Upload
lailatul-badriyah
View
286
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fisik
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIK II
VOLUM MOLAL PARSIAL
Nama : Lailatul Badriyah
NIM : 121810301036
Kelompok / Kelas : 5
Nama Asisten : Yuda A
LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari materi dan perubahannya. Materi yang dipelajari
adalah materi hidup dan materi tak hidup yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Materi yang ada di
sekitar jarang sekali ditemukan dalam bentuk murni, melainkan berasal dari campuran dua zat atau
lebih. Penggambaran yang lebih umum mengenai termodinamika campuran dan komposisi suatu
zat harus terlebih dahulu mengenal sifat-sifat parsialnya. Salah satu sifat-sifat parsial yang ada
yakni sifat molal parsial yang lebih mudah digambarkan dengan volume molal parsial, yaitu
kontribusi pada volume dari satu komponen dalam sampel terhadap volume total (Sudjono, 2004).
Molal didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per kg pelarut yang merupakan
perbandingan antara jumlah mol zat terlarut dengan massa pelarut dalam kilogram. Volum molar
parsial adalah kontribusi pada volum, dari satu komponen dalam sampel terhadap volum total.
Volum molar parsial komponen suatu campuran berubah-ubah tergantung pada komposisi, karena
lingkungan setiap jenis molekul berubah jika komposisinya berubah dari A murni ke B murni.
Perubahan lingkungan molekuler dan perubahan gaya-gaya yang bekerja antara molekul inilah
yang menghasilkan variasi sifat termodinamika campuran jika komposisinya berubah (Dogra,
1990).
Volume molal parsial biasanya digunakan dalam menentukan tekanan uap campuran.
Mempelajari volume molar gas secara lebih lanjut, nantinya kita akan mampu menentukan seberapa
banyak zat A atau zat B yang ada dalam suatu campuran oleh karena itu untuk mengetahuinya
maka dilakukan percobaan Volum Molal Parsial ini (Sudjono, 2004).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah Menentukan volume molal parsial komponen dalam
larutan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MSDS (Material Safety Data Sheet)
2.1.1 Akuades
Akuades adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun atas dua
atom hidrogen yang terikat secara kovalen. Air memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat
kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas, dan banyak macam molekul organik.
Nama lain dari air adalah dihidrogen monoksida atau hidrogen hidroksida. Air merupakan jenis
senyawa liquid yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada keadaan standar. Massa
molar dari air adalah 18,01528 g/mol. Titik didih air sebesar 100 C sedangkan titik lebur sebear
0 C. Massa jenis air sebesar 1000 kg/cm3 dan viskositasnya 0,001 Pa/s (20 C). Sifat dari bahan ini
adalah non-korosif untuk kulit, non-iritasi untuk kulit, tidak be untuk kurbahaya untuk kulit, non-
permeator oleh kulit, tidak berbahaya dalam kasus konsumsi. Bahan ini juga tidak berbahaya dalam
kasus inhalasi. Identifikasi yang lainnya yaitu non-iritasi untuk paru-paru dan non-korosif terhadap
mata (Sciencelab, 2014).
2.1.2 Natrium Klorida (NaCl)
Natrium klorida memiliki rumus molekul yaitu NaCl. Natrium klorida berbentuk padatan.
Natrium klorida tidak berwarna/ kristal padatan putih dengan massa molar 58.443 g/mol. Kerapatan
dari garam dapur ini adalah 2.165 g/cm3, titik leleh dan titik didihnya secara berturut-turut adalah
801 C dan 1413 C. Kelarutan dalam air pada suhu 0 C adalah 35.6 g/100 mL, pada suhu 25 C
adalah 35.9 g/100 mL dan pada suhu 100 C adalah 39.1 g/100 mL. kelarutan dari NaCl yaitu larut
di gliserol, etilen glikol dan tidak larut di HCl. Natrium klorida tidak berbahaya bila tertelan namun
jika dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi dalam waktu yang
lama. Jika terkena kulit yang teriritasi akan menimbulkan rasa perih. Jika terkena mata dapat
menimbulkan iritasi ringan. Tindakan pertolongan pertama untuk kontak mata dan kulit yaitu bilas
dengan banyak air selama minimal 15 menit. Pertolongan ketika senyawa dalam bentuk uap dan
terhirup dalam jumlah yang cukup banyak sebaiknya segera berpindah ke tempat yang udaranya
lebih segar. Jika tidak bisa bernafas, napas buatan dapat diberikan. Selama iritasi atau efek yang
dihasilkan semakin parah, sebaiknya segera meminta pertolongan medis (Sciencelab, 2014).
2.2 Dasar Teori
Volum molar parsial adalah kontribusi pada volum dari satu komponen dalam sampel
terhadap volum total. Volum molar parsial komponen suatu campuran berubah-ubah tergantung
pada komposisi, karena lingkungan setiap jenis molekul berubah jika komposisinya berubah dari
murni ke b murni. Perubahan lingkungan molekuler dan perubahan gaya yang bekerja antara
molekul inilah yang menghasilkan variasi sifat termodinamika campuran jika komposisinya
berubah ( Atkins,1993).
Menentukan volume molal parsial, terlebih dahulu melihat bagaimana menetapkan bagian
volume larutan biner untuk masing-masing dua komponen, data yang umumnya digunakan untuk
mendapatkan informasi volume adalah kerapatan larutan. Hal ini sering digunakan untuk larutan
dengan berbagai jumlah komponen minor yang disebut sebagai zat terlarut, dalam beberapa jumlah
tetap dari komponen utama disebut pelarut. Densitas dapat digunakan untuk menghitung volume
larutan dengan jumlah tertentu jumlah pelarut dan berbagai zat terlarut. Volume molal parsial dari
kedua komponen dapat diketahui dengan pengukuran yang tepat untuk menentukan data kerapatan
larutan (Sudjono, 2004).
Volume molal parsial secara matematik dapat didefinisikan sebagai
, ,
=
dimana adalah volume molal parsial dari komponen ke-i. Secara fisik berarti kenaikan dalam
besaran termodinamik V yang diamati bila satu mol senyawa i ditambahkan ke suatu sistem yang
besar, sehingga komposisinya tetap konstan. Kondisi saat temperatur dan tekanan konstan maka
persamaan di atas dapat ditulis sebagai
= (,)
=
Arti fisik dari integrasi ini adalah bahwa ke suatu larutan yang komposisinya tetap, suatu
komponen n1, n2,..., ni ditambah lebih lanjut, komposisi relatif dari tiap-tiap jenis tetap konstan
(Dogra, 1990).
Ada tiga sifat termodinamik molal parsial utama, yakni: (i) volume molal parsial dari
komponen-komponen dalam larutan (juga disebut sebagai panas differensial larutan), (ii) entalpi
molal parsial, dan (iii) energi bebas molal parsial (potensial kimia). Sifat-sifat ini dapat ditentukan
dengan bantuan (i) metode grafik, (ii) menggunakan hubungan analitik yang menunjukkan V dan ni,
dan (iii) menggunakan suatu fungsi yang disebut besaran molal nyata yang ditentukan sebagai:
=
0
Atau =
0 +
Dimana 0 adalah volume molal untuk komponen murni.
Pada praktikum ini, digunakan 2 macam zat, yaitu NaCl dan air, dan etanol dan air. Maka,
persamaan di atas dapat ditulis menjadi:
= 1 10 + 2 2
Dimana 1 adalah jumlah mol air, dan 2 adalah jumlah mol zat terlarut (NaCl atau etanol).
10 =
1
Dimana 1 adalah massa pelarut, dalam hal ini adalah air, dan =1+2
, Sehingga,
2 = 1 1
0
2
2 =
1 + 2
1
2
untuk 2 pada 1 mol. Sedangkan harga 2pada variasi 2 mol adalah
2 =1 + 2
1
Setelah didapatkan semua harga 2dalam masing-masing variasi mol, maka semua harga ini dapat
diplot terhadap 2 mol. Kemiringan yang didapatkan dari grafik ini adalah 2
2 , dan dapat
digunakan untuk menentukan harga volum molal parsial 2 , berdasarkan persamaan berikut:
2 = 2 + 2 22
(Basuki.2003)
Massa jenis suatu zat dapat ditentukan dengan berbagai alat, salah satunya piknometer.
Piknometer adalah suatu alat yang terbuat dari kaca, bentuknya menyerupai botol parfum atau
sejenisnya. Jadi, piknometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur nilai massa jenis atau
densitas fluida. Beberapa macam ukuran piknometer, tetapi umumnya volume piknometer yang
banyak digunakan adalah 10 ml dan 25 ml, dimana nilai volume ini valid pada temperatureyang
tertera pada piknometer tersebut. Piknometer terdiri dari 3 bagian, yaitu:
Tutup pikno : bagian tutup mempunyai lubang berbentuk saluran kecil.
Termometer : mengamati bahwa zat yang diukur memiliki suhu yang tetap.
Labu dari gelas: tempat meletakkan zat yang akan di ukur massa jenisnya.
Penerapan atau aplikasi penentuan volume molal parsial yakni berfungsi dalam volume molar
parsial protein, analisis dekomposisi volume, Perubahan volume pada transisi struktural protein,
dan perubahan volume pada ligan mengikat protein (Imai, 2007).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Piknometer
Erlenmeyer
Labu ukur
Gelas beaker
Gelas ukur
3.1.2 Bahan
NaCl 3,0 M
Akuades
3.2 Cara Kerja
diencerkan lrutan dengan konsentrasi 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M; 0,1875 M dari
konsentrasi semula.
ditimbanglah piknometer kosong (We), piknometer penuh dengan aquades (W0),
ditimbang piknometer yang berisi larutan NaCl (W) dan dicatat massa masing-
masing
dicatat temperatur di dalam piknometer serta densitas larutan
200 ml larutan NaCl 3,0 M
aquades
Hasil
aquades
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No. Konsentrasi Massa piknometer
kosong
Massa Piknometer
+ zat
Suhu (oC)
1. 1,5 M
31,955
41,586 29,8
41,548 30,0
41,560 30,0
41,565 29,9
2. 0,75 M
31,955
41,509 30,0
41,503 30,0
41,503 30,1
41,505 30,0
3. 0,375 M
31,955
40,424 30,0
40,423 30,2
40,422 30,2
40,423 30,1
4. 0,1875 M
31,955
39,907 29,8
39,906 29,8
39,905 30,0
39,906 29,9
5 Akuades 31,955 41,337 30,0
Konsentrasi
.
Nilai d (Berat
jenis larutan)
Nilai
molalitas
Nilai m Nilai V1 Nilai V2
0,1875 M 0,8446g/cm3
0,2250 -725 0,4743 -510,8 -82,49
0,375 M 0,8997 g/ cm3 0,4273 -182 0,6568 111,8 707,7
0,75 M 1,015 g/ cm3 0,7728 79,4 0,8791 476,3 1270
1,5 M 1,020 g/cm3
1,609 70,8 1,268 643,7 1788
4.2 Pembahasan
Percobaan ketiga membahas tentang volum molal parsial. Volume molal parsial merupakan
kontribusi pada volume dari suatu komponen dalam sampel terhadap volume total. Volume molal
dari suatu komponen adalah tetap pada kondisi dan temperatur dan tekanan tetap
, ,
=
Volume molar pasial komponen suatu campuran berubah-berubah bergantung pada
komposisinya, temperature, tekanan. Volume molar dari suatu komponen larutan dapat diukur
dengan membagi volume total dari larutan dengan jumlah mol komponen larutannya. Percobaan ini
bertujuan untuk menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan. Larutan yang
digunakan dalam praktikum kali ini adalah larutan NaCl dimana NaCl berfungsi sebagai zat terlarut
dan aquades merupakan pelarutnya. Penggunaan NaCl sebagai zat terlarut karena NaCl merupakan
larutan elekrolit kuat yang akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl
- di dalam air dan mampu menyerap
air tanpa adanya penambahan volume suatu larutan, sehingga disebut dengan volume molal parsial
semu. Percobaan kali ini diawali dengan pembuatan larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbeda
yaitu 1,5 M; 0,75 M; 0,375 M; 0,1875 M. Larutan ini dibuat dengan menggunakan metode
pengenceran dari larutan induk NaCl 3,0 M. Adapun reaksi yang terjadi pada proses ini adalah :
NaCl(aq) + H2O(l) Na+(aq) + Cl
-(aq) + H2O(l)
Variasi konsentrasi ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap volume
molal parsial komponen-komponen yang terdapat dalam larutan NaCl. Berdasarkan literatur
hubungan konsentrasi dengan volume molal semakin tinggi konsentrasi maka molalitas dari larutan
tersebut juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya zat terlarut di dalamnya.
Apabila dihubungkan dengan persamaan yang digunakan yaitu semakin besar nilai d maka nilai
molalitas juga akan semakin besar. Volume molal semu zat terlarut, volume molal parsial pelarut
dan zat terlarut juga sebanding dengan konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin
tinggi pula harga dari ketiga besaran tersebut. Hal ini dikarenakan ketiga besaran ini memang
berhubungan langsung dengan molalitas larutan. Jadi semakin tinggi molalitas yang berarti semakin
tingginya zat yang terlarut di dalam suatu larutan akan semakin tinggi pula harga dari ketiga
besaran tersebut (Basuki.2003).
Proses selanjutnya yaitu pengukuran massa jenis larutan NaCl pada masing-masing
konsentrasi. Pengukuran massa jenis ini dilakukan dengan menggunakan alat piknometer. Proses
ini diawali dengan menimbang berat piknometer kosong dan berat piknometer yang berisi akuades.
Tujuan mengukur berat piknometer ini karena hasil berat piknometer kosong dan berat piknometer
berisi akuades akan digunakan dalam proses penghitungan volume piknometer dimana berat
piknometer kosong diasumsikan sebagai We dan berat piknometer berisi akuades diasumsikan
sebagai Wo. Pengukuran massa jenis larutan NaCl pada masing-masing konsentrasi dilakukan dari
konsentrasi paling kecil ke konsentrasi palin besar. Hal ini dikarenakan konsentrasi yang kecil tidak
akan mempengaruhi banyaknya zat atau pengaruhnya diabaikan karena terlalu kecil. Konsentrasi
larutan yang besar dapat mempengaruhi konsentrasi yang kecil dimana dimungkinkan akan
menambah konsentrasi menjadi lebih besar walaupun tidak terlalu besar. Massa jenis dari larutan
dihitung dari data yang diperoleh dari hasil penimbangan dengan menggunkan persamaan:
e
e
ww
ww
0
0dd
Penimbangan ini dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dan diambil nilai rata-ratanya.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh massa jenis larutan NaCl pada masing-masing konsentrasi
0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M 1,5 M secara berurutan adalah sebagai berikut 0,8446g/cm3; 0,8997 g/
cm3
; 1,015 g/ cm3; 1,020 g/cm
3. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi larutan maka densitasnya juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
konsentrasi suatu larutan, menunjukkan jumlah partikel dalam larutan tersebut semakin banyak.
Hasil dari massa jenis larutan tersebut dapat digunakan untuk menentukan molalitas dari larutan
dengan menggunakan persamaan berikut :
1000
Mr
M
d
1M
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh molalitas dari masing-masing konsentrasi secara berurutan
dari konsentrai 0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M; 1,5 M adalah 0,2250; 0,4273; 0,7728; 1,609. Hasil
tersebut menunjukkan semakin besar konsentrasi maka nilai molalitas juga semakin besar hal ini
disebabkan karena semakin besarnya konsentrasi maka mol zat terlarut yang terdapat dalam larutan
semakin banyak sehingga berpengaruh pada kenaikan molalitasnya.
Proses selanjutnya yaitu menentukan volume molal semu. Persamaan yang dapat digunakan
untuk menentukan volume molal semua adalah sebagai berikut
d
ww
ww
mMrMr
e
))(1000
(0
0
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh volume molal semu dari masing-masing konsentrasi
secara berurutan dari konsentrai 0,1875 M; 0,375 M; 0,75 M; 1,5 M adalah -725; -182; 79,4; 70,8.
Hasil dari perhitungan volume molal semu yang didapatkan kemudian diplotkan dengan . Slope
dari grafik yang dihasilkan merupakan nilai mdd . Berikut ini adalah grafik antara dengan
Grafik 1. hubungan antara dengan
Persamaan yang diperoleh yaitu y = 903.1x - 929.3 dan nilai R2 = 0.669. Nilai R
2 ini menunjukkan
tingkat keakuratan dan kebenaran dari suatu percobaan. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan
bahwa hasil dari percobaan tersebut mendekati yang sempurna. Kesalahan yang terjadi dapat
disebabkan oleh beberapa hal yaitu kurang tepat dalam melakukan pengukuran massa jenis dan
kurang tepat dalam melakukan pengenceran. Berdasarkan grafik tersebut diperoleh nilai mdd
adalah sebesar 903,1. Nilai ini dapat digunakan untuk mencari volume molal pelarut yaitu dengan
rumus
V1 = + (m/2 ) (d / d )
Sedangkan untuk volume molar zat terlarut dihitung dengan menggunaan rumus berikut ini:
V2 = + (3 /2) (d / d )
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai volume pelarut dari konsentrai 0,1875 M; 0,375 M;
0,75 M; 1,5 M secara berturut-turut adalah ; -510,8; 111,8; 476,3; 643,7 sedangkan nilai volume zat
terlarut secara berturut-turut adalah -82,49; 707,7; 1270; 1788. Berdasarkan literatur semakin
tinggi konsentrasi maka volume molal pelarutnya rendah. Hal ini disebabkan karena pada larutan
dengan konsentrasi tinggi maka di dalam larutan tersebut mengandung banyak partikel terlarut
daripada pelarutnya sehingga jika konsentrasi tinggi maka zat terlarutnya tinggi dan pelarutnya
rendah. Berbeda halnya dengan volume molal pelarut pada volume zat terlarut semakin tinggi
konsentrasi maka volume molal zat terlarutnya semakin tinggi pula. Berikut ini adalah grafik
perbandingan antara volume molal pelarut dan volume molal zat terlarut:
y = 903.1x - 929.3R = 0.669
-800
-600
-400
-200
0
200
400
-0.2 0.3 0.8 1.3
Grafik hubungan antara m vs
1
(1)
m
m
Grafik 2. volume molal pelarut
Grafik 3.volume molal zat terlarut
Berdasarkan grafik di atas volume molal parsial air semakin tinggi dengan bertambahnya
konsentrasi. Hal ini tidak sesuai dengan literatur. Penyimpangan tersebut kemungkinan disebabkan
oleh penimbangan dan pengenceran yang tidak teliti sehingga konsentrasinya kurang tepat.
Berdasarkan literatur seharusnya volume molal parsial air berbanding terbalik dengan molaritas
larutan NaCl . Keadaan ini dikarenakan pada konsentrasi tinggi, volume atau jumlah air yang
digunakan untuk melarutkan lebih sedikit dibanding untuk konsentrasi kecil. Berdasarkan grafik 3
di atas volume molal parsial NaCl semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi. Hal ini dapat
dilihat dari grafik V2 vs m yang semakin meningkat. Volume molal parsial NaCl semakin naik
dengan bertambahnya konsentrasi. Hal ini disebabkan oleh volume NaCl akan semakin banyak jika
konsentrasinya tinggi. Pada konsentrasi yang semakin besar, banyaknya zat NaCl terlarut semakin
banyak sehingga volume molal parsialnya juga semakin besar.
y = 706.4x - 355.6R = 0.711
-600
-400
-200
0
200
400
600
800
1000
0 0.5 1 1.5 2
V1
molalitas
Grafik hubungan V1 dengan molalitas
1
(1)
y = 1206.x + 5.865R = 0.844
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
0 0.5 1 1.5 2
V2
molalitas
Grafik hubungan v2 dengan molalitas
1
(1)
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan :
Hasil dari percobaan ini diperoleh volume molal pelarut dengan konsentrasi 0,1875 M ;
0,375 M ; 0,75 M dan 1,5 M masing-masing adalah -510,8; 111,8; 476,3 dan 643,7 sedangkan
volume molal terlarut dengan konsentrasi 0,1875 M ; 0,375 M ; 0,75 M dan 1,5 M masing-masing
adalah -82,49; 707,7; 1270 dan 1788
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah
- Proses pengenceran harus dilakukan secara teliti agar tidak terjadi kesalahan
- Proses pengukuran dengan menggunakan piknometer harus diperhatikan dengan benar agar
hasilnya akurat
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, PW. 1994. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.
Basuki, Atastrina Sri. 2003. BUKU PANDUAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA. Depok:
Laboratorium Dasar Proses Kimia Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas
Teknik Universitas Indonesia
Dogra,SK.1990.Kimia Fisik dan soal soal.Jakarta:Universitas Indonesia.
Imai, T. 2007. Molecular Theory Of Partial Molar Volume and Its Applications To
Biomolecular Systems. Journal Of Condensed Matter Physics. Vol. 10, No 3(51).
Hal 343-361.
Sciencelab. 2014. MSDS akuades [serial online]. www.sciencelab.com [diakses tanggal 15
oktober 2014].
Sciencelab. 2014. MSDS aspirin [serial online]. www.sciencelab.com [diakses tanggal 15
oktober 2014].
Sudjono, Suwarno. 2004. Lecture Notekimia Fisika I. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
November.
LAMPIRAN
Pengenceran
-Konsentrasi 1,5
M1V1 = M2V2
= 1,5 .50
3,0
= 25 mL
-Konsentrasi 0,75
M1V1 = M2V2
= 0,750 .50,0
3,00
= 12,5 mL
-Konsentrasi 0,375
M1V1 = M2V2
= 0,375 .50,0
3,00
= 6,65 mL
-Konsentrasi 0,1875
M1V1 = M2V2
= 0,1875 .50,00
3,000
= 3,125 mL 2. Massa Jenis NaCl
- Konsentrasi 1,5
d = 0 ( )
( )
= 0,9968 .9,601
9,382
= 1,020
- Konsentrasi 0,75
d = 0 ( )
( )
= 0,9968 .9,550
9,382
= 1,015
- Konsentrasi 0,375
d = 0 ( )
( )
= 0,9968 .8,468
9,382
= 0,8997
- Konsentrasi 0,1875
d = 0 ( )
( )
= 0,9968 .7,950
9,382
= 0,8446
3. Molalitas
- Konsentrasi 0,5
m = 1
(
1000)
= 1
(1020
1,500
58,50
1000)
= 1,609
- Konsentrasi 0,75
m = 1
(
1000)
= 1
(1050
0,7500
58,50
1000)
= 0,7728
- Konsentrasi 0,375
m = 1
(
1000)
= 1
(0,8997
0,3750
58,50
1000)
= 0,4273
- Konsentrasi 0,1875
m = 1
(
1000)
= 1
(0,8446
0,1875
58,50
1000)
= 0,2250
4. Volume Molal Semu
- Konsentrasi 1,5
=
1000
(
)
= 58,5 58,5
1000
1,609 (
41,565 41,337
41,337 31,955 )
1020
= 70,8
- Konsentrasi 0,75
=
1000
(
)
= 58,50 58,50
1000
0,7728 (
41,505 41,337
41,337 31,955 )
1,105
= 79,4
- Konsentrasi 0,375
=
100 0
(
)
= 58,50 58,50
1000
0,4273 (
40,423 41,337
41,337 31,955 )
0,8997
= -182
- Konsentrasi 0,1875
=
1000
(
)
= 58,5 58,5
1000
0,2250 (
39,905 41,337
41,337 31,955 )
0,8446
= -725
5. Grafik
m
1,609 1,268 70,8
0,7728 0,8791 79,4
0,4273 0,6568 -182
0,2250 0,4743 -725
y = mx + c
= 903,1 x-929,3
R = 0,82
= 903,1
6. V1 Zat Pelarut dan V2 Zat Terlarut
A. V1 -Konsentrasi 1,5
V1 = + (
2 ) (
)
= 70,80 + ( 1,609
2 . 1,268) (903,1)
= 643,7
-Konsentrasi 0,75
V = + (
2 ) (
)
= 79,40 + ( 0,7728
2 . 0,8791) (903,1)
= 476,3
-Konsentrasi 0,375
V = + (
2 ) (
)
= -182 + ( 0,4273
2 . 0,6568) (903,1)
= 111,8
-Konsentrasi 0,1875
V = + (
2 ) (
)
= -725,0 + ( 0,2250
2 . 0,4743) (903,1)
= -510,8
B. V2
-Konsentrasi 1,5
V = + ( 3
2 ) (
)
= 70,80 + ( 3 1,268
2 ) (903,1)
= 1788
-Konsentrasi 0,75
V = + ( 3
2 ) (
)
= 79,40 + ( 3 0,8791
2 ) (903,1)
= 1270
-Konsentrasi 0,375
V = + ( 3
2 ) (
)
= -182,0 + ( 3 0,6568
2 ) (903,1)
= 707,7
-Konsentrasi 0,1875
V = + ( 3
2 ) (
)
= -725,0 + ( 3 0,4743
2 ) (903,1)
= -82,49
Grafik
y = 903.1x - 929.3R = 0.669
-800
-600
-400
-200
0
200
400
-0.2 0.3 0.8 1.3
Grafik hubungan antara m vs
1
(1)
m
y = 706.4x - 355.6R = 0.711
-600
-400
-200
0
200
400
600
800
1000
0 0.5 1 1.5 2
V1
molalitas
Grafik hubungan V1 dengan molalitas
1
(1)
y = 1206.x + 5.865R = 0.844
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
0 0.5 1 1.5 2
V2
molalitas
Grafik hubungan v2 dengan molalitas
1
(1)