71
LAPORAN TUTORIAL Skenario Blok 11 Tutor : dr. Ardehlia Arin Kelompok 2 Citra Maharani Putr 04101401017 Shelvia Chalista 04101401024 Novi Auliya Dewi 04101401025 Lia Mahdi Agustiani 04101401027 Robby Juniadha 04101401034 Garina Rioska Savella 04101401050 Dwi Juwanita Putri 04101401159 Niken Kasati 04101401165 Mohd. Quarratul Aiman 04101401189 [Type text] Page 1

Laporan Tutorial Novi Blok 11

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahan

Citation preview

LAPORAN TUTORIALSkenario Blok 11

Tutor : dr. Ardehlia ArinKelompok 2

Citra Maharani Putr 04101401017Shelvia Chalista 04101401024Novi Auliya Dewi 04101401025Lia Mahdi Agustiani 04101401027Robby Juniadha 04101401034Garina Rioska Savella 04101401050Dwi Juwanita Putri 04101401159Niken Kasati 04101401165Mohd. Quarratul Aiman 04101401189

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA

Page 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario blok 11 sebagai tugas kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Allah SWT.

2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual.

3. dr.Ardehlia Arin selaku tutor.

4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan.

5. Semua pihak yang membantu penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Palembang, Oktober 2012

Penulis

Page 2

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR.............................................................................................2DAFTAR ISI...........................................................................................................3BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang.............................................................................................41.2 Maksud dan Tujuan....................................................................................4BAB II PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial...............................................................................................52.2 Skenario Blok11..........................................................................................62.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah.....................................................................................7II. Identifikasi Masalah...............................................................................8III. Analisis Masalah..................................................................................9IV.Keterkaitan antar masalah....................................................................25V. Hipotesis..............................................................................................25VI. Kerangka Konsep...............................................................................26 VII. Learning Issues dan Keterbatasan Pengetahuan.................................27

BAB III SINTESIS

3.1 Demam typhoid...........................................................................................283.2 Salmonella....................................................................................................353.3 Bradikardi arelatif.......................................................................................373.4 Cara pemeriksaan penunjang......................................................................39

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................49

Page 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBlok Respiratori adalah blok 11 pada semester 3 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang

1.2 Maksud dan TujuanAdapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.

Page 4

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Data TutorialTutorial Skenario B Tutor : dr. Ardehlia ArinModerator : Robby Juniadha Sekretaris papan : Garina Rioska SavellaSekretaris meja : Novi Auliya Dewi Waktu : Selasa, 23 Oktober 2012

Kamis, 25 Oktober 2012Peraturan tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat dengan cara mengacungkan tangan terlebih dahulu dan apabila telah dipersilahkan oleh moderator.

3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama proses tutorial berlangsung.

4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.

Page 5

2.2 Skenario Blok 11

Nn.C 19 tahun, datang ke RSMH dengan keluhan utama demam sejak 2 minggu SMRS.

Sejak 2 minggu SMRS os mengeluh demam tinggi terus menerus, terutama sore dan malam

hari, demam turn pada pagi hari. Os juga mengeluh bibirnya kering dan pecah-pecah

(rhagaden), lidah kotor, mual dan konstipasi.

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum sakit sedang, sensorium kompos mentis

TD: 120/70 mmHg, N: 86x/mnt, RR: 20x/mnt, Temperatur 40°C

Keadaan spesifik:

Kepala: bibir pecah-pecah, lidah berselaput putih kekuningan, kotor di tengah, tepi dan ujung

merah serta tremor (Coated toungue)

Abdomen: Hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, lien teraba schuffner 1.

Pemeriksaan Penunjang:

Hb: 11,5 gr%, WBC: 3.000 mm3, Trombosit 184.000 mm3, LED: 40 mm/jam,

DC:0/0/2/76/18/4, Widal titer O: 1/640

Page 6

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah

No Istilah Pengertian

1 Demam Peningkatan temperatur tubh diatas normal

2 Rhagaden Fisura, retakan atau jaringan yang lurus pada kulit, terutama

seperti lesi di sekitar mulut ata daerah yang sering

melakukan gerakan

3 Konstipasi Evakuasi fases yang jarang atau sulit

4 Sesonum kompos

mentis

Keadaan sadar seoenuhnya

5 Tremor Gemetar atau menggigil yang infolunter pada lidah

6 Counted tongue Lidah berselaput putih kekuninagn, kotor ditengah, tepi dan

ujung merah serta tremor

7 Schuffner Jarak maksimal dari pusat ke garis singgung pada arcus

costa kiri dibagi menjadi 4 bagian

8 LED Laju Endapan Darah untuk mengetahui tingkat peradangan

dalam satuan mm/jam

9 9 DC Untuk melihat perbandingan basofil, eosinofil, neurofil, staf

netrofil,monosit dan limfosit

10 Widal titer Prosedur uji serologi untuk mendeteksi bakteri salmonella

yang menyebabkan demam tifoid

Page 7

II. Identifikasi Masalah

No Pernyataan Konsen

1 .Nn.C 19 tahun, datang ke RSMH dengan keluhan utama

demam sejak 2 minggu SMRS serta mengeluh demam tinggi

terus menerus, terutama sore dan malam hari, demam turn

pada pagi hari

VVV

2 Os juga mengeluh bibirnya kering dan pecah-pecah

(rhagaden), lidah kotor, mual dan konstipasi

VV

3 Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum sakit sedang, sensorium kompos mentis

Temperatur 40°C

V

4 Keadaan spesifik:

Kepala: bibir pecah-pecah, lidah berselaput putih

kekuningan, kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta

tremor (Coated toungue)

Abdomen: Hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, lien

teraba schuffner 1

V

5 Pemeriksaan Penunjang:

Hb: 11,5 gr%, WBC: 3.000 mm3, Trombosit 184.000 mm3,

LED: 40 mm/jam, DC:0/0/2/76/18/4, Widal titer O: 1/640

V

Page 8

III. Analisis Masalah

1) Nn.C 19 tahun, datang ke RSMH dengan keluhan utama demam sejak 2 minggu SMRS

serta mengeluh demam tinggi terus menerus, terutama sore dan malam hari, demam turn

pada pagi hari

a. Bagaimana mekanisme demam pada kasus?

Bakteri yang masuk ke dalam tubuh bisa melewati 5F (food (makanan dan minuman) ,finger (jari), vomitus (muntah) ,fly(lalat), dan feces)). Salmonella. typhi masuk dari makanan ke dalam tubuh. Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi tidak, kemudian masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. bakteri dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal. Di plak peyeri ini terjadi hyperplasia jaringan dan nekrosis ( inilah yang merupakan faktor penyebab perdarahan pembuluh darah akibat erosi yang disebabkan nekrosis dan hyperplasia. Nekrosis dan hyperplasia itu dapat terjadi karena endotoksin salmonella menstimulasi makrofage untuk memproduksi sitokin dan zat lainnya salah satunya monokin.produksi dari makrofage ini lah yg menyebabkan nekrosis,hyperplasia dll) Salmonella typhi memiliki kombinasi karakteristik yang menjadikannya patogen efektif. Mikroorganisme ini memproduksi dan mengekskresikan protein yang yang disebut “invasin” yang memberi jalan pada sel non-fagosit yang memiliki kemampuan hidup secara intraseluler. Selain itu, S. typhi juga memiliki kemampuan menghambat tekanan oksidatif leukosit, yang menjadikan sistem respons imun manusia menjadi tidak efektif. Infeksi S. typhi kemudian akan berkembang menjadi demam atau typhoid.

b. Apa saja tipe-tipe demam?

Tipe Demam :• Demam septic, sobat badan berangsur naik ke tingkat tinggi pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering di sertai keluhan menggil dna berkerngat. Bila demam turun ke sobat normal di sebut demam heptik.

• Demam remiten, Demam dengan sobat badan yang dapat turun setiap hari namun tidak mencapai sobat normal. Perbedaan sobat sekitar 2 oC.

• Demam intermiten, sobat badan turun ke tingkat normal selama beberapa jam daolam satu hari. Bila demam ini terjadi setiap 2 hari sekali di sebut Tertiana. Bila terjadi 2 hari bebas diikuti 2 hari demam di sebut Kuartana.

• Demam kontinyu, Terjadi variasi sobat sepanjang hari tidak lebih dari 1oC. Pada demam yang terus menerus meninggi tiap hari di sebut hiperpireksia.

Page 9

• Demam siklik, Terjadi kenaikan sobat selama beberapa hari yang diikuti periode bebas demam selama bebrapa hari kemudian diikuti kenaiakan sobat seperti semua

c. Mengapa demam terus menerus sejak 2 minggu yang lalu terutama sore dam malam

hari serta demam trun pada pagi hari?

Demam septik karena proses keluarnya bakteri dari sel fagosit belum tentu

serempak. Pada tahap dari empedu ke usus juga bersifat intermitten (kadang iya,

kadang tidak) itulah penyebab terjadinya panas naik di malam hari, dan ketika pagi

turun. Suhu tubuh saat malam dan sore meningkat itu dikarenakan sore dan malam

metabolisme tubuh menurun. metabolisme turun berarti O2 yang beredar dalam tubuh

akan turun, salah satu sifat dari Salmonella yaitu anaerob, itulah sebabnya saat malam

dan sore hari suhu tubuh nn.C meningkat pada malam hari.

2) Os juga mengeluh bibirnya kering dan pecah-pecah (rhagaden), lidah kotor, mual dan

konstipasi

a. Bagaimana keterkaitan keluhan tambahan dengan keluhan utama?

Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa langsung ditegakkan. Yang termasuk gejala khas Demam tifoid adalah sebagai berikut. Minggu Pertama (awal terinfeksi) Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.

Minggu KeduaJika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari

Page 10

berlangsung. Terjadi perlambatan relative nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.

Minggu KetigaSuhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

Minggu keempat Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.Relaps. Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikia juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek.Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

b. Jelaskan mekanisme bibir pecah-pecah, lidah kotor, mual dan konstipasi?

Mual : Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.Konstipasi : Konstipasi pada demam tifoid dapat terjadi karena, di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S. typhii intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitifitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Akibat hyperplasia jaringan di usus menyebabkan penyempitan lumen usus yang mengganggu pergerakan makanan.

Page 11

Lidah kotor : Lidah kotor disebabkan karena adanya koloni bakteri di dalam lidah.

Adanya infeksi bakteri Salmonella typhii di pembuluh darah, menyebabkan sirkulasi

atau darah pun mengandung toksin (endotoksin). Endotoksin ini dikeluarkan oleh

Salmonella ketika mendapat serangan dari makrofag. Endotoksin ini merupakan salah

satu upaya proteksi diri bakteri itu sendiri dari serangan atau invasi. Toksin atau

endotoksin ini menyebabkan kemampuan saliva untuk membunuh mikroorganisme

berkurang. Sehingga terbentuklah koloni-koloni bakteri di dalam mulut. Ketika bakteri

Salmonella Typhi sebagian mati di lambung ia akan mengeluarkan senyawa H2S yang

menimbulkan bau pada mulut. Tibanya bakteri yang mati ke mulut terjadi ketika

seseorang tersebut tidur atau ketinggian lambung sejajar dengan mulut, hal tersebutlah

yang menyebabkan penderita thypoid lidahnya kotor dan bau.

Bibir pecah-pecah: Bibir pecah-pecah disebabkan oleh diare yang terjadi karena

gangguan gastrointestinal. Akibat gangguan tersebut terjadilah gejala salah satunya

diare yang dapat membuat cairan ekstraseluler meningkat akibatnya terjadi dehidrasi

yang dapat menyebabkan bibir pecah-pecah.

3) Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum sakit sedang, sensorium kompos mentis Temperatur 40°C

a. Apa saja keadaan umum yang menunjukkan sakit sedang?

Keadaan umum menunjukan sakit sedang karena Nn.C sensorium kompos mentis

dimana sadar dalam keadaan sepenuhnya, dapat dikatakan berat apabila pasien sudah

koma atau tidak sadarkan diri lagi.

b. Interpretasikan hasil temperatur!

Karakterikstik Kasus Normal Interpretasi Penjelasan

Temperatur 40 C 36,5-37,5 C Febris Mekanisme tubuh untuk

melawan patogen

Febris : > 37,5 celcius1.subfebris :37,5-38 celcius

2.febris :38-40 celcius

3.hiperpireksia : > 40 celcius

Page 12

Jadi Nn.c menderita febris

4) Keadaan spesifik:

Kepala: bibir pecah-pecah, lidah berselaput putih kekuningan, kotor di tengah, tepi dan

ujung merah serta tremor (Coated toungue)

Abdomen: Hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, lien teraba schuffner 1

a. Interpretasikan keadaan spesifik!

- Kepala bibir pecah” lidah berselaput putih kekubingan kotor di tengah tepi ujung merah serta tremor tremor digunakan tubuh untuk meningkatkan termoregulasi, melalui peningkatan metabolisme basal. Hal ini juga terjadi akibat tubuh dipaksa untuk mengikuti set point “palsu” yang di set oleh agen infeksius.

- Abdomen hepar teraba 1 jari di bwah arcus costae ,lien teraba schuffner Pembengkakan hati dan limpa terjadi karena kuman telah menyebar (bakteremia pertama yang asimptomatik) ke organ retikuloendotelial tubuh. Di dalam hati, kuman masuk di dalam empedu kuman dapat berkembang baik karena kandung empedu merupakan organ yang sensitif terhadap S. Typhi dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus.

- Hepatomegali. Splenomegali dan sakit perut è kuman yg sudah berkembang biak dalam makrofag masuk kedalam RES terutama hati dan limpa. Dan berkembang biak disana

- Hepatosplenomegali dalam kasus mempunyai berbagai kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah akibat pengumpulan sel-sel polimorfonuklear di organ sistem retikuloendotelial tersebut. Kemungkinan yang lain adalah akibat aktivitas replikasi kuman di dalam makrofag yang berada dalam hati dan limpa. Kemungkinan terakhir adalah pada hati kerja sel makrofagnya (sel Kuppfer) bekerja lebih berat, karena semua agen infeksius dari saluran gastrointestinal pasti melewati vena porta hepatika, sehingga hati harus menghadapi kuman tersebut di garis terdepan setelah masuk sirkulasi. Sedangkan limpa sebagai limfonodus, seperti pada banyak kasus infeksi lain, membesar akibat peningkatan kerja organ untuk membentuk lebih banyak limfosit, juga sebagai filter pertahanan terakhir setelah agen infeksius masuk dalam sirkulasi.

- Gambaran coated tongue secara klinis berupa selaput (lesi plak) yang menutupi bagian permukaan atas lidah. Selaput ini dapat berwarna putih kekuningan sampai berwarna coklat. Selaput terdiri dari akumulasi bakteri, debris makanan, lekosit dari poket periodontal, dan deskuamasi sel epitel. Selaput ini dapat hilang pada pengerokan tanpa meninggalkan daerah eritem. Coated tongue dapat muncul dan hilang dalam waktu yang singkat.

Page 13

b. Bagaimana cara pemeriksaan hepar dan lien?

Abdomen dibagi menjadi 9 regio :

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

j.

k.

Palpasi hepar

Pasien terlentang, ke2 tungkai kanan dilipat

Palpasi pd palmar radial jari kanan,posisi ibu jari terlipat dibawah palmar-membentuk sudut 45 0 garis median-ujung jari di lateral m rec abdominis

Page 14

1 2 3

1, 3 = hypokondrium ka/ki

2 = ephigastrium

4, 6 = lumbal ka/ki

5 = umbilicus

7,9 = iliaka ka/ki

8 = hypogastrium

Hati terdapat pada 1 dan 2 Lambung di daerah 2 Limfa di daerah 3 Kandung empedu pada batas 6 dan 2 Kandung kencing pada daerah 8 Apendik pada 7 dan bawah 6,5. Bifurkasio aorta 2 cm bawah umbilicus ke

kiri

Dimulai regio iliaka kake tepi arkus kosta ka

Dinding abdomen ditekan kebawah saat ekspirasi dan ke kranial pada saat inspirasi dalam arah parabol menyentuh tepi anterior hati—berulang—digeser 1-2 jari ke arah lengkung kosta

Deskripsi palpasi

Berapa lebar jari tangan di bwh arkus kosta kanan

Keadaan tepi

Konsisitensi

Permukaan

Nyeri tekan

Fluktuasi -/+

hepar

normal liver is not palpable,

liver displaced downward : COPD

-smooth, non-tender edge cirrhosis

-smooth, large and tender edgeà hepatitis or venous congestion

-irregular, enlarged, firm/hard, may/may not be tender : malignant

Pemeriksaan lien

normal lien tidak teraba

mulai dari lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai SIAS kanan.

Page 15

bergerak sesuai dengan gerakan pernapasan

Palpasi Dimulai SIAS kanan, melewati umbilikus menuju ke lengkung iga kiri (gbr)

menggunakan garis Schuffner yaitu garis yang dimulai dari titik lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan diteruskan SIAS kanan.

Garis dibagi menjadi 8, S1 - S8

c. Bagaimana hubungan hepar teraba dengan lien teraba pada keluhan?

Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (teutama Plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi bakteremi primer) menuju ke organ-organ terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan. Limpa umumnya membesar pada akhir minggu pertama dan harus dibedakan dg pembesaran karena malaria. Pembesaran pada demam typoid tidak progresif dan konsistensi lebih lunak 

5) Pemeriksaan Penunjang:

Hb: 11,5 gr%, WBC: 3.000 mm3, Trombosit 184.000 mm3, LED: 40 mm/jam,

DC:0/0/2/76/18/4, Widal titer O: 1/640

a. Interpretasikan hasil pemeriksaan penunjang!

Hb : Perempuan dewasa : 11,5-16 gram/dl (normal)WBC : 4,500 - 10,000 (kurang)Tombosit : 150.000 – 450.000 (normal)Laju endap darah : 0 — 20 mm/jam (tinggi)

Page 16

Widal titer : Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640.PENILAIAN widal titer- Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).- Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).

- Jika 1x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640 maka hasil langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala yang khas.DC normal : Basophil ( 0-3%) / Eosinophil ( 0-5%) / staf ( 2-6%) / Neutrophil segmen ( 34-75%) / Limphosit ( 12-50%) / monosit ( 2-9%)

- Pada kasus : 0/0/2/76/18/4Hasil = Basophil (normal), Eosinophil (normal), staf (normal), Neutrofil segmen (tinggi), Limphosit (normal), monosit (normal).

b. Bagaimana hubungan pemeriksaan penunjang pada kasus?

Pada DT dapat terjadi kekurangan darah dari ringan sampai sedang karena efek kuman

yang menekan sumsum tulang. Lekosit dapat menurun hingga < 3.000/mm3 dan ini

ditemukanpadafasedemam.

Pemeriksaan serologik Widal (titer Aglutinin OD) sangat membantu dalam diagnosis

walaupun ± 1/3 penderita memperlihatkan titer yang tidak bermakna atau tidak

meningkat. Uji Widal bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan serial tiap minggu

dengan kenaikan titer sebanyak 4 kali.Beberapa laporan yang ada tiap daerah

mempunyai nilai standar Widal tersendiri, tergantung endemisitas daerah tersebut.

Misalnya : Surabaya titer OD > 1/160, Yogyakarta titer OD > 1/160, Manado titer OD

> 1/80, Jakarta titer OD > 1/80, Ujung Pandang titer OD 1/320

c. Jelaskan cara pemeriksaan LED dan Widal titer!

Pemeriksaan WidaL Titer

Tujuan:Untuk mendeteksi antibodi terhadap Salmonella typhi, Salmonella paratyphi  A, B, dan C.

Prinsip:Terjadi reaksi aglutinasi antara antigen Salmonella dan antibodi spesifik yang terdapat dalam serum penderita demam tifoid atau paratifoid.

III. Bahan Pemeriksaan

Page 17

Diperlukan sepasang serum masing-masing 1 ml, yaitu serum pada fase akut dan konvalesen dari penderita tersangkut tifoid. Serum konvalesen diperoleh pada hari ke 5-7 setelah pangambilan darah fase akut.

IV.  Alat dan Reagen yang digunakan:

Alat:

Tabung reaksi dari gelas (pyrex atau yang sejenisnya) dengan garis tengah luar12 mm, panjang tabung 75 mm.

Rak tabung (logam) Penangas air dengan suhu 560C Pipet serologi 5 ml dan mikropipet ”adjustable” 100 ul. Botol bekas obat suntik dengan volume 10-15 ml.

Bahan:

Suspensi antigen O dan H dari Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, B dan C.Prosedur pemeriksaanCara slide

“Rapid slide screening test”(kualitatif)1. Letakkan masing-masing 80 ul serum pada “test slide” nomor 1 smpai nomor 82. Tambahkan masing-masing 1 tetes suspensi antigen yang sebelumnaya telah

dikocok terlebih dahulu disamping tetesn serum, kemudian diaduk dengan memakai batang pengaduk (tusuk gigi/lidi) selama beberapa detik.

3. Goyangkan “slide” selama 1 menit.4. Perhatikan adanya reaksi aglutinasi dalam 1 menit.5. Reaksi positif bila terjadi aglutinasi dalam 1 menit.

  “Rapid slide”(kuantitatif)1. Letakkan masing-masing 80 ul, 40 ul, 20 ul, 10 ul dan 5 ul serum pada “slide test”.2. Tambahkan masing-masing 1 tetes suspensi antigen (misalnya H antigen dari S.

typhi) yang sebelumnya telah dikocok terlebih dahulu disamping tetesan serum, kemudian diaduk dengan memakai batang pengaduk (tusuk gigi/lidi) selama beberapa detik.

3. Goyangkan “slide” selama 1 menit dan perhatikan adanya reaksi aglutinasi dalam 1 menit.

4. Lakukan pemeriksaan seperti di atas dengan menggunakan yang lain.5. Serum 80 ul, 40 ul, 20 ul, 10 ul, dan 5 ul setelah penambahan 1 tetes antigen sesuai

dengan pengenceran sebanyak 20, 40, 80, 10 dan 320 kali.6. Titer antibodi dilaporkan sesuai dengan pengenceran tertinggi yang masih

menunjukkan aglutinasi.

Page 18

Catatan.

-          Demam tifoid dan paratifoid merupakan infeksi akut, sehingga pemeriksaan widal hanya mempunyai arti diagnostik bila terjadi kenaikan titer antibodi pada fase konvalesen 4 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan titer antibodi pada fase akut.

-          Salmonella tersebar secara luas disekeliling kita, sehingga pada orang sehat dapat dijumpai sejumlah antibodi terhadap Salmonella, karena itu setiap laboratorium harus menetapkan nilai rujukan dari pemeriksaan widal yang perlu diperbaharui setelah beberapa tahun.

Prosedur pemeriksaan LED yaitu:

1. Metode Westergreen

Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan sampel darah

citrat 4 : 1 (4 bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat 3,2 % ) atau darah EDTA

yang diencerkan dengan NaCl 0.85 % 4 : 1 (4 bagian darah EDTA + 1 bagian NaCl

0.85%). Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.

Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam

tabung Westergreen sampai tanda/skala 0.

Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari getaran

maupun sinar matahari langsung.

Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.

2. Metode Wintrobe

Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah Amonium-kalium oksalat.

Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.

Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan pipet Pasteur sampai

tanda 0.

Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.

Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit.

Nilai Rujukan

1. Metode Westergreen:

Laki-laki : 0 – 15 mm/jam

Perempuan : 0 – 20 mm/jam

2. Metode Wintrobe :

Laki-laki : 0 – 9 mm/jam

Perempuan 0 – 15 mm/jam

Page 19

d. Bagaimana diagnosis banding dari pasien?

DIAGNOSIS BANDING   Diagnosis1.      Anamnesis

2.      Tanda klinik

3.      Laboratorium

4.      Leukopenia, anesonofilia

5.      Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah

negatif); tinja minggu II, air kemih minggu III

6.      Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II, pada

stadium rekonvalescen titer makin meninggi

7.      Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup akurat

dengan

8.      Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M

Trias (suspek/curiga) demam tifoid:1.        Demam step-ladder temperature chart, dengan karakteristik:a.         Naik secara bertahap setiap harib.        Mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama. Pada minggu kedua demam terus menerus tinggi. Pada minggu keempat demam turun perlahan secara lisis, kecuali jika terjadi fokus infeksi, maka demam akan menetap. Biasanya sore dan atau malam hari.2.        Lidah tifoid 3. Nyeri spontan/tekan daerah McBurney, sedangkan sisi kiri normal/kurang nyeri.Diagnosa Banding

1. Influenza                             6. Malaria2. Bronchitis                           7. Sepsis3. Broncho Pneumonia            8. I.S.K4. Gastroenteritis                     9. Keganasan   : - Leukemia5. Tuberculosa                                                   - Lymphoma

e. Bagaimana cara pencegahan penyakit tersebut?

Langkah-langkah pencegahan

- Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan paratifoid A dan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali pemberian dengan interval 10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan demam tifoid Jumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Suntikan imunisasi tifoid boleh dilakukan setiap dua tahun manakala vaksin oral diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak memberikan jaminan perlindungan 100 peratus.

Page 20

- Minum air yang telah dimasak sahaja. Masak air sekurang-kurangnya lima minit penuh (apabila air sudah masak, biarkan ia selama lima minit lagi).Buat air batu menggunakan air yang dimasak.

- Sekiranya sedang dalam perjalanan, gunakan air botol atau minuman berdesis berkarbonat tanpa ais. Anda hendaklah lebih berhati-hati dengan ais kacang atau air batu campur yang menggunakan ais hancur, terutama sekali dalam keadaan sekarang.

- Makan makanan yang baru dimasak. Jika terpaksa makan di kedai, pastikan makanan yang dipesan khas dan berada dalam keadaan `berasap’ kerana baru diangkat dari dapur.

- Tudungi semua makanan dan minuman agar tidak dihinggapi lalat. Letakkan makanan di tempat tinggi.

- Gunakan penyepit, senduk, sudu atau garpu bersih untuk mengambil makanan.- Buah-buahan hendaklah dikupas dan dibilas sebelum dimakan.- Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum menyedia atau memakan makanan,

membuang sampah sarap, memegang bahan mentah atau selepas membuang air besar. Anda akan mendapati insiden tifoid berkurangan dengan amalan ini yang sepatutnya menjaditabiat seharian dan bukan hanya musim wabak.

- Pilih gerai dan pengendali makanan yang bersih.- Dalam keadaan sekarang, adalah baik sekiranya orang ramai mengelak daripada

membeli makanan atau minuman daripada penjaja jalanan terutamanya yang menjual minuman sejuk.

- Hapuskan tempat pembiakan lalat-lalat bagi mengelakkan pembiakan.

f. Komplikasi apa yang dapat timbul dari penyakit ini?

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :

i. Komplikasi intestinal (perdarahan usus, perforasi usus, Ileus paralitik)

ii. Komplikasi ekstraintestinal

Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis), miokarditis,

trombosis dan tromboflebitis

Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopeni dan atau koagulasi intravaskuler

diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis.

Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolelitiasis.

Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.

Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,

sindrom Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.

Page 21

g. Apa prognosisnya?

Prognosis demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotip Salmonella penyebab dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitasnya <1%. Di negara berkembang angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan.

Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau pendarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak diobati dengan antibiotik. Pada penderita yang telah mendapat terapi antimikroba yang tepat, manifestasi klinis relaps menjadi nyata sekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiok dan menyerupai penyakit akut namun biasanya lebih ringan dan lebih pendek. Individu yang mengekresi Salmonella typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis.

Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidan penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi umum.

h. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk Nn.C?

Istirahat dan Perawatan

Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah

baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum, mandi, buang air

kecil, dan buang air besar akan membentu dan mempercepat masa penyembuhan.

Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan

perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan

pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhitungkan dan dijaga.

Diet dan Terapi Penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam

tifoid, karena makanan yang kurang akan menrnkan keadaan umum dan gizi penderita

akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring. Kemudian

ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet

tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring

tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau

Page 22

perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan.

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan

lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat

diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

Pemberian Antimikroba

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah

sebagai berikut :

Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama

untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat

diberikan secara per oral atau intervena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.

Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat

diramalkan dan tempat suntkan terasa nyeri. Dari pengalaman penggnaan obat ini dapat

menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. Penulis lain menyebutkan penurunan demam

dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5.

Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan

skloramfenol, akan tetapi komplikasi hematology seperti kemungkinan terjadinya

anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenol. Dosis tiamfenikol

adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol.

Dosis untuk orang dewasa adaah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400

mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan Amoksisilin. Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih

rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-

150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

Sefalosporin Generasi Ketiga. Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3

yang terbkti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan

adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali

sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.

Golongan Fluorokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan

pemberiannya :

Page 23

Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari seama 6 hari

Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Pefoksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.

hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang

merupakan fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik

fluorokuinolon yang dikembangkan kemudian.

Kombinasi Obat Antimikroba

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara

lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septic, yang pernah terbukti

ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella.

Kortikosteroid. Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septic dengan dosis 3 x 5 mg

Page 24

IV. Keterkaitan antar Masalah

V. Hipotesis

Ny.C, 19 tahun, menderita demam typhoid dikarenakan terinfeksi Salmonella typhii.

Page 25

Nn. C 19 tahun

Konstipasi

Demam

Lidah kotorBibir kering pecah-pecah

Pemeriksaan pennjang

Pemeriksaan Fisik

Mual

VI. Kerangka Konsep

Page 26

Salmonella masuk ke lambung melalui 5F (food, feces, fly,formitting, finger)

Masuk ke lambung melalui saluran cerna

Peningkatan asam lambung untuk memusnahkan salmonella

Sebagian masuk ke usus

Ke plaque payeri ileum distal

Hiperplasia jaringan dan nekrosis

Sulit BAB

Masuk ke sel M

Ke kelenjar getah bening mesenterica

Duktus torasikus

Meninggalkan sel fagosit

Berkembang biak di luar sel

Hepatomegali dan splenomegali

Sirkulasi darah

Gangguan saluran pencernaan

Masuk ke hati dan limfa

Masuk sirkulasi darah

Di lamina propria bakteri berkembang dan di fagosit

Menempel di reseptor endotel kapiler

Komplikasi ke pulmo, cardio, neuro dll

Mual

Intake kurang dan cairan kurang

Bibir kering dan pecah-pecah

Masuk ke pembuluh darah

Koloni bakteri di dalam darah

Kemampian saliva membunuh mikroorganisme menurun

Koloni bakteri di mulut

Lidah kotor dan coated tounge

Membentuk lapisan dari kreatin yg sdh mati

s. typhii mengeluarkan senyawa H2S

Bau mulut

Dilepas zat pirogen endogen oleh leukosit yang meradang

Reaksi sistem imun tubuh

Peningkatan termostat

Set point meningkatDemam

HiperaktifReaksi hyperplasia jaringan

Nekrosis jaringan

Penyempitan lumen usus

Konstipasi

VII. Learning Issues dan keterbatasan pengetahuan

Pokok Bahasan What I Know What I don’t

know

What I have to prove How I will

learn

Demam typhoid Definisi Prognosis,

mekanisme,

diagnosis dan tata

laksana

Penjelasan lebih jelas

dan hubungannya

dengan gejala

Text book,

Jurnal, dan

Internet

Salmonella Definisi Keterkaitannya

dengan kasus

Penjelasan lebih jelas

dan hubungan dengan

penyakit sekarang

Text book,

Jurnal, dan

Internet

Bradikardi

relatif

Definisi Keterkaitannya

dengan kasus

Penjelasan lebih jelas

mengenai bradikardi

relatif

Text book,

Jurnal, dan

Internet

Cara

pemeriksaan

penunjang

Definisi Cara pemeriksaan

dan definisinya

Penjelasan lebih jelas

untuk mengetahui cara

pemeriksaan

penunjang

Text book,

Jurnal, dan

Internet

Page 27

BAB III

SINTESIS

3.1 Demam typhoid

Demam typhoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh Salmonella

typhi atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Salmonella

adalah kuman gram negatif yang berflagela, tidak membentuk spora, dan merupakan

anaerob fakultatif yang memfermentasikan glukosa dan mereduksi nitrat menjadi nitrit.

S.typhi memiliki antigen H yang terletak pada flagela, O yang terletak pada badan, dan K

yang terletak pada amplop, serta komponen endotoksin yang membentuk bagian luar dari

dinding sel.

TRANSMISI DAN FAKTOR RISIKO

Demam typhoid ditularkan atau ditransmisikan kebanyakan melalui jalur fecal-oral.

Penyebaran demam typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada lingkungan yang tidak

higienis dan pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat. Hal ini dikarenakan

pola penyebaran kuman S.typhi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi

biasanya melalui feses penderita. Bila terpapar S. Thypi sebanyak 105, potensi serangan

relatif ringan dengan masa inkubasi yang panjang. Dengan meningkatnya organisme atau

> 109 potensi serangan meningkat menjadi 95% dengan masa inkubasi yang lebih singkat.

Masa inkubasinya umumnya 3-60 hari.

Demam typhoid bisa terjadi pada setiap orang, namun lebih banyak diderita oleh

anak-anak dan orang muda. Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok

umur 5 – 30 tahun, laki – laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur

dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Pada anak-anak, hal ini dikarenakan antibodi yang

belum terbentuk sempurna dan dari segi sosial, pola makanan anak-anak tidak baik yang

didapat di lingkungan. Pada populasi orang muda, penyebaran demam typhoid dapat

disebabkan oleh kebiasaan makan yang tidak mempertimbangkan faktor kebersihan dan

tidak terbiasanya mencuci tangan sebelum makan.

Faktor resiko lainnya adalah orang dengan status imunocompromised dan orang

dengan produksi asam lambung yang terdepresi baik dibuat, misalnya pada pengguna

Page 28

antasida, H2 blocker, PPI, maupun didapat, misalnya orang dengan achlorhydia akibat

proses penuaan.

PATOFISIOLOGI

Masuknya kuman Salmonella typhii dan Salmonella parathypii ke dalam tubuh

manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian

kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya

berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka

kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria.

Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh

makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya

dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat pada makrofag ini masuk ke

dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik) dan

menyebar ke seluruh organ retikuloendothelial tubuh terutama di hati dan limfa. Di organ

ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau

ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga

mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit

infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian kuman

dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus

usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan

hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator

inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti

demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental,

dan koagulasi.

Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan.

Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri

yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di

dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan

otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di

Page 29

reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan

neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.

GEJALA KHAS

Minggu Pertama (awal terinfeksi)

Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan

penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi

39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk,

dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan

gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan

sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah

pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.

Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan

beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan

gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit

(rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan

tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan

sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa

makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut,

lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang

berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen

mengalami distensi.

Minggu Kedua

Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang

biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena

itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi

(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.

Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama

dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu

tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang

mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak

Page 30

kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,

sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi

perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan

kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.

Minggu Ketiga

Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika

terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan

berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi

perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus.

Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya

tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi

dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen

sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika

denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini

menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar

bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya

perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya

kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

Minggu keempat

Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya

pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

DIAGNOSIS

Diagnosis demam tifoid didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium.

Diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:

1. Possible Case

Page 31

Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran

cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid

belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.

2. Probable Case

Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran

laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali

pemeriksaan).

3. Definite Case

Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau positif S.Thypi pada

pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer Widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang

5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).

MANIFESTASI KLINIS

Menifestasi klinis demam tifoid sangat luas dan bervariasi, dari manifestasi yang

atipikal hingga klasik, dari yang ringan hingga complicated. Penyakit ini memiliki

kesamaan dengan penyakit demam yang lainnya terutama pada minggu pertama sehingga

sulit dibedakan, maka untuk menegakkan diagnosa demam tifoid perlu ditunjang

pemeriksaan laboratorium penunjang.

Manifestasi klinis secara umum bekaitan dengan perjalanan infeksi kuman.

1. Panas badan. Pada demam typhoid, pola panas badan yang khas adalah tipe step ladder

pattern dimana peningkatan panas terjadi secara perlahan-lahan, terutama pada sore hingga

malam hari. Biasanya pada saat masuk rumah sakit didapatkan keluhan utama demam

yang diderita kurang lebih 5-7 hari yang tidak berhasil diobati dengan antipiretika.

2. Lidah tifoid. Pada pemeriksaan fisik, lidah tifoid digambarkan sebagai lidah yang kotor

pada pertengahan, sementara hiperemi pada tepinya, dan tremor apabila dijulurkan.

3. Bradikardi relatif. Pada penderita tifoid peningkatan denyut nadi tidak sesuai dengan

peningkatan suhu, dimana seharusnya peningkatan 10C diikuti oleh peningkatan denyut

Page 32

nadi sebanyak 8 kali/menit. Bradikardi relatif adalah keadaan dimana peningkatan suhu

10C diikuti oleh peningkatan nadi 8 kali/menit.

4. Gejala saluran pencernaan (anoreksia, mual, muntah, obstipasi, diare, perasaan tidak

enak di perut dan kembung, meteorismus).

5. Hepatosplenomegali.

6. Gejala infeksi akut lainnya (nyeri kepala, pusing, nyeri otot, batuk, epistaksis).

7. Gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan hematologi rutin didapatkan leukopeni atau leukopeni relatif, kadang–

kadang dapat juga terjadi leukositosis, neutropeni, limfositosis, aneosinofilia, dengan atau

tanpa penurunan hemoglobin (anemia) bergantung pada komplikasi yang melibatkan

perdarahan saluran cerna, dengan hematokrit, trombosit dalam rentangan normal atau

dapat terjadi trombositopenia. Laju endap darah juga dapat meningkat. Dari pemeriksaan

kimia darah ditemukan peningkatan SGOT/SGPT.

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman Salmonella typhii.

Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada

pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali

pemeriksaan)

PENATALAKSANAAN

Istirahat dan Perawatan

Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah

baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum, mandi, buang air

kecil, dan buang air besar akan membentu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam

perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang

dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik

serta hygiene perorangan tetap perlu diperhitungkan dan dijaga.

Diet dan Terapi Penunjang

Page 33

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam

tifoid, karena makanan yang kurang akan menrnkan keadaan umum dan gizi penderita

akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring. Kemudian ditingkatkan

menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan

dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk

menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan

ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa

pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari

sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

Pemberian Antimikroba

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah

sebagai berikut :

Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk

mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan

secara per oral atau intervena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan

intramuscular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan

tempat suntkan terasa nyeri. Dari pengalaman penggnaan obat ini dapat menurunkan

demam rata-rata 7,2 hari. Penulis lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata-

rata setelah hari ke-5.

Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan

kloramfenol, akan tetapi komplikasi hematology seperti kemungkinan terjadinya anemia

aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500

mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis

untuk orang dewasa adaah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan

80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan Amoksisilin. Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah

dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

Page 34

Sefalosporin Generasi Ketiga. Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang

terbkti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara

3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan

selama 3 hingga 5 hari.

Golongan Fluorokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan

pemberiannya :

Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari seama 6 hari

Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Pefoksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. hasil

penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan

fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang

dikembangkan kemudian.

Kombinasi Obat Antimikroba

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara

lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septic, yang pernah terbukti

ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella.

Kortikosteroid. Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam

tifoid yang mengalami syok septic dengan dosis 3 x 5 mg.

3.2 Salmonella

Page 35

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan:

Filum:

Kelas:

Ordo:

Famili:

Genus:

SpesiesS. bongoriS. ente

Page 36

rica

Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat yang menyebabkan tifoid, paratifod, dan penyakit foodborne. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfida. Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis) yang pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi.

PatogenitasSalmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan (foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Ciri-ciri orang yang mengalami salmonellosis adalah diare, keram perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah-muntah. Tiga serotipe utama dari jenis S. enterica adalah S. typhi, S. typhimurium, dan S. enteritidis. S. typhi menyebabkan penyakit demam tifus (Typhoid fever), karena invasi bakteri ke dalam pembuluh darah dan gastroenteritis, yang disebabkan oleh keracunan makanan/intoksikasi. Gejala demam tifus meliputi demam, mual-mual, muntah dan kematian. S. typhi memiliki keunikan hanya menyerang manusia, dan tidak ada inang lain. Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal kepada bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh mereka yang menurun. Kontaminasi Salmonella dapat dicegah dengan mencuci tangan dan menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi.

Media tumbuhUntuk menumbuhkan Salmonella dapat digunakan berbagai macam media, salah satunya adalah media Hektoen Enteric Agar (HEA). Media lain yang dapat digunakan adalah SS agar, bismuth sulfite agar, brilliant green agar, dan xylose-lisine-deoxycholate (XLD) agar. HEA merupakan media selektif-diferensial. Media ini tergolong selektif karena terdiri dari bile salt yang berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan beberapa gram negatif, sehingga diharapkan bakteri yang tumbuh hanya Salmonella. Media ini digolongkan menjadi media diferensial karena dapat membedakan bakteri Salmonella dengan bakteri lainnya dengan cara memberikan tiga jenis karbohidrat pada media, yaitu laktosa, glukosa, dan salisin, dengan komposisi laktosa yang paling tinggi. Salmonella tidak dapat memfermentasi laktosa, sehingga asam yang dihasilkan hanya sedikit karena hanya berasal dari fermentasi glukosa saja. Hal ini menyebabkan koloni Salmonella akan berwarna hijau-kebiruan karena asam yang dihasilkannya bereaksi dengan indikator yang ada pada media HEA, yaitu fuksin asam dan bromtimol blue

SALMONELLA TYPHI

Page 37

Salmonella typhi adalah bakteri gram negative batang yang menyebabkan demam tifoid Salmonella typhi merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di daerah tropis, khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang buruk.

Manusia terinfeksi Salmo-nella typhi secara fecal-oral. Tidak selalu Salmonella typhi yang masuk ke saluran cerna akan menyebab-kan infeksi karena untuk menim-bulkan infeksi, Salmonella typhi harus dapat mencapai usus halus. Salah satu faktor penting yang menghalangi Salmonella typhi men-capai usus halus adalah keasaman lambung. Bila keasaman lambung berkurang atau makanan terlalu cepat melewati lambung, maka hal ini akan memudahkan infeksi Salmonella typhi.

Patogenesis Infeksi Salmonella typhi

Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usus halus, Salmonella typhi akan ditangkap oleh makrofag di usus halus dan memasuki peredaran darah, me-nimbulkan bakteriemia primer. Selanjutnya, Salmonella typhi akan mengikuti aliran darah hingga sampai di kandung empedu. Bersama dengan sekresi empedu ke dalam saluran cerna, Salmonella typhi kembali memasuki saluran cerna dan akan menginfeksi Peyer’s patches, yaitu jaringan limfoid yang terdapat di ileum, kemudian kem-bali memasuki peredaran darah, menimbulkan bakteriemia sekun-der. Pada saat terjadi bakteriemia sekunder, dapat ditemukan gejala-gejala klinis dari demam tifoid.

3.3 Bradikardi Relatif

Bradikardi relatif. Pada penderita tifoid peningkatan denyut nadi tidak sesuai dengan peningkatan suhu, dimana seharusnya peningkatan 10C diikuti oleh peningkatan denyut nadi sebanyak 8 kali/menit. Bradikardi relatif adalah keadaan dimana peningkatan suhu 10C diikuti oleh peningkatan nadi 8 kali/menit.Bradikardia adalah jika frekuensi nadi kurang dari 60 kali/menit.

Prinsip penanganan bradikardi adalah menentukan apakah bradikardi tersebut serius atau

tidak. Bradikardi yang serius adalah bradikardi yang disertai dengan gejala seperti sakit dada,

sesak napas, penurunan kesadaran, hipotensi, dan gagal jantung.

Bradikardi serius

1.Penanganan harus sesuai dengan kondisi pasien. Pada algoritme bradikardi digambarkan

Page 38

bahwa tindakan dan pengobatan yang dilakukan secara berurutan, pada prakteknya tindakan

tersebut dilaksanakan harus sesuai dengan kondisi pasien. Adapun tindakan yang berurutan

tersebut adalah pemasanganan pacu jantung transkutan, pemasangan jalur intra vena,

pemberian atropin dan titrasi adrenalin.

2. Dosis atropin yang diberikan adalah 0,5-1 mg dan dapat diulang 3-5 menit sampai total

dosis atropin 0,04 mg/kg BB.

g/kg BB/menit diberikan pada pasien dengan3.Dopamin dengan dosis 2–20 bradikardi yang

sangat serius. Dopamin dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat.

g/menit diberikan pada bradikardi yang serius apabila dopamin tidak tersedia.4.Adrenalin

diberikan dengan cara titrasi 2-10

5.Hal yang harus diperhatikan pada bradikardi dengan gejala yang serius adalah kemungkinan

gejala yang timbul bukan disebabkan oleh bradikardi tersebut mungkin didisebabkan oleh

penyakit lain misalnya infark miokard atau hipovolemik.

Bradikardi tidak serius

1.Bradikardi yang tidak disertai dengan gejala yang tidak serius harus diobservasi. Dua irama

yang berbahaya yaitu AV blok derajat II dan AV blok derajat III (AV blok total). Kedua

aritmia ini biasanya berhubungan dengan infark miokard bagian anteroseptal.

2.Apabila kedua aritmia ini tidak ditemukan atau ditemukan tetapi tidak menimbulkan gejala

dan tanda yang serius, maka pasien hanya diobservasi dan tidak memerlukan terapi.

3.Tindakan pada bradikardi dengan AV blok derajat II atau III.

4.Memasang pacu jantung transkutan sementara menunggu pemasangan pacu jantung

transvenous.

3.4 Cara pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Hematologi

Tes Hematologi Rutin

Page 39

Hitung darah lengkap -HDL- atau darah perifer lengkap –DPL- (complete blood count/full blood

count/blood panel) adalah jenis pemeriksan yang memberikan informasi tentang sel-sel darah

pasien. HDL merupakan tes laboratorium yang paling umum dilakukan. HDL digunakan sebagai

tes skrining yang luas untuk memeriksa gangguan seperti seperti anemia, infeksi, dan banyak

penyakit lainnya.

HDL memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit

(platelet). Pemeriksaan darah lengkap yang sering dilakukan meliputi:

Jumlah sel darah putih

Jumlah sel darah merah

Hemoglobin

Hematokrit

Indeks eritrosit

jumlah dan volume trombosit

Tabel 1. Nilai pemeriksaan darah lengkap pada populasi normal

Parameter Laki-Laki PerempuanHitung sel darah putih (x 103/μL) 7.8 (4.4–11.3)Hitung sel darah merah (x 106/μL) 5.21 (4.52–5.90) 4.60 (4.10–5.10)Hemoglobin (g/dl) 15.7 (14.0–17.5) 13.8 (12.3–15.3)Hematokrit (%) 46 (42–50) 40 (36–45)MCV (fL) 88.0 (80.0–96.1)MCH (pg) 30.4 (27.5–33.2)MCHC 34.4 (33.4–35.5)RDW (%) 13.1 (11.5–14.5)Hitung trombosit (x 103/μL) 311 (172–450)

Spesimen

Sebaiknya darah diambil pada waktu dan kondisi yang relatif sama untuk meminimalisasi

perubahan pada sirkulasi darah, misalnya lokasi pengambilan, waktu pengambilan, serta kondisi

pasien (puasa, makan). Cara pengambilan specimen juga perlu diperhatikan, misalnya tidak

menekan lokasi pengambilan darah kapiler, tidak mengambil darah kapiler tetesan pertama, serta

penggunaan antikoagulan (EDTA, sitrat) untuk mencegah terbentuknya clot.

Hemoglobin

Adalah molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai polipeptida globin

(alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas untuk mengangkut oksigen.

Kualitas darah ditentukan oleh kadar haemoglobin. Stuktur Hb dinyatakan dengan menyebut

Page 40

jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asama amino pada rantai alfa, dan

146 mol asam amino pada rantai beta, gama dan delta.

Terdapat berbagai cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering dikerjakan di

laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli dan fotoelektrik cara

sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara Sahli kurang baik, karena tidak semua macam

hemoglobin diubah menjadi hematin asam misalnya karboksihemoglobin, methemoglobin dan

sulfhemoglobin. Selain itu alat untuk pemeriksaan hemoglobin cara Sahli tidak dapat

distandarkan, sehingga ketelitian yang dapat dicapai hanya ±10%.

Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin di

laboratorium karena larutan standar sianmethemoglobin sifatnya stabil, mudah diperoleh dan

pada cara ini hampir semua hemoglobin terukur kecuali sulfhemoglobin. Pada cara ini

ketelitian yang dapat dicapai ± 2%.

Berhubung ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk penilaian basil sebaiknya diketahui

cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung dari umur dan jenis

kelamin. Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada orang dewasa yaitu

berkisar antara 13,6 – 19, 6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3

tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 – 12,5 g/dl. Setelah itu secara bertahap kadar

hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar

antara 11,5 – 14,8 g/dl. Pada laki-laki dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13 – 16 g/dl

sedangkan pada perempuan dewasa antara 12 – 14 g/dl.

Pada perempuan hamil terjadi hemodilusi sehingga batas terendah nilai rujukan ditentukan

10 g/dl.

Penurunan Hb terdapat pada penderita: Anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan

intravena berlebih, dan hodgkin. Dapat juga disebabkan oleh obat seperti: Antibiotik, aspirin,

antineoplastik(obat kanker), indometasin, sulfonamida, primaquin, rifampin, dan trimetadion.

Peningkatan Hb terdapat pada pasien dehidrasi, polisitemia, PPOK, gagal jantung kongesti,

dan luka bakar hebat. Obat yang dapat meningkatkan Hb adalah metildopa dan gentamicin.

Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh tersedianya oksigen pada tempat tinggal, misalnya

Hb meningkat pada orang yang tinggal di tempat yang tinggi dari permukaan laut. Selain itu,

Hb juga dipengaruhi oleh posisi pasien (berdiri, berbaring), variasi diurnal (tertinggi pagi

hari).

Hematokrit

Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume, PCV) adalah persentase

volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan

dalam waktu tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui konsentrasi eritrosit

dalam darah.

Page 41

Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara automatik menggunakanhematology

analyzer atau secara manual. Metode pengukuran hematokrit secara manual dikenal ada 2, yaitu

metode makrohematokrit dan mikrohematokrit/kapiler.

Nilai normal HMT:

Anak                                      : 33-38%

Laki-laki Dewasa               : 40-50%

Perempuan Dewasa       : 36-44%

Penurunan HMT, terjadi dengan pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia,

leukemia, penyakit hodgkins, limfosarcoma, mieloma multiple, gagal ginjal kronik, sirosis

hepatitis, malnutrisi, defisiensi vit B dan C, kehamilan, SLE, athritis reumatoid, dan ulkus

peptikum.

Peningkatan HMT, terjadi pada hipovolemia, dehidrasi, polisitemia vera, diare berat, asidosis

diabetikum,emfisema paru, iskemik serebral, eklamsia, efek pembedahan, dan luka bakar.

Hitung Eritrosit

Hitung eritrosit adalah jumlah eritrosit per milimeterkubik atau mikroliter dalah. Seperti hitung

leukosit, untuk menghitung jumlah sel-sel eritrosit ada dua metode, yaitu manual dan elektronik

(automatik). Metode manual hampir sama dengan hitung leukosit, yaitu menggunakan bilik

hitung. Namun, hitung eritrosit lebih sukar daripada hitung leukosit.

Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan isotonis untuk memudahkan

menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer yang digunakan adalah:

Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25 g, aquadest

100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat dipergunakan karena dapat

menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.

Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest 200 ml.

Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux.

Natrium klorid 0.85 %

Nilai Rujukan

Dewasa laki-laki : 4.50 – 6.50 (x106/μL)

Dewasa perempuan : 3.80 – 4.80 (x106/μL)

Bayi baru lahir : 4.30 – 6.30 (x106/μL)

Anak usia 1-3 tahun : 3.60 – 5.20 (x106/μL)

Anak usia 4-5 tahun : 3.70 – 5.70 (x106/μL)

Anak usia 6-10 tahun : 3.80 – 5.80 (x106/μL)

Page 42

Penurunan eritrosit : kehilangan darah (perdarahan), anemia, leukemia, infeksi kronis, mieloma

multipel, cairan per intra vena berlebih, gagal ginjal kronis, kehamilan, hidrasi berlebihan

Peningkatan eritrosit : polisitemia vera, hemokonsentrasi/dehidrasi, dataran tinggi, penyakit

kardiovaskuler

Indeks Eritrosit

Mencakup parameter eritrosit, yaitu:

Mean cell / corpuscular volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata (VER)

MCV  = Hematokrit (l/l) / Jumlah eritrosit (106/µL)

Normal 80-96 fl

Mean Cell Hemoglobin Content (MCH) atau hemoglobin eritrosit rata-rata (HER)

MCH (pg) = Hemoglobin (g/l) / Jumlah eritrosit (106/µL)

Normal 27-33 pg

Mean Cellular Hemoglobin Concentration (MCHC) atau konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-

rata (KHER)

MCHC (g/dL) = konsentrasi hemoglobin (g/dL) / hematokrit (l/l)

Normal 33-36 g/dL

Red Blood Cell Distribution Width (RDW)

RDW adalah perbedaan/variasi ukuran (luas) eritrosit. Nilai RDW berguna memperkirakan

terjadinya anemia dini, sebelum nilai MCV berubah dan sebelum terjadi gejala. Peningkatan nilai

RDW dapat dijumpai pada anemia defisiensi (zat besi, asam folat, vit B12), anemia hemolitik,

anemia sel sabit. Ukuran eritrosit biasanya 6-8µm, semakin tinggi variasi ukuran sel

mengindikasikan adanya kelainan.

RDW = standar deviasi MCV / rata-rata MCV x 100

Nilai normal rujukan 11-15%

Hitung Trombosit

Adalah komponen sel darah yang dihasilkan oleh jaringan hemopoetik, dan berfungsi utama

dalam proses pembekuan darah. Penurunan sampai dibawah 100.000/ µL berpotensi untuk

terjadinya perdarahan dan hambatan pembekuan darah.

Jumlah Normal: 150.000-400.000 /µL

Hitung Leukosit

Page 43

Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik atau mikroliter darah.

Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan tubuh, terhadap benda asing,

mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga hitung julah leukosit merupakan indikator yang

baik untuk mengetahui respon tubuh terhadap infeksi.

Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain. Pada bayi

baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000-30.000/μl. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi

umur 12 jam yaitu antara 13.000-38.000 /μl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan

pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500- 11.000/μl. Pada keadaan basal jumlah

leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 — 10.000/μl. Jumlah leukosit meningkat setelah

melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/μl. Peningkatan jumlah

leukosit di atas normal disebut leukositosis, sedangkan penurunan jumlah leukosit di bawah

normal disebut lekopenia.

Terdapat dua metode yang digunakan dalam pemeriksaan hitung leukosit, yaitu cara automatik

menggunakan mesin penghitung sel darah (hematology analyzer) dan cara manual dengan

menggunakan pipet leukosit, kamar hitung dan mikroskop.

Cara automatik lebih unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih mudah, waktu yang

diperlukan lebih singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2%, sedang pada cara manual

kesalahannya sampai ± 10%. Keburukan cara automatik adalah harga alat mahal dan sulit untuk

memperoleh reagen karena belum banyak laboratorium di Indonesia yang memakai alat ini.

Nilai normal leukosit:

Dewasa                : 4000-10.000/ µL

Bayi / anak          : 9000-12.000/ µL

Bayi baru lahir    : 9000-30.000/ µL

Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan tersebut disebutleukositosis.

Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik. Leukositosis yang fisiologik

dijumpai pada kerja fisik yang berat, gangguan emosi, kejang, takhikardi paroksismal, partus dan

haid.

Peningkatan leukosit juga dapat menunjukan adanya proses infeksi atau radang akut, misalnya

pneumonia, meningitis, apendisitis, tuberkolosis, tonsilitis, dll. Dapat juga terjadi miokard infark,

sirosis hepatis, luka bakar, kanker, leukemia, penyakit kolagen, anemia hemolitik, anemia sel sabit

, penyakit parasit, dan stress karena pembedahan ataupun gangguan emosi. Peningkatan leukosit

juga bisa disebabkan oleh obat-obatan, misalnya: aspirin, prokainmid, alopurinol, kalium yodida,

Page 44

sulfonamide, haparin, digitalis, epinefrin, litium, dan antibiotika terutama ampicillin, eritromisin,

kanamisin, metisilin, tetracycline, vankomisin, dan streptomycin.

Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit kurang dari 5000/µL darah. Karena pada

hitung jenis leukosit, netrofil adalah sel yang paling tinggi persentasinya hampir selalu leukopenia

disebabkan netropenia.

Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama virus, malaria,

alkoholik, SLE, reumaotid artritis, dan penyakit hemopoetik(anemia aplastik, anemia perisiosa).

Leokopenia dapat juga disebabkan penggunaan obat terutama saetaminofen, sulfonamide, PTU,

barbiturate, kemoterapi kanker, diazepam, diuretika, antidiabetika oral, indometasin, metildopa,

rimpamfin, fenotiazin, dan antibiotika.(penicilin, cefalosporin, dan kloramfenikol)

Hitung Jenis Leukosit

Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat lima

jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki fungsi yang khusus dalam melawan patogen. Sel-

sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil hitung jenis leukosit

memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses penyakit.  Hitung jenis

leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis sel. Untuk mendapatkan

jumlah absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit total

(sel/μl).

Untuk melakukan hitung jenis leukosit, pertama membuat sediaan apus darah yang diwarnai

dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati di bawah mikroskop dan hitung

jenis-jenis leukosit hingga didapatkan 100 sel. Tiap jenis sel darah putih dinyatakan dalam persen

(%). Jumlah absolut dihitung dengan mengalikan persentase jumlah dengan hitung leukosit,

hasilnya dinyatakan dalam sel/μL.

Tabel 2. Hitung Jenis Leukosit

Jenis Nilai normal Melebihi nilai normal Kurang dari nilai normal

Basofil 0,4-1%

40-100/µL

inflamasi, leukemia, tahap penyembuhan infeksi atau inflamasi

stress, reaksi hipersensitivitas, kehamilan, hipertiroidisme

Eosinofil 1-3%

100-300/µL

Umumnya pada keadaan atopi/ alergi dan infeksi parasit

stress, luka bakar, syok, hiperfungsi adrenokortikal.

Neutrofil 55-70% Inflamasi, kerusakan jaringan, peyakit Hodgkin, leukemia

Infeksi virus, autoimun/idiopatik, pengaruh obat-obatan

Page 45

(2500-7000/µL)

Bayi Baru Lahir

61%

Umur 1 tahun 2%

Segmen 50-65%

(2500-6500/µL)

Batang 0-5% (0-

500/µL)

mielositik, hemolytic disease of newborn, kolesistitis akut, apendisitis, pancreatitis akut, pengaruh obat

Limfosit 20-40%

1700-3500/µL

BBL 34%

1 th 60%

6 th 42%

12 th 38%

infeksi kronis dan virus kanker, leukemia, gagal ginjal, SLE, pemberian steroid yang berlebihan

Monosit 2-8%

200-600/µL

Anak 4-9%

Infeksi virus, parasit, anemia hemolitik, SLE< RA

Leukemia limfositik, anemia aplastik

Laju Endap Darah

Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) adalah kecepatan sedimentasi eritrosit

dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak

spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,

kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress

fisiologis (misalnya kehamilan).

Metode yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua, yaitu metode Wintrobe dan

Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut sebenarnya

tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika nilai LED

meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang menyakinkan. Dengan

metode Westergreen bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan panjang pipet

Page 46

Westergreen yang dua kali panjang pipet Wintrobe. International Commitee for Standardization

in Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen.

Prosedur pemeriksaan LED yaitu:

1. Metode Westergreen

o Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan sampel darah citrat 4 : 1

(4 bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat 3,2 % ) atau darah EDTA yang diencerkan

dengan NaCl 0.85 % 4 : 1 (4 bagian darah EDTA + 1 bagian NaCl 0.85%). Homogenisasi

sampel sebelum diperiksa.

o Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung

Westergreen sampai tanda/skala 0.

o Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari getaran maupun sinar

matahari langsung.

o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.

1. Metode Wintrobe

o Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah Amonium-kalium oksalat.

Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.

o Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan pipet Pasteur sampai tanda

0.

o Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.

o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit.

Nilai Rujukan

3. Metode Westergreen:

Laki-laki : 0 – 15 mm/jam

Perempuan : 0 – 20 mm/jam

1. Metode Wintrobe :

Laki-laki : 0 – 9 mm/jam

Perempuan 0 – 15 mm/jam

Pemeriksaan WidaL Titer

Tujuan:Untuk mendeteksi antibodi terhadap Salmonella typhi, Salmonella paratyphi  A, B, dan C.

Prinsip:Terjadi reaksi aglutinasi antara antigen Salmonella dan antibodi spesifik yang terdapat dalam serum penderita demam tifoid atau paratifoid.

Page 47

III. Bahan Pemeriksaan

Diperlukan sepasang serum masing-masing 1 ml, yaitu serum pada fase akut dan konvalesen dari penderita tersangkut tifoid. Serum konvalesen diperoleh pada hari ke 5-7 setelah pangambilan darah fase akut.

IV.  Alat dan Reagen yang digunakan:

Alat:

Tabung reaksi dari gelas (pyrex atau yang sejenisnya) dengan garis tengah luar12 mm, panjang tabung 75 mm.

Rak tabung (logam) Penangas air dengan suhu 560C Pipet serologi 5 ml dan mikropipet ”adjustable” 100 ul. Botol bekas obat suntik dengan volume 10-15 ml.Bahan:

Suspensi antigen O dan H dari Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, B dan C.1. Prosedur pemeriksaan1. Cara slide

“Rapid slide screening test”(kualitatif)6. Letakkan masing-masing 80 ul serum pada “test slide” nomor 1 smpai nomor 87. Tambahkan masing-masing 1 tetes suspensi antigen yang sebelumnaya telah dikocok

terlebih dahulu disamping tetesn serum, kemudian diaduk dengan memakai batang pengaduk (tusuk gigi/lidi) selama beberapa detik.

8. Goyangkan “slide” selama 1 menit.9. Perhatikan adanya reaksi aglutinasi dalam 1 menit.10. Reaksi positif bila terjadi aglutinasi dalam 1 menit.

 

“Rapid slide”(kuantitatif)7. Letakkan masing-masing 80 ul, 40 ul, 20 ul, 10 ul dan 5 ul serum pada “slide test”.8. Tambahkan masing-masing 1 tetes suspensi antigen (misalnya H antigen dari S. typhi)

yang sebelumnya telah dikocok terlebih dahulu disamping tetesan serum, kemudian diaduk dengan memakai batang pengaduk (tusuk gigi/lidi) selama beberapa detik.

9. Goyangkan “slide” selama 1 menit dan perhatikan adanya reaksi aglutinasi dalam 1 menit.

10. Lakukan pemeriksaan seperti di atas dengan menggunakan yang lain.11. Serum 80 ul, 40 ul, 20 ul, 10 ul, dan 5 ul setelah penambahan 1 tetes antigen sesuai

dengan pengenceran sebanyak 20, 40, 80, 10 dan 320 kali.

Page 48

12. Titer antibodi dilaporkan sesuai dengan pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi.

Catatan.

-          Demam tifoid dan paratifoid merupakan infeksi akut, sehingga pemeriksaan widal hanya mempunyai arti diagnostik bila terjadi kenaikan titer antibodi pada fase konvalesen 4 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan titer antibodi pada fase akut.

-          Salmonella tersebar secara luas disekeliling kita, sehingga pada orang sehat dapat dijumpai sejumlah antibodi terhadap Salmonella, karena itu setiap laboratorium harus menetapkan nilai rujukan dari pemeriksaan widal yang perlu diperbaharui setelah beberapa tahun

Page 49

DAFTAR PUSTAKA

Diagnosis of typhoid fever. In : Background document : The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-18.

Parry CM. Typhoid fever. N Engl J Med 2002;347(22):1770-82.

Kalra SP, Naithani N, Mehta SR, Swamy AJ. Current trends in the management of typhoid fever. MJAFI 2003;59:130-5. Lim PL, Tam FCH, Cheong YM, Jegathesan M. One-step 2-minute test to detect typhoid-specific antibodies based on particle separation in tubes. J Clin Microbiol 1998;36(8):2271-8.

Parry CM, Hien TT, Dougan G, et al. Typhoid fever. N Engl J Med. Nov 28 2002;347(22):1770-82.

Ramsden AE, Mota LJ, Münter S, Shorte SL, Holden DW. The SPI-2 type III secretion system restricts motility of Salmonella-containing vacuoles. Cell Microbiol. Oct 2007;9(10):2517-29.

Gotuzzo E, Frisancho O, Sanchez J, Liendo G, Carrillo C, Black RE, et al. Association between the acquired immunodeficiency syndrome and infection with Salmonella typhi or Salmonella paratyphi in an endemic typhoid area. Arch Intern Med. Feb 1991;151(2):381-2.

Manfredi R, Chiodo F. Salmonella typhi disease in HIV-infected patients: case reports and literature review. Infez Med. 1999;7(1):49-53.

Gordon MA, Graham SM, Walsh AL, Wilson L, Phiri A, Molyneux E, et al. Epidemics of invasive Salmonella enterica serovar enteritidis and S. enterica Serovar typhimurium infection associated with multidrug resistance among adults and children in Malawi. Clin Infect Dis. Apr 1 2008;46(7):963-9.

Monack DM, Mueller A, Falkow S. Persistent bacterial infections: the interface of the pathogen and the host immune system. Nat Rev Microbiol. Sep 2004;2(9):747-65.

Page 50