Makalah Aids

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Aids pertama kali di diagnosa di AS pada tahun 1981 dan sampai saat ini sudah menyerang sebagian besar negara didunia (pandemi) sehingga telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu relatif singkat/ cepat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak negara di dunia baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit kelamin Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh rotrovirus HIV yang sistem kekbalan/ pertahan tubuh sehingga menyebabkan kerusakan yang parah dan sejauh ini belum diketahui obatnya. Upaya pencegahan penularan AIDS melalui hubungan seksual memerlukan pendidikan dan penyuluhan intensif dan ditunjukan untuk mengubah perilaku seksual masyarakat tertentu sedemikian rupa sehingga mengurangi kemungkinan penularan HIV. Untuk menunjang keberhasilan upaya pencegahan tersebut terutam pada ank remaja atau SLTA, maka sebaiknya informasi yang benar mengenai AIDS diberikan kepada mereka. Depkes telah dianggap dalam hal ini dengan memberikan informasi yang benar mengenai AIDS, baik melaui media cetak maupun media lainnya masyarakat umum. Sedangkan untuk menanggulangi AIDS dari unsur host, Agen, dan Enfirenment, pemutusan transmisi tidak bisa dilakukan pada host karena belum danya vaksin dan juga pada agen belum ada obat penangkalnya. Satu satunya jalan adalah dengan mengubah environtment , yaitu dengan mengubah perilaku seksual. Kelompok seksual aktif (15 45 tahun) yang merupakan kelompok terbesar pengidap HIV. Selama seksual aktif tersebut, normanorma mayarakat mengatur tingkah laku seksual, man yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan.

BAB II ISI A. Definisi HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya.Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang lakilaki dari Kinshasa di Republik Demokrat Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi. Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV1 dan HIV2. HIV1 mendominasi seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbedabeda dari HIV1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan subjenis (clades). HIV2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat banyak kemiripan diantara HIV1 dan HIV2, contohnya adalah bahwa keduanya menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksiinfeksi oportunistik dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV2, ketidakmampuan menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat dan lebih halus. Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV1, maka mereka yang terinfeksi dengan HIV2 ditulari lebih awal dalam proses penularannya. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV. Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.

B. Gejala Klinis Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3

sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV. Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini1 : 1. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC. 2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik. 3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga. 4. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten. 5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi1

Dimas Bagus Parasdya. Tanda dan Gejala Penyakit Aids.Diakses dari http://dhiez.wordpress.com/2008/05/02/gejala-virus-hiv-aids/. Pada tanggal 07-05-2011

jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis. 6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah pelvic inflammatory disease (PID) dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal). C. Karakteristik H-A-E 1. Agent Virus HIV termasuk Netrovirus yang sangat mudah mengalami mutasi sehingga sulit untuk menemukan obat yang dapat membunuh, virus tersebut. Daya penularan pengidap HIV tergantung pada sejumlah virus yang ada didalam darahnya, semakin tinggi/semakin banyak virus dalam darahnya semakin tinggi daya penularannya sehingga penyakitnya juga semakin parah. Virus HIV atau virus AIDS, sebagaimana Virus lainnya sebenarnya sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh. Virus akan mati bila dipanaskan sampai temperatur 60 derajat Celsius selama 30 menit, dan lebih cepat dengan mendidihkan air. Seperti kebanyakan virus lain, virus AIDS ini dapat dihancurkan dengan detergen yang dikonsentrasikan dan dapat dinonaktifkan dengan radiasi yang digunakan untuk mensterilkan peralatan medis atau peralatan lain.

2. Host Distribusi penderita AIDS di Amerika Serikat Eropa dan Afrika tidak jauh berbeda kelompok terbesar berada pada umur 30 -39 tahun. Hal ini membuktikan bahwa transmisi seksual baik homoseksual mapupun heteroseksual merupakan pola transmisi utama. Mengingat masa inkubasi AIDS yang berkisar dari 5 tahun ke atas maka infeksi terbesar terjadi pada kelompok umur muda/seksual paling aktif yaitu 20-30 tahun. Pada tahun 2000 diperkirakan Virus AIDS menular pada 110 juta orang dewasa dan 110 juta anak-anak. Hampir 50% dari 110 juta orang itu adalah remaja dan dewasa muda usia 13 -25 tahun. Informasi yang diperoleh dari Pusat AIDS International fakultas Kesehatan Masyarakatat Universitas Harvard, Amerika Serikat

sejumlah orang yang terinfeksi virus AIDS yang telah berkembang secara penuh akan meningkat 10 kali lipat. 3. Environment Lingkungan biologis sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat menentukan penyebaran AIDS. Lingkungan biologis adanya riwayat ulkus genitalis, Herpes Simpleks dan STS (Serum Test for Sypphilis) yang positip akan meningkatkan prevalensi HIV karena luka-luka ini menjadi tempat masuknya HIV. Faktor biologis lainnya adalah penggunaan obat KB. Pada para WTS di Nairobi terbukti bahwa kelompok yang menggunakan obat KB mempunyai prevalensi HIV lebih tinggi. Faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual masyarakat. Bila semua faktor ini menimbulkan permissiveness di kalangan kelompok seksual aktif, maka mereka sudah ke dalam keadaan promiskuitas.

D. Konsep Penularan Penularan AIDS dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu : a. Secara Kontak Seksual 1. Ano-Genital Cara hubungan seksual ini merupakan perilaku seksual dengan resiko tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi kaum mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari pengidap HIV. 2. Ora-Genital Cara hubungan ini merupakan tingkat resiko kedua, termasuk menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV. 3. Genito-Genital / Heteroseksual Penularan secara heteroseksual ini merupakan tingkat penularan ketiga, hubungan suami istri yang mengidap HIV, resiko penularannya, berbeda-beda antara satu peneliti dengan peneliti lainnya. b. Secara Non seksual Penularan secara non seksual ini dapat terjadi melalui : 1. Transmisi Parental Penggunaan jarum dan alat tusuk lain (alat tindik, tatto) yang telah terkontaminasi, terutama pada penyalahgunaan narkotik dengan

mempergunakan jarum suntik yang telah tercemar secara bersama-sama.

Penularan parental lainnya, melalui transfusi darah atau pemakai produk dari donor dengan HIV positif, mengandung resiko yang sangat tinggi. 2. Transmisi Transplasental Transmisi ini adalah penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak, mempunyai resiko sebesar 50%. Disamping cara penularan yang telah disebutkan di atas ada transmisi yang belum terbukti, antara lain: 1. ASI 2. Saliva/Air liur 3. Air mata 4. Hubungan sosial dengan orang serumah 5. Gigitan serangga E. Riwayat Alamiah Penyakit 1. Tahap Prepatogenesis Periode waktu sejak infeksi hingga terdeteksinya infeksi melalui tes laboratorium/ skrining disebut window period. Dalam window period individu telah terinfeksi, sehingga dapat menularkan penyakit, meskipun infeksi tersebut belum terdeteksi oleh tes laboratorium. Implikasinya, tes laboratorium hendaknya tidak dilakukan selama window period, sebab infeksi tidak akan terdeteksi. Contoh, antibodi HIV (human immuno-deficiency virus) hanya akan muncul 3 minggu hingga 6 bulan setelah infeksi. Jika tes HIV dilakukan dalam window period, maka sebagian besar orang tidak akan menunjukkan hasil positif, sebab dalam tubuhnya belum diproduksi antibodi. Karena itu tes HIV hendaknya ditunda hingga paling sedikit 12 minggu (3 bulan) sejak waktu perkiraan paparan. Jika seorang telah terpapar oleh virus tetapi hasil tes negatif, maka perlu dipertimbangkan tes ulang 6 bulan kemudian. 2. Tahap Patogenesis a. Tahap inkubasi Masa inkubasi dari HIV adalah b. Tahap dini Gejalanya berupa radang tenggorokan, nyeri otot (mialgia), demam, ruam kulit, dan terkadang radang selaput otak (meningitis asepsis). Produksi virus yang tinggi menyebabkan viremia (beredarnya virus dalam darah) dan penyebaran virus ke dalam jaringan limfoid, serta penurunan jumlah sel T CD4+. Beberapa lama kemudian, respon imun spesifik terhadap HIV muncul

sehingga terjadi serokonversi. Respon imun spesifik terhadap HIV diperantarai oleh sel T CD8+ (sel T pembunuh, T sitotoksik cell) yang menyebabkan penurunan jumlah virus dan peningkatan jumlah CD4+ kembali. Walaupun demikian, penurunan virus dalam plasma tidak disertai dengan berakhirnya replikasi virus. Replikasi virus terus berlangsung di dalam makrofag jaringan dan CD4+ (Mitchell and Kumar, 2003; Saloojee and Violari, 2001). c. Tahap lanjut Fase ini ditandai dengan adanya replikasi virus terus menerus dalam sel T CD4+ yang berlangsung bertahun-tahun. Pada fase kronik tidak didapatkan kelainan sistem imun. Penderita dapat asimptomatik (tanpa gejala) atau mengalami limfadenopati persisten (pembesaran kelenjar getah bening) dan beberapa penderita mengalami infeksi oportunistik minor seperti infeksi jamur. Penurunan sel T CD4+ terjadi terus menerus, tetapi masih diimbangi dengan kemampuan regenerasi sistem imun. Setelah beberapa tahun, sistem imun tubuh mulai melemah, sementara replikasi virus sudah mencapai puncaknya sehingga perjalanan penyakit masuk ke fase krisis. Tanpa pengobatan, penderita HIV akan mengalami sindrom AIDS setelah fase kronik dalam jangka waktu 7 sampai 10 tahun (Mitchell and Kumar, 2003; Saloojee and Violari, 2001). d. Tahap akhir Fase ini ditandai dengan hilangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh. Peningkatan jumlah virus dalam darah (viral load) dan gejala klinis yang berarti. Penderita mengalami demam lebih dari 1 bulan, lemah, penurunan berat badan dan diare kronis. Hitung sel T CD4+ berkurang sampai dibawah 500/L. Penderita juga akan rentan terhadap infeksi oportunistik mayor, neoplasma (kanker) tertentu dan manifestasi neurologis sehingga dikatakan penderita mengalami gejala AIDS yang sebenarnya (Mitchell and Kumar, 2003; Saloojee and Violari, 2001).

F. Prevalensi Kasus HIV dan AIDS menunjukkan trend peningkatan setiap tahun. Sampai dengan Desember 2009 jumlah kumulatif kasus AIDS mencapai 19.973 kasus.

Gambar berikut menampilkan kasus baru dan kumulatif penderita AIDS yang terjadi sampai tahun 2009.

Pada gambar di atas nampak adanya peningkatan penemuan kasus baru yang cukup signifikan pada tahun 2008, dari 2.947 kasus baru pada tahun 2007 menjadi 4.969 kasus baru pada tahun 2008. Besaran kasus juga dapat dilihat dengan menggunakan Case Rate AIDS yang diperoleh dengan membandingkan jumlah kasus kumulatif terhadap jumlah penduduk per 100.000 penduduk. Pada tahun 2009, provinsi dengan Case Rate tertinggi adalah Papua sebesar 133,1; diikuti oleh Bali sebesar 45,4; dan DKI Jakarta 31,7 per 100.000 penduduk.

HIV/AIDS memiliki beberapa faktor risiko, yaitu hubungan seksual lawan jenis (heteroseksual), hubungan sejenis melalui Lelaki Seks Lelaki (LSL), penggunaan Narkoba suntik secara bergantian, transfusi darah dan perinatal. Berikut ini disajikan persentase kasus kumulatif menurut faktor risiko.

Berdasarkan cara penularan, persentase kasus kumulatif tertinggi adalah melalui hubungan heteroseksual sebesar 50,3%. Sedangkan persentase terendah adalah melalui transfusi darah sebesar 0,1%. Meskipun penggunaan IDU menempati urutan ke-2 terbesar, namun jika kita melihat kecenderungan kasus baru AIDS pada pengguna NAPZA suntik menunjukkan penurunan selama tahun 2006- 2009 seperti yang nampak pada gambar berikut. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya upaya promosi kesehatan pada kelompok pengguna NAPZA suntik yang menyampaikan pesan bahwa penggunaan jarum suntik secara bergantian merupakan perilaku risiko tinggi terhadap penularan HIV.

Pada tahun 2009 jumlah kasus baru AIDS yang menggunakan NAPZA suntik sebanyak 1.156 kasus. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan tahun 2008 sebesar 1.255 kasus. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi kasus kumulatif AIDS laki-laki lebih besar terhadap perempuan yaitu 73,7% berbanding 25,8%.

Proporsi kasus kumulatif AIDS menurut kelompok umur menunjukkan gambaran bahwa sebagian besar kasus kumulatif AIDS terdapat pada usia 20-29 tahun, 30-39 tahun, dan 40-49 tahun. Kelompok umur tersebut memang termasuk ke dalam usia produktif yang tentu saja juga aktif secara seksual.

G. Pola Penyebaran Menurut OTW Orang 1. Umur Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses perkembangan tidak secepat ketika berusia belasan tahun. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, tetapi pada umur-

umur tertentu atau menjelang usia lanjut penerimaan atau pengingatan suatu pengetahuan akan berkurang (Notoatmodjo,2006). Klasifikasi menurut WHO, batasan remaja adalah usia 10-20 tahun, dibagi dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Dalam hal ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda (youth). Di Indonesia remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 14-24 tahun (Djoerban, 2001). Hurlock (2000) menyatakan tahapan umur dalam rentang kehidupan adalah : 1. Bayi kelahiran sampai akhir minggu kedua. 2. Masa bayi; akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua. 3. Awal masa kanak-kanak; dua sampai enam tahun. 4. Akhir masa kanak-kanak; enam sampai sepuluh atau dua belas tahun. 5. Masa puber atau pramasa remaja: sepuluh atau dua belas sampai tiga belas atau empat belas tahun. 6. Masa remaja; tiga belas atau empat belas tahun sampai delapas belas tahun. 7. Awal masa dewasa: delapan belas sampai empat puluh tahun. 8. Usia pertengahan; empat puluh sampai enam puluh tahun. 9. Masa tua atau usia lanjut; enam puluh tahun sampai meninggal. Penelitian dari enam rumah sakit di Jakarta pada tahun 1996, dari 52 rekam medik pasien AIDS bahwa dari sebaran umur paling banyak pasien berasal dari kelompok umur 30-39 tahun (53,8%), lebih dari 95% pasien AIDS berusia diantara 20-49 tahun (Djoerban, 2001). Distribusi umur penderita AIDS pada tahun 2007 memperlihatkan tingginya persentase jumlah usia muda dan jumlah usia anak. Penderita dari golongan umur 2029 tahun mencapai 54,77% dan bila digabung dengan golongan sampai 49 tahun, maka angka menjadi 89,37%. Sementara persentase anak < 5 tahun mencapai 1,22%. Pada tahun 2006 sebanyak 4360 anak tertular HIV dan separuhnya telah meninggal (KPA, 2007).

Dinas Kesehatan Provinsi Papua per 31 maret 2006 menyebutkan angka HIV/AIDS Papua 2.179 kasus. Sebanyak 1.226 kasus HIV dan 973 AIDS, dan 289 sudah meninggal. Kasus HIV/AIDS terbanyak justru pada kelompok usia produktif (15-39 tahun), yakni sekitar 75,2 persen. Jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 916 kasus, kelompok umur 30-39 tahun 544 kasus dan kelompok umur 40-49 tahun 203 kasus (Trendo, 2006). Jumlah penderita HIV/AIDS sampai April 2009 berdasarkan umur di Propinsi Sumatera Utara sampai April 2009, dimana umur 50 tahun sebanyak 41 penderita (KPA Sumut, 2009). 2. Jenis Kelamin Secara umum setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara lakilaki dan perempuan. Ini disebabkan karena perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup dan prilaku hidup serta kondisi fisiologis (Rasmaliah. 2001). Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama lakilaki tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak 90 % terjadi dari ibu pengidap HIV (Parikesit, 2008). Menurut Menko Kesra Aburizal Bakrie di Jayapura, pada temu regional dalam rangka Akselerasi Program Penanggulangan HIV/AIDS di Tanah Papua mengatakan bahwa secara nasional proporsi HIV/AIDS pada perempuan hanya sekitar 18 persen, tetapi di Papua justru berada pada angka yang cukup besar yaitu 48,5 persen (Trendo, 2006). Jumlah penderita HIV/AIDS sampai April 2009 berdasarkan jenis kelamin di Propinsi Sumatera Utara sampai April 2009, berjenis kelamin laki-laki 1335 penderita dan perempuan 341 penderita (KPA Sumut, 2009). Faktor-faktor yang menyebabkan perempuan lebih rentan tertular HIV/AIDS, yaitu faktor biologis dan faktor sosial ekonomi. Faktor biologis; risiko perempuan tertular HIV melalui hubungan seksual adalah 2-4 kali lebih besar dibandingkan dengan risiko pada laki-laki. Sedangkan faktor sosial ekonomi; banyak perempuan miskin, termasuk gadis-gadis yang belum masuk usia puber yang masuk ke dalam dunia pelacuran. Di Uganda, infeksi HIV pada gadis usia 13-19 tahun tiga kali lebih

besar dibandingkan pada remaja laki-laki dari kelompok usia yang sama (Djoerban, 2001). 3. Pendidikan Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut Wiet Hary menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorag menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Pada umumnya, semakin tinggi pengetahuan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya (Notoatmodjo, 2006). Di Amerika, Sahara Afrika dan Asia, dua pertiga infeksi HIV/AIDS adalah lakilaki muda dengan usia 15-29 tahun dengan pendidikan yang rendah, sehingga pengetahuan merekapun kurang, dan biasanya tidak datang berobat, setelah kematian baru terdeteksi (Satumed. 2008). Berdasarkan survei prilaku penderita HIV/AIDS di Kota Yogyakarta tahun 2005 bahwa responden berpendidikan SMA atau yang sederajat (49%), sebanyak 15% berpendidikan SMP atau yang sederajat dan 18% berpendidikan SD atau sederajat. Hanya 13% responden yang berpendidikan D1 atau lebih. Proporsi responden yang berpendidikan sekolah menengah ke atas adalah paling tinggi pada kelompok mahasiswa (100%) dan homoseksual (94,5%), sementara proporsi responden yang berpendidikan SD yang paling tinggi adalah pada kelompok waria (41%). Sedangkan penelitian penderita HIV/AIDS yang berobat di Pokdisus AIDS FKUI-RSCM menunjukkan asal dari berbagai jenis lapisan sosial masyarakat yaitu ada yang lulusan SD, SMP, SMA, Akademi bahkan beberapa lulusan S2 (Djoerban, 2001). 4. Pekerjaan Berbagai jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit (Rasmaliah. 2001). Risiko tinggi untuk terinfeksi HIV/AIDS antara lain orang yang bekerja di tempat hiburan, supir jarak jauh, nelayan, anak buah kapal, dan PSK (Zulkifli, 2004). Perempuan yang paling banyak terinfeksi HIV/AIDS adalah perempuan yang berpenghasilan rendah atau tidak memiliki penghasilan karena sebagian besar perempuan yang terkena adalah yang pekerjaannya sebagai pekerja seks komersial (PSK) (Djoerban, 2001).

TEMPAT

Perbandingan antara penderita dari daerah urban (perkotaan) dan pural (pedesaan) umumnya lebih tinggi di daerah urban karena di kota lebih banyak dilakukan promiskuitas (hubungan seksual dengan banyak mitra seksual), maka kelompok masyarakat berisiko tinggi adalah kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas yaitu kaum homoseksual termasuk kelompok biseksual, heteroseksual, dan

penyalahgunaan narkotika suntik, serta penerimaan transfusi darah termasuk penderita hemofili dan penyakit-penyakit darah, anak dan bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV (Rasmaliah, 2001). WAKTU Munculnya Syndrome ini erat hubungannya dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi HIV. Berdasarkan hal tersebut maka penderita AIDS dimasyarakat digolongkan kedalam 2 kategori yaitu : 1. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejala klinis (penderita AIDS positif). 2. Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan gejala klinis (penderita AIDS negatif). Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan masa wndow periode. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.

H. Pencegahan Mengingat sampai saat ini obat untuk mengobati dan vaksin untuk mencegah AIDS belum ditemukan, maka alternatif untuk menanggulangi masalah AIDS yang

terus meningkat ini adalah dengan upaya pencegahan oleh semua pihak untuk tidak terlibat dalam lingkaran transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV. Pada dasarnya upaya pencegahan AIDS dapat dilakukan oleh semua pihak asal mengetahui cara-cara penyebaran AIDS. Ada 2 cara pencegahan AIDS yaitu jangka pendek dan jangka panjang : 1. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Pendek Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE, memberikan informasi kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS (HIV), sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya. Ada 3 pola penyebaran virus HIV : 1. Melalui hubungan seksual HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti berperan dalam penularan AIDS adalah mani, cairan vagina dan darah. HIV dapat menyebar melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke pria dan dari pria ke pria. Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual maka upaya pencegahan adalah dengan cara : Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis. Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (homogami) Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular AIDS. Tidak melakukan hubungan anogenital. Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV. 2. Melalui darah Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah: 1. Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab memerlukan biaya yang tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV di

Indonesia masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan uji petik. 2. Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor darah. Apabila terpaksa karena menolak, menjadi donor menyalahi kode etik, maka darah yang dicurigai harus di buang. 3. Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap kali habis dipakai. 4. Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus disterillisasikan secara baku. 5. Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan

penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan mengunakan jarum suntik bersama. 6. Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable) 7. Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV. 3. Melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut kepada janinnya. Penularan dapat terjadi pada waktu bayi di dalam kandungan, pada waktu persalinan dan sesudah bayi di lahirkan. Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi penularan hanya dengan himbauan agar ibu yang terinfeksi HIV tidak hamil. 2. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Panjang Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena hubungan seksual, terutama dengan orang asing. Kasus AIDS yang menimpa orang Indonesia adalah mereka yang pernah ke luar negeri dan mengadakan hubungan seksual dengan orang asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko penularan dari suami pengidap HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%. Namun ada penelitian lain yang berpendapat bahwa resiko penularan suami ke istri atau istri ke suami dianggap sama. Kemungkinan penularan tidak terganggu pada frekuensi hubungan seksual yang dilakukan suami istri. Mengingat masalah seksual masih merupakan barang tabu di Indonesia, karena norma-norma budaya dan agama yang masih kuat, sebetulnya masyarakat kita tidak perlu risau terhadap penyebaran virus AIDS. Namun demikian kita tidak boleh lengah sebab negara kita merupakan negara terbuka dan tahun 1991 adalah tahun melewati Indonesia.

Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah merajalelanya AIDS adalah merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang meningkatkan norma-norma agama maupun sosial sehingga masyarakat dapat berperilaku seksual yang bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab adalah : a. Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali. b. Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (monogamy). c. Menghindari hubungan seksual dengan wanita-wanita tuna susila. d. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu mitra seksual. e. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin. f. Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS. g. Tidak melakukan hubungan anogenital. h. Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual. Kegiatan tersebut dapat berupa dialog antara tokoh-tokoh agama,

penyebarluasan informasi tentang AIDS dengan bahasa agama, melalui penataran P4 dan lain-lain yang bertujuan untuk mempertebal iman serta norma-norma agama menuju perilaku seksual yang bertanggung jawab. Dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab diharapkan mampu mencegah penyebaran penyakit AIDS di Indonesia.

I. Pengobatan Obatobatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan: 1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viralDNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).

2. Nonnucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam selsel. Obatobatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva). Protease Inhibitors (PI)

mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kirakira 25%35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obatobatan tersebut adalah: 1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 1428 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC) 2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 23 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari. Postexposure

prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsibeberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untukmemungkinkan orang tersebut mengerti obatobatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan

hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman.

J. Penanggulangan Berikut ini merupakan strategi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS, yaitu2: Meningkatkan dan memperluas upaya pencegahan yang nyata efektif dan menguji coba cara-cara baru. Meningkatkan dan memperkuat sistem pelayanan kesehatan dasar dan rujukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah ODHA yang memerlukan akses perawatan dan pengobatan Meningkatkan kemampuan dan memberdayakan mereka yang terlibat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di pusat dan di daerah melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan Meningkatkan survei dan penelitian untuk memperoleh data penanggulangan HIV dan AIDS Memberdayakan individu, keluarga dan komunitas dalam pencegahan HIV dilingkungannya Meningkatkan kapasitas nasional untuk menyelenggarakan monitoring dan evaluasi penanggulangan HIV dan AIDS Memobilisasi sumberdaya dan mengharmonisasikan pemanfaatannya di semua tingkat. bagi program

2

Komisi Penanggulangan AIDS. 2007. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007-2010. KPA, Jakarta. hl 17

BAB III PENUTUP

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV. Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Berdasarkan cara penularan, persentase kasus kumulatif tertinggi adalah melalui hubungan heteroseksual sebesar 50,3%. Sedangkan persentase terendah adalah melalui transfusi darah sebesar 0,1%. Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah merajalelanya AIDS adalah merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang meningkatkan norma-norma agama maupun sosial sehingga masyarakat dapat berperilaku seksual yang bertanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA

NN. Didapat dari http://sunarti46.wordpress.com/about-aids/penyebab-aids/ pada tanggal 0705-2011 NN. Didapat dari http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-aids.html. Pada tanggal 0705-2011 NN. Didapat dari http://www.depkes.go.id/. Fakta Tentang HIV dan AIDS.Pada tanggal 0705-2011 NN. Didapat dari http://www.depkes.go.id/. Kumulatif Kasus HIV/AIDS di Indonesia.Pada tanggal 07-05-2011 NN. Didapat dari http://www.hivtest.org/. Frequently Asked Question on HIV/AIDS. Pada tanggal 07-05-2011 Departemen Kesehatan RI Petunjuk Pengembangan Program Nasional Pemberantasan dan Pencegahan AIDS, Jakarta 1992. Wibisono Bing Epidemologi AIDS AIDS; Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan RI Jakarta 1989. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3756/1/fkm-zulkifli4.pdf http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf

MENGANALISIS PENYAKIT HIV AIDS DALAM TINJAUAN EPIDEMIOLOGI DAN CARA PENANGGULANGANNYAMakalah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi PM & TM

Disusun oleh : Endrawati Ratnasari M.Aandi Ihram Rahmayatul Filacano Yeni Faridawati KESEHATAN LINGKUNGAN Semester IV

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M 1432 H