161
KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI KONSTITUSI (Analisis Kebijakan Privatisasi di Indonesia) TESIS Diajukan sebagai Persyaratan Mengikuti Ujian Promosi Oleh: Isti Nuzulul Atiah NIM: 11.2.00.0.08.01.0093 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ahmad Rodoni, M.M KONSENTRASI EKONOMI ISLAM PROGRAM STUDI PENGKAJIAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1435H

KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI

ISLAM DAN EKONOMI KONSTITUSI

(Analisis Kebijakan Privatisasi di Indonesia)

TESIS

Diajukan sebagai Persyaratan Mengikuti Ujian

Promosi

Oleh:

Isti Nuzulul Atiah

NIM: 11.2.00.0.08.01.0093

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, M.M

KONSENTRASI EKONOMI ISLAM

PROGRAM STUDI PENGKAJIAN ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2014 M/1435H

Page 2: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Isti Nuzulul Atiah

NIM : 11.2.00.0.08.01.0093

Judul Tesis :Kepemilikan Publik dalam Perspektif

Ekonomi Islam dan Ekonomi Konstitusi

(Analisis Kebijakan Privatisasi di Indonesia)

Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr.

Suparto, M.Ed, Ph.d pada tanggal 21 Agustus 2014.

Draft tesis ini telah diperbaiki sesuai saran verifikasi

meliputi:

1. Penambahan Jurnal

2. Penulisan Referensi

Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dijadikan

pertimbangan untuk menempuh ujian pendahuluan.

Jakarta, 22 Agustus 2014 M

26 Shawwa>l 1435 H

Saya yang membuat pernyataan,

(Isti Nuzulul Atiah)

Page 3: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Isti Nuzulul Atiah

Tempat Tanggal Lahir : Pandeglang, 2 Mei 1988

Nim : 11.2.00.0.08.01.0093

Jenjang Pendidikan : S2 Pengkajian Islam

Konsentrasi : Ekonomi Islam

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis berjudul

“Kepemilikan Publik dalam Perspektif Ekonomi Islam dan

Ekonomi Konstitusi (Analisis Kebijakan Privatisasi di Indonesia)”

adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan

sumbernya. Apabila di dalamnya terdapat kesalahan dan

kekeliruan, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya. Selain

itu apabila di dalamnya terdapat plagiasi saya siap menerima

sanksi berupa pencabutan gelar akademik yang diberlakukan oleh

Sekolah Pascasarjana Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-

benarnya.

Jakarta, 8 Agustus 2014 M

12 Shawwa>l 1435 H

Saya yang membuat pernyataan,

Isti Nuzulul Atiah

Page 4: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayahNya sehingga penulisan tesis ini dapat

terselesaikan. Segala nikmat yang Allah SWT berikan telah

memberikan kekuatan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis

ini. Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW dan seluruh

keluarganya, sahabat, dan pengikut sunnahnya. Penelitian ini

ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

pada program Magister Sekolah Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini sangat banyak

hambatan dan rintangan yang penulis hadapi, namun penulis

menyadari bahwa semua ini dapat dihadapi berkat dorongan dan

motivasi dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Komaruddin Hidayat selaku rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Prof. Azyumardi Azra selaku direktur

Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga

kepada seluruh jajaran pimpinan, Prof. Suwito, M.A., Dr. Yusuf

Rahman, M.A., seluruh karyawan dan karyawati tata usaha, dan

perpustakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM, selaku pembimbing dan

promotor dalam penulisan tesis ini. Masukan, saran, dan

kritikan yang telah diberikan sangat berguna sebagai bentuk

pengembangan pengetahuan bagi penulisan tesis ini. Juga

seluruh dosen yang telah memberikan gagasan-gagasan

pemikiran demi berkualitasnya penulisan tesis ini.

3. Kedua orang tua penulis tercinta (H. Ace Asrori, SE dan Hj.

Yayan Fauziah) serta adik-adik, yang telah banyak memberi

motivasi, nasehat dan dukungannya, baik secara moril maupun

materiil tanpa sedikitpun pamrih di hati mereka.

4. Suami tersayang, terimakasih atas segala keleluasaan waktu,

pengertian, dan pengorbanan juga kadang direpotkan dengan

diskusi tentang tesis penulis. Berkat segala dukungannya dalam

menempuh bahtera kehidupan akademis maupun keluarga

Page 5: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

terasa indah dan menentramkan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis yang penuh tantangan ini.

5. Sahabat-sahabat penulis angkatan 2012 Sekolah Pascasarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, teh Ita, Iffa, Nadia, Herlina,

Tya, Albab, Zahra, Sarah, Nisa, Hafidz, Abib, Mulyadi juga

teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Terimakasih atas kebersamaannya semoga perjuangan dan ilmu

yang diperoleh dapat bermanfaat untuk sesama.

6. Untuk semua yang telah mendukung dan membantu penulis

dalam menyelesaikan studi maupun penulisan tesis yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu, hanya doa yang bisa

penulis berikan semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan.

Aamiin.

Semoga tesis ini dapat memberikan pengetahuan kepada

semua pihak. Penulis menyadari bahwa tesis ini mempunyai

banyak kekurangan untuk itu diharapkan tesis ini dapat

memberikan ide bagi peneliti lain untuk membuat perkembangan

penelitian lebih lanjut.

Jakarta, 25 Agustus 2014 M

29 Shawwa>l 1435 H

Isti Nuzulul Atiah

Page 6: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

ABSTRAK

Tesis ini membuktikan bahwa terdapat interelasi antara

kebijakan privatisasi dalam suatu negara terhadap kesejahteraan

rakyatnya, bahwa semakin besar kendali pemerintah dalam

menjalankan sistem perekonomiannya maka semakin tercapai

kebutuhan publik.

Tesis ini membantah pendapat Juliet D’ Souza, William L.

Megginson dan Robert Nash (Determinants of Performance Improvements in Privatized Firms: The Rule of Restructuring and Corporate Governance; 2000) yang menyimpulkan bahwa

privatisasi BUMN mampu membangun praktek Good Corporate Governance lebih baik yang mampu memicu perbaikan kinerja.

Kecenderungan utama yang terjadi setelah privatisasi adalah

semakin besar saham pemerintah yang dilepaskan maka

manajemen BUMN akan lebih fokus pada tujuan profit maximization.

Sebaliknya, tesis ini mendukung kesimpulan Igor Artemiev

dan Michael Haney (The Privatization of Russian Coal Industry: Policies and Processes in the Transformation of a Major Industry; 2002) yang menyimpulkan bahwa privatisasi merusak lapangan

kerja yang sudah ada, privatisasi juga disinyalir cenderung

menstimulasi korupsi alih-alih menguranginya. Penelitian ini

membuktikan bahwa kebijakan privatisasi yang diterapkan di

negara tersebut tidak berdampak positif terhadap pertumbuhan

ekonomi. Marwan Batubara (2004) dan Revrisond Baswir (2009)

dan Indra Bastian (2002) berpendapat bahwa privatisasi bukanlah

cara yang tepat untuk menanggulangi tantangan yang dihadapi

BUMN. Privatisasi hanyalah sebuah jalan pintas untuk

mengalihkan kepemilikan BUMN ke tangan para pemodal swasta.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat

deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis-normatif. Sumber

primer yang digunakan adalah buku An-Niz}a>m Al-Iqtis}a>di> karya

Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni> dan sumber sekunder berupa literatur

yang berkaitan dengan kebijakan privatisasi di tingkat global.

Kata kunci: Konsep Kepemilikan, Ekonomi Islam,

Ekonomi Konstitusi, Privatisasi.

Page 7: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

ABSTRACT

This thesis reveals that the concept of public ownership in

Islam is compatible with economic constitutions as stated in the

Constitution of the Republic of Indonesia of 1945 verse 33 as

national economic ideology. In addition, this thesis also proves

that privatization policy adopted by developed countries is not

relevant to be employed by developing countries such as

Indonesia.

This thesis disputes Juliet D’ Souza’s, William L.

Megginson’s and Robert Nash’s (Determinants of Performance Improvements in Privatized Firms: The Rule of Restructuring and Corporate Governance; 2000) statements which conclude that

privatization of Indonesian State Owned Enterprise (BUMN) has

proven to build better Good Corporate Governance to trigger

performance improvement. The main tendency after the

privatization is the bigger the amount of government’s capitals is

open for public, the greater focus will be given by BUMN to gain

profit maximization.

On the other hand, this thesis supports conclusions made

by Igor Artemiev and Michael Haney (The Privatization of Russian Coal Industry: Policies and Processes in the Transformation of a Major Industry; 2002) stating that

privatization destroys existing field work, privatization also tends

to stimulate practice of corruption. The research proves that

privatization policy in developed country brings negative effect to

economic development. Marwan Batubara (Divestasi Indosat: Kebusukan Sebuah Rezim, Catatan Gugatan Actio Popularis; 2004) and Revrisond Baswir (Menggugat Rampokisasi BUMN; 2009) contend that privatization is not a proper way to overcome

problems faced by BUMN. Instead, privatization, moreover done

by IMF, is a shortcut to take over ownership of BUMN to private.

This research employs qualitative design with descriptive

analysis based by using juridical-normative approach. The main

source of the data is from a book by Marwan Batubara (Divestasi Indosat: Kebusukan Sebuah Rezim, Catatan Gugatan Actio Popularis; 2004), while secondary data is from literature on global

privatization policy.

Page 8: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

: البحثتجريدأثبت هذا البحث أن فكرة التمليك العام يف اإلسالم تالئم الفكرة ادلقررة يف

. بوصفه فكرة االقتصاد الوطين1945 من دستور 33القانون االقتصادي الذي ميثله الباب وعالوة على ذلك، إن هذا البحث يثبت أن سياسة اخلصخصة اليت مارستها الدول ادلتقدمة

. ال تالئم الدول النامية ومن ضمنها إندونيسيا. وويليام لJuliet D’ Souzaويرفض هذا البحث رأي جوليييت د سوزى

يف Robert Nash وروبنت ناص William L. Megginsonميجينسون Determinants of Performance Improvements in Privatized Firms:

The Rule of Restructuring and Corporate Governance أن خصخصة الشركات ادلملوكة للدولة أجنزت التطبيق األحسن للشركات احلكومية اجليدة مما ينتهى به

وأبرز الظواهر اليت حدثت بعد اخلصخصة هي كلما كثرت . ادلطاف إىل حتسن العمل. إسهامات احلكومة كانت إدارة الشركات ادلملوكة للدولة تركز أكثر على هدف تصعيد الربح

Igor ما ذهب إليه إجيور أرتيميييف على وبالعكس، يؤكد هذا البحث

Artemiev وميشيل هاينMichael Haney يف The Privatization of

Russian Coal Industry: Policies and Processes in the

Transformation of a Major Industry من أن اخلصخصة تفسد جماالت العمل وأثبت هذا البحث أن . وذلك باإلضافة إىل أهنا تثن الفساد ادلايل بدال من تقليله. ادلوجودة

ورأي . سياسة اخلصخصة اليت مارستها تلك الدول مل تثمر مثرة إجيابية للتنمية االقتصادية Divestasi Indosat: Kebusukan يف Marwan Batubaraماروان باتوبارا

Sebuah Rezim, Catatan Gugatan Actio Popularis) وريفريسوند باسوير Revrisond Baswir يف Menggugat Rampokisasi BUMN أن اخلصخصة

وذلك فضال . ليست طريقة صحيحة حلل التحديات اليت تواجهها الشركات ادلملوكة للدولةعن أن اخلصخصة اليت مارسها صندوق النقد الدويل إمنا هي طريقة عاجلة لتحويل ملك

. الشركات ادلملوكة للدولة إىل صاحب رأس ادلال اخلاصوادلصدر الرئيس . هذا البحث حبث نوعي وصفي يبىن على ادلنهج القانوين ادلعياري

:Divestasi Indosatادلعتمد عليه يف هذا البحث هو كتاب ماروان باتوبارا حتت موضوع

Page 9: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

Kebusukan Sebuah Rezim, Catatan Gugatan Actio Popularis) . وأما .ادلصادر الثانوية فهي كتب متعلقة بسياسة اخلصخصة على ادلستوى العودلي

Page 10: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi Arab – Latin yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Konsonan

b = ب

t = ت

th = ث

j = ج

h{ = ح

kh = خ

d = د

dh = ذ r = ر

z = ز

s = ش

sh = ظ

s{ = ص

d { = ض

t{ = ط

z{ = ظ

ع = ‘

gh = غ

f = ف

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ى

h =

w = و

y =

B. Vokal

1. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fathah A A

Kasrah I I

Dhammah U U

2. Vokal Rangkap

Tanda Nama Gabungan

Huruf

Nama

Fathah dan ya Ai a dan i ...ى

Fathah dan …و

wau

Au a dan w

Contoh :

H{aul : حول H{usain : حطيي

Page 11: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................... i

PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI .......... iii

KATA PENGANTAR ..................................................................... v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ........................................... vii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................. ix

LEMBAR PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI ......................... xi

ABSTRAK .................................................................................. xiii

xv ...................................................................................... تجريد البحث

ABSTRACT ................................................................................. xvii

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................. xix

DAFTAR ISI ................................................................................ xxi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

B. Permasalahan ................................................................. 11

C. Tujuan Penelitian ........................................................... 12

D. Manfaat Penelitian ........................................................ 13

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................... 13

F. Metode Penelitian .......................................................... 16

G. Sistematika Penulisan ................................................... 18

BAB II DISKURSUS KEBIJAKAN PRIVATISASI GLOBAL

A. Privatisasi dalam Perspektif Historis dan Ideologis ..... 21

B. Ruang Lingkup dan Metode Privatisasi ........................ 35

C. Pro-Kontra Seputar Privatisasi ...................................... 41

BAB III PRIVATISASI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI

ISLAM DAN EKONOMI KONSTITUSI

A. Konsep Kepemilikan dalam Ekonomi Islam ................. 47

B. Konsep Kepemilikan dalam Ekonomi konstitusi .......... 64

Page 12: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

C. Titik Temu antara Ekonomi Islam dan Ekonomi

Konstitusi dalam Memandang Privatisasi

BAB IV POTRET PRIVATISASI DI INDONESIA

A. Proses Kebijakan Privatisasi di Indonesia ................... 92

B.

C. Studi Kasus Privatisasi di Indonesia .......................... 101

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................. 125

B. Saran ........................................................................... 126

DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 127

GLOSARIUM .............................................................................. 143

INDEKS ....................................................................................... 151

BIODATA PENULIS .................................................................. 164

Page 13: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam mencakup sekumpulan prinsip dan doktrin yang

mempedomani dan mengatur hubungan seorang muslim dengan

Tuhan dan masyarakat. Dalam hal ini, Islam bukan hanya layanan

Tuhan seperti halnya agama Yahudi dan Nasrani, tetapi juga

menyatukan aturan perilaku yang mengatur dan mengorganisir

umat manusia baik dalam kehidupan spiritual maupun kehidupan

material.1

Islam sebagai agama yang Sha>mil dan kami>l telah

mengatur konsep kepemilikan terhadap harta benda. Hakikat

kepemilikan harta dalam Islam yaitu, pertama secara hakiki Allah

adalah Pemilik dan Pencipta harta benda, kedua harta merupakan

fasilitas bagi kehidupan manusia di dunia, dan ketiga Allah telah

menganugerahkan kepemilikan kepada manusia.2

Konsep kepemilikan dalam Islam tidak sama dengan

konsep kepemilikan dalam paham liberalisme-kapitalisme maupun

sosialisme. Dalam paham liberalisme-kapitalisme kepemilikan

bersifat absolut yang menandakan seseorang bebas sebebas-

bebasnya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu terhadap harta

yang dimilikinya.3 Sementara dalam paham sosialisme menurut K.

Bertens adalah sebaliknya, orang seorang tidak diperkenankan

1 Lativa M. Algoud dan Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah;

Konsep, Teori dan Praktek (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004), 49. Lihat

juga Said Agil Husein Al-Munawwar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial (Jakarta: Pena Madani), 19.

2 Lihat QS. An-Nu>r: 33, Al-Baqarah: 29, An-Naba>’: 6-16, Al-Baqarah:

3 dan 188. 3 Kebebasan kepemilikan yang mutlak (dengan kata lain adalah

penghapusan batasan-batasan yang mengatur kepemilikan) adalah salah satu

faktor kegagalan sistem kapitalis, prinsip ini telah menghancurkan keseimbangan

ekonomi di tengah masyarakat. Prinsip ini diikuti oleh prinsip kebebasan

berkompetisi dan anti campur tangan negara, yang juga telah melahirkan

perusahaan-perusahaan kapitalis besar yang mampu mempengaruhi kebijakan

politik penguasa. Lihat Anonim, Menyongsong Sistem Ekonomi Anti Krisis

(Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009), 28-30.

Page 14: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

2

untuk memiliki kapital atau modal, sebab yang memiliki kapital

dengan sendirinya memiliki juga sarana-sarana produksi. Hal

inilah menurut mereka yang akan menjadi penyebab adanya

penindasan dan eksploitasi terhadap para buruh atau pekerja. Oleh

sebab itu menurut paham ini, kapital dan atau alat produksi harus

dikuasai oleh negara.4

Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni> dalam bukunya “An-Niz}a>m Al-

Iqtis}a>di> fi> Al-Isla>m” mengatakan bahwa hak kepemilikan dan

pengelolaan sumber daya alam harus sesuai dengan ketentuan

shara’, dimana kepemilikan umum merupakan fasilitas umum yang

dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum, kalau tidak

ada didalam suatu negeri atau suatu komunitas maka akan

menyebabkan sengketa dalam mencarinya. Dalam hal ini

dibutuhkan negara yang adil yang dapat memberikan

kesejahteraan pada rakyatnya.5

Jala>l Al-Ans}a>ri> mengatakan bahwa kepemilikan umum

merupakan berbagai komoditas yang dijadikan Islam sebagai hak

milik seluruh kaum Muslimin, sehingga setiap individu berhak

memanfaatkannya, akan tetapi tidak diperkenankan untuk

menguasai atau memilikinya sebagai hak milik pribadi.6

Umer Chapra juga mengatakan bahwa sumber-sumber daya

adalah amanat, oleh karenanya sumber-sumber daya yang ada

ditangan manusia diberikan oleh Tuhan, maka manusia sebagai

khalifah bukanlah pemilik sebenarnya. Ia hanya sebagai yang

diberi amanat (titipan). Meskipun pengertian amanat ini tidak

berarti “peniadaan kepemilikan privat terhadap kekayaan”, tetapi

memberikan implikasi penting yang menciptakan perbedaan

revolusioner dalam konsep kepemilikan sumber-sumber daya

4 Anwar Abbas, Dasar-dasar Sistem Ekonomi Islam; Suatu Tinjauan

dari Perspektif Tujuan, Falsafah, Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Instrumental.

(Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2009), 33. 5 Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni>, An-Niz}a>m Al-Iqtis}a>di> fi> Al-Isla>m

(Beirut: Da>r Al-Ummah, 2004), 219. 6 Jala>l Al-Ans}a>ri>, Mengenal Sistem Islam dari A sampai Z. Penerjemah

Abu Faiz (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2006), 146-147.

Page 15: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

3

dalam Islam dan sistem ekonomi lainnya yang harus memegang

prinsip.7

Dalam Islam telah ditetapkan hukum kepemilikan umum

berdasarkan h}adi>th-h}adi>th s}>ah}i>h{. Rasulullah SAW menjelaskan

dalam sebuah hadis bagaimana sifat kebutuhan umum tersebut,

“Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang rumput dan api”.

8 Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa terdapat sumber

daya alam yang terkandung dalam perut bumi. Diantaranya air,

padang rumput, serta api. Masing-masing sumber daya tersebut

memiliki kegunaan yang bermanfaat untuk manusia.

Air, dalam hadis tersebut merupakan milik umum ialah air

yang belum diambil, baik yang keluar dari mata air, sumur,

maupun sungai atau danau, bukan air yang dimiliki perorangan

dirumahnya.9 Adapun Al-Kala>’ adalah padang rumput, baik

rumput basah maupun rumput kering (Al-H}ashi>sh) yang tumbuh di

tanah, gunung atau aliran sungai yang tidak ada pemiliknya.10

Sedangkan yang dimaksud An-Na>r adalah bahan bakar dan segala

sesuatu yang terkait dengannya, termasuk didalamnya adalah kayu

bakar dan listrik.11

Dalam hadis tersebut juga dijelaskan bahwa salah satu

alasan dari keharusan kepemilikan secara kolektif terhadap obyek-

obyek alam itu adalah karena semua itu diberikan oleh Allah

secara gratis atau cuma-cuma tanpa harus mengeluarkan biaya,

melainkan hanya membutuhkan tenaga untuk memperoleh

kepemilikan tersebut yang kemudian digunakan untuk kepentingan

umum.12

Jadi jika ada perorangan secara individual menguasai dan

memilikinya, hal itu dapat mengakibatkan kesulitan dan kesusahan

bagi masyarakat. Menurut Ibnu Taimiyah, air, rumput dan sumber

api hanyalah sebuah misal saja. Banyak objek lain yang memiliki

7 Muhammad Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi (Jakarta:

Gema Insani, 2000), 209. 8رالمسلمون شركاء فى ثالث فى الكالء والماء والنا Hadis ini dishahihkan oleh

Shaikh Al-Ba>ni> dalam Sa}hi>h wa D }a’i>f Sunan Abi > Da>ud, jilid 7, 477. 9 Al-Ma>wardi>, Al-Ah}ka>m As-Sult}a>niyyah wa Al-Wila>yah Ad-Di>niyyah

(Beirut: Da>r Al-Fikr, 1960), 180-184. 10

Ash-Shauka>ni>, Nayl Al-Aut}a>r, jilid 6, 49. 11

„Abd Ar-Rah}ma>n Al-Maliki >, Politik Ekonomi Islam. Terjemah Ibnu

Solah (Bangil: Al-Izzah, 2001), 91. 12

Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, 143.

Page 16: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

4

kesamaan karakteristik dengannya. Ia menganjurkan seluruh

barang mineral yang dihasilkan oleh tanah bebas (tanah negara)

menjadi milik kolektif.

Dalam rumusan UUD 1945 terdapat secara eksplisit

ataupun implisit pandangan-pandangan dan nilai-nilai

fundamental, UUD 1945 disamping sebagai konstitusi politik

(political constitution), juga merupakan konstitusi ekononomi

(economic constitution), bahkan konstitusi sosial (social constitution). UUD 1945 sebagai sebuah konstitusi negara secara

substansi, tidak hanya terkait dengan pengaturan lembaga-

lembaga kenegaraan dan struktur pemerintahan semata. Namun

lebih dari itu, konstitusi juga memiliki dimensi pengaturan

ekonomi dan kesejahteraan sosial yang tertuang di dalam pasal 33

UUD 1945.13

Pasal 33 UUD 1945 menentukan, (1) Perekonomian

disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3)

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Bahkan sesudah reformasi judul Bab XIV

yang semula hanya, “Kesejahteraan Sosial” disempurnakan

menjadi “Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial”.

Perubahan judul itu menggambarkan adanya penegasan baru

bahwa Bab XIV UUD 1945 adalah bab yang mengatur soal

perekonomian nasional, sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa

UUD 1945 adalah Konstitusi Ekonomi.14

Ekonomi konstitusi kita menjamin kemakmuran bersama,

kepentingan masyarakat lebih utama dari kepentingan orang

seorang, hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara untuk

menjamin kesejahteraan bersama seluruh rakyat. Cabang-cabang

produksi yang penting bagi negara dikuasai oleh negara untuk

menjamin keselamatan bangsa dan negara dan untuk

13

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta:

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004). 14

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi (Jakarta: Penerbit Buku

Kompas, 2010), 214.

Page 17: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

5

memperkukuh ketahanan nasional Indonesia. Bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (sebagai pokok-

pokok kehidupan dan kemakmuran rakyat) harus pula dikuasai

oleh negara dan digunakan hanya untuk sebesar-besar kemakmuran

bersama seluruh masyarakat.15

Sejak pertengahan tahun 1970-an, jauh sebelum runtuhnya

Uni Soviet, demokrasi sosial mendapat tantangan yang semakin

hebat dari filosofi pasar bebas, khususnya dari bangkitnya

Thatcherisme atau Reaganisme yang lebih umum disebut sebagai

neoliberalisme. Selama periode sebelumnya, gagasan mengenai

liberalisasi pasar tampaknya merupakan bagian dari masa lalu, dari

suatu era yang telah digantikan oleh yang baru. Setelah

sebelumnya dianggap eksentrik, gagasan-gagasan Friedrich von

Hayek, pendukung sekaligus kritikus sosialisme lainnya tiba-tiba

menjadi sebuah kekuatan yang layak diperhitungkan.16

Era 1980 hingga 1990-an memang adalah zaman keemasan

ideologi liberal, apalagi sesudah keruntuhan Uni Soviet yang

seakan membuktikan gagalnya ideologi-ideologi lain selain

kapitalisme. “Sejarah sudah berakhir,” kata Francis Fukuyama.

“dan pemenangnya adalah kapitalisme dan demokrasi liberal.”17

Privatisasi, menurut Alan N. Miller, memang

merupakan kebijakan paling kontroversial saat ini.18

Kontroversi-kontroversi itu biasanya terkait dengan:

pertama, tingginya harga barang publik yang harus

ditanggung masyarakat; kedua, berkurangnya lapangan

kerja yang tersedia; ketiga, absennya aturan main yang

mengatur privatisasi, sehingga privatisasi lebih ditujukan

untuk meningkatkan keuntungan pasar dari pada pelayanan

sosial; keempat, hilangnya akses masyarakat miskin untuk

15

Sri Edi Swasono, Kembali ke Pasal 33 UUD 1945; Menolak

Neoliberalisme (Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010), 29. 16

Anthony Giddens, The Third Way (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1999), 6. 17

Francis Fukuyama, The End of History and The Last Man (New

York: Pergamon Press, 1993), 33. 18

Allan N. Miller, “Ideological Motivations of Privatization in Great

Britain Versus Developing Countries”, Journal of International Affairs, No. 2,

1997, 391.

Page 18: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

6

mengkonsumsi barang publik; kelima, hilangnya kontrol

publik atas aset-aset negara; dan keenam, mengundang

bentuk korupsi baru dalam tata kelola aset-aset negara.

Seiring dengan menguatnya sistem perekonomian

kapitalis di dunia dalam dua dekade terakhir, privatisasi

menjadi pilihan kebijakan yang banyak diterapkan saat ini

baik di negara berkembang maupun negara maju. Privatisasi

atau penjualan aset negara dipandang sebagai agenda

ekonomi wajib guna menghindari ekonomi biaya tinggi

melalui pelepasan perusahaan negara yang menguras

anggaran. Berdasarkan penelitian Bank Dunia tahun 1992,

tercatat bahwa sejak 1980 lebih dari 80 negara telah

merencanakan privatisasi yang melibatkan 6.800 Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) di seluruh dunia.19

Inggris adalah negara pertama yang menerapkan

privatisasi sebagai instrumen kebijakan perekonomiannya.

Pada 1979, PM Inggris Margareth Thatcher melakukan

privatisasi besar-besaran seiring dengan diterapkannya

paham neoliberal dalam perekonomian Inggris. Paham

neoliberal memang bermaksud memangkas peran

pemerintah dalam perekonomian. Hal serupa juga dilakukan

oleh Presiden AS Ronald Reagan dalam periode yang

hampir bersamaan. Dari sinilah lahir istilah “Reaganomics”

dan “Thatcherism” untuk menyebut pola kebijakan

neoliberal kedua negara tersebut. Hingga 1991, penjualan

sekitar 30 BUMN di Inggris seperti British Gas, British

Steel, British Telecom, British Airways, dan Roll Royce,

meraup keuntungan sebesar 34 miliar poundsterling.20

Dalam kurun waktu 1985-1999, sebanyak 8.000

privatisasi di tingkat global telah dilakukan dengan nilai

aset sebesar AS$1,1 triliun. Jika pada awal 1990-an rata-

rata nilai transaksi privatisasi global hanya berjumlah

AS$50 miliar, pada 1995 nilai asetnya meningkat menjadi

AS$87 miliar dari 1.700 transaksi. Nilai itu tidak seberapa

19

Sunita Kikei, John Nellis, dan Mary Shirley, Privatization: The

Lesson of Experience (Washington D.C.: World Bank, 1992). 20

Indra Bastian, Privatisasi di Indonesia, Teori dan Implementasi

(Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2002), 89.

Page 19: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

7

dibandingkan dengan nilai penjualan 2.500 aset global

tahun 1998 yang mencapai AS$171 miliar.21

Sesuai dengan doktrin neoliberal, tujuan privatisasi

di negara-negara OECD22

ditekankan pada pelepasan peran

pemerintah dalam perekonomian. Hal ini tercermin dari

privatisasi yang dilakukan oleh 15 anggota Uni Eropa. Pada

periode 1990-1997, keuntungan privatisasi di 15 negara ini

mencapai 55-63 persen dari pendapatan total privatisasi di

negara-negara OECD.23

Salah satu contoh transaksi privatisasi terbesar yang

mengindikasikan drastisnya pengurangan andil pemerintah

dalam pengelolaan BUMN terjadi di Jerman dan Italia.

Tahun 1996, melalui initial public offering Deutsche

Telekom, Jerman melepas saham pemerintah dalam

perusahaan tersebut hingga 74 persen. Privatisasi skala

besar kedua terjadi di tubuh perusahaan minyak dan gas

Italia, ENI, yang mendivestasi saham pemerintah hingga 70

persen.24

Di negara berkembang privatisasi bukanlah

kebijakan yang populer, salah satu sebabnya adalah adanya

perbedaan corak dan motivasi yang melatarbelakangi

privatisasi di negara maju dan berkembang. Bila di negara

maju secara umum privatisasi membuat BUMN menjadi

semakin efisien25

dan barang atau jasa bisa tersedia dengan

harga murah bagi publik, maka privatisasi di negara

21

Nancy Brune, Geoffrey Garrett, dan Bruce Kogut, “The International

Monetary Fund and The Global Spread of Privatization”, IMF Staff Papers Vol.

51 No. 2, 2004, 195-219. http://www.imf.org 22

Organization for Economic Co-Operation and Development

merupakan sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang

menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas. 23

“National Framework for Globalization,” tersedia di

http://www.itcilo.it . 24

Edouard Balladur, “At the Crossroads”, The Economist Vol. 1, 1997,

54-56. 25

Juliet D‟ Souza, William L Magginson dan Robert Nash,

“Determinants of Performance Improvements in Privatized Firms: The Rule of

Restructuring and Corporate Governance?”, March 2000, 2. http://faculty-

staff.ou.edu.

Page 20: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

8

berkembang hanya merupakan salah satu program dari

agenda liberalisasi ekonomi. Sebagaimana dinyatakan

Petras dan Veltmayer,26

tujuan utama privatisasi BUMN

bukanlah untuk mengambil alih kepemilikan perusahaan,

melainkan menata ulang struktur perekonomian negara

dimaksud guna melapangkan jalan bagi penyelenggaraan

agenda ekonomi neoliberal secara internasional

sebagaimana tertera dalam Washington Consensus.27

Washington Consensus adalah sebutan bagi paket “standar”

reformasi perekonomian negara-negara yang dilanda krisis

yang disusun oleh lembaga-lembaga keuangan internasional

yang bermarkas di Washington, yakni IMF, Bank Dunia,

dan Departemen Keuangan AS.

Berbagai dampak negatif privatisasi menguatkan

argumen bahwa privatisasi tidak sedikit pun memberikan

kontribusi bagi pencapaian tujuan publik sekalipun efisiensi

produksi bisa tercapai. Asumsi Washington Consensus jelas

mengabaikan dimensi keadilan sosial, pemerataan, serta

memarjinalisasi peran negara dalam aktivitas perekonomian

khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia.

Kritik ini akhirnya melahirkan aliran pemikiran Post Washington Consensus yang diusung oleh ekonom-ekonom

seperti Joseph Stiglitz, Kanishka Jayasuriya, Ben Fine, dan

Jeffrey Sachs. Alam aliran pemikiran ini, institusi

pemerintah dan civil service serta faktor non pasar lainnya

dinilai berperan penting dalam memfasilitasi arus informasi

dan mengurangi biaya transaksi dalam privatisasi.28

Di Indonesia, kebijakan privatisasi baru pertama kali

diatur pemerintah tahun 2001 dengan dikeluarkannya

26

James Petras dan Henry Veltmayer, Globalization Unmasked:

Imperalism in the 21 Century (Kanada: Fernwood Publishing, 2001). 27

Yujiro Hayami, “From Washington Consensus to Post Washington

Consensus: Restrispect and Prospect”, dalam Asian Development Review Vol. 20

No. 2, 2003, 55. 28

Ben Fine, “Neither the Washington nor the Post-Washington

Consensus: An Introduction”, dalam Ben Fine, Costas Lapavitsas, dan Jonathan

Pincus (eds.), Development Policy in the Twenty-First Century: Beyond the Post-

Washington Consensus (London: Routledge, 2001), 2.

Page 21: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

9

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 112

Tentang Tim Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik

Negara. Dalam pasal 8 Keppres ini, dinyatakan bahwa salah

satu tujuan privatisasi BUMN adalah untuk meningkatkan

good corporate governance, serta memperluas partisipasi

masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN. Selain itu,

praktik ini juga bertujuan untuk menstimulasi pertumbuhan

ekonomi melalui penyerapan investasi dari luar negeri.29

Disinilah timbul anomali, Bayliss melihat bahwa

teori-teori privatisasi dipijakkan pada pengalaman negara-

negara industri maju yang masyarakat umumnya

mempunyai kepemilikan saham dalam pasar modal dan

investor-investor swasta lokalnya mempunyai kinerja yang

sehat.

Teori privatisasi diciptakan dengan berpijak pada

pengalaman industri maju, dan dengan demikian, ada asumsi-

asumsi implisit dalam konteks kebijakannya. Misalnya,

diasumsikan bahwa ada investor-investor yang menunggu untuk

mengambil alih dari negara; bahwa ada sektor finansial yang

memadai yang memungkinkan kepemilikan ini diperdagangkan

[...]; bahwa ada sektor publik yang punya kapasitas yang

mengimplementasikan program privatisasi yang transparan.

Demikianlah lingkungan yang diasumsikan begitu wajar dalam

kehidupan ekonomi negara-negara industri maju, sehingga

parameter-parameter tersebut diterima begitu saja. Ketika

kebijakan ini diterjemahkan ke dalam konteks negara-negara

berpendapatan rendah dan menengah, yang lingkungannya sangat

berlainan, hasil-hasil privatisasi bisa terpengaruh.

Teori privatisasi berasumsi bahwa sektor publik dan swasta

bisa saling menggantikan, dan yang perlu dilakukan hanya negara

minggir dan investasi swasta akan bisa mengalir masuk ke dalam

wilayah-wilayah yang sebelumnya terhalangi oleh sektor publik.

Praktiknya, di negara-negara berkembang tidak demikian yang

terjadi [...] Negara yang lemah cenderung bertimbang balik dengan

29

Tim Penulis CIReS (Centre for International Relation Studies), Post

Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia (Jakarta: Margin

Kiri, 2007), 68.

Page 22: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

10

pasar yang lemah; jadi, bilamana kinerja negara payah, sektor

swasta juga akan rapuh.30

Berbagai kritik menanggapi kebijakan privatisasi tidak

hanya datang dari politisi, akademisi, ataupun aktivis, tapi juga

dari kalangan pelaku ekonomi sendiri. Memang, privatisasi di

Indonesia akhirnya menjadi isu sensitif yang sering dikaitkan

dengan nasionalisme dan harga diri bangsa. Masalahnya, seperti

disinyalir Kate Bayliss di halaman sebelumnya, investor lokal

yang diasumsikan siap mengambil alih peran pemerintah itu sering

tidak terjadi, sehingga peran mereka diisi oleh investor asing.

BUMN-BUMN strategis kita pun akhirnya jatuh ke tangan

asing.31

Menurut Mohamad Ikhsan, ada tiga kubu dalam polemik

tentang privatisasi ini.32

Dua diantaranya tergolong ekstrem dan

ideologis, yakni pro pasar dan anti pasar. Tapi kedua kelompok ini

tidak banyak, yang dominan justru kelompok tengah, yang setuju

privatisasi tapi harus diikuti dengan proses dan persyaratan yang

benar. Bagi Ikhsan, kritik muncul karena privatisasi yang

diharapkan dapat menata kembali struktur perekonomian malah

berakhir dengan penguasaan pasar oleh konglomerasi dan

memunculkan kelompok anti kompetisi. Ini karena dalam

pelaksanaannya, privatisasi mengabaikan proses penahanan

30

Kate Bayliss, “Privatization Theory and Practice: A Critical Analysis

of Policy Evolution in the Development Context”, dalam Jomo K.S. dan Ben

Fine (eds), The New Development Economics: After the Washington Consensus

(New Delhi: Tulika Books & London: Zed Books, 2006), 149-150. 31

Kondisi ini kerap disebut sebagai “Wimbledon Effect,” sebuah istilah

yang dicetuskan oleh para peneliti Jepang untuk menggambarkan fenomena

deregulasi di Inggris yang membuat perusahaan-perusahaan asing berjaya di

negeri itu sementara perusahaan lokalnya sendiri tersisih (sama seperti turnamen

tenis bergengsi Wimbledon di mana Inggris terus menjadi tuan rumahnya,

sekalipun pemenangnya bukan petenis Inggris sendiri). Lihat Mitsuhiro Kagami

dan Masatsugu Tsuji (eds.), Privatization, Deregulation and Institutional

Framework (Tokyo: Institute of Developing Economies dan Japan External

(Trade Organization, 1999). 32

Mohamad Ikhsan, “Pemilikan Pemerintah pada Perbankan, Masih

Adakah Pembenarannya?”, dalam http://partai-pib.or.id.

Page 23: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

11

institusi pasar seperti prinsip free entry and exit, ataupun

pengawasan persaingan usaha.33

Pelbagai kritik terhadap privatisasi menurut Ikhsan

disebabkan oleh: (1) prosesnya tidak transparan dan rawan

korupsi. Padahal argumen privatisasi salah satunya adalah justru

untuk menghapuskan korupsi; (2) pola privatisasi dilakukan secara

sporadis, sehingga tujuan privatisasi jauh dari yang diharapkan; (3)

politikus ataupun birokrat menggunakan BUMN untuk mengejar

kepentingan pribadi daripada kepentingan sosial. Kritik serupa

juga dilontarkan oleh Marwan Batubara, ia berpendapat bahwa

pemerintah terlalu agresif dan gegabah dalam membuat rencana

privatisasi,34

dan tidak mau bersusah-susah dalam menambal

defisit APBN.35

Bahkan, proses privatisasi terkesan dilakukan

secara sembrono.

Berdasakan permasalahan tersebut diatas, maka penulis

tertarik untuk mengkaji lebih dalam seputar konsep kepemilikan

publik dalam Ekonomi Islam dan Ekonomi Konstitusi Indonesia

yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945 sebagai ideologi

perekonomian nasional, dengan menganalisis lebih dalam

kebijakan pemerintah dalam hal privatisasi.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis deskripsikan

diatas, ada beberapa permasalahan yang muncul, diantaranya:

33

Igor Artemiev dan Michael Haney, “The Privatization of Russian

Coal Industry: Policies and Processes in the Transformation of a Major

Industry”. World Bank Policy Research Working Paper No. 2820, 11 April 2002 34

Marwan Batubara, Divestasi Indosat;Kebusukan Sebuah Rezim,

Catatan Gugatan Actio Popularis ( Jakarta: 2004). 35

Revrisond Baswir, “Menggugat Rampokisasi BUMN”. 2009.

Diakses pada tanggal 22 Juni 2014.

Page 24: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

12

a. Bagaimana konsep kepemilikan publik dalam

perspektif ekonomi konstitusi dan ekonomi islam?

b. Bagaimana proses kebijakan privatisasi yang

diterapkan di negara-negara maju dengan penerapannya di

negara-negara berkembang?

c. Apakah kebijakan privatisasi yang dijalankan di

negara-negara maju relevan diterapkan di Indonesia?

d. Bagaimana sejarah awal diberlakukannya kebijakan

privatisasi di Indonesia?

e. Bagaimana pandangan para ekonom seputar

kebijakan privatisasi yang diterapkan di Indonesia?

2. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas,

maka penulis akan memfokuskan pembahasan pada seputar

kebijakan pemerintah dalam hal privatisasi yang diterapkan di

Indonesia.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka yang

menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

bagaimanakah perspektif ekonomi Islam dan ekonomi konstitusi

dalam memandang privatisasi? serta bagaimanakah relevansi

penerapannya terhadap pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di

Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa

proses kebijakan privatisasi yang dicanangkan pemerintah apakah

sudah sejalan dengan ideologi perekonomian bangsa, karena

kebijakan privatisasi ini berdampak langsung bagi masyarakat

luas. Penelitian ini juga bertujuan agar dalam mengambil suatu

kebijakannya, pemerintah diharapkan tidak menyalahi aturan atau

amanat yang terkandung didalam UUD 1945.

Page 25: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

13

D. Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan agar dapat

memberikan kontribusi ilmiah dan memperkaya khazanah tentang

ekonomi Islam dalam memandang problem-problem kontemporer,

khususnya mengenai program privatisasi yang kini dijalankan

pemerintah.

Adapun manfaat praktis yang dapat diambil melalui

penelitian ini, adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman

mengenai proses kebijakan pemerintah dalam hal

privatisasi sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu

bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi praktisi dan

akademisi dalam studi lanjutan mengungkap aspek yang

berkaitan dengan kebijakan privatisasi.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan

informasi yang komprehensif terkait dengan konsep

kepemilikan publik dalam ekonomi Islam dan ekonomi

konstitusi sehingga para pemangku kebijakan dapat

meninjau ulang keputusan-keputusan yang akan diambilnya

guna menjaga stabilitas perekonomian nasional.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Sebagaimana layaknya sebuah penelitian, maka peneliti

mencoba untuk menemukan beberapa penelitian terdahulu yang

relevan dengan penelitian ini. Beberapa literatur kajian baik yang

berupa disertasi, tesis, artikel, jurnal ataupun buku yang

membahas tentang konsep kepemilikan publik dan spesifikasinya

tentang privatisasi, diantaranya adalah:

Penelitian yang dilakukan oleh A. Effendy Choirie dalam

tesisnya yang berjudul “Privatisasi BUMN dalam Sudut Pandang

UUD 1945”.36

Penelitian itu menelusuri keberadaan program

privatisasi dilihat dari segi penafsiran hukum terhadap Pasal 33

UUD 1945 yang sudah diamandemen dengan menggunakan

36

Effendy Choirie, Privatisasi BUMN dalam Sudut Pandang UUD

1945 (Bandung: Tesis Magister Ilmu Hukum Bisnis Universitas Padjajaran,

2002).

Page 26: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

14

pendekatan yuridis-normatif. Dalam penelitian ini disimpulkan

bahwa Pasal 33 Ayat 1,2, dan 3 berintikan sosialisme Indonesia.

Sedangkan ayat 4 dan 5 yang merupakan tambahan hasil

amandemen, mewakili neoliberalisme. Menurut kesimpulan

penulis, privatisasi yang diakomodasi dalam UU No. 19 Tahun

2003 tentang BUMN dinilai masih belum selaras dengan gagasan

neososialisme Indonesia.

Nyulistiowati Suryanti37

dalam disertasinya yang berjudul

“Privatisasi BUMN-Persero Dihubungkan dengan Kepemilikan

Golden Share oleh Negara dalam Rangka Menunjang

Pembangunan Ekonomi Indonesia” Dalam disertasi ini ditemukan

bahwa strategi pengelolaan BUMN-Persero menurut hukum

perusahaan dalam rangka meningkatkan peran BUMN sebagai

pendukung pembangunan ekonomi Indonesia belum terlaksana

sebagaimana yang diharapkan, disebabkan adanya berbagai

ketentuan, baik dalam UU BUMN sendiri maupun UU yang

terkait dengan BUMN mengatur ketentuan yang memberikan

multitafsir dalam pengelolaan BUMN. Oleh karena itu peran

BUMN dalam menunjang pembangunan ekonomi Indonesia belum

tercapai secara optimal. Disertasi ini juga menyimpulkan bahwa

fungsi Golden Share pada BUMN-Persero yang di privatisasi

dalam kaitannya dengan asas keadilan untuk mengembangkan

perekonomian Indonesia belum dapat berfungsi memenuhi rasa

keadilan masyarakat sebagaimana tuntutan Pasal 33 ayat (2) dan

(3) UUD 1945 amandemen ke-4 ketika privatisasi pada BUMN-

Persero dilaksanakan, karena belum dimanfaatkan sesuai dengan

tujuannya.

Tesis yang berjudul “Tinjauan Privatisasi dari Sudut

Pandang Hukum Bisnis di Indonesia; Analisis Kasus Privatisasi

Beberapa PT. (Persero)” karya Musri Nizar, Emmy Pangaribuan

Simanjuntak, dan Roedjiono.38

Tesis ini bertujuan untuk

37

Nyulistiowati Suryanti, Privatisasi BUMN-Persero Dihubungkan

dengan Kepemilikan Golden Share oleh Negara dalam Rangka Menunjang

Pembangunan Ekonomi Indonesia (Bandung: Disertasi Universitas Padjadjaran,

2011).

http://pustaka.unpad.ac.id 38

Musri Nizar, Emmy Pangaribuan Simanjuntak dan Roedjiono,

Tinjauan Privatisasi dari Sudut Pandang Hukum Bisnis di Indonesia; Analisis

Page 27: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

15

mengetahui tentang peraturan mana saja yang mengatur BUMN

atau PT. (Persero) dan peraturan manakah yang dipakai menjadi

landasan hukum mengenai privatisasi BUMN atau PT. (Persero)

di Indonesia. Tesis ini juga menyimpulkan bahwa penjualan saham

milik negara kepada masyarakat melalui pasar modal untuk PT.

Semen Gresik tahun 1991 dan PT. Timah tahun 1995 tidak

ditetapkan dengan PP, sementara untuk PT. Telkom Indonesia

tahun 1995 ditetapkan dengan PP. Sedangkan penjualan saham

milik Negara selanjutnya pada PT. Telkom Indonesia pada tahun

1996, 1997, 1999, 2001 dan 2002 serta penjualan saham milik

negara pada PT. Semen Gresik tahun 1995 dan 1998 melalui mitra

strategis “Cemex SA. De CV” tidak ditetapkan dengan PP.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Juliet D’ Souza

dan William L. Megginson yang berjudul “The Financial and

Operating Performance of Privatized Firms During the 1990’s”39

Bertujuan untuk mengkomparasikan kinerja keuangan dan

operasional 85 perusahaan dari 28 negara industri yang belum dan

sudah di privatisasi. Studi kasus terhadap beberapa perusahaan

yang di privatisasi ini menyimpulkan bahwa privatisasi

menghasilkan kemajuan yang signifikan terhadap kinerja sebuah

perusahaan, diantaranya meningkatkan laba, produksi, deviden

serta mampu mengoperasionalkan kinerja perusahaan menjadi

lebih profesional.

Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Juliet D’ Souza,

William L Megginson dan Robert Nash yang berjudul

“Determinants of Performance Improvements in Privatized Firms:

The Rule of Restructuring and Corporate Governance” pada tahun

2000.40

Studi empirik ini mengambil sample 118 perusahaan dari

29 negara, dan menyimpulkan bahwa privatisasi BUMN telah

Kasus Privatisasi Beberapa PT. (Persero) (Yogyakarta: Tesis Program

Pascasarjana Universitas Gajah Mada, 2004). http://pasca.uma.ac.id 39

Juliet D‟ Souza dan William L. Megginson, “The Financial and

Operating Performance of Privatized Firms During the 1990‟s”, Journal of

Finance, Forthcoming, August 1999, 2. http://www.oecd.org. 40

Juliet D‟ Souza, William L Magginson dan Robert Nash,

“Determinants of Performance Improvements in Privatized Firms: The Rule of

Restructuring and Corporate Governance?”, March 2000, 2. http://faculty-

staff.ou.edu.

Page 28: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

16

mampu membangun praktek Good Corporate Governance lebih

baik yang pada akhirnya mampu memicu perbaikan kinerja.

Kecenderungan utama yang terjadi setelah privatisasi adalah

perubahan kepemilikan (ownership), dimana semakin besar saham

pemerintah yang dilepaskan maka manajemen BUMN lebih

leluasa dan akan lebih fokus kepada tujuan profit maximization.

Apabila privatisasi dilakukan dengan cara listing di pasar modal,

maka kewajiban transparansi dan disklosur harus dilakukan,

sehingga Good Corporate Governance semakin kuat dilaksanakan.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Yulizar D.

Sanrego Nz dan Rusdi Batun membahas tentang privatisasi

ditinjau dari perspektif Islam yang berjudul “Pandangan Islam

Terhadap Privatisasi BUMN”.41

Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis secara kritis kebijakan pivatisasi BUMN di Indonesia

dengan menggunakan pendekatan Fikih dan Hadis sesuai dengan

konsep kepemilikan dalam Islam. Penelitian ini menyimpulkan

bahwa kategori BUMN yang tidak dapat di privatisasi adalah

BUMN yang mengelola kebutuhan dasar manusia dan BUMN

yang tidak dapat dikelola oleh individu maupun secara kolektif.

F. Metodologi Penelitian

a. Jenis Penelitian

Penelitian dalam rangka penulisan tesis ini termasuk

kategori penelitian kualitatif yang menekankan analisis terhadap

dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan

menggunakan logika ilmiah.42

Penelitian kualitatif ini akan

menggunakan analisis deskriptif dimana penulis akan menjelaskan

dinamika hubungan antara perspektif ekonomi Islam dan ekonomi

konstitusi terhadap konsep kepemilikan publik, analisis deskriptif

ini akan menggambarkan bagaimana kebijakan privatisasi di

negara-negara maju dan relevansi penerapannya di indonesia

berdasarkan ekonomi konstitusi.

41

Yulizar D. Sanrego dan Rusdi Batun, “Pandangan Islam Terhadap

Privatisasi BUMN”, Jurnal Ekonomi Islam La Riba, Vol. 3, No. 2, Desember

2009, 131. http://fis.uii.ac.id. 42

I Made Wiratha, Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi (Yogyakarta:

Penerbit Andi, 2006), 134.

Page 29: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

17

Dalam metode kualitatif, observasi literatur bertujuan

menghasilkan kerangka teori dan membangun argumentasi,

menyimpulkan contoh (sample summarization), dan

implikasinya.43

Metode kualitatif adalah sebuah penelitian untuk

mengetahui satu obyek permasalahan melalui analisa mikro dan

makro dengan cara meneliti konteks komparasi pemikiran, struktur

pemikiran dan implikasinya, observasi realitas sosial, dan relevansi

antar satu pemikiran dengan pemikiran lain.44

b. Sumber Data

Data penelitian pustaka (library research) dimana data

yang dihimpun berasal dari sumber tertulis (textual source) yang

mencakup sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer

diambil dari buku An-Niz}a>m Al-Iqtis}a>di> fi> Al-Isla>m karya Taqyu

Ad-Di>n An-Nabha>ni>. Sementara sumber sekunder didapat dari

buku-buku, jurnal, artikel, dan laporan-laporan penelitian yang

berkaitan dengan kepemilikan publik dan privatisasi.

c. Pengolahan Data

Semua data dikumpulkan dan diklasifikasikan lalu dikaji,

dianalisis dan diinterpretasikan dengan menggunakan pendekatan

yuridis-normatif. Pendekatan yuridis-normatif yaitu pendekatan

yang menggunakan konsep legis positivis yang menyatakan bahwa

hukum adalah identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat

dan diundangkan oleh lembaga-lembaga atau pejabat yang

berwenang. Selain itu konsep ini juga memandang hukum sebagai

sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup dan terlepas dari

kehidupan masyarakat.45

Dalam penelitian ini, penulis mengacu

pada data-data yang berkaitan dengan penafsiran Pasal 33 UUD

1945 dalam hal kaitannya dengan sistem ekonomi yang

43

Walter Wallace, “An Overview of Elements in the Scientific Process”

dalam The Logic of Science in Sosiology: an Introduction. (Chicago: Aldine-

Altherton, 1971), 16-25. 44

Sharlene Nagy Hesse-Biber and Patricia Leavy, Approaches to

Qualitative Research (New York: Oxford University Press, 2004), 1. 45

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri

(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 11.

Page 30: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

18

mendasarkan pada konstitusi serta konsep kepemilikan publik

dalam pandangan ekonomi Islam.

d. Pengumpulan Data

Pada proses pengumpulan data dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan teknik studi pustaka. Studi pustaka (library research) menjadi salah satu rujukan penulis dalam meneliti,

dimana penulis akan mengkaji referensi tertentu yang berkaitan

dengan penelitian ataupun menjadi sumber dalam menjawab

tinjauan teoritis permasalahan yang diteliti.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk menjaga alur pembahasan secara sistematis dan

untuk mempermudah pembahasan, maka tesis ini diklasifikasikan

menjadi lima bab, dengan rincian sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan yang berisi latar belakang

permasalahan yang menjadi keresahan atau problematika penulis

dan alasan penulis dalam pembahasan yang akan dikaji, kemudian

memaparkan batasan masalah sehingga dalam penelitian ini

penulis tidak keluar dari pokok pembahasannya. Kemudian penulis

menentukan rumusan masalah yang tersusun dalam kalimat tanya

sebagai penelitian yang akan dikaji oleh penulis agar penelitian ini

terfokus pada permasalahan. Setelah itu penulis memaparkan

kajian-kajian terdahulu guna mendapatkan literatur-literatur

perdebatan akademik mengenai permasalahan yang akan dibahas

kemudian penulis menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian ini

dan memaparkan metodologi yang akan digunakan.

Bab kedua berisi tentang diskursus kebijakan privatisasi

global. Pembahasan ini mendeskripsikan tentang privatisasi

ditinjau dari aspek historis dan ideologisnya, pengertian dan ruang

lingkup privatisasi, metode yang banyak digunakan di negara-

negara yang bersangkutan, serta membahas pula seputar pro-

kontra dikalangan para ekonom tentang kebijakan privatisasi.

Bab ketiga membahas tentang kebijakan privatisasi dalam

perspektif ekonomi Islam dan ekonomi konstitusi, di dalamnya

mencakup tentang konsep kepemilikan dalam Islam, distribusi

kekayaan dalam Islam, beserta mekanisme pengelolaan kekayaan.

Page 31: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

19

Dalam bab ini akan dipaparkan juga tentang Pasal 33 UUD 1945

sebagai landasan ekonomi bangsa, serta makna “dikuasai negara”

dalam pasal tersebut.

Bab keempat berisi pembahasan tentang lembaga-lembaga

multilateral semisal IMF dan kaitannya dengan pengambilan

kebijakan di negara-negara berkembang yang sedang mengalami

krisis finansial, lalu akan dibahas pula proses kebijakan privatisasi

di Indonesia. Kedudukan, peran dan tantangan BUMN, serta

membahas pula tentang perkembangan pelaksanaan privatisasi di

Indonesia. Dalam bab inti ini akan dipaparkan juga contoh kasus

privatisasi yang menimbulkan pro-kontra di Indonesia.

Bab kelima penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari

hasil penelitian yang dilakukan.

Page 32: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

21

BAB II

DISKURSUS KEBIJAKAN PRIVATISASI GLOBAL

Pada bab II ini penulis membahas tentang potret kebijakan

privatisasi yang dijalankan di berbagai negara serta landasan apa

yang mendasarinya. Sebab, kebijakan privatisasi di suatu negara

sangat erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang dianut oleh

negara tersebut. Pada bab ini pula penulis memaparkan polemik

yang mewarnai kebijakan yang sangat populer di abad ini. Faktor

penyebab polemik ini berangkat dari asumsi yang berkaitan

dengan sistem ekonomi pro pasar dan anti pasar.

A. Privatisasi dalam Perspektif Historis dan Ideologis

Berpindahnya kepemilikan dan kekuasaan publik terhadap

sektor-sektor sumber daya alam tidak bisa dilepas keterkaitannya

dengan ideologi neoliberalisme. Neoliberalisme ialah ideologi

terbaru dari liberalisme ekonomi klasik, konsep ini bertransformasi

dari sejarah panjang ideologi kapitalisme dunia. Neoliberalisme

ialah paham ekonomi politik yang mendorong perdagangan bebas,

ekspansi pasar, privatisasi atau penjualan BUMN, deregulasi atau

penghilangan campur tangan pemerintah, dan pengurangan peran

negara dalam layanan sosial (public service) seperti pendidikan,

kesehatan, dan sebagainya.1

Menurut Awalil2, neoliberalisme secara konsepsi

merupakan penyempurnaan atas pemikiran liberalisme klasik yang

mendorong pada pengembangan kebebasan individu untuk

bersaing secara bebas-sempurna di pasar. Kedua, diakuinya

kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi. Ketiga,

pembentukan harga barang-barang melalui mekanisme pasar yang

sepenuhnya bebas. Muatan neoliberalisme lebih canggih yaitu,

pertama, menciptakan liberalisasi sektor keuangan. Kedua,

membangun liberalisasi perdagangan. Ketiga, mendorong

1 M. Syafi’ie, “Sistemiknya Privatisasi di Indonesia dan Perspektif

Menurut Islam”. Diakses 12 Desember 2013 pusham.uii.ac.id. 2 Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Neoliberalisme Mencengkeram

Indonesia (Jakarta: E Publishing Company, 2008), 216.

Page 33: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

22

pengetatan dan efisiensi anggaran belanja negara. Keempat, menggerakkan sistem privatisasi terhadap BUMN-BUMN.

Konsepsi pemikiran neoliberalisme tercantum cukup tegas dalam

Washington Consensus yang berlangsung pada dekade 1980-an

dan 1990-an. Perlu juga dipahami bahwa Washington Consensus

telah dinilai oleh beberapa ekonom terkemuka sebagai sebuah

kegagalan rekomendasi ekonomi. Stiglitz menilai bahwa terdapat

beberapa kegagalan dalam mengerti struktur ekonomi pada

negara-negara sedang berkembang, dengan memfokuskan pada

tujuan-tujuan yang sempit, serta mengandalkan pada instrumen-

instrumen yang terlalu terbatas.3

Jessop4 menjelaskan bahwa sebagai sebuah proyek

ekonomi baru, neoliberalisme muncul untuk melengkapi konsep

liberalisme yang mengalami kesenjangan dengan perubahan politik

kontemporer yang lebih dinamis. Neoliberalisme mengatur tidak

hanya transaksi ekonomi domestik namun juga transborder; privatisasi perusahaan milik negara dan jasa layanan publik;

perlakuan terhadap pengeluaran di sektor kesejahteraan

masyarakat sebagai cost atau biaya produksi internasional,

daripada permintaan domestik.

Prinsip sentral dari neoliberalisme menekankan kepada

pembentukan institusi yang mampu menjaga dan mengarahkan

agar kepentingan pasar dapat tercapai. Institusi tersebut

melahirkan kesepakatan yang lazim dikenal sebagai Washington Consensus, yang mengutamakan liberalisasi, privatisasi, dan

deregulasi dalam setiap kebijakan negara yang berkaitan dengan

pasar. Lebih dari hanya sekedar mengatur pergerakan kapital dan

juga kepentingan ekonomi pasar, neoliberalisme lebih menjadi

suatu wadah untuk mengorganisasikan masyarakat sipil untuk

lebih siap menerima ekspansi ekonomi pasar.

Ekonomi kapitalis merupakan sebuah sistem ekonomi yang

menempatkan pelaku-pelaku ekonominya adalah masyarakat

3 Joseph Stiglitz, The Post Washington Consensus. Presentation Paper

untuk The Initiative for Policy Dialogue. 2005. Konferensi “From the

Washington Consensus towards a new Global Governance”. Format Revisi.

2005, 2. 4 Bob Jessop, “Liberalism , Neoliberalism, and Urban Governance. A

State-Theoretical Concept”, Jurnal Antipode. Oxford: Blackwell Publishers, 454.

Page 34: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

23

(dalam konteks Amerika disebut sebagai ‚private‛ yang

diindonesiakan sebagai ‚swasta‛). Inti dari kesinambungan

aktivitas ekonomi ditentukan oleh mekanisme pasar. Sebuah dalil

yang dimulai sejak jaman Adam Smith menulis ‚The Wealth of

Nations‛ di tahun 1776. Ekonomi sosialis diinspirasikan oleh

pemikiran-pemikiran Karl Marx (1818-1883) yang mengambil

asumsi bahwa kapitalisme hanyalah sebuah fase transisi menuju

komunisme. Ekonomi sosialis justru lahir dari interpretasi Lenin

dan Stalin di Rusia terhadap pemikiran Marx. Eksploitasi individu

oleh individu lain di dalam sistem kapitalisme ‚diselesaikan‛

dengan cara negara mengambil alih seluruh alat produksi dan

seluruh pelaku usaha adalah negara. Sejak dunia terbelah dua, Blok

Barat dan Blok Timur, terjadi pula pemilahan antara negara-

negara yang menganut ekonomi kapitalis dan negara-negara yang

menganut ekonomi sosialis. Pemilahan gampangnya adalah Blok

Barat (AS dan sekutunya) kapitalis, dan Blok Timur (Soviet dan

sekutunya) sosialis.5

Sejak awal tahun 1980-an, isu-isu ekonomi dan situasi

ekonomi global semakin menjadi pusat perhatian dalam hubungan-

hubungan politik dan ekonomi internasional, lebih dari waktu-

waktu yang lalu sejak akhir abad ke-19. Banyak komentator

mencatat adanya suatu pergeseran yang amat mendalam dari dunia

yang didominasi negara menjadi dunia yang didominasi pasar.

Meningkatnya arti penting pasar, yang tercermin dengan

meningkatnya arus barang, modal dan jasa internasional, telah

didorong oleh menurunnya biaya transportasi dan komunikasi,

runtuhnya ekonomi terpusat (dikendalikan oleh negara), serta

meningkatnya pengaruh ideologi ekonomi konvensional

berdasarkan resep-resep kebijakan ekonomi. Kebangkitan pasar ini

benar-benar merupakan kembalinya era meluasnya globalisasi

pasar, produksi dan keuangan pra-Perang Dunia Pertama.6

Ketika sejumlah negara berkembang berusaha

menyesuaikan atau mengintegrasikan dirinya dengan proses

5 Riant Nugroho Dwidjowijoto, “Analisa Privatisasi BUMN di

Indonesia”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 6 No. 3, 2003, 286. 6 Robert Gilpin dan Jean Millis Gilpin, Tantangan Kapitalisme Global

penerjemah Haris Munandar dan Dudy Priatna (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2002), 5.

Page 35: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

24

globalisasi, yakni dengan membuka perekonomiannya, maka yang

mereka lakukan sebenarnya adalah bergerak meninggalkan

berbagai sistem yang mereka anut sebelumnya menuju sistem

Kapitalisme-Liberal. Dalam sistem ini kepemilikan (private) dan

mekanisme pasar merupakan tiang utama proses pengambilan

keputusan, baik dilakukan pemerintah, dunia usaha, maupun

masyarakat. Itulah sebabnya, proses transisi menuju ke arah sistem

Kapitalisme-Liberal akan terdiri dari: di satu sisi proses

deregulasi, yaitu pengurangan peranan perencanaan pemerintah

dengan berbagai kebijaksanaan intervensinya, dan sebagai

akibatnya peningkatan peranan pasar; dan di sisi lain proses privatisasi, yaitu proses peralihan kepemilikan sumber dari tangan

negara ke tangan private, baik sebagai perusahaan maupun

perorangan.7

Privatisasi pertama-tama bermakna sebuah transformasi

yang lebih sempurna ke arah ekonomi kapitalis. David Clutterbuck

dalam ‚Going Private: Privatization Around the World‛8

menegaskan bahwa gagasan privatisasi berawal dari semakin

pudarnya keyakinan di dalam pemikiran ekonomi sosialis bahwa

pengelolaan ekonomi oleh negara akan menciptakan kesejahteraan.

Pada prakteknya tidak ada satu negara Barat pun yang murni

melakukan ekonomi kapitalis. Salah satu kenyataannya adalah

terdapatnya perusahaan-perusahaan yang dimiliki dan dikelola

negara, termasuk di negara kapitalis paling tua, Inggris, yaitu

British Aerospace, British Telecom, British Airways, dan beberapa

lain. Privatisasi dapat dikatakan gerakan ‚pemurnian‛ terhadap

kapitalisme.

Kemenangan kapitalisme atas sosialisme dicatat oleh

Francis Fukuyama dalam ‚The End of History and the Last Man‛9

sebagai akhir dari peradaban manusia dari pergulatan antara

peradaban kapitalisme dan sosialisme, dan peradaban kapitalisme

yang terbukti lebih baik karena ia menjadi pemenangnya. Seperti

7 Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Mau Kemana Pembangunan Ekonomi

Indonesia? Ed. Yanto Bashri (Jakarta: Prenada Media: 2003), 21-22. 8 David Clutterbuck, Susan Kernaghan, dan Deborah Snow, Going

Private: Privatisation Around the World (London: Mercury Books, 1991). 9 Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man (New York:

Free Press, 1992).

Page 36: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

25

dilukiskan oleh Lesther Thurow dalam ‚The Future of

Capitalism‛10

bahwa hari ini yang terjadi bukanlah persaingan

antara ekonomi kapitalis dengan ekonomi sosialis, melainkan

kapitalis ala Amerika bersaing dengan kapitalis ala Cina,

kapitalisnya Jepang, kapitalisme Eropa, dan seterusnya. Filsuf

modern Amerika, Robert Heilbrowner, dalam Vison of the Future11

dengan tegas mengatakan bahwa it is likely that capitalism will be the prinsipal form of socio economic organization during the twenty first century, at least for the advanced nations, because no blueprint exist for viable successor. Kapitalisme akan menjadi ideologi peradaban abad 21 dan bahkan

ke depan, karena belum ada konsep pengganti yang lebih baik dan

lebih menarik. Heilbrowner mengemukakan bahwa kapitalisme

akan terus bertahan dalam waktu yang lama karena melandaskan

kepada mekanisme pasar yang merupakan hukum paling alami.

Kedua, kapitalisme memberi ruang yang lebih besar kepada

‚perubahan‛ dibanding ideologi lain. Padahal jaman ini ke depan

adalah jaman yang dihela oleh perubahan yang cepat dan dalam

kolosal. The very essence of a capitalist order is change, kata

Heilbrowner.

Seiring dengan menguatnya sistem perekonomian kapitalis

di dunia dalam dua dekade terakhir, privatisasi menjadi pilihan

kebijakan yang banyak diterapkan saat ini baik di negara

berkembang maupun negara maju. Privatisasi atau penjualan aset

negara dipandang sebagai agenda ekonomi wajib guna

menghindari ekonomi biaya tinggi melalui pelepasan perusahaan

negara yang menguras anggaran.12

Maraknya privatisasi di berbagai negara tidak bisa

dilepaskan dari adanya pergeseran pandangan tentang peran yang

harus dijalankan negara dalam pengaturan perekonomian. Jika di

tahun 1950-an dan 1960-an negara menempati peran cukup besar

10

Lesther Thurow, The Future of Capitalism (New York: Free Press,

1995). 11

Robert Heilbrowner, Vison of the Future (Oxford-New York: The

New York Public Library & Oxford University Press, 1995). 12

Tim Penulis CIReS (Centre for International Relations Studies

Universitas Indonesia), Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di

Indonesia (Serpong: Marjin Kiri, 2007), 5.

Page 37: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

26

dalam pengaturan dan pengelolaan sumber-sumber perekonomian,

pada dekade 1980-an terjadi pembalikan kebijakan. Inggris,

misalnya, sebelum dekade 1980-an lebih menekankan peran negara

daripada mekanisme pasar dalam pembangunan ekonomi. Hak

monopoli dipegang negara, terutama dalam sektor transportasi,

komunikasi, dan sumber daya energi. Namun pada dekade

sesudahnya ada kecenderungan liberalisasi perekonomian yang

mempersempit peran pemerintah dalam pengelolaan

perekonomian, bahkan memaksanya mundur, dan kemudian

menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.13

Kecenderungan global itu dipelopori Inggris di bawah

pemerintahan Margareth Thatcher di Inggris dan pemerintahan

Reagen di Amerika Serikat. Cristopher Johnson dalam ‚The Grand

Experiment: Mrs. Thatcher’s Economy and How it Spread‛14

melukiskan betapa gerakan ‚pemurnian‛ kapitalisme oleh

Thatcher menjadi sebuah gerakan global. Gerakan ini semakin

mendapatkan kekuatannya dengan runtuhnya seluruh sistem

politik sosialis yang dimulai dari Polandia, jatuhnya Tembok

Berlin, disusul oleh hancurnya konfederasi Uni Soviet yang disusul

oleh runtuhnya seluruh aliansi Blok Timur. Hanya Korea Utara

dan Kuba yang masih setia dengan sosialismenya, sementara Cina

lebih menggunakan sosialisme sebagai ‚alat‛, karena di dalamnya

adalah kapitalisme -seperti slogan pragmatisme pemimpin Cina

Deng Xiao Ping ‚tidak peduli kucing merah atau kucing putih yang penting bisa menangkap tikus‛. Pada era kedua pemimpin itu

anggaran pemerintah dirampingkan, berbagai subsidi pada

kesejahteraan sosial dipotong atau dihapus. Sebaliknya, berbagai

kemudahan ditawarkan kepada pelaku bisnis. Privatisasi BUMN di

kedua negara itu pun digalakkan sebagai salah satu upaya besar

untuk merombak perekonomian campuran menuju perekonomian

pasar bebas.15

Perubahan kebijakan di dua negara itu mendorong

terjadinya perubahan diplomasi ekonomi internasional, termasuk

13

Rahmat S. Labib, Privatisasi dalam Pandangan Islam (Jakarta:

WADI Press, 2005), 10. 14

Cristopher Johnson, The Grand Experiment: Mrs. Thatcher’s

Economy and How it Spread (Oxford: Westview, 1993). 15

Rahmat S. Labib, Privatisasi dalam Pandangan Islam, 10.

Page 38: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

27

terhadap bantuan pembangunan bagi negara-negara sedang

berkembang (NSB). Semenjak itu liberalisasi ekonomi kian

mengglobal dan melanda berbagai negara di dunia. Dalam dekade

tahun 1980-an berbagai negara, mulai negara-negara industri

hingga negara-negara di dunia ketiga di benua Afrika, Asia,

Amerika Latin, dan negara-negara di bagian Timur Eropa

melakukan privatisasi besar-besaran hampir di seluruh aspek

kehidupan ekonomi. Hingga tahun akhir 1980-an, privatisasi aset

publik telah dilakukan di 82 negara.16

Menurut catatan Bank Dunia, sejak tahun 1980 lebih dari

6.800 BUMN telah diprivatisasi di seluruh dunia dan lebih dari

2.000 di antaranya di negara berkembang. Sementara lebih dari

4.000 BUMN telah dijual di 100 negara pada tahun 1996 dengan

nilai penjualan sebesar 160 miliar dollar.17

Dalam kurun waktu 1985-1999, sebanyak 8.000 privatisasi

di tingkat global telah dilakukan dengan nilai aset sebesar AS$1,1

triliun. Jika pada awal 1990-an rata-rata nilai transaksi privatisasi

global hanya berjumlah AS$50 miliar, pada 1995 nilai asetnya

meningkat menjadi AS$87 miliar dari 1.700 transaksi. Nilai itu

tidak seberapa dibandingkan dengan nilai penjualan 2.500 aset

global tahun 1998 yang mencapai AS$171 miliar.18

Namun

demikian, jika ditinjau dari aspek keuntungan (profit) privatisasi,

terdapat perbedaan tajam antara negara berkembang dan negara

maju. Pada 1997 misalnya, privatisasi yang dilakukan oleh negara-

negara Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD)

mampu meraup keuntungan hingga AS$70 miliar, tetapi negara-

negara non-OECD hanya AS$30 miliar.19

Volume penjualan perusahaan publik ke swasta itu pun

terus menerus mengalami peningkatan. Jika pada pertengahan

16

Indra Bastian, Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implementasi

(Jakarta: Salemba Empat, 2002), 64. 17

Hamzah Haz, Mengkaji Ulang Politik Ekonomi Indonesia: Strategi

Mewujudkan Keadilan Sosial (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 2001), 169. 18

Nancy Brune, Geoffrey Garrett, dan Bruce Kogut, “The International

Monetary Fund and The Global Spread of Privatization”, IMF Staff Papers Vol.

51 No. 2, 2004, 89. 19

“Privatization: Recent Trends”, Financial Market Trends Vol. 66,

Maret 1997, 15-16.

Page 39: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

28

tahun 1970 sampai akhir dekade 1980-an nilai privatisasi dunia

mencapai 185 miliar dollar, maka pada tahun 1990 pemerintah di

seluruh dunia berhasil menjual perusahaan publiknya senilai 25

miliar dollar. Kemudian pada tahun 1992 mencapai 69 miliar

dollar, dan sekurang-kurang menembus angka 175 miliar dollar

antara tahun 1990-1993. Aset yang diprivatisasi tersebut

diperkirakan melonjak menjadi lebih dari 600 miliar dollar pada

akhir 2000.20

Berkaitan dengan maraknya privatisasi di berbagai negara,

utamanya negara berkembang, peran Bank Dunia dan IMF tak bisa

diremehkan. Sejak dekade 1980-an Bank Dunia dan IMF gencar

mempromosikan kebijakan program penyesuaian struktural

(Structural Adjustment programs) untuk mereformasi ekonomi

negara-negara berkembang dan yang sedang dilanda krisis. Tujuan

dari kebijakan tersebut salah satunya adalah merangsang

pengalihan kegiatan ekonomi dari yang semula dikelola negara

menjadi milik swasta.21

Dalam membantu menyelamatkan perekonomian negara-

negara Amerika Latin dan beberapa negara berkembang lainnya

dari tekanan anggaran dan ancaman hiperinflasi pada tahun 1989

IMF, Bank Dunia, dan Departemen Keuangan Amerika Serikat

merumuskan paket kebijakan yang sering disebut Konsensus

Washington (the Washington Consensus). Secara keseluruhan

Konsensus Washington itu meliputi kebijakan finansial dan makro

ekonomi yang hati-hati (prudent), nilai tukar yang kompetitif,

subsidi, dan pelaksanaan liberalisasi sektor keuangan dan

perdagangan, deregulasi, dan pelaksanaan privatisasi.22

Kebijakan-kebijakan tersebut secara implisit mengajak

negara untuk mengurangi campur tangan langsung dalam kegiatan

ekonomi. Dengan kata lain, perekonomian diarahkan kepada

minimalitas peran negara untuk digantikan pasar. Sebaliknya,

negara lebih memfokuskan pada kebijakan moneter, menjamin hak

20

James S. Guseh, “The Public Sector, Privatization, and Development

in Sub-Saharan Africa” dalam African Studies Quarterly, vol. 5, Issue 1. 21

Ahmad Erani Yustika, Pembangunan dan Krisis, Memetakan

Perekonomian Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2002), 175-176, 207. 22

Joseph Stiglitz, Globalization and Its Discontent (New York: WW

Norton&Company, 2002), 16.

Page 40: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

29

kepemilikan (property right), dan menyiapkan infrastruktur

pendidikan dasar. Kebijakan yang pro-pasar ini seringkali disebut

neoliberalisme.23

Secara umum, ada beberapa alasan yang mendasari

dilakukannya privatisasi.24

Pertama, mengurangi beban keuangan

pemerintah. Kedua, meningkatkan efisiensi perusahaan. Ketiga,

meningkatkan profesionalitas perusahaan. Keempat, mengurangi

campur tangan birokrasi atau pemerintah terhadap pengelolaan

perusahaan. Kelima, mendukung pengembangan pasar modal

dalam negeri. Keenam, sebagai flag-carrier (pembawa bendera)

untuk go international. Alasan lain yang mendasari dilakukannya kebijakan

privatisasi adalah karena pudarnya keyakinan terhadap teori

negara kesejahteraan seperti yang diperkenalkan oleh John

Maynard Keyness (1883-1987), penyelamat malaise ekonomi AS

di tahun 1930-an dan arsitek Bank Dunia dan Dana Moneter

Internasional. Menyerahkan pengelolaan sebagian kegiatan

ekonomi, apalagi yang strategis, kepada negara adalah sia-sia. P.J.

O’Rourke, pemikir libertarian AS mengatakan ‚giving money and power to government is like giving whiskey and car keys to teenage boys‛. Privatisasi seluruh kegiatan ekonomi adalah

jawaban untuk meningkatkan jaminan kesejahteraan masyarakat,

karena dengan demikian mereka akan menjadi lembaga yang harus

bersaing (versus monopoli)25

. Privatisasi berjalan seiring dengan

bangkitnya kembali filsafat Libertarianisme.

Menurut INTOSAI, berdasarkan hasil survey pada negara-

negara anggotanya menyangkut alasan privatisasi, maka terdapat

lima alasan terbesar yaitu: (i) mengembangkan ekonomi pasar atau

meningkatkan efisiensi bisnis; (ii) mengurangi beban aktifitas

negara; (iii) mengurangi hutang negara atau menutup defisit

anggaran; (iv) mendapatkan dana untuk tujuan lain; (v)

23

Haz, Mengkaji Ulang, 169. 24

Setyanto P. Santosa, “Quo Vadis Privatisasi BUMN?”, tersedia di

http://www.pacific.net.id. 25

Juliet D’ Souza, William L Magginson dan Robert Nash,

“Determinants of Performance Improvements in Privatized Firms: The Rule of

Restructuring and Corporate Governance?”, March 2000, 2. http://faculty-

staff.ou.edu

Page 41: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

30

memperluas pasar modal dalam negeri. Khusus negara berkembang

terdapat beberapa alasan khusus seperti (i) mendapatkan peluang

usaha dengan dunia internasional, yang diharapkan mendorong

masuknya modal asing dan sekaligus alih teknologi; (ii) membuka

kesempatan kerja sebagai konsekuensi masuknya modal asing dan

berkembangnya dunia usaha; (iii) mendapatkan pengetahuan

manajerial dan menggantikan birokrat pengelola BUMN dengan

tenaga profesional.

Gouri mengklasifikasikan alasan privatisasi dalam empat

kelompok yaitu (i) tekanan finansial, seperti defisit anggaran,

neraca pembayaran; (ii) tekanan ekonomi, berupa ketidakefesienan

BUMN; (iii) tekanan non-ekonomis, berupa pemerataan

pendapatan, meningkatkan motivasi manajer; (iv) tekanan

eskternal misalnya tekanan dari lembaga donor seperti IMF, Bank

Dunia, dan Bank Pembangunan Asia.26

Dalam master plan disebutkan bahwa salah satu tujuan

yang ingin dicapai melalui privatisasi adalah memberikan

kontribusi finansial kepada negara dan badan usaha, mempercepat

penerapan Good Corporate Governance, membuka akses ke pasar

internasional, alih teknologi serta transfer best practice kepada

badan-badan usaha. Oleh karena itu arah dan kebijakan privatisasi

diklasifikasikan berdasarkan tiga jenis struktur industri yaitu

untuk badan usaha yang industrinya sudah dalam kondisi sunset

dilakukan divestasi dan untuk badan usaha yang usahanya

menggunakan natural resource based tetap dipertahankan sebagai

badan usaha.27

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Privatisasi

Pengertian privatisasi dalam arti sempit dikemukakan C.

Pas, B. Lowes, dan L. Davies yang mengartikan privatisasi sebagai

denasionalisasi suatu industri, merubahnya dari kepemilikan

26 Oloan P. Siahaan, Efisiensi Teknis BUMN: Analisis Panel Data

Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 1980-1991 (Disertasi Program Pasca

Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2000). 27

Kirmizi, “Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Badan Usaha Milik

Negara Sebelum dan Sesudah di privatisasi”, Jurnal Ilmu Administrasi Negara

Vol. 9 No. 2, 2009, 104.

Page 42: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

31

pemerintah menjadi kepemilikan swasta.28

Juga Dubleavy yang

menyatakan bahwa privatisasi merupakan pemindahan permanen

aktivitas produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan

negara ke perusahaan swasta atau dalam bentuk organisasi non

publik, seperti lembaga swadaya masyarakat.29

Menurut Joseph Stiglitz, mantan Presiden Bank Dunia,

privatisasi adalah lawan dari nasionalisasi. Dalam ‚Economics of

Public Sector‛30

ia menyampaikan bahwa proses konversi

perusahaan swasta (private enterprise) menjadi perusahaan negara

(public enterprise) disebut nasionalisasi, sementara proses

pengkonversian perusahaan negara menjadi perusahaan swasta

disebut sebagai privatisasi.

Savas berpendapat, sebagai proses, privatisasi berarti

mengurangi peran pemerintah dan meningkatkan peran sektor

swasta dalam kegiatan atau pemilikan aset. Namun konsep sektor

publik dan swasta tidak mutually exclusive atau statis. Pertama,

beberapa aspek pemerintahan bertumbuh sementara lainnya tidak

berubah, bahkan berkurang. Misalnya privatisasi penjara

mengakibatkan perlunya dibuat regulasi baru untuk memastikan

dihormatinya hak narapidana. Kedua, pertumbuhan produktifitas

sektor swasta bergantung signifikan pada investasi sektor publik

seperti jalan dan pelabuhan. Ketiga, sektor swasta terbagi dalam

banyak dimensi. Sektor swasta termasuk sektor informal dan

sektor swasta nirlaba, asosiasi profesi, dan sektor ekonomi rumah

tangga.31

Privatisasi didefinisikan sebagai penyerahan kontrol efektif

dari sebuah perseroan kepada manajer dan pemilik swasta dan

biasanya terjadi apabila mayoritas saham perusahaan dialihkan

28

C Pas, B. Lowes, L. Davies, Kamus Lengkap Ekonomi ter. Tumpul

Rumapea & Posmon Haloho (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1998), 519. 29

Indra Bastian, Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implementasi, 20. 30

Joseph Stiglitz, Economics of Public Sector (New York: W.W.

Northon Company, 1988). 31

Gayle, Dennis J. dan Jonathan N. Goodrich, “Exploring the

Implications of Privatizations and Deregulation” dalam Dennis J. Gayle and

Jonathan N. Goodrich (ed) Privatization and Deregulation in Global Perspective

(New York: Quorum Books, 1990).

Page 43: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

32

kepemilikannya kepada swasta. Menurut M. Suhud32

, privatisasi

diartikan sebagai proses transformasi kepemilikan saham

pemerintah pada sebuah perusahaan ke dalam kepemilikan swasta.

Privatisasi di Indonesia dilaksanakan bertujuan untuk

meningkatkan kinerja dan peran serta masyarakat dalam

kepemilikan saham persero. Kunci keberhasilan reformasi BUMN

ini sangat bergantung kepada perubahan paradigma dalam

pengelolaan BUMN dimana pada mulanya masih berskala

domestik dengan profit awareness yang rendah (masih berorientasi

pada public social service) harus dirubah menjadi pengelolaan

secara profesional dengan penekanan kepada profit awareness dan

value creation.33

Dengan demikian privatisasi BUMN mempunyai

arti: (1) Perubahan peranan pemerintah, dari sebagai pemilik dan

pelaksana menjadi regulator dan promotor kebijakan serta

penetapan sasaran baik nasional maupun sektoral. (2) Para manajer

bertanggung jawab kepada pemilik baru. (3) Pemilihan metode dan

waktu privatisasi yang terbaik bagi badan usaha yang mengacu

pada kondisi pasar dan kebijakan regulasi sektoral.34

Privatisasi sebagai upaya meningkatkan kinerja BUMN

dan mengurangi beban pemerintah, sering disandingkan dengan

korporatisasi. Menurut Boston dalam Hamid dan Anto35

,

korporatisasi merupakan proses dimana aktivitas perdagangan atau

komersial suatu Departemen Pemerintah dipisahkan dari kegiatan

nonkomersial dan ditempatkan pada organisasi yang bertujuan

mencari keuntungan atau menjadi bagian fungsi komersial BUMN,

atau secara lebih ringkas, korporatisasi dapat diartikan sebagai

menerapkan pola-pola manajemen unit bisnis-bisnis swasta dalam

badan-badan usaha milik negara tersebut dan menghapuskan pola-

32

Mohammad Suhud, Privatization: A Review on the Power Sector

Restructuring in Indonesia (INFID’s Background Paper on Privatization, 2002),

9. 33

Setyanto P. Santosa, “Quo Vadis Privatisasi BUMN?”, tersedia di

http://www.pacific.net.id. 34

Kirmizi, “Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Badan Usaha Milik

Negara Sebelum dan Sesudah diprivatisasi”, Jurnal Ilmu Administrasi Negara

Vol. 9 No. 2, 2009, 105. 35

Ady Suandi Hamid dan M.B. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia

Memasuki Milenium III (Yogyakarta: UII Press, 2002), 64.

Page 44: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

33

pola birokrat atau pemerintahan yang sering mencemari

manajemen BUMN.

Pada dasarnya kegiatan privatisasi mencakup dua hal yaitu

proses divestasi dan non divestasi. Privatisasi yang dilakukan

dalam bentuk divestasi dilakukan dengan pemindahtanganan aset

dan saham perusahaan BUMN dari pemerintah kepada swasta.

Pemindahtanganan ini dapat dilakukan dengan cara go public atau

dengan private placement dengan menempatkan secara langsung

saham-saham perusahaan BUMN kepada investor yang strategis.

Proses privatisasi secara non divestasi adalah proses yang tidak

disertai dengan pemindahtanganan aset maupun saham dari

pemerintah kepada swasta, tetapi lebih bersifat pembenahan

internal organisasi (sering juga disebut dengan privatisasi

manajemen atau korporatisasi). Pemilihan metode privatisasi

harus mempertimbangkan beberapa aspek diantaranya melihat

porsi saham pemerintah pada masing-masing BUMN, nilai saham

pemerintah, nilai ekuitas, laba sebelum pajak, laba ditahan, tingkat

kesehatan BUMN, rencana ekspansi, status go public dan porsi

saham yang bisa dilepas.36

Menurut Pirie37

, privatisasi bukan sebuah formula tetapi

sebuah pendekatan. Pelaksanaannya sangat beragam. Pendekatan

kasus-per-kasus adalah esensi dari privatisasi. Fleksibilitas dari

privatisasi sebagai sebuah pendekatan memungkinkannya

digunakan pada beragam situasi di berbagai sistem ekonomi.38

Cara pandang lain adalah bahwa privatisasi memungkinkan

BUMN dan pihak swasta mempunyai kesempatan dan perilaku

yang sama. Lebih jelasnya Mar’ie Muhammad39

menyatakan

bahwa privatisasi tidak sekedar menjual aset BUMN pada swasta.

Pengertian lainnya adalah (i) memberikan kesempatan swasta

36

Pandu Patriadi, Studi Efektifitas Kebijakan Privatisasi BUMN dalam

Rangka Pembiayaan APBN (Jakarta: 2003), 5. 37

Madsen Pirie, Privatization: Theory, Practice and Choice (England:

Wildwood House Limited, 1988). 38

Privatisasi dilaksanakan mulai dari negara maju seperti Inggris,

Perancis, Jerman, Italia, Swedia, Jepang, Korea Selatan, Singapura sampai

negara berkembang seperti Pakistan, Malaysia, Srilanka, Yamaika, bahkan

negara komunis seperti Kuba, Cina, Hungaria, Rusia dan Vietnam. 39

Mar’ie Muhammad, “Pro dan Kontra Privatisasi”, Tempo 2 Januari

2003.

Page 45: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

34

menjadi pemain utama dalam bidang bisnis; (ii) menjadikan

BUMN bertingkah laku sebagai suatu entrepreneur; (iii) BUMN

bisa bertingkah laku sebagai swasta.

Whitshire40

mengklasifikasikan privatisasi kedalam lima

bagian yaitu: (i) Privatisasi pembiayaan atas suatu jasa yang

diproduksi oleh sektor publik. Contohnya jalan tol, Build Operate Transfer (BOT), Build Operate Lease (BOL); (ii) Privatisasi

produksi atas suatu jasa yang dibiayai oleh sektor publik.

Contohnya contracting out . (iii) Denasionalisasi yaitu menjual

sebagian atau seluruh aset perusahaan. Contohnya go public, direct placement; (iv) Liberalisasi yaitu menghilangkan monopoli dan

berbagai lisensi yang menghambat masuknya swasta; (v)

Korporasi yaitu privatisasi manajemen yang berupa pengalihan

manajemen pada pihak swasta berdasar perjanjian kerjasama.

Ramamurti41

membuat rangkuman dengan makna yang

lebih luas bahwa privatisasi umumnya mencakup tiga hal, yaitu (i)

Divestasi pemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan

pada swasta. Hal ini mencakup perubahan kontrol dari negara pada

swasta; (ii) Deregulasi Ekonomi, yang mencakup pelonggaran

ketentuan BUMN khususnya pada BUMN monopoli; (iii)

Liberalisasi, yaitu mencegah kekuatan tertentu dalam ekonomi

yang dapat menghambat kompetisi.

Definisi dan pengertian privatisasi akan sangat beragam

tetapi secara umum tetap dapat dirangkum sebagai berikut (i)

Perubahan bentuk usaha dari perusahaan negara menjadi

perusahaan berbentuk perseroan terbatas; (ii) Pelepasan sebagian

(besar atau kecil) atau seluruh saham dari suatu perusahaan yang

dimiliki negara kepada swasta, baik melalui private placement maupun public offering; (iii) Pelepasan hak atau aset milik negara

atau perusahaan yang saham-sahamnya dimiliki negara pada

swasta, baik pelepasan untuk selamanya (antara lain melalui jual

beli, hibah atau tukar guling) maupun pelepasan untuk sementara

waktu (termasuk dengan cara Build Operate Transfer); (iv)

Pemberian kesempatan pada swasta untuk menggeluti bidang

40

K Whitshire, Privatization: The British Experience –An Australian

Perspective (Melbourne: Longman Cheshire Pty Limited, 1987). 41

R Ramamurti, “Why are Developing Countries Privatizing”, Journal

of International Business Studies No. 23, 1992.

Page 46: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

35

usaha tertentu yang sebelumnya merupakan monopoli pemerintah;

(v) Membuat usaha patungan atau kerjasama dalam bentuk lain

dengan memanfaatkan aset pemerintah; (vi) Membuka dan

meningkatkan adanya persaingan sehat dalam dunia usaha.42

Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik benang

merahnya, bahwa privatisasi adalah pengalihan kepemilikan aset

yang sebelumnya dikuasai negara menjadi milik swasta.

Pengertian privatisasi tersebut sesuai dengan yang termaktub

dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Dalam UU

tersebut disebutkan bahwa privatisasi adalah penjualan saham

Persero (Perusahaan Perseroan), baik sebagian maupun seluruhnya,

kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai

perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat,

serta memperluas saham oleh masyarakat.43

C. Metode Privatisasi

Privatisasi BUMN dapat dilaksanakan dengan memilih

strategi yang paling cocok, sesuai dengan tujuan privatisasi, jenis

BUMN, kondisi BUMN, serta situasi sosial politik dari suatu

negara. Beberapa strategi yang dapat dipilih, antara lain public offering, private sale, new private investment, sale of assets, fragmentation, management/employee buy out, kontrak

manajemen, kontrak atau sewa aset, atau likuidasi.44

1. Public Offering Penawaran dapat dilakukan baik secara parsial maupun

secara penuh. Didalam transaksi ini pemerintah menjual sebagian

atau seluruh saham kepemilikannya atas BUMN yang diasumsikan

akan tetap beroperasi (going concern) dan menjadi perusahaan

publik. Seandainya pemerintah hanya menjual sebagian sahamnya,

42

Felix O. Soebagjo, Privatisasi BUMN dan Kekayaan Negara

Lainnya: Pandangan dari Sudut Hukum. Makalah pada seminar Privatisasi

BUMN dan Kekayaan Negara Lainnya tanggal 14-15 Mei 1996 di Jakarta. 43

UU BUMN Pasal 1 ayat 12. 44

Nankani, Helen, Techniques of Privatization of State-owned

Enterprises (The International Bank for Reconstructive and Development / The

World Bank, 1989).

Page 47: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

36

maka status BUMN itu berubah menjadi perusahaan patungan

pemerintah dan swasta. Pendekatan semacam ini dilakukan

pemerintah agar masih dapat mengawasi manajemen BUMN

patungan tersebut sebelum kelak diserahkan sepenuhnya kepada

swasta. Biasanya, dalam proses penjualannya melalui proses

tender yang kompetitif, dengan mempertimbangkan proposal yang

diajukan, negosiasi antara pemerintah dengan calon pembeli

swasta.45

Public offering ini cocok untuk memprivatisasi BUMN

yang cukup besar, memiliki potensi keuntungan yang memadai

dalam waktu dekat dapat direalisasi. BUMN harus bisa

memberikan informasi lengkap tentang keuangan, manajemen, dan

informasi lainnya, yang diperlukan masyarakat sebagai calon

investor. Public offering ini akan dapat terealisasi apabila telah

tersedia pasar modal, atau suatu badan formal yang dibentuk

dalam rangka menginformasikan, menarik, dan menjaring publik.

Di samping itu harus cukup tersedia likuiditas di pasar modal

tersebut. Metode public offering telah dipilih dalam rangka

privatisasi beberapa BUMN di Indonesia, antara lain PT. Semen

Gresik, PT. Indosat, PT. Timah, PT. Telkom, PT. Aneka

Tambang, dan Bank BNI.46

2. Private Sale Pada strategi ini, pemerintah menjual semua atau sebagian

saham yang dimiliki atas BUMN tertentu kepada satu atau

sekelompok investor tertentu. Calon investor pada umumnya

sudah diidentifikasi terlebih dahulu, sehingga pemerintah dapat

memilih investor mana yang paling cocok untuk dijadikan partner

usahanya. Strategi private sale ini fleksibel, tidak harus melalui

pasar modal. Cocok untuk privatisasi BUMN yang memiliki

kinerja rendah, yang belum layak untuk melakukan public offering.

BUMN ini memerlukan investor yang memerlukan usaha di bidang

industri yang sama, memiliki posisi keuangan yang kuat, dan

memiliki kinerja dan teknologi yang baik. Strategi ini juga cocok

45

Umar Juoro, “Evaluasi Program Privatisasi di Indonesia”, Jurnal

Reformasi Ekonomi Vol. 3 No. 2, 2002, 65. 46

M. Faisal Artjan, “IPO Sebagai Alternatif Privatisasi BUMN”,

Majalah Usahawan No. 02 Tahun XXIX, Februari 2000.

Page 48: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

37

untuk negara-negara yang belum memiliki pasar modal, atau

belum memiliki badan formal yang mampu menjaring investor

publik. Metode private sale telah dipakai oleh Banglasdeh untuk

memprivatisasi lebih dari 30 pabrik tekstil yang dimiliki oleh

pemerintah.47

3. New Private Investment New Private Investment dapat ditempuh oleh pemerintah

apabila pemerintah atau BUMN menghadapi keterbatasan untuk

mengembangkan usaha BUMN tersebut. Dalam hal ini,

pemerintah tidak menjual saham yang dimiliki atas BUMN, tetapi

mengundang investor untuk menyertakan modal, sehingga modal

BUMN akan bertambah. Penambahan modal tersebut sepenuhnya

masuk ke BUMN, dan tidak ada dana yang diterima oleh

pemerintah langsung. Kebijakan ini akan menyebabkan proporsi

kepemilikan saham pemerintah atas BUMN tersebut jadi

berkurang.48

New Private Investment cocok untuk mengembangkan

BUMN, namun BUMN mengalami kekurangan dana, misalnya

dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi atau menyediakan

infrastruktur dalam rangka peningkatan produksi. Jadi, sasaran

utamanya bukan untuk menjual BUMN. Metode ini telah

diimplementasikan oleh pemerintah Gambia untuk memprivatisasi

Senegambia Hotel, dan pemerintah Zambia untuk memprivatisasi

Zambia Breweries.

4. Sale of Assets Pada strategi ini pemerintah tidak menjual saham yang

dimiliki atas saham BUMN tertentu, tetapi menjual aset BUMN

secara langsung kepada pihak swasta. Alternatif lain, pemerintah

tidak menjual aset BUMN secara langsung, tetapi

menggunakannya sebagai kontribusi pemerintah dalam

47

Nankani, Helen, Techniques of Privatization of State-owned

Enterprises (The International Bank for Reconstructive and Development / The

World Bank, 1989). 48

Syahrir Ika dan Agunan P. Samosir, “Analisis Privatisasi BUMN

dalam Rangka Pembiayaan APBN”, Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol. 6 No.

4, 2002.

Page 49: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

38

pembentukan perusahaan baru, bekerjasama dengan pihak swasta.

Dalam memilih mitra usaha, tentunya pemerintah akan memilih

pihak-pihak yang telah dikenal sebelumnya.

Kebijakan penjualan aset ini lebih fleksibel dan lebih

mudah dilaksanakan, dibandingkan menjual perusahaan secara

keseluruhan. Kebijakan ini cocok untuk dilaksanakan apabila

menjual perusahaan secara keseluruhan merupakan target yang

sulit dicapai. Pemerintah dapat menjual seluruh aset yang dimiliki

BUMN, write off semua hutang, dan melikuidasi BUMN tersebut.

Metode sale of assets ini dipakai oleh pemerintah Australia

pada waktu memprivatisasi Bellconen Mall, pemerintah Togo

pada waktu Sodeto, serta pemerintah Gabon pada waktu

memprivatisasi Societe de Bois Piza.49

5. Fragmentation Dalam strategi fragmentation, BUMN direorganisasi atau

dipecah-pecah menjadi beberapa perusahaan. Salah satu atau

beberapa anak cabang kemudian dijual kepada pihak swasta.

Kebijakan ini akan menghasilkan beberapa pemilik baru atas satu

BUMN, sehingga diharapkan dapat menciptakan usaha bisnis

yang lebih kompetitif. Strategi ini cocok untuk menjual BUMN

yang besar, dengan harga yang mahal. Karena mahalnya, biasanya

tidak banyak calon investor yang tertarik untuk membeli. Dengan

dipecah-pecah, harganya menjadi lebih murah, dan alternatif untuk

seorang menjadi lebih banyak. Ia dapat memilih bagian mana yang

paling menarik untuk dibeli.

Suatu BUMN yang besar dapat menjadi perusahaan

monopoli. Dengan dipecah-pecah, BUMN bisa menjadi beberapa

perusahaan yang saling bersinergi, dan dapat menimbulkan suatu

persaingan yang sehat. Indonesia telah menerapkan metode

fragmentation pada saat memprivatisasi PT. Krakatau Steel.

Metode ini juga telah dipakai oleh pemerintah Singapura pada saat

memprivatisasi Port of Singapore, dan pemerintah Malaysia pada

saat memprivatisasi Port Kelong.

49

Nankani, Helen, Techniques of Privatization of State-owned

Enterprises (The International Bank for Reconstructive and Development / The

World Bank, 1989).

Page 50: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

39

6. Management/Employee Buy Out Pada strategi ini, pemerintah mengalokasikan sejumlah

saham untuk dibeli oleh para manajer dan karyawan BUMN, atau

koperasi karyawan BUMN. Strategi ini cocok untuk transfer

kepemilikan BUMN dari pemerintah kepada para manajer dan

karyawan BUMN. Dengan memiliki saham, para manajer dan

karyawan BUMN diharapkan akan bekerja lebih serius, sehingga

kinerja BUMN akan meningkat. Strategi ini cocok untuk BUMN

yang akan diprivatisasi, namun belum layak untuk melakukan

public offering karena kinerjanya yang kurang baik. Daripada

BUMN dilikuidasi, maka strategi ini merupakan alternatif yang

lebih baik. Strategi management/employee buy out dipilih oleh

pemerintah Iceland untuk memprivatisasi Icelandair. Pemerintah

Inggris juga melakukan metode yang sama untuk memprivatisasi

National Bus Company dan British Ship Builder.50

7. Kontrak Manajemen Dalam strategi kontrak manajemen, pemerintah

mengundang perusahaan swasta untuk ‚mengelola‛ BUMN selama

periode tertentu, dengan memberikan imbalan tertentu

(dituangkan dalam kontrak kerjasama). Perusahaan tersebut harus

bergerak dibidang yang sama, memiliki pengalaman yang cukup,

memiliki teknologi dan sumber daya manusia yang lebih baik.

Strategi kontrak manajemen dimaksudkan untuk (1) meningkatkan

kinerja BUMN, (2) memperoleh keuntungan yang optimal, (3)

transfer manajemen, budaya kerja, skill, dan teknologi. Tidak ada

transfer kepemilikan dalam strategi ini. Privatisasi yang dilakukan

hanya bersifat privatisasi pengelolaan, bukan privatisasi

kepemilikan. Strategi kontrak manajemen dapat dipakai sebagai

strategi antara sebelum privatisasi kepemimpinan dilaksanakan.

Kontrak manajemen merupakan strategi yang baik apabila kondisi

BUMN belum layak untuk dijual. Strategi ini dapat dipakai untuk

meningkatkan kinerja BUMN, baik untuk BUMN yang

50

Nankani, Helen, Techniques of Privatization of State-owned

Enterprises (The International Bank for Reconstructive and Development / The

World Bank, 1989).

Page 51: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

40

memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, maupun BUMN

yang akan diprivatisasi kepemilikannya.

8. Kontrak atau Sewa Aset

Kontrak atau sewa aset adalah strategi dimana pemerintah

mengundang perusahaan swasta untuk menyewa aset atau fasilitas

yang dimiliki BUMN selama periode tertentu. Pemerintah atau

BUMN dengan segera akan mendapatkan uang sewa dari

perusahaan penyewa, tanpa melihat apakah perusahaan tersebut

memperoleh keuntungan atau tidak. Perusahaan penyewa

berkewajiban untuk memelihara aset atau fasilitas yang

disewanya. Aset atau fasilitas yang disewa bisa termasuk SDM

yang mengelola fasilitas atau aset tersebut. Strategi ini cocok

untuk meningkatkan return on assets (ROA), sehingga aset BUMN

bisa dimanfaatkan secara optimal.

PT. Tambang Timah (Indonesia) telah menerapkan metode

ini. Demikian pula Port Kelang dan National Park Facilities dari

Malaysia, serta Port of Singapore dari Singapura. BUMN-BUMN

tersebut telah menyewakan aset yang dimiliki dalam rangka

meningkatkan ROA.51

9. Likuidasi

Likuidasi merupakan alternatif terakhir yang dapat

dilakukan pemerintah terhadap BUMN. Alternatif ini dapat dipilih

apabila BUMN tersebut adalah BUMN komersial, bukan BUMN

public utilities atau memberikan public services, tetapi dalam

kenyataannya tidak pernah mendapatkan keuntungan dan selalu

menjadi beban negara.

10. Initial Public Offering (IPO) Initial Public Offering merupakan strategi privatisasi

BUMN dengan cara menjual sebagian saham yang dikuasai

pemerintah kepada investor publik untuk yang pertama kalinya.

Artinya, saham BUMN tersebut belum pernah dijual melalui pasar

51

Nankani, Helen, Techniques of Privatization of State-owned

Enterprises (The International Bank for Reconstructive and Development / The

World Bank, 1989).

Page 52: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

41

modal pada waktu sebelumnya. Metode IPO dapat menghasilkan

dana segar dalam jumlah yang besar bagi pemerintah, tanpa harus

kehilangan kendali atas BUMN tersebut. Investor publik pada

umumnya membeli saham untuk tujuan investasi, dengan

persentase kepemilikan yang relatif kecil. Pada umumnya mereka

tidak bermaksud untuk ikut serta dalam kegiatan operasional

perusahaan. Dengan demikian IPO ini cocok untuk dipilih apabila

nilai saham yang akan diprivatisasi jumlahnya cukup besar,

BUMN memiliki kondisi keuangan yang baik, memiliki kinerja

manajemen yang baik, tersedia cukup waktu untuk melaksanakan

IPO, serta cukup tersedia likuiditas dana di pasar modal.

D. Pro-Kontra Seputar Privatisasi

Privatisasi BUMN telah menimbulkan pro dan kontra di

kalangan masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat setuju

dengan privatisasi sepanjang privatisasi dapat memberikan

manfaat yang lebih baik, sementara sebagian masyarakat menolak

privatisasi karena dianggap tidak nasionalis dan menghabiskan

aset negara. Mereka berpendapat bahwa BUMN adalah aset negara

yang harus tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah,

walaupun tidak mendatangkan manfaat karena terus merugi.

Misalnya kasus penjualan saham PT. Semen Gresik Group kepada

Cemex. Kebijakan ini ditolak oleh Serikat Pekerja Semen Gresik

(SPSG) dengan melakukan mogok kerja.52

Pelaksanaan privatisasi BUMN yang dicanangkan oleh

pemerintah Indonesia ternyata tidak dapat berjalan mulus

sebagaimana yang diharapkan. Realisasi privatisasi BUMN tahun

2001 hanya mampu mencapai 50% dari target, sembilan BUMN

yang seharusnya diprivatisasi pada tahun 2001 terpaksa di carry over ke tahun 2002. Sementara itu untuk tahun 2002 sendiri,

pemerintah mentargetkan privatisasi untuk 15 BUMN.53

Pelaksanaan privatisasi yang terjadi sampai saat ini masih

terkesan ruwet, berlarut-larut, dan tidak transparan. Dikatakan

52

Komisi V DPR, “Tunda Privatisasi BUMN”, Kompas 9 Januari 2002. 53

Purwoko, “Model Privatisasi BUMN yang Mendatangkan Manfaat

bagi Pemerintah dan Masyarakat Indonesia”, Kajian Ekonomi dan Keuangan

Vol. 6 No. 1, 2002, 4.

Page 53: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

42

ruwet karena tidak adanya aturan yang jelas tentang tata-cara dan

prosedur privatisasi. Proses privatisasi dari setiap BUMN

dilakukan dengan prosedur dan perlakuan yang berbeda.

Pelaksanaan privatisasi juga terkesan berlarut-larut, keputusan

yang sudah diambil pemerintah tidak bisa dengan segera

dilaksanakan karena berbagai alasan. Keputusan untuk

menentukan pemenang tender privatisasi juga tidak ada aturan

atau formula yang jelas, sehingga terkesan pemerintah kurang

transparan dalam proses privatisasi.54

Kegagalan pelaksanaan privatisasi juga disebabkan adanya

penolakan terhadap privatisasi BUMN. Penolakan terhadap

privatisasi BUMN dapat dilihat dari maraknya demo-demo untuk

menentang privatisasi BUMN, baik yang dilakukan oleh

masyarakat maupun oleh karyawan BUMN. Sebagai contoh,

survey yang digelar di 17 negara Amerika Latin tahun 2001

menunjukkan bahwa 64% responden menolak privatisasi BUMN

di negara mereka.55

Penolakan serupa juga terjadi di Indonesia

misalnya dalam kasus privatisasi PT. Indosat tahun 2003. Dalam

hal ini, kontroversi mencuat seputar: Pertama, ketidakjelasan

alasan ditempuhnya privatisasi mengingat PT. Indosat adalah

BUMN ‘sehat’.56

Kedua, indikasi adanya praktik korupsi.57

Ketiga, nilai strategis layanan satelit Indosat bagi pertahanan

nasional.58

Keempat, indikasi monopoli layanan telekomunikasi

oleh Singapura yang dimaknai sebagai wujud ‘menjual negara’.59

Perdebatan yang sama juga mewarnai kasus privatisasi air seperti:

Pertama, dugaan nepotisme dalam penyelenggaraan tender, dan

54

Komisi V DPR, “Tunda Privatisasi BUMN”, Kompas 9 Januari 2002. 55

David Tannenbaum, “Obsessed: The Latest Chapter in the World

Bank’s Privatization Plans”, Multinational Monitor Vol. 23 No. 9, September

2002. 56

Andi Irawan, “Penolakan Privatisasi PT. Indosat”, Koran Tempo, 3

Januari 2003. 57

“Komisi Gabungan DPR Panggil Menneg BUMN Soal Indosat”,

Kompas 17 Januari 2003. 58

Marusha Lbn Gaol dan Adler Haymans Manurung, “Privatisasi

Bagaikan Dua Bola Panas”, Suara Pembaruan, 29 Januari 2003. 59

Yogi Supardi, “Masalah Penjualan Saham Indosat Kepada Asing”,

Media Indonesia, 26 Februari 2003.

Page 54: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

43

kedua, melambungnya harga jual air yang semakin tidak

terjangkau konsumen.60

Kontroversi juga terjadi dalam proses privatisasi yang

dilakukan negara-negara lain, misalnya dalam industri batu bara

Rusia.61 Pertama, privatisasi justru merusak lapangan kerja yang

sudah ada dan tidak membuka kesempatan kerja baru. Kedua,

privatisasi cenderung menstimulasi korupsi alih-alih

menguranginya. Ketiga, privatisasi tidak berdampak positif

terhadap pertumbuhan ekonomi. Dampak sosial-ekonomi terparah

privatisasi mungkin dialami oleh masyarakat Amerika Latin.

Epidemi kolera tahun 1991 yang melanda kawasan itu - dimulai

dari Peru, menyebar ke Ekuador, Kolombia, Cile, dan ujung barat

Brasil - adalah buntut langsung dari liberalisasi harga yang

merupakan paket program penyesuaian struktural IMF.62

Berbagai dampak negatif privatisasi menguatkan argumen

bahwa privatisasi tidak sedikit pun memberikan kontribusi bagi

pencapaian tujuan publik sekalipun efisiensi produksi bisa

tercapai. Asumsi Washington Consensus jelas mengabaikan

dimensi keadilan sosial, pemerataan, serta memarjinalisasi peran

negara dalam aktivitas perekonomian khususnya bagi negara

berkembang seperti Indonesia.

Asumsi Washington Consensus bahwa pasar merupakan

mekanisme sosial yang paling efisien dalam memaksimalkan

kesejahteraan sosial kemudian mendapat tantangan. Negara-

negara berkembang banyak yang mempertanyakan manfaat rezim

tersebut bagi pembangunan negaranya. Beberapa persoalan yang

disoroti terkait dengan kelemahan Washington Consensus sendiri

ialah (i) redistribusi pendapatan, (ii) isu-isu sosial seperti

ketenagakerjaan, serta (iii) problem lingkungan hidup.63

Selain itu,

60 Bonnie Setiawan, Menggugat Globalisasi (Jakarta: INFID, 2000), 36-

37. 61

Igor Artemiev dan Michael Haney, “The Privatization of Russian

Coal Industry: Policies and Processes in the Transformation of a Major

Industry”, World Bank Policy Research Working Paper No. 2820, 11 April 2002. 62

Kisah tentang kaitan antara epidemi kolera dengan kebijakan IMF ini

diulas oleh Noreena Hertz, The Debt Threat: How Debt Is Destroying the

Developing World (New York: Harper Business, 2004), 142-147. 63

Syamsul Hadi, et. al., Post Washington Consensus dan Politik

Privatisasi di Indonesia (Tangerang: Penerbit Marjin kiri, 2007).

Page 55: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

44

dalam kasus penerapan Structural Adjustment Program di berbagai

negara yang tidak memperhatikan struktur ekonomi nasional yang

berbeda-beda, program restrukturisasi ekonomi nasional juga

mengalami distorsi pasar dan menyebabkan kondisi moneter

menjadi fluktuatif.

Post-Washington Consensus berdiri sebagai gagasan para

ekonom yang justru melakukan otokritik terhadap rezim

neoliberalisme ekonomi yang selama itu berjalan. Joseph Stiglitz

pun mengundurkan diri dari jabatannya di Bank Dunia menjelang

akhir 1990-an karena merasa Bank Dunia tidak bekerja secara

semestinya. Masih terjadi dikotomi yang lebar antara negara

dengan pasar.

Publikasi Bank Dunia sebenarnya juga perlahan-lahan

menyisipkan gagasan mengenai reformasi Washington Consensus

ini sendiri. Publikasi yang berjudul East Asian Miracle

menunjukkan bahwa negara dan pasar bukanlah kutub-kutub yang

saling berlawanan, namun sebagai mitra yang produktif. Post-Washington Consensus berusaha mentransformasikan sikap anti-

pasar kedalam kerjasama negara dengan pasar global, untuk itu

Stiglitz merumuskan tiga komponen penting dalam mewujudkan

transformasi tersebut: (i) intelektual yang mumpuni, (ii) kebijakan

pemerintah, dan (iii) perawatan dan pendokumentasian ideologi

negara secara bersinambungan.64

Gore berargumen bahwa Washington Consensus

menciptakan turunan kebijakan pembangunan yang pincang akibat

globalisasi ekonomi yang parsial. Washington Consensus juga

mereduksi peran negara yang hanya sebagai penjamin

pertumbuhan GDP, dan diimplementasikan melalui alur top-down,

dimotori oleh persyaratan donor, serta dipimpin oleh para ahli dari

luar negeri.65

Washington Consensus secara garis besar

memikirkan bahwa sektor publik merupakan beban negara, karena

tidak menghasilkan keuntungan. Logika Washington Consensus

64

Ben Fine, dalam Ben fine , Costas Lapavitsas, dan Jonathan Pincus

(eds), Development Policy in the Twenty First Century Beyond the Post-

Washington Consensus (London: Routledge Taylor and Francis Group, 2003), 3. 65

Charles Gore, “The Rise and Fall of the Washington Consensus as a

Paradigm for Developing Countries”, Journal of World Development Vol. 28

No. 5, 2002, 795.

Page 56: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

45

menjadi terlalu sederhana, yang menyamakan fungsi negara

dengan perusahaan. Hal tersebutlah yang akhirnya memicu

resistensi masyarakat sipil, serta ketidakmampuan negara untuk

sigap dalam menjalankan pengawasan dan manajemen terhadap

privatisasi sektor publik.66

66

Dewa Ayu Putu Eva Wishanti, Politik Privatisasi Air di Argentina

(1990-1999) Sebagai Upaya Restrukturisasi Ekonomi Nasional dibawah Rezim

Washington Consensus (Jakarta: Tesis Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2012), 102.

Page 57: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

47

BAB III

PRIVATISASI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DAN

EKONOMI KONSTITUSI

Pada bab ini penulis akan membandingkan konsep

kepemilikan publik yang terkandung dalam ajaran ekonomi Islam

dengan konsep kepemilikan publik yang tertuang dalam sistem

ekonomi yang dijalankan di Indonesia. Sebenarnya, ada beberapa

nama untuk penyebutan sistem ekonomi yang dianut oleh negara

Indonesia, diantaranya adalah sistem ekonomi Pancasila, sistem

ekonomi kerakyatan dan sistem ekonomi Konstitusi. Penyebutan

yang terakhir inilah yang penulis ambil dalam mengkonsepkan

suatu sistem ekonomi yang menuangkan prinsip-prinsip dasar

kebijakan ekonominya pada konstitusi dalam sebuah negara.

A. Konsep Kepemilikan dalam Ekonomi Islam

Ekonomi Islam, menurut para pembangun dan

pendukungnya, dibangun di atas, atau setidaknya diwarnai, oleh

prinsip-prinsip relijius, berorientasi dunia dan akhirat. Dalam

tataran paradigma seperti ini, para ekonom muslim masih dalam

satu kata, atau setidaknya, tidak ada perbedaan yang berarti.1

Mayoritas para ekonom muslim sepakat mengenai dasar pilar atau

fondasi filosofis sistem ekonomi Islam: Tauh}i>d, Khila>fah, ‘Iba>dah,

dan Taka>ful,2 Khurshid Ahmad menambahkan: Rubu>biyyah dan

Tazkiyyah,3 serta Mas’ul>iyyah (accountability).

4

1 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: The International

Institute of Islamic Thought Indonesia, 2002), 13. Lihat juga Adiwarman

Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro (Jakarta: The

International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2002), 195-197. Dan lihat

juga M.B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islam (Jogjakarta:

Ekonisia, 2003), 89-93. 2 Mohammed Aslam Haneef, Contemporary Islamic Economic

Thought: A Selected Comparative Analysis (Kuala Lumpur: Ikraq, 1995), 2.

Lihat juga M. Nejatullah Siddiqi, Muslim Economic Thingking: A Survey of Contemporary Literature (Leicester: The Islamic Foundation, 1988).

3 Khurshid Ahmad, ‚Economic Development in an Islamic

Framework‛, dalam Khurshid Ahmad (ed.), Studies in Islamic Economics

(Leicester: The Islamic Foundation, 1980), 178-179.

Page 58: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

48

Persoalan yang dihadapi umat manusia sekarang adalah

munculnya suatu pandangan yang menempatkan aspek material

yang bebas dari dimensi nilai pada posisi yang dominan.

Pandangan hidup yang berpijak pada ideologi materialisme inilah

yang kemudian mendorong perilaku manusia menjadi pelaku

ekonomi yang hedonistik, sekularistik, dan materialistik. Dampak

yang ditimbulkan dari cara pandang inilah yang kemudian

membawa malapetaka dan bencana dalam kehidupan sosial

masyarakat seperti eksploitasi dan perusakan lingkungan hidup,

disparitas pendapatan dan kekayaan antar golongan dalam

masyarakat dan antar negara di dunia, lunturnya sikap

kebersamaan dan persaudaraan, timbulnya penyakit-penyakit

sosial, timbulnya revolusi sosial yang anarkis dan sebagainya.

Disinilah Islam melontarkan kritik terhadap sistem

ekonomi kapitalis yang bertanggung jawab terhadap perubahan

arah, pola dan struktur perekonomian dunia sekarang ini. Perlu ada

suatu kajian yang intensif dalam memberikan alternatif

pandangan, rumusan dan strategi pembangunan ekonomi yang

humanistik dengan menggali inspirasi nilai-nilai yang terkandung

dalam Al-Qur’an, hadis dan sunnah, serta khasanah pemikiran para

cendekiawan muslim.5

Teks-teks keagamaan (An-Nus}u>s{ Ash-Shar’iyyah) memuat

banyak sekali pesan yang berkaitan dengan bidang kehidupan

perekonomian, baik secara eksplisit (s{ari>h) maupun implisit

(ghairu s{ari>h). Hanya saja secara keseluruhan aksentuasi dari nas{-nas{ tersebut lebih pada ajaran-ajaran atau pesan moral

universalnya, sesuai dengan semangat dasar Al-Qur’an itu sendiri

yaitu semangat moral yang menekankan pada ide-ide keadilan

sosial dan ekonomi.6

Sebagai realisasi universalitas Islam, masalah kepemilikan

diatur secara luas dalam Fikih Mu’amalah dalam bidang Al-Ma>l

4 M. Akhyar Adnan , An Investigation of Accounting Concepts and

Practices in Islamic Banks: The Cases of Bank Islam Malaysia Berhad and Bank Muamalat Indonesia (Thesis University of Wollongong, 1996), 136-137.

5 Muhammad Iswadi, ‚Ekonomi Islam: Kajian, Konsep, dan

Pendekatan‛, Maz{a>hi>b Vol. IV No. 1, Juni 2007. 6 Fazlurrahma>n, Islam , cet. II terj. Ahsin Mohammad (Bandung:

Pustaka, 1994), 36.

Page 59: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

49

(harta benda) dan Al-Milk (milik).7 Perihal kepemilikan diatur

agar tidak terjadi pelanggaran hak (milik) seseorang oleh pihak

lain, sebab manusia memiliki kecenderungan materialistis. Islam

mengakui adanya hak milik pribadi maupun milik umum. Islam

juga menghormati hak milik sekaligus memberikan aturan-

aturannya, seperti jika hak milik seseorang telah mencapai jumlah

tertentu harus didistribusikan kepada orang lain. Penghormatan

Islam terhadap adanya hak milik tercermin secara nyata dalam

konsep haq al-adami>, di samping itu perlindungan keselamatan hak

milik pribadi pun diberikan Islam dengan ditentukannya sanksi

pidana terhadap orang yang merampasnya, baik melalui cara

pencurian ataupun perampokan.8

Kepemilikan terhadap harta benda merupakan hal

mendasar bagi setiap individu dalam menjalankan aktifitasnya.

Batas-batas kepemilikan yang berkaitan dengan jumlah,

pemanfaatan maupun kebebasan dalam pemanfaatan sangat

dipengaruhi oleh ajaran mendasar, baik melalui ajaran agama

maupun paham ideologi. Secara umum batasan yang

diperbincangkan adalah kepemilikan umum dan pribadi,

penggunaan pada obyek-obyek usaha maupun batas maksimal dari

kepemilikan.9

Dalam pandangan Islam, pemilik asal semua harta dengan

segala macamnya adalah Allah SWT, sebab Dialah Pencipta,

Pengatur, dan Pemilik segala yang ada di alam semesta ini.10

Hak

7 M. Yusuf Musa, Al-Fiqh Al-Isla>mi> (Kairo: Da>r Al-Kutu>b Al-

H}adi>thah, 1954), 250. 8 Ahmad Azhar Bashir, Refleksi atas Persoalan Keislaman (Bandung:

Mizan, 1993), 180. 9 Syafiq M. Hanafi, Sistem Ekonomi Islam & Kapitalisme : Relevansi

Ajaran Agama Islam dalam Aktivitas Ekonomi (Cakrawala, Maret 2007), 73. 10

Ahmad Muhammad Al-Assa>l dan Fath}i Ah}mad ‘Abd Al-Kari>m,

Sistem, Prinsip, dan Tujuan Ekonomi Islam, ter. Imam Saefudin (Bandung:

Pustaka Setia, 1999), 40. Hal ini berbeda dengan konsep kepemilikan pada

ekonomi kapitalisme dan sosialisme. Konsep kepemilikan pada ekonomi

kapitalisme bersandar pada falsafah individualisme, yang memandang bahwa

individu merupakan proses segala yang ada dan kebahagiaan individu,

kemerdekaan, dan kebebasannya merupakan cita-cita sistem politik dan

ekonomi. Oleh karena itu, ia memandang suci terhadap hak milik individu.

Sebaliknya, konsep kepemilikan pada ekonomi sosialisme bersandar pada

falsafah kolektivisme, yang beranggapan bahwa dasar pokok adalah orang

Page 60: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

50

milik dalam Islam selalu dihubungkan dengan keberadaan manusia

sebagai khalifah di bumi yang bertugas untuk memakmurkan bumi

sebagai manifestasi pertanggungjawabannya. Islam mengajarkan

bahwa kepemilikan yang paling asasi dari seluruh harta adalah

Allah11

, manusia menjadi pemilik atas harta hanya sebagai amanat

dari Allah. Pemanfaatan kepemilikan oleh manusia sebatas sebagai

makhluk yang harus sesuai dengan ketetapan-Nya, dan untuk

tujuan yang telah ditetapkan melalui ajaran agama.12

Hak milik merupakan bagian dari pembahasan harta benda

(Al-Ma>l), yang merupakan kajian dari Fikih Mu’amalat.13

Karena

semua harta kekayaan merupakan milik Allah SWT, maka hanya

Dia pula yang berhak dan memiliki otoritas penuh menyerahkan

kekayaan tersebut kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Siapapun

yang telah mendapatkan izin dari Allah SWT memiliki suatu

harta, berarti dia adalah pemilik sah harta tersebut. Sebaliknya,

siapapun yang tidak mendapatkan izin dari-Nya untuk memiliki

suatu harta, dia bukan sebagai pemilik sah harta tersebut,

sekalipun secara fakta harta itu berada di tangannya atau di bawah

banyak. Individu merupakan bagian dari salah satu anggota dari orang banyak.

Ia tak dapat hidup diluar mereka, dan tak dapat merasakan kebebasannya

kecuali dalam lingkungan mereka, ia tak memiliki hak-hak kecuali yang diakui

dan memenuhi syarat terpeliharanya orang banyak. Lihat Ah}mad Muh}ammad

Al-‘Assa>l dan Fath }i Ah}mad ‘Abdul Kari>m, Sistem, Prinsip, dan Tujuan Ekonomi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 40-41.

11 QS. Al-Ma>’idah: 17. ‚Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi

dan apa yang diantara keduanya, Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu‛.

12 Secara teologis kepemilikan dengan melihat Allah sebagai sentral

dan manusia sebagai makhluk-Nya, dibagi menjadi 2 : a. Kepemilikan absolut

(milkiyyah al-azal) yaitu Allah yang mempunyai kekuasaan penuh atas segala

ciptaan-Nya termasuk manusia. Sedangkan yang b. Kepemilikan relatif atau

titipan (milkiyyah al-istikhla>f wa al-ama>nah) yaitu kepemilikan yang dimiliki

manusia sebagai amanat dari Allah. H}asan Sirriy, Al-Iqtis}ha>d Al-Isla>mi>: Maba>di> wa Khasha>is wa Ahda>f, Markaz Al-Iskandariyah li al-kita>b, 1998, 76. Lihat QS.

Al-Hadi>d: 7. ‚Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya‛.

13 Wahbah Az-Zuhaili> membagi teori-teori fiqh menjadi 5, yaitu : teori

hak (naz}a>riyah al-haq), harta benda (al-amwa>l), kepemilikan (al-milkiyah), teori

perikatan (naz}a>riyah al-‘ `aqd), hukum syariah (al-muayyida>t ash-shar`’iyyah), dan

teori pembatalan (naz}a>riyah al-faskh). Lihat Dr. Wahbah az Zuhaili>, Al Fiqh Al-Isla>mi> wa Adillatuhu (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1984) cet. Ke-4, Jilid 4, 2833.

Page 61: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

51

kekuasaannya. Dengan demikian, sebuah kepemilikan atas harta

kekayaan oleh manusia baru dapat dipandang sah manakala telah

mendapatkan izin dari Allah SWT untuk memilikinya.14

Kepemilikan (milk) secara bahasa dapat diartikan memiliki

sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya.15

Secara

umum, kepemilikan dipahami sebagai dimensi kepenguasaan orang

terhadap sesuatu (barang atau benda) dan barang tersebut berada

dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum,

sehingga ia berhak mempergunakannya menurut kehendaknya dan

tidak ada orang lain, baik itu perorangan atau lembaga, yang dapat

menghalang-halanginya dalam memanfaatkan barang tersebut.

Namun, dari sudut pandang Islam bukan berarti kepemilikan

tersebut mutlak adanya.16

Kekhasan konsep Islam mengenai

kepemilikan ini terletak pada kenyataan bahwa dalam Islam,

legitimasi kepemilikan itu tergantung pada moral.17

Bahwa kepemilikan atas suatu harta semata-mata karena

adanya izin dari Allah SWT dapat dilihat dengan mudah dalam

kasus hukum waris. Penetapan pembagian hukum waris semata-

mata ditentukan oleh Allah SWT atau hukum shara’. Allah SWT

menerangkan siapa saja yang berhak atas harta warisan itu

sekaligus prosentase yang didapatkannya. Sedangkan orang yang

meninggal (pemilik awal harta tersebut) sama sekali tidak berhak

menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan harta warisnya

dan berapa bagian yang didapatkannya. Ia hanya diberi hak untuk

memberi wasiat kepada selain ahli waris yang jumlahnya tidak

boleh lebih dari sepertiga harta yang ditinggalkan.

Menurut Wahbah Az-Zuhaili>, kepemilikan adalah

hubungan antara seseorang dengan harta benda yang disahkan oleh

syariah, sehingga orang tersebut menjadi pemilik atas harta benda

14

Rahmat S. Labib, Privatisasi dalam Pandangan Islam (Tangerang:

WADI Press, 2005), 68. 15

Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi (Jakarta: Sinar Grafika,

2000), 5. 16

Ikhwan Abidin Basri, ‚Kepemilikan dalam Islam dalam Kategori

Fiqh Ma>liyah‛, 2000. www.republika.co.id 17

M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta:

Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), 63-64.

Page 62: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

52

itu, dan berhak menggunakannya selama tidak ada larangan

terhadap penggunaannya.18

Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah, hak milik adalah

sebuah kekuatan yang didasari atas syariat untuk menggunakan

sebuah obyek, tetapi kekuatan itu sangat bervariasi bentuk dan

tingkatannya. Kadang kekuatan ini sangat lengkap, sehingga

pemilik benda berhak untuk menjual, memberikan, meminjamkan,

atau menghadiahkan, mewariskan atau menggunakannya untuk

tujuan produktif. Tetapi kadang kekuatan tersebut tidak lengkap,

sehingga hak pemilik menjadi terbatas.19

Sementara ‘Ali> Al-Khafi>f menyebutkan berbagai macam

definisi hak milik, sesuai dengan cara pandang yang berbeda-beda.

Dari segi arti dan sumbernya, maka hak milik adalah keterikatan

terhadap benda yang menghalangi pihak lain untuk memanfaatkan

benda tersebut. Kriteria ini mencakup hak milik terhadap benda

dan hak milik terhadap manfaatnya saja. Dari segi sifat atau

hukum, hak milik adalah hukum syariat yang ditetapkan pada

sebuah benda atau manfaatnya, yang memungkinkan pemiliknya

untuk memanfaatkannya.20

Terdapat jenis-jenis harta yang terkategori sebagai

kepemilikan umum, sehingga setiap orang berhak memanfaatkan

harta tersebut. Juga, terdapat jenis-jenis harta yang termasuk

dalam kepemilikan negara. Dengan demikian, dalam konsep

ekonomi Islam kepemilikan terklarifikasi menjadi tiga jenis, yakni:

(1) kepemilikan individu, (2) kepemilikan umum, dan (3)

kepemilikan negara.21

18

Wahbah Az-Zuhaili>, Al-Fiqh Al-Isla>mi> wa Adillatuhu..., 2892. 19

A. Islahi, Konsep Ekonomi Islam ter. Anshari Thayib (Surabaya:

Bina Ilmu, 1997), 137. 20

‘Ali> Al-Khafi>f, Al-Milkiyah fi> Ash-Shari’>ah Al-Isla>miyah ma’a Al-

Muqa>ranah bi Ash-Sharh Al-Wad`iyyah (Kairo: Da>r Al-Fikr Al-‘Arabi>, 1996),

18-20. 21

Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni>, An-Niz}a>m Al-Iqtis}a>di> fi> Al-Isla>m

(Beiru>t: Da>r Al-Ummah, 2004), 69; Al-H}amshari, An-Niz}a>m Al-Iqtis}a>di>, 165-

194; Yunus Al-Misri, Us}u>l Al-Iqtis{a>di> Al-Isla>mi> (Damaskus: Da>r Al-Qala>m,

1999), 41-48; A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Islam, ter. Anshari Thayib

(Surabaya: Bina Ilmu, 1997), 138-145.

Page 63: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

53

a. Kepemilikan Individu (Al-Milkiyyah Al-Fard}iyah/Private Property)

Kepemilikan individu (Al-Milkiyyah Al-Fard}iyyah) adalah

hukum shara’ yang berlaku bagi zat ataupun kegunaan (utility)

tertentu, yang memungkinkan pemiliknya untuk memanfaatkan

barang tersebut, serta memperoleh kompensasinya baik karena

diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa ataupun

karena dikonsumsi dari barang tersebut.22

Adanya wewenang kepada manusia untuk membelanjakan,

menafkahkan, dan melakukan berbagai bentuk transaksi atas harta

yang dimiliki, seperti menjual, menggadaikan, menyewakan,

menghibahkan, mewasiatkan, dan lain-lain juga merupakan bukti

diakuinya kepemilikan individu. Disamping itu juga ditentukan

tindakan-tindakan atau kondisi-kondisi tertentu yang diakui

sebagai sebab kepemilikan. Tindakan menghidupkan tanah mati,

membeli, mendapatkan hadiah, atau memperoleh waris suatu

tanah, misalnya, dapat dikategorikan sebagai salah satu sebab

memiliki tanah tersebut.23

Menurut Muhammad Akram Khan24

, manusia diberi hak

untuk memiliki kekayaan di bawah kemahakuasaan Allah. Oleh

karena manusia bukanlah pemilik yang sesungguhnya, maka cara

memanfaatkannya pun telah pula ditetapkan oleh pemiliknya yang

sesungguhnya, (yakni Allah Yang Maha Kuasa). Sesudah

meninggal dunia, setiap orang harus mempertanggung jawabkan

semua sumber yang telah dianugerahkan dan diserahkan

penggunaannya kepadanya di dalam kehidupan dunia ini sebagai

khalifah Allah.

Muslehuddin25

berpandangan bahwa pemilikan kekayaan

oleh swasta atau pribadi dianggap sebagai dorongan untuk

memacu upaya terbaik manusia; pemilikan tersebut dengan hebat

telah menambah kekayaan masyarakat. Tetapi bagi seorang

22

Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni>, An-Niz}a>m Al-Iqtis{{a>di> fi> Al-Isla>m, 72. 23

Rahmat S. Labib, Privatisasi dalam Pandangan Islam, 70. 24

Muhammad Akram Khan, Economic Teachings of Prophet

Muhammad (Islamabad: International Institute of Islamic Economics, 1989),

267-268. 25

Muhammad Muslehuddin, Insurance and Islamic Law (New Delhi:

Adam Publishers, 2006).

Page 64: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

54

sosialis, pemilikan swasta atau pribadi merupakan sebab utama

terjadinya distribusi kekayaan yang irasional dan tidak adil.

Konsep Islam tentang pemilikan swasta atau pribadi memiliki sifat

yang unik. Pada dasarnya pemilikan itu ada di tangan Allah, dan

hanya sebagian saja dari hak pemilikan itu dengan syarat tertentu,

yang diberikan kepada manusia agar dia dapat memenuhi

kehendak Allah, yakni bertindak selaku pemegang amanah bagi

mereka yang membutuhkan.

Adapun kepemilikan yang disyariatkan itu memiliki

beberapa syarat. Sebagaimana mengelola suatu pemilikan juga

disertai ketentuan-ketentuan, dimana pemilikan tersebut tidak bisa

lepas begitu saja dari kepentingan kelompok (community), serta

individu sebagai bagian dari suatu community, bukan hanya

sebagai individu yang terpisah sama sekali. Disamping itu, ia juga

harus dilihat sebagai individu yang hidup dalam sebuah

masyarakat (society) tertentu. Sementara untuk memanfaatkan zat

tertentu yang menjadi hak milik, hanya bisa dilakukan dengan

adanya kekuasaan yang diberikan oleh Ash-Sha>ri’. Sebab, pada

dasarnya pemilikan tersebut adalah milik Allah, lalu Allah

memberikan pemilikan tersebut kepada seseorang, yang

merupakan konsekuensi dari sebab-sebab yang mengikuti aturan

shara’. Oleh karena itu, pemilikan tersebut hakikatnya merupakan

penyerahan hak milik atas barang tertentu dari Ash-Sha>ri’ yang

diberikan kepada seseorang dalam suatu kelompok, dimana

kepemilikan tersebut tidak akan pernah ada, kalau bukan karena

adanya penyerahan kepemilikan dari Allah tersebut.26

Salah satu kewajiban atas hak milik individu adalah

kewajiban memberikan pinjaman harta kepada orang lain yang

membutuhkan, baik secara suka rela ataupun dengan mengambil

keuntungan. Kewajiban finansial yang tidak memberikan

keuntungan terbagi menjadi 4 jenis yaitu: pembayaran zakat,

menjamu tamu, menyantuni sanak kerabat, dan membantu orang

yang membutuhkan bantuan.27

Sementara hak memiliki mencakup hak untuk memperoleh

dan mendapatkan harta, hak untuk memiliki dan menikmati harta,

26

Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni>, An-Niz}a>m Al-Iqtis{{a>di> fi> Al-Isla>m, 72. 27

A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Islam, 140.

Page 65: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

55

dan akhirnya hak untuk memisahkannya melalui penjualan,

pemberian hadiah, pertukaran, pewarisan, ataupun melalui cara-

cara lain yang sah. Islam mengakui seluruh hak tersebut dan

memberikannya kepada para pemeluknya sekitar 15 abad yang

lalu.28

Islam membolehkan individu untuk memperoleh harta,

bergerak maupun tidak bergerak, melalui cara-cara yang sah.

Orang dapat memperoleh harta sebanyak yang dia dapat usahakan

melalui pengetahuan, kemampuan, pengalaman, dan usahanya. Dia

dapat memperoleh harta sebanyak yang dapat diusahakannya

dengan pengetahuan, kecakapan, pengalaman, dan usahanya. Al-

Qur’an menyatakan: ‚. . . Bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, . . . ‚.

29 Jadi, tidak ada pembatasan

maupun cegahan dalam mendapatkan harta asal harta itu diperoleh

dengan cara dan alat yang halal, jujur, bermoral, dan legal.

Hak milik individu ini, disamping masalah kegunaannya

yang tentu memiliki nilai finansial sebagaimana yang telah

ditentukan oleh Allah, ia juga merupakan otoritas yang diberikan

kepada seseorang untuk mengelola kekayaan yang menjadi hak

miliknya. Oleh karena itu, wajar jika pembatasan hak milik

tersebut mengikuti ketentuan perintah dan larangan Allah. Adapun

pembatasan kepemilikan dengan menggunakan mekanisme

tertentu itu nampak pada30

: pertama, dengan cara membatasi

kepemilikan dari segi cara-cara memperoleh kepemilikan dan

pengembangan hak milik, bukan dengan merampas harta kekayaan

yang telah menjadi hak milik. Kedua, dengan cara menentukan

mekanisme mengelolanya. Ketiga, dengan cara menyerahkan tanah

kharajiyah sebagai milik negara, bukan sebagai hak milik individu.

Keempat, dengan cara menjadikan hak milik individu sebagai

milik umum secara paksa, dalam kondisi-kondisi tertentu. Kelima,

28

Muhammad Sharif Chaudhry, Fundamental of Islamic Economic

System (Penerjemah: Suherman Rosyidi) (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2012), 338. 29

QS. An-Nisa>’ [4]: 32). للرجال نصبب مما اكتسبوا و للنساء نصب مما..اكتسبن

30 Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni>, An-Niz}a>m Al-Iqtis{{a>di> fi> Al-Isla>m, 73-

74.

Page 66: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

56

dengan cara men-supply orang yang memiliki keterbatasan faktor

produksi, sehingga bisa memenuhi kebutuhannya sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang ada.

b. Kepemilikan Umum (Al-Milkiyyah Al-‘A>mmah/Public Property)

Kepemilikan umum (Al-Milkiyyah Al-‘A>mmah) adalah

izin syariat kepada suatu komunitas untuk bersama-sama

memanfaatkan benda. Sedangkan benda-benda yang termasuk

kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah

dinyatakan oleh Ash-Sha>ri’ sebagai benda-benda yang dimiliki

komunitas secara bersama-sama dan tidak boleh dikuasai oleh

hanya seorang saja.31

Benda-benda yang dikategorikan dalam

kepemilikan umum mencakup fasilitas umum, bahan tambang

yang tidak terbatas, dan sumber daya alam yang sifat

pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu

secara perorangan.

Jala>l Al-Ans}>ari> mengatakan bahwa kepemilikan umum

merupakan berbagai komoditas yang dijadikan Islam sebagai hak

milik seluruh kaum Muslimin, sehingga setiap individu berhak

memanfaatkannya, akan tetapi tidak diperkenankan untuk

menguasai atau memilikinya sebagai hak milik pribadi.32

Para fuqaha sepakat atas keberadaan kepemilikan umum

dalam syariat Islam, kendati mereka berbeda pendapat mengenai

benda-benda yang dapat dikategorikan sebagai kepemilikan

umum.33

Setidaknya, benda-benda yang dapat dikelompokkan

dalam kepemilikan umum ini ada tiga jenis. Pertama, fasilitas dan

sarana umum34

yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan

31

Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni>, An-Niz}a>m Al-Iqtis{{a>di> fi> Al-Isla>m, 218. 32

Jala>l Al-Ans}>ari>, Mengenal Sistem Islam dari A sampai Z.

Penerjemah Abu Faiz (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2006), 146-147. 33

Husain Sahatah, Al-Khaskhasah fi>> Mi>za>n Al-Isla>m (Kairo: Maktabat

At-Taqwa>, 2001), 37. 34

Dalam bahasa aslinya disebutkan Al-Mara>fiq Al-‘A>mmah li Al-Jama>’ah. Dalam kitab-kitab klasik sering juga disebut Al-Arfa>q yang dapat

diartikan sebagai fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana umum yang dapat

dimanfaatkan oleh warga masyarakat secara umum.

Page 67: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

57

jika tidak terpenuhi dapat menyebabkan perpecahan dan

persengketaan.35

Dalam Islam telah ditetapkan hukum kepemilikan umum

berdasarkan hadi>th-hadi>th s}>ahi>h. Rasulullah menjelaskan dalam

sebuah hadis bagaimana sifat kebutuhan umum tersebut, ‚Kaum

Muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang rumput dan api‛.36

Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa terdapat sumber daya alam

yang terkandung dalam perut bumi. Diantaranya air, padang

rumput, serta api. Masing-masing sumber daya tersebut memiliki

kegunaan yang bermanfaat untuk manusia.

Air, dalam hadis tersebut merupakan milik umum ialah air

yang belum diambil, baik yang keluar dari mata air, sumur,

maupun sungai atau danau, bukan air yang dimiliki perorangan

dirumahnya.37

Adapun Al-Kala>’ adalah padang rumput, baik

rumput basah maupun rumput kering (Al-H}ashi>sh) yang tumbuh di

tanah, gunung atau aliran sungai yang tidak ada pemiliknya.38

Sedangkan yang dimaksud An-Na>r adalah bahan bakar dan segala

sesuatu yang terkait dengannya, termasuk didalamnya adalah kayu

bakar dan listrik.39

Dalam hadis tersebut juga dijelaskan bahwa salah satu

alasan dari keharusan kepemilikan secara kolektif terhadap obyek-

obyek alam itu adalah karena semua itu diberikan oleh Allah

secara gratis atau cuma-cuma tanpa harus mengeluarkan biaya,

melainkan hanya membutuhkan tenaga untuk memperoleh

kepemilikan tersebut yang kemudian digunakan untuk kepentingan

umum.40

Jadi jika ada perorangan secara individual menguasai dan

35

Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni>, An-Niz{a>m Al-Iqtis{a>di> fi> Al-Isla>m, 213. 36

Hadis ini dishahihkan oleh المسلمون شركاء فى ثالث فى الكالء والماء والنار

Syaikh Al-Ba>ni> dalam Sa}hi>h wa D}a’i>f Sunan Abi> Da>u>d, jilid 7, 477. Ana>s

meriwayatkan hadis dari Ibnu ‘Abba>s tersebut dengan menambahkan: wa thamanuhu haram (dan harganya haram). Ibnu Majah juga meriwayatkan dari

Abu> Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda: ‚Tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapapun) yaitu air, padang rumput dan api‛.

37 Al-Ma>wardi>, Al-Ah}ka>m As-Sult}a>niyyah wa Al-Wila>yah Ad-

Di>niyyah (Beirut: Da>r Al-Fikr, 1960), 180-184. 38

Ash-Shauka>ni>, Nayl Al-Aut}a>r, jilid 6, 49. 39

‘Abd Ar-Rahma>n Al-Maliki>, Politik Ekonomi Islam. Terjemah Ibnu

Solah (Bangil: Al-Izzah, 2001), 91. 40

Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, 143.

Page 68: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

58

memilikinya, hal itu dapat mengakibatkan kesulitan dan kesusahan

bagi masyarakat. Menurut Ibnu Taimiyah, air, rumput dan sumber

api hanyalah sebuah misal saja. Banyak objek lain yang memiliki

kesamaan karakteristik dengannya. Ia menganjurkan seluruh

barang mineral yang dihasilkan oleh tanah bebas (tanah negara)

menjadi milik kolektif.

Mengenai bahan tambang dapat diklasifikasikan menjadi

dua, yaitu bahan tambang yang terbatas jumlahnya dan bahan

tambang yang tidak terbatas jumlahnya. Bahan tambang yang

terbatas jumlahnya termasuk milik pribadi, serta boleh dimiliki

secara pribadi, dan terhadap bahan tambang tersebut diberlakukan

hukum rikaz, yang didalamnya terdapat 1/5 harta (yang harus

dikeluarkan).

Adapun bahan tambang yang tidak terbatas jumlahnya,

maka bahan tambang tersebut termasuk milik umum (collective property), dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. Ima>m At-

Tirmidhi> meriwayatkan hadis dari Abyadh bin Hama>l bahwa ia

telah meminta kepada Rasulullah untuk mengelola tambang

garamnya, lalu Rasulullah memberikannya. Setelah ia pergi, ada

seorang laki-laki dari majelis tersebut bertanya: ‚Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir‛. Rasulullah kemudian bersabda: ‚Tariklah tambang tersebut darinya‛.

41

41

فا ستقطعه الملح , انه وفد الى رسول هللا: لما روى الترمذي عن ابض بن حمال , اتدري ما قطعت له؟ انما قطعت له الماء العد: قال رجل من المجلس, فلما ان ولى, فقطع له

.....فانتزعه منه: قال

Abu> ‘Ubaid mengatakan: ‚Adapun pemberian Nabi SAW kepada Abyadh bin Hama>l terhadap tambang garam yang terdapat di daerah Ma’rab, kemudian beliau mengambilnya kembali dari tangan Abyadh, sesungguhnya beliau mencabutnya semata karena menurut beliau tambang tersebut merupakan tanah mati yang dihidupkan oleh Abyadh lalu dia mengelolanya. Ketika Nabi SAW mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air mengalir, dimana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau mencabutnya kembali. Karena sunnah Rasulullah SAW dalam masalah padang rumput, api, dan air menyatakan bahwa semua manusia berserikat dalam masalah tersebut. Maka beliau berfikir untuk menjadikan benda tersebut sebagai milik pribadi yang dimiliki sendiri, sementara yang lain tidak bisa memilikinya‛.

Page 69: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

59

Apabila garam tersebut termasuk dalam kategori tambang,

maka pencabutan kembali Rasulullah terhadap pemberian beliau

kepada Abyadh tersebut dianggap sebagai illat ketidakbolehan

dimiliki individu, dimana garam tersebut merupakan tambang

yang tidak terbatas jumlahnya, bukan karena garamnya itu sendiri

yang tidak terbatas jumlahnya. Dari hadis diatas nampak jelas,

bahwa illat larangan untuk tidak memberikan tambang garam

tersebut adalah karena tambang tersebut mengalir, yakni tidak

terbatas. Oleh karena itu, sebenarnya pembagian ini – meskipun

dalilnya bisa diberlakukan illat shar’iyyah42, yaitu keberadaannya

sebagai kepentingan umum – esensi faktanya menunjukkan bahwa

benda-benda tersebut merupakan milik umum (collective property).

c. Kepemilikan Negara (Milkiyya>t Ad-Daulah/State Property)

Kepemilikan negara (Al-Milkiyya>t Ad-Daulah) adalah

harta yang merupakan hak bagi seluruh kaum muslimin, sementara

pengelolaannya menjadi wewenang negara, di mana negara berhak

memberikan atau mengkhususkan sesuatu kepada sebagian kaum

muslimin, sesuai dengan pandangannya. Makna pengelolaan oleh

negara ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki negara untuk

mengelolanya. Inilah makna kepemilikan oleh negara.43

Negara mempunyai kewajiban untuk bekerja keras bagi

kemajuan ekonomi masyarakat, mengembangkan sistem keamanan

sosial dan mengurangi kesenjangan yang terjadi dalam distribusi

pendapatan individu. Lebih jauh Imam Ma>wardi> menjelaskan

bahwa tugas negara adalah meneruskan misi Nabi Muhammad

dalam menjaga agama dan mengemban amanat kehidupan dunia.44

Kekayaan negara secara aktual merupakan kekayaan publik,

42

Illat shar’iyyah adalah illat yang diambil dari dalil shara’, bisa dalam

bentuk s}ara>h}ah, dala>lah, istinba>t}, dan qiya>s. Sedangkan illat ‘aqliyah adalah illat yang diambil bukan dari dalil shara’, misalnya diambil dari pertimbangan

untung dan rugi, atau yang lain. 43

Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni>, An-Niz{a>m Al-Iqtis{a>di> fi> Al-Isla>m, 218. 44

Abu> Al-H}asan ‘Ali> bin Muh}ammad bin H}abi>b Al-Ma>wardi>, Al

Ah}ka>m As-Sult}a>niyah wa Al-Wila>yah Ad-Di>niyah (Kairo: Da>r Al-Wafa>, 1989),

3.

Page 70: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

60

kepala negara hanya bertindak sebagai pemegang amanah (care taker). Negara berkewajiban memanfaatkannya guna kepentingan

publik, namun demikian tidak diperbolehkan untuk

menggunakannya secara berlebihan. Misalnya zakat harus

dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya sesuai

dengan ketentuan syariah.

Kepemilikan negara berupa harta benda yang tidak dapat

dikategorikan sebagai milik umum, namun milik individu, karena

harta tersebut berbentuk benda-benda yang bisa dimiliki secara

individu, semisal tanah, bangunan, dan barang-barang bergerak.

Namun demikian, diantara benda-benda tersebut kadang terkait

dengan hak kaum muslimin secara umum, yang oleh karenanya

barang-barang tersebut tidak termasuk milik individu, sehingga

barang-barang tersebut terkategorikan sebagai milik negara.

Beberapa jenis harta yang dikategorikan Ash-Sha>ri’ sebagai milik negara, dimana pemimpin negara berhak untuk

mengelolanya dengan pandangan ijtihadnya, adalah harta yang

diperoleh dari sumber-sumber berikut, yakni: (1) ghani>mah, anfa>l45, fay’46

, dan khumu>s;47

(2) khara>j48; (3) jizyah49

; (4) pajak

(d}ari>bah); (5) beberapa jenis benda yang dimasukkan sebagai

kepemilikan negara, seperti padang pasir, gunung, pantai, dan

tanah mati yang tidak ada pemiliknya; (5) harta ushu>r yang

diambil dari harta serta perdagangan ahl adh-dhimmah dan

penduduk da>r al-harb yang melewati perbatasan negara; (6)

khumu>s dari barang-barang temuan dan barang tambang; (7) harta

yang tidak ada ahli warisnya atau kelebihan dari sisa waris yang

sudah dibagikan kepada ahli warisnya; (8) harta yang ditinggalkan

45

Anfa>l adalah harta yang diperoleh dari rampasan perang dengan

orang kafir. 46

Fay’ adalah harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan. 47

Semua jenis harta itu dikuasai kaum muslimin dari orang kafir,

bedanya jika al-anfa>l dan al-ghani>mah (pengertiannya sama) diperoleh melalui

peperangan di medan perang, sedangkan harta al-fay’ didapatkan dengan tanpa

peperangan, pengerahan kuda, dan pasukan. Zallum, Al-Amwa>l, 41; As-Sayyid

Sa>biq, Fiqh As-Sunnah Vol. 3 (Semarang: Toha Putera), 76; 92. 48

Khara>j adalah hak kaum muslimin atas tanah yang diperoleh dari

orang kafir, baik melalui peperangan maupun perjanjian damai. 49

Jizyah adalah hak yang diberikan Allah SWT kepada kaum muslimin

dari orang-orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada Islam.

Page 71: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

61

orang-orang murtad; (9) dan harta-harta yang diperoleh secara

tidak sah para penguasa dan pegawai negara, harta hasil kerja yang

tidak diizinkan shara’, serta harta yang diperoleh dari hasil

tindakan curang lainnya.50

Kepemilikan umum bertujuan untuk merealisasikan

beberapa tujuan umum, diantaranya51

:

1. Untuk memberikan kesempatan kepada seluruh manusia

terhadap sumber kekayaan umum yang mempunyai

manfaat sosial, baik yang tergolong dalam kebutuhan

primer maupun jenis kebutuhan lain dan diperluas bagi

masyarakat secara umum.

2. Jaminan pendapatan negara, dimana negara menjaga hak-

hak warganya dan bertanggungjawab atas berbagai

kewajiban, dengan menjauhkan dari munculnya bahaya dan

kerugian terhadap masyarakat.

3. Urgensi kerjasama antar negara dalam usaha menciptakan

kemakmuran bersama.

4. Intervensi harta untuk menciptakan kemakmuran bersama.

Meskipun negara yang melakukan pengelolaan hak milik

umum serta hak milik negara, namun ada perbedaan antara kedua

bentuk hak milik tersebut. Harta yang termasuk hak milik umum

pada dasarnya tidak boleh diberikan oleh negara kepada siapapun,

meskipun negara bisa memberikan kebolehan kepada orang-orang

untuk mengambilnya melalui pengelolaan yang memungkinkan

mereka untuk memanfaatkannya. Berbeda dengan hak milik

negara, sebab negara berhak untuk memberikan harta tersebut

kepada individu tertentu, dimana negara juga berhak mencegah

dari individu apabila negara memiliki pandangan demikian dalam

rangka melayani urusan mereka tanpa memberikan harta tersebut

kepada mereka.52

50

‘Abd Al-Qadi>m Zallum, Al-Amwa>l fi> Daula>t Al-Khila>fah (Beiru>t:

Da>r Al-‘Ilm li > Al-Malyin, 1983), 39. 51

‘Abdulla>h ‘Abdul H}usain At}-T}ari>qi>, Ekonomi Islam, 58-67. 52

Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni>, An-Niz}a>m Al-Iqtis{{a>di> fi> Al-Isla>m, 223.

Page 72: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

62

d. Distribusi Kekayaan dalam Islam

Pembahasan tentang redistribusi pendapatan tidak terlepas

dari pembahasan tentang konsep distribusi. Distribusi

mengandung arti pembagian atau penyaluran sesuatu kepada orang

atau pihak lain.53

Teori distribusi diharapkan dapat mengatasi

masalah distribusi pendapatan antara berbagai kelas dalam

masyarakat. Teori ekonomi modern tentang distribusi merupakan

suatu teori yang menetapkan harga jasa produksi.54

Kapitalisme tidak percaya kepada distribusi kekayaan yang

jujur dan adil. Oleh karena menganut paham kebebasan ekonomi

penuh dan pemilikan alat-alat produksi oleh swasta, maka

disparitas ekonomi pun muncul di dalam perekonomian kapitalis.

Konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang menjadi gejala

umum di antara mayoritas penduduk yang tercabut dari kebutuhan

hidup mereka yang paling dasar sekalipun. Orang-orang kaya

hidup dalam kemewahan sementara kemiskinan, kebodohan,

penyakit dan pengangguran menganga lebar di mana-mana.

Keseimbangan distribusi sumber-sumber ekonomi yang rusak dan

celah antara si kaya dan si miskin yang tak terjembatani ini, pada

akhirnya akan mengarah pada perjuangan kelas dan kehancuran

sistem itu sendiri.

Di pihak lain, Islam menjamin tercukupinya kebutuhan

dasar seperti makanan, pakaian, dan rumah untuk semua orang,

dan di lain pihak, menjamin distribusi kekayaan dan sumber-

sumber ekonomi yang adil dan merata di antara semua penduduk.

Islam tidak menoleransi adanya disparitas yang lebar antara si

miskin dan si kaya dan berupaya menghapuskan konsentrasi

kekayaan di tangan sedikit orang.55

Untuk menjembatani celah

antara kelompok kaya dan miskin dan menjamin distribusi

kekayaan yang merata, Islam mengambil berbagai langkah seperti

zakat dan sedekah, hukum pewarisan dan wasiat, sedekah sukarela

dan kontribusi wajib dalam bentuk pajak dan retribusi. Untuk

53

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 71.

54 M. A. Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT.

Dana Bhakti Wakaf, 1995), 113. 55

‚ . . . supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu . . . ‚ (QS. Al-H}ashr [59] : 7).

Page 73: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

63

mencegah terjadinya konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang,

aturan ekonomi Islam telah menerapkan berbagai aturan seperti

menghapus bunga, melarang perolehan harta secara haram,

melarang penimbunan harta, dan sebagainya.56

Rasulullah dalam sebuah hadisnya mengingatkan bahwa

kesenjangan ekonomi adalah pangkal kejahatan dan kekacauan

dalam masyarakat, yang akhirnya akan membawa kepada

kehancuran. Kesalahan menjalankan kebijakan sistem ekonomi

termasuk mekanisme distribusi inilah yang menyebabkan

munculnya praktik monopoli dan individualis, sekaligus rusaknya

pengelolaan hak milik pribadi, milik umum dan negara. Pada saat

itulah akan terjadi kerusakan dalam distribusi kekayaan kepada

pibadi. Oleh karena itu keseimbangan di tengah anggota

masyarakat harus dijaga atau kalau belum ada keseimbangan ini

harus diwujudkan.

Banyak pakar ekonomi filsafat dan politik yang telah

beberapa kali membahas masalah ini dalam berbagai kesempatan

dan mencoba untuk menyelesaikannya. Beberapa pemikir

berpendapat bahwa seseorang pribadi seharusnya memiliki

kebebasan sepenuhnya agar bisa menghasilkan kekayaan yang

maksimal dengan menggunakan kemampuan yang ia miliki.

Mereka juga mengingatkan agar tidak membatasi hak pribadi atas

hartanya dengan menganggapnya sebagai hak milik mutlak yang

tidak dapat dicampuri oleh negara sekalipun. Sementara pemikir

lain berpendapat bahwa kebebasan secara individual tetap akan

berbahaya bagi keselamatan masyarakat. Oleh karena itu, hak

individu atas harta yang dimilikinya sebaiknya dihapuskan dan

semua wewenang dipercayakan kepada masyarakat agar dapat

mempertahankan persamaan ekonomi di dalam masyarakat.57

Sebagai sebuah sistem tersendiri, ekonomi Islam telah

menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan mekanisme

perolehan kepemilikan, tata cara mengelola dan mengembangkan

kepemilikan, serta cara mendistribusikan kekayaan tersebut di

tengah-tengah manusia secara detail melalui ketetapan hukum-

56

Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam; Prinsip Dasar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 361.

57 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT. Dana

Bhakti Wakaf, 1995), 35.

Page 74: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

64

hukumnya. Atas dasar itu, maka hukum-hukum yang menyangkut

masalah ekonomi dalam Islam dibangun atas kaidah-kaidah umum

ekonomi Islam yang meliputi tiga kaidah, yakni:

1. Kepemilikan (Al-Milkiyyah)

2. Mekanisme pengelolaan kekayaan (Kaifiyyah At-Tas{arruf fi> Al-Ma>l)

3. Distribusi kekayaan di antara manusia (At-Tauzi>’ Ath-Tharwah baina An-Na>s).

58

e. Mekanisme Pengelolaan Kekayaan dalam Islam

Seseorang yang telah beruntung memperoleh harta, pada

hakikatnya hanya menerima titipan sebagai amanat untuk

disalurkan dan dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemilik

sebenarnya (Allah SWT), baik dalam pengembangan harta maupun

penggunaannya. Sejak semula Allah telah menetapkan bahwa

harta hendaknya digunakan untuk kepentingan bersama. Bahkan

tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ‚pada mulanya‛

masyarakatlah yang berwenang menggunakan harta tersebut

secara keseluruhan, kemudian Allah menganugerahkan sebagian

darinya kepada pribadi-pribadi (dan institusi) yang mengusahakan

perolehannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.59

Sehingga

sebuah kepemilikan atas harta kekayaan oleh manusia baru dapat

dipandang sah apabila telah mendapatkan izin dari Allah SWT

untuk memilikinya. Ini berarti, kepemilikan dan pemanfaatan atas

suatu harta haruslah didasarkan pada ketentuan-ketentuan shara’ yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

B. Konsep Kepemilikan dalam Ekonomi Konstitusi

a. Pengertian Ekonomi Konstitusi

Istilah konstitusi ekonomi (economic constitution) relatif

baru dikenal dalam pemikiran tentang hukum konstitusi, hukum

ekonomi, dan ilmu ekonomi pada umumnya. Di lingkungan

58

Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni>, An-Niz}a>m Al-Iqtis{a>di> fi> Al-Isla>m, 57. 59

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan,

2003), 324.

Page 75: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

65

negara-negara sosialis-komunis di Eropa Timur, negara pertama

yang menuangkan prinsip-prinsip dasar kebijakan ekonomi dalam

konstitusi adalah Soviet Rusia pada tahun 1918, sedangkan negara

sosialis-demokrat di Eropa Barat adalah Republik Weimar Jerman

pada tahun 1919. Namun, perkataan konstitusi ekonomi (economic constitution) belum dipakai setelah istilah resmi.

Menurut Wolfgang K. dalam European Journal of Law and Economics, yang mempelopori ide konstitusi ekonomi adalah

Franz Bohn yang mengembangkan ide kompetisi dalam bentuk

hukum. Franz Bohn yang, menurut Wolfgang, meletakkan

landasan teoritis mengenai tatanan ekonomi (economic order) yang membukakan wawasan tentang konsep konstitusi ekonomi.

Dikatakan oleh Wolfgang K.60

, ‚Franz Bohn deserves recognition for having cast the idea of competition into legal forms; thus he laid the foundation of our economic order and opened new horizons for the concept of economic constitution‛.

61

Dalam perkembangan awalnya, konsep konstitusi ekonomi

ini meliputi berbagai elemen kebijakan ekonomi yang dituangkan

dalam rumusan Konstitusi Soviet-Rusia pada tahun 1918 dan

Konstitusi Weimar tahun 1919. Pada awal mula lahirnya Republik

Weimar Jerman, prinsip-prinsip dasar kebijakan-kebijakan

ekonomi yang mencakup berbagai elemen itu dimuat begitu saja

dalam konstitusi tanpa dikaitkan dengan konsep tertentu. Baru

sesudah Perang Dunia ke-2, Hugo Shinzeimer menghubungkan

ide-ide ekonomi dalam konstitusi itu dengan konsep

Gemeinwirtschaft, atau perekonomian yang dikendalikan oleh

publik (publicly controlled economy), yang terkait dengan

pengertian perekonomian terkendali dalam Konstitusi Republik

Weimar (the organized economy of the Weimar Reichsverfassung).62

60

Wolfgang K., ‚On the Concept of the ‘Economic Constitution’ and

the Importance of Franz Bohn from the Viewpoint of Legal History‛, European Journal of Law and Economic, volume 3, Number 4, Springer, December 1996,

345-356 (12). 61

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi (Jakarta: Penerbit Buku

Kompas, 2010), 61. 62

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, 62.

Page 76: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

66

Pendekatan hukum dan konstitusi di bidang ekonomi ini

dikembangkan oleh para ahli, karena adanya ketidakpastian yang

luas dalam perekonomian. Ketidakpastian terkait dengan

pengertian-pengertian yang terkandung dalam konsep sistem

ekonomi (economic system), tata ekonomi (economic order), dan

konstitusi ekonomi (economic constitution).63

Kebijakan-kebijakan ekonomi dalam konstitusi tersebut,

baik yang dimuat secara eksplisit ataupun implisit, dijabarkan

dalam bentuk kebijakan yang lebih operasional yang biasanya

dituangkan dalam bentuk hukum tertentu, seperti undang-undang

dan peraturan perundang-undangan lainnya. Semua peraturan ini

berfungsi sebagai instrumen yang memacu laju perkembangan

ekonomi ataupun sebaliknya membuat perekonomian menjadi

mandek. Faktor-faktor peraturan ini dalam ilmu ekonomi disebut

sebagai salah satu elemen institusional dalam dinamika kebijakan

ekonomi. Seorang ekonom institusionalis, sangat menekankan

aspek kelembagaan dan peraturan semacam ini dalam

perekonomian.

Dengan demikian, jika kita berbicara mengenai ekonomi

konstitusi berarti berbicara mengenai perekonomian yang

didasarkan atas norma hukum konstitusional yang bersifat mutlak

tidak boleh dilanggar oleh penentu kebijakan ekonomi yang

bersifat operasional. Konstitusi adalah hukum tertinggi di suatu

negara, karena itu semua peraturan perundang-undangan yang

lebih rendah harus tunduk dan tidak boleh bertentangan

dengannya. Jika bertentangan, maka kebijakan yang dituangkan

dalam bentuk hukum peraturan yang lebih rendah itu dapat

dibatalkan melalui proses judicial review oleh pengadilan ataupun

melalui proses executive review oleh lembaga yang lebih tinggi.

Ekonomi konstitusi adalah perekonomian berdasarkan konstitusi,

sedangkan konstitusi ekonomi adalah konstitusi yang di dalamnya

mengandung norma-norma dasar kebijakan ekonomi. Karena itu,

ekonomi konstitusi tidak dapat dipisahkan dari konstitusi

ekonomi, dan demikian pula sebaliknya.64

63

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, 63. 64

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, 69.

Page 77: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

67

b. Pasal 33 UUD 1945 Sebagai Ideologi Ekonomi Bangsa

Pada awalnya, ketika paradigma sekuler masih terbatas

pada sekelompok kecil para akademisi, konflik antara model

agama (gereja) dan ilmu tidak mempunyai dampak yang signifikan

pada ekonomi dan masyarakat. Nilai-nilai agama tetap

mendominasi, dan mampu mengatasi dampak paradigma sekuler

pada mekanisme yang dipakai. Namun seiring dengan

perkembangannya secara gradual, nilai-nilai sekuler cenderung

meluas.65

John Lock merupakan tokoh yang pertama kali

merumuskan liberalisme dalam hak milik, yang merupakan hak

terpenting atas kehidupan dan kebebasan.66

Ide liberalisme

menguat ketika menggunakan uang sebagai alat tukar, hak milik

menjadi sangat luas dan tidak terbatas, jika memiliki sejumlah

uang yang dapat membeli kepemilikan lain sepanjang tidak

merugikan orang lain. Ide kapitalisme pada diri Lock adalah pada

pandangannya terhadap pekerjaan yang harus diukur dengan nilai

tukar komoditas yang ada di masyarakat.

Tokoh lain sebagai pendukung liberalisme adalah Adam

Smith, yang mengikuti tokoh sebelumnya mengenai pentingnya

hak milik pribadi. Ungkapan yang dipergunakan Smith untuk

pentingnya hak milik adalah the sacred rights of private property.

Secara substansi, Smith seperti John Lock menganggap bahwa

kerja merupakan dasar dari hak milik pribadi, tetapi memandang

lebih jauh terhadap kesempurnaan hak milik.67

Kuatnya ide kepemilikan pribadi dengan landasan

liberalisme telah membuat jarak kesenjangan yang jauh antara

orang kaya dan miskin. Sistem ini kurang memperhatikan nasib

65

M. Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi : Sebuah Tinjauan

Islam penerjemah : Ikhwan Abidin Basri (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 17. 66

Menurut Lock, manusia mempunyai 3 hak kodrat yaitu : hak hidup,

kebebasan dan hak milik. Hak milik dapat diperoleh melalui bekerja, sehingga

pekerjaan menjadi legitimasi dari setiap hak milik. Batas hak milik yang dapat

diperoleh dari alam adalah sejumlah yang dapat dikonsumsi oleh manusia

beserta keluarga dan temannya. Syafiq M. Hanafi, Sistem Ekonomi Islam & Kapitalisme, 82.

67 Adam Smith, Lectures on Jurisprudence, dikutip dari Syafiq M.

Hanafi, Sistem Ekonomi Islam & Kapitalisme, 83.

Page 78: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

68

orang miskin dan orang yang tidak beruntung dalam hidupnya.

Kapitalisme menempatkan manusia pada posisi yang rancu, dan

tidak mampu menempatkan manusia sebagai makhluk individu

dalam bingkai sosial. Penekanan yang berlebihan pada

maksimalisasi kekayaan dan pemuasan keinginan, serta

pengumbaran kepentingan diri sendiri individual. Dari sinilah

diantaranya kenapa ekonomi kapitalis dinilai gagal.68

Sementara itu di sisi yang lain, hak milik individu menjadi

pusat perhatian Karl Marx dalam mengembangkan idenya dengan

lebih menjadikannya doktrin kebijakan sosio-ekonomi dan

politiknya. Pandangan-pandangannya akhirnya mengarah pada ide

revolusi untuk mewujudkan impiannya, yaitu mewujudkan

kekuasaan sosial untuk pemerataan.69

Marx menyatakan bahwa manusia dan alam mempunyai

hubungan timbal balik yang diwujudkan dalam sebuah pekerjaan.

Dalam perjalanannya hubungan yang harmonis tersebut terganggu

ketika kaum buruh menjual pekerjaannya sebagai komoditas

kepada para kapitalis dengan upah yang minim secara

berkelanjutan. Keadaan tersebut tidak dapat diperbaiki oleh sistem

yang berlaku saat itu, dan para buruh tidak pernah mempunyai hak

milik dari pekerjaannya sendiri. Kondisi tersebut dianggap sebagai

cara berproduksi dan memperoleh kekayaan yang tidak adil dan

mengeksploitasi manusia.

Alasan-alasan itulah yang menjadikan Marx dan Marxisme

menolak hak milik pribadi yang ditegaskan dalam Manifesto

Partai Komunis, dengan ungkapan bahwa teori mendasar Partai

Komunis dapat dirumuskan dengan satu kalimat yaitu

penghapusan hak milik.70

Secara khusus, dalam perekonomian kepemilikan yang

dihapus adalah kepemilikan terhadap kapital (modal) yang

merupakan sarana produksi, karena kapital merupakan social power dan bukan hak milik individual. Kapital merupakan sarana

68

Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi (Jakarta: Gema Insani

Press, 2001), (pengantar). 69

Lebih jauh lihat Muhammad Baqir Sadr, Iqtis{a>duna> (Kairo: Da>r Al-

Kita>b Al-Isla>miyyah), 226. 70

Karl Marx and Frederick Engels, The Communist Manifesto

(Harmonsworth : Penguin Books, 1974), 96.

Page 79: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

69

pekerjaan secara kolektif yang memungkinkan seluruh masyarakat

dapat bekerja dengan baik dengan pendapatan yang layak.

Lembaga milik pribadi merupakan penindasan dan eksploitasi

kaum pekerja dengan menghisap tenaga kerja orang lain.

Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-

simbol sekelompok masyarakat atau bangsa yang menjadi

pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai

tujuan masyarakat atau bangsa itu. Ideologi bangsa Indonesia

adalah Pancasila yang merupakan jiwa dan pandangan hidup

bangsa Indonesia yang dianggap mampu membawa bangsa

Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur.71

Jika dalam teori ekonomi Barat (Smithian) dan teori

ekonomi Timur (Marxian), hakikat manusia adalah egoistis atau

kolektif, maka dalam Pancasila manusia mencari keseimbangan

antara hidup sebagai pribadi dan hidup sebagai anggota

masyarakat, antara hidup materi dan rohani. Manusia Pancasila

yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, selain homo-economicus,

juga homo metafisikus dan homo mysticus.72

Hal ini berarti bahwa

dalam ekonomi Pancasila, manusia tidak dilihat hanya dari satu

segi saja yaitu instink ekonominya, tetapi sebagai manusia bulat,

manusia seutuhnya. Sebagai manusia yang utuh ia berpikir,

bertingkah laku, dan berbuat, tidak berdasar rangsangan ekonomi

saja, tetapi selalu memperhatikan rangsangan-rangsangan (atau

terangsang oleh faktor-faktor) sosial dan moral. Faktor sosial

dalam hubungannya dengan manusia lain dan masyarakat dimana

ia berada, dan faktor-faktor moral dalam hubungannya sebagai

titah Tuhan dengan penciptanya.

Perumusan mengenai dasar bagi ekonomi Indonesia mulai

dikerjakan selama proses persiapan kemerdekaan. Proses itu terjadi

dalam Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh Dr K. R.T. Radjiman

Wedyodiningrat. Salah seorang dari 68 anggota BPUPKI ini

adalah Mohammad Hatta. Diberitakan bahwa pada tanggal 30 Mei

71

Mubyarto, Ekonomi Pancasila; Gagasan dan Kemungkinan (Jakarta:

Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1987),

102. 72

Sarino Mangunpranoto, “Dasar Filsafat Ekonomi Pancasila”, dalam

Mubyarto dan Boediono (eds), Ekonomi Pancasila (Yogyakarta: BPFE, 1981)

Page 80: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

70

1945 Mohammad Hatta menyampaikan pidato selama 1 jam dalam

sidang BPUPKI, namun teks pidato penting tersebut tidak berhasil

ditemukan73

. Sangat mungkin dalam pidatonya itu Mohammad

Hatta telah menyampaikan secara rinci gagasan tentang dasar

perekonomian Indonesia. Teks yang ada adalah ‘Soal

Perekonomian Indonesia Merdeka’ yang diterima oleh BPUPKI

dalam sidang pada tanggal 16 Juli 1945 dalam rangka menyusun

dasar negara. Semangat yang terdapat dalam teks ini jelas

menjiwai rumusan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.74

Pikiran Hatta terasa hidup kembali ketika menyaksikan

Kapitalisme modal telah menggulung ekonomi negara sedang

berkembang, seperti Indonesia. Ekonomi yang dipuji selama tidak

kurang dari satu dekade sebagai model Kapitalisme Dunia hancur

hanya dalam hitungan bulan. Kehancuran ekonomi karena

spekulasi dan pelarian modal Indonesia menggiring krisis ekonomi

bergulir ke dalam krisis bidang-bidang lain.

Pemikiran kedua aliran klasik dan neo-klasik menjadi dasar

dari teori dan ideologi kelompok arus utama (mainstream).

Teknokrat Indonesia kemudian melakukan over-simplifikasi

terhadap pemikiran klasik dan neoklasik tersebut untuk ditetapkan

sebagai basis teori dari politik ekonomi Indonesia. Rangkaian

liberalisasi pasar merupakan refleksi dari paham ideologi tersebut.

Praktek menyederhanakan (over-simplification) teori klasik

ini dilakukan oleh kaum teknokrat, yang menerapkan liberalisme

ekonomi Indonesia pada tingkat yang cukup ekstrim. Kepercayaan

kepada pasar, tanpa melihat institusi lainnya, menyebabkan

banyak dampak negatif dari pembangunan ekonomi di bawah

rancangan teknokrat Indonesia. Hal itu terutama terlihat pada

tingkat kesenjangan ekonomi yang begitu lebar antar lapisan

masyarakat, antar sektor ekonomi, dan antara pusat dengan

daerah.

73

Sekretariat Negara RI, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-

Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945 (Jakarta:

Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), xxviii. 74

Hadi Soesastro dan Aida Budiman, Pemikiran dan Permasalahan

Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir (Pendahuluan) (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005), 15.

Page 81: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

71

Ketahanan struktur ekonomi yang pincang dari rancangan

teknokrat ekonomi seperti ini sangat rentan. Sudah banyak yang

menyampaikan kritik terhadap politik ekonomi liberal ini tetapi

semuanya itu diabaikan. Baru pada awal dan pertengahan 1990-an

kritik tersebut didengar oleh Presiden Soeharto ketika itu dengan

cara memanggil menteri-menterinya dan konglomerat besar untuk

memberikan saham kepada koperasi. Tetapi dampak kesenjangan

sudah sangat lebar dan kesadaran presiden sudah sangat terlambat

karena di tangan para konglomerat sudah terakumulasi modal yang

sudah sedemikian besar. Sementara itu, lapisan masyarakat bawah

menikmati hasil pembangunan ekonomi dalam jumlah yang sangat

terbatas, meskipun data formal menyatakan adanya pengurangan

jumlah penduduk miskin.75

Dalam ketahanan ekonomi yang rentan ini, maka krisis

finansial tahun 1997 dengan mudah memporakporandakan

ekonomi nasional. Krisis Indonesia tidak berbeda dengan krisis

Thailand dan Malaysia pada awalnya. Tetapi dampaknya sangat

nyata berbeda karena krisis keuangan di Indonesia terus menular

menjadi krisis sosial dan politik yang memprihatinkan. Rancangan

ekonomi yang liberal dan KKN di lingkaran kekuasaan telah

ditengarai sebagai pemicu krisis dan ketahanan ekonomi yang

rentan tersebut.

Ekonomi dan masyarakat merupakan institusi yang

kompleks. Perencanaan ekonomi tidak bisa semata-mata hanya

memperhatikan basis teori ekonomi dan mengecualikan faktor-

faktor non-ekonomi. Politik ekonomi memiliki tujuan normatif

atau cita-cita yang sangat ideal, terutama untuk mencapai

kemakmuran masyarakat dan ekonomi yang berkeadilan. Corak

politik ekonomi sangat ditentukan oleh ideologi, politik negara

dan paham kemasyarakatan.

Sebagai catatan khusus, politik ekonomi yang dilaksanakan

di Indonesia saat ini sangat jauh bertolak belakang dengan falsafah

pemikiran Hatta. Politik ekonomi di Indonesia pada saat ini tidak

mengikuti proses politik yang terbuka dan demokratis, karena

hanya ditentukan oleh segelintir teknokrat ekonom sehingga

75

Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik; Kebijakan dan Strategi

Pembangunan (Jakarta: Granit, 2004), 176-177.

Page 82: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

72

mengikuti paham kelompok kecil ini. Politik negara dan paham

ideologi kemasyarakatan tidak bekerja dan tidak diberi

kesempatan mempengaruhi politik ekonomi yang telah

dilaksanakan.76

Politik ekonomi di Indonesia, dalam kenyataan tidak

ditentukan oleh ideologi dan paham kemasyarakatan, tetapi sangat

dipengaruhi secara langsung oleh segelintir orang, yang disebut

teknokrat. Golongan kecil elite ini diberi kekuasaan sangat besar

oleh presiden untuk menentukan politik ekonomi, yang berbasis

paham liberal. Politik ekonomi yang dilakukan bukan merupakan

refleksi aspirasi masyarakat luas, tetapi hanya warna politik

segelintir orang tadi.

Orde (sistem) ekonomi pada kurun 20 tahun setelah

kemerdekaan masih tidak berbentuk karena banyak kekacauan

dalam perencanaan dan kenyataan ekonomi itu sendiri. Hatta

mengakui bahwa sistem empiris dari apa yang dicita-citakan

belum terwujud dengan baik karena politik ekonomi yang benar

ditinggalkan. Dengan demikian, sistem ekonomi yang ideal masih

terus bisa diformulasikan secara dinamis mengikuti perkembangan

dan dinamika ekonomi nasional maupun global.77

Pasal 33 yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945

disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam Sidang Pertama

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai

oleh Soekarno. Pasal 33, yang menetapkan dasar perekonomian

Indonesia, terdapat dalam Bab ‘Kesejahteraan Sosial’. Barangkali

itulah sebabnya mengapa terdapat berbagai kerancuan dalam dasar

perekonomian Indonesia. Penafsiran tentang makna dari pasal ini

belum pernah disepakati secara substansial. Penjelasan resmi dari

pasal ini untuk pertama kalinya diberikan oleh Mohammad Hatta

dalam pidatonya sebagai Wakil Presiden pada Konperensi

Ekonomi di Yogyakarta tanggal 3 Pebruari 1946. Penjelasan ini

76

Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik; Kebijakan dan Strategi

Pembangunan, 171. 77

Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik; Kebijakan dan Strategi

Pembangunan, 182.

Page 83: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

73

kemudian menjadi bagian integral dari UUD 1945 dengan

dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.78

Penjelasan dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia 194579

:

(1) Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi.

Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah

pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.

Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan

kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian

disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan

itu ialah kooperasi.

(2) Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi,

kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang

produksi yang penting bagi Negara dan menguasai

hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Kalau

tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang

yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya.

Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup

orang banyak, boleh ada di tangan orang-seorang.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung

dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.

Sebab itu harus dikuasai oleh Negara80

dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

78

Sekretariat Negara RI, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-

Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945 (Jakarta:

Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), 439. 79

Pidato yang diucapkan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden

dalam Konperensi Ekonomi di Yogyakarta pada tanggal 3 Pebruari 1946.

Diterbitkan kembali dalam kumpulan tulisan yang disunting oleh Sri-Edi

Swasono, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi (Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia, 1985), 1-13. 80

Makna ‘dikuasai oleh Negara’ dalam Pasal 33 Undang-Undang

Dasar 1945 tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ondernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada

membuat peraturan guna melancarkan jalan ekonomi, peraturan yang melarang

pula ‘penghisapan’ orang yang lemah oleh orang lain yang bermodal. Negara

mempunyai kewajiban pula, supaya penetapan Undang-Undang Dasar 1945,

Page 84: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

74

Orientasi Hatta adalah pada pemberdayaan ekonomi rakyat

yang mengorganisir diri dalam koperasi, yang bersifat jauh dari

semangat individualisme dan persaingan bebas. Dengan pola

pengorganisasian ini diharapkan bahwa ekonomi rakyat akan maju

dan mengisi sebagian besar kegiatan ekonomi nasional. Sementara

itu, sektor negara yang menyelenggarakan berbagai kegiatan

ekonomi (di bidang-bidang yang mempengaruhi hajat hidup orang

banyak) juga akan berkembang terus. Dalam gambaran Hatta,

ekonomi nasional untuk sebagian besar akan diisi oleh kegiatan

ekonomi rakyat dan ekonomi sektor negara. Perekonomian yang

boleh diselenggarakan oleh ‘orang-seorang’ hanyalah yang tersisa,

dan dalam rancang-bangun asli menurut Pasal 33, sektor kegiatan

ini direncanakan untuk menjadi semakin kecil dan tidak berarti.

Usaha swasta, mungkin karena dalam konteks waktu itu begitu

didominasi perusahaan-perusahaan Belanda, sebenarnya tidak

diberi tempat.81

Cita-cita koperasi Indonesia sebagaimana yang terpancang

dalam Pasal 33 UUD 1945 adalah menentang individualisme dan

kapitalisme secara fundamental. Paham koperasi Indonesia

menciptakan masyarakat Indonesia yang kolektif, berakar pada

adat-istiadat hidup Indonesia yang asli, tetapi ditumbuhkan pada

tingkat yang lebih tinggi, sesuai dengan tuntutan zaman modern.

Semangat kolektivisme Indonesia yang akan dihidupkan kembali

dengan koperasi mengutamakan kerjasama dalam suasana

kekeluargaan antara manusia pribadi, bebas dari penindasan dan

paksaan. Ia menghargai pribadi manusia sebagai makhluk Allah

yang bertanggung jawab atas keselamatan keluarganya dan

masyarakat seluruhnya, tetapi menolak penentangan dan

persaingan dalam bidang yang sama. Pada koperasi, sebagai badan

usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, didamaikan dalam

keadaan harmonis kepentingan orang-seorang dengan kepentingan

umum.82

Pasal 27 Ayat 2 terlaksana, yaitu ‘tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan

dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’. 81

Hadi Soesastro dan Aida Budiman, Pemikiran dan Permasalahan

Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir (Pendahuluan) , 16. 82

Mohammad Hatta, Cita-Cita Koperasi dalam Pasal 33 UUD 1945

(Pidato Hari Koperasi, 12 Juli 1977, dan pernah juga disampaikan sebagai

Page 85: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

75

Apa yang digugat dari sistem ekonomi dalam kaitannya

dengan UUD 1945 adalah bahwa pasal-pasal ekonomi bersifat

gotong royong, seperti terlihat pada asas kekeluargaan. Tetapi

sistem yang berjalan bersifat Kapitalisme, bahkan terwujud dalam

bentuknya yang primitif, dengan warna etatisme yang tinggi.

Bahkan sistem ekonomi Indonesia pada dekade 1980-an dan 1990-

an penuh dengan praktek kebijakan antipasar dan bersifat

monopolistik. Itu berarti bahwa pasal-pasal itu sama sekali tidak

tertransmisikan ke dalam realitas sehari-hari. Ada kesenjangan

yang jauh sekali antara butir-butir normatif dengan kenyataan

sehari-hari. Kesenjangan yang besar ini terjadi karena tidak ada

wacana yang cukup kuat di dalam masyarakat untuk membangun

kendaraan institusi dan organisasi yang membawa nilai-nilai

tersebut. sistem norma dibiarkan berada diatas langit, yang

berbeda dengan kenyataan praksis.

Dalam tulisannya yang berjudul ‚Ekonomi Rakyat Dalam

Bahaya‛ yang diterbitkan pada 1933, Wakil Presiden RI pertama

Mohammad Hatta menyebutkan bahwa perekonomian Indonesia

dieksploitasi oleh kolonialisme sehingga keadilan dan pemerataan

ekonomi perlu ditegakkan. Ini menjadi dasar pemikiran ekonomi

kerakyatan yang pada dasarnya adalah ekonomi sosialis dengan

tujuan utama pemerataan kesejahteraan. Paradigma yang

berkembang pada saat itu barulah sebatas pada bahwa ekonomi

kerakyatan merupakan perlawanan terhadap kapitalisme dan

eksploitasi.83

Besarnya peran negara84

dalam sistem ekonomi kerakyatan

tercermin dalam prinsip-prinsip yang terkandung pada Pasal 33

pidato di depan Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Pidato ini

mencerminkan pemikiran Mohammad Hatta yang berkembang sejak periode

1945 – 1959). Dimuat dalam Sri Edi Swasono (penyunting), Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1985), 14-22.

83 Tim Warta Ekonomi, Membongkar Neolib di Indonesia (Jakarta:

Warta Ekonomi dan PT. Dian Rakyat, 2009), 23. 84

Fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui

kewenangan legislasi oleh DPR bersama pemerintah dan regulasi oleh

pemerintah. Fungsi pengelolaan (beheersdaacf) dilakukan melalui mekanisme

pemilikan saham (share-holding) dan atau melalui keterlibatan langsung dalam

manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara

sebagai instrumen kelembagaan, yang melaluinya negara atau pemerintah,

Page 86: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

76

UUD 1945. Hal ini juga dilengkapi oleh pasal-pasal yang lain,

seperti Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34, yaitu peran negara dalam

sistem ekonomi rakyat meliputi85

:

1) Mengembangkan koperasi.

2) Mengembangkan BUMN.

3) Memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala

kekayaan yang terkandung di dalamnya digunakan

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

4) Memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan

pekerjaan dan penghidupan yang layak.

5) Memelihara fakir miskin dan anak terlantar.

Indonesia mengalami penjajahan selama 3,5 abad. Tidak

dapat dipungkiri bahwa perekonomian Indonesia dibangun

bercorakkan kolonialisme. Oleh karenanya, ekonomi kerakyatan

harus dipahami sebagai upaya sistematis untuk mengoreksi

perekonomian yang bercorak kolonial tersebut. Untuk mencegah

terjadinya hal ini, telah banyak upaya yang dilakukan oleh pihak

kolonial untuk dapat mempertahankan jejak mereka dalam

perekonomian Indonesia.

Dari catatan sejarah, dapat dilihat dengan jelas jejak rekam

subversi perekonomian Indonesia sebagai berikut86

:

Pertama, setelah Indonesia merdeka pada 1945, para

penjajah telah melakukan berbagai cara untuk kembali

menancapkan kukunya di Indonesia, yaitu melalui agresi

militer I dan II pada 1947 dan 1948. Tujuan utamanya

mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk

digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi

pengawasan oleh negara (toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara atau

pemerintah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan

penguasaan oleh negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar

dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat. Lihat Kuntana

Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufik, Tafsir MK Atas Pasal 33 UUD

1945; Studi Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU

No. 22/2001, dan UU No. 20/2002. Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 1,

Februari 2010, 165. 85

Tim Warta Ekonomi, Membongkar Neolib di Indonesia, 24. 86

Tim Warta Ekonomi, Membongkar Neolib di Indonesia, 26-29.

Page 87: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

77

adalah untuk mencegah berdirinya NKRI yang berdaulat,

mandiri, dan berkepribadian.

Kedua, dalam forum Konfrensi Meja Bundar (KMB) pada

1949, bangsa Indonesia dipaksa untuk memenuhi tiga

syarat ekonomi guna memperoleh pengakuan kedaulatan.

Ketiga syarat itu adalah bersedia menerima warisan utang

dari Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden, bersedia

mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Dana

Moneter Internasional (IMF), dan bersedia

mempertahankan keberadaan perusahaan-perusahaan asing

di Indonesia.

Ketiga, dilakukannya berbagai macam proyek adu domba

menyusul dibatalkannya keputusan KMB oleh Indonesia

pada 1956. Tindakan-tindakan itu antara lain terungkap

pada meletusnya peristiwa PRRI/Permesta pada 1958.

Keempat, diselundupkannya sejumlah sarjana dan

mahasiswa ekonomi Indonesia ke AS untuk mempelajari

perekonomian yang bercorak liberal-kapitalisme sejak

1957. Para ekonom ini kemudian dikenal dengan ‚Mafia

Barkeley‛, yang memang dipersiapkan untuk mengambil

alih perekonomian Indonesia pasca penggulingan Soekarno

pada 1966.

Kelima, dilakukannya sandiwara politik untuk

menggulingkan pemerintahan Soekarno pada 30 September

1965, setelah Soekarno menerbitkan UU No. 16/1965 pada

Agustus 1965 yang pada intinya menolak segala

keterlibatan modal asing di Indonesia.

Keenam, dipaksanya Soekarno untuk menandatangani

empat UU sebelum ia secara resmi dilengserkan dari

kekuasaannya. Keempat UU itu adalah:

1) UU No. 7/1966 tentang penyelesaian masalah utang-

piutang antara pemerintah Indonesia dan pemerintah

Belanda;

2) UU No. 8/1966 tentang pendaftaran Indonesia menjadi

anggota ADB;

3) UU No. 9/1966 tentang pendaftaran kembali Indonesia

menjadi anggota IMF dan World Bank;

Page 88: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

78

4) UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing

(PMA).

Ketujuh, dibangunnya kembali pemerintahan

kontraevolusioner di Indonesia sejak 1967. Melalui

pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto ini, para

ekonom Mafia Barkeley, yang sejak jauh-jauh hari

dipersiapkan oleh AS, secara sistematis berusaha untuk

membelokkan orientasi penyelenggaraan perekonomian

Indonesia dari perekonomian rakyat menuju perekonomian

pasar, yaitu neoliberal. Tindakan pembelokkan ini

didukung sepenuhnya oleh IMF, World Bank, USAID, dan

ADB dengan mengucurkan utang luar negeri.

Kedelapan, dilakukannya proses liberalisasi besar-besaran

sejak 1983, yaitu melalui serangkaian kebijakan yang

dikemas dalam paket deregulasi dan debirokratisasi.

Kesembilan, dipaksanya Soeharto untuk menandatangani

pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara rinci

melalui penandatanganan MoU atau nota kesepahaman

dengan IMF pada 1998, sebelum ia dipaksa untuk

menyerahkan kekuasaannya melalui gerakan politik yang

kemudian dikenal dengan nama Gerakan Reformasi. Perlu

diketahui bahwa, dalam sejarah perekonomian Inggris,

gerakan ekonomi serupa dipelopori, antara lain, oleh David

Hume, Adam Smith, David Ricardo, Thomas R. Malthus,

dan John Stuart Mill.

Kesepuluh, dilakukannya amandemen pada 2002 terhadap

Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan landasan

konstitusional sistem ekonomi kerakyatan. Melalui

perdebatan yang cukup sengit dalam tim perekonomian

saat itu yang, antara lain, terdiri dari Sri Mulyani, Sri

Adiningsih, Bambang Soedibyo dan Mubyarto, ayat 1, 2,

dan 3 Pasal 33 berhasil dipertahankan. Namun, terdapat

penambahan pasal, yaitu Pasal 33 ayat 4 yang berbunyi

‚Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar pada

demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi,

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan

Page 89: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

79

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional‛. Selain itu,

kalimat penting yang terdapat pada penjelasan Pasal 33

UUD 1945, yang berbunyi ‚Bangun perusahaan yang

sesuai dengan itu adalah koperasi‛ turut menguap bersama

hilangnya penjelasan pasal tersebut.

Dari hasil pemaparan diatas, dapat dilihat bahwa nilai-nilai

yang terkandung pada ekonomi konstitusi, dalam hal ini Pasal 33

UUD 1945, memuat juga nilai-nilai ajaran ekonomi Islam. Nilai-

nilai yang terkandung didalamnya memuat tentang konsep

kebersamaan atau kekeluargaan, konsep kepemilikan, dan konsep

keadilan.87

Pada konsep kebersamaan atau kekeluargaan misalnya,

Pasal 33 UUD 1945 berbunyi: ‚Perekonomian disusun sebagai

usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan‛, ayat 1 dalam

pasal ini menjelaskan bahwa asas kekeluargaan sangat penting

sekalipun dalam pengelolaan ekonomi negara. Karena manusia

adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, maka dalam

urusan perekonomian sekalipun manusia hendaknya saling

bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep ini

termuat dalam Al-Qur’an yaitu surat Al-H}ujura>t ayat 10 yang

berbunyi bahwa ‚Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara...‛.

88

Pada konsep kepemilikan, Pasal 33 UUD 1945 berbunyi:

‚Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi,

air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat‛. Ayat 2 dan 3 dalam pasal ini menjelaskan bahwa alat-alat

produksi yang vital dan yang menyangkut kepentingan rakyat

harus dimiliki oleh negara dan selanjutnya dikelola untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat demi terciptanya

kesejahteraan rakyat secara makro.

Penguasaan alat-alat produksi yang menyangkut hajat

hidup orang banyak tersebut bertujuan agar kekayaan dalam suatu

87

Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam; Menangkap Makna

Maqa>s}i>d Ash-Shari>’ah (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), 165. ...انما المؤمنون اخوة 88

Page 90: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

80

negara tidak terpusat pada segenlintir orang, melainkan negara

harus mengelolanya dengan baik untuk selanjutnya didistribusikan

kepada rakyatnya dengan cara yang adil. Karena jika penguasaan

alat-alat produksi yang penting tadi diserahkan kepada segelintir

orang, atau dalam hal ini pengusaha swasta, maka suatu

perusahaan akan lebih mengejar profit maximization daripada

menjadi perusahaan yang mengedepankan pelayanan terhadap

kebutuhan rakyat.

Konsep kepemilikan yang dijelaskan diatas sangat sesuai

dengan isi kandungan Al-Qur’an surat Al-H}ashr ayat 7 yang

berbunyi bahwa: ‚.... agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu‛.

89

89

....ك ال كون دولة بن االغناء منكم

Page 91: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

81

BAB IV

POTRET PRIVATISASI DI INDONESIA

Pada bab ini penulis membahas tentang lembaga-lembaga

multilateral semisal IMF, Bank Dunia dan Departemen Keuangan

Amerika Serikat dan keterkaitannya dengan negara-negara

berkembang yang mengambil kebijakan privatisasi dalam

memecahkan masalah krisis finansial yang membelitnya, salah

satunya Indonesia. Ketiga lembaga internasional tersebut

disinyalir selalu berada dibalik pengambilan kebijakan di negara-

negara yang menerapkannya.

A. IMF dan Kebijakan Privatisasi di Negara-Negara Maju

dan Berkembang

Krisis global yang melanda dunia pada akhir tahun 2008

ditandai dengan ambruknya harga saham di lantai Wall Street,

yang ditengarai disebabkan oleh kasus subprime mortgage

perumahan di Amerika. Para ekonom mengindikasikan terjadinya

bubble economics, yaitu pasar uang tumbuh dengan suburnya,

tetapi sektor riil kekeringan. Pertumbuhan pasar saham yang

sporadis mengakibatkan masyarakat terlena oleh sesuatu yang

semu, bukan riil. Krisis ini menelan korban raksasa-raksasa

finansial seperti Lehman Brothers, Fanny Mae, Freddie Mac, dan

yang terakhir adalah General Motors. Krisis global membawa

dampak yang besar bagi perekonomian dunia melebihi dampak

dari Great Depression pada 1929. Pengangguran di Amerika

mencapai level tertinggi sepanjang sejarah, kepercayaan publik

mulai tergerus, banyak negara yang mengalami resesi, dan

pertumbuhan dunia menjadi negatif. Dengan kata lain, terjadi

resesi global.1

Neolib merupakan modifikasi baru ataupun perkembangan

dari sistem ekonomi liberalisme dan kapitalisme. Berbekal

perkembangan teori dan kesuksesan aplikasi di negara maju,

World Bank, IMF, dan Departemen Keuangan AS sepakat untuk

1 Tim Warta Ekonomi, Membongkar Neolib di Indonesia

(Jakarta:Warta Ekonomi&PT. Dian Rakyat, 2009), 19-20.

Page 92: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

82

menggeneralisasi berbagai teori ini dalam satu paket kebijakan

yang dikenal dengan nama Washington Consensus. Pada awalnya

Washington Consensus merupakan kesepakatan antara politisi

Kongres, badan pemerintah, dan Bank Sentral AS, serta lembaga

keuangan internasional mengenai cara pemulihan ekonomi di

negara-negara berkembang.2

Berbagai kajian dan literatur telah membuktikan bahwa

kebijakan pemerintah itu sangat berperan penting dalam

mendorong pembangunan ekonomi suatu negara. Pengambilan

kebijakan selalu melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan

dalam rangka menegakkan keadilan bagi umat manusia, tidak

hanya dilihat dari prosesnya tetapi juga kontribusinya kepada

masyarakat luas. Kebijakan yang zalim akan membawa

kemudlaratan, keputusan ini tidak mesti ditinjau kembali akan

tetapi wajib dibatalkan.3 Kajian karya ‘Abdurrahma>n Al-Ma>liki

4>,

Clement M. Henry dan Rodney Wilson5, Khursh{id Ah}mad

6, M.

Umer Chapra7, Abu> H}asan Bani> S}adr

8, dan Amin Akbar

9

2 Tim Warta Ekonomi, Membongkar Neolib di Indonesia, 15.

3 Abu> Isha>q As-Shairazi>, Al-Muhadhab, jilid II (Kairo: ‘Isa > Al-Ba>bi Al-

H}alabi> wa Shurakah) dalam Ali Zawawi dan Saifullah Ma’sum, Penjelasan Al-Qur’an Tentang Krisis Sosial Ekonomi dan Politik (Jakarta: Gema Insani Press,

1999), 297. 4 ‘Abdurrahma>n Al-Ma>liki>, Politik Ekonomi Islam, penerjemah Ibnu

Solah (Bangil: Al-Izzah, 2001). Lihat Taqiyuddi>n An-Nabha>ni>, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam penerjemah Moh. Maghfur Wachid

(Surabaya: Risalah Gusti, 2000). 5 Clement M. Henry dan Rodney Wilson, The Politics of Islamic

Finance (Edinburg: Edinburg University Press and Columbia University Press,

2004). Lihat Timur Kuran, Islam and Mammon: The Economic of Predicaments of Islamism (Princeton: Princeton University Press, 2004). Lihat juga Maxime

Rodinson, Islam and Capitalism (London: Allen Lane, 1974). Lihat juga Peter

Gran, Islamic Roots of Capitalism (Austin: University of Texas Press, 1979). 6 Khurs{id Ahmad, Economic Development in an Islamic Framework

(London: The Islamic Foundation, 1979). Lihat Abdullah Abdul Husain Al-

Tari>qi, Al-Iqtis{a>d Al-Isla>mi>:Usu>sun wa Muba’un wa Ahda>f (Beirut: 1983).

Lihat Robert L. Heilbroner, The Making of Economic Society (London: 1987).

Lihat Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice

(Lahore: 1987). 7 M. Umer Chapra, The Islamic Welfare State and Its Role in the

Economy (London: The Islamic Foundation, 1979).

Page 93: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

83

merupakan sedikit dari banyak kajian tentang politik ekonomi

Islam yang dapat menunjukkan begitu pentingnya kebijakan yang

ditetapkan pemerintah bagi pertumbuhan dan perkembangan

perekonomian umat.

Praktek politik atau kebijakan10

tidak bisa dipisahkan

dengan ekonomi, kehidupan politik dengan kehidupan ekonomi

saling bertemu, saling menjalin dan saling mempengaruhi. Dalam

setiap tindakan politik ada aspek ekonominya, demikian juga

struktur perekonomian suatu masyarakat dapat mempengaruhi

lembaga-lembaga politik, baik yang sudah ada maupun yang akan

ada di kemudian hari11

.

8 Abu> H}asan Bani> S}adr, Islamic Economic: Ownership and Tauhid

(Oxford: Oxford University Press, 1982). Lihat John L. Esposito (Ed) dan John

D. Donohaue, Islam in Transition (London: 1979). 9 Amin Akbar, ‚Structural Framework of Islam’s Economic System‛,

Muslim World Langue Journal (May-June, 1988). 10

Para pakar berbeda-beda dalam mendefinisikan kebijakan, tidak ada

definisi yang baku. Kebijakan (policy) seringkali disamakan dengan istilah

seperti politik, program, keputusan, undang-undang, aturan, ketentuan-

ketentuan, kesepakatan, konvensi, dan rencana strategis. Kebijakan umumnya

berupa intervensi pemerintah dan publik untuk mencari apa pemecahan masalah

dalam pembangunan. Lihat Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2001), 30. Kebijakan juga adalah pernyataan cita-cita, tujuan,

prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha

mencapai sasaran. Lihat Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 1989), 115. Menurut Pal, Elis, dan Anderson yang dikutip dalam

buku Toni Djogo, Sunaryo dan Martua Sirait, Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pembangunan Agroforestri (Bogor: Word Agroforestry Centre (ICRAF),

2003), bahwa kebijakan adalah 1. Jalan atau cara bagi lembaga yang berperan

sebagai pemegang kewenangan publik (dalam hal ini pemerintah) untuk

mengatasi permasalahan dan sekelompok permasalahan yang saling

berhubungan (Pal. 1992). 2. Cara atau jalan yang dipilih pemerintah untuk

mendukung suatu aspek dari ekonomi termasuk sasaran yang dicari pemerintah

untuk mencapainya (Elis, 1994). 3. Kegiatan yang dipilih secara sengaja oleh

aktor tertentu atau sekelompok aktor dalam mengatasi suatu masalah.

Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintah atau

pejabatnya (Anderson, 1984. 11

Yulia Hafizah, ‚Kebijakan Ekonomi Indonesia Ditinjau dari Konsep

Dasar Ekonomi Islam‛, Jurnal Millah Vol. IV, No. 2 (Januari 2005). Lihat F.

Isjwara, Pengantar Ilmu Politik (Semarang: Putra Bardin, 1989).

Page 94: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

84

Seperti halnya negara-negara maju, negara-negara

berkembang juga menerapkan privatisasi sebagai focal point kebijakan perekonomian nasional. Bedanya, proses tersebut

dilakukan untuk memenuhi syarat utama restrukturisasi ekonomi

yang dimandatkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dan

Bank Dunia. Karena itulah banyak pengamat menilai privatisasi di

negara berkembang umumnya dilakukan karena desakan

internasional12

. Desakan ini merupakan upaya mengintegrasikan

perekonomian domestik negara tersebut ke dalam sistem pasar

global. Agen-agen internasional seperti Bank Dunia dan IMF

merupakan aktor yang sangat berkepentingan dalam hal ini.

Muncullah kritik yang melihat bahwa privatisasi lebih merupakan

agenda paksaan IMF terhadap negara berkembang atas program

bantuan finansial yang diberikan13

.

Amerika Latin merupakan kawasan pionir bagi privatisasi

di negara berkembang sejak 1970-an. Sejarah privatisasi di

kawasan ini diawali Cile pada tahun 1973. Hingga 1995 tercatat

pemerintah Cile telah memprivatisasi 521 dari 524 BUMN14

.

Langkah tersebut diikuti oleh negara-negara tetangganya seperti

Meksiko, Argentina, dan Venezuela tahun 1990-1993. Nellis,

Menezes, dan Lucas15

menyebutkan bahwa hampir seluruh sektor

publik di kawasan ini –seperti perbankan, pembangkit listrik,

telekomunikasi, jalan, air, hingga layanan transportasi-

diprivatisasi pada era 1990-an. Pada era tersebut, pendapatan yang

diperoleh 18 negara dari transaksi privatisasi mencapai 6 persen

dari total PDB kawasan. Ini menunjukkan korelasi positif dengan

peningkatan investasi swasta di Amerika Latin yang dalam

12

D. G. McFetridge, ‚The Economics of Privatization‛, C. D. Howe

Institute Benefactors Lecture, 22 Oktober 1997, 9. 13

Revrisond Baswir, ‚Privatisasi BUMN: Menggugat Model Ekonomi

Neoliberalisme IMF,‛ dalam I. Wibowo dan Francis Wahono, Neoliberalisme

(Yogyakarta: Cinderelas, 2003), 206. 14

Sunita Kikeri, Jonh Nellis, dan Mary Shirley, ‚Privatization: Lessons

from Market Economies,‛ The World Bank Research Observer Vol. 9, Juli 1994,

248. 15

John Nellis, Rachel Menezes, dan Sarah Lucas, ‚Privatization in

Latin America: The Rapid Rise, Recent Fall, and Continuing Puzzle of a

Contentious Economic Policy,‛ Centre for Global Development Vol. 3, Januari

2004, 1.

Page 95: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

85

rentang waktu 1990-2001 melambung drastis hingga mencapai

AS$360,5 miliar.

Selain negara-negara Amerika Latin, privatisasi skala besar

juga dilakukan di negara berkembang lain seperti Malaysia,

Filipina, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, Turki, dan Indonesia.

Privatisasi yang juga mendapat banyak sorotan publik adalah

privatisasi di negara-negara bekas komunis karena dilakukan

secara cepat dan masif. Tahun 1994, privatisasi ini berhasil

mengalihkan 45.300 perusahaan skala kecil dan menengah ke

tangan swasta. World Bank Report 1996 menyebutkan bahwa

akibat privatisasi masif ini, kepemilikan pemerintah pada BUMN

kecil dan menengah di 6 negara Eropa Tengah dan Timur anjlok

drastis. Di Estonia misalnya, persentase saham pemerintah turun

sampai tinggal 4 persen16

. Kondisi serupa juga terjadi di Rusia.

Pada akhir 1993, pemerintah Rusia memprivatisasi lebih dari 85

persen atau sekitar 82.000 BUMN skala kecil dan menengah17

.

Namun demikian, secara umum di negara berkembang

privatisasi bukanlah kebijakan yang populer. Salah satu sebabnya

adalah adanya perbedaan corak dan motivasi yang

melatarbelakangi privatisasi di negara maju dan berkembang. Bila

di negara maju secara umum privatisasi membuat BUMN jadi

semakin efisien18

dan barang atau jasa bisa tersedia dengan harga

murah bagi publik, maka privatisasi di negara berkembang hanya

merupakan salah satu program dari agenda liberalisasi ekonomi.

Sebagaimana dinyatakan Petras dan Veltmetyer19

, tujuan

utama privatisasi BUMN bukanlah untuk mengambil alih

kepemilikan perusahaan, melainkan menata ulang struktur

perekonomian negara dimaksud guna melapangkan jalan bagi

16

Juan J. Buttari, ‚Reassessing Privatization in Eastern Europe‛,

Desember 1997, tersedia di http://www.amigospais-

guaracabuya.org/oagjboo3.php. 17

Christoper Dent, ‚The Business Environment in Russia: An

Overview‛, European Business Review Vol. 94 No. 3, Agustus 1994, 15-21. 18

Juliet D’ Souza, William L Magginson dan Robert Nash,

“Determinants of Performance Improvements in Privatized Firms: The Rule of

Restructuring and Corporate Governance?”, March 2000, 2. http://faculty-

staff.ou.edu 19

James Petras dan Henry Veltmayer, Globalization Unmasked:

Imperialism in the 21 Century (Kanada: Fernwood Publishing, 2001).

Page 96: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

86

penyelenggaraan agenda ekonomi neoliberal secara internasional

sebagaimana tertera dalam Washington Consensus20. Washington

Consensus adalah sebutan bagi paket ‚standar‛ reformasi

perekonomian negara-negara yang dilanda krisis yang disusun oleh

lembaga-lembaga keuangan internasional yang bermarkas di

Washington, yaitu IMF, Bank Dunia, dan Departemen Keuangan

AS. Salah satu contoh implementasi Washington Consensus

terlihat dalam proses privatisasi air oleh Bank Dunia sejak 199221

.

Tinjauan atas sepak terjang IMF di 40 negara juga membuktikan

bahwa pada tahun 2000, perjanjian peminjaman IMF terhadap 12

negara debitur selalu mencantumkan privatisasi air sebagai salah

satu syarat dikucurkannya pinjaman.

Adanya unsur ‘desakan’ dan ‘paksaan’ seperti disebutkan

di ataslah yang membuat proses privatisasi di negara berkembang

banyak menuai kritik dari masyarakat. Proses privatisasi yang

seperti ini juga membuat privatisasi berjalan salah arah dan

melenceng dari tujuan-tujuan yang diharapkan. Keinginan untuk

membuat BUMN menjadi efisien dan bebas korupsi misalnya,

justru bisa berbalik menyuburkan korupsi.22

Di negara-negara yang

berada dalam proses transisi dari pemerintahan otoriter menuju

demokrasi, privatisasi umumnya justru sarat dengan praktik

kolusi, korupsi dan nepotisme untuk kepentingan kelompok

tertentu di tingkat domestik. Ini dimungkinkan karena masih

lemahnya fungsi regulasi pendukung iklim kompetisi dan aturan

main yang jelas tentang privatisasi23

.

Kontroversi selalu mewarnai hampir di setiap kebijakan

privatisasi di negara-negara yang menjalankannya, misalnya pada

20

Yujiro Hayami, ‚From Washington Consensus to Post Washington

Consensus Retrispect dan Prospect‛, dalam Asian Development Review Vol. 20

No. 2, 2003, 55. 21

P. Raja Siregar, ‚World Bank and ADB’s Role in Privatizing Water

in Asia Regional‛, tersedia di

http://www.jubileesouth.org/news/EpZyVyEyylgqGYKXRu.shtml 22

Igor Artemiev dan Michael Haney, ‚The Privatization of Russian

Coal Industry: Policies and Processes in the Transformation of a Major Industry‛. World Bank Policy Research Working Paper No. 2820, 11 April 2002

23 Chris Gramer, ‚Privatization and The Post Washington Consensus:

Between The Lab and the Real World?‛, CDPR Discussion Paper 0799, 1999.

Page 97: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

87

industri batu bara Rusia24

. Pertama, privatisasi justru merusak

lapangan kerja yang sudah ada dan tidak membuka kesempatan

kerja baru. Kedua, privatisasi cenderung menstimulasi korupsi

alih-alih menguranginya. Ketiga, privatisasi tidak berdampak

positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dampak sosial-ekonomi

terparah privatisasi mungkin dialami oleh masyarakat Amerika

Latin. Epidemi kolera tahun 1991 yang melanda kawasan itu –

dimulai dari Peru, menyebar ke Ekuador, Kolombia, Cile, dan

ujung barat Brasil- adalah buntut langsung dari liberalisasi harga

yang merupakan paket program penyesuaian struktural IMF25

.

Perdebatan serupa juga mewarnai kasus privatisasi air seperti:

pertama, dugaan nepotisme dalam penyelenggaraan tender, dan

kedua, melambungnya harga jual air yang semakin tidak

terjangkau konsumen26

.

Sejak tahun 1980-1990-an, terjadi pergeseran paradigma

bantuan pembangunan internasional yang bisa dicermati dalam

tahapan waktu27

, diawali dengan diberlakukannya kebijakan

Industri Substitusi Impor (ISI), kemudian Washington Consensus,

dan terakhir Post Washington Consensus yang merupakan

otokritik pendekatan liberal atas kegagalan Washington

Consensus dalam menjawab problema pembangunan di tingkat

domestik negara berkembang, khususnya Amerika Latin tahun

1980-an dan Asia Timur penghujung tahun 1990-an. Adapun

runtutan pergeseran paradigma pembangunan ini dimulai pada

1950-an atau sejak berakhirnya Perang Dunia II dengan

kemunculan negara-negara merdeka baru.

24

Igor Artemiev dan Micheal Haney, ‚The Privatization of Russian

Coal Industry: Policies and Processes in the Transformation of a Major

Industry‛, World Bank Policy Research Working Paper No. 2820, 11 April

2002. 25

Kisah tentang kaitan antara epidemi kolera dengan kebijakan IMF

ini diulas oleh Noreena Hertz, The Debt Threat: How Debt is Destroying the Developing World (New York: Harper Business, 2004), 142-147.

26 Bonnie Setiawan, Menggugat Globalisasi (Jakarta: INFID, 2000),

36-37. 27

Pergeseran ini diulas oleh Yujiro Hayami, ‚From the Washington

Consensus to the Post Washington Consensus: Retrospect and Prospect‛, Asian Development Review Vol. 20 No. 2, 2003, 40-65.

Page 98: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

88

Pada masa-masa tersebut, negara berkembang yang baru

merdeka dari kolonialisasi sibuk mencari format baru bagi proses

pembangunan ekonominya. Pemerintah memainkan peran sentral

dalam menyusun kebijakan dan merencanakan pembangunan, dan

pendekatan berorientasi ISI menjadi kebijakan yang populer saat

itu. kebijakan ISI merupakan kebijakan industri yang

dikembangkan untuk membangkitkan dan mendorong industri

domestik modern berskala besar dengan tujuan mendongkrak

pertumbuhan ekonomi. Karakteristik utama kebijakan ini adalah

kuatnya intervensi pemerintah di bidang ekonomi dengan

memberlakukan sejumlah perlindungan terhadap industri domestik

seperti proteksi, penyaluran kredit dan subsidi sebagai sarana

memperkuat basis industri domestik dari persaingan di tingkat

internasional. Dominasi negara untuk melindungi konstituen

ekonomi di tingkat domestik dari kompetisi pasar global ini juga

dijalankan melalui pengawasan terhadap keluar-masuknya

investasi.

Akan tetapi, beberapa peristiwa internasional seperti oil shock 1970-an, serta jatuhnya nilai jual produk-produk primer dan

pertanian di tingkat global, secara telak memukul perekonomian

kelompok negara ini yang pendapatan utamanya bersandar pada

pengolahan sumber daya alam. Krisis ini menghadirkan krisis

neraca pembayaran di tingkat domestik, yang makin diperparah

oleh besarnya utang luar negeri sebagai konsekuensi kebutuhan

dana segar untuk mendanai pembangunan berorientasi industri.

Untuk mengatasi krisis yang dihadapi oleh kelompok

negara ini, pada awal 1980-an IMF dan Bank Dunia menyarankan

diberlakukannya Structural Adjustment Program (SAP) yang

kental dengan ideologi pasar bebas, perdagangan bebas, dan

pengurangan peran negara di sektor ekonomi. Structural adjustment konon memungkinkan dilakukannya penyesuaian

terhadap situasi neraca pembayaran yang mengalami

ketidakseimbangan, yaitu keadaan dimana jumlah uang yang

keluar dari suatu negara lebih besar dari yang masuk. Dalam hal

ini, sistem internasional harus dapat menawarkan suatu kebijakan

yang dapat mencegah agar negara yang menghadapi krisis tidak

mengubah nilai tukar mata uangnya dengan semena-mena karena

stabilitas sistem moneter internasional bisa guncang akibat

Page 99: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

89

tindakan tersebut. Adapun solusi lain yang ditawarkan untuk

mengatasi krisis adalah memberi pinjaman baru melalui IMF dan

atau Bank Dunia. Namun konsekuensinya, aturan dan kontrol

diberlakukan bagi negara-negara peminjam untuk mereformasi

struktur dan kondisi ekonomi domestiknya dalam jangka panjang,

seperti mereduksi peran negara di sektor ekonomi, mereformasi

kebijakan ekonomi makro, menekan pertumbuhan ekonomi

berorientasi ekspor, serta reformasi kebijakan publik.

Banyak yang telah ditulis mengenai akar dan penyebab

krisis Asia. Beberapa analisis menyatakan bahwa krisis terjadi

akibat kesalahan manajemen kebijakan ekonomi makro. Analisis

lain menyatakan bahwa krisis Asia disebabkan oleh kelemahan

institusional sektor perbankan dan keuangan domestik. Nyatanya

memang negara-negara Asia Timur dan Tenggara mengalami

kerentanan finansial, yang dapat digambarkan sebagai ‚suksesnya

serangan spekulan terhadap mata uang domestik‛.28

Post Washington Consensus pun menyatakan dengan tegas

bahwa justru resep IMF-lah yang memperparah krisis. Langkah-

langkah IMF menyulut ‘panik finansial’ yang membuat krisis

menular ke seluruh Asia Timur. Jeffrey Sachs menyatakan: ‚Alih-

alih memadamkan api, IMF malah berteriak ada kebakaran di

dalam gedung pertunjukan‛.29

Post Washington Consensus memandang krisis ini

merupakan hasil interaksi antara kelemahan institusional domestik

dengan kegagalan pasar finansial dunia. Kebijakan penyelamatan

yang mereka ajukan sifatnya bertahap dan terkelola, yang

menekankan pada penyesuaian tarif pembangunan institusional

domestik dengan derajat keterbukaan arus modal lintas batas.

Kekeliruan terbesar IMF menurut Post Washington Consensus

adalah kecenderungannya untuk menerapkan kebijakan ‚one size for all‛ tanpa mempertimbangkan keunikan masalah sosial-politik

28

Guillermo E. Perry dan Daniel Lederman, Financial Vulnerability,

Spillover Effects and Contagion: Lessons from the Asian Crisis for the Latin America (Washington: The World Bank, 1998), 1 dan 5.

29 Dikutip dari Dic Lo, ‚Consensus in Washington Upheavel in East

Asia‛ dalam Ben Fine, Costas Lapavitsas dan Jonathan Pincus (eds.),

Development Policy in the Twenty-First Century: Beyond the Post Washington Consensus (London: Routledge, 2001), 104.

Page 100: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

90

masing-masing negara. Mengacu pada kasus Indonesia, Stiglitz

bahkan dengan keras menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan IMF

tidak berperikemanusiaan. Kerusuhan 1998 menurut Stiglitz

sangat bisa diprediksikan: Indonesia telah matang dalam kondisi

sosial seperti itu. IMF seharusnya sudah mengetahui hal tersebut,

karena di seluruh dunia kerusuhan selalu timbul saat IMF

memberlakukan pencabutan subsidi pangan.30

Hal serupa juga dinyatakan oleh Tito Sulistio31

, dia

berpendapat bahwa IMF memang sudah berpengalaman membantu

banyak negara dalam menata kembali perekonomiannya. Tetapi

harus diingat bahwa Indonesia memiliki karakter yang unik dan

tidak bisa disamaratakan dengan negara lain yang telah dibantu

IMF. Problem keuangan di negara ini bukan hanya terutama

berasal dari jebloknya sektor swasta dan relatif stabilnya sektor

publik. Pun bukan Cuma currency problem, tapi besarnya

persoalan ‚non performing loan‛ -85% NPL adalah yang terbesar

di Asia-, persoalan ekonomi negara ini juga diperparah dengan

kencangnya persoalan politik yang ada.

Sebenarnya, andil IMF dalam kebijakan perekonomian

Indonesia telah dimulai jauh sebelum krisis finansial 1997-1998.

Beberapa kajian, misalnya, Bonnie Setiawan32

, Vedi R. Hadiz dan

Richard Robison33

, Peter McCawley34

, dan Eric Toussaint35

memaparkan keterlibatan IMF dalam kebijakan ekonomi makro

30

Joseph Stiglitz, Dekade Keserakahan: Era ‘90-an dan Awal Mula

Petaka Ekonomi Dunia terjemah. Aan Suhaeni (Serpong: Marjin Kiri, 2006),

230. 31

Tito Sulistio, Mencari Ekonomi Pro Pasar; Catatan Tentang Pasar

Modal, Privatisasi dan Konglomerasi Lokal (Jakarta: The Investor, 2004), 239. 32

Bonnie Setiawan, Menggugat Globalisasi (Jakarta: INFID, 2000). 33

Vedi R. Hadiz dan Richard Robison, ‚Neo Liberal Reforms and

Illiberal Consolidations: the Indonesian Paradox‛, Southeast Asia Research Center Working Papers Series No. 52, September 2003.

34 Peter McCawley, ‚Indonesia Economy in Transition: The

International Context‛, Asian Development Bank Institute, February 2004.

Tersedia di www.adbi.org/files/2004. 02.25.spc002.mccawley.jakarta.pdf. 35

Eric Toussaint, ‚Indonesia: History of a Bankruptcy Orchestrated by

IMF and the World Bank‛, terbit pertama kali dalam bahasa Perancis dalam

Damien Millet dan Eric Toussaint, Les Tsunamis de la dette (Liege-Paris:

CADTM-Syllepse, 2005).

Page 101: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

91

Indonesia baik di masa pemerintahan Soekarno maupun Soeharto

(Indonesia sendiri resmi menjadi anggota IMF tanggal 21 Februari

1967). Toussaint misalnya, menjelaskan bagaimana Amerika

Serikat pada masa Orde Lama –dengan menggunakan ‘kendaraan’

IMF- menawarkan bantuan finansial bersyarat kurang lebih

sebesar AS$17 juta. Syarat-syarat yang dimaksud mencakup:

restrukturisasi kebijakan perekonomian, devaluasi nilai rupiah,

penundaan subsidi dan pengetatan anggaran belanja. Bantuan ini

diberikan kepada Indonesia sebagai bagian dari rangkaian strategi

containment policy AS untuk menangkal penyebaran komunisme

di kawasan Asia Tenggara. Pada masa itu, Indonesia merupakan

salah satu negara di Asia Tenggara yang menjadi fokus perhatian

AS, mengingat sikap politik Soekarno yang memiliki tendensi

kedekatan dengan Uni Soviet. Walau sesungguhnya sikap

Soekarno ini lebih merupakan ‘jalan tengah’ untuk mengamankan

posisi Indonesia dari tarik menarik kepentingan antar kedua blok

ini.

Pengaruh IMF semakin bertambah kuat dengan adanya

krisis Asia 1997-1998. Dua bulan setelah krisis melanda Indonesia,

pemerintah Indonesia secara resmi meminta IMF terlibat dalam

proses pemulihan ekonomi. Keputusan ini dilakukan atas dasar

optimisme pemerintah bahwa keterlibatan IMF merupakan faktor

signifikan untuk mengembalikan kepercayaan dunia internasional

terhadap kinerja ekonomi domestik.36

Beberapa pengamat

menguraikan bagaimana krisis yang terjadi di pertengahan 1997

itu tidak saja menghantam basis perekonomian Indonesia tapi juga

tatanan politik dan sosialnya.37

36

Mar’ie Muhammad, ‚IMF dan Pemulihan Ekonomi Indonesia‛ Koran

Tempo, 19 November 2001. 37

Lihat antara lain: K. S. Jomo (ed.), After the Storm: Crisis, Recovery

and Sustaining Development in Four Asian Economies (Singapura: Singapore

University Press, 2004); Joseph Stiglitz, Globalization and Its Discontent (New

York: W. W. Norton, 2002); Michael Ross, ‚Indonesia Puzzling Crisis‛,

Departement of Political Sciences University of California, Los Angeles, 16 Juli

2001; Kurnya Roesad, ‚Dangerous Liaisons? Financial Crisis, IMF and the

Indonesia State‛, CSIS Economic Working Paper Series, Agustus 2005; Prijono

Tjiptoherijanto, ‚Economic Crisis in Asia: The Case of Indonesia‛, Asian Review of Public Administration Vol. VIX No. I, Januari-Juni 1997.

Page 102: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

92

Mar’ie Muhammad misalnya, menguraikan bagaimana

sulitnya proses pemulihan perekonomian Indonesia, karena

kompleksitas kondisi di tingkat internal dan eksternalnya seperti:

(1) rapuhnya sektor perbankan yang ditandai oleh besarnya kredit

macet yang mencapai sekitar 70 persen dari total kredit yang

disalurkan, yang lebih disebabkan oleh absennya peran perbankan

dalam mempraktikkan secara konsisten prinsip kehati-hatian dan

adanya indikasi korupsi dalam penyaluran kredit; (2) hilangnya

kepercayaan luar negeri akibat permasalahan utang luar negeri

jangka pendek sektor swasta. Selain itu, krisis juga memukul

sektor industri. Melonjaknya nilai dolar AS terhadap rupiah hingga

mencapai 70 persen turut memberi pengaruh terhadap aktivitas

produksi sektor industri domestik. Peningkatan harga jual produk

yang secara khusus menggunakan komponen produk impor,

langsung berpengaruh terhadap macetnya produksi perusahaan,

merosotnya pendapatan industri dan penurunan kualitas hidup

masyarakat, serta hilangnya lapangan pekerjaan38

sebagai akibat

pengurangan pegawai yang dilakukan secara besar-besaran oleh

kelompok industri.39

B. Proses Kebijakan Privatisasi di Indonesia

Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997

lalu telah membuat perekonomian Indonesia kembali terpuruk.

Krisis ekonomi juga telah menyedot cukup besar anggaran

pemerintah (APBN) dalam kerangka pemulihan ekonomi.

Akibatnya, pendarahan fiskal menjadi tidak terhindarkan lagi.

Salah satu solusi yang diharapkan dapat menutupi lubang defisit

ini adalah penerimaan dana melalui program privatisasi. Kebijakan

privatisasi sendiri merupakan suatu politik reformasi BUMN.

Kebijakan ini melibatkan rangkaian kebijakan ekonomi nasional

dalam rangka meningkatkan efisiensi, debirokratisasi,

38

Igor Artemiev dan Michael Haney, ‚The Privatization of Russian

Coal Industry: Policies and Processes in the Transformation of a Major Industry‛. World Bank Policy Research Working Paper No. 2820, 11 April 2002

39 Lihat Indonesia dalam Krisis: Tidak Reformasi Tanpa Hak Asasi

Manusia, Laporan ELSAM, 30 April 1998, tersedia di

http://www.elsam.or.id/pdf/paper/1998/reportApril_98.pdf.

Page 103: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

93

menghilangkan subsidi, manajemen yang profesional di tingkat

perusahaan, disertai dukungan politis di parlemen (partai politik)

dan publik.40

Untuk meminimalisir dampak krisis, pemerintah

memutuskan mencari utangan baru dari IMF, dan pada bulan

Oktober 1997, pemerintah pun menandatangani Letter of Intent (LoI) untuk menerima pinjaman baru sebesar AS$43 miliar.

Bersamaan dengan kucuran utang ini, pemerintah wajib mematuhi

tuntutan reformasi sektor makro ekonomi yang disyaratkan oleh

IMF. Pinjaman IMF selalu dikaitkan dengan persyaratan yang

disebut kondisionalitas. LoI atau Nota Kesepahaman lebih

merupakan dokumen yang berisi ketentuan yang patut dilakukan

pemerintah agar bisa memperoleh pinjaman tersebut. Biasanya,

ketentuan yang tercantum dalam LoI didahului negosiasi

antarpihak debitor dalam hal ini Menteri Keuangan dan Kepala

Bank Indonesia. Kebijakan struktural jangka pendek yang dituju

oleh IMF meliputi: devaluasi nilai tukar mata uang dan kontrol

mobilitas uang, liberalisasi perdagangan, dan pengetatan anggaran.

Sementara kebijakan jangka panjangnya meliputi: liberalisasi

perdagangan dengan mengurangi tarif dan kuota impor, reformasi

sektor keuangan, reformasi sektor pajak dan peningkatan pajak tak

langsung.41

Sesuai surat yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan

Mar’ie Muhammad dan Gubernur Bank Indonesia Soedrajad

Djiwandono pada tanggal 30 Oktober 1997, dan diresmikan

dengan penandatanganan oleh Presiden Soeharto dan Direktur

Pelaksana IMF Michel Camdessus di Jakarta tahun 1998,

Indonesia pun resmi menjadi ‘pasien’ IMF. Konsekuensinya,

program perbaikan struktural pun langsung dilaksanakan dengan

cepat tanpa pandang bulu. Bulog misalnya, terhitung sejak 1

Februari tahun 1998, dikurangi kekuasaannya hanya untuk

menangani beras saja, setelah sebelumnya memonopoli impor dan

40

Faisal Baasir, Pembangunan Krisis; Kritik dan Solusi Menuju

Kebangkitan Indonesia (Pustaka Sinar Harapan, 2003), 228. 41

Tim Penulis CIReS (Centre for International Relations Studies

Universitas Indonesia), Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia (Serpong: Marjin Kiri, 2007), 54-55.

Page 104: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

94

distribusi beras, gula, serta gandum. Pada tahun yang sama BPPC

juga dihapuskan karena dipandang sebagai hambatan struktural.42

Ada tiga fase bagaimana krisis ini berpengaruh terhadap

perekonomian Indonesia43

: (1) Contagion Effects. Fase ini dimulai

dengan jatuhnya bath Thailand pada tahun 1997, yang

menghadirkan efek domino terhadap nilai tukar mata uang

beberapa negara di kawasan Asia atas dolar AS termasuk rupiah.

Pada fase ini, fluktuasi nilai tukar rupiah cenderung moderat

karena dipengaruhi beberapa faktor seperti diterapkannya sistem

kontrol nilai tukar mata uang oleh pemerintah. (2) Panic Effect. Fase tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang ditandai dengan

semakin merosotnya nilai rupiah; yang memaksa pemerintah untuk

menerapkan kebijakan intervensi sektor fiskal dan moneter. (3)

Kondisi ini akhirnya memaksa Indonesia mengundang IMF untuk

terlibat dalam penanganan krisis. Secara teoritis ada tiga peranan

utama IMF di Indonesia yaitu: menyediakan likuiditas atau dana

segar bagi kebutuhan kas negara; melaksanakan program

penyesuaian struktural; dan memberi bantuan teknis terkait

pengelolaan kebijakan ekonomi makro.

Pertanyaannya tentu: mengapa Indonesia kolaps? Ini

menarik dicermati karena ketika ahli-ahli ekonomi Bank Dunia

dan IMF melihat pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia begitu

menakjubkan, mereka berkomentar fundamental negara-negara

tersebut kuat. Pun Indonesia termasuk salah satu negara yang

menerima pujian tersebut. Maka ketika Indonesia kolaps, jelas ada

yang salah dengan pujian itu atau ada yang salah dengan

fundamental ekonomi Indonesia.44

Setelah krisis ekonomi berlangsung dua tahun, baru

sekarang dirasakan bahwa kebijakan moneter yang diambil

pemerintah selama ini ternyata keliru dan berdampak negatif

42

Tim Penulis CIReS (Centre for International Relations Studies

Universitas Indonesia), Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia, 55-56.

43 Fadli Zon, The IMF Game (Jakarta: Institute for Policy Studies,

2004). 44

F. Harianto Santoso, ‚Kenapa Indonesia Kolaps‛, dalam Salomo

Simanungkalit (ed.), Indonesia Dalam Krisis 1997-2002 (Jakarta: Kompas

Media Nusantara, 2002), 3-5.

Page 105: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

95

terhadap kegiatan ekonomi. Kebijakan ekonomi Indonesia pada

dasarnya mengacu kepada saran atau minimal merupakan ‚produk

bersama‛ antara Pemerintah Indonesia dengan Dana Moneter

Internasional (IMF). Garis kebijakan IMF pada intinya

memperketat sektor moneter melalui instrumen suku bunga tinggi

sekaligus memperketat sektor fiskal. Pada awalnya langkah

tersebut dilakukan untuk mempersempit ruang gerak para spekulan

agar dapat dicapai stabilisasi rupiah dan harga. Pinjaman luar

negeri yang dalam GBHN disebut sebagai pelengkap, sekarang

berubah menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan.

Hampir seluruh kegiatan pembangunan, baik untuk biaya rutin

maupun biaya pembangunan, untuk tahun anggaran 1999/2000

dibiayai dari utang luar negeri.45

Landasan hukum bagi pelaksanaan privatisasi adalah Tap

MPR dan Propenas. Hal itu tertuang dalam tanggapan dan

penugasan MPR terhadap Presiden, dalam Poin F, yakni:

Restrukturisasi dan privatisasi BUMN diperkirakan tidak dapat memenuhi target karena calon investor kurang berminat akibat kondisi politik dan keamanan, inkonsistensi kebijakan pemerintah dalam program restrukturisasi dan privatisasi BUMN serta prosedur privatisasi yang tidak transparan dan adil. Kemudian:

menugaskan kepada Presiden: mengajukan RUU tentang BUMN, melaksanakan dengan sungguh-sungguh dan transparan program restrukturisasi dan privatisasi BUMN sesuai dengan target yang sudah ditetapkan.

46 Sesuai dengan poin tersebut, MPR

menugaskan dua hal penting yakni mengajukan RUU tentang

BUMN dan melaksanakan program restrukturisasi dan privatisasi

BUMN.

Tujuan privatisasi diatur dalam Pasal 74 Ayat (2) yang

menyatakan bahwa privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk

meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan

meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham

Persero. Kebijakan privatisasi tersebut merupakan salah satu

45

Tjahja Gunawan dalam Menggugat Masa Lalu, Menggagas Masa

Depan Ekonomi Indonesia (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2000),209. 46

Faisal Baasir, Pembangunan Krisis; Kritik dan Solusi Menuju

Kebangkitan Indonesia, 228-229.

Page 106: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

96

kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengalihkan sebagian

atau keseluruhan aset yang dimiliki negara kepada pihak swasta.

Sebagian besar program dan kebijakan privatisasi yang dilakukan

tidak terlepas dari politik ekonomi (political economic) dalam

suatu negara. Globalisasi dan pasar bebas menuntut pemerintah

untuk menciptakan daya saing perusahaan (BUMN) untuk dikelola

secara profesional, salah satunya adalah dengan melibatkan pihak

swasta dalam tata perekonomian nasional. Perubahan kepemilikan

akan memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan.47

Privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah merupakan

bagian dari langkah-langkah reformasi BUMN, selain profitisasi

dan restrukturisasi. Privatisasi dalam konteks ini mengacu pada

peningkatan penyebaran kepemilikan kepada masyarakat umum

dan swasta asing maupun domestik untuk akses pendanaan, pasar,

teknologi serta akibat dihapuskannya monopoli.

Konsep privatisasi pada dasarnya mengacu pada pergeseran

strategi pengelolaan usaha yang semula dikelola oleh pemerintah

kepada swasta. Selanjutnya, pemerintah hanya membuat aturan

main, mengontrol, mengawasi etika berusaha dan mendapatkan

hasil melalui pajak. Dalam hal ini, negara tidak lagi menjadi

operator industri bahkan tidak lagi mengawasinya tetapi hanya

akan membuat aturan main. Selanjutnya, secara kongkrit

pemerintah harus mulai memisahkan fungsi-fungsi lembaga negara

dan fungsi bidang usaha yang saat ini kadang masih dilakukan oleh

satu institusi pemerintah.48

Langkah-langkah kebijakan privatisasi di Indonesia selaras

dengan sebuah dokumen milik Bank Dunia yang berjudul Legal Guidelines for Privatization Programs. Dalam dokumen ini

terdapat panduan bagaimana pemerintah melakukan kebijakan

privatisasi dengan menghilangkan persoalan hukum. Pertama,

memastikan tujuan-tujuan pemerintah dan komitmen terhadap

privatisasi. Kedua, amandemen undang-undang atau peraturan

yang merintangi privatisasi. Ketiga, menciptakan institusi yang

47

Riant Nugroho dan Randy R. W., Manajemen Privatisasi BUMN

(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2008), 12. 48

Faisal Baasir, Pembangunan Krisis; Kritik dan Solusi Menuju

Kebangkitan Indonesia, 232-233.

Page 107: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

97

memiliki kewenangan dalam implementasi privatisasi. Keempat, menghindari kekosongan kewenangan kebijakan privatisasi yang

dapat menyebabkan kebijakan privatisasi tidak dapat dijalankan.49

Sekarang ini, BPPN melakukan penjualan beberapa aset

strategis yang dikuasai pemerintah kepada pihak asing meskipun

tidak cukup prasyarat-prasyaratnya. Prasyarat-prasyarat yang ada

juga tidak dipersiapkan terlebih dahulu, sehingga yang terjadi

adalah banyaknya penyimpangan dan kolusi yang merugikan

negara.50

Sebagai sebuah kerja besar berdampak luas, privatisasi di

negara manapun memerlukan persiapan matang. Pemerintah

negara bersangkutan harus mengatur dengan ketat pelaksanaan

privatisasi. Fokus yang harus dikedepankan adalah: (1) sejauh

manakah keuntungan yang akan dihasilkan dari proses privatisasi

tersebut bagi masyarakat lokal, (2) strategi yang dapat

dikembangkan untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan angka

pengangguran sebagai konsekuensi privatisasi, dan (3)

membangun akses masyarakat terhadap sektor yang diprivatisasi,

terutama yang menyangkut kebutuhan masyarakat luas seperti air

dan jaringan komunikasi.51

Kematangan persiapan inilah yang sering absen dalam

pelaksanaan privatisasi di Indonesia, dimana privatisasi gencar

dilaksanakan sebagai bagian dari paket kebijakan Program

Penyesuaian Struktural IMF. Jika dibandingkan dengan negara

lain, Malaysia misalnya, kebijakan (aturan) terkait privatisasi

sudah ada jauh sebelum praktik privatisasi itu sendiri dijalankan.

Kebijakan privatisasi di Malaysia telah diterapkan semenjak tahun

1983. Di masa tersebut, perusahaan-perusahaan seperti Syarikat

Telekoms Malaysia Bhd dan Tenaga Nasional Bhd merupakan dua

49

Hidayatullah Muttaqin, ‚Privatisasi di Indonesia antara Fakta dan

Kebohongan‛, Jurnal Ekonomi Ideologis, Februari 2008. 50

Faisal Baasir, Pembangunan Krisis; Kritik dan Solusi Menuju

Kebangkitan Indonesia, 240. 51

Tim Penulis CIReS (Centre for International Relations Studies

Universitas Indonesia), Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia, 67.

Page 108: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

98

perusahaan pertama yang diprivatisasi dan masuk dalam daftar

Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE).52

Di Indonesia, kebijakan privatisasi baru pertama kali diatur

pemerintah tahun 2001 dengan dikeluarkannya Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tentang Tim Kebijakan

Privatisasi Badan Usaha Milik Negara. Dalam pasal 8 Keppres ini,

dinyatakan bahwa salah satu tujuan privatisasi BUMN adalah

untuk meningkatkan good corporate governance, serta memperluas

partisipasi masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN. Selain

itu, praktik ini juga bertujuan untuk menstimulasi pertumbuhan

ekonomi melalui penyerapan investasi dari luar negeri.53

Sebagian kalangan –bahkan yang kritis terhadap privatisasi

sekalipun- mengakui perlunya menyehatkan BUMN. Jusman SD,

pemimpin PT. Dirgantara Indonesia periode 2000-2002, melihat

bahwa sejak 2002, dapat dikatakan hampir sebagian besar BUMN

Indonesia ‚lumpuh‛ karena persoalan utang. Berdasarkan laporan

keuangan pemerintah tahun 2002, dari 300 BUMN, tercatat 145

diantaranya memiliki utang yang sangat besar.54

Namun Jusman

mempertanyakan haruskah persoalan ini diatasi dengan

menyerahkan pengelolaan BUMN ke pihak asing? ‚Apakah

mungkin ada kota tumbuh dan berkembang di daerah Sumatera

Utara, seperti Siantar, Kisaran, Lubuk Pakam jika tidak ada PT.

Perkebunan Milik Negara; atau berkembangnya seperti kota

Cilacap dan Gresik tanpa Pertamina dan Petrokimia?‛

Menanggapi hal ini, Tanri Abeng selaku Menteri Negara

Pendayagunaan BUMN tahun 2000 menyatakan bahwa resistensi

terhadap keputusan pemerintah untuk memprivatisasi lebih

disebabkan karena kurangnya sosialisasi dari fungsi program yang

52

Marie-Aimee Tourres, The Tragedy That Didn’t Happen (Kuala

Lumpur: Institute of Strategic and International Studies), 25. 53

Tim Penulis CIReS (Centre for International Relations Studies

Universitas Indonesia), Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia, 68.

54 Lihat Jusman SD, ‚Menjual BUMN ke Tangan Asing: Perlukah???‛,

12 November 2005, tersedia di

http://online.ipdf.org/index.php?option=content&task=view&id=44.

Page 109: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

99

dijalankan pemerintah.55

Menurut Abeng, privatisasi merupakan

upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai perusahaan (value creation), baik dengan cara meningkatkan leverage asset yang

dimiliki, ataupun dengan melibatkan pihak swasta dalam

kepemilikan aset BUMN. Strategi ini menurutnya dapat dilakukan

dengan: (1) Initial Public Offering (IPO); dan (2) Private Placement oleh lembaga keuangan. Namun, jika kondisi ini juga

tidak memungkinkan karena lesunya pasar modal ataupun karena

ketidaksiapan perusahaan, maka alternatif lain yang dapat dipilih

yakni: (3) Strategic Investor, yang dimaksudkan untuk

mendatangkan dana segar (valuta asing).

Selain itu, Abeng menambahkan bahwa privatisasi juga

dilakukan untuk menutupi kekurangan APBN. Ia mencontohkan,

privatisasi Semen Gresik tahap pertama, 3 Juli 1998, kepada

Cemex SA de CV, Meksiko, seharga 287 juta dolar AS atau senilai

Rp. 4 triliun, dapat memberi kontribusi konkret terhadap APBN.

Beragam kritik menanggapi kebijakan privatisasi tidak

hanya datang dari politisi, akademisi, ataupun aktivis, tapi juga

dari kalangan pelaku ekonomi sendiri. Memang, privatisasi di

Indonesia akhirnya menjadi isu sensitif yang sering dikaitkan

dengan nasionalisme dan harga diri bangsa. Masalahnya, seperti

disinyalir Kate Bayliss56

, investor lokal yang diasumsikan siap

mengambil alih peran pemerintah itu seringkali tidak tersedia,

sehingga peran mereka diisi oleh investor asing. BUMN-BUMN

strategis kita pun akhirnya jatuh ke tangan asing.

Kontroversi paling sengit berlangsung seputar privatisasi

Indosat. Bagi beberapa pengamat, Indosat merupakan perusahaan

yang sehat. Ini tercermin dari tingginya harga saham perusahaan

ini di Bursa Efek Jakarta ataupun pasar saham luar negeri.

Pemerintah terpaksa menjual saham perusahaan ini karena

kebutuhan dana segar untuk menutup defisit APBN. Tetapi,

pemerintah dinilai gagal dalam melakukan proses divestasi atau

55

Tanri Abeng, ‚Privatisasi Kurang Sosialisasi‛, tersedia di

http://www.pacific.net.id/pakar/tanri/000614.html. 56

Kate Bayliss, ‚Privatization Theory and Practice: A Critical

Analysis of Policy Evolution in the Development Context‛, dalam Jomo K. S.

Dan Ben Fine (eds), The New Development Economics: After the Washington Consensus (New Delhi: Tulika Books dan London: Zed Books, 2006), 149-150.

Page 110: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

100

penjualan saham perusahaan ini. Dua penasehat keuangan

pemerintah, yakni perusahaan keuangan milik negara Danareksa

Sekuritas dan perusahaan asing Credit Suisse First Boston

(CSFB), tidak mampu memenuhi harapan pemerintah. Mereka

hanya mampu menjual 83,5 juta saham. Itu pun dengan harga Rp.

12.000 per saham atau totalnya sekitar Rp. 1 triliun. Selain itu,

disinyalir adanya praktik insider trading yang dilakukan Merril

Lynch Indonesia. Dari sini, sebenarnya sudah terlihat kurangnya

koordinasi. Dalam rencana divestasinya, pemerintah menggunakan

Danareksa dan CSFB sebagai penasehat keuangan sekaligus

underwritter-nya. Tetapi, untuk right issue, Indosat menunjuk

Mandiri Sekuritas dan Merril Lynch sebagai penasehat

keuangannya. Mengapa tidak memakai penasehat keuangan yang

sama untuk kedua langkah itu, sehingga menghindari terjadinya

kemungkinan ‚pertarungan‛ antar penasehat keuangan? Sebagian

pengamat melihat kekisruhan divestasi Indosat terjadi karena

benturan kepentingan antara pihak yang ingin menyukseskan

penjualan saham pemerintah dan yang ingin menggagalkannya.

Terjadi tarik-menarik antara sedikitnya empat pihak dengan

kepentingan yang berbeda-beda, yaitu kementerian BUMN,

manajemen Indosat, Danareksa dan CSFB sebagai penasehat

keuangan pemerintah, dan lembaga keuangan lain yang

mendukung pelaksanaan right issue Indosat.57

Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa carut marut

implementasi privatisasi tidak saja merugikan negara tapi juga

masyarakat. Lemahnya aturan main dan koordinasi justru

menciptakan biaya sosial yang tinggi. Privatisasi yang tujuannya

mengurangi beban anggaran negara dan meningkatkan pelayanan

umum justru menjadi beban bagi negara ataupun masyarakat.

Lemahnya tata kelola privatisasi justru mendistorsi apa yang

menjadi hak konsumen.58

Privatisasi cenderung dijalankan

mengikuti kepentingan pragmatis penguasa dan tidak

57

Tim Penulis CIReS (Centre for International Relations Studies

Universitas Indonesia), Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia, 72-73.

58 Igor Artemiev dan Michael Haney, ‚The Privatization of Russian

Coal Industry: Policies and Processes in the Transformation of a Major Industry‛. World Bank Policy Research Working Paper No. 2820, 11 April 2002

Page 111: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

101

mengindahkan partisipasi publik. Rakyat kehilangan apa yang

menjadi hak-haknya sebagai warga negara maupun konsumen.

C. Studi Kasus Privatisasi BUMN di Indonesia

Keberadaan BUMN di Indonesia seiring dengan dinamika

politik di tanah air yaitu dimulai dari pembentukan pemerintahan

presidensial pada November 1957, Presiden Soekarno

mengumumkan penyatuan Irian Barat dan nasionalisasi

perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia yang

diperkuat oleh penerbitan UU No. 19 PRP/1960 tentang

Perusahaan Negara.59

Keberadaan BUMN di Indonesia berkaitan

erat dengan amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

1945 pasal 33, khususnya ayat (2) dan (3) yaitu60

:

Ayat (2) : Cabang-cabang produksi yang penting bagi

negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak

dikuasai oleh negara.

Ayat (3) : Bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menurut

keputusan Menteri BUMN No. KEP-100/MBU/2002 adalah badan

usaha milik negara yang berbentuk perusahaan (Persero)

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 12 tahun

1998 dan Perusahaan Umum (Perum) sebagaimana dimaksud

dalam Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1998.61

Sedangkan

dalam UU No. 19 Tahun 2003 disebutkan bahwa BUMN adalah

badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh

negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari

kekayaan negara yang dipisahkan.

59

Djokosantoso Muljono, Reinvensi BUMN (Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo-Gramedia, 2004). 60

Undang-Undang Republik Indonesia 1945 Pasal 33. 61

KEPMEN BUMN No. KEP-100/MBU/2002 Tentang Penilaian

Tingkat Kesehatan BUMN.

Page 112: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

102

Setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 19 Tahun

2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dimana bentuk BUMN

terbagi menjadi 2 yaitu62

:

(1) Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut

PERSERO, menurut UU No. 19 Tahun 2003 dan PP

No. 12 Tahun 1998 adalah BUMN yang dibentuk

berdasarkan UU No. 9 Tahun 1969 yang berbentuk

Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana dimaksud dalam

UU No. 1 Tahun 1995 yaitu minimal 51% sahamnya

dimiliki oleh negara dan tujuan utamanya mengejar

keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan dan

menyediakan barang dan/jasa bermutu tinggi dan

berdaya saing kuat. Pendirian Persero berbeda dengan

pendirian badan hukum (perusahaan) pada umumnya.

Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada

Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah

dikaji bersama Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.

Organ Persero terdiri dari RUPS, Direksi dan

Komisaris.

(2) Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut PERUM

menurut PP No. 13 Tahun 1998 dan UU No. 19 Tahun

2003 adalah BUMN yang dibentuk berdasarkan UU

No. 9 Tahun 1969 yang mana seluruh modalnya

dimiliki negara berupa kekayaan negara yang

dipisahkan dan tidak terbagi atas saham, bertujuan

untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang

dan/jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar

keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan

perusahaan. Sifat usaha Perum lebih kepada pelayanan

publik namun tetap diharapkan menghasilkan laba

untuk kelangsungan usahanya. Pada dasarnya proses

pendirian Perum sama dengan pendirian Persero. Organ

Perum adalah Menteri, Direksi dan Dewan Pengawas.

Berikut ini beberapa contoh kasus BUMN yang mengalami

kebijakan privatisasi, diantaranya:

62

UU Nol 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 1.

Page 113: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

103

(1) PT. Indonesia Satellite Corporation (Indosat)

PT. Indonesia Satellite Corporation (Indosat) adalah

perusahaan negara yang asetnya mencakup jaringan satelit,

sambungan langsung internasional, Voice over Internet Protocal (Voip), serta bisnis seluler. Indosat juga merupakan otorita yang

berwenang atas Satelit Palapa, piranti vital dalam pengelolaan

komunikasi dan pertahanan nasional.63

Bisnis ini menghasilkan

keuntungan bagi negara berupa dividen tiap tahunnya, yang

selama periode 1999-2001 jumlahnya cukup signifikan: Rp. 2,695

triliun. Kondisi ini sekaligus memposisikan Indosat sebagai salah

satu dari 11 BUMN Indonesia dengan kategori ‚sehat‛.64

Indosat didirikan tahun 1967 oleh pemerintah Indonesia

dengan kerjasama American Cable and Radio Corporation dalam

bentuk Penanaman Modal Asing. Semenjak tahun 1980, Indosat

resmi menjadi BUMN dengan dibelinya seluruh saham American

Cable and Radio Corporation oleh pemerintah Indonesia dengan

nilai total AS$43,8 juta. Pada 1989, pemerintah Indonesia

mengukuhkan Indosat sebagai salah satu perusahaan negara yang

sifatnya strategis dengan menetapkan UU No. 3 tahun 1989

tentang telekomunikasi yang menyatakan bahwa telekomunikasi

merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak sehingga perlu dikuasai oleh

negara demi terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Hal ini

memperkuat justifikasi bahwa pemerintah berhak memonopoli

sektor industri penyedia layanan telekomunikasi dan menjadikan

Indosat sebagai BUMN.

Untuk menjadikannya penyelenggara jasa telekomunikasi

yang kian lengkap, Indosat membeli 70 persen saham Satelindo

dari PT Bimagraha Telekomindo dengan nilai AS$ 260,4 juta.

Kemudian pada Desember 2002 Indosat membeli 25 persen saham

Satelindo dari Deutsch Telekom Asia senilai AS$ 350 juta,

sehingga total kepemilikan Indosat menjadi sebesar AS$ 1,3

63

Yogi Supardi, ‚Masalah Penjualan Saham Indosat Kepada Asing‛,

Media Indonesia, 26 Februari 2003. 64

Andi Irawan, ‚Penolakan Privatisasi PT. Indosat‛, Koran Tempo, 3

Januari 2003.

Page 114: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

104

miliar. Dengan demikian, secara otomatis Indosat menjadi

pemegang saham terbesar di Satelindo beserta anak-anak

perusahaannya, antara lain SLI Indosat, Seluler M3, MGTI,

Lintasarta dan lebih dari 20 anak perusahaan lainnya.

Privatisasi Indosat pertama kali dilakukan Oktober 1994.

Ide ini tercetus seiring dengan kebijakan pemerintah membatasi

fasilitas kredit untuk BUMN, sehingga pengembangan usaha harus

dilakukan dengan upaya-upaya mandiri lainnya, antara lain

privatisasi. Menteri Keuangan waktu itu menjelaskan bahwa

sasaran penjualan saham PT Indosat melalui bursa saham nasional

dan internasional (duallisting) antara lain adalah: meningkatkan

citra Indonesia, memperoleh dana untuk pembangunan nasional,

meningkatkan pasar modal dalam negeri, meningkatkan

kompetensi sektor telekomunikasi, serta merintis dan membuka

jalan ke bursa saham luar negeri. Ketentuan privatisasi pertama ini

adalah Indosat akan menjual 35 persen sahamnya yang terdiri dari

25 persen saham pemerintah (divestasi), dan 10 persen saham baru

yang hasil dananya masuk ke dalam kas perusahaan. Dari

penjualan saham perdana (IPO) di Bursa Efek jakarta, New York

Stock Exchange, dan bursa saham London, Indosat berhasil

menambah private investment perusahaan sebesar AS$ 1 miliar.65

Wacana privatisasi Indosat kian jelas dengan

ditandatanganinya LoI November 1998. Pada LoI tersebut

dinyatakan bahwa pemerintah berencana mengajukan undang-

undang telekomunikasi baru yang rencananya akan diajukan

kepada DPR akhir Desember, yang mencakup semua aspek

regulasi dan kompetisi bidang telekomunikasi: ‚To support the sale of the international telecommunication concern, we intend to introduce into Parliament by end-December a new telecommunications law covering all aspects of regulation and competition‛.

66 LoI November 1998 mengindikasikan bahwa

pemerintah mulai menggalang dukungan DPR agar pada

65

John Ure dan Araya Vivorakij, ‚Privatization of Telecoms in Asia‛,

dalam Daniel J. Ryan (ed.), Privatization and Competition in Telecommunications: International Developments (Westport: Praeger, 1997), 1-

20. 66

Tersedia di www.imf.org/external/np/loi/101998.html.

Page 115: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

105

pelaksanaan kebijakan privatisasi Indosat tidak terbentur

persoalan perundangan dan memenuhi syarat-syarat transparansi.

Tahap kedua privatisasi Indosat dilakukan akhir 2002

dengan penjualan saham pemerintah hingga 41,49 persen kepada

Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. (STT) yang dimiliki

Temasek. STT menjadi pemenang divestasi Indosat dengan harga

Rp. 12.950 per saham, lebih tinggi dari pesaingnya, Telekom

Malaysia, yang mengajukan penawaran Rp. 12.650 per saham.

Dengan patokan kurs Rp. 9.000 per AS$1, pemerintah mendapat

dana sebesar AS$608,4 juta atau Rp. 5,62 triliun dari divestasi ini.

Dengan demikian, total dana yang didapat pemerintah melalui dua

kali divestasi Indosat tahun 2002 adalah Rp. 6,72 triliun.

Privatisasi Indosat memicu berbagai kontroversi yang tak

berhenti hingga kini. Bulan April 2007 misalnya, ilmuwan politik

Mochtar Pabottingi menerbitkan buku Risiko Politik Divestasi Indonesia. Pabottingi menyebut privatisasi Indosat sebagai

‚transaksi paling nista‛ dan mendesak pemerintah melakukan

pembelian kembali (buyback) sahamnya di Indosat.67

Kontroversi

ini sesungguhnya sudah berlangsung sejak rencana divestasi

Indosat pertama kali digagas. Menneg BUMN waktu itu,

Laksamana Sukardi, menyebutkan bahwa divestasi ini didasari

oleh beberapa pertimbangan: pertama, penurunan tarif bagi

masyarakat pengguna sambungan telepon; kedua, prediksi bahwa

aset Indosat sudah mubazir mengingat di masa depan komunikasi

nasional via internet akan lebih potensial68

; ketiga, memuluskan

agenda transparansi; keempat, meningkatkan penerimaan negara

dan efektivitasnya dalam jangka panjang69

; kelima, untuk

menutupi defisit APBN pemerintah.70

Protes tergencar dilakukan oleh Serikat Pekerja Indosat

(SPI) sendiri. Pada 20 Desember 2002, Serikat Pekerja Indosat

67

‚KPPU Didesak Usut Monopoli Temasek‛, Rakyat Merdeka, 21

April 2007. 68

Abdul Salam Taba, ‚Privatisasi Indosat, Sudah Tepatkah?‛, Koran

Tempo, 8 Januari 2003. 69

Yura Shahur dan Padja Iswara, ‚Pemerintah Siap Jawab DPR Soal

Penjualan Indosat‛, Koran Tempo, 29 Januari 2003. 70

‚Privatisasi Indosat Dahului IPO Satelindo‛, Kompas, 25 Maret

2002.

Page 116: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

106

dengan tegas menolak dan sangat menyayangkan pelaksanaan

privatisasi Indosat yang telah mengakibatkan kerugian negara

triliunan rupiah.71

SPI menilai harga Rp. 12.950 per saham lebih

rendah dibandingkan nilai saham Satelindo yang dibeli oleh PT

Indosat dari DeTe Asia. SPI juga melihat nilai strategis bisnis

telekomunikasi di Indonesia, oleh karena itu akan sangat

berbahaya bagi bangsa dan negara bila dikuasai oleh negara asing

atau oleh salah satu perusahaan induk pertelekomunikasian

tertentu, apalagi perseroan Indonesia Communication Ltd (ICL)

yang dipakai sebagai alat STT dalam transisi akuisisi nanti

ternyata berdomisili di Mauritius, tempat yang terkenal sebagai

‚surga‛ pencucian uang dan penggelapan pajak.

Tanggal 27 Desember 2002 demonstrasi berlanjut

menuntut pengembalian saham yang telah dibeli oleh STT.72

SPI

menilai bahwa privatisasi Indosat adalah suatu pelanggaran

hukum, oleh karenanya mereka melaporkan Menneg BUMN

Laksamana Sukardi beserta deputinya, Mahmudin Yasin dan

direksi Indosat ke polisi. Pelanggaran yang diajukan adalah73

:

Pertama: pelanggaran UUD 1945 Pasal 33 ayat (2), sebab Indosat

merupakan cabang produksi penting yang harus dikuasai oleh

negara. Kedua, pelanggaran TAP X/MPR/2001 dan TAP

VI/MPR/2002, karena proses privatisasi tidak selektif dan tanpa

konsultasi dengan DPR. Ketiga, pelanggaran terhadap UU No.

25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004,

terutama Pasal 12, UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik

Monopoli, UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU

No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing. Keempat, pemerintah dinilai telah menyebabkan kerugian ekonomi negara

akibat penjualan saham di bawah harga dan hilangnya potensi

pajak serta dividen. Laksamana Sukardi bahkan digugat secara

71

Marwan Batubara adalah pendiri Serikat Pekerja Indosat yang kini

menjadi anggota DPD DKI Jakarta membukukan kemelut divestasi Indosat ini

dalam Divestasi Indosat: Kebusukan Sebuah Rezim (Jakarta: Iluni Jakarta dan

Barisan Penyelamat Aset Bangsa). 72

‚Karyawan Indosat Mogok Massal Mulai 27 Desember‛,

www.tempointeraktif.com, 23 Desember 2002. 73

Pemeriksa No. 88, Januari-Februari 2003, tersedia di:

http://www.bpk.go.id/publikasi/88/Polarisasi%202.pdf.

Page 117: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

107

spesifik oleh Indonesian Telecommunication Watch (ITW) atas

tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam kasus

divestasi Indosat.74

Hal utama yang menjadi latar belakang penolakan SPI atas

divestasi Indosat hingga lebih dari 49% adalah75

pertama: Bisnis

yang strategis menyangkut kepentingan negara dan rakyat sesuai

Pasal 33 UUD 1945; kedua: Perolehan keuntungan yang besar dan

rutin memberikan deviden dan pajak besar setiap tahun pada

negara; ketiga: Adanya pelanggaran konstitusi dan berbagai

peraturan, Tap MPR dan UU; keempat: Adanya penipuan lewat

penggunaan ‚Special Purpose Vehicle‛ (SPV) ICL, dalam

perjanjian jual belinya; dan kelima: Harga jual rendah karena

penggorengan harga saham, serta berbagai hal lainnya.

Alasan-alasan dibalik pertentangan yang terjadi seputar

divestasi Indosat adalah:

a) Pelanggaran Hukum Seputar Divestasi Indosat76

Saat itu, pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh

Laksamana Sukardi sebagai Menteri Negara BUMN mengatakan

bahwa privatisasi dalam tubuh Indosat sudah dijalankan sesuai

TAP MPR dan UU Propenas. Selanjutnya dikatakan bahwa

divestasi Indosat telah dilakukan dengan benar karena

dilaksanakan berdasarkan UU, yakni UU APBN 2002. Tanggapan

dari Serikat Pekerja Indosat mengatakan bahwa ini tidak benar,

karena jika mengacu kepada Pasal 33 UUD 1945, maka tanpa

membahas UU APBN dan TAP MPR dan UU lain yang disebutkan

di atas, jelas terlihat terjadinya pelanggaran. Pasal 33 UUD 1945

menyebutkan bahwa ‚cabang-cabang produksi yang penting bagi

negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

oleh negara‛.

Bisnis Indosat, sektor telekomunikasi, termasuk cabang

produksi atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak,

74

‚Laks Dituduh Korupsi Kasus Divestasi Indosat‛, Pikiran Rakyat, 7

Januari 2003. 75

Marwan Batubara, Divestasi Indosat; Kebusukan Sebuah Rezim,

Catatan Gugatan Actio Popularis (Jakarta: Ikatan Alumni Universitas Indonesia

Jakarta, 2004), 3. 76

Marwan Batubara, Divestasi Indosat; Kebusukan Sebuah Rezim,

Catatan Gugatan Actio Popularis, 7-9.

Page 118: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

108

sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf (c) UU No 1 Tahun 1967

tentang PM sebagaimana diubah dengan UU No 11 Tahun 1970.

Berdasarkan pasal ini, salah satu bidang usaha yang menguasai

hajat hidup orang banyak adalah telekomunikasi, karena itu harus

dikuasai oleh negara dan tertutup bagi PMA secara penuh. Juga

sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UU No 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi menegaskan bahwa sektor telekomunikasi

dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh

pemerintah.

Bisnis Indosat jelas merupakan usaha yang menguasai hajat

hidup orang banyak, juga merupakan usaha yang penting dan

strategis yang harus dikuasai oleh negara dan pembinaannya harus

dilakukan pemerintah. Padahal dengan dikuasai asing seperti saat

ini, maka sarana transmisi untuk internasional tergantung

Singapura dan sewaktu-waktu bisa ditutup oleh Singapura jika

terjadi konflik keamanan.

Sarana yang dimiliki Indosat bukan saja sarana trasmisi

untuk penyiaran TV, tetapi lebih jauh, lebih luas dan beragam dari

itu. Indosat juga bukan hanya SLI dan akan digantikan VOIP,

dengan demikian pantas jika sektor ini diatur dalam konstitusi

mengingat posisinya begitu penting dan strategis.

b) ‚KKN di BUMN-BUMN‛ Sebagai Alasan77

Saat itu pemerintah mengatakan bahwa KKN yang terjadi

dalam tubuh BUMN sudah melebar kemana-mana, salah satu

solusinya adalah dengan jalan privatisasi. Serikat Pekerja Indosat

mengatakan bahwa mereka setuju dengan solusi sebagian BUMN

diprivatisasi, tetapi untuk BUMN yang sifatnya strategis bagi

kepentingan publik, maka meskipun diprivatisasi, kontrol

pemerintah atas BUMN tersebut harus tetap dipertahankan.

Privatisasi bukan berarti menghilangkan hak kontrol, dan hak

kontrol secara bisnis umumnya hanya berlaku jika kepemilikan

>51% (atau lebih kecil jika pemilik saham lainnya adalah publik).

Posisi SPI ini sesuai dengan konstitusi, pasal 33 UUD 1945.

Lebih lanjut SPI melihat bahwa pencegahan KKN dengan

privatisasi dan menyerahkan kepada swasta bukanlah solusi yang

77

Marwan Batubara, Divestasi Indosat; Kebusukan Sebuah Rezim,

Catatan Gugatan Actio Popularis, 5.

Page 119: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

109

tepat, mengingat bahwa yang selama ini menjadi pengurus atau

komisaris di seluruh BUMN adalah pejabat pemerintah. Yang

sering melakukan intervensi kepada manajemen BUMN adalah

pejabat pemerintah. Kalau halnya demikian, maka pejabat

pemerintah tersebut perlu membenahi diri, atau menyerahkan

tugas-tugas kepengurusan tersebut kepada swasta, kalau diyakini

solusinya adalah swastanisasi, bukan BUMN-nya yang dijual.

c) Masalah Pajak dan Pendapatan Negara78

Pemerintah beralasan bahwa dengan privatisasi maka

penerimaan negara bertambah, dan negara cukup memperoleh

pendapatan dari pajak saja. Tanggapan SPI atas hal tersebut

adalah:

Khusus untuk Indosat yang telah go public sejak 1994 dan

dijalankan secara profesional dan bebas KKN, divestasi justru

akan mengurangi penerimaan negara, mengingat:

- Penerimaan deviden menurun, karena akibat

divestasi maka saham pemerintah pun menurun

(minoritas).

- Dalam hal pajak, penerimaan pemerintah

berpotensi menjadi berkurang karena PMA

secara umum berusaha mengurangi atau

menggelapkan pajak. Berdasarkan pengakuan

Dirjen Pajak tahun 2002 yang lalu, 70% PMA

menggelapkan pajak. Jika hak kontrol masih di

tangan pemerintah maka upaya penggelapan itu

tidak akan terjadi;

- Pajak atas deviden akan menurun mengingat

pembeli Indosat adalah perusahaan yang

didirikin di Mauritius, dimana pajak atas

deviden hanya 5% (turun dari 15% menjadi

hanya 5%).

d) Pemberian Hak Monopoli Negara Asing di Indonesia79

Menteri Negara BUMN saat itu dan para pendukung

divestasi Indosat berargumen bahwa salah satu tujuan privatisasi

78

Marwan Batubara, Divestasi Indosat; Kebusukan Sebuah Rezim,

Catatan Gugatan Actio Popularis, 11-12 . 79

Marwan Batubara, Divestasi Indosat; Kebusukan Sebuah Rezim,

Catatan Gugatan Actio Popularis, 34-35 .

Page 120: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

110

Indosat adalah untuk menciptakan fair competition di bidang

telekomunikasi, agar terbina perkembangan bisnis telekomunikasi

yang terlepas dari jerat monopoli negara dan pemerintah demi

terwujudnya pasar yang efektif dan efisien. Akan tetapi, pernyataan

tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, mengingat:

- STT bersama SingTel adalah anak perusahaan

yang bernaung di bawah perusahaan milih

Pemerintah Singapura, yakni Temasek Holding

(Pte) Ltd;

- Dengan penetapan STT/ICL sebagai pemenang

tender divestasi Indosat, menjadikan perusahaan

tersebut menguasai dan mengontrol bisnis

selular Satelindo dan IM3;

- SingTel sebagai anak Temasek yang lain telah

menguasai 35% saham penyelenggara selular

Telkomsel. Dengan demikian, mayoritas industri

selular di Indonesia dikuasai oleh Temasek

Holding.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pemerintah( Meneg

BUMN) telah berupaya melepaskan bisnis telekomunikasi dari

monopoli (penguasaan dan pembinaan) negara dan pemerintah

Indonesia dan dengan gembira menyerahkan kepada monopoli

negara dan pemerintah Singapura. Hal ini juga jelas melanggar

larangan monopoli seperti yang digariskan Ps 28 ayat (2) UU No 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat.

(2) Privatisasi Air di Indonesia

Menurut laporan Peter H. Gleick dari World Water

Institute, pada tahun 1998 lebih dari 600 juta orang di Asia-Pasifik

tidak mempunyai akses terhadap air bersih. Di Afrika, jumlah

penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap air bersih sekitar

400 juta jiwa, dan di Amerika Latin 100 juta jiwa.80

Laporan lain

dari PBB menyatakan bahwa 1,3 miliar orang di dunia tidak

mempunyai akses terhadap air bersih dan 2,5 miliar orang di dunia

80

Peter Gleick, ‚Renewable Fresh Water: Population Action

International Water Withdrawal and Drinking Water‛, National Geographic,

Oktober 1998, 71.

Page 121: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

111

tidak mempunyai sistem sanitasi yang memadai. Ada 31 negara di

dunia ini yang mengalmai defisit air. Kebutuhan akan air bersih

diperkirakan meningkat dua kali lipat pada 20 tahun mendatang,

akibat naiknya tingkat pencemaran air dan keringnya sumber-

sumber mata air.81

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa saat

ini dunia sedang mengalami krisis air bersih.

PBB pun menugaskan 23 institusi yang dipimpin oleh

UNESCO dan sekretariat konvensi internasional untuk

mempersiapkan laporan menyikapi keadaan yang memburuk ini.

Hasilnya adalah World Water Development Report – Water for People, Water for Life yang diluncurkan pada World Water Forum

di Kyoto, Jepang, 16-23 Maret 2003. Tahun 2003 bahkan

dicanangkan sebagai ‚International Year of Fresh Water‛. PBB

mengharapkan terciptanya water peace dan bukan water wars, dan

solusi yang diungkapkan oleh Direktur Jenderal UNESCO

Koichiro Matsuura mengacu pada pengelolaan sumber daya air

oleh pihak swasta. Argumen utamanya adalah negara dinilai gagal

dalam efisiensi pengelolaan air.82

Solusi manajemen air dengan melibatkan pihak swasta tak

lepas dari ideologi neoliberalisme dalam konteks globalisasi

ekonomi 1990-an. Berkurangnya peran negara akibat kemajuan

teknologi dan menguatnya gerakan masyarakat sipil lintas batas

negara menjadikan beberapa organisasi internasional seperti

intergovernmental organization dan multinational company tampil

sebagai unit pengatur dalam hubungan internasional.83

Oleh

karena itu, dalam penyelenggaraan manajemen air bersih,

perusahaan multinasional muncul sebagai aktor utama dengan

mengambil alih sektor air yang selama ini dikuasai negara. Agenda

81

WHO dan UNICEF, Global Water Supply and Sanitation

Assessment 2000 Report (Jenewa: WHO dan UNICEF, 2000). 82

Jessica Budds dan Gordon McGranaham, ‚Are the Debates on Water

Privatization Missing the Point? Experiences from Africa, Asia, and Latin

America‛, dalam Environment & Urbanization Vol. 15 No. 2 Oktober 2003, 3. 83

Lihat Michael Hanagan, ‚ States and the Capital: Globalization Past

and Present‛, dalam Don Kalb, Marco van der Land (ed.), The Ends of Globalization: Bringing Society Back In (Maryland: Rowman & Littlefield,

2000), 67.

Page 122: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

112

privatisasi menjadi pembuka jalan bagi kepentingan perusahaan

multinasional untuk melebarkan aktivitasnya.84

Air adalah bisnis yang menggiurkan dengan keuntungan

tahunan sebanyak AS$40 miliar. Dari laporan majalah Fortune

Februari 2000 dapat dilihat bahwa semakin langka air, makin

besarlah keuntungan perusahaan pengelolanya. Menurut laporan

World Water Council, pada tahun 1990 sekitar 51 juta orang di

dunia mendapatkan air bersihnya dengan membayar pada

perusahaan multinasional. Lima besar perusahaan air

multinasional adalah:85

1. RWE Thomas Water (Inggris) dengan pendapatan

AS$55,5 miliar pada tahun 2001. Beroperasi di

Indonesia.

2. Vivendi Environment (Perancis) dengan pendapatan

AS$51,7 miliar pada tahun 2001.

3. Suez-Lyonnaise de Eaux (Perancis) dengan pendapatan

AS$37,2 miliar pada tahun 2001. Perusahaan ini

beroperasi di Indonesia.

4. Boygues-SAUR (Perancis) dengan pendapatan AS$17,9

miliar pada tahun 2001.

5. Bechtel Corporation (AS) dengan pendapatan AS$15,1

miliar pada tahun 2001. Beroperasi di Bolivia dan

negara-negara Amerika Latin lainnya.

Privatisasi air dalam pandangan Peter Gleick didefinisikan

sebagai percepatan transfer proses produksi, distribusi, manajemen

maupun jasa pelayanan air dari entitas publik kepada swasta.86

Menurut Gleick, dalam praktiknya privatisasi air yang diorganisir

oleh swasta memiliki beberapa prinsip dan standar yang harus

diperhatikan. Ada tiga pandangan yang berbeda dalam privatisasi

air ini: memperlakukan air sebagai public goods, memperlakukan

84

Tim Penulis CIReS (Centre for International Relations Studies

Universitas Indonesia), Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia, 115.

85 Raja P. Siregar, Politik Air di Indonesia (Jakarta: WALHI dan

Koalisi Anti Utang), 86. 86

Peter Gleick, ‚Renewable Fresh Water: Population Action

International Water Withdrawal and Drinking Water‛, National Geographic,

Oktober 1998.

Page 123: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

113

air sebagai economic goods, dan pandangan alternatif yang

berusaha menggabungkan kedua pandangan tadi. Tiga pandangan

tersebut dikemukakan oleh Gleick sebagai berikut:

1. Tetap mengelola air sebagai public goods.

Alasannya:

- memenuhi kebutuhan dasar manusia akan air.

Setiap penduduk dalam wilayah pelayanan

harus dijamin pasokan airnya dalam setiap

proses privatisasi yang terjadi.

- Memenuhi kebutuhan ekosistem alami akan air.

Ekosistem alami harus dijamin mendapatkan

perlindungan dalam setiap proses privatisasi.

- Penyediaan air dapat dilakukan dengan

melakukan subsidi ketika diperlukan, terutama

dengan alasan kemiskinan. Subsidi tidak

dilakukan secara tidak terkontrol. Subsidi hanya

diberikan bagi kelompok masyarakat sangat

miskin yang tidak mampu membayar akses air

bersih.

2. Menggunakan rasionalitas ekonomi dalam

manajemen air atau melihat air sebagai economic goods. Alasannya:

- Pengelolaan air dan penyediaannya tidaklah

gratis. Harga air harus dirancang untuk

meningkatkan penggunaan air yang efektif dan

efisien.

- Kenaikan harga air harus dihubungkan dengan

peningkatan pelayanan yang telah disepakati

bersama. Dengan demikian pengelola air akan

memiliki insentif untuk meningkatkan kinerja

sekaligus meningkatkan nilai air dan penyediaan

air.

- Subsidi harus memenuhi dimensi sosial-

ekonomi. Subsidi kepada pengguna air akan

lebih baik dibandingkan subsidi yang

mengurangi harga air, yang bisa berakibat pada

inefisiensi penggunaan air.

Page 124: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

114

3. Menjaga pengawasan dan pengaturan kuat dari

pemerintah.

- Pemerintah harus menjaga kepemilikan publik

dan kontrol publik atas sumber air. Dimensi air

sebagai social goods tidak dapat dilindungi

apabila kepemilikan atas sumber daya air

sepenuhnya dikuasai oleh swasta.

- Lembaga-lembaga publik dan pengelola air

harus mengawasi kualitas air. Pemerintah dan

lembaga publik independen harus bekerjasama

dalam mengawasi kualitas air. Pemerintah dan

lembaga publik independen harus bekerjasama

secara terpadu dengan pengelola air dalam

mengawasi kualitas air, karena seringkali badan

yang dimiliki pemerintah dalam hal pengawasan

air kurang berfungsi dengan baik.

- Prosedur penyelesaian perselisihan harus

ditentukan sebelum privatisasi. Penting untuk

membangun prosedur yang didasarkan pada

institusi dan praktik-praktik lokal yang bebas

korupsi.

- Keterlibatan Badan Teknis Independen dan

evaluasi kontrak.

- Negosiasi privatisasi harus terbuka, transparan,

dan melibatkan setiap pihak yang

berkepentingan. Partisipasi yang luas penting

untuk memastikan bahwa keanekaragaman

sudut pandang terwakili dalam privatisasi ini.

Pandangan pertama menempatkan air sebagai barang

publik yang harus dijaga dari penguasaan pihak swasta. Kalangan

ini menilai dampak sosial yang akan ditimbulkan oleh privatisasi

ini akan besar. Sedangkan pandangan kedua menilai adanya

privatisasi air akan membuat air lebih terakses dibandingkan jika

diserahkan ke negara yang tidak kompeten dalam mengelola air.

Selain itu, ikut sertanya negara dalam pengelolaan air dilihat

sebagai ekonomi biaya tinggi.

Page 125: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

115

Pandangan yang cenderung konvergen ditampilkan oleh

pandangan ketiga yang menilai bahwa negara harus menjadi

regulator air, dan keterlibatan pihak non-negara diwakili oleh

lembaga publik independen yang dinilai kompeten dalam

mengelola air. Hal ini yang juga memperlihatkan aspek lain

globalisasi yang bisa menjadi penanding kekuatan korporasi

multinasional, yakni kekuatan masyarakat sipil. Masyarakat sipil

yang dibangun dari jaringan global mempunyai kekuatan untuk

turut menentukan kebijakan. Pandangan ketiga ini merefleksikan

pemikiran Post Washington Consensus yang meletakkan negara

sebagai regulator pembangunan.

Banyak negara di dunia mengalami permasalahan air. Yang

paling parah di antaranya adalah Kuwait, Uni Emirat Arab,

Bahama, dan Qatar. Indonesia menduduki peringkat 58 dari 180

negara dalam hal penyediaan air,87

yang berarti tidak

menguatirkan. Namun, dilihat dari kualitas air, posisi Indonesia

dapat dikatakan memprihatinkan, karena menduduki peringkat 110

dari 122 negara. Permasalahan air di Indonesia secara garis besar

bisa diuraikan sebagai berikut:88

1. Kelangkaan lokal untuk berbagai macam sektor karena

naiknya jumlah penduduk dan meningkatnya

permintaan air bersih, terutama di daerah perkotaan.

Meskipun total penyediaan air bersih di Indonesia

cukup tinggi (sekitar 13.000 m3) namun tidak

semuanya mencukupi untuk semua daerah. Jawa

misalnya, yang hanya memiliki 4,5 persen dari potensi

air bersih nasional, namun ditujukan untuk 65 persen

penduduk Indonesia. Ini akan menghasilkan krisis air

selama musim kemarau. Padahal permintaan air bersih

terutama di Jawa meningkat setiap tahun. Menurut

perkiraan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah,

87

WHO dan UNICEF, Global Water Supply and Sanitation

Assessment 2000 Report, 4. 88

Nadia Hadad, ‚Water Privatization in Indonesia‛, tersedia di

www.infid.be/water_c.

Page 126: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

116

kebutuhan air bersih sepanjang tahun 1990 hingga 2020

akan meningkat sekitar 220 persen.

2. Terbatasnya akses air bersih dari badan manajemen dan

infrastruktur air bersih di perkotaan untuk menanggapi

cepatnya permintaan. Dokumen Water Resources

Sector Adjustment Loan (WATSAL) menyebutkan

bahwa hanya 40 persen penduduk kota yang

mendapatkan akses air ledeng.

3. Perencanaan yang tidak memberi perhatian pada

kelangsungan lingkungan hidup serta kebudayaan yang

rusak akibat degradasi lingkungan. Industrialisasi dan

urbanisasi juga ikut menyebabkan kerusakan

lingkungan.

Tabel 5.2 memperlihatkan kesenjangan antara tingkat

permintaan dan aliran yang tersedia. Hal ini sangat

jelas di Pulau Jawa (permintaan: 1074, aliran hanya

736). Air minum di pulau ini hanya 4,5 persen dari

potensi Indonesia tapi air minum ini ditujukan untuk

mencukupi 65 persen penduduk Indonesia.89

Kondisi ini

telah mencapai titik kritis di mana setiap tahunnya

Pulau Jawa mengalami defisit air sebanyak 13 juta

m3.90

Banyak penyebab mengapa persediaan air bersih di

Indonesia menurun, antara lainnya adalah kerusakan sungai,

pencemaran air tanah, dan pencemaran sungai. Aktivitas pabrik

juga turut mendorong keruhnya air sungai akibat limbah produksi.

Di kota besar dan padat seperti Jakarta, banyak air telah tercemar

polutan atau bakteri tanah.

Ironisnya, di tengah kegentingan ini pemerintah dan

parlemen justru memprivatisasi sumber-sumber air di Indonesia.

RUU Sumber Daya Air yang dibahas di DPR pada hakikatnya

89

Public Citizen, ‚Fiascos: Jakarta, Indonesia‛, tersedia di

http://www.citizen.org/cmep/Water/cmep_Water/fiascos/articles.cfm?ID=9213. 90

Nadia Hadad, ‚Water Privatization in Indonesia‛, tersedia di

www.infid.be/water_c.

Page 127: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

117

melihat air semata-mata sebagai barang ekonomi.91

Konsep yang

dipakainya adalah ‚water utilisation rights‛ yang memungkinkan

komersialisasi air. ‚Water utilisation rights‛ adalah realisasi dari

konsep ‚tradable water rights‛ yang diperkenalkan oleh Bank

Dunia.92

Walaupun pada kenyataannya privatisasi air di Indonesia

telah dimulai sejak 1992, namun privatisasi yang banyak mendapat

sorotan publik adalah privatisasi pasca krisis ekonomi. Berbagai

kelompok masyarakat menganggap dampak privatisasi ini sangat

berbahaya, terutama bagi mereka yang tidak memiliki akses air

bersih, serta dampaknya pada lingkungan hidup. Air menjadi

industri global yang dilegitimasi oleh badan-badan Washington

Consensus.

Penguasaan air oleh swasta asing inilah yang sering disebut

Stiglitz sebagai ‚pasar yang tidak sempurna‛, di mana harga tidak

mencerminkan kondisi realistiknya. Harga air Rp. 5.900 per meter

kubik (atau sekitar AS$0,6) jelas tidak rasional bagi penduduk

Indonesia yang separuhnya hidup dengan kurang dari AS$2 sehari.

Sebanyak 16,7 persen penduduk pendapatannya sekitar AS$1,55,

sedangkan 7,4 persen hidup dengan AS$1.93

Studi David Macarov membuktikan bahwa privatisasi

sektor-sektor sosial telah memarjinalkan rakyat miskin.94

Namun,

Macarov meyakini tren privatisasi akan terus berlanjut, dan salah

satu cara untuk menekan masifnya pemiskinan di negara

berkembang adalah penguatan masyarakat sipil. Masyarakat sipil

yang terorganisir dapat mengawasi jalannya privatisasi sehingga

kebijakan-kebijakan yang merugikan masyarakat dapat dihalangi.

Hal inilah yang dilakukan Brasil dalam privatisasi air, di mana

gerakan masyarakat sipil sangat efektif dalam mengontrol harga

air.

91

‚Komentar Anggota Dewan Mengenai RUU SDA‛, Majalah Air,

September 2003, 41. 92

Raja P. Siregar, Politik Air di Indonesia, 71. 93

Berdasar laporan Bank Dunia tahun 2006, Making the New

Indonesia Work for the Poor. 94

David Macarov, What Market Does to People: Privatization,

Globalization, and Poverty (Selangor: Strategic Information Research

Development, 2003), 168-170.

Page 128: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

118

Namun bagi Ben fine, penguatan masyarakat sipil saja –

suatu aksi yang berangkat dari berkembangnya pemikiran tentang

capital social- tidaklah cukup untuk mengatasi ketimpangan dalam

masyarakat. Bagi Fine, social capital harus dilihat sebagai ikatan

atau kohesi di level domestik antara pemerintah dan konstituen

atau rakyatnya.95

Masyarakat tanpa social capital akan sakit dan

tidak berkembang karena deprivasi yang ditimbulkannya.

Disinilah pemahaman Fine tentang social capital berseberangan

dengan pemahaman Bank Dunia. Bank Dunia tidak

memperhitungkan peran negara ala developmental state yang

menurut Fine justru merupakan elemen sentral dalam kajian social capital. Bank Dunia sebagai institusi yang memiliki kapasitas

untuk mengupayakan social capital dalam masyarakat justru

cenderung mengesampingkan esensi dari social capital itu sendiri

dan akibatnya justru memperlemahnya. Bagi Fine, peran negara

diperlukan dalam pembangunan, karena dengan inilah social capital dalam masyarakat akan tetap terjaga, terutama untuk

menjamin kelangsungan hidup rakyat miskin. Oleh karena itu,

dalam kasus privatisasi air, negara perlu melakukan proteksi dan

pendampingan terhadap praktik privatisasi air melalui mekanisme

pengawasan.

Oleh karena itu, masyarakat sipil lah (bukan swasta asing)

yang sebenarnya perlu dilibatkan dalam proses privatisasi, agar

tujuan-tujuan efesiensi dan pemangkasan korupsi bisa sejalan

dengan penyediaan air bersih yang terjangkau oleh rakyat. Di

Brasil, ketika pemerintah bermaksud memprivatisasi sektor air di

kota Recife tahun 2000, penduduk Recife melakukan penolakan.

Penolakan itu kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Dewan

Air dan Sanitasi Kotapraja Recife. Dewan tersebut dikontrol oleh

unsur masyarakat sipil (sebesar 75 persen) dan pemerintah (25

persen). Hasilnya, setelah Dewan dijalankan, kualitas pelayanan

95

Ben Fine, ‚The Social Capital of the World Bank‛ dalam Ben Fine,

Costas Lapavitsas, dan Jonathan Pincus (eds.), Development Policy in the Twenty-First Century: Beyond the Post Washington Consensus (London:

Routledge, 2001).

Page 129: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

119

air meningkat. Cara serupa juga dilakukan di kota Porto Allegre

dan terbukti berhasi menurunkan tarif air masyarakat.96

(3) Privatisasi Pendidikan di Indonesia

Pendidikan adalah salah satu aspek penting dalam

pembangunan suatu bangsa. Berbagai indikator di tingkat

internasional menempatkan pendidikan sebagai salah satu kunci

utama keberhasilan pembangunan. Dalam Deklarasi Millenium

Development Goals (MDGs) PBB, pendidikan diposisikan di poin

kedua tujuan pembangunan, dengan komitmen ‚achieving universal primary education‛.

97

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pasal 26

menyebutkan bahwa ‚Everyone has the right to education. Education shall be free, at least in elementary and fundamental stages. Elementary education shall be compulsary‛. Kemudian,

dalam Kovenan Internasional mengenai Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya pasal 13 juga disebutkan bahwa ‚primary education shall compulsary and available free to all, higher education shall be made equally accessible to all, on the basis of capacity‛.

98

Namun kendati pendidikan ditempatkan sebagai hak asasi

manusia yang harus dipenuhi oleh negara, hak rakyat atas

pendidikan masih diabaikan oleh beberapa negara. Laporan

Millenium Development Goals PBB tahun 2006 menyebutkan

bahwa rata-rata negara berkembang mempunyai persentase anak

yang bersekolah dasar sebesar 86 persen. Angka ini naik dari rata-

rata dekade ’90-an yang hanya 79 persen. Namun jika

dibandingkan dengan rata-rata negara maju yang persentase anak

bersekolah dasarnya hampir mencapai 100 persen, pencapaian ini

cukup tertinggal.99

96

‚Reclaiming Public Water: Participatory Alternatives to

Privatization‛, dalam Alternative Regionalism: Debate Papers, Transnational

Institute Corporate Europe Observatory, Oktober 2004, 9. 97

Tersedia di www.un.org/milleniumgoals. 98

Tersedia di www.usembassyjakarta.org/ptp/hakasasi.html/. 99

‚Menyidik Rendahnya Kualitas SDM‛, Suara Merdeka, 25

November 2005.

Page 130: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

120

Jika dicermati, pendidikan yang dimaksud dalam MDGs

adalah ‚pendidikan dasar‛. Sedangkan pendidikan lanjutan

lainnya, seperti pendidikan tersier dan pendidikan tinggi luput dari

pembahasan MDGs. Secara politik, hal ini berarti kurangnya

dukungan finansial negara terhadap post-secondary education

(PSE). Hal ini sama dengan kebijakan neoliberal Amerika Serikat

yang memangkas dana pendidikan PSE.

‚Amerikanisasi‛ pendidikan ini mencemaskan banyak

kalangan di negara-negara maju sendiri karena ketimpangan yang

timbul akibat sistem pendidikan dua lapisnya (two tier educational system).

100 Orang yang sudah kaya bisa memperoleh pendidikan

bagus, sebaliknya yang miskin memperoleh sekolah jelek atau

tidak bersekolah sama sekali. Di Kanada misalnya, isu ini menjadi

perdebatan hangat di parlemen. Anggota Dewan Libby Davies dari

Vancouver Timur menyatakan dalam rapat dengar dengan Menteri

Luar Negeri:

Bapak Menteri, uang sekolah yang melambung tinggi serta

deregulasi menyebabkan timbulnya sistem pendidikan dua lapis di

Kanada. Amerikanisasi dan privatisasi PSE adalah hasil langsung

dari pemangkasan pendanaan federal.

Kapan pemerintah akan bertindak menghentikan pendarahan PSE

ini? Kapan pemerintah akan menegaskan bahwa sistem dua lapis

ini tidak bisa diterima di Ontario atau di bagian Kanada

manapun?101

Subsidi pendidikan di Kanada memang turun dari 69

persen menjadi 55 persen pada tahun 2003. Tren penurunan subsidi

ini tampaknya diabaikan dalam program Education for All yang

didanai Bank Dunia. Bahkan pada Juli 2004, WTO merumuskan

‚Paket Juli‛ yang salah satunya berisi liberalisasi sektor jasa

100

Tim Penulis CIReS (Centre for International Relations Studies

Universitas Indonesia), Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia, 149.

101 House of Common, 36 Parliament, I Session, perdebatan tanggal 8

Mei 1998, tersedia di

http://www2.parl.gc.ca/HousePublications/Publications.aspx?pub=hansard&me

e=102&&parl=36&ses=I&language=E.

Page 131: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

121

termasuk pendidikan tinggi. Dengan inilah, privatisasi pendidikan

tinggi pun berlangsung di berbagai negara.102

Privatisasi pendidikan mewarnai diskursus privatisasi di

Indonesia pada tahun 2003 seiring dengan keputusan pemerintah

untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sisdiknas

dan mengubah status emapt Perguruan Tinggi Negeri (PTN)

menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Menyusul

kebijakan tersebut, wacana privatisasi kian mengemuka ketika

pada tahun 2005 pemerintah mengajukan RUU Badan Hukum

Pendidikan (BHP). Kedua upaya tersebut mengundang kritik pedas

dari masyarakat yang memprotes sikap ‚cuci tangan‛ pemerintah

dalam bidang pendidikan. Pemerintah dianggap lalai dalam

menjamin tersedianya akses pendidikan yang terjangkau bagi

seluruh lapisan masyarakat.103

Payung hukum yang selama ini menjadi dasar legalitas

privatisasi pendidikan adalah UU Sisdiknas No. 20/2003. Pasal 46

UU Sisdiknas ini secara gamblang menyebutkan bahwa pendidikan

bukan lagi semata-mata tanggung jawab pemerintah pusat,

melainkan juga pemerintah daerah dan masyarakat.

1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab

bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan

masyarakat;

2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur

dalam pasal 31 UUD RI 1945;

3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan

pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan

ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Sedangkan pasal 47 ayat 2 menyatakan:

102

‚Dirjen Dikti: RUU BHP Belum Final‛, Kompas 13 Juni 2005. 103

Tim Penulis CIReS (Centre for International Relations Studies

Universitas Indonesia), Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia, 145.

Page 132: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

122

Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat

mengerahkan sumberdaya yang ada sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku

Dengan rumusan pasal-pasal yang demikian itulah dapat

dikatakan bahwa penerapan UU Sisdiknas telah melegalkan

pelepasasan tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan

dan membiayai pendidikan, terutama pendidikan dasar sembilan

tahun secara gratis dan bermutu. Masyarakat, seperti yang tertera

pada Pasal 9 UU Sisdiknas, ‚berkewajiban memberikan dukungan

sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan‛. Hal ini berarti

pemerintah tidak lagi memiliki kewajiban sebagai penanggung

jawab utama dalam pendidikan dasar rakyat.

Sementara itu, Pasal 12 Ayat 2 (b) juga membebankan

kewajiban bagi peserta didik untuk ikut menanggung biaya

penyelenggaraan pendidikan, terkecuali bagi yang dibebaskan dari

kewajibannya sesuai undang-undang yang ada. Lebih lanjut,

kewajban masyarakat untuk turut menanggung biaya pendidikan

juga tertera dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang

Wajib Belajar, dimana pemerintah mulai mengikutkan masyarakat

dalam pembiayaan sekolah dasar. Pasal 13 Ayat (3) berbunyi:

‚Masyarakat dapat ikut serta menjamin pendanaan

penyelenggaraan program wajib belajar pada satuan pendidikan

yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah,

maupun masyarakat.

Pasal-pasal UU Sisdiknas di atas yang terkait dengan

upaya privatisasi pendidikan sebenarnya juga kontradiktif ketika

disandingkan dengan pasal-pasal lain dalam UU tersebut, misalnya

Pasal 1, Bab 1, tentang ketentuan umum, Ayat (18). Didalamnya

tertera bahwa ‚Wajib belajar adalah program pendidikan minimal

yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung

jawab Pemerintah dan pemerintah daerah‛. Terlebih jika mengacu

pada amanat sumber hukum nasional tertinggi seputar kewajiban

pemerintah dalam sektor, yakni UUD 1945 Pasal 31 Ayat (2), UU

Sisdiknas No.20/2003 tersebut dapat dianggap inkonstitusional.

Secara tegas dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa:

(1) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar

dan pemerintah wajib membiayainya.

Page 133: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

123

Di ayat (4), hal tersebut kembali dipertegas:

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan

sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran

pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi

kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Lebih lanjut, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pasal

3 Ayat (3), penjelas dari UU Sisdiknas, menyatakan dengan jelas

bahwa setiap warga negara usia wajib belajar berhak mendapatkan

layanan program wajib belajar yang bermutu tanpa dipungut biaya.

Jika kita melihat dan memperbandingkan UU Sisdiknas dengan

dasar hukum di atas, dapat disebutkan bahwa penerapan UU

Sisdiknas kontradiktif dan menyimpang dari sumber-sumber

hukum nasional lain. Secara de jure, UU Sisdiknas yang kini

berlaku bertentangan dengan amanat UUD 1945 untuk

menyelenggarakan pendidikan dasar secara gratis.

Didalam UU Sisdiknas ini juga tercantum satu pasal yang

nantinya akan membuka keran privatisasi pendidikan yang lebih

luas lagi, yaitu pasal 53 ayat (1), yang berkenaan dengan status

badan hukum penyelenggara pendidikan. Pasal khusus ini yang

kemudian memicu munculnya ‚amanah‛ baru bagi pemerintah

untuk merumuskan konsep Badan Hukum Pendidikan, yang

kemudian ditindaklanjuti dengan perumusan RUU BHP.

Syariat dalam ajaran Islam menegaskan bahwa pemerintah

memiliki peranan yang sangat besar dalam menjalankan roda

pemerintahan, termasuk salah satunya dalam hal perekonomian,

maka pemerintah tidak boleh berlepas tangan terhadap

kewajibannya dalam urusan yang menyangkut hak-hak rakyatnya.

Syariat juga menegaskan bahwa pemerintah harus dapat menjadi

pengatur dan pelayan urusan masyarakat (ri’a>yah as-su’u>n al-ummah) sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW ‚Seorang Imam (pemimpin negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya‛. (HR. Bukha>ri> dan Muslim)

Page 134: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

124

Untuk dapat mengatur dan melayani urusan masyarakat,

pemerintah harus memiliki sarana dan alat produksi. Salah satunya

dengan mendirikan badan-badan yang bertugas mengeksplorasi

sumber-sumber daya alam seperti barang tambang, memproduksi

industri-industri vital yang menyangkut hajat hidup orang banyak,

dan memiliki lembaga kredibel yang mengurusi pendistribuan

barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Privatisasi yang dilakukan terhadap BUMN-BUMN yang

dikategorikan harta milik umum dan sektor industri vital atau

strategis tidak diperbolehkan menurut ajaran Islam. Nabi

Muhammad SAW bersabda: ‚Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal; yaitu air, padang rumput dan api‛. Seperti yang dikatakan

oleh Taqyu Ad-Di>n An-Nabha>ni> dalam pemaparan sebelumnya

bahwa harta milik umum mencakup fasilitas umum, barang

tambang yang jumlahnya sangat besar, dan sumber daya alam yang

sifat pembentukannya menyebabkan tidak mungkin dikuasai oleh

individu. Sedangkan yang dikategorikan industri strategis adalah

industri yang menghasilkan produk atau mesin yang dibutuhkan

oleh kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sektor

perekonomian, seperti industri manufaktur, pertanian, transportasi,

dan telekomunikasi.

Page 135: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

125

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep kepemilikan negara yang terdapat pada sistem

ekonomi konstitusi Indonesia yang direpresentasikan oleh Pasal 33

UUD 1945 memastikan bahwa pemanfaatan bumi, air, dan segala

kekayaan yang terkandung di dalamnya digunakan sebesar-

besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi

pada tataran implementasinya, banyak kebijakan-kebijakan terkait

ekonomi yang diambil pemerintah tidak sesuai dengan apa yang

sudah dicanangkan oleh para founding fathers kita. Itu berarti

bahwa pasal-pasal tersebut sama sekali tidak tertransmisikan ke

dalam realitas sehari-hari, ada kesenjangan yang jauh sekali antara

butir-butir normatif dengan kenyataan sehari-hari di lapangan.

Konsep kepemilikan negara yang terdapat pada sistem

ekonomi konstitusi Indonesia pun ternyata sesuai dengan konsep

kepemilikan negara pada sistem ekonomi Islam. Sisi

kompatibilitasnya terletak pada mekanisme pengelolaan sumber

daya alam pada suatu negara, dibuktikan oleh salah satu hadis

yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abba>s yang berbunyi المسلمون شركاء

dimana hadis tersebut menjelaskan فى ثالث فى الكالء والماء والنار

bahwa pengelolaan sumber daya air, api dan rumput adalah milik

bersama dan tidak dapat dimiliki oleh individu, maka pengelolaan

dalam pengambilan manfaatnya diserahkan kepada negara untuk

selanjutnya digunakan bagi kesejahteraan masyarakatnya.

Kebijakan privatisasi yang dijalankan di Indonesia ternyata

bukan hanya didorong oleh faktor-faktor internal seperti salah

satunya untuk menambal defisit APBN, tetapi juga didorong oleh

faktor eksternal. Ideologi neoliberal yang melatarbelakangi

kebijakan privatisasi tersebut bertujuan untuk meminimalitas

intervensi negara dalam urusan perekonomian suatu bangsa,

ideologi ini juga berkeyakinan bahwa keseimbangan harga hanya

bisa diserahkan kepada mekanisme pasar bebas, atau meminjam

istilah Adam Smith, The Invisible Hand.

Page 136: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

126

Selain itu, peranan lembaga-lembaga keuangan dan

perdagangan multilateral, yakni International of Monetary Fund, World Bank dan World Trade Organization sangat besar dalam

andil menyebarkan kebijakan tersebut. Hal ini terbukti dalam

persyaratan-persyaratan yang dibuat antara lembaga-lembaga

internasional tersebut dengan negara yang mendapatkan

bantuannya untuk menjalankan kebijakan program penyesuaian

struktural (structural adjustment program) , dimana salah satu

tujuannya adalah untuk merangsang pengalihan kegiatan ekonomi

yang semula dikelola oleh negara menjadi milik swasta atau yang

lebih dikenal dengan istilah privatisasi.

B. Saran

Ada beberapa saran yang perlu disampaikan dan patut

dipertimbangkan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan

kebijakan privatisasi:

1. Kepada para ulama, fuqaha>’, dan cendekiawan muslim

harus melakukan kajian lebih mendalam, komprehensif,

dan rinci mengenai konsep-konsep ekonomi Islam.

Hanya dengan cara tersebut semua kebijakan ekonomi

yang dijalankan oleh pemerintah dapat diketahui

kedudukannya dengan benar dalam perspektif ekonomi

Islam. Berbekal dengan pemahaman yang komprehensif

pula, mereka tidak hanya menjadi ‘stempel’ yang

melegitimasi kebijakan pemerintah yang setelah dikaji

lebih mendalam kebijakan tersebut bertentangan

dengan prinsip ekonomi Islam.

2. Kepada para peneliti, disarankan untuk mengkaji lebih

mendalam dampak-dampak yang ditimbulkan oleh

kebijakan privatisasi, terutama jika BUMN yang

mengelola kepemilikan umum kemudian di privatisasi.

Bukan hanya skala mikro perusahaan, namun lebih

bersifat makro.

3. Kepada pemerintah disarankan agar lebih berhati-hati

dalam mengelola harta kekayaan yang berada dalam

Page 137: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

127

kekuasaannya. Sebab tidak semua harta yang saat ini

dikelola, secara shar’i benar-benar menjadi milik negara

yang penggunaannya diserahkan kepada pemerintah.

Namun, ada diantara harta kekayaan tersebut yang

menjadi milik umat keseluruhan. Dalam hal ini negara

hanya menjadi pengelola, oleh karenanya pemerintah

sama sekali tidak boleh menjualnya kepada swasta,

apalagi kepada swasta asing. Karena dengan

menjualnya, fungsi dari BUMN dalam memenuhi

kebutuhan rakyatnya bisa hilang oleh profit maximazation yang menjadi target utama dari

perusahaan swasta.

4. Kepada masyarakat luas disarankan agar lebih kritis

terhadap setiap kebijakan yang dijalankan oleh

pemerintah, sebab setiap kebijakan terutama dalam hal

ekonomi akan berpengaruh pada kesejahteraan rakyat

secara makro.

Page 138: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

127

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abbas, Anwar. Bung Hatta dan Ekonomi Islam; Menangkap Makna Maqa>s}i>d Ash-Shari>’ah. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas, 2010.

--------. Dasar-dasar Sistem Ekonomi Islam; Suatu Tinjauan dari Perspektif Tujuan, Falsafah, Nilai-nilai dasar dan Nilai-nilai Instrumental. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah, 2009.

Ahmad, Khurshid. Economic Development in an Islamic

Framework, dalam Khurshid Ahmad (ed.), Studies in Islamic Economics. Leicester: The Islamic Foundation,

1980.

Algoud, Lativa M. dan Mervyn K.Lewis. Perbankan Syariah; Konsep, Teori dan Praktek. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,

2004.

Amalia, Euis. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2001.

Al-Ans{a>ri>, Jala>l. Mengenal Sistem Islam dari A sampai Z.

Penerjemah Abu Faiz. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,

2006.

Anto, M.B. Hendrie. Pengantar Ekonomi Mikro Islam. Jogjakarta:

Ekonisia, 2003.

Al-‘Assa>l, Ah}mad Muh}ammad dan Fath}i> Ah}mad ‘Abd Al-Kari>m.

Sistem, Prinsip, dan Tujuan Ekonomi Islam, ter. Imam

Saefudin. Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta:

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi

Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, 2004.

--------. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas,

2010.

Baasir, Faisal. Pembangunan Krisis; Kritik dan Solusi Menuju Kebangkitan Indonesia. Pustaka Sinar Harapan, 2003.

Al-Ba>ni. S{ahi>h wa D{a’i>f Sunan Abi > Dau>d. Jilid 7.

Page 139: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

128

Bastian, Indra. Privatisasi di Indonesia, Teori dan Implementasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2002.

Bashir, Ahmad Azhar. Refleksi atas Persoalan Keislaman. Bandung: Mizan, 1993.

Batubara, Marwan. Divestasi Indosat;Kebusukan Sebuah Rezim, Catatan Gugatan Actio Popularis. Jakarta: Ikatan Alumni

Univeristas Indonesia, 2004.

Bayliss, Kate .‚Privatization Theory and Practice: A Critical

Analysis of Policy Evolution in the Development Context,‛

dalam Jomo K.S. dan Ben Fine (eds), The New Development Economics: After the Washington Consensus

(New Delhi: Tulika Books dan London: Zed Books, 2006.

Chapra, M Umer. Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta: Gema

Insani, 2000.

--------. Masa Depan Ilmu Ekonomi : sebuah tinjauan Islam. Penerjemah : Ikhwan Abidin Basri. Jakarta: Gema Insani

Press, 2001.

--------. The Islamic Welfare State and Its Role in the Economy.

London: The Islamic Foundation, 1979.

Chaudhry, Muhammad Sharif. Fundamental of Islamic Economic System Penerjemah: Suherman Rosyidi. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2012.

Choirie, Effendy. Privatisasi BUMN dalam Sudut Pandang UUD 1945. Tesis Magister Ilmu Hukum Bisnis Universitas

Padjajaran, 2002.

Clutterbuck, David, Susan Kernaghan, dan Deborah Snow. Going

Private: Privatisation Around the World. London: Mercury

Books, 1991.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Djogo, Tono, Sunaryo, dan Martua Sirait. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pembangunan Agroforestri. Bogor: Word

Agroforestry Centre (ICRAF), 2003.

Esposito, John L. dan John D. Donohaue. Islam in Transition.

London: 1979.

Fazlurrahman. Islam. cet. II terj. Ahsin Mohammad. Bandung:

Pustaka, 1994.

Page 140: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

129

Fine, Ben. dalam Ben fine , Costas Lapavitsas, dan Jonathan

Pincus (eds). Development Policy in the Twenty First

Century Beyond the Post-Washington Consensus. London:

Routledge Taylor and Francis Group, 2003.

Fine, James. Development Policy in the Twenty-First Century: Beyond the Post-Washington Consensus. London:

Routledge, 2001.

Fukuyama, Francis. The End of History and The Last Man. New

York: Pergamon Press, 1993.

Gayle, Dennis J. dan Jonathan N. Goodrich. Exploring the

Implications of Privatizations and Deregulation dalam

Dennis J. Gayle and Jonathan N. Goodrich (ed)

Privatization and Deregulation in Global Perspective. New

York: Quorum Books, 1990.

Giddens, Antony. Studies and Social and Political Theory. London: Hutchinson & Co Publisher Ltd, 1997.

--------. The Third Way. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Gilpin, Robert dan Jean Millis Gilpin. Tantangan Kapitalisme

Global penerjemah Haris Munandar dan Dudy Priatna.

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Gran, Peter. Islamic Roots of Capitalism. Austin: University of

Texas Press, 1979.

Gunawan, Tjahja. Menggugat Masa Lalu, Menggagas Masa Depan Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT. Kompas Media

Nusantara, 2000. Hadi, Syamsul. et. al. Post Washington Consensus dan Politik

Privatisasi di Indonesia. Tangerang: Penerbit Marjin kiri,

2007.

Al-Hams{ari, An-Niz{a>m Al-Iqtis}a>di>, 165-194;

Hamid, Ady Suandi dan B.M. Hendrie Anto. Ekonomi Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: UII Press, 2002.

Hanafi, Syafiq M. Sistem Ekonomi Islam & Kapitalisme : Relevansi Ajaran Agama Islam dalam aktivitas ekonomi. Cakrawala, Maret 2007.

Haneef, Mohammed Aslam. Contemporary Islamic Economic Thought: A Selected Comparative Analysis. Kuala

Lumpur: Ikraq, 1995.

Page 141: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

130

Heilbrowner, Robert. Vison of the Future. Oxford-New York: The

New York Public Library & Oxford University Press, 1995.

--------. The Making of Economic Society. London: 1987.

Henry, Celement M. Dan Rodney Wilson. The Politics of Islamic

Finance. Edinburg University Press and Columbia

University Press, 2004.

Hertz, Noreena. The Debt Threat: How Debt Is Destroying the

Developing World. New York: Harper Business, 2004.

Hesse-Biber, Sharlene Nagy and Patricia Leavy, Approaches to Qualitative Research. New York: Oxford University Press,

2004.

Isjwara F. Pengantar Ilmu Politik. Semarang: Putra Bardin, 1989.

Islahi, A. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, ter. Anshari Thayib.

Surabaya: Bina Ilmu, 1997.

Johnson, Cristopher. The Grand Experiment: Mrs. Thatcher’s

Economy and How it Spread. Oxford: Westview, 1991.

Jomo, K. S. (ed.). After the Storm: Crisis, Recovery and Sustaining Development in Four Asian Economies. Singapura: Singapore University Press, 2004.

Kagami, Mitsuhiro dan Masatsugu Tsuji. (eds.). Privatization, Deregulation and Institutional Framework. Tokyo:

Institute of Developing Economies dan Japan External

(Trade Organization), 1999.

Kalb, Don, Marco van der Land (ed.). The Ends of Globalization: Bringing Society Back In. Maryland: Rowman &

Littlefield, 2000.

Karim, Adiwarman. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro. Jakarta: The International Institute of Islamic

Thought Indonesia, 2002.

--------. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: The International Institute

of Islamic Thought Indonesia, 2002.

Al-Khafi>f, ‘Ali>. Al-Milkiyyah fi> Ash-Shari>ah Al-Isla>miyah ma’a Al-muqa>ranah bi> Ash-Sharai` Al-wadhiyyah. Kairo: Da>r Al-

Fikr Al-‘Arabi>, 1996.

Khan, Muhammad Akram. Economic Teachings of Prophet Muhammad. Islamabad: International Institute of Islamic

Economics, 1989.

Page 142: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

131

Kikei, Sunita, John Nellis, dan Mary Shirley. Privatization: The Lesson of Experience. Washington D.C.: World Bank,

1992.

Kuntjoro-Jakti, Dorodjatun. Mau Kemana Pembangunan Ekonomi

Indonesia? Ed. Yanto Bashri. Jakarta: Prenada Media:

2003.

Kuran, Timur. Islam and Mammon: The Economic of Predicaments

of Islamism. Princeton: Princeton University Press, 2004.

Labib, Rahmat S. Privatisasi dalam Pandangan Islam. Jakarta:

WADI Press, 2005.

Lubis, Suhrawardi K. Hukum Ekonomi. Jakarta: Sinar Grafika,

2000.

Macarov, David. What Market Does to People: Privatization, Globalization, and Poverty. Selangor: Strategic

Information Research Development, 2003.

Al-Maliki>, ‘Abd Ar-Rah}ma>n. Politik Ekonomi Islam. Terjemah

Ibnu Sholah. Bangil: Al-Izzah, 2001.

Mangunpranoto, Sarino. Dasar Filsafat Ekonomi Pancasila, dalam

Mubyarto dan Boediono (eds), Ekonomi Pancasila. Yogyakarta: BPFE, 1981.

Mannan, M. Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.

Marx, Karl and Frederick Engels. The Communist Manifesto.

Harmonsworth : Penguin Books, 1974.

Al-Ma>wardi>. Al-Ah}ka>m As-Sult}a>niyyah wa Al-Wila>yah Ad-Di>niyyah. Beiru>t: Da>r Al-Fikr, 1960.

Millet, Damien dan Eric Toussaint. Les Tsunamis de la dette. Liege-Paris: CADTM-Syllepse, 2005.

Al-Misri>, Yunus. Us}u>l Al-Iqtisa>di> Al-Isla>mi>. Damaskus: Da>r Al-

Qala>m, 1999.

Mubyarto. Ekonomi Pancasila; Gagasan dan Kemungkinan.

Jakarta: Lembaga Penelitiann Pendidikan dan Penerangan

Ekonomi dan Sosial, 1987.

Muljono, Djokosantoso. Reinvensi BUMN. Jakarta: PT. Elex

Media Komputindo-Gramedia, 2004.

Al-Munawwar, Said Agil Husein. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial. Jakarta: Pena Madani.

Page 143: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

132

Musa, M. Yusuf. Al-Fiqh Al-Isla>mi>. Kairo: Da>r Al-Kutu>b Al-

Hadi>thah, 1954.

Muslehuddin, Muhammad. Insurance and Islamic Law. New Delhi:

Adam Publishers, 2006.

An-Nabha>ni>, Taqiyuddin. Sistem Ekonomi Islam. Penerjemah

Redaksi Al-Azhar Press. Bogor: Al-Azhar Press, 2009.

An-Nabha>ni>, Taqyu Ad-Di>n. An-Niz}a>m Al-Iqtis}a>di> fi> Al-Isla>m.

Beiru>t: Da>r Al-Ummah, 2004.

Nugroho, Riant dan Randy R. W. Manajemen Privatisasi BUMN. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2008.

Pas, C, B. Lowes, L. Davies. Kamus Lengkap Ekonomi ter. Tumpul

Rumapea & Posmon Haloho. Jakarta: Penerbit Erlangga,

1998.

Patriadi, Pandu. Studi Efektifitas Kebijakan Privatisasi BUMN

dalam Rangka Pembiayaan APBN. Jakarta: 2003.

Perry, Guillermo E. dan Daniel Lederman, Financial Vulnerability, Spillover Effects and Contagion: Lessons from the Asian Crisis for the Latin America. Washington: The World

Bank, 1998.

Petras, James dan Henry Veltmayer. Globalization Unmasekd: Imperalism in the 21 Century. Kanada: Fernwood

Publishing, 2001.

Pirie, Madsen. Privatization: Theory, Practice and Choice.

England: Wildwood House Limited, 1988.

Rachbini, Didik J. Ekonomi Politik; Kebijakan dan Strategi Pembangunan. Jakarta: Granit, 2004.

Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana

Bhakti Wakaf, 1995.

Rahmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung:

Remaja Rosda Karya, 1989.

Al-Shauka>ni. Nayl Al-Awtha>r. Jilid 6.

Ridwan, M Deden. Metodologi Penelitian Agama, dalam tulisan

U. Maman, KH. Ms., Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan antar Disiplin Ilmu. Bandung: Nuansa, 2001.

Rizky, Awalil dan Nasyith Majidi. Neoliberalisme Mencengkram

Indonesia. Jakarta: E Publishing Company, 2008.

Page 144: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

133

Rodinson, Maxime. Islam and Capitalism. London: Allen Lane,

1974.

Ross, Michael. Indonesia Puzzling Crisis. Los Angeles:

Departement of Political Sciences University of California,

2001.

Ryan, Daniel J. (ed.). Privatization and Competition in Telecommunications: International Developments. Westport: Praeger, 1997.

Sa>biq, As-Sayyid. Fiqh As-Sunnah Vol. 3. Semarang: Toha Putera.

Sadr, Abu> H}asan Bani. Islamic Economic: Ownership and Tauhid.

Oxford: Oxford University Press, 1982.

Sadr, Muh}ammad Baqir. Iqtis}a>duna>. Kairo: Da>r Al-Kita>b Al-

Isla>miyah.

Sahatah, H}usain. Al-Khaskhasah fi> Mi>za>n Al-Isla>m. Kairo:

Maktabat At-Taqwa>, 2001.

Salim, Agus. (Pey). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000.

Sekretariat Negara RI, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945. Jakarta: Sekretariat Negara

Republik Indonesia, 1995.

Setiawan, Bonnie. Menggugat Globalisasi. Jakarta: INFID, 2000.

Ash-Shairazi>, Abu> Isha>q. Al-Muhadhab. Jilid II (Kairo: ‘Isa > Al-

Ba>bi Al-Halabi> wa Shurakah) dalam Ali Zawawi dan

Saifullah Ma’sum, Penjelasan Al-Qur’an Tentang Krisis Sosial Ekonomi dan Politik. Jakarta: Gema Insani Press,

1999.

Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan,

2003.

Siahaan, Oloan P. Efisiensi Teknis BUMN: Analisis Panel Data Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 1980-1991.

Disertasi Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, 2000.

Siddiqi, M. Nejatullah Muslim Economic Thingking: A Survey of Contemporary Literature. Leicester: The Islamic

Foundation, 1988.

Page 145: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

134

Simanungkalit, Salomo. (ed.). Indonesia Dalam Krisis 1997-2002. Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2002.

Siregar, Raja P. Politik Air di Indonesia. Jakarta: WALHI dan

Koalisi Anti Utang.

Sirriy, Hasan. Al Iqtishad al Islamiy : mabadi wa khashais wa ahdaf. Iskandariyah: Markaz al Iskandariyah li al kitab,

1998.

Smith, Adam. Lectures on Jurisprudence.

--------. The Wealth of Nations. Soemitro, Ronny Hanitijo. Metode Penelitian Hukum dan

Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.

Soesastro, Hadi dan Aida Budiman, Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir (Pendahuluan). Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005.

Stiglitz, Joseph. Dekade Keserakahan: Era ‘90-an dan Awal Mula Petaka Ekonomi Dunia. terjemah. Aan Suhaeni. Serpong:

Marjin Kiri, 2006.

--------. Economics of Public Sector. New York: W.W. Northon

Company, 1988.

--------. Globalization and Its Discontent. New York: W.W.

Norton&Company, 2002.

--------. The Post Washington Consensus. Presentation Paper untuk

The Initiative for Policy Dialogue. 2005. Konferensi ‚From

the Washington Consensus towards a new Global

Governance‛. Format Revisi. 2005.

Sulistio, Tito. Mencari Ekonomi Pro Pasar; Catatan Tentang Pasar Modal, Privatisasi dan Konglomerasi Lokal. Jakarta: The

Investor, 2004.

Swasono, Sri Edi. Kembali ke Pasal 33 UUD 1945; Menolak Neoliberalisme. Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010.

--------. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia, 1985.

At-Tari>qi>, ‘Abdulla>h ‘Abdul H}usain. Al-Iqtis{a>d Al-Isla>mi>: Usu>sun wa Muba’un wa Ahda>f. Beiru>t, 1983.

Tim Penulis CIReS (Centre for International Relation Studies).

Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia. Jakarta: Margin Kiri, 2007.

Page 146: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

135

Tim Warta Ekonomi, Membongkar Neolib di Indonesia. Jakarta:

Warta Ekonomi dan PT. Dian Rakyat, 2009.

Tim Pustaka Thariqul Izzah. Menyongsong Sistem Ekonomi Anti Krisis. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009.

Thurow, Lesther. The Future of Capitalism. New York: Free Press,

1995.

Tourres, Marie-Aimee. The Tragedy That Didn’t Happen. Kuala

Lumpur: Institute of Strategic and International Studies.

Wallace, Walter . ‚An Overview of Elements in the Scientific

Process‛ dalam The Logic of Science in Sosiology: an Introduction. Chicago: Aldine-Altherton, 1971.

WHO dan UNICEF. Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report. Jenewa: WHO dan UNICEF,

2000.

Wibowo, I, dan Francis Wahono. Neoliberalisme. Yogyakarta:

Cinderelas, 2003.

Wiratha, I Made. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2006.

Whitshire, K. Privatization: The British Experience –An Australian

Perspective. Melbourne: Longman Cheshire Pty Limited,

1987.

Yustika, Ahmad Erani. Pembangunan dan Krisis, Memetakan

Perekonomian Indonesia. Jakarta: Grasindo, 2002.

Zallum, ‘Abd Al-Qadi>m. Al-Amwa>l fi Daula>t Al-Khila>fah. Beiru>t:

Da>r Al-‘Ilm li > Al-Malyin, 1983.

Zon, Fadli. The IMF Game. Jakarta: Institute for Policy Studies,

2004.

Az Zuhaili>, Wahbah. Al-Fiqh Al-Isla>mi> wa Adillatuhu. Da>r Al-

Fikr: Damaskus, 1984, cet. Ke-4, Jilid 4.

JURNAL, ARTIKEL DAN HASIL PENELITIAN

Abeng, Tanri. ‚Privatisasi Kurang Sosialisasi‛, tersedia di

http://www.pacific.net.id/pakar/tanri/000614.html.

Adnan, M. Akhyar. An Investigation of Accounting Concepts and Practices in Islamic Banks: The Cases of Bank Islam Malaysia Berhad and Bank Muamalat Indonesia. Australia:

Thesis University of Wollongong, 1996.

Page 147: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

136

Akbar, Amin. ‚Structural Framework of Islam’s Economic

System‛. Muslim World Langue Journal. May-June 1988.

Alternative Regionalism: Debate Papers. Transnational Institute

Corporate Europe Observatory. Oktober 2004. Artemiev, Igor dan Michael Haney. “The Privatization of Ruassian

Coal Industry: Policies and Processes in the Transformation

of a Major Industry”. World Bank Policy Research Working

Paper No. 2820, 11 April 2002.

Artjan, M. Faisal. “IPO Sebagai Alternatif Privatisasi BUMN”.

Majalah Usahawan No. 02 Tahun XXIX, Februari 2000.

Balladur, Edouard . ‚At the Crossroads‛. The Economist. Vol. 1,

Maret 1997.

Basri, Ikhwan Abidin. Kepemilikan dalam Islam dalam Kategori Fiqh Maliyah, 2000. www.republika.co.id

Baswir, Revrisond. Menggugat Rampokisasi BUMN. 2009.

Brune, Nancy, Geoffrey Garrett, dan Bruce Kogut. ‚The

Internasional Monetary Fund and The Global Spread of

Privatization‛. IMF Staff Papers. Vol. 51 No. 2, 2004.

http://www.imf.org/external/pubs/ft/staffp/2004/02/pdf/bru

ne.pdf

Budds, Jessica dan Gordon McGranaham. ‚Are the Debates on

Water Privatization Missing the Point? Experiences from

Africa, Asia, and Latin America‛. dalam Environment & Urbanization Vol. 15 No. 2 Oktober 2003.

Buttari, Juan J. ‚Reassessing Privatization in Russia: An

Overview‛. European Business Review. Vol. 94 No. 3

August 1994.

Citizen, Public. ‚Fiascos: Jakarta, Indonesia‛. tersedia di

http://www.citizen.org/cmep/Water/cmep_Water/fiascos/ar

ticles.cfm?ID=9213.

Dent, Christoper. ‚The Business Environment in Russia: An

Overview‛ European Business Review. Vol. 94 No. 3 Agust 1994.

‚Dirjen Dikti: RUU BHP Belum Final‛, Kompas 13 Juni 2005.

Dwidjowijoto, Riant Nugroho. “Analisa Privatisasi BUMN di

Indonesia”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 6 No.

3, 2003.

Page 148: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

137

Gaol, Marusha Lbn dan Adler Haymans Manurung. “Privatisasi

Bagaikan Dua Bola Panas”. Suara Pembaruan, 29 Januari

2003.

Gleick, Peter. ‚Renewable Fresh Water: Population Action

International Water Withdrawal and Drinking Water‛.

National Geographic. Oktober 1998, 71.

Gore, Charles. “The Rise and Fall of the Washington Consensus as

a Paradigm for Developing Countries”. Journal of World

Development Vol. 28 No. 5. 2002.

Gramer, Chris. ‚Privatization and The Post Washington

Consensus: Between The Lab and the Real World?‛, CDPR Discussion Paper 0799, 1999.

Guseh, James S. “The Public Sector, Privatization, and

Development in Sub-Saharan Africa” dalam African Studies

Quarterly, vol. 5, Issue 1.

Hadad, Nadia. ‚Water Privatization in Indonesia‛. tersedia di

www.infid.be/water_c.

Hadiz, Vedi R. dan Richard Robison, ‚Neo Liberal Reforms and

Illiberal Consolidations: the Indonesian Paradox‛,

Southeast Asia Research Center Working Papers Series. No. 52, September 2003.

Hafizah, Yulia. “Kebijakan Ekonomi Indonesia Ditinjau dari

Konsep Dasar Ekonomi Islam”. Jurnal Millah Vol. IV No.

2 Januari 2005.

Hayami, Yujiro. ‚From Washington Consensus to Post

Washington Consensus: Restrispect and Prospect‛. dalam

Asian Development Review. Vol. 20 No. 2, 2003.

House of Common, 36 Parliament, I Session, perdebatan tanggal 8

Mei 1998, tersedia di

http://www2.parl.gc.ca/HousePublications/Publications.asp

x?pub=hansard&mee=102&&parl=36&ses=I&language=E. Ika, Syahrir dan Agunan P. Samosir. “Analisis Privatisasi BUMN

dalam Rangka Pembiayaan APBN”. Kajian Ekonomi dan

Keuangan Vol. 6 No. 4. 2002.

Ikhsan, Mohamad. ‚Pemilikan Pemerintah pada Perbankan, Masih

Adakah Pembenarannya?‛. dalam http://partai-

pib.or.id/wmview.php?ArtID=323.

Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 6 No. 3, 2003.

Page 149: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

138

Indonesia dalam Krisis: Tidak Reformasi Tanpa Hak Asasi Manusia, Laporan ELSAM, 30 April 1998, tersedia di

http://www.elsam.or.id/pdf/paper/1998/reportApril_98.pdf.

Irawan, Andi. “Penolakan Privatisasi PT. Indosat”. Koran Tempo, 3

Januari 2003.

Iswadi, Muhammad. ‚Ekonomi Islam: Kajian, Konsep, dan

Pendekatan‛, Mazahib Vol. IV No. 1, Juni 2007.

Jessop, Bob. “Liberalism , Neoliberalism, and Urban Governance.

A State-Theoretical Concept”. Jurnal Antipode. Oxford:

Blackwell Publishers.

Juoro, Umar. “Evaluasi Program Privatisasi di Indonesia”. Jurnal

Reformasi Ekonomi Vol. 3 No. 2. 2002.

‚Karyawan Indosat Mogok Massal Mulai 27 Desember‛,

www.tempointeraktif.com, 23 Desember 2002.

Kikeri, Sunita, John Nellis dan Mary Shirley. “Privatization:

Lessons from Market Economies”. The World Bank

Research Observer. Vol. 9 July 1994.

Kirmizi, “Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Badan Usaha

Milik Negara Sebelum dan Sesudah diprivatisasi”. Jurnal

Ilmu Administrasi Negara Vol. 9 No. 2, 2009.

‚Komentar Anggota Dewan Mengenai RUU SDA‛, Majalah Air, September 2003.

Komisi V DPR. “Tunda Privatisasi BUMN”. Kompas 9 Januari

2002.

‚Laks Dituduh Korupsi Kasus Divestasi Indosat‛, Pikiran Rakyat, 7 Januari 2003.

“Privatization: Recent Trends,” Financial Market Trends Vol. 66,

Maret 1997.

‚KPPU Didesak Usut Monopoli Temasek‛, Rakyat Merdeka, 21

April 2007.

Magnar, Kuntana, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufik, ‚Tafsir

MK Atas Pasal 33 UUD 1945; Studi Atas Putusan MK

Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU No.

22/2001, dan UU No. 20/2002‛. Jurnal Konstitusi, Volume

7, Nomor 1, Februari 2010, 165.

Majalah Usahawan No. 02 Tahun XXIX, Februari 2000.

McCawley, Peter. ‚Indonesia Economy in Transition: The

International Context‛, Asian Development Bank Institute,

Page 150: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

139

February 2004. Tersedia di www.adbi.org/files/2004.

02.25.spc002.mccawley.jakarta.pdf.

McFetridge, D. G. ‚The Economics of Privatization‛. C. D. Howe Institute Benefactors Lecture. 22 oktober 1997.

‚Menyidik Rendahnya Kualitas SDM‛, Suara Merdeka, 25

November 2005.

Miller, Allan N. ‚Ideological Motivations of Privatization in Great

Britain Versus Developing Countries‛. Journal of International Affairs. No. 2, 1997.

Muhammad, Mar’ie. ‚IMF dan Pemulihan Ekonomi Indonesia‛

Koran Tempo, 19 November 2001.

Muttaqin, Hidayatullah. ‚Privatisasi di Indonesia antara Fakta dan

Kebohongan‛. Jurnal Ekonomi Ideologis, 18 Februari 2008.

National Framework for Globalization tersedia di

http://www.itcilo.it/english/actrav/telearn

/global/ilo/frame/national.htm.

Nellis, John, Rachel Menezes dan Sarah Lucas. ‚Privatization in

Latin America: The Rapid Rise, Recent Fall, and

Continuing Puzzle of Contentious Economic Policy‛.

Centre for Global Development. Vol. 3 January 2004.

Nizar, Musri, Emmy Pangaribuan Simanjuntak dan Roedjiono.

Tinjauan Privatisasi dari Sudut Pandang Hukum Bisnis di Indonesia; Analisis Kasus Privatisasi Beberapa PT. (Persero). Yogyakarta: Tesis Program Pascasarjana

Universitas Gajah Mada, 2004.

http://pasca.uma.ac.id/adminpasca/upload/Elib/MHB/PRIV

ATISASI%20Hukum%20Bisnis.pdf

‚Privatisasi Indosat Dahului IPO Satelindo‛. Kompas, 25 Maret

2002. Privatization: Recent Trends,‛ Financial Market Trends Vol. 66,

Maret 1997.

Purwoko. “Model Privatisasi BUMN yang Mendatangkan Manfaat

bagi Pemerintah dan Masyarakat Indonesia”. Kajian

Ekonomi dan Keuangan Vol. 6 No. 1. 2002.

Ramamurti, R. “Why are Developing Countries Privatizing”.

Journal of International Business Studies No. 23. 1992.

Page 151: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

140

Roesad, Kurnya. ‚Dangerous Liaisons? Financial Crisis, IMF and

the Indonesia State‛, CSIS Economic Working Paper Series, August 2005.

Santosa, Setyanto P. “Quo Vadis Privatisasi BUMN?”. tersedia di

http://www.pacific.net.id/ pakar/tulisan_02.html.

Sanrego, Yulizar D, dan Rusdi Batun. ‚Pandangan Islam Terhadap

Privatisasi BUMN‛. Jurnal Ekonomi Islam La Riba. Vol. 3,

No. 2, Desember 2009. http://fis.uii.ac.id/images/la-riba-

vol3-no2-2009-02-sanrego.pdf

Siahaan, Oloan P. Efisiensi Teknis BUMN: Analisis Panel Data

Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 1980-1991.

Disertasi Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, 2000.

SD, Jusman. ‚Menjual BUMN ke Tangan Asing: Perlukah???‛. 12

November 2005, tersedia di

http://online.ipdf.org/index.php?option=content&task=vie

w&id=44.

Shahur, Yura dan Padja Iswara, ‚Pemerintah Siap Jawab DPR Soal

Penjualan Indosat‛, Koran Tempo, 29 Januari 2003.

Siregar, P. Raja. ‚World Bank and ADB’s Role in Privatizing

Water in Asia Regional‛, tersedia di

http://www.jubileesouth.org/news/EpZyVyEyylgqGYKXR

u.shtml

Soebagjo, Felix O. Privatisasi BUMN dan Kekayaan Negara

Lainnya: Pandangan dari Sudut Hukum. Makalah pada

seminar Privatisasi BUMN dan Kekayaan Negara Lainnya

tanggal 14-15 Mei 1996 di Jakarta.

Souza, Juliet D’ dan William L. Megginson. ‚The Financial and

Operating Performance of Privatized Firms During the

1990’s‛. Journal of Finance, Forthcoming. August 1999.

http://www.oecd.org/daf/ca/corporategovernanceofstate-

ownedenterprises/1929641.pdf

Souza, Juliet D’, William L Magginson dan Robert Nash.

‚Determinants of Performance Improvements in Privatized

Firms: The Rule of Restructuring and Corporate

Governance‛. March 2000. http://faculty-

staff.ou.edu/M/William.L.Megginson-1/prvsources.pdf

Page 152: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

141

Stiglitz, Joseph. The Post Washington Consensus. Presentation

Paper untuk The Initiative for Policy Dialogue. 2005.

Konferensi “From the Washington Consensus towards a

new Global Governance”. Format Revisi. 2005.

Suhud, Mohammad. Privatization: A Review on the Power Sector

Restructuring in Indonesia (INFID’s Background Paper on

Privatization, 2002.

Supardi, Yogi. ‚Masalah Penjualan Saham Indosat Kepada Asing‛.

Media Indonesia, 26 Februari 2003.

Suryanti, Nyulistiowati. Privatisasi BUMN-Persero Dihubungkan dengan Kepemilikan Golden Share oleh Negara dalam Rangka Menunjang Pembangunan Ekonomi Indonesia. Bandung: Disertasi Universitas Padjadjaran, 2011.

http://pustaka.unpad.ac.id/archives/97701/

Supardi, Yogi. “Masalah Penjualan Saham Indosat Kepada Asing”.

Media Indonesia, 26 Februari 2003.

Syafi’ie, M. “Sistemiknya Privatisasi di Indonesia dan Perspektif

Menurut Islam”. Diakses 12 Desember 2013

pusham.uii.ac.id/files.php?type=art&lang=id&id=168. Taba, Abdul Salam. ‚Privatisasi Indosat, Sudah Tepatkah?‛,

Koran Tempo, 8 Januari 2003. Tannenbaum, David. “Obsessed: The Latest Chapter in the World

Bank’s Privatization Plans”. Multinational Monitor Vol. 23

No. 9, September 2002.

Tjiptoherijanto, Prijono. ‚Economic Crisis in Asia: The Case of

Indonesia‛. Asian Review of Public Administration Vol.

VIX No. I, Januari-Juni 1997.

UU BUMN Pasal 1 ayat 12.

WHO dan UNICEF. Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report.

Wishanti, Dewa Ayu Putu Eva. Politik Privatisasi Air di Argentina

(1990-1999) Sebagai Upaya Restrukturisasi Ekonomi

Nasional dibawah Rezim Washington Consensus. Tesis

Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2012.

Wolfgang K. ‚On the Concept of the ‘Economic Constitution’ and

the Importance of Franz Bohn from the Viewpoint of Legal

Page 153: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

142

History‛ European Journal of Law and Economic, volume

3, Number 4, Springer, December 1996.

Page 154: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

143

GLOSARIUM

Bubble Economics:

Perdagangan dalam volume besar dengan harga yang sangat

berbeda dengan nilai intrinsiknya, atau bisa diistilahkan dengan

memperdagangkan produk atau aset dengan harga yang lebih

tinggi daripada nilai fundamentalnya.

Defisit:

Kekurangan dalam kas keuangan, defisit biasanya terjadi ketika

suatu organisasi (biasanya pemerintah) memiliki pengeluaran lebih

banyak daripada penghasilan.

Deregulasi:

Kebijakan pemerintah untuk kegiatan bisnis tertentu yang

memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara lebih bebas

sehingga meningkatkan persaingan.

Devaluasi:

Menurunnya nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar

negeri. Jika hal tersebut terjadi, biasanya pemerintah melakukan

intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil.

Distorsi:

Disebut juga dengan ketidaksempurnaan pasar, adalah yang

membuat kondisi ekonomi tidak efisien sehingga mengganggu

agen ekonomi dalam memaksimalkan kesejahteraan sosial dalam

rangka memaksimalkan kesejahteraan mereka sendiri.

Distribusi:

Salah satu aspek dari pemasaran. Distribusi juga dapat diartikan

sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan

mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada

konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang

diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan).

Page 155: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

144

Divestasi:

Pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau

barang, dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh

perusahaan. Divestasi adalah kebalikan dari investasi pada aset

yang baru.

Dividen:

Pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya

saham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan

dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan

kepada para pemilik memang adalah tujuan utama suatu bisnis.

Ekonomi Kerakyatan:

Sistem ekonomi yang berasaskan kekeluargaan, kedaulatan rakyat,

dan menunjukkan keberpihakan yang sungguh-sungguh pada

ekonomi rakyat. Sistem ekonomi ini menitikberatkan pada

pengembangan usaha kecil dan menengah sebagai penggerak

ekonomi rakyat, rakyat dituntut untuk kreatif dan berinovasi

dalam membuat usaha mereka berkembang dan dapat dikenal oleh

masyarakat luas.

Ekonomi Konstitusi:

Suatu sistem aktivitas pengelolaan ekonomi negara yang berbasis

kepada konstitusi negara, yaitu nilai-nilai dasar Pancasila sebagai

norma dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945 sebagai pedoman pelaksanaannya.

Ekonomi Pancasila:

Sistem perekonomian yang didasarkan pada lima sila dalam

Pancasila. Pada esensinya, Ekonomi Pancasila adalah suatu konsep

kebijakan ekonomi, setelah mengalami pergerakan seperti bandul

jam dari kiri ke kanan, hingga mencapai titik keseimbangan. Ke

kanan artinya bebas mengikuti aturan pasar, sedangkan ke kiri

artinya mengalami intervensi negara dalam bentuk perencanaan

terpusat.

Globalisasi:

Page 156: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

145

Proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran

pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan

lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi,

termasuk kemunculan telegraf dan internet, merupakan faktor

utama dalam globalisasi yang semakin mendorong adanya saling

ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.

Go Public:

Kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh

emiten (perusahaan) untuk menjual saham atau efek kepada

masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh Undang-

Undang Pasar Modal dan Peraturan Pelaksanaannya.

Golden Share:

Saham ini memberikan organisasi pemerintah atau pemegang

saham lainnya hak suara yang menentukan, sehingga untuk

memveto saham lainnya dalam pertemuan pemegang saham.

Biasanya ini akan dilaksanakan melalui klausul dalam perusahaan

anggaran dasar, dan akan dirancang untuk mencegah stakebuilding

atas tingkat kepemilikan persentase tertentu, atau untuk

memberikan pemerintah atau pemegang saham lainnya hak veto

atas setiap aksi korporasi besar, seperti penjualan aset utama,

penjualan anak perusahaan, atau penjualan perusahaan secara

keseluruhan.

Good Corporate Governance:

Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang

saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,

karyawan, serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya

yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau

dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan

perusahaan.

Hiperinflasi:

Kondisi dimana ketika harga-harga naik begitu cepat dan nilai

uang menurun drastis. Secara formal, hiperinflasi terjadi jika

tingkat inflasi lebih dari 50% dalam satu bulan. Hiperinflasi

biasanya muncul ketika adanya peningkatan persediaan uang yang

Page 157: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

146

tidak diketahui atau perubahan sistem mata uang secara drastis.

Hiperinflasi biasanya dikaitkan dengan perang, depresi ekonomi,

dan memanasnya kondisi politik atau sosial suatu negara.

Homo-Economicus:

Merupakan sifat perilaku manusia yang selalu ingin

mengoptimalkan tujuan pribadinya, jika seorang manusia tidak

memiliki nilai moral dan agama, pasti akan rakus dan tamak dalam

memuaskan keinginan pribadinya.

Homo-Metafisikus:

Pandangan yang berpendapat bahwa manusia adalah satu-satunya

makhluk yang mampu menembus penampakan untuk mencapai

realitas mutlak.

Investasi:

Suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan

dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan

akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan

keuntungan di masa depan. Terkadang, investasi juga disebut

sebagai penanaman modal.

IPO:

Initial Public Offering adalah penjualan pertama saham umum

sebuah perusahaan kepada investor umum.

Kapitalisme:

Sistem ekonomi dimana perdagangan, industri dan alat-alat

produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan

membuat keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal bisa

melakukan usahanya untuk meraih keuntungan yang sebesar-

besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat

melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi

intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk

kepentingan-kepentingan pribadi.

Komunisme:

Page 158: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

147

Paham yang menolak kepemilikan barang pribadi dan beranggapan

bahwa semua barang produksi harus menjadi milik bersama. Ini

bertujuan agar tidak ada hirarki buruh-pemilik modal karena

sistem kapitalis cenderung mengeksploitasi manusia.

Liberalisasi:

Ideologi, pandangan filsafat dan tradisi politik yang didasarkan

pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang

utama.

Libertarianisme:

Klasifikasi filosofi politik yang menjunjung tinggi kebebasan

sebagai fokus utama mereka dan sebagai tujuan. Mereka berusaha

untuk memaksimalkan peran otonomi dan kebebasan memilih,

menekankan kebebasan politik, asosiasi sukarela dan keutamaan

penilaian individu.

Mafia Barkeley:

Julukan yang diberikan kepada sekelompok menteri bidang

ekonomi dan keuangan yang menentukan kebijakan ekonomi

Indonesia pada masa awal pemerintahan Presiden Soeharto.

Mereka disebut mafia karena pemikirannya dianggap sebagai

bagian dari rencana CIA untuk membuat Indonesia sebagai boneka

Amerika.

Neoliberalisme:

Paham yang mengacu pada filosofi ekonomi-politik yang

mengurangi atau menolak campur tangan pemerintah dalam

ekonomi domestik. Paham ini memfokuskan pada metode pasar

bebas, pembatasan yang sedikit terhadap perilaku bisnis dan hak-

hak milik pribadi.

OECD:

Organization for Economic Co-operation and Development adalah

sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang

menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas.

Post Washington Consensus:

Page 159: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

148

Otokritik pendekatan liberal atas kegagalan Washington Consensus dalam menjawab problem pembangunan di tingkat

domestik negara berkembang, khususnya Amerika Latin tahun

1980-an dan Asia Timur penghujung tahun 1990-an. Konsensus

baru ini meyakini perlunya keterlibatan negara untuk

mengembangkan sistem pasar dan pentingnya faktor non ekonomi

dalam menjalankan tatanan sosial.

Private Placement: Pembelian sebagian suatu aset atau saham oleh suatu pihak atas

dasar kesepakatan harga yang telah disepakati bersama di luar

mekanisme pasar.

Privatisasi:

Penjualan sebagian atau semua saham sebuah perusahaan milik

pemerintah kepada publik, baik melalui penjualan langsung ke

perusahaan swasta nasional dan asing maupun melalui bursa efek.

Reaganisme:

Mengacu pada kebijakan ekonomi yang dipromosikan oleh

Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan selama tahun 1980, dan

sampai sekarang masih banyak dipraktikkan. Kebijakan-kebijakan

ini umumnya berkaitan dengan sisi penawaran ekonomi, disebut

sebagai ekonomi tricle-down oleh lawan politiknya dan ekonomi

pasar bebas oleh pendukung politiknya.

Resesi:

Kondisi ketika Produk Domestik Bruto (PDB) menurun atau

ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua

kuartal atau lebih dalam satu tahun.

Restrukturisasi:

Melibatkan pengurangan perusahaan di bidang tenaga kerja, unit

kerja atau divisi, ataupun pengurangan tingkat jabatan dalam

struktur organisasi perusahaan. Pengurangan skala perusahaan ini

diperlukan untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas.

Sosialisme:

Page 160: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

149

Paham atau gerakan yang menghendaki terwujudnya suatu

masyarakat yang disusun secara kolektif agar menjadi suatu

masyarakat yang bahagia. Dengan begitu, sosialisme

menitikberatkan perjuangannya pada masyarakat.

Structural Adjustment Programs:

Pinjaman yang diberikan oleh Dana Moneter Internasional (IMF)

dan Bank Dunia pada negara-negara yang sedang mengalami krisis

ekonomi. Program ini dibuat dengan tujuan mengurangi

ketidakseimbangan fiskal jangka pendek dan menengah negara

tersebut atau penyesuaian ekonomi untuk pertumbuhan jangka

panjang.

Thatcherisme:

Keyakinan politik, kebijakan sosial ekonomi, dan gaya politik

konservatif Inggris. Istilah ini pertama kali tercetus dari seorang

Margareth Thatcher, Perdana Menteri Inggris antara Mei 1979

sampai November 1990.

Washington Consensus:

Sebutan bagi paket “standar” reformasi perekonomian negara-

negara yang dilanda krisis yang disusun oleh lembaga-lembaga

keuangan internasional yang bermarkas di Washington, yakni

IMF, Bank Dunia, dan Departemen Keuangan AS.

Page 161: KEPEMILIKAN PUBLIK DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41644/1/ISTI... · Menyatakan bahwa draft tesis telah diverifikasi oleh Dr

150