187
BAB II Gambaran Objek Studi Kota Tasikmalaya yang dibentuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 90), memiliki luas wilayah 17.156,20 ha atau 171,56 km 2 , terdiri dari 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Cihideung, Kecamatan Cipedes, Kecamatan Tawang, Kecamatan Indihiang, Kecamatan Kawalu, Kecamatan Cibeureum, Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Mangkubumi. Wilayah Kota Tasikmalaya berbatasan langsung dengan beberapa Kabupaten, yaitu : a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis (dengan batas Sungai Citanduy); b. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya; c. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya (dengan batas Sungai Ciwulan); dan d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya. Secara geografis Kota Tasikmalaya terletak di bagian tenggara wilayah Provinsi Jawa Barat, yaitu pada 108° 08’ 51,62” - 108° 18’ 31,77” BT dan 7° 14’ 14,64” - 7° 27’

Laporan Limbat Kelompok 2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Limbat Kelompok 2

BAB II

Gambaran Objek Studi

Kota Tasikmalaya yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2001 Nomor 90), memiliki luas wilayah 17.156,20 ha atau 171,56 km2,

terdiri dari 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Cihideung, Kecamatan Cipedes, Kecamatan

Tawang, Kecamatan Indihiang, Kecamatan Kawalu, Kecamatan Cibeureum, Kecamatan

Tamansari dan Kecamatan Mangkubumi. Wilayah Kota Tasikmalaya berbatasan

langsung dengan beberapa Kabupaten, yaitu :

a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis

(dengan batas Sungai Citanduy);

b. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya;

c. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya (dengan batas Sungai

Ciwulan); dan

d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya.

Secara geografis Kota Tasikmalaya terletak di bagian tenggara wilayah

Provinsi Jawa Barat, yaitu pada 108° 08’ 51,62” - 108° 18’ 31,77” BT dan 7° 14’ 14,64”

- 7° 27’ 2,5” LS, sehingga cukup strategis karena berada pada poros lalulintas di bagian

selatan Pulau Jawa.

Page 2: Laporan Limbat Kelompok 2
Page 3: Laporan Limbat Kelompok 2

A. KONDISI SAAT INI

II.1. Geomorfologi dan Lingkungan Hidup

a. Kondisi geomorfologi merupakan keadaan yang harus diterima sebagai

anugerah pada suatu wilayah. Interaksi antara alam dan kegiatan manusia pada akhirnya

akan membawa dampak pada kondisi lingkungan hidup di wilayah yang bersangkutan.

b. Berdasarkan bentang alamnya, Kota Tasikmalaya termasuk dalam kategori

dataran sedang, dengan ketinggian wilayah berada pada ketinggian 201 mdpl (di

Kelurahan Urug Kecamatan Kawalu) sampai 503 mdpl (di Kelurahan Bungursari

Kecamatan Indihiang). Kondisi Rupa Bumi (geomorfologi) ini membagi dua wilayah

Kota Tasikmalaya dalam arah Barat Laut ke arah Selatan Kota Tasikmalaya (lihat gambar

2.1). Kondisi fisik bentang alam ini sangat terkait dengan kondisi hidrologinya, dimana

Kota Tasikmalaya terbagi kedalam dua daerah aliran sungai (DAS), di sebelah Utara

hingga Timur Laut merupakan DAS Citanduy dengan aliran air menuju kearah

Kecamatan Cikoneng Kabupaten Ciamis. Sedangkan di sebelah Barat hingga Barat Daya

merupakan DAS Ciwulan dimana aliran air menuju kearah Kecamatan Sukaraja dan

Tanjung Jaya di Kabupaten Tasikmalaya. Kondisi ini membawa permasalahan dalam

sistem drainase dan sistem perpipaan air Kota Tasikmalaya, sehingga dibutuhkan

perencanaan yang lebih matang terhadap kedua sistem tersebut agar tidak menimbulkan

permasalahan di kemudian hari.

Page 4: Laporan Limbat Kelompok 2

c. Kondisi geomorfologi wilayah dipengaruhi oleh kondisi topografi dan kemiringan

lerengnya. Kondisi aliran sungai (khususnya di sepanjang aliran sungai Kecamatan

Kawalu, Mangkubumi yang mengarah ke DAS Ciwulan dan sepanjang aliran sungai di

Kecamatan Cibeureum dan Indihiang yang mengalir mengarah ke DAS Citanduy)

merupakan hal yang harus diwaspadai dalam perencanaan pembangunan kota di masa yang

akan datang.

Page 5: Laporan Limbat Kelompok 2

d. Kondisi kemiringan lereng di Kota Tasikmalaya pada dasarnya tidak begitu

mengkhawatirkan bagi perkembangan perluasan kota di masa yang akan datang (lihat tabel

2.1). Data kondisi kemiringan lereng di Kota Tasikmalaya adalah sebagai berikut :

1) luas lahan dengan kemiringan diatas 17- 45% adalah 10,85% dari total luas

wilayah (sebagian besar berada di pinggir sungai dan berbentuk hutan);

2) luas lahan dengan kemiringan 9-17%, adalah 17,56% dari total luas

wilayah;

3) luas lahan dengan kemiringan dibawah 9% adalah 71,59% dari total luas

wilayah. Kondisi demikian masih memungkinkan untuk perkembangan kota dengan

menggunakan sedikit teknologi yang tidak terlalu sulit dan mahal. Berdasarkan analisis

kemungkinan lahan terbangun, maka di Kota Tasikmalaya masih mungkin untuk

berkembang seluas 5.181,3 Ha (sekitar 30,2% dari total luas wilayah), dengan asumsi

bahwa hutan (16,8%) sebagai daerah konservasi dan sawah irigasi (29,96%) tidak akan

terkonversi sebagai akibat pengembangan kota di masa yang akan datang.

e. Sebagai daerah yang berdekatan dengan gunung api yang masih aktif, Kota Tasikmalaya

memiliki beberapa wilayah yang rawan terhadap bencana. Oleh sebab itu pembangunan di

masa yang akan datang diharapkan dapat mempertimbangkan informasi mengenai mitigasi

bencana. Daerah rawan bencana di Kota Tasikmalaya terutama dapat dilihat dari sisi

pergerakan tanah yang tinggi dan aliran lahar (lihat area berwarna hijau pada gambar 2.3).

f. Pemanfaatan situ yang kurang terencana dan terkendali dengan baik di Kota Tasikmalaya

menyebabkan sebagian besar berada dalam kondisi rusak berat, sehingga diperlukan

kegiatan yang dapat memperbaiki kondisi tersebut agar fungsi situ sebagai salah satu

daerah tangkapan air bisa dikembalikan.

g. Kondisi Kota Tasikmalaya (berdasarkan rencana tata ruang, baik di tingkat nasional,

regional Jawa Barat maupun Kota Tasikmalaya) yang merupakan Pusat Kegiatan Wilayah

(PKW), telah meningkatkan aksesibilitas Kota Tasikmalaya terhadap kota-kota lain

disekitarnya. Kondisi ini menyebabkan tingginya arus lalulintas di Kota Tasikmalaya yang

pada akhirnya akan membawa dampak terhadap kualitas lingkungan (sebagai akibat dari

gas buang kendaraan, dan permasalahan limbah sebagai akibat dari aktivitas kegiatan yang

ada).

Page 6: Laporan Limbat Kelompok 2

h. Aspek kelestarian dan kebersihan lingkungan terkait erat dengan tingkat kedisiplinan

masyarakat dalam pengelolaan sampah, pendirian rumah hunian, dan pendirian bangunan

liar. Hal ini perlu menjadi perhatian karena perkembangan penduduk yang tinggi, ditandai

dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,11%.

i. Pengawasan lingkungan yang sedikit lemah menyebabkan terjadinya berbagai persoalan

lingkungan, seperti hilangnya beberapa bukit akibat aktivitas galian C, pencemaran sungai

oleh limbah cair dari rumah sakit dan industri, serta penyedotan air tanah yang terkendali

menyebabkan turunnya muka air tanah pada beberapa tempat di Kota Tasikmalaya.

II.2. Demografi

Kota Tasikmalaya sebagai wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Tasikmalaya

merupakan wilayah yang terdiri dari 8 kecamatan. Dengan jumlah kecamatan sebanyak ini

terlihat bahwa jumlah penduduk relatif jauh di bawah daerah-daerah sekitarnya seperti

Kabupaten Ciamis, Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya. Dengan populasi

sebesar 635.464 jiwa, dapat dikatakan bahwa Kota Tasikmalaya masih cukup terkendali

ditinjau dari aspek kependudukan yang umumnya dapat menjadi faktor penghambat

pembangunan daerah. Seringkali justru dalam kenyataannya daerah-daerah yang sedang

membangun mengalami penurunan kapasitasnya karena adanya tekanan dari ledakan

jumlah penduduk, baik itu yang berasal dari pertumbuhan alamiah maupun dari migrasi-

masuk seperti yang terjadi di Bogor, Depok, Bekasi, Cirebon dan Bandung Raya.

Persebaran penduduk antar kecamatan di Kota Tasikmalaya menunjukkan hanya

Kecamatan Cihideung dan Tawang yang memiliki densitas lebih dari 10.000 jiwa/km2.

Sementara kecamatan lainnya relatif lebih kecil dan yang terendah ada pada Kecamatan

Kawalu dan Tamansari. Secara geografis, Kecamatan Kawalu dan Tamansari merupakan

bagian selatan kota yang bersebelahan dengan wilayah Kabupaten Tasikmalaya, sehingga

relatif bukan merupakan jalur transportasi dan transit utama dari adanya mobilitas

penduduk. Sementara untuk Cihideung dan Tawang memang merupakan wilayah yang

terlewati oleh jalur transportasi utama dimana terdapat jalan kabupaten dan jalan provinsi.

II.2.1 Jumlah Penduduk

Sampai dengan akhir tahun 2010,Kota Tasikmalaya memiliki 635.464 jiwa dan laju

pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 1,68%.

Page 7: Laporan Limbat Kelompok 2

II.2.2 Luas Wilayan dan Kepadatan Penduduk

Page 8: Laporan Limbat Kelompok 2

II.2.3 Jumlah Kelurahan,Rumah Tangga dan Rata-Rata Anggota Rumah Tangga

Sementara bila dilihat dari aspek pendidikan penduduk, akses masyarakat terhadap

pendidikan masih didominasi pendidikan sekolah dasar, dengan komposisi laki-laki lebih

sedikit prosentasenya daripada perempuan. Tetapi semakin tinggi pendidikan, tren ini

berubah dimana perempuan mendapatkan prosentase yang lebih kecil daripada laki-laki.

Page 9: Laporan Limbat Kelompok 2

Hal ini dapat menjelaskan bahwa pada segmen usia produktif, penduduk cenderung

memilih bekerja ataupun migrasi keluar kota. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa adanya

kondisi jender yang masih harus ditingkatkan dan lebih baik di Kota Tasikmalaya

meskipun rasio laki-laki dan perempuan hampir sama sehingga gambaran saat ini

mencerminkan pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s).

II.3. Keadaan Ekonomi dan Sumber Daya Alam

II.3.1 GNP Kota Tasikmalaya

Meskipun perkembangan perekonomian yang terjadi di Kota Tasikmalaya telah

membawa perbaikan pada kondisi pendapatan penduduknya, namun secara umum

peningkatan tersebut masih berada di bawah pendapatan Provinsi Jawa Barat. Pendapatan

rata-rata penduduk (yang diukur dari PDRB per kapita berdasarkan tahun dasar 2000)

mengalami kenaikan dari sebesar Rp. 4,72 juta per tahun pada tahun 2002 menjadi sebesar

Rp. 5,35 juta per tahun pada tahun 2005. Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan

dengan pendapatan rata-rata penduduk Jawa Barat yang besarnya mencapai Rp. 5,69 juta di

tahun 2002 dan Rp. 6,15 juta pada tahun 2005. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara

umum tingkat pendapatan rata-rata masyarakat Kota Tasikmalaya masih berada dibawah

pendapatan rata-rata masyarakat Jawa Barat.

II.3.2 Perkembangan sektor komersil dan industry

Perekonomian Kota Tasikmalaya sejak tahun 2000 hingga tahun 2005 didorong

oleh 4 sektor utama penggerak pertumbuhan ekonomi, yaitu sektor perdagangan, hotel dan

restoran dengan kontribusi rata-rata sebesar 29,9%, sektor industri pengolahan dengan

kontribusi rata-rata sebesar 16,73%, sektor jasa-jasa pemerintahan dengan kontribusi rata-

rata sebesar 14,04%, dan sektor pertanian dengan kontribusi rata-rata sebesar 10,5%.

Keempat sektor tersebut menyerap tenaga kerja hampir 82% dari total tenaga kerja yang

ada di Kota Tasikmalaya.

Sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2004, pertumbuhan ekonomi Kota

Tasikmalaya terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 Pertumbuhan ekonomi

(berdasarkan PDRB harga konstan tahun 2000) tercatat sebesar 3,75%, sedangkan di tahun

2004 mencapai angka 4,99%. Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung dengan adanya

Page 10: Laporan Limbat Kelompok 2

peningkatan investasi baik dari sisi pemerintah (berupa kenaikan belanja modal pemerintah

daerah), maupun dari sisi swasta (berupa peningkatan kredit dan investasi dalam bentuk

penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri). Namun demikian, pada tahun

2005 pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya mengalami penurunan cukup besar menjadi

hanya sebesar 4,02%. Kondisi ini disebabkan karena melemahnya pertumbuhan pada dua

sektor utama penggerak PDRB Kota Tasikmalaya, yaitu sektor pertanian, sektor

perdagangan, hotel dan restoran.

Dari keempat sektor penggerak pertumbuhan ekonomi, kecuali sektor industri

pengolahan, semuanya memiliki kecenderungan mengalami penurunan share dalam

perekonomian. Kondisi ini perlu mendapat perhatian yang serius bagi perencanaan

perekonomian jangka panjang.

Pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya hingga saat ini belum bisa mengatasi

penurunan tingkat pengangguran yang ada, dimana tingkat pengangguran terbuka di Kota

Tasikmalaya masih berada di atas 10%, bahkan tingkat pengangguran terbuka di tahun 2005

cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2004 (tingkat pengangguran

terbuka tahun 2005 tercatat sebesar 14,33% dibandingkan dengan 12,67% di tahun 2004).

Meskipun sektor industri pengolahan cenderung mengalami peningkatan baik dalam

produksi maupun share-nya pada perekonomian, daya saing sektor ini (yang diukur dengan

metode LQ) relatif rendah dibandingkan dengan sektor yang sama di Jawa Barat. Meskipun

demikian daya saing sektor industri pengolahan relatif tinggi pada tingkat regional

(Priangan Timur). Kondisi ini menunjukan adanya keterbatasan dalam akses pemasaran

produk-produk industri pengolahan di Kota Tasikmalaya.

Sektor industri pengolahan di Kota Tasikmalaya masih didominasi oleh industri mikro

dan kecil. Dari 3.029 total industri yang ada pada tahun 2004 tercatat sebanyak 1.174

industri mikro, 1.523 industri kecil, 326 industri menengah, dan 6 industri besar.

Permasalahan industri mikro di Kota Tasikmalaya (berdasarkan hasil regresi cross section

tahun 2004) adalah bahwa pengaruh rasio modal kerja per pekerja yang lebih tinggi akan

meningkatkan produktivitas ouput industri mikro. Tambahan mesin dalam industri mikro

tidak mempengaruhi besarnya produktivitas output. Kondisi ini juga terjadi pada industri

menengah dan besar. Akan tetapi untuk industri kecil bertambahnya rasio mesin per pekerja

dan rasio modal kerja per pekerja akan mempengaruhi besarnya produktivitas output di

industri kecil.

Page 11: Laporan Limbat Kelompok 2

Sektor perdagangan di Kota Tasikmalaya masih didominasi oleh perdagangan kecil.

Data sektor perdagangan tahun 2003 menunjukkan bahwa jumlah pedagang kecil mencapai

angka sebesar 8.231 buah, pedagang menengah sebesar 57 buah, pedagang besar 9 buah.

Pedagang kecil memiliki skala pelayanan lokal dan biasanya terkait langsung dengan pusat

kegiatan produksinya. Kondisi ini menunjukkan bahwa skala pemasaran sektor

perdagangan, seperti juga sektor industri pengolahan, di Kota Tasikmalaya masih terbatas.

Keterbatasan sektor perdagangan juga ditunjukkan oleh masih sedikitnya jumlah pasar yang

dimiliki oleh Kota Tasikmalaya, yang hingga tahun 2003 hanya memiliki 6 buah pasar

modern dan 7 buah pasar tradisional.

Kebutuhan anggaran pemerintah yang semakin besar menyebabkan semakin besarnya

defisit anggaran belanja pemerintah (dari surplus sebesar 22,8 milyar pada tahun 2003

menjadi defisit sebesar 26 milyar di tahun 2005). Kondisi ini disebabkan karena besarnya

laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan

pendapatan pemerintah. Perbandingan laju pertumbuhan belanja pemerintah dengan laju

pendapatan daerah tahun 2004 menunjukkan angka 13,78% berbanding 0,05%, sedangkan

untuk tahun 2005 perbandingannya sebesar 12,46% berbanding 8,79%. Rendahnya

kecepatan pendapatan daerah disebabkan karena menurunnya laju pertumbuhan pendapatan

pajak daerah dan dana perimbangan dari masing-masing sebesar 15,1% dan 10,46% pada

tahun.

II.3.3 Fasilitas sosial Kota Tasikmalaya

Saat ini Kota Tasikmalaya memiliki fasilitas sosial sebagai berikut :

Fasilitas JumlahRumah Sakit 6

Hotel 23Perguruan Tinggi 15

Sekolah(SD,SMP,SMA) 636Pasar Modern 7

Pasar Tradisional 7Bank 21

Objek Wisata 9

Sumber : website pemerintahan kota Tasikmalaya(data tahun 2011)

II.4.Budaya Masyarakat

Page 12: Laporan Limbat Kelompok 2

Pada saat ini kondisi sosial budaya dan politik tergambarkan sangat sehat terbukti

dengan kuatnya struktur masyarakat yang berlandaskan kepada agama Islam (98,43%).

Kehidupan sosial yang berlandaskan keislaman ini menjadikan adanya toleransi dan

kuatnya asas gotong royong dan kekeluargaan. Struktur masyarakat dengan latar belakang

asli Sunda Priangan menyebabkan kerukunan antar beragama terjamin sehingga Kota

Tasikmalaya terkenal juga sebagai kota santri.

Budaya sunda priangan ini pula yang membuat masyarakat menjadi sehati untuk

memajukannya. Baik pendidikan formal ataupun nonformal mendorong pelestarian dan

pengembangan budaya sunda ini dalam setiap aktivitas masyarakatnya. Hal ini dapat

menjadi pendorong dan faktor yang membantu keselarasan pembangunan daerah sehingga

lebih mudah karena mempunyai kesamaan visi dan misi.

II.5.Tata Guna Lahan

Page 13: Laporan Limbat Kelompok 2

Kota Tasikmalaya memiliki luas wilayah 17.156,20 ha atau 171,56 km2 yang terbagi

menjadi daerah pemukiman,sawah,kebun dan hutan,dan lahan sisa yang dipakai untuk

berbagai keperluan seperti fasilitas umum (rumah sakit,pusat ibadah,pasar,dll).

Tabel Tata Guna Lahan Kota Tasik Malaya

Pemukiman 16.14%

Sawah 19.66%

Kebun 34.54%

Hutan 12.7%

Lain lain 16.96%

Sumber : Bappeda Tasikmalaya

BAB IIISistem Pengolahan Sampah Saat Ini

Page 14: Laporan Limbat Kelompok 2

Setiap hari di Kota Tasikmalaya menghasilkan sampah 1.661 meter kubik dan baru

terangkut oleh armada ke TPA Ciangir 33%.Keterbatasan kapasitas TPA di daerah Ciangir

serta masih kurangnya prasarana pengangkutan sampah di Kota Tasikmalaya,

menyebabkan masyarakat mengolah sampahnya secara individu. Kondisi ini menimbulkan

permasalahan pada lingkungan akibat tidak terpenuhinya standar pengolahan sampah

ditingkat masyarakat.

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan,pemrosesan, dan pendaur-

ulangan atau pembuangan dari material sampah.Kalimat ini biasanya mengacu pada

material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan biasanya dikelola untuk

mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan

sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa

melibatkan zat padat,cair, gas atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk

masing-masing jenis zat.

Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang ,

berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga antara daerah

perumahan dengan daerah industri.Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan

institusi di area

metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sedangkan untuk sampah

dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah. Metode

pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal diantaranya tipe zat sampah , tanah yang

digunakan untuk

mengolah dan ketersediaan area.

III.1 Sistem Pengelolaan Sampah

Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5 (lima)

aspek yang saling mendukung dimana antara satu denganyang lainnya saling berinteraksi

untuk mencapai tujuan (Dept. PekerjaanUmum, SNI 19-2454-2002). Kelima aspek tersebut

meliputi: aspek teknis operasional, aspek organisasi dan manajemen, aspek pembiayaan,

aspek peran serta masyarakat. Kelima aspek tersebut di atas ditunjukkan pada gambar

berikut ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa dalam sistem pengelolaan sampah antara

aspek teknis operasional, organisasi,hukum, pembiayaan dan peran serta masyarakat saling

terkait tidak dapatberdiri sendiri.

Aspek Institusi

Page 15: Laporan Limbat Kelompok 2

Intansi yang bertanggung jawab dalam mengelola sampah di Kota Tasikmalaya

adalah Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya dan seksi yang bertanggung jawab dalam

pengelolaan sampah adalah Seksi Pelayanan Kebersihan dan Seksi Pengelolaan Tempat

Pembuangan Sampah Sementara dan Tempat Pembuangan Akhir.

Struktur Organisasi Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya :

Tugas dari Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya Bidang Kebersihan menurut

Keputusan Walikota Tasikmalaya Nomor : 18 Tahun 2003 tentang Tugas Pokok,Fungsi

dan Rincian tugas Unit Dinas Lingkungan Hidup Dan Pelayanan Kebersihan Kota

Tasikmalaya adalah :

BIDANG PENANGANAN DAN PELAYANAN KEBERSIHAN

Pasal 10

(1) Bidang Penanganan dan Pelayanan Kebersihan mempunyai tugas pokok

menyelenggarakan penyusunan kebijakan teknis pengelolaan kebersihan.

(2) Rincian tugas Bidang Penanganan dan Pelayanan Kebersihan :

Page 16: Laporan Limbat Kelompok 2

a. menyelenggarakan penyusunan program kerja Bidang Penanganan dan Pelayanan

Kebersihan

b. mempelajari dan memahami peraturan perundang-undangan dan ketentuanlainnya

yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas;

c. menganalisa permasalahan yang berhubungan dengan tugas Bidang Penanganan

dan Pelayanan Kebersihan dan mencarikan alternatif pemecahannya ;

d. menyelenggarakan penyiapan bahan kebijakan teknis pengelolaan pelayanan

kebersihan ;

e. menyelenggarakan pengadaan sarana dan prasarana kebersihan ;

f. menyelenggarakan pengaturan dan pelayanan kebersihan ;

g. menyelenggarakan pendataan objek dan subjek kebersihan ;

h. menyelenggarakan penyiapan pedoman teknis penetapan tarif retribusi ;

i. menyelenggarakan pembinaan sumber daya manusia pengelola kebersihan;

j. melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait ;

k. melaksanakan penyusunan bahan evaluasi dan laporan pelaksanaan tugas Bidang

Penanganan Pelayan Kebersihan ;

m. melaksanakan tugas lain sesuai dengan perintah atasan.

Bidang Penanganan dan Pelayanan Kebersihan membawahkan :

a. Seksi Pelayanan Kebersihan ;

b. Seksi Pengelolaan Tempat Pembuangan Sementara dan Tempat

Pembuangan Akhir.

Pasal 11

(1) Seksi Pelayanan Kebersihan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan

sarana dan prasarana angkutan sampah ;

Page 17: Laporan Limbat Kelompok 2

(2) Rincian Tugas Seksi Pelayanan Kebersihan :

a. melaksanakan penyusunan rencana program kerja Seksi Pelayanan kebersihan ;

b. mempelajari peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya untuk

menunjang pelaksanaan tugas ;

c. menganalisa permasalahan yang berhubungan dengan Seksi Pelayanan Kebersihan

dan mencarikan alternatif pemecahannya ;

d. melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengelolaan pelayanan kebersihan ;

e. melaksanakan pengaturan pelaksanaan pengangkutan sampah dari masingmasing

tempat ke tempat pembuangan sementara;

e. melaksanakan pengaturan pelaksanaan pengangkutan sampah dari tempat

pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir ;

f. melaksanakan penyiapan pengadaan sarana/prasarana angkutan sampah ;

g. melaksanakan penyusunan bahan evaluasi dan laporan pelaksanaan tugas Seksi

Pelayanan Kebersihan ;

h. melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait ;

i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan perintah atasan.

Pasal 12

(1) Seksi Pengelolaan Tempat Pembuangan Sementara dan Tempat Pembuangan

Akhir mempunyai tugas pokok melaksanakan penyelenggaraan, pengaturan, merencanakan

kebutuhan sarana/prasarana tempat pembuangan sementara dan tempat pembuangan akhir

sampah.

(2) Rincian tugas Seksi Pengelolaan Tempat Pembuangan Sementara dan Tempat

Pembuangan Akhir :

a. melaksanakan penyusunan program kerja Seksi Pengelolaan Tempat

Pembuangan Sementara dan Tempat Pembuangan Akhir;

Page 18: Laporan Limbat Kelompok 2

b. mempelajari peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya untuk

menunjang pelaksanaan tugas ;

c. menganalisa permasalahan yang berhubungan dengan Pengelolaan Tempat

Pembuangan Sementara dan Tempat Pembuangan Akhir dan mencarikan alternatif

pemecahannya ;

d. melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengelolaan tempat pembuangan

sementara dan tempat pembuangan akhir;

e. melaksanakan penyiapan pengadaan sarana/prasarana tempat pembuangan sampah

sementara dan tempat pembuangan sampah akhir ;

f. melaksanakan penyusunan bahan evaluasi dan laporan pelaksanaan tugas Seksi

Pengelolaan Tempat Pembuangan Sementara dan Tempat

Pembuangan Akhir ;

h. melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait ;

i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan perintah atasan.

Page 19: Laporan Limbat Kelompok 2

Jumlah Staff Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Kebersihan adalah 267

orang.Dengan distribusi tingkat pendidikan terakhir sebagai berikut :

S2/S3 5 orang

S1 37 orang

D3 10 orang

SLTA 100 orang

SLTP 49 orang

SD 66 orang

(Sumber Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya)

Tata Laksana Kerja Dinasi Cipta Karya Kota Tasikmalaya berdasarkan Permen PU

No. 21/PRT/M/2006 tentang KSNP-SPP (Sistem Pengelolaan Persampahan) yang

bertujuan sebagai pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan, dan pengembangan

sistem pengelolaan persampahan yang ramah lingkungan, baik di tingkat pusat, maupun

daerah sesuai dengan kondisi daerah setempat.

Aspek Teknik Operasional

Daerah Pelayanan Kota Tasikmalaya

Page 20: Laporan Limbat Kelompok 2

Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya

melayani semua kecamatan yang ada di Kota Tasikmalaya,yaitu kecamatan

Indihlang ,Cipedes ,Cibidoung ,Tambang, Cibereum,Mangkubumi,Kawalu,dan Taman

Sari.

Peta Pelayanan Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya :

Sumber Sampah di Kota Tasikmalaya

Sumber sampah yang ada di kota Tasikmalaya berasal dari :

Page 21: Laporan Limbat Kelompok 2

Sampah dari pemukiman penduduk

Pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu keluarga

yang tinggal di suatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan

biasanya cenderung organik, seperti sisa makanan atau sampah yang bersifat

basah, kering, abu plastik dan lainnya.

Sampah dari tempat-tempat umum dan perdagangan

Tempat-tempat umum adlaah tempat yang dimungkinakn banyaknya orang

berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempat-tempat tersebut mempunyai potensi

yang cukup besar dalam memproduksi sampah termasuk tempat perdagangan

seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa-

sisa makanan, sampah kering, abu, plastik, kertas dan kaleng-kaleng serta sampah

lainnya.

Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah

Yang dimaksud disini misalnya tempat hiburan umum, pantai masjid,

rumah sakit, bioskop, perkantoran dan sarana pemerintah lainnya yang

menghasilkan sampah kering dan sampah basah.

Sampah dari industri

Dalam pengertian ini termasuk pabrik-pabrik sumber alam perusahaan

kayu dan lain-lain, kegiatan industri, baik yang termasuk distribusi ataupun proses

suatu bahan mentah. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah

basah, sampah kering abu, sisa-sisa makanan, sisa bahan bangunan

Sampah pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang daerah pertanian, misalnya

sampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah yang dihasilkan berupa bahan

makanan pupuk maupun bahan pembasmi serangga tanaman.

Berbagai macam sampah yang telah disebutkan di atas hanyalah sebagian kecil saja

dari sumber-sumber sampah yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal

ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari sampah.

Komposisi dan Karakteristik Sampah

Page 22: Laporan Limbat Kelompok 2

Komposisi sampah yang dibuang ke TPA Ciangir berdasarkan data dari Dinas

Cipta Karya Kota Tasikmalaya terdiri dari sampah Organik 65,05% dan sampah Non

Organik sebesar 34,95%.

Komposisi fisik sampah adalah 42% garbage, 23% plastik, 19% kertas, 2%

karet, 3% kaca, 2% metal, 4% tekstil dan 3.5% kayu.

Komposisi kimia sampah adalah 58% kandungan air, 37.6% karbon, 2.8%

nitrogen, 0.2% fosfor dan 0.16% kalium. 

Fasilitas Timbunan perhari (m3) Volume Sampah

terangkut (m3)

Pemukiman1595.01 478.50

Sosial26.80 8.04

Komersil200.59 60.17

Industri759.80 227.94

Jalan62.25 18.63

Total 2644.347 793.30Sumber : Bappeda Jabar 2010

Sistem Pengolahan Sampah Kota Tasikmalaya

Kota Tasikmalaya memiliki 2 metode penanganan sampah,yaitu :

Page 23: Laporan Limbat Kelompok 2

Pembuangan sampah secara tradisional, yakni melalui

pemusnahan sampah dengan cara menimbun sampah di pekarangan rumah,

membakar atau juga membuang sampah di tanah-lahan kosong yang ada maupun

dibuang di sungai. Metode ini banyak diadopsi di daerah yang jauh dengan lokasi

TPS.

Metode Ritasi, yakni sistem pengelolaan persampahan dilakukan

melalui tiga tahap, yaitu pengumpulan sampah oleh petugas kebersihan yang

kemudian dikumpulkan pada lokasi TPS, atau masyarakat secara sadar membuang

sampah ke kontainer terdekat. Kemudian armada pengangkut sampah yang terdiri

dari dump truck dan arm roll membawa sampah dari TPS, ke kontainer ke TPA.

Operasional di TPA saat ini masih menggunakan sistem controlled landfill.

Sumber :Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya

Sarana/prasarana Persampahan yang Ada di Kota Tasikmalaya

Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya kondisi

eksisting, TPS yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi berjumlah 15 TPS. Depo sampah

Page 24: Laporan Limbat Kelompok 2

sebanyak 5 Depo dan TPA di 1 lokasi yaitu TPA Ciangir. Lokasi TPS (Tempat

Pembuangan Sementara) yang ada di Kota Tasikmalaya adalah sebagai berikut:

1.TPS Sukamulya

2.TPS Kotabaru

3.TPS Yudanagara

4.TPS Cipedes

5.TPS Mangkubumi

6.TPS Linggajaya

7.TPS Sambongpari

8.TPS Karanganyar

9.TPS Talagasari

10.TPS Purbaratu

11.TPS Sumelap

12.TPS Empangsari

13.TPS Sukamaju Kidul

14.TPS Sirnagalih

15.TPS Urug

Luasan TPS bervariasi tergantung lokasi setempat, rata-rata luasan antara (1x2) m2,

(2x2) m2, (3x3) m2, (3x4) m2. TPS biasanya berada pada lokasi-lokasi dekat perumahan

dan pasar, mengingat penghasil sampah terbesar berasal dari rumah tangga dan kawasan

perdagangan seperti pasar.

Sedangkan untuk Depo di Kota Tasikmalaya, total terdapat 5 depo yang tersebar di

beberapa kecamatan. Rata-rata Depo memiliki luas (10x10) m2. Berikut ini adalah daftar

Depo yang terdapat di Kota Tasikmalaya.

1.Depo Mayasari Plaza

2.Depo Bantar

3.Depo Pasar Pancasila

4.Depo Cikrubuk

5.Depo Bale Wiwitan

Untuk TPA yang ada di Kota Tasikmalaya hanya ada 1,yaitu TPA Ciangir yang

terletak di Kampung Ciangir,Desa Murgasari,Kecamatan Tamansari.TPA Ciangir

menggunakan system controlled landfill dengan luas sebesar 8 ha.

Page 25: Laporan Limbat Kelompok 2

Kondisi Pengumpulan :

Frekuensi Pengumpulan :

Pengangkutan sampah yang ada di Kota Tasikmalaya dilakukan dengan

menggunakan bak sampah yang ada di rumah masing-masing. Biasanya frekuensi

pengumpulan yang dilakukan oleh petugas kebersihan dilakukan sebanyak satu kali

seminggu.

Jumlah Petugas :

Jumlah petugas pengankut sampah dan supir truk sebanyak 198 orang.

Kriteria Daerah yang Dilayani :

Kawasan permukiman

Penanganan pengelolaan persampahan kawasan permukiman dengan sistem

modul yang terdiri dari bangunan TPS dengan alat angkut Dump Truck, Kontainer

dengan alat angkut Arm Roll Truck dan alat pengumpul berupa gerobak sampah.

Daerah Komersil

Pengelolaan pelayanan persampahan kawasan pendidikan akan dilayani

dengan menggunakan modul TPS dengan alat angkut Dump Truck dengan Kontainer

dengan alat angkut arm roll truck.

Kawasan Industri

Page 26: Laporan Limbat Kelompok 2

Pengelolaan pelayanan persampahan di kawasan industry akan dilayani dengan

modul TPS dengan alat agkut Dump Truck dengan Kontainer dengan alat angkut arm roll

truck.

Fasilitas Lain dan Perkantoran

Untuk fasilitas rumah sakit,puskesmas atau klinik dibagi menjadi 2 bagian

yaitu sampah B3 dan non B3.Untuk sampah non B3,pelayanan digunakan dengan modul

TPS dengan alat angkut Dump Truck dengan Kontainer dengan alat angkut arm roll

truck.Untuk sampah B3 dikelola sendiri secara khusus yaitu dengan IPAL,Insinerator,dll.

Sapuan Jalan

Untuk sampah hasil pembersihan jalan diangkut menggunakan Arm Rolll

Truck dan Dump Truck untuk dibuang ke TPA.

Diagram Pengelolaan Sampah Kota Tasikmalaya kurang lebih diilustrasikan

dengan :

Page 27: Laporan Limbat Kelompok 2

Jumlah Alat berat

Jumlah fasilitas yang masih berfungsi dengan baik di Dinas Cipta Karya

Kota Tasikmalaya :

Jenis Jumlah Kapasitas

(m3)

Jumlah

ritasi

Dump

Truck

11 unit 6 2

Arm Roll

Truck

3 unit 10 3

Pick up 3 unit 3 2

Sumber : Bappeda Jawa Barat 2011

Sementara untuk jumlah gerobak sampah yang ada belum dapat dipastikan.

Page 28: Laporan Limbat Kelompok 2

Aspek Pembiayaan

Tarif Retribusi Pengelolaan Sampah di Kota Tasikmalaya sesuai dengan

Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 5 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa

Umum.

Retribusi Pelayanan Persampahan atau Kebersihan dipungut oleh Pemerintah

Daerah. Objek Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 huruf b adalah pelayanan persampahan/kebersihan yang

diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, meliputi:

a. pengambilan/pengumpulan sampah dari sumbernya ke lokasi pembuangan

sementara;

b. pengangkutan sampah dari sumbernya dan/atau lokasi pembuangan sementara ke

lokasi pembuangan/pembuangan akhir sampah; dan

c. penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhir sampah.

(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah pelayanan kebersihan jalan umum, taman, tempat ibadah, sosial, dan tempat

umum lainnya.

Berdasarkan pasal 10 tentang Subjek dan Wajib Retribusi ,yang dimaksud dengan:

(1) Subjek Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan adalah orang

pribadi atau Badan yang memperoleh jasa pelayanan Persampahan/Kebersihan.

(2) Wajib Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan adalah orang

pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut

atau pemotong retribusi pelayanan persampahan/kebersihan.

-Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang

dipersamakan.

Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berupa karcis, kupon dan/atau kartu langganan. ) Pembayaran retribusi harus

dilakukan secara tunai dan lunas. Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah

Page 29: Laporan Limbat Kelompok 2

atau tempat lain yang ditunjuk dengan diberikan tanda bukti pembayaran. Dalam

hal pembayaran dilakukan di tempat atau kantor yang ditunjuk, maka hasil

retribusi disetor ke Kas Daerah paling lambat 1 x 24 jam atau ditentukan lain oleh

Walikota.

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA

Nomor : 5 Tahun 2011

Tanggal : 14 September 2011

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN

PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

Page 30: Laporan Limbat Kelompok 2

Tata Cara Pemungutan

Page 31: Laporan Limbat Kelompok 2

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lainyang

dipersamakan;

(2) Dokumen lain yang dipersamakan tersebut pada ayat (1) adalah dalambentuk

Karcis sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan ini;

(3) Retribusi dipungut oleh Petugas pemungut yang ditetapkan dengan Surat Perintah

dari Kepala Dinas;

(4) Petugas pemungut selanjutnya menyetorkan seluruh hasil pungutan retribusi

secara brutto ke Kas Daerah melalui Bendaharawan penerima pada Dinas;

(5) Bendaharawan penerima dalam waktu 1 x 24 jam harus segera menyetorkan hasil

retribusi ke kas Daerah;

(6) Kepada Dinas diberikan dana peningkatan pelayanan sebesar 5 %(lima persen)

dari jumlah penerimaan retribusi.

TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 7

(1) Retribusi yang terutang harus dibayar lunas;

(2) Pembayaran retribusi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :

a. Untuk rumah tinggal pembayaran dilakukan pada tempat-tempat yang

telah ditentukan yaitu :

- KUD Pembangunan

- Kopontren

- KUD Ampera

- Koperasi PKKT

- KUD Talagasari

- KUD Prabudilaya

Page 32: Laporan Limbat Kelompok 2

- KUD Trimarga

- KUD Pancamarga

- KUD Samarga

- Pokmas Asri

- BNI

- Bank mandiri

- PLN

b. Untuk wajib retribusi selain rumah tinggal pembayaran dilakukan melalui petugas

pemungut .

Pembiayaan Kegiatan Sektor Persampahan

Tahun 2009 Rp.461.725.000.-

Tahun 2010 Rp.1.567.500.000,-

Tahun 2011 Rp.350.000.000,-

Tahun 2012 Rp.1.140.302.000.-

Sumber : Dinas Cipta karya kota Tasikmalaya

Jenis Alat Jumlah Nilai Investasi

Dump Truck 11 9.680.000.000

Pick Up 3 270.000.000

Arm RollTruck 3 1.056.000.000

Nilai Investasi Alat Berat

N SSumber :Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya

Harga merupakan dump truck merk Hino :880.000.000 per unit

Pick up merk Suzuki Carry :90.000.000 per unit

Arm Roll Truck merk Hino :352.000.000 per unit

Page 33: Laporan Limbat Kelompok 2

Aspek Peraturan

Peraturan yang dipakai adalah:

Perda No.29 Tahun 2003 tentang Kebersihan,Keindahan dan Kelestarian Lingkungan.

Perda No.21 Tahun 2004 tentang Sanksi bagi pelanggar Kebersihan,Keindahan dan Ketertiban

Perda No.8 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya

Perda No.3 Tahun 2008 Tentang Rincian Kewajiban Pemerintah yang menjadi kewenangan.

Spesifikasi lain yang digunakan sebagai regulasi untuk pengelolaan

sampah mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008

2. SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah

Perkotaan

3. SK SNI-T-12-1991-03 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di

Pemukiman.

4. SNI 03- 3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di

Pemukiman

5. SNI 19-3964-1994 tentang metode pengambilan dan pengukuran

contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan.

6. SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA

Sampah.

7. SNI 19-2454-2002 revisi SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara

Operasional Teknik Pengelolaan Sampah di Perkotaan.

8. Pt T-13-2002-C tentang tata cara pengelolaan sampah dengan sistem

daur ulang pada lingkungan

9. SNI 3242 : 2008 tentang tata cara pengelolaan sampah di

pemukiman

Page 34: Laporan Limbat Kelompok 2

Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kesediaan

masyarakat untuk membantu berhasilnya program pengembangan pengelolaan

sampah sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan

kepentingan diri sendiri.

Tanpa adanya peran serta masyarakat semua program pengelolaan

persampahan yang direncanakan akan sia-sia. Salah satu pendekatan masyarakat

untuk dapat membantu program pemerintah dalam keberhasilan adalah

membiasakan masyarakat pada tingkah laku yang sesuai dengan program

persampahan yaitu merubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah

yang tertib, lancar dan merata, merubah kebiasaan masyarakat terhadap

pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata, merubah kebiasaan masyarakat

dalam pengelolaan sampah yang kurang baik dan faktor-faktor sosial, struktur dan

budaya setempat

Pada saat ini Kota Tasikmalaya telah memiliki berbagai penyuluhan tentang

pendaur ulangan limbah.Masyarakat kota Tasikmalaya telah diberi berbagai

pelatihan oleh Dinas Cipta Karya untuk mulai mendaur ulang dalam gerakan 3R

yaitu Reduce,Reuse,Recycle.Saat ini juga masyarakat mulai dibina oleh pihak

swasta untuk menjalankan bisnis daur ulang sampah yang dapat meningkatkan taraf

ekonomi.Contoh sukses pebisnis daur ulang sampah di Kota Tasikmalaya adalah

CV Mitra Tani.Sebuah perusahaan yang bergerak dalama pendayagunaan sampah

mejadi pupuk kompos organic dari sampah organik pasar.Selain itu ada pula CV

Mitra Jaya yang terletak di Sindanggalih,Kecamatan Tawang,Kota

Tasikmalaya.Perusahaan ini bergerak dalam bidang pabrik pengolah limbah plastik

yang kemudian diolaah kembali menjadi plastic setengah jadi yang bisa dijual ke

pasar-pasar.

Page 35: Laporan Limbat Kelompok 2

BAB IV

TEORI PENGELOLAAN LMBAH PADAT

1. Pengertian Sampah

Menurut Departemen Kesehatan, sampah merupakan material sisa yang tidak

diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan

manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-

produk yang tak bergerak. Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair,

atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas,

sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam

kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri

(dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan

konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu,

dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.

Sampah merupakan produk samping dari aktifitas manusia sehari-hari,

sampah ini apabila tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan tumpukan

sampah yang semakin banyak. Menurut UU 18 tahun 2008 tentang pengelolaan

sampah, mendefinisikan sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau

proses alam yang berbentuk padat. Atau bisa juga diartikan sebagai ”Sampah

adalah semua buangan yang timbul akibat aktifitas manusia dan hewan yang

biasanya berbentuk padat yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak

diinginkan lagi (tchobanoglous, 1993)”.

Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat

anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak

membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah

umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting

pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb

(SNI 19-2454-1991).

Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan terciptanya

kehidupan yang sejahtera lahir dan batin dalam suatu lingkungan hidup yang baik

dan sehat. Pengelolaan sampah dengan paradigma yang sampai saat ini dianut

tidaklah kondusif untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945

Page 36: Laporan Limbat Kelompok 2

tersebut. Untuk dapat melaksanakan amanat Undang-undang Dasar 1945 tersebut

pengelolaan sampah harus melandaskan diri pada paradigma baru yang memandang

sampah sebagai sumber daya yang dapat memberikan manfaat.

Sampah sudah menjadi masalah nasional dan global, bukan hanya lokal.

Masalah sampah timbul dengan adanya peningkatan timbulan sampah sebesar 2-4%

per tahun, namun tak diimbangi dengan dukungan sarana dan prasarana penunjang

yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga banyak sampah yang tidak terangkut.

Belum adanya regulasi di tingkat nasional yang mengatur juga mengurangi upaya

penanganan dan pengelolaan sampah secara optimal.

2. Sumber Tipe dan Komposisi Sampah Perkotaan

Sumber Sampah Perkotaan

Sumber sampah yang berasal dari daerah perumahan, seperti

perumahan masyarakat berpenghasilan tinggi, menengah, dan rendah

Sumber sampah yang berasal dari daerah komersial, seperti pasar,

pertokoan, hotel, restoran, bioskop, industri, dll

Sumber sampah yang berasal dari fasilitas umum, seperti

perkantoran, sekolah, rumah sakit, taman, jalan, saluran/sungai, dll.

Sumber sampah yang berasal dari fasilitas sosial, seperti panti sosial

dan tempat-tempat ibadah

Sumber sampah yang berasal dari daerah industrial, seperti pabrik-

pabrik

Sumber sampah yang berasal dari konstruksi, seperti puing dan sisa-

sisa material

Sampah alam adalah Sampah yang diproduksi di kehidupan liar

diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun

kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-

sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan

pemukiman.

Sampah nuklir Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan

fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya

bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir

disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan

Page 37: Laporan Limbat Kelompok 2

aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar

laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).

Sampah pertambangan hasil dari sisa-sisa petambangan yang tidak

terpakai.

Tipe sampah perkotaan

Berdasarkan jenis sampah pada prinsipnya dibagi 3 bagian besar, yaitu :

a. Sampah padat

b. Sampah cair

c. Sampah dalam bentuk gas

Sampah pada umumnya dibagi 2 jenis, yaitu :

1. Sampah organik : yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa

organik, karena itu tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N, dll, (umumnya

sampah organik dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa

makanan, karton, kain, karet, kulit, sampah halaman).

2. Sampah anorganik : sampah yang bahan kandungan non organik,

umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca,

kaleng, alumunium, debu, logam-logam lain (Hadiwiyoto, 1983). Dapat dibagi lagi

menjadi:

Page 38: Laporan Limbat Kelompok 2

Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan

kembali karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas,

pakaian dan lain-lain.

Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi

dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper,

thermo coal dan lain-lain.

Sedangkam berdasarkan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi

Sampah Padat adalah segala bahan buangan selain kotoran

manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga:

sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain

Sampah Cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan

tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah,

seperti sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung

patogen yang berbahaya. Dan sampah cair yang dihasilkan dari dapur,

kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung

patogen.

Komposisi Sampah Perkotaan

Komposisi merupakan kata yang digunakan untuk mendeskripsian komponen

yang membentuk aliran limbah padat dan penyebaran yang berkaitan biasanya

didasarkan dengan persentasi beratnya. Informasi dari komposisi limbah sangat

penting untuk diketahui untuk mengevaluasi peralakan yang digunakan, sistem dan

program pengaturan dan perencanaannya.

Komposisi dari limbah perkotaan bergantung pada:

1) Luas aktivitas pembangunan dan pembongkaran

2) Luas dari pelayanan perkotaan;

3) Tipe pengolahan air dan air limbah yang digunakan

Karena adanya berbagai macam jenis dari limbah, penentuan komposisi

merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Prosedur statistik yang sulit untuk

dilaksanakan, jika tidak mungkin untuk diimplementasikan. Untuk alasan tersebut,

Page 39: Laporan Limbat Kelompok 2

diperlukan penyetaraan prosedur seperti di bawah ini (berdasarkan kemampuan dan

kemampuan mengacak sampel sehingga dapat mengetahui komposisi yang

dihasilkan):

o Limbah padat perkotaan di Pemukiman: prosedur pengelolaan

limbah padat perkotaan pada wilayah pemukiman melibatkan membuang

muatan dan menganalisa kuatitas dari limbah pemukiman dalam area yang

dapat dikontrol berdasarkan letak pembuangan yang diisolasikan dari adanya

angin, dipisahkan dari opreasi lainnya. Sampel yang representatif diambil dari

truk hasil dari pengumpulan pada akhir minggu melalui suatu rute dalam suatu

pemukiman.

o Komersil dan limbah padat perkotaan: prosedur di lapangan untuk

mengidentifikasi daerah komersil dan industrial yang tidak diproses melibatkan

analisa dari pengambilan sampel limbah yang representatif langsung dari

sumbernya, tidak dicampur muatan yang telah dikumpulkan dari kendaraan

pengangkut.

3. Sifat Fisik, Kimiawi, dan Biologis Sampah Perkotaan

A. Sifat Fisik

Merupakan sifat yang dapat diketahui secara langsung dengan

penghitungan kuantitatif. Meliputi:

Berat Jenis

Merupakan Berat sampah per unit volume (lb/ft3, lb/yd3). Sering

digunakan untuk memperkirakan jumlah massa dan volume limbah yang

harus diatur

Kandungan Air (Moisture Content)

Biasanya diekspresikan dalam 2 cara: wet weight method dan dry

weight method. Kadar air berat basah adalah:

Dengan

M = kadar air %

W = berat awal sampel lb (kg)

d = berat sampel setelah pemanasan pada suhu 105oC

Page 40: Laporan Limbat Kelompok 2

Persebaran ukuran partikel (gradasi)

Merupakan komponen material dalam limbah padat yang merupakan

pertimbangan yang cukup penting dalam mendaur ulang material, terutama

untuk penggunaan mesin dalam artian lapisan trommel dan pemisahan

secara magnetis. Ukuran dari komponen limbah didefinisikan dengan

menggunakan satu atau lebih pengukuran:

Sc = l

Sc = ((l+W)/2)

Sc = ((l+w+h)/3)

Sc = (l x w)1/2

Sc = (l x w x h)1/3

Dengan

Sc = ukuran komponen (inci atau mm)

L = panjang (inci atau mm)

W = lebar (inci atau mm)

H = tinggi (inci atau mm)

Kapasitas lapangan

Merupakan jumlah air yang bisa di tahan pada contoh sampah

berdasarkan gaya tarik gravitasi Air yang melebihi field capacity akan

dilepaskan sebagai lindi

Field Capacity dapat pula diartikan sebagai pemadatan dan tingkat

dekomposisi.

FC 30% by volume berarti 30 in/100 in. Sampah yang tidak padat FC

50 -60 %

Permeabilitas

Konduktifitas hidrolik pemadatan sampah merupakan komponen fisik

yang penting, pada ukuran luas, menentukan pergerakan dari cairan atau gas

yang ada dalam landfill. Koefisien permeabilitas normalnya dituliskan

sebagai berikut :

K = C d2 γ/μ= kγ/μ

Page 41: Laporan Limbat Kelompok 2

Dengan

K = koefisien

C = faktor bentuk

d = ukuran rata-rata

γ= berat specific

μ= viskositas air

k = intrinsic permeability

B. Sifat Kimiawi

Merupakan sifat yang hanya bisa ditentukan dengan penelitian terhadap

sampelnya. Terdiri dari 4 jenis sifat kimiawi, yaitu:

Proximate analysis

Ada 4 tahap pemisahan yang dilakukan, lalu diurutkan berdasar

golongannya yaitu

- Moisture (dipanaskan pada 1050C, 1 jam)- Volatile combustible matter (pembakaran 9500C)- Fixed carbon (Sisa dari volatile matter)- Ash(ditimbang dari cawan)

Fusing point of ash

Didefinisikan sebagai temperatur yang mengkondisikan debu sisa

pembakaran menjadi kelompok padatan dengan penggabungan dan

pengelompokan. Temperatur penggabungan khusus untuk suatu

pembentukan kerak besi dari limbah padat berkisar pada suhu 2000 sampai

2200oC (1100 sampai 1200oC).

Ultimate analysis

Menganalisa akhiran dari komponen limbah padat : merupakan

penentuan dari berapa persentasi C (Carbon), H (Hydrogen), O (Oxygen), N

(Nitrogen), S (sulfur) dan abu.

Energy content

Kandungan energi dari komponen limbah padat: ditentukan dengan 1)

menggunakan skala penuh pemanasan sebagai calorimeter 2) menggunakan

Page 42: Laporan Limbat Kelompok 2

ledakan kalorin pada laboratorium 3) perhitungan jika komposisi elemen

diketahui.

C. Sifat Biologis

Komponen biologi dari MSW tidak termasuk plastik, karet dan potongan

kulit, sebagai komponen organik yang ada pada MSW dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

1) Unsur yang larut air : gula, kanji, asam amino dan jenis asam

organik.

2) Hemiselulosa : kondesnsasi hasil lima dan 6 gula karbon.

3) Selulosa : kondensasi hasi dari 6 glukosan gula karbon

4) Lemak, minyak dan lilin yang mengandung ester dari alkohol dan

rantai panjang asam lemak

5) Lginin merupakan material polimer

6) Lignoselulosa merupakan kombinasi dari lignin dan selulosa

7) Protein yang mana disusun dari rantai asam amino

Komponen limbah organik biodegradable: mengandung padatan volatile,

ditentukan dengan pembakaran 5500C, digunakan sebagai pengkuran biodegradablitas dari

bagian organik pada MSW. Menggunakan padatan volatil merupakan suatu kesalahan,

sebagai komponen beberapa organik dari MSW yang mana mudah sekali menguat tetapi

rendah untuk terdegradasi.

Penghasil bau : bau dapat berkembang ketika limbah disimpan ada waktu yang

sangat lama pada saat waktu pengumpulan, dalam tempat pemindahan maupun pada

landfill. Bau yang dikeluarkan adalah H2S yang diilustrasikan pada reaksi berikut:

Perkembangan lalat : lalat dapat berkembang setidaknya dua minggu setelah

mengeluarkan telur. Alur perkembangannnya hingga menjadi dewasa dapat dilihat sebagai

berikut :

o Menghasilkan telur : 8 – 12 jam

o Waktu pertama larva : 20 jam

o Waktu kedua larva : 24 jam

o Waktu ke tiga larva : 3 hari

o Waktu menjadi pupal : 4 – 5 hari

Page 43: Laporan Limbat Kelompok 2

Total = 9 – 11 hari

Hal yang harus dimerngerti pada saat terjadinya transpormasi yang

mungkin karena limbah dapat mempengaruhi langsung terhadap

pengembangan yang berintegrasi terhadap perencanaan menejemen limbah

padat.

Transformasi fisik: konsep utama pembentukan fisik terjadi ketika

dalam operasi sistem menejemen yang meliputi:

1) Pemisahan komponen digunakan untuk membentuk limbah yang

beragam kedalam jumlah yang sedikit.

2) Reduksi volume mekanik menggambarkan proses volume awal

ketika limbah direduksi, biasanya menggunakan tekanan atau gaya

3) Reduksi ukuran mekanik : transformasi proses digunakan untuk

mengurangi ukuran material limbah untuk memperoleh material seragam

dan dipertimbangkan pengurangan ukurannya

Transformasi kimia: mereduksi volume dan hasil konversi

yang menggunakan proses

1) Pembakaran didefinisikan sebagai reaksi kimia oksigen di dalam

material organik untuk menghasilkan senyawa oksidasi dengan

mengeluarkan emisi cahaya dan panas yang cepat.

2) Pirolisis: dikarenakan substansi organik dapat memisah dengan cara

mengkombinasikan reaksi kondensasi dalam oksigen bebas yang ada di

atmosfer menjadi gas, liquid dan padatan.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Macam, Jenis, dan

Besarnya Timbulan Sampah

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi macam, jenis dan besarnya

timbulan sampah :

1. Jenis bangunan yang ada

2. Tingkat aktivitas

3. Iklim

4. Musim

5. Letak Geografis

6. Letak Topografi

Page 44: Laporan Limbat Kelompok 2

7. Jumlah Penduduk

8. Periode sosial-ekonomi

9. Tingkat teknologi

Dengan mengetahui jenis dan macam besarnya timbulan sampah akan

memepermudah pengelolaannya, karena pengelolaan sampah di kota-kota besar

biasanya dilakukan secara komunal, sehingga dibutuhkan pengelolaan dengan

memanfaatkan teknologi yang ada dan teknologi tersebut dipermudah oleh

pengetahuan tentang jenis dan karakteristik timbulan sampah yang dihasilkan.

Manfaat Sampah

Sampah merupakan masalah yang paling sering ditemui terutama pada

daerah-daerah yang sedang berkembang dan di kota-kota besar, jika tidak

diperlakukan dengan  benar, sampah ini dapat menimbulkan masalah yang serius

bagi manusia, oleh karenanya sampah harus diperlakukan dengan benar dan

ditangani secara serius dengan memanfaatkan sisa-sisa dari kegiatan manusia

tersebut. Sebenarnya sampah yang dianggap tak berguna itu memiliki manfaat yang

cukup besar untuk manusia. Berikut beberapa manfaat sampah:

1. Sebagai pupuk organik untuk tanaman. Limbah dari sampah

organik dapat dijadikan sebagai pupuk penyubur tanaman dengan menyulap

sampah menjadi kompos. Kompos dapat memperbaiki struktur tanah, dengan

meningkatkan kandungan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan

tanah untuk mempertahankan kandungan air dalam tanah.

2. Sumber humus. Sampah orgnaik yang tenah membusuk seperti

dapat menjadi humus yang dibutuhkan untuk tanah untuk menjaga kesuburan

tanah. serta menjadi sumber makanan yang baik bagi tumbuh-tumbuhan,

meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, mencegah pengerukan tanah,

menaikkan aerasi tanah, menaikkan foto kimia dekomposisi pestisida atau

senyawa-senyawa organik racun.

3. Sampah dapat didaur ulang. Limbah sampah dari plastik dan kertas

dapat didaur ulang menjadi berbagai barang yang bermanfaat seperti menjadi

produk furnitur yang cantik. atau didaur ulang kembali menjadi bahan baku

pembuatan produk plastik atau kertas.

Page 45: Laporan Limbat Kelompok 2

4. Dijadikan bahan bakar alternatif. Pembusukan sampah dapat

menghasilkan gas yang bernama gas metana yang dapat digunakan sebagai

bahan bakar alternatif untuk kebutuhan rumah tangga atau industri kecil.

5. Menjadi sumber listrik. Secara tidak langsung sampah dapat

dijadikan sumber listrik alternatif dengan cara merubah sampah agar

menghasilkan gas metana, dimana gas ini dapat dijadikan bahan bakar untuk

menjalankan pembangkit listrik.

Permasalahan Sampah

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah meningkatkan taraf kehidupan

penduduknya. Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan

pertumbuhan kegiatan produksi dan konsumsi. Pertumbuhan ini juga membawa

pada penggunaan sumber semula jadi yang lebih besar dan pengeksploitasian

lingkungan untuk keperluan industri, bisnis dan aktivitas sosial. Di bandar-bandar

negara dunia ketiga, pengurusan sampah sering mengalami masalah. Pembuangan

sampah yang tidak diurus dengan baik, akan mengakibatkan masalah besar. Karena

penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan

mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran air tanah.

Demikian juga pembakaran sampah akan mengakibatkan pencemaran udara,

pembuangan sampah ke sungai akan mengakibatkan pencemaran air, tersumbatnya

saluran air dan banjir (Sicular 1989). Selain itu, Eksploitasi lingkungan adalah

menjadi isu yang berkaitan dengan pengurusan terutama sekitar kota. Masalah

sampah sudah saatnya dilihat dari konteks nasional. Kesukaran untuk mencari

lokasi landfill sampah, perhatian terhadap lingkungan, dan kesehatan telah menjadi

isu utama pengurusan negara dan sudah saatnya dilakukan pengurangan jumlah

sampah, air sisa, serta peningkatan kegiatan dalam menangani sampah.

Paradigma Penanganan Sampah

Penumpukkan sampah di TPA adalah akibat hampir semua pemerintah daerah

di Indonesia masih menganut paradigma lama penanganan sampah kota, yang

menitikberatkan hanya pada pengangkutan dan pembuangan akhir. TPA dengan

system lahan urug yang ramah lingkungan ternyata tidak ramah dalam aspek

pembiayaan, karena pembutuhkan biaya tinggi untuk investasi, konstruksi, operasi

dan pemeliharaan.

Page 46: Laporan Limbat Kelompok 2

Untuk mengatasi  permasalahan tersebut, sudah saatnya pemerintah daerah

mengubah pola pikir yang lebih bernuansa lingkungan. Konsep pengelolaan sampah

yang terpadu sudah saatnya diterapkan, yaitu dengan meminimisasi sampah serta

maksimasi daur ulang dan pengomposan disertai TPA yang ramah lingkungan.

Paradigma baru penanganan sampah lebih merupakan satu siklus yang sejalan

dengan konsep ekologi. Energi baru yang dihasilkan dari hasil penguraian sampah

maupun proses daur ulang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin.

Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu tersebut setidaknya mengkombinasikan

pendekatan pengurangan sumber sampah, daur ulang & guna ulang, pengkomposan,

insinerasi dan pembuangan akhir. Pengurangan sumber sampah untuk industri

berarti perlunya teknologi proses yang nirlimbah serta packing produk yang

ringkas/ minim serta ramah lingkungan. Sedangkan bagi rumah tangga berarti

menanamkan kebiasaan untuk tidak boros dalam penggunaan  barang-barang

keseharian. Untuk pendekatan daur ulang dan guna ulang diterapkan khususnya

pada sampah non organik seperti kertas, plastik, alumunium, gelas, logam dan lain-

lain. Sementara untuk sampah organik diolah, salah satunya dengan pengkomposan.

5. Sistem Pengelolaan Limbah Padat

Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan , pengangkutan , pemrosesan , pendaur-

ulangan , atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu

pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola

untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan.

Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam.

Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat , cair , gas , atau radioaktif dengan

metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat. Metode pengelolaan

sampah berbeda beda tergantung banyak hal , diantaranya tipe zat sampah , tanah

yang digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area.

Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam

penggunaannya, antara negara-negara atau daerah. Beberapa yang paling umum,

banyak-konsep yang digunakan adalah:

Page 47: Laporan Limbat Kelompok 2

Hirarki Sampah - hirarki sampah merujuk kepada " 3 M "

mengurangi sampah, menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang

mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan dari

segi minimalisasi sampah. Hirarki sampah tetap menjadi dasar dari sebagian

besar strategi minimalisasi sampah. Tujuan hirarki ini adalah untuk mengambil

keuntungan maksimum dari produk-produk praktis dan untuk menghasilkan

limbah dalam jumlah minimum.

Perpanjangan tanggung jawab penghasil sampah / Extended

Producer Responsibility (EPR). (EPR) adalah suatu strategi yang dirancang

untuk mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produk-

produk mereka di seluruh siklus (termasuk akhir-of-pembuangan biaya hidup)

ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produser diperpanjang

dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh Lifecycle produk dan

kemasan yang diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan yang manufaktur,

impor dan / atau menjual produk diminta untuk bertanggung jawab atas produk

mereka berguna setelah kehidupan serta selama manufaktur.

Prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor membayar adalah

prinsip di mana pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan.

Sehubungan dengan pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada

penghasil sampah untuk membayar sesuai dari pembuang.

Page 48: Laporan Limbat Kelompok 2

Sistem pengelolaan Limbah Padat terdiri dari :

1) Aspek Teknik Operasional

Secara umum, pengelolaan limbah padat ditinjau dari aspek teknik

operasional di suatu tempat ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 5.3. Sistem Pengelolaan Sampah Secara Umum

Dari gambar di atas dapat diambil pengertian bahwa sistem pengelolaan

sampah dapat dilakukan dengan berbagai macam jalur, misalnya timbulan sampah

masuk ke pewadahan kemudian dibawa oleh kendaraan pengumpul langsung

dibuang ke tempat pembuangan akhir. Atau jalur lain, misalnya setelah melalui

bagian pegumpulan kemudian dibawa ke bagian pemilahan dan pengelolaan,

setelah itu dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Timbulan Limbah Padat

Metode yang digunakan untuk mengestimasi timbulan limbah padat :

a. Load count analysis, didasarkan atas jumlah kendaraan

pengangkutan yang masuk dilokasi Transfer Station atau Recycling Center atau

TPA, dilakukan untuk waktu tertentu(1 minggu, 2 minggu), perkiraan volume

per kendaraan, karakteristik limbah padat (jenisnya berat limbah padat)

b. Weight-volume analysis, menggunakan data berat dan volume

dengan mengukur langsung unit/kendaraan pengangkut satuannya berat,

volume, dan berat jenis.

c. Material-balance analysis, Detail keseimbangan material disetiap

sumber timbulan seperti dirumah tangga, kegiatan komersil atau industri.

Persiapan Material Mass Balance:

Page 49: Laporan Limbat Kelompok 2

- Gambar system boundary (batasan sistim) di unit/Kegiatan yang

akan dijadikan objek pengamatan.

- Identifikasi semua kegiatan yang terjadi didalam sistim dan

berdampak pada timbulan limbah padat.

- Identifikasi laju timbulan limbah padat dari setiap kegiatan.

- Hitung secara matematis besarnya limbah padat yang ditimbulkan,

dikumpulkan dan disimpan.

Faktor yang mempengaruhi laju timbulan limbah padat :

1. Kegiatan pengurangan limbah di sumber dan recycling

Mendesain, menghasilkan, dan mengemasi produk dengan

kandungan toxic minimum, volume material minimum, dan lama masa

penggunaannya (mengurangi kemasan yang tidak penting dan berlebihan)

Meningkatkan penggunaan produk dengan daya tahan yang lama

dan dapat diperbaharui

Pola belanja selektif

Penggunaan sedikit sumber

Meningkatkan pendaurulangan kandungan produk

Mengembangkan teknologi yang memproduksi sedikit limbah.

2. Peraturan dan tingkah laku masyarakat

Kesadaran masyarakat, baik dari segi kebiasaan dan pola hidup

masyarakat

Perlunya pendidikan yang berkelanjutan mengenai limbah padat

demi meningkatkan pengetahuan masyarakat

3. Faktor geografi dan fisik

Lokasi geografis

Musim/iklim

Penggunaan penggiling sampah dapur rumah dengan food

grinder berkontribusi menambah padatan tersuspensi sebesar 0,03 – 0,08

lb/capita dalam satu unit pada pengolahan air limbah. Rumah dengan satu unit

food waste grinder dapat meningkatkan 25 – 33% jumlah timbulan sampah

makanan.

Frekuensi pengumpulan

Page 50: Laporan Limbat Kelompok 2

Karakteristik area pelayanan ukuran tanah, kemiringan lahan, dan

frekuensi pemeliharaan

2. Pewadahan

Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum

dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Tujuan utama dari pewadahan adalah :

Untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga

mengganggu lingkungan dari kesehatan, kebersihan dan estetika

Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak

membahayakan petugas pengumpulan sampah, baik petugas kota maupun dari

lingkungan setempat.

Dalam operasi pengumpulan sampah, masalah pewadahan memegang

peranan yang amat penting. Oleh sebab itu tempat sampah adalah menjadi

tanggung jawab individu yang menghasilkan sampah (sumber sampah), sehingga

tiap sumber sampah seyogyanya mempunyai wadah/tempat sampah sendiri.

Tempat penyimpanan sampah pada sumber diperlukan untuk menampung

sampah yang dihasilkannya agar tidak tercecer atau berserakan. Volumenya

tergantung kepada jumlah sampah perhari yang dihasilkan oleh tiap sumber

sampah dan frekuensi serta pola pengumpulan yang dilakukan.

Untuk sampah komunal perlu diketahui/diperkirakan juga jumlah sumber

sampah yang akan memanfaatkan wadah komunal secara bersama serta jumlah

hari kerja instansi pengelola kebersihan perminggunya. Bila hari kerja 6 (enam)

hari dalam seminggu, kapasita penampungan komunal tersebut harus mampu

menampung sampah yang dihasilkan pada hari minggu. Perhitungan

kapasitasnya adalah jumlah sampah perminggu (7 hari) dibagi 6 (jumlah hari

kerja perminggu).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan jenis wadah limbah

padat di sumber :

a. Pengaruh wadah terhadap komponen limbah padat

- Dekomposisi secara biologis akibat pertumbuhan bakteri dan

fungi dari sisa makanan dan bahan organik lain. Jika periode waktu limbah

diperpanjang, akan timbul bau dan lain-lain.

Page 51: Laporan Limbat Kelompok 2

- Absorpsi fluida limbah padat mengandung moisture content. Jika

limbah padat dikumpulkan dalam satu wadah, maka kandungan tersebut akan

bercampur satu sama lain. Derajat absorpsi bergantung pada lama waktu

limbah disimpan/diwadahi hingga dikumpulkan.

- Kontaminasi dari komponen limbah kontaminasi limbah dapat

mengurangi nilai komponen masing-masing untuk didaur ulang.

b. Tipe dan kapasitas container yang digunakan bergantung pada

karakteristik dan tipe limbah padat yang dikumpulkan, jenis pengumpulan

yang digunakan, frekuensi pengumpulan, lahan yang tersedia untuk

penempatan container.

c. Lokasi container bergantung pada jenis pemukiman atau fasilitas

komersil dan industri, ketersediaan lahan, dan akses pelayanan pengumpulan.

Prinsip penempatan lokasi container adalah mudah diambil dan diawasi.

d. Kesehatan masyarakat dan estetika berhubungan dengan

kerumunan lalat di wilayah yang digunakan untuk pewadahan limbah padat

yang berpotensi membawa vektor penyakit, frekuensi pengumpulan, periode

pencucian wadah di area pewadahan, periode removal bahan biodegradable

( < 8 hari), dan produksi bau.

Cara-cara pewadahan sampah :

a. Cara Pewadahan Sampah Rumah Tangga

Sampah rumah tangga hendaknya dimasukkan kedalam tempat sampah

yang tertutup, apalagi untuk sampah dari sisa - sisa makanan karena akan

cepat membusuk yang dapat menimbulkan bau dan mengundang lalat serta

menjadi media perkembangan.

1) Tempat sampah pada pola pengumpulan individual

Pewadahan pada pola pengumpulan individual (langsung / tidak

langsung), kapasitas wadah minimal dapat menampung sampah untuk 3 hari

(+ 40 - 60 liter), hal ini berkaitan dengan waktu pembusukan dan

perkembangan lalat, masih cukup ringan untuk diangkat oleh orang dewasa

sendirian (dirumah atau petugas kebersihan) serta efisiensi pengumputan

(pengumpulan dilakukan 2-3 hari sekali secara reguler). Bila tempat sampah

menggunakan kantong plastik bekas, ukuran dapat bervariasi, kecuali dibuat

Page 52: Laporan Limbat Kelompok 2

standar. Pada pemakaian bak sampah permanen dari pasangan bata atau

lainnya (tidak dilanjutkan), sampah diharuskan dimasukkan dalam kantong

plastik sehingga memudahkan sarta mempercepat proses pengumpulan.

2) Tempat sampah pada pola pengumpulan komunal

Kapasitas disesuaikan dengan kemudahan untuk membawa sampah

tersebut (oleh penghasil sampah) ke tempat penampungan komunal (container

besar, bak sampah, TPS). Kapasitas tersebut untuk menampung sampah

maksimun 3 hari (cukup berat untuk membawanya sampai ke penampungan

komunal yang jaraknya kira-kira 50 - 100 m dari rumah).

b. Cara Pewadahan Sampah Non Rumah Tangga

Prinsip kesehatan tetap dipertahankan (tertutup dll), sedangkan

kapasitasnya tergantung aktifitas sumber sampah serta jenis / komposisi

sampahnya. Perkantoran misalnya , sampah umumnya didominasi oleh kertas

yang tidak mudah membusuk dan tidak berbau busuk. Kapasitas

penyimpangan sampah dari perkantoran dapat diperhitungkan untuk

menampung sampah sampai 1 minggu. Untuk jumiah sampahnya besar,

pemakaian bin atau container besar dapat dipertimbangkan dan harus

memperhatikan peralatan pengumpulan yang digunakan. Bila jumlah

sampahnya dapat mencapai 6- 10 m3 perhari atau setelah 1 minggu,

pemakaian container dari Arm roll truck dianjurkan. Sampah dari pasar setiap

harinya berjumlah besar dan cepat membusuk, oleh karena itu pemakaian

tempat sampah komunal dari container arm roll dianjurkan, sedangkan masing

- masing toko atau kios dapat menggunakan kantong plastik, bin plastik atau

keranjang dengan kapasitas 50-120 liter tergantung jumlah sampah yang

diproduksi setiap harinya.

c. Cara Pewadahan Sampah Bagi Pejalan Kaki

Disepanjang daerah pertokoan atau taman dan tempat - tempat umum

dapat dilakukan dengan menempatkan bin-bin sampah plastik. Sampah dari

pejalan kaki ini umumnya terdiri dari pembungkus makanan atau lainnya

yang tidak cepat membusuk. Kapasitas tempat sampah ini berkisar 50 - 120

liter.

3. Pengumpulan

Page 53: Laporan Limbat Kelompok 2

Pada sistem ini penggunaan jenis atau cara pengumpulan bergantung

dari daerah pelayanan, tingkat sosial-ekonomi masyarakat, sarana dan

prasarana yang dilayani. Secara umum sistem ini digambarkan sebagai berikut

:

Gambar 5.4. Sistem Pengumpulan Sampah Secara Umum

Dari gambar di atas tersebut, bila dilihat berbagai jalur pegumpulan

yaitu :

1) Pengumpulan individual tidak langsung, maksudnya adalah

kendaraan pengumpul (gerobak) mengambil timbulan sampah langsung

dari pengguna jasa, misalnya : rumah tangga. Kemudian diangkut ke

transfer depo (stasiun pemindahan) lalu dibawa oleh kendaraan pengangkut

(truk) untuk dibuang ke TPA. Biasanya pengumpulan ini digunakan

apabila kendaraan pengangkut tidak dapat mengambil secara langsung ke

pengguna jasa

Gambar 5.5. Pengumpulan Individual Tidak Langsung

Page 54: Laporan Limbat Kelompok 2

2) Pengumpulan individual langsung, maksudnya adalah

kendaraan pengangkut (truk) langsung mengambil timbulan sampah dari

pengguna jasa untuk kemudian dibuang ke TPA

Gambar 5.6. Pengumpulan Individual Langsung

3) Pengumpulan komunal langsung, maksudnya pengguna jasa

mengumpulkan sampah secara komunal pada wadah komunal untuk

diangkut oleh kendaraan pengangkut langsung dibuang ke TPA

Gambar 5.7. Pengumpulan Komunal Langsung

4) Pengumpulan komunal tidak langsung, maksudnya adalah

pengguna jasa mengumpulkan sampah secara komunal untuk dibawa oleh

kendaraan pengumpul, kemudian dibawa ke transfer depo, lalu diangkut

oleh kendaraan pengangkut untuk dibuang ke TPA. Sama seperti no 1

dimana kendaraan pengangkut tidak dapat mengambil secara langsung.

Gambar 5.8. Pengumpulan Komunal Tidak Langsung

Sistem Pengumpulan dengan Menggunakan Container

Container adalah wadah yang dipakai sebagai tempat timbulan sampah,

dimana penggunannya bisa dilakukan secara indivudual atau secara bersama-

sama (komunal). Container ada dua jenis yaitu yang dapat dengan mudah

dipindahkan karena menggunakan roda (hauled) dan yang sifatnya tetap

(station).

1. Hauled Container System yaitu sistem pengumpulan dengan

menggunakan container yang dapat dipindahkan (movable). Pada sistem ini

terlihat bahwa terdapat alur dimana container yang sudah penuh digerakkan

ke arah transfer depo untuk dilakukan pemindahan sampah, ketika kosong

Page 55: Laporan Limbat Kelompok 2

container dipindahkan kembali ke tempat semula. Sistem ini dibagi menjadi

2 tipe :

a.Conventional Mode. Kelemahan sistem ini adalah dari segi waktu

tidak efisien karena hanya menggunakan satu cintainer, sehingga kemudian

sistem ini dikembangkan menjadi Exchange Container Mode

b. Exchange Container Mode. Pada sistem ini mempunyai

kelebihan dibanding sistem konvensional, dimana efektivitas waktu untuk

pemindahan sampah ke transfer depo dapat ditingkatkan, akan tetapi dari

segi biaya relatif lebih mahal karena membutuhkan lebih dari satu

container.

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pengumpulan

satu trip

T hcs=(Phcs+s+h )Dimana:

Phcs = peak time per trip (jam/trip)

s = at site time per trip, waktu tinggal di lokasi (transfer

station, MRF) menunggu limbah padat diturunkan dari container

atau kendaraan pengumpul (jam/trip)

h = haul time per trip (jam/trip)

Haul time waktu yang diperlukan untuk mengangkut

container menuju lokasi (transfer station, MRF) dihitung setelah

container naik ke kendaran pengangkut dan kemudian diteruskan

membawa container kosong ke tempat pengumpulan selanjutnya.

Bergantung pada jarak dan kecepatan.

h=a+bx

Dimana:

a = konstanta haul time (jam/trip)

b = konstanta haul time (jam/mi)

x = jarak rata-rata round-trip haul (mi/trip)

Pick up time per trip waktu yang dibutuhkan untuk

mengambil dan menurunkan container dalam 1 trip kegiatan

pengumpulan.

Page 56: Laporan Limbat Kelompok 2

Phcs=pc+uc+dbc

Dimana:

pc = waktu yang dibutuhkan untuk pick up loaded container

(jam/trip)

uc = waktu yang dibutuhkan untuk unload empty container

(jam/trip)

dbc = waktu yang dibutuhkan untuk mengemudi antara

lokasi pengumpulan (jam/trip)

Jumlah trip pengumpulan per hari

Nd=[H⋅(1−W )−(t1+t2) ]

T hcs

atau Nd=V d

c⋅f

Dimana:

H = panjang hari kerja (jam/hari)

W = faktor off-route

t1 = waktu dari stasion ke container pertama yang dilayani

(jam)

t2 = waktu dari container terakhir yang dilayani ke stasion

(jam)

Vd = volume rata-rata limbah padat dikumpulkan per

hari (l3/hari)

c = volume kendaraan pengumpul rata-rata (l3/hari)

f = weighted average container utilization factor

2. Stationary Container System yaitu sistem pengumpulan

dengan menggunakan container yang tidak dapat dipindahkan, sehingga

sampah yang ada “dijemput” oleh kendaraan pengangkut.

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan

pengumpulan satu trip

T hcs=(Phcs+s+h )Dimana:

Phcs = peak time per trip (jam/trip)

Page 57: Laporan Limbat Kelompok 2

S = at site time per trip, waktu tinggal di lokasi (transfer

station, MRF) menunggu limbah padat diturunkan dari container

atau kendaraan pengumpul (jam/trip)

h = haul time per trip (jam/trip).

Haul time

h=a+bx

Dimana:

a = konstanta haul time (jam/trip)

b = konstanta haul time (jam/mi)

x = jarak rata-rata round-trip haul (mi/trip)

Pick up time per trip waktu yang dibutuhkan untuk

mengambil dan menurunkan container dalam 1 trip kegiatan

pengumpulan.

Phcs=C t (uc )+(n p−1 )⋅dbc

Dimana:

Ct = jumlah container yang dikosongkan per trip

(container/trip)

uc = waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menurunkan

stasionary container (jam/container)

np = jumlah container yang diambil per titik

pengumpulan per trip (titik/trip)

dbc = waktu rata-rata yang dibutuhkan dari satu titik

pengumpulan ke titik pengumpulan lainnya (jam/trip)

Jumlah container yang dikosongkan per trip

C t=V⋅rc⋅f

Dimana:

V = volume kendaraan pengumpul (l3/hari)

r = rasio pemadatan

c = volume container (l3/container)

f = weighted average container utilization factor

Jumlah trip pengumpulan per hari

Page 58: Laporan Limbat Kelompok 2

Nd=V d

V⋅f

Dimana:

Vd = volume rata-rata limbah padat dikumpulkan per

hari (l3/hari)

V = volume kendaraan pengumpul (l3/hari)

f = weighted average container utilization factor

Waktu pengumpulan per hari

H=[ ( t1+ t2 )+Nd (T SCS ) ]

(1=W )

Dimana:

W = faktor off-route

t1 = waktu dari stasiun penyimpan kendaraan ke lokasi

pengosongan container pertama pada rute pertama (jam)

t2 = waktu dari container terakhir pada rute terakhir ke stasiun

penyimpanan kendaraan (jam)

4. Pemilihan dan Pengolahan

1) Pemilahan

Pada bagian ini akan dibicarakan secara ringkas masalah pemilahan

dan pengolahan sampah yang merupakan bagian yang cukup penting dari

sistem secara keseluruhan. Akan tetapi bagian ini pada umumnya

membutuhkan teknologi tinggi yang belum terdapat di negara-negara

berkembang. Di Indonesia khususnya dan di negara-negara berkembang

yang paling sering dilakukan pada bagian pemilahan adalah dengan

menggunakan tenaga manusia (pemulung), berhubung murahnya tenaga

kerja. Sebaliknya negara-negara maju karena mahalnya upah tenaga kerja

maka pada bagian pemilahan pada umumnya sudah menggunakan teknologi

canggih. Pemilahan dilakukan untuk menggolongkan jenis-jenis sampah

sesuai dengan karakteristiknya, sehingga ketika masuk pada pengolahan

mempermudah prosesnya.

2) Pengolahan

Pada bagian pengolahan istilah yang paling dikenal adalah recycling,

reuse dan recovery. Yang dimaksud dengan recycling adalah suatu proses

Page 59: Laporan Limbat Kelompok 2

pengolahan yang dilakukan dengan merubah bentuk material sampah secara

fisis dengan memproses kembali menjadi barang-barang yang berguna atau

bermanfaat, misalnya mengubah sampah plastik menjadi kursi, ember, dll.

Yang dimaksud dengan reuse adalah mengembalikan barang yang sudah

menjadi sampah menjadi barang berguna yang mempunyai manfaat yang

sama seperti aslinya tanpa merubah identitasnya. Contohnya mengubah

mobil rongsokan menjadi mobil baru. Yang dimaksud dengan recovery

adalah penggunaan sampah sebagai bahan bakar atau memanfaatkan energi

yang tersimpan dalam sampah misalnya untuk tenaga listrik. Contohnya

mengubah sampah kotoran hewan menjadi biogas.

5. Pemindahan dan Pengangkutan

Sistem ini tentang stasiun pemindahan (transfer depo atau transfer

station), dimana fungsinya secara umum adalah sebagai tempat

penampungan sementara (TPS) dan tempat bertemunya kendaraan

pengumpul dengan kendaraan pengangkut. Adapun jenis transfer depo atau

transfer station ditinjau dari cara pemutarannya adalah :

1) Direct Discharge adalah transfer depo yang berfungsi

sebagai tempat pertemuan kendaraan pengumpul yang sudah terisi penuh

dengan sampah dengan kendaraan pengangkut untuk dibuang ke TPA. Jenis

ini ada tiga tipe sesuai dengan luasnya yaitu tipe besar, menengah dan kecil.

Kelebihan dari transfer depo seperti ini adalah biaya yang diperlukan relatif

murah karena dapat dibuat diluar ruangan tanpa menggunakan konstribusi

khusus, dan sistem ini digunakan untuk jenis sampah yang mudah

membusuk karena dapat langsung dibuang ke TPA, akan tetapi secara

estetika dan kesehatan kurang baik karena tempat tidak terjaga atau tertutup.

Karena hal tersebut maka sistem ini cocok di Indonesia.

2) Indirect Discharge adalah transfer depo yang berfungsi

sebagai tempat pertemuan kendaraan pengumpul yang sudah terisi penuh

sampah dengan kendaraan pengangkut, dimana sampah dari kendaraan

pengumpul dikumpulkan dalam suatu ruangan tertentu untuk kemudian

dengan menggunakan Crane sampah dipindahkan ke kendaraan

pengangkut.

Page 60: Laporan Limbat Kelompok 2

Gambar 5.9. Contoh Indirect Discharge

Keuntungan dari sistem ini adalah sampah yang sudah terkumpul

dapat diadakan pemilihan menurut jenisnya, sehingga dapat dengan tepat

ditentukan cara pengelolaannya dan secara estetika baik karena tumpukan

sampah tertutup di suatu ruangan. Akan tetapi cara ini cukup mahal,

sehingga transfer station jenis ini banyak digunakan di negara maju.

3) Combine Direct Discharge and Indirect Discharge

merupakan kombinasi antara Direct Discharge dan Indirect Discharge.

Pada sistem ini sampah dibedakan anatar yang harus langsung dibuang

dengan yang tidak. Sistem ini banyak digunakan di negara-negara maju.

Jenis transfer station berdasarkan kapasitasnya (jumlah material yang

ditransfer dan diangkut) :

Small : kapasitasnya < 100 ton/hari

Medium : kapasitasnya antara 100 – 500 ton/hari

Large : kapasitasnya > 500 ton/hari

Jenis alat angkutan yang digunakan dalam pengangkutan limbah

padat, diantaranya :

1) Motor vehicle transport

-Kendaraan pengangkut ini paling banyak digunakan

-Jenis kendaraan pengangkut ini terdiri dari trailers, semitrailers, dan

compactors

Page 61: Laporan Limbat Kelompok 2

-Untuk limbah yang belum dipadatkan, kendaraan pengangkut yang

banyak digunakan adalah trailer dengan atap terbuka (open-top trailers)

-Konstruksi trailer ini adalah monoque construction yang

memungkinkan pengangkutan sampah dengan volume lebih besar dan

drop-bottom trailer yang bagian tengahnya lebih rendah untuk

meningkatkan kapasitas tanpa menambah panjang trailer

-Metode pengosongan yang dapat digunakan, yaitu:

a. self-emptiying kendaraan pengangkut memiliki

mekanisme pengosongan sendiri dengan menggunakan hydraulic

dump bed, powered internal diaphragms, moving floor, dan

hydraulically operated tipping ramps

b. aid of auxiliary equipment

-Terdapat trailer dengan alat pemadat sampah di dalamnya yang

berfungsi ganda

-Stationary compactor dengan internal diaphragm merupakan salah

satu alat pemadat yang banyak digunakan, yang berguna untuk

memadatkan sampah di dalam trailer saat tekanan pada saat diaphragm

mencapai nilai tertentu, kemudian diaphragm masuk lebih dalam ke trailer

sehingga memungkinkan lebih banyak limbah yang dapat dipadatkan.

2) Railroad transport

- Kereta yang digunakan dibuat untuk dapat menggangkut 50 railcars yang

membawa 100 “piggy backed” kontainer.

3) Water transport

- Perahu, kapal tongkang (scow), dan perahu khusus lainnya pada masa lalu

banyak digunakan untuk menggangkut sampah yang area pembuangannya berada

di tepi pantai dan laut.

- Selain melalui laut, banyak juga digunakan jalur pengangkutan melalui

sungai, contohnya di Inggris.

- Kelemahan sistem ini adalah tidak dapat digunakan saat laut pasang.

4) Pneumatic, hydraulic, and other systems of transport

- Peralatan pengangkutan low-pressure air dan vacuum digunakan

untuk mengangkut sampah.

Page 62: Laporan Limbat Kelompok 2

- Aplikasi sistem ini banyak digunakan pada apartemen tingkat tinggi

dan kawasan komersial.

- Sistem pneumatic salah satunya digunakan pada Walt Disney World.

- Dari segi desain dan operasionalnya, sistem peneumatic lebih rumit

dibandingkan dengan sistem hydraulic.

- Sistem hydraulic banyak digunakan untuk sampah sisa makanan.

6. TPA

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang sering digunakan adalah:

1) Open Dumping, adalah TPA dimana sampah yang dibuang

diletakkan begitu saja di atas tanah kosong, atau sebelum digunakan tanah

tersebut dibuat lubang dengan menggunakan traktor. Cara ini tidak

dianjurkan untuk digunakan karena sampah yang dibuang dibiarkan terbuka

sehingga dapat menjadi sarang binatang-binatang tertentu yang dapat

membawa penyakit selain itu secara estetika kurang baik karena

menimbulkan pemandangan yang buruk dan bau yang busuk.

2) Control Land Fill, adalah TPA dimana sampah yang dibuang

diletakkan di atas lubang yang dibuat dengan traktor, kemudian apabila

lubang tersebut sudah penuh baru ditutup dengan lapisan tanah setebal

kurang lebih 20 cm.

3) Sanitary Land Fill, adalah TPA dimana sampah yang

dibuang diletakkan di atas lubang yang dibuat dengan traktor, kemudian

sampah yang ada ditutup oleh lapisan tanah yang penutupnya dilakukan

setiap hari sehingga terbentuk sel-sel dalamnya. Cara ini adalah cara yang

terbaik dibanding dengan dua cara sebelumnya.

Gambar 5.10. Sanitary Land Fill

Page 63: Laporan Limbat Kelompok 2

Bagian-bagian dari landfill, antara lain :

1) Cell untuk menggambarkan volume material yang

ditempatkan di landfill selama satu masa operasi.

2) Daily cover bahan yang diterapkan dipermukaan landfill

pada satu periode/hari operasi ( 6 –12 in).

3) Lift lapisan cell setelah ditutup daily cover.

4) Final Lift lift terakhir atau paling atas dari landfill.

5) Bench/terrace perlu dibuat bench/terrace untuk menjaga

kestabilan dari landfill, penempatan saluran drainasi permukaan, dan

penempatan pipa gas apabila ketinggian landfill (terdiri dari beberapa lift)

melebihi 50 –75 ft.

6) Final Cover layer lapisan yang diterapkan pada seluruh

permukaan landfill setelah operasi keseluruhan landfill selesai.

7) Leachate cairan yang meresap (perkolasi) melalui limbah

padat atau medium lain biasanya mengandung extracted, dissolved and

suspended material diantaranya mungkin berbahaya.

8) Landfill gas campuran dari gas yang dapat ditemukan

dalam landfill terdiri dari methane dan karbon dioksida, nitrogen, oksigen,

ammonia dan sedikit senyawa organik.

9) Landfill liner bahan yang dipakai untuk melapisi dasar

dan sisi tepi dari landfill.

10) Landfill control facilities termasuk liner, pengumpulan

leachate dan gas, daily dan final cover.

11) Environmental monitoring kegiatan yang berhubungan

dengan pengambilan sampel air dan udara yang digunakan untuk

memantau pergerakan leachate dan gas dalam landfill.

Faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi landfill :

Jarak angkut

Peraturan lokasi

Ketersediaan lahan

Akses ke lokasi

Kondisi tanah dan topografi

Kondisi iklim

Page 64: Laporan Limbat Kelompok 2

Hidrologi air permukaan

Kondisi geologi dan hidrogeologi

Kondisi lingkungan setempat

Potensi penggunaan lahan yang telah selesai dipakai.

Hal yang dipertimbangkan dalam perancangan awal landfill, yaitu :

1) Layout lahan landfill harus melingkupi akses jalan,

peralatan shelter, skala, ruang kerja, lokasi convenience transfer station,

lahan penyimpanan.pembuangan untuk limbah khusus, area yang digunakan

untuk pemrosesan limbah, definisi area landfill dan area stockpiling cover

material, fasilitas drainase, lokasi fasilitas manajemen gas landfill, lokasi

fasilitas pengolahan leachate, lokasi monitoring well, dan planting.

2) Jenis limbah yang ditangani

3) Kebutuhan alat transfer station bergantung pada

karakteristik fisik dan operasi landfill

4) Estimasi kapasitas landfill digunakan untuk mengestimasi

volume lahan, pengaruh pemadatan komponen limbah padat individual,

pengaruh daily cover, dan pengaruh dekomposisi limbah dan overburden

tinggi.

5) Evaluasi lahan dari segi geologi dan hidrogeologi

digunakan untuk menentukan arah pergerakan air tanah di bawah lahan,

menentukan apakah unconsolidated/bedrock aquifer sebanding dengan

hydraulic connection di lahan landfill yang dituju, dan menentukan jenis

sistem linear yang dibutuhkan.

6) Pemilihan fasilitas pengontrolan leachate meliputi linear

landfill dan sistem pengumpulan leachate serta fasilitas pengolahan

leachate.

7) Pemilihan fasilitas pengontrolan gas landfill

8) Layout fasilitas surface drainage

9) Pertimbangan desain aesthetic untuk mengurangi

pengaruh operasi landfilling di dekat permukiman. Hal yang dapat

dilakukan adalah screening of landfilling area, pengontrolan burung,

pengontrolan blowing material dan dust, dan pengontrolan pes dan vektor.

Page 65: Laporan Limbat Kelompok 2

10) Fasilitas pemantauan digunakan untuk gas dan cairan

dalam vadose zone, kualitas air tanah di hulu dan hilir lahan landfill,

kualitas udara di sekitar landfill dan dari banyak proses.

11) Penentuan peralatan yang dibutuhkan jenis, ukuran, dan

jumlah peralatan yang dibutuhkan bergantung pada ukuran landfill dan

metode oparasi.

12) Pengembangan operation plan

Incinerator

Walaupun demikian pelik, tetapi memusnahkan sampah dengan

membakar menggunakan incinarator bukanlah solusi yang tepat, bahkan

sangat membahayakan kelangsungan kehidupan. Banyak permasalahan

yang ditimbulkan oleh incinerasi sampah dibandingkan manfaat yang

dihasilkannya. Memang secara kasat mata volume reduksi yang

dihasilkannya sangat menjanjikan, dari segunung sampah padat dapat

menjadi hanya beberapa karung abu. Tetapi ada hal yang tidak kasat mata

dan dapat dibuktikan secara kimiawi dihasilkan pada proses pembakaran

sampah. Banyak senyawaan kimia sangat beracun terbentuk pada proses

pembakaran sampah yang tidak terkontrol, apalagi jika sampah yang

dibakar adalah sampah yang heterogen, belum lagi ditinjau dari segi

ekonomi dan dampak sosialnya.

Pencemaran Dioksin dan Furan

Hasil emisi yang paling berbahaya pada pembakaran sampah

heterogen ialah terbentuknya senyawa dioksin dan furan. Dioksin dan furan

adalah sekelompok bahan kimia yang tidak berwarna dan tidak berbau.

Dalam molekulnya mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen dan klor.

Dioksin terdiri dari 75 senyawaan kimia yang dibedakan oleh posisi dan

jumlah atom klornya, sedangkan furan terdiri dari 135 senyawaan. Dioksin

dilingkungan dapat bertahan dengan waktu paro (waktu yang diperlukan

sehingga jumlahnya tinggal setengahnya) sekitar tiga tahun, tetapi akibat

yang telah ditunjukkannya karena masuknya dioksin dalam rantai makanan

sangat mengerikan. Pengaruh dioksin pada manusia telah banyak menjadi

perbincangan dalam dua dekade terakhir, bukan karena kesabilan dari

Page 66: Laporan Limbat Kelompok 2

dioksin tetapi disebabkan karena dioxin itu adalah suatu racun yang sangat

kuat. Dioksin saat ini dipercaya sebagai senyawa yang paling beracun yang

pernah ditemukan manusia, karena dapat menyebabkan kerusakan organ

secara luas misalnya, gangguan fungsi hati, jantung, paru, ginjal serta

mengganggu fungsi metabolisme dan menyebabkan kerusakan pada sistem

kekebalan tubuh. Pada percobaan terhadap binatang di laboratorium, dioksin

menunjukkan carcinogenic (penyebab cancer ), teratogenic (penyebab

kelahiran cacat) dan mutagenic (penyebab kerusakan genetic). Dari seluruh

golongan senyawa dioksin yang paling beracun ialah senyawa 2,3,7,8-Tetra-

Chloro-Dibenzo-para-Dioxin atau disingkat 2,3,7,8-TCDD yang menurut

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mempunyai nilai tingkat bahaya racun

(TEF/Toxic Equivalency Factors) adalah 1 (satu) dan ini merupakan nilai

yang paling tinggi dibandingkan dengan Strychnine (racun tikus) hanya

1/2000 dan Sianida (banyak digunakan untuk meracuni ikan) yang hanya

1/150.000. Dioksin saat ini dipercaya sebagai senyawa yang paling beracun

yang pernah ditemukan manusia, karena dapat menyebabkan kerusakan

organ secara luas misalnya, gangguan fungsi hati, jantung, paru, ginjal serta

mengganggu fungsi metabolisme dan menyebabkan kerusakan pada sistem

kekebalan tubuh. Pada percobaan terhadap binatang di laboratorium, dioksin

menunjukkan carcinogenic (penyebab cancer ), teratogenic (penyebab

kelahiran cacat) dan mutagenic (penyebab kerusakan genetic). Pembakaran

yang tidak sempurna (400-600o celcius) yang menyebabkan terbentuknya

senyawa dioksin. Senyawa ini dapat terbentuk pada pembakaran dengan

temperature yang rendah.

Banyak kaum industriawan pembuat incinerator yang membodohi

kita, dikatakan incinerator buatannya sanggup membakar sampah pada suhu

diatas 800 oC. Tetapi kalau kita amati dengan seksama, ternyata termometer

pengukur suhu di tempatkan sedemikian rupa sehingga yang terukur adalah

titik api pembakarnya dan bukan suhu gas buang hasil pembakarannya.

Tentunya ini sangat ironis, karena pembentukan dioksin ada didalam gas

buang hasil pembakarannya terutama di dalam fly-ash (abu terbang),

sehingga persyaratan suhu tinggi diatas 800o C adalah suhu bagi gas

buangnya, bukan hanya suhu proses pembakarannya. Suhu tinggi ini harus

Page 67: Laporan Limbat Kelompok 2

tetap dapat dipertahankan ketika material baru sampah padat dimasukkan ke

dalam incinerator. Biasanya ketika diberikan input baru sampah padat, maka

suhu incinerator akan turun drastis, jika terjadi fluktuasi suhu maka

incinerator tersebut merupakan penghasil dioksin.

Ada pakar incinerator lain mengatakan, untuk mengurangi

pencemaran dioksin pada emisi gas buang dari incenarator ialah dengan

menambahkan filter yang modern. Perlu kita ingat bahwa filter khusus

untuk dioksin harganya sangat mahal, dan secara berkala harus diganti

karena cepat mampat dan jenuh, tentunya hal ini akan menambah biaya

operasional incinerator. Tetapi yang menjadi permasalahan pokok adalah,

setelah dioksin terkumpul di dalam filter mau dikemanakan ? mengingat

dioksin adalah zat no 1 paling beracun di dunia.

Penggunaan incinerator adalah pemborosan, biaya untuk membeli

sebuah incinarator berkisar dari beberapa ratus juta hingga beberapa milyar

rupiah. Untuk mengoperasikannya jelas diperlukan bahan bakar yang cukup

besar, belum lagi biaya perawatan yang luar biasa besarnya karena

beroperasi pada suhu tinggi sehingga komponennya cepat rusak dan karatan.

(Ingat kasus incinerator sampah di Kodya Surabaya yang hanya berumur

beberapa bulan, padahal incineratornya buatan luar negeri yang dibeli

dengan harga beberapa milyar dengan uang rakyat). Incenerator yang telah

terlanjur beroperasi harus diawasi secara ketat dan diwajibkan

menggunakan sistem pengolah emisi, baik gas buang maupun limbah

cairnya, sehingga pencemaran lingkungan dapat ditekan seminimal

mungkin.

Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS)

Lindi (Leachate) adalah cairan yang merembes melalui tumpukan

sampah dengan membawa materi terlarut atau tersuspensi terutama hasil

proses dekomposisi materi sampah atau dapat pula didefinisikan sebagai

limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan

sampah, melarutkan dan membilas materi terlarut, termasuk juga materi

organik hasil proses dekomposisi biologis.(Enri Damanhuri, 2010).

Page 68: Laporan Limbat Kelompok 2

Air hasil dari ekstraksi sampah kandungannya sangat berbahaya, maka

dari itu perlu dilakukan pengolahan airnya agar aman dibuang ke badan air.

Bagian-bagian dari IPAS :

Kolam Equalisasi

Kolam Fakultatif

RBD ( Rotating Biological Denitrification)

Kolam Aerob

Ruang Proses Kimia

Bak Pengandap

Polishing Pond

Kolam Lumpur

Unit Composting

Sampah disortir secara manual dilihat dari ukuran sampah. Kemudian

dimasukan ke conveyor pemilah. Lalu dihancurkan di penghancur.

Kemudian di conveyor feeder terpisahkan sampah yang bisa menjadi

kompos dan tidak. Sampah yang tidak bisa masuk dalam proses composting

di press untuk dijadikan briket.

Kompos yang dihasilkan berbentuk bubuk. Tetapi dilakukan proses

lagi agar dijadikan bentuk butiran. Para petani masih belum percaya dengan

pupuk berbentuk serbuk. Alasannya karena menempel di daun, mudah

terbang, dan terapung di air. Proses pembuatan pupuk butiran (granule)

adalah dengan penambahan 15-20% percikan air, kemudian setelah panas

mencapai 65 derajat diberikan mikroba lagi (karena pada suhu ini beberapa

mikroba mati). Total lama proses awal hingga akhir adalah 1,5 bulan hingga

kompos siap jual.

2) Aspek Organisasi

Dalam suatu sistem pengelolaan sampah, aspek organisasi sangat

penting agar sistem bisa berjalan dengan baik. Unsur organisasi yang

diperlukan dalam pengelolaan sampah menyangkut :

1. Tenaga kerja, yaitu anggota masyarakat yang bertugas

membuat, mengelola, dan memelihara sistem tersebut baik dengan tujuan

mendapatkan upah atau secara suka rela.

Page 69: Laporan Limbat Kelompok 2

2. Struktur organisasi, yaitu perangkat organisasi yang

diperlukan untuk sistem pengelolaan sampah, dimana semakin luas dan

kompleksnya sistem maka semakin membutukan perangkat tersebut.

Apabila sistem masih berwujud sederhana, maka struktur organisasi

terkadang tidak diperlukan.

3) Aspek Pembiayaan

Merupakan aspek yang tidak dapat diabaikan terutama untuk suatu

sistem yang luas dan kompleks. Apabila sistem pengelolaan sampah sudah

demikian meluas dan kompleks maka setiap anggota masyarakat harus turut

serta dalam aspek ini misalnya dalam retribusi. Retribusi dapat dilakukan

dengan menggunakan subsidi silang untuk membantu golongan masyarakat

yang tidak mampu.

4) Aspek Pengaturan

Aspek pengaturan senantiasa diperlukan untuk menjamin suatu sistem

dapat berjalan dengan baik dan lancar. Pada umumnya aspek ini diwujudkan

dalam bentuk peraturan pemerintah pusat maupun daerah, peraturan

masyarakat dimana sistem tersebut digunakan baik yang tertulis maupun

yang tidak, dan dalam bentuk peraturan (hukum) adat.

5) Aspek Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah keterlibatan

masyarakat dalam arti ikut serta bertanggung jawab pasif maupun aktif,

secara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk mewujudkan

kebersihan bagi diri sendiri dan lingkungan.

Baik di kota maupun di desa pada umumnya sampah kurang

diperhatikan oleh masyarakat, hal ini disebabkan oleh :

- Kurangnya pengertian bahwa sampah yang tidak dikelola dengan

baik akan mempunyai dampak negatif pada lingkungan maupun kesehatan

masyarakat

- Kurang menyadari arti kebersihan dan keindahan

- Kekurangpahaman teknologi maupun pengorganisasian pengelolaan

sampah

Page 70: Laporan Limbat Kelompok 2

- Adanya anggapan terutama di kota bahwa pengelolaan sampah

adalah tanggung jawab Pemda.

Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk menumbuhkan peran serta

masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan membentuk program yang

dilaksanakan secara terarah, intensif dan berorientasi kepada

penyebarluasan pengetahuan, penanaman kesadaran, peneguhan sikap dan

pembentukan perilaku, sehingga :

- Masyarakat mengerti dan memahami masalah kebersihan

lingkungan

- Masyarakat turut aktif dalam mewujudkan kebersihan lingkungan,

menularkan kebiasaan hidup bersih pada anggota masyarakat lainnya dan

memberikan saran-saran yang membangun

- Masyarakat bisa mengikuti prosedur dan tata cara pemeliharaan

kebersihan secara baik

- Masyarakat bersedia membiayai pengelolaan sampah.

Page 71: Laporan Limbat Kelompok 2

6. BANK SAMPAH

Bank Sampah adalah salah satu alternatif mengajak warga peduli dengan

sampah, yang konsepnya mungkin dapat dikembangkan di daerah-daerah lainya,

Bank sampah merupakan sebuah sistem pengelolaan sampah berbasis rumah

tangga, dengan memberikan ganjaran yang berupa uang tunai atau kupon gratis

kepada mereka yang berhasil memilah dan menyetorkan sejumlah sampah. Sistem

bank sampah ini memiliki beberapa keunggulan selain manfaatnya dibidang

kesehatan lingkungan, metode ini juga berfungsi untuk memberdayakan masyarakat

Page 72: Laporan Limbat Kelompok 2

karena dengan menyetorkan sampah yang telah dipilah, masyarakat bisa

mendapatkan keuntungan secara ekonomis.

Berawal dari kesadaran individu, warga mulai mengumpulkan sampah di

rumahnya. Sampah tersebut lalu disetorkan ke Bengkel Kerja Kesehatan

Lingkungan atau yang lebih dikenal dengan nama Bank Sampah. Bank Sampah

adalah tempat penampungan sampah yang dikumpulkan dan kemudian diberi harga

sesuai berat sampah yang akan dijual. Disinilah letak fungsi Bank Sampah karena

pencairannya dilakukan setiap tiga bulan sekali. Hasil penjualan sampah ini pun

cukup lumayan, tidak semua sampah dijual ke pihak ketiga. Mereka mulai

memisahkan sampah yang bisa diproduksi kembali seperti sampah stirofoam yang

diolah menjadi hiasan kotak penyangga bendera atau bekas bungkus makanan dan

minuman yang disulap menjadi barang kerajinan. Ternyata, jika sampah dikelola

dengan baik bisa mendatangkan manfaat dan juga bisa menguntungkan lingkungan

hidup. Selain itu, sampah plastik dimanfaatkan untuk bahan pelapis sandal, tas, dan

perabot lainnya. Plastik juga bisa dimanfaatkan untuk bahan isian bantal. Kertas

bisa didaur ulang untuk membuat pigura foto dan pelapis boks.

Dengan begitu, masyarakat pun tidak perlu khawatir dengan keadaan

lingkungan dengan adanya sampah yang senantiasa jika tidak dimanfaatkan akan

merusak dan mengotori lingkungan. Sudah banyak orang yang mendirikan bank

sampah selain bisa membantu dalam hal ekonomi bank sampah bisa menjadi

alternatif lain dari pembuangan sampah yang dilakukan selama ini. Lewat bank ini,

sampah-sampah dikumpulkan lalu diolah kembali menjadi barang aksesoris ataupun

kerajinan lainnya. Bank sampah menerima sampah jenis anorganik dari seluruh

warga. Tiap warga akan dibuatkan buku tabungan, setelah sampah disetorkan ke

bank dan ditimbang, uangnya langsung dimasukan ke buku tabungan. Jadi

masyarakat bisa punya simpanan dari sampah yang mereka kumpulkan sendiri.

Bank sampah bekerjasama dengan pengepul barang-barang plastik, kardus

dan lain-lain, untuk bisa memunculkan nilai harga sampah pada masyarakat. Juga

dengan pengolah pupuk organik untuk menyalurkan sampah organik yang

ditabungkan. Bank Sampah memotong dana 15 persen dari nilai sampah yang

disetor nasabah. Dana itu digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, seperti

fotokopi, pembuatan buku tabungan, dan biaya lainnya. Selama tidak ada nasabah

yang keberatan. Pemotongan bisa dilakukan karena bank ini memang dikelola

Page 73: Laporan Limbat Kelompok 2

bersama-sama dan sudah ada komitmen sebelumnya satu sama lain antara nasabah

dan pengelola.

a) Keputusan Pemerintah Mengenai Bank Sampah

Bank Sampah dibuat dengan mengikuti Undang - Undang No. 18 Tahun 2008

tentang Pengelolaan Sampah bahwa prinsip dalam mengelola sampah adalah

reduce, reuse dan recycle yang artinya adalah mengurangi, menggunakan kembali,

dan mengolah. Undang - undang tersebut merupakan upaya dari pemerintah

(negara) dalam memberikan jaminan kehidupan yang lebih baik dan sehat kepada

masyarakat Indonesia sebagaimana diamanatkan pasal 28H ayat (1) UUD 1945

yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat

tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan”. Selain itu, penyusunan Undang - undang ini

bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta

perwujudan upaya pemerintah dalam menyediakan landasan hukum bagi

penyelenggaran pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, serta

pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Dengan adanya undang-undang tersebut menyatakan tanggung-jawab

pemerintah (Indonesia) dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim akibat dari

akumulasi gas rumah kaca, termasuk gas metana yang bersumber dari sampah dan

dengan dikeluarkannya Undang - Undang No.18 Tahun 2008 ini diharapkan

tercapainya perubahan yang signifikan dalam lima tahun mendatang.

Undang – undang ini merupakan kewajiban bagi setiap orang, pengelola

kawasan, dan produsen dalam mengelola sampah yang dikeluarkannya. Pasal 12

menyebutkan setiap orang wajib menangani sampah dengan cara berwawasan

lingkungan. Sedangkan pengelola kawasan, baik pemukiman maupun kawasan

komersial, industri dan kawasan khusus, serta pengelola fasilitas umum atau sosial

juga diwajibkan menyediakan sarana pemilahan sampah. Pihak industri atau

produsen juga harus mencantumkan label atau tanda terkait dengan pengurangan

dan penanganan sampah pada kemasan atau produknya. Produsen juga wajib

mengelola kemasan produknya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Ketentuan ini mewajibkan para produsen menarik bekas / sisa dari kemasan

produknya sebagai tanggung jawab produsen dalam menjaga lingkungan dan

Page 74: Laporan Limbat Kelompok 2

dengan ketentuan tersebut membuat / mendorong produsen menggunakan bahan

yang ramah lingkungan.

Undang – undang No.18 Tahun 2008 juga mengatur tentang pemberian

kompensasi, antara lain berupa relokasi, pemulihan lingkungan, dan biaya

pengobatan, kepada orang (masyarakat) yang terkena dampak negatif dari kegiatan

penanganan sampah di tempat penanganan / pemrosesan akhir sampah. Ketentuan

pidana juga akan diberikan kepada pengimpor sampah dengan penjara kurungan 3

hingga 12 tahun dan denda sebesar Rp. 100.000.000,- hingga Rp. 5.000.000.000,-.

Dan pengelola sampah yang mencemari dan hingga menyebabkan kematian

diancam pidana penjara 4 sampai 15 tahun dan denda Rp. 100.000.000,- juta hingga

Rp. 5 .000.000.000,-. Oleh karena itu Program Trash Bank menjadi pelopor untuk

menyesuaikan Undang – undang tersebut serta mengajarkan cara penanggulangan

sampah secara terpadu sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penanganan /

pemrosesan sampah dengan lebih fokus kepada masyarakat (rumah tangga), instansi

dan sekolah – sekolah.

b) Tujuan Bank Sampah

Tujuan didirikannya bank sampah, untuk memecah permasalahan sampah

yang sampai saat ini belum juga bisa teratasi dengan baik, membiasakan warga agar

tidak membuang sampah sembarangan, mengiming-imingi warga agar mau

memilah sampah sehingga lingkungannya bersih, Memaksimalkan pemanfaatan

barang bekas, Menanamkan pemahaman pada masyarakat bahwa barang bekas bisa

berguna, dan Mengurangi jumlah barang bekas yang terbuang percuma.

c) Manfaat Bank Sampah

Manfaat Bank sampah adalah mengurangi jumlah sampah di lingkungan

masyarakat, menambah penghasilan bagi masyarakat, menciptakan lingkungan

yang bersih dan sehat dan memupuk kesadaran diri masyarakat akan pentingnya

menjaga dan menghargai lingkungan hidup. Berikut adalah gambar-gambar

pemanfaatan sampah :

Page 75: Laporan Limbat Kelompok 2

Gambar 5.11. Tas Barang Bekas

d) Dampak Bank Sampah untuk Pemulung

Dampak Bank Sampah terhadap pemulung tidak terlalu berdampak apa-apa

karena pemulung juga di ajak berkerja sama dengan bank sampah. Bank Sampah

adalah suatu wadah untuk masyarakat dalam membuang sampah sehingga

menjadikan lingkungan yang bersih, indah dan sehat.

e) Analisis Bank Sampah

Analisis dari bank sampah menggunakan sistem SWOT dari Freddy Rangkuti.

Langkah ini dimulai dengan analisis lingkungan eksternal Bank Sampah untuk

mengidentifikasikan faktor-faktor peluang dan ancaman, serta analisis lingkungan

internal Bank Sampah untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan dan kelemahan

Bank Sampah.

Tabel 5.1. Analisis Bank Sampah

Page 76: Laporan Limbat Kelompok 2

7. DAUR ULANG

Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk

digunakan kembali disebut sebagai daur ulang. Ada beberapa cara daur ulang,

pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil

kalori dari bahan yang bisa dibakar untuk membangkitkan listik.

a) Daur Ulang Fisik

Daur ulang ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang, yaitu

mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang dibuang, contohnya botol

bekas pakai yang dikumpulkan kembali untuk digunakan kembali. Pengumpulan

bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak

sampah/kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur.

Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum aluminum , kaleng

baja makanan/minuman, Botol HDPE dan PET , botol kaca , kertas karton, koran,

majalah, dan kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa

di daur ulang. Daur ulang dari produk yang komplek seperti komputer atau mobil

Page 77: Laporan Limbat Kelompok 2

lebih susah, karena bagiannya harus diurai dan dikelompokan menurut jenis

bahannya.

b) Daur Ulang Biologis (Kompos)

Material sampah organik, seperti zat tanaman , sisa makanan atau kertas , bisa

diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal dengan

istilah pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagai pupuk

dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.

Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah

Green Bin Program (program tong hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah

organik rumah tangga, seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di

kantong khusus untuk di komposkan.

Usaha pengkomposan sampah memiliki beberapa manfaat yang dapat ditinjau

baik dari segi teknologi, ekonomi, lingkungan, sosial maupun kesehatan.

Dari segi teknologi manfaat pembuatan kompos antara lain :

- Teknik pembuatan kompos sangat beragam, mulai dari proses yang

mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana sampai dengan proses

yang canggih dengan peralatan modern

- Secara teknis, pembuatan kompos dapat dilakukan secara manual

sehingga modal yang dibutuhkan relatif murah atau secara masinal (padat

modal) untuk mengejar skala produksi yang tinggi.

Dari segi ekonomi, pembuatan kompos dapat memberikan manfaat

secara ekonomis, yaitu :

- Pengkomposan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan

mengurangi biaya operasional pemusnahan sampah

- Tempat pengumpulan sampah akhir dapat digunakan dalam waktu

yang lebih lama, karena sampah yang dikumpulkan berkurang. Dengan

demikian akan menguragi investasi lahan TPA

- Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh

tanaman. Hal ini berarti kompos memiliki nilai kompetetif dan ekonomis

yang berarti kompos dapat dijual

- Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat

meningkatkan efisiensi penngunaannya.

Page 78: Laporan Limbat Kelompok 2

Dari segi ekologi, proses pembuatan kompos memberikan manfaat

bagi lingkungan, yaitu:

- Pengkomposan merupakan metode daur ulang yang alamiah dan

mengembalikan bahan organik ke dalam siklus biologis. Kebutuhan energi

dan bahan makanan yang diambil tumbuhan dari dalam tanah dikembalikan

lagi ke dalam tanah

- Mengurangi pencemaran lingkungan, karena sampah yang dibakar,

yang dibuang ke sungai ataupun yang dikumpulkan di TPA akan berkurang.

Ini berarti mengurangi pencemaran udara maupun air tanah

- Pemakaian kompos pada lahan perkebunan atau pertanian akan

meningkatkan kemampuan lahan dalam menahan air sehingga terjadi

koservasi air. Kompos mempuyai kemampuan memperbaiki dan

meningkatkan kondisi kesuburan tanah (konservasi tanah).

Dari segi sosial, manfaat sosial yang dapat diperoleh dari pembuatan

kompos adalah :

- Dapat membuka lapangan kerja sehingga dapat mengurangi

pengangguran

- Dapat dijadikan obyek pembelajaran lingkungan baik bagi

masyarakat maupun dunia pendidikan.

Dari segi kesehatan, manfaat kesehatan yang diperoleh dari proses

pembutan kompos adalah :

- Pengurangan tumpukan sampah akan menciptakan lingkungan yang

bersih dan sehat

- Proses pengkomposan berjalan pada suhu yang tinggi sehingga dapat

mematikan berbagai macam sumber bibit penyakit yang ada pada sampah.

c) Pemulihan Energi

Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung

dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara

mengolahnya menjadi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan

panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebagai bahan bakar memasak atau

memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk

menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah

dua bentuk perlakukan panas yang berhubungan, dimana sampah dipanaskan pada

Page 79: Laporan Limbat Kelompok 2

suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini biasanya dilakukan di

wadah tertutup pada tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah

menjadi produk berzat padat , gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk

menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya

bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif. Gasifikasi dan Gasifikasi

busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material organik

langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara karbon monoksida dan hidrogen).

Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan uap.

8. KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANGAN

Pengelolaan sampah dilakukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat,

mencegah polusi lingkungan dan melindungi sumber daya air bersih sebagaimana

yang tercantum dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32

Tahun 2009. Pengelolaan sampah diatur secara khusus dalam Undang-Undang No.

18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sebelum UU No.18/2008

dikeluarkan, PP No.16 Tahun 2005 telah menempatkan masalah perlindungan

sumber air akibat pencemaran dari TPA sebagai salah satu fokus yang diatur. PP 16

Tahun 2005 ini merupakan peraturan di bawah Undang-Undang Sumber Daya Air

(UU No.7 Tahun 2004).

UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menggariskan bahwa

pengelolaan sampah hendaknya berlandaskan hierarki pendekatan (a) pengurangan

dan (b) penanganan sampah. Pengurangan (minimasi) sampah dilandaskan atas

prinsip (a) pembatasan (reduce), guna-ulang (reuse) dan daur-ulang (recycle)

sebagai prioritas pengelolaan sampah, yang dikenal sebagai pendekatan 3R. Makna

dari pendekatan ini adalah mengedepankan pengelolaan sampah di hulu yang

dimulai dari upaya bagaimana agar sampah sesedikit mungkin dihasilkan (reduce)

dari kegiatan sehari-hari, seperti perubahan pola kerja lingkungan industri penghasil

dan pengguna pengemas untuk hasil produksinya, agar menghasilkan dan

menggunakan pengemas yang ramah lingkungan dengan volume sesedikit mungkin

dan kelak setelah tidak digunakan, sampahnya akan mudah didaur-ulang dan

ditangani lebih lanjut. Mereka juga digariskan agar tetap tidak lepas tangan

terhadap pengemas tersebut, yaitu dalam bentuk extended producers responsibility

Page 80: Laporan Limbat Kelompok 2

(EPR). Sampah yang dihasilkan kemudian lebih diarahkan agar dikelola di sumber,

melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), melalui upaya guna-

ulang dan daur-ulang. Sampah atau residu yang masih tersisa selanjutnya ditangani

secara baik dan profesional melalui pewadahan, pengumpulan, pemindahan,

pengangkutan dan pengolahan. Residu dari kegiatan ini kemudian wajib

disingkirkan ke lingkungan secara aman, agar tidak mengganggu kesehatan dan

lingkungan. Oleh karenanya, UU No.18 Tahun 2008 menggariskan bahwa dalam 5

tahun sejak UU tersebut dikeluarkan, open dumping yang selama ini merupakan

cara yang paling banyak dijumpai di Indonesia untuk menyingkirkan sampah, harus

sudah digantikan dengan cara landfill yang lebih baik, seperti controlled dan

sanitary landfill. Selanjutnya UU tersebut menggariskan tentang penguatan

kapabilitas institusi, perbaikan hubungan antar stakeholder sebagai rekan dalam

pengelolaan dan peningkatan sumber investasi. Keinginan pemerintah untuk

mengedepankan pendekatan 3R telah secara nyata dikemukakan dalam Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum 21/PRT/M/2006 yang memfokuskan upaya 3R sebagai

strategi nasional yang menggariskan bahwa sampai tahun 2014 pengurangan

sampah hendaknya mencapai 20%. Target strategi nasional pada sektor pengelolaan

sampah adalah sebagai berikut:

1. Mendukung pencapaian tingkat pelayanan pengolahan sampah 60%

pada tahun 2010.

2. Mendukung pengurangan jumlah sampah melalui 3R sampai 20%

pada tahun 2014.

3. Meningkatkan kualitas landfill:

- Controlled Landfill (CLF) untuk kota kecil dan menengah.

- Sanitary Landfill (SLF) untuk kota besar dan kota metropolitan.

- Penghentian Open Dumping.

4. Mendukung pelaksanaan di tingkat institusi dan kerjasama regional.

Saat ini, implementasi pengelolaan persampahan di tingkat daerah

dilaksanakan berdasarkan peraturan pemerintah daerah, berkaitan dengan organisasi

pengelola sampah, biaya retribusi dan pengangkutan sampah dari sumber menuju

TPA. Kendala terbesar terletak pada kurangnya kekuatan hukum yang

menyebabkan lemahnya implementasi peraturan tersebut

Page 81: Laporan Limbat Kelompok 2
Page 82: Laporan Limbat Kelompok 2

Bab IV

Konsep Perencanaan Sistem Pengelolaan Limbah Padat terpadu

IV.1.Daerah dan Periode Pelayanan

Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya

melayani semua kecamatan yang ada di Kota Tasikmalaya,yaitu kecamatan

Indihlang ,Cipedes ,Cibidoung ,Tambang, Cibereum,Mangkubumi,Kawalu,dan Taman

Sari. Dalam konsep perencanaan sistem pengelolaan limbah padat terpadu kali ini daerah

pelayanan difokuskan untuk melayani seluruh kota Tasikmalaya. Namun, dengan

keterbatasan infrastruktur yang dimiliki, tentu saja kemampuan pelayanan di tiga

kecamatan ini tidak mampu dilayani 100%, sehingga dibutuhkan tahapan perencanaan

untuk mengoptimalkan pelayanan pengangkutan sampah domestik maupun non domestik.

Berikut persentase pelayanan Kota Tasikmalaya :

Tahun Persentase Pelayanan

2004 24 %

2005 26%

2006 28%

2007 29%

2008 31%

2009 32%

2010 33%

2011 34%

2012 35%

2013 37%

2018 43.6%

2023 50.2%

2028 56.8%

2033 63.4%

2038 70%

Page 83: Laporan Limbat Kelompok 2

Peta Daerah pelayanan Kota Tasikmalaya 2013-2038

IV.2.Periode Pelayanan

Periode pelayanan untuk konsep perencanaan sistem pengelolaan limbah

padat terpadu untuk daerah pelayanan Kota Tasikmalaya direncanakan selama 25

tahun, yaitu dari tahun 2014 – 2039 dengan tahap tahun perencanaan tiap 5 tahun

sekali. Melalui periode ini, diharapkan dapat mengestimasi timbulan limbah padat

yang ada di TPA sehingga dapat di simpulkan apakah dibutuhkan penanganan lebih

jauh terhadap proses pengangkutan sampah domestik dan non domestik di daerah

pelayanan tersebut.

Page 84: Laporan Limbat Kelompok 2

IV.3.Proyeksi Penduduk Kota Tasikmalaya

Berikiut adalah table proyeksi jumlah penduduk Kota Tasikmalaya yang

dihitung secara aritmatika.Laju pertumbuhan penduduk Kota Tasikmalaya sebesar

1,68% pertahun.

Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Tasikmalya

Tahun Jumlah Penduduk

2013 668.941

2018 724.736

2023 780.531

2028 836.326

2033 892.121

2038 947.916

Sumber : pengolahan penulis

Proyeksi Jumlah Penduduk menurut Kecamatan di Kota Tasikmalaya

Kecamatan 2013 2018 2023 2028 2033 2028 2033

Kawalu 86356.82 87807.62 89282.79 90782.74 92307.89 93858.66 86356.82Taman Sari 64132.63 65210.05 66305.58 67419.52 68552.17 69703.84 64132.63Cibereum 62269.85 63315.98 64379.69 65461.27 66561.02 67679.24 62269.85Purbaratu 38770.58 39421.93 40084.22 40757.63 41442.36 42138.59 38770.58Tawang 64192.62 65271.05 66367.61 67482.58 68616.29 69769.04 64192.62Cihideung 72727.64 73949.46 75191.81 76455.03 77739.48 79045.5 72727.64Mangkubumi 86624.24 88079.53 89559.27 91063.86 92593.73 94149.31 86624.24Indihiang 48352.91 49165.24 49991.21 50831.06 51685.03 52553.33 48352.91Bungursari 46521.65 47303.21 48097.91 48905.95 49727.57 50563 46521.65Cipedes 75845.15 77119.34 78414.95 79732.32 81071.82 82433.83 75845.15

Sumber : Pengolahan Penulis

Tabel Proyeksi Penduduk Kota Tasikmalaya

Page 85: Laporan Limbat Kelompok 2

2010 2015 2020 2025 2030 2035 20400

100000200000300000400000500000600000700000800000900000

1000000f(x) = 11159 x − 21794126R² = 1

Proyeksi Penduduk Tasikmalaya

Series2Linear (Series2)

Tahun

Jum

lah

pend

uduk

Sumber : Pengolahan Penulis

Proyeksi penduduk dihitung menggunakan rumus :

Pn = Po (1 + r)n

Pn : Jumlah penduduk pada tahun n

Po : Jumlah penduduk awal tahun (dasar)

R : laju pertambahan penduduk rata-rata per-tahun (%)

IV.4 Rencana Tata Ruang Wilayah Jangka Panjang Kota Tasikmalaya

Arah perkembangan wilayah tidak terlepas dari perkembangan

penduduknya. Dengan laju pertumbuhan penduduk kota sebesar 1,68% . Penduduk Kota

Tasikmalaya diprediksi akan mencapai angka sebesar 947.916 jiwa (atau kurang lebih

sebesar 1 juta jiwa). Oleh karenanya Kota Tasikmalaya hingga tahun 2025 menuju kota

metropolitan. Pembangunan kota yang berkelanjutan mensyaratkan agar prinsip-prinsip

pembangunan kota harus berwawasan dan ramah lingkungan. Oleh sebab itu sebisa

mungkin pembangunan kota tidak mengganggu lahan hutan dan sawah irigasi. Dari

kondisi tersebut diprediksi perkembangan kota hanya akan menempati tambahan

30,2% sisa lahan kota yang ada atau seluas 5.181,33 Ha (hingga tahun 2005 wilayah

terbangun sudah mencapai 23,02%). Dengan kata lain jumlah wilayah terbangun kota

akan mencapai 53,22% pada tahun 2025.

Page 86: Laporan Limbat Kelompok 2

Berdasarkan tabel proyeksi jumlah penduduk,terlihat bahwa tanpa ada

kebijakan dari pemerintah kota, Kecamatan Mangkubumi akan mengalami tekanan

penduduk yang terbesar, yang merupakan dampak dari perkembangan di pusat kota. Di

satu sisi kecamatan tersebut memiliki kendala pada luas ketersediaan lahan yang

mungkin dikembangkan. Kecamatan lain yang akan mengalami tekanan penduduk

adalah Kecamatan Indihiang dan Cipedes (arah utara Kota Tasikmalaya), hal ini

didasarkan pada potensi lahan yang bisa dikembangkan sebagai wilayah terbangun. Jika

hal ini dibiarkan terus maka kemungkinan besar akan terjadi disparitas antara wilayah

utara – selatan Kota Tasikmalaya.

Meskipun Kecamatan Cibeureum memiliki laju pertumbuhan penduduk

yang cukup tinggi (kedua, setelah Mangkubumi) akan tetapi perkembangannya terkendala

oleh aspek alam (banyaknya sungai di wilayah tersebut yang perlu diperhatikan terkait

dengan masalah lingkungan). Selain itu jika arah pertumbuhan penduduk di

kecamatan ini tidak dikendalikan, maka kondisi ketimpangan utara-selatan Kota

Tasikmalaya akan semakin parah.

Berdasarkan potensi lahan, sebenarnya Kecamatan Tamansari dan

Kawalu memiliki potensi untuk menjadi area perluasan kota di masa yang akan datang.

Hanya saja ini perlu peran serta pemerintah untuk menyediakan prasarana dan sarana

yang mencukupi agar pola persebaran penduduknya dapat terdorong ke kedua

kecamatan tersebut. Selain itu perlu juga dipertimbangkan faktor mitigasi bencana di

kedua kecamatan tersebut, karena berdasarkan Gambar 2.3 sebagian dari area wilayah

tersebut memiliki gerakan tanah yang cukup tinggi.

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pengembangan kota ke arah

Kecamatan Tamansari dan Kawalu, diantaranya adalah:

a. Pemerintah Kota Tasikmalaya secara konsisten melaksanakan RTRW

kota yang telah dibuat pada tahun 2004, dimana pembagian kota didasarkan

pada

5 BWK, dengan masing-masing fungsinya.

b. Dibuat suatu kebijakan untuk memekarkan dua kecamatan tersebut

agar kondisi pemerintahan di Kecamatan Tamansari dan Kawalu dapat merubah pola

perkembangan penduduk, karena dari cakupan pemeritahan hal itu sangat

Page 87: Laporan Limbat Kelompok 2

memungkinkan.

c. Menambah prasarana dan sarana yang ada ke arah dua kecamatan

tersebut agar penduduk bisa tertarik ke dua kecamatan tersebut. Penambahan ini

dimungkinkan karena akan mendorong peningkatan aktivitas ekonomi di daerah

tersebut, misalkan untuk Kecamatan Kawalu karena basis industri kecilnya cukup baik

maka perlu disediakan prasarana dan sarana yang mendukung aktivitas kegiatan tersebut.

d. Berdasarkan potensi lahannya, kedua daerah tersebut masih

mencukupi untuk menampung peningkatan penduduk kota, dan ini akan berdampak pada

adanya keseimbangan dan pemerataan penduduk di wilayah Kota

Tasikmalaya. Perwujudan Visi Pembangunan Kota Tasikmalaya hingga tahun 2025

sangat ditentukan pula oleh perencanaan tata ruang wilayah kota. Penataan ruang dan

wilayah hingga tahun 2025 diarahkan bagi terwujudnya keserasian, kelestarian dan

optimalisasi pemanfaatan ruang sesuai dengan potensi dan daya dukung wilayah dengan

mengembangkan struktur dan pola tata ruang yang efektif dan efisien sesuai dengan

fungsi pengembangan kota dalam konteks regional dan nasional, yang tujuannya:

a. Terciptanya kehidupan kota yang bersih, sehat, indah dan nyaman

serta berkelanjutan sesuai dengan tata nilai yang ada;

b. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung

dan kawasan budidaya;

c. Meningkatkan kehidupan sosial-ekonomi serta meratanya pendapatan

seluruh masyarakat dengan menciptakan peluang-peluang berusaha bagi

seluruh sektor ekonomi, melalui penentuan dan pengarahan ruang-ruang kota

untuk kegunaan kegiatan usaha dan pelayanan tertentu.

Kawasan lindung atau kawasan yang berfungsi lindung yang direncanakan

atau ditetapkan dalam wilayah Kota Tasikmalaya meliputi :

a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya,

maka secara khusus diidentifikasikan sebagal hutan kota atau hutan

konservasi.

b. Kawasan perlindungan setempat, yang dalam hal ini adalah

Page 88: Laporan Limbat Kelompok 2

sempadan sungai, kawasan sekitar situ dan Saluran Udara Tegangan Ekstra

Tinggi (SUTET).

Kawasan budidaya didasarkan pada dominasi fungsi atau kegiatan utama

yang ada dan akan dikembangkan di kawasan tersebut. Adapun penggolongan kawasan

budidaya dalam RTRW Kota Tasikmalaya adalah:

a. Kawasan budidaya yang berfungsi lindung;

b. Kawasan pusat kota;

c. Kawasan perdagangan dan jasa regional;

d. Koridor perdagangan dan jasa;

e. Kawasan pemerintahan;

f. Kawasan pendidikan; g. Kawasan kesehatan; h. Kawasan terminal;

i. Kawasan perumahan dan permukiman;

j. Kawasan industri;

k. Kawasan pergudangan;

l. Sarana fasilitas umum dan sosial;

m. Sarana rekreasi dan olahraga;

n. Kawasan militer;

o. Tempat Pembuangan Akhir (TPA); dan p. Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Untuk menunjang perkembangan kota yang terarah dan efisien serta

memiliki tingkat pelayanan yang baik, maka Kota Tasikmalaya dibagi menjadi bagian-

bagian wilayah kota. Pertimbangan dalam pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK)

yaitu:

a. Homogenitas dan intensitas perkembangan BWK yaitu konsentrasi

dominasi guna lahan saat ini.

b. Pola jaringan jalan dan pola pergerakan yaitu aksesibilitas yang baik

c. Pusat lingkungan (Pusat BWK/Pusat Sub BWK) ditentukan

berdasarkan banyaknya fasilitas dan utilitas yang dimiliki.

d. Beberapa pusat lingkungan dialokasikan berdasarkan fungsi eksisting

sebagai pusat pelayanan masyarakat.

e. Pusat-pusat tersebut mengakomodasikan fungsi Bagian Wilayah Kota

Page 89: Laporan Limbat Kelompok 2

yang bersangkutan.

Adapun Wilayah Kota Tasikmalaya dalam RTRW Kota tahun 2004 dibagi

menjadi 5 BWK dan 10 sub BWK, dimana pembagian wilayah dan fungsinya adalah

sebagai berikut:

a. BWK I, mencakup sebagian Kec. Cihideung, sebagian Kec. Tawang

serta sebagian Kec. Cipedes.

b. BWK II, meliputi sebagian Kec. Cipedes, sebagian Kec. Cibeureum. Dalam BWK II terbagi menjadi 2 (dua) sub BWK yaitu :

1) BWK II A dengan fungsi sebagai perkantoran skala lingkungan

dan perumahan.

2) BWK II B dengan fungsi sebagai wisata/rekreasi, perdagangan

lokal, perangkutan regional dan perumahan.

c. BWK III, meliputi sebagian Kec. Tawang, sebagian Kec. Cibeureum, sebagian

Kec. Tamansari dan sebagian Kec. Kawalu. Dalam BWK III ini dibagi menjadi

3 (tiga) sub BWK yaitu :

1) BWK III A dengan fungsi perkantoran, industri kecil,

perumahan menengah, pertokoan lokal, perdagangan dan perumahan.

2) BWK III B dengan fungsi militer, industri kecil dan menengah.

3) BWK III C dengan fungsi perumahan, pendidikan.

d. BWK IV, meliputi sebagian Kec. Kawalu, sebagian Kec.

Mangkubumi, sebagian Kec. Cihideung. Dalam BWK IV ini di bagi menjadi

2 (dua) sub BWK yaitu :

1) BWK IV A dengan fungsi industri menengah dan besar.

2) BWK IV B dengan fungsi perumahan dan cadangan pengembangan.

e. BWK V, meliputi sebagian Kec. Cipedes, Kec. Indihiang, Kec.

Mangkubumi, serta sebagian Kec. Cihideung. BWK V ini terbagi ke dalam 3

(tiga) sub BWK yaitu :

1) BWK V A, dengan fungsi perdagangan regional, perumahan,

perkantoran, transportasi regional.

Page 90: Laporan Limbat Kelompok 2

2) BWK V B, dengan fungsi wisata, perumahan.

3) BWK V C, dengan fungsi perumahan dan pergudangan

Page 91: Laporan Limbat Kelompok 2

IV.5Proyeksi Timbulan Limbah Padat

IV.5.1 Jumlah Timbulan Sampah Kota Tasikmalaya

Untuk menghitung timbulan limbah padat yang terdapat di Kota Tasikmalaya,penulis

menghitung menggunakan SNI 19-3964-1994 tentang metode pengambilan dan pengukuran

contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan. Penulis mencoba untuk mendeskripsikan

melalui perhitungan sehingga kita dapat mengetahui total timbulan sampah yang dihasilkan dari

daerah pelayanan berdasarkan timbulan sampah domestik dan non domestik di tiap tahun

perencanaannya. Berikut data timbulan yang ada di Kota Tasikmalaya secara keseluruhan.

Tabel Timbulan Data Kota SNI:

Sumber Sampah Berat

Timbulan/Kapita

Volume

Timbulan/Kapita

Pemukiman 0,31 2,51

Pertokoan 0,017 0,25

Sekolah 0,1 1,35

Perkantoran 0,18 3,23

Pasar 2,86 7,1

Page 92: Laporan Limbat Kelompok 2

Sesuai dengan data yang diberikan oleh Tasikmalaya dalam Angka 2011,berikut adalah

jumlah pemakai yang ada di pemukiman dan berbagai fasilitas umum lainnya.

Jumlah Timbulan Sampah perhari Tahun 2010

Sumber Jumlah Pemakai Volume Timbulan

Pemukiman 635.464 1595.01Pertokoan 107.237 26.80Sekolah 148.587 200.59Perkantoran 235.234 759.80Pasar 8750 62.25Total Timbulan 2644.347

Sumber : Pengolahan Penulis

Sesuai dengan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya 2005-2025

yang menyebutkan rencana penambahan pusat kegiatan wilayah (terutama pasar,pertokoan dan

perkantoran) yang akan menggunakan lahan sebanyak 30,2%.Maka penulis berasumsi terjadi

peningkatan jumlah pemakai dan timbulan sampah di pasar,pertokoan dan perkantoran.Berikut

proyeksi Jumlah Timbulan Sampah Kota Tasikmalaya.

Tabel Proyeksi Jumlah Timbulan Sampah (Volume m3 perhari)Kota Tasikmalaya

Sumber

Sampah

2013 2018 2023 2028 2033 2038

Pemukiman1679 1819 1959 2099 2239 2379

Pertokoan28 31 35 38 42 46

Sekolah211 228 246 263 281 299

Perkantoran813 905 1000 1099 1202 1309

Pasar664 74 81 89 98 107

Total2798 3058 3323 3591 3864 4141

Sumber : pengolahan penulis

Page 93: Laporan Limbat Kelompok 2

Berdasarkan data-data timbulan yang telah didapat di atas,perhitungan proyeksi

jumlah sampah yang terlayani di Kota Tasikmalaya berdasarkan persentase yang ingin

dicapai,dapat dihitung.

Contoh perhitungan laju timbulan di Kota Tasikmalaya yang dilayani pada tahun

2013.

Persentasi sampah yang dilayani = 37% dari total timbulan

Total timbulan sampah = 2644,37 m3/hari

TotalVolume Timbulan yangdilayani=persentase (% ) x total timbulan

¿37 % x 138,27 m3/hari

¿82,96 m3/hari

Tabel Proyeksi Jumlah Timbulan yang terlayani :

Tahun Timbulan Jumlah Timbulan

terangkut

Persentase

pelayanan

Jumlah

penduduk

Penduduk yang

terlayani

2013 2798 1035.26 37% 668.941 247.5082018 3058 1333.288 43.6% 724.736 315.9842023 3323 1668.146 50.2% 780.531 391.8262028 3591 2039.688 56.8% 836.326 475.0332033 3684 2335.656 63.4% 892.121 565.6042038 4141 2898.7 70% 947.916 663.541

Sumber : Pengolahan penulis

IV.5.2 Komposisi Limbah padat

Komposisi sampah merupakan gambaran dari masing-masing komponen yang

terdapat pada sampah dan distribusinya. Data ini penting untuk mengevaluasi peralatan

yang diperlukan, sistem, program, dan rencana manajemen persampahan di kota

Tasikmalaya (jenis perlakuan penanganan sampah yang berorientasi kepada pemanfaatan,

daur ulang, pengomposan, pembakaran, dan lain-lain). . Komposisi atau karakteristik

sampah dianalisis sesuai dengan metode SNI 19-3964-1994 tentang metode pengambilan

Page 94: Laporan Limbat Kelompok 2

dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan.Komposisi sampah

dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

Frekuensi pengumpulan

Semakin sering sampah dikumpulkan maka tumpukan sampah terbentuk semakin

tinggi, tetapi sampah organik akan berkurang karena membusuk, sedangkan sampah non

organik sulit terdegradasi akan terus bertambah.

Musim

Musim sangat berpengaruh terhadap sampah yang dihasilkan,.

Pada musim kemarau, sampah makanan, organik lainnya, dan sampah halaman

mengalami kenaikan, sedangkan sampah kertas, plastik, kaca, logam, inert, dan sampah

lainnya mengalami penurunan.

Pada musim dingin, byk dikonsumsi makanan siap saji. Sampah lainnya berupa

debu dan abu sebagai produk hasil pembakaran, baik pembakaran bahan bakar untuk

pemanas ruangan maupun abu hasil pembakaran sampah dari incinerator.

Cuaca

Cuaca memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap komposisi sampah, untuk

daerah yang kandungan airnya cukup tinggi, kelembaban sampahnya juga cukup tinggi;

Kemasan produk

Kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga mempengaruhi komposisi sampah.

Negara maju seperti Amerika banyak menggunakan kertas sebagai pengemas, sedangkan

negara berkembang seperti Indonesia banyak menggunakan plastik sebagai pengemas.

.Berikut adalah komposisi atau karakteristik sampah yang ada di Kota Tasikmalaya.

Page 95: Laporan Limbat Kelompok 2

Jenis Sampah

Organik

Anorganik

Kertas

·Office paper + koran

·Majalah + karton

·Kardus (box)

·Kertas lain

Plastik

·Kresek

·Botol

·Gelas plastik

·Kemasan makanan

·Plastik lain

Kaca

Logam

Karet

Tekstil

Pampers & Softex

B3 (baterai, elektronik)

Kaleng

Styrofoam

Kayu

Tetra Pak

Lainnya

Page 96: Laporan Limbat Kelompok 2

Berikut adalah tabel proyeksi jumlah timbulan sampah yang terlayani perhari 2013-2038.

Tahun Jumlah

20131035.26

20181333.288

20231668.146

20282039.688

20332335.656

20382898.7

Berikut adalah perhitungan sampah berdasarkan komposisinya pada tahun 2013.

Sumber Sampah

Pemukiman Non Pemukiman

Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1177.344187 11.7268291 51.9454215 260.8717562 65.46088175Anorganik 501.6977227 17.014949 159.2148285 552.3195038 1.03061825Kertas 151.6174845 8.6308544 72.91363433 306.2478285  ·Office paper + koran 42.31185613 2.6942727 27.1974402 111.000607

 

·Majalah + karton 58.76646685 2.1318899 26.39503125 97.82690858

 

·Kardus (box) 19.81269454 1.5867229 0.992453175 4.391232804  ·Kertas lain 30.55856276 2.2294461 18.34982573 93.02908014  Plastik 243.6289811 5.0442294 56.0841624 117.5874562  ·Kresek 101.2462272 1.5063825 7.05275235 8.94510386  ·Botol 18.46946101 0.5910758 8.383061925 18.78471811  ·Gelas plastik 9.234730505 0.315623 2.4494589 31.79577827  ·Kemasan makanan 83.44838293 1.7588809 30.63935228 22.44407878

 

·Plastik lain 31.23017953 0.8693979 7.55953695 35.61777719  Kaca 16.45461072 0.7431487 0 36.2683302  Logam 4.365508966 0.0459088 0.063348075 0  Karet 5.876646685 0.0229544 0.739060875 0  Tekstil 18.97317358 0.3070151 1.203613425 0  Pampers & Softex 36.60311364 0.4849117 0 0

 

B3 (baterai, elektronik) 1.175329337 0.0746018 0 6.09893445

 

Kaleng 6.884071831 0.1893738 0 2.520892906  Styrofoam 2.686467056 0.1032948 1.752630075 31.38918264  Kayu 9.402634696 0.2611063 1.625933925 0  Tetra Pak 1.343233528 0.3557932 4.117624875 4.0659563  Lainnya 3.022275438 0.8234891 20.73593655 48.14092259  Total 1679.04191 28.693 211.16025 813.19126 66.4915

Page 97: Laporan Limbat Kelompok 2

Berikut adalah perhitungan sampah berdasarkan komposisinya pada tahun 2018.

Sumber Sampah

Pemukiman Non Pemukiman

Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1275.543804 13.05163015 56.277912 290.3429015 72.85624885Anorganik 543.5431956 18.9371585 172.494088 614.7160185 1.14705115Kertas 164.2635561 9.6058976 78.9949716 340.8451893  ·Office paper + koran 45.8409924 2.99864955 29.4658336 123.5405426

 

·Majalah + karton 63.668045 2.37273335 28.5965 108.8785881

 

·Kardus (box) 21.4652266 1.76597785 1.0752284 4.887318168  ·Kertas lain 33.1073834 2.48131065 19.8802868 103.5387404  Plastik 263.9495237 5.6140851 60.7618432 130.8715198  ·Kresek 109.6909461 1.67656125 7.6409848 9.95564812  ·Botol 20.009957 0.6578507 9.0822484 20.90686105  ·Gelas plastik 10.0049785 0.3512795 2.6537552 35.38780377  ·Kemasan makanan 90.4086239 1.95758485 33.1948172 24.97962619

 

·Plastik lain 33.8350182 0.96761535 8.1900376 39.6415807  Kaca 17.8270526 0.82710355 0 40.36562783  Logam 4.7296262 0.0510952 0.0686316 0  Karet 6.3668045 0.0255476 0.800702 0  Tekstil 20.5556831 0.34169915 1.3040004 0  Pampers & Softex 39.6560966 0.53969305 0 0

 

B3 (baterai, elektronik) 1.2733609 0.0830297 0 6.7879419

 

Kaleng 7.4582567 0.2107677 0 2.805682652  Styrofoam 2.9105392 0.1149642 1.8988076 34.93527431  

Kayu 10.1868872 0.29060395 1.7615444 0  Tetra Pak 1.4552696 0.3959878 4.461054 4.5252946  Lainnya 3.2743566 0.91652015 22.4654104 53.57948806  Total 1819.087 31.9345 228.772 905.05892 74 

Sumber : Pengolahan penulis

Page 98: Laporan Limbat Kelompok 2

Berikut adalah perhitungan sampah berdasarkan komposisinya pada tahun 2023.

Sumber Sampah

Pemukiman Non Pemukiman

Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1373.743926 14.43027743 60.610587 321.0118756 80.5521838Anorganik 585.3888836 20.93749575 185.773913 679.6485844 1.2682162Kertas 176.9096927 10.6205712 85.07656785 376.8487292  ·Office paper + koran 49.37014681 3.315397725 31.7343236 136.5901528

 

·Majalah + karton 68.56964835 2.623365825 30.7980625 120.3794533

 

·Kardus (box) 23.11776716 1.952518575 1.15800715 5.403566484  ·Kertas lain 35.65621714 2.743412175 21.41081305 114.4755566  Plastik 284.2701707 6.20710245 65.4397232 144.6955025  ·Kresek 118.1357084 1.853656875 8.2292423 11.00726506  ·Botol 21.55046091 0.72733965 9.78146465 23.11525663  ·Gelas plastik 10.77523046 0.38838525 2.8580602 39.12582399  ·Kemasan makanan 97.36890066 2.164365075 35.75039095 27.6182287

 

·Plastik lain 36.43987027 1.069824825 8.8205651 43.82892815  Kaca 19.19950154 0.914470725 0 44.62945652  Logam 5.093745306 0.0564924 0.07391535 0  Karet 6.856964835 0.0282462 0.86234575 0  Tekstil 22.13820075 0.377792925 1.40439165 0  Pampers & Softex 42.70909526 0.596700975 0 0

 

B3 (baterai, elektronik) 1.371392967 0.09180015 0 7.50495345

 

Kaleng 8.032444521 0.23303115 0 3.102047426  Styrofoam 3.134612496 0.1271079 2.04499135 38.62549376  

Kayu 10.97114374 0.321300525 1.89716065 0  Tetra Pak 1.567306248 0.4378161 4.80449775 5.0033023  Lainnya 3.526439058 1.013332425 24.1949579 59.23909923  Total 1959.13281 35.30775 246.3845 1000.66046 80.5521838

Sumber : Pengolahan penulis

Page 99: Laporan Limbat Kelompok 2

Berikut adalah perhitungan sampah berdasarkan komposisinya pada tahun 2028.

Sumber Sampah

Pemukiman Non Pemukiman

Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1471.943796 15.8624644 64.9365093 35.2774136 88.5416967Anorganik 627.2344641 23.015516 199.0330407 74.6895864 1.39400335Kertas 189.5557969 11.6746496 91.14868562 41.4135722  ·Office paper + koran 52.89929215 3.6444468 33.99927804 15.0104955

 

·Majalah + karton 73.4712391 2.8837316 32.99619375 13.2290301

 

·Kardus (box) 24.77030347 2.1463036 1.240656885 0.5938218  ·Kertas lain 38.20504433 3.0156924 22.9389539 12.5802248  Plastik 304.5907655 6.8231496 70.11031248 15.9012282  ·Kresek 126.5804491 2.03763 8.81658297 1.209637  ·Botol 23.09096086 0.7995272 10.47959114 2.5402377  ·Gelas plastik 11.54548043 0.426932 3.06204678 4.2997097  ·Kemasan makanan 104.3291595 2.3791756 38.30198171 3.0350892

 

·Plastik lain 39.04471564 1.1760036 9.45010989 4.8165546  Kaca 20.57194695 1.0052308 0 4.9045282  Logam 5.457863476 0.0620992 0.079190865 0  Karet 7.34712391 0.0310496 0.923893425 0  Tekstil 23.72071434 0.4152884 1.504626435 0  Pampers & Softex 45.76208607 0.6559228 0 0

 

B3 (baterai, elektronik) 1.469424782 0.1009112 0 0.8247525

 

Kaleng 8.606630866 0.2561592 0 0.3408977  Styrofoam 3.358685216 0.1397232 2.190947265 4.2447262  

Kayu 11.75539826 0.3531892 2.032565535 0  Tetra Pak 1.679342608 0.4812688 5.147406225 0.549835  Lainnya 3.778520868 1.1139044 25.92180981 6.5100464  Total 2099.17826 38.812 263.96955 109.967 90

Page 100: Laporan Limbat Kelompok 2

Berikut adalah perhitungan sampah berdasarkan komposisinya di tahun 2033.

Sumber Sampah

Pemukiman Non Pemukiman

Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1570.143869 17.3480889 69.27606 385.9163048 96.8387673Anorganik 669.0801312 25.171071 212.33394 817.0646952 1.5246327Kertas 202.2019272 12.7680576 97.239933 453.0426446  ·Office paper + koran 56.4284448 3.9857733 36.271368 164.2069065

 

·Majalah + karton 78.37284 3.1538121 35.20125 144.7186143

 

·Kardus (box) 26.4228432 2.3473191 1.323567 6.4960974  ·Kertas lain 40.7538768 3.2981319 24.471909 137.6210264  Plastik 324.9114024 7.4621826 74.795616 173.9510526  ·Kresek 135.0252072 2.2284675 9.405774 13.232791  ·Botol 24.631464 0.8744082 11.179917 27.7888611  ·Gelas plastik 12.315732 0.466917 3.266676 47.0365571  ·Kemasan makanan 111.2894328 2.6020011 40.861611 33.2022756

 

·Plastik lain 41.6495664 1.2861441 10.081638 52.6905678  Kaca 21.9443952 1.0993773 0 53.6529526  Logam 5.8219824 0.0679152 0.084483 0  Karet 7.837284 0.0339576 0.985635 0  Tekstil 25.3032312 0.4541829 1.605177 0  Pampers & Softex 48.8150832 0.7173543 0 0

 

B3 (baterai, elektronik) 1.5674568 0.1103622 0 9.0223575

 

Kaleng 9.1808184 0.2801502 0 3.7292411  Styrofoam 3.5827584 0.1528092 2.337363 46.4350666  

Kayu 12.5396544 0.3862677 2.168397 0  Tetra Pak 1.7913792 0.5263428 5.491395 6.014905  Lainnya 4.0306032 1.2182289 27.654102 71.2164752  Total 2239.224 42.447 281.61 1202.981 98 

Page 101: Laporan Limbat Kelompok 2

Berikut adalah tabel komposisi sampah di tahun 2038

Sumber Sampah

Pemukiman Non Pemukiman

Jenis Sampah Pertokoan Sekolah Perkantoran PasarOrganik 1668.343423 18.8876618 73.608612 420.1684416 105.4291205Anorganik 710.9255772 27.404902 225.613388 889.5835584 1.6598795Kertas 214.8479907 13.9011712 103.3213566 493.2526032  ·Office paper + koran 59.9575788 4.3394946 38.5397936 178.781148

 

·Majalah + karton 83.274415 3.4337002 37.40275 157.5631656

 

·Kardus (box) 28.0753742 2.5556342 1.4063434 7.0726608  ·Kertas lain 43.3026958 3.5908278 26.0023918 149.8356288  Plastik 345.2319319 8.1244212 79.4733632 189.3901392  ·Kresek 143.4699207 2.426235 9.9940148 14.407272  ·Botol 26.171959 0.9520084 11.8791134 30.2552712  ·Gelas plastik 13.0859795 0.508354 3.4709752 51.2113032  ·Kemasan makanan 118.2496693 2.8329182 43.4171122 36.1491552

 

·Plastik lain 44.2544034 1.4002842 10.7121476 57.3671376  Kaca 23.3168362 1.1969426 0 58.4149392  Logam 6.1860994 0.0739424 0.0897666 0  Karet 8.3274415 0.0369712 1.047277 0  Tekstil 26.8857397 0.4944898 1.7055654 0  Pampers & Softex 51.8680642 0.7810166 0 0

 

B3 (baterai, elektronik) 1.6654883 0.1201564 0 9.82314

 

Kaleng 9.7550029 0.3050124 0 4.0602312  Styrofoam 3.8068304 0.1663704 2.4835426 50.5564272  

Kayu 13.3239064 0.4205474 2.3040094 0  Tetra Pak 1.9034152 0.5730536 5.834829 6.54876  Lainnya 4.2826842 1.3263418 29.3836004 77.5373184  Total 2379.269 46.214 299.222 1309.752 107 

Sumber : Pengolahan Penulis

IV.6.Sistem Pengelolaan yang akan diterapkan

IV.6.1 Aspek Institusi

Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya adalah institusi pengelola sampah di Kota

Tasikmalaya,yang melayani keseluruhan 8 kecamatan yang ada di Kota

Tasikmalaya.Untuk mencapai target daerah pelayanan di Kota Tasikmalaya tentunya

diperlukan pengelolaan yang mendetail sesuai dengan SNI 19-2454-2002 tentang 6

elemen fungsional pengelolaan sampah.Hal ini tentunya membutuhkan biaya yang tidak

Page 102: Laporan Limbat Kelompok 2

sedikit dan manajemen pengelolaan yang baik, sehingga diperlukan peningkatan mutu

SDM yang baik di Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya.Ciri-ciri kelembagaan yang baik

adalah responsive,adaptif,komitmen professional dan transparansi.Sehingga memudahkan

masyarakat yang membutuhkan data pengelolaan sampah tanpa perlu dilibatkan

birokrasi,Berikut kriteria yang diperlukan dalam pembagian kerja system pengelolaan

sampah.

Planner : Individu yang memiliki kemampuan untuk menentukan tujuan-tujuan yang

hendak di capai selama suatu masa yang akan datang dan pada yang harus diperbuat

agar dapat mencapai tujua-tujuan tersebut.

Leader : Individu yang memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan,

mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara manajer dan bawahan,

memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan agar dapat bertindak

tepat sasaran.

Controller : Individu yang memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai kegiatan

agar tidak terjadi kekacauan sehingga dapat bekerjas sama yang teradah dalam upaya

mencapai tujuan.

Employer : Individu yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan setiap instruksi

yang diberikan oleh atasan.

Selain peningkatan kualitas SDM yaitu untuk menjadi pegawai Dinas Cipta Karya

minimal memegang ijazah SMP,diperlukan pengawasan dari Komite Masyarakat.Maka

kinerja dari Dinas Cipta Karya harus dievaluasi tiap 6 bulan sekali dan transparasi penuh

dituntut dari segenap pegawai Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya.

IV.6.2 Aspek Teknik Operasional

Dalam perencanaan aspek Teknik Operasional,penulis mengikuti Standar Acuan SNI

19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengolahan Sampah Perkotaan.

Standar ini menetapkan tata cara teknik operasional yang meliputi dasar-dasar perencanaan

untuk daerah layanan,tingkat pelayanan,dan Teknik Operasional mulai dari pewadahan

sampah,pengangkutan sampah,pemilahan sampah,pengolahan serta pembuangan akhir

sampah.

Page 103: Laporan Limbat Kelompok 2

Faktor-faktor yang mempengaruhi system pengelolaan sampah perkotaan adalah :

Kepadatan dan penyebaran penduduk

Karakteristik fisik dan lingkungan

Timbulan dan karaktersitik sampah

Budaya,sikap dan perilaku masyarakat

Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan

Rencana tata kota dan pengembangan kota

Sarana pengumpulan,pengangkutan,pengolahan dan pembuangan akhir sampah.

Biaya yang tersedia

Peraturan daerah setempat

SNI 19-2454-2002

Page 104: Laporan Limbat Kelompok 2

IV.6.2.1 Konsep pengelolaan sampah melalui pengurangan

Dari tabel proyeksi jumlah timbulan dan komposisi limbah padat yang telah

dihitung,maka kami dapat merencanakan proses perwadahan dan konsep pengolahan limbah

padat yang diinginkan.Disini,penulis memutuskan untuk menggunakan konsep meminimalisasi

sampah di sumbernya.Secara ideal kemudian pendekatan proses pengolahan tersebut

dikembangkan urutan prioritas penanganan limbah secara umum, yaitu :

a. Langkah 1 Reduce (pembatasan): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sesedikit

mungkin

b. Langkah 2 Reuse (guna-ulang): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan

memanfaatkan limbah tersebut secara langsung

c. Langkah 3 Recycle (daur-ulang): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat

dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan, baik

sebagai bahan baku maupun sebagai sumber enersi

d. Langkah 4 Treatment (olah): residu yang dihasilkan atau yang tidak dapat dimanfaatkan

kemudian diolah, agar memudahkan penanganan berikutnya, atau agar dapat secara aman

dilepas ke lingkungan

e. Langkah 5 Dispose (singkir): residu/limbah yang tidak dapat diolah perlu dilepas ke

lingkungan secara aman, yaitu melalui rekayasa yang baik dan aman seperti menyingkirkan

pada sebuah lahan-urug (landfill) yang dirancang dan disiapkan secara baik

f. Langkah 6 Remediasi: media lingkungan (khusunya media air dan tanah) yang sudah

tercemar akibat limbah yang tidak terkelola secara baik, perlu direhabilitasi atau diperbaiki

melalui upaya rekayasa yang sesuai, seperti bioremediasi dan sebagainya.

Konsep proses bersih di atas kemudian diterapkan lebih spesifik dalam pengelolaan sampah,

dengan penekanan pada reduce, reuse dan recycle, yang dikenal sebagai pendekatan 3R. Upaya

R1, R2 dan R3adalah upaya minimasi atau pengurangan sampah yang perlu ditanganii.

Selanjutnya, usaha pengolahan atau pemusnahan sampah bertujuan untuk mengurangi dampak

negatif terhadap lingkungan bila residu tersebut dilepas ke lingkungan. Sebagian besar

Page 105: Laporan Limbat Kelompok 2

pengolahan dan/atau pemusnahan sampah bersifat transformasi materi yang dianggap

berbahaya sehingga dihasilkan materi lain yang tidak mengganggu lingkungan. Sedangkan

penyingkiran limbah bertujuan mengurangi volume dan bahayanya(seperti insinerasi) ataupun

pengurugan dalam tanah seperti landfilling (lahan-urug). Gambar 3.1 adalah skema umum yang

sejenis seperti dibahas di atas melalui pendekatan 3R, yang diperkenalkan di Jepang sebagai

Masyarakat Berwawasan Bahan-Daur (Sound Material Material-Cycle Society) dengan langkah

sebagai berikut:

a. Langkah 1: Penghematan penggunaan sumber daya alam

b. Langkah 2: Pembatasan konsumsi penggunaan bahan dalam kegiatan sehari-hari, termasuk

dalam proses produksi di sebuah industri

c. Langkah 3: Penggunaan produk yang dikonsumsi berulang-ulang

d. Langkah 4a: Pendaur-ulangan bahan yang tidak dapat digunakan langsung

e. Langkah 4b: Pemanfaatan enersi yang terkandung dalam sampah, yang biasanya dilakukan

melalui teknologi insinerasi

f. Langkah 5: Pengembalian residu atau limbah yang tidak dapat dimanfaatkan lagi melalui

disposal di alam secara aman dan sehat

Page 106: Laporan Limbat Kelompok 2

Konsep Pengurangan dalam Pengelolaan Sampah menurut UU-18/2008

Menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok utama

pengelolaan sampah, yaitu:

a. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan terjadinya sampah

R1), guna-ulang (R2) dan daur-ulang (R3)

b. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari:

− Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,

jumlah, dan/atau sifat sampah

− Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke

tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu

− Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat

penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke

tempat pemrosesan akhir

− Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah  −

Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil

pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

UU-18/2008 ini menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh semua

fihak adalah bagaimana agar mengurangi sampah semaksimal mungkin. Bagian sampah atau

residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih tersisa selanjutnya dilakukan pengolahan

(treatment) maupun pengurugan (landfilling). Pengurangan sampah melalui 3R menurut UU-

18/2008 meliputi:

a. Pembatasan (reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sesedikit mungkin

b. Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan memanfaatkan limbah

tersebut secara langsung

c. Daur-ulang (recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat dimanfaatkan secara

Page 107: Laporan Limbat Kelompok 2

langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku

maupun sebagai sumber enersi

Ketiga pendekatan tersebut merupakan dasar utama dalam pengelolaan sampah, yang

mempunyai sasaran utama minimasi limbah yang harus dikelola dengan berbagai upaya agar

limbah yang akan dilepas ke lingkungan, baik melaui tahapan pengolahan maupun melalui

tahan pengurugan terlebih dahulu, akan menjadi sesedikit mungkin dan dengan tingkat bahaya

sesedikit mungkin.

Gagasan yang lebih radikal adalah melalui konsep kegiatan tanpa limbah (zero waste).

Secara teoritis, gagasan ini dapat dilakukan, tetapi secara praktis sampai saat ini belum pernah

dapat direalisir. Oleh karenanya, gagasan ini lebih ditonjolkan sebagi semangat dalam

pengendalian pencemaran limbah, yaitu agar semua kegiatan manusia handaknya berupaya

untuk meminimalkan terbentuknya limbah atau meminimalkan tingkat bahaya dari limbah,

bahkan kalau muingkin meniadakan.

Konsep Daur Ulang dalam Penanganan Sampah Kota

Upaya 3R bukan saja terbatas dilakukan pada sumber sampah, tetapi sangat dianjurkan

untuk dillaksanakan dalam seluruh rangkaian penanganan sampah, yaitu mulai dari TPS

sampah ke titik akhir di TPA. Berdasarkan arus pergerakan sampah sejak dari sumber hingga

menuju ke pemrosesan akhir, penanganan sampah di suatu kota di Indonesia dapat dibagi

dalam 3 kelompok utama, yaitu:

a. Penanganan sampah tingkat sumber

b. Penanganan sampah tingkat kawasan, dan

c. Penanganan sampah tingkat kota.

Secara umum, upaya daur-ulang (R2 dan R3) dalam sistem penanganan sampah kota adalah

sebagai berikut:

- Guna menentukan potensi daur-ulang, dibutuhkan adanya survei tentang persentase sampah

pada masing-masing sumber, dan pada masing-masing tingkat penanganan sampah, sehingga

dapat dibuat neraca alur sampah mulai dari sumber sampai ke TPA.

Page 108: Laporan Limbat Kelompok 2

- Contoh neraca persentase sampah dari mulai sumber sampai ke TPA adalah seperti terlihat

dalam

- Langkah awal agar upaya kegiatan R2 dab R3 berhasil adalah melakukan pemilahan.

- Pemilahan sampah di sumbernya paling tidak dilakukan dengan mengelompokkan sampah

menjadi dua kelompok besar, yaitu sampah hayati (sampah organik) dan sampah non-hayati

(sampah nonorganik).

- Pemilahan di sumbernya seperti di rumah tangga, di industri, di pasar, dsb, sangat membantu

upaya R2 dab R3 karena akan memperoleh bahan dengan kondisi bersih.

Page 109: Laporan Limbat Kelompok 2

- Untuk memudahkan penggunaan, disamping kriteria yang terkait dengan fungsi, maka

dibutuhkan pengaturan warna:

Sampah organik: warna gelap

Sampah anorganik: warna terang

Sampah B3 rumah tangga: warna merah (standar internasional)

- Pemilahan sampah dikelompokkan menjadi beberapa jenis sampah seperti :

Sampah basah, yang akan digunakan misalnya sebagai bahan baku kompos

Sampah kering, yang digunakan sebagai bahan daur ulang

Teknik-teknik pengolahan dan pemanfaatan sampah antara lain adalah:

Pemotongan sampah

Pengomposan sampah baik dengan cara konvensional maupun dengan rekayasa

Pengomposan sampah secara vermi-kompos

Pemrosesan sampah sebagai sumber gas-bio

Pembakaran dalam Insinerator.

Page 110: Laporan Limbat Kelompok 2

Beberapa contoh kegiatan upaya 3R adalah sebagai berikut:

Fungsi pemilahan dapat dilaksanakan dengan pengaturan:

− Penyekatan sarana pengumpulan-pengangkutan sesuai dengan jenis sampah

Page 111: Laporan Limbat Kelompok 2

− Penjadwalan waktu pengumpulan sampah yang mudah membusuk, hendaknya diangkut

paling lama 2 hari sekali, sedang sampah non-hayati (anorganik) diangkut dengan frekuensi

seminggu sekali.

Daur ulang sampah di Indonesia banyak dilakukan oleh sektor informal, terutama oleh

pemulung, mulai dari rumah tangga sampai ke TPA. Tetapi metode daur ulang yang dilakukan

oleh pemulung terbatas pada pemisahan/pengelompokan. Berdasarkan komposisinya, sampah

terbagi dalam dua kategori besar, yaitu sampah organik (atau sampah basah) dan sampah

anorganik (atau sampah kering). Dari komposisi sampah tersebut, para pemulung memungut

sampah anorganik yang masih bernilai ekonomis dan dapat didaur ulang sebagai bahan baku

industri atau langsung diolah menjadi barang jadi yang dapat dijual. Barang-barang buangan

yang dikumpulkan oleh para pemulung adalah yang dapat digunakan sebagai bahan baku

primer maupun sekunder bagi industri tertentu. Bahan-bahan anorganik yang biasa dipungut

oleh para pemulung mencakup jenis kertas, plastik, metal/logam, kaca/gelas, karet, dan lain-

lain. Sampah yang dipisahkan umumnya adalah sampah yang dapat dimanfaatkan kembali

secara langsung, misalnya sampah botol, kardus, koran, barang-barang plastik, dan sebagainya.

Terdapat pula aktivitas pemilahan sampah sisa makanan dan/atau sampah dapur yang dapat

digunakan sebagai makanan ternak, bahan kompos dan sebagainya, seperti terlihat di Denpasar.

Berdasarkan cara kerja pemulung yang sebagian besar beroperasi di kawasan-kawasan

pemukiman, pasar, perkantoran maupun di TPS sampai ke TPA, maka dapat dikatakan bahwa

sampah anorganik yang diserap oleh pemulung merupakan sampah yang belum dapat

tertanggulangi oleh Pemerintah Daerah. Hal ini di satu sisi menunjukkan bahwa kegiatan

pemulungan memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah dalam hal penanganan sampah.

Namun di sisi yang lain, bantuan kegiatan pemulungan terhadap penaggulangan masalah

sampah menjadi tidak nyata terasa manfaatnya, karena mungkin Pemerintah Daerah

menganggap bahwa kegiatan pemulungan merupakan hal yang sudah semestinya terjadi,

dengan mengabaikan segi bantuannya terhadap penanganan kebersihan kota.Secara skematis

aktivitas memulung dapat digambarkan seperti berikut :

Page 112: Laporan Limbat Kelompok 2
Page 113: Laporan Limbat Kelompok 2

Berikut adalah potensi daur ulang dari sampah kering.

Pengomposan secara tradisional telah dikenal di Indonesia. Beberapa kota besar di

Indonesia telah menerapkan cara ini. Namun permasalahan utama yang dijumpai adalah

masalah pemasaran. Banyak usaha pengomposan tidak dapat berlanjut, karena tidak tersedianya

pasar yang dapat menyerap produk yang dihasilkan. Disamping masalah harga yang perlu

memperhitungkan ongkos pengangkutan, juga karena kualitas yang dihasilkan belum

memenuhi keinginan pasar. Penelitian-penelitian skala laboratorium maupun lapangan terus

berlanjut untuk meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan, misalnya mencampur dengan

dedak, penggunaan enzim sellulase untuk mempercepat masa pengomposan

Beberapa kota di Indonesia telah mencoba cara ini di beberapa permukiman. Bila cara

ini dapat diterapkan dan diterima oleh masyarakat, maka sebagian sampah dari permukiman

akan dapat tertangani.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan sampah basah sebagai makanan

cacing. Cacing yang digunakan umumnya dari jenis Lumbricus. Masalah utama yang perlu

mendapat perhatian adalah pemisahan sampah di sumber, yaitu untuk memperoleh sampah

yang cocok untuk makanan cacing. Sampah yang telah dipilah tersebut kemudian dikomposkan

selama 2 minggu. Dari kegiatan ini akan diperoleh casting yaitu bahan sejenis kompos, dengan

kualitas yang baik dan dengan ukuran butir yang sudah halus dan siap dijual. Disamping itu

Page 114: Laporan Limbat Kelompok 2

dihasilkan biomas cacing yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein, misalnya untuk

pakan ternak dan ikan.

Skema Pengumpulan Sampah di Pemukiman Secara Terintegrasi

Pewadahan Sampah

Berdasarkan pedoman dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah ,maka:

a. Pola pewadahan individual: diperuntukkan bagi daerah pemukiman berpenghasilan

menengah-tinggi dan daerah komersial. Bentuk yang dipakai tergantung selera dan kemampuan

pengadaan dari pemiliknya, dengan kriteria:

Bentuk: kotak, silinder, kantung, kontainer.

Sifat: dapat diangkat, tertutup.

Page 115: Laporan Limbat Kelompok 2

Bahan: logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air, panas

matahari, tahan diperlakukan kasar, mudah dibersihkan.

Ukuran: 10-50 liter untuk pemukiman, toko kecil, 100-500 liter untuk kantor, toko

besar, hotel, rumah makan.

Pengadaan: pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola.

b. Pola pewadahan komunal : diperuntukkan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman

kota, jalan, pasar. Bentuk ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannya

adalah umum, dengan kriteria:

Bentuk: kotak, silinder, kontainer.

Sifat: tidak bersatu dengan tanah, dapat diangkat, tertutup.

Bahan: logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air, panas

matahari, tahan diperlakukan kasar, mudah dibersihkan.

Ukuran: 100-500 liter untuk pinggir jalan, taman kota, 1-10 m3 untuk pemukiman dan

pasar.

Pengadaan: pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi hasil produksi),

instansi pengelola.

Page 116: Laporan Limbat Kelompok 2

Pengumpulan Sampah

Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan cara pengumpulan dari

masingmasing sumber sampah untuk diangkut ke

1. Langsung ke tahap pemindahan dan pengangkutan dibawa ke TPA atau ;

Langsung ke tahap pemindahan dan pengangkutan masuk pada tahap

pengolahan pada UPS tertentu yaitu pemisahan – pemrosesan – transformasi

sampah dibawa ke TPA

2. Masuk pada tahap pengolahan pada UPS tertentu yaitu pemisahan – pemrosesan –

transformasi sampah diangkut dibawa ke TPA

3. Dari pengumpulan dibawa ke TPA

Operasional pengumpulan dan pengangkutan sampah mulai dari sumber sampah

hingga ke lokasi pemrosesan akhir atau ke lokasi pemrosesan akhir, dapat dilakukan dengan

dua cara, yaitu secara langsung (door to door), atau secara tidak langsung (dengan

menggunakan transfer depo/container ) sebagai Tempat Penampungan Sementara (TPS),

dengan penjelasan sebagai berikut

Page 117: Laporan Limbat Kelompok 2

a. Secara langsung (door to door):

Pada sistem ini proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan bersamaan.

Sampah dari tiap-tiap sumber akan diambil, dikumpulkan dan langsung diangkut ke tempat

pemrosesan, atau ke tempat pembuangan akhir.

b. Secara tidak langsung (communal):

Pada sistem ini, sebelum diangkut ke tempat pemrosesan, atau ke tempat pemrosesan akhir,

sampah dari masing-masing sumber dikumpulkan dahulu oleh sarana pengumpul seperti

dalam gerobak tangan (hand cart) dan diangkut ke TPS.Dalam hal ini, TPS dapat pula

berfungsi sebagai lokasi pemrosesan skala kawasan guna mengurangi jumlah sampah yang

harus diangkut ke pemrosesan akhir.

Tempat penampungan sementara merupakan suatu bangunan atau tempat yang digunakan

untuk memindahkan sampah dari gerobak tangan (hand cart) ke landasan, kontainer atau

langsung ke truk pengangkut sampah. Tempat penampungan sementara ini berupa :

Page 118: Laporan Limbat Kelompok 2

a. Transfer station I / transfer depo, biasanya terdiri dari:

− Bangunan untuk ruangan kantor.

− Bangunan tempat penampungan/pemuatan sampah.

− Pelataran parkir.

− Tempat penyimpanan peralatan.

Untuk suatu lokasi transfer depo, atau di Indonesia dikenal sebagai Tempat Penampungan

Sementara (TPS) seperti di atas diperlukan areal tanah minimal seluas 200 m2. Bila lokasi

ini berfungsi juga sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan, maka dibutuhkan

tambahan luas lahan sesuai aktivitas yang akan dijalankan.

b. Kontener besar (steel container) volume 6 – 10 m

Diletakkan di pinggir jalan dan tidak mengganggu lalu lintas. Dibutuhkan landasan

permanen sekitar 25-50 m2 untuk meletakkan kontainer. Di banyak tempat di kota-kota

Indonesia, landasan ini tidak disediakan, dan kontainer diletakkan begitu saja di lahan

tersedia. Penempatan sarana ini juga bermasalah karena sulit untuk memperoleh lahan, dan

belum tentu masyarakat yang tempat tinggalnya dekat dengan sarana ini bersedia

menerima.

c. Bak komunal yang dibangun permanen dan terletak di pinggir jalan:

Hal yang harus diperhatikan adalah waktu pengumpulan dan frekuensi pengumpulan.

Sebaiknya waktu pengumpulan sampah adalah saat dimana aktivitas masyarakat tidak

begitu padat, misalnya pagi hingga siang hari. Frekuensi pengumpulan sampah menentukan

banyaknya sampah yang dapat dikumpulkan dan diangkut perhari. Semakin besar frekuensi

pengumpulan sampah, semakin banyak volume sampah yang dikumpulkan per service per

kapita. Bila sistem pengumpulan telah memasukkan upaya daur-ulang, maka frekuensi

pengumpulan sampah dapat diatur sesuai dengan jenis sampah yang akan dikumpulkan.

Dalam hal ini sampah kering dapat dikumpulkan lebih jarang.

Page 119: Laporan Limbat Kelompok 2

Berikut adalah daftar perencanaan pengumpulan dan frekuensi pengumpulan Kota

Tasikmalaya berdasarkan pedoman dari Departemen Pekerjaan Umum.

Sumber

Penghasil

SampahJenis Sampah Tipe Pewadahan

Frekuensi

Pengumpulan

Pemukiman

Padat dan teratur

Padat dan tidak

teratur

Sampah OrganikKantong plastik

1x sehari

Sampah

Anorganik

Bin sampah dan

Bak permanen di

depan rumah

3x seminggu

Tidak padat dan

tidak teratur

Padat dan teratur

Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari

Sampah

Anorganik

Bin sampah dan

Bak permanen di

depan rumah

2x seminggu

Padat dan tidak

teratur

Sampah OrganikKantong plastik 1x sehari

Sampah

Anorganik

Kantong plastik

dan bak sampah

komunal

2x seminggu

Sumber Penghasil

Sampah Jenis Sampah Tipe PewadahanFrekuensi

PengumpulanNon Pemukiman

Kawasan

Pendidikan dan

Sarana Umum

Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari

Sampah AnorganikBak sampah dan

kontainer3x seminggu

Kawasan

Perdagangan

Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari

Sampah Anorganik Tong/bin sampah 3x seminggu

Page 120: Laporan Limbat Kelompok 2

dan kontainer

Kawasan

Perkantoran

Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari

Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari

Kawasan IndustriSampah Anorganik

Bak/bin sampah

dan kontainer3x seminggu

Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari

Kawasan TamanSampah Anorganik

Bak/bin sampah

dan kontainer3x seminggu

Sampah Organik

Tong Sampah

khusus sampah

Organik

1x sehari

Kawasan Jalan

Sampah Anorganik

Tong Sampah

khusus sampah

anorganik dan bak

sampah

3x seminggu

Sampah AnorganikBak/bin sampah

dan kontainer3x seminggu

Kawasan Selokan Sampah Organik Kantong plastik 1x sehari

Sampah AnorganikBak/bin sampah

dan kontainer3x seminggu

Setelah sampah dikumpulkan, berdasarkan skema enam elemen fungsional pengelolaan

sampah terpadu perkotaan, ada tiga kemungkinan tahapan selanjutnya yaitu:

4. Langsung ke tahap pemindahan dan pengangkutan dibawa ke TPA atau ;

Langsung ke tahap pemindahan dan pengangkutan masuk pada tahap

pengolahan pada UPS tertentu yaitu pemisahan – pemrosesan – transformasi

sampah dibawa ke TPA

5. Masuk pada tahap pengolahan pada UPS tertentu yaitu pemisahan – pemrosesan –

transformasi sampah diangkut dibawa ke TPA

6. Dari pengumpulan dibawa ke TPA

Page 121: Laporan Limbat Kelompok 2

Sistem Operasional Pengangkutan Sampah

Untuk sistem door-to-door, yaitu pengumpulan sekaligus pengangkutan sampah, maka

sistem pengangkutan sampah dapat menggunakan pola pengangkutan sebagai berikut :

Kendaraan keluar dari pool dan langsung menuju ke jalur pengumpulan sampah.

Truk sampah berhenti di pinggir jalan di setiap rumah yang akan dilayani, dan pekerja

mengambil sampah serta mengisi bak truk sampah sampai penuh.

Setelah terisi penuh, truk langsung menuju ke tempat pemrosesan atau ke TPA Dari

lokasi pemrosesan tersebut, kendaraan kembali ke jalur pelayanan berikutnya sampai

shift terakhir, kemudian kembali ke pool.

Untuk sistem pengumpulan secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan Transfer

Depo/TD), maka pola pengangkutan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Kendaraan keluar dari pool langsung menuju lokasi TD, dan dari TD sampah-

sampah tersebut langsung diangkut ke pemrosesan akhir

Dari pemrosesan tersebut, kendaraan kembali ke TD untuk pengangkutan ritasi

berikutnya. dan pada ritasi terakhir sesuai dengan yang ditentukan, kendaraan

tersebut langsung kembali ke pool.

Page 122: Laporan Limbat Kelompok 2

Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan individual langsung (door to door)

adalah seperti terlihat pada sekema berikut :

Penjelasan ringkas dalam sistem tersebut adalah:

Truk pengangkut sampah berangkat dari pool menuju titik sumber sampah pertama

untuk mengambil sampah

Selanjutnya truk tersebut mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah

berikutnya sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya.

Sampah diangkut ke lokasi pemrosesan atau ke TPA

Setelah pengosongan sampah di lokasi tersebut, truk menuju kembali ke lokasi

sumber sampah berikutnya sampai terpenuhi ritasi yang telah ditetapkan.

Untuk pengumpulan sampah dengan sistem container di Kota Tasikmalaya

menggunakan pola pengangkutannya adalah sebagai berikut:

Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer Cara-1 (Gambar 7.7) dengan

keterangan:

Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke

pemrosesan atau ke TPA.

Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula.

Page 123: Laporan Limbat Kelompok 2

Menuju ke kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke pemrosesan atau ke TPA.

Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula.

Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

Pengolahan Sampah

Untuk mengolah sampah yang dihasilkan di Kota Tasikmalaya direncanakan dengan

alternatif Pengomposan.

Untuk meminimalisir biaya dan memberikan kemudahan dalam pengolahan,maka

pengomposan di Kota Tasikmalaya akan menggunakan metode Sistem Windrow yang

merupakan teknologi yang relatif paling sederhana melalui penumpukan bahan kompos

secara tradisional. Suplai oksigen dari udara bebas dimasukkan dari bawah tumpukan,

dengan melengkapi drainase penyalur udara di bawahnya. Materi kompos dibiarkan

terdekomposisi secara alamiah dan oleh kegiatan bakteri yang menghasilkan panas pada

tumpukan kompos. Panas terbentuk selain membunuh bakteri patogen juga membantu

proses perbaikan dan pengeringan secara perlahan.

Proses ini membutuhkan waktu sekitar 2 - 3 minggu untuk mencapai kompos setengah

matang, dan membutuhkan 3 - 4 bulan berikutnya untuk menghasilkan kompos matang.

Tempat Pemrosesan Akhir Sampah

Kota Tasikmalaya memiliki 1 TPA,yaitu TPA Ciangir yang tetap akan digunakan.. Namun

sangat disayangkan bahwa TPA ini masih menggunakan konsep controlled landfill.Untuk

memaksimalkan kinerja maka dibutuhkan penanganan lebih lanjut untuk merevitalisasi TPA

Ciangir sehingga menjadi TPA yang berbasis sanitary landfill ,yang disini penulis akan

Page 124: Laporan Limbat Kelompok 2

mengadopsi system seperti di TPST(Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Cakung-Cilincing.

Berikut teknis dan tinjauan perencanaan yang akan dikembangkan dalam regenerasi TPA :

1. Jenis Tempat Pembuangan, ditinjau menjadi dua kondisi yakni:

Jenis serta kondisi sampah yang akan ditampung

Stabilisasi tempat lebih awal sebelum pembuangan

2. Daya Tampung TPA, ditinjau menjadi 3 kondisi yakni :

Daya tampung tempat pembuangan disesuaikan dengan target timbulan sampah

Desain tempat pembuangan yang disesuaikan dengan keterbatasan lahan

Kemampuan teknis dalam pengembangan kondisi TPA

3. Pertimbangan lingkungan dan sosial regenerasi TPA, ditinjau dari 2 aspek, yakni:

Perkembangan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)

proyek

Dampak sosial yang ditimbulkan akibat regenerasi TPA

4. Utilitas Penunjang Kinerja TPA ditinjau menjadi 11 kondisi, yakni :

Rencana tata ruang (layout) perencanaan desain TPA

Pembuatan desain struktur tanggul penahan buangan sampah

Pembuatan desain saluran drainase pada kondisi saat terjadinya hujan

Pembuatan desain saluran pipa pengumpul air lindi

Pembuatan desain sistem pengolahan lindi

Pembuatan desain pembangunan unit composting

Pembuatan desian lapisan kedap tempat pembuangan

Konsep sarana pelepasan gas

Pembuatan desain struktur pengumpul gas metan untuk mengaplikasikan

konsen CDM

Penggunaan peralatan berat untuk pengoperasian tempat pembuangan

Konsep akhir perngoperasian pasca penutupan TPA.

Berikut adalah diagram penanganan sampah setelah unloading dari container pada TPA

Ciangir :

Page 125: Laporan Limbat Kelompok 2

Sumber : TPST Cakung Cilincing

IV.6.3 Aspek Pembiayaan

Kota Tasikmalaya dengan daerah pelayanan yang terdiri dari 8 kecamatan memiliki satu

TPA yaitu TPA Ciangir,untuk mengubah TPA Ciangir untuk mengadopsi konsep TPST

Cakung Cilincing maka diperlukan perencanaan dan dana untuk mewunjudkan konsep

tersebut.Biaya investasi untuk alat pengomposan,pengumpulan,instalasi pengolahan

dll.Sumber dana akan digunakan dari investasi investor pihak swasta dan dari APBD Kota

Tasikmalaya.

Selain itu untuk meningkatkan tingkat pelayanan,maka diperlukan armada baru seperti

pick up,gerobak,arm roll truck,compactor truck.Dan tentunya dengan penambahan armada

Page 126: Laporan Limbat Kelompok 2

baru,maka diperlukan penambahan supir dan petugas truk.Serta perlunya penyuluhan

masyarakat yang terus menerus untuk menimbulkan kepedulian akan gerakan 3R.

Untuk dana pengelolaan sampah Kota Tasikmalaya,akan diambil dari hasil retribusi

daerah yang telah ditetapkan sebelumnya.Untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan atau

praktek penggelapan uang,maka retribusi sampah hanya boleh dibayarkan lewat Transfer

Bank atau langsung di Kantor Dinas Cipta Karya.

IV.6.4 Aspek Peraturan

Peraturan yang dipakai adalah:

Perda No.29 Tahun 2003 tentang Kebersihan,Keindahan dan Kelestarian Lingkungan.

Perda No.21 Tahun 2004 tentang Sanksi bagi pelanggar Kebersihan,Keindahan dan Ketertiban

Perda No.8 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya

Perda No.3 Tahun 2008 Tentang Rincian Kewajiban Pemerintah yang menjadi kewenangan.

Spesifikasi lain yang digunakan sebagai regulasi untuk pengelolaan sampah

mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu:

10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008

11. SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah

Perkotaan

12. SK SNI-T-12-1991-03 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di

Pemukiman.

13. SNI 03- 3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman

14. SNI 19-3964-1994 tentang metode pengambilan dan pengukuran contoh

timbulan dan komposisi sampah perkotaan.

15. SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah.

16. SNI 19-2454-2002 revisi SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara

Operasional Teknik Pengelolaan Sampah di Perkotaan.

Page 127: Laporan Limbat Kelompok 2

17. Pt T-13-2002-C tentang tata cara pengelolaan sampah dengan sistem daur

ulang pada lingkungan

18. SNI 3242 : 2008 tentang tata cara pengelolaan sampah di pemukiman

IV.6.5 Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kesediaan

masyarakat untuk membantu berhasilnya program pengembangan pengelolaan sampah

sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri

sendiri.

Tanpa adanya peran serta masyarakat semua program pengelolaan persampahan

yang direncanakan akan sia-sia. Salah satu pendekatan masyarakat untuk dapat

membantu program pemerintah dalam keberhasilan adalah membiasakan masyarakat

pada tingkah laku yang sesuai dengan program persampahan yaitu merubah persepsi

masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata, merubah

kebiasaan masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata,

merubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang kurang baik dan faktor-

faktor sosial, struktur dan budaya setempat.Untuk inilah konsep “gotong royong” dalam

pengelolaan sampah sangat diperlukan.Selain untuk mengolah sampah,juga untuk

mengawasi kinerja dari Dinas Cipta Karya.Karena masyarakat Tasikmalaya yang

memiliki budaya gotong royong,maka tidaklah sulit untuk menerapkan konsep ini.

Page 128: Laporan Limbat Kelompok 2

Bab VI

Sistem Pengelolaan Limbah Padat Terpadu Kota Tasikmalaya

VI.1.Aspek Institusi

Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya adalah institusi pengelola sampah di Kota

Tasikmalaya,yang melayani keseluruhan 8 kecamatan yang ada di Kota

Tasikmalaya.Untuk mencapai target daerah pelayanan di Kota Tasikmalaya tentunya

diperlukan pengelolaan yang mendetail sesuai dengan SNI 19-2454-2002 tentang 6

elemen fungsional pengelolaan sampah.Hal ini tentunya membutuhkan biaya yang tidak

sedikit dan manajemen pengelolaan yang baik, sehingga diperlukan peningkatan mutu

SDM yang baik di Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya.Ciri-ciri kelembagaan yang baik

adalah responsive,adaptif,komitmen professional dan transparansi.Sehingga memudahkan

masyarakat yang membutuhkan data pengelolaan sampah tanpa perlu dilibatkan

birokrasi,Berikut kriteria yang diperlukan dalam pembagian kerja system pengelolaan

sampah.

Planner : Individu yang memiliki kemampuan untuk menentukan tujuan-tujuan yang

hendak di capai selama suatu masa yang akan datang dan pada yang harus diperbuat

agar dapat mencapai tujua-tujuan tersebut.

Leader : Individu yang memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan,

mengadakan komunikasi agar ada saling pengertian antara manajer dan bawahan,

memberi semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan agar dapat bertindak

tepat sasaran.

Controller : Individu yang memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai kegiatan

agar tidak terjadi kekacauan sehingga dapat bekerjas sama yang teradah dalam upaya

mencapai tujuan.

Employer : Individu yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan setiap instruksi

yang diberikan oleh atasan.

Selain peningkatan kualitas SDM yaitu untuk menjadi pegawai Dinas Cipta Karya

minimal memegang ijazah SMP,diperlukan pengawasan dari Komite Masyarakat.Maka

Page 129: Laporan Limbat Kelompok 2

kinerja dari Dinas Cipta Karya harus dievaluasi tiap 6 bulan sekali dan transparasi penuh

dituntut dari segenap pegawai Dinas Cipta Karya Kota Tasikmalaya.

No.

Uraian Satuan Tahun Prediksi2014 2019 2024 2029 2034 2039

ALOKASI SUMBER DAYA

1 Supir Truk Orang 25 30 37 47 58 70

2 Petugas Pengangkut

Sampah

Orang 60 71 86 104 125 147

Pekerja di TPA

3 Zona Pengomposan

Orang 8 8 11 13 13 15

4 Zona Daur Ulang

Orang 15 18 20 23 26 28

5 Operasi Alat Berat

Orang 5 5 6 6 6 6

6 Pekerja Administrasi

/Kantor

Orang 5 5 6 6 6 6

7 Teknisi Orang 10 11 12 12 13 14

8 Pekerja Lain-Lain

Orang 14 14 14 14 16 16

Page 130: Laporan Limbat Kelompok 2

VI.2.Aspek Peraturan

Aspek peraturan dipakai sebagai landasan akan kebijakan dan pola penanganan sampah

yang direncanakan.Kegunaan aspek peraturan di dalam pengelolaan sampah,antara lain sebagai

berikut :

1. Landasan pendirian instansi pengelola (Dinas Perusahaan Daerah dan lainnya)

2. Landasan pemberlakuan struktur tarif

3. Landasan ketertiban umum (masyarakat) dalam pengelolaan persampahan.

Peraturan yang dipakai adalah:

Perda No.29 Tahun 2003 tentang Kebersihan,Keindahan dan Kelestarian Lingkungan.

Perda No.21 Tahun 2004 tentang Sanksi bagi pelanggar Kebersihan,Keindahan dan Ketertiban

Perda No.8 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya

Perda No.3 Tahun 2008 Tentang Rincian Kewajiban Pemerintah yang menjadi kewenangan.

Spesifikasi lain yang digunakan sebagai regulasi untuk pengelolaan sampah

mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu:

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008

SNI T-13-1990-F tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan

SK SNI-T-12-1991-03 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman.

SNI 03- 3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman

SNI 19-3964-1994 tentang metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan

komposisi sampah perkotaan.

SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah.

SNI 19-2454-2002 revisi SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Operasional Teknik

Pengelolaan Sampah di Perkotaan.

Pt T-13-2002-C tentang tata cara pengelolaan sampah dengan sistem daur ulang pada

lingkungan

SNI 3242 : 2008 tentang tata cara pengelolaan sampah di pemukiman

Page 131: Laporan Limbat Kelompok 2

VI.3.Aspek Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kesediaan masyarakat

untuk membantu berhasilnya program pengembangan pengelolaan sampah sesuai dengan

kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Pada daerah

pelayanan ini akan diterapkan “Prinsip Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat”

sehingga peran serta masyarakat dalam turut serta mengelola sampah menjadi sangat penting

karena sistem Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM) dicirikan oleh adanya

keterlibatan masyarakat penggunanya dalam kegiatan perencanaan dan pengoperasian sistem

tersebut. Sewajarnya suatu pengelolaan sampah berbasis masyarakat memiliki beberapa

fasilitas mendasar untuk mengumpulkan sampah dan menanganinya lebih lanjut. Ada 8

syarat keberlanjutan pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini, yaitu:

1. Keterlibatan masyarakat yang menyeluruh; termasuk dalam proses

perencanaan, pengoperasian, penentuan anggaran, pengadaan dana operasional,

penilaian kinerja, dan penentuan pengelolaan PSBM. Mekanisme pengambilan

keputusan harus disepakati bersama dan dipahami secara jelas oleh seluruh

masyarakat penggunanya.

2. Kejelasan batas wilayah; yang ditentukan oleh masyarakat pengguna PSBM

sesuai keinginan dan kesanggupannya. Wilayah layanan dari suatu PSBM

sebaiknya disesuaikan dengan batasan wilayah yang umum dikenal. Misalnya RT,

RW, kelurahan maupun desa. Ada baiknya wilayah layanan dari suatu PSBM

diketahui oleh instansi kebersihan setempat.

3. Strategi pengelolaan sampah yang terpadu; yang disesuaikan dengan sasaran

akhir dari pengelolaan sampah yang disepakati oleh seluruh masyarakat pengguna

PSBM. Cakupan dari suatu strategi pengelolaan sampah perlu meliputi a) berbagai

tindakan terhadap tiap jenis sampah, dan b) keterkaitan dengan pola penanganan

sampah di luar PSBM (off-site system).

4. Pemanfaatan sampah yang optimal; khususnya guna a) mengurangi beban

pembuangan atau pemusnahan sampah, b) memaksimalkan penggunaan sumber

daya, dan c) mendapatkan pemasukan finansial. Suatu PSBM sebaiknya perlu

mempertimbangkan adanya pengomposan dan daur ulang. Atau setidaknya

penjualan sampah yang tergolong sebagai sampah Layak Daur Ulang.

Page 132: Laporan Limbat Kelompok 2

5. Fasilitas persampahan yang memadai; guna mendukung implementasi dari

strategi pengelolaan sampah yang disepakati. Fasilitas persampahan setidaknya

harus dapat menampung seluruh buangan sampah di dalam wilayah layanan PSBM.

Sampah yang terkumpul dapat tertangani dengan baik guna mencegah timbulnya

dampak lingkungan, baik di dalam wilayah PSBM maupun di daerah sekitarnya.

6. Kelompok penggerak yang mumpuni; guna mengoperasikan PSBM sesuai

strategi dan rencananya. Kelompok penggerak perlu memiliki struktur organisasi

dan pengurus yang disepakati masyarakat. Tiap anggotanya harus memiliki

pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Secara periodik, kelompok

penggerak perlu mempertanggungjawabkan kinerjanya sesuai dengan mekanisme

yang disepakati.

7. Optimasi pendanaan sendiri; sehingga setidaknya dapat memenuhi biaya operasi

dan perawatan PSBM. Beberapa sumber dana yang patut dioptimalkan antara lain

adalah iuran warga, pemasukan dari penjualan sampah Layak Daur Ulang, dan

penjualan kompos. Selain mengoptimalkan perolehan dana, kelompok penggerak

perlu memastikan agar PSBM dapat beroperasi dengan biaya yang serendah-

rendahnya.

8. Pola kemitraan yang menguntungkan; baik itu kemitraan untuk pengembangan

PSBM, pemanfaatan sampah, maupun untuk penanganan sampah di luar PSBM

(off-site system). Kemitraan perlu dijalin dengan pihak swasta, pihak pemerintah,

maupun pihak-pihak lainnya. PSBM tidak akan mampu mempertahankan

keberlanjutannya tanpa adanya kemitraan yang saling menguntungkan.

Peran serta masyarakat dalam PSBM ini adalah sebagai berikut.

1. Masyarakat sebagai Pengembang; yang terlibat dalam perencanaan dan

pembangunan PSBM.

2. Masyarakat sebagai Pengawas; yang akan melakukan pengawasan dan penilaian

kinerja dari PSBM dan tenaga pelaksananya.

3. Masyarakat sebagai Bagian Pelaksana Operasi PSBM; yang akan terlibat

dalam:

a) minimisasi, pengolahan, dan pemilahan sampah di rumahnya masing-masing,

Page 133: Laporan Limbat Kelompok 2

b) pewadahan dan pengumpulan sampah, dan

c) pemeliharaan fungsi fasilitas komunal

4. Masyarakat sebagai Operator PSBM; yang nantinya akan terlibat langsung

dalam pengoperasian, pemeliharaan, dan pengaturan administrasi PSBM.

Contoh peran masyarakat terhadap permasalahan sampah adalah sebagai berikut.

1) Melakukan Penangan di Sumber

Masyarakat mempraktikkan 3R (reduce, reuse, recycle) di rumahnya masing-

masing guna mengurangi jumlah timbulan sampah. Salah satu caranya dengan

pengomposan skala rumah tangga.

2) Pewadahan Sampah

Untuk mengoptimalkan upaya pemanfaatan sampah, suatu PSBM sebaiknya

menerapkan sistem pewadahan terpisah antara sampah basah dengan sampah kering.

Pewadahan khusus juga perlu disediakan untuk sampah B3.

3) Pembentukan Wadah Penyuluhan

Membentuk media bagi penyuluhan dan peningkatan pengetahuan masyarakat

tentang arti penting sampah yang sesungguhnya, baik dari segi kesehatan, estetika

maupun dari segi nilai ekonomisnya. Dalam hal ini pemerintah daerah dapat

bekerjasama dengan pihak-pihak yang perhatian pada permasalah sampah, lingkungan,

dan kesehatan di daerah pelayanan.

4) Secara informal turut menerangkan arti kebersihan pada anggota masyarakat lainnya

5) Mengikuti tata cara kebersihan yang ditentukan oleh pemerintah kota/kabupaten

6) Membayar retribusi secara aktif

VI.4.Aspek Teknis Operasional