63
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Laporan Kasus Fakultas Kedokteran November 2013 Universitas Hasanuddin MALARIA TROPIKA Oleh: Izzan Rijal Muslim C11109775 Pembimbing: dr. Taufik R. Biya Pembimbing Baca: dr. Leonard Dibuat dalam rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran 1

Lapsus Malaria

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

Page 1: Lapsus Malaria

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran November 2013

Universitas Hasanuddin

MALARIA TROPIKA

Oleh:Izzan Rijal Muslim

C11109775

Pembimbing:dr. Taufik R. Biya

Pembimbing Baca:dr. Leonard

Dibuat dalam rangka Tugas Kepaniteraan KlinikDi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Univaersitas HasanuddinMakassar

2013

1

Page 2: Lapsus Malaria

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Izzan Rijal Muslim

Judul Laporan Kasus : Malaria Tropika

Universitas : Universitas Hasanuddin

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, November 2013

Pembimbing Pembimbing Baca

dr. Taufik R. Biya dr. Leonard

2

Page 3: Lapsus Malaria

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. H

Umur : 21 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Ling. Bonto Rea Maros

Agama : Islam

No. RM : 1303

Tanggal masuk :18/11/2013

ANAMNESIS

Autoanamnesis

KELUHAN UTAMA : Demam

ANAMNESIS TERPIMPIN :

Pasien datang dengan keluhan utama demam dialami sejak± 1 minggu

sebelum masuk RS, dan demam tidak terus-menerus, demam dirasakan kadang

siang dan terkadang malam hari (tidak menentu) awalnya pasien merasa

menggigil sebelum terjadinya demam, dan kemudian berkeringat. Pasien juga

mengeluh sakit kepala saat demam. Lemah badan dirasakan ± 3 hari sebelum

pasien demam. Pusing tidak ada, batuk tidak ada, nyeri menelan tidak ada, sesak

tidak ada, mual ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada.

BAB : Belum 1 minggu.

BAK : Lancar, kuning.

Riwayat penyakit sebelumnya:

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (+) pada saat pasien berada di papua dan

diberi obat, tetapi pasien tidak mengetahui nama obatnya.

Riwayat penyakit terdahulu : DBD (-), Tifoid (-), Malaria (-), Gastritis (-), DM(-),

HT (-)

3

Page 4: Lapsus Malaria

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga dan lingkungan (-)

Riwayat pengobatan sebelumnya : Paracetamol (+)

Riwayat pergi ke daerah endemik (Papua) 2 bulan dan ke makassar 4 hari yang

lalu

II. STATUS PRESENT

Sakit Sedang / Gizi Cukup / Composmentis

BB = 58 kg,

TB = 170 cm,

IMT = 20.62 kg/m2 Gizi Cukup

Tanda vital :

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernapasan : 22 x/menit

Suhu : 38,7oC

III.PEMERIKSAAN FISIS

Kepala

Ekspresi : Biasa

Simetris muka : simetris kiri = kanan

Deformitas : (-)

Rambut : Hitam lurus, alopesia (-)

Mata

Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)

Gerakan : ke segala arah

Kelopak Mata : edema palpebra (-)

Konjungtiva : anemis (-)

Sklera : ikterus (-)

Kornea : jernih

4

Page 5: Lapsus Malaria

Pupil : bulat isokor

Telinga

Pendengaran : dalam batas normal

Tophi : (-)

Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

Hidung

Perdarahan : (-)

Sekret : (-)

Mulut

Bibir : pucat (-), kering (-)

Lidah : kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)

Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)

Faring : hiperemis (-),

Gigi geligi : caries (-)

Gusi : perdarahan gusi (-)

Leher

Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran

Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran

DVS : R-2 cmH2O

Pembuluh darah : tidak ada kelainan

Kaku kuduk : (-)

Tumor : (-)

Dada

Inspeksi :

Bentuk : normochest, simetris kiri = kanan

Pembuluh darah : tidak ada kelainan

Buah dada : simetris kiri = kanan, ginecomasti (-)

Sela iga : dalam batas normal

Lain – lain : (-)

5

Page 6: Lapsus Malaria

Paru

Palpasi :

Fremitus raba : kiri=kanan,

Nyeri tekan : (-)

Perkusi :

Paru kiri :sonor

Paru kanan :sonor

Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior,

Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra

Batas paru belakang kiri : CV Th. X sinistra

Auskultasi :

Bunyi pernapasan : Vesikuler

Bunyi tambahan : Rh :

Wh : -|-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : pekak relatif

Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)

Perut

Inspeksi : datar, ikut gerak napas

Palpasi : Nyeri tekan (-) MT (-)

Hepar tidak teraba

Limpa tidak teraba

Perkusi : Timpani (+)

Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal

Alat Kelamin

6

Page 7: Lapsus Malaria

Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus dan Rektum

Tidak dilakukan pemeriksaan

Punggung

Palpasi : NT (-), MT (-)

Nyeri ketok : (-)

Auskultasi : BP : Vesikuler, Rh -/- , Wh -/-

Gerakan : dalam batas normal

Lain – lain : (-)

Ekstremitas

Edema -/-, Peteki (-)

Laboratorium

Jenis Pemerikaan Hasil (11.30 Wita) Hasil (16.30 Wita) Nilai Rujukan

DARAH

RUTIN

(27/5/13)

WBC 10.7 x103/uL 5.0 x103/uL 4 - 10 x 103/uL

RBC 3.49 x106/uL 3.17 x106/uL 4–6 x 106/uL

HGB 12.0 g/dL 9.5 g/dL 12 - 16 g/dL

HCT 28,9 % 26,1 % 37 – 48%

PLT 250 x 103/uL 148 x 103/uL 150-400x103/uL

Hasil tes widal : Negatif

IV. ASSESMENT :

Febris pro ev. susp malaria

V. PLANNING

7

Page 8: Lapsus Malaria

Pengobatan :

- IVFD NaCl 0.9% : D5% = 1:1 30 tpm

- Metoclopramide 1amp/8jam/iv

- Paracetamol 3x1

- Rencana pemeriksaan :

o Foto Thorax PA

o USG Abdomen

o Darah rutin

o DDR

o Kimia darah : SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin

VI. PROGNOSIS

Quad ad vitam : Bonam

Quad ad bonam : Bonam

FOLLOW UP

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

8

Page 9: Lapsus Malaria

18/11/2013

T : 110/70

N : 96 x/i

P : 24 x/i

S : 38.6 C⁰

S :

Demam (+)

sakit kepala (+)

Batuk (-)

Sesak (-)

Nyeri ulu hati (-)

Mual (+), muntah (-)

Mimisan (-)

BAB : belum 1 minggu,

BAK : lancar

O :

SS / GC / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh -/- , Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+)kesan N,

Hepar : tidak teraba

Spleen : tidak teraba

Ext : Edema -/-, peteki -/-

Rumpleede -

A :

Febris pro ev susp malaria

P :

- IVFD RL 20 tpm

- Paracetamol 500mg 3x1

- Diazepam 2mg 0-0-1

Rencana : - DDR

- Widal

- DR

- SGOT,SGPT

19/11/2013

T : 100/70

S :

Demam (-)

P :

- IVFD RL 20 tpm

9

Page 10: Lapsus Malaria

N : 62 x/i

P : 24 x/i

S : 36.5 C⁰

sakit kepala (+)

Batuk (-)

Sesak (-)

Nyeri ulu hati (-)

Mual (-), muntah (-)

Mimisan (-)

BAB : biasa, BAK : lancar

O :

SS / GC / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh -/- , Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+)kesan N,

Hepar : tidak teraba

Spleen : tidak teraba

Ext : Edema -/-, peteki -/-

A :

Febris pro ev. Susp malaria

Hasil lab :

- WBC 5.6x103

- HGB 13.6

- RBC 5.22 x 106

- Widal negative

- SGOT 12

- Paracetamol 500mg 3x1

- Diazepam 2mg 0-0-1

10

Page 11: Lapsus Malaria

- SGPT 33

20/11/2013

T : 100/70

N : 80 x/i

P : 22 x/i

S : 38.8 C⁰

S :

Demam (+)

sakit kepala (+)

Batuk (-)

Sesak (-)

Nyeri ulu hati (-)

Mual (-), muntah (-)

Mimisan (-)

BAB : biasa, BAK : lancar

O :

SS / GC / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh -/- , Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+)kesan N,

Hepar : tidak teraba

Spleen : tidak teraba

Ext : Edema -/-, peteki -/-

A :

Febris pro ev. Susp malaria

P :

- IVFD RL 20 tpm

- Paracetamol 500mg 3x1

- Diazepam 2mg 0-0-1

11

Page 12: Lapsus Malaria

21/11/2013

T : 110/80

N : 72 x/i

P : 22 x/i

S : 36.5 C⁰

S :

Demam (-)

sakit kepala (-)

Batuk (-)

Sesak (-)

Nyeri ulu hati (-)

Mual (-), muntah (-)

Mimisan (-)

BAB : biasa, BAK : lancar

O :

SS / GC / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh -/- , Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+)kesan N,

Hepar : tidak teraba

Spleen : tidak teraba

Ext : Edema -/-, peteki -/-

A :

Febris pro ev. Susp Malaria

P :

- IVFD RL 20 tpm

- Paracetamol 500mg 3x1

- Diazepam 2mg 0-0-1

12

Page 13: Lapsus Malaria

22/11/2013

T : 110/80

N : 78 x/i

P : 22 x/i

S : 36.5 C⁰

S : Baik

Demam (-)

sakit kepala (-)

Batuk (-)

Sesak (-)

Nyeri ulu hati (-)

Mual (-), muntah (-)

Mimisan (-)

BAB : biasa, BAK : lancar

O :

SS / GC / CM

Anemis -/-, ikterus -/-,

MT (-), NT (-), DVS R-

2cmH2O

BP : vesikuler,

BT : Rh -/- , Wh -/-

BJ : I/II murni regular

Peristaltik (+)kesan N,

Hepar : tidak teraba

Spleen : Schuffner 1

Ext : Edema -/-, peteki -/-

Hasil DDR : + Plasmodium

Falcifarum

A :

Malaria Tropika

P :

- IVFD RL 20 tpm

- Paracetamol 500mg 3x1

- Diazepam 2mg 0-0-1

- Darplex 1x3 tab 3 hari

- Primakuin 1x2 single

dose

13

Page 14: Lapsus Malaria

RESUME

Pasien laki-laki 21 tahun masuk Rumah Sakit Salewangan Maros pada tanggal

18 November 2013 dengan keluhan utama demam yang dialami sejak ±1 minggu

sebelum masuk rumah sakit, demam tidak terus-menerus dan demam dirasakan

kadang siang dan terkadang malam hari (tidak menentu). Pasien juga merasakan

menggigil, sebelum demam sehingga membungkus dirinya dengan selimut,

seiring demam menurun pasien merasakan berkeringat. Pasien sempat meminum

obat paracetamol sendiri untuk meringankan keluhannya.

Pasien mengeluh mual namun muntah tidak ada.

BAB pasien belum 1 minggu namun sebelumnya dikatakan bahwa BAB

pasien seperti biasa, padat, dan berwarna kuning. Pada BAK pasien lancar, biasa,

dan berwarna kuning.

Dinyatakan pasien bahwa dirinya punya riwayat pergi ke daerah endemik

(Papua) dan tinggal selama 2 bulan dan mengalami keluhan yang sama di sana

dan merasa membaik setelah diberi obat di apotek, tapi pasien tidak mengetahui

obatnya. dan kembali ke makassar 4 hari yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan sakit sedang, gizi cukup,

composmentis.Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92 x/menit, pernapasan 22

x/menit, suhu 38,7oC. Pada pemeriksaan hepar/lien tidak didapatkan pembesaran.

Hasil pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:

Jenis Pemerikaan Hasil (11.30 Wita) Nilai Rujukan

DARAH

RUTIN

WBC 5.6 x103/uL 4 - 10 x 103/uL

RBC 5.22 x106/uL 4–6 x 106/uL

HGB 13.6 g/dL 12 - 16 g/dL

14

Page 15: Lapsus Malaria

(19/11/13) HCT 43.3 % 37 – 48%

PLT 82 x 103/uL 100-300x103/uL

Hasil tes widal : Negatif

Tanggal 19/11/13

SGOT : 12 u/L

SGPT : 33 u/L

Ur: 19

Cr: 0.6

Hasil DDR (21/11/13): Didapatkan Tropozoit Plasmodium Falcifarum

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

telah dilakukan, maka pasien dapat didiagnosis dengan malaria tropika.

DISKUSI

Dari anamnesis yang dilakukan, didapatkan keluhan utama pasien berupa

demam yang sudah berlangsung selama kurang lebih 1 minggu. Terjadinya demam

tidak terus menerus melainkan tidak menentu, kadang dirasakan pada siang dan

maupun malam hari. Gejala yang timbul dirasakan dan menyertai pasien sebelum

terjadinya demam adalah pasien merasakan tubuhnya lemas dan menggigil serta nyeri

kepala, dan kemudian setelah demam pasien mengeluh berkeringat banyak. Tidak

ada batuk dan sesak. Pasien mengeluhkan mual namun muntah tidak ada, nyeri pada

ulu hati tidak ada. BAB belum 1 minggu, sebelumnya biasa, padat, dan kuning. BAK

lancar, biasa, kuning. Pasien mengaku memiliki riwayat telah melakukan perjalanan

15

Page 16: Lapsus Malaria

selama 2 bulan ke papua dan baru saja kembali ke Makassar 4 hari sebelum dirinya

masuk rumah sakit.

Menurut teori, malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik,

anemia, dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing

plasmodium. Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria.

Beberapa mekanisme terjadinya anemia ialah pengrusakan eritrosit oleh parasit,

hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated

immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan

pengaruh sitokin. Pembesaran limpa (splenomegali) sering pula dijumpai pada

penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa

menjadi bengkak, nyeri, dan hiperemis. Dapat terjadi trias malaria, yaitu fase

menggigil kemudian disusul oleh fase demam dan kemudian berkeringat, hal ini lebih

sering terjadi pada infeksi P.vivax, pada P.falciparum menggigil dapat berlangsung

berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P.falciparum,

36 jam pada P.vivax dan ovale, 60 jam pada P.malariae.

Untuk mendiagnosis seorang pasien dengan malaria, gejala klinis yang khas

saja tidak cukup. Malaria klinis dinyatakan tidak digunakan lagi sebagai diagnosis.

Pengobatan malaria baru dapat dijalankan ketika seorang pasien terbukti terinfeksi

oleh plasmodium. Oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan apusan darah tipis dan

tebal untuk mencari parasit malaria yang berada pada sampel darah pasien.

Pada pasien ini keluhan utama berupa demam, maka dapat dipikirkan berbagai

penyakit infeksi maupun non infeksi yang dapat menjadi dasar terjadinya demam.

Karena riwayat demam pada pasien sudah berlangsung selama kurang lebih 1 minggu

tetapi pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, maka langkah diagnosis

pun dapat dipersempit, yaitu: demam tifoid, malaria, keganasan, imunodefisiensi,

ISK, dan lain-lain.

Dari manifestasi klinis pada pasien ini didapatkan trias malaria yakni, fase

menggigil (cold stage), fase demam (hot stage), dan fase berkeringat (sweating stage)

yang sudah dialami sejak 2 minggu yang lalu.

16

Page 17: Lapsus Malaria

Pada pemeriksaan fisik, pasien tidak tampak anemis maupun ikterus. Thoraks,

Cor, Abdomen, Ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang tidak

didapatkan anemia pada pasien ini yaitu Hb 13.6.

Anamnesis yang mendukung serta pemeriksaan fisik yang sesuai maka kita

dapat mensuspek pasien ini dengan malaria. Berdasarkan gejala klinis yang

didapatkan juga sesuai dengan malaria pada umumnya, namun belum dapat

ditentukan jenis malaria dan jenis plasmodium yang menginfeksi, oleh karena itu

seiring hari perawatan akan diminta dan dilakukan pemeriksaan DDR (pemeriksaan

parasit) dimana akan terlihat gambaran parasit malaria. Pada hasil pemeriksaan DDR

pada pasien ini ditemukan tropozoit plasmodium falcifarum, maka diagnosis dapat

yang ditegakkan adalah malaria tropika.

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan

membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan

pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta

memutuskan rantai penularan. Pada lini pertama pengobatan malaria tanpa

komplikasi dapat diberikan ACT (Artemisin Combine Therapy) kombinasi antara

artesunate, amodiakuin, dan primakuin selama 3 hari.

Pasien ini diberikan terapi farmakologik berupa IVFD NaCl 0.9% : D5% =

1:1 30 tpm, Metoclopramide 1amp/8jam/iv, Sistenol 3x1, dan anti malaria berupa

Artesunate 4 tab selama 3 hari, Amodiakuin 4 tab selama 3 hari, dan primakuin 3 tab

pada hari pertama pemberian anti malaria.

Terapi pada pasien ini awalnya diberikan pengobatan simptomatik berupa

sistenol 3x1tab (kp) untuk indikasi demam, sedangkan metoclopramide untuk

indikasi mual pada pasien. Setelah diagnosis malaria dapat ditegakkan dengan cara

ditemukannya Plasmodium falcifarum pada pemeriksaan DDR, maka pasien baru

dapat diterapi dengan pengobatan ACT (Artemisin base Combination Therapy).

Selain pengobatan secara simptomatik dan setelah hasil pemeriksaan DDR

menunjukkan bahwa penyebab malaria pada pasien ini disebabkan oleh plasmodium

falcifarum maka pengobatan malaria tropika pun dapat dijalankan, pada pasien

17

Page 18: Lapsus Malaria

diberikan pengobatan ACT lini pertama untuk plasmodium falcifarum, dengan

kombinasi artesunate 200mg (4 tablet), amodiakuin 200mg (4 tablet), dan ditambah

primakuin untuk hari pertama. Untuk hari kedua dan ketiga hanya diberikan

artesunate 4 tablet dan amoidakuin 4 tablet.

MALARIA

I. Pendahuluan

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di

daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu

juta manusia di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda

dari satu Negara dengan Negara lain dan dari satu kabupaten atau wilayah dengan

wilayah lain. Berdasarkan API (Annual Parasite Incidence), dilakukan stratifikasi

wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi,

stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera

sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat

desa/fokus malaria tinggi.

Di Indonesia malaria mempengaruhi angka kesakitan dan kematian bayi, anak

balita, ibu melahirkan dan produktivitas sumber daya manusia. Saat ini ditemui 15

18

Page 19: Lapsus Malaria

juta penderita malaria dengan angka kematian 30 ribu orang setiap tahun, sehingga

pemerintah memprioritaskan penanggulangan penyakit menular dan penyehatan

Lingkungan.

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui

program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini,

pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya

ditujukàn untuk memutus mata rantai penularan malaria.

II. Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium

yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di

dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia,

dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat

berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal

sebagai malaria berat.

III. Etiologi

Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia

juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil, dan mamalia. Plasmodium

ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan

aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk

yaitu anopheles betina. Plasmodium penyebab malaria yang ada di Indonesia terdapat

beberapa jenis yaitu plasmodium falcifarum, plasmodium vivax, plasmodium

malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau campuran.

Plasmodium malaria yang sering dijumpai adalah plasmodium vivax yang

menyebabkan malaria tertiana (Benign Malaria) dan plasmodium falciparum yang

menyebabkan malaria tropika (Malignan Malaria). Plasmodium Malariae pernah juga

dijumpai tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale pernah dijumpai di Irian Jaya, pulau

Timor, pulau Owi (utara Irian Jaya).

19

Page 20: Lapsus Malaria

IV. Transmisi dan Patogenesis

Dalam siklus hidupnya plasmodium mempunyai dua hospes yaitu pada

manusia dan nyamuk. Siklus aseksual yang berlangsung pada manusia disebut

skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit didalam nyamuk disebut

sporogoni. 3

1. Siklus Aseksual

Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina dimasukkan

ke dalam darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga

puluh menit sporozoit tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai

stadium eksoeritrositik dari pada daur hidupnya. Di dalam sel hati parasit tumbuh

menjadi skizon dan berkembang menjadi merozoit. Sel hati yang mengandung

parasit pecah dan merozoit keluar dengan bebas, sebagian di fagosit.

Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut

stadium preeritrositik atau eksoeritrositik. Siklus eritrositik dimulai saat merozoit

memasuki sel-sel darah merah. Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi

oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk

tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang

menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan

selesainya pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan

sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah

lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki

eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk

seksual. 3

2. Siklus Seksual

Terjadi dalam tubuh nyamuk. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna

oleh sel-sel lain. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti

20

Page 21: Lapsus Malaria

yang bergerak ke pinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti

cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet.

Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk

membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet

yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung.

Ditempat ini ookinet membesar dan disebut ookista. Di dalam ookista dibentuk

ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila

nyamuk menggigit/ menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan

mulailah siklus pre eritrositik. 3

21

Page 22: Lapsus Malaria

Gambar 1. Skema Siklus Hidup Plasmodium (dikutip dari kepustakaan 4)

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, host dan

lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas

pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni

menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemia tidak

sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang

mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan

gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit

keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena

terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.3

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga

mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering

terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada

malaria kronis terjadi hiperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag. 3

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi

merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit

mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan

kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, di antaranya transport

membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan rosetting. 3

Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.

falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu, eritrosit

juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset. 3

Sekuestrasi. Sitoadheren menyebabkan parasiit dalam eritrosit matur tidak

beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam

jaringan mikrovaskular disebut eritrosit matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya

P.falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh

22

Page 23: Lapsus Malaria

siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital,

seperti otak, hepar, ginjal, paru jantung, usus, dan kulit.

Rosetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang

mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit

non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Rosetting menyebabkan obstruksi

aliran darah lokal/ dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.

V. Manifestasi Klinis

Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis yang merupakan

petunjuk penting dalam diagnosis malaria. Gejala klinis tersebut dipengaruhi oleh

strain plasmodium, imunitas tubuh, dan jumlah parasit yang menginfeksi. Gejala

tersebut juga dipengaruhi oleh endemisitas tempat infeksi (berhubungan dengan

imunitas) dan pengaruh pemberian pengobatan profilaksis atau pengobatan yang tidak

adekuat. Gejala P. falciparum umumnya lebih berat dan lebih akut dibandingkan

dengan jenis lain, sedangkan gejala oleh P. malariae dan P. ovale ditemukan yang

paling ringan.5

Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia, dan

splenomegali. Masa inkubasi bervasiasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan

prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit

kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dam tulang, demam

ringan,anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Keluhan

prodromal sering terjadi pada P.vivax dan ovale, sedang P.falciparum dan malariae

keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym)

secara berurutan yang disebut trias malaria, yaitu : 5

1. Stadium dingin (cold stage)

Stadium ini berlangsung 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan

menggigil dan perasaan sangat dingin, penderita sering membungkus diri dengan

23

Page 24: Lapsus Malaria

selimut dan sarungdiikuti gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-

jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah.

2. Stadium demam (hot stage)

Stadium ini berlangsung 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka merah,

kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali,

merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 410C atau lebih.

Pada anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-

kejang.

3. Stadium berkeringat (sweating stage)

Stadium ini berlangsung 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu

tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu

biasanya penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita

merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan

kegiatan sehari-hari.

Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P.vivax, pada P.falciparum

menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas

berlangsung 12 jam pada P.falciparum, 36 jam pada P.vivax dan ovale, 60 jam pada

P.malariae.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria.

Beberapa mekanisme terjadinya anemia adalah: pengrusakan eritrositolehparasit,

hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses imun,

eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.

Pembesaran limpa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria,

lmpa akan teraba setelah 3 haridari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak,

nyeri, dan hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh

terhadap infeksi malaria, penelitian pada binatang percobaan limpa menghapuskan

eritrosit yang terinfeksi melalui perubahan metabolisme, antigenik dan rheological

dari eritrosit yang terinfeksi.

24

Page 25: Lapsus Malaria

Tabel 1. Karakteristik Klinis dari Infeksi Plasmodium 6

Plasmodium vivax

Spesies plasmodium ini menyebabkan penyakit “Malaria tertiana benigna”

atau disebut malaria tertiana. Nama tertiana adalah berdasarkan fakta bahwa

timbulnya gejala demam terjadi setiap 48 jam. Nama tersebut diperoleh dari istilah

Roma, yaitu hari kejadian pada hari pertama , sedangkan 48 jam kemudian adalah

hari ke 3. Penyakit banyak terjadi di daerah tropik dan sub tropik, kejadian penyakit

malaria 43% disebabkan oleh P. vivax.. Proses schizogony exoerytrocytic dapat terus

terjadi sampai 8 tahun, disertai dengan periode relaps, disebabkan oleh terjadinya

invasi baru terhadap erythrocyt. Kejadian relaps terciri dengan pasien yang terlihat

normal (sehat) selama periode laten. Terjadinya relaps juga erat hubungannya dengan

reaksi imunitas dari individu.

Plasmodium vivax hanya menyerang erytrocyt muda (reticulocyt), dan tidak

dapat menyerang/tidak mampu menyerang erytrocyt yang masak. Segera setelah

invasi kedalam erytrocyt langsung membentuk cincin., cytoplasma menjadi aktif

25

Page 26: Lapsus Malaria

seperti ameba membentuk pseudopodia bergerak ke segala arah sehingga disebut

“vivax”. Infeksi terhadap erytrocyt lebih dari satu trophozoit dapat terjadi tetapi

jarang. Pada saat trophozoit berkembang erytrocyt membesar, pigmennya berkurang

dan berkembang menjadi peculiar stipling disebut “Schuffners dot”. Dot (titik)

tersebut akan terlihat bila diwarnai dan akan terlihat parasit di dalamnya. Cincin

menempati 1/3-1/2 dari erytrocyt dan trophozoit menempati 2/3 dari sel darah merah

tersebut selama 24 jam. Granula hemozoin mulai terakumulasi sesuai dengan

pembelahan nucleus dan terulang lagi sampai 4 kali, terdapat 16 nuclei pada schizont

yang masak. Bila terjadi imunitas atau diobati kemoterapi hanya terjadi sedikit nyclei

yang dapat diproduksi. Proses schizogony dimulai dan granula pigmen terakumulasi

dalam parasit. Merozoit yang bulat dengan diameter 1,5 um langsung menyerang

erytrocyt lainnya. Schizogony dalam erytrocyt memakan waktu 48 jam.

Beberpa merozoit berkembang menjadi gametocyt, dan gametocyt yang

masak mengisi sebagian besar erytrocyt yang membesar (10um). Sedangkan

mikrogametocyt terlihat lebih kecil dan biasanya hanya terlihat sedikit dalam

erytrocyt. Gametocyt memerlukan 4 hari untuk masak. Perbandingan antara

macro:microgametocyt adalah 2:1, dan salah satu sel darah kadang diisi keduanya

(macro+micro) dan schizont.

Dalam nyamuk terjadi proses pembentukan zygot, ookinete dan oocyt dengan

ukuran 50 um dan memproduksi 10.000 sporozoit. Terlalu banyak oocyst dapat

membunuh nyamuk itu sendiri sebelum oocyt berkembang menjadi sporozoit.

Plasmodium falciparum

Penyakit malaria yang disebabkan oleh species ini disebut juga “Malaria

tertiana maligna”, adalah merupakan penyakit malaria yang paling ganas yang

menyerang manusia. Daerah penyebaran malaria ini adalah daerah tropik dan sub-

tropic, dan kadang dapat meluas kedaerah yang lebih luas, walaupun sudah mulai

dapat diberantas yaitu di Amerika Serikat, Balkan dan sekitar Mediterania. Malaria

26

Page 27: Lapsus Malaria

falciparum adalah pembunuh terbesar manusia di daerah tropis di seluruh dunia yang

diperkirakan sekitar 50% penderita malaria tidak tertolong.

Malaria tertiana maligna selalu dituduh sebagai penyebab utama terjadinya

penurunan populasi penduduk di jaman Yunani kuno dan menyebabkan terhentinya

expansi “Alexander yang agung” menaklukan benua Timur karena kematian

serdadunya oleh seranagn malaria ini. Begitu juga pada perang Dunia I dan II

terjadinya kematian manusia lebih banyak disebabkan oleh penyakit malaria ini

daripada mati karena perang.

Seperti pada malaria lainnya, schizont exoerytrocytic dari P. falciparum

timbul dalam sel hati. Schizont robek pada hari ke 5 dan mengeluarkan 30.000

merozoit. Disini tidak terjadi fase exoerytrocytic ke 2 dan tidak terjadi relaps. Tetapi

penyakit akan timbul lagi sekitar 1 tahun, biasanya sekitar 2-3 tahun kemudian

setelah infeksi pertama. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah populasi parasit yang

sedikit didalam sel darah merah.

Merozoit menyerang sel darah merah pada semua umur, disamping itu P.

falciparum terciri dengan tingkat parasitemia yang tinggi dibanding malaria lainnya.

Sel darah yang mengandung parasit ditemukan dalam jaringan yang paling dalam

seperti limpa dan sumsum tulang pada waktu schizogony. Pada waktu gametocyt

berkembang, sel darah tersebut bergerak menuju sirkulsi darah perifer, biasanya

terlihat sebagi bentuk cincin.

Trophozoit bentuk cincin adalah yang paling kecil diantara parasit malaria

lainnya yang menyerang manusia, sekitar 1,2um. Begitu trophozoit tumbuh dan mulai

bergerak dengan pseudopodi, pergerakannya tidak se aktif infeksi P. vivax. Erytrocyt

yang terinfeksi berkembang menjadi ireguler dan lebih besar daripada P. vivax,

sehingga menyebabkan degenerasi sel hospes.

Schizont yang masak berkembang menjadi 8-32 merozoit, pada umumnya 16

merozoit. Schizont sering ditemukan pada darah perifer, fase erytrocyt ini memakan

waktu sekitar 48 jam. Pada kondisi yang berat, saat terjadi parasitemia ditemukan

27

Page 28: Lapsus Malaria

lebih dari 65% erytrocyt mengandung parasit, tetapi biasanya pada kepadatan 25%

saja sudah menyebabkan fatal.

Plasmodium malariae

Infeksi parasit P. malariae disebut juga “Malaria quartana” dengan terjadinya

krisis penyakit setiap 72 jam. Hal tersebut di kenali sejak jaman Yunani, karena

waktu demam berbeda dengan parasit malaria tertiana. Pada tahun 1885 Golgi dapat

membedakan antara demam karena penyakit malaria tertiana dengan quartana dan

memberikan deskripsi yang akurat dimana parasit tersebut diketahui sebagai P.

malariae.

Plasmodium malariae adalah parasit cosmopolitan, tetapi distribusinya tidak

continyu di setiap lokasi. Parasit sering di temukan di daerah tropik Afrika, Birma,

India, SriLanka, Malaysia, Jawa, New Guienia dan Eropa. Juga tersebar di daerah

baru seperti Jamaica, Guadalope, Brazil, Panama dan Amerika Serikat. Diduga

parasit menyerang orang di jaman dulu, dengan berkembangnya perabapan dan

migrasi penduduk, kasus infeksi juga menurun.

Schizogony exoerytrocytic terjadi dalam waktu 13-16 hari, dan relaps terjadi

sampai 53 tahun. Bentuk erytrocytic berkembang lambat di dalam darah dan gejala

klinis terjadi sebelumnya, dan mungkin ditemukan parasit dalam ulas darah. Bentuk

cincin kurang motil daripada P. vivax, sedangkan cytoplasma lebih tebal. Bentuk

cincin yang pipih dapat bertahan sampai 48 jam, yang akhirnya berubah bentuk

memanjang menjadi bentuk “band” yang mengunpulkan pigmen dipinggirnya.

Nukleus membelah menjadi 6-12 merozoit dalam waktu 72 jam. Tingkat

parasitemianya relatif rendah sekitar 1 parasit tiap 20.000 sel darah. Rendahnya

jumlah parasit tersebut berdasarkan fakta bahwa merozoit hanya menyerang erytrocyt

yang tua yang segera hilang dari peredaran darah karena didestruksi secara alamiah.

Gametocyt mungkin berkembang dalam organ internal, bentuk masaknya

jarang ditemukan dalam darah perifer. Mereka berkembang sangat lambat untuk

menjadi sporozoit infektif.

28

Page 29: Lapsus Malaria

Plasmodium ovale

Penyakit yang disebabkan infeksi parasit ini disebut “malaria tertiana ringan”

dan merupakan parasi malaria yang paling jarang pada manusia. Biasanya penyakit

malaria ini tersebar di daerah tropik, tetapi telah dilaporkan di daerah Amerika

Serikat dan Eropa. Penyakit banyak dilaporkan di daerah pantai Barat Afrika yang

merupakan lokasi asal kejadian, penyakit berkembang ke daerah Afrika Tengah dan

sedikit kasus di Afrika Timur. Juga telah dilaporkan kasus di Philipina, NewGuenia

dan Vietnam. Plasmodium ovale sulit di diagnosis karena mempunyai kesamaan

dengan P. vivax.

Schizont yang masak berbentuk oval dan mengisi separo dari sel darah

hospes. Biasanya akan terbentuk 8 merozoit, dengan kisaran antara 4-16. Bentuk titik

(dot) terlihat pada awal infeksi kedlam sel darah merah. Bentuknya lebih besar

daripada P. vivax dan bila diwarnai terlihat warna merah terang.

Gametocyr dari P. ovale memerlukan lebih lama dalam darah perifer daripada

malaria lainnya. Tetapi mereka cepat dapat menginfeksi nyamuk secara teratur dalam

waktu 3 minggu setelah infeksi.

VI. Diagnosis

1. Anamnesis

Keluhan utama : demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala, mual,

muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah

endemik malaria.

Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

Riwayat sakit malaria.

Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

Gejala klinis pada anak dapat tidak jelas.

Riwayat mendapat transfusi darah.

29

Page 30: Lapsus Malaria

2. Pemeriksaan fisik

a. Malaria Ringan

Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C)

Konjungtiva atau telapak tangan pucat

Pembesaran limpa (splenomegali)

Pembesaran hati (hepatomegali).

b. Malaria Berat

     Definisi: Infeksi P. falciparum disertai dengan salah satu atau lebih

kelainan berikut:

Malaria serebral

Gangguan status mental

Kejang multipel

Koma

Hipoglikemia: gula darah < 40 mg/dL

Distress pernafasan

Temperatur > 400C, tidak responsif dengan asetaminofen

Hipotensi

Oliguria atau anuria (urine < 400ml/24 jam pada orang dewasa atau 12

ml/kgBB pada anak-anak)

Anemia: Hb < 5g/dl atau hematokrit < 15%

Kreatinin > 3 mg/dL

Parasitemia > 10.000/ul

Bentuk Lanjut (tropozoit lanjut atau schizont) P. falciparum pada

apusan darah tepi

Hemoglobinuria

Perdarahan spontan

Ikterus : bilirubin > 3mg/dl

30

Page 31: Lapsus Malaria

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di

Puskesmas/lapangan/rumah sakit untuk menentukan:

Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)

Spesies dan stadium plasmodium

Kepadatan parasite

a) Semi kuantitatif:

(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB

b) Kuantitatif

  Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan

darah tebal atau sediaan darah tipis.

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan

hal-hal sebagai berikut:

1) Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu

diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.

2) Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari

berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria

disingkirkan.

31

Page 32: Lapsus Malaria

Gambar 2. Apusan darah tebal

Gambar 3. Stadium darah parasit P.falciparum, apusan darah tipis

Gbr. 1: sel darah merah normal; Gbr. 2-18: Tropozoit (Gbr. 2-10 merupakan

tropozoit stadium cincin); Gbr. 19-26: Skizon (Gbr. 26 skizon ruptur); Gbr. 27,28:

makrogametosid matur (♀); Gbr. 29, 30: mikrogametosid matur (♂)

32

Page 33: Lapsus Malaria

Gambar 4. Apusan darah tebal Plasmodium vivax. 1) Ring forms matang

cenderung besar dan kasar, 2) Stadium trofozoit (ameboid), 3) Skizon matang, 4)

Mikrogametosit dan Makrogametosit, 5) Trofozoit ditandai dengan sitoplasma yang

tidak terartur dengan zona merah (Scuffner’s dots)

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,

dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik

Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi

kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas

lab serta untuk survey tertentu. Hal yang penting lainnya adalah

33

1) 2) 3)

4)

5)

Page 34: Lapsus Malaria

penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam

freezer pendingin.

c. Tes Serologi

Memakai teknik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna

mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap malaria atau pada

keadaan dimana parasit sangat minimal. Kurang bermanfaat untuk

sarana diagnostik sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari

parasitemia. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes > 1:20

dinyatakan positif. Metode-metode tes serologi antara lain : indirect

haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test,

radio-immunoassay.

d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu

dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.

Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat

memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian

dan belum sebagai pemeriksaan rutin.

e. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:

1) Darah rutin

2) Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT,

alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium      dan

kalium, anaIisis gas darah.

3) EKG

4) Foto toraks

5) Analisis cairan serebrospinalis

6) Biakan darah dan uji serologi

34

Page 35: Lapsus Malaria

7) Urinalisis.

VII. KOMPLIKASI 3

- Malaria cerebral

Tanda-tanda malaria cerebral :

a. Sakit kepala

b. Gangguan mental

c. Tanda Neurologis

d. Perdarahan retina

e. Gangguan kesadaran

- Gagal ginjal akut

- Kelainan hati (Malaria biliosa)

- Hipoglikemia

- Blackwater fever (Malaria Haemoglobinuria)

- Malaria algid

- Kecenderungan perdarahan

- Edema Paru

- Manifestasi gastrointestinal

- Hiponatremia

- Gangguan metabolic lainnya

VIII. PENGOBATAN

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan

membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan

pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta

memutuskan rantai penularan. Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam

35

Page 36: Lapsus Malaria

keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus

makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.2

1. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi

Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah seperti yang tertera di

bawah ini:

Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

Setiap kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu blister

amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amodiakuin basa, dan blister

artesunat terdiri dari 12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi diberikan per-oral selama

tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai berikut:

Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb.

Primakuin tidak boleh diberikan kepada:

lbu hamil

Bayi < 1 tahun

Penderita defisiensi G6-PD

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Menurut Kelompok Umur 2

36

Page 37: Lapsus Malaria

Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan, jika pengobatan lini

pertama tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit

aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi). 2

Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

Kina tablet

Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama

7(tujuh) hari. 2

Doksisiklin

Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis orang

dewasa adalah 4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2

mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia <8 tahun.

Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin. 2

Tetrasiklin

Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4- 5

mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak

dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu hamil. 2

Primakuin

Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.

37

Page 38: Lapsus Malaria

Tabel 3. Pengobatan Lini Pertama Malaria Menurut Kelompok Umur 2

2. Pengobatan Malaria dengan Komplikasi

Malaria berat merupakan komplikasi dari infeksi malaria yang sering

menimbulkan kematian. Faktor yang menyebabkan perlangsungan menjadi berat

ataupun kematian ialah keterlambatan diagnosis, mis-diagnosis (salah diagnosis )

dan penanganan yang salah/ tidak tepat/ terlambat. Perubahan yang besar dalam

penanganan malaria berat ialah pemakaian artesunate intravena untuk

menurunkan mortalitas 34% dibandingkan dengan penggunaan kina.

Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting yaitu

:

1. Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria.

2. Pengobatan supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan

simptomatik)

3. Pengobatan terhadap komplikasi

Pemberian obat anti malaria (OAM) pada malaria berat berbeda dengan

malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara

cepat dan ber-tahan cukup lama di darah untuk segera menurunkan dera-jat

parasitemianya. Oleh karenanya dipilih pemakaian obat per parenteral ( intravena, per

infus/ intra muskuler) yang berefek cepat dan kurang menyebabkan terjadinya

resistensi.

a) Pemberian OAM (Obat Anti Malaria) secara parenteral :

38

Page 39: Lapsus Malaria

ARTESUNATE INJEKSI ( 1 flacon = 60 mg), Dosis i.v 2,4 mg/kg BB/ kali

pemberian.

Pemberian intravenous : dilarutkan pada pelarutnya 1ml 5% bicarbonate

dan diencerkan dengan 5-10 cc 5% dekstrose disuntikan bolus intravena.

Pemberian pada jam 0, 12 jam , 24 jam dan seterusnya tiap 24 jam sampai

penderita sadar. Dosis tiap kali pemberian 2,4 mg/kgBB. Bila sadar diganti dengan

tablet artesunate oral 2 mg/kgBB sampai hari ke-7 mulai pemberian parenteral.

Untuk mencegah rekrudensi dikombinasikan dengan doksisiklin 2 x 100 mg/hari

selama 7 hari atau pada wanita hamil/ anak diberikan clindamisin 2 x 10 mg/kg

BB. Pada pemakaian artesunate tidak memerlukan penyesuaian dosis bila gagal

organ berlanjut. Obat lanjutan setelah parenteral dapat menggunakan obat ACT .

ARTEMETER i.m ( 1 ampul 80 mg )

Diberikan atas indikasi :

Tidak boleh pemberian intravena/ infus

Tidak ada manifestasi perdarahan ( purpura dsb)

Pada malaria berat di RS perifer/ Puskesmas

Dosis artemeter : Hari I : 1,6 mg/kg BB tiap 12 jam, Hari ke-2 – 5 : 1,6 mg/kg

BB.

Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria

sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat Kemoprofilaksis ini

ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang

tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain Untuk

kelompok atau individu yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu yang lama,

sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu, repellent,

kawat kassa dan lain-lain.

39

Page 40: Lapsus Malaria

Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium

falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk

kemoprofilaksis Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb selama

tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8

tahun dan ibu hamil.

Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan

dosis 5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum masuk

ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan

klorokuin lebih dan 3-6 bulan.

IX. PROGNOSIS

1) Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan &

kecepatan pengobatan.

2) Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang

dilaporkan pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan

meningkat sampai 50 %.

3) Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik

daripada kegagalan 2 fungsi organ :

40

Page 41: Lapsus Malaria

Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50%

Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75%

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat

yaitu:

- Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %

- Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %

- Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %

41

Page 42: Lapsus Malaria

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, J. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Kementrian Kesehatan RI.

Jakarta,2011; Hal: 2-27.

2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX,

tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.

3. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.

4. Taylor TE, Strickland GT. Malaria. In : Strickland GT (Ed). Hunter’s. Tropical

Medicine and Emerging Infectious Diseases, 8th ed. W.B

5. Rani AA, Soegondo S, Wijaya IP. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Editor’s.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta ; 2006 : 148-51

6. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000;

Hal: 1-15.

42