34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sindroma antibodi antifosfolipid (antibody antiphospholipid syndrome, APS) didefiinisikan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang ditandai dengan adanya 1) antibody antifosfolipid (antibody antikardiolipin dan/ atau antikoagulan lupus) yang menetap (persisten) serta 2) kejadian berulang thrombosis vena/ arteri, keguguran, atau trombositopnia. Sindrom ini pertama kali diusulkan oleh Hughes dan Harris antara tahun 1983-1986, oleh karena itu sindrom ini dikenal juga sebagaii sindrom Hughes. Antibodi antifosfolipid (antiphospholipid antibody, aPLA) didefiinisikan sebagai immunoglobulin yang bereaksi dengan dinding biologis sel bagian luar yang komponen utamanya adalah fosfolipid. Fosfolipid antikoagulan disebut juga sebagai antifosfolipid (antiphospholipid, aPL), yang secara structural hampir menyerupai komplemen. Secara alamiah (fisiologis), aPL yang dibentuk oleh tubuh adalah b2 glikoprotein I (b2GPI), berfungsi sebagai pengontrol aktivitas fosfolipid prokoagulan (PL) 1

LAPSUS OBSGYN.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPSUS OBSGYN.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sindroma antibodi antifosfolipid (antibody antiphospholipid syndrome,

APS) didefiinisikan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang ditandai

dengan adanya 1) antibody antifosfolipid (antibody antikardiolipin dan/ atau

antikoagulan lupus) yang menetap (persisten) serta 2) kejadian berulang

thrombosis vena/ arteri, keguguran, atau trombositopnia. Sindrom ini pertama

kali diusulkan oleh Hughes dan Harris antara tahun 1983-1986, oleh karena itu

sindrom ini dikenal juga sebagaii sindrom Hughes.

Antibodi antifosfolipid (antiphospholipid antibody, aPLA) didefiinisikan

sebagai immunoglobulin yang bereaksi dengan dinding biologis sel bagian

luar yang komponen utamanya adalah fosfolipid.

Fosfolipid antikoagulan disebut juga sebagai antifosfolipid

(antiphospholipid, aPL), yang secara structural hampir menyerupai

komplemen. Secara alamiah (fisiologis), aPL yang dibentuk oleh tubuh

adalah b2 glikoprotein I (b2GPI), berfungsi sebagai pengontrol aktivitas

fosfolipid prokoagulan (PL) yang mengandung enzim fosfolipase A₂, PLA ).b2GPI merupakan enzim yang terikat oleh apolipoprotein-H (Apo-H)

sebagai penghambat enzim PLA2. Selain dari b2GPI, secara alamiah tubuh

juga membentuk annexia V atau“placental anticoagulant protein I” yang

disebut juga sebagai “plasental aPL”, yang sangat kuat menghambat enzim

PLA2, terutama pada kehamilan dan kematian sel (apoptosis). Penghambat

PLA2 yang secara patologis terbentuk diketahui sebagai inhibitor Lupus yang

lebih dikenal sebagai Antikoagulan Lupus (Lupus Anticoagulant, LA) yang

terdiri dari subgrup, yaitu: a). LA sensitif tromboplastin yang menghambat

kompleks VIIa, III, PL, dan Ca++, mengakibatkan pemanjangan massa

protrombin (PT), khususnya pada pemeriksaan dengan “diluted PT’; b). LA

non-sensitif  tromboplastin yang menghambat kompleks VIIIa, IXa, PL, Ca++

1

Page 2: LAPSUS OBSGYN.docx

mengakibatkan pemanjangan masa tromboplastin teraktifasi parsial (aPTT)

dan/atau yang menghambat kompleks Xa, Va, PL, dan Ca++ mengakibatkan

pemanjangan dRVVT-1 pada dRVVT-2 normal.

Berbagai jenis aPLA dapat dibangun oleh berbagai antigen yang terikat

pada epitopefosfolipid pada bagian luar dinding biologis sel yang terpapar.

Sebagai contoh, aPLA dependen protrombin dibangun oleh epitope fosfolipid

pengikat apolipoprotein, pengikat LA atau protrombin; aPLA dependen b2-

GPI dibangun oleh epitope  fosfolipid pengikat Apo-H pengikat b2-GPI; dan

aPLA dependen anneksin V dibangun oleh epitopefosfolipid pengikat

apolipoprotein-pengikat annexin V; sedangkan aPLA dependen LDL

teroksidasi dibangun oleh epitope fosfolipid pengikat apolipoprotein-pengikat

LDL teroksidasi.

Kebanyakan jenis aPLA yang ditemukan dapat bereaksi langsung terhadap

kofaktor plasma protein (apolipoprotein) yang terikat kardiolipin

(difosfatidilgliserol) yang dapat dideteksi secara ELISA

atau radioummunoassay (RIA), disebut sebagai antibodi antikardiolipin

(anticardiolipin antibody, ACA) (Rantam, Fedik A. 2003).

2

Page 3: LAPSUS OBSGYN.docx

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. Tri Esti

Umur : 28 tahun

Tanggal Lahir :

Agama : Islam

Suku/bangsa : Indonesia

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMP

Alamat : Desa Sumberejo Kec. Widang RT 07/ RW 03 Kabupaten Tuban

Nama Suami : Tn. Ahmad Nurrahmi

Umur : 40 tahun

Agama : Islam

Suku/bangsa : Indonesia

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Desa Sumberejo Kec. Widang RT 07/ RW 03 Kabupaten Tuban

2.2 Anamnesa

Keluhan Utama : Hamil 9 bulan kenceng

RPD : Anti Cardiolipid antibody

Riwayat Sosial : Tinggal 200 meter dari pabrik rokok

HPHT : 12-05-2014

HTP : 19-02-2015

Siklus Haid : Teratur

Riwayat Pernikahan : Suami ke 1, menikah 1x

Lama Pernikahan : 8 tahun

Jumlah anak : 0

3

Page 4: LAPSUS OBSGYN.docx

Riwayat abortus : 3x (Kehamilan petama usia kehamilan 5 bulan dan kehamilan

ketiga dan keempatb usia kehamilan 3 bulan)

Riwayat IUFD : 2x (Kehamilan kedua usia kehamilan 7 bulan)

2.3 Pemeriksaan Fisik

-Status General-

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Suhu : 36,8oC

Nadi : 96x/mnt

-Status Obstetric-

RR : 20x/mnt

TFU : 27cm

His : + adekuat 4x dalam 10 menit masing-masing 50detik

DJJ : 11-12-11 : 136x/mnt

Vt : Pembukaan 1cm

Effacement : 25%

Teraba : Kepala

Hodge : I

-Status Regional-

Kepala : Normochepal

Mata : anemis (-/-) icterus (-/-)

Thorax : Cor-S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : Vesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Bising Usus (+) normal

Ekstremitas : Edema (-/-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (11-02-2015)

Hematologi

Hb : 9,2 g/dl

PCV : 27,6%

4

Page 5: LAPSUS OBSGYN.docx

Eritrosit : 3.110.000/cmm

Hitung Jenis

Leukosit : 13.800/cmm

Trombosit : 105.000/cmm

MCV : 88,7fl

MCH : 29,6pg

MCHC : 33.3g/dl

Imunologi

Hbs Ag : -

Anti-HIV : Non reaktif

Faal Hemostasis

APTT : 32.5detik

PPT : 13,1detik

2.5 Diagnosa Kerja

GV P0010 Ab300 38-39mgg/T/H+Kala 1 Fase Laten+HSVB+ACA on tx

2.6 Terapi

Konservatif : Histolan 2x1

Asam Mefenamat 3x1

Jika Inpartu dan siap darah 2 PRC oleh karena potensial HPP

Jika Inpartu Injeksi Heparin (Tx ACA) stop 6 jam sebelum persalinan

Jika tidak inpartu sejak pagi, KRS untuk kontrol ke poli dan rencana SC elektif

2.7 Follow Up

Tgl/jam Keluhan Pasien dan Perjalanan Penyakit

Instruksi Dokter/Tindakan yang dilakukan

10/02/2015Jam 19.30

S: Pasien datang dengan keluhan kenceng2 dan hamil 9 bulan.O: TD= 110/70 mmHg

Suhu= 36,7ͦ c

A/p dr.Vera, Sp.OG.- Konservatif:

Histolan 2x1, As.mef 3x1

- Jika inpartu siap darah 2 colf oleh karna potensial

5

Page 6: LAPSUS OBSGYN.docx

Nadi= 80x/menitRR= 20x/menitStatus ObstetricTFU= 27 cmHIS= (+) jarang

2x dalam 10 mnt /his ±1 mnt

DJJ= 11-12-11VT= pembukaan 2Eff= 50%Teraba= kepalaHodge= 1

A: GV P0100 Ab300 38-39 mgg/T/H + kala 1 fase laten + HSVB + ACA on tx.

HPP.- Jika inpartu Inj.

Heparin (tx ACA) stop 6 jam sebelum persalinan.

- Jika tidak inpartu besok pagi KRS kontrol poli untuk rencana SC elektif

11/12/201505.00

08.00

11.00

11.30

14.45

HIS (+) 3x dalam 10 menit ± 30 detikDJJ (+) 11-12-11VT= Pembukaan 4 cmEff= 50%Ketuban pecah=jernihTTV=dbnTD= 110/70 mmHg (TTV dbn)HIS= (+) 3x dalam 10 menit ±30 detikDJJ (+) 11-11-12VT= pembukaan 4 cmEff= 50%Ket (-) jernihHasil LabAPTT= 32,5 detikPPT= 13,1Trombosit= 105.000/Cmm

Evaluasi:DJJ=11-11-12/HIS (+) jarangVT= pembukaan 7Teraba kepalaHotge IIKet: (-) jernihEff= 75%Bayi lahir:BB= 2300 gram

Konsul dr.Vera Sp.OG:- Ada persiapan

darah 2 colf WB

A/p dr.vera, Sp.OG:-cek DL- Lapor dr.vera, Sp.OG untuk hasilnya-konsul IPD

Lap dr.Pungki, Sp.PD:- Aspilet stop- Heparin stop- Lanjut inj. Heparin

setelah 1 hari. Dosis 1x 5000 IU (Sub kutan).

A/p dr.Vera, Sp.OG:-CITO SCIndikasi SC: arrest of dilatation ec.malposisi

6

Page 7: LAPSUS OBSGYN.docx

15.30

PB= 47 cmAS= 8-9JK= perempuanCacat (-)Pasien datang dari OKS= (-)O= k/u sadarTTV: TD= 110/70 mmHg

S=35,4 ͦcN=88x/mntRR=24x/mnt

A=post SC arrest of dilatation ec.malposisi+ACA on tx.

-observasi-inj.ceftri 2x1-inj antrain 3x1-inj invicloth 24 jam post SC-diet TKTP-KIE

12/02/201507.00

S: taaO: TD=110/70 mmHg S= 36,6 ͦ c N= 84x/mnt RR=24x/mnt Lochea (+) rubra Luka op baikA: post SC Taa

-Ciprofloxacin 3x500 mg-Metergin 2x125 mg-As. Mefenamat 3x500 mg-mobilisasi

13/02/2015 S: taaO: TD=110/70 mmHg S= 36,6ͦc N=84x/mnt RR= 24x/mnt Lochea (+) rubra Luka op baikA: post SC TA

-ciprofloxacin 3x500 mg-as. Mefenamat 3x500 mg

7

Page 8: LAPSUS OBSGYN.docx

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Sindroma antibodi antifosfolipid (antibody antiphospholipid syndrome,

APS) didefiinisikan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang ditandai

dengan adanya 1) antibody antifosfolipid (antibody antikardiolipin dan/ atau

antikoagulan lupus) yang menetap (persisten) serta 2) kejadian berulang

thrombosis vena/ arteri, keguguran, atau trombositopnia. Sindrom ini pertama

kali diusulkan oleh Hughes dan Harris antara tahun 1983-1986, oleh karena itu

sindrom ini dikenal juga sebagaii sindrom Hughes.

Antibodi antifosfolipid (antiphospholipid antibody, aPLA) didefiinisikan

sebagai immunoglobulin yang bereaksi dengan dinding biologis sel bagian luar

yang komponen utamanya adalah fosfolipid. Fosfolipid antikoagulan disebut

juga sebagai antifosfolipid (antiphospholipid, aPL), yang secara structural

hampir menyerupai komplemen (Rantam, Fedik A, 2003).

3.2 Epidemiologi

Antibodi antifosfolipid dijumpai sejak usia muda, prevalensi antibodi

antifosfolipid meningkat seiring dengan bertambah umur, khususnya di antara

pasien usia lanjut dengan penyakit kronis penyerta. Kebanyakan pasien

antiphospholipid syndrome adalah wanita dan utamanya didiagnosis pada

masa reproduksi (usia 15 – 55 tahun).

8

Page 9: LAPSUS OBSGYN.docx

Antibodi antifosfolipid terdapat pada 5,3 % dari 7.726 kehamilan normal,

20 % dari 2.226 kehamilan ibu dengan keguguran berulang, dan 37 % dari

1.579 ibu dengan lupus eritematosus sistemik.

Studi prospektif telah menunjukkan hubungan antara antibodi

antifosfolipid dan episode pertama dari thrombosis venadan infark miokard,

serta strok berulang. Oleh karena itu, hal yang menjadi penting adalah

identifikasi pasien dengan antibodi antifosfolipid yang risikonya terhadap

kejadian trombotik meningkat. Faktor risiko penting adalah riwayat

trombosis, adanya antibody antikoagulan lupus, dan peningkatan kadar

antibody antikardiolipin IgG. Masing-masing meningkatkan risiko trombosis

sampai lima kali lipat, meskipun tidak semua studi melaporkan hasil yang

sama (Prawirohardjo, S, 2010).

3.3 Etiologi

Antiphospholipid syndrome merupakan suatu gangguan autoimun yang

belum diketahui penyebabnya. Penelitian untuk mengetahui faktor pemicu

yang mungkin telah menemukan kaitan autoimun atau penyakit rematik,

infeksi dan obat-obatan yang dikaitkan dengan Lupus anticoagulant atau

antikardiolipin antibody.

Penyakit otoimun atau rematik dan persentase pasien yang memiliki antibody

aPL:

-SLE(25–30%)

-Sjögren syndrome 42%

-Rheumatoid arthritis 33%

-Autoimmune thrombocytopenic purpura 30%

-Autoimmune hemolytic anemia – tidak diketahui

-Psoriatic arthritis 28%

-Systemic sclerosis 25%

-Mixed connective-tissue disease 22%

-Polymyalgia rheumatica atau giant cell arteritis 20%

9

Page 10: LAPSUS OBSGYN.docx

-Behçet syndrome 20%

Infeksi:

-Syphilis

-Infeksi Hepatitis C

-Infeksi HIV

-Infeksi virus Human T-cell lymphotrophic tipe 1

-Malaria

-Bakterial septikemia

Obat–obatan:

-Jantung (Prokainamide, quinidine, propranolol, hydralazine)

-Neuroleptik atau psikiatrik (Phenytoin, Klorpromazine)

-Obat-obatan lain (Interferon alfa, quinine, amoxicillin)

Predisposisi genetik:

-Hubungan keluarga: Hubungan keluarga dengan orang yang menderita

antiphospholipid syndrome memiliki kemungkinan besar memiliki

antibody antifosfolipid. Suatu penelitian menggambarkan frekuensi

sebesar 33%.

-HLA: Suatu penelitian terbaru menemukan sebuah kaitan antara antibodi

antikardiolipin dan sekelompok individu dengan gen-gen HLA tertentu,

termasuk DRw53, DR7 (paling banyak pada orang Hispanic), dan DR4

(terutama pada orang kulit putih).

3.4 Penyebab abortus berulang

1. Kelainan zygote: kelainan genetik (kromosomal) pada suami atau istri.

Gangguan hormonal.

Di wanita dengan abortus habitualis, ditemukan bahwa fungsi

glandula tiroidea kurang sempurna. Hubungan peningkatan antibodi

antitiroid dengan abortus berulang masih diperdebatkan karena

beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berlawanan. Luteal phase

10

Page 11: LAPSUS OBSGYN.docx

deficiency (LPD) adalah gangguan fase luteal. Gangguan ini bisa

menyebabkan disfungsi tuba dengan akibat transpor ovum terlalu cepat,

mobilitas uterus yang berlebihan, dan kesukarannidasi karena

endometrium tidak dipersiapkan dengan baik. Penderita dengan LPD

mempunyai karakteristik siklus haid yang pendek, interval post

ovulatoar kurang dari 14 hari dan infertil sekunder dengan recurrent

early losses. 2,3,4

2. Gangguan nutrisi. Berbagai penyakit seperti anemia berat, penyakit

menahun dan lain-lain dapat mempengaruhi gizi ibu sehingga

mengganggu persediaan berbagai zat makanan untuk janin yang sedang

tumbuh.

3. Penyakit infeksi. Infeksi Toksoplasma, virus Rubela, Cytomegalo dan

herpes merupakan penyakit infeksi parasit dan virus yang selalu

dicurigai sebagai penyebab abortus melalui mekanisme terjadinya

plasentitis. Mycoplasma, Lysteria dan Chlamydia juga merupakan agen

yang infeksius dan dapat menyebabkan abortus habituali. Autoimmune

disorder. Penyakit pembuluh darah kolagen lupus eritematosus sistemik

(SLE) dapat menyebabkan abortus, kemungkinan disebabkan oleh

adanya gangguan aliran darah. APS dikenal juga dengan nama Hughes

syndrome merupakan penyakit autoimun yang pada dekade akhir ini

makin dikenal sebagai salah satu penyebab abortus berulang. Tipe APS

ada dua, yakni ”primer” bila tidak disertai dengan penyakit pokok yang

mendasari dan ”sekunder” bila APS ini berhubungan dengan adanya

SLE, penyakit autoimun lain, infeksi dan neoplasma.

4. Kelainan pada serviks dan uterus. Abortus juga dapat disebabkan oleh

kelainan anatomik bawaan, laserasi uterus yang luas, serviks

inkompeten yang membuka tanpa rasa nyeri, sehingga ketuban

menonjol dan pecah. Di mioma uteri submukus terjadi gangguan

implantasi ovum yang dibuahi atau gangguan pertumbuhan dalam

kavum uteri (L.P, Kalalo, dkk, 2006).

11

Page 12: LAPSUS OBSGYN.docx

3.5 Patofisiologi

Adanya peningkatan antibodi antifosfolipid merupakan kriteria

laboratorium yang diperlukan untuk membuat diagnosis. Namun, patogenesis dan

patofisiologi APS yang terjadi karena peningkatan antibodi tersebut belum

sepenuhnya terungkap. Antibodi antifosfolipid merupakan istilah yang

mencangkup antibodi terhadap antigen protein yang mengikat fosfolipid anionik

dan antibodi yang mengikat antigen fosfolipid anionik secara langsung, antara

lain:

- aCL:antibodi antikardiolipin

-LA: antibodi antikoagulan lupus

-αβ2-GPI: antibodi anti β2-GPI

-αFII:antibodi antiprotrombin (faktor II)

Antigen yang menjadi target utama antibodi adalah β2-glikoprotein I (β2-

GPI) dan protrombin. Antigen β2-GPI adalah suatu protein yang memiliki domain

untuk pengikatan fosfolipid anionik. Meskipun beperan dalam patogenesis APS,

fungsi β2-GPI sendiri belum jelas, tetapi secara in vitro protein ini dapat

berinteraksi dengan berbagai jenis sel, reseptor, dan enzim. Protrombin adalah

suatu proenzim yang akan menghasilkan trombin setelah dipecah oleh kompleks

enzim protrombinase. Selain β2-GPI, pada penderita APS dapat pula ditemukan

antibodi yang ditujukan terhadap fosfolipid itu sendiri, seperti antikardiolipin dan

antifosfatidilserin. Banyak mekanisme yang terlibat setelah munculnya antibodi-

antibodi tersebut yang pada akhirnya menyebabkan trombosis (vena, arteri, atau

plasenta) dengan manifestasi klinik APS. Namun, belum jelas mekanisme apa

yang paling berperan. Morbiditas dan mortalitas janin agaknya tidak hanya

disebabkan oleh trombosis plasenta, tetapi juga inflamasi plasenta yang

menyebabkan aktivasi komplemen dan gangguan fungsi trofoblas (Prawirohardjo,

S, 2010).

12

Page 13: LAPSUS OBSGYN.docx

3.6 Klasifikasi

Kriteria diagnosis sindrom antifosfolipid revisi sydney (Miyakis, S, dkk,

2006).

Sindrom antifosfolipid ada jika setidaknya terdapat satu dari kriteria klinik dan

satu dari kriteria laboratorium berikut:

Kriteria Klinis Kriteria Laboratorium

1. Trombosis vaskular

Satu atau lebih episode klinis trombosis arteri, vena atau

pembuluh darah kecil pada organ atau jaringan manapun.

Trombosis harus dikonfirmasi dengan kriteria obyektif

yang valid (contoh temuan pasti menggunakan teknologi

pencitraan yang sesuai atau histopatologi).

Untuk konfirmasi histopatologi, trombosis harus ada bukti

yang signifikan tidak adanya inflamasi pada dinding

pembuluh darah

1. Lupus Antikoagulan (LA)

Terdapat LA dalam plasma pada 2 atau lebih

pemeriksaan dalam rentang minimal 12 minggu,

dideteksi berdasarkan guideline International

Society on Thrombosis and Haemostasis (ISTH)

2. Morbiditas Kehamilan

a)      Satu atau lebih kematian janin dengan morfologi

normal  pada atau setelah usia kehamilan 10 minggu

dengan morfologi normal yang didokumentasikan dengan 

2.Anticardiolipin antibody(ACA)

Terdapat ACA IgG dan atau IgM dalam plasma/

serum pada titer medium atau tinggi (yaitu

>40GPL atau MPL, atau > 99th persentil) yang

13

Page 14: LAPSUS OBSGYN.docx

ultrasound atau memeriksa janin secara langsung, atau

b)      Satu atau lebih kelahiran prematur dengan morfologi

normal sebelum usia kehamilan 34 minggu yang

disebabkan oleh:

i)        Eklampsia atau preeklampsia berat berdasarkan

definisi standar

ii)   Insufisiensi plasenta, atau

c)      Tiga atau lebih aborsi spontan yang terjadi berturut-

turut, disertai kelainan anatomi dan hormon maternal,

penyebab berupa kelainan kromosom maternal maupun

paternal disingkirkan.

dilakukan 2 kali atau lebih dalam rentang

minimal 12 minggu. Pemeriksaan diukur 

menggunakan metode ELISA yang sudah

terstandarisasi.

3. Anti-β2 glycoprotein I

antibody (anti- β2-GPI)

Terdapat Anti-β glycoprotein I antibody IgG dan

atau IgM dalam serum/ plasma (dalam titer>

99th persentil) pada 2 atau lebih pemeriksaan

yang dilakukan dalam rentang minimal 12

minggu, diukur menggunakan metode ELISA

yang terstandarisasi.

3.7 Gejala Klinis

- Asimptomatik pada LA dan/atau ACA positif

- simptomatik pada LA dan/atau ACA positif:

Perempuan dengan:

1.Riwayat infertilisasi primer tanpa kelainan ginekologis dan kesuburan.

2.Riwayat keguguran.

3.Riwayat toksemia kehamilan

Adanya thrombosis

Arteri, vena atau pembuluh darah kecil pada jaringan atau organ

-Sindrom antibody antifosfolipid katastrofa.

Sindroma antibody antifosfolipid katastrofa adalah kegagalan organ

multisystem, sekunder terhadap thrombosis/infark dan menunjukkan gambaran

mikroangiopati pada pemeriksaan histology.

Kejadian vasopatik atau vaso-oklusif dapat terjadi pada setiap system

organ, maka padan anamnesis sangat penting untuk mendapatkan riwayat

penyakit pasien dan kemungkinan manifestasi pada organ yang spesifik, Penyakit

14

Page 15: LAPSUS OBSGYN.docx

ini memiliki spectrum klinis yang luas, mulai dari asimptomatik secara klinis dan

indolen sarmpai yang perjalanan penyakit progresif secara cepat.

1. Mata.penglihatan kabur atau ganda

2. Kardioresepsi.Nyeri dada, menjalar ke lengan; napas pendek

3. Gastrointestinal.Nyeri perut,kembung,muntah.

4. Pembuluh darah perifer.Nyeri pembengkakan tingaki,kladukasio,ulseri

jari,dan nyeri jari tangan.

5. Muskuluskeletal.Nyeri tulang, nyeri sendi.

6. Kulit.Purpura/ petekie,ruam livedo retikularis temporer atau menetap, jari-

jari tangan/kaki kehitaman atau terlihat pucat.

7. Neurologi dan psikiatri.Pingsan,kejang,nyeri

kepala,parastesi,paralis,ascending weakness,tremor,gerakan

abnormal,hilangnya memori,masalah dalam pendidikan( sulit mengerti,

berkosentrasi yang dibaca dan dihitung)

8. Endokrin.Rasa lemah,fatique,artralagi,nyeri abdomen.

9. Urogenital.Hematuri, edema perifer

10. Riwayat kehamilan.Keguguran berulang,kelahiran premature,

pertumbuhan janin terlambat.

11. Riwayat keluarga.

12. Riwayat pengobatan (Sudoyo, Aru W. 2009).

3.8 Diagnosis

Diagnosis APS didasarkan pada kriteria klinis pada kehamilan adanya

tromboemboli, dan hasil pemeriksan laboratorium ditemukan tingginya

antifosfolipid antibod Titeries yang terdapat pada dua kali atau lebih hasil

pemeriksaan dengan interval 12 minggu. Klasifikasi APS tidak boleh

dilakukan apabila jarak antara hasil aPL yang positif dan manifestasi klinis

kurang dari 12 minggu atau lebih dari 5 tahun. Diagnosis APS ditegakkan

apabila memenuhi minimal 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium.

Adanya aPL (LA /ACA/ anti β2-GPI) yang menetap sangat penting dalam

15

Page 16: LAPSUS OBSGYN.docx

menegakkan diagnosis. Pada kriteria Sapporo dianjurkan rentang waktu

minimal adalah 6 minggu di antara 2 pemeriksaan dengan hasil positif, pada

kenyataannya tidak ada data yang mendukung validitas rentang tersebut. Oleh

karena itu pada revisi kriteria klasifikasi yang baru rentang waktu minimal

antara 2 hasil positif adalah 12 minggu hal tersebut untuk memastikan aPL

bersifat persisten karena aPL yang berada sementara dapat menyebabkan

kesalahan klasifikasi. Berdasarkan revisi kriteria klasifikasi APS maka pasien

APS dibedakan menjadi 2 kategori sebagai berikut:

Kategori I : apabila terdapat lebih dari satu pemeriksaan aPL positif

Kategori II : IIa. Hanya LA saja yang positif

IIb. Hanya ACA saja yang positif

IIc. Hanya anti β2-GPI saja yang positif (jurnal Yulaikah. S, 2010)

3.9 Diagnosa Banding

Sindrom antiphospolipid adalah satu dari beberapa keadaan protrombik

dimana trombosis terjadi baik pada vena atau arteri.Msekipun kondisi lain yang

dapat menjadi predisposisi terjadinya trombosis arteri dan vena dapat di deteksi

malalui pemeriksaan laboratorium rutin, adanay antibodi antifosfolipid mungkin

menjadi satu-satunya kelaianan pada pasien dengan sindrom antifosfolipid

sindrom primer.

         Penting untuk dicatat bahwa karena waktu tromboplastin parsial teraktivasi

yang normal tidak menyingkirkan adanya antibodi antikoagulan lupus, seorang

pasien yang menunjukan kejadian trombolik pertama kali harus di scrining

antibodi antikardiolipin dan pemeriksaan lain yuang sensitif dengna antibodi

antikoagulan lupus.Diagnosis yang tidak diperkirakan pada yang sindrom

antifosfolipidnya menunjukak proses yang kronik dan lebihn endolen,

16

Page 17: LAPSUS OBSGYN.docx

mengakibatkan terjadinya isekemia dan hilngnya fungsi organ yang lambat dan

progresif. 

         Faktor resiko sekunder yang meningkatkan kecendrungan trombosis harus

dicari. Beberapa faktor dapat mempengaruhi dinding vena dan arteri, termasuk

stasis, cedera vaskuler, obat-obatn seperti kontrasepsi oral, dan faktor resiko

tradisional untuk aterosklerosis.Sangat penting untuk menghilangkan dan

mengurangi faktor-faktor ini, karen kehadiran antibodi antifosfolipid saja tidak

cukup untuk menyebabkan terjadinya trombosis;”serangan kedua”

dikombinasikan dengan antibodi antifosfolipid diperlukan untuk terjadinya

trombosis.Akhirnya, bahkan pada pasien yang terbuky\ti menderita sindrom

antifosfolipid, mengurangi penyebab dan efeknya dapat sangat sulit. Sebagai

contoh , sindrom antifosfolipid dikaitkan dengan sindrom nefritis, yang juga

merupakan faktor resiko tromboemboli. Penyakit lain yang berhubungan dengan

APS seperti: ITP,kelainan aotuimun sekunder, penyakit kanker, penyakit infeksi,

penyakit hati kronis, sindrom hemolitik, Inkompatibilitas ibu dan bayi, dan

talasemia ( Sudoyo, Aru W. 2009).

3.10 Penatalaksanaan

Anti-thrombotic terapi adalah pengobatan utama mengingat risiko tinggi

berulang tromboemboli yang menjadi ciri kondisi ini. Uji klinis telah

menunjukkan bahwa pasien dengan antibodi antifosfolipid dan tromboemboli

vena harus ditangani dengan antagonis vitamin K (warfarin), wanita dengan

keguguran berulang harus menerima profilaksis dosis heparin dan aspirin. Pada

studi prospec-tively menunjukkan bahwa pada pasien setelah pemberian

antikoagulan dihentikan didapati bahwa risiko kekambuhan pada pasien tersebut

adalah antara 50% hingga 67% per tahun. Hasil Studi retrospektif pada pasien

yang tidak menerima terapi antithrombotic didapatkan kasus berulang terjadi 52%

hingga 69% pasien selama 5 hingga 6 tahun follow up tanpa terapi antitrombotik.

Antithrombotic Selama Kehamilan untuk pasien obstetrik dengan APS, standar

terapinya adalah dengan subcutaneous LMWH (Low-Molecular- Weight Heparin)

dan aspirin dosis rendah. Pada wanita dengan lipid ¬ antiphospho antibodi dan

17

Page 18: LAPSUS OBSGYN.docx

keguguran berulang tanpa sejarah trombosis, disarankan aspirin dosis rendah

dalam kombinasi dengan profilaksis unfractionated heparin dosis sedang atau

profilaksis dosis heparin berat molekul rendah, yang didapatkan selama masa

kehamilan. Pengobatan Pendarahan pada Pasien dengan APS Perdarahan adalah

komplikasi yang jarang daripada trombosis pada pasien dengan APS.

Trombositopenia yang berat dapat mengakibatkan perdarahan, keadaan umum

pasien lemah, pasien dengan antibodi APS mungkin diberikan prothrombin.

Secara umum, jika pendarahan hasil dari antithrom-botic terapi, jenis

antithrombotic perlu dihentrikan, diberikan obat penawar tertentu (protamine

sulfat untuk heparins, vitamin K untuk warfarin) dan dukungan yang diberikan

transfusional (plasma beku untuk heparins atau warfarin, prothrombin kompleks

konsentrat untuk warfarin dan pertimbangan untuk transfusi sel darah merah

untuk gejala anemia) (Jurnal Yulaikah. S., 2010).

Saat ini dikenal dikenal 2 jenis heparin, yaitu : unfractional (UFH) dan

Low Molecular Weight Heparin (LMWH). Penggunaan aspirin dosis 60 -100

mg/hari efektif untuk APS dlm kehamilan. Kombinasi heparin (UFH ) dgn dosis

10.000 -26.600 U/hari dan aspirin 81 mg/hari dpt meningkatkan tercapainya

kehamilan aterm hingga 70 -80 %. Segera setelah memasuki inpartu pemberian

heparin harus dihentikan dan proses persalinan diawasi sebagaimana proses

persalinan normal. Apabila ada indikasi untuk terminasi perabdominal, pemberian

LMWH dihentikan 2 hari sebelumnya diganti dengan UFH dosis 5-10 U/hari dan

dihentikan 6 - 8 jam sebelum tindakan pembedahan. Bila hanya digunakan

LMWH, maka tindakan pembedahan dilakukan 24 jam setelah pemberian dosis

terakhir.

3.11 Komplikasi

Komplikasi kehamilan yang mengarah diagnosis APS adalah tiga atau

lebih keguguran spontan kurang dari 10 minggu yang tidak dapat dijelaskan, satu

atau lebih kematian janin yang tidak dapat dijelaskan pada atau setelah 10

minggu, dan kelahiran prematur (sebelum 35 minggu) karena preeklampsia berat

18

Page 19: LAPSUS OBSGYN.docx

atau insufisiensi plasenta. Inhibitor lupus dan IgG antibodi antikardiolipin dengan

titer tinggi sangat kuat berhubungan dengan komplikasi trombotik. Inhibitor lupus

juga merupakan prediktor kuat untuk kejadian trombosis pada persalinan

(Prawirohardjo, S, 2010).

3.12 Prognosis

Wanita dengan aPL antibodies yang mengalami aborsi berulang memiliki

prognosis baik saat kehamilan jika dirawat dengan aspirin dan heparin (Jurnal

Yulaikah. S., 2010).

3.13 Pencegahan

Stop dan hindari merokok, hindari kontrasepsi oral atau terapi pengganti

estrogen, lakukan gerakan secara teratur, hindari terlalu lama berdiam diri di

tempat tidur (Jurnal Yulaikah. S., 2010).

BAB IV

MASALAH & PEMBAHASAN

4.1 Apa faktor penyebab terjadinya ACA pada pasien ini?

Faktor penyebab terjadinya ACA berdasarkan teori adalah gangguan auto

imun yang penyebabnya masih belum diketahui, namun menurut beberapa

sumber penyebabnya dapat diakibatkan karena virus, bakteri, pola hidup,

keturunan, dan pencemaran lingkungan. Kemudian setelah dikaji kembali,

pada pasien ini tidak ditemukan adanya penyimpangan pola hidup seperti

konsumsi makanan-makanan yang tidak sehat atau jung food. Begitu juga

dengan faktor keturunan, tidak ditemukan adanya anggota keluarga dengan

penyakit serupa atau kelainan darah yang lainnya, sedangkan pada faktor

19

Page 20: LAPSUS OBSGYN.docx

pencemaran lingkungan ditemukan adanya hubungan dengan pasien ini yaitu

adanya pabrik rokok yang berjarak 200 meter dari kediaman pasien ini.

Sehingga kemungkinan pencemaran lingkungan seperti udara dapat menjadi

faktor resiko terjadinya ACA.

4.2 Apa penyebab terjadinya abortus berulang dan IUFD berulang pada

pasien ini?

Penyebab terjadinya abortus berulang dan IUFD pada pasien ini karena

adanya gangguan nutrisi yaitu tidak sampainya nutrisi yang disalurkan

melalui darah kedalam janin karena darah yang membeku terlalu cepat, pada

awalnya kebutuhan nutrisi atau pasokan makanan ke janin tidak terlalu

tinggi,namun seiring bertambahnya usia janin kebutuhan pasokan makanan

dan nutrisi semakin meningkat, sehingga semakin bertambah usia janin

semakin tinggi resiko abortus dan kematian janin.

4.3 Apa efek samping pada pasien ini setelah tindakan operatif?

Efek samping tindakan operatif pada pasien ini adalah hemoragik post

partum yang disebabkan karena pemberian terapi heparin yang diberikan

selama kehamilan. Maka dari itu pemberian heparian dihentikan 2 hari

sebelum tindakan operatif dengan tujuan menghindari terjadinya HPP ec.

Koagulopati dimana fungsi heparin itu adalah sebagai anticoagulant

(pengencer darah) yang digunakan untuk mencegah pembentukan gumpalan

darah.

4.4 Bagaimana prognosis pada pasien ini?

Prognosa pada pasien ini baik selama pemberian terapinya tepat dan

adekuat saat kehamilan dan pasca persalinan.

20

Page 21: LAPSUS OBSGYN.docx

BAB V

KESIMPULAN

Anti Phospholipid Syndrome (APS), merupakan penyakit autoimun yang

ditandai dengan adanya antibodi antiphospholipid dan mengalami gejala

trombosis (darah di pembuluh darah vena/arteri mudah membeku) atau

mengalami keguguran berulang. Antibodi adalah protein yang dihasilkan oleh

sistem pertahanan tubuh untuk melawan benda asing yang menyerang tubuh,

misalnya bakteri atau virus. Beberapa jenis protein yang berperan dalam proses

pembekuan darah, ternyata menjadi target yang diserang oleh antibodi

21

Page 22: LAPSUS OBSGYN.docx

phospholipid. Akibatnya, darah mudah membeku. Selain itu, antibodi

phospholipid juga dapat menyerang protein yang terdapat sel endotel, yaitu sel-sel

yang melapisi permukaan dinding pembuluh darah. Akibatnya permukaan

pembuluh darah rusak dan memicu pembentukan bekuan darah. Antibodi

phospholipid juga merangsang penggumpalan sel-sel pembekuan darah atau

disebut Trombosis. Trombosis dapat terjadi pada pembuluh darah vena maupun

pembuluh darah arteri. Trombosis dapat menyebabkan kerusakan pada organ yang

disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Kerusakan dapat terjadi pada satu organ

atau pada keadaan yang parah kerusakan dapat terjadi pada beberapa organ dan

mengakibatkan kematian. Penderita APS, dapat mengalami keguguran berulang

karena darah pembawa nutrisi untuk janin terhambat, tidak dapat masuk ke dalam

rahim. Keguguran dapat terjadi pada awal kehamilan atau pada usia kehamilan 3

bulan dimana keadaan tersebut terjadi pada pasien ini dengan keguguran berulang

1 kali pada umur kehamilan 5 bulan,2 kali pada umur kehamilan 3 bulan. Selain

itu juga terjadi IUFD 2 kali pada usia kehamilan 7 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Rantam, Fedik A. 2003. Metode Imunologi. Surabaya. Universitas Airlangga.

Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Cetakan ketiga. Penerbit:

PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2010. Hal 790-792.

Miyakis S, Lockshin MD, Atsumi T, Branch DW, Brey RL, Cervera R, et al.

International consensus statement on an update of the classification criteria

22

Page 23: LAPSUS OBSGYN.docx

for definite antiphospholipid syndrome. J Thromb Haemost 2006; 4: 295-

306.

Sudoyo, Aru W. 2009. Imu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

L P. Kalalo, S. Darmadi, E. G. Dachlan. “The Habitualis Abortion in

Antiphospholipid Syndrome”. Indonesian Journal of Clinical Pathology

and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 2, Mar 2006: 82-87.

Yulaikah, S. Jurnal “Evidence Based Of Antiphospholipid Syndrome (APS)

Terhadap Kehamilan”. 2010.

23