111
LAPORAN KINERJA 2019 DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

  • Upload
    others

  • View
    22

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

LAPORAN KINERJA

2019

DIREKTORAT JENDERAL

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

Page 2: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

i |

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

berkat dan rahmatNya sehingga Laporan Kinerja Direktorat

Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tahun 2019

dapat disusun dengan baik.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006

tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja lnstansi Pemerintah,

Perpres Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas

Kinerja lnstansi Pemerintah (SAKIP), dan Permen PAN dan RB

Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan

Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) maka Ditjen P2P

menyusun Laporan Kinerja sebagai bentuk pertanggungjawaban atas capaian kinerja

berdasarkan penggunaan anggaran yang telah dialokasikan. Laporan Kinerja Ditjen P2P

merupakan laporan tingkat pencapaian kinerja selama tahun 2019 sebagaimana yang telah

ditetapkan dalam dokumen perjanjian kinerja tahun 2019, yang merupakan sasaran

program dalam Rencana Aksi Program dengan merujuk pada sasaran yang ditetapkan

dalam RPJMN dan Renstra Kementerian Kesehatan serta memperhatikan tugas pokok dan

fungsi Ditjen P2P.

Tahun 2019 merupakan tahun terakhir pelaksanaan RPJMN, Renstra dan RAP Ditjen P2P

periode 2015 – 2019. Upaya peningkatan tata kelola manajemen, tata kelola program dan

tata kelola teknis telah dilakukan untuk mencapai kinerja yang lebih baik. Capaian kinerja

ini tidak lepas dari dukungan lintas sektor maupun lintas program yang berada di Pusat dan

Daerah khususnya Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Unit Pelaksana

Teknis di Lingkungan Kementerian Kesehatan. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih

atas hal-hal positif yang kita capai tahun 2019. Pada akhirnya, tidak semua yang kita

rencanakan berjalan sesuai dengan harapan, namun demikian dengan adanya laporan

kinerja ini kami berharap dapat memperoleh umpan balik untuk peningkatan kinerja Ditjen

P2P melalui perbaikan penerapan fungsi-fungsi manajemen secara benar, mulai dari

perencanaan, pengukuran, pelaporan, evaluasi dan pencapaian kinerja, sehingga dapat

mengetahui, menilai keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan tugas dan tanggung

jawab serta meningkatkan akuntabilitas dan kredibilitas instansi pemerintah yang akuntabel

di mata instansi yang lebih tinggi dan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan

lingkungan. Semoga informasi yang disajikan dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 27 Januari 2020 Direktur Jenderal Pencegahan dan , Pengendalian Penyakit dr. Anung Sugihantono, M.Kes

NIP 196003201985021002

Page 3: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

ii |

IKHTISAR EKSEKUTIF

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 merupakan sarana untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja Direktur Jenderal P2P beserta jajarannya kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia dan seluruh pemangku kepentingan, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung. Laporan Kinerja Ditjen P2P menjabarkan capaian kinerja yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Ditjen P2P, mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 dan Rencana Aksi Program Ditjen P2P. Dari 12 Indikator Kinerja yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2019 yang dijanjikan oleh Direktur Jenderal P2P kepada Menteri Kesehatan, terdapat 11 Indikator kinerja sasaran strategis yang memiliki kinerja yang mencapai atau melebihi target yaitu: 1. Persentase cakupan keberhasilan pengobatan pasien TB/Succes Rate (SR) tercapai

90,78% dari target 90%, dengan capaian kinerja 100,9%.

2. Prevalensi HIV tercapai 0,32% dari target <0,5%, dengan capaian kinerja 136%.

3. Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi malaria tercapai 300 Kab/Kota dari target

300 Kab/Kota, dengan capaian kinerja 100%.

4. Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta tercapai 26 Provinsi dari target 34 Provinsi,

dengan capaian kinerja 76,5%.

5. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi filariasis tercapai 56 Kab/Kota dari target 35

Kab/Kota, dengan capaian kinerja 160%.

6. Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu

tercapai 42,8% dari target 40%, dengan capaian kinerja 107%.

7. Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan

kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah tercapai 100% dari target

100%, dengan capaian kinerja 100%.

8. Persentase kab/kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

minimal 50% sekolah tercapai 50,2% dari target 50%, dengan capaian kinerja 100,4%.

9. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya

kesehatan jiwa tercapai 407 Kab/Kota dari target 280 Kab/Kota, dengan capaian

kinerja 145,4%.

10. Persentase respon terhadap signal SKD KLB dan bencana di wilayah layanan

B/BTKLPP tercapai 98% dari target 90%, dengan capaian kinerja 109%.

11. Persentase Teknologi Tepat Guna P2P yang dihasilkan B/BTKLPP meningkat 50%

dari jumlah TTG tahun 2014 tercapai 690% (316 TTG) dari target 50% (60 TTG),

dengan capaian kinerja 527%.

12. Persentase pelabuhan/bandara/PLBD yang melaksanakan penanggulangan

kedaruratan kesehatan masyarakat tercapai 100% dari target 100%, dengan capaian

kinerja 100%

Untuk kinerja keuangan pada tahun 2019, data per 24 Januari 2020 berdasarkan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), realisasi anggaran semua jenis belanja mencapai 94,24% atau sebesar Rp 3.124.772.437.816,00 dari total pagu sebesar Rp. 3.315.636.916.000,00.

Page 4: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

iii |

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

IKHTISAR EKSEKUTIF ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................. iv

DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... vii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ................................................................................ 1

B. ISU STRATEGIS ...................................................................................... 2

C. VISI DAN MISI ......................................................................................... 4

D. TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI ................................. 5

E. SUMBER DAYA MANUSIA ..................................................................... 7

F. MAKSUD DAN TUJUAN ......................................................................... 9

G. SISTEMATIKA PENULISAN .................................................................... 10

BAB II. PERENCANAAN KINERJA ............................................................................. 11

A. PERENCANAAN KINERJA ...................................................................... 11

B. PERJANJIAN KINERJA .......................................................................... 14

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA ............................................................................ 16

A. CAPAIAN KINERJA ................................................................................. 16

B. REALISASI ANGGARAN ......................................................................... 89

C. EFISIENSI SUMBER DAYA ..................................................................... 93

BAB IV. PENUTUP ....................................................................................................... 99

BAB VI. LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2019

Page 5: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

iv |

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sasaran Strategis Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun

2015 – 2019 ................................................................................................. 13

Tabel 2.2. Perjanjian Kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit .......... 14

Tabel 3.1. Target dan Capaian Indikator Program P2P Tahun 2019 .............................. 16

Tabel 3.2. Estimasi Beban TB tahun 2019 ..................................................................... 19

Tabel 3.3. Jumlah Kab/Kota dengan Eliminasi Malaria sampai Tahun 2019 .................. 31

Tabel 3.4. Jumlah Kab/Kota dengan Eliminasi Filariasis Tahun 2019 ........................... 49

Tabel 3.5. Teknologi Tepat Guna yang dihasilkan B/BTKLPP Tahun 2019 .................... 82

Tabel 3.6 Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan dan Jenis Belanja ............... 89

Tabel 3.7 Realisasi Anggaran Dana Dekonsentrasi Ditjen P2P Tahun 2019 ................ 91

Tabel 3.8 Realisasi Anggaran Per Indikator Kinerja Tahun 2019 .................................. 93

Tabel 3.9 Efisiensi Per Layanan Output ........................................................................ 94

Page 6: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

v |

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Distribusi Pegawai pada Ditjen P2P ................................................. 7

Grafik 1.2 Distribusi Pegawai Berdasarkan Pendidikan Tahun 2019................. 8

Grafik 1.3 Distribusi Pegawai Berdasarkan Jabatan Tahun 2019 ..................... 8

Grafik 1.4 Distribusi Pegawai Berdasarkan Jabatan Fungsional Tertentu

Tahun 2019 ...................................................................................... 9

Grafik 3.1 Target dan Capaian Persentase Cakupan Angka Keberhasilan

Pengobatan TB Tahun 2015 – 2019 ................................................. 18

Grafik 3.2 Target dan Capaian Prevalensi HIV Tahun 2019 ............................. 23

Grafik 3.3 Target dan Capaian Prevalensi HIV Tahun 2015-2019 .................... 24

Grafik 3.4 Jumlah Kasus HIV dan Kasus AIDS Tahun 2015-2019 .................... 25

Grafik 3.5 Capaian Eliminasi Malaria di Indonesia tahun 2015-2019 ................ 32

Grafik 3.6 Proporsi Kasus Malaria Vivax di wilayah SEARO ............................. 33

Grafik 3.7 Persentase Pemeriksaan Sediaan Darah ......................................... 34

Grafik 3.8 Persentase Malaria Positif diobati sesuai standar ............................ 34

Grafik 3.9 Target dan Capaian Jumlah Provinsi dengan Eliminasi Kusta

Tahun 2014-2019 ............................................................................. 41

Grafik 3.10 Proporsi penemuan kasus baru tanpa cacat tahun 2014-2019 ......... 42

Grafik 3.11 Jumlah Kabupaten/kota dengan Eliminasi Filariasis Tahun 2015-

2019 ................................................................................................. 48

Grafik 3.12 Persentase penurunan kasus Penyakit Dapat Dicegah Dengan

Imunisasi Tahun 2015-2019 ............................................................. 55

Grafik 3.13 Perbandingan Kasus PD3I tertentu Tahun 2013 dan Tahun 2019 .... 56

Grafik 3.14 Target dan Capaian Kab/Kota yang mempunyai Kebijakan

Kesiapsiagaan dalam Penanggulangan KKM Tahun 2015-2019 ...... 61

Grafik 3.15 Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan kebijakan KTR

minimal di 50% sekolah Tahun 2019 ................................................ 64

Page 7: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

vi |

Grafik 3.16 Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan kebijakan KTR

minimal di 50% sekolah per Provinsi Tahun 2015-2019 ................... 65

Grafik 3.17 Target dan realisasi persentase kabupaten/kota yang

melaksanakan kebijakan KTR minimal di 50% sekolah Tahun

2015-2019 ........................................................................................ 66

Grafik 3.18 Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan

upaya kesehatan jiwa/napza Tahun 2015-2019 ............................... 72

Grafik 3.19 Persentase Respon SKD dan KLB, bencana dan matra diwilayah

layanan B/BTKLPP Tahun 2015-2019 .............................................. 77

Grafik 3.20 Jumlah TTG yang dihasilkan BBTKLPP Tahun 2015-2019 .............. 81

Grafik 3.21 Target dan Capaian Peningkatan TTG yang dihasilkan BBTKLPP

Tahun 2015-2019 ............................................................................. 82

Grafik 3.22 Persentase pelabuhan/bandar udara/PLBDN Internasional yang

memiliki dokumen rencana kontijensi Tahun 2015-2019 ................. 87

Grafik 3.23 Distribusi pagu anggaran berdasarkan jenis belanja Tahun 2019 ..... 89

Grafik 3.24 Realisasi anggaran berdasarkan jenis belanja Tahun 2019 .............. 90

Grafik 3.25 Realisasi anggaran berdasarkan sumber dana Tahun 2019 ............. 90

Page 8: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

vii |

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Struktur Organisasi Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ............. 7

Gambar 3.1. Skrining TB di Pondok Pesantren Darussalam Perempuan Gontor ............. 20

Gambar 3.2. High Level Meeting on Tuberculosis ............................................................ 21

Gambar 3.3. Peta Prevalensi HIV di Indonesia Tahun 2019 ............................................ 24

Gambar 3.4. Peta Prevalensi HIV Dunia Tahun 2017 ...................................................... 25

Gambar 3.5. Media KIE HIV AIDS ................................................................................... 26

Gambar 3.6. Penerimaan Rekor MURI untuk Pembentukan Pita Merah Terbanyak pada

Peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) 2019 ................................................. 27

Gambar 3.7. Pertemuan Penyusunan Rencana Aksi Malaria Tahun 2020-2024 .............. 37

Gambar 3.8. Peta Eliminasi Kusta Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 2017-2019 ......... 41

Gambar 3.9. Intensifikasi Penemuan Kasus Kusta dan Frambusia di Kabupaten Paniai,

Provinsi Papua ............................................................................................ 44

Gambar 3.10. Pertemuan Evaluasi Program dan Validasi Data Kohort Nasional P2 Kusta

dan Frambusia Tahun 2019 ........................................................................ 45

Gambar 3.11. Pemberian Sertifikat Eliminasi Filariasi oleh Menteri Kesehatan RI ............. 51

Gambar 3.12. Pemberian Penghargaan Gubernur/Bupati/Walikota dalam acara HTTS ..... 69

Gambar 3.13. Temu Blogger pada Hari Kesehatan Jiwa ................................................... 73

Gambar 3.14. Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia ................................................... 74

Page 9: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

1 |

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan

sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan

finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran yang akan dicapai dalam

Program Indonesia Sehat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019

(RPJMN 2015-2019) adalah: 1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak;

2) meningkatnya pengendalian penyakit; 3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan

kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan;

(4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia

Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga

kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu Paradigma Sehat,

Penguatan Pelayanan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional. Pilar Paradigma

Sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan,

penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat Pilar Penguatan

Pelayanan Kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan

kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan,

menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan.

Pilar Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan

benefit serta kendali mutu dan kendali biaya.

Program Indonesia Sehat dijabarkan dalam RPJMN 2015-2019 melalui Peraturan

Presiden nomor 2 tahun 2015 dan Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019 melalui

Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/2015, yang direvisi pada tahun 2017

melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/422/2017. Dalam

Revisi Renstra Kementerian Kesehatan telah dijabarkan tentang Gerakan Hidup Sehat

(GERMAS) dan penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga (PISPK) sebagai dasar penyesuaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang

lebih baik dalam upaya mewujudkan masyarakat dengan derajat kesehatan setinggi-

tingginya. Program Indonesia Sehat dilaksanakan melalui Pendekatan Keluarga dan

GERMAS. Pendekatan Keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk

meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan

kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Program Indonesia Sehat

melalui Pendekatan Keluarga dilaksanakan oleh Puskesmas dengan pendekatan

siklus kehidupan atau life cycle approach, mengutamakan upaya promotif-preventif,

disertai penguatan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM). Kunjungan

Keluarga dilakukan Puskesmas secara aktif untuk peningkatan outreach dan total

coverage. Melalui kunjungan keluarga, tim Puskesmas sekaligus dapat memberikan

intervensi awal terhadap permasalahan kesehatan yang ada di setiap keluarga.

Page 10: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

2 |

Kondisi kesehatan keluarga dan permasalahannya akan dicatat pada Profil Kesehatan

Keluarga (Prokesga), yang menjadi acuan dalam melakukan intervensi lanjut dan

evaluasi.

Dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular,

pendekatan keluarga dan GERMAS diarahkan pada upaya to detect (deteksi) yang

bertujuan untuk deteksi dan diagnosis dini penyakit; to prevent (mencegah) yang

bertujuan untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya penyakit; upaya to response

(merespon) yang dilakukan dengan menangani kejadian penyakit, penggerakan

masyarakat, dan pelaporan kejadian penyakit; to protect (melindungi) yang merupakan

upaya untuk melindungi masyarakat dari risiko terpapar penyakit menular dan tidak

menular; dan to promote (meningkatkan) yang merupakan upaya untuk meningkatkan

kualitas kesehatan masyarakat sehingga tidak mudah terpapar penyakit menular dan

tidak menular. Upaya-upaya tersebut dijabarkan dalam Rencana Aksi Program (RAP)

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tahun 2015 – 2019 melalui pelaksanaan

surveilans karantina kesehatan, pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor

zoonotik, pencegahan dan pengendalian penyakit menular langsung, pencegahan dan

pengendalian penyakit tidak menular, pencegahan dan pengendalian masalah

kesehatan jiwa dan napza.

Keberhasilan GERMAS dan PISPK sangat ditentukan oleh peran dan kontribusi lintas

sektor diluar sektor kesehatan, antara lain diwujudkan dalam bentuk menyukseskan

GERMAS dan PISPK. Dalam Program P2P, penanganan penyakit TB yang lebih

serius untuk menjangkau kasus yang belum terdeteksi, telah dilakukan melalui PISPK

dengan melibatkan lintas sektor meliputi pelacakan kasus gizi, pemberdayaan

masyarakat melalui kader dalam penanggulangan TB, perluasan penemuan kasus

pada kelompok berisiko seperti pada warga binaan Rutan/Lapas, sekolah berasrama,

masyarakat yang tinggal di lingkungan padat kumuh. Selain itu diperlukan regulasi

pada tingkat pusat, provinsi maupun Kab/Kota guna memperkuat pelaksanaan

program penanggulangan TB.

B. ISU STRATEGIS

Kementerian Kesehatan memiliki 5 (lima) isu strategis yakni Angka Kematian Ibu (AKI)

dan Angka Kematian Neonatal (AKN) yang masih tinggi, penurunan stunting,

percepatan eliminasi Tuberkulosis (TB), pencegahan dan pengendalian Penyakit Tidak

Menular (PTM) dan peningkatan cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL). Hasil studi

inventori TB yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

(Litbangkes) Kementerian Kesehatan menemukan bahwa angka Under-Reporting

(Missing Cases) secara nasional sebesar 41%, dengan proporsi terbanyak pada klinik

swasta, Dokter Praktek Mandiri (DPM) dan Rumah Sakit dimana kasus missing cases

tervanyak terjadi pada kasus TB anak dan kasus TB extra pulmonary. Penyebaran

penyakit TB di Indonesia sangat luas dan menyebabkan kematian. Menurut laporan

Global Report, 2019, angka kejadian (insidensi) TB tahun 2018 adalah 316 per

Page 11: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

3 |

100.000 (sekitar 845.000 pasien TB), dan 7,9% diantaranya dengan TB/HIV. Angka

kematian TB adalah 93 per 100.000 penduduk dimana angka tersebut tidak termasuk

angka kematian akibat TB/HIV. Selain itu, WHO juga memperkirakan ada 24.000

kasus MDR di Indonesia pada tahun 2018.

Hasil Riskesdas tahun 2018, menyatakan adanya penurunan stunting dari 37,2%

(2013) menjadi 30,8% (2018) tetapi angka tersebut masih lebih tinggi dari angka yang

direkomendasikan WHO yakni 20%. Selain itu, hasil Riskesdas juga menunjukkan

peningkatkan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) yang memerlukan strategi

penanganan dan pengendalian khusus. Prevalensi kanker meningkat dari 1,40/00

(2013) menjadi 1,80/00 (2018); Prevalensi Stroke meningkat dari 7,00/00 (2013) menjadi

10,90/00 (2018); Prevalensi Penyakit Ginjal Kronis meningkat dari 2,00/00 (2013)

menjadi 3,80/00 (2018); Prevalensi Diabetes meningkat dari 6,9% (2013) menjadi 8,5%

(2018); prevalensi hipertensi menurut hasil pengukuran meningkat dari 25,8% (2013)

menjadi 34,1% (2018). Meningkatnya PTM dapat menurunkan produktivitas sumber

daya manusia, yang akan berdampak pada besarnya beban pemerintah karena

penanganan PTM membutuhkan biaya yang besar. Penduduk usia produktif dengan

jumlah besar yang seharusnya memberikan kontribusi pada pembangunan, justru akan

terancam apabila kesehatannya terganggu oleh PTM dan perilaku yang tidak sehat.

Triple burden menjadi ancaman bagi bangsa karena penduduk usia produktif dengan

jumlah besar seharusnya memberikan kontribusi pada pembangunan tetapi terancam

akibat terganggunya kesehatan oleh PTM dan perilaku hidup tidak sehat.

Selain TB dan imunisasi, penyakit menular lainnya masih merupakan tantangan antara

lain penyakit HIV AIDS, Malaria dan Filariasis dan telah menjadi Prioritas Nasional

Pembangunan Kesehatan. Secara global, diestimasikan ada 36,7 juta Orang Dengan

HIV AIDS (ODHA) pada tahun 2015. Selain itu diperkirakan 2,1 juta infeksi baru dan

1,1 juta kematian dikaitkan dengan AIDS setiap tahunnya. Berdasarkan laporan WHO

regional Asia Pasifik tahun 2016, jumlah ODHA di wilayah Asia Pasifik mencapai 3,5

juta orang di tahun 2015, merupakan jumlah terbanyak setelah wilayah sub-sahara

Afrika. Indonesia termasuk salah satu negara selain Myanmar, Nepal dan Thailand

yang memiliki jumlah ODHA terbesar setelah India di Asia Pasifik. Diperkirakan 39%

ODHA di Asia Pasifik terkonsentrasi di negara-negara tersebut dan 60% berada di

India. Situasi epidemi HIV AIDS di Indonesia sampai dengan tahun 2016 masih

terkonsentrasi pada populasi kunci dengan penyebaran kasus HIV AIDS di 419

(81,5%) dari 514 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan

perkembangan HIV AIDS Kementerian Kesehatan hingga September tahun 2019

diketahui bahwa jumlah kumulatif kasus HIV yang ditemukan sebesar 363.526 kasus,

sedangkan jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 119.387 orang.

Berdasarkan World Malaria Report Tahun 2018, Indonesia menyumbang 8% kasus

malaria di kawasan South East Asia Region (SEARO) setelah India (89%). Oleh

karena, target global program malaria adalah fokus pada eliminasi malaria tahun 2030.

Indonesia telah menyusun target eliminasi per kabupaten/kota bertahap sampai tahun

2030. Dari 34 Provinsi, terdapat 7 Provinsi yang telah mengeliminasi lebih dari 80%

Kab/Kota nya yakni Provinsi DKI Jakarta, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Page 12: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

4 |

DI Yogyakarta dan Sumatera Barat. Sedangkan 6 Provinsi telah mampu mengelimasi

50-80% Kab/Kota nya yakni Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Banten dan

Sulawesi Selatan.

Di dunia terdapat sekitar 120 juta orang terinfeksi penyakit kaki gajah dan sebanyak

893 juta penduduk berisiko tertular penyakit kaki gajah di 49 negara. Indonesia menjadi

negara dengan jumlah penduduk terbanyak yang berisiko tinggi tertular penyakit kaki

gajah setelah India dan nigeria. Jumlah penderita penyakit filariasis di Indonesia mulai

mengkhawatirkan, tercatat ada 105 juta penduduk terserang penyakit tersebut.

Penyakit kaki gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Indonesia telah

menetapkan sebanyak 236 kabupaten/kota sebagai daerah endemis kaki gajah dari

total 514 kabupaten/kota. Pada tahun 2019, sebanyak 118 kabupaten/kota diantaranya

telah selesai melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Masal (POPM) Filariasis

selama 5 tahun. Sementara sebanyak 118 kabupaten kota masih melaksanakan

POPM filariasis. Pemerintah bertekad mewujudkan Indonesia bebas kaki gajah, oleh

karena itu melalui Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (BELKAGA), setiap penduduk

kabupaten/kota endemis kaki gajah serentak minum obat pencegahan setiap bulan

Oktober selama 5 tahun berturut-turut.

C. VISI DAN MISI

Visi dan Misi Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 mengikuti Visi dan Misi

Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri

dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini

dilaksanakan melalui 7 misi pembangunan yaitu:

1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,

menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan

mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan

negara hukum.

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai

negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan

berbasiskan kepentingan nasional, serta

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal dengan NAWA CITA yang ingin

diwujudkan yakni:

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan

rasa aman pada seluruh warga negara.

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan

yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa

dalam kerangka negara kesatuan.

Page 13: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

5 |

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum

yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis

ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa.

9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Kementerian Kesehatan mempunyai peran dan berkonstribusi dalam tercapainya

seluruh Nawa Cita terutama dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

Terdapat dua tujuan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu: 1)

meningkatnya status kesehatan masyarakat dan; 2) meningkatnya daya tanggap

(responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di

bidang kesehatan. Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua

kontinum siklus kehidupan (life cycle), yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja,

kelompok usia kerja, maternal, dan kelompok lansia.

Tujuan indikator Kementerian Kesehatan bersifat dampak (impact atau outcome)

dalam peningkatan status kesehatan masyarakat melalui indikator yang akan dicapai

yakni sebagai berikut:

1. Menurunnya angka kematian ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010),

346 menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012).

2. Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.

3. Menurunnya persentase BBLR dari 10,2% menjadi 8%.

4. Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan

masyarakat, serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif.

5. Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.

Peran Ditjen P2P dalam mendukung pencapaian indikator Kementerian Kesehatan

yakni menyelenggarakan pencegahan dan pengendalian peyakit secara berhasil-guna

dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya melalui kegiatan surveilans dan karantina kesehatan, pencegahan

dan pengendalian penyakit menular langsung, pencegahan dan pengendalian penyakit

tular vektor dan zoonotik, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular,

pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan dukungan manajemen

dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program P2P.

D. TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 64 tahun 2015

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan terjadi perubahan SOTK

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menjadi

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Dalam melaksanakan

Page 14: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

6 |

tugas pokok dan fungsinya Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit memiliki 1 Sekretariat dan 5 Direktorat yakni:

1. Sekretariat Direktorat Jenderal.

2. Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan (SKK).

3. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML).

4. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik

(P2PTVZ).

5. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM)

6. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

(P2PMKJN).

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mempunyai tugas

menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan

pengendalian penyakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit melaksanakan fungsi antara lain sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan karantina,

pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor, penyakit

zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan Narkotika,

Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan karantina,

pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor, penyakit

zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan Narkotika,

Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);

3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang surveilans

epidemiologi dan karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular,

penyakit tular vektor, penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya

kesehatan jiwa dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);

4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang surveilans epidemiologi dan

karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor,

penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan

Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);

5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang surveilans epidemiologi dan

karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor,

penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan

Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);

6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit; dan

7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Selain itu, terjadi juga perubahan struktur organisasi yang mengacu pada Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Organisasi

Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan sebagai berikut:

Page 15: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

7 |

Gambar 1.1 Struktur Organisasi

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)

E. SUMBER DAYA MANUSIA

Jumlah pegawai Ditjen P2P tersebar pada Satuan Kerja yang berada pada Unit Pusat

maupun Unit Pelaksana Teknis. Jumlah pegawai pada Balai Besar/Balai Teknik

Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit (B/BTKLPP) sebanyak 654

orang (15%), Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebanyak 3046 orang (71%), dan

jumlah pegawai Ditjen P2P pada kantor pusat adalah 571 orang (14%) seperti dalam

grafik berikut ini:

Grafik 1.1 Distribusi Pegawai pada Ditjen P2P Tahun 2019

Sumber data : Bagian Kepagawaian dan Umum Tahun 2019

Page 16: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

8 |

Pegawai Ditjen P2P memiliki latar belakang Pendidikan yang beragam. Latar belakang

pendidikan terbanyak adalah pendidikan S1/D4 sebanyak 1705 orang, selanjutnya D3

sebanyak 1196 orang, S2 sebanyak 947 orang, SMA sebanyak 309 orang, D1

sebanyak 54 orang, SMP sebanyak 23 orang, SD sebanyak 17 orang dan S3

sebanyak 14 orang. Secara lengkap seperti dalam grafik berikut ini:

Grafik 1.2 Distribusi Pegawai Berdasarkan Pendidikan Tahun 2019

Sumber data : Bagian Kepagawaian dan Umum Tahun 2019

Distribusi pegawai berdasarkan jabatan terbagi menjadi jabatan pelaksana, jabatan

struktural, dan jabatan fungsional tertentu. Berdasarkan grafik dibawah ini, maka

jabatan paling banyak pada Ditjen P2P adalah jabatan pelaksana sebanyak 2.972

orang, jabatan struktural sebanyak 408 orang dan jabatan fungsional tertentu

sebanyak 891 orang.

Grafik 1.3 Distribusi Pegawai Berdasarkan Jabatan Tahun 2019

Sumber data : Bagian Kepagawaian dan Umum Tahun 2019

Page 17: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

9 |

Distribusi pegawai berdasarkan jabatan fungsional tertentu digambarkan dalam grafik

berikut ini dimana jabatan fungsional terbanyak adalah epidemiolog sebanyak 281

orang, sanitarian 170 orang dan pranata laboratorium kesehatan sebanyak 148 orang,

seperti dalam grafik berikut ini:

Grafik 1.4 Distribusi Pegawai Berdasarkan Jabatan Fungsional Tertentu

Tahun 2019

Sumber data : Bagian Kepegawaian dan Umum Tahun 2019

F. MAKSUD DAN TUJUAN

Penyusunan Laporan Kinerja merupakan wujud melaksanakan Perpres No. 29 Tahun

2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Permenpan dan

RB Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan

Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Tujuan

penyusunan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal P2P adalah untuk:

1. Memberikan informasi kinerja Ditjen P2P selama tahun 2019 yang telah ditetapkan

dalam dokumen Perjanjian Kinerja.

2. Sebagai bentuk pertanggung jawaban Ditjen P2P dalam mencapai sasaran/tujuan

strategis instansi.

3. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi Ditjen P2P untuk meningkatkan

kinerjanya.

4. Sebagai salah satu upaya mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif,

transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil yang merupakan salah

satu agenda penting dalam reformasi pemerintah.

Page 18: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

10 |

G. SISTEMATIKA PENULISAN

1. Bab I Pendahuluan

Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada

aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issue) yang sedang

dihadapi organisasi.

2. Bab II Perencanaan Kinerja

Bab ini menguraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja Kementerian Kesehatan

Tahun 2019.

3. Bab III Akuntabilitas Kinerja

a. Capaian Kinerja Organisasi

Sub bab ini menyajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan

kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja

organisasi.

b. Realisasi Anggaran

Sub bab ini menguraikan tentang realisasi anggaran yang digunakan dan telah

digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen

Perjanjian Kinerja.

4. Bab IV Penutup

Bab ini menguraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah

di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.

Page 19: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

11 |

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA

Perencanaan kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang

ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun secara sistematis

dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala

yang ada atau yang mungkin timbul. Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi

pemerintah (SAKIP) perencanaan kinerja instansi pemerintah terdiri atas tiga

instrumen yaitu Rencana Strategis (Renstra) yang merupakan perencanaan 5

tahunan, Rencana Kerja (Renja) dan Perjanjian Kinerja (PK). Perencanaan 5 tahunan

Ditjen P2P tahun 2018 mengacu kepada dokumen Rencana Aksi Program Ditjen P2P

Tahun 2015-2019 yang telah dilakukan revisi pada bulan Desember 2017 dan

ditetapkan pada tahun 2018, sehingga untuk Laporan Kinerja Tahun 2018 akan

menggunakan indikator yang tertera pada RAP Program Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit Tahun 2015-2019 Revisi 1.

Rencana Aksi Program (RAP) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun

2015-2019

Dalam RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan sasaran pokok untuk pembangunan

kesehatan yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2)

meningkatnya pengendalian penyakit menular dan tidak menular; (3) meningkatnya

pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan; (4)

kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, (5) perlindungan anak; dan (6)

pembangunan masyarakat. Sasaran pokok dalam pengendalian penyakit menular

dan tidak menular meliputi menurunnya prevalensi TB, prevalensi HIV, prevalensi

tekanan darah tinggi, prevalensi obesitas dan prevalensi merokok.

Sasaran pokok ini kemudian diturunkan dalam sasaran strategis Renstra

Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019. Sasaran strategis Renstra Kementerian

Kesehatan untuk Ditjen P2P adalah meningkatnya pencegahan dan pengendalian

penyakit dengan Indikator Kinerja Sasaran yang akan dicapai sebagai berikut:

1. Persentase Cakupan Keberhasilan pengobatan pasien TB/Succes Rate (SR)

sebesar 90% pada akhir tahun 2019.

2. Prevalensi HIV sebesar <0,5 persen pada akhir tahun 2019.

3. Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi Malaria sebanyak 300

kabupaten/kota pada akhir tahun 2019.

4. Jumlah provinsi dengan eliminasi Kusta sebanyak 34 provinsi pada akhir tahun

2019.

5. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi Filariasis sebanyak 35 Kabupaten/Kota

pada akhir tahun 2019.

Page 20: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

12 |

6. Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

tertentu sebesar 40% pada akhir tahun 2019.

7. Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan

kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 100% pada

akhir tahun 2019.

8. Persentase kab/kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) minimal 50 persen sekolah sebesar 50% pada akhir tahun 2019.

9. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan

upaya kesehatan jiwa sebanyak 280 kab/kota pada akhir tahun 2019.

Sasaran strategis Renstra revisi Kementerian Kesehatan tersebut kemudian

diturunkan dalam RAP revisi tahun 2015-2019 dengan penyesuaian pada tugas

pokok dan fungsi Ditjen P2P. Sasaran tersebut adalah menurunnya penyakit

menular, penyakit tidak menular serta meningkatnya kesehatan jiwa, yang ditandai

dengan Indikator Kinerja Program (IKP) yakni:

1. Persentase Cakupan Keberhasilan pengobatan pasien TB/Succes Rate (SR)

sebesar 90% pada akhir tahun 2019.

2. Prevalensi HIV sebesar <0,5 persen pada akhir tahun 2019.

3. Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi Malaria sebanyak300 kabupaten/kota

pada akhir tahun 2019.

4. Jumlah provinsi dengan eliminasi Kusta sebanyak 34 provinsi pada akhir tahun

2019.

5. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi Filariasis sebanyak 35 Kabupaten/Kota

pada akhir tahun 2019.

6. Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

tertentu sebesar 40% pada akhir tahun 2019.

7. Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan

kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 100% pada

akhir tahun 2019.

8. Persentase kab/kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) minimal 50 persen sekolah sebesar 50% pada akhir tahun 2019.

9. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan

upaya kesehatan jiwa sebanyak 280 kab/kota pada akhir tahun 2019.

10. Persentase respon terhadap signal SKD KLB dan bencana di wilayah layanan

B/BTKLPP pada akhir tahun 2019.

11. Persentase Teknologi Tepat Guna P2P yang dihasilkan B/BTKLPP meningkat

50% dari jumlah TTG tahun 2014 pada akhir tahun 2019.

12. Persentase pelabuhan/ bandara/PLBD yang melaksanakan penanggulangan

kedaruratan kesehatan masyarakat pada akhir tahun 2019.

Page 21: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

13 |

Sedangkan indikator kinerja sasaran tahun 2015-2019 digambarkan dalam tabel

berikut ini:

Tabel 2.1 Sasaran Strategis Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit

Tahun 2015 – 2019

SASARAN INDIKATOR TARGET

2015 2016 2017 2018 2019

Menurunnya

penyakit

menular,

penyakit tidak

menular serta

meningkatnya

kesehatan jiwa

1. Persentase cakupan

keberhasilan pengobatan

TB/ Success Rate

84 85 87 89 90

2. Prevalensi HIV <0,5 <0,5 <0,5 <0,5 <0,5

3. Jumlah kabupaten/kota

mencapai eliminasi malaria

225 245 265 285 300

4. Jumlah provinsi dengan

eliminasi kusta

21 23 25 26 34

5. Jumlah kabupaten/kota

dengan eliminasi filariasis

9 12 15 24 35

6. Persentase penurunan

kasus Penyakit yang Dapat

Dicegah Dengan Imunisasi

(PD3I) tertentu

7 10 20 30 40

7. Persentase Kabupaten/

Kota yang mempunyai

kebijakan kesiapsiagaan

dalam penanggulangan

kedaruratan kesehatan

masyarakat yang

berpotensi wabah

29 46 64 82 100

8. Persentase kabupaten/kota

yang melaksanakan

kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) minimal 50%

10 20 30 40 50

9. Jumlah kabupaten/kota

yang memiliki puskesmas

yang menyelenggarakan

upaya kesehatan jiwa

dan/atau Napza

80 130 180 230 280

10. Persentase respon

terhadap signal SKD KLB

dan bencana di wilayah

layanan B/BTKLPP

50 60 70 80 90

11. Persentase Teknologi

Tepat Guna P2P yang

dihasilkan B/BTKLPP

meningkat 50% dari jumlah

TTG tahun 2014

30 35 40 45 50

Page 22: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

14 |

SASARAN INDIKATOR TARGET

2015 2016 2017 2018 2019

12. Persentase pelabuhan/

bandara/PLBD yang

melaksanakan

penanggulangan

kedaruratan kesehatan

masyarakat

60 70 80 90 100

B. PERJANJIAN KINERJA

Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

merupakan dokumen pernyataan dan kesepakatan kinerja antara Direktur Jenderal

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dengan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia untuk mewujudkan target-target kinerja sasaran Ditjen P2P pada akhir

Tahun 2019. Perjanjian Kinerja Ditjen P2P disusun berdasarkan pada indikator yang

tertuang dalam Rencana Rencana Aksi Program Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit revisi Tahun 2015-2019 dan telah mendapat persetujuan anggaran.

Perjanjian Kinerja Ditjen P2P Tahun 2019 telah ditandatangani, didokumentasikan

dan ditetapkan setelah turunnya DIPA Tahun 2019 pada bulan Desember 2018.

Target-target kinerja sasaran kegiatan yang ingin dicapai Ditjen P2P dalam dokumen

Perjanjian Kinerja Tahun 2019 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Perjanjian Kinerja

Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

NO INDIKATOR TARGET

1 Persentase cakupan keberhasilan pengobatan TB/Success Rate

90%

2 Prevalensi HIV <0,5%

3 Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi malaria 300

4 Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta 34

5 Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi filariasis 35

6 Persentase penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu

40%

7 Persentase Kabupaten/Kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

100%

8 Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50%

50%

9 Jumlah kabupaten/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dan/atau Napza

280

Page 23: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

15 |

NO INDIKATOR TARGET

10 Persentase respon terhadap signal SKD KLB dan bencana di wilayah layanan B/BTKLPP

90%

11 Persentase Teknologi Tepat Guna P2P yang dihasilkan B/BTKLPP meningkat 50% dari jumlah TTG tahun 2014

50%

12 Persentase pelabuhan/bandara/PLBD yang melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat

100%

Pada Perjanjian Kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 telah dialokasikan anggaran sebesar Rp. 2.641.905.147.000,00

Page 24: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

16 |

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA

Tahun 2019 merupakan tahun terakhir dalam pelaksanaan Rencana Aksi Program

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2015-2019. Berbagai upaya tata kelola

manajemen, program dan teknis telah dilakukan untuk mencapai kinerja dari target yang

telah ditetapkan. Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan capaian kinerja

dengan target dari masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam

perjanjian kinerja. Berikut adalah target dan capaian indikator program pencegahan dan

pengendalian penyakit tahun 2019:

Tabel 3.1

Target dan Capaian Indikator Program P2P Tahun 2019

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA

1 Persentase cakupan keberhasilan

pengobatan TB/ Success Rate

90% 90,78% 100,9%

2 Prevalensi HIV <0,5% 0,32% 136%

3 Jumlah kabupaten/kota mencapai

eliminasi malaria

300

Kab/Kota

300

Kab/Kota

100%

4 Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta 34 Provinsi 26 Provinsi 76,5%

5 Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi

filariasis

35

Kab/Kota

56

Kab/Kota

160%

6 Persentase penurunan kasus Penyakit

yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

(PD3I) tertentu

40% 42,8% 107%

7 Persentase Kabupaten/Kota yang

mempunyai kebijakan kesiapsiagaan

dalam penanggulangan kedaruratan

kesehatan masyarakat yang berpotensi

wabah

100% (106

Kab/Kota)

100% (106

Kab/Kota)

100%

8 Persentase kabupaten/kota yang

melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) minimal 50%

50% 50,2% 100,4%

9 Jumlah kabupaten/kota yang memiliki

puskesmas yang menyelenggarakan

upaya kesehatan jiwa dan/atau Napza

280

Kab/Kota

407

Kab/Kota

145,4%

10 Persentase respon terhadap signal SKD

KLB dan bencana di wilayah layanan

B/BTKLPP

90% 98% 108,8%

Page 25: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

17 |

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA

11 Persentase Teknologi Tepat Guna P2P

yang dihasilkan B/BTKLPP meningkat

50% dari jumlah TTG tahun 2014

50%

( 60 TTG)

690%

( 316 TTG)

526,7%

12 Persentase pelabuhan/bandara/PLBD

yang melaksanakan penanggulangan

kedaruratan kesehatan masyarakat

100% 100% 100%

Rata-Rata Capaian 147%

Dari 12 indikator pada Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit, terdapat 11 indikator yang mencapai/melebihi target yang

ditetapkan sedangkan 1 indikator tidak mencapai target yakni indikator jumlah provinsi

dengan eliminasi kusta, dengan rata-rata capaian kinerja sebesar 147%. Jika

dibandingkan dengan rata-rata capaian tahun 2018, maka rata-rata capaian tahun 2019

(147%) lebih tinggi dari 2018 (131,6%). Gambaran atas keberhasilan upaya peningkatan

pencegahan dan pengendalian penyakit pada tahun 2019 dijelaskan pada 12 indikator

yang terkait sasaran strategis Ditjen P2P di bawah ini:

1. Persentase cakupan keberhasilan pengobatan TB/ Success Rate sebesar 90%

a. Penjelasan Indikator

Indikator persentase cakupan keberhasilan pengobatan TB/ Success Rate

merupakan indikator yang memberikan gambaran kualitas pengobatan TB yaitu

seberapa besar keberhasilan pengobatan pada pasien TB yang sudah mendapat

pengobatan dan dilaporkan. Angka ini menggambarkan besaran pasien TB yang

berhasil dalam pengobatannya baik dengan kategori sembuh maupun kategori

pengobatan lengkap. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) yang menjadi indikator kinerja program P2TB adalah Prevalensi TB.

Prevalensi TB adalah indikator yang memberikan gambaran beban penyakit TB

dan dapat memberikan petunjuk seberapa besar penularan yang sedang

berlangsung di populasi. Angka ini menggambarkan jumlah kasus TB di

populasi, tidak hanya kasus TB yang datang ke pelayanan kesehatan dan

dilaporkan ke program.

b. Definisi Operasional

Jumlah semua kasus TB yang sembuh dan pengobatan lengkap di antara semua

kasus TB yang diobati dan dilaporkan dalam satu tahun.

c. Rumus/cara perhitungan

Persentase cakupan

keberhasilan

pengobatan TB

=

Jumlah semua kasus TB yang sembuh

dan pengobatan lengkap

x 100% Jumlah semua kasus TB yang diobati dan

dilaporkan

Page 26: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

18 |

d. Capaian Indikator

Persentase cakupan keberhasilan pengobatan TB (Success Rate) mencapai

target dari tahun 2015-2019. Tahun 2015 sebesar 84% dari target 84%, tahun

2016 tercapai 85% dari target 85%, tahun 2017 tercapai 87% dari target 87%,

tahun 2018 sebesar 89,32% dari dari target 89% dan tahun 2019 sebesar

90,78% dari target 90%. Secara lengkap dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 3.1

Target dan Capaian

Persentase Cakupan Angka Keberhasilan Pengobatan TB

Tahun 2015 – 2019

Sumber data : Laporan Subdit TB per 21 Januari Tahun 2020

Indikator ini adalah indikator positif yang artinya jika semakin besar capaian

maka semakin baik kinerjanya dan sebaliknya jika semakin kecil capaian maka

semakin buruk kinerjanya. Pada tahun 2019, target indikator persentase cakupan

keberhasilan pengobatan TB sudah tercapai 90,78% dengan kinerja sebesar

100,9%. Selain menjadi indikator dalam RAP, indikator persentase cakupan

keberhasilan pengobatan TB juga merupakan indikator Renstra Kementerian

Kesehatan. Bila dibandingkan dengan indikator RPJMN yakni Prevalensi

Tuberkulosis (TB) dengan target sebesar 245 per 100.000 penduduk, dengan

capaian sebesar 245 per 100.000 penduduk pada tahun 2019 sehingga capaian

kinerja sebesar 100%. Prevalensi TB dengan angka keberhasilan pengobatan

memiliki hubungan negatif yang artinya jika angka keberhasilan pengobatan

semakin tinggi, maka prevalensi TB akan menurun dan sebaliknya angka

keberhasilan pengobatan semakin tinggi berarti penderita TB yang sembuh

semakin banyak dan kemungkinan untuk menularkan akan berkurang. Jika

Page 27: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

19 |

penularan berkurang maka jumlah penderita TB di populasi juga berkurang,

dengan demikian prevalensi juga menurun.

Jika dibandingkan capaian indikator angka keberhasilan pengobatan TB per

regional didunia, Indonesia sebagai bagian dalam Regional Asia Tenggara

dengan angka keberhasilan pengobatan TB di Asia Tenggara sebesar 83%

selanjutnya Regional Timur Tengah 91%, Pasifik Barat 91%, Afrika 82%, PAHO

Amerika 76%, Eropah 78% dan capaian global sebesar 85% (TB Global Report,

2019). Selain itu, angka kejadian (insidensi) TB tahun 2018 adalah 316 per

100.000 (sekitar 845.000 pasien TB), dan 7,9% di antaranya dengan TB/HIV.

Angka kematian TB adalah 93 per 100.000 penduduk (tidak termasuk angka

kematian akibat TB/HIV). WHO memperkirakan ada 24.000 kasus MDR di

Indonesia. Secara lengkap terlihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.2 Estimasi Beban TB tahun 2019

Sumber data : Global TB Report Tahun 2019

Indonesia menduduki peringkat ke-3 untuk insiden TB setelah India dan China

(TB Global Report, 2019). Selain itu, yang menjadi tantangan yang perlu

diperhatikan saat ini yaitu TB DM, TB pada anak, dan TB pada masyarakat

kelompok khusus atau kelompok rentan lainnya. Dengan angka estimasi kasus

TB sebesar 845.000 kasus pertahun dan notifikasi kasus TB sebesar 564.000

kasus maka masih ada sekitar 281.000 kasus (33%) yang belum ternotifikasi baik

yang belum terjangkau, belum terdeteksi maupun belum terlaporkan.

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Indikator persentase cakupan keberhasilan pengobatan TB tahun 2019 mencapai

target. Tercapainya target disebabkan karena berbagai ekspansi yang sudah

dilaksanakan seperti ekspansi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course),

ekspansi laboratorium pemeriksaan TB, ekspansi fasilitas pelayanan TB RO

sehingga mendukung meningkatnya kasus TB yang ditemukan dan diobati, peran

pengawas menelan obat dan fasilitas layanan kesehatan yang semakin baik, serta

telah dilaksanakannya mopping up/ penyisiran kasus ke RS yang ada di Provinsi

dan Kabupaten/ Kota. Selain itu, dilakukan perubahan strategi penemuan pasien

TB tidak hanya “secara pasif dengan aktif promotif” tetapi juga melalui

“penemuan aktif secara intensif dan masif berbasis keluarga dan masyarakat“

dengan tetap memperhatikan dan mempertahankan layanan TB yang bermutu

Page 28: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

20 |

sesuai standar. Guna mempercepat penemuan kasus TB tersebut, maka

diperlukan upaya khusus penemuan kasus secara aktif pada kelompok khusus

untuk deteksi dini TB di lokasi-lokasi tertentu seperti pondok pesantren dan

lapas/rutan. Upaya lainnya yang dilakukan adalah skrining TB dan pemeriksaan

chest x-ray (rontgen dada) pada orang terduga TB.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

1. Ekspansi laboratorium dan distribusi alat Tes Cepat Molekuler (TCM). Pada

tahun 2019 telah terdistribusi sebanyak 916 unit TCM yang tersebar pada

478 kab/kota dengan penyebaran di pulau Sumatera sebanyak 228 unit,

Jawa sebanyak 377 unit, Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 51 unit,

Kalimantan sebanyak 72 unit, Sulawesi sebanyak 119 unit, Maluku dan

Maluku Utara sebanyak 26 unit, Papua dan Papua Barat sebanyak 43 unit.

Keseluruhan TCM tersebut didistribusikan pada 878 fasilitas pelayanan

kesehatan yang terdiri dari 619 Rumah Sakit, 16 laboratorium dan 243

puskesmas.

2. Penerapaan sistem transportasi spesimen dengan menggunakan aplikasi

Sistim Informasi Trekring Untuk Spesimen Transpor (SITRUS) yaitu aplikasi

android mobile yang sudah diimplementasikan pada 4432 fasilitas kesehatan

di 203 kabupaten dan 16 provinsi.

3. Pelaksanaan investigasi kontak berdasarkan panduan yang telah

disampaikan ke seluruh provinsi.

4. Pelaksanaan penemuan kasus TB pada populasi risiko tinggi seperti pada

pasien diabetes di puskesmas dan faskes rujukan sesuai panduan yang

telah disebarluaskan ke seluruh provinsi.

5. Sejak bulan November tahun 2019, telah dilaksanakan skrining TB pada

populasi risiko tinggi di 5 provinsi yaitu Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa

Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Target skrining sebanyak 150.000

orang dari rumah tahanan/lembaga pemasyarakatan dan sekolah

berasrama/pondok pesantren dengan menggunakan mesin X-ray sebanyak

15.000 dan penggunaan mesin cepat molekuler sebanyak 4.500 orang.

Gambar 3.1

Skrining TB di Pondok Pesantren Darussalam Perempuan Gontor

Page 29: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

21 |

6. Adanya sistem informasi TB yang baru (Sistim Informasi TB/SITB) telah

menyambungkan jejaring sistem rujukan internal dan eksternal yang sudah

mengintegrasikan puskesmas, rumah sakit dan laboratorium rujukan.

7. Ekspansi pelaksanaan Mopping Up/ penyisiran kasus ke rumah sakit-rumah

sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta.

8. Pengiriman umpan balik hasil entri SITT dan hasil penyisiran kasus ke

rumah sakit yang ada di provinsi dan kabupaten/ kota.

9. Keterlibatan Stop TB Partnership Indonesia (STPI) dalam STP global yang

berperan dalam penanggulangan tuberkulosis untuk pelayanan yang

berkualitas dan terjangkau. Keterlibatan STPI sudah dimulai sejak awal

pembentukan forum STPI antara lain Indonesia pernah menjadi tuan rumah

pertemuan Stop TB Partnership wilayah Asia Pasifik dan Mediterania pada

2014, pelaksanaan 2 side event pada pekan ‘UN High Level Meeting on

Tuberculosis’ pada September 2018. Kerja sama multilateral antara STP dan

Indonesia dipercayai dapat membawa dampak positif kepada komunitas TB

di tingkat global sehingga Indonesia dipilih sebagai tuan rumah untuk

serangkaian acara Board Meeting STP 2019 yang berlangsung pada tanggal

9-13 Desember 2019. Pertemuan ini menghasilkan 2 hal penting yakni

pertama, pernyataan komitmen bersama untuk aksi multi-sektor mengakhiri

tuberculosis dan kedua, arahan strategis Presiden untuk K/L untuk

mengakhiri TB di Indonesia.

Gambar 3.2

High Level Meeting on Tuberculosis

g. Kendala/masalah yang dihadapi

1) Sebanyak 36 Kab/Kota belum memiliki alat TCM untuk mendukung diagnosa

TB dan TB resisten obat.

2) Laboratorium kultur TB standar hanya tersedia di 13 provinsi.

3) Pengelolaan sumber daya program TB yang belum memadai, yaitu adanya

rotasi petugas laboratorium TB dan tidak adanya penambahan jumlah

Page 30: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

22 |

petugas pada laboratorium rujukan (Balai Besar Laboratorium Kesehatan

/BBLK) sejak tahun 2017.

4) Belum semua kasus TB berhasil dijangkau, investigasi kontak belum

maksimal dan minimnya pemahaman pentingnya pengobatan pencegahan

pada anak di bawah umur 5 tahun yang merupakan kontak serumah dari

pasien TB.

h. Pemecahan Masalah

Untuk mencapai target, Program TB melaksanakan kegiatan yang berdasarkan 6

strategi yaitu:

1) Penguatan Kepemimpinan Program TB di Kabupaten/Kota

- Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial

- Regulasi dan peningkatan pembiayaan

- Koordinasi dan sinergi program

2) Peningkatan Akses Layanan “TOSS-TB” yang Bermutu

- Peningkatan jejaring layanan TB melalui PPM (public-private mix)

- Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat

- Peningkatan kolaborasi layanan melalui TB-HIV, TB-DM, MTBS, PAL,

dan lain sebagainya

- Inovasi diagnosis TB sesuai dengan alat / saran diagnostik yang baru

- Kepatuhan dan Kelangsungan pengobatan pasien atau Case holding

- Bekerjasama dengan asuransi kesehatan dalam rangka Cakupan

Layanan Semesta (health universal coverage).

3) Pengendalian Faktor Risiko

- Promosi lingkungan dan hidup sehat.

- Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB.

- Pengobatan pencegahan dan imunisasi TB.

- Memaksimalkan penemuan TB secara dini, mempertahankan cakupan

dan keberhasilan pengobatan yang tinggi.

4) Peningkatan Kemitraan melalui Forum Koordinasi TB

- Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di pusat

- Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di daerah

5) Peningkatan Kemandirian Masyarakat dalam Penanggulangan TB

- Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga dan masyarakat.

- Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan kasus, dan

dukungan pengobatan TB.

- Pemberdayan masyarakat melalui integrasi TB di upaya kesehatan

berbasis keluarga dan masyarakat.

6) Penguatan Sistem kesehatan

- Sumber Daya Manusia yang memadai dan kompeten.

- Mengelola logistic secara efektif.

- Meningkatkan pembiayaan, advokasi dan regulasi.

- Memperkuat Sistem Informasi Startegis, surveilans proaktif termasuk

kewajiban melaporkan (mandatory notification).

- Jaringan dalam penelitian dan pengembangan inovasi program.

Page 31: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

23 |

2. Prevalensi HIV sebesar <0,5%

a. Defenisi Operasional

Prevalensi dalam epidemiologi, mengandung pengertian jumlah orang dalam

populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu

tempoh waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal.

Prevalensi biasanya digunakan untuk mengukur besaran beban suatu wilayah

(dalam hal ini Indonesia) dalam penanggulangan penyakit/masalah kesehatan

tersebut. Prevalensi HIV dihitung menggunakan modeling matematik. Angka

pada laporan terakhir estimasi dan proyeksi prevalensi HIV penduduk Indonesia

di atas 15 tahun.

b. Rumus/ Cara perhitungan

Mempergunakan perhitungan mathematic modelling yakni Aids Epidemic Model

(AEM). AEM adalah model proses lengkap yang secara matematis mereplikasi

proses utama yang mendorong penularan HIV di Asia. Karenanya memiliki

persyaratan input epidemiologis dan perilaku yang lebih luas. AEM menawarkan

kemampuan untuk mensimulasi skenario masa depan di mana upaya

pencegahan dan perawatan mendorong perubahan perilaku.

c. Capaian Indikator

Prevalensi HIV di Indonesia didapatkan melalui hasil perhitungan estimasi dan

proyeksi atau pemodelan matematika. Dari hasil pemodelan terakhir di tahun

2018 (berdasarkan update data pemodelan 2016) diketahui bahwa prevalensi

dalam populasi umum masih rendah. Namun dari hasil Surveilens Terpadu

Biologi dan Perilaku (STBP) pada populasi berisiko tahun 2015 diketahui bahwa

prevalensi HIV diatas 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola

epidemi HIV AIDS di Indonesia masih terkonsentrasi pada kelompok-kelompok

tertentu. Data Pemodelan akan diperbaharui pada STBP 2019 dan akan

dibukukan pada tahun 2020. Target dan capaian prevalensi HIV di Indonesia

terlihat dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.2

Target dan Capaian Prevalensi HIV Tahun 2019 (%)

Sumber data : Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2015-2020

Page 32: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

24 |

Grafik 3.3

Target dan Capaian Prevalensi HIV Tahun 2015-2019 (%)

Sumber data : Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2015-2020

Perhitungan estimasi dan pemodelan matematika dilakukan dengan bantuan

software AEM (Asean Epidemiology Modelling) dan Spectrum. Semenjak tahun

2009 sampai 2016 telah dihasilkan 4 laporan estimasi dan pemodelan

matematika yaitu laporan tahun 2009, 2012, 2014, dan 2016. Capaian prevalensi

pada tahun 2015-2019 menggunakan laporan terbaru di tahun 2016 yaitu

masing-masing 0.33%-0.32%. Prevalensi HIV dikalangan populasi berusia 15

tahun keatas adalah 0,33 pada tahun 2015-2018 dan menurun sedikit menjadi

0,32% pada tahun 2019. Angka Prevalensi HIV yang tetap tidak menggambarkan

dari tahun ke tahun tidak semata-mata menggambarkan keberhasilan atau

kegagalan pengendalian HIV AIDS di Indonesia. Peningkatan prevalensi HIV

menunjukkan bahwa adanya upaya dalam penemuan kasus HIV dan

meningkatkan jumlah orang yang mendapatkan pengobatan ARV. Prevalensi

HIV di Indonesia didapatkan dari 2 pemodelan, pemodelan Tanah Papua dan

Non-Papua. Gambaran epidemiologinya dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 3.3

Peta Prevalensi HIV di Indonesia Tahun 2019

Sumber data : Laporan rutin Subdit HIV Tahun 2019

Page 33: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

25 |

Grafik 3.4

Jumlah Kasus HIV dan Kasus AIDS

Tahun 2015 – 2019 (September*)

30.935

41.250

48.300 46.659

36.244

7.185 7.491 9.280 10.190 5.322

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

2015 2016 2017 2018 2019*

Jumlah Kasus HIV

Jumlah Kasus AIDS

Sumber data : Laporan rutin Subdit HIV Tahun 2019

Sejak HIV pertama kali ditemukan di Indonesia berbagai upaya telah dilakukan

untuk menemukan orang dengan HIV AIDS (ODHA), memberikan pengobatan

dan perawatan ODHA, dan mencegah penularan kepada orang yang belum

terinfeksi. Berbagai kebijakan terus dikembangkan dan diperbaharui sesuai

dengan perkembangan dan komitmen kebijakan global, tentunya dengan cara

mengadaptasi kebijakan dan pedoman penanggulangan HIV yang sesuai

dengan kondisi dan sumber daya di Indonesia. Dalam Peta Prevalensi HIV di

dunia tahun 2017, Indonesia termasuk dalam wilayah South East Asia (SEARO).

Gambar 3.4

Peta Prevalensi HIV di Dunia Tahun 2017

Sumber data : Global HIV Report

Prevalensi HIV tahun 2017, secara global diperkirakan 0,8% (0,6-0,9). Indonesia

menempati urutan keempat setelah wilayah Africa, America dan Europe, dengan

Page 34: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

26 |

prevalensi sebesar 0.3% (0.2 – 0.4), di atas Eastern Mediterranean dan Western

Pasific.

d. Analisa Penyebab Keberhasilan

Upaya pencegahan yang telah dilaksanakan antara lain dengan mengedukasi

masyarakat dengan cara memperbanyak jumlah dan memperluas jangkauan

distribusi media KIE baik cetak maupun elektronik agar meningkatkan

pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap HIV AIDS. Selain itu terus

dilakukan distribusi kondom kepada populasi berisiko tinggi seperti WPS, LSL,

Penasun dan lainnya bekerja sama dengan LSM di seluruh Indonesia.

Peningkatan jumlah layanan HIV dari tahun ke tahun menunjukkan upaya yang

tinggi dari Kementerian Kesehatan dalam memperluas dan meningkatkan akses

pelayanan terhadap masyarakat yang membutuhkan. Selain itu pengembangan

Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di beberapa kabupaten/kota di

Indonesia serta penerapan SUFA (Strategic Use of ARV) dan TOP (Temukan,

Obati, dan Pertahankan) dalam upaya pencegahan dan pengobatan dapat

mendukung akselerasi upaya pencegahan dan penanggulan HIV AIDS.

Peningkatan sistem rujukan antar layanan termasuk pengembangan laboratorium

pemeriksaan HIV (termasuk tes CD4 dan viral load). Selain itu, telah diterbitkan

Surat Edaran No. HK.02.02/1/1654/2018 tentang Penatalaksanaan orang

dengan HIV-AIDS (ODHA) untuk eliminasi AIDS tahun 2030, maka semua orang

dengan HIV-AIDS yang ditemukan, akan segera diobati dengan ARV tanpa

menunggu hasil pemeriksaan CD4. Pengembangan dan pemeliharaan sistem

informasi online untuk pencatatan dan pelaporan program HIV AIDS juga

merupakan suatu upaya penting sehingga keberhasilan dari kebijakan yang telah

dilaksanakan dapat terukur dengan baik. Fokus dalam monitoring dan evaluasi

bukan hanya pada terlaksananya program tetapi juga pada berjalannya

pencatatan dan pelaporan di setiap jenjang.

e. Upaya yang dilaksanakan mencapai target indikator

1) Peningkatan cakupan tes HIV dan ODHA akses ARV.

2) Meningkatkan kerja sama lintas program dan lintas sektor dalam upaya

pencegahan dan pengendalian penularan HIV.

3) Peningkatan jumlah outlet, distribusi, dan promosi penggunaan kondom.

4) Meningkatkan jumlah Puskesmas yang mampu melakukan inisiasi ART.

5) Peningkatan jumlah layanan Tes HIV dan layanan Infeksi Menular Seksual

(IMS)

6) Meningkatkan kualitas layanan Layanan Alat Suntik Steril (LASS) dan

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM).

7) Peningkatan pengetahuan komprehensif melalui media KIE cetak dan

elektronik serta kampanye ABAT pada remaja.

Page 35: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

27 |

Gambar 3.5

Media KIE HIV AIDS

8) Akselerasi peningkatan orang yang melakukan tes HIV antara lain melalui

mobile clinic, serta memaksimalkan tes HIV atas inisiatif petugas kesehatan.

- Akselerasi peningkatan ODHA memakai ARV melalui kebijakan SUFA

(strategic use of ARV), dengan memperluas inisiasi dini ART.

- Peningkatan pencatatan dan pelaporan data program baik berbasis

manual maupun elektronik.

- Pelaksanaan kampanye HAS (Hari AIDS Sedunia) disertai dengan

promosi tes HIV sebagai upaya pencegahan penularan sedini mungkin.

Gambar 3.6

Penerimaan Rekor MURI untuk Pembentukan Pita Merah Terbanyak

pada Peringatan Hari Aids Sedunia (HAS) 2019

Page 36: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

28 |

f. Kendala/Masalah yang dihadapi

1. Masih tingginya penularan HIV dan IMS

a) Penularan HIV pada subpopulasi heteroseksual masih terus terjadi

termasuk penularan pada subpopulasi homoseksual dan biseksual.

b) Penularan IMS dan HIV pada populasi WPS, Waria belum berhasil

dikendalikan. Hal ini berkorelasi kuat dengan rendahnya tingkat

pemakaian kondom secara konsisten pada setiap kontak seks berisiko

dan kesadaran untuk pemeriksaan dan pengobatan IMS yang benar.

c) Penularan IMS dan HIV pada ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak sudah

menunjukkan kecenderungan meningkat, terutama di provinsi-provinsi

berprevalensi HIV tinggi.

2. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang HIV dan pencegahan

penularannya masih perlu ditingkatkan

a) Masih banyak kelompok di masyarakat yang masih awam terhadap risiko

penularan HIV, terutama masyarakat dengan keterbatasan sumber

informasi dan juga pada populasi remaja.

b) Belum terbangunnya kesadaran pada populasi berisiko untuk menolong

diri sendiri dan bertanggung jawab pada anggota keluarga serta

masyarakat dari risiko penularan HIV-AIDS dan IMS.

c) Kesadaran masyarakat termasuk populasi berisiko untuk mengetahui

status HIV nya masih relatif rendah.

d) Masih tingginya stigma dan perlakuan diskriminatif masyarakat dan

petugas kesehatan kepada ODHA.

3. Terbatasnya ketersediaan layanan kesehatan komprehensif HIV-AIDS

dan IMS

a) Masih terbatasnya jumlah tenaga kesehatan yang peduli, terlatih dan

terampil dalam melaksanakan program pengendalian HIV AIDS dan IMS

serta penyakit oportunistiknya jika dibandingkan dengan luas wilayah

prioritas dan besarnya populasi berisiko.

b) Jumlah dan kualitas fasilitas layanan kesehatan yang mampu

memberikan layanan kesehatan komprehensif terkait masih perlu

ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan.

4. Hambatan dalam sistem pencatatan dan pelaporan serta monitoring dan

evaluasi

a) Pencatatan dalam dokumen primer yaitu rekam medis belum

mencerminkan Penyelenggaraan praktik kedokteran yang baik di

Indonesia.

b) Pelaporan pelayanan kesehatan promosi, pencegahan, pengobatan dan

rehabilitasi terkait HIV dan IMS belum terintegrasi dalam sistem

informasi fasilitas layanan kesehatan.

c) Keterbatasan jumlah dan kapasitas SDM petugas pencatatan dan

pelaporan program HIV AIDS dan IMS.

Page 37: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

29 |

d) Monitoring dan evaluasi yang tidak kontinyu akibat ketidak seragaman

komitmen dan kemampuan pemerintah daerah dalam pembinaan,

pengawasan dan penganggaran kesehatan menyulitkan pengambilan

kebijakan yang tepat dalam pengendalian HIV AIDS dan IMS terutama

dalam era desentralisasi.

g. Pemecahan Masalah

1) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan

AIDS melalui kerjasama nasional, regional, dan global dalam aspek legal,

organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya

manusia;

2) Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas;

3) Meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata,

terjangkau, bermutu, dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan

mengutamakan pada upaya preventif dan promotif;

4) Meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko

tinggi, dengan berfokus pada daerah yang memiliki risiko tertinggi dan beban

tertinggi;

5) Meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS melalui Adinkes

(Asosiasi Dinas Kesehatan seluruh Indonesia);

6) Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia

yang merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;

7) Meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan

penunjang HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan

mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan

HIV dan AIDS;

8) Penguatan sistem logistik sebagai upaya perbaikan dalam mendistribusikan

reagen dan obat HIV AIDS dan IMS sehingga tepat guna, serta mengurangi

risiko kekosongan obat ataupun obat expired;

9) Revitalisasi pengendalian IMS di Puskesmas dan RS;

10) Penguatan surveilans IMS dan HIV di kabupaten/kota prioritas;

11) Peningkatan keterlibatan komunitas/LSM peduli AIDS, populasi kunci dan

kader masyarakat dalam upaya penjangkauan;

12) Perluasan jangkauan pengobatan ARV sampai ke tingkat Puskesmas;

13) Perluasan kampanye tentang HIV dan AIDS, bahaya Napza, dan seks bebas

di lingkungan pendidikan formal dan non-formal;

14) Meningkatkan peranan KDS dan keluarga sebagai petugas pendamping

ODHA;

15) Memprioritaskan sumber daya pada di semua kabupaten/kota untuk

meningkatkan cakupan program terutama tes dan pengobatan;

16) Meningkatkan sistem informasi data dan pemanfaatannya termasuk aplikasi

sistem informasi logistik.

Page 38: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

30 |

3. Jumlah kab/kota dengan eliminasi malaria sebesar 300 kab/kota

a. Penjelasan Indikator

Tujuan program malaria di Indonesia adalah untuk mencapai eliminasi malaria

yang ditegaskan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor.

293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di

Indonesia dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor. 443.41/465/SJ

tanggal 8 Februari 2010 kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota tentang

Pedoman Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Indonesia yang harus

dicapai secara bertahap mulai dari tahun 2010 sampai seluruh wilayah Indonesia

bebas malaria selambat-lambatnya tahun 2030. Hal tersebut juga telah

disepakati oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo bersama kepala

negara lainnya di kawasan Asia-Pasifik dalam acara East Asia Summit yang ke-9

di Myanmar. Untuk mencapai tujuan tersebut eliminasi malaria adalah suatu

upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah

geografi tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta sudah

tidak ada vektor di wilayah tersebut, sehingga tetap dibutuhkan kegiatan

kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali. Kabupaten/kota yang telah

memenuhi persyaratan dasar eliminasi malaria harus mengirimkan surat

pengajuan penilaian eliminasi kepada Subdit Malaria Ditjen P2P, kemudian tim

penilai eliminasi yang terdiri dari Subdit Malaria dan para ahli malaria akan

menilai kabupaten/kota tersebut menggunakan tools yang telah dibuat dengan

beberapa hal yang menjadi pertimbangan yaitu:

1. Pelaksanaan penemuan dan tatalaksana kasus malaria

2. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko

3. Surveilans dan penanggulangan KLB

4. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

5. Peningkatan sumber daya manusia

6. Komitmen pemerintah daerah

Setelah dilakukan penilaian maka tim penilai akan mengajukan rekomendasi

hasil penilaian tersebut di dalam rapat komisi eliminasi malaria, apabila disetujui

maka komisi akan mengusulkan kepada Menteri Kesehatan untuk diberikan

sertifikat eliminasi malaria pada kabupaten tersebut.

b. Definisi operasional

Suatu wilayah yang sudah tidak ditemukan penularan malaria setempat

(indigenous) kembali selama tiga tahun berturut-turut dan bukan berarti tidak ada

kasus malaria impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut

sehingga tetap dibutuhkan kewaspadaan untuk mempertahankan status bebas

malaria. Status eliminasi malaria ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI berupa

pemberian sertifikat eliminasi malaria kepada Kabupaten/Kota yang telah

memenuhi syarat.

Page 39: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

31 |

c. Rumus/cara perhitungan

Akumulasi jumlah kab/kota yang mencapai eliminasi malaria diakhir tahun.

d. Capaian indikator

Kabupaten/kota yang telah mencapai eliminasi malaria pada tahun 2019 yaitu

sebanyak 300 kabupaten/kota dari target yang ditentukan sebesar 300 kab/kota

atau pencapaian kinerja sebesar 100%. Berikut dijelaskan dalam tabel capaian

persentasi kabupaten/kota yang mencapai eliminasi:

Tabel 3.3

Jumlah Kab/Kota dengan Eliminasi Malaria sampai tahun 2019

No Provinsi Jumlah Kab/Kota

Jumlah Kab/Kota Eliminasi

%

1 Aceh 23 21 91

2 Sumatera Utara 33 21 64

3 Sumatera Barat 19 17 89

4 Riau 12 10 83

5 Jambi 11 7 64

6 Sumatera Selatan 17 8 47

7 Bengkulu 10 3 30

8 Lampung 15 11 73

9 Bangka Belitung 7 6 86

10 Kepulauan Riau 7 3 43

11 DKI Jakarta 6 6 100

12 Jawa Barat 27 23 85

13 Jawa Tengah 35 33 94

14 DI Yogyakarta 5 4 80

15 Jawa Timur 38 38 100

16 Banten 8 6 75

17 Bali 9 9 100

18 Nusa Tenggara Barat 10 3 30

19 Nusa Tenggara Timur 22 0 0

20 Kalimantan Barat 14 3 21

21 Kalimantan Tengah 14 10 71

22 Kalimantan Selatan 13 7 54

23 Kalimantan Timur 10 3 30

24 Kalimantan Utara 5 1 20

25 Sulawesi Utara 15 6 40

26 Sulawesi Tengah 13 5 38

27 Sulawesi Selatan 24 20 83

28 Sulawesi Tenggara 17 9 53

29 Gorontalo 6 2 33

30 Sulawesi Barat 6 5 83

31 Maluku 11 0 0

32 Maluku Utara 10 0 0

Page 40: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

32 |

No Provinsi Jumlah Kab/Kota

Jumlah Kab/Kota Eliminasi

%

33 Papua Barat 13 0 0

34 Papua 29 0 0

Indonesia 514 300 58% Sumber data : Laporan rutin Subdit Malaria Tahun 2019

Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 58% kabupaten/kota di Indonesia telah

mencapai eliminasi malaria dengan persentasi terbanyak pada Provinsi DKI

Jakarta, Bali, dan Jawa Timur dimana seluruh kabupaten/kotanya telah bebas

malaria (100%), sedangkan di wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) belum

satupun kabupaten/kotanya bebas malaria.

Grafik 3.5

Capaian Eliminasi Malaria di Indonesia tahun 2015-2019

Sumber data : Laporan rutin Subdit Malaria Tahun 2019

Tren capaian eliminasi Malaria dapat digambarkan pada grafik diatas dimana

terjadi peningkatan capaian realisasi jumlah kabupaten/kota yang mencapai

eliminasi malaria yakni sebanyak 266 Kab/Kota pada tahun 2017 menjadi 285

Kab/Kota pada tahun 2018 dan 300 kab/kota pada tahun 2019. Peningkatan

jumlah Kab/Kota yang mencapai eliminasi malaria berasal dari 15

Kabupaten/Kota yaitu 2 Kab/Kota di Provinsi NAD, 1 Kab/Kota di Provinsi

Sumatera Barat, 2 Kab/kota di Provinsi Jambi, 1 Kab/Kota di Provinsi Bangka

Belitung, 1 Kab/Kota di Provinsi Lampung, 3 Kab/Kota di Provinsi Jawa Tengah,

1 Kab/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, 1 Kab/Kota di Provinsi Sulawesi

Tengah, 1 Kab/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan 2 Kab/Kota di Provinsi

Sulawesi Barat.

Page 41: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

33 |

Apabila dibandingkan dengan negara lainnya di Regional South East Asian

Regional Office (SEARO) maka Indonesia menyumbang 8% dari kasus malaria

vivax di wilayah SEARO dimana penyumbang kasus terbanyak adalah India

(48%) dan Pakistan (10%), seperti terlihat dalam diagram dibawah ini, oleh

karena itu Indonesia berkomitmen mencapai eliminasi malaria pada tahun 2030.

Grafik 3.6

Proporsi Kasus Malaria Vivax di wilayah SEARO

Sumber data : World Malaria Report 2019

Untuk mencapai target eliminasi malaria maka diperlukan indikator komposit

untuk mendukung tercapainya cakupan yaitu persentase konfirmasi sediaan

darah serta persentase pengobatan standar yang juga merupakan indikator

Pemantauan Program Prioritas Janji Presiden tahun 2019 oleh KSP (Kantor Staf

Presiden) yang dipantau setiap tiga bulan. Persentase pemeriksaan sediaan

darah adalah persentasi suspek malaria yang dilakukan konfirmasi laboratorium

baik menggunakan mikroskop maupun Rapid Diagnostic Test (RDT) dari semua

suspek yang ditemukan. Persentase pemeriksaan sediaan darah adalah

persentasi suspek Malaria yang dilakukan konfirmasi laboratorium baik

menggunakan mikroskop maupun Rapid Diagnostic Test (RDT) dari semua

suspek yang ditemukan. Target yang diharapkan adalah diatas 95%. Capaian

tahun 2019 data per 9 Januari 2019 adalah sebesar 97% dengan jumlah suspek

sebanyak 1.256.040 orang dan jumlah pemeriksaan sediaan darah dikonfirmasi

laboratorium sebanyak 1.212.909 orang.

Page 42: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

34 |

Grafik 3.7 Persentase Pemeriksaan Sediaan Darah

Sumber data : Laporan rutin Subdit Malaria Tahun 2019

Persentasi Pasien Malaria positif yang diobati sesuai standar ACT (Artemisinin

based Combination Therapy) adalah proporsi pasien Malaria yang diobati sesuai

standar tata laksana malaria dengan menggunakan ACT. Artemisinin based

Combination Therapy (ACT) saat ini merupakan obat yang paling efektif untuk

membunuh parasit Malaria. Pemberian ACT harus berdasarkan hasil

pemeriksaan laboratorium. Target capaian pengobatan ACT yaitu sebesar 90%

dan capaian pada tahun 2019 yaitu sebesar 91 % dengan jumlah positif malaria

sebanyak 212,626 orang dan jumlah pengobatan standar ACT sebesar 190,366.

(kelengkapan data per 9 Januari 2019).

Grafik 3.8 Persentasi Malaria Positif diobati sesuai standar

Selain menjadi indikator RAP Ditjen P2P, indikator jumlah Kab/Kota dengan

eliminasi malaria juga merupakan indikator RPJMN dan Renstra Kementerian

Kesehatan sehingga pembandingan dengan indikator RPJMN dan Renstra tidak

diperlukan lagi.

Sumber data : Laporan rutin Subdit Malaria Tahun 2019

Page 43: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

35 |

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria pada tahun 2019

sebanyak 300 kabupaten/kota, jumlah tersebut telah mencapai target indikator

RPJMN/Renstra/RAP sebanyak 300 Kabupaten/kota. Beberapa hal yang

mempengaruhi keberhasilan tersebut antara lain

1) Penemuan kasus malaria melalui kegiatan surveilans migrasi

Kegiatan surveilans migrasi dilaksanakan sebagai strategi penanggulangan

malaria di daerah endemis rendah yang masih memiliki daerah reseptif

(daerah yang masih ada vektor malaria dan memungkinkan adanya vektor

malaria) untuk mencegah terjadinya penularan malaria, mobilisasi penduduk

yang tinggi merupakan salah satu ancaman penularan malaria disuatu

daerah, pencegahan penularan dengan melakukan pemeriksaan sediaan

darah malaria pada pendatang dari daerah endemis malaria dilakukan dalam

surveilans migrasi, kegiatan tersebut biasanya dilaksanakan oleh JMD (Juru

Malaria Desa).

2) Penyelidikan epidemiologi setiap kasus malaria

Daerah yang telah mencapai endemis rendah harus melakukan penyelidikan

epidemiologi terhadap kasus malaria, laporan mingguan SKDR (Sistem

Kewaspadaan Dini dan Respon KLB) melaporkan kasus malaria setiap

minggu yang ditindaklanjuti dengan penyelidikan epidemiologi untuk setiap

kasus, kegiataan tersebut bertujuan untuk menentukan asal penularan

sehingga dapat melakukan upaya pencegahan yang sesuai.

3) Skrining Malaria pada Ibu Hamil

Kegiatan skrining ibu hamil dilakukan di Kabupaten/Kota endemis sedang

dan endemis rendah malaria yang masih memiliki desa atau puskesmas

endemis tinggi dan sedang malaria. Ibu hamil merupakan salah satu populasi

berisiko apabila tertular malaria, kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi

risiko penularan pada ibu hamil.

f. Upaya yang dilaksanakan untuk mencapai target indikator

Beberapa upaya telah dilakukan untuk mencapai indikator tersebut, antara lain:

1) Diagnostik Malaria

Kebijakan pengendalian malaria terkini dalam rangka mendukung eliminasi

malaria adalah bahwa diagnosis malaria harus terkonfirmasi melalui

pemeriksaan laboratorium baik dengan mikroskop ataupun Rapid Diagnostic

Test (RDT). Penegakkan diagnosa tersebut harus berkualitas dan bermutu

sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan memberikan

data yang tepat dan akurat. Berbagai kegiatan dalam rangka meningkatkan

mutu diagnosis terus dilakukan. Kualitas pemeriksaan sediaan darah

dipantau melalui mekanisme uji silang di tingkat kab/kota, provinsi dan pusat.

Kualitas pelayanan laboratorium malaria sangat diperlukan dalam

menegakan diagnosis dan sangat tergantung pada kompetensi dan kinerja

Page 44: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

36 |

petugas laboratorium di setiap jenjang fasilitas pelayanan kesehatan.

Penguatan laboratorium pemeriksaan malaria yang berkualitas dilakukan

melalui pengembangan jejaring dan pemantapan mutu laboratorium

pemeriksa malaria mulai dari tingkat pelayanan seperti laboratorium

Puskesmas, Rumah Sakit serta laboratorium kesehatan swasta sampai ke

laboratorium rujukan uji silang di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan

Pusat. Kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas diagnostik malaria telah

dilaksanakan sepanjang tahun 2019, antara lain:

1) Workshop Jejaring Laboratorium Pemeriksa Malaria Nasional.

2) Pertemuan Jejaring dan Laboratorium Rujukan Nasional Pemeriksa

Malaria.

3) Pelatihan Manajemen Quality Assurance Laboratorium Malaria

sebanyak 2 angkatan.

4) Penyusunan Pedoman Quality Assurance Laboratorium Malaria.

2) Tatalaksana Kasus Malaria

Kementerian Kesehatan telah merekomendasikan pengobatan malaria

menggunakan obat pilihan yaitu kombinasi derivate artemisinin dengan obat

anti malaria lainnya yang biasa disebut dengan Artemisinin based

Combination Therapy (ACT). ACT merupakan obat yang paling efektif untuk

membunuh parasit sedangkan obat lainnya seperti klorokuin telah resisten.

Pada tahun 2019 telah ditetapkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran

Tata Laksana Malaria dalam bentuk Keputusan Menkes RI Nomor

HK.01.07/Menkes/556/2019. Berdasarkan Kepmenkes tersebut juga

diterbitkan buku pedoman tata laksana kasus malaria sesuai dengan

perkembangan terkini dan hasil riset mutakhir. Adapun penggunaan ACT

harus berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, sebagai salah satu

upaya mencegah terjadinya resistensi.

Pencegahan resistensi dilakukan juga dengan monitoring efikasi obat anti

malaria. Tahun 2019 bekerjasama dengan B/BTKL, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia dan lembaga Eijkman di beberapa daerah yang

representatif. Salah satu pilar untuk mencapai eliminasi malaria adalah

menjamin universal akses dalam pencegahan, diagnosis dan pengobatan,

sehingga diperlukan keterlibatan semua sektor terkait termasuk swasta.

Kegiatan yang telah dilakukan dalam mendukung kualitas tatalaksana

malaria tahun 2019 yakni Pertemuan Penyusunan Pedoman Surveilans

Plasmodium Knowlesi di Indonesia.

3) Surveilans Malaria

Surveilans merupakan kegiatan penting dalam upaya eliminasi, karena salah

satu syarat eliminasi adalah pelaksanaan surveilans yang baik untuk

mengidentifikasi daerah atau kelompok populasi yang berisiko malaria dan

melakukan perencanaan sumber daya yang diperlukan untuk pengendalian

malaria. Kegiatan surveilans malaria dilaksanakan sesuai dengan tingkat

Page 45: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

37 |

endemisitas. Daerah yang telah masuk pada tahap eliminasi dan

pemeliharaan harus melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap setiap

kasus positif malaria sebagai upaya kewaspadaan dini kejadian luar biasa

malaria dengan melakukan pencegahan terjadinya penularan.

Berikut beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam mendukung kegiatan

surveilans, sistem informasi dan monitoring dan evaluasi malaria:

a. Pertemuan Validasi Data Program Malaria Tahun 2018 dan Evaluasi

Sismal Versi 2;

b. Pertemuan Evaluasi Tahun 2018 dan Perencanaan Tahun 2019

Program Malaria Tingkat Nasional;

c. Pertemuan Monitoring dan Evaluasi Percepatan Eliminasi Malaria di

Wilayah Jawa;

d. Workshop Penanggulangan Malaria di Wilayah Khusus Tahun 2019;

e. Workshop Evaluasi Pelaksanaan Surveilans Migrasi Malaria di KKP dan

Fasyankes;

f. Workshop Evaluasi Penanganan KLB Malaria dan Bencana di Daerah

Reseptif/Endemis Malaria Tahun 2014-2019;

g. Penyusunan Update Petunjuk Teknis Penyelidikan Epidemiologi Kasus

dan Fokus Malaria Tahun 2019;

h. Pertemuan Review Program Malaria;

i. Pertemuan Penyusunan Rencana Aksi Malaria Tahun 2020-2024.

Gambar 3.7 Pertemuan Penyusunan Rencana Aksi Malaria Tahun 2020-2024

4) Pengendalian Vektor Malaria

Sampai saat ini nyamuk Anopheles telah dikonfirmasi menjadi vektor malaria

di Indonesia sebanyak 25 jenis (species). Jenis intervensi pengendalian

vektor malaria dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain memakai

kelambu berinsektisida (LLINs = Long lasting insecticide nets), melakukan

Page 46: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

38 |

penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS = Indoor Residual

Spraying), melakukan larviciding, melakukan penebaran ikan pemakan larva,

dan pengelolaan lingkungan.

Penggunaan kelambu berinsektisida merupakan cara perlindungan dari

gigitan nyamuk anopheles. pembagian kelambu ke masyarakat dilakukan

dengan 2 metode, yaitu pembagian secara massal (mass campaign) dan

pembagian rutin. Pembagian secara massal dilakukan pada

daerah/kabupaten/kota endemis tinggi dengan cakupan minimal 80%.

Pembagian ini diulang setiap 3 tahun, jika belum ada penurunan tingkat

endemisitas. Pembagian kelambu secara rutin diberikan kepada ibu hamil

yang tinggal di daerah endemis tinggi. Kegiatan ini bertujuan untuk

melindungi populasi prioritas, yaitu ibu hamil dari risiko penularan malaria.

Selain itu, pembagian kelambu juga dilakukan pada daerah yang terkena

bencana.

5) Promosi, Advokasi dan kemitraan dalam upaya pengendalian malaria

Sosialisasi pentingnya upaya pengendalian malaria merupakan hal yang

penting dengan sasaran pengambil kebijkan, pelaksana teknis dan

masyarakat luas. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada

masyarakat luas dilakukan dengan membuat Iklan Layanan Masyarakat

(ILM) mengenai Malaria. Beberapa kegiatan selama Tahun 2019 dalam

mendukung promosi, advokasi dan kemitraan dalam upaya pengendalian

malaria antara lain Pertemuan Reorientasi Eliminasi Malaria Wilayah

Pembebasan, Peringatan Hari Malaria Sedunia Tahun 2019 dan Pertemuan

Review Forum Nasional Gebrak Malaria (FNGM) Komisi Ahli Malaria.

g. Kendala/Masalah yang dihadapi

Kegiatan pencegahan dan pengendalian malaria di Indonesia telah mencapai

target yang ditetapkan, namun masih terdapat permasalahan yang menjadi

tantangan seperti:

1) Disparitas angka kejadian malaia antara wilayah Kawasan Timur Indonesia

khususnya Papua dengan wilayah lainnya.

2) Akses dan cakupan layanan baik Rumah Sakit, klinik, DPS pada remote

area masih belum memadai.

3) Pengendalian resistensi Obat Anti Malaria (OAM) dengan prinsip one gate

policy, reserve drug policy dan free market control belum optimal.

4) Rujukan layanan dan jejaring tatalaksana belum optimal.

5) Manajemen ketersediaan OAM belum optimal.

6) Pengawasan penggunaan kelambu masih kurang adekuat, daerah belum

melakukan pengawasan penggunaan kelambu.

7) Migrasi penduduk mempengaruhi potensi penyebaran malaria.

8) Didaerah endemis rendah banyak terdapat daerah fokus malaria yang sulit

(tambang liar, illegal logging, perkebunan illegal, tambak terbengkelai)

9) Ketepatan dan kelengkapan pelaporan yang belum optimal

Page 47: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

39 |

10) Belum semua daerah pembebasan dan pemeliharaan mempunyai

pemetaan daerah focus

h. Pemecahan Masalah

Beberapa permasalahan yang disebutkan diatas memerlukan pemecahan

masalah sehingga kegiatan dapat berjalan efektif dan efisien dan indikator dapat

dicapai. Berikut ini beberapa pemecahan masalah yang dilakukan:

1) Peningkatan akses layanan malaria yang bermutu.

- Desentralisasi pelaksanaan program oleh Kab/kota.

- Integrasi kedalam layanan kesehatan primer.

- Penemuan dini dengan konfirmasi dan pengobatan yang tepat sesuai

dengan standar dan pemantauan kepatuhan minum obat.

- Penerapan sistem jejaring public-privite mix layanan malaria.

2) Pencegahan dan pengendalian vektor terpadu.

3) Intervensi kombinasi (LLIN, IRS, Larvasida, pengelolaan lingkungan,

personal protection, profilaksis) dengan berbasis bukti melalui pendekatan

kolaboratif.

4) Pemantauan efektifitas dan resistensi OAM.

5) Penguatan surveilans termasuk surveilans migrasi, Sistem Kewaspadaan

Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) dan penanggulangan KLB.

6) Sosialisasi penggunaan dana yang bisa dimanfaatkan untuk Penyelidikan

Epidemiologi baik Dana Dekonsentrasi, DAK non fisik, APBD, Global Fund,

Dana Desa, dan Dana Kapitasi.

7) Terdapat tenaga pendamping dari UNICEF dan WHO untuk Dinas

Kesehatan Kab/kota dalam mempercepat penurunan kasus dan

mempercepat eliminasi malaria khususnya Kab/Kota endemis tinggi

sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia.

8) Peningkatan akses layanan malaria pada daerah sulit dan populasi khusus

seperti penambang illegal, pekerja pembalakan liar, perkebunan illegal dan

suku asli yang hidup di hutan.

9) Menjaga daerah yang telah mendapat sertifikat tidak terjadi penularan

kembali.

10) Pengembangan SISMAL V2 online dan sosialiasi sampai tingkat fasyankes.

11) Pelatihan Penyelidikan Epidemiologi termasuk pelatihan pemetaan GIS,

pengembangan pemetaan fokus di aplikasi SISMAL V2.

12) Membuat surat edaran menteri untuk Bupati di wilayah-wilayah tersebut,

membuat permodelan penanggulangan malaria di daerah outdoor

transmission dengan adanya mobile migrant population.

4. Jumlah Provinsi dengan eliminasi kusta sebesar 34 Provinsi

a. Penjelasan Indikator

Eliminasi merupakan upaya pengurangan terhadap penyakit secara

berkesinambungan di wilayah tertentu sehingga angka kesakitan penyakit

tersebut dapat ditekan serendah mungkin agar tidak menjadi masalah kesehatan

Page 48: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

40 |

di wilayah yang bersangkutan. Eliminasi kusta berarti angka prevalensi

<1/10.000 penduduk. Secara nasional, Indonesia telah mencapai eliminasi sejak

tahun 2000, sedangkan eliminasi tingkat Provinsi ditargetkan dapat dicapai pada

tahun 2019.

b. Definisi operasional

Jumlah Provinsi dengan eliminasi kusta adalah jumlah provinsi yang mempunyai

angka prevalensi kurang dari 1 kasus per 10.000 penduduk pada tahun tertentu.

c. Rumus/cara perhitungan

Akumulasi jumlah Provinsi yang telah mencapai eliminasi kusta (angka

prevalensi <1/10.000 penduduk) pada tahun tertentu. Sedangkan rumus

menghitung angka prevalensi adalah sebagai berikut:

Prevalensi Kusta =

Jumlah kasus kusta terdaftar akhir tahun

x 10.000 penduduk Jumlah penduduk pada tahun

tersebut

Pembilang (nominator) adalah jumlah kasus terdaftar pada suatu provinsi di akhir

tahun, sedangkan penyebut (denominator) adalah jumlah penduduk pada tahun

tersebut.

d. Capaian indikator

WHO telah menerbitkan strategi global terbaru dalam “The Global Leprosy

Strategy 2016-2020, Accelerating towards a Leprosy-Free World” yang memuat

visi, misi, target dan komponen dari strategi global tersebut untuk dapat diadopsi

oleh negara-negara di dunia. Laporan WHO dalam Weekly Epidemiological

Record Tahun 2019 menyatakan bahwa hingga tahun 2018 Indonesia masih

menempati peringkat ketiga penyumbang kasus kusta baru terbanyak di dunia

setelah India dan Cina, dengan jumlah kasus baru mencapai 17.017 kasus (8,2%

kasus dunia). Dari total 159 negara yang melaporkan situasi kusta, tercatat

sebanyak 208.619 kasus baru (NCDR = 2,74 per 100.000 penduduk). Secara

global, jumlah kasus baru yang ditemukan mengalami penurunan sebesar 15%

pada 10 tahun terakhir.

Di Indonesia, ditetapkan indikator dalam RAP yakni Provinsi dengan Eliminasi

Kusta dengan target 34 provinsi mencapai eliminasi pada akhir tahun 2019.

Capaian target tersebut pada tahun 2019 hanya tercapai 26 Provinsi sehingga

capaian kinerja sebesar 76,5%. Bila dibandingkan capaian tahun 2015-2019,

maka selama 3 tahun terakhir, indikator tersebut tidak mencapai target, seperti

dalam grafik berikut ini:

Page 49: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

41 |

Grafik 3.9

Target dan Capaian Jumlah Provinsi dengan Eliminasi Kusta

Tahun 2014-2019

Sumber data : Laporan rutin Subdit PTML Tahun 2019

Gambar 3.8

Peta Eliminasi Kusta Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 2017 – 2019

Sumber data : Laporan rutin Subdit PTML Tahun 2019

Page 50: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

42 |

Bila dibandingkan capaian indikator pada periode tahun 2015-2019, target tahun

2015-2016 telah tercapai tetapi target tahun 2017-2019 tidak tercapai, meskipun

demikian terjadi peningkatan capaian jumlah provinsi dengan eliminasi kusta dari

25 Provinsi pada tahun 2018 menjadi 26 Provinsi pada tahun 2019, dengan

penambahan provinsi Sulawesi Tenggara yang mencapai eliminasi kusta. Hal

tersebut terjadi karena adanya peningkatan kasus baru kusta akibat masifnya

penemuan kasus dimasyarakat. Pemerintah dan Lintas Sektor sangat berperan

khususnya dalam pengalokasian sumber daya. Dari peta diatas terlihat bahwa

ada penambahan pencapaian status eliminasi tingkat provinsi tahun 2019

dibanding dengan pencapaian tahun 2018 dan masih terdapat 8 Provinsi yang

belum mencapai eliminasi yakni Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi

Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Selain menjadi indikator RAP Ditjen P2P, indikator jumlah Provinsi dengan

eliminasi kusta juga merupakan indikator RPJMN dan Renstra Kementerian

Kesehatan. Karena indikator provinsi dengan eliminasi kusta merupakan

indikator yang dinilai berdasarkan data tahunan, maka digunakan indikator

komposit lain yang dapat memberikan gambaran terhadap perkembangan

pencapaian indikator utama yakni indikator proporsi penemuan kasus kusta baru

tanpa cacat. Pencapaian indikator ini memiliki kecenderungan peningkatan dari

tahun ke tahun yakni tercapai 78,1% pada tahun 2015 menjadi 85,9% pada

triwulan III tahun 2019. Tingginya proporsi cakupan penemuan kasus baru tanpa

cacat mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan penemuan kasus secara

dini. Dengan ditemukan secara dini, penderita kusta dapat segera mendapatkan

pengobatan secara tepat dan mata rantai penularan dapat terputus. Hal tersebut

dapat mempengaruhi pencapaian status eliminasi di tingkat provinsi maupun

kabupaten.

Grafik 3.10

Proporsi Penemuan Kasus Kusta Baru Tanpa Cacat

Tahun 2014 – 2019

Sumber data : Laporan rutin Subdit PTML Tahun 2019, data triwulan III

Page 51: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

43 |

Pada akhir tahun 2018, sebanyak 184.212 kasus terdaftar masih dalam

pengobatan (prevalence rate = 0,24 per 10.000 penduduk). Sebanyak 11.323

kasus baru dengan cacat tingkat 2 ditemukan (90,2%). Penurunan persentase

kasus baru dengan cacat tingkat 2 terlihat di seluruh wilayah di dunia yang

mengindikasikan peningkatan kegiatan deteksi dini kasus. Strategi global terbaru

menetapkan target 0 kasus anak dengan cacat tingkat 2 pada tahun 2020

sebagai indikator adanya transmisi penularan di masyarakat. Sebanyak 16.013

kasus baru anak ditemukan di seluruh dunia, 350 kasus diantaranya merupakan

kasus anak dengan cacat tingkat 2.

e. Analisa penyebab kegagalan

Status eliminasi kusta adalah status yang dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai

hal. Hal utama adalah masih adanya kasus tersembunyi di masyarakat yang

kemudian ditemukan dan menjadi kasus terdaftar dalam pengobatan. Untuk

dapat memutuskan transmisi kasus di masyakat, seluruh sumber transmisi harus

dapat ditemukan sedini mungkin dan mendapatkan pengobatan secara tepat.

Dengan demikian, angka penemuan kasus baru dapat ditekan serendah mungkin

pada beberapa waktu ke depan. Pemerintah Indonesia memberikan perhatian

yang lebih besar terhadap beberapa Penyakit Tropis Terabaikan dalam beberapa

tahun terakhir, terutama dengan penetapan program Pencegahan dan

Pengendalian Kusta (P2 Kusta) sebagai salah satu program prioritas nasional

(Pro PN) pada tahun 2017. Penjabaran komitmen tersebut berupa pengalokasian

dana pusat dan dekonsentrasi untuk kegiatan advokasi penguatan komitmen

pemerintah daerah, sosialisasi ke masyarakat umum, pelatihan petugas,

kampanye penurunan stigma hingga intensifikasi penemuan kasus kusta yang

dilakukan secara aktif dan berkelanjutan dalam beberapa tahun terakhir. Upaya-

upaya tersebut berpengaruh pada peningkatan penemuan sumber penularan

yang selama ini tersembunyi di masyarakat, sehingga status eliminasi kusta tidak

tercapai di beberapa provinsi.

Pada daerah-daerah yang memiliki banyak lokus kusta, sumber penularan

diharapkan dapat ditemukan sebanyak-banyaknya. Kasus baru akan meningkat

secara signifikan hingga akhirnya mencapai puncak dan mengalami penurunan

yang konsisten karena pelaksanaan surveilans yang komprehensif dan

berkesinambungan. Tingginya angka prevalensi dipengaruhi oleh jumlah kasus

yang masih terdaftar menerima pengobatan di akhir tahun. Pasien kusta

seharusnya menghabiskan waktu 6-12 bulan untuk menjalani pengobatan kusta

sesuai dengan tipe kusta yang diderita. Semakin banyak pasien tidak

menyelesaikan pengobatan secara tepat waktu, semakin banyak penderita

terdaftar pada akhir tahun Penyebab keterlambatan ini antara lain masih adanya

stigma yang menyebabkan pasien enggan mengambil obat secara rutin,

kesulitan akses menuju fasyankes, kondisi penyakit memburuk akibat penyakit

akibat reaksi kusta dan lainnya. Keterlambatan dalam penyelesaian pengobatan

mengakibatkan tingginya prevalensi yang mengarah pada tidak tercapainya

status eliminasi.

Page 52: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

44 |

f. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1) Sebagian besar anggaran program P2 Kusta dialihkan menjadi dana

dekonsentrasi bagi 34 provinsi. Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan

adalah advokasi dan sosialisasi bagi LP/LS, pelatihan singkat bagi petugas,

pelaksanaan intensifikasi penemuan kasus kusta dan frambusia di

kabupaten/kota endemis, survei desa, pertemuan monitoring evaluasi dan

validasi kohort tingkat provinsi, peningkatan kapasitas petugas, dokter

puskesmas dan petugas laboratorium.

2) Intensifikasi Penemuan Kasus Kusta dan Frambusia (Intensified Case

Finding/ ICF). Kegiatan terdiri dari pelaksanaan kegiatan oleh

kabupaten/kota endemis kusta pada daerah Papua dan Non Papua dengan

menggunakan dana dekonsentrasi dan pendampingan pelaksanaan oleh tim

pusat menggunakan dana APBN. Pelaksanaan penemuan kasus difokuskan

pada daerah lokus kusta dengan tujuan untuk meningkatkan penemuan

kasus kusta secara dini.

Gambar 3.9

Intensifikasi Penemuan Kasus Kusta dan Frambusia di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua

3) Pelatihan Nasional Pemegang Program P2 Kusta dan Frambusia

terakreditasi yang diselenggarakan sebanyak 5 batch, dilakukan terutama

untuk mengatasi permasalahan tingginya mutasi pengelola program kusta

dan frambusia di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

4) Penerbitan Permenkes No. 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta

sebagai dasar hukum dan pedoman pelaksanaan program pencegahan dan

penanggulangan kusta di Indonesia, termasuk payung hukum pelaksanaan

kegiatan inovasi kemoprofilaksis.

5) Penerbitan Kepmenkes RI No. HK.01.07/MENKES/308/2019 tentang

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Kusta yang

memuat tentang petunjuk manajemen kasus kusta bagi dokter dan dokter

spesialis di UKP dan standardisasi nasional tatalaksana kasus kusta.

Page 53: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

45 |

6) Menyelenggarakan kegiatan Gerakan Masyarakat Kampanye Eliminasi

Kusta dan Frambusia bersama mitra pemerintah yang membawahi bidang

kesehatan. Kegiatan ini dilaksanakan di 3 kabupaten/kota terpilih, yaitu

Lembata, Manggarai, dan Flores Timur, dengan tujuan untuk melakukan

advokasi dan sosialisasi program kusta kepada pimpinan setempat serta

Lintas Program dan Lintas Sektor untuk mendapatkan dukungan kebijakan

dan kemitraan daerah.

7) Menyelenggarakan Pertemuan Evaluasi Program dan Validasi Data Kohort

Nasional P2 Kusta dan Frambusia yang bertujuan melakukan monitoring dan

evaluasi program yang dilaksanakan oleh provinsi di Indonesia serta

melakukan validasi dan finalisasi data tahun 2019.

Gambar 3.10 Pertemuan Evaluasi Program dan Validasi Data Kohort Nasional P2

Kusta dan Frambusia Tahun 2019

8) Menyusun draft petunjuk teknis Drugs Resistance Surveillance, Petunjuk

Teknis Kemoprofilaksis, Petunjuk Teknis Surveilans Kusta, serta revisi modul

dan akreditasi pelatihan pengelola program di fasyankes.

9) Menyelenggarakan Pertemuan Pemberian Obat Pencegahan Kusta

terhadap kelompok berisiko untuk mengevaluasi kegiatan kemoprofilaksis

yang telah dilaksanakan beberapa tahun terakhir dan melakukan koordinasi

persiapan untuk perluasan pelaksanaan di daerah lain di Indonesia.

10) Perluasan daerah dan sasaran pengobatan pencegahan kusta

(kemoprofilaksis) ke beberapa kabupaten/kota endemis tinggi kusta.

Page 54: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

46 |

11) Monitoring pasca pelatihan untuk menilai efektivitas pelatihan yang telah

diselenggarakan serta mengevaluasi keterampilan tatalaksana kasus dan

manajemen program dari pengelola program.

12) Melanjutkan pengembangan sistem informasi online kusta dan frambusia

bagi kemudahan pencatatan dan pelaporan program di fasyankes.

13) Mengembangkan kegiatan inovasi berupa pelatihan jarak jauh (e-learning),

pilot pengembangan kemoprofilaksis plus pemeriksaan serologi, dan

pengembangan skin-apps.

g. Kendala/masalah yang dihadapi

1) Di banyak kabupaten/kota kantong sekalipun, kusta tidak dipandang sebagai

prioritas masalah kesehatan masyarakat. Hal ini berakibat sebagian besar

wilayah kantong kusta tidak mendapat dukungan lintas program dan sektor

dalam program.

2) Masih tingginya transmisi kusta di masyarakat.

3) Angka mutasi petugas kesehatan yg cukup tinggi menyebabkan program

pencegahan dan pengendalian kusta di daerah berjalan kurang maksimal.

4) Masih adanya stigma, baik self-stigma pada penderita kusta maupun stigma

pada masyarakat dan keluarga penderita akibat kurangnya pengetahuan dan

pemahaman terhadap penyakit kusta. Hal tersebut dapat menghambat

penemuan kasus dan menghambat penderita untuk mencari pengobatan

sedini mungkin.

5) Sebagian besar daerah kantung kusta berada di lokasi yang sulit dijangkau,

menyebabkan sulitnya pencarian kasus dan akses masyarakat menuju

pelayanan kesehatan

6) Belum maksimalnya kemitraan dengan organisasi profesi, RS dan praktek

dokter swasta dalam menciptakan pelayanan kusta yang komprehensif dan

terstandar

7) Pada beberapa daerah endemis rendah, rendahnya kesadaran dan

pengetahuan tentang kusta pada petugas dan masyarakat, serta surveilans

tidak berjalan dengan adekuat, mengakibatkan terjadinya keterlambatan

penemuan kasus.

8) Data final program P2 Kusta tahun 2019 belum tersedia dan penilaian status

eliminasi kusta belum dapat dilakukan karena laporan dari provinsi belum

lengkap.

h. Pemecahan Masalah

1) Meningkatkan kegiatan advokasi dan sosialisasi program terhadap

pemangku kepentingan terkait agar dapat meningkatkan komitmen dalam

pencapaian eliminasi kusta.

2) Memperluas cakupan kegiatan pelaksanaan intensifikasi penemuan kasus

kusta secara aktif.

3) Menganggarkan dan melaksanakan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan

secara rutin.

Page 55: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

47 |

4) Meningkatkan kegiatan promosi serta penyebaran media KIE kepada

penderita, keluarga penderita, dan masyarakat dalam rangka menurunkan

stigma kusta di masyarakat.

5) Sosialisasi Permenkes No. 11 Tahun 2019 tetang Penanggulangan Kusta

dan Kepmenkes RI No. HK.01.07/MENKES/308/2019 tentang Pedoman

Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana Kusta.

6) Memperluas sasaran pengobatan pencegahan kusta (kemoprofilaksis),

terutama di daerah endemis lokus kusta.

7) Meningkatkan integrasi program dengan penyakit lain, misalnya kusta-

frambusia, kusta-filariasis, kusta-ispa, dan lain-lain.

8) Memperkuat jejaring kemitraan dengan lintas program, lintas sektor,

organisasi profesi agar memperoleh dukungan dalam pelaksanaan program

sesuai dengan tupoksi masing-masing.

9) Mendorong daerah endemis rendah agar terus melakukan surveilans kasus

kusta secara aktif dengan tetap memperhatikan kejadian kasus kusta pada

anak dan kasus cacat.

10) Melaksanakan pengembangan kegiatan inovasi seperti pengembangan

pelatihan e-learning, pilot pengembangan kemoprofilaksis plus pemeriksaan

serologi, pengembangan dan skin-apps.

5. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi filariasis sebesar 35 kab/kota

a. Penjelasan Indikator

Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia ikut serta dalam Kesepakatan

Global yang ditetapkan oleh WHO untuk mengeliminasi Filariasis. Pemberian

obat pencegahan massal (POPM) Filariasis adalah kegiatan utama dari program

eliminasi Filariasis untuk mencapai goal eliminasi Filariasis dengan tujuan

memutuskan rantai penularan filariasis. Indonesia telah menetapkan sebanyak

236 kabupaten/kota dari total 514 kabupaten/kota adalah daerah endemis

filariasis. Sesuai dengan Permenkes No. 94 Tahun 2014 yang dimaksud dengan

kabupaten/kota dengan eliminasi Filariasis adalah kabupaten/kota yang

berdasarkan hasil survei ulang evaluasi kedua menunjukkan tidak terjadi

penularan sehingga dapat dinyatakan sebagai wilayah eliminasi Filariasis.

Dalam pengendalian Filariasis, sebelum suatu kabupaten/kota dinilai tingkat

transmisi filariasisnya, kabupaten/kota tersebut harus telah selesai

melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis pada

seluruh penduduk sasaran di kabupaten/kota tersebut selama minimal 5 tahun

berturut-turut dengan cakupan pengobatan minimal 65% dari total jumlah

penduduk. Kemudian setelah 6 bulan dari pelaksanaan POPM Filariasis Tahun

ke-5, maka dilaksanakan survei evaluasi prevalensi mikrofilaria. Jika hasil survei

menunjukkan prevalensi angka mikrofilaria <1% pada kabupaten/kota tersebut

maka dilaksanakan survei evaluasi penularan (Transmission Assessment

Survey/TAS) Filariasis. tetapi jika gagal maka kabupaten/kota tersebut harus

melaksanakan POPM Filariasis kembali selama 2 tahun. Jika kabupaten/kota

Page 56: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

48 |

tersebut berhasil lulus dalam survei evaluasi penilaian filariasis tahap ke dua

maka daerah tersebut dinilai berhasil mencapai eliminasi filariasis.

b. Definisi operasional

Indikator jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi Filariasis dihitung dari jumlah

akumulasi kab/kota yang berhasil lulus dalam survei evaluasi penilaian penularan

filariasis tahap kedua.

c. Rumus/cara perhitungan

Akumulasi jumlah kab/kota dengan eliminasi filariasis

d. Capaian indikator

Pada tahun 2019 dari target jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi filariasis

sebanyak 35 kabupaten/kota, telah berhasil tercapai sebanyak 56

kabupaten/kota atau dengan pencapaian kinerja sebesar 160% seperti yang

terlihat dalam grafik dibawah ini.

Grafik 3.11 Jumlah Kabupaten/kota dengan Eliminasi Filariasis

Tahun 2015-2019

Sumber data : Laporan Subdit Filariasis dan Kecacingan Tahun 2019

Pada grafik di atas, terjadi peningkatan jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi

filariasis dari tahun 2015-2019. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya

komitmen kabupaten/kota dalam melaksanakan program pengendalian Filariasis

melalui Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis selama minimal 5

tahun berturut-turut sehingga angka target jumlah kabupaten/kota dengan

eliminasi filariasis dapat tercapai. Dalam pengendalian Filariasis, sebelum suatu

kabupaten/kota dinilai dapat mencapai eliminasi filariasis, kabupaten/kota tersebut

harus melaksanakan POPM Filariasis pada seluruh penduduk sasaran di

kabupaten/kota tersebut usia 2-70 tahun selama minimal 5 tahun berturut-turut

dengan cakupan pengobatan minimal 65% dari total jumlah penduduk. Kemudian

Page 57: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

49 |

dilaksanakan survey evaluasi penularan filariasis untuk menilai apakah masih

terjadi penularan pada daerah tersebut. jika hasil survei menunjukkan tidak terjadi

penularan maka POPM Filariasis tetap dihentikan dan dilakukan survey ulang

penularan filariasis kembali setelah 2 (dua) tahun berikutnya. Berdasarkan uraian

tersebut, keberhasilan penurunan angka mikrofilaria sangat bergantung pada

partisipasi masyarakat untuk minum obat filariasis. Adapun jumlah dan persentase

capaian kabupaten/kota dengan eliminasi filariasis tahun 2019 adalah sebagai

berikut:

Tabel 3.4 Jumlah Kabupaten/Kota dengan Eliminasi Filariasis

Tahun 2019

No Provinsi Jumlah Kab/Kota

Endemis Filariasis Jumlah Kab/Kota

Eliminasi Filariasis % Capaian

1 Aceh 12 2 16.7%

2 Sumatera Utara 9 5 55.6%

3 Sumatera Barat 10 6 60.0%

4 Riau 10 5 50.0%

5 Jambi 5 1 20.0%

6 Sumatera Selatan 9 0 0.0%

7 Bengkulu 5 0 0.0%

8 Lampung 1 0 0.0%

9 Kep. Bangka Belitung 7 5 71.4%

10 Kep. Riau 3 0 0.0%

11 Jawa Barat 11 6 54.5%

12 Jawa Tengah 9 0 0.0%

13 Banten 5 5 100.0%

14 Nusa Tenggara Timur 18 2 11.1%

15 Kalimantan Barat 9 0 0.0%

16 Kalimantan Tengah 11 3 27.3%

17 Kalimantan Selatan 8 1 12.5%

18 Kalimantan Timur 6 0 0.0%

19 Kalimantan Utara 4 0 0.0%

20 Sulawesi Tengah 9 2 22.2%

21 Sulawesi Selatan 4 2 50.0%

22 Sulawesi Tenggara 12 3 25.0%

23 Gorontalo 6 4 66.7%

24 Sulawesi Barat 4 1 25.0%

25 Maluku 8 0 0.0%

26 Maluku Utara 6 1 16.7%

27 Papua 23 2 8.7%

28 Papua Barat 12 0 0.0%

INDONESIA 236 56 23.7%

Sumber data : Laporan Subdit Filariasis dan Kecacingan Tahun 2019

Page 58: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

50 |

Dari tabel diatas terdapat 28 Provinsi yang memiliki Kab/Kota dengan endemis

filariasis sedangkan 6 Provinsi lainnya merupakan daerah non endemis filariasis

yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan

Sulawesi Utara. Beberapa Provinsi yang memiliki Kabupaten/Kota endemis

filariasis dengan capaian 0% atau dibawah 100% berarti Kab/Kota tersebut

masih melaksanakan POPM Filariasis atau sudah masuk tahap surveilans tetapi

belum lulus Transmission Assessment Survey (TAS) 2. Disparitas capaian pada

setiap Provinsi terjadi karena beberapa Kab/Kota telah memulai pelaksanaan

POPM filariasis lebih awal dan telah lulus evaluasi.

e. Analisa penyebab keberhasilan

Tercapainya target indikator jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi filariasis

pada tahun 2019, dipengaruhi oleh komitmen pusat untuk menyediakan logistik,

anggaran, legal aspek, serta asistensi teknis dalam penanggulangan filariasis

sehingga dapat meningkatkan komitmen Pemerintah daerah dan partisipasi

masyarakat dalam penanggulangan Filariasis di daerah endemis melalui

Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis selama 5 tahun berturut-

turut dengan cakupan > 65% sehingga dapat memutus rantai penularan.

Sebelum tahun 2015 cakupan POPM Filariasis di beberapa kabupaten/kota

sangat rendah. Upaya percepatan eliminasi Filariasis ini dimulai dengan

Pencanangan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA) pada tanggal 1 Oktober

2015 oleh Menteri Kesehatan RI di Cibinong Kabupaten Bogor. Dengan

pencanangan tersebut, maka menjadikan bulan Oktober tahun 2015-2019

sebagai “Bulan Pelaksanaan Eliminasi Kaki Gajah”, dengan harapan bahwa

adanya bulan POPM Filariasis tersebut akan memacu seluruh lapisan

masyarakat dari pusat hingga daerah tergerak dengan serempak mendukung

POMP Filariasis di wilayahnya, seiring dengan pemahaman yang semakin tinggi

terhadap pentingnya program pengendalian filariasis di Indonesia. Upaya

tersebut sesuai dengan hasil penelitian para ahli yang menunjukkan bahwa

cakupan minum obat yang efektif dapat menurunkan angka mikrofilaria.

Pembangunan fisik dan perkembangan di daerah-daerah endemis yang semakin

meningkat juga mempengaruhi keberhasilan eliminasi filariasis karena dapat

mengurangi tempat-tempat perindukan nyamuk vektor filariasis.

f. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1. Bulan Eliminasi Kaki Gajah (Belkaga)

Salah satu upaya strategis yang dilakukan untuk meningkatkan cakupan

pemberian obat massal pencegahan (POPM) filariasis adalah dengan

menjadikan bulan Oktober sebagai “Bulan Eliminasi Kaki Gajah

(BELKAGA)”. Bulan Eliminasi Kaki Gajah dilaksanakan pada Bulan Oktober.

Dengan adanya program Belkaga diharapkan seluruh lapisan masyarakat

dari pusat hingga daerah tergerak dengan serempak mendukung POMP

Filariasis di wilayahnya, seiring dengan pemahaman masyarakat yang

semakin tinggi terhadap pentingnya program pengendalian filariasis di

Indonesia. Pada tahun 2019 telah dilaksanakan pencanangan Belkaga

Page 59: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

51 |

Tingkat Nasional oleh Menteri Kesehatan RI di Kab. Malaka, Nusa Tenggara

Timur pada tanggal 4 Oktober 2019.

Gambar 3.11

Pemberian Serifikat Eliminasi Filariasis oleh Menteri Kesehatan RI

2. Advokasi dan sosialisasi Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)

Filariasis secara intensif.

Sosialisasi POPM Filariasis secara aktif dan intensif dilaksanakan kepada

Lintas Sektor dan Lintas Program terkait serta seluruh lapisan masyarakat

untuk meningkatkan cakupan dalam minum obat pencegahan Filariasis.

Penyebarluasan informasi kepada masyarakat dilaksanakan melalui media

cetak (leaflet, spanduk, banner) maupun media elekronik (Iklan Layanan

Masyarakat) baik di radio maupun televisi.

3. Monitoring dan Evaluasi dalam rangka Eliminasi Filariasis.

Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan untuk memantau proses

pada tahap persiapan dan pemberian obat pencegahan massal filariasis

serta mengevaluasi hambatan dan tantangan dalam pengendalian Filariasis.

Kegiatan ini juga bertujuan untuk melihat apakah angka mikrofilaria pada

kabupaten/kota endemis filariasis berhasil diturunkan menjadi < 1% setelah

POPM Filariasis selama 5 tahun. Kegiatan ini dilaksakan melalui:

- Bimbingan teknis dalam rangka penanggulangan filariasis.

- Koordinasi LS/LP dalam rangka penguatan program pengendalian

Filariasis.

- Koordinasi National Task Force Filariasis (NTF) dan Komite Ahli

Pengobatan Filariasis (KAPFI)

- Survey cakupan pasca POPM filariasis.

- Pencegahan Dini/ Penanggulangan Kejadian Ikutan Minum Obat

(POPM) Filariasis dan Kecacingan terpadu.

- Pertemuan persiapan implementasi regimen tiga obat (Ivermectin, DEC,

dan Albendazole).

- Pertemuan pencatatan dan pelaporan tatalaksana kasus filariasis.

Page 60: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

52 |

4. Surveilans Pasca POPM Filariasis

Surveilans merupakan tahap yang paling penting dalam melaksanakan

eliminasi filariasis. Setelah dilaksanakan POPM Filariasis selama 5 tahun

pada kabupaten/kota endemis filariasis dievaluasi melalui survei evaluasi

mikrofilaria untuk melihat apakah kabupaten/kota endemis filariasis berhasil

menurunkan angka mikrofilaria rate <1%. Setelah itu dilaksanakan survei

evaluasi penularan filariasis untuk melihat apakah masih terjadi penularan

pada daerah tersebut serta menentukan apakah suatu kabupaten/kota dapat

menghentikan kegiatan POPM Filariasis atau masih harus melanjutkan

kegiatan POPM Filariasis sebelum ditetapkan sebagai daerah eliminasi

filariasis.

5. Pengadaan bahan-bahan KIE dan bahan survei filariasis. Sebagai sarana

komunikasi, informasi, dan edukasi terhadap masyarakat terkait Filariasis

maka telah dilaksanakan pengadaan berupa leaflet, poster, spanduk POPM,

roll banner, buku kader, buku Permenkes filariasis, serta komik bahaya dan

pentingnya mencegah filariasis. Dalam rangka mendukung pelaksanaan

evaluasi prevalensi mikrofilaria dan evaluasi penularan filariasis di

kabupaten/kota yang telah memasuki tahap surveilans, maka telah

dilaksanakan pengadaan bahan-bahan survei diantaranya FTS, Lancet, kit

surveyor, dan bahan pewarnaan.

6. Distribusi obat dan logistik ke daerah. Pengadaan bahan-bahan KIE, logistik

dan serta obat donasi yang telah diserahterimakan di Pusat harus segera

dapat didistribusikan ke daerah sesuai perencanaan sebelumnya sehingga

bisa dioptimalkan dalam melaksanakan kegiatan pengendalian filariasis.

g. Kendala/Masalah yang dihadapi

1) Kurangnya partisipasi masyarakat dalam minum obat sehingga cakupan

POPM Filariasis masih dibawah target (< 65%).

2) Kondisi geografis beberapa wilayah di Indonesia yang sulit terjangkau,

sementara kegiatan POPM Filariasis dilaksanakan untuk seluruh

penduduk usia 2 – 70 tahun di kabupaten/kota endemis filariasis,

dimana beberapa daerah tersebut merupakan daerah terpencil dan

kepulauan yang sulit aksesnya, sehingga pelaksanaan POPM Filariasis

di daerah tersebut sulit menjangkau seluruh sasaran, terutama di desa -

desa terpencil.

3) Adanya kejadian ikutan pasca POPM yang terjadi di masyarakat dapat

menurunkan angka partisipasi minum obat pada waktu POPM Filariasis.

4) Kegagalan dalam surveilans filariasis mengakibatkan kabupaten/kota

tersebut harus mengulang kembali POPM Filariasis selama 2 tahun

sehingga mengakibatkan mundurnya target eliminasi filariasis.

Page 61: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

53 |

h. Pemecahan Masalah

1) Advokasi dan Sosialisasi kepada Lintas Program, Lintas Sektor dan

masyarakat pentingnya cakupan POPM Filariasis >65% untuk dapat

memutuskan rantai penularan Filariasis. Serta pelaksanaan sweeping

setelah pelaksanaan POPM filariasis.

2) Melakukan edukasi dan penyampaian informasi kepada masyarakat

umum melalui berbagai media yang efektif dengan menggunakan

pendekatan kearifan lokal.

3) Advokasi kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan komitmen

dalam menjangkau daerah-daerah sulit dalam pelaksanaan POPM

Filariasis, serta mengoptimalkan mobilisasi tenaga kesehatan yang ada

untuk menjangkau daerah-daerah sulit dan terpencil.

4) Konsolidasi dan Penguatan jejaring Komisi Ahli penanggulangan

kejadian ikutan pasca POPM Filariasis baik di tingkat Pusat, Provinsi,

dan Kabupaten/Kota untuk mengantisipasi kejadian ikutan yang terjadi

selama pelaksanaan POPM Filariasis.

5) Advokasi kepada daerah-daerah yang gagal dalam melaksanakan

surveilans filariasis agar dapat meningkatkan cakupan POPM filariasis

dan memastikan masyarakat benar-benar minum obat dalam rangka

memutus rantai penularan filariasis.

6. Persentase penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

(PD3I) tertentu sebesar 40%

a. Penjelasan Indikator

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) merupakan salah satu

perhatian dunia dan memiliki target capaian global yang wajib diikuti oleh semua

negara. Pencegahan PD3I secara khusus adalah dengan pemberian imunisasi

dimana imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang

terbukti sangat cost efektif. Imunisasi yang merupakan program prioritas nasional

saat ini adalah imunisasi untuk mencegah PD3I tertentu yaitu Tuberculosis,

Hepatitis B, Polio, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hemophilus Influenza Type B,

Campak, dan Rubela, yang beberapa diantaranya sering menyebabkan kejadian

luar biasa (KLB) di beberapa daerah. Diperlukan suatu surveilans berkualitas

berupa pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan

informasi serta kondisi yang mempengaruhi PD3I, untuk mengukur beban

penyakit, mendeteksi wabah dan mengevaluasi dampak imunisasi untuk PD3I

sehingga dapat mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan PD3I

secara efektif dan efisien. Komitmen global PD3I yang diikuti oleh semua negara

dunia termasuk Indonesia yaitu Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Campak dan

Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS) serta Eliminasi

Tetanus Maternal Neonatal.

Page 62: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

54 |

Pada pertemuan tahunan bulan Mei 1988, The World Health Assembly (WHA),

suatu forum sidang tertinggi yang diselenggarakan oleh organisasi kesehatan

dunia WHO, telah mengeluarkan resolusi untuk membasmi penyakit polio dari

dunia ini. Pada tanggal 27 Maret 2014 Regio Asia Tenggara telah tersertifikasi

bebas poliomyelitis dimana Indonesia termasuk salah satu negara yang

menerima sertifikat tersebut. Namun pada bulan November 2018, dilaporkan satu

kasus polio akibat VDPV tipe 1 di Yahukimo, Papua. Penyelidikan yang dilakukan

selanjutnya menemukan bahwa dua specimen tinja dari anak sehat di sekitar

kasus juga positif untuk jenis virus yang sama, yang membuktikan bahwa virus

tersebut bersirkulasi sehingga kondisi ini dinyatakan sebagai KLB. Sebagai

respon, dilakukan sub PIN di Papua dan Papua Barat dengan menggunakan

bOPV. KLB polio akibat VDPV bisa terjadi di mana saja bila cakupan imunisasi

polio rendah selama bertahun-tahun. Untuk menghindari kasus serupa, imunisasi

polio harus dijaga tetap tinggi (lebih dari 95% anak diimunisasi) dan merata, dan

semua kasus lumpuh layuh mendadak (AFP) harus ditemukan secara dini dan

dilaporkan.

Selain eradikasi polio, komitmen global lain yang harus diikuti oleh semua negara

dunia, termasuk Indonesia, yaitu eliminasi campak dan pengendalian rubela/CRS

pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa strategi

untuk mencapai komitmen global tersebut, yaitu penguatan imunisasi rutin

campak dosis pertama dan dosis kedua secara tinggi (≥95%) dan merata,

melakukan kampanye dan introduksi imunisasi MR secara bertahap pada tahun

2017-2018, meningkatkan surveilans campak yang berkualitas, melakukan

penyelidikan epidemiologi KLB campak secara menyeluruh, mengembangkan

surveilans CRS sentinel di 18 RS di 15 provinsi, serta melakukan konfirmasi

laboratorium campak 100% secara bertahap terhadap kasus campak klinis.

Komitmen global lainnya Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal, dimana pada

tahun 2016, Indonesia telah divalidasi oleh Tim WHO, UNICEF dan dinyatakan

sudah Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal. Walaupun telah menerima sertifikat

tersebut, Indonesia tetap harus mempertahakankan jumlah kasus tetanus

maternal neonatal <1/1000 kelahiran hidup. Upaya yang dilakukan merupakan

integrasi program KIA, imunisasi dan surveilans yaitu dengan meningkatkan

cakupan Ante Natal Care (ANC), Kunjungan Neonatal (KN), persalinan steril,

meningkatkan cakupan imunisasi tetanus toxoid, serta meningkatkan surveilans

TN yang berkualitas.

b. Definisi Operasional

Penurunan kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) tertentu

adalah penurunan kasus PD3I tertentu di seluruh provinsi dalam satu tahun dari

baseline data tahun 2013, dinyatakan dalam persen. Yang dimaksud dengan

PD3I tertentu yaitu Difteri, Campak Klinis, Tetanus Neonatorum dan Pertusis.

Page 63: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

55 |

c. Rumus/Cara perhitungan

Persentase

penurunan kasus

PD3I

=

(Jumlah kasus PD3I tertentu pada

baseline tahun 2013) – (Jumlah kasus

PD3I tertentu pada tahun berjalan

x 100% Jumlah kasus PD3I tertentu pada baseline

tahun 2013

d. Capaian Indikator

Pada tahun 2019 tercatat jumlah kasus PD3I tertentu yakni difteri, campak, TN

dan pertusis sebesar 10.572 kasus. Terjadi penurunan sebesar 7.905 kasus

(42,8%) pada tahun 2019 dibandingkan angka kasus tahun 2013. Pada grafik

dibawah ini terlihat bahwa selama tahun 2015 – 2019 maka capaian kinerja telah

melebihi target yang ditetapkan.

Grafik 3.12 Persentase Penurunan Kasus Penyakit yang Dapat Dicegah

dengan Imunisasi (PD3I) Tahun 2015-2019

Sumber data : Laporan Subdit Surveilans Tahun 2019

Pencapaian kinerja yang baik ini antara lain didukung dengan adanya penguatan

imunisasi rutin dengan cakupan tinggi dan merata, melakukan penguatan jejaring

kerja surveilans PD3I dengan klinisi dan laboratorium dengan workshop maupun

pertemuan untuk membahas perkembangan terkini PD3I, peningkatan kapasitas

petugas surveilans PD3I dan evaluasi pelaksanaan program surveilans PD3I di

daerah dengan melakukan monitoring, pertemuan evaluasi nasional dan

melakukan feedback kinerja ke provinsi. Bila dilihat pada jumlah kasus PD3I per

jenis penyakit, maka sebagian besar jenis penyakit PD3I mengalami penurunan

dibandingkan dengan data kasus tahun 2013 seperti dalam grafik berikut ini:

Page 64: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

56 |

Grafik 3.13

Perbandingan Kasus PD3I tertentu Tahun 2013 dan Tahun 2019

Sumber data : Laporan Subdit Surveilans Tahun 2019

Pada grafik diatas, semua kasus PD3I menunjukkan penurunan antara tahun

2013 dan 2019. Penurunan kasus tertinggi pada Pertusis dari 4681 kasus pada

tahun 2013 menjadi 71 kasus pada tahun 2019, dengan penurunan sebanyak

4610 kasus. Jika dibandingkan dengan indikator dalam RPJMN yakni persentase

kabupaten/kota yang mencapai 80% Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) pada bayi,

maka capaian indikator IDL masih sangat rendah yakni 56,1% (data per 21

Januari 2020) dengan kelengkapan laporan < 50%, data ini masih terus bergerak

dan akan divalidasi sehingga menghasilkan data yang lengkap dan valid pada

bulan Maret 2020. Indikator persentase kabupaten/kota yang mencapai 80%

imunisasi dasar lengkap akan berkontribusi langsung pada penurunan kasus

PD3I, bila cakupan persentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi

dasar lengkap meningkat maka kasus PD3I akan menurun.

Bila dilihat capaian indikator per Provinsi, terdapat peningkatan kasus PD3I pada

beberapa Provinsi yakni Provinsi Lampung, meningkat 130% kasus PD3I yakni

245 kasus pada tahun 2013 meningkat menjadi 375 kasus pada tahun 2019. Di

Provinsi Jawa Barat terjadi peningkatan kasus sebesar 264% yakni 106 kasus

pada tahun 2013 menjadi 370 kasus pada tahun 2019. Di Provinsi Jawa Tengah,

terjadi peningkatan kasus PD3I sebesar 585% yakni 208 kasus pada tahun 2013

menjadi 793 kasus pada tahun 2019. Di Provinsi Kalimantan terjadi peningkatan

kasus sebesar 428% yakni 136 kasus pada tahun 2013, meningkat menjadi 564

kasus. Hal ini terjadi karena adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus difteri dan

peningkatan kasus campak pada Provinsi Lampung, Jawa Barat dan Kalimantan

Selatan dan KLB campak dan difteri pada Provinsi Jawa Barat pada tahun tahun

2019.

Page 65: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

57 |

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Capaian indikator persentase penurunan kasus PD3I pada tahun 2019 melebihi

target yang ditetapkan antara lain didukung oleh upaya penguatan imunisasi,

terjalinnya koordinasi yang baik antara petugas pusat, provinsi dan

kabupaten/kota dalam pelaporan PD3I, adanya metode crosscheck data bulanan

untuk data PD3I dan mingguan untuk SKD, adanya Komli untuk Eradikasi Polio,

Eliminasi Campak-Rubella dan pengendalian Difteri, dilakukannya kegiatan

advokasi dan sosialisasi ke daerah bekerjasama dengan komite ahli PD3I,

adanya dukungan BBLK, BLK dan B/BTKLPP serta Badan Litbangkes dalam

penegakan diagnosa penyakit, pelaksanaan pertemuan koordinasi dan workshop

untuk penyakit potensi KLB dan PD3I, pencetakan dan pendistribusian NSPK

serta media KIE ke daerah dan adanya dukungan technical assistant dari WHO

dan CDC dalam pengendalian penyakit potensi KLB, penguatan SKDR dan

surveilans PD3I.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

1) Melakukan penguatan imunisasi rutin dengan cakupan tinggi dan merata;

2) Meningkatkan jangkauan pelayanan imunisasi dengan melibatkan fasilitas

pelayanan swasta dan organisasi profesi;

3) Meningkatkan tingkat perlindungan/imunitas di masyarakat dengan

melakukan Back Log Fighting (BLF) dan Crash Program pada desa yang

sudah 2 atau 3 tahun berturut-turut tidak UCI;

4) Melaksanakan TOT Tim Gerak Cepat (TGC) bagi 19 provinsi bekerjasama

dengan BBPK Ciloto;

5) Melakukan bimbingan teknis dan supervisi program surveilans;

6) Melakukan Penyelidikan Epidemiologi/Verifikasi Rumor penyakit potensial

KLB;

7) Mereplikasi Sentinel Surveilans khusus Congenital Rubella Syndrom (CRS)

sehingga pada tahun 2019 ini terdapat di 10 provinsi (18 Rumah Sakit);

8) Melaksanakan Pertemuan evaluasi CRS nasional;

9) Membentuk Posko Pendampingan Masalah Kesehatan di Papua dengan

tugas utama adalah komando penanggulangan KLB Polio di Papua;

10) Melaksanakan workshop dan pelatihan PD3I dalam rangka meningkatkan

cakupan surveilans terhadap AFP dan Campak-Rubella dan pengendalian

difteri;

11) Melaksanakan pertemuan rutin dengan Komisi Ahli (Komli) Difteri, Komli

Campak-Rubella/CRS, Komli surveilans AFP dan Komli Eradikasi Polio

(ERAPO), untuk membahas hal-hal urgen dalam rangka pengendalian PD3I;

12) Melaksanakan pertemuan jejaring laboratorium Difteri, Campak-

Rubella/CRS dan Polio;

13) Melaksanakan surveilans pasca bencana Lombok, Banten, Sulawesi

Tengah dan Lampung serta pasca kerusuhan di Wamena;

14) Melaksanakan video conference dengan daerah dalam membahas situasi

perkembangan KLB yang cukup besar yang sedang terjadi;

15) Melaksanakan pertemuan koordinasi lintas program/lintas sektor dalam

rangka pengendalian KLB;

Page 66: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

58 |

16) Membuat laporan harian/spot report KLB/suspek penyakit potensi KLB dan

laporan harian/ situasi penyakit yang sedang terjadi KLB;

17) Membuat bulletin laporan kewaspadaan dini dan respon mingguan dan

memantau bulletin yang dibuat oleh 34 provinsi;

18) Melakukan uji coba SKDR berbasis web ke Rumah Sakit dan Laboratorium

Daerah di 3 provinsi yaitu Riau, Sulawesi Selatan dan Lampung;

19) Melakukan monitoring dan evaluasi pasca pelatihan TGC dan pelaksanaan

SKDR di daerah;

20) Bekerjasama dengan BPPSDMK dalam menyelenggarakan pelatihan

epidemiologi lapangan tingkat intermediate selama 8 bulan khusus untuk

Provinsi Jawa Timur;

21) Melaksanakan Pertemuan Ilmiah Epidemiologi Nasional (PIEN) untuk

meningkatkan kompetensi para mahasiswa FETP dan mengikutsertakan

mahasiswa dalam kegiatan seminar tingkat internasional yaitu Training

Programs in Epidemiology and Public Health Interventions Network

(TEPHINET) di Atlanta, Amerika Serikat;

22) Menyusun butir-butir kompetensi untuk Jabatan Fungsional Epidemiologi

Kesehatan bekerjasama dengan BPPSDMK dan Perhimpunan Ahli

Epidemiologi Indonesia (PAEI);

23) Menyusun, menyediakan dan mendistribusikan NSPK program surveilans.

24) Menyediakan dan mendistribusikan media KIE programs surveilans.

g. Kendala/masalah yang dihadapi

1) Pengelola program surveilans di beberapa kabupaten/kota masih rangkap

tugas dengan program lain;

2) Kondisi geografis di beberapa daerah sulit di jangkau sehingga petugas

mengalami kesulitan saat melakukan imunisasi dan penyelidikan

epidemiologi (PE) saat terjadi KLB;

3) Terdapatnya kampanye negatif imunisasi di beberapa daerah;

4) Penggantian petugas yang tinggi sehingga banyak petugas yang belum

terlatih;

5) Belum adanya struktur dan penunjukan yang jelas laboratorium yang

berfungsi sebagai laboratorium kesehatan masyarakat;

6) Keterlambatan penyediaan dan pendistribusian reagen campak-rubella oleh

Farmalkes sehingga laboratorium rujukan saat ini belum dapat

menyelesaikan pemeriksaan spesimen dari daerah.

h. Pemecahan Masalah

1) Advokasi dan sosialisasi program surveilans dan respon KLB terintegrasi

dengan kegiatan lain;

2) Memberikan umpan balik rutin secara berjenjang dan memantau tindak

lanjutnya;

3) Mengusulkan kegiatan surveilans PD3I untuk daerah melalui dana dekon

dan BOK/DAK;

4) Melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan swasta dalam penemuan kasus

PD3I;

Page 67: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

59 |

5) Mengaktifkan Surveilans Aktif RS (SARS) dan Hospital Record Review

(HRR) bagi daerah yang belum melaksanakan;

6) Penyediaan dan pendistribusian pedoman dan media KIE surveilans PD3I;

7) Dukungan asistensi dan bimbingan teknis bagi petugas pelaksana

surveilans di daerah;

8) Pendampingan pengendalian Penyelidikan Epidemiologi KLB di daerah;

9) Pertemuan, workshop atau review program surveilans penyakit potensial

KLB dan PD3I;

10) Koordinasi pengendalian penyakit potensial KLB dan PD3I dengan Komli

dan mitra kerja (WHO dan CDC);

11) Koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam pengendalian penyakit

potensi KLB dan PD3I;

12) Penyiapan tenaga epidemiologi melalui Jabatan Fungsional Epidkes dan

FETP.

7. Persentase Kabupaten/Kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam

penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

sebesar 100%

a. Penjelasan Indikator

Pada era globalisasi di mana lalu lintas orang, barang, dan alat angkut begitu

pesat dan berlangsung dalam hitungan jam, risiko persebaran penyakit menjadi

semakin besar, baik pada lintas wilayah regional sampai pada lintas

internasional. Kejadian penyakit yang menjadi perhatian international (dikenal

dengan istilah PHEIC; Public Health Emergency of International Concern)

semakin meningkat dan berimplikasi bukan hanya pada aspek kesehatan,

namun juga aspek sosial, ekonomi, politik dan pertahanan keamanan. Setiap

negara diharapkan mempunyai kemampuan dalam sistem kesehatannya untuk

mampu melakukan pencegahan, pendeteksian, melakukan tindakan

penanggulangan dan melaporkan suatu kejadian yang berpotensi kedaruratan

kesehatan masyarakat.

International Health Regulations (2005) yang diberlakukan Tahun 2007

merupakan Regulasi Kesehatan Internasional yang disetujui oleh 194 negara

anggota WHO dalam sidang World Health Assembly (WHA) ke-58 sebagai

bentuk komitmen, tanggung jawab dan upaya bersama dalam mencegah

penyebaran penyakit lintas negara. IHR (2005) bertujuan mencegah, melindungi

dan mengendalikan penyebaran penyakit lintas negara dengan melakukan

tindakan sesuai dengan risiko kesehatan yang dihadapi tanpa menimbulkan

gangguan yang berarti bagi lalu lintas dan perdagangan internasional. Dalam

regulasi internasional ini setiap negara berkewajiban untuk meningkatkan

kapasitas inti untuk mencapai tujuan IHR (2005).

Indonesia secara bertahap telah mengembangkan kapasitas inti tersebut dan

berdasarkan penilaian telah Implementasi penuh IHR (2005). Regulasi ini

Page 68: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

60 |

merupakan modal utama untuk mengembangkan jejaring dan kerjasama

internasional dalam menghadapi dan menanggulangi potensi terjadinya

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKM-MD) atau

Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Dalam upaya

mempertahankan dan meningkatkan upaya cegah tangkal dalam rangka

perlindungan Indonesia dan dunia terhadap Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

yang Meresahkan Dunia (KKM-MD) melalui koordinasi, integrasi, singkronisasi

lintas sektor yang telah dilakukan dapat tetap terjaga dan mempertahankan

kemampuan dalam hal deteksi, verifikasi, penilaian, pelaporan dan

penanggulangan potensi terjadinya KKM-MD.

Wilayah kabupaten/kota sebagai bagian dari negara harus mempunyai

kapasitas dalam surveilans, deteksi dini dan respon sebagai jaminan kapasitas

suatu negara dalam kesiapsiagaan menghadapi kedaruratan kesehatan

masyarakat (KKM). Kesiapsiagaan tersebut dituangkan dalam bentuk dokumen

kebijakan yang merupakan kesepakatan bersama seluruh lintas sektor yang

ada di suatu wilayah dalam penanggulangan KKM yang berpotensi terjadi di

wilayahnya. Dokumen tersebut dinamakan dokumen rencana kontijensi.

Penyusunan rencana kontijensi melibatkan seluruh lintas sektor yang ada di

suatu wilayah dalam memberikan input untuk mendapatkan dokumen yang

adekuat dan dapat diandalkan. Penetapan KKM yang potensial terjadi

disepakati bersama, begitu pula dengan pembagian peran, tugas dan fungsi.

Melalui proses penyusunan inilah didapatkan komitmen bersama untuk

menjamin kesiapsiagaan dalam menghadapi KKM. Finalisasi dari dokumen ini

adalah dengan ditandatanganinya dokumen rencana kontijensi oleh Bupati/

Walikota.

b. Definisi operasional

Kab/kota yang memiliki pintu masuk internasional dalam hal ini pelabuhan,

bandar udara dan PLBDN melakukan kesiapsiagaan terhadap potensi

kedaruratan kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh penyakit, bahan kimia,

radio nuklir dan keamanan pangan. Upaya kesiapsiagaan tersebut termasuk

menyusun dokumen kebijakan bersama lintas program dan lintas sektor terkait

(satuan ker ja perangkat daerah) untuk penanggulangan kedaruratan kesehatan

masyarakat yang berpotensi wabah.

c. Rumus/cara perhitungan

Persentase Kab/Kota

yang mempunyai

kebijakan

kesiapsiagaan dalam

penanggulangan

KKM yang

berpotensi wabah

=

Jumlah Kab/Kota yang mempunyai

kebijakan kesiapsiagaan dalam

penanggulangan KKM yang berpotensi

wabah

x 100% Jumlah Kab/Kota yang memiliki pintu

masuk internasional

Page 69: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

61 |

d. Capaian indikator

Indikator ini merupakan indikator Renstra Kementerian Kesehatan periode tahun

2015 – 2019. Pada tahun 2019, persentase kabupaten/kota dengan pintu masuk

internasional yang memiliki dokumen rencana kontijensi penanggulangan

Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) telah mencapai 106 Kab/Kota dari

target 106 Kab/Kota sehingga pencapaian sebesar 100%. Terjadi peningkatan

bila dibandingkan dengan capaian tahun 2018 yakni dari 84% menjadi 100%

seperti dalam tabel berikut ini:

Grafik 3.14

Target dan Capaian Kab/Kota Yang Mempunyai Kebijakan

Kesiapsiagaan Dalam Penanggulangan KKM

Tahun 2015-2019

Sumber data : Laporan rutin Subdit Karantina Kesehatan Tahun 2019

Bila melihat tren capaian Kab/Kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan

dalam penanggulangan KKM telah tercapai selama 5 tahun berturut-turut maka

capaian 4 tahun terakhir telah mencapai target.

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Sampai dengan tahun 2019 tercapai 106 kab/kota yang menyusun dokumen

rencana kontijensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan

pencapaian target indikator antara lain:

- Persiapan pelaksanaan kegiatan dengan melakukan komunikasi dan

koordinasi baik verbal maupun surat kepada propinsi/kabupaten/kota

sasaran penyusunan dokumen.

- Pelaksanaan sosialisasi dan advokasi dengan melibatkan Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) dan lintas sektor.

Page 70: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

62 |

- Pelaksanaan workshop dan penyusunan dokumen rencana kontijensi di

kabupaten/kota dengan anggaran bersumber dari pusat dan dana

dekonsentrasi.

- Adanya rambu petunjuk perencanaan sehingga Dinas Kesehatan

Provinsi dapat menyusun anggaran kegiatan terkait kebijakan

kesiapsiagaan penanggulangan KKM di wilayah.

- Pelaksanaan pertemuan koordinasi penyelenggaraan kekarantinaan

kesehatan di wilayah yang menjadi forum diskusi dan koordinasi serta

memfasilitasi komunikasi dan diseminasi informasi kepada kabupaten/kota

sasaran yang akan melakukan penyusunan.

f. Upaya yang dilaksanakan untuk mencapai target indikator

- Advokasi dan sosialisasi regulasi kesehatan internasional atau International

Health Regulations (2005) termasuk kapasitas inti IHR dan paket aksi

keamanan kesehatan global.

- Penilaian pencapaian kapasitas inti IHR di pintu masuk negara, wilayah dan

nasional dengan melibatkan lintas sektor terkait

- Sosialisasi dan advokasi kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap faktor

risiko kedaruratan kesehatan masyarakat dengan melibatkan OPD dan lintas

sektor.

- Melaksanakan workshop penyusunan rencana kontijensi mencakup

konsep pedoman penyusunan renkon, identifikasi potensi KKM, pengumpulan

data dasar dan membangun komitmen lintas sectoral.

- Melaksanakan kegiatan penyusunan rencana kontijensi KKM dengan

melibatkan seluruh lintas sektoral pemerintah daerah yang terkait dengan

kesiapsiagaan, respon dan koordinasi penanggulangan kedaruratan

kesehatan masyarakat.

- Pelaksanaan Pertemuan Koordinasi Penyelenggaraan Kekarantinaan

Kesehatan di Wilayah mengundang seluruh kabupaten/kota sasaran yang

akan menysun dokumen dengan metode pemaparan materi, tanya jawab dan

Focus Group Discussion (FGD).

- Review dan update dokumen kebijakan yang telah disusun di kabupaten/kota.

g. Kendala/Masalah yang Dihadapi

- Masih adanya pemahaman OPD di daerah bahwa penyusunan rencana

kontijensi merupakan tanggung jawab instansi kesehatan saja.

- Dokumen rencana kontijensi wilayah belum menjadi prioritas dibandingkan

program lainnya sehingga di beberapa daerah dengan mekanisme dana

dekonsentrasi melakukan pemotongan anggaran penyusunan rencana

kontijensi yang menyebabkan rangkaian kegiatan penyusunan rencana

kontijensi tidak berjalan sesuai jadwal/rencana dan berdampak pada kualitas

penyusunan dokumen renkon.

Page 71: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

63 |

- Terdapat kesulitan dalam penentuan jadwal pelaksanaan kegiatan di daerah

karena berbenturan dengan kegiatan lain di OPD dan lintas sektor lainnya.

h. Pemecahan Masalah

1. Mengintensifkan kegiatan sosialisasi kebijakan kesiapsiagaan terhadap

kedaruratan kesehatan masyarakat kepada pemerintah daerah sasaran

untuk menyamakan pemahaman dan rencana tindak lanjut pelaksanaan

kegiatan pembuatan dokumen rencana kontingensi. Hal ini dapat

meningkatkan komitmen daerah dalam melaksanakan program yang

disepakati.

2. Mendorong kabupaten/kota sasaran untuk menyelesaikan hambatan

administrasi agar kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan rencana yang

telah disepakati baik melalui mekanisme pembiayaan dekonsentrasi

maupun pusat

3. Memaksimalkan potensi sumber daya manusia untuk memenuhi permintaan

narasumber dari berbagai daerah untuk memfasilitasi pembentukan

dokumen rencana kontigensi.

4. Mengoptimalisasikan potensi daerah dalam kesiapsiagaan kedaruratan

khususnya kedaruratan bencana alam untuk memperkaya dan memperkuat

substansi kedaruratan kesehatan masyarakat.

5. Menyesuaikan metode penyusunan dokumen dengan waktu yang tersedia

termasuk design kegiatan yang interaktif (diskusi, table top, simulasi) dan

penyusunan draft awal sebelum pertemuan.

8. Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) minimal 50% sekolah sebesar 50% Kabupaten/Kota

a. Pengertian

- Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

minimal 50% sekolah adalah kabupaten/kota yang telah melaksanakan

kebijakan KTR yang dinilai dari telah menerapkan KTR paling sedikit di 50%

sekolah/ madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang mengatur

tentang Kawasan Tanpa Rokok.

- Sekolah yang dimaksud adalah sekolah dan madrasah di level Sekolah Dasar

dan sederajatnya, Sekolah Menengah Pertama dan sederajatnya, Sekolah

Menengah Atas dan sederajatnya, baik negeri maupun swasta termasuk

pondok pesantren dan sekolah berasrama.

- Ruang lingkup kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terdapat 7 tatanan

termasuk di tatanan sekolah yang diatur dalam peraturan perundangan

Kawasan Tanpa Rokok yang telah melakukan penerapan enforcement sesuai

kriteria yaitu ditemukan tanda dilarang merokok di semua pintu masuk;

diseluruh lingkungan sekolah Tidak ditemukan orang merokok; Tidak

ditemukan ruang khusus merokok; Tidak tercium bau asap rokok; Tidak

ditemukan asbak dan korek api; Tidak ditemukan puntung rokok; Tidak

ditemukan penjualan rokok termasuk kantin sekolah, tempat tunggu

Page 72: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

64 |

penjemput; dan Tidak ditemukan indikasi kerjasama dengan Industri

tembakau dalam bentuk sponsor, promosi, iklan rokok (misalnya: serbet,

tatakan gelas, asbak, poster, spanduk, billboard dan lainnya).

b. Definisi operasional

Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) minimal 50% sekolah adalah kabupaten/kota yang telah

melaksanakan kebijakan KTR yang dinilai dari minimal telah menerapkan KTR di

50% sekolah/ madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang mengatur

tentang KTR dibagi dengan jumlah kab/kota di Indonesia.

c. Rumus/cara perhitungan

Persentase kabupaten/kota yang

melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

minimal 50%

=

Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan kebijakan KTR minimal di 50% sekolah

x 100%

Jumlah Kab/Kota di Indonesia

d. Capaian indikator

Sampai dengan tahun 2019 terdapat 386 kab/kota (75,09%) yang telah memiliki

peraturan mengenai KTR. Sebanyak 261 kab/kota (50,77%) dalam bentuk Perda

KTR dan 224 kab/kota (43,57%) dalam bentuk peraturan Bupati atau Walikota.

Masih ada 119 (23,15%) kab/kota baik yang belum memiliki peraturan ataupun

masih dalam bentuk surat edaran dan surat keputusan. Pencapaian Persentase

Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan KTR minimal 50% sekolah, telah

melebihi target yang diharapkan. Dari target 50%, tercapai sebesar 50,2% atau

sebanyak 258 kab/kota dari 514 kab/kota telah melaksanakan kebijakan KTR,

sehingga pencapaian kinerja sebesar 100,4%.

Grafik 3.15 Persentase Kab/Kota yang melaksanakan kebijakan KTR

minimal di 50% sekolah Tahun 2019

Sumber data : Laporan Subdit PKGI Tahun 2019

Page 73: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

65 |

Sampai dengan tahun 2019 persentase kabupaten/ kota yang melaksanakan

kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal di 50% sekolah yang ada di

wilayahnya, berdasarkan provinsi paling tinggi ada di Provinsi Bali (100%), DI

Yogyakarta (100%), dan DKI Jakarta (100%), sedangkan yang terendah ada di

Provinsi Papua (13,8%).

Grafik 3.16

Persentase Kab/Kota yang melaksanakan kebijakan KTR

Per Provinsi di Indonesia

Tahun 2019

Sumber data : Laporan rutin Subdit PKGI Tahun 2019

Pencapaian dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 terjadi peningkatan

kabupaten/ kota yang telah mengimplementasikan KTR pada 50% sekolah. Bila

dilihat trend peningkatan dari tahun 2015 target kinerja sebesar 10%, realisasi

sebesar 8,37% atau sebanyak 43 kab/kota, tahun 2016 dari target 20%, realisasi

sebesar 21,2% atau sebanyak 109 kab/kota, sehingga pencapaian sebesar

105,8%. Pada tahun 2017 target 30%, realisasi 30% atau 154 kabupaten/ kota

Page 74: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

66 |

yang telah mengimplementasikan kebijakan KTR pada 50% sekolah, capaiannya

100%. Ditahun 2018, target 40%, realisasi 42,4% atau 218 kabupaten/ kota yang

telah mengimplementasikan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok pada 50% sekolah,

capaiannya 106%. Tahun 2019, target 50%, telah tercapai 50,2% atau 258

kabupaten/ kota, capaiannya 100,4%.

Grafik 3.17 Target dan Realisasi Kab/Kota yang melaksanakan KTR

minimal 50% Sekolah Tahun 2015-2019

Bila dibandingkan dengan indikator RPJMN yakni prevalensi merokok

penduduk usia ≤ 18 tahun dengan target tahun 2019 sebesar 5,6% maka

Prevalensi merokok penduduk umur 10-18 tahun menunjukkan kenaikan yakni

7,2% (Riskesdas 2013), menjadi 8,8% (Sirkesnas 2017) dan meningkat

menjadi 9,1% (Riskesdas 2019). Peningkatan prevalensi merokok pada usia ≤

18 tahun salah satunya disebabkan karena masih minimnya Kab/Kota yang

melaksanakan KTR minimal di 50% sekolah (50,2%).

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Persentase kab/kota yang telah melaksanakan kebijakan KTR pada 50%

sekolah mencapai target yang telah di tetapkan telah mencapai target (50,2%).

Hal ini didukung adanya upaya-upaya yang telah dilakukan antara lain advokasi

dan sosialisasi "Bupati/walikota kepada Bupati/Walikota" terkait perda KTR,

Advokasi dan sosialisasi penerapan aturan KTR dilingkungan sekolah,

peningkatan kapasitas SDM dalam penyusunan Perda KTR di daerah (Dinkes,

Bagian Hukum, Disdik, Akademisi), Peningkatan kapasitas SDM dalam

penegakan kebijakan KTR yang telah ditetapkan, melaksanakan monitoring/

review implementasi di daerah yang telah mempunyai kebijakan KTR

penerapan aturan KTR dilingkungan sekolah oleh Dinkes dan Satgas KTR

Kab/Kota, Layanan UBM (Upaya Berhenti Merokok) di Fasyankes dan Layanan

Page 75: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

67 |

Quitline dinomor 08001776565 kepada seluruh masyarakat, dan penghargaan

kepada daerah yang telah mempunyai kebijakan dan melakukan implementasi

KTR. Selain itu, adanya surat dari Menteri Dalam Negeri (Dirjen Bina

Pembangunan Daerah) kepada seluruh kepala daerah di Indonesia dan

dikuatkan dengan surat dari Dirjen P2P kepada seluruh Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia dengan

penekanan tentang penerapan regulasi Kawasan Tanpa Rokok di Daerah.

f. Upaya Yang Dilaksanakan Untuk Mencapai Indikator

Upaya dan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam Persentase

Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

minimal 50% sekolah adalah sebagai berikut:

Advokasi dan sosialisasi terhadap pemangku kebijakan baik pusat maupun

daerah yang belum memiliki kebijakan KTR dan mendorong terbitnya

peraturan KTR di kabupaten/ kota dan juga implementasinya dalam

melindungi perokok pemula dan masyarakat dari bahaya merokok oleh

Kementerian Kesehatan (Dit P2PTM), Dinkes Provinsi (Jawa Tengah, Jawa

Timur, NTB) dan jejaring mitra pengendali tembakau ke Kabupaten

Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kota Batu, Kota Pasuruan dan Kota

Mataram.

Melaksanakan Review Implementasi Kawasan Tanpa Rokok di Daerah

yang telah memiliki Peraturan KTR dan Konseling Upaya Berhenti merokok

di Sekolah meliputi: 60 kabupaten/ kota dengan 4 SD/ sederajat, 5 SMP/

sederajat dan 6 SMA/ sederajat yang masuk ke dalam random sampling di

masing-masing kabupaten/ kota. Kawasan tanpa rokok merupakan

tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat,

parlemen, maupun pemerintah, untuk melindungi generasi sekarang

maupun yang akan datang. Komitmen bersama dari lintas sektor dan

berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

kawasan tanpa rokok. Kegiatan review implementasi kebijakan KTR perlu

dilaksanakan secara rutin dan bersinergi bersama SKPD lainnya. Jumlah

kabupaten/ kota yang sudah mengimplementasikan KTR di 50% sekolah

yaitu sebesar 50,2 % (258 Kabupaten/ Kota).

Peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan dan Pendidikan Dalam Upaya

Implementasi KTR di Sekolah dilaksanakan secara bertahap dan

berjenjang, melalui TOT yang dilaksanakan di Pusat dan pelatihan yang

dilakukan daerah melalui dana Dekonsentrasi.

Penyedian Layanan Quitline (Layanan Konsultasi Upaya Berhenti Merokok

melalui telpon tidak berbayar). Kegiatan layanan Quitline merupakan

layanan langsung kepada masyarakat yang ingin berhenti merokok melalui

Toll Free 0-800-177-6565. Total Klien yang memanfaatkan layanan Quitline

selama 2019 ini berjumlah 60.983 penelpon atau rata-rata 5.081 klien/

bulan. Penyebaran program ini pun terus meluas dimana rata-rata klien

penelpon mewakili 20-32 propinsi setiap bulannya, bahkan pada bulan

Page 76: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

68 |

Desember 2019 asal penelpon telah mencapai 34 propinsi atau sekitar

100% dari total propinsi yang ada di Indonesia. Usia klien yang menelpon

ke Layanan Quitline UBM selama tahun 2019 ini terbanyak di usia 25-29

tahun. Ini menjadi indikasi bahwa kesadaran untuk berhenti merokok di

kelompok usia produktif semakin meningkat.

Penyebaran informasi upaya berhenti merokok dan Penyakit Tidak Menular

juga dilaksanakan melalui media sosial P2PTM baik melalui facebook,

Instagram, dan Twitter.

Facebook : @p2ptmkemenkesRI jumlah pengikut 106.786.

Istagram : @p2ptmkemenkesri Media Sosial Instagram diikuti

110.669 follower.

Twitter : @p2ptmkemenkesRI diikuti 11.049 pengikut selama

selama Tahun 2019 dan semakin meningkat setiap

bulannya.

Gerakan Masyarakat dalam pengendalian tembakau.

Kegiatan ini bertujuan meningkatkan awareness masyarakat akan Bahaya

Dampak Tembakau, dengan memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia

(HTTS) yang jatuh pada tanggal 31 Mei 2019, dengan tema Rokok dan

Kesehatan Paru. Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Klungkung, Kota

Bogor, Kota Yogyakarta dan Auditorium Siwabessy, Kemenkes Jakarta

dengan Penandatanganan MOU antara Kemenkes dengan Dunia Usaha

yaitu PT. BTPN, PT. Nutrifood, PT. Boehringer, PT. Reckitt Benkiser dan

PT. Herlina; Pemberian WHO World No Tobacco Day Award 2019 kepada

dr. Hasto Wardoyo, Sp. OG(K) dan DR. Bima Arya Sugiarta oleh WHO

Representative Indonesia; Dialog interaktif Ibu Menteri Kesehatan dengan

Kepala Daerah dengan narasumber: Menteri Dalam Negeri (yang

mewakili), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (yang

mewakili), Kepala Badan Litbangkes Kemenkes RI dan Direktur Jenderal

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit; Video conference oleh Ibu

Menkes di 3 lokasi (Kabupaten Klungkung, Kota Bogor, Kota Yogyakarta

dan Auditorium Siwabessy), Pemberian piagam penghargaan KTR kepada

Gubernur dan Bupati Walikota yang telah memiliki Peraturan Daerah dan

telah mengimplementasi KTR terdiri dari Piagam Parama, parahita, dan

Paramesti, serta Pemberian piagam penghargaan KTR kepada Gubernur

dan Bupati Walikota yang telah memiliki Peraturan Daerah dan telah

mengimplementasi KTR serta melarang adanya iklan rokok media luar

ruang yakni Piagam Awya Pariwara.

Page 77: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

69 |

Gambar 3.11 Pemberian penghargaan Gubernur/Bupati/ Walikota dalam acara HTTS

g. Kendala/Masalah yang dihadapi

1) Belum semua Kementerian dan Lembaga yang memiliki komitmen untuk

mengendalikan konsumsi produk tembakau

2) Kegiatan advokasi dan sosialisasi di daerah dalam pengendalian konsumsi

tembakau pada Kab/Kota belum optimal.

3) Belum semua sekolah mengetahui dan menerapkan Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan no 64 tahun 2015

4) Belum optimalnya koordinasi antara Lintas Program dan Lintas Sektor di

tingkat Kab/Kota dalam upaya pengendalian konsumsi rokok.

5) Daerah yang memiliki kebijakan KTR di daerah masih terbatasnya

jumlahnya, dan penerapan kebijakan di daerah yang telah memiliki

kebijakan KTR belum optimal.

6) Belum ada atau lemahnya sanksi dan penegakan hukum dalam

implementasi KTR.

7) Sistem pencatatan pelaporan melalui Surveilans berbasis web PTM belum

optimal.

8) Belum optimalnya penganggaran daerah dalam memfasilitasi kegiatan-

kegiatan terkait pengendalian konsumsi rokok.

9) Masih rendahnya pemahaman dan kesadaran masyarakat akan bahaya

konsumsi rokok.

10) Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat untuk penegakan KTR di 7

tatanan.

h. Pemecahan Masalah

1) Optimalisasi dukungan komitmen lintas sektor dan lintas program melalui

upaya advokasi dan sosialisasi pengendalian tembakau serta mendorong

Page 78: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

70 |

pengembangan regulasi KTR di berbagai tingkat pemerintahan yang

didukung oleh semua pihak terkait dan masyarakat.

2) Untuk memaksimalkan Penerapan Kebijakan KTR di daerah dengan upaya

sebagai berikut:

a. Optimalisasi dukungan stakeholder dan mitra kesehatan dalam rangka

mencapai Implementasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)

termasuk melaksanakan kebijakan KTR.

b. Mendorong penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten

sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

c. Mengoptimalkan upaya advokasi dan sosialisasi melalui dukungan

Audiensi dari Tim Aliansi Bupati/Walikota peduli Kawasan Tanpa Rokok

(KTR) dan PTM kepada Bupati dan Walikota di Indonesia. Pertemuan ini

bertujuan memberi dukungan dan membangun komitmen yang kuat

dari masing-masing Bupati dan SKPD, termasuk pengaturan tentang

iklan rokok yang sangat masif di kabupaten dan kota.

d. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam penegakan

Kebijakan KTR yang telah ditetapkan.

e. Membangun komitmen masyarakat untuk menerapkan KTR di rumah

tangga, RT/RW, Kelurahan/desa, dan Kecamatan melalui pemicuan/

FGD partisipatori.

3) Meningkatkan penganggaran yang belum optimal dalam memfasilitasi

kegiatan yang termasuk dalam indikator prioritas dalam pengendalian

konsumsi tembakau, melalui APBN, APBD, Anggaran Dana Desa dan

Dana Pajak Rokok, dan sumber penganggaran lainnya.

4) Mengoptimalkan sistem pencatatan pelaporan melalui Surveilans berbasis

web PTM dalam pengendalian tembakau, seperti:

a. Tersedianya data perokok dari masyarakat melalui kegiatan POSBINDU

PTM.

b. Tersedianya data perokok dan keluarga yang mempunyai anggota yang

merokok melalui PIS-PK dan data kunjungan di FKTP

c. Tersedianya data perilaku merokok pada anak usia remaja, melalui

kegiatan skrining merokok pada anak usia sekolah

d. Tersedianya data perokok yang sudah dilakukan layanan berhenti

merokok (UBM) di FKTP

e. Tersedianya data implementasi KTR di sekolah dan tatanan yang sudah

ditetapkan

5) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan bahaya

konsumsi rokok, melalui:

a. Berbagai media Komunikasi-Informasi-Edukasi (KIE) dan berkoordinasi

dengan seluruh stakeholder dan mitra kesehatan.

b. Mengoptimalkan dukungan masyarakat, lintas program dan lintas sektor

untuk kegiatan promotif dan preventif

c. Optimalisasi dukungan stakeholder dan mitra kesehatan dalam rangka

Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dalam bentuk

melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

Page 79: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

71 |

d. Melakukan sosialisasi dan optimalisasi layanan konseling berhenti

merokok di FKTP dan melalui telepon (QUITLINE) di telepon tanpa

bayar 0-800-177-6565.

9. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan

upaya kesehatan jiwa dan/atau Napza sebesar 280 Kabupaten/Kota

a. Penjelasan indikator

WHO menyatakan kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Negara-negara

dengan penghasilan rendah-menengah termasuk Indonesia masih tinggi, yaitu

>85%. Hal ini berarti kurang dari 15% penderita gangguan jiwa mendapatkan

layanan kesehatan jiwa yang dibutuhkan. Melalui estimasi sederhana tentang

utilisasi layanan baik di tingkat primer maupun sekunder-tersier menunjukkan

bahwa ternyata memang cakupan layanan kesehatan jiwa di Indonesia masih

rendah yaitu <10% (tahun 2013), dan tingkat kekambuhan pasien masih cukup

tinggi pasca perawatan di Rumah Sakit. Oleh karena itu upaya kesehatan jiwa

di Puskesmas menjadi penting dengan tujuan untuk meningkatkan akses

masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa, baik upaya-upaya pencegahan

maupun deteksi dan tata laksana secara dini. Agar mutu layanan terjaga, maka

dalam kriteria indikator tercantum bahwa tenaga kesehatan puskesmas terlatih.

b. Definisi Operasional

Defenisi operasional jumlah Kab/Kota yang memiliki Puskesmas yang

menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dan/atau Napza adalah Kab/Kota

yang memiliki minimal 1 puskesmas di wilayahnya dengan kriteria:

Memiliki minimal 2 (dua) tenaga kesehatan terlatih kesehatan jiwa(dokter

dan perawat), minimal 30 jam pelatihan

Melaksanakan upaya promotif kesehatan jiwa dan preventif terkait

kesehatan jiwa secara berkala dan teritegrasi dengan program kesehatan

puskesmas lainnya

Melaksanakan deteksi dini, penegakan diagnosis, penatalaksanaan awal

dan pengelolaan rujukan balik kasus gangguan jiwa.

c. Cara perhitungan

Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang memiliki puskesmas dengan upaya

kesehatan jiwa sesuai dengan kriteria.

d. Capaian indikator

Capaian indikator untuk Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki Puskesmas yang

menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa menunjukkan peningkatan dari tahun

2015-2019, dengan persentase kinerja tertinggi pada tahun 2019 yakni sebesar

145%. Jika dibandingkan pencapaian tahun 2019 (akhir periode RAP)

dibandingkan dengan tahun 2015 (awal periode RAP), telah dicapai

penambahan 325 Kab/Kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan

upaya kesehatan jiwa. Secara lengkap terlihat dalam grafik berikut ini:

Page 80: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

72 |

Grafik 3.18 Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan

upaya kesehatan jiwa/napza Tahun 2015-2019

Sumber data : Laporan Subdit Dewasa dan Lansia Tahun 2019

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Keberhasilan capaian indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki

Puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa sebanyak 407

kab/kota, disebabkan oleh:

1. Adanya Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga (PIS-PK) yang telah

dilakukan oleh petugas kesehatan di puskesmas untuk menemuan kasus

Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

2. Gencarnya advokasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh subdit P2 masalah

kesehatan jiwa dewasa dan usia lanjut

3. Dilakukannya pelatihan deteksi dini untuk dokter dan perawat di puskesmas

bidang kesehatan jiwa melalui dana dekonsentrasi

4. Adanya nota kesepahaman antara Kemensos, Kemenkes, Kepolisian, BPJS

tentang ODGJ.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

Upaya Kementerian Kesehatan dalam mencapai indikator melalui:

1) Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada situasi krisis kesehatan di

daerah terdampak bencana yang dilaksanakan di Provinsi Papua, Jawa

Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan untuk melakukan penanganan

masalah kesehatan jiwa pasca bencana.

2) Melakukan upaya promotif melalui pelaksanaan hari kesehatan jiwa sedunia,

dengan tujuan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang isu-isu

kesehatan jiwa, meningkatkan kepedulian dan partisipasi akif masyarakat

Page 81: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

73 |

terhadap upaya pencegahan masalah kesehatan jiwa, dengan melakukan

kegiatan antara lain:

a. Pekan Olah Raga Kesenian Rehabilitasi Mental (Poskesremen) di

Provinsi Bangka Belitung dengan kegiatan lomba olah raga antara lain

bulutangkis, catur, tenis meja, voli, dan futsal. Sedangkan cabang seni

yang dipertandingkan adalah lomba adzan, khotbah, tilawah, menari dan

menyanyi, pameran hasil karya rehabilitan, semua peserta lomba adalah

ODGJ;

b. Pemeriksaan Mobile Mental Health Servis (MMHS) dilakukan oleh subdit

Anak Remaja Direktorat P2MKJN;

c. Melakukan integrasi dengan program imunisasi dengan memberikan

imunisasi pneumonia pada balita disekitar Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Bangka Belitung;

d. Temu Media dengan media cetak dan elektronik membahas tentang tema

suicide prevention;

e. Temu Blogger dengan 40 blogger #harikesehatanjiwa, #cegahbunuhdiri

dan #sehatjiwa, dan berhasil masuk ke top 10 harian di tweeter;

Gambar 3.12

Temu Blogger pada Hari Kesehatan Jiwa

f. Seminar, di lakukan kegiatan pemutaran video bapak psikiatri Indonesia

prof DR.Dr. Kusumanto SpKJ, pemotongan 34 tumpeng, bedah buku

sehat jiwa, nagara kuat, perawatan kesehatan jiwa masyarakat dan

pencegahan bunuh diri;

Page 82: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

74 |

Grafik 3.13

Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia

g. Talkshow dengan tema “communicating about suicide”;

h. Kompetisi public relations students forum dengan tema advocation heathh

family function fot suicide prevention and support dengan topik promoting

family wellbeing through psicoeducation dengan peserta mahasiswa

fakultas komunikasi jurusan Public Relation seluruh universitas se-

Indonesia;

i. Kompetisi dengan tema uncovering the undercover: suicide prevention by

untilizing family functions, dengan peserta mahasiswa fakultas komunikasi

jurusan PR seluruh universitas se-Indonesia.

3) Sosialisasi pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa melalui

gerakan masyarak hidup sehat (GERMAS) dengan tujuan meningkatkan

pengetahuan dan kepedulian masyakarat melakukan upaya pencegahan

dan pengendalian masalah kesehatan jiwa di Kab Kediri, Kab Bungo, Kab

Lahat, Kab Mukomuko, Kab Blitar, Kab Banyuwangi, dengan peserta berasal

dari, tokoh masyarakat, tokoh agama, masyarakat umum, muspida setempat

dan tenaga kesehatan.

4) Koordinasi dan supervisi P2 Masalah Kesehatan Jiwa di Sumatera Barat,

Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Malang, Jambi, NTT,

Palu, Banten, Bali, NTB, Pekanbaru, Makasar, Yogjakarta, Jambi,

Kalimantan Timur, Garut, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara,

Bengkulu, Papua, Semarang, Bandung, Bangka Belitung dengan hasil

antara lain diperolehnya data indikator jumlah Kab/Kota yang memiliki

Puskesmas dengan layanan jiwa, termasuk data pemasungan; ditemukan

permasalahan terkait pengisian format laporan oleh Dinas Kesehatan;

Penyediaan obat di Puskesmas masih terpenuhi; Kurangnya tenaga

Page 83: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

75 |

kesehatan yang terlatih bidang kesehatan jiwa dan minimnya anggaran

APBD untuk program kesehatan jiwa.

5) Penyusunan peta strategis bidang kesehatan jiwa dan napza tahun 2020

sampai dengan 2025 sebagai acuan dalam pelaksanan program, kegiatan

untuk mencapai tujuan dan sasaran serta target indikator yang telah di

tetapkan.

g. Kendala/masalah yang dihadapi

1) Tebatasnya jumlah tenaga kesehatan terlatih bidang keswa.

2) Belum optimalnya koordinasi dengan intas program dan lintas sektor terkait

bidang keswa.

3) Belum semuanya pemegang program terpapar tentang upaya pencegahan

dan pengendalian masalah kesehatan jiwa.

4) Belum optimal nya komitmen daerah terhadap masalah kesehatan jiwa.

5) Masih kurangnya ketersediaan obat-obat keswa di Puskesmas.

h. Pemecahan Masalah

1) Melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan untuk bidang kesehatan jiwa

baik melalui dana dekonsentrasi atau dana pusat.

2) Meningkatkan koordinasi dengan lintas sektor dan lintas program terkait

bidang keswa.

3) Melakukan advoasi dan sosialiasasi tentang masalah kesehatan jiwa pada

lintas sektor dan lintas program.

4) Penyusunan peta strategis pelaksanaan program dan kegiatan bidang

kesehatan jiwa dan napza.

5) Melakukan kerja sama dengan Ditjen Farmalkes untuk penyediaan obat obat

kesehatan jiwa.

10. Persentase respon sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra di wilayah

layanan B/BTKLPP sebesar 90%

a. Penjelasan Indikator

Indikator respon Sinyal Kewaspadaan Dini (SKD) dan Kejadian Luar Biasa (KLB),

bencana dan kondisi matra di wilayah layanan B/BTKLPP dilakukan oleh seluruh

B/BTKLPP untuk kegiatan SKD KLB, kegiatan bencana dan kondisi matra di

seluruh wilayah layanan kerja B/BTKLPP.

b. Definisi operasional

Jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra yang direspon

< 24 jam terhitung mulai diterimanya laporan dari stakeholders dibandingkan

dengan jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB, bencana dan kondisi matra yang

dilaporkan stakeholders.

Page 84: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

76 |

c. Pengertian

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya kejadian kesakitan/kematian dan

atau meningkatnya suatu kejadiaan kesakitan kematian yang bermakna secara

epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Undang Undang

Wabah, 1984).

Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD KLB) merupakan

kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang

mempengaruhinya dengan meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-

upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat.

Respon sinyal SKD dan KLB adalah respon kewaspadaan dini yang dilakukan

dalam rangka mengantisipasi terhadap terjadinya penyakit potensial KLB yang

diperoleh berdasarkan deteksi dini KLB di wilayah kerja B/BTKL-PP dan atau dari

permintaan stakeholder serta respon penanggulangan KLB sesuai dengan

pedoman.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

factor alam dan/atau factor nonalam maupun factor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda, dan dampak psikologis.

Kondisi Matra adalah keadaan dari seluruh aspek pada matra yang serba

berubah dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pelaksaan kegiatan

manusia yang hidup dalam lingkungan tersebut, seperti Ibadah Haji, arus mudik,

arus balik hari raya dan tahun baru, Jambore, dan lain lain.

Stakeholder adalah suatu masyarakat, kelompok, komunitas atau individu

manusia yang memiliki hubungan dan kepentingan terhadap suatu organisasi

seperti Dinas Kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Laboratorium, RS, dan

lain-lain.

d. Rumus/cara perhitungan

Persentase respon

sinyal SKD dan

KLB, bencana dan

kondisi matra di

wilayah layanan

B/BTKLPP

=

Jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB,

bencana dan kondisi matra yang direspon

< 24 jam terhitung mulai diterimanya

laporan dari stakeholder

x 100% Jumlah/frekuensi sinyal SKD dan KLB,

bencana dan kondisi matra yang

dilaporkan stakeholder

Page 85: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

77 |

e. Capaian indikator

Capaian persentase respon sinyal SKD KLB, Bencana dan kondisi matra tahun

2019 sebesar 98% dari target 90%, sehingga capaian indikator tahun ini adalah

109%. Capaian target indikator ini mencapai target yang ditetapkan selama

periode tahun 2015-2019, kondisi ini menunjukan upaya respon terhadap Sinyal

Kewaspadaan Dini (SKD) dan Kejadian Luar Biasa (KLB), bencana dan kondisi

matra di wilayah layanan B/BTKLPP telah dilakukan oleh seluruh B/BTKLPP.

Grafik 3.19 Persentase respon SKD dan KLB, bencana

dan kondisi matra diwilayah layanan B/BTKLPP Tahun 2015 - 2019

Sumber data : Laporan Subit Surveilans Tahun 2019

Berdasarkan laporan dari B/BTKLPP, dari 10 BBTKLPP pada Ditjen P2P

terdapat satu B/BTKLPP yang tidak mencapai capaian indikator yaitu BTKL

Kelas II Ambon. Kendala dan masalah yang dihadapi oleh BTKL Kelas II Ambon

dalam mencapai indikator antara lain penyampaian informasi kadang terlambat,

data yang diterima kurang valid, khusus untuk daerah dengan geografis yang

sulit, hambatan pada transportasi dan anggaran belum memadai dan logistik

terbatas jumlah bahan dan peralatan lapangan. Untuk mengatasi permasalahan

tersebut, akan dibuat analisa kebutuhan anggaran SKD KLB untuk semua BTKL

dan mengoptimalkan koordinasi antar BTKL dengan penanggungjawab

program/kegiatan SKD/KLKB/bencana tingkat provinsi/kabupaten/kota.

f. Analisa Penyebab Keberhasilan

Secara keseluruhan, tercapainya target indikator ini antara lain didukung dengan

adanya jejaring kerja dan koordinasi yang sudah berjalan baik dengan berbagai

stakeholder di wilayah kerja B/BTKL-PP, peningkatkan kemampuan SDM dalam

verifikasi rumor penyakit potensial KLB dan penyelidikan epidemiologi, kajian

untuk evaluasi kewaspadaan dini penyakit berpotensi KLB, pengembangan

Page 86: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

78 |

kapasitas laboratorium dalam pengembangan metode pemeriksaan penyakit dan

adanya evaluasi dan monitoring kegiatan B/BTKL-PP untuk memantau

keberhasilan kegiatan dalam mendukung tercapainya indikator.

g. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1) Merespon verifikasi rumor dan KLB penyakit < 24 jam setelah informasi

diterima dari dinkes kabupaten/kota maupun provinsi dan PHEOC

2) Jejaring kerja dan koordinasi yang baik dengan petugas surveilans dinas

kesehatan kab/kota sehingga penjaringan kasus penyakit potensi KLB pada

tahap verifikasi rumor dapat dilaksanakan.

3) Memprioritaskan pengujian sampel KLB/pencemaran untuk segera

menghasilkan sertifikat hasil uji (SHU).

4) Memberikan informasi hasil investigasi dan laboratorium kepada Dinkes, RS

yang merujuk sampel (RSPI, RSUP persahabatan, RSUP Famawati, RSCM,

RSUD), dan PHEOC secara cepat.

5) Dukungan komitmen dan bimbingan konsultasi teknis lab dari BTDK

Balitbangkes, B2P2VRP Salatiga, Lembaga Eijkman, US-CDC Indonesia

dan WHO.

6) Meningkatkan jejaring kemitraan dengan SKPD terkait (BPBD/Pusat Krisis

kesehatan).

7) Sosisalisasi Rencana Kegiatan B/BTKLPP kepada semua stakeholder

antara lain tentang kesiapan B/BTKLPP untuk melakukan Respon KLB,

memberikan nama dan nomor telefon petugas B/BTKLPP yang bisa

dihubungi jika Petugas Dinas Kesehatan ingin melaporkan adanya kejadian

KLB atau Bencana, dan sebagainya.

8) Penentuan kegiatan berdasarkan prioritas masalah dan prioritas nasional.

9) Melakukan kajian dampak faktor risiko penyakit berpotensi KLB berbasis

laboratorium.

10) Memantau perkembangan tren penyakit menular potensial KLB/wabah,

keracunan makanan dan memberikan sinyal peringatan kepada pengelola

program.

11) Pengukuran kualitas udara akibat bencana kabut asap.

12) Melengkapi stok logistik dalam keadaan siap sehingga jika dibutuhkan

sewaktu-waktu ketika ada KLB atau Bencana, dapat segera direspon.

13) Membuat Tim Gerak Cepat KLB dan Bencana yang terdiri dari para petugas

B/BTKLPP yang siap untuk melakukan respon.

h. Kendala/Masalah yang Dihadapi

1) Keterbatasan persedian RDT Hepatitis A karena adanya peningkatan kasus

KLB Hepatitis A di wilayah layanan pada akhir tahun anggaran.

2) Keterbatasan media reagensia pemeriksaan difteri karena peningkatan

jumlah suspek difteri dan penelusuran kontak kasus di wilayah layanan dan

luar wilayah layanan.

3) Beberapa B/BTKLPP belum mampu melakukan pemeriksaan sampel difteri,

sehingga B/BTKLPP Jakarta mendapat limpahan sampel difteri dari luar

wilayah layanannya.

Page 87: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

79 |

4) Petugas Dinas Kesehatan belum melakukan skrining secara tepat pada saat

penelususan kontak kasus sehingga sample kontak kasus yang dikirimkan

ke B/BTKLPP sangat banyak (difteri, leptospirosis, hepatitis A).

5) Belum semua wilayah layanan di luar Jawa mendapatkan informasi

kapasitas B/BTKLPP dalam PE KLB dalam pengujian laboratorium yang

dapat dilakukan.

6) Tidak semua parameter terkait pencemaran bisa dan penyakit berpotensi

KLB dapat dilakukan pemeriksaan.

7) Kurangnya jumlah SDM bidang surveilans khusus nya tenaga JFT Epid

Kesehatan.

8) Belum sinkronnya jadwal kegiatan di UPT dan SKPD daerah khusus

terhadap penanganan KLB/Bencana/SKDR.

9) Kurangnya kualitas sumber daya untuk surveilans epidemiologi terutama

dalam rangka kewaspadaan dini dan respon KLB.

10) Penyediaan logistik terbatas baik pada saat KLB ataupun bencana.

11) Pada situasi matra nataru dan mudik lebaran kurangnya koordinasi lintas

sktor.

12) Kurangnya pengetahuan dan partisipasi masyarakat pada saat pengumpulan

data dilokasi kegiatan.

13) Masih banyak Dinas Kesehatan yang tidak melaporkan adanya kejadian KLB

atau bencana, atau dilaporkan tetapi sudah terlambat.

14) Adanya kebijakan BPJS yang tidak menanggung biaya pengobatan bagi

korban KLB apabila dikeluarkan W1 sehingga daerah tidak mau

mengeluarkan W1 walaupun sudah terjadi KLB.

15) Tim Gerak Cepat (TGC) yang dikirim kadang sering tidak sesuai dengan

kebutuhan yang dibutuhkan di lapangan dari segi kompetensi.

16) Ada beberapa Logistik KLB yang perlu pemesanan inden yang cukup lama

sehingga ketika dibutuhkan untuk merespon kejadian KLB atau Bencana

sedang dalam kondisi habis atau belum ada.

17) Sering tidak ada kesamaan persepsi antara Dinas Kesehatan dengan

Pemerintah Daerah tentang situasi yang terjadi terutama tentang KLB

apakah sudah masuk dalam kategori KLB atau masih peningkatan kasus.

18) Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan peralatan Laboratorium

untuk pengendalian Penyakit masih terbatas.

19) Laboratorium yang ada belum sepenuhnya memenuhi syarat dalam hal

biosafety dan biosecurity.

20) Belum semua B/BTKLPP dapat melakukan pemeriksaan sampel secara

mikrobiologi belum ada alat yang dapat mendeteksi dengan cepat dan

akurat.

21) Khusus untuk daerah dengan geografis yang sulit, hambatan pada

transportasi dan anggaran belum memadai.

i. Pemecahan Masalah

Terhadap permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan,

BBTKLPP dapat melakukan pemecahan masalah sebagai berikut:

Page 88: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

80 |

1) Akan dilakukan analisa kebutuhan untuk pengadaan anggaran untuk

pengadaan RDT hepatitis A, reagen rutin untuk prioritas pengadaan media

reagensia difteri.

2) Melakukan skrining klinis secara ketat untuk sampel kasus hepatitis ataupun

carier yang akan diperiksa sesuai kurva riwayat alamiah penyakit hepatitis A,

skrining sample kontak kasus Difteri, pemeriksaan sample diutamakan pada

kontak erat dengan kasus.

3) B/BTKLPP lain perlu melakukan on the job training pemeriksaan difteri di

B/BTKLPP Jakarta.

4) Menyampaikan informasi kapasitas B/BTKLPP dalam pemeriksaan penyakit

potensial KLB di beberapa pertemuan eksternal maupun advokasi ke wilayah

layanan.

5) Membangun jejaring dengan institusi lain dan bahkan lintas negara untuk

pemeriksaan parameter rujukan.

6) Koordinasi dengan bidang lain atau SKPD daerah sesuai dengan kebutuhan

tenaga dan peningkaan peran lintas sektor dan lintas program.

7) Meningkatkan kualitas sumber daya untuk surveilans epidemiologi terutama

dalam rangka kewaspadaan dini dan respon.

8) Pengembangan kemampuan laboratorium konfirmasi penyakit melalui

pelatihan dan peningkatan kapasitas lainnya.

9) Meningkatkan sosialisasi pada Dinas Kesehatan agar dapat segera

melaporkan kejadian KLB atau Bencana dalam waktu kurang dari 24 jam

10) Mengirimkan TGC yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan dalam bidang

kompetensinya, sehingga dalam hal ini setiap kejadian KLB bisa berbeda tim

tergantung jenis KLB dan kondisi di lapangan.

11) Segera melakukan pemesanan logistik KLB pada awal tahun anggaran

terutama untuk logistik yang harus dipesan inden.

12) Membuat perencanaan dalam roadmap BTKLPP terutama yang berkaitan

dengan kemampuan laboratorium dalam pengendalian penyakit.

13) Menganggarkan pengembangan peralatan laboratorium Virologi pada tahun

berikutnya.

14) Menambah tenaga yang kompeten sebagai tim gerak cepat (Epidemiolog,

Entomolog dan Laboran)

15) Komunikasi yang intensif dengan stakeholder dan pihak terkait di wilayah

layanan.

11. Persentase teknologi tepat guna P2P yang dihasilkan B/BTKLPP meningkat

50% dari jumlah TTG tahun 2014

a. Definisi operasional

Peningkatan jumlah model dan atau jenis Teknologi Tepat Guna (TTG) bidang

P2P yang dihasilkan 10 Balai dan atau Balai Besar Teknik Kesehatan

Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (B/BBTKLPP) dalam waktu 1 tahun

dibandingkan dengan baseline jumlah model dan atau jenis TTG yang sudah

dihasilkan di tahun 2014 oleh 10 B/BBTKLPP yang kemudian dinyatakan dalam

Page 89: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

81 |

persen. Dengan target di tahun 2019 akan meningkat sebanyak 50% dari jumlah

model dan atau jenis TTG di tahun 2014.

b. Rumus/cara perhitungan

Persentase teknologi tepat guna P2P yang dihasilkan B/BTKLPP

meningkat dari jumlah TTG tahun

2014

=

Jumlah kumulatif TTG sampai tahun evaluasi – Jumlah TTG pada saat

baseline x 100%

Jumlah TTG pada saat baseline tahun 2014

Baseline jumlah Teknologi Tepat Guna (TTG) yang dihasilkan B/BTKLPP pada

tahun 2014 adalah sebanyak 40 TTG.

c. Capaian indikator

Setiap tahun, B/BTKLPP menghasilkan Teknologi Tepat Guna yang dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat. Jumlah TTG yang dihasilkan B/BTKLPP pada

tahun 2014 (sebagai baseline) sebanyak 40 TTG. Pada tahun 2015, dihasilkan

54 TTG baru sehingga jumlah kumulatif TTG menjadi 94, tahun 2016 jumlah TTG

menjadi 134, tahun 2017 menjadi 205 TTG, tahun 2018 menjadi 259 TTG dan

tahun 2018 menjadi 316 TTG, sehingga bila dihitung selama tahun 2015-2019,

telah dihasilkan 276 TTG oleh B/BTKLPP, seperti yang terlihat dalam grafik

berikut ini:

Grafik 3.20

Jumlah TTG yang dihasilkan B/BTKLPP

Tahun 2015-2019

Sumber data : Laporan TTG B/BTKLPP Tahun 2019

Page 90: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

82 |

TTG yang dihasilkan BBTKLPP meningkat dari tahun 2015 sampai tahun 2019

dengan persentase peningkatan sebesar 35% pada tahun 2015, menjadi 54%

pada tahun 2016, menjadi 313% pada tahun 2017 dan meningkat menjadi 448%

(219 TTG) pada tahun 2018 dan menjadi 690% pada tahun 2019, seperti terlihat

dalam tabel berikut ini:

Grafik 3.21

Target dan Capaian Peningkatan TTG yang dihasilkan BBTKLPP

Tahun 2015-2019

Sumber data : Laporan TTG B/BTKLPP Tahun 2019

Berikut ini Teknologi Tepat Guna (TTG) yang dihasilkan oleh B/BTKLPP pada

tahun 2019 antara lain:

Tabel 3.5 Teknologi Tepat Guna yang dihasilkan B/BTKLPP Tahun 2019

B/BTKLPP Jenis dan Model TTG

BBTKLPP Surabaya 1. Penyehatan Air

2. Penyehatan Makanan

3. Penyehatan Udara

4. Pengendali Vektor Penyakit BBTKLPP Jakarta

1. Pengendali Rodent

2. Pengendali faktor malaria

3. Pencegah kecacingan

4. Penyaring (pensteril) udara ruang penderita TB

BTKLPP Yogyakarta 1. Model dan Teknologi Pengolahan Limbah Batik Sistem

Elektro Koagulasi sebanyak 2 jenis, Model I : kombinasi bak

elektrokoagulasi, tabung filter dan bak pengendap

(permanen), Model II: bak elektrokogulasi dan bak filter

ukuran kecil (portable)

2. Model / Teknologi Sterilisasi Alat Makan Di Haji 2 jenis

(Model I dimensi pxlxt : 100 x 50 x 160 cm dan Model II

Page 91: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

83 |

B/BTKLPP Jenis dan Model TTG

dimensi pxlxt : 80 x 45 x 130 cm)

3. Model dan Teknologi Daily Air Purification 2 jenis (TUVO dan

M-FUVOS)

4. Model dan Teknologi Sterilisasi Container Air Minum Isi

Ulang 1 jenis (lemari sterilisasator dengan ozon)

5. Pengembangan Model/ Teknologi Pengolah Air Payau 3

jenis [Model I absorbsi-filtrasi (dengan isian karbon aktif,

zeolite dan pasir)-ion exchange 2 tabung, Model II absorbsi-

filtrasi (dengan isian karbon aktif, zeolite)-ion exchange 2

tabung, dan Model III absorbsi-filtrasi- ion exchange 5

tabung kecil)]

6. Pengembangan Model/ Teknologi Penurunan Fe dan Mn 2

jenis (model I Tabung penyaring/ filter dengan bahan isian

karbon aktif, zeolite dan pasir dan Model II Tabung

penyaring/ filter dengan bahan isian karbon aktif dan zeolite)

7. Pengembangan Model/Teknologi Mosqovilar Trap 1 jenis

lemon, lavender)

BBTKLPP

Banjarbaru

1. Pengendalian bakteri udara

2. Pengendalian vector (kulit jeruk nipis sebagai antinyamuk

semprot)

3. Pengendalian vector ekstrak rimpang lengkuas

4. Pengendalian vector ekstrak rimpang kunyit

BTKLPP Kelas I

Batam

1. Khlorinator perpipaan

2. Perangkap tikus botol

3. SPTDP (sistem pengolahan jamban pesisir)

4. Pengolahan air bencana

5. Pengusir tikus (rat repellent)

6. Perangkap lalat kasa

7. Komposter padat cair

8. Penjernih air sederhana

9. Biopori

10. Perangkap lalat toples (flytrap)

11. Perangkap tikus PVC

12. Perangkap kecoa model kardus

13. Lilin aromaterapi pengusir nyamuk.

BTKLPP Kelas I

Makasar

1. Komposter Biogas

2. WC Darurat Bencana

BTKLPP Kelas I

Palembang

1. Pengolahan air limbah tenun songket dan kain tajung industri

rumah tangga

2. Pengolahan limbah industri bengkel

3. TTG dengan membran filter untuk menaikan pH normal

4. TTG dengan membran untuk menurunkan zat besi (fe)

BTKLPP Kelas I

Medan

1. Pompa hydram

2. Tripicon H

3. Wastafel Portabel

4. Perangkap tikus dari botol bekas

5. Perangkat lalat dari botol bekas

6. Fly trap

Page 92: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

84 |

B/BTKLPP Jenis dan Model TTG

BTKLPP Kelas I

Manado

1. Jamban bio filter

2. Jamban tripkon-s

3. Pemurni Udara

4. IPAL mini fasyankes

5. Larvitrap

6. Chlorin Difuser

BTKLPP Kelas II

Ambon

1. Pengolahan air Payau

2. Sterilisasi udara ruang.

Sumber data : Laporan TTG B/BTKLPP Tahun 2019

d. Analisa Penyebab Keberhasilan

Tercapainya indikator ini didukung oleh kegiatan yang dilakukan oleh B/BTKLPP

antara lain:

1) Membuat design/ model teknologi tepat guna (TTG) yang berorientasi pada

pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan.

2) Menerapkan, mengembangkan model teknologi maupun metodologi bidang

kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit.

3) Melakukan uji coba terhadap teknologi yang diterapkan.

4) Melakukan evaluasi hasil penerapan teknologi tepat guna.

5) Melaksanakan jejaring kerja dan kemitraan bidang pengembangan teknologi.

e. Upaya yang dilaksanakan mencapai target indikator

1) Membentuk tim TTG untuk merancang model yang akan menjadi target.

2) Memperkaya literatur dalam pengembangan Model TTG

3) Mengirim SDM untuk pelatihan rancang-bangun dan pelatihan teknis lainnya.

4) Merancang dan mendesain model TTG (prototype) sesuai prioritas masalah

kesehatan yang terjadi di masyarakat.

5) Membuat model TTG dan melakukan uji coba model TTG skala

laboratorium.

6) Melakukan koordinasi dan survey awal ke lokasi yang sesuai untuk

penempatann alat pengolahan TTG.

7) Uji coba model dilokasi pemasangan.

8) Sosialisasi dan deseminasi model TTG kepada masyarakat pengguna.

9) Pemantauan penggunaan TTG.

f. Kendala/Masalah yang Dihadapi

1) Jumlah dan kompetensi SDM yang kurang memadai khususnya dalam

merancang dan mendesain model TTG.

2) Terbatasnya inovasi-inovasi kegiatan pembuatan model dan teknologi.

3) Beberapa model dan teknologi yang dibuat biaya masih terlalu tinggi untuk

bisa diimplementasi sendiri oleh masyarakat.

Page 93: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

85 |

4) Pada saat pembuatan model dan teknologi masih kesulitan mencari

penyedia jasa yang sesuai dengan kebutuhan

5) Hak paten dan merk yang diusulkan kepada Kementerian Hukum dan HAM

memakan waktu minimal 2 tahun.

6) Kurangnya sosialisasi TTG kepada masyarakat sehingga tidak memiliki daya

ungkit yang signifikan.

7) Kurangnya supply bahan alami yang berpotensi dikembangkan menjadi TTG

8) Teknologi yang terus berkembang menuntut personil untuk lebih kreatif dan

inovatif dalam mengembangkan model teknologi tepat guna di bidang

kesehatan lingkungan.

g. Pemecahan Masalah

1) Peningkatan kompetensi dan kapasitas SDM terkait TTG Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit melalui pendidikan dan pelatihan seperti Poltekkes

dan Balai Pelatihan Kesehatan, studi banding dan jejaring ke tempat yang

concern terhadap pengembangan teknologi seperti BPPT, B/BTKLPP

lainnya, LSM.

2) Meningkatkan jejaring kerja lintas sektor untuk mencegah doubling bantuan

alat yang ditempatkan di masyarakat.

3) Memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi penempatan alat

TTG.

4) Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat dan advokasi kepada

pemerintah daerah maupun institusi terkait lainnya dalam penerapan TTG

P2P.

5) Meningkatkan sarana penyediaan tanaman alami TTG P2P termasuk

penyiapan lahan

6) Mengajukan usulan hak paten kepada Kementerian Hukum dan HAM

12. Persentase Pelabuhan/Bandara/PLBD yang melaksanakan kebijakan

kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat

yang berpotensi wabah sebesar 100%

a. Penjelasan Indikator

Secara geografis Indonesia berada dalam posisi yag strategis karena berada di

tengah-tengah jalur lalu lintas internasional. Selain itu, Indonesia yang berbentuk

negara kepulauan membuat Indonesia memilki banyak pintu masuk baik

internasional maupun regional. Hal ini memberikan begitu banyak peluang

strategis yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Di sisi lain,

banyaknya akses untuk masuk dan keluar Indonesia meningkatkan risiko untuk

penyebaran penyakit. Diperlukan kesiapsiagaan khusus di pintu masuk negara,

baik dari segi kebijakan, koordinasi, maupun kapasitas sumber daya. Hal ini

tertuang di dalam IHR (2005) di mana setiap pintu masuk perlu meningkatkan

kapasitasnya. Indonesia secara bertahap telah mengembangkan kapasitas

untuk mencegah, mendeteksi dan merespon faktor risiko di pintu masuk

Page 94: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

86 |

negara dalam rangka pengendalian penyakit yang berpotensi menimbulkan

kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM). Kapasitas tersebut sesuai dengan

regulasi IHR (2005). Regulasi ini merupakan modal utama untuk

mengembangkan jejaring dan kerjasama internasional dalam menghadapi dan

menanggulangi potensi terjadinya Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang

Meresahkan Dunia (KKM- MD) atau Public Health Emergency of International

Concern (PHEIC).

Salah satu upaya mempertahankan dan meningkatkan upaya cegah tangkal

dalam rangka perlindungan masyarakat Indonesia dan dunia terhadap KKM

adalah melalui penyusunan dokumen kebijakan yang disusun bersama dengan

lintas sektor terkait, yang dinamakan dengan dokumen rencana kontijensi.

Penyusunan dokumen rencana kontijensi di pintu masuk negara melibatkan

seluruh lintas sektor yang ada di pelabuhan, bandara, atau PLBDN, termasuk di

dalamnya otoritas pelabuhan/bandara/PLBN, unsur QIC (Quarantine,

Immigration, Custom; Karantina, Imigrasi, Bea Cukai), Dinas Perhubungan,

Kepolisian, TNI, Dinas Kesehatan, dan instansi lainnya. Finalisasi dari dokumen

ini adalah dengan ditandatanganinya dokumen rencana kontijensi oleh

Syahbandar/ Otorita Bandara/ Pengelola PLBN.

b. Definisi Operasional

Jumlah pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional yang memiliki kebijakan

kesiapsiagaan berupa dokumen rencana kontijensi penanggulangan

kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah. Penyusunan

dokumen kebijakan kesiapsiagaan melibatkan lintas program dan lintas sektor

terkait (satuan kerja perangkat daerah) untuk penanggulangan kedaruratan

kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah.

c. Rumus/Cara perhitungan

Persentase

Pelabuhan/Bandara/

PLBD yang mempunyai

kebijakan kesiapsiagaan

dalam penanggulangan

KKM yang berpotensi

wabah

=

Jumlah Pelabuhan/Bandara/PLBD yang

mempunyai kebijakan kesiapsiagaan

dalam penanggulangan KKM yang

berpotensi wabah

x 100% Jumlah pintu masuk internasional pada

saat baseline

d. Capaian Indikator

Pada tahun 2019, persentase pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional

yang melaksanakan kebijakan penanggulangan Kedaruratan Kesehatan

Masyarakat (KKM) telah mencapai 100% (106 pelabuhan/bandara/PLBD) dari

target 100% (106 pelabuhan/bandara/PLBD). Terjadi peningkatan bila

dibandingkan dengan capaian tahun 2015-2019 seperti dalam tabel berikut ini:

Page 95: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

87 |

Tabel 3.22

Persentase pelabuhan/bandar udara/PLBDN internasional

yang memiliki dokumen rencana kontijensi

Tahun 2015-2019

Sumber data : Laporan rutin Subdit Karantina Kesehatan Tahun 2019

Bila melihat tren capaian pelabuhan/banda udara/PLBDN yang mempuyai

kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan KKM, indikator ini telah tercapai

selama 5 tahun berturut-turut.

e. Analisa Penyebab Keberhasilan

Sampai dengan tahun 2019 tercapai 106 pintu masuk internasional yang

menyusun dokumen rencana kontijensi dari target 106 kab/kota. Beberapa faktor

yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian target indikator antara lain:

1. Persiapan pelaksanaan kegiatan dengan melakukan komunikasi dan

koordinasi kepada stakeholder di lingkungan pelabuhan/bandar

udara/PLBDN serta pemerintah daerah setempat.

2. Adanya sosialisasi dan advokasi dengan melibatkan stakeholder di

lingkungan pelabuhan/bandar udara/PLBDN dan lintas sector terkait lainnya.

3. Adanya kegiatan penyusunan dokumen rencana kontijensi dengan anggaran

bersumber dari APBN.

4. Adanya rambu petunjuk perencanaan sehingga Kantor Kesehatan

Pelabuhan dapat menganggarkan kegiatan terkait kesiapsiagaan

penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di pintu masuk negara.

5. Adanya koordinasi dan integrasi dengan pemangku kebijakan di pusat baik

dengan mengadakan rapat koordinasi dan/ atau pertemuan dengan

anggaran Subdit maupun menghadiri pertemuan yang diadakan oleh

Kementerian/ Lembaga.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator

1) Sosialisasi dan advokasi regulasi kesehatan internasional atau International

Health Regulations (2005) termasuk kapasitas inti IHR dan paket aksi

keamanan kesehatan global.

Page 96: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

88 |

2) Pendampingan teknis penilaian pencapaian kapasitas inti IHR di pintu masuk

negara, wilayah dan nasional dengan melibatkan lintas sektor terkait.

3) Sosialisasi dan advokasi kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap faktor

risiko kedaruratan kesehatan masyarakat dengan melibatkan stakeholder di

lingkungan pelabuhan/bandar udara/PLBDN dan lintas sektor terkait.

4) Melaksanakan pertemuan dan rapat koordinasi untuk membahas

penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk negara dengan

melibatkan KKP dan mengundang lintas sektor terkait, seperti: Kementerian

Perhubungan, BNPP, baik sebagai narasumber maupun sebagai peserta.

5) Melakukan reviu terhadap dokumen rencana kontijensi yang telah disusun

dan terlibat secara aktif dalam proses table top exercise (TTX) dan simulasi.

f. Kendala/masalah yang dihadapi

Dalam penyusunan dan pelaksanaan rencana kontijensi ditemukan beberapa

kendala dan permasalahan antara lain:

- Belum optimalnya pemahaman dan komitmen lintas sektor terkait terhadap

pentingnya penyusunan rencana kontijensi sehingga minim ide, inisiatif dan

partisipasi.

- Kompetensi lintas sektor yang terlibat sering tidak sesuai dan berganti-ganti

pada saat persiapan dan penyusunan.

- Perlu peningkatan dalam hal standar sumber daya, sarana prasarana dan

kejelasan beban pembiayaan masing-masing peran dalam rencana

kontijensi.

g. Pemecahan Masalah

- Mengintensifkan kegiatan advokasi dan sosialisasi kebijakan

kesiapsiagaan penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat

kepada lintas sektor di lingkungan pelabuhan/bandar udara/PLBDN serta

lintas sektor terkait, dengan tujuan untuk meningkatkan komitmen dalam

melaksanakan program yang disepakati, serta menjadikan penyusunan/

reviu rencana kontijensi sebagai salah satu prioritas kegiatan.

- Komunikasi dan koordinasi aktif dengan otoritas terkait untuk mendapatkan

dukungan penyelenggaraan kegiatan di pintu masuk negara, Salah satunya

adalah dengan BNPP sebagai koordinator program di PLBDN yang siap

memberikan dukungan yang diperlukan dalam rangka memenuhi Instruksi

Presiden terkait Pos Lintas Batas Negara Terpadu.

Page 97: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

89 |

B. REALISASI ANGGARAN

1. Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan

Pagu awal anggaran Ditjen P2P Tahun Anggaran 2019 adalah Rp.

2.641.905.1478.000,00 kemudian dilakukan revisi DIPA terkait penambahan belanja

pegawai sebesar Rp. 92.980.754.000,00 sehingga pagu menjadi Rp.

2.734.885.901.000,00. Pada akhir Tahun Anggaran 2019, total anggaran Ditjen

P2P menjadi Rp. 3.315.636.916.000,00 karena adanya penambahan hibah

langsung uang sebesar Rp. 580.751.015.000,00. Secara lengkap distribusi pagu

anggaran Ditjen P2P terlihat dalam grafik dibawah ini:

Grafik 3.23

Distribusi Pagu Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja Tahun 2019

Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 24 Januari 2020

Realisasi anggaran Ditjen P2P tahun 2019 sebesar 94,24%, dari pagu total sebesar

Rp. 3.315.636.916.000,00, telah direalisasikan sebesar Rp. 3.124.772.437.816,00

Secara lengkap pada tabel berikut ini:

Tabel 3.6 Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan dan Jenis Belanja

Tahun 2019

Pagu Realisasi % Pagu Realisasi % Pagu Realisasi % Pagu Realisasi %

1 KANTOR PUSAT 83.449.005.000 77.703.276.135 93,11 1.588.223.052.000 1.507.191.777.023 94,90 203.590.740.000 196.531.485.337 96,53 1.875.262.797.000 1.781.426.538.495 95,00

2 KANTOR DAERAH 475.830.764.000 461.281.450.038 96,94 449.298.123.000 422.822.708.356 94,11 149.946.487.000 140.447.627.295 93,67 1.075.075.374.000 1.024.551.785.689 95,30

1). KKP 383.897.029.000 371.524.495.495 96,78 342.931.521.000 323.369.725.665 94,30 88.989.930.000 83.976.805.093 94,37 815.818.480.000 778.871.026.253 95,47

2). B/BTKL-PP 91.933.735.000 89.756.954.543 97,63 106.366.602.000 99.452.982.691 93,50 60.956.557.000 56.470.822.202 92,64 259.256.894.000 245.680.759.436 94,76

3 DEKONSENTRASI - - 0,00 365.298.745.000 318.794.113.632 87,27 - - 0,00 365.298.745.000 318.794.113.632 87,27

559.279.769.000 538.984.726.173 96,37 2.402.819.920.000 2.248.808.599.011 93,59 353.537.227.000 336.979.112.632 95,32 3.315.636.916.000 3.124.772.437.816 94,24

Belanja Modal Total

Jumlah

No SatkerBelanja Pegawai Belanja Barang

Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 24 Januari 2020

Page 98: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

90 |

Realisasi tertinggi pada kantor daerah, sebesar 95,30% dimana realisasi KKP lebih

tinggi (95,47%) dibandingkan dengan realisasi B/BTKLPP (94,76%). Realisasi

terendah pada Dinas Kesehatan Provinsi sebagai satker dekonsentrasi yakni

sebesar 87,27%. Bila dibandingkan dengan target realisasi anggaran yakni 95%

maka realisasi anggaran Ditjen P2P belum mencapai target (kurang 0,76%). Bila

dilihat realisasi anggaran per jenis belanja maka realisasi tertinggi pada belanja

pegawai (96,37%), kemudian belanja modal (95,32%) dan realisasi terendah pada

belanja barang dan jasa (93,59%), seperti pada grafik berikut ini:

Grafik 3.24 Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja Tahun 2019

Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 24 Januari 2020

Bila dilihat realisasi anggaran Ditjen P2P berdasarkan sumber dana maka terlihat

bahwa realisasi tertinggi pada PNBP (95.06%), kemudian Rupiah Murni (94,44%)

dan HLN (93,17%).

Grafik 3.25 Realisasi Anggaran Berdasarkan Sumber Dana Tahun 2019

Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 24 Januari 2020

Page 99: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

91 |

2. Realisasi Anggaran Dekonsentrasi

Dinas Kesehatan Provinsi sebagai satker penerima dana dekonsentrasi tahun 2019

telah melaksanakan kegiatan dengan total realisasi anggaran sebesar 87,27%.

Realisasi tertinggi pada satker Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah

(97,60%) dan terendah pada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (66,95%).

Secara lengkap terlihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.7

Realisasi Anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Tahun 2019

NO SATKER PAGU REALISASI %

1 189002 | DINAS KESEHATAN PROPINSI SULAWESI TENGAH

13.964.212.000 13.629.367.550 97,60

2 109002 | DINAS KESEHATAN PROVINSI JAMBI

6.790.237.000 6.619.182.326 97,48

3 319008 | DINAS KESEHATAN PROVINSI GORONTALO

7.017.208.000 6.764.410.865 96,40

4 129008 | DINAS KESEHATAN PROVINSI LAMPUNG

7.589.972.000 7.270.117.953 95,79

5 249009 | DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

16.175.879.000 15.491.026.926 95,77

6 417663 | DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

5.021.436.000 4.785.287.054 95,30

7 089017 | DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA BARAT

6.280.726.000 5.970.190.018 95,06

8 289002 | DINAS KESEHATAN PROPINSI MALUKU UTARA

8.479.006.000 8.033.034.500 94,74

9 159013 | DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

7.535.362.000 7.099.753.600 94,22

10 340050 | DINAS KESEHATAN PROPINSI SULAWESI BARAT

5.435.741.000 5.056.344.506 93,02

11 209003 | DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA

8.251.152.000 7.674.707.700 93,01

12 039024 | DINAS KESEHATAN PROPINSI JAWA TENGAH

24.060.590.000 22.335.464.645 92,83

13 239006 | DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

7.426.238.000 6.887.223.161 92,74

14 049006 | DINAS KESEHATAN PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

4.928.210.000 4.512.452.895 91,56

15 269016 | DINAS KESEHATAN PROVINSI BENGKULU

6.113.982.000 5.595.056.613 91,51

16 329018 | DINAS KESEHATAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

5.407.335.000 4.936.976.098 91,30

17 099015 | DINAS KESEHATAN PROVINSI RIAU

6.362.892.000 5.788.523.350 90,97

18 149012 | DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

7.929.850.000 7.212.908.750 90,96

19 229002 | DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI

5.552.354.000 5.008.611.600 90,21

20 019009 | DINAS KESEHATAN PROVINSI DKI JAKARTA

4.213.899.000 3.777.338.400 89,64

21 179014 | DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI UTARA

8.397.712.000 7.450.994.531 88,73

22 309008 | DINAS KESEHATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

5.373.082.000 4.744.804.693 88,31

23 169019 | DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

8.662.241.000 7.639.880.027 88,20

24 339034 | DINAS KESEHATAN PROVINSI PAPUA BARAT

22.776.771.000 20.072.367.912 88,13

Page 100: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

92 |

NO SATKER PAGU REALISASI %

25 199003 | DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

13.995.882.000 12.229.081.547 87,38

26 069003 | DINAS KESEHATAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

10.690.120.000 9.275.342.678 86,77

27 299002 | DINAS KESEHATAN PROVINSI BANTEN

6.461.696.000 5.596.060.923 86,60

28 119014 | DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

8.828.357.000 7.507.140.074 85,03

29 059008 | DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

18.969.575.000 15.626.932.707 82,38

30 259004 | DINAS KESEHATAN PROVINSI PAPUA

41.154.731.000 33.793.547.803 82,11

31 219013 | DINAS KESEHATAN PROVINSI MALUKU

7.270.075.000 5.834.429.521 80,25

32 139006 | DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT

7.473.773.000 5.890.795.276 78,82

33 079022 | DINAS KESEHATAN PROVINSI SUMATERA UTARA

15.341.851.000 11.702.583.880 76,28

34 029017 | DINAS KESEHATAN PROP. JAWA BARAT

25.366.598.000 16.982.173.550 66,95

365.298.745.000 318.794.113.632 87,27%

Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 24 Januari 2020

3. Realisasi Anggaran Per Indikator Kinerja

Selain realisasi berdasarkan jenis kewenangan, diperoleh juga realisasi anggaran

per indikator kinerja yang menjadi target dalam RAP Ditjen P2P, data ini diperoleh

dari hasil pemantauan e monev DJA tahun 2019 dan merupakan akumulasi antara

realisasi pada kantor pusat dan kantor daerah UPT dan dekonsentrasi. Pada tabel

berikut ini digambarkan bahwa realisasi anggaran tertinggi pada indikator Jumlah

kabupaten/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya

kesehatan jiwa dan/atau Napza sebesar 99% dan realisasi terendah pada indikator

Persentase penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

(PD3I) tertentu yakni sebesar 87%.

Dari 12 indikator Ditjen P2P, terdapat 2 indikator yang pagu anggarannya sudah

termasuk pada indikator lainnya yakni indikator Persentase Teknologi Tepat Guna

P2P yang dihasilkan B/BTKLPP meningkat 50% dari jumlah TTG tahun 2014 dan

indikator Persentase pelabuhan/bandara/PLBD yang melaksanakan

penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat, anggarannya ada pada

indikator Persentase Kabupaten/Kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan

dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah.

Target realisasi anggaran yang ditetapkan adalah sebesar 95% dan dari 10

indikator Ditjen P2P, terdapat 4 yang telah mencapai target realisasi anggaran 95%

sedangkan 6 indikator lainnya realisasi anggaran <95%. Secara lengkap realisasi

anggaran per indikator dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 101: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

93 |

Tabel 3.8

Realisasi Anggaran Per Indikator Kinerja

Tahun 2019

No Indikator Pagu Realisasi %

1 Persentase cakupan keberhasilan pengobatan TB/ Success Rate

514.883.085.000 495.628.241.005 96%

2 Prevalensi HIV 428.599.636.000 409.695.620.146 96%

3 Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi malaria

127.799.453.000 119.782.135.734 94%

4 Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta

40.778.800.000 37.309.072.170 91%

5 Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi filariasis

94.374.269.000 87.753.660.642 93%

6 Persentase penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu

95.218.708.000 83.243.791.171 87%

7 Persentase Kabupaten/Kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah

308.686.243.000 299.494.063.260 97%

8 Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50%

11.532.148.000 10.222.391.277 89%

9 Jumlah kabupaten/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dan/atau Napza

1.918.064.000 1.892.470.774 99%

10 Persentase respon terhadap signal SKD KLB dan bencana di wilayah layanan B/BTKLPP

48.161.900.000 44.888.896.235 93%

Sumber Data : Rekapitulasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 27 Januari 2020

C. EFISIENSI SUMBER DAYA

Sesuai hasil rekomendasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi

Birokrasi (PAN RB) pada saat entry meeting penilaian RB dan SAKIP tanggal 09

September 2019, bahwa efisiensi sumber daya dilakukan sampai pada level output

sehingga pada laporan kinerja ini telah dilakukan perhitungan efisiensi sumber daya

pada level output dalam RKAKL sesuai dengan e monev DJA. Hasil aplikasi e monev

DJA data per 27 Januari 2020 menunjukkan nilai kinerja Ditjen P2P sebesar 92,43

dengan rincian antara lain capaian keluaran program sebesar 100%, konsistensi

Penyerapan Anggaran terhadap perencanaan sebesar 91,35%, efisiensi sebesar 20%,

capaian sasaran program sebesar 100% dan rata-rata nilai satker sebesar 87,09%.

Page 102: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

94 |

Menurut PMK No. 214/PMK.02/2017 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja

Anggaran atas Pelaksanaan Rencana dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga,

efisiensi dilakukan dengan membandingkan penjumlahan dari selisih antara perkalian

pagu anggaran keluaran dengan capaian keluaran dan realisasi anggaran keluaran

dengan penjumlahan dari perkalian pagu anggaran keluaran dengan capaian keluaran.

Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

E : Efisiensi

PAKi : Pagu Anggaran Keluaran

RAKi : Realisasi Anggaran Keluaran

CKi : Capaian Keluaran

Nilai efisiensi diperoleh dengan asumsi bahwa miniman efisiensi yang dicapai sebesar

-20% dan nilai paling tinggi sebesar 20%. Oleh karena itu dilakukan transformasi skala

efisiensi agar diperoleh skala nilai yang berkisar 0% sampai 100% dengan rumus

sebagai berikut:

Keterangan:

NE : Nilai Efisiensi

E : Efisiensi

Jika efisiensi diperoleh lebih dari 20%, maka Nilai Efisiensi yang digunakan dalam

perhitungan adalah nilai skala maksimal (100%) dan jika efisiensi yang diperoleh

kurang dari -20%, maka NE yang digunakan adalah skala minimal 0% Dari hasil

perhitungan tersebut, diperoleh Nilai Efisiensi sebagai berikut:

Tabel 3.9 Efisiensi Per Layanan Output

Tahun 2019

No Nama Output Pagu Realisasi Realisasi Volume

Keluaran Efisiensi

Nilai Efisiensi

1. Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Surveilans dan Karantina Kesehatan

3.645.525.000 3.138.512.183 1,00 0,14 85%

2. Sumber Daya Manusia Surveilans dan Karantina Kesehatan yang Meningkat Kualitasnya

12.295.391.000 11.554.778.892 1,00 0,06 65%

Page 103: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

95 |

No Nama Output Pagu Realisasi Realisasi Volume

Keluaran Efisiensi

Nilai Efisiensi

3. Sarana dan Prasarana Surveilans dan Karantina Kesehatan

178.763.207.000 176.529.011.802 1,00 0,01 53%

4. Layanan kewaspadaan dini penyakit berpotensi KLB

48.161.900.000 44.888.896.235 1,00 0,07 68%

5. Layanan Respon KLB dan Wabah

9.934.816.000 9.141.185.030 0,94 0,02 55%

6. Layanan Imunisasi 78.580.464.000 69.567.575.798 0,94 0,06 64%

7. Layanan Kekarantinaan Kesehatan

113.982.120.000 108.271.760.383 0,96 0,01 51%

8. Layanan Pengendalian Penyakit Infeksi Emerging

51.330.068.000 50.948.007.075 0,99 0,00 49%

9. Layanan Imunisasi di Papua dan Papua Barat

16.638.244.000 13.676.215.373 1,00 0,18 95%

10. Layanan Sarana dan Prasarana Internal

1.992.068.000 1.333.869.825 1,00 0,33 100%

11. Layanan Dukungan Manajemen Satker

4.812.875.000 4.526.208.864 1,00 0,06 65%

12. Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik

1.892.593.000 1.855.084.300 1,00 0,02 55%

13. Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik

3.330.920.000 2.967.106.379 0,91 0,02 55%

14. Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik

8.912.858.000 8.737.072.150 1,00 0,02 54%

15. Layanan Capaian Eliminasi Malaria

111.914.533.000 105.272.509.034 1,03 0,09 71%

16. Layanan Pengendalian Penyakit Arbovirosis

9.802.029.000 9.315.064.264 1,01 0,06 65%

17. Layanan Pengendalian Penyakit Zoonosis

11.989.542.000 11.358.340.855 1,09 0,13 83%

18. Layanan Pengendalian Penyakit Filariasis dan Kecacingan

80.323.442.000 75.010.471.572 0,99 0,06 64%

19. Layanan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

35.765.699.000 32.277.257.579 0,95 0,05 62%

20. Layanan Pengendalian Penyakit Schistosomiasis

5.527.700.000 5.319.624.875 0,89 -0,08 31%

21. Intervensi Percepatan Eliminasi Malaria Papua dan Papua Barat

15.884.920.000 14.509.626.700 1,38 0,34 100%

22. Layanan pencegahan dan pengendalian filariasis di Papua dan Papua Barat

14.050.827.000 12.743.189.070 1,36 0,33 100%

23. Layanan Sarana dan Prasarana Internal

338.000.000 289.011.500 1,00 0,14 86%

24. Layanan Dukungan Manajemen Satker

1.666.707.000 1.438.979.100 1,00 0,14 84%

25. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit HIV AIDS

142.534.710.000 129.924.655.112 1,01 0,10 74%

26. Layanan Pengendalian Penyakit TBC

260.416.452.000 241.360.807.891 0,99 0,06 65%

27. Intensifikasi Penemuan Kasus Kusta

33.996.378.000 31.355.388.840 0,94 0,02 55%

Page 104: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

96 |

No Nama Output Pagu Realisasi Realisasi Volume

Keluaran Efisiensi

Nilai Efisiensi

28. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit frambusia

5.880.118.000 4.733.843.862 0,95 0,15 87%

29. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Hepatitis

11.311.929.000 10.749.952.552 1,04 0,08 71%

30. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Penyakit ISP

1.283.854.000 996.154.800 1,00 0,22 100%

31. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ISPA

6.648.522.000 6.276.434.548 0,99 0,05 63%

32. Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) Penyakit Menular Langsung

975.080.000 549.079.500 0,80 0,30 100%

33. Sumber Daya Manusia Pengendalian Penyakit Menular Langsung yang meningkat kualitasnya

29.954.418.000 27.395.759.272 1,53 0,40 100%

34. Sarana dan prasarana pencegahan dan pengendalian penyakit menular langsung

51.462.575.000 51.459.762.480 1,00 0,00 50%

35. Sarana dan Prasarana Penanggulangan TBC

252.951.633.000 252.790.760.114 1,00 0,00 50%

36. Sarana dan Prasarana Penanggulangan HIV/AIDS

282.586.034.000 276.830.500.806 1,34 0,27 100%

37. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kusta di Papua dan Papua Barat

6.782.422.000 5.953.683.330 0,87 -0,01 49%

38. Layanan Pencegahan dan Pengendalian HIV/AIDS di Papua dan Papua Barat

3.478.892.000 2.940.464.228 0,83 -0,01 46%

39. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ISPA di Papua dan Papua Barat

585.591.000 573.006.300 1,06 0,08 70%

40. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Frambusia di Papua dan Papua Barat

4.879.900.000 3.478.546.825 0,93 0,23 100%

41. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit TBC di Papua dan Papua Barat

1.515.000.000 1.476.673.000 1,07 0,09 73%

42. Layanan Sarana dan Prasarana Internal

1.143.338.000 1.065.389.785 1,00 0,07 67%

43. Layanan Dukungan Manajemen Satker

61.855.179.000 59.141.602.389 1,00 0,04 61%

44. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Gangguan Imunologi

665.923.000 612.910.100 1,00 0,08 70%

45. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus

2.706.278.000 2.253.267.073 1,00 0,17 92%

46. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Gangguan Metabolik

818.828.000 710.074.622 1,00 0,13 83%

47. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kelainan Darah

487.400.000 369.897.250 1,00 0,24 100%

48. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Gangguan Indera

2.530.379.000 2.407.187.978 1,00 0,05 62%

49. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Gangguan

1.808.128.000 1.599.259.873 1,03 0,14 85%

Page 105: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

97 |

No Nama Output Pagu Realisasi Realisasi Volume

Keluaran Efisiensi

Nilai Efisiensi

Fungsional

50. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kanker

3.118.359.000 2.583.932.499 1,00 0,17 93%

51. Sarana dan Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

3.569.571.000 3.498.984.319 1,00 0,02 55%

52. NSPK Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

1.837.692.000 1.214.240.051 1,00 0,34 100%

53. SDM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang Meningkat Kualitasnya

8.599.810.000 7.411.688.610 0,97 0,11 77%

54. Deteksi dini Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular

144.326.229.000 124.713.869.559 0,92 0,06 65%

55. Layanan Pengendalian Konsumsi Rokok

11.532.148.000 10.222.391.277 0,99 0,11 76%

56. Layanan Sarana dan Prasarana Internal

217.886.000 212.584.600 1,00 0,02 56%

57. Layanan Dukungan Manajemen Satker

2.597.048.000 2.361.895.324 1,00 0,09 73%

58. Layanan Dukungan Manajemen Eselon I

80.576.154.000 75.888.632.301 1,00 0,06 65%

59. Layanan Sarana dan Prasarana Internal

159.942.059.000 149.861.462.124 1,14 0,18 95%

60. Layanan Dukungan Manajemen Satker

81.732.122.000 77.538.263.213 1,03 0,08 70%

61. Layanan Perkantoran 767.891.452.000 735.491.063.185 1,03 0,07 68%

62. Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA

944.619.000 888.695.400 1,00 0,06 65%

63. Sumber Daya Manusia yang berkualitas bidang Pencegahan Dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA

15.655.805.000 14.575.630.498 0,97 0,04 59%

64. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja

3.979.833.000 3.950.727.229 1,00 0,01 52%

65. Layanan Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia lanjut

1.918.064.000 1.892.470.774 1,00 0,01 53%

66. Layanan Pencegahan Penyalahgunaan Napza

30.666.552.000 30.052.224.658 1,00 0,02 55%

67. Sarana dan Prasarana Penecegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

152.150.000 - 0,00

68. Layanan Sarana dan Prasarana Internal

187.550.000 186.397.400 1,00 0,01 52%

69. Layanan Dukungan Manajemen Satker

5.396.404.000 5.182.492.389 1,00 0,04 60%

Sumber Data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu dan emonev DJA, 27 Januari 2020

Page 106: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

98 |

Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai efisiensi tertinggi sebesar 100% dan nilai efisiensi

terendah sebesar 31%. Efisiensi terendah terdapat pada indikator Layanan

Pengendalian Penyakit Schistosomiasis. Dari 69 output RKAKL terdapat 10 output

dengan nilai efisiensi 100%.

Page 107: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

99 |

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pencapaian kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

telah berjalan baik sesuai dengan Perjanjian Kinerja yang telah ditetapkan dengan

rata –rata capaian kinerja sebesar 147%. Pencapaian kinerja tahun 2019 (147%)

meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2018 (131,6%).

2. Berdasarkan pengukuran indikator kinerja dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2019,

dari 12 Indikator kinerja sasaran Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Tahun 2019, sebanyak 8 indikator telah melebihi target yang ditetapkan (>100%), 3

indikator telah mencapai target yang ditetapkan (100%), sedangkan 1 indikator tidak

mencapai target dengan pencapaian sebesar 76,5%.

3. Berdasarkan penyerapan dan pengukuran kinerja anggaran tahun 2019 diketahui

bahwa kinerja anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sebesar

94,24%, dengan realisasi 3.124.772.437.816,00 dari pagu total sebesar Rp.

3.315.636.916.000,00

4. Realisasi anggaran tertinggi pada kantor daerah yakni sebesar 95,30% dimana

realisasi KKP lebih tinggi (95,47%) dibandingkan dengan realisasi B/BTKLPP

(94,76%) dan realisasi terendah pada Dinas Kesehatan Provinsi sebagai satker

dekonsentrasi yakni sebesar 87,27%.

5. Berdasarkan pengukuran efisiensi sumber daya untuk nilai efisiensi tertinggi

sebesar 100% dan nilai efisiensi terendah sebesar 31% yakni pada output Layanan

Pengendalian Penyakit Schistosomiasis. Dari 69 output kegiatan Ditjen P2P

terdapat 10 output dengan nilai efisiensi sebesar 100%.

6. Mengingat penyakit tidak mengenal batas wilayah administrasi, pemerintahan,

maupun negara, maka penyelenggaraan penanggulangan penyakit secara nasional

dilakukan dengan prinsip konkuren, yaitu dilakukan bersama-sama antara unsur

pemerintahan di pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, setiap

permasalahan penyakit dan faktor risikonya yang timbul di suatu wilayah perlu

ditangani secara bersama antara unsur pusat dan daerah, sedangkan untuk pintu

masuk negara dilakukan upaya khusus melalui upaya kekarantinaan kesehatan

dalam rangka cegah tangkal penyakit antar negara sebagai bentuk komitmen

kesehatan dalam menjaga kedaulatan negara.

B. TINDAK LANJUT

Berikut ini Rencana Tindak Lanjut yang akan dilaksanakan oleh Ditjen P2P yakni:

1. Tahun 2019 merupakan tahun terakhir pelaksanaan RPJMN, Renstra Kementerian

Kesehatan dan RAP P2P periode tahun 2015 - 2019 dan saat ini sedang dalam

proses penyusunan dokumen perencanaan tahun 2020 – 2024. Penetapan target

Page 108: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019

100 |

indikator mengacu pada tantangan dan capaian indikator periode sebelumnya dan

isu-isu strategis.

2. Akan dilakukan proses identifikasi gap analysis Renstra Ditjen P2P Tahun 2015 –

2019 untuk menilai capaian dan kesenjangan capaian program dan kegiatan.

3. Pemantauan dan pengendalian Rencana Operasional Kegiatan akan dilakukan

secara berkala dan selektif untuk memastikan seluruh kegiatan on track dengan

perencanaan.

4. Konsep operasional pelayanan dilakukan dengan mengefisienkan sumberdaya dan

mengefektifkan jejaring yang dimiliki untuk pelaksanaan tugas dan bukan

memperbesar atau menambah organisasi.

Direktorat Jenderal P2P selalu berupaya untuk memberikan alternatif solusi terhadap

seluruh masalah penyakit guna mencegah, mengendalikan berbagai penyakit menular

dan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik yang

bersifat endemis, potensial menimbulkan wabah, maupun antisipasi terhadap

munculnya penyakit baru. Dalam melaksanakan program dan kegiatan Ditjen P2P akan

melakukan berbagai upaya antara lain:

1. Menyusun Rencana Operasional Kegiatan (ROK) tahun 2020 sebagai pedoman

pelaksanaan kegiatan tahunan.

2. Memetakan daerah bermasalah dan menfokuskan kegiatan program di daerah

tersebut.

3. Berkordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan berkontribusi untuk

menyelesaikan masalah program kesehatan di daerah, menyusun rencana kegiatan

secara terpadu.

4. Secara aktif berkordinasi dengan semua pihak untuk menemukan, mencegah dan

merespon kejadian penyakit ataupun masalah pelaksanaan program.

5. Melakukan penilaian anggaran agar pelaksanaan program dan kegiatan efektif dan

efisien serta memastikan kegiatan fokus pada pencapaian target indikator.

6. Berkolaborasi dan sinergi dalam program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

baik Pusat, UPT, daerah maupun lintas program dan lintas sektor.

Demikian Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Tahun 2019 disusun sebagai bahan masukan untuk penyusunan perencanaan tahun

2020 – 2024.

Page 109: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIADlREXTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN

PENGENDALM PENYAKIT

PER.'ANJIAN KINEzuA TAIIUN 2019

Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparandan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : dr. Anung Sugihantono, M.Kes

Jabatan : Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

selanjutnya disebut pihak pertama

Nama : Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K)

Jabatan : Menteri Kesehatan

selaku atasan pihak pertama, selanjutnya disebut pihak kedua

Pihak pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnyasesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangkamenengah seperti yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaEln.Keberhasilan dan kegagalan pencapaian target kinerja tersebut menjaditanggung jawab kami.

Pihak kedua akan melakukan supervisi yang diperlukan serta akan melakukanevaluasi terhadap capaian kinerja dari perjanj ian ini dan mengambil tindakanyang diperlukan dalam rangka pemberian penghargaan dan sanksi.

」akarta,14 Dcsembcr 2018

Rhak PcrtamaPihak Kedua,

dr Anung suglhantOno,M.KcsNIP 196003201985021002

Page 110: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

PERJAN― KINERJA TAHUN 2019

DIREKTORAT JENDE― PENCEG― DAN

PENGENDALIAN PENYAKIT

No.Sasaran Program/

Kegiatan Indikator Kinerja TaFget

(2) (3) (4〕

Menurunnyapenyakit, penyakittidak menular, sertameningkatnyakesehatan jiwa.

1. Persentase cakupan keberhasilanpengobatan TB/ Success Rate

90%

2. Prevalensi HIV く0,5

3. Jumlah kabupaten/kota mencapaieliminasi malaria

300

4. Jumlah provinsi denqan eliminasi kusta 34

5. Jumlah kabupaten/kota denganeliminasi filariasis

35

6. Persentase penurunan kasus Penyakityang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi(PD3I) tertentu

40%

7. Persentase Kabupaten/Kota yangmempunyai kebijakan kesiapsiagaandalam penanggulangan kedaruratankesehatan masyarakat yang berpotensiwabah

100%

8. Persentase kabupaten/kota yangmelaksanakan kebij akan KawasanTanpa Rokok (KTR) minimal 50%

50%

9. Jumlah kabupaten/kota yang memilikipuske smas yang menyelenggarakanupaya kesehatan iiwa dan/atau Napza

280

10.Persentase respon terhadap signal SKDKLB dan bencana di wilayah layananB/BTKLPP

90%

1 1. Persentase Teknologi Tepat Guna P2Pyang dihasilkan B/BTKLPP meningkat50% dari jumlah TTG tahun 2Ol4

50%

1 2. Persentase pelabuhan/ bandara/ PLBDyang melaksanakan penanggulangankedaruratan kesehatan masyarakat

100%

Page 111: LAPORAN KINERJA - e-renggar.kemkes.go.id · Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 i | KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Program1. Program Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit

Anggaran

Rp 2.641.905.147000,―

Pihak Kedua,

Jakarta, 14 Desember 2018

Pihak Pertama,

dr.Anung sugihantOnO,M.KcsNIP. 196003201985021002