25
LAPORAN KASUS PROPTOSIS Disusun : ZULFIKAR NOOR NALENDRA 2009730063 Pembimbing : dr. Rety Sugiarti Sp. M KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA

LAPKAS I Proptosis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPKAS I Proptosis

LAPORAN KASUS

PROPTOSIS

Disusun :

ZULFIKAR NOOR NALENDRA

2009730063

Pembimbing :

dr. Rety Sugiarti Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA

RSUD KOTA BANJAR

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2013

Page 2: LAPKAS I Proptosis

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Penulis ucapkan karena dengan rahmat

dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini tepat

pada waktunya.

Laporan kasus ini penulis susun untuk memenuhi tugas pada kepaniteraan

klinik stase mata di RSUD kota Banjar.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu

tersusunnya laporan kasus ini terutama dr. Rety Sugiarti, Sp.M selaku

pembimbing di RSUD kota Banjar.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan laporan kasus ini

masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak

yang membaca ini, agar penulis dapat mengoreksi diri dan dapat membuat

laporan kasus yang lebih sempurna di lain kesempatan.

Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, sekarang

maupun masa yang akan datang.

Banjar, 17 Desember 2013

Penulis

Page 3: LAPKAS I Proptosis

BAB I

STATUS PASIEN

STATUS PASIEN MATA

No RM :

Nama Pasien : Ny. S

Umur Pasien : 41 Tahun

I. IDENTITAS

Nama Lengkap : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 41 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Cibadak, Banjarsari

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : OD terasa bengkak sejak 2 bulan lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang : Mata kanan terasa bengkak sejak 2 bulan

lalu. Mata sebelah kanan seperti ada yang

mengganjal, terasa gatal, berair, dan perih

terutama saat berada diluar rumah. Pasien

tidak mengeluhkan adanya pandangan kabur.

Keluhan ini dirasakan hilang timbul.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien baru pertama kali mengalami hal ini

.Pernah menderita sakit mata yang membaik

dengan pemberian obat tetes .Riwayat

tekanan darah tinggi dan kencing manis

disangkal .Riwayat TB +

Page 4: LAPKAS I Proptosis

Riwayat Penyakit Keluarga : Pada keluarga pasien tidak ada yang

menderita seperti ini.

Riwayat Pengobatan : Pasien sudah berobat rutin ke poli mata.

III. PEMERIKSAAN FISIK MATA ( Status Oftalmologikus )

OD OS

6/ 7 Visus 6/ 6

Eksoftalmus Kedudukan Bola

Mata

Orthoforia

Baik kesegala arah Pergerakan Bola

Mata

Baik ke segala arah

Pseudoptosis(-),edema

(-),nyeri (+),Ptosis (-),

hordeolum(-),

kalazion(-)

Palpebra Pseudoptosis(-),edema(-),

nyeri (-),Ptosis (-),

hordeolum(-), kalazion(-)

Hiperemis (-), coble

stone (-)

Konjungtiva Tarsalis

Superior

Hiperemis (-), coble

stone (-)

Injeksi siliar (-),injeksi

konjungtiva (-), udem

(-), perdarahan (-)

Konjungtiva Bulbi Injeksi siliar (-),injeksi

konjungtiva (-),udem (-),

perdarahan (-)

Hiperemis (-),

papil(-),folikel (-)

Konjungtiva Tarsalis

Inferior

Hiperemis (-),

Papil(-),folikel(-)

Jernih, infiltrat (-),

edema (-), sikatriks (-)

Kornea Jernih, infiltrat (-), edema

(-), sikatriks (-)

Sedang, hipopion (-),

hifema (-)

COA Sedang, hipopion (-),

hifema (-)

Warna coklat, kripte

jelas ,sinekia (-)

Iris Warna coklat, kripte

jelas, sinekia (-)

Page 5: LAPKAS I Proptosis

Bulat isokor, reflex

cahaya (+)

Pupil Bulat isokor, reflex

cahaya (+)

Agak keruh Lensa Agak keruh

Tidak dilakukan Vitreous Humor Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan

IV. RESUME PEMERIKSAAN FISIK

Mata kanan terasa bengkak sejak 2 bulan lalu. Mata sebelah kanan seperti ada

yang mengganjal, terasa gatal, berair, dan perih terutama saat berada diluar rumah.

Pasien tidak mengeluhkan adanya pandangan kabur. Keluhan ini dirasakan hilang

timbul.

Pada pemeriksaan fisik mata di dapatkan kelainan pada mata :

OD

Visus 6/7

Terlihat penonjolan pada konjungtiva bulbi OD

V. DIAGNOSA KERJA

Proptosis OD, OS Eutropia

Page 6: LAPKAS I Proptosis

BAB II

PEMBAHASAN

PROPTOSIS

PENDAHULUAN

Angka kejadian tumor mata terhitung kecil, yaitu hanya 1% diantara

penyakit keganasan lainnya. Namun dampak yang ditimbulkan tumor mata cukup

mengerikan. Hal ini disebabkan letak yang tidak menguntungkan sehingga mudah

menyebar ke dalam otak, dan kematian tidak dapat dihindari lagi.1

Mata bukanlah suatu organ vital bagi manusia, namun keberadaan mata

sangatlah penting. Mata adalah jendela kehidupan, tanpa mata manusia tidak

dapat melihat apa yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu pemeliharaan mata

sangatlah penting. Salah satu struktur mata yang penting adalah orbita. Penonjolan

bola mata adalah tanda utama penyakit orbita. Lesi-lesi ekspansif dapat bersifat

jinak atau ganas dan dapat berasal dari tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau

jaringan ikat. Massa dapat bersifat radang, neoplastik, kistik, atau vaskular.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik memberikan banyak petunjuk mengenai

penyebab proptosis. Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan penyakit

sistemik. Pada makalah ini akan membahas cara pemeriksaan pada proptosis

sehingga dapat mengarahkan pada suatu diagnosa.1,2,3

Page 7: LAPKAS I Proptosis

BAB III

ANATOMI ORBITA

Orbita berbentuk seperti buah pear dengan dengan kanalis optikus

diibaratkan sebagai tangkainya. Puncaknya di posterior dibentuk oleh foramen

optikum dan basisnya di bagian anterior dibentuk oleh margo orbita. Lebar margo

orbita 45 mm dengan tinggi 35 mm. Kedalaman orbita pada orang dewasa kurang

lebih 40-45 mm sampai ke apex. Dinding medial dari mata kanan dan kiri sejajar.

Dinding lateralnya dari mata kanan tegak lurus terhadap dinding lateral mata kiri.

Pertumbuhan penuh dicapai pada umur 18-20 tahun dengan volume orbita dewasa

±30cc. Bola mata hanya menempati sekitar 1/5 bagian ruangannya. Lemak dan

otot menempati bagian terbesarnya. Otot-otot mata terdiri dari m. rektus superior,

m. rektus inferior, m.rektus lateralis, m. rektus medialis, m. obliqus inferior, m.

obliqus superior. 2

Orbita dibentuk oleh tulang-tulang, terdiri dari : 2

Bagian atap orbita:

1. os frontalis

2. os sphenoidalis

Bagian dinding medial orbita :

1. os maksilaris

2. os lakrimalis

3. os sphenoidalis

4. os ethmoidalis

5. lamina papyracea hubungan ke os sphenoidalis (dinding ini paling

tipis)

Bagian dinding lantai orbita:

1. os maksilaris

2. os zigomatikum

3. os palatinum

Page 8: LAPKAS I Proptosis

Bagian dinding lateral orbita :

1. os zigomatikum

2. os sphenoidalis

3. os frontalis

Di ruang orbita terdapat 3 lubang yang dilalui oleh pembuluh darah, saraf, yang

masuk ke dalam mata, yang terdiri dari: 3

1. Foramen optikum yang dilalui oleh n. Optikus, a. Oftalmika. 

2. Fissura orbitalis superior yang dialalui oleh n. Lakrimalis, n. Frontalis, n.

Trochlearis, v. Oftalmika, n. Occulomotorius, n. Nasosiliaris, serta serabut

saraf simpatik.

3.  Fissura orbitalis inferior yang dilalui nervus, vena dan arteri infraorbitalis.

 

Gambar 1. Anatomi orbita 2

Page 9: LAPKAS I Proptosis

BAB IV

ABNORMALITAS ORBITA

Evaluasi abnormalitas orbita harus dapat membedakan orbital dari lesi

periorbital dan intraokular. Perbedaan ini dapat mengarahkan kepada sebuah

diagnosis. Evaluasi dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan untuk membimbing

ke arah diagnosa dan terapi. Pada abnormalitas orbita penting untuk ditanyakan

riwayat 6 P, yaitu : 4

1. Pain, kemungkinan merupakan tanda dari adanya inflamasi dan infeksi,

perdarahan orbita, tumor glandula lakrimalis maligna, invasi dari karsi-

noma nasopharyngeal, atau adanya metastase.

2. Proptosis, biasanya diindikasikan dengan adanya massa di belakang bola

mata. Penonjolan axial disebabkan karena lesi-lesi pada intrakonal. Sedan-

gkan penonjolan nonaxial disebabkan lesi ekstrakonal.

Pada bilateral proptosis biasanya terjadi karena Grave’s disease, lym-

phoma, vasculitis, pseudotumor, tumor metastatik, carotid cavernous fis-

tula, cavernous sinus trombosis, leukemia, dan neuroblastoma.

3. Progression, progresivitas lesi dapat dijadikan indikasi diagnostik. Lesi

dengan onset hari sampai dengan minggu biasanya disebabkan idiopathic

orbital inflammatory disease, cellulitis, hemorrhage, thrombhophlebitis,

rhabdomyosarcoma, thyroid ophthalmopathy, neuroblastoma, tumor

metastatik, atau granulocytic sarcoma. Sedangkan pada onset bulan sampai

dengan tahun biasanya disebabkan dermoid, tumor benigna, tumor neuro-

genic, hemangioma kavernosa, lymphoma, histicyioma fibrosa, osteoma.

4. Palpation, pada massa di belakang orbita tidak dapat teraba.

5. Pulsation, pulsasi tanpa adanya bruits kemungkinan disebabkan adanya

neurofibromatosis atau meningoencephalokel, atau mungkin akibat dari

operasi pengangkatan atap orbital. Pulsasi dengan atau tanpa bruits, dapat

disebabkan karena carotid cavernous fistula, dural arteriovenous fistulas,

dan orbital arteriovenous fistulas.

6. Periorbital changes, yang berhubungan dengan lesi orbital biasanya terli-

hat adanya retraksi palpebra, kelainan vaskular pada palpebra, lesi eczema-

Page 10: LAPKAS I Proptosis

tous pada palpebra, ekimosis palpebra, edema pada palpebra inferior, dan

kelainan lainnya.

Yang akan dibahas pada referat ini adalah proptosis. Proptosis

dideskripsikan sebagai penonjolan bola mata yang abnormal, dan

disebabkan oleh lesi retrobulbar, atau pada kasus yang jarang, karena

orbita yang dangkal. Proptosis yang asimetris dapat dideteksi dengan

inspeksi mata pasien dari arah depan bawah (Worm’s eye view) atau dari

arah samping. 4

Gambar 2. Posisi Worm’s eye view 3

BAB V

PEMERIKSAAN PROPTOSIS

Page 11: LAPKAS I Proptosis

A. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis harus dilakukan secara lengkap sehingga dapat dikelola

dengan tepat. Ada beberapa tahap pemeriksaan : 1

a. Tahap Pemeriksaan Medis

Tahap ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu ;

1. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit dapat membantu menduga penyebab propto-

sis. Dari anamnesis dapat ditanyakan adanya riwayat trauma

atau penambahan proptosis saat pasien membungkuk (men-

garah ke proptosis akibat malformasi arteri vena), onset lama

atau tiba-tiba (pada infeksi), kemudian ditanyakan tanda-tanda

infeksi lain seperti adanya panas badan meningkat, atau adanya

penyakit sinusitis atau abses gigi. Dapat ditanyakan juga tanda-

tanda penyakit tiroid, seperti tremor, sifat gelisah yang berlebi-

han, berkeringat banyak atau adanya penglihatan ganda.

Bila dari pertanyaan ini tidak didapat jawaban, maka dapat di-

arahkan pada penyakit tumor, kemungkinan tumor retrobulber.

Anamnesis yang penting untuk tumor adalah

i. Onset, karena umumnya proptosis terjadi lebih lambat

pada tumor jinak dan cepat pada tumor ganas.

ii. Umur, dapat menentukan jenis tumor, yaitu tumor anak-

anak dan tumor dewasa

iii. Tajam penglihatan penderita, apakah menurun

bersamaan dengan terjadinya proptosis atau tidak. Jika

bersamaan, dapat diduga tumor terletak di daerah apex

atau saraf optik.

iv. Adanya tanda klinis lain tumor ganas seperti rasa sakit,

atau berat badan menurun

v. Riwayat penyakit keganasan di organ lain, untuk

mengetahui kemungkinan metastase.

Page 12: LAPKAS I Proptosis

2. Pemeriksaan Mata

Pemeriksaan mata secara teliti sangat diperlukan,antara lain

pada visus, adanya penurunan visus dapat dicurigai adanya

tumor di intrakonal. Perhatikan pula perubahan pada struktur

organ lainnya, seperti palpebra(jaringan parut, retraksi palpebra

atau perdarahan), konjungtiva, kornea(erosi akibat penonjolan

bola mata yang menyebabkan lagoftalmus), kamera okuli

anterior, iris(nevi, neovaskularisasi), pupil (reflek pupil),

fundus(atrofi papil atau edema papil, striae retina).

Pemeriksaan dapat dilanjutkan pada otot bola mata, lapang

pandang dan tekanan intraokular.

3. Pemeriksaan Orbita

i. Pengukuran Proptosis, untuk mengetahui derajat

proptosis dengan membandingkan ukuran kedua

mata.

Normalnya nilai penonjolan tidak melebihi 20 mm

atau beda kedua mata tidak lebih dari 3 mm. Pen-

gukuran dilakukan dengan eksoftalmometer Hertel.

Gambar 3. Pemeriksaan dengan Eksoftalmometer Hertel 5

ii. Posisi proptosis, perlu diketahui karena letak tumor

biasanya sesuai dengan jaringan yang berada di or-

bita. Ada 2 jenis posisi, yaitu sentrik dan eksentrik.

Posisi sentrik biasanya disebabkan tumor yang be-

Page 13: LAPKAS I Proptosis

rada di konus. Sedangkan posisi eksentrik harus dil-

ihat dari arah terdorongnya bola mata untuk mem-

perkirakan tumor.

iii. Palpasi, dinilai konsistensi tumor, pergerakan dari

dasarnya, adanya rasa nyeri pada penekanan, serta

permukaan tumor.

iv. Pulsasi dan bruits.

v. Ocular movement, gerakan okular mungkin terbatas

pada arah tertentu oleh karena adanya massa atau

proses inflamasi.

B. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Primer

a. Computed Tomography, adalah teknik fotografi yang menggam-

barkan satu lapisan tubuh pada suatu kedalaman tertentu, dan dapat

digunakan untuk merekonstruksi setiap bagian dan setiap poton-

gan. Gambar orbital dapat diperoleh pada potongan aksial, yaitu

sejajar dengan saraf optik.

Pada potongan koronal, akan menunjukkan mata, saraf optik, dan

otot luar mata, sedangkan pada potongan sagital, sejajar dengan

nasal septum. 1,4

b. MRI (Magnetic Resonance Imaging), adalah suatu alat pemerik-

saan yang bersifat non invasif, karena tidak menggunakan radiasi

ionisasi, sehingga tidak menimbulkan efek biologik. Pada

dasarnya, MRI merupakan interaksi dari 3 komponen, yaitu atomic

nuclei possessing, gelombang radiofrekuensi dan bidang magnetik.

Setiap jaringan orbita memiliki parameter resonansi magnet yang

berbeda-beda, yang kemudian ditangkap menjadi data, lalu diubah

menjadi gambar oleh komputer. Kelebihan MRI adalah tidak

menggunakan sinar X, gambar yang terjadi lebih rinci, dan dapat

menghitung biokimia jaringan, dan relatif jarang menimbulkan

kerusakan jaringan. 1,4

Page 14: LAPKAS I Proptosis

c. Ultrasonografi Orbita (USG Orbita), biasanya digunakan untuk pe-

meriksaan pasien dengan kelainan orbita. Ukuran, bentuk dan po-

sisi dari jaringan normal dan abnormal dapat diketahui dengan

teknik ultrasound. Gambaran 2 dimensi jaringan dapat dilihat den-

gan B scan Ultrasonography. Pada A scan, gambarannya hanya

satu dimensi dari jaringan lunak orbita, ditandai dengan spike yang

bervariasi dari panjang dan tingginya tergantung dari karakteristik

tiap jaringan. Untuk Doppler ultrasonography, dapat memberikan

informasi khusus mengenai aliran darah (misalnya, kecepatan dan

arah aliran darah pada pasien dengan penyakit vaskular oklusi

pembuluh darah atau kelainan lain yang terkait dengan peningkatan

aliran darah). Tetapi kekurangan dari ultrasonography adalah keter-

batasan dalam menilai lesi di osterior orbita (karena redaman

suara) atau sinus atau ruang intrakranial (karena suara tidak dapat

melewati udara atau tulang). 1,4

2. Pemeriksaan Sekunder

Pemeriksaan sekunder biasanya dilakukan dengan indikasi, pada ka-

sus-kasus tertentu. Termasuk dalam pemeriksaan sekunder adalah

venography, arteriography, serta CT dan MR angiography. 1,4

a. Venography, digunakan untuk menilai kelainan varises dan sinus

kavernosus dengan menyuntikkan kontras di vena frontal atau vena

angularis. Karena aliran darah akan menghasilkan sinyal kosong

pada MRI, abnormalitas vena yang lebih besar dan strukturnya

dapat divisualisasikan dengan baik pada MR venography. Pada be-

berapa malformasi pembuluh darah orbitocranial atau fistula, pal-

ing baik diakses melalui vena oftalmika superior. 1,4

b. Arteriography, adalah gold standard untuk mendiagnosa kelainan

arteri seperti aneurisma dan malformasi arteri-vena. Kateter retro-

grade pada pembuluh darah cerebral dilakukan lewat arteri

femoralis. Namun, dapat terjadi komplikasi neurologis dan pembu-

luh darah karena teknik pemasangan kateter dan suntikan pewarna

Page 15: LAPKAS I Proptosis

radiopak ke dalam sistem arteri, tes ini digunakan untuk pasien

dengan probabilitas tinggi dengan lesi. Pemeriksaan ini dianjurkan

bila terdapat kesulitan membedakan massa dengan kelainan vasku-

lar. Indikasi arteriografi harus benar-nbenar terseleksi pada pen-

derita terutama pada penderita dngan lesi intrakranial atau lesi arte-

rial seperti aneurisma. 1,4

c. CT dan MR Angiography, pemeriksaan ini memungkinkan untuk

pemeriksa dalam mendapatkan gambaran tentang arteri-vena mal-

formasi, aneurysma, dan arteriovenous fistula, tetapi disertai resiko

dan ketidaknyamanan pasien dengan pemasangan kateter in-

travaskular dan penyuntikan material kontras. MR angiography ku-

rang sensitif dibanding dengan direct angiography untuk mengi-

dentifikasi carotid atau dural cavernous sinus fistula.

d. Saat memutuskan untuk melakukan pemeriksaan, ahli mata se-

baiknya berdiskusi dengan ahli radiologi tentang suspek lesi dan

menentukan pemeriksaan imaging yang terbaik untuk pasien. 1,4

3. Patologi

Pemeriksaan patologi anatomi adalah pemeriksaan penunjang akhir

yang menentukan diagnosis, spesimen jaringan didapatkan dari tin-

dakan orbitotomi untuk mengambil lesi tersebut. Cara pemeriksaan

yang bisa digunakan adalah frozen section. Frozen section adalah

sarana untuk menegakkan diagnosis histopatologik dengan cepat, saat

penderita masih di kamar bedah. Cara ini dipakai pada pengelolaan

proses keganasan, yang memungkinkan ahli bedah melanjutkan tin-

dakan bedahnya atau terapi definitif lain yang diperlukan. Indikasi

frozen section yang spesifik adalah: 1,4

1. Menentukan jenis penyakit, apakah tumor tersebut hanya meru-

pakan suatu peradangan atau neoplasma. Bila tumor merupakan

neoplasma, potong beku menentukan tumor jinak atau ganas

2. Identifikasi jaringan

Page 16: LAPKAS I Proptosis

3. Menentukan luas penyakit, menetapkan batas sayatan atau mene-

tapkan ada tidaknya metastasis di dalam kelenjar limfe

4. Menentukan apakah jaringan biopsi sudah adekuat

DAFTAR PUSTAKA

1. Moeloek NF, Usman TA. Pandangan Umum dan Penatalaksanaan Tumor

Orbita. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta. 1992.

Page 17: LAPKAS I Proptosis

2. Liesegang TJ, Deutsch TA, Grand GM. Fundamentals and Principles of

ophthalmology. Edition 2010-2011. Section 2. The Foundation of the

American Academy of Ophthalmology. 2010

3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas Kedokteran Indonesia.

Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2004

4. Liesegang TJ, Deutsch TA, Grand GM. Orbit, Eyelid, and Lacrimal Sys-

tem. Edition 2010-2011. Section 7. The Foundation of the American

Academy of Ophthalmology. 2010

5. Kanski JJ, Bowling B. Cinical Ophthalmology : A Systemic Approach.

Seventh Edition. Elsevier Saunders, London, New York. 2011