26
LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITHIASIS A. Konsep Teori Nefrolithiasis 1. Definisi Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Jika batu ini terdapat di dalam ginjal maka disebut batu ginjal atau Nefrolithiasis. Batu dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut juga daerah kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya respon ureter terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat menimbulkan rasa nyeri kram yang hebat. 2. Anatomi Fisiologi Sistem Kemih

LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITHIASIS

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITHIASIS

A. Konsep Teori Nefrolithiasis

1. Definisi

Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras

seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas

(ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat

menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa

terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu

kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium,

asam urat, atau sistein. Jika batu ini terdapat di dalam ginjal maka disebut batu ginjal

atau Nefrolithiasis.

Batu dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu yang

berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar

bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih atas

(ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih bagian

bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil. Batu yang

menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis dapat menyebabkan nyeri

punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di daerah antara tulang rusuk dan

tulang pinggang yang menjalar ke perut juga daerah kemaluan dan paha sebelah

dalam). Hal ini disebabkan karena adanya respon ureter terhadap batu tersebut,

dimana ureter akan berkontraksi yang dapat menimbulkan rasa nyeri kram yang

hebat.

2. Anatomi Fisiologi Sistem Kemih

Sistem kemih (urinearia) adalah suatu sistem tempat terjadinya proses

penyaringan darah dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap

zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat- zat yang tidak di pergunakan

oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih). Sistem kemih

terdiri atas saluran kemih atas (sepasang ginjal dan ureter), dan saluran kemih

bawah (satu kandung kemih dan uretra).

Gambar sistem saluran kemih pada manusia dapat dilihat pada gambar berikut:

a. Saluran Kemih Atas

i. Ginjal

Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Ginjal merupakan

organ yang berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya

sekitar 12,5 cm dan tebalnya sekitar 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan

tangan). Ginjal adalah organ yang berfungsi sebagai penyaring darah yang

terletak di bagian belakang kavum abdominalis di belakang peritoneum

melekat langsung pada dinding belakang abdomen.

Setiap ginjal memiliki ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis

renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke

dalam kandung kemih.23 Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.21

Selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter.20 Fungsi yang lainnya

adalah ginjal dapat menyaring limbah metabolik, menyaring kelebihan

natrium dan air dari darah, membantu mengatur tekanan darah, pengaturan

vitamin D dan Kalsium.

Ginjal mengatur komposisi kimia dari lingkungan dalam melalui suatu

proses majemuk yang melibatkan filtrasi, absorpsi aktif, absorpsi pasif, dan

sekresi. Filtrasi terjadi dalam glomerulus, tempat ultra filtrate dari plasma

darah terbentuk. Tubulus nefron, terutama tubulus kontortus proksimal

berfungsi mengabsorpsi dari substansi-substansi yang berguna bagi

metabolisme tubuh, sehingga dengan demikian memelihara homeostatis

lingkungan dalam. Dengan cara ini makhluk hidup terutama manusia

mengatur air, cairan intraseluler, dan keseimbangan osmostiknya.

Gangguan fungsi ginjal akibat BSK pada dasarnya akibat obstruksi dan

infeksi sekunder. Obstruksi menyebabkan perubahan struktur dan fungsi

pada traktus urinearius dan dapat berakibat disfungsi atau insufisiensi

ginjal akibat kerusakan dari paremkim ginjal.

Perbandingan ginjal normal dan ginjal yang terdapat batu

ii. Ureter

Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal dengan

kandung kemih (vesica urinearia), dengan panjang ± 25-30 cm, dengan

penampang ± 0,5 cm.20 Saluran ini menyempit di tiga tempat yaitu di titik

asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat melewati pinggiran pelvis, dan di

titik pertemuannya dengan kendung kemih. BSK dapat tersangkut dalam

ureter di ketiga tempat tersebut, yang mengakibatkan nyeri (kolik ureter).

Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar berupa jaringan ikat

(jaringan fibrosa), lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos, lapisan

sebelah dalam merupakan lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter

menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan

mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesica urinearia).

Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter.

Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang dapat membuka dan

menutup sehingga dapat mengatur kapan air kemih bisa lewat menuju ke

dalam kandung kemih. Air kemih yang secara teratur tersebut mengalir dari

ureter akan di tampung dan terkumpul di dalam kandung kemih.

b. Saluran Kemih Bawah

i. Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan kantong muscular yang bagian dalamnya

dilapisi oleh membran mukosa dan terletak di depan organ pelvis lainnya

sebagai tempat menampung air kemih yang dibuang dari ginjal melalui

ureter yang merupakan hasil buangan penyaringan darah. Dalam

menampung air kemih kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal

yaitu untuk volume orang dewasa lebih kurang adalah 30-450 ml.

Kandung kemih bersifat elastis, sehingga dapat mengembang dan

mengkerut. Ketika kosong atau setengah terdistensi, kandung kemih

terletak pada pelvis dan ketika lebih dari setengah terdistensi maka

kandung kemih akan berada pada abdomen di atas pubis. Dimana

ukurannya secara bertahap membesar ketika sedang menampung jumlah air

kemih yang secara teratur bertambah. Apabila kandung kemih telah penuh,

maka akan dikirim sinyal ke otak dan menyampaikan pesan untuk

berkemih. Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara

kandung kemih dan uretra akan membuka dan akan diteruskan keluar

melalui uretra. Pada saat itu, secara bersamaan dinding kandung kemih

berkontrasksi yang menyebabkan terjadinya tekanan sehingga dapat

membantu mendorong air kemih keluar menuju uretra.

ii. Uretra

Saluran kemih (uretra) merupakan saluran sempit yang berpangkal pada

kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-

laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian

menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis

panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki-laki terdiri dari uretra prostatika,

uretra membranosa, dan uretra kavernosa. Uretra prostatika merupakan

saluran terlebar dengan panjang 3 cm, dengan bentuk seperti kumparan

yang bagian tengahnya lebih luas dan makin ke bawah makin dangkal

kemudian bergabung dengan uretra membranosa. Uretra membranosa

merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal. Uretra

kavernosa merupakan saluran terpanjang dari uretra dengan panjang kira-

kira 15 cm.

Pada wanita, uretra terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring

sedikit kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm. Muara uretra pada wanita

terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini

hanya sebagai saluran ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada

uretra laki-laki.

3. Penyebab pembentukan batu

Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak faktor

yang dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh

terhadap pembentukan BSK yaitu :

a. Teori Fisiko Kimiawi

Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena adanya proses kimia,

fisika maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa

terjadinya batu sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu di

saluran kemih. Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan

batu, yaitu:

Teori Supersaturasi

Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu

merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan.

Apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka

terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada

akhirnya akan terbentuk batu.

Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan

suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu

yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat

saturasi dalam air kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan

pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh kekuatan ion, pembentukan

kompleks dan pH air kemih.

Teori Matrik

Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan

mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu oksalat

maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan berada di

sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti laba-laba terdiri

dari protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya air. Pada benang

menempel kristal batu yang seiring waktu batu akan semakin membesar.

Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang timbulnya batu.

Teori tidak adanya inhibitor

Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor

organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat

terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein

sedangkan yang jarang terdapat adalah gliko-samin glikans dan uropontin.

Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan Zinc. Inhibitor

yang paling kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium

membentuk kalsium sitrat yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah

terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah perlengketan kristal

kalsium oksalat pada membaran tubulus. Sitrat terdapat pada hampir semua

buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal tersebut yang dapat

menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi pembentukan BSK,

sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi

supersanturasi.

Teori epitaksi

Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain

yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran.

Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang paling

sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam urat yang

ada.

Teori kombinasi

Banyak ahli berpendapat bahwa BSK terbentuk berdasarkan campuran dari

beberapa teori yang ada.

Teori infeksi

Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari

kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori

terbentuknya batu survit dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya

reaksi sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga

terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu survit) misalnya saja pada

bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang menghasilkan

urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas,

dan Staphiloccocus.

Teori pengaruh infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana

penyebab pembentukan BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter

50-200 nanometer yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini

tergolong gram negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada

bakteri tersebut dapat mengeras membentuk cangkang kalsium kristal karbonat

apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal kalsium oksalat akan

menempel yang lama kelamaan akan membesar. Dilaporkan bahwa 90%

penderita BSK mengandung nano bakteria.

b. Teori Vaskuler

Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar kolesterol

darah yang tinggi, maka Stoller mengajukan teori vaskuler untuk terjadinya

BSK, yaitu :

Hipertensi

Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan

pada orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal

sebanyak 52%. Hal ini disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok

180˚ dan aliran darah berubah dari aliran laminer menjadi turbulensi. Pada

penderita hipertensi aliran turbelen tersebut berakibat terjadinya

pengendapan ion-ion kalsium papilla (Ranall’s plaque) disebut juga

perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu.

Kolesterol

Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui

glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran kolesterol

tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium

fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (teori epitaksi).

Menurut Hardjoeno (2006), diduga dua proses yang terlibat dalam BSK yakni

supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat

dalam jumlah yang besar dalam urine, yaitu ketika volume urine dan kimia urine yang menekan

pembentukan menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat, asam urat dan kristal

hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian merekat (adhesi) di inti untuk

membentuk campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi heterogen. Analisis batu yang

memadai akan membantu memahami mekanisme patogenesis BSK dan merupakan tahap awal

dalam penilaian dan awal terapi pada penderita BSK.

4. Klasifikasi Batu

Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat

diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui adanya kalsium,

magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan sistin.

a. Batu Kalsium

Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu

sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai

dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu

kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut.

Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi

di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua

tipe yang berbeda, yaitu:

a.1 Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam

dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.

a.2 Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu

berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.

b. Batu Asam urat

Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien

biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat.

Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih

besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan

ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat

bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk

staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah

dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.

c. Batu Struvit

Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan

oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan

kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan

merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.

Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella,

Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-

20% pada penderita BSK

Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi saluran

kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada

batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri

dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.

d. Batu Sistin

Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan

ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-

2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang,

pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine

yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga

terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu

yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet

mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah

dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

5. Faktor Resiko

a. Faktor Intrinsik

i. Umur

Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50 tahun,

sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun.

Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena

adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet.2 Berdasarkan

penelitian Latvan, dkk (2005) di RS.Sidney Australia, proporsi BSK 69%

pada kelompok umur 20-49 tahun. Menurut Basuki (2011), penyakit BSK

paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

ii. Jenis Kelamin

Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-laki

tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Tingginya

kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada

laki-laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah

didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan

perempuan, dan pada air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih

tinggi, laki-laki memiliki hormon testosterone yang dapat meningkatkan

produksi oksalat endogen di hati, serta adanya hormon estrogen pada

perempuan yang mampu mencegah agregasi garam kalsium. 3 Insiden

BSK di Australia pada tahun 2005 pada laki-laki 100-300 per 100.000

populasi sedangkan pada perempuan 50-100 per 100.000 populasi.

iii. Keturunan

Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit

BSK. Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan tersebut

sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Berdasarkan penelitian

Latvan, dkk (2005) di RS. Sedney Australia berdasarkan keturunan

proporsi BSK pada laki-laki 16,8% dan pada perempuan 22,7%.

b. Faktor Ekstrinsik

i. Geografi

Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah

pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang

dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak

mengandung mineral seperti phospor, kalsium, magnesium, dan

sebagainya. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu

tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili salah satu aspek

lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan makanannya, temperatur,

dan kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK.

ii. Keadaan iklim dan cuaca

Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun kejadiannya

banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang tinggi

akan meningkatkan jumlah keringat dan meningkatkan konsentrasi air

kemih. Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat menyebabkan

pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang mempunyai kadar asam

urat tinggi akan lebih berisiko menderita penyakit BSK.

iii. Jumlah air yang diminum

Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air

yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum

tersebut. Bila jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan

konsentrasi air kemih, sehingga mempermudah pembentukan BSK

iv. Diet

Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK.

Misalnya saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh

normalnya adalah 600 mg/kg BB, dan apabila berlebihan maka akan

meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan, protein

yang tinggi terutama protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air

kemih, akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik, konsumsi protein

hewani yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan memicu

terjadinya hipertensi.

v. Jenis pekerjaan

Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk

dalam melakukan pekerjaannya.

vi. Kebiasaan menahan rasa ingin kencing.

Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air kemih

yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang

disebabkan oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya

jenis batu struvit.

6. Patofisiologi

Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis

urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium

kebanyakan merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat

biasanya juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau

kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan

hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat amonium magnesium didapatkan

pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga

urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu asam urin disebabkan

hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH urin

rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).

Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang

jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis,

dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk

lingkaran setan atau sirkulus visiosus. Jaringan abnormal atau mati seperti pada

nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu.

Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu (R. Sjamsuhidajat, 1998

Hal. 1027).

7. Manifestasi Klinis

Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada

adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine,

terjadi obstruksi yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan

hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi biasanya

disertai gejala demam, menggigil, dan dysuria. Namun, beberapa batu jika ada

gejala tetapi hanya sedikit dan secara perlahan akan merusak unit fungsional

(nefron) ginjal, dan gejala lainnya adalah nyeri yang luar biasa ( kolik).

a. Nyeri

Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik)

tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri

tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah,

maka pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di

ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang

menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering ingin merasa berkemih, namun

hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah,

maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.

b. Demam

Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga

menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal. Gejala ini disertai

jantung berdebar, tekanan darah rendah, dan pelebaran pembuluh darah di

kulit.

c. Infeksi

BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat

obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di saluran

kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,

Pseudomonas, dan Staphiloccocus.

d. Hematuri atau kristaluria

Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air

kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis adanya penyakit

BSK.

e. Mual dan muntah

Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali

menyebabkan mual dan muntah.

8. Pemeriksaan Penunjang

a) Air kemih

• Mikroskopik endapan

• Biakan

• Sensitivitas kuman

b) Faal ginjal

• Ureum

• Kreatinin

• Elektrolit

c) Foto polos perut (90% batu kemih radiopak)

d) Foto pielogram intravena (adanya efek obstruksi)

e) Ultrasonografi ginjal (hidronefrosis)

f) Foto kontras special

• Retrograd

• Perkutan

g) Analisis biokimia batu

h) Pemeriksaan kelainan metabolik

9. Penatalaksanaan Medis

a) Medikamentosaditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu

diharapkan dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi

nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum

banyak supaya dapat mendorong batu keluar.

b) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)alat ESWL adalah pemecah

batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat

memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui

tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil

sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.

c) Endourologi

• PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di

saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui

insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu.

• Litotripsi : memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat

pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan

evakuator Ellik.

• Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per

uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan

memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem

pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-renoskopi

ini.

• Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan

keranjang Dormia.

d) Bedah Laparoskopipembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran

kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu

ureter.

e) Bedah terbuka :

1) Pielolitotomi atau nefrolitotomi : mengambil batu di saluran ginjal

2) Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter.

3) Vesikolitotomi : mengambil batu di vesica urinaria

4) Ureterolitotomi : mengambil batu di uretra

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan dengan

pasien secara sistematis. Pengkajian keperawatan pada ureterolithiasis tergantung pada

ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doenges, 1999 Hal 672).

a) Aktivitas / istirahatGejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada

lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas sehubungan kondisi sebelumnya.

b) SirkulasiTanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit hangat dan

kemerahan, pucat.

c) EliminasiGejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi vesica

urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.Tanda : oliguria, hematuria, piuruia,

perubahan pola berkemih

d) Makanan / cairanGejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium

oksalat / fosfat, ketidakcukupan intake cairan. Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tidak

ada bising usus , muntah.

e) Nyeri / kenyamananGejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu,

nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan posisi atau

tindakan lain. Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen

f) KeamananGejala : pengguna alkohol, demam, menggigil

g) Penyuluhan dan PembelajaranGejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal,

ISK, paratiroidisme, hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat,

allopurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin.

h) Pemeriksaan diagnostik Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey biokimia, foto

Rontgen, IVP, sistoureteroskopi, scan CT, USG

2. Diagnosa Keperawatan

Dari data-data yang didapatkan pada pengkajian, disusunlah diagnosa

keperawatan. Adapun diagnosa keperawatan yang umum timbul pada batu saluran kemih

adalah (Doenges, 1999 Hal 672)

Nyeri (akut), berhubungan dengan trauma jaringan

Perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi mekanik

Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca

obstruksi

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi,

tidak mengenal sumber informasi

3. Intervensi

Dari diagnosa yang telah disusun berdasarkan data dari pengkajian, maka langkah selanjutnya

adalah menyusun intervensi.

a) Nyeri akut, berhubungan dengan trauma jaringan. Tujuan : Nyeri hilang atau

terkontrol. Intervensi :

Catat lokasi nyeri, lamanya intensitas, dan penyebaran. Rasional : membantu

mengevaluasi tempat obstruksi dan pergerakan kalkulus.

Jelaskan penyebab nyeri. Rasional : memberi kesempatan untuk pemberian analgetik

dan membantu meningkatkan koping klien.

Lakukan tindakan nyaman. Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan

otot, dan meningkatkan koping.

Bantu dengan ambulasi sesuai indikasi. Rasional : mencegah stasis urine.

Kolaborasi : pemberian obat sesuai indikasi. Rasional : mengurangi keluhan

b) Perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi

mekanik. Tujuan : Mempertahankan fungsi ginjal adekuat. Intervensi :

Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine. Rasional : memberikan

informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi.

Tetapkan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi. Rasional : kalkulus dapat

menyebabkan eksibilitas saraf, sehingga menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih

segera.

Dorong peningkatan intake cairan. Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri,

darah, dan dapat membantu lewatnya batu.

Periksa semua urine, catat adanya batu. Rasional : penemuan batu memungkinkan

identifikasi tipe dan jenis batu untuk pilihan terapi.

Selidiki keluhan kandung kemih penuh. Rasional : Retensi urine dapat terjadi,

menyebabkan distensi jaringan

Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium. Rasional : hal ini mengindikasikan

fungsi ginjal

c) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis

pasca obstruksi. Tujuan : Mencegah komplikasi. Intervensi :

Awasi pemasukan dan pengeluaran. Rasional : membandingkan keluaran aktual dan

yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya kerusakan ginjal.

Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter / hari dalam toleransi jantung.

Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis tindakan

“mencuci” yang dapat membilas batu keluar.

Observasi tanda-tanda vital. Rasional : indikasi hidrasi / volume sirkulasi dan

kebutuhan intervensi.

Kolaborasi : awasi Hb. / Ht., elektrolit. Rasional : mengkaji hidrasi dan keefektifan /

kebutuhan intervensi

d) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah

interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. Tujuan : Memberikan

informasi tentang proses penyakitnya / prognosis dan kebutuhan pengobatan. Intervensi :

Kaji ulang proses penyakit. Rasional : memberikan pengetahuan dasar di mana klien

dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.

Tekankan pentingnya peningkatan masukan cairan. Rasional : pembilasan sistem

ginjal menurunkan kesempatan pembentukan batu.

Kaji ulang program diet. Rasional : diet tergantung tipe batu

4. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan pelayanan asuhan keperawatan yang

telah dilakukan. Dalam tahap ini, akan terlihat apakah tujuan yang telah disusun tercapai atau

tidak. Pada penderita dengan ureterolithiasis, hasil evaluasi yang diharapkan meliputi :

Nyeri hilang / terkontrol

Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan

Komplikasi dicegah / minimal

Proses penyakit / prognosis dan program terapi dipahami

DAFTAR PUSTAKA

C. Long Barbara, Perawatan Medikal Bedah , jilid 3, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung, 1996

Doenges ME, dkk., Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta, 2000

Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume I, EGC, Jakarta , 1999

Marry Ann Matteson, Introductory Nursing Care of Adults, Sounder Company, Philadelpia PennSylvani, 1995

Purnomo, B. Basuki, Dasar-dasar Urolog , cetakan I, CV. Infomedika, Jakarta, 2000

Robert Prihardjo, Pengkajian Fisik Keperawatan, cetakan II, EGC, Jakarta, 1996

Wim de Jong dan Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1998