23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Percobaan: a. Untuk memperoleh gambaran dalam merancang eksperimen untuk memperoleh DE 50 dan DL 50 b. Untuk memahami konsep indeks terapi dan implikasi-implikasinya 1.2 Prinsip Percobaan a. Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika dosis obat yang diberikan juga meningkat. b. Semakin besar indeks terapi obat semakin besar efek terapeutiknya.

LAPORAN P3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

reyeryrthyrtij67i9;p0

Citation preview

Page 1: LAPORAN P3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan:a. Untuk memperoleh gambaran dalam merancang eksperimen untuk

memperoleh DE50 dan DL50

b. Untuk memahami konsep indeks terapi dan implikasi-implikasinya

1.2 Prinsip Percobaan a. Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika

dosis obat yang diberikan juga meningkat.b. Semakin besar indeks terapi obat semakin besar efek terapeutiknya.

Page 2: LAPORAN P3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dosis Respon Obat dan Indeks Terapi

Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah,

mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi

tertentu, misalnya membuat seseorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka

selama pembedahan. (Ganiswara et. .al, 2007).

Dalam farmakologi terfokus pada dua subdisiplin, yaitu farmakodinamik

dan farmakokinetik. Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam

tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni

proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolism (M), dan ekskresi (E).

Farmakodinamik menyangkut pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau

makhluk, secara keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi, biokimia, dan

patologi. Obat farmakodinamik bekerja meningkatkan atau menghambat fungsi

suatu organ (Ganiswara et. al., 2007).

Efek terapeutik obat dan efek toksik obat adalah hasil dari interaksi obat

tersebut dengan molekul di dalam tubuh pasien. Sebagian besar obat bekerja

melalui penggabungan dengan makromolekul khusus dengan cara mengubah

aktivitas biokimia dan biofisika makromolekul, hal ini dikenal dengan istilah

reseptor (Katzung, 1989).

Obat biasanya diberikan dalam dosis biasa atau dosis rata-rata, yang cocok

untuk sebagian besar pasien. Untuk pasien lainnya, dosis biasa ini terlalu besar

sehingga menimbulkan efek toksik atau terlalu kecil sehingga tidak efektif

(Ganiswara et. al., 2007).

Page 3: LAPORAN P3

Kebanyakan obat diubah di hati dalam hati, kadang-kadang dalam ginjal

dan lain-lain. Kalau fungsi hati tidak baik maka obat yang biasanya diubah dalam

hati tidak mengalami peubahan atau hanya sebagian yang diubah. Hal tesebut

menyebabkan efek obat berlangsung lebih lama dan obat menjadi lebih toxic.

(Lamidi, 1995).

Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding

langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon

menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon

lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan

efek obat digambarkan dengan kurva hiperbolik.

Gambar potensi dan efektifitas (Widjojo et. al., 2009)

Keterangan :

Dosis kecil → efek besar = potensi besar dan sebaliknya

Obat berpotensi besar → kurve semakin miring dan sebaliknya

Obat berefektifitas besar → kurve semakin tinggi dan sebaliknya (Widjojo et. al.,

2009)

Page 4: LAPORAN P3

Konsentrasi dan Respon Obat

Gambar hubungan antara konsentrasi obat dan respon obat (Widjojo et. al., 2009)

Gambar profil kinetik satu dosis (Widjojo et. al., 2009)

Gambar profil kinetik berbagai dosis (Widjojo et. al., 2009)

Perbedaan formulasi dengan kop (kadar obat)

Formulasi F1 ,F2 ,F3 berbeda satu sama lain

Availabilitas Farmasi F1 > F2 > F3 ; Availabilitas sistemik dapat sama (Widjojo

et. al., 2009)

Page 5: LAPORAN P3

Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding

langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon

menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon

lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan

efek oabat digambarkan dengan kurva hiperbolik menurut persamaan sebagi

berikut:

E= Emax +[D ]

KD+[ D ],K D=

K2

K1 = konstanta disosiasi kompleks obat reseptor

Jika K D = [D], maka : E = Emax+[ D ][ D ]+[ D ]

= 12

Emax

di mana E adalah efek yang diamati pada konsentrasi C, Emaks adalah respons

maksimal yang dapat dihasilkan oleh obat. EC50 adalah konsentrasi obat yang

menghasilkan 50% efek maksimal.

Gambar korelasi potensi dan efektifitas (Widjojo et. al., 2009)

Hubungan antara konsentrasi dan efek obat (panel A) atau obat yang

terikat reseptor (panel B). Konsentrasi obat yang efeknya separuh maksimum

disebut EC50 dan konsentrasi obat yang okupansi reseptornya separuh maksimum

disebut KD. (Ganiswara et. al., 2007).

Suatu agonis didefenisikan sebagai suatu obat yang dapat mengikat

suatu reseptor dan menimbulkan respons. Besarnya efek obat tersebut tergantung

Page 6: LAPORAN P3

kepada konsentrasinya pada tempat reseptor yang ditentukan oleh dosis obat yang

diberikan dan oleh faktor-faktor khusus dari obat tersebut, seperti kecepatan

absorbsi distribusi dan metabolisme.Efek dari suatu obat paling mudah dianalisis

dengn membuat grafik besarnya respons versus log dosis obat tersebut, sehingga

didapatkan suatu kurva respons-dosis bertingkat

Hubungan dosis dan respons bertingkat

1. Efikasi. Efikasi adalah respons maksimal yang dihasilkan oleh suatu obat.

Efikasi tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk

dan efisiensi reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu kerja

selular. Efikasi analog dengan kecepatan maksimal suatu reaksi yang

dikatalisis enzim [ Catatan : Suatu persenyawaan bisa reseptor tanpa

menghasilkan suatu respons. Persenyawaan ini disebut mempunyai efikasi

nol dan bisa bekerja sebagai suatu antagonis ].

2. Potensi. Potensi, juga disebut konsentrasi dosis efektif adalah suatu

ukuran berapa banyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respons

tertentu. Makin rendah dosis yang dibutuhkan untuk suatu respons yang

diberikan, makin poten obat tersebut. Potensi paling sering dinyatakan

sebagai dosis obat yang memberikan 50 % dari respons maksimal ED50

.

Obat dengan suatu ED 50

yang rendah lebiuh poten daripada obat dengan

ED50

yang lebih besar. Afinitas ( Kd

) suatu reseptor untuk obat

merupakan suatu faktor yang penting dalam menentukan potensi. Tetapi,

efikasi lebih penting daripada potensi karena terpusat pada efektivitas

obat. (Misalnya , suatu obat yang lebih poten tidak bisa mencapai

reseptornya dalam konsentrasi yang cukup akibat beberapa keadaan

patologik).

3. Slope kurva dosis-respons. Slope kurva dosis-respons bervariasi sari

suatu obat ke obat lainnya. Suatu slope yang curam menunjukkan bahwa

Page 7: LAPORAN P3

suatu peningkatan dosis yang kecil menghasilkan suatu perubahan yang

besar (Katzung, 1989).

Suatu kurva dari tiga obat yang berbeda yang menunjukkan potensi

farmakologis yang berbeda dan efikasi maksimal yang berbeda. Obat A lebih

poten dibanding obat B, tetapi keduanya memiliki efikasi yang yang sama,

sedangkan obat C memperlihatkan potensi dan efikasi yang lebih rendah daripada

obat A dan B. (Katzung, 1989).

Gambar hubungan dosis dan efek (Widjojo et. al., 2009)

Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% individu (ED50) disebut

juga dosis terapi median. Dosis letal median adalah dosis yang menimbulkan

kematian pada 50% individu , sedangkan TD50 adalah dosis toksik 50%.

(Ganiswara et. al., 2007).

Penentuan DL50 merupakan tahap awal untuk mengetahui keamanan

bahan yang akan digunakan manusia dengan menentukan besarnya dosis yang

menyebabkan kematian 50% pada hewan uji setelah pemberian dosis tunggal.

DL50 bahan obat mutlak harus ditentukan karena nilai ini digunakan dalam

penilaian rasio manfaat (khasiat) dan daya racun yang dinyatakan Sebago indeks

terapi obat (DL50/ DE50). Makin besar indeks terapi, makin aman obat tersebut

jika digunakan (Ganiswara et. al., 2007).

Ada berbagai metode perhitungan DL50 yang umum digunakan antara lain

metode Miller-Tainter, metode Reed-Muench, dan metode Kärber. Dalam metode

Page 8: LAPORAN P3

Miller-Tainter digunakan kertas grafik khusus yaitu kertas logaritma-probat yang

memiliki skala logaritmik Sebago absis dan skala probat (skala ini tidak linier)

Sebago ordinat. Pada kertas ini dibuat grafik antara persen mortalitas terhadap

logaritma dosis. Metode Reed-Muench didasarkan pada nilai kumulatif jumlah

hewan yang hidup dan jumlah hewan yang mati. Diasumsikan bahwa hewan yang

mati dengan dosis tertentu akan mati dengan dosis yang lebih besar, dan hewan

yang hidup akan hidup dengan dosis yang lebih kecil. Metode Kärber prinsipnya

menggunakan rataan interval jumlah kematian dalam masing-masing kelompok

hewan dan selisih dosis pada interval yang sama (Soemardji et. al., 2009).

Indeks terapeutik

Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan

toksisitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respon yang efektif dan

diinginkan secara klinik dalam suatu populasi individu(Katzung, 1989).

Indeks terapeutik = dosis toksik/dosis efektif(Katzung, 1989).

Indeks terapeutik bisa juga dituliskan Sebago berikut:

Indeks terapeutik = TD50ED50

atau LD 50ED50

(Ganiswara et. al., 2007).

Gambar indeks terapi (IT) (Widjojo et. al., 2009)

Page 9: LAPORAN P3

Jadi indeks terapeutik merupakan suatu ukuran keamanan obat, karena

nilai yang besar menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas/lebar diantara

dosis-dosis yang efektif dan dosis-dosis yang toksik (Katzung, 1989).

Indeks terapeutik ditentukan dengan mengukur frekuensi respons yang

diinginkan dan respons toksik pada berbagai dosis obat.Pada gambar berikut

diperlihatkan indeks terapeutik yang berbeda dari dua jenis obat (Katzung, 1989).

PROPOFOL

Propofol merupakan obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan

karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol

merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonik

dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam lemak. Propofol

menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah

obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu

40 detik.

Sifat Fisik dan Kimia Propofol

Propofol sedikit larut dalam air, memiliki pKa 11, serta memiliki koefisien partisi

6761:1 pada pH 6-8,5.Propofol memiliki nama kimia 2,6-diisopropilfenol dengan

bobot molekul 178,27 dan struktur kimia sebagai berikut :

Propofol biasa tersedia dalam sediaan emulsi injeksi steril dan bebas pirogen

(DIPRIVAN®). Propofol injeksi biasa digunakan secara intravena

Page 10: LAPORAN P3

Farmakologi

Propofol merupakan obat sedative-hipnotik yang digunakan dalam induksi dan

pemeliharaan anestesi maupun sedasi. Injeksi secara intravena pada dosis

terapetik memberikan efek hipnotik dengan cepat, biasanya dalam waktu 40 detik

dari awal pemberian injeksi. Serupa dengan obat anestesi dengan aksi cepat yang

lain, waktu paruh dalam darah otak ± 1-3 menit, dihitung untuk induksi cepat pada

anestesi.

Farmakokinetik

Propofol dengan cepat diabsorbsi tubuh dan didistribusikan dari darah ke jaringan.

Distribusi propofol melalui 2 fase, dengan fase kedua merupakan fase yang lebih

lambat karena terjadi metabolisme di hati yang signifikan (konjugasi) sebelum

diekskresi lewat urin. Konjugat inaktif dari profopol terbentuk dan berhubungan

dengan quinol. Senyawa yang juga terdeteksi dalam urin antara lain adalah obat

utuh, propofol glukoronid, 1- glucoronid, 4- glukoronid, dan konjugat 4-sulfat dari

2,6-diisopropil-1,4-quinol. Lebih kurang 2 % dari dosis yang diberikan diekskresi

lewat feses. Propofol dapat menembus plasenta dan diekskresi melalui susu.

Profil farmakokinetik propofol digambarkan dengan modek kompartemen 3.

Setelah dosis bolus diberikan, terjadi keseimbangan dengan cepat antara plasma

dan otak yang menggambarkan kecepatan onset pada anestesi.Distribusi propofol

tidak konstan, tetapi menurun jika terjadi keseimbangan antara jaringan tubuh

dengan plasma dan menjadi jenuh. Tingkat dimana keseimbangan terjadi

merupakan tingkat dan durasi infus.

Pemutusan dosis setelah pemeliharaan anestesi selama lebih kurang 1 jam atau

untuk sedasi pasien ICU selama 1 hari, menyebabkan penurunan cepat konsentrasi

propofol dalam darah. Pemberian infuse jangka panjang (10 hari pada sedasi

pasien ICU) menyebabkan akumulasi signifikan propofol dalam jaringan, maka

sedasi propofol menjadi lambat dan waktu untuk sadar kembali menjadi

meningkat.

Page 11: LAPORAN P3

Dewasa : klirens propofol antara 23-50 mL/kg/ml (1,6-3,4 L/menit pada 70 kg

manusia dewasa). Eliminasi obat utama terjadi melalui konjugasi hepar menjadi

metabolit inaktof yang kemudian diekskresi lewat ginjal. Konjugat glukoronid

sebanyak ± 50 % dari dosis yang diberikan .

Geriatri : dengan semakin tingginya usia pasien, dosis propofol yang dibutuhkan

untuk mencapai efek anestesi semakin turun. Tidak nampak adanya hubungan usia

dengan perubahan farmakodinamik dan sensitifitas, melainkan tampak pada

adanya perubahan farmakokinetik. Pada pemberian dosis bolus IV, terjadi

konsentrasi puncak plasma yang lebih tinggi, maka dibutuhkan penurunan dosis.

Konsentrasi plasma yang tinggi dapat menyebabkan pasien mengalami efek

kardiorespiratori meliputi hipotensi, apnea, obstruksi saluran nafas, dan atau

desaturasi oksigen. Dosis yang lebih rendah direkomendasikan untuk inisiasi dan

pemeliharaan sedasi/anestesi pada geriatric.

Pediatri : Distribusi dan klirens propofol pada anak sama dengan dewasa.

Kegagalan organ : Tidak ada perbedaan farmakokinetik propofol pada pasien

dengan serosis hapatik kronik atau gagal ginjal kronik maupun dengan orang

normal.

Konsentrasi terapetik sedasi dapat dipelihara pada konsentrasi serum 0,001-0,009

mgL

Toksisitas konsentrasi toksik dalam darah adalah 0,22 mg/L

Waktu paruh propofol 2-4 menit (Fase I), 30-60 menit (Fase II), 3-12 jam (waktu

paruh)

Volume distribusi : steadi state 171-349 L, elimination 209-1008 L. Juga

dilaporkan dengan Vd 2-11 L/kg dan 60 L/kg

Klirens total 94-139 Lh

Page 12: LAPORAN P3

Ikatan protein > 95% (hemoglobin, eritrosit, serum protein yang lain),

hipoalbumin dapat meningkatkan fraksi bebas.

Indikasi dan Penggunaan

Propofol merupakan obat injeksi IV sedative dan hipnotik yang dapat digunakan

pada induksi maupun pemeliharaan pada anestesi. Propofol tidak

direkomendasikan untuk induksi anestesi pasien dibawah usia 3 tahun maupun

pemeliharaan anestesi pada usia dibawah 2 bulan karena keamanan dan

efektifitasnya tidak dipastikan.

Pada pasien dewasa, propofol yang diberikan secara intravena dapat digunakan

cepat untuk menginisiasi atau pemeliharaan sedasi Monitoring Anesthesia Care

(MAC) selama diagnostic. Propofol bisa digunakan untuk sedasi MAC bersama

anestetik local pada pasien yang mengalami pembedahan.

Propofol tidak diindikasikan untuk pasien pediatric ICU sedasi, orang yang baru

melahirkan terutama yang melalui operasi cesar, ibu menyusui.

Propofol tidak mempunyai sifat analgesik. Dan pada dosis rendah, propofol

memiliki efek antiemetik.

Propofol tidak disarankan untuk pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial.

Pada pasien dengan riwayat epilepsi juga harus diberikan hati-hati.

Efek Samping

Efek samping pada sistem pernapasan antara lain depresi pernapasan, sesak nafas

(apnea), bronkospasme dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa

hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada susunan saraf pusat

adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik mioklonik,

opistotonus, kejang, mual, muntah. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri

sehinggan dicampurkan lidokain pada saat pemberiannya.

Page 13: LAPORAN P3

Overdosis

Jika terjadi overdosis, pemberian injeksi harus segera dihentikan karena

kemungkinan besar dapat menyebabkan depresi kardiorespiratori. Depresi

respiratori harus ditangani dengan ventilasi menggunakan oksigen. Depresi

kardiovaskular mungkin memerlukan pengubahan posisi pasien dengan

menaikkan kaki pasien, meningkatkan laju aliran infuse, dan pemberian obat

antikolinergik.

Kontraindikasi

Propofol dikontraindikasikan bagi pasien dengan hipersensitivitas pada obat atau

bahan penyusun obat. Propofol injeksi juga dikontraindikasikan bagi pasien yang

alergi terhadap telur, produk telur, kedelai atau produk kedelai.

Dosis

Dosis dan laju/kecepatan pemberian harus ditetapkan secara individual dan harus

berdasarkan respon klinis. Persyaratan keselamatan dan dosis untuk induksi

anestesi pada pasien pediatrik hanya ditetapkan untuk anak-anak usia 3 tahun atau

lebih. Persyaratan keselamatan dan dosis pemeliharaan anestesi hanya ditetapan

untuk anak-anak usia 2 bulan lebih atau lebih.

INDIKASI DOSIS DAN ADMINISTRASI

Induksi Anestesi

Umum

Orang dewasa yang sehat kurang dari 55 tahun : 40

mg setiap 10 detik sampai induksi onset (2 hingga 2,5 mg

/ kg).

Diatas 55 tahun, lemah, atau Pasien ASA-PS III atau

IV: 20 mg setiap 10 detik sampai induksi awal (1 sampai

1,5 mg / kg).

Anestesi jantung: 20 mg setiap 10 detik sampai induksi

awal (0,5-1,5 mg / kg).

Page 14: LAPORAN P3

Pasien bedah saraf: 20 mg setiap 10 detik sampai

induksi awal (1 sampai 2 mg / kg)

Pasien pediatrik - sehat, dari 3 tahun sampai 16 tahun

: 2,5-3,5 mg / kg diberikan selama 20-30 detik.

Pemeliharaan

Anestesi Umum

Infusion

Orang dewasa yang sehat dibawah 55 tahun: 100-200

mcg / kg / menit (6 sampai 12 mg / kg / jam).

Diatas 55 tahun, lemah, Pasien ASA-PS III atau IV:

50-100 mcg / kg / min (3 sampai 6 mg / kg / jam).

Anestesi jantung: Sebagian besar pasien memerlukan:

Propofol Primer dengan Sekunder Opioid Emulsi 100-

150 mcg / kg / min

Dosis rendah injeksi propofol dengan Opioid Primer 50-

100 mcg / kg / min

Pasien bedah saraf: 100 to 200 mcg/kg/min (6 to 12

mg/kg/h). 100-200 mcg / kg / menit (6 sampai 12 mg / kg

/ jam).

Pasien pediatrik - sehat, usia 2 bulan sampai 16

tahun: 125-300 mcg / kg / menit (7,5-18 mg / kg / jam)

Pemeliharaan

Anestesi Umum

Intermiten bolus

Orang dewasa yang sehat kurang dari 55 tahun:

penambahan 20 hingga 50 mg sesuai kebutuhan

Inisiasi dari MAC

Sedasi:

Orang dewasa yang sehat dibawah 55 tahun: Lambat

infus atau lambat teknik injeksi direkomendasikan untuk

menghindari apnea atau hipotensi. Kebanyakan pasien

memerlukan infus 100-150 mcg / kg / menit (6 sampai 9

mg / kg / jam) selama 3 sampai 5 menit atau suntikan

lambat 0,5 mg / kg lebih dari 3 sampai 5 menit segera

Page 15: LAPORAN P3

diikuti oleh infus pemeliharaan.

Diatas 55 tahun, lemah, Pasien ASA-PS III atau IV:

Sebagian besar pasien memerlukan dosis yang mirip

dengan orang dewasa yang sehat. Boluses cepat harus

dihindari.

Pemeliharaan dari

MAC Sedasi

Orang dewasa yang sehat dibawah 55 tahun: Variabel

tingkat teknik infus lebih baik melalui teknik bolus

intermiten. Kebanyakan pasien memerlukan infus 25-75

mcg / kg / menit (1,5-4,5 mg / kg / jam) atau inkremental

bolus dosis 10 mg atau 20mg.

Pada lanjut usia, lemah, Neurosurgical, atau Pasien

ASA-PS III atau IV: Sebagian besar pasien memerlukan

80% dari dosis lazim dewasa. Dosis bolus cepat (tunggal

atau berulang) jangan digunakan.

Inisiasi dan Pemeliharaan Sedasi ICU, ventilasi mekanik

Pasien dewasa - Karena efek residual dari agen anestesi

atau sedasi sebelumnya, kebanyakan pasien infuse harus

diawali 5 μg / kg / menit (0,3 mg / kg / jam) selama

sedikitnya 5 menit. Selanjutnya ditingkatkan menjadi 5-

10 mcg / kg / menit (0,3-0,6 mg / kg / jam) selama 5

sampai 10 menit dapat digunakan hingga efek klinis yang

diinginkan tercapai.. Laju pemeliharaan 5-50 mcg / kg /

menit (0,3-3 mg / kg / jam) atau yang lebih tinggi

mungkin diperlukan.

Evaluasi efek klinis dan penilaian fungsi SSP harus

dilakukan setiap hari selama perawatan untuk

menentukan dosis minimum propofol yang

diperlukan untuk obat penenang.

Page 16: LAPORAN P3

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, S.G., R. Setiabudi, FD. Suyana, Purwantyastuti(Editor). 2007.

Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Bagian Farmakologi FK UI : Jakarta.

Katzung, B. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi 3. EGC : Jakarta.

Lamidi, Sofyan. 1995. Farmakologi Umum I. EGC : Jakarta.

Soemardji, AA., E. Kumolosasi. 2009. Toksisitas Akut dan Penentuan DL50 Oral

Ekstrak Air Daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F.) pada Mencit

Swiss Webster. At

http://jms.fmipa.itb.ac.id/index.php/jms/article/viewFile/14/12

Widjojo P., B Surastri, N Wijayahadi. 2009. Farmakologi dan Terapeutik. At

http://eprints.undip.ac.id/7467/1/FARMAKOLOGI_&_TERAPEUTIK_1_FK_

UNDIP_SEM_IV.pdf

Tjay, T.H. & Rahardja, K., (2002), Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan

Efek-Efek Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Kedua, Penerbit P.T Elex

Medika Komputindo, Jakarta

Wirjoatmodjo, Karjadi. 1999/2000. ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI MODUL DASAR UNTUK PENDIDIKAN S1 KEDOKTERAN. Halaman 158 dan 159. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.