34
BAB I PENDAHULUAN Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung 1

Lapsus Dian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mm

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes.

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.

Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama.

BAB IILAPORAN KASUS

2.1. Identitas PasienNama: Iq. MJenis Kelamin: PerempuanUmur: 52 tahunAlamat: SelongAgama: IslamSuku: SasakPekerjaan: -Status : MenikahNo. CM: 246686Tanggal Masuk: 16 Oktober 2013Tanggal Pemeriksaan: 21 Oktober 20132.2. Anamnesa Auto dan alloanamnesa tanggal 21 Oktober 2013 pukul 14.30 WITA di bangsal Interna 1.2.2.1. Keluhan UtamaPerut dan kedua kaki bengkak sejak 1 minggu yang lalu.2.2.2. Riwayat Penyakit SekarangPasien mengeluhkan perut dan kedua kaki bengakak sejak 1 minggu, memberat dalam 4 hari terakhir. Pasien merasa sesak, dan tidak mengeluh demam. Mual dirasakan pasien tapi tidak muntah. Pasien merasa sakit pada perut berkurang. Batuk juga dirasakan berkurang. Pasein mengeluh sesak berkurang. Pasien bisa makan dan mimun. Buang air besar dan buang air kecil normal.2.2.3. Riwayat Penyakit DahuluSebelumnya pasien tidak pernah merasakan sakit hingga tidak sadarkan diri. Riwayat DM diangkal pasien. Riwayat hipertensi, asma, alergi, penyakit jantung, ginjal tidak diketahui.2.2.4. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat hipertensi, DM, asma, alergi, penyakit jantung, ginjal tidak diketahui. Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti ini.2.3. Pemeriksaan FisikDilakukan tanggal 21 Oktober 2013 pukul 15.00 WITA di bangsal Interna 1.2.3.1. Status GeneralisataKeadaan umum: SedangKesadaran : Compos MentisBerat Badan: 60 kgTinggi Badan: 165 cmIMT: 22 kg/m22.3.2. Tanda VitalTekanan Darah : 100/80 mmHgNadi: 88x/menitSuhu: 36,3o CPernapasan: 20x/menit

2.3.3. KepalaNormocephal, tidak teraba benjolan, rambut warna hitam. Distribusi rambut merata, tidak ada kelainan di kulit kepala.2.3.4. MataPalpebra superior et inferior, dextra et sinistra tidak tampak oedem.Konjungtiva tidak anemis.Sklera tidak ikterik.Pupil bulat, isokor.Refleks cahaya langsung (+/+) refleks cahaya tidak langsung (+/+).2.3.5. TelingaNormotia, tidak ada nyeri tekan tragus, tidak ada nyeri tarik aurikel.2.3.6. HidungBentuk normal, tidak ada secret, tidak ada deviasi septum.2.3.7. Mulut Bibir Tidak sianosis, tampak kering, gigi geligi tampak putih kekuningan, lidah bersih, tepi tidak hiperemis2.3.8. Leher Trakea lurus ditengah, teraba struma, difus dengan konsistensi kenyal. JVP : 5+3 cmH2O2.3.9. Paru Inspeksi: bentuk normal, simetris, retraksi otot pernapasan (-), sifat pernapasan abdomino-thorakalPalpasi: gerakan simetris, fokal fremitus normal, tumor (-)Perkusi: sonorAuskultasi: suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)2.3.10. JantungInspeksi: pulsasi ictus cordis tidak terlihatPalpasi: pulsasi ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra.Perkusi: batasbatas jantung dalam batas normalAuskultasi: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)2.3.11. AbdomenInspeksi: membuncitAuskultasi: bising usus normalPerkusi: timpani, shifting dullness (-)Palpasi: distesi, turgor kulit baik, nyeri tekan (+) regio epigastrium, umbilikus, dan lumbal kiri. Nyeri ketul kostavertebra (-). Lien dan renal tidak teraba.2.3.12. Genitalia Tidak dilakukan pemeriksaan.2.3.13. Ekstremitas Akral hangat (+), tidak sianotik, oedem (+)2.4. Pemeriksaan PenunjangPengukuran Tiroid (18 Oktober 2013)HasilUnitNilai Normal

FT411,68Pmol/l12,00-22,00

TSH2,16uIU/ml0,27-4,20

EKG

2.5. Problem List1. CHF2. Hipertiroid 3. Cronic cough2.6. Diagnosa BandingProblem ListSign and SymptomDD

1. CHF

1. Hipertiroid

1. Cronic cough

2.7. Terapi Tindakan di IGD Posisi duduk Oksigen 02 3 lpm/NC IUFD infus NS 1 flash/24 jam (mikro drips) Injeksi ranitidine 2 x 1A Injeksi Cefotaxim 2 x 1gr Injeksi furosemid II-I-0 ampul/IV Pasang DC PO: Ambroxol 3x1 tab Aspilet 80 gr-0-0 CPG 75gr-0-0Tindakan di ruangan Infuse RL 20 tpm Injeksi vitamin K 5 x 1 Injeksi cefotaxim 2 x 1 Hepamax 3 x 1 tab2.8. Prognosis Dubia ad bonam.2.9. Follow UpTanggalPerjalanan penyakit

29 Agustus 2013S/ Nyeri kepala, badan kuning dan terasa lemas, nyeri perut kanan atas, BAK warna kuning pekat, BAB lancar warna kuning.O/TD : 130/70 mmHgS : 37o CN : 84x/menitRR : 20x/menitMata : CA (-/-) SI (+/+)Leher : pembesaran KGB (-)Paru-paru : ves (+/+) Rh (-/-) Wh (-/-)Jantung : S1S2 Reguler, Murmur (-) Gallop (-) Abdomen : datar, BU normal, nyeri tekan di Right Upper Quadran, hepar teraba 4 jari di bawah arcus costa. Lien dan renal tidak terabaEkstremitas : akral hangat, edema (-)

30 Agustus 2013S/ Nyeri kepala, badan kuning dan terasa lemas, nyeri perut kanan atas, BAK warna kuning pekat, BAB lancar warna kuning.O/TD : 130/80 mmHgS : 36,8o CN : 107x/menitRR : 28x/menitMata : CA (-/-) SI (+/+)Leher : pembesaran KGB (-)Paru-paru : ves (+/+) Rh (-/-) Wh (-/-)Jantung : S1S2 Reguler, Murmur (-) Gallop (-) Abdomen : datar, BU normal, nyeri tekan di Right Upper Quadran, hepar teraba 4 jari di bawah arcus costa. Lien dan renal tidak terabaEkstremitas : akral hangat, edema (-)

31 Agustus 2013S/ Nyeri kepala berkurang, badan kuning dan terasa lemas, nyeri perut kanan atas hilang timbuk, BAK warna kuning pekat, BAB lancar warna kuning.O/TD : 130/80 mmHgS : 37,2o CN : 88x/menitRR : 24x/menitMata : CA (-/-) SI (+/+)Leher : pembesaran KGB (-)Paru-paru : ves (+/+) Rh (-/-) Wh (-/-)Jantung : S1S2 Reguler, Murmur (-) Gallop (-) Abdomen : datar, BU normal, nyeri tekan di Right Upper Quadran, hepar teraba 4 jari di bawah arcus costa. Lien dan renal tidak terabaEkstremitas : akral hangat, edema (-)

1 September 2013-

2 September 2013S/ Nyeri kepala (-), badan kuning dan terasa lemas, nyeri perut kanan atas, mual (+) muntah (-) BAK warna kuning pekat, BAB lancar warna kuning.O/TD : 160/100 mmHgS : 36,9o CN : 88x/menitRR : 24x/menitMata : CA (-/-) SI (+/+)Leher : pembesaran KGB (-)Paru-paru : ves (+/+) Rh (-/-) Wh (-/-)Jantung : S1S2 Reguler, Murmur (-) Gallop (-) Abdomen : datar, BU normal, nyeri tekan (-) hepar teraba 4-6 jari di bawah arcus costa. Lien dan renal tidak terabaEkstremitas : akral hangat, edema (-)

-APS

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1. Patofisiologi IkterusPembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatic, dan pascahepatic masih releven, walaupun diperlukan penjelasan akan adanya fase tambahan dalam tahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase yaitu fase 1). Pembentukan bilirubin, 2).Transpor plasma 3).Liver uptake 4). Konjugasi dan 5) Ekskresi bilier Fase Prahepatik1. Pembentukan bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya ; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labeled bilirubin) dating dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein hem di pecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel system retikuloendotelial (mononuklir fagositosis). Peningkatan hemolysis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. Pembentukan early labeled bilirubinmeningkat pada beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang penting. 2. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membrane glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin. Fase Intrahepatik 3. Liver up take. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin. 4. Konjugasi. Bilirubin bebas yang berkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin konjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim microsomal glukuronil-transferase menghasilkan bilirubin yang larut dalam air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronik kedua di tambahkan dalam saluran empedu melalui system enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak dianggap fisiologik. Bilirubin konjugasi lainnya selain diglukuronid juga terbentuk namun kegunaannya tidak jelas. Fase Pascahepatik Ekskresi Bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan kedalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Anion organic lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri mendekonjugasi dan meredukasi bilirubin menjadi sterkobilinogen.Dan mengeluarkannya sebagian besar ke tinja yang memberi warna coklat.Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali kedalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen.Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap yang has pada gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatic. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air, namun larut dalam lemak.Karenanya bilirubin tak terkonjugasi dapet melewati barrier darah otak atau masuk kedalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukuronil transferase dan larut dalam empedu cair.3.2. Hiperbilirubinemia 1. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi 2. Hiperbilirubinemia terkonjugasi Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi Hemolis.Walaupun hati yang normal dapat memetabolisme kelebihan bilirubin, namun peningkatan konsentrasi bilirubin pada keadaan hemolis dapatv melampaui kemampuannya .pada keadanan hemolysis yang berat konsentrasi bilirubin jarang lebih dari 3-5 mg/dL ( >51-86 umol/L) kecuali kalau terdapat kerusakan hati juga. Namun demikian kombinasi hemolysis yang sedang dan penyakit hati yang ringan dapat mengakibatkan keadaan icterus yang lebih berat; dalam keadaan ini hiperbilirubinemia bercampur, karena eksresi empedu kanalikular terganggu.Sindrom Gilbert. Gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemia indirek ( tak terkonjugasi), yang menjadi penting secara kelinis, karena keadaan ini sering disalahartikan sebagai penyakit hepatitis kronik. Penyakit ini menetap, sepanjang hidup dan mengenai sejumlah 3-5% penduduk dan ditemukan pada kelompok umur dewasa muda dengan keluhan tidak spesifik secara tidak sengaja.Beberapa anggota keluarga sering terkena tetatpi bentuk genetika yang pasti belum dapat dipastikan. Patogenesisnya belum dapat dipastikan adanya gangguan ( defek ) yang kompleks alam proses pengambilan bilirubin dari plasma yang berfluktuasi antara 2-5 mg/dL ( 34-86 umol/L) yang cendrung naik dengan berpuasa dan keadaan dan stress lainnya. Keaktifan enzim glukuronil transferase rendah; karenanya mungkin ada hubungan dengan sindrom Crigler - Najjar tipe II.Banyak pasien juga mempunyai masa hidup sel darah merah yang berkurang, namun demikian tidak cukup untuk menjelaskan keadaan hiperbilirubinemia.Sindrom Gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes faal hati yang normal, tidak terdapatnya empedu dalam urin, dan fraksi bilirubin indirek yang dominan . hemolysis dibedakan dengan tidak terdapatnya anemia atau retikulositosis . Histologi hati normal, namun bioksi hati tidak di perlukan untuk diagnosis.Pasien harus diyakinkan bahwa tidak ada penyakit hati.Sindrom Crigler-Najjar.Penyakit yang diturunkan dan jarang ini disebabkan oleh karena adanya keadan kekurangan glugkuro-niltransferase, dan terdapat dalam dua bentuk. Pasien dengan penyakit autosom resesif tipe I ( lengkap = komplit) mempunyai hiperbilirubinemia yang berat dan biasanya meninggal pada umur 1 tahun. Pasien dengan penyakit autosom resesif tipe II ( sebagian = parsial) mempunyai hiperbilirubinemia yang kurang berat ( < 20mg/dL,