17
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II VOLUM MOLAL PARSIAL Nama : Lailatul Badriyah NIM : 121810301036 Kelompok / Kelas : 5 Nama Asisten : Yuda A LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2014

laporan_3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fisik

Citation preview

  • LAPORAN PRAKTIKUM

    KIMIA FISIK II

    VOLUM MOLAL PARSIAL

    Nama : Lailatul Badriyah

    NIM : 121810301036

    Kelompok / Kelas : 5

    Nama Asisten : Yuda A

    LABORATORIUM KIMIA FISIK

    JURUSAN KIMIA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS JEMBER

    2014

  • BAB 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari materi dan perubahannya. Materi yang dipelajari

    adalah materi hidup dan materi tak hidup yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Materi yang ada di

    sekitar jarang sekali ditemukan dalam bentuk murni, melainkan berasal dari campuran dua zat atau

    lebih. Penggambaran yang lebih umum mengenai termodinamika campuran dan komposisi suatu

    zat harus terlebih dahulu mengenal sifat-sifat parsialnya. Salah satu sifat-sifat parsial yang ada

    yakni sifat molal parsial yang lebih mudah digambarkan dengan volume molal parsial, yaitu

    kontribusi pada volume dari satu komponen dalam sampel terhadap volume total (Sudjono, 2004).

    Molal didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per kg pelarut yang merupakan

    perbandingan antara jumlah mol zat terlarut dengan massa pelarut dalam kilogram. Volum molar

    parsial adalah kontribusi pada volum, dari satu komponen dalam sampel terhadap volum total.

    Volum molar parsial komponen suatu campuran berubah-ubah tergantung pada komposisi, karena

    lingkungan setiap jenis molekul berubah jika komposisinya berubah dari A murni ke B murni.

    Perubahan lingkungan molekuler dan perubahan gaya-gaya yang bekerja antara molekul inilah

    yang menghasilkan variasi sifat termodinamika campuran jika komposisinya berubah (Dogra,

    1990).

    Volume molal parsial biasanya digunakan dalam menentukan tekanan uap campuran.

    Mempelajari volume molar gas secara lebih lanjut, nantinya kita akan mampu menentukan seberapa

    banyak zat A atau zat B yang ada dalam suatu campuran oleh karena itu untuk mengetahuinya

    maka dilakukan percobaan Volum Molal Parsial ini (Sudjono, 2004).

    1.2 Tujuan

    Adapun tujuan dari percobaan ini adalah Menentukan volume molal parsial komponen dalam

    larutan.

  • BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 MSDS (Material Safety Data Sheet)

    2.1.1 Akuades

    Akuades adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun atas dua

    atom hidrogen yang terikat secara kovalen. Air memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat

    kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas, dan banyak macam molekul organik.

    Nama lain dari air adalah dihidrogen monoksida atau hidrogen hidroksida. Air merupakan jenis

    senyawa liquid yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada keadaan standar. Massa

    molar dari air adalah 18,01528 g/mol. Titik didih air sebesar 100 C sedangkan titik lebur sebear

    0 C. Massa jenis air sebesar 1000 kg/cm3 dan viskositasnya 0,001 Pa/s (20 C). Sifat dari bahan ini

    adalah non-korosif untuk kulit, non-iritasi untuk kulit, tidak be untuk kurbahaya untuk kulit, non-

    permeator oleh kulit, tidak berbahaya dalam kasus konsumsi. Bahan ini juga tidak berbahaya dalam

    kasus inhalasi. Identifikasi yang lainnya yaitu non-iritasi untuk paru-paru dan non-korosif terhadap

    mata (Sciencelab, 2014).

    2.1.2 Natrium Klorida (NaCl)

    Natrium klorida memiliki rumus molekul yaitu NaCl. Natrium klorida berbentuk padatan.

    Natrium klorida tidak berwarna/ kristal padatan putih dengan massa molar 58.443 g/mol. Kerapatan

    dari garam dapur ini adalah 2.165 g/cm3, titik leleh dan titik didihnya secara berturut-turut adalah

    801 C dan 1413 C. Kelarutan dalam air pada suhu 0 C adalah 35.6 g/100 mL, pada suhu 25 C

    adalah 35.9 g/100 mL dan pada suhu 100 C adalah 39.1 g/100 mL. kelarutan dari NaCl yaitu larut

    di gliserol, etilen glikol dan tidak larut di HCl. Natrium klorida tidak berbahaya bila tertelan namun

    jika dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi dalam waktu yang

    lama. Jika terkena kulit yang teriritasi akan menimbulkan rasa perih. Jika terkena mata dapat

    menimbulkan iritasi ringan. Tindakan pertolongan pertama untuk kontak mata dan kulit yaitu bilas

    dengan banyak air selama minimal 15 menit. Pertolongan ketika senyawa dalam bentuk uap dan

    terhirup dalam jumlah yang cukup banyak sebaiknya segera berpindah ke tempat yang udaranya

    lebih segar. Jika tidak bisa bernafas, napas buatan dapat diberikan. Selama iritasi atau efek yang

    dihasilkan semakin parah, sebaiknya segera meminta pertolongan medis (Sciencelab, 2014).

  • 2.2 Dasar Teori

    Volum molar parsial adalah kontribusi pada volum dari satu komponen dalam sampel

    terhadap volum total. Volum molar parsial komponen suatu campuran berubah-ubah tergantung

    pada komposisi, karena lingkungan setiap jenis molekul berubah jika komposisinya berubah dari

    murni ke b murni. Perubahan lingkungan molekuler dan perubahan gaya yang bekerja antara

    molekul inilah yang menghasilkan variasi sifat termodinamika campuran jika komposisinya

    berubah ( Atkins,1993).

    Menentukan volume molal parsial, terlebih dahulu melihat bagaimana menetapkan bagian

    volume larutan biner untuk masing-masing dua komponen, data yang umumnya digunakan untuk

    mendapatkan informasi volume adalah kerapatan larutan. Hal ini sering digunakan untuk larutan

    dengan berbagai jumlah komponen minor yang disebut sebagai zat terlarut, dalam beberapa jumlah

    tetap dari komponen utama disebut pelarut. Densitas dapat digunakan untuk menghitung volume

    larutan dengan jumlah tertentu jumlah pelarut dan berbagai zat terlarut. Volume molal parsial dari

    kedua komponen dapat diketahui dengan pengukuran yang tepat untuk menentukan data kerapatan

    larutan (Sudjono, 2004).

    Volume molal parsial secara matematik dapat didefinisikan sebagai

    , ,

    =

    dimana adalah volume molal parsial dari komponen ke-i. Secara fisik berarti kenaikan dalam

    besaran termodinamik V yang diamati bila satu mol senyawa i ditambahkan ke suatu sistem yang

    besar, sehingga komposisinya tetap konstan. Kondisi saat temperatur dan tekanan konstan maka

    persamaan di atas dapat ditulis sebagai

    = (,)

    =

    Arti fisik dari integrasi ini adalah bahwa ke suatu larutan yang komposisinya tetap, suatu

    komponen n1, n2,..., ni ditambah lebih lanjut, komposisi relatif dari tiap-tiap jenis tetap konstan

    (Dogra, 1990).

    Ada tiga sifat termodinamik molal parsial utama, yakni: (i) volume molal parsial dari

    komponen-komponen dalam larutan (juga disebut sebagai panas differensial larutan), (ii) entalpi

    molal parsial, dan (iii) energi bebas molal parsial (potensial kimia). Sifat-sifat ini dapat ditentukan

    dengan bantuan (i) metode grafik, (ii) menggunakan hubungan analitik yang menunjukkan V dan ni,

    dan (iii) menggunakan suatu fungsi yang disebut besaran molal nyata yang ditentukan sebagai:

  • =

    0

    Atau =

    0 +

    Dimana 0 adalah volume molal untuk komponen murni.

    Pada praktikum ini, digunakan 2 macam zat, yaitu NaCl dan air, dan etanol dan air. Maka,

    persamaan di atas dapat ditulis menjadi:

    = 1 10 + 2 2

    Dimana 1 adalah jumlah mol air, dan 2 adalah jumlah mol zat terlarut (NaCl atau etanol).

    10 =

    1

    Dimana 1 adalah massa pelarut, dalam hal ini adalah air, dan =1+2

    , Sehingga,

    2 = 1 1

    0

    2

    2 =

    1 + 2

    1

    2

    untuk 2 pada 1 mol. Sedangkan harga 2pada variasi 2 mol adalah

    2 =1 + 2

    1

    Setelah didapatkan semua harga 2dalam masing-masing variasi mol, maka semua harga ini dapat

    diplot terhadap 2 mol. Kemiringan yang didapatkan dari grafik ini adalah 2

    2 , dan dapat

    digunakan untuk menentukan harga volum molal parsial 2 , berdasarkan persamaan berikut:

    2 = 2 + 2 22

    (Basuki.2003)

    Massa jenis suatu zat dapat ditentukan dengan berbagai alat, salah satunya piknometer.

    Piknometer adalah suatu alat yang terbuat dari kaca, bentuknya menyerupai botol parfum atau

    sejenisnya. Jadi, piknometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur nilai massa jenis atau

    densitas fluida. Beberapa macam ukuran piknometer, tetapi umumnya volume piknometer yang

    banyak digunakan adalah 10 ml dan 25 ml, dimana nilai volume ini valid pada temperatureyang

    tertera pada piknometer tersebut. Piknometer terdiri dari 3 bagian, yaitu:

    Tutup pikno : bagian tutup mempunyai lubang berbentuk saluran kecil.

    Termometer : mengamati bahwa zat yang diukur memiliki suhu yang tetap.

    Labu dari gelas: tempat meletakkan zat yang akan di ukur massa jenisnya.

  • Penerapan atau aplikasi penentuan volume molal parsial yakni berfungsi dalam volume molar

    parsial protein, analisis dekomposisi volume, Perubahan volume pada transisi struktural protein,

    dan perubahan volume pada ligan mengikat protein (Imai, 2007).

  • BAB 3. METODE PRAKTIKUM

    3.1 Alat dan Bahan

    3.1.1 Alat

    Piknometer

    Erlenmeyer

    Labu ukur

    Gelas beaker

    Gelas ukur

    3.1.2 Bahan

    NaCl 3,0 M

    Akuades

    3.2 Cara Kerja

    diencerkan lrutan dengan konsentrasi 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M; 0,1875 M dari

    konsentrasi semula.

    ditimbanglah piknometer kosong (We), piknometer penuh dengan aquades (W0),

    ditimbang piknometer yang berisi larutan NaCl (W) dan dicatat massa masing-

    masing

    dicatat temperatur di dalam piknometer serta densitas larutan

    200 ml larutan NaCl 3,0 M

    aquades

    Hasil

    aquades

  • BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    No. Konsentrasi Massa piknometer

    kosong

    Massa Piknometer

    + zat

    Suhu (oC)

    1. 1,5 M

    31,955

    41,586 29,8

    41,548 30,0

    41,560 30,0

    41,565 29,9

    2. 0,75 M

    31,955

    41,509 30,0

    41,503 30,0

    41,503 30,1

    41,505 30,0

    3. 0,375 M

    31,955

    40,424 30,0

    40,423 30,2

    40,422 30,2

    40,423 30,1

    4. 0,1875 M

    31,955

    39,907 29,8

    39,906 29,8

    39,905 30,0

    39,906 29,9

    5 Akuades 31,955 41,337 30,0

    Konsentrasi

    .

    Nilai d (Berat

    jenis larutan)

    Nilai

    molalitas

    Nilai m Nilai V1 Nilai V2

    0,1875 M 0,8446g/cm3

    0,2250 -725 0,4743 -510,8 -82,49

    0,375 M 0,8997 g/ cm3 0,4273 -182 0,6568 111,8 707,7

    0,75 M 1,015 g/ cm3 0,7728 79,4 0,8791 476,3 1270

    1,5 M 1,020 g/cm3

    1,609 70,8 1,268 643,7 1788

    4.2 Pembahasan

    Percobaan ketiga membahas tentang volum molal parsial. Volume molal parsial merupakan

    kontribusi pada volume dari suatu komponen dalam sampel terhadap volume total. Volume molal

    dari suatu komponen adalah tetap pada kondisi dan temperatur dan tekanan tetap

  • , ,

    =

    Volume molar pasial komponen suatu campuran berubah-berubah bergantung pada

    komposisinya, temperature, tekanan. Volume molar dari suatu komponen larutan dapat diukur

    dengan membagi volume total dari larutan dengan jumlah mol komponen larutannya. Percobaan ini

    bertujuan untuk menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan. Larutan yang

    digunakan dalam praktikum kali ini adalah larutan NaCl dimana NaCl berfungsi sebagai zat terlarut

    dan aquades merupakan pelarutnya. Penggunaan NaCl sebagai zat terlarut karena NaCl merupakan

    larutan elekrolit kuat yang akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl

    - di dalam air dan mampu menyerap

    air tanpa adanya penambahan volume suatu larutan, sehingga disebut dengan volume molal parsial

    semu. Percobaan kali ini diawali dengan pembuatan larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbeda

    yaitu 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M; 0,1875 M. Larutan ini dibuat dengan menggunakan metode

    pengenceran dari larutan induk NaCl 3,0 M. Adapun reaksi yang terjadi pada proses ini adalah :

    NaCl(aq) + H2O(l) Na+(aq) + Cl

    -(aq) + H2O(l)

    Variasi konsentrasi ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap volume

    molal parsial komponen-komponen yang terdapat dalam larutan NaCl. Berdasarkan literatur

    hubungan konsentrasi dengan volume molal semakin tinggi konsentrasi maka molalitas dari larutan

    tersebut juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya zat terlarut di dalamnya.

    Apabila dihubungkan dengan persamaan yang digunakan yaitu semakin besar nilai d maka nilai

    molalitas juga akan semakin besar. Volume molal semu zat terlarut, volume molal parsial pelarut

    dan zat terlarut juga sebanding dengan konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin

    tinggi pula harga dari ketiga besaran tersebut. Hal ini dikarenakan ketiga besaran ini memang

    berhubungan langsung dengan molalitas larutan. Jadi semakin tinggi molalitas yang berarti semakin

    tingginya zat yang terlarut di dalam suatu larutan akan semakin tinggi pula harga dari ketiga

    besaran tersebut (Basuki.2003).

    Proses selanjutnya yaitu pengukuran massa jenis larutan NaCl pada masing-masing

    konsentrasi. Pengukuran massa jenis ini dilakukan dengan menggunakan alat piknometer. Proses

    ini diawali dengan menimbang berat piknometer kosong dan berat piknometer yang berisi akuades.

    Tujuan mengukur berat piknometer ini karena hasil berat piknometer kosong dan berat piknometer

    berisi akuades akan digunakan dalam proses penghitungan volume piknometer dimana berat

    piknometer kosong diasumsikan sebagai We dan berat piknometer berisi akuades diasumsikan

    sebagai Wo. Pengukuran massa jenis larutan NaCl pada masing-masing konsentrasi dilakukan dari

    konsentrasi paling kecil ke konsentrasi palin besar. Hal ini dikarenakan konsentrasi yang kecil tidak

    akan mempengaruhi banyaknya zat atau pengaruhnya diabaikan karena terlalu kecil. Konsentrasi

  • larutan yang besar dapat mempengaruhi konsentrasi yang kecil dimana dimungkinkan akan

    menambah konsentrasi menjadi lebih besar walaupun tidak terlalu besar. Massa jenis dari larutan

    dihitung dari data yang diperoleh dari hasil penimbangan dengan menggunkan persamaan:

    e

    e

    ww

    ww

    0

    0dd

    Penimbangan ini dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dan diambil nilai rata-ratanya.

    Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh massa jenis larutan NaCl pada masing-masing konsentrasi

    0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M 1,5 M secara berurutan adalah sebagai berikut 0,8446g/cm3; 0,8997 g/

    cm3

    ; 1,015 g/ cm3; 1,020 g/cm

    3. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semakin tinggi

    konsentrasi larutan maka densitasnya juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi

    konsentrasi suatu larutan, menunjukkan jumlah partikel dalam larutan tersebut semakin banyak.

    Hasil dari massa jenis larutan tersebut dapat digunakan untuk menentukan molalitas dari larutan

    dengan menggunakan persamaan berikut :

    1000

    Mr

    M

    d

    1M

    Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh molalitas dari masing-masing konsentrasi secara berurutan

    dari konsentrai 0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M; 1,5 M adalah 0,2250; 0,4273; 0,7728; 1,609. Hasil

    tersebut menunjukkan semakin besar konsentrasi maka nilai molalitas juga semakin besar hal ini

    disebabkan karena semakin besarnya konsentrasi maka mol zat terlarut yang terdapat dalam larutan

    semakin banyak sehingga berpengaruh pada kenaikan molalitasnya.

    Proses selanjutnya yaitu menentukan volume molal semu. Persamaan yang dapat digunakan

    untuk menentukan volume molal semua adalah sebagai berikut

    d

    ww

    ww

    mMrMr

    e

    ))(1000

    (0

    0

    Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh volume molal semu dari masing-masing konsentrasi

    secara berurutan dari konsentrai 0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M; 1,5 M adalah -725; -182; 79,4; 70,8.

    Hasil dari perhitungan volume molal semu yang didapatkan kemudian diplotkan dengan . Slope

    dari grafik yang dihasilkan merupakan nilai mdd . Berikut ini adalah grafik antara dengan

  • Grafik 1. hubungan antara dengan

    Persamaan yang diperoleh yaitu y = 903.1x - 929.3 dan nilai R2 = 0.669. Nilai R

    2 ini menunjukkan

    tingkat keakuratan dan kebenaran dari suatu percobaan. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan

    bahwa hasil dari percobaan tersebut mendekati yang sempurna. Kesalahan yang terjadi dapat

    disebabkan oleh beberapa hal yaitu kurang tepat dalam melakukan pengukuran massa jenis dan

    kurang tepat dalam melakukan pengenceran. Berdasarkan grafik tersebut diperoleh nilai mdd

    adalah sebesar 903,1. Nilai ini dapat digunakan untuk mencari volume molal pelarut yaitu dengan

    rumus

    V1 = + (m/2 ) (d / d )

    Sedangkan untuk volume molar zat terlarut dihitung dengan menggunaan rumus berikut ini:

    V2 = + (3 /2) (d / d )

    Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai volume pelarut dari konsentrai 0,1875 M; 0,375 M;

    0,75 M; 1,5 M secara berturut-turut adalah ; -510,8; 111,8; 476,3; 643,7 sedangkan nilai volume zat

    terlarut secara berturut-turut adalah -82,49; 707,7; 1270; 1788. Berdasarkan literatur semakin

    tinggi konsentrasi maka volume molal pelarutnya rendah. Hal ini disebabkan karena pada larutan

    dengan konsentrasi tinggi maka di dalam larutan tersebut mengandung banyak partikel terlarut

    daripada pelarutnya sehingga jika konsentrasi tinggi maka zat terlarutnya tinggi dan pelarutnya

    rendah. Berbeda halnya dengan volume molal pelarut pada volume zat terlarut semakin tinggi

    konsentrasi maka volume molal zat terlarutnya semakin tinggi pula. Berikut ini adalah grafik

    perbandingan antara volume molal pelarut dan volume molal zat terlarut:

    y = 903.1x - 929.3R = 0.669

    -800

    -600

    -400

    -200

    0

    200

    400

    -0.2 0.3 0.8 1.3

    Grafik hubungan antara m vs

    1

    (1)

    m

    m

  • Grafik 2. volume molal pelarut

    Grafik 3.volume molal zat terlarut

    Berdasarkan grafik di atas volume molal parsial air semakin tinggi dengan bertambahnya

    konsentrasi. Hal ini tidak sesuai dengan literatur. Penyimpangan tersebut kemungkinan disebabkan

    oleh penimbangan dan pengenceran yang tidak teliti sehingga konsentrasinya kurang tepat.

    Berdasarkan literatur seharusnya volume molal parsial air berbanding terbalik dengan molaritas

    larutan NaCl . Keadaan ini dikarenakan pada konsentrasi tinggi, volume atau jumlah air yang

    digunakan untuk melarutkan lebih sedikit dibanding untuk konsentrasi kecil. Berdasarkan grafik 3

    di atas volume molal parsial NaCl semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi. Hal ini dapat

    dilihat dari grafik V2 vs m yang semakin meningkat. Volume molal parsial NaCl semakin naik

    dengan bertambahnya konsentrasi. Hal ini disebabkan oleh volume NaCl akan semakin banyak jika

    konsentrasinya tinggi. Pada konsentrasi yang semakin besar, banyaknya zat NaCl terlarut semakin

    banyak sehingga volume molal parsialnya juga semakin besar.

    y = 706.4x - 355.6R = 0.711

    -600

    -400

    -200

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    0 0.5 1 1.5 2

    V1

    molalitas

    Grafik hubungan V1 dengan molalitas

    1

    (1)

    y = 1206.x + 5.865R = 0.844

    -500

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    0 0.5 1 1.5 2

    V2

    molalitas

    Grafik hubungan v2 dengan molalitas

    1

    (1)

  • BAB V. PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan :

    Hasil dari percobaan ini diperoleh volume molal pelarut dengan konsentrasi 0,1875 M ;

    0,375 M ; 0,75 M dan 1,5 M masing-masing adalah -510,8; 111,8; 476,3 dan 643,7 sedangkan

    volume molal terlarut dengan konsentrasi 0,1875 M ; 0,375 M ; 0,75 M dan 1,5 M masing-masing

    adalah -82,49; 707,7; 1270 dan 1788

    5.2 Saran

    Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah

    - Proses pengenceran harus dilakukan secara teliti agar tidak terjadi kesalahan

    - Proses pengukuran dengan menggunakan piknometer harus diperhatikan dengan benar agar

    hasilnya akurat

  • DAFTAR PUSTAKA

    Atkins, PW. 1994. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.

    Basuki, Atastrina Sri. 2003. BUKU PANDUAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA. Depok:

    Laboratorium Dasar Proses Kimia Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas

    Teknik Universitas Indonesia

    Dogra,SK.1990.Kimia Fisik dan soal soal.Jakarta:Universitas Indonesia.

    Imai, T. 2007. Molecular Theory Of Partial Molar Volume and Its Applications To

    Biomolecular Systems. Journal Of Condensed Matter Physics. Vol. 10, No 3(51).

    Hal 343-361.

    Sciencelab. 2014. MSDS akuades [serial online]. www.sciencelab.com [diakses tanggal 15

    oktober 2014].

    Sciencelab. 2014. MSDS aspirin [serial online]. www.sciencelab.com [diakses tanggal 15

    oktober 2014].

    Sudjono, Suwarno. 2004. Lecture Notekimia Fisika I. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh

    November.

  • LAMPIRAN

    Pengenceran

    -Konsentrasi 1,5

    M1V1 = M2V2

    = 1,5 .50

    3,0

    = 25 mL

    -Konsentrasi 0,75

    M1V1 = M2V2

    = 0,750 .50,0

    3,00

    = 12,5 mL

    -Konsentrasi 0,375

    M1V1 = M2V2

    = 0,375 .50,0

    3,00

    = 6,65 mL

    -Konsentrasi 0,1875

    M1V1 = M2V2

    = 0,1875 .50,00

    3,000

    = 3,125 mL 2. Massa Jenis NaCl

    - Konsentrasi 1,5

    d = 0 ( )

    ( )

    = 0,9968 .9,601

    9,382

    = 1,020

    - Konsentrasi 0,75

    d = 0 ( )

    ( )

    = 0,9968 .9,550

    9,382

    = 1,015

    - Konsentrasi 0,375

    d = 0 ( )

    ( )

    = 0,9968 .8,468

    9,382

    = 0,8997

    - Konsentrasi 0,1875

    d = 0 ( )

    ( )

    = 0,9968 .7,950

    9,382

    = 0,8446

    3. Molalitas

    - Konsentrasi 0,5

    m = 1

    (

    1000)

    = 1

    (1020

    1,500

    58,50

    1000)

    = 1,609

    - Konsentrasi 0,75

    m = 1

    (

    1000)

    = 1

    (1050

    0,7500

    58,50

    1000)

    = 0,7728

    - Konsentrasi 0,375

    m = 1

    (

    1000)

    = 1

    (0,8997

    0,3750

    58,50

    1000)

    = 0,4273

    - Konsentrasi 0,1875

    m = 1

    (

    1000)

    = 1

    (0,8446

    0,1875

    58,50

    1000)

    = 0,2250

    4. Volume Molal Semu

    - Konsentrasi 1,5

    =

    1000

    (

    )

    = 58,5 58,5

    1000

    1,609 (

    41,565 41,337

    41,337 31,955 )

    1020

    = 70,8

    - Konsentrasi 0,75

    =

    1000

    (

    )

    = 58,50 58,50

    1000

    0,7728 (

    41,505 41,337

    41,337 31,955 )

    1,105

    = 79,4

    - Konsentrasi 0,375

    =

    100 0

    (

    )

    = 58,50 58,50

    1000

    0,4273 (

    40,423 41,337

    41,337 31,955 )

    0,8997

    = -182

  • - Konsentrasi 0,1875

    =

    1000

    (

    )

    = 58,5 58,5

    1000

    0,2250 (

    39,905 41,337

    41,337 31,955 )

    0,8446

    = -725

    5. Grafik

    m

    1,609 1,268 70,8

    0,7728 0,8791 79,4

    0,4273 0,6568 -182

    0,2250 0,4743 -725

    y = mx + c

    = 903,1 x-929,3

    R = 0,82

    = 903,1

    6. V1 Zat Pelarut dan V2 Zat Terlarut

    A. V1 -Konsentrasi 1,5

    V1 = + (

    2 ) (

    )

    = 70,80 + ( 1,609

    2 . 1,268) (903,1)

    = 643,7

    -Konsentrasi 0,75

    V = + (

    2 ) (

    )

    = 79,40 + ( 0,7728

    2 . 0,8791) (903,1)

    = 476,3

    -Konsentrasi 0,375

    V = + (

    2 ) (

    )

    = -182 + ( 0,4273

    2 . 0,6568) (903,1)

    = 111,8

    -Konsentrasi 0,1875

    V = + (

    2 ) (

    )

    = -725,0 + ( 0,2250

    2 . 0,4743) (903,1)

    = -510,8

    B. V2

    -Konsentrasi 1,5

    V = + ( 3

    2 ) (

    )

    = 70,80 + ( 3 1,268

    2 ) (903,1)

    = 1788

    -Konsentrasi 0,75

    V = + ( 3

    2 ) (

    )

    = 79,40 + ( 3 0,8791

    2 ) (903,1)

    = 1270

    -Konsentrasi 0,375

    V = + ( 3

    2 ) (

    )

    = -182,0 + ( 3 0,6568

    2 ) (903,1)

    = 707,7

    -Konsentrasi 0,1875

    V = + ( 3

    2 ) (

    )

    = -725,0 + ( 3 0,4743

    2 ) (903,1)

    = -82,49

  • Grafik

    y = 903.1x - 929.3R = 0.669

    -800

    -600

    -400

    -200

    0

    200

    400

    -0.2 0.3 0.8 1.3

    Grafik hubungan antara m vs

    1

    (1)

    m

    y = 706.4x - 355.6R = 0.711

    -600

    -400

    -200

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    0 0.5 1 1.5 2

    V1

    molalitas

    Grafik hubungan V1 dengan molalitas

    1

    (1)

    y = 1206.x + 5.865R = 0.844

    -500

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    0 0.5 1 1.5 2

    V2

    molalitas

    Grafik hubungan v2 dengan molalitas

    1

    (1)