View
65
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
reyeryrthyrtij67i9;p0
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan:a. Untuk memperoleh gambaran dalam merancang eksperimen untuk
memperoleh DE50 dan DL50
b. Untuk memahami konsep indeks terapi dan implikasi-implikasinya
1.2 Prinsip Percobaan a. Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika
dosis obat yang diberikan juga meningkat.b. Semakin besar indeks terapi obat semakin besar efek terapeutiknya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dosis Respon Obat dan Indeks Terapi
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah,
mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi
tertentu, misalnya membuat seseorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka
selama pembedahan. (Ganiswara et. .al, 2007).
Dalam farmakologi terfokus pada dua subdisiplin, yaitu farmakodinamik
dan farmakokinetik. Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam
tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni
proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolism (M), dan ekskresi (E).
Farmakodinamik menyangkut pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau
makhluk, secara keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi, biokimia, dan
patologi. Obat farmakodinamik bekerja meningkatkan atau menghambat fungsi
suatu organ (Ganiswara et. al., 2007).
Efek terapeutik obat dan efek toksik obat adalah hasil dari interaksi obat
tersebut dengan molekul di dalam tubuh pasien. Sebagian besar obat bekerja
melalui penggabungan dengan makromolekul khusus dengan cara mengubah
aktivitas biokimia dan biofisika makromolekul, hal ini dikenal dengan istilah
reseptor (Katzung, 1989).
Obat biasanya diberikan dalam dosis biasa atau dosis rata-rata, yang cocok
untuk sebagian besar pasien. Untuk pasien lainnya, dosis biasa ini terlalu besar
sehingga menimbulkan efek toksik atau terlalu kecil sehingga tidak efektif
(Ganiswara et. al., 2007).
Kebanyakan obat diubah di hati dalam hati, kadang-kadang dalam ginjal
dan lain-lain. Kalau fungsi hati tidak baik maka obat yang biasanya diubah dalam
hati tidak mengalami peubahan atau hanya sebagian yang diubah. Hal tesebut
menyebabkan efek obat berlangsung lebih lama dan obat menjadi lebih toxic.
(Lamidi, 1995).
Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding
langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon
menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon
lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan
efek obat digambarkan dengan kurva hiperbolik.
Gambar potensi dan efektifitas (Widjojo et. al., 2009)
Keterangan :
Dosis kecil → efek besar = potensi besar dan sebaliknya
Obat berpotensi besar → kurve semakin miring dan sebaliknya
Obat berefektifitas besar → kurve semakin tinggi dan sebaliknya (Widjojo et. al.,
2009)
Konsentrasi dan Respon Obat
Gambar hubungan antara konsentrasi obat dan respon obat (Widjojo et. al., 2009)
Gambar profil kinetik satu dosis (Widjojo et. al., 2009)
Gambar profil kinetik berbagai dosis (Widjojo et. al., 2009)
Perbedaan formulasi dengan kop (kadar obat)
Formulasi F1 ,F2 ,F3 berbeda satu sama lain
Availabilitas Farmasi F1 > F2 > F3 ; Availabilitas sistemik dapat sama (Widjojo
et. al., 2009)
Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding
langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon
menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon
lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan
efek oabat digambarkan dengan kurva hiperbolik menurut persamaan sebagi
berikut:
E= Emax +[D ]
KD+[ D ],K D=
K2
K1 = konstanta disosiasi kompleks obat reseptor
Jika K D = [D], maka : E = Emax+[ D ][ D ]+[ D ]
= 12
Emax
di mana E adalah efek yang diamati pada konsentrasi C, Emaks adalah respons
maksimal yang dapat dihasilkan oleh obat. EC50 adalah konsentrasi obat yang
menghasilkan 50% efek maksimal.
Gambar korelasi potensi dan efektifitas (Widjojo et. al., 2009)
Hubungan antara konsentrasi dan efek obat (panel A) atau obat yang
terikat reseptor (panel B). Konsentrasi obat yang efeknya separuh maksimum
disebut EC50 dan konsentrasi obat yang okupansi reseptornya separuh maksimum
disebut KD. (Ganiswara et. al., 2007).
Suatu agonis didefenisikan sebagai suatu obat yang dapat mengikat
suatu reseptor dan menimbulkan respons. Besarnya efek obat tersebut tergantung
kepada konsentrasinya pada tempat reseptor yang ditentukan oleh dosis obat yang
diberikan dan oleh faktor-faktor khusus dari obat tersebut, seperti kecepatan
absorbsi distribusi dan metabolisme.Efek dari suatu obat paling mudah dianalisis
dengn membuat grafik besarnya respons versus log dosis obat tersebut, sehingga
didapatkan suatu kurva respons-dosis bertingkat
Hubungan dosis dan respons bertingkat
1. Efikasi. Efikasi adalah respons maksimal yang dihasilkan oleh suatu obat.
Efikasi tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk
dan efisiensi reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu kerja
selular. Efikasi analog dengan kecepatan maksimal suatu reaksi yang
dikatalisis enzim [ Catatan : Suatu persenyawaan bisa reseptor tanpa
menghasilkan suatu respons. Persenyawaan ini disebut mempunyai efikasi
nol dan bisa bekerja sebagai suatu antagonis ].
2. Potensi. Potensi, juga disebut konsentrasi dosis efektif adalah suatu
ukuran berapa banyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respons
tertentu. Makin rendah dosis yang dibutuhkan untuk suatu respons yang
diberikan, makin poten obat tersebut. Potensi paling sering dinyatakan
sebagai dosis obat yang memberikan 50 % dari respons maksimal ED50
.
Obat dengan suatu ED 50
yang rendah lebiuh poten daripada obat dengan
ED50
yang lebih besar. Afinitas ( Kd
) suatu reseptor untuk obat
merupakan suatu faktor yang penting dalam menentukan potensi. Tetapi,
efikasi lebih penting daripada potensi karena terpusat pada efektivitas
obat. (Misalnya , suatu obat yang lebih poten tidak bisa mencapai
reseptornya dalam konsentrasi yang cukup akibat beberapa keadaan
patologik).
3. Slope kurva dosis-respons. Slope kurva dosis-respons bervariasi sari
suatu obat ke obat lainnya. Suatu slope yang curam menunjukkan bahwa
suatu peningkatan dosis yang kecil menghasilkan suatu perubahan yang
besar (Katzung, 1989).
Suatu kurva dari tiga obat yang berbeda yang menunjukkan potensi
farmakologis yang berbeda dan efikasi maksimal yang berbeda. Obat A lebih
poten dibanding obat B, tetapi keduanya memiliki efikasi yang yang sama,
sedangkan obat C memperlihatkan potensi dan efikasi yang lebih rendah daripada
obat A dan B. (Katzung, 1989).
Gambar hubungan dosis dan efek (Widjojo et. al., 2009)
Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% individu (ED50) disebut
juga dosis terapi median. Dosis letal median adalah dosis yang menimbulkan
kematian pada 50% individu , sedangkan TD50 adalah dosis toksik 50%.
(Ganiswara et. al., 2007).
Penentuan DL50 merupakan tahap awal untuk mengetahui keamanan
bahan yang akan digunakan manusia dengan menentukan besarnya dosis yang
menyebabkan kematian 50% pada hewan uji setelah pemberian dosis tunggal.
DL50 bahan obat mutlak harus ditentukan karena nilai ini digunakan dalam
penilaian rasio manfaat (khasiat) dan daya racun yang dinyatakan Sebago indeks
terapi obat (DL50/ DE50). Makin besar indeks terapi, makin aman obat tersebut
jika digunakan (Ganiswara et. al., 2007).
Ada berbagai metode perhitungan DL50 yang umum digunakan antara lain
metode Miller-Tainter, metode Reed-Muench, dan metode Kärber. Dalam metode
Miller-Tainter digunakan kertas grafik khusus yaitu kertas logaritma-probat yang
memiliki skala logaritmik Sebago absis dan skala probat (skala ini tidak linier)
Sebago ordinat. Pada kertas ini dibuat grafik antara persen mortalitas terhadap
logaritma dosis. Metode Reed-Muench didasarkan pada nilai kumulatif jumlah
hewan yang hidup dan jumlah hewan yang mati. Diasumsikan bahwa hewan yang
mati dengan dosis tertentu akan mati dengan dosis yang lebih besar, dan hewan
yang hidup akan hidup dengan dosis yang lebih kecil. Metode Kärber prinsipnya
menggunakan rataan interval jumlah kematian dalam masing-masing kelompok
hewan dan selisih dosis pada interval yang sama (Soemardji et. al., 2009).
Indeks terapeutik
Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan
toksisitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respon yang efektif dan
diinginkan secara klinik dalam suatu populasi individu(Katzung, 1989).
Indeks terapeutik = dosis toksik/dosis efektif(Katzung, 1989).
Indeks terapeutik bisa juga dituliskan Sebago berikut:
Indeks terapeutik = TD50ED50
atau LD 50ED50
(Ganiswara et. al., 2007).
Gambar indeks terapi (IT) (Widjojo et. al., 2009)
Jadi indeks terapeutik merupakan suatu ukuran keamanan obat, karena
nilai yang besar menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas/lebar diantara
dosis-dosis yang efektif dan dosis-dosis yang toksik (Katzung, 1989).
Indeks terapeutik ditentukan dengan mengukur frekuensi respons yang
diinginkan dan respons toksik pada berbagai dosis obat.Pada gambar berikut
diperlihatkan indeks terapeutik yang berbeda dari dua jenis obat (Katzung, 1989).
PROPOFOL
Propofol merupakan obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan
karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol
merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonik
dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam lemak. Propofol
menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah
obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu
40 detik.
Sifat Fisik dan Kimia Propofol
Propofol sedikit larut dalam air, memiliki pKa 11, serta memiliki koefisien partisi
6761:1 pada pH 6-8,5.Propofol memiliki nama kimia 2,6-diisopropilfenol dengan
bobot molekul 178,27 dan struktur kimia sebagai berikut :
Propofol biasa tersedia dalam sediaan emulsi injeksi steril dan bebas pirogen
(DIPRIVAN®). Propofol injeksi biasa digunakan secara intravena
Farmakologi
Propofol merupakan obat sedative-hipnotik yang digunakan dalam induksi dan
pemeliharaan anestesi maupun sedasi. Injeksi secara intravena pada dosis
terapetik memberikan efek hipnotik dengan cepat, biasanya dalam waktu 40 detik
dari awal pemberian injeksi. Serupa dengan obat anestesi dengan aksi cepat yang
lain, waktu paruh dalam darah otak ± 1-3 menit, dihitung untuk induksi cepat pada
anestesi.
Farmakokinetik
Propofol dengan cepat diabsorbsi tubuh dan didistribusikan dari darah ke jaringan.
Distribusi propofol melalui 2 fase, dengan fase kedua merupakan fase yang lebih
lambat karena terjadi metabolisme di hati yang signifikan (konjugasi) sebelum
diekskresi lewat urin. Konjugat inaktif dari profopol terbentuk dan berhubungan
dengan quinol. Senyawa yang juga terdeteksi dalam urin antara lain adalah obat
utuh, propofol glukoronid, 1- glucoronid, 4- glukoronid, dan konjugat 4-sulfat dari
2,6-diisopropil-1,4-quinol. Lebih kurang 2 % dari dosis yang diberikan diekskresi
lewat feses. Propofol dapat menembus plasenta dan diekskresi melalui susu.
Profil farmakokinetik propofol digambarkan dengan modek kompartemen 3.
Setelah dosis bolus diberikan, terjadi keseimbangan dengan cepat antara plasma
dan otak yang menggambarkan kecepatan onset pada anestesi.Distribusi propofol
tidak konstan, tetapi menurun jika terjadi keseimbangan antara jaringan tubuh
dengan plasma dan menjadi jenuh. Tingkat dimana keseimbangan terjadi
merupakan tingkat dan durasi infus.
Pemutusan dosis setelah pemeliharaan anestesi selama lebih kurang 1 jam atau
untuk sedasi pasien ICU selama 1 hari, menyebabkan penurunan cepat konsentrasi
propofol dalam darah. Pemberian infuse jangka panjang (10 hari pada sedasi
pasien ICU) menyebabkan akumulasi signifikan propofol dalam jaringan, maka
sedasi propofol menjadi lambat dan waktu untuk sadar kembali menjadi
meningkat.
Dewasa : klirens propofol antara 23-50 mL/kg/ml (1,6-3,4 L/menit pada 70 kg
manusia dewasa). Eliminasi obat utama terjadi melalui konjugasi hepar menjadi
metabolit inaktof yang kemudian diekskresi lewat ginjal. Konjugat glukoronid
sebanyak ± 50 % dari dosis yang diberikan .
Geriatri : dengan semakin tingginya usia pasien, dosis propofol yang dibutuhkan
untuk mencapai efek anestesi semakin turun. Tidak nampak adanya hubungan usia
dengan perubahan farmakodinamik dan sensitifitas, melainkan tampak pada
adanya perubahan farmakokinetik. Pada pemberian dosis bolus IV, terjadi
konsentrasi puncak plasma yang lebih tinggi, maka dibutuhkan penurunan dosis.
Konsentrasi plasma yang tinggi dapat menyebabkan pasien mengalami efek
kardiorespiratori meliputi hipotensi, apnea, obstruksi saluran nafas, dan atau
desaturasi oksigen. Dosis yang lebih rendah direkomendasikan untuk inisiasi dan
pemeliharaan sedasi/anestesi pada geriatric.
Pediatri : Distribusi dan klirens propofol pada anak sama dengan dewasa.
Kegagalan organ : Tidak ada perbedaan farmakokinetik propofol pada pasien
dengan serosis hapatik kronik atau gagal ginjal kronik maupun dengan orang
normal.
Konsentrasi terapetik sedasi dapat dipelihara pada konsentrasi serum 0,001-0,009
mgL
Toksisitas konsentrasi toksik dalam darah adalah 0,22 mg/L
Waktu paruh propofol 2-4 menit (Fase I), 30-60 menit (Fase II), 3-12 jam (waktu
paruh)
Volume distribusi : steadi state 171-349 L, elimination 209-1008 L. Juga
dilaporkan dengan Vd 2-11 L/kg dan 60 L/kg
Klirens total 94-139 Lh
Ikatan protein > 95% (hemoglobin, eritrosit, serum protein yang lain),
hipoalbumin dapat meningkatkan fraksi bebas.
Indikasi dan Penggunaan
Propofol merupakan obat injeksi IV sedative dan hipnotik yang dapat digunakan
pada induksi maupun pemeliharaan pada anestesi. Propofol tidak
direkomendasikan untuk induksi anestesi pasien dibawah usia 3 tahun maupun
pemeliharaan anestesi pada usia dibawah 2 bulan karena keamanan dan
efektifitasnya tidak dipastikan.
Pada pasien dewasa, propofol yang diberikan secara intravena dapat digunakan
cepat untuk menginisiasi atau pemeliharaan sedasi Monitoring Anesthesia Care
(MAC) selama diagnostic. Propofol bisa digunakan untuk sedasi MAC bersama
anestetik local pada pasien yang mengalami pembedahan.
Propofol tidak diindikasikan untuk pasien pediatric ICU sedasi, orang yang baru
melahirkan terutama yang melalui operasi cesar, ibu menyusui.
Propofol tidak mempunyai sifat analgesik. Dan pada dosis rendah, propofol
memiliki efek antiemetik.
Propofol tidak disarankan untuk pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Pada pasien dengan riwayat epilepsi juga harus diberikan hati-hati.
Efek Samping
Efek samping pada sistem pernapasan antara lain depresi pernapasan, sesak nafas
(apnea), bronkospasme dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa
hipotensi, aritmia, takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada susunan saraf pusat
adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, gerakan klonik mioklonik,
opistotonus, kejang, mual, muntah. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri
sehinggan dicampurkan lidokain pada saat pemberiannya.
Overdosis
Jika terjadi overdosis, pemberian injeksi harus segera dihentikan karena
kemungkinan besar dapat menyebabkan depresi kardiorespiratori. Depresi
respiratori harus ditangani dengan ventilasi menggunakan oksigen. Depresi
kardiovaskular mungkin memerlukan pengubahan posisi pasien dengan
menaikkan kaki pasien, meningkatkan laju aliran infuse, dan pemberian obat
antikolinergik.
Kontraindikasi
Propofol dikontraindikasikan bagi pasien dengan hipersensitivitas pada obat atau
bahan penyusun obat. Propofol injeksi juga dikontraindikasikan bagi pasien yang
alergi terhadap telur, produk telur, kedelai atau produk kedelai.
Dosis
Dosis dan laju/kecepatan pemberian harus ditetapkan secara individual dan harus
berdasarkan respon klinis. Persyaratan keselamatan dan dosis untuk induksi
anestesi pada pasien pediatrik hanya ditetapkan untuk anak-anak usia 3 tahun atau
lebih. Persyaratan keselamatan dan dosis pemeliharaan anestesi hanya ditetapan
untuk anak-anak usia 2 bulan lebih atau lebih.
INDIKASI DOSIS DAN ADMINISTRASI
Induksi Anestesi
Umum
Orang dewasa yang sehat kurang dari 55 tahun : 40
mg setiap 10 detik sampai induksi onset (2 hingga 2,5 mg
/ kg).
Diatas 55 tahun, lemah, atau Pasien ASA-PS III atau
IV: 20 mg setiap 10 detik sampai induksi awal (1 sampai
1,5 mg / kg).
Anestesi jantung: 20 mg setiap 10 detik sampai induksi
awal (0,5-1,5 mg / kg).
Pasien bedah saraf: 20 mg setiap 10 detik sampai
induksi awal (1 sampai 2 mg / kg)
Pasien pediatrik - sehat, dari 3 tahun sampai 16 tahun
: 2,5-3,5 mg / kg diberikan selama 20-30 detik.
Pemeliharaan
Anestesi Umum
Infusion
Orang dewasa yang sehat dibawah 55 tahun: 100-200
mcg / kg / menit (6 sampai 12 mg / kg / jam).
Diatas 55 tahun, lemah, Pasien ASA-PS III atau IV:
50-100 mcg / kg / min (3 sampai 6 mg / kg / jam).
Anestesi jantung: Sebagian besar pasien memerlukan:
Propofol Primer dengan Sekunder Opioid Emulsi 100-
150 mcg / kg / min
Dosis rendah injeksi propofol dengan Opioid Primer 50-
100 mcg / kg / min
Pasien bedah saraf: 100 to 200 mcg/kg/min (6 to 12
mg/kg/h). 100-200 mcg / kg / menit (6 sampai 12 mg / kg
/ jam).
Pasien pediatrik - sehat, usia 2 bulan sampai 16
tahun: 125-300 mcg / kg / menit (7,5-18 mg / kg / jam)
Pemeliharaan
Anestesi Umum
Intermiten bolus
Orang dewasa yang sehat kurang dari 55 tahun:
penambahan 20 hingga 50 mg sesuai kebutuhan
Inisiasi dari MAC
Sedasi:
Orang dewasa yang sehat dibawah 55 tahun: Lambat
infus atau lambat teknik injeksi direkomendasikan untuk
menghindari apnea atau hipotensi. Kebanyakan pasien
memerlukan infus 100-150 mcg / kg / menit (6 sampai 9
mg / kg / jam) selama 3 sampai 5 menit atau suntikan
lambat 0,5 mg / kg lebih dari 3 sampai 5 menit segera
diikuti oleh infus pemeliharaan.
Diatas 55 tahun, lemah, Pasien ASA-PS III atau IV:
Sebagian besar pasien memerlukan dosis yang mirip
dengan orang dewasa yang sehat. Boluses cepat harus
dihindari.
Pemeliharaan dari
MAC Sedasi
Orang dewasa yang sehat dibawah 55 tahun: Variabel
tingkat teknik infus lebih baik melalui teknik bolus
intermiten. Kebanyakan pasien memerlukan infus 25-75
mcg / kg / menit (1,5-4,5 mg / kg / jam) atau inkremental
bolus dosis 10 mg atau 20mg.
Pada lanjut usia, lemah, Neurosurgical, atau Pasien
ASA-PS III atau IV: Sebagian besar pasien memerlukan
80% dari dosis lazim dewasa. Dosis bolus cepat (tunggal
atau berulang) jangan digunakan.
Inisiasi dan Pemeliharaan Sedasi ICU, ventilasi mekanik
Pasien dewasa - Karena efek residual dari agen anestesi
atau sedasi sebelumnya, kebanyakan pasien infuse harus
diawali 5 μg / kg / menit (0,3 mg / kg / jam) selama
sedikitnya 5 menit. Selanjutnya ditingkatkan menjadi 5-
10 mcg / kg / menit (0,3-0,6 mg / kg / jam) selama 5
sampai 10 menit dapat digunakan hingga efek klinis yang
diinginkan tercapai.. Laju pemeliharaan 5-50 mcg / kg /
menit (0,3-3 mg / kg / jam) atau yang lebih tinggi
mungkin diperlukan.
Evaluasi efek klinis dan penilaian fungsi SSP harus
dilakukan setiap hari selama perawatan untuk
menentukan dosis minimum propofol yang
diperlukan untuk obat penenang.
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, S.G., R. Setiabudi, FD. Suyana, Purwantyastuti(Editor). 2007.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Bagian Farmakologi FK UI : Jakarta.
Katzung, B. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi 3. EGC : Jakarta.
Lamidi, Sofyan. 1995. Farmakologi Umum I. EGC : Jakarta.
Soemardji, AA., E. Kumolosasi. 2009. Toksisitas Akut dan Penentuan DL50 Oral
Ekstrak Air Daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F.) pada Mencit
Swiss Webster. At
http://jms.fmipa.itb.ac.id/index.php/jms/article/viewFile/14/12
Widjojo P., B Surastri, N Wijayahadi. 2009. Farmakologi dan Terapeutik. At
http://eprints.undip.ac.id/7467/1/FARMAKOLOGI_&_TERAPEUTIK_1_FK_
UNDIP_SEM_IV.pdf
Tjay, T.H. & Rahardja, K., (2002), Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Kedua, Penerbit P.T Elex
Medika Komputindo, Jakarta
Wirjoatmodjo, Karjadi. 1999/2000. ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI MODUL DASAR UNTUK PENDIDIKAN S1 KEDOKTERAN. Halaman 158 dan 159. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.