Upload
corry-qy
View
60
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Distosia Bahu
Citation preview
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2
BAB II LAPORAN KASUS........................................................................................4
I. Identitas Pasien..............................................................................................4
II. Anamnesis (16 Agustus 2013, Autoanamnesa).............................................4
III. Pemeriksaan Fisik..........................................................................................5
IV. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................9
V. Diagnosis.......................................................................................................9
VI. Tatalaksana....................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................10
BAB III DISKUSI......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................17
1
BAB I
PENDAHULUAN
Distosia bahu adalah kesulitan persalinan pada saat melahirkan bahu. Dalam
keadaan ini, maneuver obstetrik lain diperlukan karena tarikan biasa kearah posterior
terhadap tubuh ibu tidak akan berhasil untuk melahirkan bayi. Pada persalinan
persentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara
pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut.1
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior yang
terhambat diatas sacral promontory maka bayi tidak dapat masuk ke dalam panggul,
atau bahu yang dapat melewati promontorium namun mendapat halangan dari tulang
sakrum (tulang ekor). Lebih mudahnya, distosia bahu adalah peristiwa dimana bahu
janin tersangkut dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Salah satu
kriteria diagnosis distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk
melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus. 1
Kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu
antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara
persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik, pada distosia
bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu
tersebut lebih dari 60 detik.2
2
Laporan kasus ini melaporkan seorang wanita G2P1A0 berusia 32 tahun
dengan usia kehamilan 40-41 minggu dengan bayi presentasi verteks tanpa adanya
faktor risiko maupun tanda-tanda yang membuat waspada akan terjadinya shoulder
dystocia.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
- Nomor Rekam Medis : 1201-7010
- Nama : Ny. SF
- Usia : 32 tahun
- Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 20/02/1981
- Status : Menikah
- Agama : Islam
- Pendidikan : SD
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Suku : Sunda/Indonesia
- Waktu kedatangan : Pukul 02.00 (16/08/2013)
II. Anamnesis (16Agustus 2013, Autoanamnesa)
- Keluhan Utama
Mules sejak 16 jam yang lalu
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan mules yang teratur sejak 16 jam yang lalu. Pada
mulanya mules dirasakan setiap 5 menit sekali, namun sekarang
dirasakan lebih sering dari sebelumnya. Selain mules, pasien juga
mengeluhkan adanya lendir darah yang keluar 4 jam sebelum ke
puskesmas. Pasien menyatakan sudah mengeluarkan air-air dari
kemaluannya sejak 1 jam yang lalu.
- Riwayat Menstruasi
Hari Pertama Haid Terakhir : 5/11/2012
Taksiran Persalinan menurut HPHT : 12/08/2013
4
Menarche : 13 tahun
Siklus : 30 hari
Durasi : 5 hari
Nyeri ketika haid : (-)
Menopause : belum
- Riwayat Obstetri
Pasien dengan riwayat obstetri G2P1A0.
Laki, usia 4 thn, persalinan spontan per vaginam, berat lahir
3300 gram, ditolong oleh dukun
- Riwayat Kontrasepsi
Menggunakan KB suntik progestin 3 bulan sekali. Pasien sudah
berhenti menggunakan kontrasepsi terakhir pada Maret 2012.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyatakan tidak pernah sakit berat sehingga harus dirawat di
rumah sakit sebelumnya.Pasien mengaku tidak pernah didiagnosis
menderita hipertensi, asma, alergi ataupun diabetes.
- Riwayat Pribadi dan Sosial ekonomi
Pasien adalah ibu rumah tangga dan tidak bekerja. Suami pasien
merupakan seorang pegawai swasta. Pasien menyangkal merokok
ataupun menggunakan obat-obatan terlarang selama kehamilan.
- Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus,
alergi dan asma dalam keluarga. Keluarga pasien tidak memiliki
keturunan kembar.
III. Pemeriksaan Fisik
- Tanda Vital
TD : 120/70 mmHg
5
Nadi : 80 x/ menit
Pernapasan : 14 x/ menit
Suhu : 36.7°C
Berat Badan : 63 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Kenaikan BB :10kg
- Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
- Status Lokalis
Kepala dan wajah
Bentuk kepala normosefal, lesi pada permukaan kulit kepala
(-), ekspresi wajah tampak tenang, simetris antara kiri dan
kanan.
Mata
Melalui Inspeksi bentuk luar kedua mata, tampak simetris.
Konjungtiva anemis (-/-) dan sklera ikterik (-/-). Pupil bulat
isokor, reaktif terhadap cahaya dan simetris.
THT
Bentuk dan ukuran telinga normal, posisinya simetris dan
sejajar. Pasien menyatakan tidak ada gangguan pendengaran.
Bentuk hidung tampak simetris, proporsional, terletak pada
garis tengah.Pasien mengatakan tidak ada gangguan
penciuman.
Rongga mulut tidak disertai sariawan, mukosa bibir lembab
dan tampak sedikit pucat. Lidah tidak kotor dan tidak ada
deviasi. Faring hiperemis (-), keadaan tonsil tenang T1/T1.
Leher
6
Bentuk leher secara umum simetris, sejajar, dan sesuai dengan
posisi kepala. Pembesaran kelenjar getah bening (-).
Thorax
Bentuk normal dengan posisi simetris dan sejajar, tidak
menunjukkan adanya kelainan bentuk dada. Penilaian
diameter anteroposterior : diameter transversal = 1:2 =
Normal. Retraksi iga saat inspirasi (-).Perkembangan dada
pergerakan nafas kedua sisi simetris.
Mammae
Simetris, tidak teraba benjolan. Areola mammae pigmentasi
normal.Colostrum (+)
Paru-paru
Taktil fremitus, getaran terasa sama di kedua lapang paru.
Hasil perkusi sonor pada kedua lapang paru.Bunyi nafas
vesikuler, bunyi nafas tambahan (-).
Jantung
Bunyi jantung murni, S1 dan S2 reguler.Bunyi jantung
tambahan, Murmur dan Gallop (-).
Abdomen
Datar, supel, lesi (-),dan tampak simetris.Teraba pembesaran
uterus pada pertengahan umbilicus dan simfisis pubis. Striae
gravidarum (+), protrusi umbilicus (+),nyeri tekan (-).Bising
usus (+) dan dalam batas normal, perkusi timpani.
Hati dan Limpa
Hati dan limpa tidak teraba.
Ekstremitas atas dan bawah
7
Bentuk secara umum dalam batas normal, lesi (-), akral
hangat, capillary refill < 2 detik, edema (-), varises bilateral
(-), reflek normal.
- Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
Tinggi Fundus Uteri : 34 cm
Denyut Jantung Janin : 130-140 x/menit
Letak : Memanjang
HIS : 4 x 10” x 60’
Palpasi
- Leopold I : teraba bagian yang lunak di
bagian bawah, kesan bokong.
- Leopold II : teraba bagian yang tidak
bergelombang dan panjang seperti papan di
bagian dekstra, kesan punggung (PUKA) dan
teraba bagian-bagian yang kecil di bagian
sinistra, kesan ekstremitas
- Leopold III : teraba bagian yang bulat, keras,
dan balotemen (+), kesan kepala
- Leopold IV : bagian terbawah janin sudah
masuk pintu atas panggul, 2/5 bagian
Pemeriksaan Dalam
Pembukaan serviks : 8 cm
Penipisan / effacement :100%
Konsistensi serviks :lunak
Posisi uterus :anterior
Penurunan :H III+/ station +1
Ketuban :Jernih
8
Posisi janin :teraba verteks, oksiput kanan anterior.
IV. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan USG
Tidak pernah dilakukan
V. Diagnosis
G2P1A0 gravida 40-41 minggu dengan presentasi kepala persalinan kala I, fase
aktif
VI. Tatalaksana
- Observasi kemajuan kala I, rehidrasi dan memberikan dukungan
emosional bagi sang ibu.
- Dilakukan persalinan per vaginam dengan perasat Mc-Roberts dan
penekanan fundus untuk melahirkan bahu anterior bayi, dilanjutkan
dengan kelahiran bahu posterior bayi.
Terjadi Shoulder dystocia
Bayi lahir pk. 05:20, tidak menangis, warna biru, gerakan
pasif dengan kelamin perempuan
Apgar Score pada menit pertama dan kelima: 3/7
Berat Badan : 3500 gram
Tinggi Badan : 48 cm
Diameter Biparietal: 9,5cm
Diameter Biakromion: 12cm
VII. Prognosis
Ibu memiliki 25% risiko untuk mengalami distosia bahu pada kehamilan
berikutnya menurut studi yang tercatat. 9
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Distosia bahu merupakan kegawat daruratan obstetri karena terbatasnya
waktu persalinan dapat menyebabkan trauma janin dan komplikasi pada
ibu.Kejadiannya sulit diperkirakan setelah kepala lahir, kepala seperti ―kura-kura,
dan persalinan bahu mengalami kesulitan.3
Angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4% dari persalinan
normal. Cedera maternal adalah perdarahan postpartum dan laserasi derajat
keempat. Cedera neonatal mayor dikaitkan dengan distosia bahu meliputi pleksus
brakialis palsies, patah tulang dari klavikula dan humerus, ensefalopati iskemik
hipoksik dan dalam kasus yang jarang terjadi, kematian neonatal. Untungnya, hanya
minoritas distosia bahu berujung pada cedera neonatal dengan tingkat yang
dilaporkan cedera berkisar antara 4% sampai 40% dari kasus tersebut.4
Beberapa faktor risiko selama masa kehamilan (antepartum) dapat dinilai
sebagai pertanda akan terjadinya distosia bahu yang diantaranya adalah:5
1) Riwayat melahirkan bayi dengan penyulit distosia bahu
2) Bayi makrosomia ( > 4000gr)
3) Ibu dengan riwayat diabetes atau gangguan intoleransi glukosa
4) Penambahan berat badan ibu yang berlebih selama kehamilan ( > 16kg
dengan BMI 18-23)
10
5) Ibu dengan obesitas ( BMI > 25)
6) Kehamilan post-term ( > 42 minggu)
Masalah pada saat persalinan (intrapartum) juga berisiko untuk menimbulkan
distosia bahu yang diantaranya adalah: 6
1) Persalinan Presipitatus pada kala II ( < 20 min)
2) Persalinan per-vaginum dengan alat bantu seperti vakum, forceps dll.
3) Kala II yang memanjang ( > 2 jam untuk pasien nullipara dan >1 jam untuk
pasien multipara)
4) Induksi persalinan
Faktor risiko yang tertera merupakan alarm dari tenaga kesehatan untuk
mengantisipasi distosi bahu pada saat persalinan. Meskipun demikian, banyak dari
kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi karena pasien tidak memiliki satupun dari
faktor risiko tersebut. Oleh sebab itu, sangat disarnkan bagi ibu-ibu hamil untuk
mendapatkan skrining tes gula darah agar keadaan diabetes pada kehamilan dapat
dikontrol ketat guna menghasilkan bayi dengan berat badan yang normal and
kesehatan yang optimal. 5
Tatalaksana dari pengelolaan distosia bahu meliputi maneuver obstetrik yang
telah dirancang untuk memperkecil diameter bahu dan memperluas jalan lahir ibu.
Langkah pertama dalam penanggulan kasus distosia bahu adalah membuat
episiotomi atau memperluas luka episiotomy, jika belum dilakukan. Selanjutnya
adalah dengan melakukan Mc-Roberts maneuver yaitu dengan gerakan fleksi
11
maksimal pada kedua kaki dan pinggul ibu. Hal ini akan membuat inklinasi pinggul
menjadi lebih luas. 7
Jika maneuver tersebut tetap tidak dapat membebaskan bahu, maka dilakukan
disimpaksi bahu anterior dengan teknik Massanti secara eksternal atau teknik Rubin
secara internal. Jika hal tersebut tetap gagal dalam kelahiran bahu, maka dilakukan
rotasi bahu bayi dengan teknik Wood Corskcrew ataupun teknik Shwartz untuk
ekstraksi lengan posterior.7
12
E F
Gambar 1.Manuver Obstetrik. A. Mc-Roberts Manuever. B.Penekan supra-pubik
C. Massanti (Esternal Disimpaksi bahu anterior ) D. Rubin (Internal Disimpaksi bahu
anterior) E. Wood-Corksrew Manuever F.Shwartz (Ekstraksi lengan)
Gambar dikutip dari: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Chapter 27.Shoulder Dystocia. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ,
Spong CY Williams Obstetrics. 23rd edition. The McGraw-Hill Companies, 2010. p. 510-20
13
Upaya untuk mengatasi distosia bahu telah berfokus terutama pada pelatihan
dalam pengelolaan akut dari distosia bahu dan mengembangkan strategi risiko untuk
perempuan pada risiko distosia bahu sehingga bahwa seorang kelahiran sesar
profilaksis dapat dipertimbangkan. Dengan demikian, jumlah besar kelahiran sesar
profilaksis yang akan diperlukan untuk menghindari tunggal kasus distosia bahu
mengakibatkan cedera neonatal permanen menimbulkan beban keuangan terlalu
tinggi dan akan mengakibatkan morbiditas substansial.7
Rekurensi untuk timbulnya distosia bahu pada kehamilan berikut jika seorang
ibu pernah melahirkan bayi dengan distosia bahu tercatat sekitar 25% dan untuk saat
ini belum ditemukan adanya hubungan antara jumlah anak, paritas, durasi persalinan,
jarak kehamilan dengan insiden persalinan dengan distosia bahu.9
14
BAB IV
DISKUSI
Pasien ini memiliki tinggi fundus 34cm yang dilakukan sewaktu Ia datang ke
puskesmas untuk bersalin. Seminggu (9/8/2013) sebelum persalinan tersebut, pasien
memeriksa kehamilannya pada bidan desa dan tidak pernah dinyatakan memiliki
bayi dengan perkiraan berat badan yang besar. Disamping itu, pasien adalah seorang
gravida satu dengan riwayat persalinan janin dengan berat badan 3300 gram tanpa
masalah. Pasien juga memliki postur tubuh yang tidak dapat digolongkan sebagai
wanita dengan perkiraan panggul sempit (tinggi badan < 145cm). Dari TFU dan
penurunan kepala bayi, janin diperkirakan memiliki berat badan 3565 dengan
Johnson’s formula, namun persalinan ini dipersulit dengan keadaan distosia bahu.
Penanganan menurut literatur dan pedoman yang berlaku secara internasional
adalah ekstensi luka episiotomi dikombinasi dengan berbagai maneuver untuk
melahirkan bahu. Namun, sayangnya pada pasien ini tidak dilakukan tindakan
tersebut oleh tenaga kesehatan puskesmas meskipun maneuver McRoberts gagal
untuk melahirkan bahu janin.
Pasien datang ke puskesmas Balaraja dengan kondisi sudah memasuki kala I,
fase aktif deselerasi lambat, dimana pembukaan serviks 8cm disertai 100%
effacement, konsistensi serviks yang lunak, dan presentasi kepala/verteks. Presentasi
15
vertex merupakan tipe presentasi yang paling umum ditemukan. Presentasi tipe ini
umumnya direkomendasikan untuk persalinan secara per vaginam. Melihat kemajuan
persalinan yang baik sesuai dengan partograf, pasien direncanakan untuk persalinan
per vaginum secara spontan.
Kepala dilahirkan tanpa hambatan, namun lilitan tali pusat yang tidak dapat
dibebaskan pada leher bayi segera digunting. Ekspulsi bahu anterior dilakukan
dengan traksi posterior dan anterior, namun gagal untuk melahirkan bahu anterior
maupun posterior selama 60 detik. Pasien dibantu untuk melakukan Mc-Roberts
maneuver dengan satu asisten melakukan penekanan supra-pubis. Traksi lateral
secara paksa kembali dilakukan tanpa episiotomi maupun maneuver obstetrik
lainnya, meskipun hal ini salah. Teknik selanjutnya yang sebaiknya dilakukan adalah
disimpaksi bahu anterior dengan cara eksternal seperti maneuver Massanti ataupun
maneuver Rubin secara internal. Enam puluh detik kemudian, ekspulsi bahu janin
terjadi diikuti dengan ekspulsi badan dan kaki janin. Bayi lahir pada pukul 05:20,
tidak menangis, gerakan pasif, warna biru, jenis kelamin perempuan, dengan Apgar
score menit pertama 3 dan menit kelima 7. Pemasangan nasal kanul oksigen
3L/menit diberikan berikut dengan rangsangan taktil pada bayi. Tiga menit setelah
resusitasi, bayi menangis keras dengan perubahaan warna kulit menjadi kemerahan.
Ibu dilakukan penanganan aktif kala III dengan suntikan oksitosin 10 IU, IM
disertai dengan peregangan tali pusat.Plasenta lahir pada pukul 5:35 dengan keadaan
utuh dan membran intak. Uterus berkontraksi kuat dengan perdarahan minimal.
16
Robekan jalan lahir terlihat pada arah mukosa vagina lateral kiri berikut dengan
bagian posterior sampai pada kedalaman muskulus perineal transversus. Ibu
diberikan infiltrasi lidocaine 2%, 2mL disekitar perineum dan dilakukan penjahitan
continuous-interlocking stitch sampai pada perineum. Ibu kemudian diberikan
edukasi mengenai kontrasepsi yang efektif berikut dengan kemungkinannya untuk
mengalami persalinan dengan distosia bahu pada kehamilan berikutnya. Untuk bayi,
sebaiknya dilakukan foto X-ray untuk melihat adanya fraktur pada clavikula maupun
atau humerus akibat traksi paksa yang dilakukan saat persalinan.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Obstetricians and Gynaecologists. Shoulder Dystocia. In
practice Bulletin No.40.100.2002:1045-50
2. Allen RH, Rosenbaum TC, Ghidini A, Poggi SH, Spong CY. Correlating head-
to-body delivery intervals with neonatal depression in vaginal births that result in
permanent brachial plexus injury. American Journal of Obstetrics and
Gynaecoogy. Aug 2001;185(2):268-74.
3. Gurewitsch ED. Optimizing shoulder dystocia management to prevent birth
injury. Clinical Obstetrics and Gynaecology. Sep 2007;50(3)592-606
4. Gurewitsch ED, Allen RH. Epidemiology of shoulder dystocia and its associated
neonatal complicaions. In:E Sheiner. Textbook of Perinatal Epidemiology.
Hauppauge NY: Nova Scientific Publishers; 2010
5. Acker DB, Sachs BP, Friedman EA. Risk factors for shoulder dystocia.
Obstetrics and Gynaecology. Dec 1985;66(6):762-8 .
6. Benedetti TJ, Gabbe SG. Shoulder Dystocia. A complication of fetal macrosomia
and prolonged second stage of labor with midpelvic delivery. Obstetrics and
Gynaecology. Nov 1978;52(5):526-9
7. Royal College of Obstetrician and Gynaecologists. Shoulder Dystocia. In
Guideline No 45.2005
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Chapter 27. Shoulder Dystocia. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL,
Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY Williams Obstetrics. 23rd edition. The McGraw-
Hill Companies, 2010. p. 510-20
9. Lewis DF, Raymond RC, Perkins MB, Brooks GG, Heymann AR. Recurrence
rate of shoulder dystocia. American Journal of Obstetrics and Gynaecology. May
1995;172(5)1369-71
10. Mollberg M, Wennergren M, Bager B, Ladfors L, Hagberg H. Obstetric brachial
plexus palsy: a prospective study on risk factors related to manual assistance
18