19
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN ENSEFALOPATI HEPATIK Disusun Oleh: Prisca Triviana Yanuar 0910720069 JURUSAN KEPERAWATAN

LP CVA trombosis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LP CVA trombosis

Citation preview

Page 1: LP CVA trombosis

LAPORAN PENDAHULUAN

KLIEN DENGAN ENSEFALOPATI HEPATIK

Disusun Oleh:

Prisca Triviana Yanuar

0910720069

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: LP CVA trombosis

1. Definisi

Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks gangguan susunan saraf pusat yang

dijumpai pada pasien yang mengidap gagal hati. Kelainan ini ditandai oleh gangguan memori

dan perubahan kepribadian (Corwin, 2001).

Ensefalopati hepatik (ensefalopati sistem portal, koma hepatikum) adalah suatu

kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah,

yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati.

Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatrik pada penderita penyakit

hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot danflapping

tremor yang dinamakan asteriksis (Price et al., 1995).

2. Etiologi

Bahan-bahan yang diserap ke dalam aliran darah dari usus, akan melewati hati,

dimana racun-racunnya dibuang. Namun, pada ensefalopati hepatik, yang terjadi adalah:

a. Racun-racun ini tidak dibuang karena fungsi hati terganggu.

b. Telah terbentuk hubungan antara system portal dan sirkulasi umum (sebagai akibat dari

penyakit hati), sehingga racun tidak melewati hati.

c. Pembedahan by pass untuk memperbaiki hipertensi portal (shunt system portal) juga

akan menyebabkan beberapa racun tidak melewati hati.

Karena hal tersebut, akibatnya adalah sampainya racun di otak dan mempengaruhi

fungsi otak. Bahan yang bersifat racun terhadap otak, secara pasti belum diketahui. Tetapi

tingginya kadar hasil pemecahan protein dalam darah, misalnya ammonia dapat memegang

peranan penting dalam mempengaruhi fungsi otak. Pada penderita penyakit hati menahun,

ensefalopati biasanya dipicu oleh:

a. Infeksi akut.

b. Pemakaian alkohol.

c. Terlalu banyak makan protein, yang akan meningkatkan kadar hasil pemecahan protein

dalam darah.

d. Perdarahan pada saluran pencernaan, misalnya pada varises esofageal, juga bisa

menyebabkan bertumpuknya hasil pemecahan protein, yang secara langsung bisa

mengenai otak.

e. Obat-obat tertentu, terutama obat tidur, obat pereda nyeri dan diuretic (azotemia,

hipovolemia).

f. Obstipasi meningkatkan produksi, absorpsi ammonia dan toksin nitrogen lainnya.

Page 3: LP CVA trombosis

3. Klasifikasi

Menurut cara terjadinya, yaitu:

a. Ensefalopati hepatik tipe akut

Timbul tiba-tiba dengan perjalanan penyakit yang pendek, sangat cepat memburuk

jatuh dalam koma, sering kurang dari 24 jam. Tipe ini antara lain hepatitis virus

fulminan, hepatitis karena obat dan racun, atau dapat pula pada sirosis hati.

b. Ensefalopati hepatic tipe kronik

Terjadi dalam periode yang lama, berbulan-bulan sampai dengan bertahun-tahun.

Suatu contoh klasik adalah ensefalopati hepatik yang terjadi pada sirosis hepar dengan

kolateral sistem porta yang ekstensif, dengan tanda-tanda gangguan mental, emosional

atau kelainan nueurologik yang berangsur-angsur makin berat.

Menurut faktor etiologinya, yaitu:

a. Ensefalopati hepatic primer (endogen)

Terjadi tanpa adanya faktor pencetus, merupakan tahap akhir dari kerusakan sel-sel

hati (nekrosis sel hati yang meluas). Pada hepatitis fulminan terjadi kerusakan sel hati

yang difus dan cepat, sehingga kesadaran terganggu, gelisah, timbul disorientasi,

berteriak-teriak, kemudian dengan cepat jatuh dalam keadaan koma, sedangkan pada

siridis hepar disebabkan fibrosi sel hati yang meluas dan biasanya sudah ada sistem

kolateral, ascites. Disini gangguan disebabkan adanya zat racun yang tidak dapat

dimetabolisir oleh hati. Melalui sistem portal atau kolateral mempengaruhi susunan

saraf pusat.

b. Ensefalopati hepatic sekunder (eksogen)

Terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus pada pederita yang telah mempunyai

kelainan hati. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1) Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan PH darah

a) Dehidrasi / hipovolemia

b) Parasintesis abdomen

c) Diuresis berlebihan

2) Pendarahan gastrointestinal

3) Operasi besar

4) Infeksi berat

5) Intake protein berlebihan

6) Konstipasi lama yang berlarut-larut

7) Obat – obat narkotik atau hipnotik

8) Pintas porta sistemik, baik secara alamiah maupun pembedahan

Page 4: LP CVA trombosis

9) Azotemia

4. Patofisiologi

Ensefalopati hepatik merupakan suatu bentuk intosikiasi otak yang disebabkan oleh

isi usus yang tidak di metabolisme oleh hati. Keadaan ini dapat terjadi bila terdapat

kerusakan sel hati akibat nekrosis, atau adanya pirau (patologis atau akibat pembedahan)

yang memungkinkan adanya darah porta mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah besar

tanpa melewati hati.

Metabolit yang bertanggung jawab atas timbulnya ensefalopati hepatik tidak

diketahui dengan pasti. Mekanisme dasar tampaknya adalah karena intosikasi otak oleh

hasil pemecahan metabolisme protein oleh bakteri dalam usus. Hasil-hasil metabolisme ini

dapat memintas hati karena adanya penyakit pada sel hati.

Ensefalopati hepatik pada penyakit hati kronik biasanya dipercepat oleh keadaan

seperti perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, pemberian diuretik,

parasentesis, hipokalemia, infeksi akut, pembedahan, azotemia dan pemberian morfin,

sedatif, atau obat-obatan yang mengandung ammonia.

Ensefalopati hepatik tidak disebabkan oleh salah satu faktor tunggal, melainkan oleh

beberapa faktor yang sekaligus berperan bersama. Sebagian besar menunjukkan bahwa

terdapat hubungan sirkulasi porto sistemik yang langsung tanpa melalui hati, serta adanya

kerusakan dan gangguan faal hati yang berat. Kedua keadaan ini menyebabkan bahan-

bahan toksik yang berasal dari usus tidak mengalami metabolisme di hati, dan selanjutnya

tertimbun di otak (blood brain barrier), yang memudahkan masuknya bahan-bahan toksik

tersebut ke dalam susunan saraf pusat.

Secara garis besar ada dua teori yang mendasarinya yaitu Teori Amonia dan

neurotransmitter palsu. Amonia merupakan zat yang sering di libatkan dalam patoganesis

ensefalopati hepatic. Metabolit lain yang dapat berperan pada ensefalopati hepatic meliputi

mercaptans, short chain fatty acid, neurotransmitter palsu. Kadar berlebihan dari gama

amino butyric acid (GABA), yaitu suatu penghambat transmitter di sistem saraf pusat

merupakan faktor penting terjadinya penurunan kesadaran yang terlihat pada ensefalopati

hepatic. Kenaikan kadar GABA di sistem saraf pusat merupakan refleksi dari kegagalan hati

untuk mengeluarkan GABA yang berasal dari usus.

Beberapa bahan toksik yang diduga berperan pada ensefalopati heoatik, yaitu:

a. Ammonia

Ammonia berasal dari penguraian nitrogen oleh bakteri dalam usus, di samping itu

dihasilkan oleh ginjal, jaringan otot perifer, otak dan lambung. Secara teori ammonia

Page 5: LP CVA trombosis

mengganggu faal otak karen dapat mempengaruhi metabolisme otak melalui siklus

peningkatan sintesis glutamin dan ketoglutarat, kedua bahan ini mempengaruhi siklus

kreb sehingga menyebabkan hilangnya molekul ATP yang diperlukan untuk oksidasi sel.

b. Asam amino neurotoksik (triptofan, metionin, dan merkaptan)

Triptopan dan metabolitnya serotonin bersifat toksis terhadap sistem saraf pusat (SSP).

Metionin dalam usus mengalami metabolisme oleh bakteri menjadi merkaptan yang

toksis terhadap SSP. Di samping itu merkaptan dan asam lemak bebas akan bekerja

sinergistik mengganggu detoksifikasi ammonia di otak, dan bersama-sama ammonia

menyebabkan timbulnya koma.

c. Gangguan keseimbangan asam amino

Asam Amino Aromatik (AAA) meningkat pada ensefalopati hepatik karena kegagalan

deaminasi di hati dan penurunan asam amino rantai cabang (AARC) akibat katabolisme

protein di otot dan ginjal yang terjadi hiperinsulinemia pada penyakit hati kronik.

d. Asam lemak rantai pendek

Pada ensefalopati hepatik terdapat kenaikan kadar asam lemak rantai pendek seperti

asam butirat, valerat, oktanoat, dan kaproat, diduga sebagai salah satu toksin serebral

penyebab ensefalopati hepatik.

e. Neurotramsmitter palsu

Neurotrasmitter palsu yang telah diketahui adalah Gamma Aminobutyric Acid (GABA),

oktapamin, histamin, feniletanolamin, dan serotonin. GABA bekerja secara sinergis

dengan benzodiasepine membentuk suatu kompleks, menempati reseptor ionophore

chloride di otak, yang disebut reseptor GABA/BZ. Pengikatan reseptor tersebut akan

menimbulkan hiperpolarisasi sel otak, di samping itu juga menekan fungsi korteks dan

subkorteks, rangkaian peristiwa tersebut menyebabkan kesadaran dan koordinasi

motorik terganggu.

f. Glukagon

Peningkatan AAA pada ensefalopati hepatik mempunyai hubungan erat dengan

tingginya kadar glukagon. Peninggian glukagon turut berperan atas peningkatan beban

nitrogen. Karena hormon ini melepas asam amino aromatis dari protein hati untuk

mendorong terjadinya glukoneogenesis.

g. Perubahan sawar darah otak

Pembuluh darah otak dalam keadaan normal tidak permeabel terhadap berbagai

macam substansi. Terdapat hubungan kuat antara endotel kapiler otak, ini merupakan

sawar yang mengatur pengeluaran bermacam-macam substansi dan menahan

beberapa zat essensial seperti neurotrasmitter asli.

Page 6: LP CVA trombosis

5. Manifestasi Klinis

Gejalanya merupakan akibat dari menurunnya fungsi otak,yang utama adalah

gangguan kesadaran. Pada stadium awal, perubahan hampir tidak terlihat yaitu terjadi pada

logis kepribadian dan tingkah laku, suasana hati penderita bisa berubah dan terjadi

gangguan dalam menyatakan pendapatnya.

Sejalan dengan perkembangan penyakit penderita menjadi mengantuk dan bingung,

malas bergerak dan bercakap-cakap sering terjadi disorientasi. Pada akhirnya penderita

akan kehilangan kesadarannya dan jatuh kedalam keadaan koma. Secara garis besar gejala

klinis ensefalopati hepatik terbagi menjadi:

a. Ensefalopati hepatik sub klinis

1) Disebut juga “latent hepatic encephalopathy”

2) Dari penelitian disimpulkan bahwa 45%-85% penderita sirosis hati sudah

mengidap ensefalopati hepatik sub klinis.

3) Belum di temukan atau terlihat gejala dan tanda penyakit.

4) Dapat di deteksi dengan test uji hubungan angka (number connection test).

Number connection test (NCT) :

Uji psikomotorik untuk deteksi dini ensefalopati hepatik sub klinis.

Syarat pasien tidak buta huruf.

Sederhana, praktis,aman, murah.

Bermanfaat pula untuk monitoring dan evaluasi hasil terapi.

Pasien diminta menyambung angka secara urut no.1-25 secepat mungkin.

Ada korelasi antara lamanya waktu yang di perlukan untuk menyelesaikan

NCT ( uji hubung angka) dengan kondisi enesefalopati hepatik pasien ( makin

lama ∞ makin buruk)

Pada kondisi baik uji ini harus dapat di selesaikan ± 30 detik

Skala NCT (menurut kriteria West Haven):

Skala NCT Lamanya penyelesaian NCT

0 15-30 detik

1 31-50 detik

2 51-80 detik

3 81-120 detik

4 >120 detik atau tidak dapat diselesaikan

b. Ensefalopati Hepatik klinis, ada 4 stadium yaitu:

Page 7: LP CVA trombosis

1) Stadium 1 (prodromal : awal)

Terdapat gangguan stasus mental, sedikit perubahan kepribadian dan tingkah laku,

termasuk penampilan yang tidak terawatt baik, pandangan mata kosong, bicara tidak jelas,

tertawa sembarangan, pelupa, dan tidak mampu memusatkan pikiran, penderita mungkin

cukup rasional, hanya terkadang tidak kooperatif atau sedikit kurang ajar, afektif hilang,

eufori, depresi, apati. Tingkat kesadaran somnolen, tidur lebih banyak dari bangun, letargi.

Tanda-tandanya:

Asteriksis : gangguan motorik yang di tandai dengan penyimpangan

intermiten dari postur.

Kesulitan bicara

Kesulitan menulis

EEG (elektroensefalografi) (+)

2) Stadium 2 (Impending koma atau koma ringan) gangguan mental semakin berat, flapping

tremor (tangan bergetar), pengendalian sfingter kurang, kebingungan, disorientasi,

mengantuk, dan asteriksis.

3) Stadium 3 (Stupor)

Terjadi kebingungan yang nyata dengan perubahan tingkah laku yang mencolok,

penderita dapat tidur sepanjang waktu, bangun hanya dengan rangsangan, asteriksis, fetor

hepatik, lengan kaku, hiperreflek, klonus,grasp dan sucking reflek.

4) Stadium 4 (koma) pasien koma tidak sadarkan diri

Penderita masuk ke dalam tingkat kesadaran koma sehingga muncul refleks

hiperaktif dan tanda babinsky yang menunjukkan adanya kerusakan otak lebih lanjut. Napas

penderita akan mengeluarkan bau apek yang manis (fetor hepatikum). Fetor hepatikum

merupakan tanda prognosis yang buruk dan intensitas baunya sangat berhubungan dengan

derajat kesadarannya, dan tonus otot hilang.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Hematologi

1) Hemoglobin, hematokrit, hitung lekosit-eritrosit-trombosit, hitung jenis lekosit.

2) Jika diperlukan : faal pembekuan darah.

b. Biokimia darah

1) Uji faal hati : trasaminase, billirubin, elektroforesis protein, kolestrol, fosfatase

alkali.

2) Uji faal ginjal : Urea nitrogen (BNU), kreatinin serum.

3) Kadar amonia darah.

Page 8: LP CVA trombosis

4) Atas indikasi : HbsAg, anti-HCV,AFP, elektrolit, analisis gas darah.

c. Urin dan tinja rutin

d. EEG (Elektroensefalografi) dengan potensial picu visual (visual evoked

potential) merupakan suatu metode yang baru untuk menilai perubahan dini yang halus

dalam status kejiwaan pada sirosis.

e. CT Scan pada kepala biasanya dilakukan dalam stadium ensefalopatia yang parah untuk

menilai udema otak dan menyingkirkan lesi structural (terutama hematoma subdura pada

pecandu alkohol).

f. Pungsi lumbal, umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal, kecuali peningkatan

glutamin. Cairan serebrospinal dapat berwarna zantokromat akibat meningkatnya kadar

bilirubin. Hitung sel darah putih cairan spinal yang meningkat menunjukan adanya infeksi.

Edema otak dapat menyebabkan peningkatan tekanan.

7. Penatalaksanaan

Ensefalopati hepatik tipe akut

a. Tindakan umum

1) Penderita stadium III-IV perlu perawatan suportif yang intensif, yaitu dengan

memperhatikan posisi berbaring, bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen,

pasang kateter forley.

2) Pemantauan kesadaran, keadaan neuropsikiatri, system kardiopulmunal dan

ginjal keseimbangan cairan, elektrolit serta asam dan basa.

3) Pemberian kalori 2000 kal/hari atau lebih pada fase akut bebas protein

gram/hari (peroral, melalui pipa nasogastrik atau parental).

b. Tindakan khusus

1) Mengurangi pemasukan protein

Diet tanpa protein untuk stadium III-IV

Diet rendah protein (nabati 20 gram/hari) untuk stadium I-II. Segera setelah

fase akut terlewati, intake protein mulai ditingkatkan dari beban protein

kemudian ditambahkan 10 gram secara bertahap sampai

kebutuhan maintanance (40-60 gram/hari).

2) Mengurangi populasi bakteri kolon (urea splitting organism).

Laktulosa peroral untuk stadium I-II atau pipa nasogastrik untuk stadium III-

IV, 30-50 cc tiap jam, diberikan secukupnya sampai terjadi diare ringan.

Lacticol (Beta Galactoside Sorbitol), dosis : 0,3-0,5 gram/hari.

Page 9: LP CVA trombosis

Pengosongan usus dengan lavement 1-2x/hari: dapat dipakai katartik osmotic

seperti MgSO4 atau laveman, yaitu dengan memakai larutan laktulosa 20%

atau larutan neomisin 1% sehingga didapat pH = 4

Antibiotika : neomisisn 4x1-2gram/hari, peroral, untuk stadium I-II, atau

melalui pipa nasogastrik untuk stadium III-IV. Rifaximin (derifat rimycin),

dosis : 1200 mg per hari selama 5 hari dikatakan cukup efektif.

c. Obat-obatan lain

1) Penderita koma hepatikum perlu mendapatkan nutrisi parenteral. Sebagai

langkah pertama dapat diberikan cairan dektrose 10% atau maltose 10%, karena

kebutuhan karbohidrat harus terpenuhi lebih dahulu. Langkah selanjutnya dapat

diberikan cairan yang mengandung AARC (comafusin hepar) atau campuran

sedikit AAA dalam AARC (aminoleban) : 1000 cc/hari. Tujuan pemberian AARC

adalah untuk mencegah masuknya AAA ke dalam sawar otak, menurunkan

katabolisme protein, dan mengurangi konsentrasi ammonia darah. Cairan ini

banyak dibicarakan akhir-akhir ini.

2) L-dopa : 0,5 gram peroral untuk stadium I-II atau melalui pipa nesogastrik untuk

stadium III-IV tiap 4 jam.

3) Hindari pemakaian sedativa atau hipnotika, kecuali bila penderita sangat gelisah

dapat diberikan diimenhidrimat (dramamine) 50 mg i.m: bila perlu diulangi tiap

6-8 jam. Pilihan obat lain, yaitu fenobarbital, yang ekskresinya sebagian besar

melalui ginjal.

4) Vitamin K 10-20 mg/hari i.m atau peroral atau pipa nasogastrik.

d. Pengobatan radikal

Exchange tranfusio, plasmaferesis, dialysis, charcoal hemoperfusion, transpalantasi hati.

Ensefalopati hepatik tipe kronik

Prinsip-prinsip penatalaksanaan ensefalopati hepatik tipe kronik adalah sebagai berikut:

a. Diet rendah protein, maksimal 1 gram / kg berat badan terutama protein nabati.

b. Hindari konstipasi, dengan memberikan laktulosa dalam dosis secukupnya (2-3 x 10

cc/hari).

c. Bila gejala ensefalopati meningkat, ditambah neomisin 4x1 gram/hari.

d. Bila timbul aksaserbasi akut, sama seperti ensefalopati hepatik tipe akut.

e. Perlu pemantauan jangka panjang untuk penilaian keadaan mental dan

neuromuskulernya.

Page 10: LP CVA trombosis

f. Pembedahan elektif : colon by pass, transplantasi hati, khususnya untuk ensefalopati

hepatik kronik stadium III-IV.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ENSEFALOPATI HEPATIK

PENGKAJIAN

1. Biodata Pasien

a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis kelamin :

d. Alamat :

e. Pendidikan :

f. Pekerjaan :

g. Suku/bangsa :

h. Diagnosa Medis :

2. Keluhan Utama

Biasanya keluarga atau orang terdekat melaporkan bahwa adanya perubahan

kepribadian dan penurunan mental.

3. Riwayat Kesehatan.

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Tanyakan sejak kapan pasien mengalami keluhan seperti yang ada pada keluhan

utama dan tindakan apa yang dilakukan untuk menanggulanginya.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami penyakit hati seperti sirosis hati,

infeksi hati, atau apakah pasien sering mengkonsumsi alcohol sebelumnya.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah ada keluarga pasien yang pernah menderita penyakit seperti yang di derita

pasien sekarang.

4. Riwayat Aktifitas Sehari-hari

Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan atau gangguan hati.

a. Aktivitas

Kelemahan

Page 11: LP CVA trombosis

Kelelahan

Malaise

b. Sirkulasi

Bradikardi ( hiperbilirubin berat )

Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa

c. Eliminasi

Urine gelap

Diare feses warna tanah liat

d. Makanan dan Cairan

Anoreksia

Berat badan menurun

Mual dan muntah

Peningkatan oedema

Asites

e. Neurosensori

Peka terhadap rangsang

Cenderung tidur

Letargi

Asteriksis

f. Nyeri / Kenyamanan

Kram abdomen

Nyeri tekan pada kuadran kanan

Mialgia

Atralgia

Sakit kepala

Gatal ( pruritus )

g. Keamanan

Demam

Urtikaria

Lesi makulopopuler

Eritema

Splenomegali

Pembesaran nodus servikal posterior

h. Seksualitas

Pola hidup atau perilaku meningkat resiko terpajan

Page 12: LP CVA trombosis

5. Pemeriksaan Fisik

a. Status kesehatan umum : keadaan umum lemah, tanda-tanda vital.

b. Kepala : normo cephalic, simetris, pusing, benjolan tidak ada, rambut tumbuh

merata dan tidak botak, rambut berminyak, tidak rontok.

c. Mata: alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor sclera

agak ikterus (-/ -), reflek cahaya positif, tajam penglihatan menurun.

d. Telinga : sekret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal.

e. Hidung: deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping

hidung tidak ada.

f. Mulut dan faring : bau mulut, stomatitis (-), lidah merah merah mudah, kelainan

lidah tidak ada.

g. Leher : simetris, kaku kuduk tidak ada.

h. Thoraks :

Paru: gerakan simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi

resonan, rhonchi -/-, wheezing -/-, vocal fremitus dalam batas normal.

Jantung: batas jantung normal, bunyi s1 dan s2 tunggal, gallop (-), mumur

(-), capillary refill time 2 – 3 detik.

i. Abdomen : nyeri pada kuadran kanan atas.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Hematologi

Hemoglobin, hematokrit, hitung lekosit-eritrosit-trombosit, hitung jenis lekosit.

Jika diperlukan : faal pembekuan darah.

b. Biokimia darah

Uji faal hati : trasaminase, billirubin, elektroforesis protein, kolestrol, fosfatase

alkali.

Uji faal ginjal : Urea nitrogen (BNU), kreatinin serum.

Kadar amonia darah

Tingkat ensefalopati kadar ammonia darah dalam satuan µg/dl:

1) Tingkat 0 : < 150

2) Tingkat 1 : 151 – 200

3) Tingkat 2 : 201 – 250

4) Tingkat 3 : 251 – 300

5) Tingkat 4 : > 300

c. Urin dan tinja rutin

Page 13: LP CVA trombosis

d. EEG (Elektroensefalografi)

Dengan pemerikasaan EEG terlihat peninggian amplitudo dan menurunnya jumlah

siklus gelombang perdetik. Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa

(8 – 12Hz). Tingkat ensefalopati frekuensi gelombang EEG:

frekuensi gelombang Alfa

1) Tingkat 0 : 8,5 – 12 siklus per detik

2) Tingkat I : 7 – 8 siklus per detik

3) Tingkat II : 5 – 7 siklus per detik

4) Tingkat III : 3 – 5 siklus per detik

5) Tingkat IV : 3 siklus per detik atau negatif

e. CT Scan pada kepala biasanya dilakukan dalam stadium ensefalopatia yang parah

untuk menilai udema otak dan menyingkirkan lesi structural (terutama hematoma

subdura pada pecandu alkohol).

f. Pungsi lumbal, umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal, kecuali

peningkatan glutamin. Cairan serebrospinal dapat berwarna zantokromat akibat

meningkatnya kadar bilirubin. Hitung sel darah putih cairan spinal yang meningkat

menunjukan adanya infeksi. Edema otak dapat menyebabkan peningkatan tekanan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis : peningkatan kadar

ammonia serum.

2. Perubahan volume cairan : edema anasarka berhubungan dengan penurunan kadar

albumin dalam serum dan penurunan tekanan osmotik intra vaskuler.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu

makan

INTERVENSI

No DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL

1. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis : peningkatan kadar ammonia serum.

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan

1. Observasi perubahan perilaku dan mental. Contohnya letargi, bingung, cenderung tidur, bicara lambat atau tidak jelas, dan peka rangsang.

2. Catat terjadinya ikterik, aktivitas kejang.

1. Pengkajian terus menerus terhadap perilaku dan status mental penting karena fluktuasi alami dari ensefalopati hepatik.

2. Menunjukkan peningkatan kadar amonia serum.

Page 14: LP CVA trombosis

keperawatan selama 1x24 jam pasienmenunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk mencegah atau meminimalkan perubahan mental.

Kriteria Hasil:o Menunjukkan proses

berfikir yang logis dan terorganisasi

o Tidak mudah tergangguo Dapat membandingkan

dan membedakan dua benda.

3. Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental pasien.

4. Orientasikan kembali pada waktu, tempat, orang sesuai kebutuhan.

5. Pertahankan kenyamanan lingkungan.

6. Pasang pengaman tempat tidur, beri pengawasan ketat.

7. Kolaborasi dalam pembatasan diet protein. Berikan tambahan glukosa, hidrasi yang adekuat.

3. Memberikan dasar unutk perbandingan dengan status saat ini.

4. Membantu dalam mempertahankan orientasi kenyataan, menurunkan bingung atau ansietas.

5. Menurunkan rangsangan berkebihan, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan koping.

6. Menurunkan resiko cedera bila bingung, kejang, atau terjadi perilaku merusak.

7. Ammonia bertanggung jawab terhadap perubahan mental pada ensefalopati hepatik.

2. Perubahan volume cairan :

edema anasarka berhubungan

dengan penurunan kadar

albumin dalam serum dan

penurunan tekanan osmotik

intra vaskuler.

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatanpasien menunjukkan volume cairan yang stabil.

Kriteria hasil:o Keseimbangan input dan

outputo Berat badan stabilo Tanda vital dalam rentang

normalo Tidak ada edema

1. Ukur masukan dan haluaran, timbang berat badan.

2. Awasi tanda-tanda vital terutama tekanan darah.

3. Kaji derajat edema

4. Ukur lingkar abdomen

1. Menunujukkan status volume sirkulasi, terjadinya atau perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi.

2. Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan, tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler.

3. Perpindahan cairan pada jaringan akibat retensi natrium dan air,penuruna albumin dan penurunan ADH.

4. Menunujukkan akumulasi cairan diakibatkan oleh kehilangan proteon plasma atau cairan ke dalam area peritoeal.

3. Perubahan nutrisi kurang dari 1. Ukur masukan diet harian 1. Memberikan informasi

Page 15: LP CVA trombosis

kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan.

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan,kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria hasil:o Keadaan umum cukupo Turgor kulit baiko BB meningkato Tidak mengalami

malnutrisi lebih lanjut

dengan jumlah kalori

2. Bantu dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alasan tipe diet yang di berikan.

3. Biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangakan pilihan makanan yang disukai.

4. Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.

5. Konsul dengan ahli gizi tentang diet yang sesuai.

tentang kebutuhan pemasukan atau defisiensi.

2. Diet yang tepat, penting untuk penyembuhan.

3. Pasien mungkin akan merasa lebih baik jika keluarga terlibat dan makan makanan yang di sukai sebanyak mungkin.

4. Mulut kotor akan membuat rasa tidak enak pada mulut yang akan menambah anoreksia.

5. Diet yang tepat, membantu dalam penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Hati : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGCDoenges E. Marilynn et al. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGCHerdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGCPearce C. Evelyn. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : GramediaWilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGCTri Harsono. 2008. Ensefalopati Hepatikum http://emedicine.medscape.com/

gastroenterology#liver (diakses pada tanggal 16 Juni 2013)