Upload
patricia-evelyn
View
88
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
Gambaran Objek Studi
Kota Tasikmalaya yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 90), memiliki luas wilayah 17.156,20 ha atau 171,56 km2,
terdiri dari 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Cihideung, Kecamatan Cipedes, Kecamatan
Tawang, Kecamatan Indihiang, Kecamatan Kawalu, Kecamatan Cibeureum, Kecamatan
Tamansari dan Kecamatan Mangkubumi. Wilayah Kota Tasikmalaya berbatasan
langsung dengan beberapa Kabupaten, yaitu :
a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis
(dengan batas Sungai Citanduy);
b. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya;
c. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya (dengan batas Sungai
Ciwulan); dan
d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya.
Secara geografis Kota Tasikmalaya terletak di bagian tenggara wilayah
Provinsi Jawa Barat, yaitu pada 108° 08’ 51,62” - 108° 18’ 31,77” BT dan 7° 14’ 14,64”
- 7° 27’ 2,5” LS, sehingga cukup strategis karena berada pada poros lalulintas di bagian
selatan Pulau Jawa.
A. KONDISI SAAT INI
II.1. Geomorfologi dan Lingkungan Hidup
a. Kondisi geomorfologi merupakan keadaan yang harus diterima sebagai
anugerah pada suatu wilayah. Interaksi antara alam dan kegiatan manusia pada akhirnya
akan membawa dampak pada kondisi lingkungan hidup di wilayah yang bersangkutan.
b. Berdasarkan bentang alamnya, Kota Tasikmalaya termasuk dalam kategori
dataran sedang, dengan ketinggian wilayah berada pada ketinggian 201 mdpl (di
Kelurahan Urug Kecamatan Kawalu) sampai 503 mdpl (di Kelurahan Bungursari
Kecamatan Indihiang). Kondisi Rupa Bumi (geomorfologi) ini membagi dua wilayah
Kota Tasikmalaya dalam arah Barat Laut ke arah Selatan Kota Tasikmalaya (lihat gambar
2.1). Kondisi fisik bentang alam ini sangat terkait dengan kondisi hidrologinya, dimana
Kota Tasikmalaya terbagi kedalam dua daerah aliran sungai (DAS), di sebelah Utara
hingga Timur Laut merupakan DAS Citanduy dengan aliran air menuju kearah
Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis. Sedangkan di sebelah Barat hingga Barat Daya
merupakan DAS Ciwulan dimana aliran air menuju kearah Kecamatan Sukaraja dan
Tanjung Jaya di Kabupaten Tasikmalaya. Kondisi ini membawa permasalahan dalam
sistem drainase dan sistem perpipaan air Kota Tasikmalaya, sehingga dibutuhkan
perencanaan yang lebih matang terhadap kedua sistem tersebut agar tidak menimbulkan
permasalahan di kemudian hari.
c. Kondisi geomorfologi wilayah dipengaruhi oleh kondisi topografi dan kemiringan
lerengnya. Kondisi aliran sungai (khususnya di sepanjang aliran sungai Kecamatan
Kawalu, Mangkubumi yang mengarah ke DAS Ciwulan dan sepanjang aliran sungai di
Kecamatan Cibeureum dan Indihiang yang mengalir mengarah ke DAS Citanduy)
merupakan hal yang harus diwaspadai dalam perencanaan pembangunan kota di masa yang
akan datang.
d. Kondisi kemiringan lereng di Kota Tasikmalaya pada dasarnya tidak begitu
mengkhawatirkan bagi perkembangan perluasan kota di masa yang akan datang (lihat tabel
2.1). Data kondisi kemiringan lereng di Kota Tasikmalaya adalah sebagai berikut :
1) luas lahan dengan kemiringan diatas 17- 45% adalah 10,85% dari total luas
wilayah (sebagian besar berada di pinggir sungai dan berbentuk hutan);
2) luas lahan dengan kemiringan 9-17%, adalah 17,56% dari total luas
wilayah;
3) luas lahan dengan kemiringan dibawah 9% adalah 71,59% dari total luas
wilayah. Kondisi demikian masih memungkinkan untuk perkembangan kota dengan
menggunakan sedikit teknologi yang tidak terlalu sulit dan mahal. Berdasarkan analisis
kemungkinan lahan terbangun, maka di Kota Tasikmalaya masih mungkin untuk
berkembang seluas 5.181,3 Ha (sekitar 30,2% dari total luas wilayah), dengan asumsi
bahwa hutan (16,8%) sebagai daerah konservasi dan sawah irigasi (29,96%) tidak akan
terkonversi sebagai akibat pengembangan kota di masa yang akan datang.
e. Sebagai daerah yang berdekatan dengan gunung api yang masih aktif, Kota Tasikmalaya
memiliki beberapa wilayah yang rawan terhadap bencana. Oleh sebab itu pembangunan di
masa yang akan datang diharapkan dapat mempertimbangkan informasi mengenai mitigasi
bencana. Daerah rawan bencana di Kota Tasikmalaya terutama dapat dilihat dari sisi
pergerakan tanah yang tinggi dan aliran lahar (lihat area berwarna hijau pada gambar 2.3).
f. Pemanfaatan situ yang kurang terencana dan terkendali dengan baik di Kota Tasikmalaya
menyebabkan sebagian besar berada dalam kondisi rusak berat, sehingga diperlukan
kegiatan yang dapat memperbaiki kondisi tersebut agar fungsi situ sebagai salah satu
daerah tangkapan air bisa dikembalikan.
g. Kondisi Kota Tasikmalaya (berdasarkan rencana tata ruang, baik di tingkat nasional,
regional Jawa Barat maupun Kota Tasikmalaya) yang merupakan Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW), telah meningkatkan aksesibilitas Kota Tasikmalaya terhadap kota-kota lain
disekitarnya. Kondisi ini menyebabkan tingginya arus lalulintas di Kota Tasikmalaya yang
pada akhirnya akan membawa dampak terhadap kualitas lingkungan (sebagai akibat dari
gas buang kendaraan, dan permasalahan limbah sebagai akibat dari aktivitas kegiatan yang
ada).
h. Aspek kelestarian dan kebersihan lingkungan terkait erat dengan tingkat kedisiplinan
masyarakat dalam pengelolaan sampah, pendirian rumah hunian, dan pendirian bangunan
liar. Hal ini perlu menjadi perhatian karena perkembangan penduduk yang tinggi, ditandai
dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,11%.
i. Pengawasan lingkungan yang sedikit lemah menyebabkan terjadinya berbagai persoalan
lingkungan, seperti hilangnya beberapa bukit akibat aktivitas galian C, pencemaran sungai
oleh limbah cair dari rumah sakit dan industri, serta penyedotan air tanah yang terkendali
menyebabkan turunnya muka air tanah pada beberapa tempat di Kota Tasikmalaya.
II.2. Demografi
Kota Tasikmalaya sebagai wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Tasikmalaya
merupakan wilayah yang terdiri dari 8 kecamatan. Dengan jumlah kecamatan sebanyak ini
terlihat bahwa jumlah penduduk relatif jauh di bawah daerah-daerah sekitarnya seperti
Kabupaten Ciamis, Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya. Dengan populasi
sebesar 635.464 jiwa, dapat dikatakan bahwa Kota Tasikmalaya masih cukup terkendali
ditinjau dari aspek kependudukan yang umumnya dapat menjadi faktor penghambat
pembangunan daerah. Seringkali justru dalam kenyataannya daerah-daerah yang sedang
membangun mengalami penurunan kapasitasnya karena adanya tekanan dari ledakan
jumlah penduduk, baik itu yang berasal dari pertumbuhan alamiah maupun dari migrasi-
masuk seperti yang terjadi di Bogor, Depok, Bekasi, Cirebon dan Bandung Raya.
Persebaran penduduk antar kecamatan di Kota Tasikmalaya menunjukkan hanya
Kecamatan Cihideung dan Tawang yang memiliki densitas lebih dari 10.000 jiwa/km2.
Sementara kecamatan lainnya relatif lebih kecil dan yang terendah ada pada Kecamatan
Kawalu dan Tamansari. Secara geografis, Kecamatan Kawalu dan Tamansari merupakan
bagian selatan kota yang bersebelahan dengan wilayah Kabupaten Tasikmalaya, sehingga
relatif bukan merupakan jalur transportasi dan transit utama dari adanya mobilitas
penduduk. Sementara untuk Cihideung dan Tawang memang merupakan wilayah yang
terlewati oleh jalur transportasi utama dimana terdapat jalan kabupaten dan jalan provinsi.
II.2.1 Jumlah Penduduk
Sampai dengan akhir tahun 2010,Kota Tasikmalaya memiliki 635.464 jiwa dan laju
pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,68%.
II.2.2 Luas Wilayan dan Kepadatan Penduduk
II.2.3 Jumlah Kelurahan,Rumah Tangga dan Rata-Rata Anggota Rumah Tangga
Sementara bila dilihat dari aspek pendidikan penduduk, akses masyarakat terhadap
pendidikan masih didominasi pendidikan sekolah dasar, dengan komposisi laki-laki lebih
sedikit prosentasenya daripada perempuan. Tetapi semakin tinggi pendidikan, tren ini
berubah dimana perempuan mendapatkan prosentase yang lebih kecil daripada laki-laki.
Hal ini dapat menjelaskan bahwa pada segmen usia produktif, penduduk cenderung
memilih bekerja ataupun migrasi keluar kota. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa adanya
kondisi jender yang masih harus ditingkatkan dan lebih baik di Kota Tasikmalaya
meskipun rasio laki-laki dan perempuan hampir sama sehingga gambaran saat ini
mencerminkan pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s).
II.3. Keadaan Ekonomi dan Sumber Daya Alam
II.3.1 GNP Kota Tasikmalaya
Meskipun perkembangan perekonomian yang terjadi di Kota Tasikmalaya telah
membawa perbaikan pada kondisi pendapatan penduduknya, namun secara umum
peningkatan tersebut masih berada di bawah pendapatan Provinsi Jawa Barat. Pendapatan
rata-rata penduduk (yang diukur dari PDRB per kapita berdasarkan tahun dasar 2000)
mengalami kenaikan dari sebesar Rp. 4,72 juta per tahun pada tahun 2002 menjadi sebesar
Rp. 5,35 juta per tahun pada tahun 2005. Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan
dengan pendapatan rata-rata penduduk Jawa Barat yang besarnya mencapai Rp. 5,69 juta di
tahun 2002 dan Rp. 6,15 juta pada tahun 2005. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara
umum tingkat pendapatan rata-rata masyarakat Kota Tasikmalaya masih berada dibawah
pendapatan rata-rata masyarakat Jawa Barat.
II.3.2 Perkembangan sektor komersil dan industry
Perekonomian Kota Tasikmalaya sejak tahun 2000 hingga tahun 2005 didorong
oleh 4 sektor utama penggerak pertumbuhan ekonomi, yaitu sektor perdagangan, hotel dan
restoran dengan kontribusi rata-rata sebesar 29,9%, sektor industri pengolahan dengan
kontribusi rata-rata sebesar 16,73%, sektor jasa-jasa pemerintahan dengan kontribusi rata-
rata sebesar 14,04%, dan sektor pertanian dengan kontribusi rata-rata sebesar 10,5%.
Keempat sektor tersebut menyerap tenaga kerja hampir 82% dari total tenaga kerja yang
ada di Kota Tasikmalaya.
Sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2004, pertumbuhan ekonomi Kota
Tasikmalaya terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 Pertumbuhan ekonomi
(berdasarkan PDRB harga konstan tahun 2000) tercatat sebesar 3,75%, sedangkan di tahun
2004 mencapai angka 4,99%. Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung dengan adanya
peningkatan investasi baik dari sisi pemerintah (berupa kenaikan belanja modal pemerintah
daerah), maupun dari sisi swasta (berupa peningkatan kredit dan investasi dalam bentuk
penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri). Namun demikian, pada tahun
2005 pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya mengalami penurunan cukup besar menjadi
hanya sebesar 4,02%. Kondisi ini disebabkan karena melemahnya pertumbuhan pada dua
sektor utama penggerak PDRB Kota Tasikmalaya, yaitu sektor pertanian, sektor
perdagangan, hotel dan restoran.
Dari keempat sektor penggerak pertumbuhan ekonomi, kecuali sektor industri
pengolahan, semuanya memiliki kecenderungan mengalami penurunan share dalam
perekonomian. Kondisi ini perlu mendapat perhatian yang serius bagi perencanaan
perekonomian jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya hingga saat ini belum bisa mengatasi
penurunan tingkat pengangguran yang ada, dimana tingkat pengangguran terbuka di Kota
Tasikmalaya masih berada di atas 10%, bahkan tingkat pengangguran terbuka di tahun 2005
cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2004 (tingkat pengangguran
terbuka tahun 2005 tercatat sebesar 14,33% dibandingkan dengan 12,67% di tahun 2004).
Meskipun sektor industri pengolahan cenderung mengalami peningkatan baik dalam
produksi maupun share-nya pada perekonomian, daya saing sektor ini (yang diukur dengan
metode LQ) relatif rendah dibandingkan dengan sektor yang sama di Jawa Barat. Meskipun
demikian daya saing sektor industri pengolahan relatif tinggi pada tingkat regional
(Priangan Timur). Kondisi ini menunjukan adanya keterbatasan dalam akses pemasaran
produk-produk industri pengolahan di Kota Tasikmalaya.
Sektor industri pengolahan di Kota Tasikmalaya masih didominasi oleh industri mikro
dan kecil. Dari 3.029 total industri yang ada pada tahun 2004 tercatat sebanyak 1.174
industri mikro, 1.523 industri kecil, 326 industri menengah, dan 6 industri besar.
Permasalahan industri mikro di Kota Tasikmalaya (berdasarkan hasil regresi cross section
tahun 2004) adalah bahwa pengaruh rasio modal kerja per pekerja yang lebih tinggi akan
meningkatkan produktivitas ouput industri mikro. Tambahan mesin dalam industri mikro
tidak mempengaruhi besarnya produktivitas output. Kondisi ini juga terjadi pada industri
menengah dan besar. Akan tetapi untuk industri kecil bertambahnya rasio mesin per pekerja
dan rasio modal kerja per pekerja akan mempengaruhi besarnya produktivitas output di
industri kecil.
Sektor perdagangan di Kota Tasikmalaya masih didominasi oleh perdagangan kecil.
Data sektor perdagangan tahun 2003 menunjukkan bahwa jumlah pedagang kecil mencapai
angka sebesar 8.231 buah, pedagang menengah sebesar 57 buah, pedagang besar 9 buah.
Pedagang kecil memiliki skala pelayanan lokal dan biasanya terkait langsung dengan pusat
kegiatan produksinya. Kondisi ini menunjukkan bahwa skala pemasaran sektor
perdagangan, seperti juga sektor industri pengolahan, di Kota Tasikmalaya masih terbatas.
Keterbatasan sektor perdagangan juga ditunjukkan oleh masih sedikitnya jumlah pasar yang
dimiliki oleh Kota Tasikmalaya, yang hingga tahun 2003 hanya memiliki 6 buah pasar
modern dan 7 buah pasar tradisional.
Kebutuhan anggaran pemerintah yang semakin besar menyebabkan semakin besarnya
defisit anggaran belanja pemerintah (dari surplus sebesar 22,8 milyar pada tahun 2003
menjadi defisit sebesar 26 milyar di tahun 2005). Kondisi ini disebabkan karena besarnya
laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan
pendapatan pemerintah. Perbandingan laju pertumbuhan belanja pemerintah dengan laju
pendapatan daerah tahun 2004 menunjukkan angka 13,78% berbanding 0,05%, sedangkan
untuk tahun 2005 perbandingannya sebesar 12,46% berbanding 8,79%. Rendahnya
kecepatan pendapatan daerah disebabkan karena menurunnya laju pertumbuhan pendapatan
pajak daerah dan dana perimbangan dari masing-masing sebesar 15,1% dan 10,46% pada
tahun.
II.3.3 Fasilitas sosial Kota Tasikmalaya
Saat ini Kota Tasikmalaya memiliki fasilitas sosial sebagai berikut :
Fasilitas JumlahRumah Sakit 6
Hotel 23Perguruan Tinggi 15
Sekolah(SD,SMP,SMA) 636Pasar Modern 7
Pasar Tradisional 7Bank 21
Objek Wisata 9
Sumber : website pemerintahan kota Tasikmalaya(data tahun 2011)
II.4.Budaya Masyarakat
Pada saat ini kondisi sosial budaya dan politik tergambarkan sangat sehat terbukti
dengan kuatnya struktur masyarakat yang berlandaskan kepada agama Islam (98,43%).
Kehidupan sosial yang berlandaskan keislaman ini menjadikan adanya toleransi dan
kuatnya asas gotong royong dan kekeluargaan. Struktur masyarakat dengan latar belakang
asli Sunda Priangan menyebabkan kerukunan antar beragama terjamin sehingga Kota
Tasikmalaya terkenal juga sebagai kota santri.
Budaya sunda priangan ini pula yang membuat masyarakat menjadi sehati untuk
memajukannya. Baik pendidikan formal ataupun nonformal mendorong pelestarian dan
pengembangan budaya sunda ini dalam setiap aktivitas masyarakatnya. Hal ini dapat
menjadi pendorong dan faktor yang membantu keselarasan pembangunan daerah sehingga
lebih mudah karena mempunyai kesamaan visi dan misi.
II.5.Tata Guna Lahan
Kota Tasikmalaya memiliki luas wilayah 17.156,20 ha atau 171,56 km2 yang terbagi
menjadi daerah pemukiman,sawah,kebun dan hutan,dan lahan sisa yang dipakai untuk
berbagai keperluan seperti fasilitas umum (rumah sakit,pusat ibadah,pasar,dll).
Tabel Tata Guna Lahan Kota Tasik Malaya
Pemukiman 16.14%
Sawah 19.66%
Kebun 34.54%
Hutan 12.7%
Lain lain 16.96%
Sumber : Bappeda Tasikmalaya
BAB IIISistem Pengolahan Sampah Saat Ini
Setiap hari di Kota Tasikmalaya menghasilkan sampah 1.661 meter kubik dan baru
terangkut oleh armada ke TPA Ciangir 33%.Keterbatasan kapasitas TPA di daerah Ciangir
serta masih kurangnya prasarana pengangkutan sampah di Kota Tasikmalaya,
menyebabkan masyarakat mengolah sampahnya secara individu. Kondisi ini menimbulkan
permasalahan pada lingkungan akibat tidak terpenuhinya standar pengolahan sampah
ditingkat masyarakat.
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan,pemrosesan, dan pendaur-
ulangan atau pembuangan dari material sampah.Kalimat ini biasanya mengacu pada
material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan biasanya dikelola untuk
mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan
sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa
melibatkan zat padat,cair, gas atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk
masing-masing jenis zat.
Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang ,
berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga antara daerah
perumahan dengan daerah industri.Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan
institusi di area
metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sedangkan untuk sampah
dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah. Metode
pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal diantaranya tipe zat sampah , tanah yang
digunakan untuk
mengolah dan ketersediaan area.
III.1 Sistem Pengelolaan Sampah
Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5 (lima)
aspek yang saling mendukung dimana antara satu denganyang lainnya saling berinteraksi
untuk mencapai tujuan (Dept. PekerjaanUmum, SNI 19-2454-2002). Kelima aspek tersebut
meliputi: aspek teknis operasional, aspek organisasi dan manajemen, aspek pembiayaan,
aspek peran serta masyarakat. Kelima aspek tersebut di atas ditunjukkan pada gambar
berikut ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dalam sistem pengelolaan sampah antara
aspek teknis operasional, organisasi,hukum, pembiayaan dan peran serta masyarakat saling
terkait tidak dapatberdiri sendiri.
Aspek Institusi
Intansi yang bertanggung jawab dalam mengelola sampah di Kota Tasikmalaya
adalah Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya dan seksi yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan sampah adalah Seksi Pelayanan Kebersihan dan Seksi Pengelolaan Tempat
Pembuangan Sampah Sementara dan Tempat Pembuangan Akhir.
Struktur Organisasi Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya :
Tugas dari Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya Bidang Kebersihan menurut
Keputusan Walikota Tasikmalaya Nomor : 18 Tahun 2003 tentang Tugas Pokok,Fungsi
dan Rincian tugas Unit Dinas Lingkungan Hidup Dan Pelayanan Kebersihan Kota
Tasikmalaya adalah :
BIDANG PENANGANAN DAN PELAYANAN KEBERSIHAN
Pasal 10
(1) Bidang Penanganan dan Pelayanan Kebersihan mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan penyusunan kebijakan teknis pengelolaan kebersihan.
(2) Rincian tugas Bidang Penanganan dan Pelayanan Kebersihan :
a. menyelenggarakan penyusunan program kerja Bidang Penanganan dan Pelayanan
Kebersihan
b. mempelajari dan memahami peraturan perundang-undangan dan ketentuanlainnya
yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas;
c. menganalisa permasalahan yang berhubungan dengan tugas Bidang Penanganan
dan Pelayanan Kebersihan dan mencarikan alternatif pemecahannya ;
d. menyelenggarakan penyiapan bahan kebijakan teknis pengelolaan pelayanan
kebersihan ;
e. menyelenggarakan pengadaan sarana dan prasarana kebersihan ;
f. menyelenggarakan pengaturan dan pelayanan kebersihan ;
g. menyelenggarakan pendataan objek dan subjek kebersihan ;
h. menyelenggarakan penyiapan pedoman teknis penetapan tarif retribusi ;
i. menyelenggarakan pembinaan sumber daya manusia pengelola kebersihan;
j. melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait ;
k. melaksanakan penyusunan bahan evaluasi dan laporan pelaksanaan tugas Bidang
Penanganan Pelayan Kebersihan ;
m. melaksanakan tugas lain sesuai dengan perintah atasan.
Bidang Penanganan dan Pelayanan Kebersihan membawahkan :
a. Seksi Pelayanan Kebersihan ;
b. Seksi Pengelolaan Tempat Pembuangan Sementara dan Tempat
Pembuangan Akhir.
Pasal 11
(1) Seksi Pelayanan Kebersihan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan
sarana dan prasarana angkutan sampah ;
(2) Rincian Tugas Seksi Pelayanan Kebersihan :
a. melaksanakan penyusunan rencana program kerja Seksi Pelayanan kebersihan ;
b. mempelajari peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya untuk
menunjang pelaksanaan tugas ;
c. menganalisa permasalahan yang berhubungan dengan Seksi Pelayanan Kebersihan
dan mencarikan alternatif pemecahannya ;
d. melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengelolaan pelayanan kebersihan ;
e. melaksanakan pengaturan pelaksanaan pengangkutan sampah dari masingmasing
tempat ke tempat pembuangan sementara;
e. melaksanakan pengaturan pelaksanaan pengangkutan sampah dari tempat
pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir ;
f. melaksanakan penyiapan pengadaan sarana/prasarana angkutan sampah ;
g. melaksanakan penyusunan bahan evaluasi dan laporan pelaksanaan tugas Seksi
Pelayanan Kebersihan ;
h. melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait ;
i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan perintah atasan.
Pasal 12
(1) Seksi Pengelolaan Tempat Pembuangan Sementara dan Tempat Pembuangan
Akhir mempunyai tugas pokok melaksanakan penyelenggaraan, pengaturan, merencanakan
kebutuhan sarana/prasarana tempat pembuangan sementara dan tempat pembuangan akhir
sampah.
(2) Rincian tugas Seksi Pengelolaan Tempat Pembuangan Sementara dan Tempat
Pembuangan Akhir :
a. melaksanakan penyusunan program kerja Seksi Pengelolaan Tempat
Pembuangan Sementara dan Tempat Pembuangan Akhir;
b. mempelajari peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya untuk
menunjang pelaksanaan tugas ;
c. menganalisa permasalahan yang berhubungan dengan Pengelolaan Tempat
Pembuangan Sementara dan Tempat Pembuangan Akhir dan mencarikan alternatif
pemecahannya ;
d. melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengelolaan tempat pembuangan
sementara dan tempat pembuangan akhir;
e. melaksanakan penyiapan pengadaan sarana/prasarana tempat pembuangan sampah
sementara dan tempat pembuangan sampah akhir ;
f. melaksanakan penyusunan bahan evaluasi dan laporan pelaksanaan tugas Seksi
Pengelolaan Tempat Pembuangan Sementara dan Tempat
Pembuangan Akhir ;
h. melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait ;
i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan perintah atasan.
Jumlah Staff Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Kebersihan adalah 267
orang.Dengan distribusi tingkat pendidikan terakhir sebagai berikut :
S2/S3 5 orang
S1 37 orang
D3 10 orang
SLTA 100 orang
SLTP 49 orang
SD 66 orang
(Sumber Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya)
Tata Laksana Kerja Dinasi Cipta Karya Kota Tasikmalaya berdasarkan Permen PU
No. 21/PRT/M/2006 tentang KSNP-SPP (Sistem Pengelolaan Persampahan) yang
bertujuan sebagai pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan, dan pengembangan
sistem pengelolaan persampahan yang ramah lingkungan, baik di tingkat pusat, maupun
daerah sesuai dengan kondisi daerah setempat.
Aspek Teknik Operasional
Daerah Pelayanan Kota Tasikmalaya
Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya
melayani semua kecamatan yang ada di Kota Tasikmalaya,yaitu kecamatan
Indihlang ,Cipedes ,Cibidoung ,Tambang, Cibereum,Mangkubumi,Kawalu,dan Taman
Sari.
Peta Pelayanan Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya :
Sumber Sampah di Kota Tasikmalaya
Sumber sampah yang ada di kota Tasikmalaya berasal dari :
Sampah dari pemukiman penduduk
Pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu keluarga
yang tinggal di suatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan
biasanya cenderung organik, seperti sisa makanan atau sampah yang bersifat
basah, kering, abu plastik dan lainnya.
Sampah dari tempat-tempat umum dan perdagangan
Tempat-tempat umum adlaah tempat yang dimungkinakn banyaknya orang
berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempat-tempat tersebut mempunyai potensi
yang cukup besar dalam memproduksi sampah termasuk tempat perdagangan
seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa-
sisa makanan, sampah kering, abu, plastik, kertas dan kaleng-kaleng serta sampah
lainnya.
Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah
Yang dimaksud disini misalnya tempat hiburan umum, pantai masjid,
rumah sakit, bioskop, perkantoran dan sarana pemerintah lainnya yang
menghasilkan sampah kering dan sampah basah.
Sampah dari industri
Dalam pengertian ini termasuk pabrik-pabrik sumber alam perusahaan
kayu dan lain-lain, kegiatan industri, baik yang termasuk distribusi ataupun proses
suatu bahan mentah. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah
basah, sampah kering abu, sisa-sisa makanan, sisa bahan bangunan
Sampah pertanian
Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang daerah pertanian, misalnya
sampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah yang dihasilkan berupa bahan
makanan pupuk maupun bahan pembasmi serangga tanaman.
Berbagai macam sampah yang telah disebutkan di atas hanyalah sebagian kecil saja
dari sumber-sumber sampah yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari sampah.
Komposisi dan Karakteristik Sampah
Komposisi sampah yang dibuang ke TPA Ciangir berdasarkan data dari Dinas
Cipta Karya Kota Tasikmalaya terdiri dari sampah Organik 65,05% dan sampah Non
Organik sebesar 34,95%.
Komposisi fisik sampah adalah 42% garbage, 23% plastik, 19% kertas, 2%
karet, 3% kaca, 2% metal, 4% tekstil dan 3.5% kayu.
Komposisi kimia sampah adalah 58% kandungan air, 37.6% karbon, 2.8%
nitrogen, 0.2% fosfor dan 0.16% kalium.
Fasilitas Timbunan perhari (m3) Volume Sampah
terangkut (m3)
Pemukiman1595.01 478.50
Sosial26.80 8.04
Komersil200.59 60.17
Industri759.80 227.94
Jalan62.25 18.63
Total 2644.347 793.30Sumber : Bappeda Jabar 2010
Sistem Pengolahan Sampah Kota Tasikmalaya
Kota Tasikmalaya memiliki 2 metode penanganan sampah,yaitu :
Pembuangan sampah secara tradisional, yakni melalui
pemusnahan sampah dengan cara menimbun sampah di pekarangan rumah,
membakar atau juga membuang sampah di tanah-lahan kosong yang ada maupun
dibuang di sungai. Metode ini banyak diadopsi di daerah yang jauh dengan lokasi
TPS.
Metode Ritasi, yakni sistem pengelolaan persampahan dilakukan
melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan sampah oleh petugas kebersihan yang
kemudian dikumpulkan pada lokasi TPS, atau masyarakat secara sadar membuang
sampah ke kontainer terdekat. Kemudian armada pengangkut sampah yang terdiri
dari dump truck dan arm roll membawa sampah dari TPS, ke kontainer ke TPA.
Operasional di TPA saat ini masih menggunakan sistem controlled landfill.
Sumber :Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya
Sarana/prasarana Persampahan yang Ada di Kota Tasikmalaya
Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya kondisi
eksisting, TPS yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi berjumlah 15 TPS. Depo sampah
sebanyak 5 Depo dan TPA di 1 lokasi yaitu TPA Ciangir. Lokasi TPS (Tempat
Pembuangan Sementara) yang ada di Kota Tasikmalaya adalah sebagai berikut:
1.TPS Sukamulya
2.TPS Kotabaru
3.TPS Yudanagara
4.TPS Cipedes
5.TPS Mangkubumi
6.TPS Linggajaya
7.TPS Sambongpari
8.TPS Karanganyar
9.TPS Talagasari
10.TPS Purbaratu
11.TPS Sumelap
12.TPS Empangsari
13.TPS Sukamaju Kidul
14.TPS Sirnagalih
15.TPS Urug
Luasan TPS bervariasi tergantung lokasi setempat, rata-rata luasan antara (1x2) m2,
(2x2) m2, (3x3) m2, (3x4) m2. TPS biasanya berada pada lokasi-lokasi dekat perumahan
dan pasar, mengingat penghasil sampah terbesar berasal dari rumah tangga dan kawasan
perdagangan seperti pasar.
Sedangkan untuk Depo di Kota Tasikmalaya, total terdapat 5 depo yang tersebar di
beberapa kecamatan. Rata-rata Depo memiliki luas (10x10) m2. Berikut ini adalah daftar
Depo yang terdapat di Kota Tasikmalaya.
1.Depo Mayasari Plaza
2.Depo Bantar
3.Depo Pasar Pancasila
4.Depo Cikrubuk
5.Depo Bale Wiwitan
Untuk TPA yang ada di Kota Tasikmalaya hanya ada 1,yaitu TPA Ciangir yang
terletak di Kampung Ciangir,Desa Murgasari,Kecamatan Tamansari.TPA Ciangir
menggunakan system controlled landfill dengan luas sebesar 8 ha.
Kondisi Pengumpulan :
Frekuensi Pengumpulan :
Pengangkutan sampah yang ada di Kota Tasikmalaya dilakukan dengan
menggunakan bak sampah yang ada di rumah masing-masing. Biasanya frekuensi
pengumpulan yang dilakukan oleh petugas kebersihan dilakukan sebanyak satu kali
seminggu.
Jumlah Petugas :
Jumlah petugas pengankut sampah dan supir truk sebanyak 198 orang.
Kriteria Daerah yang Dilayani :
Kawasan permukiman
Penanganan pengelolaan persampahan kawasan permukiman dengan sistem
modul yang terdiri dari bangunan TPS dengan alat angkut Dump Truck, Kontainer
dengan alat angkut Arm Roll Truck dan alat pengumpul berupa gerobak sampah.
Daerah Komersil
Pengelolaan pelayanan persampahan kawasan pendidikan akan dilayani
dengan menggunakan modul TPS dengan alat angkut Dump Truck dengan Kontainer
dengan alat angkut arm roll truck.
Kawasan Industri
Pengelolaan pelayanan persampahan di kawasan industry akan dilayani dengan
modul TPS dengan alat agkut Dump Truck dengan Kontainer dengan alat angkut arm roll
truck.
Fasilitas Lain dan Perkantoran
Untuk fasilitas rumah sakit,puskesmas atau klinik dibagi menjadi 2 bagian
yaitu sampah B3 dan non B3.Untuk sampah non B3,pelayanan digunakan dengan modul
TPS dengan alat angkut Dump Truck dengan Kontainer dengan alat angkut arm roll
truck.Untuk sampah B3 dikelola sendiri secara khusus yaitu dengan IPAL,Insinerator,dll.
Sapuan Jalan
Untuk sampah hasil pembersihan jalan diangkut menggunakan Arm Rolll
Truck dan Dump Truck untuk dibuang ke TPA.
Diagram Pengelolaan Sampah Kota Tasikmalaya kurang lebih diilustrasikan
dengan :
Jumlah Alat berat
Jumlah fasilitas yang masih berfungsi dengan baik di Dinas Cipta Karya
Kota Tasikmalaya :
Jenis Jumlah Kapasitas
(m3)
Jumlah
ritasi
Dump
Truck
11 unit 6 2
Arm Roll
Truck
3 unit 10 3
Pick up 3 unit 3 2
Sumber : Bappeda Jawa Barat 2011
Sementara untuk jumlah gerobak sampah yang ada belum dapat dipastikan.
Aspek Pembiayaan
Tarif Retribusi Pengelolaan Sampah di Kota Tasikmalaya sesuai dengan
Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa
Umum.
Retribusi Pelayanan Persampahan atau Kebersihan dipungut oleh Pemerintah
Daerah. Objek Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf b adalah pelayanan persampahan/kebersihan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, meliputi:
a. pengambilan/pengumpulan sampah dari sumbernya ke lokasi pembuangan
sementara;
b. pengangkutan sampah dari sumbernya dan/atau lokasi pembuangan sementara ke
lokasi pembuangan/pembuangan akhir sampah; dan
c. penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhir sampah.
(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelayanan kebersihan jalan umum, taman, tempat ibadah, sosial, dan tempat
umum lainnya.
Berdasarkan pasal 10 tentang Subjek dan Wajib Retribusi ,yang dimaksud dengan:
(1) Subjek Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan adalah orang
pribadi atau Badan yang memperoleh jasa pelayanan Persampahan/Kebersihan.
(2) Wajib Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan adalah orang
pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut
atau pemotong retribusi pelayanan persampahan/kebersihan.
-Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan.
Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa karcis, kupon dan/atau kartu langganan. ) Pembayaran retribusi harus
dilakukan secara tunai dan lunas. Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah
atau tempat lain yang ditunjuk dengan diberikan tanda bukti pembayaran. Dalam
hal pembayaran dilakukan di tempat atau kantor yang ditunjuk, maka hasil
retribusi disetor ke Kas Daerah paling lambat 1 x 24 jam atau ditentukan lain oleh
Walikota.
PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA
Nomor : 5 Tahun 2011
Tanggal : 14 September 2011
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN
PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN
Tata Cara Pemungutan
(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lainyang
dipersamakan;
(2) Dokumen lain yang dipersamakan tersebut pada ayat (1) adalah dalambentuk
Karcis sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini;
(3) Retribusi dipungut oleh Petugas pemungut yang ditetapkan dengan Surat Perintah
dari Kepala Dinas;
(4) Petugas pemungut selanjutnya menyetorkan seluruh hasil pungutan retribusi
secara brutto ke Kas Daerah melalui Bendaharawan penerima pada Dinas;
(5) Bendaharawan penerima dalam waktu 1 x 24 jam harus segera menyetorkan hasil
retribusi ke kas Daerah;
(6) Kepada Dinas diberikan dana peningkatan pelayanan sebesar 5 %(lima persen)
dari jumlah penerimaan retribusi.
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 7
(1) Retribusi yang terutang harus dibayar lunas;
(2) Pembayaran retribusi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :
a. Untuk rumah tinggal pembayaran dilakukan pada tempat-tempat yang
telah ditentukan yaitu :
- KUD Pembangunan
- Kopontren
- KUD Ampera
- Koperasi PKKT
- KUD Talagasari
- KUD Prabudilaya
- KUD Trimarga
- KUD Pancamarga
- KUD Samarga
- Pokmas Asri
- BNI
- Bank mandiri
- PLN
b. Untuk wajib retribusi selain rumah tinggal pembayaran dilakukan melalui petugas
pemungut .
Pembiayaan Kegiatan Sektor Persampahan
Tahun 2009 Rp.461.725.000.-
Tahun 2010 Rp.1.567.500.000,-
Tahun 2011 Rp.350.000.000,-
Tahun 2012 Rp.1.140.302.000.-
Sumber : Dinas Cipta karya kota Tasikmalaya
Jenis Alat Jumlah Nilai Investasi
Dump Truck 11 9.680.000.000
Pick Up 3 270.000.000
Arm RollTruck 3 1.056.000.000
Nilai Investasi Alat Berat
N SSumber :Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya
Harga merupakan dump truck merk Hino :880.000.000 per unit
Pick up merk Suzuki Carry :90.000.000 per unit
Arm Roll Truck merk Hino :352.000.000 per unit
Aspek Peraturan
Peraturan yang dipakai adalah:
Perda No.29 Tahun 2003 tentang Kebersihan,Keindahan dan Kelestarian Lingkungan.
Perda No.21 Tahun 2004 tentang Sanksi bagi pelanggar Kebersihan,Keindahan dan Ketertiban
Perda No.8 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya
Perda No.3 Tahun 2008 Tentang Rincian Kewajiban Pemerintah yang menjadi kewenangan.
Spesifikasi lain yang digunakan sebagai regulasi untuk pengelolaan
sampah mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
2. SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah
Perkotaan
3. SK SNI-T-12-1991-03 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di
Pemukiman.
4. SNI 03- 3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di
Pemukiman
5. SNI 19-3964-1994 tentang metode pengambilan dan pengukuran
contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan.
6. SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA
Sampah.
7. SNI 19-2454-2002 revisi SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara
Operasional Teknik Pengelolaan Sampah di Perkotaan.
8. Pt T-13-2002-C tentang tata cara pengelolaan sampah dengan sistem
daur ulang pada lingkungan
9. SNI 3242 : 2008 tentang tata cara pengelolaan sampah di
pemukiman
Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kesediaan
masyarakat untuk membantu berhasilnya program pengembangan pengelolaan
sampah sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan
kepentingan diri sendiri.
Tanpa adanya peran serta masyarakat semua program pengelolaan
persampahan yang direncanakan akan sia-sia. Salah satu pendekatan masyarakat
untuk dapat membantu program pemerintah dalam keberhasilan adalah
membiasakan masyarakat pada tingkah laku yang sesuai dengan program
persampahan yaitu merubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah
yang tertib, lancar dan merata, merubah kebiasaan masyarakat terhadap
pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata, merubah kebiasaan masyarakat
dalam pengelolaan sampah yang kurang baik dan faktor-faktor sosial, struktur dan
budaya setempat
Pada saat ini Kota Tasikmalaya telah memiliki berbagai penyuluhan tentang
pendaur ulangan limbah.Masyarakat kota Tasikmalaya telah diberi berbagai
pelatihan oleh Dinas Cipta Karya untuk mulai mendaur ulang dalam gerakan 3R
yaitu Reduce,Reuse,Recycle.Saat ini juga masyarakat mulai dibina oleh pihak
swasta untuk menjalankan bisnis daur ulang sampah yang dapat meningkatkan taraf
ekonomi.Contoh sukses pebisnis daur ulang sampah di Kota Tasikmalaya adalah
CV Mitra Tani.Sebuah perusahaan yang bergerak dalama pendayagunaan sampah
mejadi pupuk kompos organic dari sampah organik pasar.Selain itu ada pula CV
Mitra Jaya yang terletak di Sindanggalih,Kecamatan Tawang,Kota
Tasikmalaya.Perusahaan ini bergerak dalam bidang pabrik pengolah limbah plastik
yang kemudian diolaah kembali menjadi plastic setengah jadi yang bisa dijual ke
pasar-pasar.
BAB IV
TEORI PENGELOLAAN LMBAH PADAT
1. Pengertian Sampah
Menurut Departemen Kesehatan, sampah merupakan material sisa yang tidak
diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan
manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-
produk yang tak bergerak. Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair,
atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas,
sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam
kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri
(dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan
konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu,
dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.
Sampah merupakan produk samping dari aktifitas manusia sehari-hari,
sampah ini apabila tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan tumpukan
sampah yang semakin banyak. Menurut UU 18 tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah, mendefinisikan sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat. Atau bisa juga diartikan sebagai ”Sampah
adalah semua buangan yang timbul akibat aktifitas manusia dan hewan yang
biasanya berbentuk padat yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak
diinginkan lagi (tchobanoglous, 1993)”.
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah
umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting
pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb
(SNI 19-2454-1991).
Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan terciptanya
kehidupan yang sejahtera lahir dan batin dalam suatu lingkungan hidup yang baik
dan sehat. Pengelolaan sampah dengan paradigma yang sampai saat ini dianut
tidaklah kondusif untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945
tersebut. Untuk dapat melaksanakan amanat Undang-undang Dasar 1945 tersebut
pengelolaan sampah harus melandaskan diri pada paradigma baru yang memandang
sampah sebagai sumber daya yang dapat memberikan manfaat.
Sampah sudah menjadi masalah nasional dan global, bukan hanya lokal.
Masalah sampah timbul dengan adanya peningkatan timbulan sampah sebesar 2-4%
per tahun, namun tak diimbangi dengan dukungan sarana dan prasarana penunjang
yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga banyak sampah yang tidak terangkut.
Belum adanya regulasi di tingkat nasional yang mengatur juga mengurangi upaya
penanganan dan pengelolaan sampah secara optimal.
2. Sumber Tipe dan Komposisi Sampah Perkotaan
Sumber Sampah Perkotaan
Sumber sampah yang berasal dari daerah perumahan, seperti
perumahan masyarakat berpenghasilan tinggi, menengah, dan rendah
Sumber sampah yang berasal dari daerah komersial, seperti pasar,
pertokoan, hotel, restoran, bioskop, industri, dll
Sumber sampah yang berasal dari fasilitas umum, seperti
perkantoran, sekolah, rumah sakit, taman, jalan, saluran/sungai, dll.
Sumber sampah yang berasal dari fasilitas sosial, seperti panti sosial
dan tempat-tempat ibadah
Sumber sampah yang berasal dari daerah industrial, seperti pabrik-
pabrik
Sumber sampah yang berasal dari konstruksi, seperti puing dan sisa-
sisa material
Sampah alam adalah Sampah yang diproduksi di kehidupan liar
diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun
kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-
sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan
pemukiman.
Sampah nuklir Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan
fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya
bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir
disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan
aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar
laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).
Sampah pertambangan hasil dari sisa-sisa petambangan yang tidak
terpakai.
Tipe sampah perkotaan
Berdasarkan jenis sampah pada prinsipnya dibagi 3 bagian besar, yaitu :
a. Sampah padat
b. Sampah cair
c. Sampah dalam bentuk gas
Sampah pada umumnya dibagi 2 jenis, yaitu :
1. Sampah organik : yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa
organik, karena itu tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N, dll, (umumnya
sampah organik dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa
makanan, karton, kain, karet, kulit, sampah halaman).
2. Sampah anorganik : sampah yang bahan kandungan non organik,
umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca,
kaleng, alumunium, debu, logam-logam lain (Hadiwiyoto, 1983). Dapat dibagi lagi
menjadi:
Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan
kembali karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas,
pakaian dan lain-lain.
Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi
dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper,
thermo coal dan lain-lain.
Sedangkam berdasarkan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
Sampah Padat adalah segala bahan buangan selain kotoran
manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga:
sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain
Sampah Cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan
tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah,
seperti sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung
patogen yang berbahaya. Dan sampah cair yang dihasilkan dari dapur,
kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung
patogen.
Komposisi Sampah Perkotaan
Komposisi merupakan kata yang digunakan untuk mendeskripsian komponen
yang membentuk aliran limbah padat dan penyebaran yang berkaitan biasanya
didasarkan dengan persentasi beratnya. Informasi dari komposisi limbah sangat
penting untuk diketahui untuk mengevaluasi peralakan yang digunakan, sistem dan
program pengaturan dan perencanaannya.
Komposisi dari limbah perkotaan bergantung pada:
1) Luas aktivitas pembangunan dan pembongkaran
2) Luas dari pelayanan perkotaan;
3) Tipe pengolahan air dan air limbah yang digunakan
Karena adanya berbagai macam jenis dari limbah, penentuan komposisi
merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Prosedur statistik yang sulit untuk
dilaksanakan, jika tidak mungkin untuk diimplementasikan. Untuk alasan tersebut,
diperlukan penyetaraan prosedur seperti di bawah ini (berdasarkan kemampuan dan
kemampuan mengacak sampel sehingga dapat mengetahui komposisi yang
dihasilkan):
o Limbah padat perkotaan di Pemukiman: prosedur pengelolaan
limbah padat perkotaan pada wilayah pemukiman melibatkan membuang
muatan dan menganalisa kuatitas dari limbah pemukiman dalam area yang
dapat dikontrol berdasarkan letak pembuangan yang diisolasikan dari adanya
angin, dipisahkan dari opreasi lainnya. Sampel yang representatif diambil dari
truk hasil dari pengumpulan pada akhir minggu melalui suatu rute dalam suatu
pemukiman.
o Komersil dan limbah padat perkotaan: prosedur di lapangan untuk
mengidentifikasi daerah komersil dan industrial yang tidak diproses melibatkan
analisa dari pengambilan sampel limbah yang representatif langsung dari
sumbernya, tidak dicampur muatan yang telah dikumpulkan dari kendaraan
pengangkut.
3. Sifat Fisik, Kimiawi, dan Biologis Sampah Perkotaan
A. Sifat Fisik
Merupakan sifat yang dapat diketahui secara langsung dengan
penghitungan kuantitatif. Meliputi:
Berat Jenis
Merupakan Berat sampah per unit volume (lb/ft3, lb/yd3). Sering
digunakan untuk memperkirakan jumlah massa dan volume limbah yang
harus diatur
Kandungan Air (Moisture Content)
Biasanya diekspresikan dalam 2 cara: wet weight method dan dry
weight method. Kadar air berat basah adalah:
Dengan
M = kadar air %
W = berat awal sampel lb (kg)
d = berat sampel setelah pemanasan pada suhu 105oC
Persebaran ukuran partikel (gradasi)
Merupakan komponen material dalam limbah padat yang merupakan
pertimbangan yang cukup penting dalam mendaur ulang material, terutama
untuk penggunaan mesin dalam artian lapisan trommel dan pemisahan
secara magnetis. Ukuran dari komponen limbah didefinisikan dengan
menggunakan satu atau lebih pengukuran:
Sc = l
Sc = ((l+W)/2)
Sc = ((l+w+h)/3)
Sc = (l x w)1/2
Sc = (l x w x h)1/3
Dengan
Sc = ukuran komponen (inci atau mm)
L = panjang (inci atau mm)
W = lebar (inci atau mm)
H = tinggi (inci atau mm)
Kapasitas lapangan
Merupakan jumlah air yang bisa di tahan pada contoh sampah
berdasarkan gaya tarik gravitasi Air yang melebihi field capacity akan
dilepaskan sebagai lindi
Field Capacity dapat pula diartikan sebagai pemadatan dan tingkat
dekomposisi.
FC 30% by volume berarti 30 in/100 in. Sampah yang tidak padat FC
50 -60 %
Permeabilitas
Konduktifitas hidrolik pemadatan sampah merupakan komponen fisik
yang penting, pada ukuran luas, menentukan pergerakan dari cairan atau gas
yang ada dalam landfill. Koefisien permeabilitas normalnya dituliskan
sebagai berikut :
K = C d2 γ/μ= kγ/μ
Dengan
K = koefisien
C = faktor bentuk
d = ukuran rata-rata
γ= berat specific
μ= viskositas air
k = intrinsic permeability
B. Sifat Kimiawi
Merupakan sifat yang hanya bisa ditentukan dengan penelitian terhadap
sampelnya. Terdiri dari 4 jenis sifat kimiawi, yaitu:
Proximate analysis
Ada 4 tahap pemisahan yang dilakukan, lalu diurutkan berdasar
golongannya yaitu
- Moisture (dipanaskan pada 1050C, 1 jam)- Volatile combustible matter (pembakaran 9500C)- Fixed carbon (Sisa dari volatile matter)- Ash(ditimbang dari cawan)
Fusing point of ash
Didefinisikan sebagai temperatur yang mengkondisikan debu sisa
pembakaran menjadi kelompok padatan dengan penggabungan dan
pengelompokan. Temperatur penggabungan khusus untuk suatu
pembentukan kerak besi dari limbah padat berkisar pada suhu 2000 sampai
2200oC (1100 sampai 1200oC).
Ultimate analysis
Menganalisa akhiran dari komponen limbah padat : merupakan
penentuan dari berapa persentasi C (Carbon), H (Hydrogen), O (Oxygen), N
(Nitrogen), S (sulfur) dan abu.
Energy content
Kandungan energi dari komponen limbah padat: ditentukan dengan 1)
menggunakan skala penuh pemanasan sebagai calorimeter 2) menggunakan
ledakan kalorin pada laboratorium 3) perhitungan jika komposisi elemen
diketahui.
C. Sifat Biologis
Komponen biologi dari MSW tidak termasuk plastik, karet dan potongan
kulit, sebagai komponen organik yang ada pada MSW dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1) Unsur yang larut air : gula, kanji, asam amino dan jenis asam
organik.
2) Hemiselulosa : kondesnsasi hasil lima dan 6 gula karbon.
3) Selulosa : kondensasi hasi dari 6 glukosan gula karbon
4) Lemak, minyak dan lilin yang mengandung ester dari alkohol dan
rantai panjang asam lemak
5) Lginin merupakan material polimer
6) Lignoselulosa merupakan kombinasi dari lignin dan selulosa
7) Protein yang mana disusun dari rantai asam amino
Komponen limbah organik biodegradable: mengandung padatan volatile,
ditentukan dengan pembakaran 5500C, digunakan sebagai pengkuran biodegradablitas dari
bagian organik pada MSW. Menggunakan padatan volatil merupakan suatu kesalahan,
sebagai komponen beberapa organik dari MSW yang mana mudah sekali menguat tetapi
rendah untuk terdegradasi.
Penghasil bau : bau dapat berkembang ketika limbah disimpan ada waktu yang
sangat lama pada saat waktu pengumpulan, dalam tempat pemindahan maupun pada
landfill. Bau yang dikeluarkan adalah H2S yang diilustrasikan pada reaksi berikut:
Perkembangan lalat : lalat dapat berkembang setidaknya dua minggu setelah
mengeluarkan telur. Alur perkembangannnya hingga menjadi dewasa dapat dilihat sebagai
berikut :
o Menghasilkan telur : 8 – 12 jam
o Waktu pertama larva : 20 jam
o Waktu kedua larva : 24 jam
o Waktu ke tiga larva : 3 hari
o Waktu menjadi pupal : 4 – 5 hari
Total = 9 – 11 hari
Hal yang harus dimerngerti pada saat terjadinya transpormasi yang
mungkin karena limbah dapat mempengaruhi langsung terhadap
pengembangan yang berintegrasi terhadap perencanaan menejemen limbah
padat.
Transformasi fisik: konsep utama pembentukan fisik terjadi ketika
dalam operasi sistem menejemen yang meliputi:
1) Pemisahan komponen digunakan untuk membentuk limbah yang
beragam kedalam jumlah yang sedikit.
2) Reduksi volume mekanik menggambarkan proses volume awal
ketika limbah direduksi, biasanya menggunakan tekanan atau gaya
3) Reduksi ukuran mekanik : transformasi proses digunakan untuk
mengurangi ukuran material limbah untuk memperoleh material seragam
dan dipertimbangkan pengurangan ukurannya
Transformasi kimia: mereduksi volume dan hasil konversi
yang menggunakan proses
1) Pembakaran didefinisikan sebagai reaksi kimia oksigen di dalam
material organik untuk menghasilkan senyawa oksidasi dengan
mengeluarkan emisi cahaya dan panas yang cepat.
2) Pirolisis: dikarenakan substansi organik dapat memisah dengan cara
mengkombinasikan reaksi kondensasi dalam oksigen bebas yang ada di
atmosfer menjadi gas, liquid dan padatan.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Macam, Jenis, dan
Besarnya Timbulan Sampah
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi macam, jenis dan besarnya
timbulan sampah :
1. Jenis bangunan yang ada
2. Tingkat aktivitas
3. Iklim
4. Musim
5. Letak Geografis
6. Letak Topografi
7. Jumlah Penduduk
8. Periode sosial-ekonomi
9. Tingkat teknologi
Dengan mengetahui jenis dan macam besarnya timbulan sampah akan
memepermudah pengelolaannya, karena pengelolaan sampah di kota-kota besar
biasanya dilakukan secara komunal, sehingga dibutuhkan pengelolaan dengan
memanfaatkan teknologi yang ada dan teknologi tersebut dipermudah oleh
pengetahuan tentang jenis dan karakteristik timbulan sampah yang dihasilkan.
Manfaat Sampah
Sampah merupakan masalah yang paling sering ditemui terutama pada
daerah-daerah yang sedang berkembang dan di kota-kota besar, jika tidak
diperlakukan dengan benar, sampah ini dapat menimbulkan masalah yang serius
bagi manusia, oleh karenanya sampah harus diperlakukan dengan benar dan
ditangani secara serius dengan memanfaatkan sisa-sisa dari kegiatan manusia
tersebut. Sebenarnya sampah yang dianggap tak berguna itu memiliki manfaat yang
cukup besar untuk manusia. Berikut beberapa manfaat sampah:
1. Sebagai pupuk organik untuk tanaman. Limbah dari sampah
organik dapat dijadikan sebagai pupuk penyubur tanaman dengan menyulap
sampah menjadi kompos. Kompos dapat memperbaiki struktur tanah, dengan
meningkatkan kandungan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan
tanah untuk mempertahankan kandungan air dalam tanah.
2. Sumber humus. Sampah orgnaik yang tenah membusuk seperti
dapat menjadi humus yang dibutuhkan untuk tanah untuk menjaga kesuburan
tanah. serta menjadi sumber makanan yang baik bagi tumbuh-tumbuhan,
meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, mencegah pengerukan tanah,
menaikkan aerasi tanah, menaikkan foto kimia dekomposisi pestisida atau
senyawa-senyawa organik racun.
3. Sampah dapat didaur ulang. Limbah sampah dari plastik dan kertas
dapat didaur ulang menjadi berbagai barang yang bermanfaat seperti menjadi
produk furnitur yang cantik. atau didaur ulang kembali menjadi bahan baku
pembuatan produk plastik atau kertas.
4. Dijadikan bahan bakar alternatif. Pembusukan sampah dapat
menghasilkan gas yang bernama gas metana yang dapat digunakan sebagai
bahan bakar alternatif untuk kebutuhan rumah tangga atau industri kecil.
5. Menjadi sumber listrik. Secara tidak langsung sampah dapat
dijadikan sumber listrik alternatif dengan cara merubah sampah agar
menghasilkan gas metana, dimana gas ini dapat dijadikan bahan bakar untuk
menjalankan pembangkit listrik.
Permasalahan Sampah
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah meningkatkan taraf kehidupan
penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan
pertumbuhan kegiatan produksi dan konsumsi. Pertumbuhan ini juga membawa
pada penggunaan sumber semula jadi yang lebih besar dan pengeksploitasian
lingkungan untuk keperluan industri, bisnis dan aktivitas sosial. Di bandar-bandar
negara dunia ketiga, pengurusan sampah sering mengalami masalah. Pembuangan
sampah yang tidak diurus dengan baik, akan mengakibatkan masalah besar. Karena
penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan
mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran air tanah.
Demikian juga pembakaran sampah akan mengakibatkan pencemaran udara,
pembuangan sampah ke sungai akan mengakibatkan pencemaran air, tersumbatnya
saluran air dan banjir (Sicular 1989). Selain itu, Eksploitasi lingkungan adalah
menjadi isu yang berkaitan dengan pengurusan terutama sekitar kota. Masalah
sampah sudah saatnya dilihat dari konteks nasional. Kesukaran untuk mencari
lokasi landfill sampah, perhatian terhadap lingkungan, dan kesehatan telah menjadi
isu utama pengurusan negara dan sudah saatnya dilakukan pengurangan jumlah
sampah, air sisa, serta peningkatan kegiatan dalam menangani sampah.
Paradigma Penanganan Sampah
Penumpukkan sampah di TPA adalah akibat hampir semua pemerintah daerah
di Indonesia masih menganut paradigma lama penanganan sampah kota, yang
menitikberatkan hanya pada pengangkutan dan pembuangan akhir. TPA dengan
system lahan urug yang ramah lingkungan ternyata tidak ramah dalam aspek
pembiayaan, karena pembutuhkan biaya tinggi untuk investasi, konstruksi, operasi
dan pemeliharaan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sudah saatnya pemerintah daerah
mengubah pola pikir yang lebih bernuansa lingkungan. Konsep pengelolaan sampah
yang terpadu sudah saatnya diterapkan, yaitu dengan meminimisasi sampah serta
maksimasi daur ulang dan pengomposan disertai TPA yang ramah lingkungan.
Paradigma baru penanganan sampah lebih merupakan satu siklus yang sejalan
dengan konsep ekologi. Energi baru yang dihasilkan dari hasil penguraian sampah
maupun proses daur ulang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin.
Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu tersebut setidaknya mengkombinasikan
pendekatan pengurangan sumber sampah, daur ulang & guna ulang, pengkomposan,
insinerasi dan pembuangan akhir. Pengurangan sumber sampah untuk industri
berarti perlunya teknologi proses yang nirlimbah serta packing produk yang
ringkas/ minim serta ramah lingkungan. Sedangkan bagi rumah tangga berarti
menanamkan kebiasaan untuk tidak boros dalam penggunaan barang-barang
keseharian. Untuk pendekatan daur ulang dan guna ulang diterapkan khususnya
pada sampah non organik seperti kertas, plastik, alumunium, gelas, logam dan lain-
lain. Sementara untuk sampah organik diolah, salah satunya dengan pengkomposan.
5. Sistem Pengelolaan Limbah Padat
Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan , pengangkutan , pemrosesan , pendaur-
ulangan , atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu
pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola
untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan.
Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam.
Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat , cair , gas , atau radioaktif dengan
metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat. Metode pengelolaan
sampah berbeda beda tergantung banyak hal , diantaranya tipe zat sampah , tanah
yang digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area.
Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam
penggunaannya, antara negara-negara atau daerah. Beberapa yang paling umum,
banyak-konsep yang digunakan adalah:
Hirarki Sampah - hirarki sampah merujuk kepada " 3 M "
mengurangi sampah, menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang
mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan dari
segi minimalisasi sampah. Hirarki sampah tetap menjadi dasar dari sebagian
besar strategi minimalisasi sampah. Tujuan hirarki ini adalah untuk mengambil
keuntungan maksimum dari produk-produk praktis dan untuk menghasilkan
limbah dalam jumlah minimum.
Perpanjangan tanggung jawab penghasil sampah / Extended
Producer Responsibility (EPR). (EPR) adalah suatu strategi yang dirancang
untuk mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produk-
produk mereka di seluruh siklus (termasuk akhir-of-pembuangan biaya hidup)
ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produser diperpanjang
dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh Lifecycle produk dan
kemasan yang diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan yang manufaktur,
impor dan / atau menjual produk diminta untuk bertanggung jawab atas produk
mereka berguna setelah kehidupan serta selama manufaktur.
Prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor membayar adalah
prinsip di mana pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan.
Sehubungan dengan pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada
penghasil sampah untuk membayar sesuai dari pembuang.
Sistem pengelolaan Limbah Padat terdiri dari :
1) Aspek Teknik Operasional
Secara umum, pengelolaan limbah padat ditinjau dari aspek teknik
operasional di suatu tempat ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 5.3. Sistem Pengelolaan Sampah Secara Umum
Dari gambar di atas dapat diambil pengertian bahwa sistem pengelolaan
sampah dapat dilakukan dengan berbagai macam jalur, misalnya timbulan sampah
masuk ke pewadahan kemudian dibawa oleh kendaraan pengumpul langsung
dibuang ke tempat pembuangan akhir. Atau jalur lain, misalnya setelah melalui
bagian pegumpulan kemudian dibawa ke bagian pemilahan dan pengelolaan,
setelah itu dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Timbulan Limbah Padat
Metode yang digunakan untuk mengestimasi timbulan limbah padat :
a. Load count analysis, didasarkan atas jumlah kendaraan
pengangkutan yang masuk dilokasi Transfer Station atau Recycling Center atau
TPA, dilakukan untuk waktu tertentu(1 minggu, 2 minggu), perkiraan volume
per kendaraan, karakteristik limbah padat (jenisnya berat limbah padat)
b. Weight-volume analysis, menggunakan data berat dan volume
dengan mengukur langsung unit/kendaraan pengangkut satuannya berat,
volume, dan berat jenis.
c. Material-balance analysis, Detail keseimbangan material disetiap
sumber timbulan seperti dirumah tangga, kegiatan komersil atau industri.
Persiapan Material Mass Balance:
- Gambar system boundary (batasan sistim) di unit/Kegiatan yang
akan dijadikan objek pengamatan.
- Identifikasi semua kegiatan yang terjadi didalam sistim dan
berdampak pada timbulan limbah padat.
- Identifikasi laju timbulan limbah padat dari setiap kegiatan.
- Hitung secara matematis besarnya limbah padat yang ditimbulkan,
dikumpulkan dan disimpan.
Faktor yang mempengaruhi laju timbulan limbah padat :
1. Kegiatan pengurangan limbah di sumber dan recycling
Mendesain, menghasilkan, dan mengemasi produk dengan
kandungan toxic minimum, volume material minimum, dan lama masa
penggunaannya (mengurangi kemasan yang tidak penting dan berlebihan)
Meningkatkan penggunaan produk dengan daya tahan yang lama
dan dapat diperbaharui
Pola belanja selektif
Penggunaan sedikit sumber
Meningkatkan pendaurulangan kandungan produk
Mengembangkan teknologi yang memproduksi sedikit limbah.
2. Peraturan dan tingkah laku masyarakat
Kesadaran masyarakat, baik dari segi kebiasaan dan pola hidup
masyarakat
Perlunya pendidikan yang berkelanjutan mengenai limbah padat
demi meningkatkan pengetahuan masyarakat
3. Faktor geografi dan fisik
Lokasi geografis
Musim/iklim
Penggunaan penggiling sampah dapur rumah dengan food
grinder berkontribusi menambah padatan tersuspensi sebesar 0,03 – 0,08
lb/capita dalam satu unit pada pengolahan air limbah. Rumah dengan satu unit
food waste grinder dapat meningkatkan 25 – 33% jumlah timbulan sampah
makanan.
Frekuensi pengumpulan
Karakteristik area pelayanan ukuran tanah, kemiringan lahan, dan
frekuensi pemeliharaan
2. Pewadahan
Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum
dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Tujuan utama dari pewadahan adalah :
Untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga
mengganggu lingkungan dari kesehatan, kebersihan dan estetika
Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak
membahayakan petugas pengumpulan sampah, baik petugas kota maupun dari
lingkungan setempat.
Dalam operasi pengumpulan sampah, masalah pewadahan memegang
peranan yang amat penting. Oleh sebab itu tempat sampah adalah menjadi
tanggung jawab individu yang menghasilkan sampah (sumber sampah), sehingga
tiap sumber sampah seyogyanya mempunyai wadah/tempat sampah sendiri.
Tempat penyimpanan sampah pada sumber diperlukan untuk menampung
sampah yang dihasilkannya agar tidak tercecer atau berserakan. Volumenya
tergantung kepada jumlah sampah perhari yang dihasilkan oleh tiap sumber
sampah dan frekuensi serta pola pengumpulan yang dilakukan.
Untuk sampah komunal perlu diketahui/diperkirakan juga jumlah sumber
sampah yang akan memanfaatkan wadah komunal secara bersama serta jumlah
hari kerja instansi pengelola kebersihan perminggunya. Bila hari kerja 6 (enam)
hari dalam seminggu, kapasita penampungan komunal tersebut harus mampu
menampung sampah yang dihasilkan pada hari minggu. Perhitungan
kapasitasnya adalah jumlah sampah perminggu (7 hari) dibagi 6 (jumlah hari
kerja perminggu).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan jenis wadah limbah
padat di sumber :
a. Pengaruh wadah terhadap komponen limbah padat
- Dekomposisi secara biologis akibat pertumbuhan bakteri dan
fungi dari sisa makanan dan bahan organik lain. Jika periode waktu limbah
diperpanjang, akan timbul bau dan lain-lain.
- Absorpsi fluida limbah padat mengandung moisture content. Jika
limbah padat dikumpulkan dalam satu wadah, maka kandungan tersebut akan
bercampur satu sama lain. Derajat absorpsi bergantung pada lama waktu
limbah disimpan/diwadahi hingga dikumpulkan.
- Kontaminasi dari komponen limbah kontaminasi limbah dapat
mengurangi nilai komponen masing-masing untuk didaur ulang.
b. Tipe dan kapasitas container yang digunakan bergantung pada
karakteristik dan tipe limbah padat yang dikumpulkan, jenis pengumpulan
yang digunakan, frekuensi pengumpulan, lahan yang tersedia untuk
penempatan container.
c. Lokasi container bergantung pada jenis pemukiman atau fasilitas
komersil dan industri, ketersediaan lahan, dan akses pelayanan pengumpulan.
Prinsip penempatan lokasi container adalah mudah diambil dan diawasi.
d. Kesehatan masyarakat dan estetika berhubungan dengan
kerumunan lalat di wilayah yang digunakan untuk pewadahan limbah padat
yang berpotensi membawa vektor penyakit, frekuensi pengumpulan, periode
pencucian wadah di area pewadahan, periode removal bahan biodegradable
( < 8 hari), dan produksi bau.
Cara-cara pewadahan sampah :
a. Cara Pewadahan Sampah Rumah Tangga
Sampah rumah tangga hendaknya dimasukkan kedalam tempat sampah
yang tertutup, apalagi untuk sampah dari sisa - sisa makanan karena akan
cepat membusuk yang dapat menimbulkan bau dan mengundang lalat serta
menjadi media perkembangan.
1) Tempat sampah pada pola pengumpulan individual
Pewadahan pada pola pengumpulan individual (langsung / tidak
langsung), kapasitas wadah minimal dapat menampung sampah untuk 3 hari
(+ 40 - 60 liter), hal ini berkaitan dengan waktu pembusukan dan
perkembangan lalat, masih cukup ringan untuk diangkat oleh orang dewasa
sendirian (dirumah atau petugas kebersihan) serta efisiensi pengumputan
(pengumpulan dilakukan 2-3 hari sekali secara reguler). Bila tempat sampah
menggunakan kantong plastik bekas, ukuran dapat bervariasi, kecuali dibuat
standar. Pada pemakaian bak sampah permanen dari pasangan bata atau
lainnya (tidak dilanjutkan), sampah diharuskan dimasukkan dalam kantong
plastik sehingga memudahkan sarta mempercepat proses pengumpulan.
2) Tempat sampah pada pola pengumpulan komunal
Kapasitas disesuaikan dengan kemudahan untuk membawa sampah
tersebut (oleh penghasil sampah) ke tempat penampungan komunal (container
besar, bak sampah, TPS). Kapasitas tersebut untuk menampung sampah
maksimun 3 hari (cukup berat untuk membawanya sampai ke penampungan
komunal yang jaraknya kira-kira 50 - 100 m dari rumah).
b. Cara Pewadahan Sampah Non Rumah Tangga
Prinsip kesehatan tetap dipertahankan (tertutup dll), sedangkan
kapasitasnya tergantung aktifitas sumber sampah serta jenis / komposisi
sampahnya. Perkantoran misalnya , sampah umumnya didominasi oleh kertas
yang tidak mudah membusuk dan tidak berbau busuk. Kapasitas
penyimpangan sampah dari perkantoran dapat diperhitungkan untuk
menampung sampah sampai 1 minggu. Untuk jumiah sampahnya besar,
pemakaian bin atau container besar dapat dipertimbangkan dan harus
memperhatikan peralatan pengumpulan yang digunakan. Bila jumlah
sampahnya dapat mencapai 6- 10 m3 perhari atau setelah 1 minggu,
pemakaian container dari Arm roll truck dianjurkan. Sampah dari pasar setiap
harinya berjumlah besar dan cepat membusuk, oleh karena itu pemakaian
tempat sampah komunal dari container arm roll dianjurkan, sedangkan masing
- masing toko atau kios dapat menggunakan kantong plastik, bin plastik atau
keranjang dengan kapasitas 50-120 liter tergantung jumlah sampah yang
diproduksi setiap harinya.
c. Cara Pewadahan Sampah Bagi Pejalan Kaki
Disepanjang daerah pertokoan atau taman dan tempat - tempat umum
dapat dilakukan dengan menempatkan bin-bin sampah plastik. Sampah dari
pejalan kaki ini umumnya terdiri dari pembungkus makanan atau lainnya
yang tidak cepat membusuk. Kapasitas tempat sampah ini berkisar 50 - 120
liter.
3. Pengumpulan
Pada sistem ini penggunaan jenis atau cara pengumpulan bergantung
dari daerah pelayanan, tingkat sosial-ekonomi masyarakat, sarana dan
prasarana yang dilayani. Secara umum sistem ini digambarkan sebagai berikut
:
Gambar 5.4. Sistem Pengumpulan Sampah Secara Umum
Dari gambar di atas tersebut, bila dilihat berbagai jalur pegumpulan
yaitu :
1) Pengumpulan individual tidak langsung, maksudnya adalah
kendaraan pengumpul (gerobak) mengambil timbulan sampah langsung
dari pengguna jasa, misalnya : rumah tangga. Kemudian diangkut ke
transfer depo (stasiun pemindahan) lalu dibawa oleh kendaraan pengangkut
(truk) untuk dibuang ke TPA. Biasanya pengumpulan ini digunakan
apabila kendaraan pengangkut tidak dapat mengambil secara langsung ke
pengguna jasa
Gambar 5.5. Pengumpulan Individual Tidak Langsung
2) Pengumpulan individual langsung, maksudnya adalah
kendaraan pengangkut (truk) langsung mengambil timbulan sampah dari
pengguna jasa untuk kemudian dibuang ke TPA
Gambar 5.6. Pengumpulan Individual Langsung
3) Pengumpulan komunal langsung, maksudnya pengguna jasa
mengumpulkan sampah secara komunal pada wadah komunal untuk
diangkut oleh kendaraan pengangkut langsung dibuang ke TPA
Gambar 5.7. Pengumpulan Komunal Langsung
4) Pengumpulan komunal tidak langsung, maksudnya adalah
pengguna jasa mengumpulkan sampah secara komunal untuk dibawa oleh
kendaraan pengumpul, kemudian dibawa ke transfer depo, lalu diangkut
oleh kendaraan pengangkut untuk dibuang ke TPA. Sama seperti no 1
dimana kendaraan pengangkut tidak dapat mengambil secara langsung.
Gambar 5.8. Pengumpulan Komunal Tidak Langsung
Sistem Pengumpulan dengan Menggunakan Container
Container adalah wadah yang dipakai sebagai tempat timbulan sampah,
dimana penggunannya bisa dilakukan secara indivudual atau secara bersama-
sama (komunal). Container ada dua jenis yaitu yang dapat dengan mudah
dipindahkan karena menggunakan roda (hauled) dan yang sifatnya tetap
(station).
1. Hauled Container System yaitu sistem pengumpulan dengan
menggunakan container yang dapat dipindahkan (movable). Pada sistem ini
terlihat bahwa terdapat alur dimana container yang sudah penuh digerakkan
ke arah transfer depo untuk dilakukan pemindahan sampah, ketika kosong
container dipindahkan kembali ke tempat semula. Sistem ini dibagi menjadi
2 tipe :
a.Conventional Mode. Kelemahan sistem ini adalah dari segi waktu
tidak efisien karena hanya menggunakan satu cintainer, sehingga kemudian
sistem ini dikembangkan menjadi Exchange Container Mode
b. Exchange Container Mode. Pada sistem ini mempunyai
kelebihan dibanding sistem konvensional, dimana efektivitas waktu untuk
pemindahan sampah ke transfer depo dapat ditingkatkan, akan tetapi dari
segi biaya relatif lebih mahal karena membutuhkan lebih dari satu
container.
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pengumpulan
satu trip
T hcs=(Phcs+s+h )Dimana:
Phcs = peak time per trip (jam/trip)
s = at site time per trip, waktu tinggal di lokasi (transfer
station, MRF) menunggu limbah padat diturunkan dari container
atau kendaraan pengumpul (jam/trip)
h = haul time per trip (jam/trip)
Haul time waktu yang diperlukan untuk mengangkut
container menuju lokasi (transfer station, MRF) dihitung setelah
container naik ke kendaran pengangkut dan kemudian diteruskan
membawa container kosong ke tempat pengumpulan selanjutnya.
Bergantung pada jarak dan kecepatan.
h=a+bx
Dimana:
a = konstanta haul time (jam/trip)
b = konstanta haul time (jam/mi)
x = jarak rata-rata round-trip haul (mi/trip)
Pick up time per trip waktu yang dibutuhkan untuk
mengambil dan menurunkan container dalam 1 trip kegiatan
pengumpulan.
Phcs=pc+uc+dbc
Dimana:
pc = waktu yang dibutuhkan untuk pick up loaded container
(jam/trip)
uc = waktu yang dibutuhkan untuk unload empty container
(jam/trip)
dbc = waktu yang dibutuhkan untuk mengemudi antara
lokasi pengumpulan (jam/trip)
Jumlah trip pengumpulan per hari
Nd=[H⋅(1−W )−(t1+t2) ]
T hcs
atau Nd=V d
c⋅f
Dimana:
H = panjang hari kerja (jam/hari)
W = faktor off-route
t1 = waktu dari stasion ke container pertama yang dilayani
(jam)
t2 = waktu dari container terakhir yang dilayani ke stasion
(jam)
Vd = volume rata-rata limbah padat dikumpulkan per
hari (l3/hari)
c = volume kendaraan pengumpul rata-rata (l3/hari)
f = weighted average container utilization factor
2. Stationary Container System yaitu sistem pengumpulan
dengan menggunakan container yang tidak dapat dipindahkan, sehingga
sampah yang ada “dijemput” oleh kendaraan pengangkut.
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
pengumpulan satu trip
T hcs=(Phcs+s+h )Dimana:
Phcs = peak time per trip (jam/trip)
S = at site time per trip, waktu tinggal di lokasi (transfer
station, MRF) menunggu limbah padat diturunkan dari container
atau kendaraan pengumpul (jam/trip)
h = haul time per trip (jam/trip).
Haul time
h=a+bx
Dimana:
a = konstanta haul time (jam/trip)
b = konstanta haul time (jam/mi)
x = jarak rata-rata round-trip haul (mi/trip)
Pick up time per trip waktu yang dibutuhkan untuk
mengambil dan menurunkan container dalam 1 trip kegiatan
pengumpulan.
Phcs=C t (uc )+(n p−1 )⋅dbc
Dimana:
Ct = jumlah container yang dikosongkan per trip
(container/trip)
uc = waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menurunkan
stasionary container (jam/container)
np = jumlah container yang diambil per titik
pengumpulan per trip (titik/trip)
dbc = waktu rata-rata yang dibutuhkan dari satu titik
pengumpulan ke titik pengumpulan lainnya (jam/trip)
Jumlah container yang dikosongkan per trip
C t=V⋅rc⋅f
Dimana:
V = volume kendaraan pengumpul (l3/hari)
r = rasio pemadatan
c = volume container (l3/container)
f = weighted average container utilization factor
Jumlah trip pengumpulan per hari
Nd=V d
V⋅f
Dimana:
Vd = volume rata-rata limbah padat dikumpulkan per
hari (l3/hari)
V = volume kendaraan pengumpul (l3/hari)
f = weighted average container utilization factor
Waktu pengumpulan per hari
H=[ ( t1+ t2 )+Nd (T SCS ) ]
(1=W )
Dimana:
W = faktor off-route
t1 = waktu dari stasiun penyimpan kendaraan ke lokasi
pengosongan container pertama pada rute pertama (jam)
t2 = waktu dari container terakhir pada rute terakhir ke stasiun
penyimpanan kendaraan (jam)
4. Pemilihan dan Pengolahan
1) Pemilahan
Pada bagian ini akan dibicarakan secara ringkas masalah pemilahan
dan pengolahan sampah yang merupakan bagian yang cukup penting dari
sistem secara keseluruhan. Akan tetapi bagian ini pada umumnya
membutuhkan teknologi tinggi yang belum terdapat di negara-negara
berkembang. Di Indonesia khususnya dan di negara-negara berkembang
yang paling sering dilakukan pada bagian pemilahan adalah dengan
menggunakan tenaga manusia (pemulung), berhubung murahnya tenaga
kerja. Sebaliknya negara-negara maju karena mahalnya upah tenaga kerja
maka pada bagian pemilahan pada umumnya sudah menggunakan teknologi
canggih. Pemilahan dilakukan untuk menggolongkan jenis-jenis sampah
sesuai dengan karakteristiknya, sehingga ketika masuk pada pengolahan
mempermudah prosesnya.
2) Pengolahan
Pada bagian pengolahan istilah yang paling dikenal adalah recycling,
reuse dan recovery. Yang dimaksud dengan recycling adalah suatu proses
pengolahan yang dilakukan dengan merubah bentuk material sampah secara
fisis dengan memproses kembali menjadi barang-barang yang berguna atau
bermanfaat, misalnya mengubah sampah plastik menjadi kursi, ember, dll.
Yang dimaksud dengan reuse adalah mengembalikan barang yang sudah
menjadi sampah menjadi barang berguna yang mempunyai manfaat yang
sama seperti aslinya tanpa merubah identitasnya. Contohnya mengubah
mobil rongsokan menjadi mobil baru. Yang dimaksud dengan recovery
adalah penggunaan sampah sebagai bahan bakar atau memanfaatkan energi
yang tersimpan dalam sampah misalnya untuk tenaga listrik. Contohnya
mengubah sampah kotoran hewan menjadi biogas.
5. Pemindahan dan Pengangkutan
Sistem ini tentang stasiun pemindahan (transfer depo atau transfer
station), dimana fungsinya secara umum adalah sebagai tempat
penampungan sementara (TPS) dan tempat bertemunya kendaraan
pengumpul dengan kendaraan pengangkut. Adapun jenis transfer depo atau
transfer station ditinjau dari cara pemutarannya adalah :
1) Direct Discharge adalah transfer depo yang berfungsi
sebagai tempat pertemuan kendaraan pengumpul yang sudah terisi penuh
dengan sampah dengan kendaraan pengangkut untuk dibuang ke TPA. Jenis
ini ada tiga tipe sesuai dengan luasnya yaitu tipe besar, menengah dan kecil.
Kelebihan dari transfer depo seperti ini adalah biaya yang diperlukan relatif
murah karena dapat dibuat diluar ruangan tanpa menggunakan konstribusi
khusus, dan sistem ini digunakan untuk jenis sampah yang mudah
membusuk karena dapat langsung dibuang ke TPA, akan tetapi secara
estetika dan kesehatan kurang baik karena tempat tidak terjaga atau tertutup.
Karena hal tersebut maka sistem ini cocok di Indonesia.
2) Indirect Discharge adalah transfer depo yang berfungsi
sebagai tempat pertemuan kendaraan pengumpul yang sudah terisi penuh
sampah dengan kendaraan pengangkut, dimana sampah dari kendaraan
pengumpul dikumpulkan dalam suatu ruangan tertentu untuk kemudian
dengan menggunakan Crane sampah dipindahkan ke kendaraan
pengangkut.
Gambar 5.9. Contoh Indirect Discharge
Keuntungan dari sistem ini adalah sampah yang sudah terkumpul
dapat diadakan pemilihan menurut jenisnya, sehingga dapat dengan tepat
ditentukan cara pengelolaannya dan secara estetika baik karena tumpukan
sampah tertutup di suatu ruangan. Akan tetapi cara ini cukup mahal,
sehingga transfer station jenis ini banyak digunakan di negara maju.
3) Combine Direct Discharge and Indirect Discharge
merupakan kombinasi antara Direct Discharge dan Indirect Discharge.
Pada sistem ini sampah dibedakan anatar yang harus langsung dibuang
dengan yang tidak. Sistem ini banyak digunakan di negara-negara maju.
Jenis transfer station berdasarkan kapasitasnya (jumlah material yang
ditransfer dan diangkut) :
Small : kapasitasnya < 100 ton/hari
Medium : kapasitasnya antara 100 – 500 ton/hari
Large : kapasitasnya > 500 ton/hari
Jenis alat angkutan yang digunakan dalam pengangkutan limbah
padat, diantaranya :
1) Motor vehicle transport
-Kendaraan pengangkut ini paling banyak digunakan
-Jenis kendaraan pengangkut ini terdiri dari trailers, semitrailers, dan
compactors
-Untuk limbah yang belum dipadatkan, kendaraan pengangkut yang
banyak digunakan adalah trailer dengan atap terbuka (open-top trailers)
-Konstruksi trailer ini adalah monoque construction yang
memungkinkan pengangkutan sampah dengan volume lebih besar dan
drop-bottom trailer yang bagian tengahnya lebih rendah untuk
meningkatkan kapasitas tanpa menambah panjang trailer
-Metode pengosongan yang dapat digunakan, yaitu:
a. self-emptiying kendaraan pengangkut memiliki
mekanisme pengosongan sendiri dengan menggunakan hydraulic
dump bed, powered internal diaphragms, moving floor, dan
hydraulically operated tipping ramps
b. aid of auxiliary equipment
-Terdapat trailer dengan alat pemadat sampah di dalamnya yang
berfungsi ganda
-Stationary compactor dengan internal diaphragm merupakan salah
satu alat pemadat yang banyak digunakan, yang berguna untuk
memadatkan sampah di dalam trailer saat tekanan pada saat diaphragm
mencapai nilai tertentu, kemudian diaphragm masuk lebih dalam ke trailer
sehingga memungkinkan lebih banyak limbah yang dapat dipadatkan.
2) Railroad transport
- Kereta yang digunakan dibuat untuk dapat menggangkut 50 railcars yang
membawa 100 “piggy backed” kontainer.
3) Water transport
- Perahu, kapal tongkang (scow), dan perahu khusus lainnya pada masa lalu
banyak digunakan untuk menggangkut sampah yang area pembuangannya berada
di tepi pantai dan laut.
- Selain melalui laut, banyak juga digunakan jalur pengangkutan melalui
sungai, contohnya di Inggris.
- Kelemahan sistem ini adalah tidak dapat digunakan saat laut pasang.
4) Pneumatic, hydraulic, and other systems of transport
- Peralatan pengangkutan low-pressure air dan vacuum digunakan
untuk mengangkut sampah.
- Aplikasi sistem ini banyak digunakan pada apartemen tingkat tinggi
dan kawasan komersial.
- Sistem pneumatic salah satunya digunakan pada Walt Disney World.
- Dari segi desain dan operasionalnya, sistem peneumatic lebih rumit
dibandingkan dengan sistem hydraulic.
- Sistem hydraulic banyak digunakan untuk sampah sisa makanan.
6. TPA
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang sering digunakan adalah:
1) Open Dumping, adalah TPA dimana sampah yang dibuang
diletakkan begitu saja di atas tanah kosong, atau sebelum digunakan tanah
tersebut dibuat lubang dengan menggunakan traktor. Cara ini tidak
dianjurkan untuk digunakan karena sampah yang dibuang dibiarkan terbuka
sehingga dapat menjadi sarang binatang-binatang tertentu yang dapat
membawa penyakit selain itu secara estetika kurang baik karena
menimbulkan pemandangan yang buruk dan bau yang busuk.
2) Control Land Fill, adalah TPA dimana sampah yang dibuang
diletakkan di atas lubang yang dibuat dengan traktor, kemudian apabila
lubang tersebut sudah penuh baru ditutup dengan lapisan tanah setebal
kurang lebih 20 cm.
3) Sanitary Land Fill, adalah TPA dimana sampah yang
dibuang diletakkan di atas lubang yang dibuat dengan traktor, kemudian
sampah yang ada ditutup oleh lapisan tanah yang penutupnya dilakukan
setiap hari sehingga terbentuk sel-sel dalamnya. Cara ini adalah cara yang
terbaik dibanding dengan dua cara sebelumnya.
Gambar 5.10. Sanitary Land Fill
Bagian-bagian dari landfill, antara lain :
1) Cell untuk menggambarkan volume material yang
ditempatkan di landfill selama satu masa operasi.
2) Daily cover bahan yang diterapkan dipermukaan landfill
pada satu periode/hari operasi ( 6 –12 in).
3) Lift lapisan cell setelah ditutup daily cover.
4) Final Lift lift terakhir atau paling atas dari landfill.
5) Bench/terrace perlu dibuat bench/terrace untuk menjaga
kestabilan dari landfill, penempatan saluran drainasi permukaan, dan
penempatan pipa gas apabila ketinggian landfill (terdiri dari beberapa lift)
melebihi 50 –75 ft.
6) Final Cover layer lapisan yang diterapkan pada seluruh
permukaan landfill setelah operasi keseluruhan landfill selesai.
7) Leachate cairan yang meresap (perkolasi) melalui limbah
padat atau medium lain biasanya mengandung extracted, dissolved and
suspended material diantaranya mungkin berbahaya.
8) Landfill gas campuran dari gas yang dapat ditemukan
dalam landfill terdiri dari methane dan karbon dioksida, nitrogen, oksigen,
ammonia dan sedikit senyawa organik.
9) Landfill liner bahan yang dipakai untuk melapisi dasar
dan sisi tepi dari landfill.
10) Landfill control facilities termasuk liner, pengumpulan
leachate dan gas, daily dan final cover.
11) Environmental monitoring kegiatan yang berhubungan
dengan pengambilan sampel air dan udara yang digunakan untuk
memantau pergerakan leachate dan gas dalam landfill.
Faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi landfill :
Jarak angkut
Peraturan lokasi
Ketersediaan lahan
Akses ke lokasi
Kondisi tanah dan topografi
Kondisi iklim
Hidrologi air permukaan
Kondisi geologi dan hidrogeologi
Kondisi lingkungan setempat
Potensi penggunaan lahan yang telah selesai dipakai.
Hal yang dipertimbangkan dalam perancangan awal landfill, yaitu :
1) Layout lahan landfill harus melingkupi akses jalan,
peralatan shelter, skala, ruang kerja, lokasi convenience transfer station,
lahan penyimpanan.pembuangan untuk limbah khusus, area yang digunakan
untuk pemrosesan limbah, definisi area landfill dan area stockpiling cover
material, fasilitas drainase, lokasi fasilitas manajemen gas landfill, lokasi
fasilitas pengolahan leachate, lokasi monitoring well, dan planting.
2) Jenis limbah yang ditangani
3) Kebutuhan alat transfer station bergantung pada
karakteristik fisik dan operasi landfill
4) Estimasi kapasitas landfill digunakan untuk mengestimasi
volume lahan, pengaruh pemadatan komponen limbah padat individual,
pengaruh daily cover, dan pengaruh dekomposisi limbah dan overburden
tinggi.
5) Evaluasi lahan dari segi geologi dan hidrogeologi
digunakan untuk menentukan arah pergerakan air tanah di bawah lahan,
menentukan apakah unconsolidated/bedrock aquifer sebanding dengan
hydraulic connection di lahan landfill yang dituju, dan menentukan jenis
sistem linear yang dibutuhkan.
6) Pemilihan fasilitas pengontrolan leachate meliputi linear
landfill dan sistem pengumpulan leachate serta fasilitas pengolahan
leachate.
7) Pemilihan fasilitas pengontrolan gas landfill
8) Layout fasilitas surface drainage
9) Pertimbangan desain aesthetic untuk mengurangi
pengaruh operasi landfilling di dekat permukiman. Hal yang dapat
dilakukan adalah screening of landfilling area, pengontrolan burung,
pengontrolan blowing material dan dust, dan pengontrolan pes dan vektor.
10) Fasilitas pemantauan digunakan untuk gas dan cairan
dalam vadose zone, kualitas air tanah di hulu dan hilir lahan landfill,
kualitas udara di sekitar landfill dan dari banyak proses.
11) Penentuan peralatan yang dibutuhkan jenis, ukuran, dan
jumlah peralatan yang dibutuhkan bergantung pada ukuran landfill dan
metode oparasi.
12) Pengembangan operation plan
Incinerator
Walaupun demikian pelik, tetapi memusnahkan sampah dengan
membakar menggunakan incinarator bukanlah solusi yang tepat, bahkan
sangat membahayakan kelangsungan kehidupan. Banyak permasalahan
yang ditimbulkan oleh incinerasi sampah dibandingkan manfaat yang
dihasilkannya. Memang secara kasat mata volume reduksi yang
dihasilkannya sangat menjanjikan, dari segunung sampah padat dapat
menjadi hanya beberapa karung abu. Tetapi ada hal yang tidak kasat mata
dan dapat dibuktikan secara kimiawi dihasilkan pada proses pembakaran
sampah. Banyak senyawaan kimia sangat beracun terbentuk pada proses
pembakaran sampah yang tidak terkontrol, apalagi jika sampah yang
dibakar adalah sampah yang heterogen, belum lagi ditinjau dari segi
ekonomi dan dampak sosialnya.
Pencemaran Dioksin dan Furan
Hasil emisi yang paling berbahaya pada pembakaran sampah
heterogen ialah terbentuknya senyawa dioksin dan furan. Dioksin dan furan
adalah sekelompok bahan kimia yang tidak berwarna dan tidak berbau.
Dalam molekulnya mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen dan klor.
Dioksin terdiri dari 75 senyawaan kimia yang dibedakan oleh posisi dan
jumlah atom klornya, sedangkan furan terdiri dari 135 senyawaan. Dioksin
dilingkungan dapat bertahan dengan waktu paro (waktu yang diperlukan
sehingga jumlahnya tinggal setengahnya) sekitar tiga tahun, tetapi akibat
yang telah ditunjukkannya karena masuknya dioksin dalam rantai makanan
sangat mengerikan. Pengaruh dioksin pada manusia telah banyak menjadi
perbincangan dalam dua dekade terakhir, bukan karena kesabilan dari
dioksin tetapi disebabkan karena dioxin itu adalah suatu racun yang sangat
kuat. Dioksin saat ini dipercaya sebagai senyawa yang paling beracun yang
pernah ditemukan manusia, karena dapat menyebabkan kerusakan organ
secara luas misalnya, gangguan fungsi hati, jantung, paru, ginjal serta
mengganggu fungsi metabolisme dan menyebabkan kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh. Pada percobaan terhadap binatang di laboratorium, dioksin
menunjukkan carcinogenic (penyebab cancer ), teratogenic (penyebab
kelahiran cacat) dan mutagenic (penyebab kerusakan genetic). Dari seluruh
golongan senyawa dioksin yang paling beracun ialah senyawa 2,3,7,8-Tetra-
Chloro-Dibenzo-para-Dioxin atau disingkat 2,3,7,8-TCDD yang menurut
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mempunyai nilai tingkat bahaya racun
(TEF/Toxic Equivalency Factors) adalah 1 (satu) dan ini merupakan nilai
yang paling tinggi dibandingkan dengan Strychnine (racun tikus) hanya
1/2000 dan Sianida (banyak digunakan untuk meracuni ikan) yang hanya
1/150.000. Dioksin saat ini dipercaya sebagai senyawa yang paling beracun
yang pernah ditemukan manusia, karena dapat menyebabkan kerusakan
organ secara luas misalnya, gangguan fungsi hati, jantung, paru, ginjal serta
mengganggu fungsi metabolisme dan menyebabkan kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh. Pada percobaan terhadap binatang di laboratorium, dioksin
menunjukkan carcinogenic (penyebab cancer ), teratogenic (penyebab
kelahiran cacat) dan mutagenic (penyebab kerusakan genetic). Pembakaran
yang tidak sempurna (400-600o celcius) yang menyebabkan terbentuknya
senyawa dioksin. Senyawa ini dapat terbentuk pada pembakaran dengan
temperature yang rendah.
Banyak kaum industriawan pembuat incinerator yang membodohi
kita, dikatakan incinerator buatannya sanggup membakar sampah pada suhu
diatas 800 oC. Tetapi kalau kita amati dengan seksama, ternyata termometer
pengukur suhu di tempatkan sedemikian rupa sehingga yang terukur adalah
titik api pembakarnya dan bukan suhu gas buang hasil pembakarannya.
Tentunya ini sangat ironis, karena pembentukan dioksin ada didalam gas
buang hasil pembakarannya terutama di dalam fly-ash (abu terbang),
sehingga persyaratan suhu tinggi diatas 800o C adalah suhu bagi gas
buangnya, bukan hanya suhu proses pembakarannya. Suhu tinggi ini harus
tetap dapat dipertahankan ketika material baru sampah padat dimasukkan ke
dalam incinerator. Biasanya ketika diberikan input baru sampah padat, maka
suhu incinerator akan turun drastis, jika terjadi fluktuasi suhu maka
incinerator tersebut merupakan penghasil dioksin.
Ada pakar incinerator lain mengatakan, untuk mengurangi
pencemaran dioksin pada emisi gas buang dari incenarator ialah dengan
menambahkan filter yang modern. Perlu kita ingat bahwa filter khusus
untuk dioksin harganya sangat mahal, dan secara berkala harus diganti
karena cepat mampat dan jenuh, tentunya hal ini akan menambah biaya
operasional incinerator. Tetapi yang menjadi permasalahan pokok adalah,
setelah dioksin terkumpul di dalam filter mau dikemanakan ? mengingat
dioksin adalah zat no 1 paling beracun di dunia.
Penggunaan incinerator adalah pemborosan, biaya untuk membeli
sebuah incinarator berkisar dari beberapa ratus juta hingga beberapa milyar
rupiah. Untuk mengoperasikannya jelas diperlukan bahan bakar yang cukup
besar, belum lagi biaya perawatan yang luar biasa besarnya karena
beroperasi pada suhu tinggi sehingga komponennya cepat rusak dan karatan.
(Ingat kasus incinerator sampah di Kodya Surabaya yang hanya berumur
beberapa bulan, padahal incineratornya buatan luar negeri yang dibeli
dengan harga beberapa milyar dengan uang rakyat). Incenerator yang telah
terlanjur beroperasi harus diawasi secara ketat dan diwajibkan
menggunakan sistem pengolah emisi, baik gas buang maupun limbah
cairnya, sehingga pencemaran lingkungan dapat ditekan seminimal
mungkin.
Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS)
Lindi (Leachate) adalah cairan yang merembes melalui tumpukan
sampah dengan membawa materi terlarut atau tersuspensi terutama hasil
proses dekomposisi materi sampah atau dapat pula didefinisikan sebagai
limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan
sampah, melarutkan dan membilas materi terlarut, termasuk juga materi
organik hasil proses dekomposisi biologis.(Enri Damanhuri, 2010).
Air hasil dari ekstraksi sampah kandungannya sangat berbahaya, maka
dari itu perlu dilakukan pengolahan airnya agar aman dibuang ke badan air.
Bagian-bagian dari IPAS :
Kolam Equalisasi
Kolam Fakultatif
RBD ( Rotating Biological Denitrification)
Kolam Aerob
Ruang Proses Kimia
Bak Pengandap
Polishing Pond
Kolam Lumpur
Unit Composting
Sampah disortir secara manual dilihat dari ukuran sampah. Kemudian
dimasukan ke conveyor pemilah. Lalu dihancurkan di penghancur.
Kemudian di conveyor feeder terpisahkan sampah yang bisa menjadi
kompos dan tidak. Sampah yang tidak bisa masuk dalam proses composting
di press untuk dijadikan briket.
Kompos yang dihasilkan berbentuk bubuk. Tetapi dilakukan proses
lagi agar dijadikan bentuk butiran. Para petani masih belum percaya dengan
pupuk berbentuk serbuk. Alasannya karena menempel di daun, mudah
terbang, dan terapung di air. Proses pembuatan pupuk butiran (granule)
adalah dengan penambahan 15-20% percikan air, kemudian setelah panas
mencapai 65 derajat diberikan mikroba lagi (karena pada suhu ini beberapa
mikroba mati). Total lama proses awal hingga akhir adalah 1,5 bulan hingga
kompos siap jual.
2) Aspek Organisasi
Dalam suatu sistem pengelolaan sampah, aspek organisasi sangat
penting agar sistem bisa berjalan dengan baik. Unsur organisasi yang
diperlukan dalam pengelolaan sampah menyangkut :
1. Tenaga kerja, yaitu anggota masyarakat yang bertugas
membuat, mengelola, dan memelihara sistem tersebut baik dengan tujuan
mendapatkan upah atau secara suka rela.
2. Struktur organisasi, yaitu perangkat organisasi yang
diperlukan untuk sistem pengelolaan sampah, dimana semakin luas dan
kompleksnya sistem maka semakin membutukan perangkat tersebut.
Apabila sistem masih berwujud sederhana, maka struktur organisasi
terkadang tidak diperlukan.
3) Aspek Pembiayaan
Merupakan aspek yang tidak dapat diabaikan terutama untuk suatu
sistem yang luas dan kompleks. Apabila sistem pengelolaan sampah sudah
demikian meluas dan kompleks maka setiap anggota masyarakat harus turut
serta dalam aspek ini misalnya dalam retribusi. Retribusi dapat dilakukan
dengan menggunakan subsidi silang untuk membantu golongan masyarakat
yang tidak mampu.
4) Aspek Pengaturan
Aspek pengaturan senantiasa diperlukan untuk menjamin suatu sistem
dapat berjalan dengan baik dan lancar. Pada umumnya aspek ini diwujudkan
dalam bentuk peraturan pemerintah pusat maupun daerah, peraturan
masyarakat dimana sistem tersebut digunakan baik yang tertulis maupun
yang tidak, dan dalam bentuk peraturan (hukum) adat.
5) Aspek Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah keterlibatan
masyarakat dalam arti ikut serta bertanggung jawab pasif maupun aktif,
secara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk mewujudkan
kebersihan bagi diri sendiri dan lingkungan.
Baik di kota maupun di desa pada umumnya sampah kurang
diperhatikan oleh masyarakat, hal ini disebabkan oleh :
- Kurangnya pengertian bahwa sampah yang tidak dikelola dengan
baik akan mempunyai dampak negatif pada lingkungan maupun kesehatan
masyarakat
- Kurang menyadari arti kebersihan dan keindahan
- Kekurangpahaman teknologi maupun pengorganisasian pengelolaan
sampah
- Adanya anggapan terutama di kota bahwa pengelolaan sampah
adalah tanggung jawab Pemda.
Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk menumbuhkan peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan membentuk program yang
dilaksanakan secara terarah, intensif dan berorientasi kepada
penyebarluasan pengetahuan, penanaman kesadaran, peneguhan sikap dan
pembentukan perilaku, sehingga :
- Masyarakat mengerti dan memahami masalah kebersihan
lingkungan
- Masyarakat turut aktif dalam mewujudkan kebersihan lingkungan,
menularkan kebiasaan hidup bersih pada anggota masyarakat lainnya dan
memberikan saran-saran yang membangun
- Masyarakat bisa mengikuti prosedur dan tata cara pemeliharaan
kebersihan secara baik
- Masyarakat bersedia membiayai pengelolaan sampah.
6. BANK SAMPAH
Bank Sampah adalah salah satu alternatif mengajak warga peduli dengan
sampah, yang konsepnya mungkin dapat dikembangkan di daerah-daerah lainya,
Bank sampah merupakan sebuah sistem pengelolaan sampah berbasis rumah
tangga, dengan memberikan ganjaran yang berupa uang tunai atau kupon gratis
kepada mereka yang berhasil memilah dan menyetorkan sejumlah sampah. Sistem
bank sampah ini memiliki beberapa keunggulan selain manfaatnya dibidang
kesehatan lingkungan, metode ini juga berfungsi untuk memberdayakan masyarakat
karena dengan menyetorkan sampah yang telah dipilah, masyarakat bisa
mendapatkan keuntungan secara ekonomis.
Berawal dari kesadaran individu, warga mulai mengumpulkan sampah di
rumahnya. Sampah tersebut lalu disetorkan ke Bengkel Kerja Kesehatan
Lingkungan atau yang lebih dikenal dengan nama Bank Sampah. Bank Sampah
adalah tempat penampungan sampah yang dikumpulkan dan kemudian diberi harga
sesuai berat sampah yang akan dijual. Disinilah letak fungsi Bank Sampah karena
pencairannya dilakukan setiap tiga bulan sekali. Hasil penjualan sampah ini pun
cukup lumayan, tidak semua sampah dijual ke pihak ketiga. Mereka mulai
memisahkan sampah yang bisa diproduksi kembali seperti sampah stirofoam yang
diolah menjadi hiasan kotak penyangga bendera atau bekas bungkus makanan dan
minuman yang disulap menjadi barang kerajinan. Ternyata, jika sampah dikelola
dengan baik bisa mendatangkan manfaat dan juga bisa menguntungkan lingkungan
hidup. Selain itu, sampah plastik dimanfaatkan untuk bahan pelapis sandal, tas, dan
perabot lainnya. Plastik juga bisa dimanfaatkan untuk bahan isian bantal. Kertas
bisa didaur ulang untuk membuat pigura foto dan pelapis boks.
Dengan begitu, masyarakat pun tidak perlu khawatir dengan keadaan
lingkungan dengan adanya sampah yang senantiasa jika tidak dimanfaatkan akan
merusak dan mengotori lingkungan. Sudah banyak orang yang mendirikan bank
sampah selain bisa membantu dalam hal ekonomi bank sampah bisa menjadi
alternatif lain dari pembuangan sampah yang dilakukan selama ini. Lewat bank ini,
sampah-sampah dikumpulkan lalu diolah kembali menjadi barang aksesoris ataupun
kerajinan lainnya. Bank sampah menerima sampah jenis anorganik dari seluruh
warga. Tiap warga akan dibuatkan buku tabungan, setelah sampah disetorkan ke
bank dan ditimbang, uangnya langsung dimasukan ke buku tabungan. Jadi
masyarakat bisa punya simpanan dari sampah yang mereka kumpulkan sendiri.
Bank sampah bekerjasama dengan pengepul barang-barang plastik, kardus
dan lain-lain, untuk bisa memunculkan nilai harga sampah pada masyarakat. Juga
dengan pengolah pupuk organik untuk menyalurkan sampah organik yang
ditabungkan. Bank Sampah memotong dana 15 persen dari nilai sampah yang
disetor nasabah. Dana itu digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, seperti
fotokopi, pembuatan buku tabungan, dan biaya lainnya. Selama tidak ada nasabah
yang keberatan. Pemotongan bisa dilakukan karena bank ini memang dikelola
bersama-sama dan sudah ada komitmen sebelumnya satu sama lain antara nasabah
dan pengelola.
a) Keputusan Pemerintah Mengenai Bank Sampah
Bank Sampah dibuat dengan mengikuti Undang - Undang No. 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah bahwa prinsip dalam mengelola sampah adalah
reduce, reuse dan recycle yang artinya adalah mengurangi, menggunakan kembali,
dan mengolah. Undang - undang tersebut merupakan upaya dari pemerintah
(negara) dalam memberikan jaminan kehidupan yang lebih baik dan sehat kepada
masyarakat Indonesia sebagaimana diamanatkan pasal 28H ayat (1) UUD 1945
yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”. Selain itu, penyusunan Undang - undang ini
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta
perwujudan upaya pemerintah dalam menyediakan landasan hukum bagi
penyelenggaran pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, serta
pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Dengan adanya undang-undang tersebut menyatakan tanggung-jawab
pemerintah (Indonesia) dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim akibat dari
akumulasi gas rumah kaca, termasuk gas metana yang bersumber dari sampah dan
dengan dikeluarkannya Undang - Undang No.18 Tahun 2008 ini diharapkan
tercapainya perubahan yang signifikan dalam lima tahun mendatang.
Undang – undang ini merupakan kewajiban bagi setiap orang, pengelola
kawasan, dan produsen dalam mengelola sampah yang dikeluarkannya. Pasal 12
menyebutkan setiap orang wajib menangani sampah dengan cara berwawasan
lingkungan. Sedangkan pengelola kawasan, baik pemukiman maupun kawasan
komersial, industri dan kawasan khusus, serta pengelola fasilitas umum atau sosial
juga diwajibkan menyediakan sarana pemilahan sampah. Pihak industri atau
produsen juga harus mencantumkan label atau tanda terkait dengan pengurangan
dan penanganan sampah pada kemasan atau produknya. Produsen juga wajib
mengelola kemasan produknya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Ketentuan ini mewajibkan para produsen menarik bekas / sisa dari kemasan
produknya sebagai tanggung jawab produsen dalam menjaga lingkungan dan
dengan ketentuan tersebut membuat / mendorong produsen menggunakan bahan
yang ramah lingkungan.
Undang – undang No.18 Tahun 2008 juga mengatur tentang pemberian
kompensasi, antara lain berupa relokasi, pemulihan lingkungan, dan biaya
pengobatan, kepada orang (masyarakat) yang terkena dampak negatif dari kegiatan
penanganan sampah di tempat penanganan / pemrosesan akhir sampah. Ketentuan
pidana juga akan diberikan kepada pengimpor sampah dengan penjara kurungan 3
hingga 12 tahun dan denda sebesar Rp. 100.000.000,- hingga Rp. 5.000.000.000,-.
Dan pengelola sampah yang mencemari dan hingga menyebabkan kematian
diancam pidana penjara 4 sampai 15 tahun dan denda Rp. 100.000.000,- juta hingga
Rp. 5 .000.000.000,-. Oleh karena itu Program Trash Bank menjadi pelopor untuk
menyesuaikan Undang – undang tersebut serta mengajarkan cara penanggulangan
sampah secara terpadu sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penanganan /
pemrosesan sampah dengan lebih fokus kepada masyarakat (rumah tangga), instansi
dan sekolah – sekolah.
b) Tujuan Bank Sampah
Tujuan didirikannya bank sampah, untuk memecah permasalahan sampah
yang sampai saat ini belum juga bisa teratasi dengan baik, membiasakan warga agar
tidak membuang sampah sembarangan, mengiming-imingi warga agar mau
memilah sampah sehingga lingkungannya bersih, Memaksimalkan pemanfaatan
barang bekas, Menanamkan pemahaman pada masyarakat bahwa barang bekas bisa
berguna, dan Mengurangi jumlah barang bekas yang terbuang percuma.
c) Manfaat Bank Sampah
Manfaat Bank sampah adalah mengurangi jumlah sampah di lingkungan
masyarakat, menambah penghasilan bagi masyarakat, menciptakan lingkungan
yang bersih dan sehat dan memupuk kesadaran diri masyarakat akan pentingnya
menjaga dan menghargai lingkungan hidup. Berikut adalah gambar-gambar
pemanfaatan sampah :
Gambar 5.11. Tas Barang Bekas
d) Dampak Bank Sampah untuk Pemulung
Dampak Bank Sampah terhadap pemulung tidak terlalu berdampak apa-apa
karena pemulung juga di ajak berkerja sama dengan bank sampah. Bank Sampah
adalah suatu wadah untuk masyarakat dalam membuang sampah sehingga
menjadikan lingkungan yang bersih, indah dan sehat.
e) Analisis Bank Sampah
Analisis dari bank sampah menggunakan sistem SWOT dari Freddy Rangkuti.
Langkah ini dimulai dengan analisis lingkungan eksternal Bank Sampah untuk
mengidentifikasikan faktor-faktor peluang dan ancaman, serta analisis lingkungan
internal Bank Sampah untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan dan kelemahan
Bank Sampah.
Tabel 5.1. Analisis Bank Sampah
7. DAUR ULANG
Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk
digunakan kembali disebut sebagai daur ulang. Ada beberapa cara daur ulang,
pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil
kalori dari bahan yang bisa dibakar untuk membangkitkan listik.
a) Daur Ulang Fisik
Daur ulang ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang, yaitu
mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang dibuang, contohnya botol
bekas pakai yang dikumpulkan kembali untuk digunakan kembali. Pengumpulan
bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak
sampah/kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur.
Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum aluminum , kaleng
baja makanan/minuman, Botol HDPE dan PET , botol kaca , kertas karton, koran,
majalah, dan kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa
di daur ulang. Daur ulang dari produk yang komplek seperti komputer atau mobil
lebih susah, karena bagiannya harus diurai dan dikelompokan menurut jenis
bahannya.
b) Daur Ulang Biologis (Kompos)
Material sampah organik, seperti zat tanaman , sisa makanan atau kertas , bisa
diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal dengan
istilah pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagai pupuk
dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah
Green Bin Program (program tong hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah
organik rumah tangga, seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di
kantong khusus untuk di komposkan.
Usaha pengkomposan sampah memiliki beberapa manfaat yang dapat ditinjau
baik dari segi teknologi, ekonomi, lingkungan, sosial maupun kesehatan.
Dari segi teknologi manfaat pembuatan kompos antara lain :
- Teknik pembuatan kompos sangat beragam, mulai dari proses yang
mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana sampai dengan proses
yang canggih dengan peralatan modern
- Secara teknis, pembuatan kompos dapat dilakukan secara manual
sehingga modal yang dibutuhkan relatif murah atau secara masinal (padat
modal) untuk mengejar skala produksi yang tinggi.
Dari segi ekonomi, pembuatan kompos dapat memberikan manfaat
secara ekonomis, yaitu :
- Pengkomposan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan
mengurangi biaya operasional pemusnahan sampah
- Tempat pengumpulan sampah akhir dapat digunakan dalam waktu
yang lebih lama, karena sampah yang dikumpulkan berkurang. Dengan
demikian akan menguragi investasi lahan TPA
- Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh
tanaman. Hal ini berarti kompos memiliki nilai kompetetif dan ekonomis
yang berarti kompos dapat dijual
- Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat
meningkatkan efisiensi penngunaannya.
Dari segi ekologi, proses pembuatan kompos memberikan manfaat
bagi lingkungan, yaitu:
- Pengkomposan merupakan metode daur ulang yang alamiah dan
mengembalikan bahan organik ke dalam siklus biologis. Kebutuhan energi
dan bahan makanan yang diambil tumbuhan dari dalam tanah dikembalikan
lagi ke dalam tanah
- Mengurangi pencemaran lingkungan, karena sampah yang dibakar,
yang dibuang ke sungai ataupun yang dikumpulkan di TPA akan berkurang.
Ini berarti mengurangi pencemaran udara maupun air tanah
- Pemakaian kompos pada lahan perkebunan atau pertanian akan
meningkatkan kemampuan lahan dalam menahan air sehingga terjadi
koservasi air. Kompos mempuyai kemampuan memperbaiki dan
meningkatkan kondisi kesuburan tanah (konservasi tanah).
Dari segi sosial, manfaat sosial yang dapat diperoleh dari pembuatan
kompos adalah :
- Dapat membuka lapangan kerja sehingga dapat mengurangi
pengangguran
- Dapat dijadikan obyek pembelajaran lingkungan baik bagi
masyarakat maupun dunia pendidikan.
Dari segi kesehatan, manfaat kesehatan yang diperoleh dari proses
pembutan kompos adalah :
- Pengurangan tumpukan sampah akan menciptakan lingkungan yang
bersih dan sehat
- Proses pengkomposan berjalan pada suhu yang tinggi sehingga dapat
mematikan berbagai macam sumber bibit penyakit yang ada pada sampah.
c) Pemulihan Energi
Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung
dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara
mengolahnya menjadi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan
panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebagai bahan bakar memasak atau
memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk
menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah
dua bentuk perlakukan panas yang berhubungan, dimana sampah dipanaskan pada
suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini biasanya dilakukan di
wadah tertutup pada tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah
menjadi produk berzat padat , gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk
menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya
bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif. Gasifikasi dan Gasifikasi
busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material organik
langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara karbon monoksida dan hidrogen).
Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan uap.
8. KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANGAN
Pengelolaan sampah dilakukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat,
mencegah polusi lingkungan dan melindungi sumber daya air bersih sebagaimana
yang tercantum dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32
Tahun 2009. Pengelolaan sampah diatur secara khusus dalam Undang-Undang No.
18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sebelum UU No.18/2008
dikeluarkan, PP No.16 Tahun 2005 telah menempatkan masalah perlindungan
sumber air akibat pencemaran dari TPA sebagai salah satu fokus yang diatur. PP 16
Tahun 2005 ini merupakan peraturan di bawah Undang-Undang Sumber Daya Air
(UU No.7 Tahun 2004).
UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menggariskan bahwa
pengelolaan sampah hendaknya berlandaskan hierarki pendekatan (a) pengurangan
dan (b) penanganan sampah. Pengurangan (minimasi) sampah dilandaskan atas
prinsip (a) pembatasan (reduce), guna-ulang (reuse) dan daur-ulang (recycle)
sebagai prioritas pengelolaan sampah, yang dikenal sebagai pendekatan 3R. Makna
dari pendekatan ini adalah mengedepankan pengelolaan sampah di hulu yang
dimulai dari upaya bagaimana agar sampah sesedikit mungkin dihasilkan (reduce)
dari kegiatan sehari-hari, seperti perubahan pola kerja lingkungan industri penghasil
dan pengguna pengemas untuk hasil produksinya, agar menghasilkan dan
menggunakan pengemas yang ramah lingkungan dengan volume sesedikit mungkin
dan kelak setelah tidak digunakan, sampahnya akan mudah didaur-ulang dan
ditangani lebih lanjut. Mereka juga digariskan agar tetap tidak lepas tangan
terhadap pengemas tersebut, yaitu dalam bentuk extended producers responsibility
(EPR). Sampah yang dihasilkan kemudian lebih diarahkan agar dikelola di sumber,
melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), melalui upaya guna-
ulang dan daur-ulang. Sampah atau residu yang masih tersisa selanjutnya ditangani
secara baik dan profesional melalui pewadahan, pengumpulan, pemindahan,
pengangkutan dan pengolahan. Residu dari kegiatan ini kemudian wajib
disingkirkan ke lingkungan secara aman, agar tidak mengganggu kesehatan dan
lingkungan. Oleh karenanya, UU No.18 Tahun 2008 menggariskan bahwa dalam 5
tahun sejak UU tersebut dikeluarkan, open dumping yang selama ini merupakan
cara yang paling banyak dijumpai di Indonesia untuk menyingkirkan sampah, harus
sudah digantikan dengan cara landfill yang lebih baik, seperti controlled dan
sanitary landfill. Selanjutnya UU tersebut menggariskan tentang penguatan
kapabilitas institusi, perbaikan hubungan antar stakeholder sebagai rekan dalam
pengelolaan dan peningkatan sumber investasi. Keinginan pemerintah untuk
mengedepankan pendekatan 3R telah secara nyata dikemukakan dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum 21/PRT/M/2006 yang memfokuskan upaya 3R sebagai
strategi nasional yang menggariskan bahwa sampai tahun 2014 pengurangan
sampah hendaknya mencapai 20%. Target strategi nasional pada sektor pengelolaan
sampah adalah sebagai berikut:
1. Mendukung pencapaian tingkat pelayanan pengolahan sampah 60%
pada tahun 2010.
2. Mendukung pengurangan jumlah sampah melalui 3R sampai 20%
pada tahun 2014.
3. Meningkatkan kualitas landfill:
- Controlled Landfill (CLF) untuk kota kecil dan menengah.
- Sanitary Landfill (SLF) untuk kota besar dan kota metropolitan.
- Penghentian Open Dumping.
4. Mendukung pelaksanaan di tingkat institusi dan kerjasama regional.
Saat ini, implementasi pengelolaan persampahan di tingkat daerah
dilaksanakan berdasarkan peraturan pemerintah daerah, berkaitan dengan organisasi
pengelola sampah, biaya retribusi dan pengangkutan sampah dari sumber menuju
TPA. Kendala terbesar terletak pada kurangnya kekuatan hukum yang
menyebabkan lemahnya implementasi peraturan tersebut
Bab IV
Konsep Perencanaan Sistem Pengelolaan Limbah Padat terpadu
IV.1.Daerah dan Periode Pelayanan
Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya
melayani semua kecamatan yang ada di Kota Tasikmalaya,yaitu kecamatan
Indihlang ,Cipedes ,Cibidoung ,Tambang, Cibereum,Mangkubumi,Kawalu,dan Taman
Sari. Dalam konsep perencanaan sistem pengelolaan limbah padat terpadu kali ini daerah
pelayanan difokuskan untuk melayani seluruh kota Tasikmalaya. Namun, dengan
keterbatasan infrastruktur yang dimiliki, tentu saja kemampuan pelayanan di tiga
kecamatan ini tidak mampu dilayani 100%, sehingga dibutuhkan tahapan perencanaan
untuk mengoptimalkan pelayanan pengangkutan sampah domestik maupun non domestik.
Berikut persentase pelayanan Kota Tasikmalaya :
Tahun Persentase Pelayanan
2004 24 %
2005 26%
2006 28%
2007 29%
2008 31%
2009 32%
2010 33%
2011 34%
2012 35%
2013 37%
2018 43.6%
2023 50.2%
2028 56.8%
2033 63.4%
2038 70%
Peta Daerah pelayanan Kota Tasikmalaya 2013-2038
IV.2.Periode Pelayanan
Periode pelayanan untuk konsep perencanaan sistem pengelolaan limbah
padat terpadu untuk daerah pelayanan Kota Tasikmalaya direncanakan selama 25
tahun, yaitu dari tahun 2014 – 2039 dengan tahap tahun perencanaan tiap 5 tahun
sekali. Melalui periode ini, diharapkan dapat mengestimasi timbulan limbah padat
yang ada di TPA sehingga dapat di simpulkan apakah dibutuhkan penanganan lebih
jauh terhadap proses pengangkutan sampah domestik dan non domestik di daerah
pelayanan tersebut.
IV.3.Proyeksi Penduduk Kota Tasikmalaya
Berikiut adalah table proyeksi jumlah penduduk Kota Tasikmalaya yang
dihitung secara aritmatika.Laju pertumbuhan penduduk Kota Tasikmalaya sebesar
1,68% pertahun.
Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Tasikmalya
Tahun Jumlah Penduduk
2013 668.941
2018 724.736
2023 780.531
2028 836.326
2033 892.121
2038 947.916
Sumber : pengolahan penulis
Proyeksi Jumlah Penduduk menurut Kecamatan di Kota Tasikmalaya
Kecamatan 2013 2018 2023 2028 2033 2028 2033
Kawalu 86356.82 87807.62 89282.79 90782.74 92307.89 93858.66 86356.82Taman Sari 64132.63 65210.05 66305.58 67419.52 68552.17 69703.84 64132.63Cibereum 62269.85 63315.98 64379.69 65461.27 66561.02 67679.24 62269.85Purbaratu 38770.58 39421.93 40084.22 40757.63 41442.36 42138.59 38770.58Tawang 64192.62 65271.05 66367.61 67482.58 68616.29 69769.04 64192.62Cihideung 72727.64 73949.46 75191.81 76455.03 77739.48 79045.5 72727.64Mangkubumi 86624.24 88079.53 89559.27 91063.86 92593.73 94149.31 86624.24Indihiang 48352.91 49165.24 49991.21 50831.06 51685.03 52553.33 48352.91Bungursari 46521.65 47303.21 48097.91 48905.95 49727.57 50563 46521.65Cipedes 75845.15 77119.34 78414.95 79732.32 81071.82 82433.83 75845.15
Sumber : Pengolahan Penulis
Tabel Proyeksi Penduduk Kota Tasikmalaya
2010 2015 2020 2025 2030 2035 20400
100000200000300000400000500000600000700000800000900000
1000000f(x) = 11159 x − 21794126R² = 1
Proyeksi Penduduk Tasikmalaya
Series2Linear (Series2)
Tahun
Jum
lah
pend
uduk
Sumber : Pengolahan Penulis
Proyeksi penduduk dihitung menggunakan rumus :
Pn = Po (1 + r)n
Pn : Jumlah penduduk pada tahun n
Po : Jumlah penduduk awal tahun (dasar)
R : laju pertambahan penduduk rata-rata per-tahun (%)
IV.4 Rencana Tata Ruang Wilayah Jangka Panjang Kota Tasikmalaya
Arah perkembangan wilayah tidak terlepas dari perkembangan
penduduknya. Dengan laju pertumbuhan penduduk kota sebesar 1,68% . Penduduk Kota
Tasikmalaya diprediksi akan mencapai angka sebesar 947.916 jiwa (atau kurang lebih
sebesar 1 juta jiwa). Oleh karenanya Kota Tasikmalaya hingga tahun 2025 menuju kota
metropolitan. Pembangunan kota yang berkelanjutan mensyaratkan agar prinsip-prinsip
pembangunan kota harus berwawasan dan ramah lingkungan. Oleh sebab itu sebisa
mungkin pembangunan kota tidak mengganggu lahan hutan dan sawah irigasi. Dari
kondisi tersebut diprediksi perkembangan kota hanya akan menempati tambahan
30,2% sisa lahan kota yang ada atau seluas 5.181,33 Ha (hingga tahun 2005 wilayah
terbangun sudah mencapai 23,02%). Dengan kata lain jumlah wilayah terbangun kota
akan mencapai 53,22% pada tahun 2025.
Berdasarkan tabel proyeksi jumlah penduduk,terlihat bahwa tanpa ada
kebijakan dari pemerintah kota, Kecamatan Mangkubumi akan mengalami tekanan
penduduk yang terbesar, yang merupakan dampak dari perkembangan di pusat kota. Di
satu sisi kecamatan tersebut memiliki kendala pada luas ketersediaan lahan yang
mungkin dikembangkan. Kecamatan lain yang akan mengalami tekanan penduduk
adalah Kecamatan Indihiang dan Cipedes (arah utara Kota Tasikmalaya), hal ini
didasarkan pada potensi lahan yang bisa dikembangkan sebagai wilayah terbangun. Jika
hal ini dibiarkan terus maka kemungkinan besar akan terjadi disparitas antara wilayah
utara – selatan Kota Tasikmalaya.
Meskipun Kecamatan Cibeureum memiliki laju pertumbuhan penduduk
yang cukup tinggi (kedua, setelah Mangkubumi) akan tetapi perkembangannya terkendala
oleh aspek alam (banyaknya sungai di wilayah tersebut yang perlu diperhatikan terkait
dengan masalah lingkungan). Selain itu jika arah pertumbuhan penduduk di
kecamatan ini tidak dikendalikan, maka kondisi ketimpangan utara-selatan Kota
Tasikmalaya akan semakin parah.
Berdasarkan potensi lahan, sebenarnya Kecamatan Tamansari dan
Kawalu memiliki potensi untuk menjadi area perluasan kota di masa yang akan datang.
Hanya saja ini perlu peran serta pemerintah untuk menyediakan prasarana dan sarana
yang mencukupi agar pola persebaran penduduknya dapat terdorong ke kedua
kecamatan tersebut. Selain itu perlu juga dipertimbangkan faktor mitigasi bencana di
kedua kecamatan tersebut, karena berdasarkan Gambar 2.3 sebagian dari area wilayah
tersebut memiliki gerakan tanah yang cukup tinggi.
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pengembangan kota ke arah
Kecamatan Tamansari dan Kawalu, diantaranya adalah:
a. Pemerintah Kota Tasikmalaya secara konsisten melaksanakan RTRW
kota yang telah dibuat pada tahun 2004, dimana pembagian kota didasarkan
pada
5 BWK, dengan masing-masing fungsinya.
b. Dibuat suatu kebijakan untuk memekarkan dua kecamatan tersebut
agar kondisi pemerintahan di Kecamatan Tamansari dan Kawalu dapat merubah pola
perkembangan penduduk, karena dari cakupan pemeritahan hal itu sangat
memungkinkan.
c. Menambah prasarana dan sarana yang ada ke arah dua kecamatan
tersebut agar penduduk bisa tertarik ke dua kecamatan tersebut. Penambahan ini
dimungkinkan karena akan mendorong peningkatan aktivitas ekonomi di daerah
tersebut, misalkan untuk Kecamatan Kawalu karena basis industri kecilnya cukup baik
maka perlu disediakan prasarana dan sarana yang mendukung aktivitas kegiatan tersebut.
d. Berdasarkan potensi lahannya, kedua daerah tersebut masih
mencukupi untuk menampung peningkatan penduduk kota, dan ini akan berdampak pada
adanya keseimbangan dan pemerataan penduduk di wilayah Kota
Tasikmalaya. Perwujudan Visi Pembangunan Kota Tasikmalaya hingga tahun 2025
sangat ditentukan pula oleh perencanaan tata ruang wilayah kota. Penataan ruang dan
wilayah hingga tahun 2025 diarahkan bagi terwujudnya keserasian, kelestarian dan
optimalisasi pemanfaatan ruang sesuai dengan potensi dan daya dukung wilayah dengan
mengembangkan struktur dan pola tata ruang yang efektif dan efisien sesuai dengan
fungsi pengembangan kota dalam konteks regional dan nasional, yang tujuannya:
a. Terciptanya kehidupan kota yang bersih, sehat, indah dan nyaman
serta berkelanjutan sesuai dengan tata nilai yang ada;
b. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung
dan kawasan budidaya;
c. Meningkatkan kehidupan sosial-ekonomi serta meratanya pendapatan
seluruh masyarakat dengan menciptakan peluang-peluang berusaha bagi
seluruh sektor ekonomi, melalui penentuan dan pengarahan ruang-ruang kota
untuk kegunaan kegiatan usaha dan pelayanan tertentu.
Kawasan lindung atau kawasan yang berfungsi lindung yang direncanakan
atau ditetapkan dalam wilayah Kota Tasikmalaya meliputi :
a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya,
maka secara khusus diidentifikasikan sebagal hutan kota atau hutan
konservasi.
b. Kawasan perlindungan setempat, yang dalam hal ini adalah
sempadan sungai, kawasan sekitar situ dan Saluran Udara Tegangan Ekstra
Tinggi (SUTET).
Kawasan budidaya didasarkan pada dominasi fungsi atau kegiatan utama
yang ada dan akan dikembangkan di kawasan tersebut. Adapun penggolongan kawasan
budidaya dalam RTRW Kota Tasikmalaya adalah:
a. Kawasan budidaya yang berfungsi lindung;
b. Kawasan pusat kota;
c. Kawasan perdagangan dan jasa regional;
d. Koridor perdagangan dan jasa;
e. Kawasan pemerintahan;
f. Kawasan pendidikan; g. Kawasan kesehatan; h. Kawasan terminal;
i. Kawasan perumahan dan permukiman;
j. Kawasan industri;
k. Kawasan pergudangan;
l. Sarana fasilitas umum dan sosial;
m. Sarana rekreasi dan olahraga;
n. Kawasan militer;
o. Tempat Pembuangan Akhir (TPA); dan p. Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Untuk menunjang perkembangan kota yang terarah dan efisien serta
memiliki tingkat pelayanan yang baik, maka Kota Tasikmalaya dibagi menjadi bagian-
bagian wilayah kota. Pertimbangan dalam pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK)
yaitu:
a. Homogenitas dan intensitas perkembangan BWK yaitu konsentrasi
dominasi guna lahan saat ini.
b. Pola jaringan jalan dan pola pergerakan yaitu aksesibilitas yang baik
c. Pusat lingkungan (Pusat BWK/Pusat Sub BWK) ditentukan
berdasarkan banyaknya fasilitas dan utilitas yang dimiliki.
d. Beberapa pusat lingkungan dialokasikan berdasarkan fungsi eksisting
sebagai pusat pelayanan masyarakat.
e. Pusat-pusat tersebut mengakomodasikan fungsi Bagian Wilayah Kota
yang bersangkutan.
Adapun Wilayah Kota Tasikmalaya dalam RTRW Kota tahun 2004 dibagi
menjadi 5 BWK dan 10 sub BWK, dimana pembagian wilayah dan fungsinya adalah
sebagai berikut:
a. BWK I, mencakup sebagian Kec. Cihideung, sebagian Kec. Tawang
serta sebagian Kec. Cipedes.
b. BWK II, meliputi sebagian Kec. Cipedes, sebagian Kec. Cibeureum. Dalam BWK II terbagi menjadi 2 (dua) sub BWK yaitu :
1) BWK II A dengan fungsi sebagai perkantoran skala lingkungan
dan perumahan.
2) BWK II B dengan fungsi sebagai wisata/rekreasi, perdagangan
lokal, perangkutan regional dan perumahan.
c. BWK III, meliputi sebagian Kec. Tawang, sebagian Kec. Cibeureum, sebagian
Kec. Tamansari dan sebagian Kec. Kawalu. Dalam BWK III ini dibagi menjadi
3 (tiga) sub BWK yaitu :
1) BWK III A dengan fungsi perkantoran, industri kecil,
perumahan menengah, pertokoan lokal, perdagangan dan perumahan.
2) BWK III B dengan fungsi militer, industri kecil dan menengah.
3) BWK III C dengan fungsi perumahan, pendidikan.
d. BWK IV, meliputi sebagian Kec. Kawalu, sebagian Kec.
Mangkubumi, sebagian Kec. Cihideung. Dalam BWK IV ini di bagi menjadi
2 (dua) sub BWK yaitu :
1) BWK IV A dengan fungsi industri menengah dan besar.
2) BWK IV B dengan fungsi perumahan dan cadangan pengembangan.
e. BWK V, meliputi sebagian Kec. Cipedes, Kec. Indihiang, Kec.
Mangkubumi, serta sebagian Kec. Cihideung. BWK V ini terbagi ke dalam 3
(tiga) sub BWK yaitu :
1) BWK V A, dengan fungsi perdagangan regional, perumahan,
perkantoran, transportasi regional.
2) BWK V B, dengan fungsi wisata, perumahan.
3) BWK V C, dengan fungsi perumahan dan pergudangan
IV.5Proyeksi Timbulan Limbah Padat
IV.5.1 Jumlah Timbulan Sampah Kota Tasikmalaya
Untuk menghitung timbulan limbah padat yang terdapat di Kota Tasikmalaya,penulis
menghitung menggunakan SNI 19-3964-1994 tentang metode pengambilan dan pengukuran
contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan. Penulis mencoba untuk mendeskripsikan
melalui perhitungan sehingga kita dapat mengetahui total timbulan sampah yang dihasilkan dari
daerah pelayanan berdasarkan timbulan sampah domestik dan non domestik di tiap tahun
perencanaannya. Berikut data timbulan yang ada di Kota Tasikmalaya secara keseluruhan.
Tabel Timbulan Data Kota SNI:
Sumber Sampah Berat
Timbulan/Kapita
Volume
Timbulan/Kapita
Pemukiman 0,31 2,51
Pertokoan 0,017 0,25
Sekolah 0,1 1,35
Perkantoran 0,18 3,23
Pasar 2,86 7,1
Sesuai dengan data yang diberikan oleh Tasikmalaya dalam Angka 2011,berikut adalah
jumlah pemakai yang ada di pemukiman dan berbagai fasilitas umum lainnya.
Jumlah Timbulan Sampah perhari Tahun 2010
Sumber Jumlah Pemakai Volume Timbulan
Pemukiman 635.464 1595.01Pertokoan 107.237 26.80Sekolah 148.587 200.59Perkantoran 235.234 759.80Pasar 8750 62.25Total Timbulan 2644.347
Sumber : Pengolahan Penulis
Sesuai dengan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya 2005-2025
yang menyebutkan rencana penambahan pusat kegiatan wilayah (terutama pasar,pertokoan dan
perkantoran) yang akan menggunakan lahan sebanyak 30,2%.Maka penulis berasumsi terjadi
peningkatan jumlah pemakai dan timbulan sampah di pasar,pertokoan dan perkantoran.Berikut
proyeksi Jumlah Timbulan Sampah Kota Tasikmalaya.
Tabel Proyeksi Jumlah Timbulan Sampah (Volume m3 perhari)Kota Tasikmalaya
Sumber
Sampah
2013 2018 2023 2028 2033 2038
Pemukiman1679 1819 1959 2099 2239 2379
Pertokoan28 31 35 38 42 46
Sekolah211 228 246 263 281 299
Perkantoran813 905 1000 1099 1202 1309
Pasar664 74 81 89 98 107
Total2798 3058 3323 3591 3864 4141
Sumber : pengolahan penulis
Berdasarkan data-data timbulan yang telah didapat di atas,perhitungan proyeksi
jumlah sampah yang terlayani di Kota Tasikmalaya berdasarkan persentase yang ingin
dicapai,dapat dihitung.
Contoh perhitungan laju timbulan di Kota Tasikmalaya yang dilayani pada tahun
2013.
Persentasi sampah yang dilayani = 37% dari total timbulan
Total timbulan sampah = 2644,37 m3/hari
TotalVolume Timbulan yangdilayani=persentase (% ) x total timbulan
¿37 % x 138,27 m3/hari
¿82,96 m3/hari
Tabel Proyeksi Jumlah Timbulan yang terlayani :
Tahun Timbulan Jumlah Timbulan
terangkut
Persentase
pelayanan
Jumlah
penduduk
Penduduk yang
terlayani
2013 2798 1035.26 37% 668.941 247.5082018 3058 1333.288 43.6% 724.736 315.9842023 3323 1668.146 50.2% 780.531 391.8262028 3591 2039.688 56.8% 836.326 475.0332033 3684 2335.656 63.4% 892.121 565.6042038 4141 2898.7 70% 947.916 663.541
Sumber : Pengolahan penulis
IV.5.2 Komposisi Limbah padat
Komposisi sampah merupakan gambaran dari masing-masing komponen yang
terdapat pada sampah dan distribusinya. Data ini penting untuk mengevaluasi peralatan
yang diperlukan, sistem, program, dan rencana manajemen persampahan di kota
Tasikmalaya (jenis perlakuan penanganan sampah yang berorientasi kepada pemanfaatan,
daur ulang, pengomposan, pembakaran, dan lain-lain). . Komposisi atau karakteristik
sampah dianalisis sesuai dengan metode SNI 19-3964-1994 tentang metode pengambilan
dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan.Komposisi sampah
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
Frekuensi pengumpulan
Semakin sering sampah dikumpulkan maka tumpukan sampah terbentuk semakin
tinggi, tetapi sampah organik akan berkurang karena membusuk, sedangkan sampah non
organik sulit terdegradasi akan terus bertambah.
Musim
Musim sangat berpengaruh terhadap sampah yang dihasilkan,.
Pada musim kemarau, sampah makanan, organik lainnya, dan sampah halaman
mengalami kenaikan, sedangkan sampah kertas, plastik, kaca, logam, inert, dan sampah
lainnya mengalami penurunan.
Pada musim dingin, byk dikonsumsi makanan siap saji. Sampah lainnya berupa
debu dan abu sebagai produk hasil pembakaran, baik pembakaran bahan bakar untuk
pemanas ruangan maupun abu hasil pembakaran sampah dari incinerator.
Cuaca
Cuaca memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap komposisi sampah, untuk
daerah yang kandungan airnya cukup tinggi, kelembaban sampahnya juga cukup tinggi;
Kemasan produk
Kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga mempengaruhi komposisi sampah.
Negara maju seperti Amerika banyak menggunakan kertas sebagai pengemas, sedangkan
negara berkembang seperti Indonesia banyak menggunakan plastik sebagai pengemas.
.Berikut adalah komposisi atau karakteristik sampah yang ada di Kota Tasikmalaya.
Jenis Sampah
Organik
Anorganik
Kertas
·Office paper + koran
·Majalah + karton
·Kardus (box)
·Kertas lain
Plastik
·Kresek
·Botol
·Gelas plastik
·Kemasan makanan
·Plastik lain
Kaca
Logam
Karet
Tekstil
Pampers & Softex
B3 (baterai, elektronik)
Kaleng
Styrofoam
Kayu
Tetra Pak
Lainnya
Berikut adalah tabel proyeksi jumlah timbulan sampah yang terlayani perhari 2013-2038.
Tahun Jumlah
20131035.26
20181333.288
20231668.146
20282039.688
20332335.656
20382898.7
Berikut adalah perhitungan sampah berdasarkan komposisinya pada tahun 2013.
Sumber Sampah
Pemukiman Non Pemukiman
Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1177.344187 11.7268291 51.9454215 260.8717562 65.46088175Anorganik 501.6977227 17.014949 159.2148285 552.3195038 1.03061825Kertas 151.6174845 8.6308544 72.91363433 306.2478285 ·Office paper + koran 42.31185613 2.6942727 27.1974402 111.000607
·Majalah + karton 58.76646685 2.1318899 26.39503125 97.82690858
·Kardus (box) 19.81269454 1.5867229 0.992453175 4.391232804 ·Kertas lain 30.55856276 2.2294461 18.34982573 93.02908014 Plastik 243.6289811 5.0442294 56.0841624 117.5874562 ·Kresek 101.2462272 1.5063825 7.05275235 8.94510386 ·Botol 18.46946101 0.5910758 8.383061925 18.78471811 ·Gelas plastik 9.234730505 0.315623 2.4494589 31.79577827 ·Kemasan makanan 83.44838293 1.7588809 30.63935228 22.44407878
·Plastik lain 31.23017953 0.8693979 7.55953695 35.61777719 Kaca 16.45461072 0.7431487 0 36.2683302 Logam 4.365508966 0.0459088 0.063348075 0 Karet 5.876646685 0.0229544 0.739060875 0 Tekstil 18.97317358 0.3070151 1.203613425 0 Pampers & Softex 36.60311364 0.4849117 0 0
B3 (baterai, elektronik) 1.175329337 0.0746018 0 6.09893445
Kaleng 6.884071831 0.1893738 0 2.520892906 Styrofoam 2.686467056 0.1032948 1.752630075 31.38918264 Kayu 9.402634696 0.2611063 1.625933925 0 Tetra Pak 1.343233528 0.3557932 4.117624875 4.0659563 Lainnya 3.022275438 0.8234891 20.73593655 48.14092259 Total 1679.04191 28.693 211.16025 813.19126 66.4915
Berikut adalah perhitungan sampah berdasarkan komposisinya pada tahun 2018.
Sumber Sampah
Pemukiman Non Pemukiman
Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1275.543804 13.05163015 56.277912 290.3429015 72.85624885Anorganik 543.5431956 18.9371585 172.494088 614.7160185 1.14705115Kertas 164.2635561 9.6058976 78.9949716 340.8451893 ·Office paper + koran 45.8409924 2.99864955 29.4658336 123.5405426
·Majalah + karton 63.668045 2.37273335 28.5965 108.8785881
·Kardus (box) 21.4652266 1.76597785 1.0752284 4.887318168 ·Kertas lain 33.1073834 2.48131065 19.8802868 103.5387404 Plastik 263.9495237 5.6140851 60.7618432 130.8715198 ·Kresek 109.6909461 1.67656125 7.6409848 9.95564812 ·Botol 20.009957 0.6578507 9.0822484 20.90686105 ·Gelas plastik 10.0049785 0.3512795 2.6537552 35.38780377 ·Kemasan makanan 90.4086239 1.95758485 33.1948172 24.97962619
·Plastik lain 33.8350182 0.96761535 8.1900376 39.6415807 Kaca 17.8270526 0.82710355 0 40.36562783 Logam 4.7296262 0.0510952 0.0686316 0 Karet 6.3668045 0.0255476 0.800702 0 Tekstil 20.5556831 0.34169915 1.3040004 0 Pampers & Softex 39.6560966 0.53969305 0 0
B3 (baterai, elektronik) 1.2733609 0.0830297 0 6.7879419
Kaleng 7.4582567 0.2107677 0 2.805682652 Styrofoam 2.9105392 0.1149642 1.8988076 34.93527431
Kayu 10.1868872 0.29060395 1.7615444 0 Tetra Pak 1.4552696 0.3959878 4.461054 4.5252946 Lainnya 3.2743566 0.91652015 22.4654104 53.57948806 Total 1819.087 31.9345 228.772 905.05892 74
Sumber : Pengolahan penulis
Berikut adalah perhitungan sampah berdasarkan komposisinya pada tahun 2023.
Sumber Sampah
Pemukiman Non Pemukiman
Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1373.743926 14.43027743 60.610587 321.0118756 80.5521838Anorganik 585.3888836 20.93749575 185.773913 679.6485844 1.2682162Kertas 176.9096927 10.6205712 85.07656785 376.8487292 ·Office paper + koran 49.37014681 3.315397725 31.7343236 136.5901528
·Majalah + karton 68.56964835 2.623365825 30.7980625 120.3794533
·Kardus (box) 23.11776716 1.952518575 1.15800715 5.403566484 ·Kertas lain 35.65621714 2.743412175 21.41081305 114.4755566 Plastik 284.2701707 6.20710245 65.4397232 144.6955025 ·Kresek 118.1357084 1.853656875 8.2292423 11.00726506 ·Botol 21.55046091 0.72733965 9.78146465 23.11525663 ·Gelas plastik 10.77523046 0.38838525 2.8580602 39.12582399 ·Kemasan makanan 97.36890066 2.164365075 35.75039095 27.6182287
·Plastik lain 36.43987027 1.069824825 8.8205651 43.82892815 Kaca 19.19950154 0.914470725 0 44.62945652 Logam 5.093745306 0.0564924 0.07391535 0 Karet 6.856964835 0.0282462 0.86234575 0 Tekstil 22.13820075 0.377792925 1.40439165 0 Pampers & Softex 42.70909526 0.596700975 0 0
B3 (baterai, elektronik) 1.371392967 0.09180015 0 7.50495345
Kaleng 8.032444521 0.23303115 0 3.102047426 Styrofoam 3.134612496 0.1271079 2.04499135 38.62549376
Kayu 10.97114374 0.321300525 1.89716065 0 Tetra Pak 1.567306248 0.4378161 4.80449775 5.0033023 Lainnya 3.526439058 1.013332425 24.1949579 59.23909923 Total 1959.13281 35.30775 246.3845 1000.66046 80.5521838
Sumber : Pengolahan penulis
Berikut adalah perhitungan sampah berdasarkan komposisinya pada tahun 2028.
Sumber Sampah
Pemukiman Non Pemukiman
Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1471.943796 15.8624644 64.9365093 35.2774136 88.5416967Anorganik 627.2344641 23.015516 199.0330407 74.6895864 1.39400335Kertas 189.5557969 11.6746496 91.14868562 41.4135722 ·Office paper + koran 52.89929215 3.6444468 33.99927804 15.0104955
·Majalah + karton 73.4712391 2.8837316 32.99619375 13.2290301
·Kardus (box) 24.77030347 2.1463036 1.240656885 0.5938218 ·Kertas lain 38.20504433 3.0156924 22.9389539 12.5802248 Plastik 304.5907655 6.8231496 70.11031248 15.9012282 ·Kresek 126.5804491 2.03763 8.81658297 1.209637 ·Botol 23.09096086 0.7995272 10.47959114 2.5402377 ·Gelas plastik 11.54548043 0.426932 3.06204678 4.2997097 ·Kemasan makanan 104.3291595 2.3791756 38.30198171 3.0350892
·Plastik lain 39.04471564 1.1760036 9.45010989 4.8165546 Kaca 20.57194695 1.0052308 0 4.9045282 Logam 5.457863476 0.0620992 0.079190865 0 Karet 7.34712391 0.0310496 0.923893425 0 Tekstil 23.72071434 0.4152884 1.504626435 0 Pampers & Softex 45.76208607 0.6559228 0 0
B3 (baterai, elektronik) 1.469424782 0.1009112 0 0.8247525
Kaleng 8.606630866 0.2561592 0 0.3408977 Styrofoam 3.358685216 0.1397232 2.190947265 4.2447262
Kayu 11.75539826 0.3531892 2.032565535 0 Tetra Pak 1.679342608 0.4812688 5.147406225 0.549835 Lainnya 3.778520868 1.1139044 25.92180981 6.5100464 Total 2099.17826 38.812 263.96955 109.967 90
Berikut adalah perhitungan sampah berdasarkan komposisinya di tahun 2033.
Sumber Sampah
Pemukiman Non Pemukiman
Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1570.143869 17.3480889 69.27606 385.9163048 96.8387673Anorganik 669.0801312 25.171071 212.33394 817.0646952 1.5246327Kertas 202.2019272 12.7680576 97.239933 453.0426446 ·Office paper + koran 56.4284448 3.9857733 36.271368 164.2069065
·Majalah + karton 78.37284 3.1538121 35.20125 144.7186143
·Kardus (box) 26.4228432 2.3473191 1.323567 6.4960974 ·Kertas lain 40.7538768 3.2981319 24.471909 137.6210264 Plastik 324.9114024 7.4621826 74.795616 173.9510526 ·Kresek 135.0252072 2.2284675 9.405774 13.232791 ·Botol 24.631464 0.8744082 11.179917 27.7888611 ·Gelas plastik 12.315732 0.466917 3.266676 47.0365571 ·Kemasan makanan 111.2894328 2.6020011 40.861611 33.2022756
·Plastik lain 41.6495664 1.2861441 10.081638 52.6905678 Kaca 21.9443952 1.0993773 0 53.6529526 Logam 5.8219824 0.0679152 0.084483 0 Karet 7.837284 0.0339576 0.985635 0 Tekstil 25.3032312 0.4541829 1.605177 0 Pampers & Softex 48.8150832 0.7173543 0 0
B3 (baterai, elektronik) 1.5674568 0.1103622 0 9.0223575
Kaleng 9.1808184 0.2801502 0 3.7292411 Styrofoam 3.5827584 0.1528092 2.337363 46.4350666
Kayu 12.5396544 0.3862677 2.168397 0 Tetra Pak 1.7913792 0.5263428 5.491395 6.014905 Lainnya 4.0306032 1.2182289 27.654102 71.2164752 Total 2239.224 42.447 281.61 1202.981 98
Berikut adalah tabel komposisi sampah di tahun 2038
Sumber Sampah
Pemukiman Non Pemukiman
Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1668.343423 18.8876618 73.608612 420.1684416 105.4291205Anorganik 710.9255772 27.404902 225.613388 889.5835584 1.6598795Kertas 214.8479907 13.9011712 103.3213566 493.2526032 ·Office paper + koran 59.9575788 4.3394946 38.5397936 178.781148
·Majalah + karton 83.274415 3.4337002 37.40275 157.5631656
·Kardus (box) 28.0753742 2.5556342 1.4063434 7.0726608 ·Kertas lain 43.3026958 3.5908278 26.0023918 149.8356288 Plastik 345.2319319 8.1244212 79.4733632 189.3901392 ·Kresek 143.4699207 2.426235 9.9940148 14.407272 ·Botol 26.171959 0.9520084 11.8791134 30.2552712 ·Gelas plastik 13.0859795 0.508354 3.4709752 51.2113032 ·Kemasan makanan 118.2496693 2.8329182 43.4171122 36.1491552
·Plastik lain 44.2544034 1.4002842 10.7121476 57.3671376 Kaca 23.3168362 1.1969426 0 58.4149392 Logam 6.1860994 0.0739424 0.0897666 0 Karet 8.3274415 0.0369712 1.047277 0 Tekstil 26.8857397 0.4944898 1.7055654 0 Pampers & Softex 51.8680642 0.7810166 0 0
B3 (baterai, elektronik) 1.6654883 0.1201564 0 9.82314
Kaleng 9.7550029 0.3050124 0 4.0602312 Styrofoam 3.8068304 0.1663704 2.4835426 50.5564272
Kayu 13.3239064 0.4205474 2.3040094 0 Tetra Pak 1.9034152 0.5730536 5.834829 6.54876 Lainnya 4.2826842 1.3263418 29.3836004 77.5373184 Total 2379.269 46.214 299.222 1309.752 107
Sumber : Pengolahan Penulis
IV.6.Sistem Pengelolaan yang akan diterapkan
IV.6.1 Aspek Institusi
Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya adalah institusi pengelola sampah di Kota
Tasikmalaya,yang melayani keseluruhan 8 kecamatan yang ada di Kota
Tasikmalaya.Untuk mencapai target daerah pelayanan di Kota Tasikmalaya tentunya
diperlukan pengelolaan yang mendetail sesuai dengan SNI 19-2454-2002 tentang 6
elemen fungsional pengelolaan sampah.Hal ini tentunya membutuhkan biaya yang tidak
sedikit dan manajemen pengelolaan yang baik, sehingga diperlukan peningkatan mutu
SDM yang baik di Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya.Ciri-ciri kelembagaan yang baik
adalah responsive,adaptif,komitmen professional dan transparansi.Sehingga memudahkan
masyarakat yang membutuhkan data pengelolaan sampah tanpa perlu dilibatkan
birokrasi,Berikut kriteria yang diperlukan dalam pembagian kerja system pengelolaan
sampah.
Planner : Individu yang memiliki kemampuan untuk menentukan tujuan-tujuan yang
hendak di capai selama suatu masa yang akan datang dan pada yang harus diperbuat
agar dapat mencapai tujua-tujuan tersebut.
Leader : Individu yang memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan,
mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara manajer dan bawahan,
memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan agar dapat bertindak
tepat sasaran.
Controller : Individu yang memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai kegiatan
agar tidak terjadi kekacauan sehingga dapat bekerjas sama yang teradah dalam upaya
mencapai tujuan.
Employer : Individu yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan setiap instruksi
yang diberikan oleh atasan.
Selain peningkatan kualitas SDM yaitu untuk menjadi pegawai Dinas Cipta Karya
minimal memegang ijazah SMP,diperlukan pengawasan dari Komite Masyarakat.Maka
kinerja dari Dinas Cipta Karya harus dievaluasi tiap 6 bulan sekali dan transparasi penuh
dituntut dari segenap pegawai Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya.
IV.6.2 Aspek Teknik Operasional
Dalam perencanaan aspek Teknik Operasional,penulis mengikuti Standar Acuan SNI
19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengolahan Sampah Perkotaan.
Standar ini menetapkan tata cara teknik operasional yang meliputi dasar-dasar perencanaan
untuk daerah layanan,tingkat pelayanan,dan Teknik Operasional mulai dari pewadahan
sampah,pengangkutan sampah,pemilahan sampah,pengolahan serta pembuangan akhir
sampah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi system pengelolaan sampah perkotaan adalah :
Kepadatan dan penyebaran penduduk
Karakteristik fisik dan lingkungan
Timbulan dan karaktersitik sampah
Budaya,sikap dan perilaku masyarakat
Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan
Rencana tata kota dan pengembangan kota
Sarana pengumpulan,pengangkutan,pengolahan dan pembuangan akhir sampah.
Biaya yang tersedia
Peraturan daerah setempat
SNI 19-2454-2002
IV.6.2.1 Konsep pengelolaan sampah melalui pengurangan
Dari tabel proyeksi jumlah timbulan dan komposisi limbah padat yang telah
dihitung,maka kami dapat merencanakan proses perwadahan dan konsep pengolahan limbah
padat yang diinginkan.Disini,penulis memutuskan untuk menggunakan konsep meminimalisasi
sampah di sumbernya.Secara ideal kemudian pendekatan proses pengolahan tersebut
dikembangkan urutan prioritas penanganan limbah secara umum, yaitu :
a. Langkah 1 Reduce (pembatasan): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sesedikit
mungkin
b. Langkah 2 Reuse (guna-ulang): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan
memanfaatkan limbah tersebut secara langsung
c. Langkah 3 Recycle (daur-ulang): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat
dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan, baik
sebagai bahan baku maupun sebagai sumber enersi
d. Langkah 4 Treatment (olah): residu yang dihasilkan atau yang tidak dapat dimanfaatkan
kemudian diolah, agar memudahkan penanganan berikutnya, atau agar dapat secara aman
dilepas ke lingkungan
e. Langkah 5 Dispose (singkir): residu/limbah yang tidak dapat diolah perlu dilepas ke
lingkungan secara aman, yaitu melalui rekayasa yang baik dan aman seperti menyingkirkan
pada sebuah lahan-urug (landfill) yang dirancang dan disiapkan secara baik
f. Langkah 6 Remediasi: media lingkungan (khusunya media air dan tanah) yang sudah
tercemar akibat limbah yang tidak terkelola secara baik, perlu direhabilitasi atau diperbaiki
melalui upaya rekayasa yang sesuai, seperti bioremediasi dan sebagainya.
Konsep proses bersih di atas kemudian diterapkan lebih spesifik dalam pengelolaan sampah,
dengan penekanan pada reduce, reuse dan recycle, yang dikenal sebagai pendekatan 3R. Upaya
R1, R2 dan R3adalah upaya minimasi atau pengurangan sampah yang perlu ditanganii.
Selanjutnya, usaha pengolahan atau pemusnahan sampah bertujuan untuk mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan bila residu tersebut dilepas ke lingkungan. Sebagian besar
pengolahan dan/atau pemusnahan sampah bersifat transformasi materi yang dianggap
berbahaya sehingga dihasilkan materi lain yang tidak mengganggu lingkungan. Sedangkan
penyingkiran limbah bertujuan mengurangi volume dan bahayanya(seperti insinerasi) ataupun
pengurugan dalam tanah seperti landfilling (lahan-urug). Gambar 3.1 adalah skema umum yang
sejenis seperti dibahas di atas melalui pendekatan 3R, yang diperkenalkan di Jepang sebagai
Masyarakat Berwawasan Bahan-Daur (Sound Material Material-Cycle Society) dengan langkah
sebagai berikut:
a. Langkah 1: Penghematan penggunaan sumber daya alam
b. Langkah 2: Pembatasan konsumsi penggunaan bahan dalam kegiatan sehari-hari, termasuk
dalam proses produksi di sebuah industri
c. Langkah 3: Penggunaan produk yang dikonsumsi berulang-ulang
d. Langkah 4a: Pendaur-ulangan bahan yang tidak dapat digunakan langsung
e. Langkah 4b: Pemanfaatan enersi yang terkandung dalam sampah, yang biasanya dilakukan
melalui teknologi insinerasi
f. Langkah 5: Pengembalian residu atau limbah yang tidak dapat dimanfaatkan lagi melalui
disposal di alam secara aman dan sehat
Konsep Pengurangan dalam Pengelolaan Sampah menurut UU-18/2008
Menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok utama
pengelolaan sampah, yaitu:
a. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan terjadinya sampah
R1), guna-ulang (R2) dan daur-ulang (R3)
b. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari:
− Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah
− Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke
tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu
− Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke
tempat pemrosesan akhir
− Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah −
Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
UU-18/2008 ini menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh semua
fihak adalah bagaimana agar mengurangi sampah semaksimal mungkin. Bagian sampah atau
residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih tersisa selanjutnya dilakukan pengolahan
(treatment) maupun pengurugan (landfilling). Pengurangan sampah melalui 3R menurut UU-
18/2008 meliputi:
a. Pembatasan (reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sesedikit mungkin
b. Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan memanfaatkan limbah
tersebut secara langsung
c. Daur-ulang (recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat dimanfaatkan secara
langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku
maupun sebagai sumber enersi
Ketiga pendekatan tersebut merupakan dasar utama dalam pengelolaan sampah, yang
mempunyai sasaran utama minimasi limbah yang harus dikelola dengan berbagai upaya agar
limbah yang akan dilepas ke lingkungan, baik melaui tahapan pengolahan maupun melalui
tahan pengurugan terlebih dahulu, akan menjadi sesedikit mungkin dan dengan tingkat bahaya
sesedikit mungkin.
Gagasan yang lebih radikal adalah melalui konsep kegiatan tanpa limbah (zero waste).
Secara teoritis, gagasan ini dapat dilakukan, tetapi secara praktis sampai saat ini belum pernah
dapat direalisir. Oleh karenanya, gagasan ini lebih ditonjolkan sebagi semangat dalam
pengendalian pencemaran limbah, yaitu agar semua kegiatan manusia handaknya berupaya
untuk meminimalkan terbentuknya limbah atau meminimalkan tingkat bahaya dari limbah,
bahkan kalau muingkin meniadakan.
Konsep Daur Ulang dalam Penanganan Sampah Kota
Upaya 3R bukan saja terbatas dilakukan pada sumber sampah, tetapi sangat dianjurkan
untuk dillaksanakan dalam seluruh rangkaian penanganan sampah, yaitu mulai dari TPS
sampah ke titik akhir di TPA. Berdasarkan arus pergerakan sampah sejak dari sumber hingga
menuju ke pemrosesan akhir, penanganan sampah di suatu kota di Indonesia dapat dibagi
dalam 3 kelompok utama, yaitu:
a. Penanganan sampah tingkat sumber
b. Penanganan sampah tingkat kawasan, dan
c. Penanganan sampah tingkat kota.
Secara umum, upaya daur-ulang (R2 dan R3) dalam sistem penanganan sampah kota adalah
sebagai berikut:
- Guna menentukan potensi daur-ulang, dibutuhkan adanya survei tentang persentase sampah
pada masing-masing sumber, dan pada masing-masing tingkat penanganan sampah, sehingga
dapat dibuat neraca alur sampah mulai dari sumber sampai ke TPA.
- Contoh neraca persentase sampah dari mulai sumber sampai ke TPA adalah seperti terlihat
dalam
- Langkah awal agar upaya kegiatan R2 dab R3 berhasil adalah melakukan pemilahan.
- Pemilahan sampah di sumbernya paling tidak dilakukan dengan mengelompokkan sampah
menjadi dua kelompok besar, yaitu sampah hayati (sampah organik) dan sampah non-hayati
(sampah nonorganik).
- Pemilahan di sumbernya seperti di rumah tangga, di industri, di pasar, dsb, sangat membantu
upaya R2 dab R3 karena akan memperoleh bahan dengan kondisi bersih.
- Untuk memudahkan penggunaan, disamping kriteria yang terkait dengan fungsi, maka
dibutuhkan pengaturan warna:
Sampah organik: warna gelap
Sampah anorganik: warna terang
Sampah B3 rumah tangga: warna merah (standar internasional)
- Pemilahan sampah dikelompokkan menjadi beberapa jenis sampah seperti :
Sampah basah, yang akan digunakan misalnya sebagai bahan baku kompos
Sampah kering, yang digunakan sebagai bahan daur ulang
Teknik-teknik pengolahan dan pemanfaatan sampah antara lain adalah:
Pemotongan sampah
Pengomposan sampah baik dengan cara konvensional maupun dengan rekayasa
Pengomposan sampah secara vermi-kompos
Pemrosesan sampah sebagai sumber gas-bio
Pembakaran dalam Insinerator.
Beberapa contoh kegiatan upaya 3R adalah sebagai berikut:
Fungsi pemilahan dapat dilaksanakan dengan pengaturan:
− Penyekatan sarana pengumpulan-pengangkutan sesuai dengan jenis sampah
− Penjadwalan waktu pengumpulan sampah yang mudah membusuk, hendaknya diangkut
paling lama 2 hari sekali, sedang sampah non-hayati (anorganik) diangkut dengan frekuensi
seminggu sekali.
Daur ulang sampah di Indonesia banyak dilakukan oleh sektor informal, terutama oleh
pemulung, mulai dari rumah tangga sampai ke TPA. Tetapi metode daur ulang yang dilakukan
oleh pemulung terbatas pada pemisahan/pengelompokan. Berdasarkan komposisinya, sampah
terbagi dalam dua kategori besar, yaitu sampah organik (atau sampah basah) dan sampah
anorganik (atau sampah kering). Dari komposisi sampah tersebut, para pemulung memungut
sampah anorganik yang masih bernilai ekonomis dan dapat didaur ulang sebagai bahan baku
industri atau langsung diolah menjadi barang jadi yang dapat dijual. Barang-barang buangan
yang dikumpulkan oleh para pemulung adalah yang dapat digunakan sebagai bahan baku
primer maupun sekunder bagi industri tertentu. Bahan-bahan anorganik yang biasa dipungut
oleh para pemulung mencakup jenis kertas, plastik, metal/logam, kaca/gelas, karet, dan lain-
lain. Sampah yang dipisahkan umumnya adalah sampah yang dapat dimanfaatkan kembali
secara langsung, misalnya sampah botol, kardus, koran, barang-barang plastik, dan sebagainya.
Terdapat pula aktivitas pemilahan sampah sisa makanan dan/atau sampah dapur yang dapat
digunakan sebagai makanan ternak, bahan kompos dan sebagainya, seperti terlihat di Denpasar.
Berdasarkan cara kerja pemulung yang sebagian besar beroperasi di kawasan-kawasan
pemukiman, pasar, perkantoran maupun di TPS sampai ke TPA, maka dapat dikatakan bahwa
sampah anorganik yang diserap oleh pemulung merupakan sampah yang belum dapat
tertanggulangi oleh Pemerintah Daerah. Hal ini di satu sisi menunjukkan bahwa kegiatan
pemulungan memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah dalam hal penanganan sampah.
Namun di sisi yang lain, bantuan kegiatan pemulungan terhadap penaggulangan masalah
sampah menjadi tidak nyata terasa manfaatnya, karena mungkin Pemerintah Daerah
menganggap bahwa kegiatan pemulungan merupakan hal yang sudah semestinya terjadi,
dengan mengabaikan segi bantuannya terhadap penanganan kebersihan kota.Secara skematis
aktivitas memulung dapat digambarkan seperti berikut :
Berikut adalah potensi daur ulang dari sampah kering.
Pengomposan secara tradisional telah dikenal di Indonesia. Beberapa kota besar di
Indonesia telah menerapkan cara ini. Namun permasalahan utama yang dijumpai adalah
masalah pemasaran. Banyak usaha pengomposan tidak dapat berlanjut, karena tidak tersedianya
pasar yang dapat menyerap produk yang dihasilkan. Disamping masalah harga yang perlu
memperhitungkan ongkos pengangkutan, juga karena kualitas yang dihasilkan belum
memenuhi keinginan pasar. Penelitian-penelitian skala laboratorium maupun lapangan terus
berlanjut untuk meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan, misalnya mencampur dengan
dedak, penggunaan enzim sellulase untuk mempercepat masa pengomposan
Beberapa kota di Indonesia telah mencoba cara ini di beberapa permukiman. Bila cara
ini dapat diterapkan dan diterima oleh masyarakat, maka sebagian sampah dari permukiman
akan dapat tertangani.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan sampah basah sebagai makanan
cacing. Cacing yang digunakan umumnya dari jenis Lumbricus. Masalah utama yang perlu
mendapat perhatian adalah pemisahan sampah di sumber, yaitu untuk memperoleh sampah
yang cocok untuk makanan cacing. Sampah yang telah dipilah tersebut kemudian dikomposkan
selama 2 minggu. Dari kegiatan ini akan diperoleh casting yaitu bahan sejenis kompos, dengan
kualitas yang baik dan dengan ukuran butir yang sudah halus dan siap dijual. Disamping itu
dihasilkan biomas cacing yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein, misalnya untuk
pakan ternak dan ikan.
Skema Pengumpulan Sampah di Pemukiman Secara Terintegrasi
Pewadahan Sampah
Berdasarkan pedoman dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah ,maka:
a. Pola pewadahan individual: diperuntukkan bagi daerah pemukiman berpenghasilan
menengah-tinggi dan daerah komersial. Bentuk yang dipakai tergantung selera dan kemampuan
pengadaan dari pemiliknya, dengan kriteria:
Bentuk: kotak, silinder, kantung, kontainer.
Sifat: dapat diangkat, tertutup.
Bahan: logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air, panas
matahari, tahan diperlakukan kasar, mudah dibersihkan.
Ukuran: 10-50 liter untuk pemukiman, toko kecil, 100-500 liter untuk kantor, toko
besar, hotel, rumah makan.
Pengadaan: pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola.
b. Pola pewadahan komunal : diperuntukkan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman
kota, jalan, pasar. Bentuk ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannya
adalah umum, dengan kriteria:
Bentuk: kotak, silinder, kontainer.
Sifat: tidak bersatu dengan tanah, dapat diangkat, tertutup.
Bahan: logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air, panas
matahari, tahan diperlakukan kasar, mudah dibersihkan.
Ukuran: 100-500 liter untuk pinggir jalan, taman kota, 1-10 m3 untuk pemukiman dan
pasar.
Pengadaan: pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi hasil produksi),
instansi pengelola.
Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan cara pengumpulan dari
masingmasing sumber sampah untuk diangkut ke
1. Langsung ke tahap pemindahan dan pengangkutan dibawa ke TPA atau ;
Langsung ke tahap pemindahan dan pengangkutan masuk pada tahap
pengolahan pada UPS tertentu yaitu pemisahan – pemrosesan – transformasi
sampah dibawa ke TPA
2. Masuk pada tahap pengolahan pada UPS tertentu yaitu pemisahan – pemrosesan –
transformasi sampah diangkut dibawa ke TPA
3. Dari pengumpulan dibawa ke TPA
Operasional pengumpulan dan pengangkutan sampah mulai dari sumber sampah
hingga ke lokasi pemrosesan akhir atau ke lokasi pemrosesan akhir, dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu secara langsung (door to door), atau secara tidak langsung (dengan
menggunakan transfer depo/container ) sebagai Tempat Penampungan Sementara (TPS),
dengan penjelasan sebagai berikut
a. Secara langsung (door to door):
Pada sistem ini proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan bersamaan.
Sampah dari tiap-tiap sumber akan diambil, dikumpulkan dan langsung diangkut ke tempat
pemrosesan, atau ke tempat pembuangan akhir.
b. Secara tidak langsung (communal):
Pada sistem ini, sebelum diangkut ke tempat pemrosesan, atau ke tempat pemrosesan akhir,
sampah dari masing-masing sumber dikumpulkan dahulu oleh sarana pengumpul seperti
dalam gerobak tangan (hand cart) dan diangkut ke TPS.Dalam hal ini, TPS dapat pula
berfungsi sebagai lokasi pemrosesan skala kawasan guna mengurangi jumlah sampah yang
harus diangkut ke pemrosesan akhir.
Tempat penampungan sementara merupakan suatu bangunan atau tempat yang digunakan
untuk memindahkan sampah dari gerobak tangan (hand cart) ke landasan, kontainer atau
langsung ke truk pengangkut sampah. Tempat penampungan sementara ini berupa :
a. Transfer station I / transfer depo, biasanya terdiri dari:
− Bangunan untuk ruangan kantor.
− Bangunan tempat penampungan/pemuatan sampah.
− Pelataran parkir.
− Tempat penyimpanan peralatan.
Untuk suatu lokasi transfer depo, atau di Indonesia dikenal sebagai Tempat Penampungan
Sementara (TPS) seperti di atas diperlukan areal tanah minimal seluas 200 m2. Bila lokasi
ini berfungsi juga sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan, maka dibutuhkan
tambahan luas lahan sesuai aktivitas yang akan dijalankan.
b. Kontener besar (steel container) volume 6 – 10 m
Diletakkan di pinggir jalan dan tidak mengganggu lalu lintas. Dibutuhkan landasan
permanen sekitar 25-50 m2 untuk meletakkan kontainer. Di banyak tempat di kota-kota
Indonesia, landasan ini tidak disediakan, dan kontainer diletakkan begitu saja di lahan
tersedia. Penempatan sarana ini juga bermasalah karena sulit untuk memperoleh lahan, dan
belum tentu masyarakat yang tempat tinggalnya dekat dengan sarana ini bersedia
menerima.
c. Bak komunal yang dibangun permanen dan terletak di pinggir jalan:
Hal yang harus diperhatikan adalah waktu pengumpulan dan frekuensi pengumpulan.
Sebaiknya waktu pengumpulan sampah adalah saat dimana aktivitas masyarakat tidak
begitu padat, misalnya pagi hingga siang hari. Frekuensi pengumpulan sampah menentukan
banyaknya sampah yang dapat dikumpulkan dan diangkut perhari. Semakin besar frekuensi
pengumpulan sampah, semakin banyak volume sampah yang dikumpulkan per service per
kapita. Bila sistem pengumpulan telah memasukkan upaya daur-ulang, maka frekuensi
pengumpulan sampah dapat diatur sesuai dengan jenis sampah yang akan dikumpulkan.
Dalam hal ini sampah kering dapat dikumpulkan lebih jarang.
Berikut adalah daftar perencanaan pengumpulan dan frekuensi pengumpulan Kota
Tasikmalaya berdasarkan pedoman dari Departemen Pekerjaan Umum.
Sumber
Penghasil
SampahJenis Sampah Tipe Pewadahan
Frekuensi
Pengumpulan
Pemukiman
Padat dan teratur
Padat dan tidak
teratur
Sampah OrganikKantong plastik
1x sehari
Sampah
Anorganik
Bin sampah dan
Bak permanen di
depan rumah
3x seminggu
Tidak padat dan
tidak teratur
Padat dan teratur
Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari
Sampah
Anorganik
Bin sampah dan
Bak permanen di
depan rumah
2x seminggu
Padat dan tidak
teratur
Sampah OrganikKantong plastik 1x sehari
Sampah
Anorganik
Kantong plastik
dan bak sampah
komunal
2x seminggu
Sumber Penghasil
Sampah Jenis Sampah Tipe PewadahanFrekuensi
PengumpulanNon Pemukiman
Kawasan
Pendidikan dan
Sarana Umum
Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari
Sampah AnorganikBak sampah dan
kontainer3x seminggu
Kawasan
Perdagangan
Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari
Sampah Anorganik Tong/bin sampah 3x seminggu
dan kontainer
Kawasan
Perkantoran
Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari
Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari
Kawasan IndustriSampah Anorganik
Bak/bin sampah
dan kontainer3x seminggu
Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari
Kawasan TamanSampah Anorganik
Bak/bin sampah
dan kontainer3x seminggu
Sampah Organik
Tong Sampah
khusus sampah
Organik
1x sehari
Kawasan Jalan
Sampah Anorganik
Tong Sampah
khusus sampah
anorganik dan bak
sampah
3x seminggu
Sampah AnorganikBak/bin sampah
dan kontainer3x seminggu
Kawasan Selokan Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari
Sampah AnorganikBak/bin sampah
dan kontainer3x seminggu
Setelah sampah dikumpulkan, berdasarkan skema enam elemen fungsional pengelolaan
sampah terpadu perkotaan, ada tiga kemungkinan tahapan selanjutnya yaitu:
4. Langsung ke tahap pemindahan dan pengangkutan dibawa ke TPA atau ;
Langsung ke tahap pemindahan dan pengangkutan masuk pada tahap
pengolahan pada UPS tertentu yaitu pemisahan – pemrosesan – transformasi
sampah dibawa ke TPA
5. Masuk pada tahap pengolahan pada UPS tertentu yaitu pemisahan – pemrosesan –
transformasi sampah diangkut dibawa ke TPA
6. Dari pengumpulan dibawa ke TPA
Sistem Operasional Pengangkutan Sampah
Untuk sistem door-to-door, yaitu pengumpulan sekaligus pengangkutan sampah, maka
sistem pengangkutan sampah dapat menggunakan pola pengangkutan sebagai berikut :
Kendaraan keluar dari pool dan langsung menuju ke jalur pengumpulan sampah.
Truk sampah berhenti di pinggir jalan di setiap rumah yang akan dilayani, dan pekerja
mengambil sampah serta mengisi bak truk sampah sampai penuh.
Setelah terisi penuh, truk langsung menuju ke tempat pemrosesan atau ke TPA Dari
lokasi pemrosesan tersebut, kendaraan kembali ke jalur pelayanan berikutnya sampai
shift terakhir, kemudian kembali ke pool.
Untuk sistem pengumpulan secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan Transfer
Depo/TD), maka pola pengangkutan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Kendaraan keluar dari pool langsung menuju lokasi TD, dan dari TD sampah-
sampah tersebut langsung diangkut ke pemrosesan akhir
Dari pemrosesan tersebut, kendaraan kembali ke TD untuk pengangkutan ritasi
berikutnya. dan pada ritasi terakhir sesuai dengan yang ditentukan, kendaraan
tersebut langsung kembali ke pool.
Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan individual langsung (door to door)
adalah seperti terlihat pada sekema berikut :
Penjelasan ringkas dalam sistem tersebut adalah:
Truk pengangkut sampah berangkat dari pool menuju titik sumber sampah pertama
untuk mengambil sampah
Selanjutnya truk tersebut mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah
berikutnya sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya.
Sampah diangkut ke lokasi pemrosesan atau ke TPA
Setelah pengosongan sampah di lokasi tersebut, truk menuju kembali ke lokasi
sumber sampah berikutnya sampai terpenuhi ritasi yang telah ditetapkan.
Untuk pengumpulan sampah dengan sistem container di Kota Tasikmalaya
menggunakan pola pengangkutannya adalah sebagai berikut:
Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer Cara-1 (Gambar 7.7) dengan
keterangan:
Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke
pemrosesan atau ke TPA.
Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula.
Menuju ke kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke pemrosesan atau ke TPA.
Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula.
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Pengolahan Sampah
Untuk mengolah sampah yang dihasilkan di Kota Tasikmalaya direncanakan dengan
alternatif Pengomposan.
Untuk meminimalisir biaya dan memberikan kemudahan dalam pengolahan,maka
pengomposan di Kota Tasikmalaya akan menggunakan metode Sistem Windrow yang
merupakan teknologi yang relatif paling sederhana melalui penumpukan bahan kompos
secara tradisional. Suplai oksigen dari udara bebas dimasukkan dari bawah tumpukan,
dengan melengkapi drainase penyalur udara di bawahnya. Materi kompos dibiarkan
terdekomposisi secara alamiah dan oleh kegiatan bakteri yang menghasilkan panas pada
tumpukan kompos. Panas terbentuk selain membunuh bakteri patogen juga membantu
proses perbaikan dan pengeringan secara perlahan.
Proses ini membutuhkan waktu sekitar 2 - 3 minggu untuk mencapai kompos setengah
matang, dan membutuhkan 3 - 4 bulan berikutnya untuk menghasilkan kompos matang.
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
Kota Tasikmalaya memiliki 1 TPA,yaitu TPA Ciangir yang tetap akan digunakan.. Namun
sangat disayangkan bahwa TPA ini masih menggunakan konsep controlled landfill.Untuk
memaksimalkan kinerja maka dibutuhkan penanganan lebih lanjut untuk merevitalisasi TPA
Ciangir sehingga menjadi TPA yang berbasis sanitary landfill ,yang disini penulis akan
mengadopsi system seperti di TPST(Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Cakung-Cilincing.
Berikut teknis dan tinjauan perencanaan yang akan dikembangkan dalam regenerasi TPA :
1. Jenis Tempat Pembuangan, ditinjau menjadi dua kondisi yakni:
Jenis serta kondisi sampah yang akan ditampung
Stabilisasi tempat lebih awal sebelum pembuangan
2. Daya Tampung TPA, ditinjau menjadi 3 kondisi yakni :
Daya tampung tempat pembuangan disesuaikan dengan target timbulan sampah
Desain tempat pembuangan yang disesuaikan dengan keterbatasan lahan
Kemampuan teknis dalam pengembangan kondisi TPA
3. Pertimbangan lingkungan dan sosial regenerasi TPA, ditinjau dari 2 aspek, yakni:
Perkembangan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
proyek
Dampak sosial yang ditimbulkan akibat regenerasi TPA
4. Utilitas Penunjang Kinerja TPA ditinjau menjadi 11 kondisi, yakni :
Rencana tata ruang (layout) perencanaan desain TPA
Pembuatan desain struktur tanggul penahan buangan sampah
Pembuatan desain saluran drainase pada kondisi saat terjadinya hujan
Pembuatan desain saluran pipa pengumpul air lindi
Pembuatan desain sistem pengolahan lindi
Pembuatan desain pembangunan unit composting
Pembuatan desian lapisan kedap tempat pembuangan
Konsep sarana pelepasan gas
Pembuatan desain struktur pengumpul gas metan untuk mengaplikasikan
konsen CDM
Penggunaan peralatan berat untuk pengoperasian tempat pembuangan
Konsep akhir perngoperasian pasca penutupan TPA.
Berikut adalah diagram penanganan sampah setelah unloading dari container pada TPA
Ciangir :
Sumber : TPST Cakung Cilincing
IV.6.3 Aspek Pembiayaan
Kota Tasikmalaya dengan daerah pelayanan yang terdiri dari 8 kecamatan memiliki satu
TPA yaitu TPA Ciangir,untuk mengubah TPA Ciangir untuk mengadopsi konsep TPST
Cakung Cilincing maka diperlukan perencanaan dan dana untuk mewunjudkan konsep
tersebut.Biaya investasi untuk alat pengomposan,pengumpulan,instalasi pengolahan
dll.Sumber dana akan digunakan dari investasi investor pihak swasta dan dari APBD Kota
Tasikmalaya.
Selain itu untuk meningkatkan tingkat pelayanan,maka diperlukan armada baru seperti
pick up,gerobak,arm roll truck,compactor truck.Dan tentunya dengan penambahan armada
baru,maka diperlukan penambahan supir dan petugas truk.Serta perlunya penyuluhan
masyarakat yang terus menerus untuk menimbulkan kepedulian akan gerakan 3R.
Untuk dana pengelolaan sampah Kota Tasikmalaya,akan diambil dari hasil retribusi
daerah yang telah ditetapkan sebelumnya.Untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan atau
praktek penggelapan uang,maka retribusi sampah hanya boleh dibayarkan lewat Transfer
Bank atau langsung di Kantor Dinas Cipta Karya.
IV.6.4 Aspek Peraturan
Peraturan yang dipakai adalah:
Perda No.29 Tahun 2003 tentang Kebersihan,Keindahan dan Kelestarian Lingkungan.
Perda No.21 Tahun 2004 tentang Sanksi bagi pelanggar Kebersihan,Keindahan dan Ketertiban
Perda No.8 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya
Perda No.3 Tahun 2008 Tentang Rincian Kewajiban Pemerintah yang menjadi kewenangan.
Spesifikasi lain yang digunakan sebagai regulasi untuk pengelolaan sampah
mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu:
10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
11. SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah
Perkotaan
12. SK SNI-T-12-1991-03 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di
Pemukiman.
13. SNI 03- 3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman
14. SNI 19-3964-1994 tentang metode pengambilan dan pengukuran contoh
timbulan dan komposisi sampah perkotaan.
15. SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah.
16. SNI 19-2454-2002 revisi SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara
Operasional Teknik Pengelolaan Sampah di Perkotaan.
17. Pt T-13-2002-C tentang tata cara pengelolaan sampah dengan sistem daur
ulang pada lingkungan
18. SNI 3242 : 2008 tentang tata cara pengelolaan sampah di pemukiman
IV.6.5 Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kesediaan
masyarakat untuk membantu berhasilnya program pengembangan pengelolaan sampah
sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri
sendiri.
Tanpa adanya peran serta masyarakat semua program pengelolaan persampahan
yang direncanakan akan sia-sia. Salah satu pendekatan masyarakat untuk dapat
membantu program pemerintah dalam keberhasilan adalah membiasakan masyarakat
pada tingkah laku yang sesuai dengan program persampahan yaitu merubah persepsi
masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata, merubah
kebiasaan masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata,
merubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang kurang baik dan faktor-
faktor sosial, struktur dan budaya setempat.Untuk inilah konsep “gotong royong” dalam
pengelolaan sampah sangat diperlukan.Selain untuk mengolah sampah,juga untuk
mengawasi kinerja dari Dinas Cipta Karya.Karena masyarakat Tasikmalaya yang
memiliki budaya gotong royong,maka tidaklah sulit untuk menerapkan konsep ini.
Bab VI
Sistem Pengelolaan Limbah Padat Terpadu Kota Tasikmalaya
VI.1.Aspek Institusi
Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya adalah institusi pengelola sampah di Kota
Tasikmalaya,yang melayani keseluruhan 8 kecamatan yang ada di Kota
Tasikmalaya.Untuk mencapai target daerah pelayanan di Kota Tasikmalaya tentunya
diperlukan pengelolaan yang mendetail sesuai dengan SNI 19-2454-2002 tentang 6
elemen fungsional pengelolaan sampah.Hal ini tentunya membutuhkan biaya yang tidak
sedikit dan manajemen pengelolaan yang baik, sehingga diperlukan peningkatan mutu
SDM yang baik di Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya.Ciri-ciri kelembagaan yang baik
adalah responsive,adaptif,komitmen professional dan transparansi.Sehingga memudahkan
masyarakat yang membutuhkan data pengelolaan sampah tanpa perlu dilibatkan
birokrasi,Berikut kriteria yang diperlukan dalam pembagian kerja system pengelolaan
sampah.
Planner : Individu yang memiliki kemampuan untuk menentukan tujuan-tujuan yang
hendak di capai selama suatu masa yang akan datang dan pada yang harus diperbuat
agar dapat mencapai tujua-tujuan tersebut.
Leader : Individu yang memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan,
mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara manajer dan bawahan,
memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan agar dapat bertindak
tepat sasaran.
Controller : Individu yang memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai kegiatan
agar tidak terjadi kekacauan sehingga dapat bekerjas sama yang teradah dalam upaya
mencapai tujuan.
Employer : Individu yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan setiap instruksi
yang diberikan oleh atasan.
Selain peningkatan kualitas SDM yaitu untuk menjadi pegawai Dinas Cipta Karya
minimal memegang ijazah SMP,diperlukan pengawasan dari Komite Masyarakat.Maka
kinerja dari Dinas Cipta Karya harus dievaluasi tiap 6 bulan sekali dan transparasi penuh
dituntut dari segenap pegawai Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya.
No.
Uraian Satuan Tahun Prediksi2014 2019 2024 2029 2034 2039
ALOKASI SUMBER DAYA
1 Supir Truk Orang 25 30 37 47 58 70
2 Petugas Pengangkut
Sampah
Orang 60 71 86 104 125 147
Pekerja di TPA
3 Zona Pengomposan
Orang 8 8 11 13 13 15
4 Zona Daur Ulang
Orang 15 18 20 23 26 28
5 Operasi Alat Berat
Orang 5 5 6 6 6 6
6 Pekerja Administrasi
/Kantor
Orang 5 5 6 6 6 6
7 Teknisi Orang 10 11 12 12 13 14
8 Pekerja Lain-Lain
Orang 14 14 14 14 16 16
VI.2.Aspek Peraturan
Aspek peraturan dipakai sebagai landasan akan kebijakan dan pola penanganan sampah
yang direncanakan.Kegunaan aspek peraturan di dalam pengelolaan sampah,antara lain sebagai
berikut :
1. Landasan pendirian instansi pengelola (Dinas Perusahaan Daerah dan lainnya)
2. Landasan pemberlakuan struktur tarif
3. Landasan ketertiban umum (masyarakat) dalam pengelolaan persampahan.
Peraturan yang dipakai adalah:
Perda No.29 Tahun 2003 tentang Kebersihan,Keindahan dan Kelestarian Lingkungan.
Perda No.21 Tahun 2004 tentang Sanksi bagi pelanggar Kebersihan,Keindahan dan Ketertiban
Perda No.8 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya
Perda No.3 Tahun 2008 Tentang Rincian Kewajiban Pemerintah yang menjadi kewenangan.
Spesifikasi lain yang digunakan sebagai regulasi untuk pengelolaan sampah
mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu:
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan
SK SNI-T-12-1991-03 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman.
SNI 03- 3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman
SNI 19-3964-1994 tentang metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan
komposisi sampah perkotaan.
SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah.
SNI 19-2454-2002 revisi SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Operasional Teknik
Pengelolaan Sampah di Perkotaan.
Pt T-13-2002-C tentang tata cara pengelolaan sampah dengan sistem daur ulang pada
lingkungan
SNI 3242 : 2008 tentang tata cara pengelolaan sampah di pemukiman
VI.3.Aspek Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kesediaan masyarakat
untuk membantu berhasilnya program pengembangan pengelolaan sampah sesuai dengan
kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Pada daerah
pelayanan ini akan diterapkan “Prinsip Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat”
sehingga peran serta masyarakat dalam turut serta mengelola sampah menjadi sangat penting
karena sistem Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM) dicirikan oleh adanya
keterlibatan masyarakat penggunanya dalam kegiatan perencanaan dan pengoperasian sistem
tersebut. Sewajarnya suatu pengelolaan sampah berbasis masyarakat memiliki beberapa
fasilitas mendasar untuk mengumpulkan sampah dan menanganinya lebih lanjut. Ada 8
syarat keberlanjutan pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini, yaitu:
1. Keterlibatan masyarakat yang menyeluruh; termasuk dalam proses
perencanaan, pengoperasian, penentuan anggaran, pengadaan dana operasional,
penilaian kinerja, dan penentuan pengelolaan PSBM. Mekanisme pengambilan
keputusan harus disepakati bersama dan dipahami secara jelas oleh seluruh
masyarakat penggunanya.
2. Kejelasan batas wilayah; yang ditentukan oleh masyarakat pengguna PSBM
sesuai keinginan dan kesanggupannya. Wilayah layanan dari suatu PSBM
sebaiknya disesuaikan dengan batasan wilayah yang umum dikenal. Misalnya RT,
RW, kelurahan maupun desa. Ada baiknya wilayah layanan dari suatu PSBM
diketahui oleh instansi kebersihan setempat.
3. Strategi pengelolaan sampah yang terpadu; yang disesuaikan dengan sasaran
akhir dari pengelolaan sampah yang disepakati oleh seluruh masyarakat pengguna
PSBM. Cakupan dari suatu strategi pengelolaan sampah perlu meliputi a) berbagai
tindakan terhadap tiap jenis sampah, dan b) keterkaitan dengan pola penanganan
sampah di luar PSBM (off-site system).
4. Pemanfaatan sampah yang optimal; khususnya guna a) mengurangi beban
pembuangan atau pemusnahan sampah, b) memaksimalkan penggunaan sumber
daya, dan c) mendapatkan pemasukan finansial. Suatu PSBM sebaiknya perlu
mempertimbangkan adanya pengomposan dan daur ulang. Atau setidaknya
penjualan sampah yang tergolong sebagai sampah Layak Daur Ulang.
5. Fasilitas persampahan yang memadai; guna mendukung implementasi dari
strategi pengelolaan sampah yang disepakati. Fasilitas persampahan setidaknya
harus dapat menampung seluruh buangan sampah di dalam wilayah layanan PSBM.
Sampah yang terkumpul dapat tertangani dengan baik guna mencegah timbulnya
dampak lingkungan, baik di dalam wilayah PSBM maupun di daerah sekitarnya.
6. Kelompok penggerak yang mumpuni; guna mengoperasikan PSBM sesuai
strategi dan rencananya. Kelompok penggerak perlu memiliki struktur organisasi
dan pengurus yang disepakati masyarakat. Tiap anggotanya harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Secara periodik, kelompok
penggerak perlu mempertanggungjawabkan kinerjanya sesuai dengan mekanisme
yang disepakati.
7. Optimasi pendanaan sendiri; sehingga setidaknya dapat memenuhi biaya operasi
dan perawatan PSBM. Beberapa sumber dana yang patut dioptimalkan antara lain
adalah iuran warga, pemasukan dari penjualan sampah Layak Daur Ulang, dan
penjualan kompos. Selain mengoptimalkan perolehan dana, kelompok penggerak
perlu memastikan agar PSBM dapat beroperasi dengan biaya yang serendah-
rendahnya.
8. Pola kemitraan yang menguntungkan; baik itu kemitraan untuk pengembangan
PSBM, pemanfaatan sampah, maupun untuk penanganan sampah di luar PSBM
(off-site system). Kemitraan perlu dijalin dengan pihak swasta, pihak pemerintah,
maupun pihak-pihak lainnya. PSBM tidak akan mampu mempertahankan
keberlanjutannya tanpa adanya kemitraan yang saling menguntungkan.
Peran serta masyarakat dalam PSBM ini adalah sebagai berikut.
1. Masyarakat sebagai Pengembang; yang terlibat dalam perencanaan dan
pembangunan PSBM.
2. Masyarakat sebagai Pengawas; yang akan melakukan pengawasan dan penilaian
kinerja dari PSBM dan tenaga pelaksananya.
3. Masyarakat sebagai Bagian Pelaksana Operasi PSBM; yang akan terlibat
dalam:
a) minimisasi, pengolahan, dan pemilahan sampah di rumahnya masing-masing,
b) pewadahan dan pengumpulan sampah, dan
c) pemeliharaan fungsi fasilitas komunal
4. Masyarakat sebagai Operator PSBM; yang nantinya akan terlibat langsung
dalam pengoperasian, pemeliharaan, dan pengaturan administrasi PSBM.
Contoh peran masyarakat terhadap permasalahan sampah adalah sebagai berikut.
1) Melakukan Penangan di Sumber
Masyarakat mempraktikkan 3R (reduce, reuse, recycle) di rumahnya masing-
masing guna mengurangi jumlah timbulan sampah. Salah satu caranya dengan
pengomposan skala rumah tangga.
2) Pewadahan Sampah
Untuk mengoptimalkan upaya pemanfaatan sampah, suatu PSBM sebaiknya
menerapkan sistem pewadahan terpisah antara sampah basah dengan sampah kering.
Pewadahan khusus juga perlu disediakan untuk sampah B3.
3) Pembentukan Wadah Penyuluhan
Membentuk media bagi penyuluhan dan peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang arti penting sampah yang sesungguhnya, baik dari segi kesehatan, estetika
maupun dari segi nilai ekonomisnya. Dalam hal ini pemerintah daerah dapat
bekerjasama dengan pihak-pihak yang perhatian pada permasalah sampah, lingkungan,
dan kesehatan di daerah pelayanan.
4) Secara informal turut menerangkan arti kebersihan pada anggota masyarakat lainnya
5) Mengikuti tata cara kebersihan yang ditentukan oleh pemerintah kota/kabupaten
6) Membayar retribusi secara aktif
VI.4.Aspek Teknis Operasional