponen PMTB/investasi (2,18 persen).

Pertumbuhan ini sejalan dengan struktur

pembentuk PDRB dari sisi pengeluaran.

Pada struktur PDRB ADHB peranan

komponen konsumsi rumah tangga pada

tahun 2019 tetap mendominasi, yaitu

mencapai 52,37 persen atau lebih dari

separuh PDRB Banten, diikuti oleh PMTB

32,63 persen. Atau dengan kata lain dapat

dikatakan bahwa ekonomi Banten ditopang

oleh konsumsi rumah tangga dan investasi,

sehingga pemerintah daerah harus selalu

dapat menjaga inflasi karena konsumsi

rumah tangga yang sangat rentan terhadap

tingginya inflasi, dan juga pemerintah daerah dapat menjaga iklim investasi selalu

kondusif serta menyediakan fasilitas infrastruktur untuk dapat menarik investor

menanamkan modalnya di Banten sehingga dapat meningkatkan nilai investasi.

Berdasarkan data dari situs Badan Koordinasi Penaman Modal (BKPM),

sepanjang tahun 2019 nilai investasi Provinsi Banten untuk Penanaman Modal Asing

(PMA) menempati posisi keempat secara nasional dengan nilai investasi sebesar

1.868,2 juta USD (2.559 proyek), sedangkan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) dengan nilai investasi Rp20.708,4 miliar (2.389 proyek) menempati posisi

keenam secara nasional. Untuk tahun 2019 target investasi Provinsi Banten sebesar

Gambar 2-4. Pertumbuhan Beberapa Komponen Pengeluaran Tw IV 2019

(persen)

Sumber : BPS Prov Banten

Gambar 2-5. Realisasi Investasi Banten Tahun 2015-2019 (triliun)

Sumber : BKPM dan DPMPTSP Banten

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

16

Rp60,87T, dengan capaian sebesar Rp48,73T artinya hanya tercapai 80,06%. Meskipun

secara target tidak tercapai, akan tetapi terjadi peningkatan sebesar Rp2,09T (4,29

persen) dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan terjadi di investasi PMDN

sebesar Rp11,87T (134,28 persen) yang diiringi dengan penurunan nilai investasi PMA

sebesar Rp9,78T (-25,87 persen).

b) PDRB per Sektor Lapangan Usaha

Dari sisi penawaran, pertumbuhan perekonomian Banten 2019 didorong oleh

hampir seluruh lapangan usaha. Pertumbuhan tertinggi pada lapangan usaha Informasi

dan Komunikasi yang tumbuh 8,98 persen diikuti Konstruksi (8,96 persen) dan Real

Estate (8,75 persen). Sementara itu ekonomi Banten di Triwulan IV-2019 (y on y) tumbuh

5,9 persen. Konstruksi merupakan lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan tertinggi

9,19 persen, Informasi dan Komunikasi sebesar 9,12 persen dan Real Estate sebesar

9,0 persen.

Konstruksi di wilayah Banten masih terus tumbuh pesat terkait dengan

penyelesaian beberapa Proyek Strategis Nasional yang ada di Banten dan

pengembangan pusat bisnis, perkantoran dan pemukiman, terutama di wilayah

Tangerang Raya. Kawasan di Tangerang Selatan diminati banyak pengembang,

terutama untuk high rise building, baik apartemen maupun office tower. Sementara itu,

perumahan berkonsep modern dengan didukungnya infrastruktur jaringan kereta api

Gambar 2-6. Sumber Pertumbuhan Beberapa Komponen Pengeluaran

Tahun 2017-2019 (persen)

Sumber : BPS Prov Banten

Gambar 2-7. Distribusi Persentase PDRB Tahun 2019 (persen)

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

17

double track yang terhubung langsung ke Jakarta di Kabupaten Lebak membukukan

peningkatan penjualan yang signifikan sepanjang tahun 2019.

Struktur perekonomian Banten menurut lapangan usaha tahun 2019 didominasi

tiga lapangan usaha yaitu industri

pengolahan (30,59 persen),

Perdagangan besar dan eceran

reparasi mobil dan sepeda motor

(12,85 persen), konstruksi (11,05

persen). Sektor industri menjadi ciri

khas struktur ekonomi Banten karena

selalu mendominasi. Produk yang

dihasilkan dari sektor industri

pengolahan mayoritas berorientasi ke

pasar ekspor. Hal ini berarti kondisi

ekonomi global sangat mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi di Banten.

Ketika ekonomi global melemah maka

produksi komoditas dan perekonomian Banten akan langsung terkena dampaknya.

Selain industri pengolahan, sektor perdagangan menempati urutan kedua

sementara posisi ketiga ditempati oleh sektor konstruksi. Peran dominan ketiga sektor

teratas tersebut memperlihatkan bahwa aktifitas industri dan swasta sangat berperan

menopang pertumbuhan ekonomi Banten. Berdasarkan data pada Perda Nomor 9

Tahun 2019 dan Perda Nomor 7 Tahun 2018, Pemerintah Daerah Provinsi Banten

Gambar 2-10. Sumber Pertumbuhan Beberapa Lapangan Usaha Tahun 2017-2019

(persen)

Sumber : BPS Prov Banten

Gambar 2-8. Pertumbuhan dan Distribusi Beberapa Lapangan Usaha Tahun 2019

(persen)

Gambar 2-9. Pertumbuhan Beberapa Lapangan Usaha Tw IV-Tahun 2019 (yoy)

(persen)

Sumber : BPS Prov Banten

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

18

menggelontorkan dana sebesar Rp10,00 miliar untuk sektor perdagangan, meningkat

lebih dari 100 persen jika dibandingkan dengan tahun 2018 (Rp5,13 miliar). Kenaikan ini

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan sektor perdagangan yang tumbuh 7,58

persen lebih tinggi dari tahun 2018 (7,25 persen). Sementara untuk sektor industri dana

yang dialokasikan adalah Rp116,73 miliar dari sebelumnya Rp101,04miliar (2018).

Pertambahan alokasi anggaran pada sektor industri juga membuat sektor industri

tumbuh 3,65 persen walaupun jika dibandingkan dengan tahun 2018 (7,25 persen)

pertumbuhannya melambat.

c. PDRB Perkapita

PDRB per kapita menggambarkan rata-rata pendapatan penduduk suatu daerah

dalam setahun. PDRB per kapita di Banten tahun 2019 dibanding tahun 2018 meningkat

6,13 persen menjadi 51,44 juta rupiah. Meskipun PDRB per kapita Banten menunjukkan

tren meningkat setiap tahunnya namun masih dibawah PDB Nasional. Pada tahun 2019

PDB Nasional meningkat sebesar 5,54 persen menjadi 59,10 juta rupiah. Dengan

penghasilan perkapita dibawah rata-rata nasional menunjukkan rata-rata kemakmuran

penduduk Provinsi Banten berada dibawah rata-rata kemakmuran Nasional.

Namun demikian angka PDRB Perkapita tidak mutlak menunjukkan

kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Berdasarkan data tahun 2018,

pendapatan per kapita di Kota Cilegon sangat jauh dibandingkan dengan

Kabupaten/Kota lainnya. Hal ini disebabkan pemusatan industri di Kota Cilegon

terutama industri berat yang bertumpu pada penggunaan teknologi dan kimia bukan

berbasis pada industri manufaktur ringan.

Gambar 2-11. Perbandingan PDRB Per Kapita Banten dan PDB Per Kapita

(Juta Rupiah)

Sumber : BPS Nasional dan BPS Banten

Gambar 2-12. PDRB ADHB per Kapita Kab/Kota dan Prov Banten Tahun 2018

(Juta Rp)

Sumber : Buku Saku PDRB Prov Banten

2017-2018, BPS

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

19

2.1.2. Suku bunga

Dari gambar disamping dapat dilihat bahwa suku bunga Bank Indonesia 7 Days

Repo Rate (BI 7 DRR) terus bergerak turun. Dibuka pada angka 6 persen di Januari dan

ditutup pada 5 persen di Desember.

Sepanjang bulan Juli sampai Oktober,

BI melakukan empat kali penurunan

suku bunga. Penurunan suku bunga

dilakukan untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi Indonesia pada

tahun 2019 serta sebagai stimulus dari

dampak perlambatan ekonomi global.

Selanjutnya BI menahan suku bunga di

angka 5 persen sampai dengan

berakhirnya tahun 2019 dengan

pertimbangan proyeksi pertumbuhan

ekonomi dunia sebagai akibat dari

ketegangan hubungan dagang Amerika Serikat dan Cina. Sementara dari dalam negeri

salah satu pertimbangannya adalah masih terjaganya inflasi tetap rendah, dimana

sampai dengan akhir tahun inflasi nasional sebesar 2.72 persen dibawah titik tengah

target sebesar 3,5+1 persen.

Untuk wilayah Banten penurunan suku bunga tidak terlalu berdampak pada

tingkat inflasi. Di bulan Juli-Oktober ketika BI menurunkan suku bunga BI 7-DRR

sebanyak empat kali, tingkat inflasi di Banten tidak terlalu terpengaruh akibat dari

penurunan suku bunga hanya menaikan inflasi di bulan Agustus 2019 saja untuk

selanjutnya kembali turun di September sampai dengan November dan kembali

meningkat di Desember sebagai akibat dari meningkatnya harga barang/jasa kebutuhan

pokok masyarakat Banten.

2.1.3. Inflasi

Bank Indonesia mendefinisikan inflasi sebagai kenaikan harga secara umum dan

terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Pada tahun 2019, inflasi Provinsi Banten

tercatat sebesar 3,30 persen (yoy). Angka tersebut lebih tinggi 58 basis poin dari inflasi

nasional (2,72 persen).

Secara m-to-m, inflasi Banten sepanjang tahun 2019 hampir selalu berada di

atas inflasi nasional kecuali pada bulan Oktober dan November 2019. Selama tahun

2019 seluruh kelompok pengeluaran mengalami inflasi sehingga seluruh kelompok

Gambar 2-13. BI 7 DRR dan Inflasi Banten Tahun 2019

Sumber : Bank Indonesia dan BPS Prov Banten

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

20

pengeluaran memberikan andil dalam inflasi. Beberapa komoditas yang dominan

memberikan andil inflasi di tahun 2019 antara lain sewa rumah (0.45 persen), cabe

merah (0.30 persen), bawang merah (0.16 persen), tukang bukan mandor, sepeda

motor, emas perhiasan, rokok kretek filter, bawang putih, ikan bandeng dang nasi

dengan lauk.

2.1.4. Nilai tukar

Amerika Serikat, Cina, Jepang dan Singapura merupakan mitra dagang Provinsi

Banten. Jika dilihat dari awal pembukaan di Januari sampai dengan penutupan di

Desember, nilai tukar rupiah

terhadap ke-4 mata uang negara

tersebut menguat beberapa

poin. Pada tahun 2019 rupiah

dibuka pada level 14.537

terhadap USD dan ditutup pada

level 13.831 di bulan Desember.

Menguatnya nilai rupiah pada

tahun 2019 menurut Perry

Warjiyo, Gubernur Bank

Indonesia sebagai akibat dari

melimpahnya pasokan valas dari

para eksportir serta aliran modal

asing yang terus masuk sejalan dengan prospek ekonomi Indonesia yang tetap terjaga,

daya tarik keuangan pasar domestik yag tetap besar, dan ketidakpastian pasar

keuangan global yang mereda. (https://www.liputan6.com/bisnis/read/4162615/bi-sebut-

rupiah-menguat-akibat-banyaknya-pasokan-valas).

Gambar 2-15. Inflasi m-to-m Banten dan Nasional Tahun 2019

Sumber : BPS Prov Banten

Gambar 2-14. Inflasi Triwulanan Banten dan Nasional (yoy)

Sumber : BPS Pusat dan Prov Banten

Gambar 2-16. Pergerakan kurs Mata Uang asing Terhadap Rupiah Tahun 2019

Sumber : Bank Indonesia

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

21

Walaupun secara neraca selisih antara total ekspor dan impor menunjukan nilai

postif, akan tetapi menguatnya mata uang rupiah terhadap mata uang asing terutama

USD tidak membuat ekspor Banten

meningkat bahkan menurun jika

dibandingkan tahun 2018.

Penurunan ekspor ini terjadi baik di

ekspor migas maupun non migas.

Sementara untuk impor penurunan

ada pada sektor non migas akan

tetapi meningkat di impor migas.

2. 2. INDIKATOR KESEJAHTERAAN

Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup

suatu bangsa. Indikator pembangunan adalah indikator yang dapat menilai keberhasilan

pembangunan yang menunjukkan proses pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi

pendapatan, pengentasan kemiskinan, kualitas/mutu hidup (Physical Quality of Life),

dan pembangunan manusia (Human Development).

2.2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari

harapan hidup, harapan lama sekolah, pendidikan dan standar hidup dari semua negara

di dunia, semakin tinggi nilai IPM, menunjukan pencapaian pembangunan manusianya

semakin baik. Di Indonesia setiap Propinsi memiliki IPM sendiri.

Untuk Propinsi Banten secara konsisten IPM terus mengalami kemajuan yang

mana di tahun 2019 IPM Banten mencapai 72.44 atau naik 0.49 poin dibandingkan tahun

2018.Meningkatnya IPM Banten terjadi di semua komponen pembentuk, peningkatan ini

Sumber : BPS Prov Banten

Tabel 2-2. Perkembangan Ekspor Impor Banten

Tahun 2015-2019 (Juta USD)

Uraian 2015 2016 2017 2018 2019

Ekspor 9,046.27 9,328.45 11,238.39 11,920.74 10,842.66

Impor 9,852.07 8,523.43 11,025.95 12,893.94 10,828.51

Neraca (805.80) 805.02 212.44 (973.20) 14.15

2018 2019 2018 2019 2018 2019 2018 2019 2018 2019

Pandeglang 64,24 64,49 13,42 13,46 6,72 6,96 8.613 8.719 64,34 64,91 0,89

Lebak 66,79 67,04 11,93 11,96 6,21 6,31 8.634 8.850 63,37 63,88 0,80

Tangerang 69,61 69,79 12,80 12,81 8,27 8,28 12.179 12.476 71,59 71,93 0,47

Serang 64,22 64,47 12,39 12,43 7,18 7,33 10.693 10.802 65,93 66,38 0,68

Kota Tangerang 71,45 71,57 13,83 13,84 10,51 10,65 14.443 14.860 77,92 78,43 0,65

Kota Cilegon 66,43 66,60 13,13 13,15 9,73 9,74 12.900 13.230 72,65 73,01 0,50

Kota Serang 67,58 67,83 12,65 12,77 8,62 8,67 13.261 13.418 71,68 72,10 0,59

Kota Tangsel 72,26 72,41 14,42 14,43 11,78 11,80 15.672 15.988 81,17 81,48 0,80

Banten 69,64 69,84 12,85 12,88 8,62 8,74 11.994 12.267 71,95 72,44 0,68

Rata-rata Lama

Sekolah (tahun)

Pengeluaran Per

Kapita disesuaikan

IPM

Capaian Pertumb

uhan

Kabupaten / Kota

Umur Harapan

Hidup (tahun)

Harapan Lama

Sekolah (tahun)

Tabel 2-3. Perkembangan IPM Wilayah Provinsi Banten Periode Tahun 2018-2019

Sumber : BPS Provinsi Banten

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

22

juga terjadi di seluruh kabupaten/kota dengan IPM tertinggi di Kota Tangsel (81.48) dan

terendah di Kab Lebak (63.88).

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Kota Tangerang Selatan menjadi

pemilik tertinggi seluruh komponen pembentuk IPM, sedangkan nilai terendah ditempai

secara bergantian antara Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten

Pandeglang. Kemajuan terpesat yang mencapai 0.89 persen dicapai oleh Kabupaten

Pandeglang. Kemajuan ini didorong oleh cepatnya perbaikan pada dimensi

pengetahuan dan dimensi standar hidup layak. Sementara yang paling lambat adalah

Kab Tangerang, yang banyak dipengaruhi oleh lambatnya perbaikan pada dimensi

kesehatan dan dimensi pengetahuan.

Secara Nasional IPM Banten menduduki peringkat ke-8, sementara untuk

regional Pulau Jawa, Banten menduduki peringkat ke-3 setalah DKI Jakarta dan DI

Yogyakarta. Akan tetapi bila dilihat dari pertumbuhan IPM yang sebesar 0.68, Banten

menempati posisi ke-4 di regional Pulau Jawa. Bila dilihat dari tabel diatas, meskipun

secara regional Pulau Jawa menempati urutan ke-3 akan tetapi untuk komponen Umur

Harapan Hidup (UHH) capaian Banten ada dipaling bawah bahkan untuk rata-rata

Nasional, maka komponen ini harus mendapatkan perhatian lebih dari Pemerintah

Provinsi Banten.

2.2.2. Tingkat Kemiskinan

Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan dasar, baik makanan atau bukan makanan. Kemiskinan masih menjadi

permasalahan diberbagai belahan dunia termasuk di Indonesia, sehingga kemiskinan

selalu menjadi prioritas pemerintah termasuk pemerintah daerah Provinsi Banten.

Persentase penduduk miskin di Provinsi Banten per September 2019 sebesar 4,94

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

23

persen, mengalami penurunan 0,15 poin dibanding Maret 2019. Secara umum tingkat

kemiskinan di Banten terus menurun, baik dari sisi jumlah maupun dari sisi persentase

kecuali pada Maret 2015, September 2017, dan September 2018.

Kenaikan jumlah dan persentase

pada periode tersebut dipicu oleh

meningkatnya inflasi secara umum,

kenaikan harga bahan kebutuhan pokok

sebagai akibat dari kenaikan harga bahan

bakar minyak, serta rendahnya Nilai Tukar

Petani (NTP) yang tidak mencapai angka

100, dimana hal tersebut berarti bahwa

petani mengalami defisit, yaitu

pengeluaran lebih besar daripada

pendapatan. Sementara itu beberapa

faktor yang mempengaruhi turunnya

tingkat kemiskinan di Provinsi Banten

selama periode Maret-September 2019,

salah satunya Nilai Tukar Petani (NTP) pada September 2019 sebesar 102,11 lebih

tinggi dibandingkan Maret 2019 (100,14). NTP diatas 100 menunjukan bahwa tingkat

kesejahteraan petani lebih baik. Selain itu upah nominal buruh tani per hari pada

September 2019 naik dibandingkan Maret 2019, dari Rp.63.080,- menjadi Rp.63.871,-.

Permasalahan kemiskinan tidak hanya dilihat dari jumlah dan persentase

penduduk miskin akan tetapi perlu diperhatikan Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty

Gap Index, P1) dan Indeks

Keparahan Kemiskinan (Poverty

Severity Index, P2). P1

digunakan untuk melihat rata-rata

jarak pengeluaran per kapita

penduduk miskin dengan garis

kemiskinan. Semakin besar nilai

P1, semakin jauh jaraknya

dengan garis kemiskinan.

Sementara P2 digunakan untuk

menunjukan sebaran pengeluaran penduduk miskin, semakin tinggi nilai P2 semakin

tinggi pula ketimpangan pengeluaran di antara sesama penduduk miskin.

Sumber : BPS Prov Banten

Kota Desa Kota + Desa Kota Desa Kota+Desa

Maret 2018 0.692 1.143 0.822 0.162 0.278 0.196

September 2018 0.684 1.440 0.908 0.157 0.475 0.250

Maret 2019 0.628 1.101 0.763 0.145 0.253 0.176

September 2019 0.619 1.258 0.800 0.186 0.325 0.226

Indeks Kedalaman Kemiskinan

(P1)

Indeks Keparahan Kemiskinan

(P2)Periode

Tabel 2-5. P1 dan P2 Menurut Daerah Tempat Tinggal Maret 2018 – September 2019

Gambar 2-17. Perkembangan Angka Kemiskinan di Banten Tahun 2015-2019

(persen)

Sumber : BPS Prov Banten

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

24

Di dalam tataran kebijakan, untuk menurunkan kemiskinan Pemerintah Daerah

Provinsi Banten telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2019 tentang

Penanganan Kemiskinan di Provinsi Banten. Jamsosratu salah satu andalan Pemprov

Banten untuk mengamankan masyarakat Banten dari pembangunan dan perkembangan

ekonomi yang pesat di Banten. Jamsosratu merupakan program bantuan sosial untuk

warga Banten yang tidak menerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang dibiayai

Kementerian Sosial. Dana yang digelontorkan oleh Pemprov Banten untuk program ini

pada tahun 2019 sebesar Rp105,78 miliar. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya

(2018) yang sebesar Rp69,74 miliar. Di tahun 2019, jumlah penerima bantuan sebanyak

50.000 keluarga. Keluarga penerima manfaat menerima bantuan sebesar Rp1,75

juta/KK/tahun lebih besar dibanding tahun sebelumnya Rp1,665 juta/KK/tahun.

Untuk wilayah Banten, komponen penyumbang kemiskinan terbesar baik

perkotaan maupun perdesaan pada komoditi makanan adalah beras dan rokok kretek

filter. Beras dan rokok menyumbang garis kemiskinan diperkotaan masing-masing

sebesar 18,36 persen dan 12,61 persen, sedangkan diperdesaan menyumbang 25,86

persen dan 11,97 persen.

2.2.3. Tingkat Ketimpangan (Rasio Gini)

Tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah naiknya tingkat kesejahteraan

masyarakat. Bukan hanya

pendapatan yang meningkat, akan

tetapi ketimpangan pendapatan antar

penduduk atau kelompok

masyarakat harus berhasil

diturunkan. Salah satu indikator yang

umum digunakan untuk mengukur

ketimpangan adalah Rasio/Indeks

Gini. Nilai Rasio Gini berkisar antar 0

hingga 1. Angka 0 menunjukan adanya

pemerataan pendapatan yang

sempurna. Sementara nilai 1

menunjukan ketimpangan yang

sempurna, artinya satu

kelompok/orang memiliki segalanya

sedangkan yang lain tidak memiliki

apa-apa.

Tabel 2-6. Perkembangan Rasio Gini Banten dan Nasional Tahun 2017-2019

Sumber : BPS Nasional dan BPS Prov Banten

Banten Nasional

Maret 2017 0.381 0.267 0.382 0.393

Sept 2017 0.380 0.270 0.379 0.391

Maret 2018 0.386 0.280 0.385 0.389

Sept 2018 0.362 0.299 0.367 0.384

Maret 2019 0.360 0.294 0.365 0.382

Sept 2019 0.355 0.292 0.361 0.380

Periode Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

40%

Terendah

40%

Menengah

20%

Tertinggi

Maret 2017 17.50 36.83 45.67 0.382

Sept 2017 17.95 36.62 45.43 0.379

Maret 2018 17.54 36.53 45.93 0.385

Sept 2018 18.50 37.04 44.45 0.367

Maret 2019 18.39 37.52 44.09 0.365

Sept 2019 18.55 37.63 43.82 0.361

Rasio GiniTahun

Kelompok Pengeluaran (Persen)

Tabel 2-7. Distribusi Persentase Pengeluaran Penduduk Kriteria Bank Dunia Menurut Daerah

Tempat Tinggal Tahun 2017-2019

Sumber : BPS Prov Banten

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

25

Selain menggunakan rasio gini, untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar

penduduk juga dapat menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Tingkat

ketimpangan pendapatan ini dibentuk dengan mengacu proporsi pendapatan dari 40

persen penduduk berpendapatan rendah. Adapun penggolongannya adalah jika

memperoleh < 12 persen maka ketimpangan pendapatan dianggap tinggi, 12-17 persen

ketimpangan pendapatan dianggap sedang, >17 persen ketimpangan pendapatan

dianggap rendah.

Sejalan dengan perkembangan rasio gini Nasional, perkembangan rasio gini

Provinsi Banten cenderung mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan periode

Maret 2019 walaupun penurunannya tidak terlalu signifikan. Akan tetapi penurunan rasio

gini Banten (0.004 poin) lebih baik dibandingkan penurunan Nasional (0.002 poin).

Secara regional pulau Jawa, rasio gini Provinsi Banten terendah ke dua setelah Jawa

Tengah sedangkan nilai rasio gini tertinggi di Pulau Jawa di Provinsi DI Yogyakarta

(0,428) dan merupakan tertinggi secara nasional.

Jika dilihat dari wilayah, rasio gini di perkotaan pada September 2019 sebesar

0.355 sementara di perdesaan sebesar 0.292. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan

dan pengeluaran di perdesaan lebih merata dibanding di perkotaan. Selain itu juga dapat

dilihat bahwa distribusi pengeluaran penduduk >17 persen, ini berarti tingkat

ketimpangan pendapatannya masih masuk dalam kategori rendah.

2.2.4. Kondisi Ketenagakerjaan dan Tingkat Pengangguran

Salah satu aspek penting yang memegang peranan penting untuk mewujudkan

kesejahteraan masyarakat adalah ketenagakerjaan. Oleh sebab itu pembangunan di

bidang ketenagakerjaan diarahkan untuk memberi kontribusi yang nyata dan terukur

dalm rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Gambaran ketenagakerjaan

Provinsi Banten pada Agustus 2018-Agustus 2019 mengalami sedikit peningkatan, yaitu

dari 5.83 juta menjadi 6.05 juta.

Peningkatan jumlah angkatan

kerja ini disebabkan oleh

peningkatan jumlah penduduk

bekerja sebesar 230 ribu orang

dari 5.33 juta menjadi 5.56 juta

orang. Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) juga

mengalami peningkatan dari

63.49 persen menjadi 64.52

Indikator Feb 2015 Agust 2015 Feb 2016 Agust 2016 Feb 2017 Agust 2017 Feb 2018 Agust 2018 Feb 2019 Agust 2019

Angkatan Kerja Banten 5.478 5.338 5.697 5.335 5.969 5.597 6.088 5.829 6.142 6,054

TPAK Banten (%) 66,47% 63,84% 67,28% 62,24% 67,23% 62,32% 67,06% 63,49% 66,19% 64,52%

TPT Banten (%) 8,58% 8,92% 7,95% 8,92% 7,75% 9,28% 7,77% 8,52% 7,58% 8,11%

TPT Nasional (%) 5,81% 6,18% 5,50% 5,61% 5,33% 5,50% 5,13% 5,34% 5,01% 5,28%

Tabel 2-8. Indikator Ketenagakerjaan Provinsi Banten Tahun 2015-2019

Sumber: BPS Provinsi Banten

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

26

persen. TPAK merupakan indikator ketenagakerjaan yang menggambarkan persentase

penduduk usia kerja, yang tergolong sebagai angkatan kerja. Peningkatan TPAK ini

mengindikasikan adanya kenaikan suplai tenaga kerja dan juga indikasi peningkatan

lapangan kerja atau investasi di Banten.

Berbeda dengan TPAK yang meningkat, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

di Banten terus mengalami penurunan mencapai angka 8,11 persen di Agustus 2019.

Capaian ini merupakan capaian terendah sepanjang Banten berdiri, namun demikian

TPT ini masih tertinggi secara Nasional bahkan jika dibandingkan dengan TPT Nasional

(5,28 persen).

Untuk melihat potensi suatu lapangan usaha dalam penyerapan tenaga kerja,

distribusi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha merupakan salah satu

ukurannya. Di Banten keadaan di bulan Agustus 2019 masih sama dengan Agustus

2018, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor industri dan perdagangan.

Penduduk bekerja di Industri tercatat 1.34 juta orang (24.09 persen) dari sebelumnya

1.27 juta orang di Agustus 2018, sedangkan pada Sektor Perdagangan tercatat 1.16 juta

orang (20.91 persen) meningkat 132 ribu orang dari Agustus 2018.

Selain dari lapangan usaha, penduduk yang bekerja juga dapat diamati dari

status pekerjaan utamanya. Apabila ditinjau dari status pekerjaan utamanya, mayoritas

penduduk di Banten bekerja pada sektor formal. Kondisi ini menjadi pertanda

menguatnya sektor formal yang

lebih banyak dipengaruhi oleh

naiknya persentase pekerja

yang bekerja sebagai

buruh/karyawan/pegawai. Ada

kemungkinan peningkatan ini

disebabkan oleh terus

berkembanganya usaha

Industri yang ditandai oleh

naiknya persentase pekerja

pada lapangan usaha tersebut.

Sebaliknya sektor informal

justru mengalami penurunan yang dapat dilihat bahwa penyebab turunnya ada pada

pekerja bebas pertanian/non pertanian. Kemungkinan pekerja pada status ini telah naik

kelas menjadi pengusaha mikro dan kecil yang dapat dilihat dari meningkatnya sektor

informal berusaha sendiri dari 18.82 persen menjadi 20.24 persen.

Agustus 2018 Agustus 2019

1 56,92 58,74

a Buruh/Karyawan/Pegawai 53,75 56,11

b Berusaha Dibantu Buruh

Tetap/Buruh Dibayar3,17 2,63

2 43,08 41,26

a Berusaha Sendiri 18,82 20,24

b Berusaha Dibantu Buruh Tidak

Tetap/Pekerja

Keluarga/Pekerja Tidak

Dibayar

8,96 7,68

c Pekerja Bebas Pertanian/Non

Pertanian9,31 7,81

d Pekerja Keluarga/Pekerja

Tidak Dibayar5,99 5,53

Formal

Status Pekerjaan Utama

Informal

Tabel 2-9. Persentase Penduduk Bekerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama

Agustus 2018-2019

Sumber : BPS Prov Banten

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

27

Permasalahan yang dihadapi di bidang ketenagakerjaan selain tingginya

pengangguran adalah rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja. Salah satu

cara yang digunakan untuk mengukur produktivitas adalah menggunakan pendekatan

jumlah jam kerja. Pendekatan ini

diambil dengan asumsi bahwa

semakin lama jumlah jam kerja,

semakin banyak barang/jasa

yang dihasilkan. Atau dengan

kata lain, pekerjaannya semakin

produktif. Berdasarkan hal

tersebut, bila dilihat pada tabel

diatas dapat dikatakan bahwa

dengan menurunnya kategori pekerja sementara tidak bekerja dan setengah

penganggur serta meningkatnya kategori pekerja penuh, dapat dikatakan bahwa

produktivitas pekerja di Banten secara umum telah mengalami peningkatan.

2. 3. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN

REGIONAL

Kebijakan ekonomi bertujuan agar semua kegiatan perekonomian selalu dapat

memberikan pertumbuhan yang positif sesuai yang ditargetkan. Efektifitas kebijakan

makro ekonomi dan pembangunan Provinsi Banten dapat diketahui dengan melihat

kinerja dari setiap indikator yang ada dengan membandingkan antara target dengan

pencapaian dari setiap indikator yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam

dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA).

Dari tabel dibawah dapat dilihat dari 6 indikator, 5 indikator telah tercapai hanya 1 yang

belum tercapai, yaitu pertumbuhan ekonomi. Meskipun tidak tercapai, pertumbuhan

ekonomi Provinsi Banten tahun 2019 tumbuh 5,53 persen yang artinya melampaui

pertumbuhan ekonomi Nasional (5.02 persen).

Sumber: BPS Provinsi Banten dan Pusat

Tabel 2-11 Realisasi Indikator Ekonomi Makro Provinsi Banten dan Nasional

No IndikatorTarget Tahunan

(KUA TA 2019)

Realisasi

Banten

Realisasi

Nasional

1 Indeks Pembangunan Manusia 72,20% 72,44% 71,39%

2 Pertumbuhan ekonomi 6,20% 5,41% 5,05%

3 Persentase Penduduk Miskin 5,00% 4,94% 9,22%

4 Tingkat Pengangguran Terbuka 8,20% 8,11% 5,28%

5 Gini Ratio 0,36% 0,36% 0,38%

6 Inflasi 4,20% 3,30% 2,72%

2018 2019

Sementara Tidak Bekerja 1.42 2.11

Setengah Penganggur 18.28 13.33

Pekerja Penuh 80.29 84.56

Jumlah 100.00 100.00

Kategori PekerjaAgustus

Tabel 2-10. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Kategorisasi Jam Kerja

Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Prov Banten 2019, BPS

BAB II : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

28

Berdasarkan data sebelumnya, juga dapat dilihat bahwa capaian tingkat

kemiskinan berhasil ditekan 4,94 persen telah mencapai target dengan gini ratio dibawah

nasional. Demikian juga dengan TPT Provinsi Banten yang telah mencapai target. Akan

tetapi, walau TPT mencapai target dan Banten merupakan kota industri tetapi Banten

masih menempati tingkat pengangguran tertinggi nasional. Dengan capaian tersebut

dapat dikatakan bahwa target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Banten adalah

target yang proved reasonable karena didukung oleh komitmen yang kuat dari

Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk mewujudkan masyarakat Banten

yang lebih sejahtera.

29

3. 1. APBN TINGKAT PROVINSI

Gambar 3-1. Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Banten

Sumber : LKPP, OMSPAN, DJP & DJBC (diolah)

Perkembangan pagu pendapatan, belanja dan surplus/defisit dalam kurun waktu

tahun 2017-2019 secara nominal memiliki tren yang cenderung meningkat mengikuti

asumsi penerimaan dan penyesuaian belanja tiap tahunnya. Sedangkan perkembangan

realisasi pendapatan memiliki kecenderungan fluktuatif, realisasi belanja cenderung

meningkat, meskipun demikian dalam kurun waktu tersebut Banten tetap mengalami

Surplus APBN, sehingga dapat dikatakan Banten mampu membiayai belanja negara

yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dari hasil pendapatan negara di daerah sendiri.

Berdasarkan persentase capaian pendapatan (perbandingan realisasi dengan

target) dalam kurun waktu tahun 2017-2019 cenderung menurun. Penurunan capaian

pendapatan tersebut dikarenakan pendapatan perpajakan yang tidak mencapai target,

meskipun sudah ditopang dengan capaian penerimaan PNBP yang selalu melampaui

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Tabel 3-1. Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN di Provinsi Banten (dalam miliar)

Sumber : OMSPAN, DJP & DJBC (diolah)

Uraian

Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi

A. PENDAPATAN 46.706,38 47.270,16 60.013,83 45.332,43 67.313,71 46.957,11

Pendapatan Perpajakan 44.979,70 45.344,26 58.361,05 43.305,02 65.705,41 44.674,73

Pendapatan Bukan Pajak (PNBP) 1.726,69 1.925,90 1.652,78 2.027,41 1.608,30 2.282,38

B. BELANJA NEGARA 27.705,31 24.898,21 26.326,05 25.103,08 29.502,39 27.356,72

Belanja Pemerintah Pusat 10.302,74 9.569,37 10.546,95 9.633,39 11.950,91 11.107,30

Transfer Ke Daerah dan Dana Desa 17.402,56 15.328,84 15.779,10 15.469,69 17.551,48 16.249,41

C. SURPLUS/DEFISIT 19.001,08 22.371,95 33.687,78 20.229,35 37.811,32 19.600,39

Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019

30

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

dari target yang ditetapkan dalam kurun

waktu tersebut. Kondisi perekonomian yang

masih stagnasi sebagai efek trade war antara

Amerika Serikat dan Cina yang berimbas

kepada perekonomian Indonesia khususnya

Banten sebagai salah satu pintu merupakan

penyebab mayor terhadap penurunan

pendapatan khususnya pendapatan

perpajakan, hal tersebut dapat terlihat dari

laju pertumbuhan ekonomi Banten dalam

dua tahun terakhir masih dikisaran 5 persen. Di sisi lain, realisasi belanja negara

berbanding pagu belanja dalam kurun waktu tahun 2017-2019 secara prosentase terlihat

fluktuatif dari tahun ke tahun tetapi secara nominal semakin meningkat.

3. 2. PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT REGIONAL

Realisasi pendapatan tahun 2019 sebesar Rp46.957,11 miliar meningkat

Rp1.624,68 miliar atau tumbuh 3,58 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar

Rp45.332,43 miliar. Pada Gambar

3.3. terlihat dalam kurun waktu

tahun 2016-2019 realisasi

pendapatan pemerintah pusat di

Banten secara umum tumbuh

tumbuh kecuali tahun 2018, secara

prosentase realisasi pendapatan

pemerintah dalam kurun waktu

tersebut tumbuh 6,70 persen.

Meskipun realisasi pendapatan

tumbuh tetapi dalam 2 tahun terakhir belum dapat memenuhi target yang diharapkan.

3.2.1. Pendapatan Perpajakan

Realisasi penerimaan perpajakan di Banten tahun 2019 sebesar Rp44.674,73

miliar atau tumbuh 3,16 persen dibanding tahun 2018. Pendorong utama tumbuhnya

realisasi perpajakan tahun 2019 adalah tumbuhnya realisasi pendapatan cukai (15,22

persen) dan Pajak PPh (9,25 persen). Dari sisi porsi perpajakan, Banten didominasi oleh

2 (dua) jenis pajak yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dengan porsi 48,51 persen dan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) porsi 32,84 persen.

Gambar 3-2. Perkembangan Capaian Pendapatan dan Belanja 2017-2019 (%)

Sumber : OMSPAN, DJP & DJBC (diolah)

Gambar 3-3 Tren Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat di Banten (Miliar Rupiah)

Sumber : LKPP & OMSPAN (diolah)

31

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Dari seluruh jenis pajak, pendapatan cukai merupakan jenis pajak yang

melampaui dari target yang ditetapkan, target pendapatan cukai tahun 2019 sebesar

Rp1.743,76 miliar dengan realisasi sebesar Rp2.123,12 miliar atau 121,76 persen dari

traget. Pendapatan cukai terbesar berasal dari pendapatan cukai minuman mengandung

ethyl alkohol (MMEA) sebesar Rp2.035,28 miliar atau 95,86 persen dari total

pendapatan cukai. Tingginya pendapatan cukai MMEA di Banten dikarenakan paling

tidak terdapat 4 industri/pabrik minuman beralkohol terbesar di Indonesia yang berlokasi

di Banten yaitu PT.Multi Bintang Indonesia, PT Panjang Jiwo, PT lndustri Semak, dan

PT Cipta Rasa Sempurna.

3.2.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Realisasi PNBP di Banten tahun 2019 sebesar Rp2,282,38 miliar, tumbuh 12,58

persen bila dibandingkan tahun 2018. Penerimaan PNBP fungsional mendominasi

dengan porsi 98,20 persen sedangkan PNBP umum memiliki porsi 1,80 persen.

Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) merupakan jenis pendapatan dengan porsi

tertinggi dari seluruh jenis penerimaan PNBP dengan porsi sebesar 70,93% disusul

pendapatan administrasi dan penegakan hukum dengan porsi 14,68 persen.

Secara persentase, pertumbuhan PNBP tertinggi tahun 2019 berasal dari

Pendapatan BLU untuk jenis PNBP Pendapatan lain yang tumbuh 70,43 persen disusul

Pendapatan Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi yang tumbuh 45,45 persen.

Tabel 3-2. Realisasi Penerimaan PNBP di Banten Tahun 2017-2019 (Miliar Rupiah)

Sumber : LKPP & OMSPAN (diolah)

Jenis PNBP

Realisasi Porsi Realisasi Porsi Realisasi Porsi

PNBP Umum 24,29 1,26% 30,74 1,52% 41,18 1,80%

Pendapatan dari Penjualan, Pengelolaan BMN

dan Iuran Badan Usaha (4251)8,56 0,44% 11,81 0,58% 14,19 0,62%

Pendapatan Denda (4258) 3,20 0,17% 6,04 0,30% 5,04 0,22%

Pendapatan Lain-Lain (4259) 12,53 0,65% 12,88 0,64% 21,95 0,96%

PNBP Fungsional 1.901,61 98,74% 1.996,67 98,48% 2.241,20 98,20%

Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) 1.368,53 71,06% 1.465,45 72,28% 1.618,82 70,93%

Pendapatan Adminstrasi dan Penegakan

Hukum (4252)258,79 13,44% 280,05 13,81% 335,07 14,68%

Pendapatan Kesehatan, Perlindungan Sosial

dan Keagamaan (4253)40,76 2,12% 40,32 1,99% 35,85 1,57%

Pendapatan Pendidikan, Budaya, Riset dan

Teknologi (4254)11,41 0,59% 32,15 1,59% 46,76 2,05%

Pendapatan Jasa Transportasi, Komunikasi dan

Informatika (4255)197,28 10,24% 136,63 6,74% 157,31 6,89%

Pendapatan Jasa Lainnya (4256) 1,14 0,06% 11,80 0,58% 14,85 0,65%

Pendapatan Bunga, Pengelolaan Rekening

Perbankan dan Pengelolaan Keuangan (5257)23,69 1,23% 30,29 1,49% 32,55 1,43%

Total Penerimaan PNBP 1.925,90 100% 2.027,41 100% 2.282,38 100%

Tahun 2017 Tahun 2018 2019

32

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Perkembangan realisasi PNBP di

Banten selama tahun 2015-2019

semakin baik ditandai dengan tren yang

positif dimana setiap tahun meningkat,

dalam kurun waktu tersebut PNBP

mengalami pertumbuhan rata-rata

sebesar 7,83 persen, sebagaimana

terlihat pada Gambar 3.4.

3.2.3. Analisis-Analisis Terkait Pendapatan Pemerintah Pusat

a. Tax Ratio di Banten

Dengan menggunakan asumsi perhitungan rasio pajak secara luas yakni

kalkulasi antara realisasi PDRB/PDB

dan penerimaan perpajakan ditambah

penerimaan negara bukan pajak,

maka diperoleh data bawah tax ratio

Banten dalam kurun waktu tahun

2016-2019 fluktuatif dimana naik-turun

disetiap tahun. Tax rasio banten dalam

kurun waktu tahun 2016-2019 selalu

dibawah tax rasio nasional sebagaimana terlihat pada gambar 3.5.

Tax rasio Banten tahun 2019 sebesar 7,06 persen lebih rendah dari tax rasio

nasional tahun 2019 sebesar 10,7 persen dan lebih rendah dibandingkan tax rasio

Banten tahun 2018. Dalam

rangka meningkatkan tax ratio

ditengah stagnasi pertumbuhan

ekonomi, diperlukan strategi-

strategi baru dalam menggali dan

memungut potensi pajak, salah

satunya adalah maraknya

aktivitas bisnis e-commerce yang

dapat dikenakan pajak tetapi dilakukan dengan penuh kehati-hatian mengingat UMKM

banyak terlibat dalam bisnis tersebut.

b. Perbandingan Data Realisasi Pendapatan Perpajakan

Perbedaan sudut pandang pencatatan realisasi penerimaan pajak antara

Direktorat Jenderal Perbendaharan selaku Kuasa Bendaha Umum Negara (BUN)

Gambar 3-4. Tren Realisasi Penerimaan PNBP di Banten (Miliar Rupiah)

Sumber : LKPP & OMSPAN (diolah)

Gambar 3-5.Tax Ratio Banten dan Nasional

Sumber : LKPP, OMSPAN & BPS (diolah)

Tabel 3-3. Tax Ratio Banten dan Nasional

Sumber : LKPP, OMSPAN & BPS (diolah)

TahunPenerimaan

Pajak & PNBPPDRB

Tax Ratio

Banten

Tax Ratio

Nasional 1 2 3 4 (2/3) 5

2016 41.281,47 517.898,34 7,97% 10,8%

2017 47.270,16 563.597,70 8,39% 10,7%

2018 45.332,43 615.107,75 7,37% 11,5%

2019 46.957,11 664.963,40 7,06% 10,7%

33

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

dimana Ditjen Perbendaharaan mencatat realisasi pajak berdasarkan pendapatan pajak

yang diterima diwilayah setempat dengan Direktorat Jenderal Pajak yang mencatat

berdasakan Kode NPWP dimana wajib pajak terdaftar.

Berdasarkan konfirmasi jumlah penerimaan PPh di Banten tahun 2019 dari

Kanwil DJP Provinsi Banten dibandingkan dengan data penerimaan PPh pada

OMSPAN, terdapat perbedaaan pencatatan realisasi penerimaan PPh. Untuk tahun

2019 terdapat perbedaaan

Rp10,45 triliun, perbedaan

pencatatan tersebut sangat

signifikan yang dapat berakibat

penerimaan dana bagi hasil

pajak yang diterima oleh

pemerintah daerah tidak sesuai

dengan pajak yang dipungut di daerah tersebut. Dalam rangka meminimalisir perbedaan

pencatatan realisasi penerimaan perpajakan sebaiknya dilakukan rekonsiliasi data

penerimaan perpajakan secara periodik antara Ditjen Perbendaharaan dan Ditjen Pajak.

3. 3. BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI

Pagu belanja pemerintah pusat tahun 2019 sebesar Rp11,95 triliun, meningkat

13,31 persen bila

dibandingkan tahun 2018,

sedangkan dari sisi

penyerapan, belanja

pemerintah pusat

terserap sebesar Rp11,11

triliun atau 92,94 persen

dari pagu, lebih baik dari

tahun 2018 sebesar 91,34

persen.

3.3.1. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Organisasi (Bagian

Anggaran/Kementerian/Lembaga

Belanja pemerintah pusat di Provinsi Banten tahun 2019 dialokasi untuk 44

Bagian Anggaran yang terdiri dari 43 Kementerian/Lembaga dan 1 Bagian Anggaran

Bendahara Umum Negara (BA-BUN). Pagu belanja pemerintah pusat pada 10 K/L

terbesar di tahun 2019 (diluar BA-BUN) mencapai Rp9,98 triliun atau 83,56 persen

dari seluruh pagu belanja pemerintah pusat dengan tingkat penyerapan rata-rata

Tabel 3-4. Perbedaan Pencatatan Realisasi Penerimaan PPh (Miliar Rupiah)

Sumber : OMSPAN & Kanwil DJP Prov. Banten)

Tahun Selisih

Kanwil DJP OMSPAN

2017 14.561,12 19.335,21 -4.774,09

2018 16.305,11 19.835,91 -3.530,80

2019 11.217,61 21.670,09 -10.452,48

Penerimaan PPh

Gambar 3-6. Perkembangan Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat di Banten

Sumber : OMSPAN & MEBE (diolah)

34

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

92,76 persen. Kementerian Ristek dan Dikti merupakan K/L dengan alokasi tertinggi,

sedangkan alokasi terendah adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang, untuk

Kepolisian Negara RI terjadi pagu minus dimana realisasi belanja pegawai gaji dan

tunjangan lebih besar dari pagu.

3.3.2. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Fungsi

Berdasarkan pagu belanja berdasarkan fungsi, dari 11 fungsi dalam APBN

terdapat tiga fungsi yang mendapat prioritas tinggi dalam APBN tahun 2019 di Banten

yaitu fungsi pendidikan dengan alokasi sebesar Rp5,05 triliun (42,26 persen), fungsi

ekonomi sebesar Rp2,11 triliun (17,68 persen), dan fungsi ketertiban dan keamanan

sebesar Rp1,51 triliun (12,68 persen).

Tabel 3-5. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Bagian Anggaran (miliar rupiah)

Sumber : OMSPAN & MEBE (diolah)

No Bagian

Pagu % Real. Pagu % Real. Pagu % Real.

1 Kementerian Ristek dan Dikti 1.430,80 84,21% 1.795,83 80,45% 2.226,29 85,50%

2 Kementerian Agama 1.993,96 96,82% 1.911,47 96,01% 2.021,34 95,11%

3 Kementerian PUPR 1.281,67 96,66% 1.111,46 93,52% 1.845,22 89,88%

4 Kepolisian Negara RI 931,95 98,10% 1.156,48 93,34% 1.030,73 102,74%

5 Kementerian Pertahanan 654,95 97,25% 719,95 100,91% 919,69 98,56%

6 Kementerian Perhubungan 1.102,84 93,37% 761,33 90,75% 659,67 95,79%

7 Komisi Pemilihan Umum 292,55 73,81% 475,38 85,06% 467,53 95,63%

8 Kementerian Keuangan 297,16 94,50% 312,80 94,92% 313,96 99,87%

9 Kementerian Kesehatan 304,92 84,36% 237,52 85,07% 252,04 82,81%

10 Kementerian Agraria dan Tata Ruang 192,17 80,51% 239,16 74,78% 249,40 84,86%

Tahun 2017 Tahun 2018 2019

Tabel 3-6. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Fungsi (miliar rupiah)

Sumber : OMSPAN & MEBE (diolah)

Pagu % Real. Pagu % Real. Pagu % Real.

01 Pelayanan Umum 793,91 83,56% 1.037,62 88,48% 1.067,50 93,65%

02 Pertahanan 654,95 97,25% 719,95 100,91% 919,69 98,55%

03 Ketertiban Dan Keamanan 1.349,52 97,92% 1.579,15 95,17% 1.515,54 101,20%

04 Ekonomi 2.059,98 95,44% 1.810,31 93,59% 2.113,05 91,20%

05 Lingkungan Hidup 217,00 82,34% 248,43 82,49% 287,63 86,71%

06 Perumahan Dan Fasilitas Umum 296,33 90,67% 300,73 97,14% 382,45 97,07%

07 Kesehatan 355,75 84,58% 316,93 82,60% 334,93 86,18%

08 Pariwisata Dan Budaya 1,72 80,79% 2,37 91,93% 1,58 81,46%

09 Agama 211,67 93,34% 227,99 97,40% 259,39 97,75%

10 Pendidikan 4.342,63 92,46% 4.282,41 88,45% 5.050,96 90,25%

11 Perlindungan Sosial 19,27 98,34% 21,05 99,12% 18,19 98,66%

10.302,74 92,88% 10.546,95 91,34% 11.950,91 92,94%

Tahun 2019

Jumlah

Fungsi Tahun 2017 Tahun 2018

35

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Untuk alokasi fungsi Pariwisata dan Budaya dalam 3 tahun terakhir, sangat

kecil sekitar 0,01 persen sedangkan Banten memiliki potensi yang besar sebagai

daerah tujuan pariwisata dan budaya. alokasi tersebut masih belum sesuai

mengingat masih banyak lokasi pariwisata dan budaya yang perlu dikembangkan

dan membutuhkan sumber pendanaan.

3.3.3. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja

Pagu jenis belanja terbesar pada APBN tahun 2019 di Banten adalah belanja

barang dengan porsi 47,53 persen disusul belanja pegawai dengan porsi 31,89 persen,

dari total pagu. Meskipun belanja modal dan belanja bantuan sosial menempati urutan

ke-3 dan ke-4 tetapi secara prosentase, kedua belanja ini mengalami pertumbuhaan

yang tinggi yaitu belanja bantuan sosial tumbuh 87,64 persen dan belanja modal tubuh

46,84 persen.

Realisasi penyerapan belanja terbesar tahun 2019 adalah belanja pegawai

(99,82 persen), disusul belanja barang (93,58 persen). Tingkat penyerapan belanja

modal dan belanja bantuan sosial yang belum maksimal, dan merupakan tingkat

penyerapan terendah dalam 3 tahun terakhir.

3.3.4. Analisa Belanja Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi

Belanja Wajib dan Belanja Tidak Wajib

Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Amandemen ke 4 Pasal 31 ayat 4

mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-

kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan

penyelenggaraan pendidikan nasional. Sedangkan amanat Undang Undang nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan Pada pasal 171 ayat (1) UU Kesehatan berbunyi: “Besar

anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5 % (lima persen) dari

anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji”.

Tabel 3-7. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja (miliar rupiah)

Sumber : OMSPAN & MEBE (diolah)

Pagu % Real. Pagu % Real. Pagu % Real.

51 Belanja Pegawai 3.509,94 96,96% 3.660,01 95,85% 3.810,83 99,82%

52 Belanja Barang 4.320,03 89,12% 5.215,52 90,09% 5.680,75 93,58%

53 Belanja Modal 2.399,87 93,81% 1.659,20 85,24% 2.436,42 80,83%

57 Belanja Bantuan Sosial 72,91 89,31% 12,21 99,29% 22,91 77,85%

10.303 92,88% 10.546,95 91,34% 11.950,91 92,94%Jumlah

Fungsi Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019

36

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Rasio pagu belanja wajib fungsi pendidikan tahun 2019 sebesar 42,26 persen,

meningkat 166 basis point bila dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun alokasi fungsi

pendidikan dalam 4 tahun

terakhir tinggi, jauh diatas

ketentuan minimal 20 persen,

tetapi sebagian besar

dialokasikan untuk keperluan

perguruan tinggi (BLU bidang

pendidikan) sedangkan yang

dibutuhkan Banten adalah

peningkatan alokasi untuk

pendidikan SD sampai SLTA.

Rasio belanja wajib fungsi kesehatan di Banten tahun 2019 sebesar 2,80 persen,

rasio ini merupakan yang terendah dalam 4 tahun terakhir dan belum sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan minimal sebesar 5 persen.

3. 4. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (TKDD)

Pagu TKDD di Banten

dalam 5 tahun terakhir meningkat

kecuali tahun 2018, dalam kurun

waktu tersebut alokasi TKDD

meningkat 36,57 persen. Realisasi

TKDD dalam kurun waktu 2015-

2019, secara nominal meningkat

namun secara persentase fluktuatif

naik dan turun setiap tahunnya bila

dibandingkan tahun sebelumnya, sebagaimana terlihat pada gambar 3.8.

3.4.1. Dana Transfer Umum

a. Dana Alokasi Umum

Alokasi DAU di Banten tahun 2019 sebesar Rp8,87 triliun meningkat sebesar

Rp418,63 miliar atau naik 5,07 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp8,26 miliar.

Berdasarkan wilayah, tahun 2019 kenaikan alokasi terbesar secara nominal

adalah Pemda Provinsi Banten dengan kenaikan sebesar Rp67,10 miliar sedangkan

kenaikan terendah Kota Tangerang Selatan sebesar Rp36,94 miliar. Secara persentase

Gambar 3-7. Perkembangan Rasio Alokasi Belanja Wajib di Banten (Persen)

Sumber : OMSPAN & MEBE (diolah)

Gambar 3-8. Pagu dan Realisasi TKDD (2015-2019)

Sumber : Simtrada (diolah)

37

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

kenaikan tertinggi adalah Kota Cilegon sebesar 7,58% dan terendah Kabupaten

Pandeglang sebesar 3,31 persen.

Realisasi DAU di Banten tahun 2019 sebesar Rp8,87 triliun atau 102,18 persen

dari pagu, meningkat 7,06 persen dibandingkan tahun sebelumnya. berdasarkan

wilayah, realisasi DAU seluruh Pemda di Banten diatas 100 persen yang berarti melebihi

alokasi yang telah ditetapkan pada APBN 2019, Realisasi DAU terbesar secara

persentase adalah Pemda Kota Tangerang Selatan sebesar 107,46 persen sedangkan

realisasi DAU terendah adalah 100,23 persen. Tingginya realisasi DAU tersebut pada

setiap Pemda di Banten disebabkan oleh kenaikan gaji PNSD, pembayaran gaji ke-13

dan Tunjangan Hari Raya.

b. Dana Bagi Hasil (DBH)

Pagu DBH di Banten tahun 2019 sebesar Rp1.854,87 miliar meningkat sebesar

Rp18,29 miliar atau naik 1,00 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp1.836,58

miliar. Pagu DBH tahun 2019 didominasi DBH PPh Pasal 21 sebesar 89,86 persen,

disusul DBH PPh Pasal 25/29 OP sebesar 4,07 persen dan DBH PBB untuk Kab/Kota

sebesar 2,24 persen sedangkan DBH yang lainnya memiliki porsi dibawah 2 persen.

Realisasi DBH di Banten tahun 2019 sebesar Rp1.411,01 miliar atau 76,07

persen dari pagu atau menurun 16,58 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya.Dari

12 jenis DBH yang ada di Banten hanya 2 jenis DBH yang realisasinya diatas target yaitu

DBH Pertambangan Panas Bumi-Iuran Tetap sebesar 105,31 persen, dan DBH

Kehutanan-PSDH sebesar 158,10 persen. Penurunan DBH tahun 2019 sebesar

Gambar 3-9. Pagu dan Realisasi DAU di Banten menurut Wilayah (2018-2019)

Sumber : Simtrada (diolah)

38

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Rp280,41 miliar tersebut, 86,90 persen berasal dari DBH PPh Pasal 21 yang turun

sebesar Rp243,67 miliar.

Realisasi DBH pada setiap daerah tergantung dari pendapatan pemerintah pusat

yang diperoleh di daerah tersebut yang kemudian dikembalikan dalam bentuk DBH.

Faktor penyebab rendahnya realisasi DBH adalah menurunnya realisasi DBH PPh Pasal

21, hal ini berarti penerimaan PPh Pasal 21 di Banten pada tahun sebelumnya atau

tahun berjalan yang berupakan acuan realisasi DBH tahun 2019 rendah. Faktor

penyebab berikutnya dimungkinkan adalah perbedaan pencatatan penerimaan

perpajakan khususnya Pajak PPh antara Kanwil Ditjen Pajak dan OMSPAN sebagaiman

telah diuraikan pada bagian sebelumnya yaitu analisa perbandingan data realisasi

pendapatan perpajakan, untuk memastikan faktor ini diperlukan penelitian lebih lanjut.

3.4.2. Dana Transfer Khusus

a. Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik

Pagu DAK Fisik Tahun 2019 di Banten sebesar Rp943,01 miliar, meningkat

sebesar Rp313,82 miliar atau naik 49,88 persen bila dibandingkan tahun lalu, sedangkan

realisasi penyaluran sebesar Rp859,88 miliar atau 91,19 persen dari pagu. Realisasi

penyaluran ini menurun secara persentase sebesar 0,36 persen bila dibandingkan

dengan tahun 2018 dimana realisasi DAK Fisik sebesar 91,55 persen.

Pagu DAK Fisik tahun 2019 menurut wilayah, hampir seluruh wilayah di Banten

mendapatkan peningkatan pagu kecuali Kabupaten Serang yang turun 2,15 persen bila

Tabel 3-8. Pagu dan Realisasi DBH di Banten menurut Akun (2018-2019)

Pagu Realisasi Realisasi (%) Pagu Realisasi Realisasi (%)

1 611111 Dana Bagi Hasil PPh Pasal 21 1,612.32 1,506.02 93.41% 1,666.84 1,262.35 75.73%

2 611112 DBH PPh Pasal 25/29 OP 122.87 87.67 71.36% 75.58 51.17 67.70%

3 611211 DBH PBB untuk Propinsi 9.45 9.42 99.68% 10.39 8.61 82.94%

4 611212 DBH PBB untuk Kab/Kota 37.78 38.25 101.23% 41.54 36.13 86.98%

5 611213 DBH Biaya/Upah Pungut PBB untuk Propinsi 0.33 0.33 101.67% 0.36 0.30 84.10%

6 611214 DBH Biaya/Upah Pungut PBB untuk Kab/Kota 1.31 1.36 103.40% 1.45 1.28 88.24%

7611215 DBH PBB Bagian Pemerintah Pusat yang

Dikembalikan Sama Rata ke Kab/Kota27.30 25.88 94.81% 30.03 28.63 95.36%

8 612311 DBH Pertambangan Umum - Iuran Tetap 0.55 1.28 233.99% 0.53 0.45 84.16%

9 612312 DBH Hasil Pertambangan Umum - Royalti 13.97 10.91 78.11% 16.34 12.45 76.17%

10 612412 DBH Pertambangan Panas Bumi - Iuran Tetap 2.25 2.30 102.38% 2.50 2.63 105.31%

11 612512 DBH Kehutanan - PSDH 0.92 2.39 261.08% 0.94 1.49 158.10%

12 612611 DBH Perikanan 7.54 5.61 74.36% 8.36 5.51 65.93%

1,836.58 1,691.43 92.10% 1,854.87 1,411.01 76.07%Jumlah

(dalam Miliar Rupiah)

No AkunTahun Anggaran 2018 Tahun Anggaran 2019

Sumber : Simtrada (diolah)

39

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp154,11 miliar. Kabupaten Lebak merupakan

daerah yang menerima alokasi pagu DAK Fisik tertinggi sebesar Rp217,24 miliar,

meningkat sebesar Rp120,31 miliar atau naik 124,12 persen bila dibandingkan tahun

2018 sebesar Rp96,93 miliar, disusul Kabupaten Pandeglang dengan pagu sebesar

Rp180,87 miliar, meningkat sebesar Rp91,64 miliar atau naik 102,71 persen.

Realisasi DAK Fisik tahun 2019 berdasarkan wilayah secara persentase,

Kabupaten Lebak merupakan daerah yang memiliki realisasi DAK Fisik tertinggi sebesar

96,54 persen dari pagu, realisasi ini lebih baik dari tahun 2018 sebesar 95,30 persen,

disusul Kota Serang dengan realisasi sebesar 96,34 persen dari pagu. Sedangkan

realisasi DAK Fisik terendah secara persentase adalah Kota Tangerang dengan realiasi

sebesar 47,29 persen. Rendahnya realiasi DAK Fisik Kota Tangerang disebabkan tidak

terlaksananya kontrak untuk pengadaan peralatan kesehatan dikarenakan

tempat/gedung untuk menampung peralatan kesehatan tersebut mengalami kebakaran

tahun lalu dan belum siap menerima alat-alat kesehatan yang baru.

Secara umum kendala utama dalam penyaluran DAK Fisik tahun 2019 adalah

belum optimalnya nilai kontrak/perikatan yang terjadi dan didaftarkan pada aplikasi

OMSPAN, dari pagu sebesar Rp943,00 miliar, nilai kontrak yang terdaftar sebesar

Rp857,20 miliar atau 90,90 persen.

b. Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik

Pagu DAK Nonfisik di Banten tahun 2019 sebesar Rp4.316,62 miliar, meningkat

sebesar Rp209,76 miliar atau naik 5,11 persen bila dibandingkan tahun 2018. Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) memiliki pagu tertinggi yaitu sebesar Rp2.235,68 miliar

dengan besaran porsi 51,79 persen dari seluruh pagu DAK Nonfisik.

Gambar 3-10. Pagu dan Realisasi DAK Fisik di Banten menurut Wilayah (2018-2019)

Sumber : OMSPAN (diolah)

40

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Realisasi DAK Nonfisik di Banten tahun 2019 sebesar Rp4.034,71 miliar atau

93,47 persen dari pagu. Realisasi ini meningkat secara nominal sebesar Rp172,83 miliar

tetapi secara persentase atas pagu, menurun 0,57 persen bila dibandingkan tahun 2018.

Beberapa jenis belanja DAK Nonfisik yang realisasinya dibawah 90 persen yaitu

Tunjangan Khusus Guru PNSD (48,66 persen), Tambahan Penghasilan Guru PNSD

(51,87 persen), BOP Museum dan Taman Budaya (61,84 persen), BOK (82,71 persen)

dan Bantuan Operasional KB (83,69 persen).

Pada prinsipnya penyaluran DAK Nonfisik dilakukan berbasis kinerja, artinya

untuk bisa salur pada tahapan berikutnya setelah persyaratan dipenuhi. Penyebab

belum maksimalnya realisasi belanja DAK Nonfisik tersebut dikarenakan Pemda tidak

dapat memenuhi dokumen persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 48/PMK.07/2019 antara lain laporan realisasi penyerapan, laporan

realisasi penggunaan dan rekapitulasi SP2D. Catatan khusus diberikan untuk Tunjangan

Khusus Guru PNSD dan Tambahan Penghasilan Guru PNSD yang memiliki realisasi

terendah dalam kurun waktu 2018-2019. Terbuka kemungkinan rendahnya realisasi 2

jenis belanja/akun DAK Nonfisik tersebut dikarenakan alokasi pagu yang terlalu tinggi.

3.4.3. Dana Desa

Pagu Dana Desa di Banten tahun 2019 sebesar Rp1.092,07 triliun, meningkat

Rp151,16 miliar atau naik 15,06 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp940,92

miliar, dialokasikan untuk 1.238 Desa yang berlokasi di empat 4 pemerintah daerah

kabupaten yaitu Serang, Pandeglang, Lebak dan Tangerang.

Tabel 3-9. Pagu dan Realisasi DAK Nonfisik di Banten menurut Jenis (2018-2019)

Sumber : Simtrada (diolah)

Pagu Realisasi Realisasi (%) Pagu Realisasi Realisasi (%)

1 654111 Tunjangan Profesi Guru PNSD (TPG) 1,593.24 1,552.03 97.41% 1,584.85 1,467.31 92.58%

2 654112 Tunjangan Khusus Guru PNSD 50.76 17.74 34.96% 39.81 19.37 48.66%

3 654211 Tambahan Penghasilan Guru PNSD 14.79 6.94 46.91% 11.53 5.98 51.87%

4 654311 Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2,080.96 1,969.22 94.63% 2,235.68 2,145.28 95.96%

5 654711 Bantuan Operasional Kesehatan 197.46 155.62 78.81% 203.69 168.47 82.71%

6 654712 Bantuan Operasional KB 37.23 35.22 94.60% 40.49 33.89 83.69%

7 654811 Peningkatan Kapasitas Koperasi 1.00 0.93 92.50% 3.17 3.04 95.71%

8 654814 Pelayanan Administrasi Kependudukan 19.36 17.37 89.72% 21.15 19.74 93.33%

9 654821 Dana Pelayanan Kepariwisataan 0.00 0.00 0.00% 3.46 3.46 100.00%

10 654911 BOP-Pendidikan Anak Usia Dini 112.06 106.81 95.32% 116.82 115.51 98.88%

11 654912 BOP Pendidikan Kesetaraan 0.00 0.00 0.00% 54.08 51.49 95.20%

12 654921 BOP Museum dan Taman Budaya 0.00 0.00 0.00% 1.90 1.18 61.84%

4,106.86 3,861.88 94.03% 4,316.62 4,034.71 93.47%Jumlah

(dalam Miliar Rupiah)

No AkunTahun Anggaran 2018 Tahun Anggaran 2019

41

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Realisasi dana desa di Banten tahun 2019 sebesar Rp1.087,54 miliar atau 99,58

persen dari pagu dana desa, realisasi ini secara persentase menurun 0,15 persen bila

dibandingkan persentase realisasi tahun 2018 sebesar 99,73 persen. Realisasi dana

desa tahun 2019 untuk Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang sebesar 100

persen sedangkan untuk Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang tidak 100

persen dikarenakan masih terdapat sisa dana desa tahun-tahun sebelumnya dalam

rekening kas umum daerah (RKUD) yang belum disalurkan ke rekening kas desa (RKD).

3.4.4. Dana Insentif Daerah, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan

Dari 12 Pemda di Banten, hanya 6 Pemda yang mendapatkan alokasi DID

dengan total pagu sebesar Rp174,93 miliar, meningkat Rp26,93 miliar atau naik 18,20

persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp148,00 miliar. Kota Tangerang merupakan

daerah penerima alokasi DID terbesar dengan nilai pagu sebesar Rp44,33 miliar,

meningkat Rp9,33 miliar atau tumbuh 26,66 persen, sedangkan Kabupaten Lebak untuk

tahun 2019 merupakan daerah penerima DID terendah dengan pagu sebesar Rp8,94

miliar, menurun Rp16,81 miliar atau turun 65,30 persen.

Tabel 3-10. Pagu dan Realisasi Dana Desa di Banten menurut wilayah (2018-2019)

Sumber : OMSPAN (diolah)

Pagu Realisasi Realisasi (%) Pagu Realisasi Realisasi (%)

1 Kab Lebak 239.38 239.38 100.00% 286.76 286.76 100.00%

2 Kab Pandeglang 231.19 231.19 100.00% 264.06 264.06 100.00%

3 Kab Serang 227.68 226.93 99.67% 260.67 257.97 98.96%

4 Kab Tangerang 242.67 240.89 99.27% 280.58 278.75 99.35%

940.92 938.39 99.73% 1,092.07 1,087.54 99.58%Jumlah

(dalam Miliar Rupiah)

No Pemerintah DaerahTahun Anggaran 2018 Tahun Anggaran 2019

Tabel 3-11. Pagu dan Realisasi DID di Banten menurut Wilayah 2018-2019 (Miliar Rupiah )

Sumber : Simtrada (diolah)

Pagu Realisasi Realisasi (%) Pagu Realisasi Realisasi (%)

1 Kab Lebak 25.75 25.75 100.00% 8.94 8.94 100.00%

2 Kab Serang 34.75 34.75 100.00% 33.27 33.27 100.00%

3 Kab Tangerang 17.50 8.75 50.00% 26.07 26.07 100.00%

4 Kota Cilegon 0.00 0.00 0.00% 33.17 33.17 100.00%

5 Kota Tangerang 35.00 35.00 100.00% 44.33 44.33 100.00%

6 Kota Tangerang Selatan 35.00 35.00 100.00% 29.16 29.16 100.00%

148.00 139.25 94.09% 174.93 174.93 100.00%Jumlah

(dalam Miliar Rupiah)

No Pemerintah DaerahTahun Anggaran 2018 Tahun Anggaran 2019

42

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Realisasi penyaluran DID tahun 2019 sebesar Rp174,93 miliar atau 100 persen

dari pagu. Hal ini berarti seluruh pemerintah daerah di Banten telah berusaha maksimal

agar alokasi DID dapat tersalur seluruhnya. Realisasi tersebut juga lebih baik dari tahun

2018 karena secara persentase meningkat 5,91 persen, dimana persentase realisasi

hanya sebesar 94,09 persen.

Untuk tahun 2019 terdapat penambahan indikator kriteria yang harus dipenuhi

suatu daerah apabila ingin mendapatkan DID sebagaimana diatur dalam Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.07/2019 Tentang Pengelolaan Dana Insentif

Daerah, penambahan kriteria tersebut antara lain ketersediaan pelayanan terpadu satu

pintu, kategori peningkatan ekspor, kategori pengelolaan sampah dan kategori lainnya.

Penambahan indikator kriteria-kriteria tersebutlah sehingga mengakibatkan alokasi DID

disuatu daerah dapat meningkat atau menurun.

3.4.5. Analisis-Analisis Terkait Transfer Ke Daerah

Berikut ini disajikan beberapa analisis keterkaitan transfer ke daerah dengan

ruang fiskal, kemandiriaan daerah, indikator makro dan indikator kesehateraan.

a. Analisis Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah

1) Ruang fiskal, pendapatan dikurangi dana alokasi khusus (DAK) dan belanja

wajib (belanja pegawai dan belanja barang yang mengikat). Mencerminkan

ketersediaan ruang yang cukup pada anggaran pemda tanpa mengganggu

solvabilitas fiskal (membiayai belanja wajib).

𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝐹𝑖𝑠𝑘𝑎𝑙 = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 − 𝐷𝐴𝐾) − 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑃𝑒𝑔𝑎𝑤𝑎𝑖 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝐿𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔

No Kabupaten/Kota

Pendapatan DAKB. Pegawai

Tidak Langsung

Ruang

Fiskal

1 Prov. Banten 11.201,90 2.489,73 933,10 7.779,07

2 Kab. Lebak 2.676,82 492,78 887,48 1.296,57

3 Kab. Pandeglang 2.642,40 476,64 965,79 1.199,96

4 Kab. Serang 3.026,67 399,09 864,53 1.763,05

5 Kab. Tangerang 5.843,23 363,73 971,29 4.508,21

6 Kota Cilegon 1.766,96 124,71 408,48 1.233,77

7 Kota Tangerang 4.242,31 206,52 702,87 3.332,91

8 Kota Serang 1.230,04 31,32 398,90 799,82

9 Kota Tangerang Selatan 3.444,24 143,29 431,29 2.869,66

36.074,57 4.727,82 6.563,74 24.783,01Jumlah

Ruang Fiskal

Tabel 3-12. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2019 (Miliar Rupiah )

Sumber : LRA Pemda Prov/Kab/Kota

43

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Secara agregat ruang fiksal yang dimiliki Pemda di Banten sebesar

Rp24.783,01 miliar, Pemda yang memilki ruang fiskal tertinggi adalah Pemda

Provinsi Banten sebesar Rp7.779,07 miliar. Sedangkan ruang fiskal terendah

adalah Pemda Kota Serang sebesar Rp799,82 miliar.

2) Rasio kemandirian daerah, Rasio PAD terhadap total pendapatan dan rasio

dana transfer terhadap total pendapatan. Apabila rasio PAD lebih besar

daripada rasio dana transfer berarti semakin mandiri dan sebaliknya semakin

besar rasio dana transfer berarti tingkat ketergantungan semakin tinggi.

𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑃𝐴𝐷 = 𝑃𝐴𝐷

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑃𝐵𝐷 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟 =

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑃𝐵𝐷

Berdasarkan tabel diatas, rasio PAD agregat sebesar 0,44 artinya secara

agregat baru 44 persen pendapatan berasal dari PAD, sisanya berasal dari

dana transfer dan pendapatan lain-lain. Pemda dengan rasio PAD terbesar

adalah Kota Tangerang Selatan dan terendah adalah Kota Pandeglang.

Rasio Dana Transfer Agregat sebesar 0,53 artinya secara agregat 53 persen

pendapatan pemda di Banten berasal dari Dana Transfer. Pemda dengan rasio

dana transfer tertinggi (diatas 0,80) adalah Kota Serang, Kab. Pandeglang dan

Kab. Lebak, hal ini berarti untuk ketiga wilayah tersebut tingkat kemandirian

masih rendah dan sangat tergantung pada dana transfer.

b. Analisis Komparatif

Analisis komparatif/perbandingan year on year (yoy) antara trend realisasi dana

transfer terhadap Pertumbuhan ekonomi regional, Tingkat pengangguran, Tingkat

kemiskinan dan IPM (HDI).

Tabel 3-13. Rasio Kemandirian Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun 2019

Sumber : LRA Pemda Prov/Kab/Kota

No Kabupaten/Kota

Pendapatan PADDana

TransferRasio PAD

Rasio Dana

Transfer

1 Prov. Banten 11.201,90 7.022,34 4.166,56 0,63 0,37

2 Kab. Lebak 2.676,82 334,72 2.156,91 0,13 0,81

3 Kab. Pandeglang 2.642,40 218,33 2.166,14 0,08 0,82

4 Kab. Serang 3.026,67 707,87 2.123,67 0,23 0,70

5 Kab. Tangerang 5.843,23 2.809,19 2.750,83 0,48 0,47

6 Kota Cilegon 1.766,96 634,78 1.093,32 0,36 0,62

7 Kota Tangerang 4.242,31 2.026,98 2.070,90 0,48 0,49

8 Kota Serang 1.230,04 190,03 1.040,00 0,15 0,85

9 Kota Tangerang Selatan 3.444,24 1.817,51 1.539,19 0,53 0,45

36.074,57 15.761,75 19.107,52 0,44 0,53

Rasio Kemandirian

Jumlah

44

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

1) Trend Realisasi Dana Transfer dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)

Realisasi Penyaluran dana transfer ke Pemda merupakan sumber pendanaan

Pemda dalam bentuk belanja dalam

APBD diharapkan menjadi stimulus

fiskal di daerah dalam rangka

meningkatkan laju pertumbuhan.

Berdasarkan analisis terhadap trend

realisasi dana transfer dengan LPE

tahun 2015-2019, terlihat trend dana

transfer meningkat sedangkan tingkat

LPE fluktuatif, hal ini berarti meskipun belanja transfer berpengaruh terhadap LPE

tetapi bukan merupakan faktor dominan dalam menstimulus peningkatan LPE di

Banten.

2) Trend Alokasi Dana Transfer dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Realisasi Penyaluran dana transfer ke Pemda merupakan sumber pendanaan

Pemda dalam bentuk belanja dalam APBD yang apabila dibelanjakan akan

membuat perekonomian tumbuh sehingga industri membutuhkan tenaga kerja

dikarenakan tumbuhnya industri dan berakibat tingkat pengangguran berkurang.

Berdasarkan analisis terhadap

trend realisasi dana transfer

dengan tingkat pengangguran

tahun 2015-2019, terlihat trend

dana transfer meningkat

sedangkan tingkat

pengangguran terbuka

fluktuatif, hal ini berarti meskipun

belanja transfer berpengaruh

terhadap TPT tetapi bukan

merupakan faktor dominan

3) Trend Alokasi Dana Transfer dengan Tingkat Kemiskinan

Realisasi Penyaluran dana transfer ke Pemda merupakan sumber pendanaan

Pemda dalam bentuk belanja dalam APBD yang apabila dibelanjakan khususnya

pada program/kegiatan dalam rangka menanggulangi kemiskinan seperti bantuan

pangan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Semakin tinggi belanja untuk program

tersebut maka tingkat kemiskinan semakin rendah.

Gambar 3-11. Trend Dana Transfer & LPE engan LPE

Sumber : Simtrada & BPS

Gambar 3-12. Trend Dana Transfer dengan TPT

Sumber : Simtrada & BPS

45

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Berdasarkan analisis terhadap trend realisasi dana transfer dengan tingkat

kemiskinan tahun 2015-

2019, terlihat trend dana

transfer meningkat

sedangkan selama kurun

waktu tersebut persentase

tingkat kemiskinan di Banten

semakin rendah. hal ini

berarti program yang

dijalankan dengan sumber

dana transfer berhasil menurunkan tingkat kemiskinan di Banten.

4) Trend Alokasi Dana Transfer dengan IPM

Realisasi Penyaluran dana transfer ke Pemda yang kemudian digunakan sebagai

belanja pada APBD yang apabila dibelanjakan khususnya pada program/kegiatan

dibidang pendidikan dan kesehatan dalam rangka peningkatan IPM. Semakin tinggi

belanja untuk program tersebut maka tingkat IPM semakin tinggi pula.

Berdasarkan analisis terhadap

trend realisasi dana transfer

dengan tingkat IPM tahun 2015-

2019, terlihat trend dana transfer

meningkat sedangkan selama

kurun waktu tersebut persentase

tingkat IPM semakin tinggi. hal ini

berarti program yang dijalankan

dengan sumber dana transfer

berhasil meningkatkan nilai IPM Banten.

3. 5. ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT

Arus kas Pemerintah Pusat di Provinsi Banten dalam tiga tahun terakhir selalu

surplus, yang artinya arus kas masuk selalu lebih besar dibandingkan arus kas keluar,

angka surplus tersebut berfluktuasi naik dan turun. Pada tahun 2018 tercatat bahwa

Surplus APBN di Provinsi Banten sebesar Rp20,59 triliun, menurun -9,38 persen

dibandingkan dengan tahun 2017 yang tercatat sebesar Rp22,72 triliun, sedangkan

tahun 2019 surplus sebesar Rp23,36 triliun, meningkat 13,47 persen dibandingkan

Gambar 3-13. Trend Dana Transfer dengan Tk. Kemiskinan

Sumber : Simtrada & BPS

Gambar 3-14. Trend Dana Transfer dengan IPM

Sumber : Simtrada & BPS

46

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

tahun sebelumnya. Atas dasar surplus

APBN 2017-2018 tersebut, dapat dikatakan

provinsi Banten mampu membiayai belanja

negara yang dikeluarkan oleh pemerintah

pusat dari hasil pendapatan negara di

daerah sendiri. Surplus pendapat negara di

Provinsi Banten tersebut dapat digunakan

oleh Pemerintah Pusat untuk menutupi

provinsi lain yang mengalami defisit.

3.5.1. Arus Kas Masuk (Penerimaan Negara)

Total Penerimaan APBN di Banten tahun 2019 tumbuh 11,91 persen

dibandingkan tahun 2018. Meningkatnya pertumbuhan pendapatan cukai (15,22 persen)

Pajak PPh (14,29 persen) dan Pajak PPN (13,76 persen) serta meningkatnya

penerimaan PNBP pada tahun 2019

sebesar 12,69 persen menjadi pemicu

utama naiknya realisasi penerimaan

APBN di Banten. Pertumbuhan

penerimaan negara di Banten tahun

2019 tersebut merupakan prestasi

tersendiri di tengah laju perekonomian

ekonomi Banten hanya sebesar 5,53

meskipun belum dapat mencapai target

penerimaan negara yang diharapkan.

3.5.2. Arus Kas Keluar (Belanja dan TKDD)

Total pengeluaran APBN di

Banten tahun 2019 tumbuh 9,00

persen didorong oleh pertumbuhan

belanja yang cukup signifikan dari sisi

belanja K/L sebesar 15,36 persen.

Kebijakan belanja APBN yang

mendukung pembangunan

infrastruktur dalam bentuk belanja

modal yang tumbuh 72,26 persen dan

perlindungan sosial dalam bentuk

belanja bantuan sosial yang tumbuh

Gambar 3-15. Perkembangan Cash Flow APBN di Banten 2017-2019 (Miliar Rupiah)

Sumber : Monev PA & OMSPAN (diolah)

Gambar 3-16. Perkembangan Arus Kas Masuk APBN

di Banten 2018-2019

Sumber : Monev PA & OMSPAN (diolah)

Gambar 3-17. Perkembangan Arus Kas Keluar di Banten 2018-2019

Sumber : Monev PA & OMSPAN (diolah)

47

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

47,13 persen dengan tetap mempertahankan kesejahteraan aparatur negara dapat

terlihat dari pelaksanaan belanja pemerintah yang mengarah ke semua belanja yang

dapat dilihat dari pertumbuhan per jenis belanjanya, seluruh belanja tumbuh

menggembirakan dibanding tahun 2018

3.5.3. Surplus/Defisit

Tidak seperti tahun 2018 dimana Surplus Banten menurun 9,58 persen

dibandingkan tahun 2017 maka untuk tahun 2019, pertumbuhan total penerimaan

negara di Banten mampu mengimbangi

pertumbuhan pengeluaran. Kondisi ini

menyebabkan surplus APBN di Banten

tahun 2019 tumbuh 15,52 persen

dibandingkan tahun 2018. Hal ini

menunjukkan Banten merupakan salah

satu sumber penyumbang dalam APBN

dalam rangka memberikan subsidi

silang ke provinsi lain yang memiliki celah defisit APBN.

3. 6. PENGELOLAAN BADAN LAYANAN UMUM (BLU) PUSAT

3.6.1. Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat

BLU Pusat yang terdapat di Provinsi Banten sampai dengan tahun 2018

berjumlah tujuh satker BLU. Tujuh satker BLU tersebut terbagi menjadi dua rumpun

dengan rincian satu satker kesehatan dan enam satker pendidikan.

Jumlah aset BLU di Banten tahun 2019 sebesar Rp10,68 triliun, dengan total

pagu BLU tahun 2018 sebesar Rp3,03 triliun yang terdiri dari pagu PNBP sebesar

Rp2,17 triliun dan pagu rupiah murni sebesar Rp835,08 miliar.

Tabel 3-14. Profil dan Jenis Layanan BLU Pusat di Banten Tahun 2019 (Miliar Rupiah)

Aset Pagu Realisasi % Pagu Realisasi %

1 Kesehatan RS Kusta Sitanala Tangerang 2.121,81 52,00 24,82 47,72 118,57 108,43 91,45

2 Pendidikan Universitas Terbuka 5.047,72 1.715,07 1.399,15 81,58 208,11 205,94 98,96

3 Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 693,38 189,41 185,16 97,76 109,02 108,18 99,23

4 Pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Penerbangan 1.357,85 104,36 101,54 97,29 183,99 181,62 98,71

5 Pendidikan UIN Sultan Maulana Hasanuddin 805,60 45,81 41,13 89,78 71,74 68,91 96,05

6 PendidikanBalai Pendidikan dan Pelatihan

Penerbangan (BP3) Curug117,76 13,58 11,60 85,46 32,73 31,62 96,62

7 PendidikanBalai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu

Pelayaran Mauk Tangerang536,80 53,81 47,53 88,33 134,18 130,38 97,17

10.680,92 2.174,04 1.810,93 83,30 858,33 835,08 97,29

Rupiah Murni

Jumlah

NoJenis

LayananSatker BLU Nilai PNBP

Sumber : OMSPAN & E-rekon (diolah)

Gambar 3-18. Perkembangan Surplus/Defisit di Banten 2018-2019

Sumber : Monev PA & OMSPAN (diolah)

48

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

3.6.2. Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP dan RM BLU Pusat

Aset BLU Pusat periode tahun 2017-2019 meningkat 12,48 persen, dimana

jumlah aset BLU tahun 2017 sebesar Rp9,49 triliun menjadi Rp10,68 triliun pada tahun

2019. Realisasi belanja BLU Pusat dalam periode tersebut diatas semakin baik, yang

ditandai dengan semakin meningkatnya belanja BLU yang mengunakan sumber dana

PNBP dan semakin menurunnya belanja BLU yang dibiayai rupiah murni.

Realisasi belanja BLU yang dibiayai PNBP dalam kurun waktu 2017-2019

meningkat 64,80 persen, pada

tahun 2017 sebesar Rp1,09

triliun menjadi Rp1,81 triliun di

tahun 2019. Peningkatan

PNBP tersebut berakibat

ketergantuang BLU atas

sumber dana rupiah murni

menjadi semakin berkurang,

pada tahun 2017 belanja BLU

menggunakan rupiah murni

sebesar Rp1,24 triliun menjadi

Rp835,08 miliar pada tahun 2019 atau berkurang 33,18 persen.

3.6.3. Kemandirian BLU

Kondisi tingkat kemandirian BLU di Banten dalam kurun waktu tahun 2017-2019,

empat BLU memiliki rasio kemandirian yang meningkat setiap tahunnya sedangkan dua

BLU semakin menurun setiap tahunnya. Peningkatan rasio kemandirian tertinggi dalam

kurung waktu tersebut

adalah Sekolah Tinggi Ilmu

Penerbangan (STIP)

sebesar 22,95 persen

dimana tahun 2017

sebesar 12,91 persen

menjadi 35,86 persen di

tahun 2019. Penurunan

rasio kemandirian terbesar

terjadi pada BP2IP Mauk

sebesar 16,96 persen dari

43,68 persen di tahun 2017 menjadi 26.72 persen di tahun 2019, disusul Rumah Sakit

Gambar 3-19. Perkembangan Total Aset, Realisasi Belanja PNBP & RM BLU Pusat Tahun 2017-2019 (Miliar Rupiah)

Sumber : OMSPAN & E-rekon (diolah)

Gambar 3-20.Rasio Kemandirian BLU 2017-2019 (Persentase)

Sumber : OMSPAN & E-rekon (diolah)

49

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Kusta Sitanala yang menurun 7,54 persen dari 26,16 persen di tahun 2017 menjadi

18,62 persen di tahun 2019. Untuk itu diperlukan perhatian khusus dan langkah trobosan

terhadap 2 BLU tersebut, baik dalam bentuk diversifikasi usaha tanpa merubah core

bisnis seperti pemanfaatan aset-aset atau kerjasama operasional dengan pihak ketiga

dalam rangka meningkatkan penerimaan PNBP dan menguraingi ketergantungan

terhadap rupiah murni sehingga diharapkan tingkat kemandirian BLU semakin baik.

3.6.4. Potensi Satker PNBP menjadi Satker BLU

Dari sekian satker pengelola PNBP, terdapat 3 satker berpotensial untuk menjadi

satker BLU. Satker tersebut adalah Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon, Balai

Besar Teknologi Kekuatan struktur dan Satker Politeknik Kesehatan Banten, satker

PNBP tersebut potensial menjadi BLU karena memiliki nilai rasio kemandirian yang

tertinggi. Rasio kemandirian adalah rasio penerimaan PNBP berbanding total belanja.

Tabel 3-15. Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP (Miliar Rupiah)

Sumber : SPAN, Aplikasi Monev Dit PA

3. 7. PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT

Investasi pemerintah di lingkup Provinsi Banten yang ditatausahakan oleh Ditjen

Perbendaharaan meliputi penerusan pinjaman dan kredit

3.7.1. Penerusan Pinjaman

Penerusan pinjaman (Subsidiary Loan Agreement-SLA) merupakan pinjaman

yang diteruspinjamkan kepada Pemerintah kepada BUMN/ Pemerintah Daerah/BUMD.

Tabel 3-16. Profil Penerusan Pinjaman di Provinsi Banten

No Load ID Nomor Perjanjian Nama Debitur Jumlah SLA

1 2106101 1133/DP3/2000 PDAM Kota Tangerang 7.690.118.539,88

Sumber : Aplikasi SLIM

Untuk lingkup Provinsi Banten pada tahun 2019 terdapat 1 penerusan

pinjaman/SLA kepada PDAM Kota Tangeranga sebesar Rp7,69 miliar. Debitur telah

melunasi seluruh kewajiban atas penerusan pinjaman tersebut, tetapi perjanjian belum

ditutup dikarenakan belum terbitnya surat penutupan perjanjian dari Menteri Keuangan.

3.7.2. Kredit Program

Pemerintah meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun 2007 yang

disalurkan melalui perbankan. Selain KUR, pemerintah meluncurkan program lain yaitu

NoJenis

LayananSatker PNBP

Nilai

AsetRasio Kemandirian

2017 2018

1 Jasa Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon 21,16 75,91% 87,57%

2 Jasa Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur 43,50 64,74% 61,29%

3 Pendidikan Politeknik Kesehatan Banten 190,78 18,48% 21,31%

50

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) yang menyasar usaha mikro yang berada di lapisan

terbawah, yang belum bisa difasilitasi perbankan melalui program Kredit Usaha Rakyat

(KUR). UMi memberikan fasilitas pembiayaan maksimal Rp10 juta per nasabah dan

disalurkan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).

a. Perkembangan Penyaluran KUR dan UMi di Banten

Penyaluran KUR di Banten dalam

kurun waktu tahun 2015-2019 menunjukkan

peningkatan meskipun di tahun 2017 sempat

menurun. Dalam kurun waktu tersebut,

penyaluran KUR meningkat sebesar 497,24

persen, dimana tahun 2015 penyaluran KUR

sebesar Rp476,78 miliar menjadi Rp2.847,57

miliar di tahun 2019. Sedangkan dari sisi

jumlah debitur KUR yang menerima dana

KUR, peningkatan sangat signifikan juga

terjadi pada tahun 2016 dengan kenaikan

sebesar 438,76 persen dibandingkan tahun

2015, sedangkan untuk tahun berikutnya

secara persentase jumlah debitur KUR

meningkat tipis.

Penyaluran UMi pada kurun waktu

tahun 2016-2019 terlihat tumbuh sangat

pesat, pada tahun 2016 UMi disalurkan

sebesar Rp2,44 miliar menjadi Rp88,80

miliar di tahun 2019 atau meningkat

3.540,76 persen. Sejalan dengan

peningkatan penyaluran UMi, terjadi pula

peningkatan sangat pesat pada sisi jumlah

debitur UMi yang dilayani. Pada tahun 2016

jumlah debitur UMi sebanyak 560 debitur

menjadi 26.123 debitur di tahun 2019.

Program pembiayaan KUR dan UMi ini

merupakan pemenuhan janji Pemerintah

pada RPJMN 2015-2019, dimana di bagian

pemberdayaan UKM meberikan dukungan dalam kerangka regulasi maupun anggaran.

Gambar 3-21. Penyaluran KUR 2015-2019

Sumber : SIKP (diolah)

Gambar 3-22. Penyaluran UMi 2015-2019

Sumber : SIKP (diolah)

51

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

b. Penyaluran KUR dan UMi berdasarkan Skema dan Penyalur

Berdasarkan skemanya, KUR Kecil dan Mikro mendominasi penyaluran KUR di

Banten tahun 2019 dengan porsi masing-masing bedasarkan nilai akad sebesar 54,90

persen dan 41,89 persen. Sejalan dengan penyaluran KUR yang menyasar UMKM

dengan kapasitas kecil dan menengah, program pembiayaan Ultra Mikro yang menyasar

kelas bawah atau mikro cukup diminati masyarakat.

Penyaluran KUR Mikro tahun 2019 dari sisi nilai akad meningkat 0,06 persen

tetapi dari sisi jumlah debitur mikro menurun sebanyak 2.739 debitur bila dibandingkan

tahun 2018. Sebaliknya peningkatan signifikan terjadi pada jumlah akad dan debitur

untuk KUR Kecil, pada tahun 2019 nilai akad meningkat 36,16 persen dan jumlah debitur

meningkat sebanyak 2.769 debitur bila dibandingkan tahun 2018. Meningkatnya nilai

akad dan jumlah debitur KUR Kecil merupakan sinyal yang baik dan positif, sesuai

dengan yang diharapkan dimana peningkatan tersebut terjadi dikarenakan beralihnya

debitur dari KUR Mikro ke KUR Kecil.

Dari sisi penyaluran KUR, Bank BRI mendominasi penyaluran KUR Mikro di

Banten pada tahun 2019 dengan porsi sebesar 95,11 persen sedangkan Bank Mandiri

mendominasi penyaluran KUR Kecil dengan porsi 56,09 persen.

c. Penyaluran KUR dan UMi menurut wilayah

Dari sebaran penyaluran KUR di Banten tahun 2019, Kota Tangerang menempati

posisi pertama dengan penyaluran KUR sebesar Rp654,05 miliar atau 22,24 persen dari

total penyaluran. Meskipun realisasi penyaluran KUR terbesar berada di Kota

Tangerang akan tetapi jumlah debitur terbesar berada di Kabupaten Tangerang

sebanyak 19.313 debitur. Hal menarik terjadi pada Kabupaten Serang, dimana jumlah

Tabel 3-17. Penyaluran KUR dan UMi berdasarkan Skema dan Penyalur

Sumber : SIKP (diolah)

No Skema-Bank

Akad *) Debitur Akad *) Debitur Akad *) Debitur

1 Mikro-BRI 1.159,85 59.726 1.169,80 57.454 9,94 -2.272

2 Mikro-Bank Mandiri 42,67 2.058 38,07 1.757 -4,61 -301

3 Mikro-Bank Lainnya 26,68 1.132 22,10 966 -4,58 -166

4 Kecil-Bank Mandiri 602,26 5.324 904,17 7.522 301,91 2.198

5 Kecil-Bank BNI 357,68 1.292 430,46 1.556 72,78 264

6 Kecil-Lainnya 223,93 969 277,31 1.276 53,38 307

7 TKI 15,51 953 5,65 352 -9,86 -601

8 UMi 58,78 20.471 88,80 26.123 30,02 5.652

2.487,37 91.925 2.936,37 97.006 448,99 5.081 Keterangan : *) dalam Miliar Rupiah

Tahun 2018 Tahun 2019 Perubahan

Jumlah

52

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

debitur tahun 2019 meningkat sebanyak 2.767 debitur atau naik 26,80 persen

dibandingkan tahun 2018. Peningkatan ini dapat diartikan bahwa program KUR telah

terinformasikan dengan baik ke UMKM di Kabupaten Serang.

d. Penyaluran KUR dan UMi menurut Sektor Ekonomi

Penyaluran KUR dan UMi di Banten menurut sektor ekonomi tahun 2019,

didominasi sektor perdagangan besar dan eceran, baik dari besaran nilai akad dan

jumlah debitur, porsi untuk nilai akad sebesar 68,57 persen dari total akad sedangkan

porsi untuk jumlah debitur 79,22 persen dari total debitur. Realisasi penyaluran KUR

tersebut dibawah target yang ingin dicapai oleh Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM

dimana target minimum 50 persen KUR digunakan untuk sektor produksi (pertanian,

perikanan, industry pengolahan, konstruksi dan jasa produksi).

3. 8. PERKEMBANGAN DAN ANALISIS BELANJA WAJIB (MANDARTORY

SPENDING) DAN BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DI DAERAH

3.8.1. Belanja Wajib (Mandatory Spending) di Daerah

a. Belanja Sektor Pendidikan

Belanja sektor pendidikan di Banten dialokasikan pada 9 (sembilan) kementerian

/lembaga dengan alokasi pagu dalam APBN 2019 sebesar Rp4.779,78 miliar meningkat

sebesar Rp516,89 miliar atau naik 12,13 persen dibandingkan tahun 2018. Alokasi

terbesar terdapat pada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebesar

Rp1.903,52 miliar dengan porsi 46,60 persen disusul Kementerian Agama sebesar

Rp1.668,71 miliar dengan porsi 36,87 persen dari seluruh pagu sektor pendidikan.

Penyerapan belanja sektor pendidikan di Banten tahun 2019 sebesar

Rp4.312,08 miliar atau 90,22 persen dari total pagu sektor pendidikan. Tingkat

Tabel 3-18. Penyaluran KUR dan UMi berdasarkan Wilayah

Sumber : SIKP (diolah)

No Kabupaten/Kota

Akad *) Debitur Akad *) Debitur Akad *) Debitur

1 Kab. Lebak 254,70 14.373 266,09 14.583 11,39 210

2 Kab. Pandeglang 199,41 11.844 226,15 10.514 26,74 -1.330

3 Kab. Serang 238,05 10.323 296,24 13.090 58,19 2.767

4 Kab. Tangerang 496,63 18.120 611,48 19.313 114,85 1.193

5 Kota Cilegon 183,70 5.474 192,23 5.072 8,53 -402

6 Kota Serang 194,12 6.686 197,42 6.904 3,30 218

7 Kota Tangerang 540,83 15.019 653,05 16.167 112,22 1.148

8 Kota Tangerang Selatan 379,93 10.086 493,70 11.363 113,78 1.277

2.487,37 91.925 2.936,37 97.006 448,99 5.081 Keterangan : *) dalam Miliar Rupiah

Jumlah

Tahun 2018 Tahun 2019 Perubahan

53

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

penyerapan ini lebih baik dari tahun lalu secara nominal maupun persentase, dimana

pada tahun 2018 penyerapan sebesar Rp3.760,95 miliar atau 88,23 persen dari pagu.

Capain Output Strategis Sektor Pendidikan

Program Indonesia Pintar merupakan bantuan berupa uang tunai dari

pemerintah yang diberikan kepada peserta didik/anak usia sekolah yang orang tuanya

tidak dan/atau kurang mampu membiayai pendidikannya serta merupakan bagian dari

penyempurnaan Program Bantuan Siswa Miskin. Program PIP pada Kemenag

mencapai realisasi sebesar 57,72 persen dan masih belum terkonfirmasi besaran

capaian output dari 16.690 santri penerima PIP tersebut. Terkait beasiswa bidik misi di

Kemenag dari alokasi sebesar 7,1 miliar sudah terealisasi sebesar 100 persen dari pagu

tersebut, sementara data yang yang dihimpun menunjukkan realisasi capaian output

baru sebesar 50 persen dari target 1.109 siswa penerima.

BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya untuk penyediaan

pendanaan biaya operasional non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai

Tabel 3-19. Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Pendidikan di Banten (miliar rupiah)

Sumber : MEBE (diolah)

No Uraian

Pagu Realisasi % Real. Pagu Realisasi % Real.1 Kementerian Agama 1.684,12 1.613,17 95,79% 1.762,07 1.668,71 94,70%

2 Kementerian Kelautan dan Perikanan 11,39 10,26 90,03% 12,15 11,68 96,13%

3 Kementerian Kesehatan 35,78 33,48 93,56% 19,43 18,01 92,70%

4 Kementerian Ketenagakerjaan 35,23 31,62 89,76% 119,27 98,48 82,57%

5 Kementerian Pemuda dan Olah Raga 3,20 3,10 96,76% 2,37 2,34 98,99%

6 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 110,91 101,38 91,41% 114,07 104,63 91,72%

7 Kementerian Perhubungan 584,47 522,34 89,37% 522,64 504,29 96,49%

8 Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 1.796,85 1.444,80 80,41% 2.227,33 1.903,52 85,46%

9 Perpustakaan Nasional RI 0,93 0,80 86,36% 0,46 0,43 93,20%

4.262,89 3.760,95 88,23% 4.779,78 4.312,08 90,22%

Mandatori Spending (Sektor Pendidikan)

Jumlah

Tahun 2018 Tahun 2019

Nominal % Target Blokir %

1 PIP (Kemenag) 11,85 6,84 57,72% 16.690 - -

2 Bidik Misi (Kemenag) 7,1 7,1 100,00% 1.109 - 50,00%

3 BOS (Kemenag) 432,26 418,13 96,73% 439.216 - 74,76%

4 Buku Pustaka 0,62 0,61 98,39% 625 - 100,00%

(Miliar Rupiah)

Realisasi OutputNo Output Strategis Pagu

Tabel 3-20. Realisasi Capaian Output Strategis Sektor Pendidikan TA 2019

Sumber: MEBE, (Diolah)

54

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

pelaksana program wajib belajar. Berdasarkan data yang dihimpun dari pagu Rp432,26

miliar telah terealisasi sebesar Rp418,13 miliar atau sebesar 96,73 persen. Sementara

capaian output menunjukkan realisasi sebesar 74,76 persen dari target 439.216 siswa.

Sementara terkait output strategis buku pustaka dari alokasi pagu sebesar Rp620 juta

telah terealisasi sebesar Rp610 juta atau sebesar 98,39 persen dari pagu output

tersebut, dari capaian output telah tercapai 100 persen dari target 625 buku.

b. Belanja Sektor Kesehatan

Belanja sektor kesehatan di Banten dialokasikan pada 4 (empat) kementerian

/lembaga dengan alokasi pagu dalam APBN 2019 sebesar Rp362,43 miliar menurun

sebesar Rp2,84 miliar atau tutun 0,78 persen dibandingkan tahun 2018. Alokasi terbesar

terdapat pada Kementerian Kesehatan sebesar Rp252,31 miliar dengan porsi 69,61

persen disusul BKKBN sebesar Rp64,30 miliar dengan porsi 18,57 persen dari seluruh

pagu sektor kesehatan.

Realisasi penyerapan belanja sektor kesehatan di Banten tahun 2019 sebesar

Rp314,62 miliar atau 86,81 persen dari total pagu sektor kesehatan. Tingkat penyerapan

ini lebih baik dari tahun lalu secara nominal maupun persentase, dimana pada tahun

2018 penyerapan sebesar Rp301,03 miliar atau 82,41 persen dari pagu.

Capain Output Strategis Sektor Kesehatan

Hampir secara keseluruhan output strategis dari bidang kesehatan tercapai

sasaran output kegiatannya (100%). Terdapat dua output strategis yang masih memiliki

capaian output yang masih rendah yaitu output layanan pengendalian penyakit TBC dari

alokasi sebesar Rp440 juta hanya terealisasi sebesar Rp360juta atau sebesar 81,82

persen, sementara dari target yang ditetapkan hanya tercapai 85 persen. Sedangkan

pada output Obat-obatan dan Bahan Medis Habis Pakai dari alokasi Rp20,16 miliar baru

Tabel 3-21. Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Kesehatan di Banten (miliar rupiah)

Sumber : MEBE (diolah)

No Uraian

Pagu Realisasi % Real. Pagu Realisasi % Real.

1 BKKBN 82,73 60,47 73,10% 67,30 64,21 95,40%

2 Badan Pengawasan Obat dan Makanan 37,91 32,65 86,12% 35,02 34,50 98,50%

3 Kementerian Kesehatan 238,46 202,07 84,74% 252,31 208,71 82,72%

4 Kementerian Pertahanan 0,02 0,02 100,00% 0,02 0,02 100,00%

5 Kepolisian Negara RI 6,16 5,82 94,52% 7,79 7,19 92,30%

365,28 301,03 82,41% 362,43 314,62 86,81%Jumlah

Mandatori Spending (Sektor Kesehatan)

Tahun 2018 Tahun 2019

55

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

terealisasi sebesar Rp10,83 miliar atau sebesar 53,72 persen dari alokasi pagu.

Sementara dari target output yang ditetapkan, hanya tercapai 53,80 persen.

3.8.2. Belanja Infrastruktur

Percepatan pembangunan infrastruktur secara lebih merata di seluruh tanah

air, tentunya diharapkan dapat tercipta konektivitas yang kuat antarwilayah, menurunkan

biaya logistik, memperkecil ketimpangan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat,

serta memupus kesenjangan ekonomi antar wilayah di Indonesia, yang pada akhirnya

akan bermuara pada peningkatan daya saing dan stimulus pertumbuhan ekonomi guna

mencapai negara maju.

Berdasarkan hasil pemetaan APBN TA 2019 di Banten terdapat 5 (lima) Output

Strategis pembangunan infrastruktur penting yaitu Jalan, Embung, Irigasi, Bendungan

dan Sarpras Pendidikan. Pagu untuk infrastruktur tersebut sebesar Rp1.251,95 miliar,

dengan realisasi sebesar Rp1.069,23 miliar atau 85,41 persen dari pagu.

Nominal % Target Blokir %

1 Layanan Pengendalian Penyakit TBC 0,44 0,36 81,82% 19 - 85,00%

2

Korban Penyalahgunaan Napza yang

mendapatkan Rehabilitasi dan Perlindungan

Sosial

0,16 0,16 100,00% 1 - 100,00%

3 Obat-Obatan dan Bahan Medis Habis Pakai 20,16 10,83 53,72% 16 - 53,80%

4Kesertaan ber-KB melalui peningkatan akses

dan kualitas pelayanan KBKR yang sesuai

dengan standar pelayanan

2,67 2,66 99,63% 1.508.997 - 100,00%

5 Pemenuhan Ketersediaan Alokon di Faskes 19,45 18,29 94,04% 514 - 100,00%

6Keluarga yang Memiliki Baduta Terpapar 1000

HPK0,52 0,52 100,00% 80.644 - 98,81%

7

Penguatan Peran PIK Remaja dan BKR dalam

edukasi Kespro dan Gizi bagi Remaja putri

sebagai calon ibu

1,35 1,33 98,52% 434 - 100,00%

(Miliar Rupiah)

OutputRealisasiPaguOutput StrategisNo

Tabel 3-22. Realisasi Capaian Output Strategis Bidang Kesehatan TA 2019

Sumber: MEBE, Diolah (Akses 03 Januari 2020)

Tabel 3-23. Pagu dan Realisasi Belanja Sektor Kesehatan di Banten (miliar rupiah)

Sumber : MEBE (diolah)

Nominal % Sisa Dana % Blokir

1 Jalan 553.925.668.000 536.611.442.514 96,87% 17.314.225.486 3,13% -

2 Embung 60.400.000.000 47.077.251.000 77,94% 13.322.749.000 22,06% -

3 Irigasi 348.930.563.000 271.425.076.248 77,79% 77.505.486.752 22,21% -

4 Bendungan 83.029.780.000 36.112.651.669 43,49% 46.917.128.331 56,51% 26.602.558.000

5 Sarpras Pendidikan 205.669.717.000 178.007.095.896 86,55% 27.662.621.104 13,45% -

1.251.955.728.000 1.069.233.517.327 85,41% 182.722.210.673 14,59% 26.602.558.000 Total

No Output Strategis PaguRealisasi

56

BAB III : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBN DI TINGKAT REGIONAL

Capain Output Strategis Sektor Infrastruktur

Berdasarkan data, alokasi output strategis jalan sebesar Rp551,08 miliar telah

terealisasi sebesar Rp533,78 miliar atau sebesar 96,86 persen dengan target output

sebesar 509 km yang telah terealisasi dan dilaporkan sebesar 61,25 persen. Sedangkan

output bendungan dari alokasi sebesar Rp83,03 miliar hanya terealiasi sebesar Rp36,11

miliar atau sebesar 43,49 persen dengan target 1 bendungan progress pekerjaannya

baru sampai 64,23 persen. Pada output strategis bendungan ini masih terdapat blokir

anggaran sebesar Rp26,6 miliar.

Selanjutnya untuk output strategis irigasi, dari target output yang telah ditetapkan

telah tercapai 97,06 persen. Sedangkan dari alokasi pagu sebesar Rp343,03 miliar telah

terealisasi sebesar Rp265,49 miliar atau sebesar 77,4 persen. Pada Output strategis

rumah berdasarkan data yang dihimpun, dari target 12 rumah baru tercapai 0,40 persen

sedangkan untuk output sarpras pendidikan dari target output 806 belum terkonfimasi

besaran capaian outputnya.

Nominal % Target Blokir %

1 Jalan 551,08 533,78 96,86% 509 - 61,25%

2 Bendungan 83,03 36,11 43,49% 1 26,6 64,23%

3 Irigasi 343,03 265,49 77,40% 2.635 - 97,06%

4 Rumah 9,52 7,77 81,62% 12 - 0,40%

5 Sarpras Pendidikan 205,68 177,99 86,54% 806 - 0,00%

(Miliar Rupiah)

No Output Strategis PaguRealisasi Output

Tabel 3-24. Realisasi Capaian Output Strategis Bidang Infrastruktur TA 2019

Sumber: MEBE, Diolah (Akses 03 Januari 2020)

57

4.1. APBD TINGKAT PROVINSI BANTEN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu

pendorong pertumbuhan ekonomi dan salah satu penentu tercapainya target dan

sasaran makro ekonomi. APBD pada lingkup Provinsii Banten disusun oleh Pemerintah

Daerah Provinsi Banten, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Kabupaten Tangerang. Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kota Serang, dan Kota

Tangerang Selatan. Dalam mencapai sasaran APBD 2017-2022, visi yang dicanangkan

oleh Pemerintah Provinsi Banten adalah “Banten Yang Maju, Mandiri, Berdaya Saing,

Sejahtera Dan Berakhlakul karimah.” Guna mewujudkan visi tersebut, maka kebijakan

fiskal daerah diarahkan pada tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance),

peningkatan kualitas infrastruktur, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas

serta peningkatan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang pada akhirnya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Capaian rata-rata realisasi pendapatan berdasarkan klasifikasi ekonomi selama

kurun waktu 2017-2019 sebesar 99,53 persen. Capaian realisasi pendapatan dalam tiga

tahun terakhir mengalami penurunan, dimana capaian tahun 2019 menurun 2,79 persen

dibanding tahun 2018, dan menurun 4,05 persen dibanding tahun 2017. Namun secara

nominal realisasi tahun 2019 meningkat 7,29 persen dari tahun 2018 dan 10,70 persen

dari tahun 2017. Realisasi Pendapatan ditopang oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD),

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

Sumber : Pemda lingkup Provinsi Banten, (data diolah)

Tabel 4-1. Profil APBD se-Provinsi Banten (Agregat) Tahun 2017 - 2019 Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam miliar rupiah)

Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi

PENDAPATAN 32,168.86 32,587.34 33,607.22 33,623.57 37,092.72 36,074.57

PAD 13,627.91 14,711.44 14,070.16 14,770.33 15,897.95 15,761.75

Pendapatan Transfer 18,410.73 17,750.23 18,617.04 18,057.65 19,867.77 19,107.52

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 130.22 125.67 920.02 795.59 1,327.00 1,205.30

BELANJA 31,622.37 27,959.82 33,303.31 29,857.58 35,738.60 31,990.13

Belanja Operasi 22,715.53 20,822.08 24,774.25 22,939.65 27,442.30 25,048.47

Belanja Modal 8,834.71 7,114.91 8,416.89 6,900.32 8,165.46 6,876.28

Belanja Tidak Terduga 72.12 22.84 112.17 17.61 130.84 65.37

TRANSFER PEMERINTAH DAERAH 4,375.35 4,248.35 4,511.55 4,339.33 4,954.59 4,918.46

(3,828.86) 379.16 (4,207.65) (573.34) (3,600.46) (834.01)

PEMBIAYAAN 3,855.79 3,893.80 4,184.74 3,399.09 3,636.34 3,830.44

Penerimaan Daerah 4,128.81 4,128.76 4,468.97 3,502.45 3,858.34 3,911.44

Pengeluaran Daerah 273.02 234.96 284.22 103.36 222.00 81.00

SURPLUS / (DEFISIT)

20192017 2018Uraian

58

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dengan proporsi

masing-masing sebesar 43,69 persen, 52,97 persen dan 3,34 persen.

Capaian rata-rata belanja selama kurun waktu 2017-2019 sebesar 89,11 persen.

Capaian belanja tahun 2019 menurun

0,14 persen dibandingkan tahun

2018 namun meningkat 1,09 persen

dibanding tahun 2017. Porsi belanja

tahun 2019 adalah belanja operasi

sebesar 78,30 persen, belanja modal

sebesar 21,50 persen, dan belanja

tidak terduga sebesar 0,20 persen.

4.2. PENDAPATAN DAERAH

Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Daerah

adalah hak pemda yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode

tahun bersangkutan. Pendapatan daerah tersebut terdiri dari Pendapatan Asli Daerah,

Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah.

Realisasi pendapatan daerah tahun 2019 sebesar 97,26 persen dari target yang

ditetapkan atau sebesar Rp36.074,57 miliar. Realisasi pendapatan didukung oleh

Gambar 4-1. Perkembangan APBD Prov.

Banten Tahun 2017-2019

2017 2018 2019

101.

30%

100.

05%

97.2

6%

88.4

2%

89.6

5%

89.5

1%

PENDAPATAN

BELANJA

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi

PENDAPATAN DAERAH 32,168.86 32,587.34 33,607.22 33,623.57 37,092.72 36,074.57

PENDAPATAN ASLI DAERAH 13,627.91 14,711.44 14,070.16 14,770.33 15,897.95 15,761.75

Pendapatan Pajak Daerah 10,166.57 11,282.73 11,361.00 11,999.41 13,214.87 13,409.78

Pendapatan Retribusi Daerah 399.81 368.04 393.56 398.58 408.21 344.37

165.87 167.49 171.79 174.68 178.41 176.07

Lain-lain PAD yang sah 2,895.66 2,893.19 2,143.81 2,197.66 2,096.47 1,831.53

PENDAPATAN TRANSFER 18,410.73 17,750.23 18,617.04 18,057.65 19,867.77 19,107.52

Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 14,652.50 14,112.66 14,852.38 14,373.03 15,714.02 14,815.16

Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 1,090.11 1,089.20 1,088.99 1,077.64 1,392.30 1,378.81

Transfer Pemerintah Provinsi 2,324.61 2,245.12 2,287.37 2,229.69 2,435.55 2,522.14

Transfer Bantuan Keuangan 343.50 303.25 388.30 377.30 325.90 391.40

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 130.22 125.67 920.02 795.59 1,327.00 1,205.30

Pendapatan Hibah 130.22 123.89 920.02 789.23 1,327.00 1,204.38

Pendapatan Dana Darurat - - - - - -

Pendapatan Lainnya - 1.78 - 6.36 - 0.92

Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan

20192017URAIAN 2018

Sumber : Pemda lingkup Provinsi Banten (data diolah)

Tabel 4-2. Pendapatan Daerah APBD se-Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah)

59

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

realisasi komponen pembentuk pendapatan daerah yaitu PAD (43,69 persen),

Pendapatan Transfer (52,97 persen) dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (3,34

persen). Rata-rata capaian selama tahun 2017-2019 untuk PAD sebesar 44,26 persen

dengan capaian tertinggi tahun 2017 sebesar 45,14 persen, sedangkan rata-rata

capaian Pendapatan Transfer sebesar 53,71 persen dengan capaian tertinggi tahun

2017 sebesar 54,47 persen, dan rata-rata capaian Lain-lain Pendapatan Daerah Yang

Sah sebesar 2,03 persen dengan capaian tertinggi tahun 2019 sebesar 3,34 persen.

4.2.1. Dana Transfer/Perimbangan

Dana Transfer ke Daerah adalah bagian dari belanja Negara dalam rangka

mendanai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi

khusus, dan dana penyesuaian. Dana Transfer ke Daerah se-Provinsi Banten tahun

2019 sebesar Rp19.107,52 miliar dengan porsi Dana Perimbangan (77,54 persen),

Dana Bagi Hasil (13,20 persen), Dana Penyesuaian (9,31 persen), dan Dana Bantuan

Pemerintah sebesar (2.05 persen).

Analisis Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah

1) Ruang Fiskal

Ruang Fiskal merupakan pendapatan dikurangi dana alokasi earmarked (DAK) dan

belanja wajib.

𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔 𝐹𝑖𝑠𝑘𝑎𝑙 = (𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 − 𝐷𝐴𝐾) − 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝐿𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔

Semakin besar ruang fiskal, semakin leluasa pemda menyesuaikan dana dengan

prioritas daerah.

Rasio ruang fiskal daerah agregat Banten mencapai 68,70 persen dengan rasio

fiskal tertinggi Pemda Tangerang Selatan sebesar 83,32 persen dan rasio fiskal

terendah yaitu Kabupaten Pandeglang sebesar 45,41 persen. Pemda Kota

Tangerang Selatan mempunyai keleluasaan untuk mengalokasikan dana yang

menjadi proritas pembangunannya.

Sumber : Pemda lingkup Provinsi Banten (data diolah)

60

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

2) Rasio Kemandirian Daerah

Rasio PAD terhadap total pendapatan dan rasio dana transfer terhadap total

pendapatan

𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑃𝐴𝐷 = 𝑃𝐴𝐷

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑃𝐵𝐷 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟 =

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑃𝐵𝐷

Semakin tinggi rasio PAD semakin tinggi tingkat kemandirian suatu daerah,

sebaliknya semakin tinggi Rasio Dana Transfer semakin rendah tingkat kemandirian

suatu daerah.

Tingkat kemandirian daerah agregat Banten berdasarkan rasio PAD sebesar 43,69

persen dan rasio Dana Transfer sebesar 52,97 persen. Wilayah yang menunjukkan

tingkat kemandirian tertinggi adalah Pemprov Banten sebesar 62,69 persen diikuti

Pemkot Tangerang Selatan sebesar 52,77 persen. Sedangkan wilayah yang

memiliki ketergantungan tertinggi terhadap Dana Perimbangan adalah Pemkot

Serang sebesar 84,55 persen diikuti Pemkab Pandeglang sebesar 81,98 persen.

4.2.2. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Daerah yang diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan utama

pemerintahan daerah adalah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena hal ini berarti

pemerintah daerah didorong untuk dapat meningkatkan kemandirian keuangannya.

PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan

Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Capaian realisasi PAD wilayah

Banten secara agregat sebesar 99,14 persen. Capaian realisasi PAD tertinggi adalah

Pemkot Tangerang Selatan diikuti Kota Serang dan Kab Tangerang.

Komponen PAD di wilayah Banten adalah Pendapatan Pajak Daerah (85,08 persen),

Pendapatan Retribusi Daerah (2,18 persen), Pendapatan Hasil Pengolahan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan (1,12 persen) dan Lain-lain PAD yang Sah (11,62 persen).

Kontribusi penyumbang PAD terbesar diwilayah Banten berasal dari pajak daerah yaitu

62.69%

12.50%

8.26%

23.39%

48.08%

35.93%

47.78%

15.45%

52.77%

37.20%

80.58%

81.98%

70.17%

47.08%

61.88%

48.82%

84.55%

44.69%

Prov. Banten

Kab. Lebak

Kab. Pdg

Kab. Serang

Kab. Tgr

Kota Cilegon

Kota Tgr

Kota Serang

Kota Tangsel

Rasio Dana Transfer Rasio PAD

Gambar 4-3. Rasio Kemandirian Daerah di Banten Tahun 2019

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

61

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak

PBB/BPHTB. Hal ini tidak terlepas dari upaya Pemerintah Daerah

Provinsi/Kabupaten/Kota dalam meningkatkan PAD diantaranya kebijakan Pemprov

dalam penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran pajak

kendaraan bermotor dan penghapusan bea balik nama kendaraan bermotor mutasi

masuk luar daerah dan mutasi dalam daerah untuk meningkatkan peran serta

masyarakat untuk membayar Pajak Kendaraan Bermotor.

Rasio Perbandingan PAD terhadap Belanja Daerah menunjukkan sejauh mana

Pemerintah Daerah dapat membiayai belanjanya secara mandiri. Kemandirian daerah

di wilayah Banten cukup baik, hal tersebut ditunjukkan dengan rasio PAD sebesar 49,27

persen yang berarti bahwa Pemda mampu membiayai hampir ½ dari belanjanya

dengan PAD dan tetap memerlukan peningkatan yang terus menerus. Peningkatan

PAD dengan strategi intensifikasi dan ekstensifikasi perlu diupayakan semaksimal

mungkin. Dengan semakin meningkatnya PAD akan memberikan proporsi belanja

modal yang lebih besar untuk pembangunan sarana dan prasarana serta infrastruktur

yang berperan positif bagi pertumbuhan ekonomi.

4.2.3 Pendapatan Lain-lain

Pendapatan lain-lain merupakan pendapatan daerah selain dari dua sumber diatas.

Kontribusi pendapatan lain-lain terhadap komponen pendapatan daerah dalam APBD

sebesar 0.39 persen dari total pendapatan. Lain-lain pendapatan Daerah yang Sah

terbesar terdiri dari dana Hibah (99,92 persen) dan Pendapatan Lainnya (0,08 persen).

Gambar 4-4. Perkembangan Target dan Realisasi PAD Prov/Kab/Kota Lingkup Wilayah Banten Tahun 2019

(dalam miliar rupiah)

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

62

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

4.3 BELANJA PEMERINTAH DAERAH

Belanja Daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang

nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja

Daerah bersumber dari PAD dan Dana Transfer dari Pusat ke Daerah.

4.3.1 Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Klasifikasi Urusan

Belanja dalam APBD digunakan untuk membiayai Urusan Wajib yang

merupakan urusan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga Negara, dan

urusan pilihan adalah urusan yang sesuai kekhasan dan potensi unggulan daerah.

Berdasarkan porsinya, terdapat lima besar urusan wajib dan penunjang yang

mempunyai porsi alokasi tertinggi adalah urusan Keuangan (22,73 persen), Pendidikan

(22,73 persen), Kesehatan (12,97 persen) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

(11,67 persen), dan Fungsi Penunjang Lainnya (5,41 persen). Porsi alokasi tersebut

menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah Daerah di Banten menitikberatkan pada

pelayanan dasar pada masyarakat, tata kelola pemerintah, pembangunan sumber daya

manusia melalui pendidikan dan kesehatan, serta pembangunan infrastruktur guna

menunjang perekonomian.

4.3.2 Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi

Profil alokasi berdasarkan klasifikasi fungsi APBD se-Provinsi Banten kurun

waktu tahun 2017-2019 terdapat empat fungsi pemerintahan yang mendapatkan porsi

APBD terbesar yakni fungsi Pelayanan Umum (35,08 persen), Pendidikan (26,05

persen), Perumahan dan Fasilitas Umum (15,15 persen) serta Kesehatan (13,43

persen).

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

10,000

Keuangan Pendidikan Kesehatan PU &Penataan

Ruang

FungsiPenunjang

Lainnya

Pagu Realisasi %

Gambar 4-5. Perkembangan Pagu Realisasi Belanja Berdasarkan Klasifikasi Urusan se-Provinsi Banten (dalam miliar dan rupiah)

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

63

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

Sejalan dengan klasifikasi urusan, dilihat dari jenis fungsinya, kebijakan pemda

di Provinsi Banten menitikberatkan pada pelayanan pada masyarakat, pendidikan,

pembangunan infrastruktur dan kesehatan.

Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Klasifikasi Belanja

Rata-rata realisasi belanja daerah kurun waktu 2017-2019 sebesar 89,19 persen

dari target yang ditentukan. Porsi Belanja Tahun 2019 adalah Belanja Operasi (78,30

persen), Belanja Modal (21,50 persen) dan Belanja Tidak Terduga (0,20 persen).

Realisasi belanja tahun 2019 naik sebesar 7,14 persen dibandingkan tahun 2018

dan naik 14,41 dibandingkan tahun 2017. Kenaikan tersebut ditopang oleh hampir

seluruh komponen belanja daerah yang terealisasi rata-rata 89,19 persen. Ditinjau dari

proporsi realisasi jenis belanja terhadap total belanja, proporsi belanja modal dan belanja

tidak terduga lebih rendah jika dibandingkan dengan belanja operasi yang justru memiliki

realisasi tertinggi. Hal ini dapat mengakibatkan program infrastruktur bagi masyarakat

dan multiplier effect pada perekonomian berjalan lambat serta mengindikasikan bahwa

pemerintah daerah masih berkonsentrasi kepada masalah administrasi, belum maksimal

pada pelayanan publik dan penyediaan infrastruktur.

Ditinjau dari penyerapan per jenis belanja pada masing-masing pemerintah daerah di

Banten, penyerapan tertinggi berupa belanja pegawai, diikuti oleh belanja barang dan

belanja modal. Pola penyerapan belanja ini sama di seluruh pemerintah daerah di

wilayah Banten.

Tabel 4-3.Profil APBD Berdasarkan Klasifikasi Fungsi se-Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah dan persen)

No Fungsi

Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi

1 Pelayanan Umum 11,153.99 10,224.00 12,731.63 11,691.91 12,967.09 12,945.87

2 Ketertiban dan Ketentraman 352.20 328.75 382.51 361.28 467.11 367.77

3 Ekonomi 1,556.73 1,423.43 1,595.40 1,401.76 1,836.88 1,744.16

4 Lingkungan Hidup 1,508.83 1,035.66 1,760.86 1,368.78 1,309.90 1,094.57

5 Perumahan dan Fasilitas Umum 5,347.96 4,537.69 6,225.86 5,418.22 5,977.28 5,590.25

6 Kesehatan 3,931.27 3,336.62 4,393.14 3,875.63 4,905.43 4,955.60

7 Pariwisata dan Budaya 132.96 116.92 138.30 125.56 138.49 138.55

8 Pendidikan 7,542.92 7,058.11 8,521.88 7,935.28 8,938.39 9,615.78

9 Perlindungan Sosial 328.91 308.96 449.47 413.92 426.76 456.05

31,855.77 28,370.14 36,199.05 32,592.34 36,967.33 36,908.60 Jumlah

2017 2018 2019

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

64

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

Rasio belanja pegawai dan non pegawai di provinsi/kabupaten/kota di wilayah

Banten tahun 2019 bervariasi. Kabupaten Tangerang memiliki realisasi belanja barang

dan modal di atas belanja pegawai. Hal ini menunjukkan adanya prioritas belanja ke

aktifitas produktif seperti belanja modal. Tingginya belanja pegawai akan mengakibatkan

ruang fiskal semakin sempit, untuk itu alokasi belanja pegawai perlu ditekan dengan

penuh perhitungan dan realistis.

Tabel 4-4. Perkembangan Belanja APBD Berdasarkan Klasifikasi Jenis Belanja di Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam miliar rupiah)

Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi

31,622.37 27,959.82 33,303.31 29,857.58 35,738.60 31,990.13

BELANJA OPERASI 22,715.53 20,822.08 24,774.25 22,939.65 27,442.30 25,048.47

Belanja Pegawai 9,808.54 9,165.56 11,175.84 10,506.45 11,849.75 11,075.83

Belanja Barang 10,028.95 9,078.45 10,597.18 9,634.60 12,671.31 11,276.88

Belanja Bunga - - - - - -

Belanja Subsidi - - - - - -

Belanja Hibah 2,679.75 2,393.35 2,853.52 2,669.73 2,735.53 2,526.70

Belanja Bantuan Sosial 197.15 183.57 147.71 128.87 185.70 169.06

Belanja Bantuan Keuangan 1.15 1.15 - - - -

BELANJA MODAL 8,834.71 7,114.91 8,416.89 6,900.32 8,165.46 6,876.28

Belanja Tanah 1,201.92 500.93 1,637.88 859.56 1,281.52 820.34

Belanja Perlatan dan Mesin 1,435.01 1,236.62 1,282.29 1,083.42 1,411.32 1,210.57

Belanja Gedung dan Bangunan 2,347.42 1,968.34 2,055.69 1,791.95 2,097.72 1,816.35

Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 3,611.07 3,136.29 3,280.26 3,000.84 2,999.13 2,741.16

Belanja Aset Tetap Lainnya 176.60 214.29 129.26 136.23 297.70 226.08

Belanja Aset Lainnya 19.23 17.75 31.51 28.31 76.31 43.00

Belanja Modal Dana BOS 43.45 40.69 - - 1.75 18.79

BELANJA TIDAK TERDUGA 72.12 22.84 112.17 17.61 130.84 65.37

Belanja Tidak Terduga 72.12 22.84 112.17 17.61 130.84 65.37

TRANSFER PEMERINTAH DAERAH 4,375.35 4,248.35 4,511.55 4,339.33 4,954.59 4,918.46

Transfer Bagi Hasil Kpd Prov/Kab/Kota dan PemDesa 2,282.57 2,231.20 2,591.46 2,448.17 2,819.67 2,809.17

Transfer Bantuan Keuangan Kpd Prov/Kab/Kota dan PemDesa 1,821.62 1,746.28 1,904.38 1,875.77 1,852.59 1,828.24

Transfer Bantuan Keuangan Lainnya 271.16 270.88 15.70 15.38 282.33 281.06

BELANJA DAERAH

20192017 2018

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

Tabel 4-5. Rasio Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal Terhadap Total Belanja Tahun 2019 Pemerintah Prov/Kabupaten/Kota (dalam miliar rupiah dan persen)

No Prov/Kab/Kota Belanja Daerah Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja ModalBelanja Operasi/

Belanja Daerah

Belanja Pegawai/

Belanja Daerah

Belanja Barang/

Belanja Daerah

Belanja Modal/

Belanja Daerah

1 Prov. Banten 8,353.64 2,161.27 2,637.72 1,379.98 83.46% 25.87% 31.58% 16.52%

2 Kab. Lebak 2,243.30 1,042.45 753.99 384.61 82.73% 46.47% 33.61% 17.14%

3 Kab. Pandeglang 2,196.72 1,264.27 502.85 364.52 83.40% 57.55% 22.89% 16.59%

4 Kab. Serang 2,735.01 1,161.12 918.73 600.92 78.03% 42.45% 33.59% 21.97%

5 Kab. Tangerang 5,339.00 1,870.81 1,921.99 1,393.70 73.86% 35.04% 36.00% 26.10%

6 Kota Cilegon 1,822.33 693.66 660.72 413.22 77.32% 38.06% 36.26% 22.68%

7 Kota Tangerang 4,333.50 1,451.68 1,904.30 880.17 78.34% 33.50% 43.94% 20.31%

8 Kota Serang 1,333.72 564.01 486.94 252.75 81.05% 42.29% 36.51% 18.95%

9 Kota Tangerang Selatan 3,632.90 866.56 1,489.64 1,206.42 66.79% 23.85% 41.00% 33.21%

31,990.13 11,075.83 11,276.88 6,876.28 78.30% 34.62% 35.25% 21.50%Jumlah

RasioUraian

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

65

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

4.4 PERKEMBANGAN BLU DAERAH

4.4.1. Profil dan Jenis Layanan Satuan Kerja Badan Layanan Umum Daerah

BLUD wilayah lingkup Provinsi Banten berjumlah 12 SKPD dengan jenis layanan

sektor kesehatan (10 SKPD) dan Pinjaman Dana Bergulir (2 SKPD). Total Pagu BLUD

secara agregat wilayah Banten sebesar Rp2.314,65 miliar dengan realisasi sebesar

85,39 persen. RSUD Kab. Tangerang memiliki total pagu tertinggi sebesar Rp487.25

miliar, sedangkan pagu terendah adalah UPT Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Kota Cilegon sebesar Rp5,38 miliar.

Terhadap seluruh Satker BLUD yang ada, sangat diharapkan dapat memberikan

dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, mewujudkan kesejahteraan umum

tanpa mengutamakan mencari keuntungan dalam melakukan kegiatannya dengan tetap

berdasarkan prinsip fleksibilitas, efisiensi dan produktivitas.

4.4.2. Perkembangan pengelolaan aset, PNBP dan RM BLU Daerah

Pengelolaan aset selama kurun waktu 2017-2019 semakin membaik. Rata-rata

asset per tahun sebesar Rp2.024 miliar. Pengelolaan aset tahun 2019 naik sebesar

14,40 persen dibanding tahun 2018 dan meningkat 20,56 dibanding tahun 2017. RSUD

Sumber : BLUD Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

Tabel 4-6. Profil dan Jenis Layanan BLUD di Provinsi Banten Tahun 2019 (dalam juta rupiah)

No Jenis Layanan Satker BLUD Nilai Aset

Pagu Realisasi Pagu Realisasi

1 Kesehatan RSUD Provinsi Banten 296,446.93 50,000.00 41,115.95 135,250.43 119,681.19

2 Kesehatan RSUD Ajidarmo Lebak 186,534.60 206,081.47 140,973.30 35,426.65 34,085.34

3 Kesehatan RSUD Malingping 698.32 15,000.00 12,571.10 86,449.16 82,608.57

4 Kesehatan RSUD Berkah Pandeglang 108,199.11 72,730.90 64,984.51 51,783.64 50,111.28

5 Kesehatan RSUD Dradjat Prawiranegara Kab Serang291,722.66 195,148.80 198,496.94 3,647.14 2,958.71

6 Kesehatan RSUD Kab Tangerang 291,585.47 252,803.45 196,779.26 234,445.87 223,376.52

7 Kesehatan RSUD Balaraja 250,216.27 130,511.08 87,250.76 243,709.67 194,546.40

8 Kesehatan RSUD Kota Cilegon 147,466.09 79,122.59 74,074.09 93,210.07 85,438.16

9 Kesehatan RSUD Kota Tangerang 408,674.92 120,036.47 85,266.05 54,462.74 53,696.98

10 Kesehatan RSUD Kota Tangerang Selatan 198,649.49 46,888.03 34,436.14 197,128.90 183,751.25

11 Pinjaman Dana bergulir UPT Pengelola Dana Bergulir

Kota Cilegon23.62 4,815.78 3,359.57 561.64 525.70

12 Pinjaman Dana bergulir Unit Pengelola Dana Bergulir

(UPDB) Kab Tangerang65,698.04 4,203.08 5,429.76 1,230.72 996.05

2,245,915.52 1,177,341.65 944,737.43 1,137,306.63 1,031,776.15 Jumlah Total

PNBP RM

66

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

Kota Tangerang memiliki aset terbesar yakni Rp408,67 miliar. Dan UPT PDB Cilegon

memiliki asset terendah yakni Rp0,23 miliar. Pendapatan PNBP untuk membiayai

belanja secara agregat wilayah Banten sebesar 48,49 persen. Satker BLUD dengan

porsi pendapatan PNBP terbesar adalah RSUD Ajidarmo Lebak (91,12 persen) diikuti

RSUD Dradjat Kabupaten Serang (88,37 persen) dan UPT PDB Kota Cilegon (82,64

persen). Sedangkan porsi pendapatan terkecil adalah RSUD Malingping (16,58 persen).

Kemampuan satker BLUD di wilayah Banten menunjukkan bahwa tingkat

kemandiriannya semakin membaik.

RSUD yang potensial menjadi satker BLUD adalah RSUD Kota Serang yang

sudah beroperasi sejak tahun 2018, mempunyai pendapatan PNBP tahun 2019 sebesar

Rp80,91 juta dengan jumlah aset tahun 2019 sebesar Rp12,57 miliar. RSUD Kota

Serang sedang berupaya menjadi satker BLUD dengan bekerjasama dengan BPJS

maupun pihak asuransi lainnya, namun sampai dengan saat ini belum terlaksana karena

sedang mengurus akreditasi Rumah Sakit yang menjadi persyaratan dalam kerjasama

dengan pihak asuransi.

4.4.3. Analisis legal Badan Layanan Umum Daerah

Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah terdapat beberapa peraturan

yang mengatur bahkan sampai ke tingkat bupati/walikota. Peraturan- peraturan tersebut

telah sinkron dengan peraturan induk pengelolaan BLU yaitu PP Nomor 23/2005 jo PP

Nomor 74/2012 tentang pengelolaan BLU dan Permendagri nomor 61/2007 tentang

Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD. Secara umum, apabila dilihat dari

peraturan daerah, peraturan gubernur, maupun peraturan bupati/walikota pemda

Gambar 4-6. Perkembangan Pagu Realisasi dan Pendapatan BLUD wilayah Banten 2019 (dalam miliar rupiah dan persen)

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

100.00%

0.00

100,000.00

200,000.00

300,000.00

400,000.00

500,000.00

600,000.00

RSUDBanten

RSUDLebak

RSUDMalingping

RSUDBerkah

Pdg

RSUDDradjat

KabSerang

RSUDKab

Tangerang

RSUDBalaraja

RSUDKota

Cilegon

RSUDKota

Tangerang

RSUDKota

Tangsel

UPT PDBKota

Cilegon

UPDBKab

Tangerang

Sumber : BLUD Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

67

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

Provinsi Banten terkait dengan kelembagaan, tata kelola, SDM, dan pengendalian

internal, maka seluruh peraturan yang dibuat telah sesuai dengan ketentuan.

Kelembagaan Tata KelolaSumber Daya Manusia

(SDM)Pengendalian

1 RSUD Provinsi Banten

Keputusan Gubernur

Nomor 900.05/Kep.384-

Huk/2016

Peraturan Gubernur

Nomor 8 Tahun 2016

tanggal 10 Februari 2016

-

Keputusan Gubernur

Nomor 445.05/Kep.185-

Huk/2019 tanggal 4 Mei

2019

2 RSUD Ajidarmo Lebak

Keputusan Bupati Lebak

No. 900/Kep.588-

DPPKD/2015

Peraturan Bupati Lebak

Nomor 62 Tahun 2017

tanggal 27 Desember

2017

Peraturan Bupati Lebak

Nomor 15 Tahun 2016

Peraturan Bupati Lebak

Nomor 4 Tahun 2016

tanggal 7 Januari 2016

3 RSUD Malingping

Keputusan Gubernur

Nomor 900/Kep.399-

Huk/2016

Peraturan Gubernur

Nomor 12 tahun 2019- -

4 RSUD Berkah Pandeglang

Keputusan Bupati Nomor

445/Kep. 404- Huk/2016

Tanggal 17 Oktober 2016

Peraturan Bupati

Pandeglang Nomor 86

Tahun 2016 tanggal 29

Desember 2016

Peraturan Bupati

Pandeglang Nomor 71

Tahun 2018 tanggal 17

September 2018

Keputusan Bupati

Pandeglang

Nomor704/Kep.296-

Huk/2018 Tahun 2018

tanggal 6 Agustus 2018

5 RSUD Dradjat

Prawiranegara Kab Serang

Peraturan Daerah

Kabupaten Serang

Nomor 13 Tahun 2007

Peraturan Daerah

Kabupaten Serang

Nomor 52 tahun 2012

Peraturan Daerah

Kabupaten Serang

Nomor 50 tahun 2012

Peraturan Daerah

Kabupaten Serang

Nomor No. 52 Tahun

2012

6 RSUD Kab Tangerang

Keputusan Bupati Kab.

Tangerang No.

445/Kep.113-Huk/2008

Peraturan Bupati Kab

Tangerang No.445/Kep-

113-Huk Tahun 2008

Peraturan Bupati Kab

Tangerang Nomor 25

Tahun 2012

Peraturan Bupati Kab

Tangerang Nomor 36

Tahun 2018

7 RSUD Balaraja

Surat Keputusan Bupati

Kab Tangerang Nomor :

074/Kep.268-Huk/2013

tanggal 1 Mei 2013

Peraturan Bupati Kab

Tangerang Nomor 46

tahun 2012 tanggal 27

November 2012

- -

8 RSUD Kota Cilegon

Keputusan Walikota

No.445/Kep.373-

Org/2011 Tgl.21-6-2011

Peraturan Walikota

Cilegon No.33 tahun 2009

tanggal 7 September

2009

Peraturan Walikota

Cilegon No.20 tahun 2014

tanggal 9 Agustus 2014

Surat Keputusan Direktur

RSUD No. 445/181/SK-

TU/2018 tanggal 1 Maret

2018

9 RSUD Kota Tangerang

Keputusan Walikota

Tangerang Nomor

445/Kep.87-RSUD/2014

Tanggal 30 Januari 2014

Peraturan Walikota

Tangerang Nomor 8

tahun 2018 tanggal 1

Agustus 2018

Peraturan Walikota

Tangerang Nomor 12

tahun 2014

Peraturan Walikota

Tangerang Nomor 37

tahun 2012 tanggal 12

Desember 2012

10 RSUD Kota Tangerang

Selatan

Keputusan Walikota

Tangerang Selatan

Nomor 445,1/Kep112-

Huk/2015

Peraturan Walikota

Tangerang Selatan

Nomor 45 tahun 2019

tanggal 9 Desember 2019

-

Peraturan Walikota

Tangerang Selatan

Nomor 44 Tahun 2019

tanggal 9 Desember 2019

11 UPT Pengelola Dana

Bergulir Cilegon

Peraturan Walikota

Cilegon No.91 Tahun

2016

Peraturan Walikota

Cilegon Nomor 4 Tahun

2015 tanggal 1 Desember

2015

Keputusan Walikota

Cilegon Nomor

060.05/Kep.352-Org/2014

tanggal 25 Juli 2014

Peraturan Walikota

Cilegon No.91 Tahun

2016 tanggal 1 November

2016

12 UPDB KUMKM Kabupaten

Tangerang

Kep. Bupati No.

518/Kep.357-Huk/2013

Tgl. 8-7-2013

Peraturan Bupati

Tangerang Nomor 19

Tahun 2014

Peraturan Bupati

Tangerang Nomor 21

Tahun 2014

-

Peraturan Gubernur/Bupati/WalikotaNAMA BLUDNo

Tabel 4-7. Analisis Legal Aspek Pengelolaan Satker BLU Daerah di Provinsi Banten

Sumber : BLUD Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

68

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

4.4.4. Pengelolaan Investasi Daerah

Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan

Investasi Pemerintah Daerah, Investasi Daerah adalah penempatan sejumlah dana

dan/atau barang milik daerah oleh pemerintah daerah dalam jangka panjang untuk

investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung, yang mampu

mengembalikan nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat

lainnya dalam jangka waktu tertentu.

Investasi daerah di Banten berupa penyertaan modal pemerintah daerah selama

kurun waktu tahun 2017-2019 sebesar Rp926,27 miliar. Investasi daerah Tahun 2019

sebesar Rp832,11 miliar merupakan investasi terendah dibandingkan tahun-tahun

sebelumnya. Investasi terbesar adalah Provinsi Banten sebesar 90,27 persen dari total

investasi, diikuti Kab Tangerang (3,61 persen) dan Kota Tangerang Selatan (2,64

persen). Pemerintah Daerah Banten telah berupaya melakukan penyertaan modal

(investasi) untuk membantu BUMD/perusahaan daerah agar ikut mendorong

pertumbuhan perekonomian di daerah serta meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat.

Dari profil dapat dilihat bahwa BUMD di Provinsi Banten didominasi oleh sektor

keuangan. Besarnya total aset menunjukkan peran penting BUMD dalam menggerakkan

perekonomian masyarakat kecil dan menengah di wilayah Banten.

Tabel 4-8. Bentuk Investasi Daerah di Provinsi Banten Tahun 2017 - 2019 (dalam rupiah)

No. Bentuk Investasi TA 2017 TA 2018 TA 2019

1 Surat Berharga

2 Investasi Langsung

Penyertaan Modal Pemda 945,645,514,921.48 1,001,051,677,054.96 832,108,908,254.85

Pemberian Pinjaman

945,645,514,921.48 1,001,051,677,054.96 832,108,908,254.85 Jumlah Investasi

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

69

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

4.5 SURPLUS/DEFISIT APBD

Selisih Antara pendapatan dan belanja akan menimbulkan surplus atau defisit

sedangkan jika pendapatan dan belanja sama maka akan mencapai anggaran yang

berimbang. Surplus APBD terjadi bila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih

besar dari anggaran belanja daerah, jika sebaliknya maka defisit.

Tabel 4-9. Profil Aset BUMD di Provinsi Banten Tahun 2017-2019 (dalam rupiah)

No. Nama Satker BUMD Aset 2017 Aset 2018 Aset 2019

1 PT. BANTEN GLOBAL DEVELOPMENT (BGD) 21,385,237,000.00 33,276,231,000.00 44,095,438,000.00

2 PT. JAMKRIDA 81,059,089,163.04 81,123,589,323.50 126,831,776,685.59

3 PD. BPR SERANG 13,556,381,826.00 15,492,852,662.00 19,466,794,790.00

4 PD. BPR KERTA RAHARJA 389,041,709,445.00 494,359,384,000.00 559,515,561,000.00

5 BANK BJB Banten 114,980,168,000,000.00 114,622,080,000,000.00 116,995,199,000,000.00

6 PT LKM ARTHA KERTA RAHARJA 425,203,087,000.00 29,179,705,610.00 29,097,707,151.00

7 PT. LKM RANGKASBITUNG 4,617,925,014.85 6,402,351,949.00 9,168,820,090.00

8 PD. BPR BERKAH KAB. PANDEGLANG - 107,094,537,760.00 152,166,071,385.00

9 PD. BPR LEBAK SEJAHTERA 21,385,237,000.00 33,276,231,000.00 44,095,438,000.00

10 PT. LKM PANDEGLANG BERKAH 13,556,381,826.00 15,492,852,662.00 19,466,794,790.00

11 PDAM Kab. Lebak 181,518,576,662.00 194,640,493,104.00 203,396,326,755.00

12 PD Lebak Niaga 13,541,438,496.00 13,541,438,496.00 14,497,014,087.00

13 PD. BPR Warung Gunung 21,395,206,364.00 33,414,644,197.00 44,095,438,000.00

14 PT. LKM Rangkasbitung 4,617,925,015.00 6,404,249,949.00 9,121,433,547.00

15 PDAM Kab. Serang 132,774,009,193 140,423,016,267 147,548,458,320

16 BPR Kab. Serang 389,041,709,445 494,405,686,389 559,515,561,000

17 LPK-CIOMAS Kab. Serang 14,127,134,423 17,160,516,134 14,578,186,000

18 SBM Kab. Serang - - 4,255,302,242

19 Bank Jabar Banten Tangerang Kab. Tangerang 88,669,682,000,000.00 120,191,387,000,000.00 120,191,387,000,000.00

20 PDAM Tirta Kerta Raharja Kab. Tangerang 748,363,612,424.99 799,095,253,878.00 799,095,253,878.00

21 PD. Pasar Niaga Kerta Raharja Kab. Tangerang 22,000,424,964.00 22,263,007,463.00 23,160,206,779.00

22 PT. Mitra Kertaraharja Kab. Tangerang 4,368,334,616.00 11,389,075,750.00 14,115,807,404.00

23 PT. LKM Kab. Tangerang 22,906,728,227.00 29,385,411,610.00 29,097,707,151.00

24 PD BPR Kerta Raharja Kab. Tangerang 425,228,441,450.00 538,413,522,400.00 590,611,025,000.00

25 PT. Pembangunan Investasi Tangsel 15,897,380,476.00 58,565,731,818.00 92,774,427,775.00

206,615,435,970,031.00 237,988,266,783,421.00 240,736,352,549,830.00 Total Aset

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

70

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

a. Rasio Surplus/Defisit Terhadap Agregat Pendapatan

Rasio ini untuk mengetahui proporsi adanya surplus/defisit anggaran terhadap

pendapatan yang menunjukkan performa fiskal pemerintah daerah dalam menghimpun

pendapatan untuk membiayai belanja, atau penghematan belanja dengan pendapatan

tertentu. Semakin tinggi proporsi surplus maka kemampuan pemerintah daerah untuk

menghimpun pendapatan semakin baik disamping mampu melakukan penghematan

belanja.

Secara umum kemampuan keuangan pemerintah daerah di Banten pada tahun

2019 menurun dibandingkan tahun 2018. Tahun 2019 terdapat 7 daerah mengalami

defisit sedangkan tahun 2018 terdapat 5 daerah mengalami defisit. Surplus tertinggi

berada di Kabupaten Pandeglang sebesar Rp41,75 miliar. Kondisi sebaliknya defisit

tertinggi adalah Kota Serang dengan rasio sebesar minus 8,5 persen yang dapat

diartikan kurang optimalnya menghimpun pendapatan. Rata-rata rasio surplus/defisit

terhadap pendapatan di Provinsi Banten adalah minus 3,0 persen.

b. Rasio Surplus/Defisit Terhadap Realisasi Dana Transfer

Rasio ini untuk mengetahui proporsi adanya surplus/defisit anggaran terhadap

salah satu sumber pendapatan APBD, yaitu realisasi pencairan dana transfer. Hal ini

dapat menunjukkan akses likuiditas Pemda pada semester I Tahun 2019 akibat

frontloading pencairan dana transfer.

Semakin rendah rasio semakin rendah ketergantungan daerah terhadap

pencairan dana transfer dari pusat. Seluruh pemerintah daerah di Banten masih ”

Gambar 4-7. Rasio Surplus/Defisit Terhadap Agregat Pendapatan Tahun 2019 Menurut Prov/Kab/Kota (dalam persen)

-1.1%

0.7%1.6%

-5.9%

-2.5%-3.2%

-2.2%

-8.5%

-5.5%

-10.0%

-8.0%

-6.0%

-4.0%

-2.0%

0.0%

2.0%

4.0%

ProvBanten

Kab Lebak KabPandeglang

KabSerang

KabTangerang

KotaCilegon

KotaTangerang

KotaSerang

KotaTangsel

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

71

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

bergantung pada dana transfer dengan rasio yang beragam. Meskipun sudah dibiayai

dari dari PAD dan Dana Transfer tetapi tidak dapat menutupi belanja pada semester I.

c. Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB

Rasio ini menggambarkan kesehatan ekonomi regional, semakin kecil resikonya

berarti daerah tersebut mampu memproduksi barang dan jasa yang cukup baik untuk

membiayai hutang akibat defisit anggaran pemerintah daerah.

Rasio surplus/defisit terhadap PDRB ADHB dan ADHK tahun 2019 lebih besar

dibandingkan tahun 2018 dengan rasio minus 0,13 persen dan minus 0,18 persen. Hal

ini disebabkan anggaran yang terserap belum optimal sehingga memberikan dampak

negatif bagi pertumbuhan ekonomi regional.

4.6. PEMBIAYAAN

Pembiayaan Daerah adalah seluruh penerimaan yang harus dibayar kembali

dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali. Pembiayaan daerah terdiri dari

penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Rasio SiLPA Terhadap Alokasi Belanja

Rasio ini mencerminkan proporsi belanja atau kegiatan yang tidak digunakan

dengan efektif oleh pemerintah daerah. Efektifitas penyerapan belanja pemerintah

Gambar 4-8. Rasio Surplus/Defisit Terhadap Dana Transfer Semester I Tahun 2019

Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota (dalam persen)

13.1%

46.9%33.3% 32.2%

371.3%

51.8%

105.9%

37.8% 38.8%

0.0 %

50.0%

100 .0%

150 .0%

200 .0%

250 .0%

300 .0%

350 .0%

400 .0%

ProvBanten

Kab Lebak KabPandeglang

KabSerang

KabTangerang

KotaCilegon

KotaTangerang

KotaSerang

KotaTangsel

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

Tabel 4-10. Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB Tahun 2019 (dalam jutaan)

rupiah) Tahun Surplus/defisit PDRB ADHB PDRB ADHK

Surplus(defisit) / Surplus(defisit) /

PDRB ADHB PDRB ADHK

2017 379.16 518,271.32 387,824.35 0.07% 0.10%

2018 (573.34) 564,429.16 409,959.69 -0.10% -0.14%

2019 (834.01) 664,963.40 458,022.71 -0.13% -0.18%

Rasio

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data

diolah)

72

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

daerah, diketahui melalui perhitungan rasio SiLPA terhadap alokasi belanja. Rasio

SiLPA terhadap alokasi belanja di Banten tahun 2019 sebesar 11 persen menurun 1

poin dibandingkan tahun 2018 (12 persen). Hal ini menunjukkan sedikit penurunan

efektifitas terhadap penyerapan anggaran di tahun 2019 dan peningkatan kemandirian

APBD (ketergantungan pada sisi pembiayaan menurun).

Kabupaten Tangerang memiliki rasio tertinggi yaitu 14 persen. Hal ini

menunjukkan kurangnya belanja atau kegiatan yang digunakan secara efektif. Rasio

terendah berada di Kabupaten Pandeglang yakni sebesar 4 persen . Hal ini

menunjukkan bahwa penyerapan anggaran di Kabupaten Pandeglang lebih efektif

dibandingkan dengan pemerintah daerah lain di Banten. Seluruh pemerintah daerah di

Banten mengalami kemajuan penyerapan anggaran yang dilihat dari turunnya rasio

SiLPA dari tahun sebelumnya.

4.7 ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

4.7.1. Analisis Horizontal dan Vertikal

Analisis Horizontal merupakan analisis untuk membandingkan angka-angka

dalam satu laporan realisasi Pemda satu dengan Pemda lain dalam satu wilayah

Provinsi.

Pemda dengan pendapatan terbesar adalah Pemprov Banten (31,05 persen) dan

Pemkab Tangerang (16,20 persen) dari total pendapatan wilayah Banten. Sedangkan

Pemda dengan pendapatan terkecil adalah Pemkot Serang (3,41 persen). Sejalan

dengan kondisi pendapatan, belanja terbesar direalisasikan oleh Pemprov Banten dan

Pemkab Tangerang.

11%

10%

4%

11%

14%

9%

11%

7%

12%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

Prov Banten Kab Lebak KabPandeglang

Kab Serang KabTangerang

Kota Cilegon KotaTangerang

Kota Serang Kota Tangsel

Gambar 4-9. Rasio SILPA Terhadap Alokasi Belanja Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota

Tahun 2019 (dalam persen)

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

73

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

Analisis Vertikal merupakan analisis yang membandingkan Antara pos yang satu

dengan pos yang lain terhadap totalnya dalam satu komponen APBD yang sama.

Rata-rata porsi dana perimbangan pada pemda wilayah masih tinggi, hal ini

menunjukkan ketergantungan terhadap dana perimbangan masih besar. Porsi dana

perimbangan tertinggi adalah Kota Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten

Lebak dengan porsi diatas 80 persen dari total pendapatan.

4.7.2. Analisi Kapasitas Fiskal Daerah

Analisis Kapasitas Fiskal Daerah (KFD) adalah analisis yang digunakan untuk

mengukur kemampuan Keuangan Daerah yang dicerminkan melalui pendapatan daerah

dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan, belanja pegawai,

belanja bunga, belanja hibah untuk daerah otonom baru, belanja bagi hasil dan alokasi

dana desa untuk membiayai tugas pemerintahan daerah.

Indeks Kapasitas Fiskal Daerah Wilayah Banten selama kurun waktu 2017-2019

dengan kategori rata-rata sangat tinggi. Daerah dengan kategori sangat tinggi adalah

PAD 7,022.34 334.72 218.33 707.87 2,809.19 634.78 2,026.98 190.03 1,817.51

Pendapatan Transfer 4,166.56 2,156.91 2,166.14 2,123.67 2,750.83 1,093.32 2,070.90 1,040.00 1,539.19

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 13.00 185.19 257.94 195.13 283.21 38.86 144.42 0.00 87.55

Belanja Operasi 6,972.13 1,855.99 1,832.14 2,134.00 3,943.15 1,409.11 3,394.66 1,080.95 2,426.35

Belanja Modal 1,379.98 384.61 364.52 600.92 1,393.70 413.22 880.17 252.75 1,206.42

Belanja Tidak Terduga 1.52 2.70 0.06 0.09 2.16 0.00 58.67 0.03 0.13

TRANSFER PEMERINTAH DAERAH 2,974.32 414.98 403.94 468.72 650.15 0.98 2.37 1.15 1.86

-126.05 18.54 41.75 -177.06 -145.92 -56.34 -93.56 -104.84 -190.52

PEMBIAYAAN

Penerimaan Daerah 1,079.96 252.96 93.62 376.82 792.25 192.90 560.63 100.44 461.87

Pengeluaran Daerah 0.00 5.00 6.00 37.70 30.00 0.00 15.00 0.00 22.00

1,079.96 247.96 87.62 339.12 762.25 192.90 545.63 100.44 439.87

3,444.24 PENDAPATAN 11,201.90

Kota

Serang

Kota

Tangsel

SURPLUS / (DEFISIT)

PEMBIAYAAN NETO

BELANJA 8,353.64 2,243.30 2,196.72 2,735.01 5,339.00 1,822.33 4,333.50 1,333.72 3,632.90

5,843.23 1,766.96 4,242.31 1,230.042,676.82 2,642.40 3,026.67

URAIANProv.

Banten

Kab.

Lebak

Kab.

Pandeglang

Kab.

Serang

Kab.

Tangerang

Kota

Cilegon

Kota

Tangerang

Tabel 4-11. Analisis Horizontal Realisasi APBD Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

Tabel 4-12. Analisis Vertikal Realisasi APBD Tahun 2019 (dalam miliar rupiah)

PAD 62.69% 12.50% 8.26% 23.39% 48.08% 35.93% 47.78% 15.45% 52.77%

Pendapatan Transfer 37.20% 80.58% 81.98% 70.17% 47.08% 61.88% 48.82% 84.55% 44.69%

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 0.12% 6.92% 9.76% 6.45% 4.85% 2.20% 3.40% 0.00% 2.54%

Belanja Operasi 83.46% 82.73% 83.40% 78.03% 73.86% 77.32% 78.34% 81.05% 66.79%

Belanja Modal 16.52% 17.14% 16.59% 21.97% 26.10% 22.68% 20.31% 18.95% 33.21%

Belanja Tidak Terduga 0.02% 0.12% 0.00% 0.00% 0.04% 0.00% 1.35% 0.00% 0.00%

BELANJA 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% PENDAPATAN 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

URAIANProv.

Banten

Kab.

Lebak

Kab.

Pandeglang

Kab.

Serang

Kab.

Tangerang

Kota

Cilegon

Kota

Tangerang

Kota

Serang

Kota

Tangerang

Selatan

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

74

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

Kabupaten Tangerang diikuti Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Daerah

yang mengalami peningkatan kategori adalah Provinsi Banten dari kategori sedang

menjadi tinggi, sedangkan daerah yang mengalami penurunan kategori adalah

Kabupaten Pandeglang dari kategori tinggi menjadi sedang. Dengan meningkatnya

kapasitas fiskal daerah wilayah Banten mencerminkan kemampuan keuangan masing-

masing daerah semakin membaik.

4.8. PERKEMBANGAN BELANJA WAJIB DAERAH

Perkembangan belanja wajib daerah untuk melihat gambaran perkembangan

mandatory spending dalam pelaksanaan APBD di daerah. Mandatory Spending adalah

alokasi belanja wajib yang diatur undang-undang. Tujuan mandatory spending adalah

mengurangi masalah ketimpangan social dan ekonomi daerah.

Alokasi belanja daerah wilayah Banten secara agregat sebesar Rp35.738,60

miliar dengan porsi pagu pada sektor pendidikan sebesar 25,01 persen, sektor

Sumber : PMK 119/PMK.07/2017 , PMK 107/PMK.07/2018 dan PMK PMK 126/PMK.07/2019

Tabel 4-13. Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) Daerah di Wilayah Banten Tahun 2017-2019

No Provinsi/Kab/Kota

IKF Kategori IKF Kategori IKF Kategori

1 Provinsi Banten 0.60 sedang 1.00 sedang 1.14 tinggi

2 Kabupaten Lebak 0.29 rendah 1.63 tinggi 1.43 tinggi

3 Kabupaten Pandeglang 0.22 rendah 1.26 tinggi 0.97 sedang

4 Kabupaten Serang 0.59 sedang 1.95 tinggi 1.71 tinggi

5 Kabupaten Tangerang 0.62 sedang 5.10 sangat tinggi 4.32 sangat tinggi

6 Kota Cilegon 2.18 sangat tinggi 1.68 tinggi 1.51 tinggi

7 Kota Tangerang 0.89 sedang 4.08 sangat tinggi 4.22 sangat tinggi

8 Kota Serang 0.59 sedang 0.86 sedang 0.85 sedang

9 Kota Tangerang Selatan 9.19 sangat tinggi 3.40 sangat tinggi 3.13 sangat tinggi

2016 2017 2018

Gambar 4-10. Perkembangan Sektor Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur Wilayah Banten Tahun 2019

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

75

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

kesehatan sebesar 13,73 persen dan sektor infrastruktur sebesar 16,73 persen. Porsi

alokasi belanja Pendidikan tertinggi adalah Kabupaten Lebak (38,78 persen) dan

terendah Kabupaten Pandeglang (8,60 persen). Alokasi belanja Kesehatan tertinggi

adalah Kabupaten Tangerang (20,97 persen) dan terendah Provinsi Banten (5,62

persen). Sedangkan alokasi belanja Infrastruktur tertinggi adalah Kota Tangerang

Selatan (20,77 persen) dan terendah Kab Pandeglang (9,38 persen).

4.8.1. Belanja Daerah Sektor Pendidikan

Sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4) dan UU No.20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen

dari total APBD.

Alokasi Pagu Pendidikan wilayah Banten sebesar Rp8.938,39 miliar dengan alokasi

pagu pendidikan daerah kabupaten/kota rata-rata melebihi 20 persen dari masing-

masing total pagu. Namun masih terdapat 2 daerah yang alokasi pagunya dibawah 20

persen dari total pagu yaitu daerah Kabupaten Pandeglang (8,60 persen) dan Kota

Tangerang Selatan (16,61 persen). Sedangkan dari ditinjau dari sisi realisasinya semua

daerah sudah melampui 20 persen dari total realisasi belanja pendidikan. Hal ini

menunjukkan kebutuhan tingkat pendidikan disemua daerah kabupaten/kota menjadi

prioritas bagi bagi semua daerah di Banten.

4.8.2. Belanja Daerah Sektor Kesehatan

Alokasi anggaran kesehatan pemerintah daerah minimal 10 persen dari APBD

sesuai UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Alokasi Pagu Pendidikan wilayah

Banten sebesar Rp4.905,43 miliar dengan porsi pagu daerah kabupaten/kota rata-rata

melebihi 10 persen dari masing-masing total pagu. Namun untuk Pemprov Banten masih

berada pada pagu dibawah angka 10 persen. Pagu tertinggi sektor kesehatan adalah

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

Gambar 4-11. Porsi Pagu dan Realisasi Belanja Daerah Sektor Pendidikan Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019 (dalam persen)

24.09%

38.78%

8.60%

34.16%

24.40% 24.18%28.53% 29.75%

16.61%

25.92%

43.91%

52.20%

35.94%

26.00% 25.56%

29.19%

35.41%

20.50%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

Prov.Banten

Kab. Lebak Kab.Pandeglang

Kab.Serang

Kab.Tangerang

KotaCilegon

KotaTangerang

KotaSerang

KotaTangsel

PAGU REALISASI

76

BAB IV : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN APBD

Kabupaten Tangerang (20,97 persen) diikuti Kota Tangerang Selatan (18,39 persen)

dan Kabupaten Serang (18,55 persen). Hal ini menunjukkan kebutuhan tingkat

kesehatan disemua daerah kabupaten/kota menjadi prioritas bagi semua daerah di

Banten.

4.8.3. Belanja Daerah Sektor Infrastruktur

Alokasi anggaran Infrastruktur pemerintah daerah untuk melihat gambaran dan

alokasi belanja infrastruktur daerah.

Alokasi Pagu Infrastruktur wilayah Banten sebesar Rp5.977,28 miliar dengan

porsi pagu daerah kabupaten/kota rata-rata sebesar 16,73 persen. alokasi belanja

Infrastruktur tertinggi adalah Kota Tangerang Selatan (20,77 persen) diikuti Kabupaten

Tangerang (19,44 persen) dan Provinsi Banten (18,79 persen). Alokasi pagu terendah

Kab Pandeglang (9,38 persen) diikuti kota Serang (9,40 persen). Dintinjau dari sisi

realisasi belanja infrastruktur rata-rata daerah kab/kota melebihi 10 persen dari total

belanjanya. Untuk lebih menunjang berkembangnya infrastruktur perlu adanya upaya

untuk meningkatkan alokasi dana infrastruktur pada semua kabupaten kota di wilayah

Banten terutama daerah Kabupaten Pandeglang dan Kota Serang.

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

Gambar 4-12. Porsi Pagu dan Realisasi Sektor Kesehatan Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019

5.62%

17.44%

12.45%

18.55%20.97%

16.46%13.08%

10.00%

18.39%

6.91%

19.96%21.18%

19.18%

22.56%

15.99%

14.02%

11.26%

18.92%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

40.00%

45.00%

50.00%

Prov.Banten

Kab. Lebak Kab.Pandeglang

Kab.Serang

Kab.Tangerang

KotaCilegon

KotaTangerang

KotaSerang

KotaTangsel

Pagu Realisasi

Sumber : Pemda Lingkup Provinsi Banten (data diolah)

Gambar 4-13. Porsi Pagu dan Realisasi Sektor Infrastruktur Prov/Kabupaten/Kota Wilayah Banten Tahun 2019

18.79%

13.14%

9.38%

14.87%

19.44%16.14% 15.30%

9.40%

20.77%

17.09%

13.35%

11.97%

17.65%

22.62%

14.38% 16.01%

12.04%

21.83%

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

40.00%

45.00%

Prov. Banten Kab. Lebak Kab.Pandeglang

Kab. Serang Kab.Tangerang

Kota Cilegon KotaTangerang

Kota Serang Kota Tangsel

PAGU REALISASI

77

5.1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN KONSOLIDASIAN

Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) adalah laporan yang

disusun berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah dalam periode waktu tertentu. Sampai dengan tahun

2019 pendapatan konsolidasian di Banten sebesar Rp63.871,44 miliar naik 5.00 persen

dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara untuk realisasi belanja

konsolidasian sampai dengan tahun 2019 mengalami kenaikan 9.73 persen

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Tabel 5-1. Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian

Tingkat Wilayah Provinsi Banten Tahun 2019 (Miliar Rupiah)

Sumber : LKPK Kanwil DJPb Provinsi Banten

5.2. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN

Analisis terhadap Pendapatan Pemerintah Umum (General Government

Revenue) atau Pendapatan Konsolidasian Tingkat Wilayah dilakukan atas pendapatan

dengan menganalisis proporsi perbandingan, analisis perubahan, rasio pajak dan

analisis pertumbuhan ekonomi terhadap kenaikan realisasi pendapatan konsolidasian.

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

Uraian 2018

Pusat Daerah Eliminasi Konsolidasi Kenaikan Konsolidasi

Pendapatan Negara 46,957.11 33,163.75 16,249.41 63,871.44 5.00 60,829.48

Pendapatan Perpajakan 44,674.73 13,409.78 0.00 58,084.51 5.04 55,298.78

Pendapatan Bukan Pajak 2,282.38 2,325.50 55.44 4,552.44 -3.07 4,696.51

Hibah 0.00 1,204.38 0.00 1,204.38 44.97 830.76

Transfer 0.00 16,224.09 16,193.98 30.11 776.35 3.44

Belanja Negara 27,356.72 33,997.76 16,249.41 45,105.07 9.73 41,106.66

Belanja Pemerintah 11,107.30 31,990.13 0.00 43,097.43 9.26 39,443.73

Belanja Pegawai 3,804.06 11,160.47 0.00 14,964.53 9.38 13,681.57

Belanja Barang 5,316.17 11,192.24 0.00 16,508.41 12.92 14,619.44

Belanja Modal 1,969.24 6,876.28 0.00 8,845.53 6.05 8,340.60

HIbah 2,526.70 0.00 2,526.70 -4.46 2,644.70

Bantuan Sosial 17.84 169.06 0.00 186.89 33.66 139.83

Belanja Lain-lain 65.37 0.00 65.37 272.04 17.57

Transfer 16,249.41 2,007.64 16,249.41 2,007.64 20.73 1,662.93

Surplus (Defisit) 19,600.39 -834.01 0.00 18,766.38 -4.85 19,722.82

Pembiayaan 0.00 3,795.74 0.00 3,795.74 -13.05 4,365.36

Penerimaan Pembiayaan Daerah 0.00 3,911.44 0.00 3,911.44 -12.47 4,468.72

Pengeluaran Pembiayaan

Daerah0.00 115.70 0.00 115.70 11.94 103.36

Sisa Lebih (Kurang)

Pembiayaan Anggaran19,600.39 2,961.73 0.00 22,562.12 -6.34 24,088.17

2019

78

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

5.2.1. Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri dari penerimaan perpajakan,

PNBP, hibah dan transfer dana bantuan ke desa. Total pendapatan konsolidasian

pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2019 adalah sebesar Rp63.871,44

miliar. Pendapatan tersebut 73,45 persen merupakan pendapatan Pemerintah Pusat

dan 26,55 persen pendapatan Pemerintah Daerah. Pendapatan Pemerintah Pusat

tersebut selanjutnya akan didistribusikan kepada Pemerintah Daerah berupa dana

transfer maupun belanja pemerintah pusat di daerah berupa belanja Dekon/TP/UB.

Pada tahun 2019 pendapatan konsolidasian didominasi oleh pendapatan

perpajakan konsolidasian sebesar 90,86 persen, sedang proporsi pendapatan bukan

pajak dan hibah masing-masing hanya sebesar 7,26 persen dan 1,88 persen dari total

pendapatan konsolidasian.

Penerimaan perpajakan

konsolidasian tahun 2019

mengalami peningkatan

dibanding tahun 2018,

meningkat sebesar

Rp2.785,73 miliar (5,04

persen). Hal ini disebabkan

antara lain meningkatnya

pendapatan PPh pasal 21

menjadi sebesar 8,79 Triliun

naik 1,2 Triliun jika

dibandingkan dengan tahun 2018 seiring dengan meningkatnya pendapatan rumah

tangga. Namun di sisi lain, terjadi penurunan Pendapatan Bukan Pajak yang

dipengaruhi turunnya retribusi daerah atas izin mendirikan bangunan dan perpanjangan

izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing masing-masing turun 29,87 persen dan 63,45

persen jika dibandingkan dengan tahun 2018.

Pendapatan perpajakan konsolidasian sebesar 76,91 persen merupakan

penerimaan perpajakan pemerintah pusat dan sisanya sebesar 23,09 persen

merupakan penerimaan perpajakan pemerintah daerah. Sedangkan perbandingan

PNBP konsolidasian terhadap total pendapatan konsolidasian sebesar 5,75 persen atau

sebesar Rp4,61 triliun. PNBP pemerintah pusat menyumbang 49,53 persen dari total

PNBP konsolidasian sedangkan PNBP pemerintah daerah menyumbang 50,47 persen.

Sumber : LKPP Kanwil DJPb, diolah

Gambar 5-1. Perbandingan Komposisi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Banten Tahun 2018 dan 2019

79

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

5.2.2. Analisis Perubahan

Target pendapatan perpajakan konsolidasian tahun 2019 Provinsi Banten

sebesar Rp78.920,28 miliar naik 13,19 persen dari target tahun sebelumnya, target

pajak pusat naik 12,58 persen dan pajak daerah naik 16,32 persen. Pencapaian realisasi

pendapatan perpajakan konsolidasian Provinsi Banten tahun 2019 sebesar 73,60

persen dari target yang ditetapkan, lebih rendah dari pencapaian tahun 2018 sebesar

79.31 persen. Untuk pajak daerah realisasi melebihi target (101,47 persen) sedang pajak

pusat hanya tercapai 67,99 persen. Hal ini diduga terlalu tingginya penetapan target

pendapatan perpajakan pemerintah pusat di wilayah Banten.

Tabel 5-2 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Perpajakan Konsolidasian Provinsi Banten tahun 2018-2019 (miliar rupiah)

Sumber: Kanwil DJP Banten, Pemda Wilayah Banten

5.2.3. Rasio Pajak (Tax Ratio)

Rasio pajak merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak suatu

daerah terhadap pendapatan suatu output perekonomian atau Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB). Terkait dengan rasio Pajak, PDRB menggambarkan jumlah

Uraian

Target Realisasi % Target Realisasi %

Pusat 58.361,05 43.305,51 74,20% 65.705,41 44.674,73 67,99%

Daerah 11.361,00 11.993,27 105,57% 13.214,87 13.409,78 101,47%

Konsolidasian 69.722,05 55.298,78 79,31% 78.920,28 58.084,51 73,60%

2018 2019

Sumber : LKPP Kanwil DJPb, diolah

Gambar 5-2 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah Terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi Banten Tahun 2019

(Miliar Rupiah)

80

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

pendapatan potensial yang dapat dikenai pajak. PDRB juga menggambarkan kegiatan

ekonomi masyarakat yang jika berkembang dengan baik merupakan potensi yang baik

bagi pengenaan pajak di wilayah tersebut.

a. Rasio pajak Konsolidasian Provinsi Banten

Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di wilayah Provinsi Banten pada

tahun 2019 mencapai 8,73 persen, lebih rendah dibanding rasio pajak nasional sebesar

10,7 persen.

Tabel 5-3. Rasio Pajak terhadap PDRB Provinsi Banten tahun 2018 dan 2019

Sumber: LKPK,Kanwil DJP Prov.Banten, BPS Provinsi Banten (diolah)

Meskipun realisaisasi pendapatan perpajakan konsolidasian hanya sebesar 73,60

persen dari target yang telah ditetapkan, rasio pajak di Wilayah Provinsi Banten tersebut

mengalami penurunan 0,26 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang

mencapai 8,99 persen. Dengan ratio pajak tersebut masih perlu dioptimalkan karena

standar rasio pajak yang ideal menurut Menteri Keuangan Indonesia adalah 15 persen.

Untuk itu pemerintah hendaknya dapat lebih mengoptimalkan usaha intensifikasi dan

ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga dapat meningkatkan penerimaan

perpajakan dan dapat mencapai target yang telah ditetapkan.

a) Rasio pajak per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Rasio pajak Kabupaten Tangerang menunjukan angka yang paling tinggi yaitu

sebesar 19,51 persen Hal ini dikarenakan antara lain Kabupaten Tangerang memiliki

jumlah perusahaan industri besar

yang terbesar dibanding wilayah lain

di Banten.

Sementara itu rasio pajak terendah

pada Kab Lebak sebesar 0,55%. Hal

ini dikarenakan tidak didapat data

pajak pusat per kabupaten untuk

Kota Tangerang Selatan, Kota

Serang dan Kabupaten Lebak akibat

dari penggabungan wilayah kerja

Kantor Pelayanan Pajak .

Gambar 5-3. Rasio Pajak Konsolidasian per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Tahun 2019

Sumber: LKPK, Kanwil DJP Banten, BPS Provinsi Banten

Uraian 2018 2019

Penerimaan Perpajakan Konsolidasian 55,298,776,198,203 58,084,510,651,944

PDRB (ADHB) Provinsi Banten 614,906,613,899,765 664,963,401,566,779

Rasio Pajak 8.99% 8.73%

81

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

b) Rasio pajak per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Pajak perkapita menunjukan kontribusi setiap penduduk pada pendapatan

perpajakan suatu daerah. Berdasarkan daerah, penerimaan perpajakan Kota Cilegon

menunjukkan angka yang paling

tinggi dengan pajak perkapita

Rp7,93 juta. yang berarti setiap

penduduk di Kota Cilegon

berkontribusi terhadap

penerimaan perpajakan sebesar

Rp7,93 juta. Hal ini disebabkan

Kota Cilegon merupakan Kota

industri. Sedangkan terlihat pada

gambar 5.4 Kota Tangerang

Selatan pajak perkapitanya

rendah salah satu penyebabnya

tidak didapat data pajak pusat per kabupaten untuk kota Tangerang Selatan.

5.2.4. Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap kenaikan realisasi pendapatan

konsolidasian.

Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas tidak hanya pada PAD yang diterima

Pemerintah Daerah namun mencakup seluruh penerimaan pemerintahan pusat dan

daerah di wilayah tersebut yang terdiri dari:

1. Pendapatan pajak daerah,

2. Retribusi daerah,

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan

4. Lain-lain PAD yang sah.

5. Penerimaan perpajakan, PNBP, dan pendapatan BLU pemerintah pusat

Tabel 5-4. Realisasi Pendapatan Konsolidasian Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Banten Tahun 2018 dan 2019

Sumber: LKPK dan BPS Provinsi Banten ( diolah)

Gambar 5-4. Pajak Perkapita Konsolidasian per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2019

Sumber LKPK Kanwil DJPb Banten, BPS Provinsi Banten

Uraian 2019 Kenaikan

Realisasi Realisasi

Penerimaan Perpajakan 55,298,776,198,203 58,084,510,651,944 5.04%

PNBP 4,696,508,154,351 4,582,551,150,356 -2.43%

Total 59,995,284,352,554 62,667,061,802,300 4.45%

PDRB (ADHB) 614,906,613,899,765 664,963,401,566,779 8.14%

2018

82

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

Pada tahun 2019 PDRB Harga Berlaku Provinsi Banten terealisasi sebesar

Rp664,96 triliun naik sebesar 8,14 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu pada

periode yang sama, pendapatan yang diterima pemerintah daerah dan pemerintah pusat

terealisasi sebesar Rp62,67 triliun atau naik sebesar 4,45 persen. Hal ini menunjukkan

bahwa kenaikan PDRB Provinsi Banten diimbangi dengan peningkatan Pendapatan

Pemerintah. Meskipun begitu, pemerintah daerah masih dapat meningkatkan potensi

penerimaannya untuk dapat meningkatkan PDRBnya.

5.3. BELANJA KONSOLIDASIAN

Belanja Konsolidasian Tingkat Wilayah adalah konsolidasian seluruh belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah suatu wilayah yang telah dilakukan eliminasi

terhadap akun-akun resiprokal.

5.3.1. Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pada tahun 2019 realisasi belanja dan transfer konsolidasian mencapai Rp45,16

triliun. Porsi 75,28 persen bersumber dari anggaran pemerintah daerah dan 24,72

persen bersumber dari anggaran pemerintah pusat. Realisasi Belanja Pegawai

konsolidasian mencapai Rp14.96 triliun yang bersumber dari APBD sebesar Rp11,16

Triliun (74,58 persen) dan dari APBN sebesar Rp3,80 Triliun (25,42 persen). Belanja

barang konsolidasian mencapai Rp16,51 triliun dengan komposisi 67,80 persen dari

pemerintah daerah dan 32,20 persen dari pemerintah pusat. Belanja Modal

Konsolidasian mencapai Rp8,84 triliun dengan komposisi 77,74 persen berasal dari

APBD dan 22,26 persen dari APBN. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi pemerintah

daerah terhadap perekonomian di wilayah Provinsi Banten lebih besar dari pemerintah

pusat.

Gambar 5-5. Perbandingan Belanja dan Transfer Pemerintah Pusat dan Pemda terhadap Belanja dan Transfer Konsolidasian pada Provinsi Banten Tahun 2019

Sumber : LKPK Kanwil DJPb Banten

83

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

5.3.2. Analisis Perubahan

Realisasi belanja konsolidasian tahun 2019 mengalami kenaikan jika dibandingkan

dengan periode yang sama

tahun 2018 akan tetapi pada

beberapa jenis belanja

mengalami penurunan, yaitu

belanja pegawai, modal, dan

hibah. Penurunan belanja modal

tidak sejalan dengan kebijakan

peningkatan porsi anggaran

belanja modal terhadap total

belanja pemerintah. Sehingga

dengan penurunan belanja

modal pemerintah akan

mengurangi kontribusi

komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di dalam PDRB.

5.3.3. Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja

Konsolidasian.

Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai konsolidasian dengan belanja

barang konsolidasian. Rasio belanja operasi terhadap total belanja konsolidasian

mengindikasikan porsi belanja pemerintah untuk mendukung operasional pemerintahan.

Pada tahun 2019 rasio belanja operasi terhadap total belanja konsolidasian di Provinsi

Banten sebesar 69,78 persen. Sedangkan tahun 2018 sebesar 68,85 persen. Hal ini

menunjukan bahwa alokasi anggaran pemerintah untuk kegiatan operasi pada tahun

2019 mengalami peningkatan

Tabel 5-5. Rasio Belanja Operasi Provinsi Banten Tahun 2018 dan 2019

Sumber: LKPK Kanwil DJPb Provinsi Banten (diolah)

5.3.4. Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk

Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah penduduk (belanja konsolidasian

perkapita) menunjukan seberapa besar belanja pemerintah pusat dan pemerintah

daerah yang digunakan untuk menyejahterakan per penduduk di suatu daerah. Semakin

Sumber: LKPK Kanwil DJPb Provinsi Banten

Gambar 5-6. Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Banten Tahun 2018-2019 (Miliar)

Rupiah)

Uraian

Konsolidasian Rasio Konsolidasian Rasio

Belanja Operasi (Pegawai + Barang) 28,301,017,747,004 68.85% 31,472,940,909,231 69.78%

Total Belanja dan Transfer 41,106,658,693,419 45,105,068,204,942

2018 2019

84

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

besar nilainya, semakin besar belanja yang dikeluarkan untuk menyejahterakan satu

orang penduduk di wilayah tersebut sehingga semakin besar kemungkinan tercapainya

kesejahteraan. Sebaliknya, semakin kecil angka rasionya, semakin kecil dana yang

disediakan pemerintah untuk menyejahterakan penduduknya. Rasio total belanja

konsolidasian terhadap jumlah penduduk Provinsi Banten tahun 2019 adalah Rp1,05

juta per kapita. Hal ini berarti dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduknya,

selama tahun 2019 pemerintah telah membelanjakan sebesar Rp1,05 juta untuk setiap

jiwa penduduknya. Secara umum pada tahun 2019 rasio belanja pemerintah per jiwa

pada kabupaten dan kota Provinsi Banten mengalami kenaikan dibanding tahun 2018.

Angka rasio tertinggi pada Kota Serang mencapai Rp5,46 juta per jiwa, sedangkan

terendah Kabupaten Tangerang Rp2,26 juta per jiwa.

Apabila dibandingkan antar regional, terdapat kesenjangan/perbedaan rasio yang

cukup tinggi. Hal ini antara lain karena adanya kesenjangan jumlah belanja pemerintah

dan kesenjangan jumlah penduduk antara kabupaten/kota. Kabupaten Tangerang

memiliki belanja pemerintah yang cukup tinggi (Rp8.601,58 miliar) namun jumlah

penduduknya banyak (3.800.787 jiwa) maka rasio rasio belanja pemerintah menjadi

kecil. Sebaliknya Kota Cilegon dengan penduduk relatif sedikit (431.305jiwa) namun

jumlah belanja pemerintahnya tinggi (Rp2.316,66 miliar).

5.3.5. Analisis Belanja

Analisis ini untuk mengetahui arah dan sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah

daerah yang tercermin dari belanja APBD. Untuk itu analisis dilakukan dengan

memperbandingkan belanja APBN dan APBD dengan beberapa indikator.

Gambar 5-7. Belanja Pemerintah Konsolidasian Provinsi Banten Per Kapita Tahun 2018-2019 (Juta Rupiah)

Sumber: LRA Pemda Wilayah Banten, MEBE dan BPS Provinsi Banten (data diolah)

85

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

a. Rasio Belanja Pendidikan Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk

Rasio belanja pendidikan konsolidasian tertinggi berada di Kota Serang dengan

rasio Rp1.905.974 per jiwa. Hal ini menunjukkan keseriusan Pemda Kota Serang dalam

meningkatkan mutu pendidikan. Sedangkan rasio terendah berada di Kota Tangerang

Selatan dengan rasio Rp499.098 per jiwa.

b. Perbandingan dengan Belanja APBN

1) Rasio belanja non pegawai, untuk mengetahui proporsi sumber dana non

belanja pegawai yang dikelola oleh pemerintah daerah.

Tabel 5-6. Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2019

Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten , MEBE (data diolah)

Dari tabel di atas rasio dana kelolaan belanja non pegawai hanya mencapai

angka 1,10 persen, yang berarti belanja APBN (DK/TP/UB) yang akan

dilaksanakan pemerintah daerah tidak signifikan dibanding dengan belanja non

pegawai APBD.

2) Motor penggerak pertumbuhan regional Banten didominasi dana APBD ditandai

dengan Rasio Belanja Modal APBN yang hanya mencapai 28,64 persen dari

dana APBD

Gambar 5-8. Rasio Belanja Pendidikan Konsolidasian Per JIwa Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2018-2019

Sumber: MEBE DJPb,LKPK Kanwil DJPb, BPS Provinsi Banten (diolah)

Uraian Realisasi

Belanja APBN (DK+TP+UB) 250,728,816,121

Belanja APBD (Non Pegawai) 22,837,292,399,417

Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai 1.10%

86

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

Tabel 5-7. Rasio Belanja Modal Tahun 2019

Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten, MEBE (data diolah)

c. Perbandingan dengan Populasi

Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan spasial antar wilayah untuk untuk

mendapatkan proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin dari anggaran dengan

indikator demografis (populasi)sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih fair

besaran anggaran suatu wilayah. Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah populasi

di Provinsi Banten tahun 2019 sebesar Rp.4,75 juta per jiwa, yang berarti bahwa belanja

belanja pemerintah pusat dan daerah yang digunakan untuk memberikan pelayanan

kepada 1 orang penduduk adalah sebesar Rp.4,75 juta.

5.3.6. Analisis Anggaran Belanja Sektoral

Perhitungan Rasio berikut bertujuan mendapatkan perbandingan (secara

indikatif) dampak/sensivitas dari pertumbuhan belanja pemerintah daerah pada tiap

bidang kepada pertumbuhan beberapa indikator sosial-ekonomi terkait.

a. Bidang Pelayanan publik dan birokrasi

Tabel 5-9. Rasio Alokasi Belanja Pelayanan Publik Tahun 2019

Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb (data diolah)

b. Belanja Bidang Kesehatan

Tabel 5-10. Rasio Alokasi Belanja Kesehartan Tahun 2019

Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb (data diolah)

Uraian Realisasi

Belanja Modal APBN ( KP/KD/DK/TP/UB) 1,969,296,937,556

Belanja Modal APBD 6,876,283,096,770

Rasio Belanja Modal APBN-APBD 28.64%

Uraian Realisasi

Pagu Belanja pelayanan publik APBN + APBD 27,284,210,672,398

Pagu Belanja APBN + APBD 48,150,778,004,798

Rasio Alokasi Belanja Pelayanan Publik 56.66%

Uraian Realisasi

Pagu Belanja Kesehatan APBN + APBD 5,244,233,153,184

Pagu Belanja APBN + APBD 48,150,778,004,798

Rasio Belanja Kesehatan 10.89%

Uraian Realisasi

Total Belanja APBN 27,356,717,632,351

Total Belanja APBD 33,997,764,699,463

Total Belanja 61,354,482,331,814

Jumlah Populasi Provinsi Banten (jiwa) 12,927,316

Rasio Belanja Terhadap Populasi 4,746,111.44

Tabel 5-8. Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Tahun 2019

Sumber : LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb, BPS Provinsi Banten (data diolah)

87

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

c. Belanja Bidang Pendidikan

Tabel 5-11. Rasio Alokasi Belanja Pendidikan Tahun 2019

Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb (data diolah)

d. Belanja Bidang Perlindungan Sosial

Tabel 5-12. Rasio Alokasi Belanja Perlindungan Sosial Tahun 2019

Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb (data diolah)

e. Bidang Pariwisata dan Budaya

Tabel 5-13. Rasio Alokasi Belanja Pariwisata dan Budaya Tahun 2019

Sumber: LRA Pemda se-Provinsi Banten ,MEBE DJPb (data diolah)

Berdasarkan Rasio belanja di atas, dapat diketahui bahwa prioritas kebijakan

fiskal pemerintah Banten mengarah pada bidang “Pelayanan Publik dengan rasio

sebesar 56,66 persen. Rasio Belanja Pendidikan telah lebih dari 20 persen. Peningkatan

rasio pendidikan 2019 dibandingkan tahun 2018 (17,60 persen) terbukti dapat

meningkatkan IPM Banten di tahun 2019 pada dimensi pengetahuan, yaitu

meningkatnya angka Harapan Lama Sekolah (12,85 tahun menjadi 12.88 tahun) dan

Rata-rata Lama Sekolah (8,62 tahun menjadi 8,74 tahun).

5.4. SURPLUS/DEFISIT

Keseimbangan umum atau Surplus/Defisit adalah selisih lebih/kurang antara

pendapatan daerah dan belanja daerah tahun anggaran yang sama. surplus/defisit

dalam LKPK-TW merupakan gabungan surplus defisit APBD ditambah dengan surplus

defisit LKPP tingkat wilayah.

5.4.1. Komposisi Surplus/Defisit Konsolidasian dan Rasio

Pada tahun 2019 Surplus Pemerintah Konsolidasian di Provinsi Banten

mencapai Rp18,77 triliun. Surplus tersebut berasal dari Pemerintah Pusat di wilayah

Uraian Realisasi

Pagu Belanja Pendidikan APBN + APBD 14,174,078,521,419

Pagu Belanja APBN + APBD 48,150,778,004,798

Rasio Bidang Pendidikan 29.44%

Uraian Realisasi

Pagu Belanja Perlindungan Sosial APBN + APBD 473,989,684,783

Pagu Belanja APBN + APBD 48,150,778,004,798

Rasio belanja kesejahteraan 0.98%

Uraian Realisasi

Pagu Belanja Pariwisata dan Budaya APBN + APBD 139,832,760,256

Pagu Belanja APBN + APBD 48,150,778,004,798

Rasio bidang pertanian 0.29%

88

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

Banten 104,44 persen dan Pemerintah Daerah Banten di wilayah Provinsi Banten

mengalami desifit sebesar 4,44 persen. Pemerintah Pusat di wilayah Banten

menyumbang Rp19,60 triliun dan Pemda di wilayah Banten menyumbang defisit

sebesar Rp0,83 triliun. Sedangkan rasio surplus konsolidasian Provinsi Banten terhadap

PDRB mencapai 3,05 persen yang terdiri dari pemda di wilayah Banten defisit sebesar

0,14 persen dan Pemerintah Pusat surplus sebesar 3,19 persen.

Tabel 5-14. Rasio Surplus/Defisit Konsolidasian terhadap PDRB pada Provinsi Banten

Sumber : LKPK dan BPS data diolah

5.4.2. Perbandingan Rasio Surplus/Defisit antar Kabupaten/Kota

Secara keseluruhan apabila dirinci pada masing-masing Kabupaten/Kota,

keseimbangan umum atau surplus/defisit berada pada posisi surplus dan defisit. Surplus

konsolidasian tertinggi terjadi di Kabupaten Tangerang sebesar Rp19.230,08 miliar dan

defisit terbanyak pada Kota Serang Rp3.948,65 miliar. Defisit di beberapa Kabupaten/

Kota antara lain

disebabkan tidak

diperoleh data pajak

pusat per kabupaten

untuk Kota Tangerang

Selatan Kabupaten

Lebak dan Kota

Serang. Surplus

Konsolidasian tahun

2019 untuk Provinsi

Banten adalah sebesar

Rp18,77 triliun. Nilai

surplus tersebut semua

berasal dari APBN sebesar Rp19,60 triliun, sedangkan untuk APBD defisit Rp0,83 triliun.

Hal ini menunjukkan bahwa APBN berperan sebagai fungsi distribusi. Penerimaan

perpajakan bagian pemerintah pusat dicatat APBN namun tidak dirinci per daerah.

Selanjutnya seluruh penerimaan tersebut didistribusikan ke seluruh Pemerintah Daerah

dalam bentuk belanja transfer ke daerah.

Uraian Rasio Terhadap PDRB

Realisasi Komposisi

Pemda di Provinsi Banten 834,012,830,172- -4.44% -0.14%

Pempus di Provinsi Banten 19,600,388,127,824 104.44% 3.19%

Konsolidasian 18,766,375,297,652 100.00% 3.05%

Surplus/Defisit

Gambar 5-9. Surplus/Defisit Konsilidasi Per Kabupaten/ Kota di Provinsi Banten Tahun 2019 ( Miliar Rupiah)

Sumber; LKPK Kanwil DJPb Provinsi Banten (diolah)

89

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

5.5. Analisi Dampak Kebijakan Fiskal Agregat

Kontribusi pemerintah terhadap PDRB berasal dari belanja pemerintah dan

investasi. Nilai belanja pemerintah merupakan total nilai dari kompensasi pegawai,

penggunaan barang dan jasa, konsumsi aset tetap dan manfaat sosial dikurangi dengan

nilai penjualan barang dan jasa. Sedangkan nilai investasi pemerintah adalah nilai aset

tetap pada transaksi aset non keuangan netto pada Laporan Operasional sebagai salah

satu komponen Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Tingkat Wilayah.

Tabel 5-15. Laporan Operasional Statistik Pemerintah Umum Tingkat Wilayah Provinsi Banten Tahun 2018-2019

Sumber: GFS Kanwil DJPb Provinsi Banten Tahun 2018 Audited dan tahun 2019 unaudited

Kontribusi belanja pemerintah (G) terhadap PDRB Banten tahun 2019 adalah

sebesar 4,64 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2018. Sedangkan

kontribusi Investasi Pemerintah (I) terhadap PDRB hanya sebesar 1,33 persen, turun

90

BAB V : PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN (APBN DAN APBD)

jika dibandingkan dengan tahun 2018. Kondisi perekonomian Banten yang tumbuh

melambat di tahun 2019 memerlukan belanja pemerintah yang lebih banyak, karena

memiliki efek jangka waktu yang lebih pendek dibandingkan dengan investasi

pengadaan aset tetap, agar kondisi perekonomian di tahun 2020 tumbuh lebih baik.

Tabel 5-16. Kontribusi Pemerintah Terhadap PDRB Provinsi Banten Tahun 2018-2019

Sumber: GFS Tahun 2018 Audited , GFS Tahun 2019 unaudited Kanwil DJPb Provinsi Banten, dan BPS

91

6.1. KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI REGIONAL

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan

ekonomi regional dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas, walaupun

disadari bahwa proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh faktor ekonomi

seperti sumber daya alam, akumulasi modal, organisasi, kemajuan teknologi,

pembagian kerja dan skala produksi tetapi juga faktor nonekonomi seperti : faktor sosial,

faktor manusia, faktor politik dan adminstrasi.

Pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan ekonomi regional

semakin meningkat dalam era otonomi, masing-masing daerah berlomba-lomba untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya. Pertumbuhan ekonomi dapat

didefinisikan perkembangan kegiatan perekonomian yang menyebabkan barang dan

jasa yang diproduksi masyarakat bertambah. Salah satu cara menilai pertumbuhan

ekonomi adalah melalui penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) menurut harga-

harga yang berlaku dalam tahun dasar (Sukirno,2000).

Laju pertumbuhan ekonomi (LPE)

Banten dalam kurun waktu 2014-

2019 bergerak fluktuatif tetapi

memiliki angka LPE yang lebih tinggi

dari LPE Nasional.

Setiap daerah berupaya

untuk meningkatkan LPE, yang

dinilai berdasarkan besaran

Pandapatan Domestik Regional

Bruto (PDRB). Untuk meningkatkan

nilai PDRB maka setiap daerah

harus mengetahui sektor-sektor pembentuk PDRB di daerahnya, dan menentukan

sektor-sektor yang merupakan unggulan daerah tersebut.

Untuk menentukan sektor-sektor unggulan di Banten digunakan tiga analisis

yang digabungkan dalam analisis overlay sehingga identifikasi sektor potensial menjadi

lebih komprehensif dengan melihat dari sisi pertumbuhan, keunggulan komparatif,

spesialisasi dan keunggulan kompetitif. Analisis dilakukan menggunakan PDRB Banten

dan PDB Indonesia yang dibagi berdasarkan sektor dengan periode observasi tahun

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN FISKAL REGIONAL

Sumber : BPS

Gambar 6-1 Perkembangan Laju Pertumbuhan

Ekonomi Banten 2015-2019

92

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

2014-2018. Alat analisis yang digunakan adalah analisis Location Quotient (LQ), analisis

Model Rasio Pertumbuhan (MRP), analisis Shift-Share Modifikasi Esteban Marquillas

(SS-EM), dan analisis Overlay.

6.1.1. Sektor Unggulan Dan Potensial Di Provinsi Banten Berdasarkan Analisis

RPs, LQ, SS-EM Dan Overlay

a. Analisis Location Quotient

Analisis Location Quotient digunakan untuk menunjukkan besar kecilnya

peranan kategori perekonomian suatu regional dengan membandingkan kategori yang

sama pada wilayah yang lebih besar. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi

kategori ekonomi potensial yang menjadi unggulan yang dapat dikembangkan pada

suatu wilayah dan dipergunakan untuk mengidentifikasi keunggulan komparatif

(comparative advantage) suatu wilayah. Dengan menggunakan metode yang mengacu

pada formulasi yang dikemukan oleh Arsad (1999).

Rumus LQ yang digunakan adalah 𝐿𝑄 =𝑋𝑖𝑗

𝑋𝑖⁄

𝑋𝑗𝑋⁄

dimana :

LQ : Indeks LQ kategori i di Provinsi Banten

𝑋𝑖𝑗 : PDRB ADHK kategori i Provinsi Banten

𝑋𝑖 : Total PDRB ADHK Provinsi Banten

𝑋𝑗 : Total PDRB ADHK kategori i di Indonesia

𝑋 : Total PDRB ADHK di Indonesian

Kriteri pengukuran model tersebut yaitu :

a) Jika nilai LQ>1, berarti kategori tersebut merupakan kategori potensial, yang

menunjukkan suatu kategori mampu melayani pasar baik di dalam maupun di luar

Provinsi Banten.

b) Jika nilai LQ<1, berarti kategori tersebut bukan merupakan kategori potensial, yang

menunjukkan suatu ketegori belum mampu melayani di Provinsi Banten.

c) Jika nilai LQ=1, berarti suatu ketegori hanya mampu melayani pasar di Provinsi

Banten saja atau belum dapat memasarkan hasil kategori tersebut ke luar daerah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila LQ>1, berarti kategori

tersebut merupakan kategori unggulan di daerah dan potensial untuk dikembangkan

sebagai penggerak perekonomian daerah. Sebaliknya bila nilai LQ<1, berarti kategori

tersebut bulan merupakan kategori unggulan di daerah dan kurang potensial untuk

dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah.

93

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

Tabel 6-1 Hasil Perhitungan LQ Provinsi Banten berdasarkan Sektor PDRB Tahun 2015-2019

Sumber : BPS (diolah)

Berdasarkan perhitungan analisis LQ, pada Provinsi Banten terdapat delapan

sektor yang memiliki unggulan komparatif dengan nilai LQ>1.

b. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

MRP adalah kegiatan membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam

skala kecil maupun dalam skala besar. Dalam analisis MRP terdapat dua macam rasio

pertumbuhan yaitu :

1) Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs), merupakan perbandingan antara

pertumbuhan pendapatan (PDRB) kategori i di Provinsi Banten, dengan

pertumbuhan pendapatan (PDB) kategori i di Indonesia

2) Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr), merupakan perbandingan antara

laju pertumbuhan kegiatan i wilayah referensi dengan laju pertumbuhan total

kegiatan wilayah referensi.

Untuk penentuan sektor potensial di Provinsi Banten digunakan rasio pertumbuhan studi

di wilayah studi (RPs), dengan rumus sebagimana diutarakan yusuf (1999).

Rasio Pertumbuhan wilayah Studi (RPs) : 𝑅𝑃𝑠 =

∆𝑋𝑖𝑗𝑋𝑖𝑗(𝑡)⁄

∆𝑋𝑖𝑛𝑋𝑖𝑛(𝑡)⁄

dimana :

RPs : Rasio Pertumbuhan wilayah Studi

∆𝑋𝑖𝑗 : Perubahan PDRB ADHK kategori i Provinsi Banten

𝑋𝑖𝑗(𝑡) : PDRB ADHK kategori i di Provinsi Banten pada tahun akhir analisis

∆𝑋𝑖𝑛 : Perubahan PDRB ADHK kategori i di Indonesia

2014 2015 2016 2017 2018

A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,43 0,44 0,44 0,44 0,43 0,44

B. Pertambangan dan Penggalian 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09

C. Industri Pengolahan 1,70 1,68 1,66 1,64 1,63 1,66

D. Pengadaan Listrik dan Gas 1,11 1,01 0,99 1,00 0,93 1,01

E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan

Daur Ulang1,15 1,18 1,20 1,19 1,43 1,23

F. Konstruksi 0,95 0,95 0,96 0,97 1,00 0,97

G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor1,00 1,00 1,01 1,02 1,05 1,01

H. Transportasi dan Pergudangan 1,63 1,63 1,62 1,62 1,52 1,61

I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,77 0,79 0,80 0,81 0,83 0,80

J. Informasi dan Komunikasi 1,14 1,13 1,11 1,11 1,10 1,12

K. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,71 0,75 0,73 0,74 0,71 0,73

L. Real Estate 2,71 2,79 2,88 2,98 3,06 2,88

M,N. Jasa Perusahaan 0,59 0,59 0,59 0,57 0,56 0,58

O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib0,50 0,52 0,53 0,52 0,53 0,52

P. Jasa Pendidikan 0,92 0,94 0,97 0,98 0,99 0,96

Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,06 1,08 1,08 1,07 1,07 1,07

R,S,T,U. Jasa lainnya 0,88 0,87 0,86 0,85 0,83 0,86

Kategori Lapangan Usaha PDRB Rata-RataLQ Provinsi Banten

94

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

𝑋𝑖𝑛(𝑡) : PDRB ADHK kategor i di Indonesia pada tahun akhir analisis

Kriteri pengukuran Rps yaitu :

a) Jika nilai RPs>1, berarti kategori tersebut merupakan kategori potensial,

berdasarkan kriteria pertumbuhan.

b) Jika nilai RPs<1, berarti kategori tersebut bukan merupakan kategori potensial,

berdasarkan kriteria pertumbuhan.

Tabel 6-2 Hasil Perhitungan RPs di Provinsi Banten, Berdasarkan PDRB Tahun 2015-2019

Sumber : BPS Prov Banten

Berdasarkan perhitungan analisis Rps, pada Provinsi Banten terdapat 9 sektor

yang memiliki unggulan komparatif dengan nilai RPs>1.

c. Analisis Shift-Share Modifikasi Esteban Marquillas

Untuk dapat mengidentifikasi keunggulan daerah dan menganalisis kategori

yang menjadi dasar perekonomian maka digunakan teknik analisis shift share. Teknik

analisis ini dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pergesaran kategori atau industri

pada perekonomian regional. Analisis shift-share menggambarkan kinerja kategori-

kategori di suatu wilayah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Bila suatu

daerah memperoleh kemanjuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian

nasional, maka akan dapat ditemukan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan

daerah. Selain itu dilakukan analisis terhadap penyimpangan yang terjadi sebagi hasil

dari perbandingan tersebut. Bila penyimpangan ini positif, hal itu disebut keunggulan

kompetitif dari suatu kategori dalam wilayah tersebut (soepono,1993).

Selanjutnya untuk mengetahui tingkat spesialisasi perekonomian di suatu daerah

dapat dilakukan dengan modifikasi analisis shift-share yang dilakukan oleh Esteban-

2016 2017 2018 2019

A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,95 1,11 0,92 0,60 1,14

B. Pertambangan dan Penggalian 3,62 -1,04 0,34 0,31 0,81

C. Industri Pengolahan 0,73 0,86 0,85 0,96 0,85

D. Pengadaan Listrik dan Gas -0,77 0,33 1,32 -0,85 0,01

E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan

Daur Ulang1,89 1,58 0,89 -0,45 0,98

F. Konstruksi 1,21 1,22 1,27 1,56 1,31

G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor0,96 1,38 1,46 1,64 1,36

H. Transportasi dan Pergudangan 1,03 1,01 1,05 0,12 0,80

I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,47 1,54 1,32 1,36 1,42

J. Informasi dan Komunikasi 0,91 0,88 1,12 0,96 0,96

K. Jasa Keuangan dan Asuransi 1,60 0,71 1,67 0,38 1,09

L. Real Estate 1,66 2,16 2,20 1,57 1,90

M,N. Jasa Perusahaan 1,01 0,94 0,77 0,84 0,89

O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib2,22 2,32 0,75 1,70 1,75

P. Jasa Pendidikan 1,73 2,01 1,39 1,22 1,59

Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,44 1,19 0,96 0,98 1,14

R,S,T,U. Jasa lainnya 0,94 0,95 0,85 0,82 0,89

RPs Provinsi BantenRata-RataKategori Lapangan Usaha PDRB

95

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

Marquillas. Esteban Marquillas telah melakukan modifikasi terhadap teknik shift-share

untuk memecahkan masalah pengaruh efek alokasi dan spesialisasi (Soepono,1993).

a) Jika (𝑟𝑖𝑗-𝑟𝑖𝑛) > 0, Kategori i memiliki keunggulan kompetitif

𝑟𝑖𝑗 =(𝐸𝑖𝑗,𝑡−𝐸𝑖𝑗)

𝐸𝑖𝑗 𝑟𝑖𝑛 =

(𝐸𝑖𝑛,𝑡−𝐸𝑖𝑛)

𝐸𝑖𝑛

𝐸𝑖𝑗 : PDRB kategori i di Provinsi Banten tahun awal analisis

𝐸𝑖𝑗,𝑡 : PDRB kategori i di Provinsi Banten tahun akhir analisis

𝐸𝑖𝑛 : PDRB kategori i di Indonesia tahun awal analisis

𝐸𝑖𝑛,𝑡 : PDRB kategori i di Indonesia tahun akhir analisis

b) Jika (𝐸𝑖𝑗-𝐸𝑖𝑗∗ ) > 0, Kategori i memiliki keunggulan spesialisasi.

𝐸𝑖𝑗∗ = 𝐸𝑗 ×

(𝐸𝑖𝑛)

𝐸𝑛

𝐸𝑗 : Total PDRB di Provinsi Banten tahun awal analisis

𝐸𝑛 : Total PDRB di Indonesia tahun awal analisis

Berdasarkan perhitungan analisis Shift-Share Esteban Marquillas, pada Provinsi

Banten diperoleh data sebagai berikut :

1) Terdapat 8 sektor memiliki keunggulan kompetitif yang ditandai dengan hasil (𝑟𝑖𝑗-

𝑟𝑖𝑛) > 0 atau memiliki nilai positif.

2) Terdapat 7 sektor memiliki keunggulan spesialisasi yang ditandai dengan hasil (𝐸𝑖𝑗-

𝐸𝑖𝑗∗ ) > 0 atau memiliki nilai positif.

(Rij-Rin) (Eij-E*ij)

A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -0,01 -27.670,83

B. Pertambangan dan Penggalian -0,04 -28.971,24

C. Industri Pengolahan -0,02 56.164,41

D. Pengadaan Listrik dan Gas -0,07 47,47

E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan

Daur Ulang0,22 56,09

F. Konstruksi 0,07 -1.718,55

G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor0,08 -134,96

H. Transportasi dan Pergudangan -0,06 9.724,99

I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,08 -2.460,48

J. Informasi dan Komunikasi -0,01 2.496,08

K. Jasa Keuangan dan Asuransi -0,03 -3.962,59

L. Real Estate 0,13 20.513,93

M,N. Jasa Perusahaan -0,05 -2.673,72

O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib0,05 -6.339,21

P. Jasa Pendidikan 0,08 -726,42

Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,01 329,58

R,S,T,U. Jasa lainnya -0,04 -824,72

Shift Share Esteban Kategori Lapangan Usaha PDRB

Tabel 6-3 Hasil Perhitungan SS-EM di Provinsi Banten, Berdasarkan PDRB Tahun 2015-2019

Sumber : BPS Prov Banten

96

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

Dari tabel diatas diperoleh hasil bahwa terdapat 3 sektor, yaitu pengadaan air,

real estate, dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang memiliki nilai positif untuk (𝑟𝑖𝑗-

𝑟𝑖𝑛) dan (𝐸𝑖𝑗-𝐸𝑖𝑗∗ ).

d. Analisis Overlay

Setelah dilakukan analisis Location Quetient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan

(MRP), analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis overlay, yang bertujuan untuk

memperoleh deskripsi kegiatan ekonomi unggulan dan potensial dalam suatu wilayah.

Berdasarkan hasil analisis overlay, Terdapat dua sektor potensial di Provinsi

Banten yaitu sektor real estate dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial.

6.1.2. Sektor Real Estate

Kategori ini mencakup kegiatan orang yang menyewakan, agen dan atau

broker/perantara dalam penjualan atau pembelian real estate, penyewaan real estate

dan penyediaan jasa real estate lainnya, seperti jasa penaksir real estate atau bertindak

sebagai agen pemegang wasiat real estate. Kegiatan dalam kategori ini bisa dilakukan

atas milik sendiri atau milik orang lain yang disewa dan bisa dilakukan atas dasar balas

jasa atau kontrak. Termasuk kegiatan pembangunan gedung, yang disatukan dengan

pemeliharaan atau penyewaan bangunan tersebut. Kategori ini mencakup pengelola

bangunan real estate. Real estate adalah properti berupa tanah dan bangunan.

Keunggulan

KompetitifSpesialisasi

(RPs) (LQ) (Rij-Rin) (Eij-E*ij)

A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,14 0,44 -0,01 -27670,83 + - - -

B. Pertambangan dan Penggalian 0,81 0,09 -0,04 -28971,24 - - - -

C. Industri Pengolahan 0,85 1,66 -0,02 56164,41 - + - +

D. Pengadaan Listrik dan Gas 0,01 1,01 -0,07 47,47 - + - +

E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang0,98 1,23 0,22 56,09 - + + +

F. Konstruksi 1,31 0,97 0,07 -1718,55 + - + -

G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor1,36 1,01 0,08 -134,96 + + + -

H. Transportasi dan Pergudangan 0,80 1,61 -0,06 9724,99 - + - +

I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,42 0,80 0,08 -2460,48 + - + -

J. Informasi dan Komunikasi 0,96 1,12 -0,01 2496,08 - + - +

K. Jasa Keuangan dan Asuransi 1,09 0,73 -0,03 -3962,59 + - - -

L. Real Estate 1,90 2,88 0,13 20513,93 + + + +

M,N. Jasa Perusahaan 0,89 0,58 -0,05 -2673,72 - - - -

O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan Sosial Wajib1,75 0,52 0,05 -6339,21 + - + -

P. Jasa Pendidikan 1,59 0,96 0,08 -726,42 + - + -

Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,14 1,07 0,01 329,58 + + + +

R,S,T,U. Jasa lainnya 0,89 0,86 -0,04 -824,72 - - - -

Lapangan Usaha PDRBRasio

Pertumbuhan

Keunggulan

Komparatif

Analisis SS-EMOverlay /

Potensi

Tabel 6-4. Analisis Overlay Potensi Ekonomi Provinsi Banten Tahun 2015-2019

Sumber : BPS Prov Banten, diolah

97

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

Sektor real estate memiliki porsi antara 7-8 persen dalam struktur PDRB Banten

selama kurun waktu 2015-2019, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,82 persen.

Meskipun kontribusi sektor real estate

terhadap pembentukan PDRB bukan

yang paling dominan, namun sektor real

estate berdasarkan analisis location

quetion (LQ) memiliki nilai LQ tertinggi

dibanding sektor lain sebesar 2,88 dan

berdasarkan analisis shift-share

Esteban Morquilas memiliki keunggulan

kompetetif tertinggi kedua dibanding

sektor pengadaan air sebesar 0,13 dan nilai spesialisasi sebesar 20.513,93 tertinggi ke-

2 setelah sektor industri pengolahan.

Permasalahan yang sering terjadi di daerah perkotaan adalah kesulitan dalam

pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, terutama kepemilikan rumah. Hal ini disebabkan

antara lain terbatasnya lahan perumahan dan tingginya harga rumah di daerah

perkotaan. persentase rumah tangga perkotaan yang tinggal di rumah sendiri jauh lebih

rendah dibandingkan dengan yang di perdesaan. Pada tahun 2016 kepemilikan rumah

di daerah perkotaan sebesar 75,39 persen. Pada tahun 2017 naik menjadi 75,89 persen

dan menurun pada tahun 2018 menjadi 75,79 persen. Di daerah perdesaan, rumah

bukan lagi menjadi permasalahan.

Gambar 6-2. Pertumbuhan Sektor Real Estate 2014-2018

Sumber : BPS

Sumber : BPS (Statistik Perumahan Provinsi Banten 2018)

Gambar 6-3. Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan, serta Kalsifikasi Daerah Tahun 2016-2018

98

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

Peluang pertumbuhan sektor real estate masih terbuka lebar, di Banten terdapat

18,67 persen rumah tangga yang belum memiliki rumah sendiri yang tersebesar pada

beberapa kabupaten/kota. Potensi terbesar di Kota Tangerang sebesar 39,06 persen,

disusul Kota Cilegon sebesar 25,18 persen. Mengingat keterbatasan lahan diperkotaan,

maka pembangunan bentuk rumah vertikal adalah pilihan yang terbaik.

6.1.3. Sektor Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial

Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial meliputi jasa kesehatan manusia,

jasa kesehatan hewan dan jasa kegiatan sosial. Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan

Sosial memiliki porsi +/- 1 persen dalam struktur PDRB Banten selama kurun waktu

2015-2019, dengan rata-rata

pertumbuhan sebesar 7,31 persen.

Meskipun kontribusi Jasa Kesehatan dan

Kegiatan Sosial terhadap pembentukan

PDRB rendah, namun sektor ini

merupakan sektor yang sedang tumbuh

akhir-akhir ini yang ditunjukkan dengan

laju pertumbuhan diatas 7 persen,

sehingga pangsa sektor ini diperkirakan

akan terus meningkat seiring dengan

pertambahan penduduk dan tuntutan

akan pelayanan dan fasilitas kesehatan

yang semakin tinggi.

Sumber : BPS (Statistik Perumahan Provinsi Banten 2018)

Gambar 6-4. Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan, Menurut Kab/Kota Tahun 2018

Sumber : BPS Prov Banten

Gambar 6-5. Pertumbuhan Sektor Jasa

Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2015-2019

99

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan rujukan dan perorangan di suatu wilayah dapat dilihat dari rasio tempat tidur

terhadap 1.000 penduduk. Standar WHO adalah 1 tempat tidur untuk 1.000 penduduk.

Rasio tempat tidur dirumah sakit di Indonesia dari tahun 2013-2017 sekitar 1 per 1.000

penduduk. Jumlah tempat tidur di

Indonesia sudah tercukupi menurut

WHO. Walaupun rasio tempat tidur

terhadap jumlah penduduk di Indonesia

pada tahun 2017 telah mencukupi,

namun Banten termasuk dalam delapan

provinsi dengan rasio tempat tidur

terhadap penduduknya kurang

mencukupi dengan rasio sebesar 0,88.

Belum terpenuhinya rasio tempat

tidur terhadap penduduk tersebut,

merupakan peluang untuk meningkatkan

sektor jasa kesehatan. Pemberian

kemudahan regulasi dan insentif ke swasta

untuk membangun rumah sakit baru atau

mengembangkan kapasitas rumah sakit

yang ada saat ini merupakan solusi terbaik.

6.2. TANTANGAN FISKAL REGIONAL

6.2.1. Ketergantungan Fiskal Pemerintah Daerah Terhadap Dana Transfer

Pada masa Presiden Habibie (1999) dikeluarkan Undang-Undang yang

mengatur mengenai pelaksanaan Otonomi Daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 1999 mengatur tentang penyerahan sumber keuangan kepada daerah,

terutama melalui mekanisme transfer yang cukup besar kepada daerah dan juga

dibarengi dengan kekuasaan pengelolaannya. (wikiapbn, 2019, http://www.wikiapbn.org

/desentralisasi-fiskal/, 25 Februari 2019).

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemda diharapkan bisa menggali

potensi yang ada di daerah tersebut guna meningkatkan pendapatan asli daerah,

sehingga ketergantungan keuangan terhadap pemerintah pusat bisa berkurang. Rasio

Gambar 6-6. Rasio Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Per 1000 penduduk Indonesia 2013-2017

Sumber : Kemenkes (Profil Kesehatan Indonesia 2017)

Tabel 6-5. Jumlah Fasilitas Kesehatan di

Banten 2011-2013

Sumber : BPS Banten

Fasilitas Kesehatan

2011 2012 2013

RS Pemerintah 10 11 12

Rumah Sakit Swasta 59 61 66

Puskesmas 222 228 232

Puskesmas Pembantu 261 261 261

Puskesmas Keliling 213 220 1270

Jumlah Fasilitas (Unit)

100

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah

pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total penerimaan

daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan

pemerintah daerah terhadap penerimaan pusat dan/atau pemerintah Provinsi.

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut Mahmudi,(2010:142) :

𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑔𝑎𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ × 100%

Untuk menilai tingkat ketergantungan keuangan suatu daerah maka digunakan

kriteria sebagai berikut :

Tabel 6-6. Kriteria Penilaian Ketergantuang Keuangan Daerah

Prosentase Ketergantungan Keuangan Daerah

0,00 – 10,00 Sangat Rendah

10,01 – 20,00 Rendah

20,01 – 30,00 Sedang

30,01 – 40,00 Cukup

40,01 – 50,00 Tinggi

50 Sangat Tinggi

Sumber:Tim Litbang Depdagri –Fisipol UGM, 1991 dalam (Bisma, 2010:77)

Berdasarkan perhitungan rasio ketergantungan atas pendapatan transfer dan

total pendapatan daerah pada pemerintah daerah di Provinsi Banten tahun 2016-2018,

serta merujuk kriteria penilaian ketergantungan keuangan daerah, maka diperoleh

infomasi sebagai berikut :

a) Pada tahun 2017, empat pemda dengan kriteria tingkat ketergantungan tinggi yaitu

Provinsi Banten, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kabupaten

Tangerang, sedangkan lima pemda yang lain memiliki tingkat ketergantungan

sangat tinggi.

b) Pada tahun 2018, satu pemda dengan kriteria tingkat ketergantungan cukup yaitu

Pemda Provinsi Banten, tiga pemda dengan kriteria tingkat ketergantungan tinggi

yaitu Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang,

sedangkan lima pemda yang lain memiliki tingkat ketergantungan sangat tinggi.

c) Pada tahun 2019, satu pemda dengan kriteria tingkat ketergantungan cukup yaitu

Pemda Provinsi Banten, tiga pemda dengan kriteria tingkat ketergantungan tinggi

yaitu Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang,

sedangkan lima pemda yang lain memiliki tingkat ketergantungan sangat tinggi.

Untuk mengurangi ketergantungan tersebut, pemda harus meningkatkan

pendapatan asli daerah (PAD). Peningkatan PAD tidaklah mudah karena pemda

dibatasi ruangnya untuk mengkreasikan sumber-sumber penerimaan atau memperluas

101

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

basis penerimaan hanya pada yang tercantum dalam UU No 28 Tahun 2009 Tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Maka diperlukan perbaikan formulasi kebijakan di

bidang pendapatan daerah melalui pengembangan pajak dan retribusi daerah yang

harmonis dengan pajak pusat agar menjadi signifikan untuk dijadikan andalan

pendapatan daerah.

6.2.2. Disparitas Pembangunan Banten Utara dan Banten Selatan.

Tanggal 4 Oktober 2019 lalu, Provinsi Banten genap berusia 19 tahun, di usia

tersebut Banten belum dapat keluar dari persoalan ekonomi dan sosial. Salah satu

persoalan tersebut adalah disparitas pembangunan yang terjadi antara banten utara dan

banten selatan. Wilayah Banten utara terdiri dari enam kabupaten/kota yaitu Kabupaten

Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang dan Kota

Tangerang Selatan. Sedangkan wilayah Banten Selatan terdiri dari Kabupaten

Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Berikut beberapa data terkait disparitas

pembangunan Banten Utara dan Banten Selatan.

a. Distribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

Distribusi PDRB antara Banten Utara dan Banten Selatan terlihat sangat jauh

berbeda secara rata-rata distibusi PDRB Banten Selatan dalam kurun waktu 2014-2018

hanya menyumbang 8,59 persen dari total PDRB Banten. Sedangkan rata-rata porsi

PDRB yang disumbangkan Banten Utara dalam kurun waktu tersebut sebesar 91,41

persen. Apabila dilihat dari distribusi PDRB berdasarkan kabupaten/kota, terlihat

Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak yang merupakan wilayah Banten Selatan

Gambar 6-7. Perkembangan Rasio Ketergantungan Pemda di Banten 2017-2019

Sumber : LKPK Kanwil DJPb Banten, diolah

102

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

memiliki porsi yang paling kecil dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Banten dalam

kurun waktu 2014-2018.

b. PDRB Per Kapita

Besaran PDRB antara Banten utara dan Banten Selatan terlihat sangat jauh

berbeda secara rata-rata besaran PDRB Per Kapita Banten Selatan dalam kurun waktu

2013-2017 hanya sebesar menyumbang Rp35,46 Juta. Sedangkan rata-rata besaran

PDRB Banten Utara dalam kurun waktu tersebut sebesar Rp407,99 juta. Apabila dilihat

dari besaran PDRB berdasarkan kabupaten/kota, terlihat Kabupaten Pandeglang dan

Kabupaten Lebak yang merupakan wilayah Banten Selatan memiliki nilai PDRB Per

Kapita paling kecil dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Banten dalam kurun waktu

2013-2018.

Tabel 6-8. Perbandingan PDRB Per Kapita Banten Selatan

dan Utara 2014-2018 (Jutaan)

Sumber : BPS

Kab/Kota

2014 2015 2016 2017 2018 Rata-rata

Kab Pandeglang 15,318 17,028 18,481 20,226 21,890 18,589

Kab Lebak 13,416 14,766 16,280 19,215 20,660 16,867

Total 28,734 31,794 34,761 39,441 42,55 35,456

Kab/Kota

2014 2015 2016 2017 2018 Rata-rata

Kab Tangerang 25,515 27,999 30,161 33,278 35,250 30,441

Kab Serang 31,685 35,077 38,124 41,021 47,710 38,723

Kota Tangerang 54,981 60,891 65,002 69,826 75,020 65,144

Kota Cilegon 172,092 186,986 195,976 208,696 223,950 197,540

Kota Serang 31,148 34,058 36,691 39,728 42,950 36,915

Kota Tangsel 35,539 36,442 38,504 41,33 44,350 39,233

Total 350,96 381,453 404,458 433,879 469,23 407,996

PDRB Per Kapita Banten Utara

PDRB Per Kapita Banten Selatan

Tabel 6-7. Perbandingan Distribusi PDRB Banten Selatan dan Utara 2014-2018 (Persen)

103

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

c. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Nilai IPM antara wilayah Banten Utara dan Banten Selatan dalam kurun waktu

2015-2019 terlihat jauh berbeda, secara rata-rata IPM Banten Selatan sebesar 63,42

poin, sedangkan IPM

Banten Utara sebesar

73,01 poin. Apabila dilihat

besaran IPM berdasarkan

kabupaten/kota, terlihat

kabupaten yang berlokasi

di Banten Selatan yaitu

Kabupaten Pandeglang

dan Kabupaten Lebak

memiliki nilai IPM terendah

dibanding Kabupaten/Kota

lain yang berlokasi di Banten Utara.

d. Persentase Penduduk Miskin

Persentase penduduk miskin antara wilayah Banten Utara dan Banten Selatan

dalam kurun waktu 2015-2019 terlihat jauh berbeda, secara rata-rata persentase

penduduk miskin di

wilayah Banten Utara

sebesar 9,29 persen,

sedangkan rata-rata

persentase penduduk

miskin di wilayah

Banten Selatan sebesar

4,25 persen. Apabila

dilihat persentase

penduduk miskin

berdasarkan kab/kota,

terlihat kabupaten yang

berlokasi di Banten Selatan yaitu Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak memiliki

persentase penduduk miskin tertinggi dibanding Kabupaten/Kota lain yang berlokasi di

Banten Utara.

Berdasarkan empat indikator diatas yaitu distibusi PDRB, PDRB per kapita, IPM

dan persentase penduduk miskin, maka tidak dapat dipungkiri memang terdapat

Tabel 6-9. Perbandingan IPM Banten Selatan dan Utara

2015-2019

Sumber : BPS Banten

Kab/Kota

2015 2016 2017 2018 2019 Rata-rata

Kab Pandeglang 62,72 63,4 63,82 64,34 64,91 63,84

Kab Lebak 62,03 62,78 62,95 63,37 63,88 63,00

Rata-Rata 62,38 63,09 63,39 63,86 64,40 63,42

Kab/Kota

2015 2016 2017 2018 2019 Rata-rata

Kab Tangerang 70,05 70,44 70,97 71,59 71,93 71,00

Kab Serang 64,61 65,12 65,60 65,93 66,38 65,53

Kota Tangerang 76,08 76,81 77,01 77,92 78,43 77,25

Kota Cilegon 71,81 72,04 72,29 72,65 73,01 72,36

Kota Serang 70,51 71,09 71,31 71,68 72,10 71,34

Kota Tangsel 79,38 80,11 80,84 81,17 81,48 80,60

Rata-Rata 72,07 72,60 73,00 73,49 73,89 73,01

Indeks Pembangunan Manusia Banten Selatan

Indeks Pembangunan Manusia Banten Utara

Tabel 6-10. Perbandingan Persentase Penduduk Miskin Banten Selatan dan Utara

2015-2019 (Persen) Kab/Kota

2015 2016 2017 2018 2019 Rata-rata

Kab Pandeglang 10.19 9,67 9,74 9,61 9,42 9,77

Kab Lebak 9,97 8,71 8,64 8,41 8,30 8,81

Rata-Rata 10,20 9,19 9,19 9,01 8,86 9,29

Kab/Kota

2015 2016 2017 2018 2019 Rata-rata

Kab Tangerang 5,71 5,29 5,39 5,18 5,14 5,34

Kab Serang 5,09 4,58 4,63 4,30 4,08 4,54

Kota Tangerang 5,04 4,94 4,95 4,76 4,43 4,82

Kota Cilegon 4,10 3,57 3,52 3,25 3,03 3,49

Kota Serang 6,28 5,58 5,57 5,36 5,28 5,61

Kota Tangsel 1,69 1,67 1,76 1,68 1,68 1,70

Rata-Rata 4,65 4,27 4,30 4,09 3,94 4,25

Persentase Penduduk Miskin Banten Selatan

Persentase Penduduk Miskin Banten Utara

Sumber : BPS Banten

104

BAB VI : KEUNGGULAN DAN POTENSI EKONOMI SERTA TANTANGAN REGIONAL

disparitas pembangunan antara wilayah Banten Utara dan Banten Selatan, dimana

Banten Utara berkembang pesat sedangkan Banten Selatan berkembang lambat. Untuk

itu perlu intervensi dan peranan pemerintah untuk mengurangi disparitas tersebut.

Peranan pemerintah yang tercermin melalui pengeluaran pemerintah merupakan

faktor penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan

permintaan agregat. Semakin besar pengeluaran pemerintah akan berdampak baik

pada pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut. Pengeluaran pemerintah dapat

menjadi suntikkan perekonomian melalui program-program atau kegiatan untuk

mendorong produktivitas sumber daya yang ada, sehingga akan mengurangi tingkat

ketimpangan pembangunan yang terjadi dalam suatu wilayah.

105

SINERGI DAN KONVERGENSI PROGRAM PENANGANAN STUNTING DI DAERAH

7. 1. PENDAHULUAN

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan

gizi kronis dan infeksi berulang terutama dalam seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK)

sehingga anak lebih pendek untuk usianya. Dampak yang ditimbulkan stunting dapat

dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang.1

1. Dampak Jangka Pendek.

a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;

b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal; dan

c. Peningkatan biaya kesehatan.

2. Dampak Jangka Panjang.

a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada

umumnya);

b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya;

c. Menurunnya kesehatan reproduksi;

d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan

e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal

Dalam rangka percepatan pencegahan stunting, pemerintah meluncurkan

Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gernas PPG) 1.000 HPK yang ditetapkan

melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gernas PPG. Dalam

pembuatan kebijakan, Pemerintah memberikan perhatian besar terhadap pecegahan

stunting. Indikator dan target pencegahan stunting telah dimasukkan sebagai sasaran

pembangunan nasional dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dari sisi anggaran, tema upaya konvergensi penanganan

stunting dimasukkan sebagai anggaran tematik dalam APBN sesuai Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 142/KMK.02/2018. Secara kuantitatif bertujuan untuk mengidentifikasi

output K/L dan mengalokasikan anggaran terkait percepatan pencegahan dan

penurunan stunting dan memastikan dilakukan secara terintegrasi lintas sektor.

1 Buletin Data dan Informasi Kesehatan Semester I 2018

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

106

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

7. 2. KONVERGENSI PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING

Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi oleh karena itu harus ditangani

multisektor. Secara umum, penyebab stunting menurut Kemenkes antara lain (1) praktek

pengasuhan yang tidak baik, (2) terbatasnya layanan kesehatan, (3) kurangnya akses

ke makanan bergizi, dan (4) kurangnya akses air bersih dan sanitasi. Dari berbagai

penyebab masalah stunting, fokus Pemerintah adalah penanganan masalah

kekurangan gizi kronis atau malnutrisi.

Menurut Kemenkes (2018), guna mengatasi hal tersebut, terdapat tiga kegiatan

yang harus dilakukan yaitu:

1. Intervensi Gizi Spesifik Intervensi lebih ditujukan pada upaya menangani penyebab

langsung masalah gizi (asupan makan dan penyakit infeksi) dan berada dalam

lingkup kebijakan kesehatan. Melalui intervensi spesifik, sekitar 15 persen kematian

balita dapat dikurangi bila intervensi berbasis bukti tersebut dapat ditingkatkan

hingga cakupannya 90 persen, termasuk stunting yang dapat diturunkan sekitar

20,3 persen serta mengurangi prevalensi sangat kurus 61,4 persen. Selebihnya

membutuhkan peran dari intervensi sensitif (sekitar 80 persen).

2. Intervensi Gizi Sensitif Intervensi ditujukan untuk mengatasi penyebab tidak

langsung yang mendasari terjadinya masalah gizi (ketahanan pangan, akses

pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, serta pola asuh) dan terkait dengan

kebijakan yang lebih luas tidak terbatas bidang kesehatan saja tetapi juga pertanian,

pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi, perlindungan sosial, dan

pemberdayaan perempuan. Program dan kebijakan gizi sensitif ini memiliki

kontribusi yang cukup besar untuk mendukung pencapaian target perbaikan gizi

meskipun secara tidak langsung.

3. Lingkungan yang Mendukung Lingkungan yang mendukung ditujukan untuk faktor-

faktor mendasar yang berhubungan dengan status gizi seperti pemerintahan,

pendapatan, dan kesetaraan. Investasi ini dapat berbentuk undang-undang,

peraturan, kebijakan, investasi untuk pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan

kapasitas pemerintahan. Sebagian besar investasi yang menyasar pada penyebab

tidak langsung dan akar masalah gizi bukanlah hal yang langsung berkaitan dengan

masalah gizi, dengan kata lain kegiatan yang dilakukan tidak secara eksplisit

ditujukan untuk tujuan penanggulangan masalah gizi, namun intervensi ini dapat

menjadi bagian penting dari perbaikan gizi.

Percepatan pencegahan stunting lebih efektif bila intervensi gizi baik spesifik

maupun sensitif dilakukan secara konvergen. Konvergensi merupakan pendekatan

107

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

intervensi secara terkoordinir dan terpadu serta bersama-sama pada target prioritas.

Intervensi secara konvergen dilakukan dengan menggabungkan atau mengintegrasikan

berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan bersama dalam hal ini adalah pencegahan

stunting. Upaya ini dapat dicapai jika:

1. Program nasional, daerah, dan desa sebagai penyedia layanan intervensi gizi

spesifik dan sensitif dilaksanakan terpadu dan terintegrasi sesuai kewenangan.

2. Layanan setiap intervensi gizi tersedia dan dapat diakses bagi masyarakat yang

membutuhkan terutama pada kelompok 1.000 HPK.

3. Kelompok target prioritas menggunakan dan mendapatkan manfaat dari layanan

tersebut.

Upaya konvergensi percepatan pecegahan stunting dilaksanakan mulai dari

tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi program/kegiatan.

Pada tahap perencanaan, konvergensi diarahkan pada upaya penajaman

proses perencanaan dan penganggaran regular yang berbasis data dan informasi

faktual agar program dan kegiatan yang disusun lebih tepat sasaran melalui: (i)

pelaksanaan analisis situasi awal; (ii) pelaksanaan rembuk stunting; dan (iii)

penyusunan rencana kerja. Analisis situasi awal dan rembuk stunting dilakukan

untuk mengetahui kondisi stunting di wilayah kabupaten/kota, penyebab utama,

dan identifikasi program/kegiatan yang selama ini sudah dilakukan. Dari analisis ini

diharapkan dapat menentukan program/kegiatan, kelompok sasaran, sumber

pendanaan dan lokasi upaya percepatan pencegahan stunting di daerah, yang

kemudian diterjemahkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana

Kerja Organisasi Perangkat daerah (OPD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD).

Pada tahap pelaksanaan, konvergensi diarahkan pada upaya untuk

melaksanakan intervensi gizi spesifik dan sensitif secara bersama dan terpadu di lokasi

yang telah disepakati bersama, termasuk didalamnya mendorong penggunaan dana

desa untuk percepatan pencegahan stunting dan mobilisasi Kader Pembangunan

Manusia (KPM). Sedangkan pada tahap pemantauan dan evaluasi, konvergensi

dilakukan melalui pelaksanaan pemantauan yang dilakukan bersama dengan

menggunakan mekanisme dan indikator yang terkoordinasikan dengan baik secara

berkelanjutan. Sehingga hasil pemantauan dan evaluasi dapat dijadikan acuan bagi

semua pihak yang terkait untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan upaya

percepatan pencegahan stunting dan memberikan masukan bagi tahap

perencanaan dan penganggaran selanjutnya.

108

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

7. 3. PENANGANAN STUNTING OLEH PEMERINTAH

Konvergensi percepatan pencegahan stunting terlihat pula dari kebijakan anggaran

melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/KMK.02/2018, antara lain

menyebutkan, dalam upaya penanganan stunting, terdapat dua jenis intervensi yang

dilakukan pemerintah, yaitu intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.

1. Intervensi gizi spesifik ditujukan kepada anak dalam 1.000 (seribu) hari pertama

kehidupan (HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan.

Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, dan hasilnya dapat dicatat dalam waktu

relatif pendek. Intervensi spesifik berkontribusi sebesar 30% (tiga puluh persen) dari

upaya penanganan stunting.

2. Intervensi gizi sensitif ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar

sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000

(seribu) HPK. Intervens: sensitif berkontribusi 70% (tujuh puluh persen) dari upaya

penanganan stunting.

Keluaran (output) yang dapat dikategorikan dalam tema ini adalah yang mendukung

kegiatan:

a. Kegiatan Intervensi Gizi Spesifik :

1) Intervensi dengan sasaran ibu hamil.

2) Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan.

3) lntervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan.

b. Kegiatan Intervensi Gizi Sensitif

1) Menyediakan dan memastikan akses pada air bersih.

2) Menyediakan dan memastikan akses pada sanitasi.

3) Melakukan fortifikasi bahan pangan.

4) Menyediakan akses layanan kesehatan dan keluarga berencana (KB).

5) Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) .

6) Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).

7) Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua.

8) Memberikan pendidikan anak usia dini universal.

9) Memberikan pendidikan gizi masyarakat.

10) Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada

remaja.

11) Menyediakan bantuan dan Jaminan sosial bagi keluarga miskin.

12) Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.

109

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

Sumber pembiayaan pemerintah untuk pencegahan stunting berasal dari Belanja

Pemerintah Pusat dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), sebagaimana

terlihat pada gambar VII-1.

7.3.1. Belanja Pemerintah Pusat

Penanganan stunting pada belanja pemerintah pusat terwujud dalam belanja

kementerian/lembaga yang dibagi menjadi tiga yaitu intervensi spesifik, intervensi

sensitif, serta pendampingan, koordinasi dan dukungan teknis.

a. Belanja Penanganan Stunting 2019 : Intervensi Spesifik

Belanja penanganan stunting 2019 : intervensi spesifik di Banten, terdiri dari 2

program, 4 kegiatan dan dilakukan oleh dua satuan kerja yaitu Dinas Kesehatan Provinsi

Banten dan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Banten. Secara agregat, untuk

intervensi spesifik telah dianggarkan pagu sebesar Rp4,54 miliar dengan realisasi

sebesar Rp4,03 miliar atau 88,62 persen dari pagu. Tingkat realisasi tersebut

disumbangkan oleh beberapa output dengan rincian sebagai berikut :

2080 003 Pengutan intervensi Suplemen Gizi pada Ibu Hamil dan Balita,

dengan realisasi sebesar Rp96,10 juta atau 96,10 persen dari pagu. Target output

8 layanan telah tercapai 8 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.

2080 007 Pembinaan dalam peningkatan Pengetahuan Gizi Masyarakat,

dengan realisasi sebesar Rp338,76 juta atau 93,04 persen dari pagu. Target output

8 Kab/Kota telah tercapai 8 kab/kota sehingga persentase capaian 100 persen.

Gambar VII-1. Sumber Pembiayaan Pemerintah untuk Pencegahan Stunting

Sumber : Stratnas Pencegahan Stunting Periode 2018-2024

110

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

2080504 Peningkatan Surveilans Gizi, dengan realisasi sebesar Rp1,42 miliar

atau 93,04 persen dari pagu. Target output 8 layanan telah tercapai 8 layanan

sehingga persentase capaian 100 persen.

5832 001 Pembinaan Dalam Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,

dengan realisasi sebesar Rp234,49 juta atau 98,41 persen dari pagu. Target output

1 layanan telah tercapai 1 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.

5832 002 Pembinaan Dalam Peningkatan Pelayanan Kunjungan Neonatal

Pertama, dengan realisasi sebesar Rp216,78 juta atau 44,40 persen dari pagu.

Target output 2 layanan telah tercapai 1 layanan sehingga capaian 50 persen.

5832 004 Pembinaan dalam Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah, dengan

realisasi sebesar Rp348,49 juta atau 99,78 persen dari pagu. Target output 1

layanan telah tercapai 1 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.

5832 005 Pembinaan Pencegahan Stuning, dengan realisasi sebesar Rp229,74

juta atau 99,34 persen dari pagu. Target output 1 layanan telah tercapai 1 layanan

sehingga persentase capaian 100 persen.

5832 018 Pembinaan Dalam Peningkatan Pelayanan Antenatal, dengan realisasi

sebesar Rp107,68 juta atau 98,95 persen dari pagu. Target output 5 layanan telah

tercapai 5 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.

2058 006 Layanan Imunisasi, dengan realisasi sebesar Rp225,35 juta atau 95,62

persen dari pagu. Target output 8 layanan telah tercapai 8 layanan sehingga

persentase capaian 100 persen.

2059 005 Layanan Capaian Eliminasi Malaria, dengan realisasi sebesar

Rp152,30 juta atau 71,50 persen dari pagu. Target output 57 layanan telah tercapai

57 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.

2059 008 Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan, dengan

realisasi sebesar Rp654,52 juta atau 95,55 persen dari pagu. Target output 2

layanan telah tercapai 2 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.

Secara umum untuk intervensi gizi spesifik telah berjalan dengan baik, hal ini

dapat terlihat dari tingkat penyerapan belanja setiap output, dari 11 output hanya 2

output yang memiliki realisasi dibawah 90 persen, rincian terlampir.

b. Belanja Penanganan Stunting : Intervensi Sensitif

Belanja penanganan stunting : intervensi sensitif, di Banten tahun 2019

dilaksanakan oleh 7 (tujuh) kementerian/lembaga, yang dilakukan oleh instansi vertikal

kementerian/lembaga tersebut maupun organisasi perangkat daerah (OPD) dengan

menggunakan anggaran kementerian/lembaga, terbagi atas 9 program dan 13 kegiatan.

111

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

Secara agregat, pada tahun 2019 untuk intervensi sensitif telah disediakan pagu sebesar

Rp145,83 miliar dengan realisasi penyerapan sebesar Rp137,57 miliar atau 94,33

persen dari pagu. Tingkat realisasi tersebut disumbangkan oleh output sebagai berikut :

Kementerian Pertanian

1814 102 Lumbung Pangan Masyarakat, dengan realisasi sebesar Rp838,20

juta atau 99,92 persen dari pagu. Target output 12 unit telah tercapai 12 unit

sehingga persentase capaian 100 persen.

1815 106 Kawasan Mandiri Pangan, dengan realisasi sebesar Rp529,20 juta

atau 99,85 persen dari pagu. Target output 1 kawasan telah dilaksanakan pada

1 kawasan sehingga persentase capaian 100 persen.

1816 101 Pemberdayaan Pekarangan Pangan, dengan realisasi sebesar

Rp3,32 miliar atau 100,00 persen dari pagu. Target output 76 kelompok telah

dilaksanakan pada 76 kelompok sehingga persentase capaian 100 persen.

1816 106 Hasil Pengawasan Keamanan dan Mutu Pangan Segar, dengan

realisasi sebesar Rp540,61 juta atau 98,29 persen dari pagu. Target output 1

rekomendasi telah tercapai 1 rekomendasi sehingga capaian 100 persen.

Kementerian Kesehatan

5833 002 Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media, dengan realisasi

sebesar Rp1,58 miliar atau 92,69 persen dari pagu. Target output 1 layanan

telah tercapai 1 layanan sehingga persentase capaian 100 persen.

5833 004 Pelaksanaan Strategi Promosi Kesehatan dalam mendukung

Program Kesehatan, dengan realisasi sebesar Rp437,54 juta atau 93,41

persen dari pagu. Target output 1 layanan telah dilaksanakan 1 layanan

sehingga persentase capaian 100 persen.

5834 501 Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang

memenuhi syarat, dengan realisasi sebesar Rp77,78 juta atau 64,34 persen

dari pagu. Target output 803 TPM telah dilaksanakan pada 510 TPM sehingga

persentase capaian 64 persen.

5834 504 Pengawasan terhadap Sarana Air Minum (SAM), dengan realisasi

sebesar Rp63,57 juta atau 97,82 persen dari pagu. Target output 3.711 SAM

telah dilaksanakan pada 3.711 SAM sehingga persentase capaian 100 persen.

5834 505 Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM), dengan realisasi sebesar Rp132,34 juta atau 56,22 persen dari pagu.

Target output 1.360 Desa/Kel. telah dilaksanakan pada 761 Desa/Kel. sehingga

persentase capaian 100 persen.

112

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

2094 508 Alat Kesehatan, dengan realisasi sebesar Rp45,67 miliar atau 93,85

persen dari pagu. Target output 692 unit telah tersedia 562 unit sehingga

persentase capaian 100 persen.

Kementerian Agama

2104 008 Bimbingan Perkawinan Pra Nikah, dengan realisasi sebesar

Rp2,33 miliar atau 70,16 dari pagu. Target output 14.025 pasangan telah

diberikan bimbingan pada 10.120 pasangan sehingga capaian 72 persen.

2145 014 Pembinaan Keluarga Hittasukhaya, dengan realisasi sebesar

Rp19,34 juta atau 98,47 persen dari pagu. Target output 1 kegiatan telah

dilaksanakan 1 kegiatan sehingga persentase capaian 100 persen.

Kementerian Sosial

2251 001 Keluarga Miskin yang Mendapat Bantuan Tunai Bersyarat,

dengan realisasi sebesar Rp2,60 miliar atau 96,37 persen dari pagu. Target

output 1 KPM telah dilaksanakan pada 1 KPM sehingga capaian 100 persen.

7.3.2. Transfer Ke Daerah dan Dana Desa

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2019 Tentang Pedoman

Penggunaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa untuk mendukung pelaksanaan

kegiatan intervensi pencegahan stunting terintegrasi, menyebutkan TKDD untuk

mendukung pelaksanaan Kegiatan Intervensi Pencegahan Stunting Terintegrasi terdiri

atas :Dana Alokasi Khusus Fisik, Dana Alokasi Khusus Nonfisik dan Dana Desa.

a. Penanganan Stunting Terkait DAK Fisik

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2019,

penanganan stunting terkait DAK Fisik terdiri atas : bidang kesehatan, bidang air minum

dan bidang sanitasi. Pagu agregat DAK Fisik 2019 untuk bidang kesehatan di Banten

sebesar Rp305,725 miliar dengan realisasi penyaluran sebesar Rp279,80 miliar atau

91,52 persen dari pagu. Alokasi tertinggi untuk Pemda Kabupaten Pandeglang sebesar

Rp73,12 miliar dan alokasi terendah pada Kota Serang sebesar Rp7,32 miliar. Alokasi

DAK Fisik tertinggi bidang kesehatan untuk Kabupaten Pandeglang selaras dengan

penetapan Kabupaten Pandeglang sebagai salah satu dari 160 kabupaten/kota prioritas

untuk penanganan stunting sebagaiman telah ditetapkan Tim Nasional Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Pagu agregat DAK Fisik 2019 untuk Bidang Air Minum di Banten sebesar

Rp36,32 miliar, dengan realisasi penyaluran sebesar Rp35,15 miliar atau 96,76 persen

dari pagu. Alokasi tertinggi untuk Kabupaten Lebak sebesar Rp14,54 miliar, sedangkan

113

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

alokasi terendah Kota Serang sebesar Rp2,00 miliar. Sedangkan pagu agregat untuk

bidang sanitasi sebesar Rp27,21 miliar dengan realisasi penyaluran sebesar Rp26,81

miliar atau 98,51 persen dari pagu. Alokasi tertinggi Kabupaten Lebak sebesar Rp10,87

miliar sedangkan alokasi terendah Kota Serang sebesar Rp3,45 miliar.

Berdasarkan penelusuran lebih lanjut terhadap kegiatan pada bidang kesehatan,

air minum dan sanitasi, ditemukan beberapa kegiatan yang berhubungan langsung

dengan penanganan stunting, namun belum diketahui realisasi dan capaian outputnya.

Bidang Kesehatan

1. Pengadaan Pemberian Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil dengan Kekurangan

Energi Kronis, sebanyak 1 paket dengan nilai pagu sebesar Rp1.080.540.000,-

2. Penyediaan Obat Gizi, sebanyak 4 paket dengan nilai pagu sebesar

Rp5.189.956.000,-.

3. Penyediaan Alat Antropometri, sebanyak 390 paket dengan nilai pagu sebesar

Rp3.120.000.000,-.

Bidang Air Minum

1. Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T)

Skala Permukiman dan/atau Perkotaan (Reguler), sebanyak 25 unit dengan nilai

pagu sebesar Rp11.253.691.000,-

2. Pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S)

di daerah perkotaan dan/atau perdesaan (Penugasan), sebanyak 41 unit dengan

nilai pagu sebesar Rp3.822.500.000,-.

3. Pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S)

di daerah perdesaan (Afirmasi), sebanyak 735 unit dengan nilai pagu sebesar

Rp11.324.999.999,-.

Tabel 7-1. Pagu dan Realisasi DAK Fisik Tahun 2019 Bidang Kesehatan, Bidang Air Minum dan Bidang Sanitasi

Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi

1 Provinsi Banten 18.480.841.000 18.256.249.840 - -

2 Kab. Lebak 53.908.616.000 49.167.011.439 14.543.754.000 14.135.998.000 10.875.134.000 10.875.134.000

3 Kab. Pandeglang 73.126.172.000 69.159.698.183 9.628.613.000 9.585.771.500 8.700.000.000 8.699.999.991

4 Kab. Serang 54.439.952.000 50.329.189.478 10.157.409.000 9.436.255.614 4.186.762.000 4.186.762.000

5 Kab. Tangerang 46.955.311.000 43.492.992.880 - -

6 Kota Cilegon 26.546.468.000 24.401.162.382 - -

7 Kota Serang 7.329.481.000 7.010.775.929 2.000.000.000 1.994.722.660 3.456.456.000 3.051.455.800

8 Kota Tangerang 8.479.284.000 2.015.355.734 - -

9 Kota Tangsel 16.459.328.000 15.971.744.555 - -

305.725.453.000 279.804.180.420 36.329.776.000 35.152.747.774 27.218.352.000 26.813.351.791

Bidang Kesehatan Bidang Air Minum Bidang SanitasiNo Pemda

Jumlah

Sumber : OMSPAN (Diolah)

114

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

Bidang Sanitasi

1. Perluasan SPAM perpipaan melalui pemanfaatan idle capacity Sistem

Penyediaan Air Minum (SPAM) terbangun (Reguler), sebanyak 116 sambungan

rumah (SR) dengan nilai pagu sebesar Rp6.750.000.000,-

2. Perluasan SPAM perpipaan melalui pemanfaatan idle capacity Sistem

Penyediaan Air Minum (SPAM) terbangun Khusus untuk Desa yang sudah

melaksanakan PAMSIMAS (Penugasan), sebanyak 121 sambungan rumah

dengan nilai pagu sebesar Rp381.150.000,-.

3. Perluasan SPAM perpipaan melalui pemanfaatan idle capacity Sistem

Penyediaan Air Minum (SPAM) terbangun (Afirmasi), sebanyak 400 sambungan

rumah dengan nilai pagu sebesar Rp3.000.000.000,-.

b. Penanganan Stunting Terkait Dana Desa

Berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa

berkewajiban mendukung kegiatan-kegiatan pembangunan yang menjadi program

prioritas nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

Dengan demikian desa perlu menyusun program/kegiatan yang relevan dengan

pencegahan stunting, yang didanai oleh Dana Desa. Adapun peran pemerintah

desa untuk mendukung pencegahan stunting, adalah sebagai berikut2:

1) Mensosialisasikan kebijakan pencegahan stunting kepada masyarakat.

2) Melakukan pendataan terhadap kelompok sasaran, permasalahan terkait stunting,

cakupan layanan dasar kepada masyarakat, kondisi penyedia layanan, dan

sebagainya .

3) Pembentukan dan pengembangan Rumah Desa Sehat (RDS) sebagai

sekretariat bersama yang berfungsi untuk ruang belajar bersama,

penggalian aspirasi, aktualisasi budaya, aktivitas kemasyarakatan, akses

informasi serta forum masyarakat peduli kesehatan, pendidikan dan sosial.

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Prioritas Pengunaan Dana Desa Tahun 2019,

mengamanatkan Prioritas penggunaan dana desa diharapkan dapat memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Desa berupa peningkatan kualitas hidup,

peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan serta peningkatan

pelayanan publik di tingkat Desa. Peningkatan pelayanan publik di tingkat desa yang

2 Panduan Konvergensi Program/Kegiatan Percepatan Pencegahan Stunting, TNP2K 2018

115

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

diwujudkan dalam upaya peningkatan gizi masyarakat serta pencegahan anak kerdil

(stunting), meliputi :

a. Penyediaan air bersih dan sanitasi;

b. Pemberian makanan tambahan dan bergizi untuk balita;

c. Pelatihan pemantauan perkembangan kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui;

d. Bantuan posyandu untuk mendukung kegiatan pemeriksaan berkala kesehatan ibu

hamil atau ibu menyusui;

e. Pengembangan apotek hidup desa dan produk hotikultura untuk memenuhi

kebutuhan gizi ibu hamil atau ibu menyusui;

f. Pengembangan ketahanan pangan di Desa; dan

g. Kegiatan penanganan kualitas hidup lainnya yang sesuai dengan kewenangan

Desa dan diputuskan dalam musyawarah Desa.

Dana Desa di Banten tahun 2019 sebesar Rp1,09 trilun, dialokasikan untuk 1.238

desa yang tersebar pada 4 (empat) Pemerintah Kabupaten, sampai dengan 31

Desember 2019 telah disalurkan dana desa sebesar Rp1,08 miliar dengan penyerapan

yang telah dilakukan desa dan diinput ke OMSPAN per 30 Januari 2020 sebesar

Rp484,20 miliar. Penyerapan Dana Desa untuk tahun 2019 masih dimungkinkan akan

berubah sampai dengan penyaluran Dana Desa tahap II tahun 2020.

Berdasarkan penelusuran lebih lanjut terhadap kegiatan pada Dana Desa pada

setiap Kabupaten di Banten, ditemukan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan

penanganan stunting. Nama kegiatan, agregat volume output dan realisasinya adalah :

a. Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa (Mata Air/Tandon

Penampungan Air Hujan/Sumur Bor, dll), sebanyak 443 unit dengan realisasi

penyerapan sebesar Rp8.237.254.620,-.

b. Rehabilitasi/Peningkatan Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga (pipanisasi, dll),

Sepanjang 40.916 meter dengan realisasi penyerapan sebesar Rp3.750.057.111,-.

Tabel 7-2. Pagu, Penyaluran dan Penyerapan Dana Desa Tahun 2019

Pagu Penyaluran Penyerapan

1 Kab. Lebak 286.755.343.000 286.755.343.000 137.339.997.768

2 Kab. Pandeglang 264.064.732.000 264.064.732.000 117.002.067.230

3 Kab. Serang 260.671.405.000 257.969.465.600 104.809.089.539

4 Kab. Tangerang 280.581.836.000 278.749.719.828 125.049.859.785

1.092.073.316.000 1.087.539.260.428 484.201.014.322

No Pemda

Jumlah

Dana Desa

Sumber : OMSPAN (Diolah)

116

BAB VII : ANALISIS TEMATIK

c. Rehabilitasi/Peningkatan Sanitasi Permukiman (Gorong-gorong, Selokan, Parit, dll.,

diluar prasarana jalan), sepanjang 10.609 meter dengan realisasi penyerapan

sebesar Rp3.416.551.548,-

d. Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil), sebanyak

2991 orang ibu hamil dengan realisasi penyerapan sebesar Rp522.736.039,-.

e. Peningkatan Produksi Tanaman Pangan (Alat Produksi dan pengolahan pertanian

penggilingan Padi/jagung dll), sebanyak 401 unit dengan realisasi penyerapan

sebesar Rp5.433.671.583,-.

Volume Realisasi Capaian

KABUPATEN SERANG 2.546.206.950

1Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa (Mata Air/Tandon

Penampungan Air Hujan/Sumur Bor, dll)17 Unit 544.049.050 100%

2Rehabilitasi/Peningkatan Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga

(pipanisasi, dll)9.771 Meter 578.527.000 100%

3Rehabilitasi/Peningkatan Sanitasi Permukiman (Gorong-gorong, Selokan,

Parit, dll., diluar prasarana jalan)4.427 Meter 1.398.725.900 100%

4 Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil) 115 Orang 9.905.000 100%

5Peningkatan Produksi Tanaman Pangan (Alat Produksi dan pengolahan

pertanian penggilingan Padi/jagung dll)1 Unit 15.000.000 100%

KABUPATEN PANDEGLANG

1Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa (Mata Air/Tandon

Penampungan Air Hujan/Sumur Bor, dll)115 Unit 1.494.335.874 100%

2Rehabilitasi/Peningkatan Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga

(pipanisasi, dll)14.356 Meter 1.822.393.070 100%

3Rehabilitasi/Peningkatan Sanitasi Permukiman (Gorong-gorong, Selokan,

Parit, dll., diluar prasarana jalan)2.910 Meter 1.018.065.500 100%

4 Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil) 502 Orang 84.660.000 100%

5Peningkatan Produksi Tanaman Pangan (Alat Produksi dan pengolahan

pertanian penggilingan Padi/jagung dll)61 Unit 646.539.200 100%

KABUPATEN LEBAK

1Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa (Mata Air/Tandon

Penampungan Air Hujan/Sumur Bor, dll)172 Unit 1.728.739.620 90%

2Rehabilitasi/Peningkatan Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga

(pipanisasi, dll)15.569 Meter 790.073.300 93%

3Rehabilitasi/Peningkatan Sanitasi Permukiman (Gorong-gorong, Selokan,

Parit, dll., diluar prasarana jalan)3.124 Meter 954.075.048 77%

4 Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil) 1.638 Orang 135.210.000 49%

5Peningkatan Produksi Tanaman Pangan (Alat Produksi dan pengolahan

pertanian penggilingan Padi/jagung dll)325 Unit 4.316.543.500 94%

KABUPATEN TANGERANG

1Rehabilitasi/Peningkatan Sumber Air Bersih Milik Desa (Mata Air/Tandon

Penampungan Air Hujan/Sumur Bor, dll)139 Unit 4.470.130.076 100%

2Rehabilitasi/Peningkatan Sambungan Air Bersih ke Rumah Tangga

(pipanisasi, dll)1.220 Meter 559.063.741 100%

3Rehabilitasi/Peningkatan Sanitasi Permukiman (Gorong-gorong, Selokan,

Parit, dll., diluar prasarana jalan)148 Meter 45.685.100 69%

4 Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan Kelas Ibu Hamil) 736 Orang 292.961.039 86%

5Peningkatan Produksi Tanaman Pangan (Alat Produksi dan pengolahan

pertanian penggilingan Padi/jagung dll)14 Unit 455.588.883 100%

OutputKeterangan

117

8.1. KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan dari berbagai pokok bahasan yang telah diuraikan pada

bab sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan

rencana kerja pemerintah daerah (RKPD), tujuan dan sasaran pembangunan

Provinsi Banten adalah (i) mewujudkan masyarakat sejahtera yang berakhlak mulia,

berbudaya, sehat dan cerdas; (ii) mewujudkan perekonomian yang maju dan

berdaya saing secara merata dan berkeadilan;(iii) mewujudkan pengelolaan sumber

daya alam dan lingkungan hidup yang lestari; (iv) mewujudkan penyelenggaraan

pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa.

2. Dalam mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan terdapat tantangan dan

keunggulan yaitu : (i) tantangan dan keunggulan ekonomi yang terlihat dari iklim

investasi yang baik, kemudahan layanan perizinan (layanan satu pintu), jaminan

keamanan dan adanya 3 (tiga) kawasan industri yang masuk dalam program

Kemudahan Layanan Investasi Konstruksi (KLIK) dan TPT yang tinggi sebesar

8,11% pada Agustus 2019; (ii) tantangan dan keunggulan demogarafi adalah laju

pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dengan sebaran penduduk yang tidak

merata, tingkat APS yang tinggi, serta Indikator Umur Harapan Hidup (UHH)

penduduk Banten pada tahun 2018 telah mencapai 69,6 tahun; (iii) tantangan dan

keunggulan geografi adalah perbedaan kontur wilayah pesisir dan pegunungan

serta merupakan pintu penghubung pulau Jawa dan Sumatera.

3. Terdapat 6 target indikator ekonomi makro ditetapkan KUA dan PPA Provinsi

Banten, 5 indikator memenuhi target sedangkan 1 indikator tidak memenuhi target.

Lima indikator yang memenuhi target adalah IPM dari target 72,20% tercapai

72,40%, Persentasi Penduduk Miskin dari target 5% berhasil ditekan menjadi

4,94%, TPT dari target 8,20% dapat ditekan menjadi 8,11%, Gini Ratio sebesar

0,36% sesuai dengan yang ditargetkan, serta Tingkat Inflasi sebesar 3,30% dari

target sebesar 4,20%. Sedangkan indikator Pertumbuhan Ekonomi tidak tercapai

sebesar 5,41% dari target 6,20%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi di Banten ini

tetap melebihi pertumbuhan ekonomi Nasional yang hanya sebesar 5,02%.

4. Perkembangan realisasi pendapatan dalam kurun waktu 2017-2019 memiliki

kecenderungan meningkat, yang berakibat pada Banten mengalami Surplus APBN,

BAB VIII : PENUTUP

118

BAB VIII : PENUTUP

untuk tahun 2019 surplus APBN sebesar 19,60 triliun. Penerimaan PNBP 2019

kembali melebihi dari target yang ditetapkan, dengan capaian sebesar Rp2,28 triliun

atau 141,91 persen dari target sebesar Rp1,61 triliun. Tax Ratio tahun 2019 sebesar

7,06 persen lebih rendah dari tax ratio nasional.

5. Terdapat perbedaan metode pencatatan penerimaan antara Ditjen Perbendaharaan

(selaku BUN) dengan Ditjen Pajak (selaku fiskus) dimana BUN mencatat realisasi

pajak berdasarkan pendapatan pajak yang diterima di wilayah setempat, sementara

fiskus mencatat berdasarkan kode NPWP di mana wajib pajak terdaftar, sehingga

menimbulkan perbedaan pencatatan realisasi penerimaan PPh sebesar Rp10,45

triliun. Suatu perbedaan yang sangat signifikan dan dapat berakibat penerimaan

DBH pajak yang diterima pemda tidak sesuai dengan yang seharusnya.

6. Alokasi belanja pemerintah pusat tahun 2019 sebesar Rp11,95 triliun, meningkat

13,31 persen dibandingkan tahun 2018. Peningkatan alokasi tersebut karena

kenaikan belanja modal sebesar 46,84 persen. Sedangkan penyerapan belanja

pemerintah pusat tahun 2019 secara prosentase lebih baik dibandingkan tahun

2018. Tetapi terjadi penurunan penyerapan untuk belanja modal dan bantuan sosial

dan merupakan tingkat perenyerapan terendah dalam 3 tahun terakhir.

7. Ruang fiskal Pemda di Banten tahun 2019 secara aggregat sebesar Rp24.783,01

miliar, Pemda yang memiliki ruang fiskal tertinggi adalah Pemda Provinsi Banten

sebesar Rp. Rp7.779,07 miliar. Sedangkan ruang fiskal terendah adalah Pemda

Kota Serang sebesar Rp799,82 miliar.

8. Ketergantungan fiskal pemerintah daerah terhadap dana transfer secara umum

masuk dalam kriteria ketergantungan tinggi dan sangat tinggi, dengan rincian satu

pemda dengan kriteria cukup, tiga pemda dengan kriteria tinggi, sedangkan lima

pemda yang lain memiliki kriteria sangat tinggi.

9. Penyaluran KUR dan Umi di Banten menunjukkan tren meningkat dalam periode

2015-2019 baik dari sisi dana yang disalurkan maupun jumlah debitur yang

menerima.Penyaluran di dominasi sektor perdagangan besar dan eceran, yaitu

sebesar 68,57 persen dari total akad atau 79,22 persen dari total debitur. Hal ini

belum sejalan dengan target target Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM yakni 50

persen KUR digunakan untuk sektor produksi.

10. Dari sisi APBD, realisasi pendapatan tahun 2019 turun 2,79 persen dibanding tahun

2018, hal yang sama juga terjadi pada realisasi belanja di tahun 2019 terjadi

penurunan sebesar 0,14 persen dibanding tahun 2018. Tingkat kemandirian

keuangan daerah di beberapa pemda wilayah Banten cukup baik, yang didukung

119

BAB VIII : PENUTUP

pendapatan PAD melebihi pendapatan transfer dana perimbangan pada sebagian

kabupaten/kota di Banten. Porsi alokasi fungsi APBD tahun 2019, memperlihatkan

terdapat 4 fungsi dengan alokasi terbesar yakni fungsi Pelayanan Umum (35,08

persen), Pendidikan (26,05 persen), Perumahan dan Fasilitas Umum (15,15 persen)

serta Kesehatan (13,43 persen) sejalan dengan arah kebijakan pemerintah.

11. Pendapatan Konsolidasian naik sebesar 5,03 persen dibandingkan tahun 2018,

karena adanya peningkatan pendapatan PPh pasal. Belanja Konsolidasian juga

mengalami peningkatan sebesar 9,73 persen jika dibandingkan dengan periode

yang sama tahun 2018. Belanja Pemerintah yang cukup tinggi ini memberikan

kontribusi positif bagi PDRB Banten.

12. Banten memiliki dua sektor potensial yaitu real estate, dan jasa kesehatan dan

kegiatan sosial. Penentuan sektor unggulan berdasarkan analisis Overlay yang

menggabungkan tiga hasil analisis yaitu analisis Location Quotient (LQ), Model

Rasio Pertumbuhan (MRP) dan Shift Share Esteban Marquillas.

13. Terdapat disparitas pembangunan antara Banten Utara dan Selatan yang cukup

jauh, berdasarkan empat indikator yaitu distribusi PDRB, PDRB per kapita, indeks

pembangunan manusia dan persentase penduduk miskin.

14. Kontribusi dana desa dalam pembangunan desa sangat efektif. Pengaruh dana

desa terhadap pengentasan tingkat kemiskinan positif meskipun tingkat

determinasinya sangat rendah. Penggunaan dana desa ke depan lebih

diprioritaskan bidang pemberdayaan masyakat agar tingkat kemiskinan berkurang.

15. Sumber pembiayaan program penanganan stunting di Banten berasal dari Belanja

Pemerintah pusat dan TKDD. Program ini dilaksanakan oleh instansi vertikal

kementerian/lembaga dan OPD. Secara umum pelaksanaan program telah berjalan

baik, hal ini terlihat dari tingkat penyerapan belanja yang rata-rata di atas 90 persen

serta capaian output 100 persen. Namun jika ditelusuri lebih lanjut terdapat

beberapa kegiatan di bidang kesehatan, air minum dan sanitasi, yang terkait dengan

program stunting, yang belum diketahui realisasi dan capaian outputnya.

8.2. REKOMENDASI

Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya dan kesimpulan, maka diusulkan

beberapa rekomendasi yaitu :

1. Melihat tingkat pengangguran yang tinggi di Banten, diperlukan intervensi

pemerintah daerah untuk mendorong masuknya investasi ke Banten terutama yang

padat karya dan dapat membuka lapangan kerja. Lulusan SMK merupakan

penyumbang pengangguran terbuka tertinggi, dikarenakan jurusan yang tidak

120

BAB VIII : PENUTUP

sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia. Untuk itu diharapkan pemerintah

daerah membantu SMK untuk mengembangkan jurusan yang sesuai dengan

kebutuhan dunia industri dan melakukan penyesuaian kurikulum, sebagai upaya

mix and match antara sekolah dengan industri/perusahaan, mengoptimalkan

program latihan kerja BLK, dan menjalin kerja sama dengan industri/perusahaan di

Banten melalui program magang.

2. Adanya selisih yang sangat signifikan atas penerimaan pajak yang disinyalilr karena

perbedaan metode pencatatan antara Ditjen Perbendaharaan dengan Ditjen Pajak,

maka perlu adanya Rekonsiliasi khususnya terhadap penerimaan perpajakan yang

akan dikembalikan ke daerah dalam bentuk DBH sehingga tercipta pembagian yang

adil sesuai dengan porsi pajak yang sudah dipungut di daerah tersebut.

3. Tingkat kemandirian dan kesehatan sebagian Kabupaten/kota di wilayah Banten

masih kurang baik (Kota Tangerang, Kota Serang, Kota Cilegon, Kab.Serang,

Kab.Lebak dan Kab.Pandeglang), ditandai dengan pertumbuhan PAD yang kurang

signifikan sehingga masih sangat bergantung pada dana transfer, Perlu adanya

upaya pemda untuk memperbaiki formula kebijakan di bidang pendapatan daerah

melalui pengembangan pajak dan retribusi daerah yang harmonis dengan pajak

pusat agar menjadi signifikan untuk dijadikan andalan pendapatan daerah.

4. Peningkatan PDRB di Banten tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan

pemerintah konsolidasian, saatnya Pemerintah Pusat dan Daerah untuk lebih kreatif

mengoptimalkan dan mengembangkan semua potensi pajak antara lain dengan

melakukan koordinasi petugas pajak dengan dinas terkait dan Bersama-sama

mensosialisasikan peraturan perpajakan kepada masyarakat khususnya para

pelaku usaha yang usahanya menjadi objek pajak daerah

5. Berdasarkan hasil analisis Overlay, Banten memiliki dua sektor potensial/unggulan

yaitu real estate, dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Kebijakan Pemda

selanjutnya bisa lebih memprioritaskan pengembangan terhadap kedua sektor

unggulan tersebut. Contoh kebijakan yang dapat dilakukan adalah pemberian

kemudahan regulasi dan insentif ke swasta untuk membangun rumah sakit baru

atau mengembangkan kapasitas rumah sakit yang ada saat ini.

6. Berdasarkan hasil penelusuran data terkait program stunting di Banten, yang

berasal dari Belanja Pemerintah pusat dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa,

masih terdapat kegiatan yang belum ada realisasi dan capaian outputnya.

Penyediaan data perlu disempurnakan untuk mempermudah pelaksanaan

monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan program dimaksud.

xix

Alfreda.Elga. 28 Juli, 2018. Pengangguran di tangerang Berjumlah 74.981

orang,Gubernur Banten Desak Wali Kota Gaet Investor. Tribun Jakarta.

(http://jakarta.tribunnews.com/2018/07/26/pengangguran-di-tangerang-

berjumlah-74981-orang-gubernur-banten-desak-wali-kota-gaet-

investor#gref.terakhir diakses tanggal 31 Januari 2019

Arsyad, Lincoln. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.

Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi

Banten, BPS Provinsi Banten 2018. Berita Resmi Badan Pusat Statistik Banten

Badan Pusat Statistik. 2015. Proyeksi Penduduk Provinsi Banten 2010- 2020.Banten:

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten

--------------.2017. Provinsi Banten Dalam Angka 2017.Banten: Badan Pusat Statistik

Provinsi Banten

--------------.2018. Provinsi Banten Dalam Angka 2018.Banten: Badan Pusat Statistik

Provinsi Banten

--------------.2019. Provinsi Banten Dalam Angka 2019.Banten: Badan Pusat Statistik

Provinsi Banten

--------------. 2018. Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekonomi Provinsi Banten Triwulan

III 2017 Banten: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten

--------------. 2018. Tinjauan Regional Berdasarkan PDRB Kabupaten/Kota 2013- 2017

Pulau Jawa dan Bali. Banten: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten

--------------. 2018. Buku Saku PDRB Provinsi Banten, PDRB Kabupaten/Kota se- Banten,PDRB Provinsi se-Jawa dan PDB Indonesia (2016-2017. Banten: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten

--------------. 2019. Buku Saku PDRB Provinsi Banten, PDRB Kabupaten/Kota se- Banten,PDRB Provinsi se-Jawa dan PDB Indonesia (2017-2018. Banten: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten

--------------. 2019. Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Banten, Banten: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten

--------------.2018. Berita Resmi Badan Pusat Statistik Banten. Banten: Badan Pusat

Statistik Provinsi Banten

Bank Indonesia. 2018. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Mei 2018.

Banten: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten

Bank Indonesia. 2019. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten Mei 2019.

Banten: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten

Bank Indonesia. 2018. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten

November 2018. Banten: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten

DAFTAR PUSTAKA

xx

Bank Indonesia. 2019. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Banten

November 2019. Banten: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten

Bappeda Provinsi Banten.4 Januari 2018.Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah Provinsi Banten Tahun 2017-2022. https://bappeda.bantenprov.go.id

Banten: Bappeda Provinsi Banten

Kementerian Pertanian.2017. Peraturan Menteri Pertanian

Nomor.38/PERMENTAN/HR.060/11/2017 tanggal 21 November 2017 tentang

Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.Jakarta: Kementerian Pertanian

Gubernur Banten.2019. Peraturan Gubernur Banten Nomor.34 Tahun 2019 tanggal 30

Oktober 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Banten Nomor 19

Tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Banten Tahun 2020

Banten: Gubernur Banten

Pemda Provinsi Banten.2019. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor.10 Tahun 2019

tanggal 02 Oktober 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 7

Tahun 2017 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Provinsi Banten Tahun 2017-2022

Pemda Provinsi Banten.2019. Website Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten. https://dpmptsp.bantenprov.go.id/

Pemda Provinsi Banten.15 Juli 2019. Website Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset

Daerah Provinsi Banten. https://bpkad.bantenprov.go.id/detail/persentase-

penduduk-miskin-banten-berkurang/

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)-RI.2019. Website Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM)-RI. https://www.bkpm.go.id/

Kementerian Keuangan.2015.Peraturan Pemerintah Nomor : 11 Tahun 2015 tentang

Jenis dan Tarif PNBP. Jakarta

-------------.2017. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 50 / PMK. 07 / 2017 tentang

Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.Jakarta: Kementerian

Keuangan

-------------.2017.Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 112 / PMK. 07 / 2017

tentang perubahan atas PMK 50/PMK.7/2017 tentang Pengelolaan Transfer Ke

Daerah dan Dana Desa.Jakarta.Kementerian Keuangan

-------------.2017.Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan Nomor SE-61/PB/2017 tentang

Petunjuk Teknis Penyusunan Kajian Fiskal Regional.Jakarta.Direktorat

Jenderal Perbendaharaan

------------.2017.Buku Saku Dana Desa.Jakarta:Direktorat Jenderal Perimbangan

Keuangan

------------.2018. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (2015-2018), B a n t e n : Kanwil

Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Banten

Kementerian Keuangan. 2018. Website Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Aplikasi

OMSPAN Direktorat SITP). https://spanint.kemenkeu.go.id Direktorat Jenderal

Perbendaharaan

xxi

Kementerian Keuangan.2018. Website Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Aplikasi

Monev Dit. PA). http://www.pa.perbendaharaan.go.id Direktorat Jenderal

Perbendaharaan

Kementerian Keuangan,.2018. Website Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

http://sikd.djpk.kemenkeu.go.id/NewSIKD Direktorat Jenderal Perimbangan

Kementerian Keuangan,.2018. Website Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

http://www.djpk.kemenkeu.go.id/simtrada. Direktorat Jenderal Perimbangan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (2015-2018) Kabupaten/Kota/Provinsi Banten

Laucereno.Sylke Febrina.6 Agustus 2018. Cerita Sri Mulyani Yang Malu Rasio Pajak

Cuma 11%.DetikFinance. https://finance.detik.com/berita- ekonomi-

bisnis/d-4153053/cerita-sri-mulyani-yang-malu-rasio-pajak- cuma-11%.

diakses 22 Februari 2019

Melani.Agustina. 10 September 2018. Ini Upaya pemerintah Dan BI Perkuat Rupiah. Liputan6 Jakarta. https://www.liputan6.com/bisnis/read/3640748/ini-upaya-pemerintah- dan-bi-perkuat-rupiah.terakhir. diakses 28 Januari 2019

Menara Banten.Edisi:09 Tahun kesebelas Tahun 2019. Banten

Menara Banten.Edisi:05 Tahun kesebelas Tahun 2019. Banten

Buletin Data dan Informasi Kesehatan Semester I 2018

Panduan Konvergensi Program/Kegiatan Persepatan Pencegahan Stunting, TNP2K 2018

Anggraeni.Rina. 22 Agustus 2019. Alasan BI Turunkan Suku Bunga Acuan Dua Kali Sepanjang 2019.Sindonews. https://ekbis.sindonews.com/read/1432359/33/alasan-bi-turunkan-suku-bunga-acuan-dua-kali-sepanjang-2019-1566462815

Rifai.Bahtiar. 05 November 2019. Pengangguran di Banten Tertinggi se-Indonesia, Ini sebabnya.DetikFinance. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4772807/pengangguran-di-banten-tertinggi-se-indonesia-ini-sebabnya

Penulis. 16 Agustus 2019. Investasi di Banten Makin Cemerlang.KabarBanten. https://www.kabar-banten.com/investasi-di-banten-makin-cemerlang/

xxii

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan

pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

APBD berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan

pengeluaran daerah selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan

pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN

berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran

negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).

Badan Layanan Umum (BLU) instansi di lingkungan Pemerintah Pusat yang dibentuk

untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau

jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. BLU memiliki fleksibilitas

pengelolaan keuangan berupa keleluasaan untuk menggunakan langsung

pendapatannya (tanpa harus menyetor ke Rekening Kas Umum Negara/RKUN) dan

menetapkan praktek-praktek bisnis yang sehat dalam rangka meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat. (Contoh: BLU Perguruan Tinggi Negeri, BLU Rumah Sakit

Pemerintah, dan BLUD Pengelola Dana Bergulir).

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) instansi di lingkungan Pemerintah Daerah yang

dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang

dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam

melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. BLUD

memiliki fleksibilitas pengelolaan keuangan berupa keleluasaan untuk menggunakan

langsung pendapatannya (tanpa harus menyetor ke Rekening Kas Umum Daerah/RKUD)

dan menetapkan praktek-praktek bisnis yang sehat dalam rangka meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat. (Contoh: BLUD Rumah Sakit Umum Daerah dan BLUD

Pengelola Dana Bergulir).

Bagian Anggaran (BA) adalah kelompok anggaran menurut nomenklatur

Kementerian/Lembaga (K/L) dan menurut fungsi Bendahara Umum Negara (Contoh: 001

= Majelis Permusyawaratan Rakyat; 015: Kementerian Keuangan; 054 = Badan Pusat

Statistik 999 = Bendahara Umum Negara).

DAFTAR ISTILAH

xxiii

Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN) adalah bagian anggaran yang

tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran K/L seperti subsidi, pembayaran utang,

penerusan pinjaman, investasi pemerintah dan dana transfer.

Basis Poin/Basis Point (BPS) adalah unit pengukuran suku bunga dan persentase

lainnya di bidang keuangan. Satu basis poin sama dengan 1/100 dari 1% atau 0,01%, dan

digunakan untuk menunjukkan perubahan persentase.

Bea Masuk (BM)/Impor Duty adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang

yang dikenakan terhadap barang yang memasuki daerah pabean. Pengenaan bea masuk

biasanya memiliki tujuan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah, memberikan

proteksi terhadap produksi local, dan/atau untuk menghukum negara tertentu dengan

mengenakan tarif yang sangat tinggi untuk negara tersebut

Current Account Defisit ( CAD) / Neraca Transaksi Berjalan adalah alat ukur untuk

perdagangan internasional Indonesia yang mencakup transaksi barang, jasa, pendapatan

faktor produksi (dari aset dan tenaga kerja), dan juga transfer uang.

Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) dana pada ABPN yang dialokasikan untuk

ditransfer kepada pemerintah daerah dengan penggunaan yang sudah ditentukan

sebelumnya dan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan pembangunan fisik. (Contoh

penggunaan: gedung sekolah, infrastruktur irigasi, energy skala kecil, prasarana

pemerintah daerah, infrastruktur jalan, transportasi perdesaan sarpras pasar, dan lain

sebagainya).

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai

kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari

DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA).

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat yang ditransfer melalui Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai

penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan

kemasyarakatan. kenario awal Dana Desa ini diberikan dengan mengganti program

pemerintah yang dulunya disebut PNPM,

Dana Insentif Daerah (DID) adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah

tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas

pencapaian kinerja tertentu

xxiv

Dana Perimbangan/Dana Transfer merupakan dana yang bersumber dari penerimaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah

untuk membiayai kebutuhan daerah. tujuan transfer adalah mengurangi kesenjangan

horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertikal Pusat-Daerah, mengatasi

persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan stabilitas aktivitas

perekonomian di daerah

Dekonsentrasi (DK) pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur. Untuk

mendukung pelaksanaan dekonsentrasi, dibutuhkan dana dekonsentrasi, yaitu dana yang

berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur yang mencakup semua penerimaan

dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, tidak termasuk dana yang

dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dana Dekonsentrasi tidak termasuk

dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.

Defisit/Surplus Anggaran adalah kebijakan atau realisasi pengeluaran dan penerimaan

negara. Pengeluaran lebih besar dari penerimaan disebut sebagai defisit anggaran,

sedangkan pengeluaran lebih kecil dari penerimaan disebut sebagai surplus

Gini Ratio adalah indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara

menyeluruh. Nilai Koefisien Gini berkisar antara 0 hingga 1. Koefisien Gini bernilai 0

menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna, atau setiap orang

memiliki pendapatan yang sama.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan

pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi

nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran

pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi

ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index (IPM/HDI) menjelaskan

bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh

pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh 3 dimensi dasar

yakni umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak.

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus- menerus

(continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai

faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar

yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya

ketidaklancaran distribusi barang.

xxv

Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) adalah Laporan yang disusun

berdasarkan konsolidasi laporan keuangan pemerintah pusat dengan laporan keuangan

pemrerintah daerah konsolidasian dalam periode tertentu.

Kredit Program merupakan program kredit/pembiayaan pemerintah dengan berbagai

skema yang ditujukan untuk pengembangan sektor prioritas,

Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu skema kredit program yang sumber

dananya berasal dari bank dengan suku bunga rendah yang disubsidi oleh pemerintah.

Secara umum, KUR bertujuan untuk mempercepat pengembangan Sektor Riil dan

Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) Meningkatkan

akses pembiayaan UMKMK kepada Lembaga Keuangan.

Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah (LLPAD) merupakan pos penganggaran

penerimaan asli daerah yang tidak termasuk ke dalam pajak daerah, retribusi daerah, dan

HPKD. LLPAD meliputi jasa giro, bunga, tuntutan ganti rugi, denda pajak, denda retribusi,

pendapatan BLUD, dan lain sebagainya.

Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah (LLPD) merupakan pos penerimaan Pemda

untuk menampung penerimaan selain PAD dan Dana Perimbangan. Pos LLPD meliputi

hibah, dana darurat, DBH dari provinsi, bantuan keuangan, dan lain sebagainya.

Kredit Program merupakan program kredit/pembiayaan pemerintah dengan berbagai

skema yang ditujukan untuk pengembangan sektor prioritas,

Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu skema kredit program yang sumber

dananya berasal dari bank dengan suku bunga rendah yang disubsidi oleh pemerintah.

Secara umum, KUR bertujuan untuk mempercepat pengembangan Sektor Riil dan

Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) Meningkatkan

akses pembiayaan UMKMK kepada Lembaga Keuangan.

Kebijakan Umum Anggaran (KUA) adalah dokumen anggaran yang dibuat oleh

Sekertaris Daerah untuk disampaikan kepada Kepala Daerah sebagai pedoman dalam

penyusunan APBD berdasarkan Rencana Kerja Prioritas Daerah (RKPD) dari hasil

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), yang dilaporkan paling lambat

minggu pertama bulan Juni. (Permendagri No. 59 Tahun 2007, Pasal 83 – Pasal 88).

xxvi

Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (LLPAD) merupakan pos penganggaran

penerimaan asli daerah yang tidak termasuk ke dalam pajak daerah, retribusi daerah,

dan HPKD. LLPAD meliputi jasa giro, bunga, tuntutan ganti rugi, denda pajak, denda

retribusi, pendapatan BLUD, dan lain sebagainya.

Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah (LLPD) merupakan pos penerimaan Pemda

untuk menampung penerimaan selain PAD dan Dana Perimbangan. Pos LLPD meliputi

hibah, dana darurat, DBH dari provinsi, bantuan keuangan, dan lain sebagainya.

Location Quotient (LQ) merupakan metode kuantifikasi tingkat konsentrasi suatu

sektor pada suatu wilayah dalam suatu negara dibandingkan dengan negara itu sendiri.

Dengan LQ, keunikan suatu wilayah dibandingkan rata-rata nasional dapat terlihat. Nilai

LQ lebih besar dari 1 dapat diartikan bahwa sektor tersebut memiliki keunggulan

komparatif

Overlay dalam analisis ekonomi merupakan metode analisis yang digunakan untuk

menggabungkan beberapa analisis lainnya sehingga kesimpulan yang dihasilkan

menjadi lebih komprehensif.

Pajak Daerah adalah pajak yang kewenangan pemungutannya berada di tangan

Pemerintah Daerah. Pajak daerah meliputi pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame,

pajak parkir dan sebagainya.

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan

perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya.

Pajak Perdagangan Internasional (PPI) adalah semua penerimaan negara yang

berasal dari bea masuk dan bea keluar.

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dikenakan pada

barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk

menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau

pekerjaannya.

Pembiayaan Ultra Mikro adalah Program fasilitas pembiayaan pada usaha ultra mikro

baik dalah bentuk kredit konfensional maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,

yang merupakan program lanjutan dari program bantuan sosial menjadi kemandirian

usaha yang belum bisa difasilitasi perbankkan dan di salurkan melalui Lembaga

Keuangan Bukan Bank (LKBB).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan kelompok pendapatan pemerintah daerah

yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan, dan LLPAD.

xxvii

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Menurut UU no. 20 tahun 1997 tentang

Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat

yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.

Penyertaan Modal Daerah (PMD) merupakan bentuk investasi pemerintah daerah

pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian perseroan

terbatas dan/atau pengambilalihan perseroan terbatas

Penyertaan Modal Negara (PMN) merupakan bentuk investasi pemerintah pusat pada

Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian perseroan

terbatas dan/atau pengambilalihan perseroan terbatas

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai tambah dari semua barang dan jasa

(output) yang diproduksi oleh suatu negara pada periode waktu tertentu.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai tambah dari semua barang dan

jasa (output) yang diproduksi oleh suatu wilayah (Provinsi/Kabupaten/Kota) pada

periode waktu tertentu.

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB ADHB) adalah

PDRB yang menghitung nilai barang dan jasanya berdasarkan harga berlaku.

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB ADHK) adalah

PDRB yang menghitung nilai barang dan jasanya dengan menggunakan harga tahun

tertentu sebagai dasar perhitungannya. Dengan kata lain, PDRB ADHK murni

menghitung nilai tambah output tanpa memperhitungkan kenaikan/penurunan harga.

Produk Domestik Regional Bruto per Kapita (PDRB/Kapita) merupakan nilai PDRB

dibagi dengan jumlah penduduk pada tahun yang sama. PDRB/Kapita digunakan

sebagai indikator standar hidup penduduk suatu wilayah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen

perencanaan pembangunan daerah untuk perioda 5 (lima) tahunan yang merupakan

penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah dengan berpedoman pada RPJP

Daerah serta memerhatikan RPJM Nasional

Retribusi Daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah

Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Retribusi daerah meliputi retribusi izin

mendirikan bangunan, retribusi parkir, retribusi pelayanan pasar, retribusi terminal dll.

Shift-Share adalah analisis dengan metode yang sederhana untuk menetapkan target

industri/sektor dan menganalisis dampak ekonomi. Analisis Shift-share

xxviii

menggambarkan kinerja sektor-sektor di suatu wilayah dibandingkan dengan

perekonomian nasional.

Tax Ratio / Rasio Pajak adalah rasio yang membandingkan antara realisasi pajak

dengan PDB/PDRB pada periode yang sama. Rasio tersebut menjadi indikator

keberhasilan penggalian potensi pajak.

Tingkat Kemiskinan/Persentase Penduduk Miskin adalah persentase penduduk

yang berada dibawah Garis Kemiskinan (GK).

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah suatu indikator ketenagakerjaan

yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam

kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam periode survei. TPAK dihitung

dengan cara membagi jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk berusia 15 tahun

keatas. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun

dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan

pengangguran. Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia

kerja (15 tahun dan lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau

melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikasi tentang penduduk usia kerja

yang termasuk dalam kelompok pengangguran. Kegunaan dari indikator pengangguran

terbuka ini baik dalam satuan unit (orang) maupun persen berguna sebagai acuan

pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. TPT dihitung dengan cara membagi

jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja.

Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) adalah Bagian dari Belanja Negara yang

dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada

Tugas Pembantuan (TP) adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau

desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan

pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Untuk pelaksanaanya, diberikan dana

tugas pembantuan dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup

semua penerimaan dan pengeluaran.

Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh

kabupaten/kota di satu provinsi. UMP ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan

rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi.

Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) adalah upah minimum yang berlaku di wilayah

kabupaten/kota.

xxix

Urusan Bersama (UB) merupakan kegiatan bersama pusat dan daerah yang

dilaksanakan langsung oleh masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan bersifat bantuan

langsung ke masyarakat dan biasanya dialokasikan dalam bantuan sosial. Pendanaan

UB berasal dari APBN dan disertai dengan Dana Pendamping dari APBD.

Year on Year (YoY) adalah metode perbandingan dua peristiwa yang diukur dengan

basis tahunan. (Contoh: penerimaan pemerintah pada triwulan IV 2018 dibandingkan

dengan penerimaan pemerintah pada triwulan IV 2017)

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi

kronis dan infeksi berulang terutama dalam seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK)

sehingga anak lebih pendek untuk usianya.

xxx

KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI BANTEN TAHUN 2019

KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN PROVINSI BANTEN

Penanggung Jawab: Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Banten

Haryana

Ketua: Kepala Bidang PPA II

Nur Amalia

Editor: Erwin A. O. Situmorang

Kontributor:

Royana Dewi Triastuti Santun Situmorang Catur Rini Ariyanti

Siti Fatimah Tri Winarti

TIM PENYUSUN